bab-12-pj-1983-cek__20090203151616__1802__12.doc

Upload: ioz-sgsp

Post on 29-Feb-2016

216 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

TENAGA KERJA, KESEMPATAN KERJA DANTRANSMIGRASI

BAB XII

TENAGA KERJA, KESEMPATAN KERJA DAN TRANSMIGRASI

A. TENAGA KERJA

1. Pendahuluan

Masalah ketenagakerjaan dan kesempatan kerja di Indonesia mempunyai kaitan yang sangat erat dengan jumlah dan pertumbuhan penduduk, susunan umur penduduk, penyebaran penduduk, tingkat ketrampilan tenaga kerja, dan keadaan pasar kerja. Jumlah dan tingkat pertumbuhan penduduk yang masih relatif tinggi mengakibatkan juga tingginya jumlah dan pertumbuhan angkatan kerja. Pertumbuhan angkatan kerja diperkirakan lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan penduduk karena struktur umur penduduk yang relatip muda. Hal ini nampak dengan banyaknya tenaga kerja berusia muda, yang pada umumnya belum berpengalaman dan kurang trampil. Masalah lain ialah adanya Ketidakseimbangan penyebaran tenaga kerja bila dikaitkan dengan sumber alam yang tersedia. Sebagian besar tenaga kerja bermukim di pulau Jawa yang hanya merupakan sebagian kecil dari wilayah Indonesia. Selain itu pasar kerja belum berfungsi sebagaimana diharapkan yaitu menyebarkan tenaga kerja yang kelebihan ke daerah-daerah yang kekurangan tenaga kerja, baik dari segi kuantitatip maupun kualitatip. Adanya kelebihan tenaga kerja secara umum dan terbatasnya tenaga kerja yang dapat diserap mengakibatkan masalah lain seperti belum layaknya syarat-syarat kerja dan kondisi kerja di bidang perburuhan.

Untuk mengatasi masalah tersebut maka dalam Garis-garis Besar Haluan Negara dikemukakan, bahwa perluasan dan perlindungan tenaga kerja harus merupakan kebijaksanaan pokok yang sifatnya menyeluruh di semua sektor. Dalam hubungan ini program-program pembangunan sektoral maupun regional perlu senantiasa mengusahakan terciptanya perluasan kesempatan kerja sebanyak mungkin dengan imbalan jasa yang sepadan. Dengan jalan demikian, maka di samping peningkatan produksi sekaligus dapat dicapai pemerataan hasil pembangunan karena adanya perluasan kesempatan kerja dan partisipasi masyarakat secara aktif dalam pembangunan.

Sesuai dengan ketetapan tersebut, maka telah dirumuskan empat bentuk kebijaksanaan dengan sasaran memperluas kesempatan kerja produktip, dan pemerataan kegiatan pembangunan.

XII/3

Keempat kebijaksanaan dimaksud adalah seperti uraian berikut ini. Pertama, kebijaksanaan umum baik di bidang ekonomi maupun sosial. Di bidang ekonomi, kebijaksanaan fiskal, moneter, dan investasi ditujukan untuk mendorong pengambilan keputusan ke arah pelaksanaan serta peningkatan pola produksi dan konsumsi barang-barang yang padat karya. Di bidang sosial antara lain dirumuskan kebijaksanaan kependudukan yang bertujuan untuk mewujudkan masyarakat berkeluarga kecil yang sejahtera dan mengurangi lajunya pertumbuhan angkatan kerja. Di bidang pendidikan dan latihan ketrampilan serta kesehatan, kegiatan pembangunan diarahkan untuk menghasilkan tenaga kerja terdidik/terlatih dan sehat yang dibutuhkan oleh pembangunan. Kedua, kebijaksanaan sektoral, yang selain bertujuan meningkat-kan produksi di berbagai sektor, juga diarahkan agar pilihan produk dan cara produksi bersifat memperluas kesempatan kerja semaksimal mungkin. Ketiga, kebijaksanaan daerah yang dilaksanakan dengan mengerahkan tenaga kerja dari daerah yang kelebihan ke daerah yang kekurangan tenaga kerja, antara lain melalui Antar Kerja Antar Daerah. Keempat, kebijaksanaan khusus yang secara langsung dan tidak langsung menciptakan lapangan kerja dalam waktu yang relatif pendek bagi kelompok masyarakat berpendapatan rendah seperti petani yang tidak mempunyai tanah atau tanahnya sempit dan angkatan kerja yang berada di daerah miskin dan padat penduduk.

Kebijaksanaan khusus di bidang ketenagakerjaan selama lima tahun terakhir pada dasarnya diarahkan untuk mencapai sasaran-sasaran sebagai berikut :

a. Memperluas kesempatan kerja secara langsung guna mengurangi pengangguran dan menyerap pertumbuhan angkatan kerja, terutama di daerah padat penduduk, miskin dan rawan terhadap bencana alam;

b. Meningkatkan penggunaan dan penyebaran tenaga kerja dengan memperbesar penyaluran, penyebaran dan pemanfaatan tenaga kerja secara lebih efektif;

c. Meningkatkan ketrampilan tenaga kerja yang pada gilirannya akan meningkatkan produktivitas tenaga kerja, khususnya tenaga kerja usia muda dan wanita pedesaan, dan

d. Meningkatkan hubungan perburuhan yang serasi dan meningkatkan kesejahteraan buruh, ketenangan buruh dalam kegiatan pembangunan.

XII/4

2. Pelaksanaan Kegiatan Pembangunan, 1978/79 - 1982/83 a. Pembangunan Desa

Masalah pokok yang dihadapi di kecamatan-kecamatan/pedesaan yang padat penduduk, dengan sumber alam terbatas, dan sering dilanda bencana alam, adalah tingginya tingkat pengangguran dan rendahnya pendapatan. Dalam usaha memeratakan pembangunan, meningkatkan produktivitas dan memeratakan pendapatan serta mengurangi pengangguran di daerah, maka dilaksanakan kegiatan pembangunan yang diarahkan untuk memperluas kesempatan kerja. Kegiatan-kegiatan tersebut dilaksanakan melalui proyek padat karya gaya baru, proyek bantuan pembangunan daerah tingkat dua, serta proyek reboisasi dan penghijauan.

Selain itu melalui sistem Unit Daerah Kerja Pembangunan (UDKP) oleh berbagai instansi pemerintah dilaksanakan bantuan teknis pada kecamatan miskin padat penduduk, antara lain dalam bentuk pendidikan, penataran, kordinasi, administrasi, dan catatan statistik.

1). Proyek Padat Karya Gaya Baru

Sasaran yang hendak dicapai adalah memperluas kesempatan kerja produktif, baik secara langsung waktu proyek dilaksanakan, maupun secara tidak langsung sebelum dan sesudah proyek dilaksanakan. Melalui proyek padat karya gaya baru tenaga penganggur dan setengah penganggur dimanfaatkan untuk meningkatkan saran ekonomi sederhana di pedesaan dan sekaligus melaksanakan pemerataan pembangunan. Kegiatan-kegiatan yang dikerjakan meliputi perbaikan/pembangunan jalan desa, saluran pengairan dan sebagainya. Para pekerja yang ikut serta dalam kegiatan proyek padat karya gaya baru diberi imbalan jasa yang besarnya tidak jauh berbeda dari upah minimum yang berlaku setempat.

Dalam Repelita III, proyek padat karya gaya baru direncanakan untuk dilaksanakan di 3.500 kecamatan. Sampai pada akhir Desember 1982, jumlah kecamatan yang terpilih melaksanakan proyek padat karya gaya baru telah mencapai 3.276 atau rata-rata 655 kecamatan per tahunnya (lihat Tabel XII-1). Se-lain itu melalui proyek padat karya gaya baru juga telah dilaksanakan rehabilitasi dan penggalian saluran pengairan di 457 daerah irigasi.

XII/5

TABEL XII - 1

JUMLAH KECAMATAN DAN PENGERAHAN TENAGA KERJA

DALAM RANGKA PROYEK PADAT KARYA GAYA BARU,

1977/78 - 1982/83

TahunJumlah

KecamatanPengerahan Tenaga Kerjaper haril)

1977/787992)346.8842)

1978/794803)161.7133)

1979/805023)197.4493)

1980/816013)209.6293)

1981/827983)207.1183)

1982/838954)244.0884)

1) Pengerahan tenaga kerja rata-rata per hari di semua kecamatan, daerah irigasi dan daerah yang ditimpa bencana alam

2) Termasuk 449 kecamatan yang dilanda bencana alam

3) Angka disempurnakan

4) Keadaan sampai dengan Desember 1982

XII/6

GRAFIK XII -1JUMLAH KECAMATAN DAN PENGERAHAN TENAGA KERJA

DALAM RANGKA PROYEK PADAT KARYA GAYA BARU,

1977/78 1982/83

XII/7Tenaga kerja yang diserap selama 3 - 9 bulan jumlahnya meningkat setiap tahun. Dalam tahun 1978/79 tenaga kerja yang dikerahkan rata-rata berjumlah 161.713 orang per hari dan pada tahun 1982/83 mencapai tidak kurang dari 244.088 orang per hari (lihat Tabel- XII-1). Hasil fisik yang dicapai tiap tahunnya juga meningkat. Dari Tabel XII - 2 terlihat bahwa panjang jalan desa dan saluran pengairan tarsier yang telah dibangun selama 5 tahun terakhir masing-masing berjumlah 12.894 km dan 43.704,2 km, atau rata-rata 2.578,8 km dan 8.740,8 km tiap tahun. Di samping itu telah dilaksanakan pula usaha rehabilitasi daerah yang terkena bencana alam banjir, erosi dan tanah longsor seluas 562 ha.

Selain itu, dalam rangka perluasan kesempatan kerja, usaha penyebaran teknologi tepat guna, seperti teknologi air pedesaan, pembuatan bata, pendayagunaan ubi kayu, pendayagunaan ikan laut/tambak, anyaman, pengolahan kedelai, pendayagunaan semen, pendayagunaan kelapa, pembuatan kerupuk dan pembuatan gerabah, terus dikembangkan.

2). Bantuan Pembangunan Daerah Tingkat Dua

Salah satu program khusus yang diarahkan untuk memperluas kesempatan kerja ialah bantuan pembangunan daerah tingkat dua yang lebih dikenal dengan program INPRES Daerah Tingkat II. Dana yang disediakan per kapita bagi setiap Daerah Tingkat II terus meningkat dari Rp.450,- dalam tahun 1978/79 menjadi Rp.1.150,- dalam tahun 1982/83. Penggunaan bantuan tersebut diarahkan pada pembangunan fasilitas umum seperti pasar, terminal angkutan umum, jalan, saluran pengairan, jembatan dan sebagainya. Kegiatan diarahkan agar sebanyak mungkin dapat memanfaatkan bahan dan tenaga kerja lokal.

Dalam Tabel XII-3 terlihat perkiraan kesempatan kerja yang tercipta dalam 100 hari kerja sejak 1977/78 sampai pada Desember 1982. Selama lima tahun sejak tahun 1978/79 telah terbuka kesempatan kerja sebanyak 3.049.030 dalam 10 hari kerja atau rata-rata 609.806 per tahun melalui program Inpres Tingkat II.

3). Reboisasi dan Penghijauan

Salah satu usaha untuk memperluas kesempatan kerja adalah pelestarian hutan, tanah dan air melalui proyek reboisasi dan penghijauan. Kegiatan reboisasi dan penghijauan membutuhkan banyak tenaga kerja dalam pelaksanaannya, khususnya tenaga kerja yang ketrampilannya rendah. Sejak tahun 1976/77

XII/8

TABEL XII - 2

HASIL PELAKSANAAN FISIK PROYEK PADAT KARYA GAYA BARU,1977/78 - 1982/83

NO.Kegiatan FisikSatuan1977/781978/791)1979/801)1980/811)1981/821)1982/832)Jumlah

1.Perbaikan/pembuatan jalan desakm2.574,02.030,81.970,62.556,62.910,23.425,812.894,0

2.Perbaikan/pembuatan saluran

pengairan tarsierkm3.320,07.914,98.632,415.007,06.238,35.911,643.704,2

3.Pembuatan sawah baru, penghijauan,

terasering dan lain-lainha472,0245,0-30,015,0272,0562,0

1)Angka disempurnakan

2)Keadaan sampai dengan Desember 1982

XII/9TABEL XII - 3

JUMLAH KESEMPATAN KERJA YANG DAPAT DICIPTAKANDALAM PROGRAM INPRES KABUPATEN/KOTAMADYA,1977/78 - 1982/83TahunJumlah kesempatan kerja (dalam seratus hari kerja)

1977/78771.295

1978/79788.150

1979/80563.969

1980/81558.781

1981/82589.065

1982/83569.065 1)1) Data pada bulan Desember 1982

GRAFIK XII 2

JUMLAH KESEMPATAN KERJA YANG DAPAT DICIPTAKAN

DALAM PROGRAM INPRES KABUPATEN/KOTAMADYA,

1977/78 1982/83

XII/11

status proyek ini telah ditingkatkan menjadi proyek Inpres. Dengan mengerahkan masyarakat setempat dan sekitarnya dilaksanakan reboisasi dan penghijauan untuk mengendalikan banjir, mencegah erosi serta kekeringan, dan sekaligus meningkatkan potensi produksi tanah dan air.

Dari tahun 1978/79 sampai 1982/83 luas areal yang selesai direboisasi dan dihijaukan masing-masing adalah 936.483 Ha dan 2.522.080 Ha. Untuk melaksanakan kegiatan tersebut telah tercipta kesempatan kerja masing-masing 150.773,3 dan 141.236,8 dalam "100 hari kerja" atau secara keseluruhan sebanyak 292.010,1 dalam "100 hari kerja" (lihat Tabel XII-4). Ini berarti setiap tahunnya telah tersedia kesempatan kerja sebanyak 58.402 dalam "100 hari kerja".

b. Penggunaan dan Penyebaran Tenaga Kerja

Dalam GBHN dikemukakan bahwa kebijaksanaan tenaga kerja harus pula diarahkan kepada penyaluran, penyebaran dan pemanfaatan tenaga kerja yang lebih baik melalui perbaikan informasi serta pembinaan dan peningkatan ketrampilan. Program penggunaan dan penyebaran tenaga kerja yang dilaksanakan dalam Repelita III merupakan tindak lanjut dan peningkatan pro-gram pembinaan dan penggunaan tenaga kerja yang ditempuh dalam Repelita II. Program ini mencakup pengerahan Tenaga Kerja Sukarela BUTSI, kuliah kerja nyata, pembatasan penggunaan tenaga asing, informasi pasar kerja dan antar kerja.

1) Tenaga Kerja Sukarela - BUTSI

Dalam rangka penggunaan dan penyebaran tenaga kerja terdidik untuk membantu dan mendorong peran serta masyarakat pedesaan dalam pembangunan, maka pengerahan pemuda, sarjana dan sarjana muda melalui proyek Tenaga Kerja Sukarela - BUTSI terus ditingkatkan. Proyek ini bertujuan membina daya kreasi, idealisme dan kepribadian para pemuda. Mereka diberi kesempatan ikut aktif dalam menemukan dan merumuskan pemecahan masalah nyata. Para TKS-BUTSI melaksanakan perbaikan administrasi desa, meningkatkan pemasukan IPEDA, menjadi pengajar dalam program bekerja sambil belajar (KEJAR) Paket A, memberikan penyuluhan mengenai kesehatan, gizi, dan keluarga berencana, menyebarkan teknologi tepat guna, membina koperasi desa, membantu camat di kecamatan UDKP dalam merencanakan pembangunan dari bawah, dan kegiatan lainnya yang menunjang pembangunan di pedesaan.

XII/12

TABEL XII - 4

JUMLAH KESEMPATAN KERJA YANG DAPAT DICIPTAKANDALAM PROGRAM REBOISASI DAN PENGHIJAUAN,

1977/78 - 1982/83

TahunReboisasiPenghijauanJumlah

Luas

(ha)Kesempatan

Kerja (se-

ratus hari

kerja)Luas

(ha)Kesempatan

kerja (Se-

ratus hari

kerja)

Kesempatankerja(seRatus hari

kerja)

1977/781)198.06931.889,0549.69130.782,862.671,8

1978/791)237.31538.207,6596.54933.406,871.614,4

1979/801)206.04433.173,0573.40432.110,765.283,7

1980/811)181.88529.283,4508.61228.482,357.765,7

1981/822)92.87214.952,3198.28511.104,026.056,3

1982/833)218.36735.157,0645.23036.133,071.290,0

Jumlah

1978/79-936.483150.773.32.522.080141.236,8292.010,1

1982/83

1) Angka diperbaiki

2) Angka sementara

3) Angka APBN

GRAFIK XII - 3

JUMLAH KESEMPATAN KERJA YANG DAPAT DICIPTAKANDALAM PROGRAM REBOISASI DAN PENGHIJAUAN,1977/78 - 1982/83

XII/14

Dengan pengalaman bekerja dan melibatkan diri secara langsung dalam kegiatan merencanakan dan melaksanakan pembangunan, para TKS-BUTSI akan lebih matang menghayati masalahmasalah yang dihadapi masyarakat, khususnya masyarakat pedesaan dalam kegiatan pembangunan. Jumlah TKS-BUTSI yang dikerahkan setiap tahunnya meningkat dan selama lima tahun terakhir telah mencapai 10.328 orang seperti terlihat pada Tabel XII - 5.

Sesudah bekerja sebagai penggerak pembangunan untuk masyarakat pedesaan selama dua tahun, para TKS-BUTSI diberi kesempatan untuk meningkatkan ketrampilan dalam bidang-bidang keahlian yang sesuai dengan pilihan mereka, misalnya untuk menjadi teknisi proyek padat karya gaya baru, pembina daerah transmigrasi, pembantu perencana pembangunan tingkat kecamatan dan sebagainya. Ketrampilan yang dimiliki akan memberi bekal bagi kehidupan mereka kelak serta memudahkan penyaluran bile telah selesai bertugas.

2). Kuliah Kerja Nyata

Dalam rangka kegiatan ekstra kurikuler, para mahasiswa tingkat terakhir diikutsertakan dalam proses pembangunan melalui Kuliah Kerja Nyata (KKN). Kegiatan ini ditujukan untuk mengikutsertakan para mahasiswa yang akan menyelesaikan pendidikannya dalam proses pembangunan, khususnya pembangunan pedesaan. Para mahasiswa dibagi menjadi kelompok-kelompok an tar disiplin ilmu pengetahuan dan ditugaskan sebagai suatu kesatuan dalam usaha meningkatkan pembangunan di pedesaan selama 3 - 6 bulan. Ada dua sasaran yang hendak dicapai. Pertama, mengikutsertakan mahasiswa sebagai kader pembangunan di waktu yang akan datang dalam merencanakan dan melaksanakan kegiatan-kegiatan pembangunan di pedesaan. Kedua, mematangkan mahasiswa dalam berpikir dan bertindak dalam melaksanakan tanggung jawab pembangunan yang sekaligus memberi manfaat kepada masyarakat. Dalam tahun 1978/79 telah dikerahkan 7.325 mahasiswa dalam rangka KKN dan masalah ini meningkat menjadi 15.906 dalam tahun 1982/83, yang berarti ada kenaikan lebih dari 100%. Secara keseluruhan selama 5 tahun telah dikerahkan 55.792 mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi/institut negeri.

TABEL XII - 5

PENGERAHAN TENAGA KERJA SUKARELA - BUTSI,1977/78 - 1982/83

Jumlah Pengerahan(orang)

1977/78753

1978/79990

1979/801.651

1980/812.538

1981/822.724

1982/832.4251)

Jumlah 1978/79-1982/83

10.328

1) Data pada bulan Desember 1982

GRAFIK XII 4PENGERAHAN TENAGA KERJA SUKARELA BUTSI

1977/78 1982/83

XII/17

3) Informasi Tenaga Kerja dan Antar Kerja

Untuk meningkatkan mobilitas tenaga kerja, baik antar jabatan maupun antar daerah, kegiatan pengumpulan dan penyebaran informasi pasar kerja terus ditingkatkan. Informasi pasar kerja yang memuat data mengenai penawaran dan permintaan tenaga kerja, disebarkan melalui media massa seperti RRI setempat, dan buletin pasar kerja. Informasi pasar kerja memberi gambaran kepada pencari kerja tentang di mana, bilamana, serta jenis tenaga kerja apa yang dibutuhkan. Secara terperinci dimuat jumlah lowongan atau permintaan tenaga kerja menurut jenis jabatan, jenis pekerjaan, lokasi, ketrampilan yang dibutuhkan, imbalan jasa yang akan diberikan, dan penawaran atau pendaftaran di wilayah tertentu. Sejak 1978/79 secara kumulatif tercatat sejumlah 2.948.463 tenaga kerja yang mendaftarkan mencari pekerjaan. Dari jumlah tersebut 319.748 orang berhasil ditempatkan dan 1.523.640 diperkirakan telah mendapatkan lapangan pekerjaan atas usaha sendiri (Lihat Tabel XII-6).

Sejalan dengan itu sejak 1978/79 sampai pada Desember 1982 telah disalurkan dan disebarkan sejumlah 473.625 orang melalui mekanisme antar kerja. Sebagian besar di antaranya disalurkan melalui mekanisme Antar Kerja Lokal (AKL), yaitu sebanyak 307.825 orang. Dalam rangka memenuhi kebutuhan tenaga kerja untuk perusahaan-perusahaan di luar Jawa telah disalurkan 111.973 orang melalui Antar Kerja Antar Daerah (AKAD). Selain itu 53.827 tenaga kerja telah berhasil disalurkan ke luar negeri melalui Antar Kerja Antar Negara (AKAN) seperti terlihat pada Tabel XII-7.

4) Pembatasan Penggunaan Tenaga Asing

Salah satu segi kebijaksanaan tenaga kerja adalah pengisian pada jabatan-jabatan yang diduduki oleh tenaga asing pendatang dengan tenaga kerja Indonesia. Dalam hubungan ini telah diterbitkan Keppres No. 23 tahun 1974 mengenai pembatasan tenaga kerja asing pendatang dan telah dikeluarkan peraturan pelaksanaannya di berbagai lapangan usaha. Ada tiga jenis pembatasan bagi tenaga kerja asing pendatang. Pertama, tertutup karena telah tersedianya tenaga kerja Indonesia, khususnya jenis-jenis jabatan yang tidak membutuhkan ketrampilan atau keahlian yang tinggi. Kedua, jenis jabatan yang terbuka selama waktu tertentu, karena belum tersedianya tenaga kerja Indonesia yang memiliki keahlian untuk mengisi jabatan-jabatan tersebut. Sementara itu perusahaan-perusahaan yang mempekerjakan orang asing tersebut diwajibkan melatih

XII/18

TABEL XII 6

JUMLAH PENDAFTARAN, PERMINTAAN DAN PENEMPATAN TENAGA KERJA

MELALUI DEPARTEMEN TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI,

1977/78 1982/83

(orang)

XII/19

GRAFIK XII 5JUMLAH PENDAFTARAN, PERMINTAAN, DAN PENEMPATAN TENAGA KERJA

MELALUI DEPARTEMEN TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI,

1977/78 1982/83

XII/20

TABEL XII 7JUMLAH TENAGA KERJA YANG DISALURKAN DALAM

RANGKA AKAD, AKAN, DAN AKL,1)

1977/78 1982/83

(orang)

XII/21

GRAFIK XII 6JUMLAH TENAGA KERJA YANG DISALURKAN DALAM

RANGKA AKAD, AKAN DAN AKL,

1977/78 1982/83

XII/22tenaga kerja Indonesia yang pada waktunya akan menggantikan tenaga asing. Ketiga, jenis jabatan yang terbuka untuk sementara waktu, yaitu jabatan yang sangat erat kaitannya dengan penanaman modal, misalnya manajer keuangan dan beberapa jenis jabatan lainnya.

Sejak 1974 telah diterbitkan peraturan pelaksanaan Kep pres No.23/1974, yang mencakup pembatasan penggunaan tenaga kerja asing pada 23 lapangan usaha; 17 di antaranya dikeluar-kan selama Repelita III atau sejak tahun 1978. Jumlah jabatan yang ada pembatasannya secara kumulatip telah mencapai 3.732 jenis (lihat Tabel xII-8 dan Tabel xII-9).

c. Latihan dan Ketrampilan Tenaga Kerja

Tingginya tingkat pertumbuhan angkatan kerja usia muda dan rendahnya produktivitas tenaga kerja mengakibatkan pen tingnya diadakan latihan dan ketrampilan tenaga kerja. Latihan ketrampilan yang dilaksanakan ditujukan agar tenaga kerja yang tersedia dapat berperan serta dan turut menikmati hasil pembangunan. Selain latihan kejuruan, juga ditingkatkan latihan kepemimpinan dan kewiraswastaan, khususnya bagi tenaga kerja usia muda dan wanita golongan ekonomi lemah. Melalui latihan kepemimpinan dan kewiraswastaan diharapkan semakin banyak angkatan kerja, khususnya generasi muda yang mampu me manfaatkan kesempatan untuk berusaha sendiri.

Selain itu anggota ABRI dan POLRI yang memasuki Masa Persiapan Pensiun (MPP) juga dilatih di Balai-balai Latihan Ke juruan agar mereka yang masih memiliki potensi dapat dimanfaatkan dalam kegiatan pembangunan.

Sejalan dengan usaha peningkatan ketrampilan telah dilak sanakan rehabilitasi dan perluasan Balai-balai Latihan Kejuruan (BLK-BLK) yang ada, melanjutkan pembangunan BLK-BLK baru, baik di kota-kota propinsi maupun di kota-kota kabupaten yang tersebar di seluruh Indonesia, dan melanjutkan pem binaan kursus-kursus swasta yang merupakan bagian dari sistem latihan tenaga kerja nasional.

1) Latihan Tenaga Kerja

Kegiatan latihan kejuruan di bidang-bidang industri, pertanian, kehutanan dan manajemen terus dilanjutkan dan ditingkatkan selama Repelita III. Latihan diberikan baik kepada te naga kerja yang belum bekerja dan belum memiliki ketrampilan

XII/23

TABEL XII 8

PERKEMBANGAN PELAKSANAAN PEMBATASAN PENGGUNAAN TENAGA KERJA

WARGA NEGARA ASING PENDATANG MENURUT LAPANGAN USAHA,

1977/78 1982/83

1) Keadaan sampai dengan Desember 1982

XII/24TABEL XII 9

PERKEMBANGAN PELAKSANAAN PEMBATASAN PENGGUNAAN TENAGA KERJA WARGA NEGARA ASING PENDATANG MENURUT LAPANGAN USAHA,

KEADAAN TAHUN 1982/83 1)

1) Keadaan sampai dengan Desember 1982

XII/25GRAFIK XII 7

PERKEMBANGAN PELAKSANAAN PEMBATASAN PENGGUNAAN TENAGA KERJA

WARGA NEGARA ASING PENDATANG MENURUT LAPANGAN USAHA

1977/78 1982/83

XII/26(Lanjutan grafik XII 7)

XII/27

(Lanjutan Grafik XII 7)

XII/28

maupun kepada tenaga kerja yang sudah bekerja dan ingin meningkatkan kemampuan. Latihan ketrampilan ini khususnya diberikan kepada tenaga kerja usia muda dan wanita.

Daya tampung fasilitas latihan di BLK-BLK diperbesar dengan menambah dan memperluas bengkel-bengkel kerja praktek, dan ruang teori latihan. Demikian pula peralatan latihan yang sudah tua diganti dengan yang baru. Selain itu pembangunan BLK-BLK baru yang telah dirintis selama Repelita II terus dilanjutkan. Pembangunan BLK baru tidak hanya terbatas di ibukota propinsi melainkan meluas juga ke ibukota kabupaten yang tersebar di seluruh Indonesia. Dalam Repelita III semua ibu kota propinsi dan 120 ibukota kabupaten telah atau akan memiliki BLK. Daya tampung BLK telah meningkat dari 35.000 orang pada akhir Repelita II menjadi 63.490 orang pada tahun ke empat Repelita III. Untuk keperluan BLK-BLK tersebut telah dilatih 973 orang asisten instruktur.

Jumlah tenaga kerja yang dilatih sejak tahun 1978/79 sampai pada bulan Desember 1982 telah mencapai 214.158 orang. Sebagian besar, yaitu 100.332 orang diantaranya, telah dilatih melalui Mobile Training Unit (MTU) di daerah-daerah pedesaan, seperti terlihat pada Tabel RII-10.

2) Latihan Swasta

Dalam rangka memanfaatkan fasilitas latihan semaksimal mungkin, terus ditingkatkan pembinaan latihan/kursus swasta sebagai bagian dari sistem latihan nasional. Pembinaan dan bimbingan diberikan kepada para pengelola latihan/kursus swasta, dan para pelatih pada latihan-latihan yang dilaksanakan oleh perusahaan-perusahaan.

Sebagai tindak lanjut dari pembakuan kursus di bidang-bidang otomotif/diesel, pesawat penerima/radio/televisi dan administrasi perkantoran, maka para pengelola latihan/kursus swasta ditatar dalam bidang metodologi dan teknik administrasi. Tujuannya adalah agar kursus-kursus swasta mampu menyusun lembaran kerja (job sheet) yang merupakan unsur penting dalam pengelolaan latihan. Bimbingan juga diberikan kepada pelatih-pelatih (instruktur) yang menyelenggarakan latihan di perusahaan-perusahaan bagi karyawannya. Bersamaan dengan itu dilaksanakan pula kontak yang teratur dan kontinyu dengan pihak perusahaan agar perusahaan lebih bergairah untuk meningkatkan produktivitas karyawannya, dengan meningkatkan pengetahuan teori, dan memberi latihan di tempat (on the job training).

TABEL III - 10

JUMLAH TENAGA KERJA YANG TELAH DILATIHDI BERBAGAI BALAI LATIHAN KERJA,1977/78 - 1982/83

No.Jenis Balai Latihan1977/781978/79 1979/801980/811981/821982/831)Jumlah

1.Industri10.39310.63418.01118.43017.03812.88076.993

2.Pertanian1.7323.8765.2884.9143.6881.59819.364

3.Manajemen2.1892.8904.0834.5293.3562.61117.469

4.Mobile Training Unit (MU)6.2316.3823.37017.05025.17048.360100.332

Jumlah :20.54523.78230.75244.92349.25265.449214.158

1) Keadaan sampai dengan bulan Desember 1982

XII/30

GRAFIK XII 8JUMLAH TENAGA KERJA YANG: TELAH DILATIH

DI BERBAGAI BALAI LATIHAN KERJA,

1977/78 1982/83

XII/31d. Hubungan dan Perlindungan Tenaga Kerja

Terbatasnya kesempatan kerja, belum berfungsinya pasar kerja dalam penyebaran tenaga kerja, dan masuknya teknologi baru menimbulkan dampak pada bidang perburuhan, yaitu melemahnya kedudukan buruh di pasar kerja. Dalam kaitan ini salah satu gejala dalam bidang perburuhan dalam empat tahun ter- akhir adalah meningkatnya frekuensi dan intensitas pemogokan buruh. Sebab terjadinya pemogokan pada umumnya erat hubungannya dengan masalah upah, dan masalah lainnya yang berkelanjutan dengan pemutusan hubungan kerja (PHK). Pemogokan pada umumnya terjadi didaerah-daerah yang relatif besar konsentrasi buruh industrinya antara lain Jawa Barat, DKI Jakarta, Jawa Timur, Kalimantan Timur, Sumatera Utara, Maluku dan Sumatera Selatan. Adapun industri yang relatif besar dilanda pemogokan meliputi industri pertekstilan, perakitan kendaraan bermotor, farmasi, dan logam/keramik. Oleh karena itu usaha pembinaan hubungan perburuhan dan perlindungan tenaga kerja yang telah ditempuh dalam Repelita II terus dilanjutkan dan ditingkatkan dalam Repelita III, terutama yang berkaitan dengan kesejahteraan, perlindungan, dan hubungan kerja. Usahausaha di bidang kesejahteraan buruh antara lain berupa peningkatan jaminan sosial melalui asuransi ketenagakerjaan dan pengisian waktu senggang dengan kegiatan produktif bagi buruh dan keluarganya. Di bidang perlindungan tenaga kerja diusahakan adanya pemberian hak-hak dasar, perlindungan norma umum dan norma-norma fisik tenaga kerja.

Dalam rangka perlindungan tenaga kerja, kegiatan pengawasan dan keselamatan kerja, pengaturan pengupahan melalui penetapan upah minimum, perluasan Perjanjian Kerja Bersama (PKB), dan pembinaan lembaga-lembaga ketenagakerjaan terus digalakkan. Di bidang hubungan perburuhan kebijaksanaan diarahkan pada pembinaan dan peningkatan operasional Hubungan Perburuhan Pancasila (HPP).

1) Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Kebijaksanaan dalam bidang keselamatan dan kesehatan kerja selama tahun 1978/79 sampai Desember 1982 ditujukan untuk meningkatkan produktivitas kerja dan mengurangi serta mencegah kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja (professional risk), maupun terhadap pencemaran lingkungan (environmental hazards).

XII/32

Dalam rangka kegiatan tersebut ditingkatkan pelaksanaan "law enforcement" di tempat-tempat kerja melalui pengawasan yang dilaksanakan oleh pegawai Pengawas Perburuhan, misalnya: pengawasan terhadap keracunan, pengaruh radiasi, dan penggunaan bahan kimia. Usaha peningkatan perlindungan kepada tenaga kerja anak dan wanita dilaksanakan antara lain dengan mendorong perusahaan mendirikan Wisma-wisma dan Tempat Penitipan Anak (TPA), meningkatkan gizi anak dan menggalakkan program bekerja sambil belajar (KEJAR) bagi tenaga kerja yang masih buta aksara.

Untuk menunjang kebijaksanaan di bidang keselamatan dan kesehatan kerja dilaksanakan pelayanan dan pengujian hygiene perusahaan dan kesehatan kerja (hyperkes) seperti pengujian iklim kerja dan kebisingan. Selain itu diadakan pemeriksaan paru-paru, pemeriksaan tumor, pemeriksaan kelainan kulit akibat kerja, penilaian tingkat keracunan kimiawi dan pemeriksaan nilai ambang batas (NAB) bahan kimia, pengujian kesesuaian pekerjaan, penentuan produktivitas tenaga kerja wanita, dan lain-lain. Sejalan dengan meningkatnya kegiatan hyperkes se-lama Repelita III telah dibangun laboratorium di Palembang, Banjarmasin, Padang, Den Pasar, dan Yogyakarta, serta diperlengkapi peralatan laboratorium hyperkes di Jakarta, Bandung, Surabaya, Ujung Pandang, dan Medan.

Sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku telah dibentuk Dewan Keselamatan dan Kesehatan Kerja di tingkat nasional dan di 19 propinsi yang beranggotakan unsur-unsur tripartite, yaitu dari instansi pemerintah, PUSPI/KADIN dan FBSI. Sampai tahun 1982/83 telah terbentuk pula 1.587 Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja di 1.587 perusahaan yang anggotanya terdiri dari unsur bipartite, yaitu buruh dan pengusaha.

2) Pengaturan Pengupahan

Salah satu cara untuk melindungi buruh dan meningkatkan kesejahteraannya dalam pemenuhan kebutuhan pokok ialah melalui pengaturan upah minimum, terutama upah yang masih berada di bawah tingkat kelayakan. Dalam rangka pengaturan upah minimum, Dewan Pengaturan Pengupahan Pusat dan Daerah terus mengaji data upah yang ada, baik yang dikumpulkan oleh Biro Pusat Statistik, maupun hasil pengecekan di perusahaan-perusahaan. Kebijaksanaan pokok yang menjadi pegangan dalam pengaturan pengupahan adalah agar upah untuk jabatan yang sama tidak jauh berbeda, baik antar sektor maupun antar wilayah, dan juga agar perbedaan antara upah tertinggi dan terendah

XII/33

dalam satu sektor atau perusahaan tidak terlalu besar. Selain itu dicegah pula adanya perbedaan yang menyolok antara upah pekerja di pedesaan dan upah pekerja di perkotaan.

Untuk mendukung usaha pengaturan pengupahan, sejak tahun 1979/80 ditingkatkan usaha untuk mengumpulkan data tentang tingkat upah minimum dan maksimum pada sektor-sektor industri, konstruksi/bangunan, angkutan dan kehutanan menurut golongan jabatan di 10 propinsi. Survai upah terus dilanjutkan setiap tahun dengan memperluas liputan baik sektornya maupun wilayahnya. Sasaran yang disurvai pada tahun 1980/81 dan 1981/82 adalah perusahaan yang bergerak di sektor pertambangan, industri, perhotelan dan angkutan darat (bis dan truk) di seluruh wilayah Republik Indonesia, kecuali propinsi Timor Timur. Survai tahun 1981 diadakan 4 (empat) tahap, yaitu masing-masing mencatat keadaan upah bulan Pebruari, Mei, Agustus, dan Nopember 1981, sehingga diperoleh tingkat serta trend upah. Survai yang pertama tahun 1981, disebut survai "tolok ukur" dengan menggunakan daftar terperinci mengenai keadaan karyawan dan besarnya upah yang dibayarkan kepada karyawan, sedang survai triwulanan yang diadakan sesudahnya dipakai untuk mengumpulkan tingkat upah karyawan produksi yang digunakan untuk menyusun indeks upah.

Secara kumulatif sejak Repelita II telah ditetapkan 7 upah minimum regional, 55 upah minimum sektoral regional, dan 266 upah minimum sub-sektoral regional.

3) Jaminan Sosial

Selain upah, jaminan sosial merupakan faktor penting dalam rangka hubungan perburuhan. Sejalan dengan kebijaksanaan dalam hal tersebut, maka pelaksanaan asuransi kecelakaan kerja dan tabungan hari tua yang dikaitkan dengan tunjangan kematian yang telah dilaksanakan sejak Repelita II diteruskan dan ditingkatkan dalam Repelita III. Demikian pula kepada badan-badan swasta yang melaksanakan asuransi tenaga kerja terus diberikan bimbingan yang pada gilirannya akan meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja.

Dalam rangka meningkatkan jaminan sosial didirikan Perum ASTEK yang bertugas menangani asuransi kecelakaan kerja, ta-bungan hari tua yang dikaitkan dengan tunjangan kematian sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 33 dan No. 34 tahun 1977. Sampai pada bulan Oktober 1982 Perum ASTEK telah memberikan pelayanan asuransi kepada 40.718 orang sebagai akibat dari 56.089 kecelakaan kerja. Jumlah santunan yang diberikan XII/34

untuk pelayanan tersebut mencapai sekitar Rp.5.601.455.000,-. Dalam kurun waktu yang sama telah diberikan pula pelayanan kepada 22.421 orang keluarga-karyawan dengan jumlah santunan Rp. 922.692.934,- sebagai tabungan hari tua (THT) dan 7.499 orang keluarga/karyawan dengan jumlah santunan Rp.1.274.950.000,- bagi jaminan asuransi kematian (AK). Sejak berdirinya Perum ASTEK sampai pada bulan Juni 1982 telah terhimpun dana dari iuran, bunga investasi dan lain-lain sejumlah kurang lebih Rp 91,5 milyar.

Usaha lain guna meningkatkan kesejahteraan buruh serta keluarganya adalah melanjutkan proyek percontohan yang mendorong dan memberikan kesempatan kerja produktif. Proyek ini memanfaatkan waktu senggang para buruh dan keluarganya di perkebunan-perkebunan dan perusahaan perkayuan. Demikian pula diberikan kegiatan yang serupa kepada buruh tani dan nelayan di pedesaan pada waktu musim sepi kerja agar mereka memperoleh penghasilan. Kegiatan produktif yang dilaksanakan meliputi beternak domba, beternak ayam, memelihara ikan, membudidayakan kerang hijau dan udang, menanam jamur merang, beternak itik, dan lain-lain. Kepada para peserta kegiatan produktif tersebut terlebih dahulu diberikan penataran tentang cara beternak/bertanam, mencegah hama/penyakit dan sebagainya. Selain itu mereka juga ditatar mengenai perkoperasian. Secara keseluruhan tercatat 350 orang buruh perkebunan dan perkayuan, serta lebih dari 8.000 orang buruh tani dan nelayan terlibat langsung dalam kegiatan produktif ini.

4) Perjanjian Perburuhan

Salah satu segi dalam menciptakan hubungan yang serasi antara buruh dan pengusaha ialah adanya pengertian yang sama mengenai hak dan kewajiban masing-masing dalam hubungan kerja. Oleh karena itu Perjanjian Kerja Bersama (PKB) antara buruh dan pengusaha merupakan alat yang penting. Kehadiran PKB memberi kepastian tentang aspek-aspek utama dalam hubungan kerja seperti upah, lembur, jam kerja, dan lain-lain. Selain itu kemungkinan timbulnya perselisihan, kalaupun tidak dapat dicegah, sedikit-dikitnya dapat dikurangi. Justru karena itulah maka dalam Repelita III usaha-usaha penyebarluasan dan penyempurnaan PKB yang sudah kadaluwarsa terus ditingkatkan. Perusahaan yang jumlah buruhnya kurang dari 25 orang dan yang belum sanggup mengadakan PKB, sesuai dengan Keppres No.2 Tahun 1978, diharuskan menerbitkan peraturan-peraturan perusahaan (PP) yang memuat berbagai petunjuk mengenai hak dan kewajiban karyawan perusahaan yang bersangkutan.

XII/35

Pembuatan PKB diutamakan di perusahaan-perusahaan yang banyak menyerap tenaga kerja, perusahaan-perusahaan penghasil devisa, sektor-sektor yang berperan penting bagi perekonomian, dan perusahaan yang telah memiliki basis Serikat Buruh Lapangan Pekerjaan (SBLP). Sehubungan dengan itu maka kegiatan penyuluhan dan dorongan untuk mewujudkan PKB terus digalakkan. Dari Tabel XII - 11 terlihat bahwa jumlah PKB setiap tahun meningkat. Pada tahun 1978/79 jumlah PKB dan perusahaan yang dicakup masing-masing sebanyak 600 dan 1.900, dan sampai dengan bulan Desember 1982 jumlah-jumlah ini telah meningkat menjadi 2.692 PKB yang mencakup 4.307 buah perusahaan. Dalam kurun waktu 1978/79 sampai dengan bulan September 1982 tercatat 10.152 buah peraturan perusahaan (PP). Perusahaan-perusahaan yang ada dan telah mempunyai peraturan perusahaan dan basis SBLP tidak dibenarkan lagi untuk memperpanjang peraturan perusahaannya dan diwajibkan membuat PKB.

Selain itu untuk memantapkan hubungan kerja di sektor tradisional, khususnya antara buruh nelayan penggarap dan pemilik sarana usaha perikanan sampai dengan bulan Desember 1982 telah dibuat 9.356 Perjanjian Kerja yang tersebar di beberapa daerah. Dalam Perjanjian Kerja tersebut antara lain dicakup masa berlakunya perjanjian kerja, bagi hasil, pembiayaan, uang muka, dan tata cara mengakhiri perjanjian kerja sebelum habis masa berlakunya. Dengan demikian, secara bertahap, kehidupan nelayan penggarap juga diadakan perlindungan sehingga diharapkan dapat tercipta hubungan kerja yang serasi.5) Lembaga Ketenagakerjaan

Dalam rangka meningkatkan pelaksanaan operasional Hubungan Perburuhan Pancasila (HPP) di perusahaan-perusahaan amat penting peranan lembaga-lembaga ketenagakerjaan serta pendidikan perburuhan. Dalam Repelita III bantuan bagi pertumbuhan organisasi buruh lapangan dilanjutkan dan ditingkatkan. Di samping itu terus dilaksanakan pendidikan perburuhan bagi para pimpinan buruh, pengusaha dan pejabat-pejabat pemerintah yang menangani masalah perburuhan. Pendidikan perburuhan antara lain ditujukan untuk memecahkan masalah yang timbul dalam hubungan kerja.

Sejak Federasi Buruh Seluruh Indonesia (FBSI) berdiri pada tahun 1973 sampai akhir tahun 1977/78, basis Serikat Buruh Lapangan Pekerjaan (SBLP) telah mencapai jumlah 7.229 buah dari jumlah perusahaan yang sama dan yang diperkirakan mempekerjakan buruh 25 orang ke atas. Perkembangan pembentukan

XII/36

TABEL XII - 11

PERJANJIAN KERJA BERSAMA (PKB),1977/78 - 1982/83

TahunJumlah PKBJumlah Perusahaanyang dicakup

1977/783001.600

1978/79

6961.900

1979/801.1062.377

1980/811.6253.200

1981/822.3193.992

1982/831)2.6924.307

1) Keadaan sampai dengan Desember 1982

XII/37

jumlah SBLP selama 5 tahun terakhir relatif lambat (lihat Tabel XII-12). Hal ini sesuai dengan kebijaksanaan yang mengutamakan pada pembinaan perangkat-perangkat agar dapat berfungsi lebih baik. Pembinaan meliputi pembentukan koperasi buruh dan penggalakan pelaksanaan pungutan iuran serikat buruh melalui perusahaan. Koperasi buruh yang telah terbentuk berjumlah 131 buah.

Selain organisasi buruh, di sektor produksi barang dan jasa juga telah terbentuk Badan Kerja Sama Tripartite di 23 Daerah Tingkat I dan 101 buah di Daerah Tingkat II. Pada tingkat perusahaan telah terbentuk Badan Kerja Sama Bipartite yang mencakup 1.092 perusahaan.

Sejalan dengan pembinaan lembaga ketenagakerjaan, juga diselenggarakan pendidikan perburuhan untuk meningkatkan pengetahuan buruh, pengusaha, dan pejabat pemerintah mengenai Peraturan Perundangan Perburuhan dan Hubungan Perburuhan Pancasila. Sejak 1978/79 sampai pada akhir bulan Desember 1982, telah dididik sekitar 52.000 orang peserta. Dalam pelaksanaan pendidikan perburuhan ini senantiasa diupayakan agar isi mata pelajarannya mencerminkan keseimbangan antara hak dan kewajiban semua pihak serta membudayakan sikap sosial dan mental pembangunan.

Selama periode 5 tahun sejak 1978/79, Lembaga Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Pusat dan Daerah (P4P dan P4D) mengalami beberapa penyempurnaan antara lain yang menyangkut prosedur kerjanya. Sehubungan dengan itu untuk mempercepat pengambilan keputusan dilaksanakan angket, baik oleh P4P ke wilayah-wilayah maupun oleh P4D ke perusahaan-perusahaan yang sedang berselisih. Angket dilaksanakan oleh panitia angket P4P/P4D untuk melengkapi informasi yang belum tersedia dan atau belum jelas, agar persidangan dapat diselenggarakan dalam waktu secepat-cepatnya. Selain itu, untuk mempercepat penyelesaian perselisihan, dilaksanakan pula sidang keliling di tempat terjadinya perselisihan perburuhan.

Untuk mempercepat berlakunya keputusan P4P/P4D, selama periode 1978/79 sampai dengan Desember 1982, telah dilaksanakan pembelaan terhadap keputusan P4P/P4D yang digugat sebagai masalah perdata oleh pihak-pihak yang tidak dapat menerima-

nya. Sebagian besar gugatan tersebut ditolak oleh pengadilan dan dengan demikian keputusan P4P/P4D dapat diberlakukan dengan segera. Dalam rangka meningkatkan kemampuan anggotaXII/38

TABEL XII - 12

PERKEMBANGAN ORGANISASI FEDERASI BURUH SELURUH INDONESIADAN SERIKAT BURUH LAPANGAN PEKERJAAN,1977/78 - 1982/83

Struktur organisasi1977/781978/791979/801980/811981/821982/83

FBSI :

Dewan Pimpinan Cabang

(DPC)149187189252272272

SBLP :176227233395477504

Pimpinan Daerah (PD)

Pimpinan Cabang (PC)89134137176181195

Basis7.2298.3518.9599.6269.8291)9.9992)

1) Angka disempurnakan

2) Keadaan sampai dengan Desember 1982

XII/39P4P/P4D, secara periodik, diadakan ceramah dan diskusi mengenai peraturan perundangan perburuhan, khususnya yang berkaitan dengan masalah perselisihan perburuhan. Ceramah dan diskusi ini diberikan oleh ahli yang berpengalaman dalam bidang yang bersangkutan.

B. TRANSMIGRASI1. PendahuluanProgram transmigrasi, sebagai salah satu program dalam kebijaksanaan kependudukan, bertujuan untuk mengatasi masalah ketidakseimbangan penduduk dan tenaga kerja antar pulau di Indonesia. Data kependudukan menunjukkan bahwa hingga kini ketidakmerataan pemukiman penduduk belum menunjukkan pergeseran yang berarti. Berdasarkan Sensus Penduduk 1980, pulau Jawa yang luasnya hanya 6,6 persen dari keseluruhan wilayah Indonesia, masih dihuni oleh 62 persen dari jumlah penduduk, kurang sedikit dari angka sensus tahun 1971, yaitu sebesar 64 persen. Ini berarti bahwa program transmigrasi masih memegang peranan penting pada masa kini, maupun masa yang akan datang.

Transmigrasi adalah salah satu usaha pembangunan yang memberi jawaban terhadap pemecahan masalah penduduk dan tenaga kerja di Indonesia. Transmigrasi ditujukan untuk membuka dan mengembangkan daerah produksi dan pertanian baru. Transmigrasi adalah kegiatan berdimensi ganda dengan tujuan yang berinteraksi antara masalah kependudukan, sentra produksi, pemanfaatan sumber daya alam dan ekonomi wilayah. Transmigrasi juga merupakan wahana untuk memperkokoh ketahanan dan keamanan nasional dan meningkatkan pembinaan kesatuan bangsa.

Usaha pembangunan di bidang transmigrasi erat sekali hubungannya dengan pembangunan daerah, baik di daerah asal maupun daerah penerima. Bagi daerah asal, yaitu Jawa, Bali, dan Lombok, transmigrasi dimaksudkan untuk mengurangi kepadatan penduduk dan memindahkan mereka dari daerah-daerah tertentu sehingga memungkinkan dilaksanakannya usaha-usaha rehabilitasi daerah. Bagi daerah penerima, yaitu Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Irian Jaya, transmigrasi dimaksudkan untuk membantu memenuhi sebagian kebutuhan tenaga kerja di daerah-daerah yang penduduknya relatif tipis , sehingga sumber-sumber alam yang tersedia, khususnya di sektor pertanian, dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya.

XII/40

Daerah transmigrasi merupakan daerah masa depan dan daerah harapan. Para transmigran, termasuk transmigran lokal dan transmigran swakarsa, pada umumnya, adalah petani sehing ga kegiatan pertanian menjadi titik sentral dari kehidupan keluarga dan masyarakat transmigran. Persoalan pembangunan masyarakat transmigran merupakan persoalan pembangunan masyarakat baru. Para transmigran dihadapkan dengan situasi dan lingkungan yang baru. Terciptanya mekanisme pemenuhan kebutuhan pokok, peningkatan swadaya dan peningkatan peran serta sosial dari para transmigran terhadap daerahnya yang baru itu, merupakan pertanda telah terjalinnya ikatan kuat antara para transmigran dengan alam lingkungannya yang baru. Untuk mencapai usaha tersebut di atas, maka usaha transmigrasi harus dilaksanakan secara sungguh-sungguh sejak permulaan sampai pada penyerahan transmigran menjadi warga setempat.

Penyelenggaraan transmigrasi yang berlangsung dewasa ini semakin dihadapkan pada tugas yang berat. Tugas tersebut bukan saja dalam mempersiapkan lokasi dan memindahkan para transmigran, melainkan juga dalam membina mereka setelah ditempatkan. Dalam hubungan ini, kegiatan transmigrasi diharapkan dapat mendorong pembangunan daerah melalui peningkatan produksi di daerah dan terciptanya pusat-pusat pengembangan di daerah-daerah yang langka penduduknya. Bila usaha transmigrasi berhasil baik dan bila pembangunan dan kegiatan ekonomi di luar Jawa terus ditingkatkan, maka keadaan ini dengan sendirinya akan menarik arus migrasi spontan dari daerah padat penduduk, khususnya pulau Jawa.

2. Kebijaksanaan Transmigrasi dalam Repelita IIISelama Repelita III, melalui transmigrasi direncanakan untuk memindahkan dan menempatkan 500.000 kepala keluarga petani dari pulau-pulau Jawa-Madura, Bali, dan Lombok ke 250 daerah pemukiman transmigrasi yang tersebar di pulau-pulau Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Irian Jaya.

Dalam pelaksanaan transmigrasi terdapat 4 kegiatan pokok yang saling mengkait satu sama lain, yaitu perencanaan, persiapan, penempatan dan pembinaan. Kegiatan perencanaan dimaksudkan untuk memilih lokasi pemukiman yang cocok dan tepat bagi pemukiman transmigrasi, dan menentukan calon transmigran di kecamatan/desa asal. Kegiatan persiapan dititikberatkan pada penyiapan lahan dan pembangunan pemukiman baru sebaikbaiknya. Kegiatan penempatan adalah usaha memindahkan dan menempatkan transmigran tepat pada waktunya. Sedangkan kegiatan

XII/41

pembinaan adalah dalam rangka pembentukan dan penumbuhan masyarakat baru di daerah baru, agar dalam waktu yang relatif singkat dapat berkembang secara mandiri.

Untuk mencapai tujuan usaha transmigrasi, kebijaksanaan dan langkah yang diambil dilandaskan pada Trilogi Pembangunan, dengan tekanan yang lebih menonjol kepada segi pemerataan penyebaran pembangunan, pemerataan pembagian pendapatan, dan perluasan kesempatan kerja. Untuk dapat mencapai sasaran tersebut, diambil kebijaksanaan dan langkah yang menyeluruh dan terpadu sebagai pedoman pelaksanaan kegiatan transmigrasi, baik di daerah penerima maupun di daerah asal.

Di daerah penerima, kebijaksanaan diarahkan kepada usaha untuk mewujudkan pusat-pusat pembangunan baru di daerah-daerah sehingga menjamin peningkatan taraf hidup transmigran dan masyarakat setempat. Lokasi pemukiman transmigrasi ditentukan dengan menggunakan kriteria makro dan kriteria mikro. Sehubungan dengan itu, dalam Repelita III, telah diambil beberapa kebijaksanaan dalam pemilihan lokasi pemukiman transmigrasi. Pertama-tama diperhitungkan pengaruh pembangunan pemukiman tersebut pada lingkungan hidup, sedangkan pelaksanaan pembangunan pemukiman transmigrasi dikaitkan dengan pengelolaan kelestarian sumber daya alam untuk mencegah akibat sampingan penggunaannya kepada lingkungan hidup. Penggunaan sumber daya alam ditujukan untuk (1) mencapai daya guna dan hasil guna yang optimum dalam batas-batas kelestarian yang mungkin dicapai; (2) tidak mengurangi kemampuan dan kelestarian sumber alam lain yang berkaitan dalam suatu eko-sistem; dan (3) memungkinkan tersedianya pilihan penggunaan bagi pembangunan di masa depan.

Kegiatan persiapan seperti pembukaan tanah dan pembangunan pemukiman dilakukan sebelum transmigran didatangkan. Dalam hal ini dilaksanakan pembukaan lahan, pembangunan jaringan jalan, perkaplingan lahan, pembangunan rumah transmigran berikut jamban keluarga, pembangunan fasilitas umum (gedung SD, balai pengobatan, gudang pangan dan saprodi, rumah ibadah, kantor, pasar, dan rumah petugas), serta penyediaan sarana air bersih. Lahan yang disediakan untuk setiap kepala keluarga transmigran adalah seluas 2 ha, terdiri dari 0,25 ha untuk lahan pekarangan, 1,0 ha untuk lahan usaha I dan sisanya 0,75 ha sebagai lahan usaha II. Lahan pekarangan dan lahan usaha I telah dibuka terlebih dahulu sampai siap tanam. Selain itu, dibuka pula tanah untuk kebutuhan bangunan fasilitas umum rata-rata 0,25 ha setiap kepala keluarga.

XII/42

Kepada setiap kepala keluarga transmigran, selain disediakan perumahan juga diberikan bantuan jaminan hidup untuk selama 12 bulan bagi mereka yang ditempatkan di daerah non pasang surut dan 18 bulan bagi transmigran di daerah pasang surut. Jaminan hidup ini terdiri dari beras, ikan asin, gula pasir, garam, minyak goreng, minyak tanah, dan sabun cuci. Bantuan jaminan hidup merupakan sumber utama kehidupan transmigran dan keluarganya sebelum tanah pertanian memberikan hasil produksi.

Dalam melaksanakan usaha tani, para transmigran mendapat bantuan paket sarana produksi pertanian (saprotan) selama 3 tahun berturut-turut. Paket ini terdiri dari bibit, pupuk, pestisida dan rodentisida. Selain itu, masih tersedia bantuan berupa paket peralatan, baik peralatan pertanian seperti penyemprotan hama, cangkul, parang, linggis, sekop, dan lain-lain, maupun peralatan non pertanian seperti alat pertukangan, sandang, kelambu, alat dapur dan sebagainya.

Kegiatan pembinaan berlangsung sekitar 5 tahun, yaitu sejak transmigran tiba di pemukiman baru sampai pada saat pengalihan administrasi pembinaan kepada pemerintah daerah. Kegiatan-kegiatan pembinaan meliputi bidang-bidang kesehatan dan keluarga berencana, pendidikan, koperasi, kelembagaan desa, generasi muda, peranan wanita, dan lain-lain. Dalam hal ini, masyarakat transmigran diberi bantuan berupa penyediaan fasilitas fisik, peralatan, bahan dan tenaga penyuluh atau pembimbing lapangan.

Pola penempatan di lokasi pemukiman transmigrasi menganut alas "tripartial" yaitu sebagian transmigran umum, sebagian penduduk setempat, dan sebagian lagi transmigran swakarsa. Dengan cara demikian, baik transmigran umum dan transmigran swakarsa maupun penduduk setempat mendapat kesempatan untuk berpartisipasi dalam pembangunan daerah transmigrasi.

Di daerah anal, kegiatan transmigrasi ditujukan untuk memilih sebaik-baiknya daerah asal agar diperoleh dampak positif terhadap pembangunan daerah tersebut. Prioritas pemilihan daerah asal transmigran diarahkan untuk mengurangi kepadatan penduduk daerah aliran sungai yang perlu dihijaukan, daerah yang terkena dan terancam bencana alam, daerah yang tergenang karena pembangunan waduk, daerah yang dijadikan proyek pembangunan, dan daerah yang perlu dijaga kelestarian lingkungannya. Dari daerah-daerah tersebut diutamakan kecamatan-kecamatan yang padat penduduknya, relatif miskin serta menghadapi masalah kelestarian sumber alam dan masalah lapangan kerja

XII/43

yang mendesak. Di kecamatan-kecamatan ini diutamakan pula desa-desa yang termiskin. Di desa-desa yang termiskin diutamakan keluarga-keluarga petani. yang termiskin yaitu yang pada umumnya tidak mempunyai tanah atau mempunyai tanah amat sempit. Melalui pola pemilihan semacam ini, diharapkan di daerah-daerah tersebut akan dapat dilaksanakan usahausaha rehabilitasi lingkungan hidup.

Dewasa ini, hasrat untuk bertransmigrasi dari daerah asal, khususnya Jawa, pada umumnya cukup besar. Oleh karena itu, pemilihan calon transmigran didasarkan pada beberapa kriteria, seperti (1) penghasilan rendah; (2) relatif muda; (3) petani atau mempunyai ketrampilan khusus, (4) sudah berkeluarga, dan (5) sehat fisik dan mental. Daerah transmigrasi adalah daerah baru dan daerah harapan, oleh karena itu keuletan dan ketabahan sangat diperlukan agar dapat berhasil. Untuk itu calon transmigran haruslah kuat fisik dan mentalnya dan mempunyai semangat tinggi untuk pindah. Dalam hubungan ini, diutamakan antara lain tenaga kerja dengan tingkat ketrampilan khusus di bidang pertanian dan teknologi pengolahan hasil-hasil pertanian. Untuk maksud tersebut, diadakan penerangan, penyuluhan dan pendidikan. Tujuan penerangan adalah agar para calon transmigran mendapat gambaran yang jelas mengenai masalah-masalah yang akan dihadapi di tempat yang baru. Penyuluhan diarahkan untuk menimbulkan keinginan penduduk bertransmigrasi berikut penjelasan hak dan kewajiban mereka sebagai transmigran, sedang pendidikan dimaksudkan untuk menambah pengetahuan dan ketrampilan para transmigran sebagai bekal mereka di daerah baru.

Kegiatan penunjang program transmigrasi terutama ditujukan untuk menyediakan saran angkutan bagi pemindahan transmigran dari daerah anal ke daerah penerima. Peningkatan kegiatan transmigrasi membutuhkan jasa/sarana angkutan yang semakin meningkat pula. Dalam hal ini, jasa/sarana angkutan yang menghubungkan daerah padat penduduk dengan daerah tipis penduduk ditingkatkan, baik darat, laut, maupun udara.

Transmigrasi dilaksanakan oleh berbagai instansi. Oleh sebab itu keserasian kegiatan di antara para pelaksana merupakan kunci keberhasilan penyelenggaraan secara keseluruhan. Sehubungan dengan hal ini maka telah dikeluarkan Keputusan Presiden No. 26 Tahun 1978 tentang pembentukan Badan Koordinasi penyelenggaraan Transmigrasi (BAKOPTRANS).

3. Pelaksanaan Kegiatan Transmigrasi, 1978/79 - 1982/83

Selama lima tahun pelaksanaan pembangunan, pemindahan transmigran dari propinsi anal dan penempatan transmigran di propinsi penerima dapat dilihat pada Tabel XII-13 dan Tabel XII-14.

Pada tahun 1978/79, tahun 1979/80, tahun 1980/81, tahun 1981/82, dan tahun 1982/83 (sampai dengan bulan Desember 1982), jumlah transmigran yang berhasil dipindahkan dan ditempatkan masing-masing adalah 14.421 KK, 22.474 KK, 73.653 KK, 88.066 KK dan 83.466 KK. Jumlah seluruhnya selama periode tersebut adalah 282.080 KK. Dari data tersebut diatas terlihat bahwa kemampuan pelaksanaan transmigrasi setiap tahunnya semakin meningkat. Bila dibandingkan dengan sasaran rata-rata tiap tahunnya dalam Repelita III yaitu 100.000 KK, maka kemampuan pelaksanaan pada tahun 1982/83 sudah tercapai sebab dalam 9 bulan pertama pelaksanaan pembangunan tahun 1982/83 telah dapat dipindahkan dan ditempatkan transmigran hampir 83,5% dari sasaran rata-rata dimaksud di atas. Diperkirakan sampai akhir tahun 1982/83 sasaran rata-rata tersebut bisa tercapai.

Selain usaha meningkatkan transmigran umum, juga telah dilaksanakan usaha-usaha kearah peningkatan transmigran spontan atau swakarsa. Pelaksanaan transmigran spontan, berdasarkan catatan yang ada terus meningkat. Pada tahun 1978/79 tercatat 768 KK transmigran spontan, tahun 1979/80 : 37.298 KK, tahun 1980/81: 34.428 KK, tahun 1981/82: 35.780 KK, dan tahun 1982/83 (sampai pada Desember 1982) telah tercatat 25.776 KK. Jumlah seluruh transmigran spontan selama lima tahun terakhir adalah 134.050 KK. Sebagaimana transmigran umum, transmigran spontan berasal dari Jawa, Bali, dan Lombok, dengan daerah tujuan Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Irian Jaya. Transmigran spontan merupakan bagian yang semakin penting dari anus perpindahan penduduk.

Pada Tabel XII-15, Tabel XII-16, Tabel XII-17 dan Tabel XII-18 disajikan hasil-hasil yang dicapai pada beberapa kegiatan fisik di lapangan yaitu pembangunan jalan, pembukaan lahan, pengukuran perkaplingan, pembangunan rumah dan fasilitas-fasilitas sosial.

Selama lima tahun terakhir ini panjang jalan yang dibangun adalah 14.651 Km, dengan perincian tahun 1978/79 sepanjang 333 km, tahun 1979/80 sepanjang 910 Km, tahun 1980/81

XII/45

TABEL XII 13

JUMLAH TRANSMIGRAN YANG DIPINDAHKAN,

1977/78 - 1982/83

(dalam KK)

No.Daerah Asal1977/781978/791979/801980/811981/821982/83 3)

1.DKI Jakarta Riga1152252307791.009439

2.Jawa Barat2.4063.0884.63110.80414.53011.628

3.Jawa Tengah4.2904.6337.74519.30026.68719.805

4.DI. Yogyakarta9608001.9614.5705.7644.069

5.Jawa Timur4.1004.2475.04721.28824.95118.943

6.B a 1 i1.2001.0001.3863.0824.2063.418

7.Nusa TenggaraBarat2004004912.5942.9274.956

8.APPDTI)-289836.7617.4751.113

9.Pemukiman kembali2)---4.47551719.095

Jumlah :13.27114.42122.47473.65388.06683.466

1) Alokasi Pemukiman bagi Penduduk Daerah Transmigrasi

2) Propinsi Lampung dan Nusa Tenggara Barat

3) Keadaan sampai dengan Desember 1982

XII/46TABEL XII - 14

JUMLAH TRANSMIGRAN YANG DITEMPATKAN,1977/78 - 1982/83(dalam KK)

XII/47

TABEL XII - 15

PEMBANGUNAN PRASARANA JALAN DI PEMUKIMAN TRANSMIGRASI,1977/78 - 1982/83(dalam Km)

TahunPanjang jalan yang dibangundalam tahun bersangkutan

1977/78460

1978/79333

1979/80910

1980/811.292

1981/823.447

1982/83*)8.669

*) Data pada bulan Januari 1983

TABEL XII - 16PEMBUKAAN LOAN UNTUK TRANSMIGRAN,

1977/78 - 1982/83

TahunJumlah KK yang

ditampungLahan Pekarangan

(ha)Lahan Usaha I(ha)

1977/7821.0905.272,521.090

1978/7927.3006.82534.125

1979/8050.00012.50062.500

1980/8182.40020.60069.834

1981/8273.13618.28466.566

1982/83*)106.74028.685104.954

*) Data pada bulan Januari 1982

TABEL XII - 17

PELAKSANAAN PENGUKURAN PERKAPLINGAN UNTUK TRANSMIGRAN,1977/78 - 1982/83(dalam ha)TahunLahan PekaranganLahan UsahaJumlah

1977/785.272,5036.907,5042.180,00

1978/794.164,2516.994,0021.158,25

1979/8010.351,0037.639,0047.990,00

1980/8118.941,7554.027,0072.968,75

1981/8218.686,2598.215,25116.901,50

1982/83*)23.022,5059.905,7582.928,25

*) Data pada bulan Desember 1982

TABEL XII - 18

PEMBUATAN BANGUNAN) DI DAERAH PEMUKIMAN TRANSMIGRASI,1977/78 - 1982/83(dalam unit)

No.Jenis Bangunan1977/781978/791979/801980/821981/821982/832)

1.Rumah transmigran

dan jamban21.09015.30523.82675.14585.05389.584

2.Saran air bersih5.3733.2254.53328.00521.48332.170

3.Balai pengobatan392945107138187

4.Rumah ibadah864075216254330

5.Rumah petugas2821552935391.0371.373

6.Gudang (pangan dan

saprodi)505890123207307

1)Pembuatan bangunan dalam tahun yang bersangkutan

2)Data pada bulan Desember 1982

XII/49sepanjang 1.292 Km, tahun 1981/82 sepanjang 3.447 Km, dan tahun 1982/83 sepanjang 8.669 Km. Jalan yang dibangun di daerah transmigrasi itu adalah jalan penghubung, jalan poros dan jalan desa.

Luas lahan yang dibuka adalah berturut-turut dalam tahun 1978/79: 40.950 ha, tahun 1979/80: 75.000 ha, tahun 1980/81: 90.434 ha, tahun 1981/82: 84.850 ha, dan tahun 1982/83: 133.639 ha. Dengan demikian, selama lima tahun terakhir, jumlah lahan yang dibuka adalah 424.873 ha yang terdiri dari 86.894 ha lahan pekarangan untuk menampung 339.576 KK transmigran dan lahan usaha I seluas 337.979 ha.

Pelaksanaan pengukuran perkaplingan untuk pekarangan sejak tahun 1978/79 sampai kuartal ketiga tahun 1982/83 adalah 75.165,75 ha atau ekuivalen dengan 300.663 KK transmigran. Selain itu, dalam waktu yang lama telah pula diselesaikan pengukuran perkaplingan lahan usaha seluas 266.781 ha. Jumlah setiap tahun pelaksanaan pengukuran perkaplingan lahan pekarangan dan lahan usaha adalah 21.158,25 ha selama tahun 1978/79, 47.990,00 ha selama tahun 1979/80, 72.968,75 ha se-lama tahun 1980/81, 116.901,50 ha selama tahun 1981/82, dan 82.928,25 ha selama 9 bulan tahun 1982/83.

Pembuatan bangunan di daerah pemukiman transmigrasi dilakukan setelah selesai kegiatan pembukaan lahan dan pengukuran perkaplingan. Jenis bangunan tersebut antara lain rumah transmigran dan jamban keluarga, sarana air bersih, balai pengobatan, rumah ibadah, rumah petugas, dan gudang (pangan dan saprodi). Selama lima tahun pelaksanaan pembangunan, jumlah rumah transmigran yang dibangun adalah 288.913 unit, sarana air bersih adalah 89.416 unit, balai pengobatan 506 unit, ru- mah ibadah 915 unit, rumah petugas 3.397 unit, dan gudang 785 unit.

Setelah transmigran berada di lokasi pemukiman, maka kegiatan selanjutnya adalah membina dan mengembangkan daerah tersebut. Tabel XII-19 menyajikan jumlah transmigran yang dibina dari tahun ke tahun. Jumlah transmigran yang dibina dalam tahun 1982/83 adalah 274.565 KK, yang terdiri dari transmigran yang ditempatkan tahun 1982/83 yaitu sebanyak 83.466 KK ditambah transmigran lama sebanyak 191.099 KK. Dibandingkan dengan jumlah transmigran yang dibina pada akhir periode pembangunan sebelumnya yaitu tahun 1977/78, maka jumlah transmigran yang dibina tersebut menunjukkan kenaikan cukup besar yaitu hampir 300 persen. Pembinaan masyarakat transmigran meliputi berbagai bidang di antaranya bidang produks

XII50

TABEL XII - 19

JUMLAH TRANSMIGRAN YANG DIBINA,1977/78 - 1982/83(dalam KK)TahunTransmigran

Lamal)Transmigran

Baru2)Jumlah

yang dibina

1977/7862.60313.27175.874

1978/7975.87414.42190.295

1979/8057.70622.46980.175

1980/8157.68373.435131.118

1981/82103.03388.066191.099

1982/833)191.09983.466274.565

1) Transmigran yang ditempatkan sebelum tahun bersangkutan

2) Transmigran yang ditempatkan selama tahun bersangkutan

3) Keadaan sampai dengan Desember 1982

XII/51pertanian, koperasi dan pemasaran, pendidikan, kesehatan, organisasi desa, generasi muda dan peranan wanita. Tujuan daripada pembinaan adalah untuk membimbing masyarakat transmigran agar dalam waktu yang telah ditentukan, yaitu 5 tahun setelah mereka datang ke lokasi pemukiman, dapat melanjutkan pembangunan tanpa bantuan khusus dari pemerintah.

Untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan para petani transmigran telah dilakukan berbagai latihan dan pendidikan, baik di bidang pertanian maupun di bidang non pertanian. Dalam Tabel XII-20 terlihat jumlah transmigran yang dilatih dan dididik, baik di daerah penerima maupun di daerah asal. Selama lima tahun terakhir, jumlah transmigran yang dilatih di bidang pertanian di daerah asal adalah 6.916 orang, sedang di daerah penerima adalah 18.128 orang. Jumlah transmigran yang dilatih di bidang non pertanian di daerah asal sebanyak 2.204 orang, sedangkan di daerah penerima sebanyak 4.967 orang. Terlihat bahwa jumlah transmigran yang dilatih meningkat dari tahun ke tahun, terutama latihan pertanian di daerah penerima. Latihan dan pendidikan non pertanian mencakup segi-segi ketrampilan dibidang industri kecil, pertukangan, koperasi, kepemimpinan desa dan lain-lain.

Hasil usaha pembinaan di bidang produksi pertanian pangan di daerah transmigrasi selama lima tahun periode pembangunan memperlihatkan kecenderungan meningkat, kecuali tahun 1982/83 terjadi sedikit penurunan. Hal ini disebabkan oleh pengaruh musim kemarau yang panjang. Pada tahun 1978/79 produksi padi sawah dan padi ladang masing-masing adalah 2,12 ton/ha dan 1,00 ton/ha; meningkat menjadi 2,52 ton/ha dan 1,05 ton/ha pada tahun 1979/80; 2,55 ton/ha dan 1,10 ton/ha pada tahun 1980/81; selanjutnya naik lagi menjadi 2,75 ton/ha dan 1,25 ton/ha pada tahun 1981/82; kemudian menurun masing-masing menjadi 1,29 ton/ha dan 1,06 ton/ha pada tahun 1982/83. Produksi palawija yaitu kacang-kacangan dan singkong masing-masing adalah 0,59 ton/ha dan 4,53 ton/ha pada tahun 1979/80; menjadi 0,62 ton/ha dan 4,60/ha pada tahun 1980/81; 0,90 ton/ha dan 7,50 ha/ton pada tahun 1981/82; seterusnya menjadi 0,57 ton/ha dan 6,16 ton/ha pada tahun 1982/83 (Lihat Tabel XII-21).

Pada Tabel XII-22 dapat dilihat paket yang disediakan bagi para petani transmigran untuk jenis tanaman keras seperti kelapa, cengkeh, dan kopi. Pengembangan tanaman perkebunan ini dimaksudkan untuk menambah sumber penghasilan serta menunjang peningkatan produksi pertanian yang berorientasi ekspor.

XII/52

TABEL XII - 20

JUMLAH TRANSMIGRAN YANG DILATIH DAN DIDIDIK MENURUTDAERAH DAN JENIS KETRAMPILAN,1977/78 - 1982/83(orang)Daerah asalDaerah penerima

TahunPertanianNon-PertanianPertanianNon-Pertanian

1977/78----

1978/791.2502751.445450

1979/801.4753501.4251.000

1980/811.8255004.1301.611

1981/821.6005006.5831.500

1982/831)7665794.545406

1) Angka sampai dengan Desember 1982

XII53

TABEL XII - 21

PERKEMBANGAN PRODUKTIVITAS PADA BEBERAPA JENISTANAMAN PERTANIAN DI DAERAH TRANSMIGRASI,1977/78 - 1982/83

No. Jenis tanamanSatuan 1977/78 1978/79 1979/80 1980/81 1981/82 1982/832)1. Padi:ton/ha

a. Padi sawah2.322,122,522,552,751,29

b. Padi ladang1,171,001,051,101,251,06

2. Palawija:ton/ha0,71t1)0,590,620,900,57

a.Kacang-kacangan

b.Singkong13,627,804,534,607,506,16

1) t = Tidak ada data

2) Data pada bulan Desember 1982

XII/54

TABEL XII - 22

PERKEMBANGAN TANAMAN KERAS DAERAH TRANSMIGRASI,1977/78 - 1982/83(batang/ha)1)No.Jenis Tanaman1977/781978/792)1979/802)1980/812)1981/822)1982/83

1.Kelapa102020202040

2.Cengkeh104040404040

3.Kopi50120120120120-

1)Paket yang disediakan

2)Angka diperbaiki

XII/55Pembinaan dan pengembangan daerah transmigran tidak terbatas pada hasil usaha tanaman Baja, melainkan juga pada peternakan. Pengembangan ternak ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga transmigran. Dalam hal ini ternak dapat merupakan antara lain sumber protein, tambahan tenaga kerja, dan tambahan penghasilan. Populasi ternak selama lima tahun pelaksanaan pembangunan menunjukkan peningkatan setiap tahunnya. Populasi ternak besar dan sedang seperti sapi, kerbau, dan kambing, pada tahun 1978/79 adalah 210 ekor untuk setiap 1.000 KK transmigran, pada tahun-tahun berikutnya men-jadi 288 ekor, 309 ekor, 474 ekor dan 216 ekor untuk setiap 1.000 KK transmigran. Sementara itu, populasi ternak unggas yaitu ayam dan itik, selama periode yang sama, untuk setiap 1.000 KK transmigran masing-masing adalah 4.890 ekor, 4.837 ekor, 5.675 ekor, 5.765 ekor, dan 5.000 ekor (Lihat Tabel XII-23).

4. Peningkatan kegiatan koordinasiDalam Garis-Garis Besar Haluan Negara ditegaskan bahwa penyelenggaraan transmigrasi bersifat lintas sektoral. Oleh karena itu diperlukan koordinasi dalam pelaksanaannya. Pengelolaan usaha transmigrasi menghendaki adanya kerjasama antar sektoral yang berdisiplin tunggal dan terpadu. Dewasa ini terdapat pembagian kerja dalam pelaksanaan transmigrasi. Departemen Pekerjaan Umum bertugas membuat perencanaan pemukiman transmigrasi dan melaksanakan pembukaan hutan dan konstruksi jalan di daerah transmigrasi. Departemen Dalam Negeri bertugas dalam bidang pengukuran, pemetaan dan penyelesaian status tanah. Departemen Pertanian melaksanakan pembinaan usaha tani di daerah transmigrasi. Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi mencakup seluruh kegiatan lainnya seperti melaksanakan pemindahan, penempatan dan pembinaan sosial ekonomi dan sosial budaya. Dalam hal ini, Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi didukung oleh Departemen-Departemen lain yang secara fungsional terkait di dalam kegiatan transmigrasi.Sasaran fisik penyelenggaraan transmigrasi setiap tahunnya semakin meningkat. Hal ini membutuhkan peningkatan dalam koordinasi antar instansi pelaksana transmigrasi.

Melalui Keputusan Presiden No. 26 Tahun 1978, aparat koordinasi penyelenggaraan transmigrasi, struktural maupun fungsional, telah disempurnakan lagi. Di tingkat pusat, aparat ini berupa Badan Koordinasi Penyelenggaraan Transmigrasi, disingkat BAKOPTRANS, yang anggota-anggotanya terdiri dari

XII/56

TABEL XII - 23

PERKEMBANGAN POPULASI TERNAK DAERAH TRANSMIGRASIUNTUK SETIAP 1.000 KK,1977/78 - 1982/83(ekor)No.Jenis Ternak1977/781978/791979/801980/811981/821982/831)

1Ternak besar dan

sedang (sapi, Kerbau180210288309474216

& Kambing)

2. Ternak Unggas2.4004.8904.8375.6755.7635.000

(Ayam dan Itik)

1) Keadaan sampai dengan Desember 1982

XII/57

Menteri Dalam Negeri, Menteri Pekerjaan Umum, Menteri Pertanian, Menteri Perhubungan, Menteri Negara Penertiban Aparatur Negara/Wakil Ketua Bappenas, Menteri Negara Pengawasan Pembangunan dan Lingkungan Hidup, Menteri Muda Urusan Transmigrasi, Menteri Muda Urusan Produksi Pangan, Menteri Muda Urusan Koperasi, dan Menteri-Menteri lain yang dipandang perlu oleh Badan Koordinasi. Bakoptrans diketuai oleh Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi dan sekretarisnya adalah Direktur Jenderal Transmigrasi. Di tingkat Propinsi badan ini disebut Satuan Pembinaan Penyelenggaraan Transmigrasi Daerah Tingkat I, disingkat SATBIN I, dan di tingkat Kabupaten, Satuan Pembina-an Penyelenggaraan Transmigrasi Daerah Tingkat II, disingkat SATBIN II, masing-masing diketuai oleh Gubernur dan Bupati dan anggota-anggotanya terdiri dari instansi sektoral.

Sebagai pelaksana harian dari BAKOPTRANS, di tingkat pusat dibentuk Satuan Pengendali Transmigrasi yang anggota-anggotanya adalah para Direktur Jenderal dan pimpinan instansi lainnya yang setingkat, yang tugasnya berkaitan dengan pelaksanaan transmigrasi. Ketua dan Sekretaris Satuan Pengendali masing-masing adalah Menteri Muda Urusan Transmigrasi dan Direktur Jenderal Transmigrasi. Di daerah, aparat Satuan pengendali pada tingkat wilayah dinamakan Satuan Pembantu Pengendali dan Koordinator Wilayah, sedang di tingkat lapangan disebut Koordinator Lapangan. Koordinator Lapangan mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan sektoral secara fisik di lapangan.Adanya perbaikan dan penyesuaian dalam koordinasi penyelenggaraan transmigrasi dimaksudkan guna meletakkan dasar-dasar dan tata care kerja yang lebih sesuai dalam penanganan kegiatan transmigrasi. Dalam hubungan ini, maka peranan serta kegiatan instansi sektoral yang menjadi anggota BAKOPTRANS terus diusahakan agar serasi satu dengan yang lainnya, baik di pusat maupun di daerah dan di lapangan.

XII/58

XII/1

589.065

XII/10

XII/13

XII/ 15

Tahun

XII/16

XII/29

XII/44

XII/48