bab 1bjhb

7
1.1 Latar Belakang Menurut PERKENI (Persatuan Endokrinologi Indonesia), Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua- duanya (PERKENI, 2011). Diabetes Melitus dalam hal ini DM tipe 2 disebut juga “silent killer” karena sering kali tidak disadari sehingga penanganannya terlambat dan banyak menimbulkan komplikasi (Hans, 2008) Di negara berkembang, DM tipe 2 sampai saat ini masih merupakan faktor yang terkait sebagai penyebab kematian sebanyak 4 – 5 kali lebih besar dari DM tipe lainnya. Menurut estimasi data World Health Association (WHO) maupun International Diabetes Federation (IDF), prevalensi di Indonesia pada tahun 2000 adalah sebesar 5,6 juta penduduk; jumlah ini mengalami peningkatan menjadi 8,2 juta penduduk DM tipe 2 pada tahun 2011 (PERKENI, 2011). Jumlah ini diprediksikan masih akan mengalami kenaikan menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030 (PERKENI, 2011). Hal tersebut mengakibatkan Indonesia berada

Upload: ida-andalos-totha

Post on 18-Jan-2016

227 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

bhgbugbu

TRANSCRIPT

Page 1: BAB 1bjhb

1.1 Latar Belakang

Menurut PERKENI (Persatuan Endokrinologi Indonesia), Diabetes Melitus (DM)

merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang

terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya (PERKENI, 2011).

Diabetes Melitus dalam hal ini DM tipe 2 disebut juga “silent killer” karena sering kali tidak

disadari sehingga penanganannya terlambat dan banyak menimbulkan komplikasi (Hans,

2008)

Di negara berkembang, DM tipe 2 sampai saat ini masih merupakan faktor yang

terkait sebagai penyebab kematian sebanyak 4 – 5 kali lebih besar dari DM tipe lainnya.

Menurut estimasi data World Health Association (WHO) maupun International Diabetes

Federation (IDF), prevalensi di Indonesia pada tahun 2000 adalah sebesar 5,6 juta

penduduk; jumlah ini mengalami peningkatan menjadi 8,2 juta penduduk DM tipe 2 pada

tahun 2011 (PERKENI, 2011). Jumlah ini diprediksikan masih akan mengalami kenaikan

menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030 (PERKENI, 2011). Hal tersebut mengakibatkan

Indonesia berada di peringkat keempat jumlah penyandang tipe 2 di dunia setelah Amerika

Serikat, India, dan Cina menurut Reputrawati dalam Hans (2008). Terkait hal tersebut, perlu

dilakukan upaya pencegahan secara komprehensif di setiap sektor terkait (Colleman AL,

2003 dan PERKENI, 2011)

Diabetes melitus diketahui menyebabkan berbagai komplikasi baik akut maupun

kronik. Komplikasi kronik umumnya digolongkan menjadi dua yaitu kerusakan

makrovaskular dan mikrovaskuler. Kerusakan makrovaskular terjadi pada pembuluh darah

besar seperti jantung, otak, …; Sementara kerusakan mikrovaskular terjadi pembuluh-

pembuluh darah kecil contohnya pada organ …,… termasuk mata. Kerusakan mikrovaskular

dianps.md, 28/01/14,
Terlalu general? Sektor apa selain kesehatan?
ida andalos totha, 28/01/14,
Perbaikan kata
ida andalos totha, 28/01/14,
Perbaikan kata
Page 2: BAB 1bjhb

pada mata ini akan berdampak pada kerusakan saraf-saraf mata dan menimbulkan gangguan

pengelihatan (Vaughan, 2011).

Komplikasi pada mata akan terjadi 20 tahun kemudian setelah seseorang mengalami

diabetes melitus tipe 2. Namun waktu tersebut dapat menjadi lebih singkat oleh karena

beberapa faktor diantaranya lingkungan, ras, gangguan metabolik, konsumsi obat - obatan

dan gaya hidup (Vaughan, 2011).

Komplikasi tipe 2 pada mata termasuk….,….,…

Retinopati diabetik merupakan salah satu komplikasi mikrovaskular pada mata yang

akan mempengaruhi autoregulasi pembuluh darah dari retina dan optik saraf. Komplikasi

gangguan mata pada diabetes ini kebanyakan terjadi terkait keadaan hiperglikemia pada

diabetes yang dapat merusak retina (retinopati diabetik) serta kejernihan lensa (Vaughan,

2011).

Hasil survei organisasi kesehatan dunia (WHO) pada tahun 2004, bahwa penduduk

diseluruh dunia dilaporkan mengalami kebutaan sekitar 4,8 % yang diakibatkan oleh

retinopati diabetik (Gavin, 2009). Selain itu retinopati diabetik juga merupakan penyebab

kedua terbanyak terjadinya kebutaan yang menyerang masyarakat Amerika Serikat usia 20-

64 tahun (Swetha, 2008).

Beberapa kondisi gangguan mata yang terkait dengan tipe 2 dapat berkaitan langsung

maupun dipengaruhi oleh penyakit ini. Gangguan mata yang berkaitan langsung dengan

diabetes yaitu katarak, neuropati iskemia optik anterior, diabetes papilopati serta gangguan

pergerakan mata. Sementara, risiko glaukoma (glaukoma neovaskular dan sindroma iskemia

okular) akan meningkat dengan adanya tipe 2. (Swetha, 2008). Kerusakan papil saraf pada

Glaukoma disebabkan oleh peningkatan tekanan intraokuler. Hal ini menyebabkan penurunan

lapangan pandang seseorang; kehilangan penglihatan yang disebabkan oleh glaukoma tidak

dapat kembali atau bersifat irreversibel (Sidharta, 2009).

ida andalos totha, 28/01/14,
Sudah di parafrase
dianps.md, 28/01/14,
Aneh Saran: Retinopati diabetik menyebabkan kebutaan 4.8% penduduk dunia pada tahun 2004 (WHO, 2004)
dianps.md, 28/01/14,
Perdalam di tinpus
dianps.md, 28/01/14,
Nanti diperdalam di tinpus; cari data lebih banyak apa saja yang mempercepat/lambat komplikasi mikrovaskular mata pada DM tipe 2.
Page 3: BAB 1bjhb

Menurut Zulmaini tahun 2009, penyebab terbanyak glaukoma neovaskuler adalah DM.

Sekitar sepertiga dari semua kasus glaukoma neovaskuler disebabkan oleh DM dan biasanya

bilateral. Timbulnya glaukoma neovaskuler berhubungan dengan lamanya seseorang

menderita DM dan dapat juga dipengaruhi oleh penyakit lain seperti hipertensi (Zulmaini,

2009). Risiko terjadinya glaukoma pada individu yang menderita diabetes dilaporkan

mencapai 1,6 – 4,7 kali lebih tinggi dibandingkan pada individu yang tidak menderita

diabetes (Swetha, 2008).

Terkait hal tersebut maka diperlukan deteksi awal glaukoma pada pasien diabetes

melitus tipe 2. Gejala klasik glaukoma yang disebut juga trias glaukoma, adalah peningkatan

tekanan intraokular, kerusakan papil saraf optik, serta penurunan lapang pandang (Ilyas,

2013). … (incomplete paragraph)

Berdasarkan penjabaran diatas, kondisi gangguan mata yang disebabkan oleh diabetes

baik retinopati, diabetes, glaukoma, serta penyakit lainnya dapat menyebabkan kerusakan

fungsi dari saraf optik. Terjadinya kerusakan saraf optik ini merupakan ancaman utama pada

pasien diabetes yang dapat menimbulkan disabilitas, depresi, mobilitas terbatas, dan semua

ini menyebabkan penurunan kualitas hidup pada penderita diabetes (Saaddine, 2008).

Sehingga diperlukan uji tapis pada mata setelah seseorang mengidap diabetes selama 3 tahun

(Vaughan 2011).

Diabetes masih menjadi masalah utama untuk kasus kerusakan papil saraf optik,

penurunan lapang pandang dan kebutaan. Kasus kebutaan terkait dengan retinopati diabetes

melitus tipe 2 sering diakaitkan dengan terjadinya edema makula. Sebagian besar pasien yang

didiagnosa menderita diabetes melitus tipe 2, juga telah mengalami edema makula berat.

Penelitian populasi yang dilakukan di Oxford, UK pada tahun 1982 didapatkan 28% dari 188

pasien diabetes melitus tipe 2 mengalami penurunan lapang pandang, serta 2,9% mengalami

kebutaan. Penelitian di Wisconsin mendapatkan 1,6 – 2,2 % dari pasien diabetes melitus tipe

dianps.md, 28/01/14,
Splice – incomplete sentence
dianps.md, 28/01/14,
Cek lagi apakah sumber yang dikutip mengatakan seperti ini. Bagaimana dengan katarak, apakah juga menyebabkan kerusakan saraf optik?
dianps.md, 28/01/14,
Apakah trias glaukoma digunakan untuk mendeteksi awal glaukoma?
Page 4: BAB 1bjhb

2 mengalami kebutaan, sepertiganya disebabkan oleh retinopati, dan setengahnya disebabkan

oleh degenerasi makular, katarak, dan glaukoma. Namun, penelitian yang dilakukan

Olafsdottir dkk pada komunitas Laxa, Negara Orebro, Swedia mendapatkan angka perbedaan

yang tidak terlalu signifikan pada ketajaman pengelihatan pasien diabetes tipe 2

dibandingkan dengan kelompok kontrol (Olafsdottir, 2007).

Berdasarkan penjabaran diatas, peneliti tertarik untuk melakukan uji tapis pada mata

pasien diabetes melitus tipe 2 maupun pada pasien non diabetes deteksi awal kerusakan papil

saraf optik sebelum berdampak pada kebutaan dan mengetahui faktor – faktor resiko yang

mempengaruhi kerusakannya. Selain itu, uji tapis ini juga bertujuan untuk melihat adakah

perbedaan Cup To Disc Ratioyang signifikan antara pasien diabetes melitus tipe 2 dan bukan

diabetes.

Dalam penelitian ini peneliti ingin mengetahui lebih dalam perbedaan Cup To Disc

Ratio pasien karena merupakan salah satu bagian dari papil saraf optik yang sering dijadikan

tolak ukur dalam penilaian derajat kerusakan saraf dan pembuluh darah mata terkait

komplikasi mikrovaskuler pada mata yang disebabkan oleh DM. Dalam hal ini, peneliti

mengambil judul “Perbedaan Cup To Disc Ratiopada pasien DM tipe 2 dan pasien bukan

diabetes di Poli Penyakit Dalam RSUP NTB”.

ida andalos totha, 28/01/14,
Perbaikan kata
dianps.md, 28/01/14,
?