bab 11
DESCRIPTION
kasusTRANSCRIPT
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Telah lama diketahui bahwa preeklampsia berhubungan erat dengan
hemolisis, elevasi enzim liver, dan trombositopenia. Louis Weinstein menemukan
tanda dan gejala yang terjadi pada preeklampsia berat dan pada tahun 1982
dinamakan dengan HELLP Syndrome ( H = haemolysis, EL= elevated liver
enzymes, L = low platelets). Saat ini sindrom HELLP dianggap sebagai salah satu
bentuk dari komplikasi preeklampsia berat.1
Bentuk komplit dari sindrom HELLP adalah dengan ditemukannya ketiga
gejala mayor, sedangan bentuk inkomplit hanya ditemukan satu atau dua gejala
dari trias diatas. Sindrom HELLP merupakan suatu kondisi yang serius pada
bentuk komplit yang dapat beresiko terhadap ibu hamil dan janin.1
Sindrom HELLP dapat terjadi pada 0,5 - 0,9% terhadap seluruh kehamilan
dan pada 10-20% kasus preeklampsia berat.. Pada 70% kasus, sindrom HELLP
terjadi pada usia gestasi antara 27 minggu dan 37 minggu. 10% kasus terjadi
sebelum usia gestasi 27 minggu dan 20% kasus terjadi pada usia gestasi diatas 37
minggu. 1
Berikut ini penulis akan melapokan suatu kasus sindrom HELLP yang
jarang dijumpai dan semoga laporan kasus ini dapat menjadi tambahan
pengetahuan sehingga dokter umum secara khusunya dapat mengetahui
manajemen awal pada penderita sindrom HELLP.
1
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hipertensi Dalam Kehamilan
2.1.1 Definisi
Hipertensi dalam kehamilan adalah adalah suatu keadaan dengan tekanan darah
diastolik mencapai 140/90 mmHg atau lebih dengan menggunakan fase V
Korotkoff untuk menentukan tekanan diastolik.2
2.1.2 Klasifikasi
Hipertensi dalam kehamilan di klasifikasikan sebagai berikut:
1. Hipertensi Gestasional: adalah hipertensi pada kehamilan yang tidak di ikuti
oleh sindrom preeklampsi (proteinuria). Dan tekanan darah turun setelah 12
minggu post partum.2
2. Preeklampsia adalah suatu sindrom spesifik kehamilan berupa berkurangnya
perfusi organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel. Proteinuria adalah
tanda penting preeklampsia. Proteinuria didefenisikan adanya seksresi
protein 300 mg atau lebih dalam urine 24 jam.2
3. Eklampsia adalah keadaan terjadinya kejang-kejang pada wanita dengan
kriteria klinis preeklampsia yang bukan disebabkan penyakit neurologi
seperti epilepsi.2,3
4. Superimposed preeklampsia adalah suatu keadaan preeklampsia-eklampsia
yang terjadi pada wanita yang sebelumnya telah menderita hipertensi
vaskuler kronis atau penyakit ginjal.2,3
5. Hipertensi kronis adalah keadaan hipertensi yang menetap dengan penyebab
apapun yang sudah diderita sebelum konsepsi atau sebelum kehamilan 20
minggu atau menetap selama 12 minggu post partum.1
2.1.3 Faktor Resiko
Preeklampsia sering terjadi pada wania yang hamil di usia muda dan nullipara,
namun wanita yang tua memiliki faktor resiko yang lebih besar untuk terjadinya
2
hipertensi kronik dengan superimposed preeklampsia. Resiko untuk preeklampsi
juga dipengaruhi oleh ras dan etnic, juga oleh predisposisi genetik. Studi yang
dilakukan secara luas oleh Sabai dan Cunnigham (2009), insiden preeklampsia
pada populsi nullipara dalam batas 3-10 % dan insden pada multipara lebih kecil.2
Faktor resiko lain yang terkait dengan preeklampsi termasuk obesitas, multifetal
gestasi, umur ibu lebih dari 35 tahun dan etnik Afrika-Amerika. Hubungan antara
peningkatan berat badan ibu dengan kejadian preeklampsi sangat progresif.
Kejadian preeklampsi meningkat 4,3 % pada ibu dengan BMI <20 kg/m2 dan 13,3
% pada BMI > 35 kg/m2. Kehamilan ganda dibandingkan dengan kehamilan
tunggal kejadian hipertensi gestasional 13% vs 6 %.2
Tabel 1 : Diagnosis gangguan hipertensi yang menjadi penyulit kehamilan.2
Hipertensi Gestasional
Sistolik BP ≥140 mmHg, atau Diastolik BP ≥ 90 mmHg
Tidak ada proteinuria
Tekanan darah kembali normal sebelum 12 minggu post partum
Diagnosis akhir hanya dapat dibuat pada post partum
Dapat ditemukan gejala dari preeklampsi, contohnya, rasa tidak
nyaman hulu hati atau trombositopenia.
Preeklampsia
Kriteria minimum
Tekanan darah ≥ 140/90 mmHg setelah 20 minggu usia gestasi
Proteinuria >300 mg/ 24 jam atau +1 dipstik
Kriteria berat
Tekanan darah ≥ 160/110 mmHg
Proteinuria 2,0 gram/ 24 jam atau >+2
Serum creatinin > 1,2 mg/dl atau terjadi peningkatan dari
sebelumnya
Mikroangiopati hemolisis _ peningkatan LDH > 600 IU/L
Elevasi level serum transaminase_ ALT atau AST
3
Sakit kepala menetap atau gangguan serebral maupun visual
Nyeri epigastrik persisten
Eklampsia :
Kejang yang tidak diseabkan oleh gangguan lain pada wanita
dengan preeklampsi.
Superimposed preeklampsia pada hipertensi kronik
New-onset proteinuria >300 mg/ 24 pada wanita yang hipertensi
tapi tidak ada proteinuria sebelum 20 minggu usia gestasi
Peningkatan secara tiba-tiba protenuria atau tekanan darah atau
trombosit < 100.000/L pada wanita dengan hipertensi dan
proteinuria sebelum 20 minggu usia gestasi.
Hipertensi kronik
Tekanan darah ≥ 140/90 mmHg sebelum hamil atau terdiagnosa
sebelum 20 minggu usia gestasi .
Atau
Hipertensi yang pertama kali terdiagnosa setelah 20 minggu usia
dan menetap setelah 12 minggu usia gestasi.
ALT : alanine aminotranferase; AST : aspartate aminotransferse;
LDH : lactate dehydrogenase.
2.2 Preeklampsia
4
2.2.1 Etiologi
Etiologi penyakit ini sampai saat ini belum diketahui dengan pasti. Namun
kejadian hipertensi dalam kehamilan lebih mungkin terjadi pada wanita sebagai
berikut: 2,4
terpapar villi khorialis untuk pertama kalinya seperti nullipara
terpapar villi khorialis dengan jumlah berlimpah seperti gemelli dan
molahidatidosa
mempunyai riwayat gangguan vaskuler
ada kecenderungan genetik
Banyak teori yang dikemukakan mengenai etiologi dari preeklampsia – eklampsia
sehingga disebut juga dengan ”penyakit teori”. Namun semua teori itu haruslah
dapat menerangkan hal – hal: 4
mengapa frekuensi menjadi tinggi pada primigravida, gemelli, hidramnion
dan molahidatidosa.
Mengapa frekuensi bertambah seiring dengan bertambah tuanya
kehamilan, sering pada trimester III.
Mengapa terjadi perbaikan keaadaan penyakit jika terjadi kematian janin
dalam kandungan.
Mengapa frekuensi lebih rendah pada kehamilan berikutnya
Penyebab timbulnya hipertensi, proteinuria, edema dan konvulsi sampai
koma
2.2.2 Patofisiologi
Dasar patofisiologi preeklampsia-eklampsia adalah vasospasme arterial. Sering
disertai dengan retensi garam dan air. Beberapa teori yang mencoba menjelaskan
patofisiologi preeklampsia-eklampsia:2,4,5
1. injuri sel endotel
2. rejection phenomenon (insufisiensi produksi blooding antibodi)
3. gangguan perfusi plasenta
4. reaktivitas vaskuler
5. ketidakseimbangan antara prostasiklin dan tromboxane
5
6. penurunan GFR dengan retensi garam dan air
7. penurunan volume intravaskuler
8. irritabilitas SSP yang meningkat
9. Disseminata Intravasculer Coagulation ( DIC )
10. peregangan otot rahim (ischemia)
11. faktor diet
12. faktor genetik
Teori injuri sel endotel yang relatif baru dapat menerangkan banyak hal penemuan
klinis pada preeklampsia. Kepekaan pembuluh darah yang meningkat terhadap
presor seperti angiotensin II jelas mendahului awal terjadinya hipertensi karena
kehamilan. Perubahan pada preeklampsia yang ditemukan pada beberapa organ
adalah sbb : 2,4,5
1. Otak
pada preeklampsia aliran darah dan pemakaian tetap dalam batas
normal
pada eklampsia terjadi peningkatan resistensi vaskuler termasuk
otak sehingga dapat terjadi edema serebri sehingga menimbulkan
kelainan serebral seperti gangguan virus sampai perdarahan
2. Plasenta dan Rahim
aliran darah menurun ke plasenta sehingga terjadi gangguan
plasenta den pertumbuhan janin karena kekurangan oksigen. Pada
preeklampsia-eklampsia sering terjadi peningkatan tonus otot
rahim dan kepekaannya terhadap rangsangan sehingga dapat terjadi
partus prematurus
3. Ginjal
GFR menurun sampai 50 % sehingga menimbulkan retensi air dan
garam
4. Paru-paru
dapat terjadi edema paru yang menimbulkan dekompensatio cordis.
5. Mata
6
Dapat terjadi edema retina dan spasme pembuluh darah
Pada eklampsia dapat terjadi ablatio retina yang disebabkan edema
intraokuler dan ini merupakan salah satu indikasi untuk terminasi
kehamilan
Gejala lain yang menunjukkan tanda preeklampsia berat adalah
skotoma, diplopia, dan ambliopia
6. Keseimbangan air dan elektrolit
Pada preeklampsia berat dan eklampsia terjadi peningkatan kadar
gula darah, asam laktat dan asam organik lainnya sehingga
cadangan alkali menurun
7. Hepar
Terjadi peningkatan enzim hepar dalam serum karena nekrosis
hemoragika periportal
Kerusakan hepar pada preeklampsia-eklampsia merupakan keadaan
serius dan sering dengan kerusakan organ lain khususnya ginjal
dan otak dengan hemolisis serta trombositopenia
8. Proteinuria
Pada wanita dengan hipertensi harus terdapat proteinuria dengan
kadar yang cukup agar diagnosis preeklampsia-eklampsia dapat
dilihat secara akurat
9. Endokrin
Pada hipertensi karena kehamilan terjadi penurunan kadar renin,
angiotensin II dan aldosteron
10. Trombositopenia
Dapat terjadi secara akut pada preeklampsia-eklampsia
Trombosit < 100.000 /mm3 merupakan tanda buruk bagi wanita
hamil dengan preeklampsia
Penyebab trombositopenia belum dapat dipastikan, namun
kemungkinan disebabkan oleh adanya proses imunologi atau
penimbunan trombosit pada endotel yang rusak.
2.2.3 Gejala Klinis dan Diagnosis
7
Dua gejala yang sangat penting pada preeklampsia yaitu hipertensi dan
proteinuria. Pada saat ada keluhan sakit kepala, gangguan penglihatan atau nyeri
epigastrium, hal tersebut menandakan sudah berat. Adapun gejala klinis yang
dapat ditemukan adalah sbb :5
1. Peningkatan tekanan darah merupakan tanda awal preeklampsia-
eklampsia, peningkatan tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg merupakan
tanda prognosis yang lebih dipercaya dibandingkan sistolik
2. Peningkatan berat badan
peningkatan berat badan secara mendadak ≥ 2 pound ( 0,9 Kg )
dalam seminggu atau 6 pound ( 2,7 Kg ) dalam 1 bulan dicurigai
terjadinya preeklampsia-eklampsia
tanda klinis: peningkatan berat badan yang mendadak dan
berlebihan
3. Proteinuria
derajat proteinuria bervariasi dan terjadinya paling belakangan
pada preeklampsia awal proteinuria minimal atau tidak ada
pada preeklampsia berat proteinuria dapat mencapai 10 gr/l
4. Nyeri kepala
Nyeri kepala pada daerah frontalis dan oksipitalis dan tidak hilang
dengan analgetik biasa, sering pada preeklampsia bera.
5. Nyeri epigastrium
Kemungkinan disebabkan regangan kapsul hepar akibat edema dan
perdarahan, sering pada preeklampsia berat.
6. Gangguan penglihatan
mulai dari visus yang menurun sampai dengan kebutaan
2.2.5 Penatalaksanaan
1. Preeklampsia ringan6
a. Rawat jalan
Banyak istirahat (berbaring / tidur miring)
Diet cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam
8
Sedativa ringan yaitu phenobarbital tab 3 x 30 mg po selama 7 hari
atau diazepam tab 3 x 2 mg po selama 7 hari
Roborantia
Kunjungan ulang setiap 1 minggu
b. Rawat inap
Kehamilan preterm (<37 minggu)
Jika tekanan darah mencapai normal selama perawatan,
persalinan ditunggu sampai aterm
Jika tekanan darah menurun tapi belum normal selama
perawatan, kehamilan dapat diakhiri pada umur kehamilan > 37
minggu
Kehamilan aterm (>37 minggu)
Persalinan ditunggu spontan atau dipertimbangkan untuk
melakukan induksi persalinan pada taksiran tanggal persalinan
Cara persalinan
Bila penderita belum inpartu maka lakukan induksi persalinan
dengan amniotomi, drip oksitosin, kateter foley.
Seksi sesaria bila syarat oksitosin drip tak terpenuhi atau
adanya kontra indikasi untuk drip oksitosin.
2. Preeklampsia berat6
Rawat segera, tentukan jenis perawatan / tindakan yaitu :
A. aktif berarti kehamilan segera diterminasi bersamaan dengan
pemberian pengobatan medisinal
B. konservatif berarti kehamilan tetap dipertahankan bersamaan
dengan pemberian pengobatan medisinal
Perawatan aktif
a) Indikasi
Indikasi perawatan aktif adalah bila didapatkan salah satu atau lebih
keadaan di bawah ini:
9
I. Ibu:
1. kehamilan > 37 minggu
2. adanya tanda / gejala impending eklampsia
3. kegagalan terapi pada perawatan konservatif :
dalam waktu setelah 6 jam sejak dimulainya pengobatan
medisinal terjadinya kenaikan tekanan darah
setelah 24 jam sejak dimulainya perawatan medisinal, gejala
status quo (tidak ada perbaikan)
II. Janin:
adanya tanda fetal distress
adanya tanda IUGR
III. Laboratorik :
Ditemukan peningkatan enzim hati dan trombositopenia yang merupakan
bagian dari sindrom HELLP .
b) Pengobatan Medisinal
1. Segera masuk rumah sakit
2. Tirah baring miring ke satu sisi (kiri)
3. Infus dekstrose 5 % yang tiap 1 liternya diselingi dengan larutan
ringer laktat 500 cc ( 60-125 cc/jam atau 4 jam / kolf )
4. Diet: cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam
5. Pemberian obat anti kejang : MgSO4
Cara pemberian2 :
a. Loading dose
4 gram MgSO4 40% dalam cairan 100 cc intravena dan diberikan dalam
15-20 menit.
b. Maintenance dose
Mulai infus rumatan dengan dosis 2 gram / jam dalam 100 cc
cairan intravena.
10
Ukur kadar magnesium sulfat pada 4-6 jam setelahnya dan
sesuaikan kecepatan infus untuk mempertahankan kadar anara 4
dan 7 mEq/l (4,8-8,4 mg/dl)
Magnesium sulfat dihentikan 24 jam setelah bayi lahir.
c. Syarat-syarat pemberian MgSO4
Harus tersedia antidotum MgSO4 yaitu kalsium glukonas 10 % (1
gram dalam 10cc) diberikan i.v 3 menit (dalam keadaan siap pakai)
Refleks patella (+) kuat
Frekuensi pernafasan > 16 kali per menit
Produksi urine > 100 cc dalam 4 jam sebelumnya (0,5 cc/kg bb/jam)
d. Sulfas magnesikus dihentikan bila:
Ada tanda-tanda intoksikasi
Setelah 24 jam pasca persalinan
Dalam 6 jam pasca persalinan sudah terjadi perbaikan (normotensif)
e. Jika MgSO4 tidak tersedia dapat diberikan diazepam dengan resiko
terjadimya depresi pernafasan neonatal. Pemberian terus menerus secara
intravena dapat meningkatkan resiko depresi pernafasan dan persalinan
prematur. Dosis awal diazepam 10 mg i.v pelan-pelan selama 2 menit
dilanjutkan dosis maintenance 40 mg dalam 500 cc RL.
c) Pengobatan Obstetrik
Cara terminasi kehamilan adalah sbb :
Induksi persalinan :
amniotomi dan oksitosin drip dengan syarat skor Bishop > 5
Seksio sesaria bila :
1. Syarat oksitosin drip tidak dipenuhi atau adanya kontra indikasi
oksitosin drip, skor bishop < 5
2. Belum masuk fase aktif sejak 12 jam dimulai oksitosin drip
3. Jika dalam 24 jam pembukaan tidak lengkap atau kala II.
Pada primigravida lebih diarahkan untuk dilakukan terminasi dengan
seksio sesaria.
11
Pengelolaan konservatif
a. Indikasi
Kehamilan preterm (<37 minggu) tanpa disertai tanda-tanda impending
eklampsia dengan keadaan janin baik.
b. Pengobatan medisinal
Sama dengan perawatan medisinal pada pengelolaan secara aktif.
c. Pengobatan obstetrik:
Selama perawatan konservatif, observasi dan evaluasi sama seperti
perawatan aktif hanya disini tidak ada terminasi
MgSO4 dihentikan bila ibu sudah mencapai tanda-tanda preeklampsia
ringan, selambat-lambatnya dalam waktu 24 jam.
Bila setelah 24 jam tidak ada perbaikan maka keadaan ini dianggap
sebagai kegagalan pengobatan medisinal dan harus diterminasi.
Perawatan Rumah Sakit.
1. Preeklampsia ringan :
Kriteria preeklampsia ringan untuk dirawat di rumah sakit
a. Setelah 2 minggu pengobatan rawat jalan, tidak menunjukkan
adanya perbaikan dari gejala-gejala preeklampsia
b. Kenaikan berat badan ibu : > 1 kg/minggu, selama 2 (dua) kali
berturut-turut
c. Timbul salah satu atau lebih gejala / tanda-tanda preeklampsia
berat
2. Preeklampsia berat dan eklampsia.6
2.2.6 Komplikasi Preeklampsia
Komplikasi yang terberat ialah kematian ibu dan janin. Usaha utama ialah
melahirkan bayi hidup dari ibu yang menderita pre-eklampsia dan eklampsia.
Komplikasi yang tersebut di bawah ini biasanya terjadi pada pre-eklampsia berat
dan eklampsia.
12
1. Solusio plasenta. Komplikasi ini biasanya terjadi pada ibu yang menderita
hipertensi akut dan lebih sering terjadi pada pre-eklampsia. Di Rumah Sakit
Dr. Cipto Mangunkusumo 15,5% sulusio plasenta disertai pre-eklampsia.
2. Hipofibrinogenemia. Pada pre-eklampsia berat Zuspan (1978) menemukan
23% hipofibrinogenemia, maka dari itu penulis menganjurkan pemeriksaan
kadar fibrinogen secara berkala.
3. Hemolisis. Penderita dengan pre-eklampsia berat kadang-kadang
menunjukkan gejala klinik hemolisis yang dikenal karena ikterus. Belum
diketahui dengan pasti apakah ini merupakan kerusakan sel-sel hati atau
destruksi sel darah merah. Nekrosis periportal hati yang sering ditemukan
pada autopsi penderita eklampsia dapat menerangkan ikterus tersebut.
4. Perdarahan otak. Komplikasi ini merupakan penyebab utama kematian
maternal penderita eklampsia.
5. Kelainan mata. Kehilangan penglihatan untuk sementara, yang berlangsung
sampai seminggu, dapat terjadi. Perdarahan kadang-kadang terjadi pada retina;
hal ini merupakan tanda gawat akan terjadinya apopleksia serebri.
6. Edema paru-paru. Zuspan (1978) menemukan hanya satu penderita dari 69
kasus eklampsia, hal ini disebabkan karena payah jantung.
7. Nekrosis hati. Nekrosis periportal hati pada pre-eklampsia-eklampsia
merupakan akibat vasopasmus arteriol umum. Kelainan ini diduga khas untuk
eklampsia, tetapi ternyata juga ditemukan pada penyakit lain. Kerusakan sel-
sel hati dapat diketahui dengan pemeriksaan faal hati, terutama penentuan
enzim-enzimnya.
8. Sindroma HELLP. Yaitu haemolysis, elevated liver enzymes, dan low platelet.
9. Kelainan ginjal. Kelainan ini berupa endoteliosis glomerulus yaitu
pembengkakan sitoplasma sel endotelial tubulus ginjal tanpa kelainan struktur
lainnya. Kelainan lain yang dapat timbul ialah anuria sampai gagal ginjal.
13
2.3 Sindrom HELLP
2.3.1 Definisi
Sindroma HELLP adalah kelainan multisistem yang merupakan komplikasi
kehamilan dengan pemeriksaan laboratorium menandakan hemolisis, disfungsi
hepatik, dan trombositopenia. Kelainan ini pertama kali dijelaskan oleh Weinstein
pada tahun 1982, dan kemudian disebut sindroma HELLP yang merupakan
akronim dari Hemolysis (H), Elevated Liver Enzyme (EL), Low Platelets (LP).1
Sindroma HELLP paling sering berhubungan dengan preeklampsia berat
atau eklampsia, namun juga bisa didiagnosis tanpa diawali kelainan-kelainan
tersebut. Kelainan ini dapat berupa murni komplikasi preeklampsia berat atau
merupakan fenomena sekunder pada pasien dengan Adult Respiratory Distress
Syndrome (ARDS), gagal ginjal, dan kerusakan organ multipel dengan DIC.1
2.3.2 Epidemiologi
Sindroma HELLP terjadi pada kira-kira 0,5 - 0,9% dari semua kehamilan dan 10
sampai 20% pada kasus dengan preeklampsia berat. Sekitar 70% kasus sindrom
HELLP terjadi sebelum persalinan dengan frekuensi tertinggi pada usia kehamilan
27-37 minggu; 10% terjadi sebelum usia kehamilan 27 minggu, dan 20% setelah
37 minggu.1
2.3.3 Faktor Risiko
Faktor risiko sindroma HELLP berbeda dengan preeklampsia. Pasien sindrom
HELLP secara bermakna lebih tua (rata- rata umur 25 tahun) dibandingkan pasien
preeklampsia-eklampsia tanpa sindrom HELLP (rata-rata umur 19 tahun). Insiden
sindrom ini juga lebih tinggi pada populasi kulit putih dan multipara, Sindom ini
biasanya muncul pada trimester ketiga.1
2.3.4 Patogenesis
Penyebab sindrom HELLP secara pasti belum diketahui, sindrom ini
menyebabkan terjadinya kerusakan endotelial mikrovaskuler dan aktivasi platelet
intravaskuler. Aktivasi platelet akan menyebabkan pelepasan tromboksan A dan
14
serotonin, dan menyebabkan terjadinya vasospasme, aglutinasi, agregasi platelet,
serta kerusakan endotelial lebih lanjut. Kaskade ini hanya bisa dihentikan dengan
terminasi kehamilan. Sel-sel darah merah yang mengalami hemolisis akan keluar
dari pembuluh darah yang telah rusak, membentuk timbunan fibrin. Adanya
timbunan fibrin di sinusoid akan mengakibatkan hambatan aliran darah hepar,
akibatnya enzim hepar akan meningkat. Proses ini terjadi di hati, dan
menyebabkan terjadinya iskemia yang mengarah kepada nekrosis periportal dan
akhirnya mempengaruhi organ lainnya.2
Beberapa kondisi yang diduga sebagai penyebab terjadinya eklampsia dan pre
eklampsia salah satunya adanya peningkatan sintesis bahan vasokonstriktor dan
sintesis bahan vasodilator yang menurun yang mengakibatkan terjadinya
kerusakan endotel yang luas. Penyebab lain eklampsia diduga terjadi akibat
iskemia plasenta, hubungan antara lipoprotein dengan densitas yang rendah
dengan pencegahan keracunan, perubahan sistem imun, dan perubahan genetik.2
2.3.5 Gejala Klinis
Gejala klinis yang sering dijumpai adalah nyeri abdomen kuadran atas atau
epigastrium, mual, muntah, dan malaise. Nyeri epigastrium dapat bersifat
fluktuatif- nyeri kolik. Pada 30-60% wanita merasakan nyeri kepala, dan 20%
wanita merasakan gangguan visual. Pada penderita sindrom HELLP parsial
gejala tersebut dirasakan lebih ringan. Gejala-gejala tersebut biasanya berlangsung
terus menerus, dan intensitasnya dapat berubah dengan cepat. Karakteristik
sindrom HELLP adalah terjadi pada malam hari dan membaik pada siang hari.
Wanita dengan sindrom HELLP parsial mempunyai gejala lebih ringan dan lebih
rendah risikonya terkena komplikasi dibandingkan sindrom HELLP total.7
2.3.6 Diagnosis
Berdasarkan Tennessee Classification System, Sibai menjelaskan kriteria sindrom
HELLP total seperti yang terlihat di tabel.1. Hemolisis intravaskuler didiagnosis
dengan ditemukannya sel-sel abnormal pada apusan darah tepi, peningkatan
bilirubin serum (≥ 20,5 μmol/L atau ≥ 1,2 mg/ 100 mL) dan peningkatan LDH (>
15
600 U/L). 7
Berdasarkan sistem penggolongan Mississippi, klasifikasi sindrom HELLP
didasarkan pada jumlah trombosit terendah sepanjang perjalanan penyakit. Kelas
1 dan kelas 2 berhubungan dengan hemolisis (LDH > 600 U/L) dan peningkatan
AST (> 70 U/L), sedangkan kelas 3 hanya berdasarkan LDH > 600 U/L dan AST
> 40U/L dengan jumlah trombosit tertentu. Sindrom HELLP kelas 3 berhubungan
dengan tingginya risiko perburukan kondisi pasien.7
Tabel 1. Klasifikasi Sindrom HELLP7
Klasifikasi Mississippi Klasifikasi Tennessee
Kelas 1
Platelet <50.000
AST atau ALT >70 IU/L
LDH >600 IU/L
Kelas 2
Platelet 50.000 -100.000
AST atau ALT >70 IU/L
LDH > 600 IU/L
Kelas 3
Platelet 100.000 – 150.000
AST atau ALT > 40 IU/L
LDH > 600 IU/L
Komplit
Platelet < 100.000
AST > 70IU/L
LDH >600 IU/L
Parsial/ inkomplit
Preeklampsia berat dengan salah
satu gejala elevasi liver enzim,
hemolisis, atau low platelet.
2.3.7 Penatalaksanaan
Secara umum terdapat tiga faktor utama dalam tatalaksana pasien sindrom HELLP,
yaitu; 1
1. Segera terminasi kehamilan bila usia gestasi 34 minggu atau lebih.
2. Terminasi dilakukan setelah evaluasi , stabilisasi kondisi maternal, dan
pemberian kortikosteroid setelah 48 jam.
16
3. Tatalaksana konservatif lebih dari 48-72 jam dapat dilakukan pada pasien
dengan usia gestasi < 27 minggu. Pada situasi ini kortikosteroid adalah
regimen yang sering digunakan .
Pasien sindrom HELLP harus dirujuk ke pusat pelayanan kesehatan tersier dan pada
penanganan awal harus diterapi sama seperti pasien preeklampsia. Prioritas pertama
adalah menilai dan menstabilkan kondisi ibu, khususnya kelainan pembekuan darah.7
Pasien sindrom HELLP harus diterapi profilaksis MgSO4 untuk mencegah kejang,
baik dengan atau tanpa hipertensi. Bolus 4 gr MgSO 20% sebagai dosis awal, diikuti
dengan infus 2 g/jam. Pemberian infus ini harus dititrasi sesuai produksi urin dan
diobservasi terhadap tanda dan gejala keracunan MgSO4 Jika terjadi keracunan,
berikan 10-20 ml kalsium glukonat 10% iv.1,7
Terapi anti hipertensi dimulai jika tekanan darah menetap > 160/110 mmHg di
samping penggunaan MgSO4. Tujuannya mempertahankan tekanan darah diastolik 90
-100 mmHg. Hal ini berguna menurunkan risiko perdarahan otak, solusio plasenta
dan kejang pada ibu. Anti hipertensi yang sering digunakan adalah hydralazine iv
dalam dosis kecil 2,5-5 mg (dosis awal 5 mg) tiap 15-20 menit sampai tekanan darah
yang diinginkan tercapai. Labetalol, Normodyne dan nifedipin juga digunakan dan
memberikan hasil baik. Karena efek potensiasi, harus hati-hati bila nifedipin dan
MgSO4 diberikan bersamaan. Diuretik dapat mengganggu perfusi plasenta sehingga
tidak dapat digunakan.7
Mengikuti terapi medikamentosa preeklampsia dan eklampsia dengan melakukan
monitoring kadar trombosit tiap 12 jam. Bila trombosit < 50.000/ml atau adanya
koagulopati konsumtif, maka harus diperiksa waktu protrombin, waktu
tromboplastin parsial, dan fibrinogen. Deksametason adalah kortikosteroid pilihan
utama. Jika didapatkan kadar trombosit < 100.000/ml atau trombosit 100.000 –
150.000/ml dengan disertai tanda-tanda eklampsia, hipertensi berat, nyeri
epigastrium, maka diberikan dexametasone 12 mg i.v tiap 12 jam. Terapi
kortikosteroid dihentikan jika gejala nyeri kepala, mual, muntah, dan nyeri
epigastrium hilang dengan tekanan darah stabil <160/110 mmHg tanpa terapi anti
17
hipertensi akut serta produksi urine sudah stabil yaitu >50 ml/jam.3. Dapat
dipertimbangkan pemberian transfusi trombosit, bila kadar trombosit < 50.000/ml
dan antioksidan.2,7
Tahap selanjutnya mengevaluasi kesejahteraan bayi dengan menggunakan non
stress test, dan biometri USG untuk menilai pertumbuhan janin terhambat.
Terakhir, harus diputuskan apakah perlu segera mengakhiri kehamilan. Beberapa
penulis menganggap sindrom ini merupakan indikasi untuk segera mengakhiri
kehamilan dengan seksio sesarea, namun yang lain merekomendasikan
pendekatan lebih konservatif untuk memperpanjang kehamilan pada kasus janin
masih immatur. Beberapa bentuk terapi sindrom HELLP yang diuraikan dalam
literatur sebagian besar mirip dengan penanganan preeklampsi berat.3
Sikap Pengelolaan Obstetrik
Sikap terhadap kehamilan pada sindroma HELLP ialah aktif, yaitu diakhiri
(terminasi) tanpa memandang umur kehamilan. Persalinan dapat dilakukan
pervaginam atau perabdominam.2
Jika sindrom ini timbul pada saat atau lebih dari umur kehamilan 35 minggu, atau
jika ada bukti bahwa paru janin sudah matur, atau janin dan ibu dalam kondisi
berbahaya, maka terapi definitif ialah mengakhiri kehamilan. Jika tanpa bukti
laboratorium adanya DIC dan paru janin belum matur, dapat diberikan 2 dosis
steroid untuk akselerasi pematangan paru janin, dan kehamilan diakhiri 48 jam
kemudian. Namun kondisi ibu dan janin harus dipantau secara kontinu selama
periode ini.3
Sindrom ini bukan indikasi seksio sesarea, kecuali jika ada hal yang mengganngu
kesehatan ibu dan janin. Pasien tanpa kontraindikasi obstetri harus diizinkan partus
pervaginam. Sebaliknya, pada semua pasien dengan umur kehamilan > 32 minggu
persalinan dapat dimulai dengan infus oksitosin seperti induksi, sedangkan untuk
pasien < 32 minggu serviks harus memenuhi syarat untuk induksi. Pada pasien
dengan serviks belum matang dan umur kehamilan < 32 minggu, seksio sesarea
18
elektif merupakan cara terbaik.7
Pengelolaan Postpartum Sindrom HELLP
Sindrom HELLP dapat terjadi hingga 7 hari post partum, namun biasanya terjadi
hingga 48 jam postpartum. Pengelolaan pasien post partum dengan antepartum
tidak memiliki perbedaan. Dengan terapi supportif yang baik pasien keadaan
pasien dapat membaik seutuhnya. Hal penting yang harus dilakukan adalah
monitor balance cairan, koreksi laboratorium abnormal, dan pemasangan pulse
oximetri. Profilaksis kejang dapat diberikan MgSO4 dosis maintenance hingga
24-48 jam post partum. Beberapa ahli melanjutkan terapi kortikosteroid hingga
24-48 jam post partum. Wanita dengan sindrom HELLP postpartum memiliki
peningkatan risiko gagal ginjal dan edema paru secara signifikan dibandingkan
dengan dengan onset antenatal. Pemberian kortikosteroid dapat mempercepat
pemulihan.7
Wanita dengan sindrom HELLP yang menunjukkan peningkatan bilirubin atau
kreatinin yang progresif lebih dari 72 jam setelah melahirkan dapat diberikan
terapi berupa transfusi tukar plasma dengan fresh frozen plasma. Pada kasus
hemolisis yang terus-menerus, trombositopenia yang persisten dan
hipoproteinemia, substitusi eritrosit dan trombosit post partum serta suplementasi
albumin merupakan rejimen pengobatan standar.1,7
2.3.8 Komplikasi
Komplikasi terhadap ibu
Angka kematian ibu dengan sindrom HELLP mencapai 1,1%; 1-25%
berkomplikasi serius seperti DIC, solusio plasenta, adult respiratory distress
syndrome, kegagalan hepatorenal, udem paru, hematom subkapsular, dan rupture
hati.1,7
Pasien dengan sindrom HELLP memiliki resiko preeklampsia 20% pada
19
kehamilan berikutnya, terutama pada sindrom HELLP yang terjadi pada trimester
kedua. Insiden rekurensi sindrom HELLP pada kehamilan berikutnya <5%.7
Komplikasi terhadap bayi
Angka kematian bayi berkisar 10-60%, disebabkan oleh solusio plasenta, hipoksi
intrauterin, dan prematur. Pengaruh sindrom HELLP pada janin berupa
pertumbuhan janin terhambat (IUGR) sebanyak 30% dan sindrom gangguan
pernafasan (RDS).1,7
Tabel 2. Komplikasi maternal akibat sindrom HELLP7
Komplikasi Insidensi (%)
1. DIC
2. Solusio Plasenta
3. Infeksi
4. Edema Paru
5. Efusi Pleura
6. Gagal ginjal akut
7. Hematom subkapsular
8. Edema laring
9. Ablasio retina, pendarahan vitreus
10. Kematian
15
10-15
14
8
6-10
3
2
1-2
1
1
20
BAB 3
K A S U S
Identitas Pasien
Nama : Leni Marlina Nama suami : Pardi
Umur : 40 tahun Umur : 42 tahun
Pendidikan : SMP Pendidikan : SLTA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Pekerjaan : Swasta
Alamat : Sungai Akar
No. MR : 10 26 76
ANAMNESIS
Keluhan Utama
Seorang pasien wanita umur 40 tahun masuk KB RSUD Indrasari Rengat tanggal
3 Mei 2014 jam 22.00 WIB kiriman klinik dokter umum dengan diagnosa :
G4P3A0H3 Gravid Aterm (38-39 mg) janin tunggal hidup presentasi kepala +
Hipertensi Gestasional + Gastritis
Riwayat Penyakit Sekarang
- Pasien mengeluhkan nyeri pada perut, terutama dirasakan pada ulu
hati
- Dada terasa sesak
- Nyeri pinggang menjalar keari-ari ( - ).
- Keluar lendir campur darah dari kemaluan ( - ).
- Keluar air-air banyak dari kemaluan ( - ).
- Keluar darah banyak dari kemaluan ( - ).
- Tidak haid sejak + 9 bulan yang lalu
- HPHT : 8 - 08 - 2013 TP : 15 - 05 - 2014
- Gerak anak dirasakan sejak 5 bulan yang lalu
21
- 1 minggu yang lalu telah USG ke dokter Sp.OG , disebutkan saat itu usia
kehamilan 8 ½ bulan dan berat janin 2500 gram.
- Riwayat hamil muda : mual (+), muntah (-), pendarahan (-)
- Prenatal care : ke bidan
- Riwayat hamil tua : mual (-), muntah (-), pendarahan (-)
- Kedua tungkai bengkak sejak 2 minggu yang lalu
- Keluhan sakit belakang kepala ( + ), nyeri ulu hati ( + ),
pandangan kabur ( - ), kejang ( - ).
- Riwayat menstruasi : Menarche 13 th, siklus teratur 1 x 28 hari, lama 5 – 6
hari, banyaknya 2 – 3 x ganti duk/hari, nyeri haid (-).
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat pasien menderita hipertensi, jantung, paru, hati, ginjal dan diabetes tidak
diketahui oleh pasien .
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga yang menderita penyakit keturunan, menular, dan kejiwaan.
Riwayat Perkawinan : 1 x 1994
Riwayat Kehamilan / Abortus / Persalinan : 3 / 0 / 2
1. Th.1995, laki-laki, 3500 gram, aterm, spontan, bidan, hidup
2. Th.1998, perempuan, 3500 gram, aterm, spontan, bidan, hidup
3. Th.2004, perempuan, 3500 gram, aterm, spontan, bidan, hidup
4. Sekarang.
Riwayat kontrasepsi : tidak diketahui
Riwayat imunisasi : tidak diketahui
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Sedang
Kesadaran : Kompos mentis kooperatif
22
Tekanan darah : 200 / 130 mmHg
Nadi : 88x / menit
Pernafasan : 22x / menit
Suhu : 36,5C
Proteinuria : tidak ada data
Status Generalis
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera ikterik
Leher : JVP 5 – 2 cmH2O, Kelenjar Tiroid tidak membesar
Thorak : Jantung dan Paru dalam batas normal.
Abdomen : Status obstetrikus
Genitalia : Status obstetrikus
Ekstremitas : Edema +/+, Reflek fisiologis +/+, Reflek patologis -/-
Ptekie (+) pada kedua tungkai bawah
Status Obstretikus
Muka : Kloasma gravidarum (+)
Mamae : Membesar, A/P hiperpigmentasi.
Abdomen :
Inspeksi : Perut tampak membuncit sesuai usia kehamilan aterm
L / M hiperpigmentasi, striae gravidarum (+), sikatrix (-)
Palpasi : LI : FUT teraba 3 jari dibawah Proc.Xypoideus
Teraba massa besar, lunak, noduler
LII : Teraba tahanan terbesar dikiri
bagian-bagian kecil janin dikanan
LIII : Teraba massa bulat, keras, floating
LIV : Bagian terbawah janin belum masuk PAP
His : ( - )
Auskultasi : BJA : 135 x permenit, teratur
Genitalia
Inspeksi : V/U tenang
23
VT : tidak dilakukan
Diagnosis :
G4P3A0H3 Gravid Aterm (38-39 mg) janin tunggal hidup presentasi kepala +
Preeklampsia Berat
Terapi : Advis dr. Bagus Sp.OG
02 2-3 liter per menit
Injeksi MgSO4 4 gram + Aquadest 10 cc : iv pelan
IVFD RL + MgSO4 1 Fls : 25 tetes permenit
Nifedipin tablet 3x 10 mg
Pasang kateter: monitor balance cairan
Cek EKG
Rencana : Stabilisasi 4 jam, bila stabil selanjutnya terminasi kehamilan (IVFD
RL+ induksin 5 iu : 10 tetes per menit); infus 2 jalur.
FOLLOW UP
Tgl 5 Mei 2014
Anamnesa
Sakit kepala (+), nyeri ulu hati (+), dada terasa sesak
Gerak anak (+), BAK terpasang kateter
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Sedang
Kesadaran : Komposmentis
Tekanan darah : 180 /100 mmHg
Nadi : 88x/menit
Pernafasan : 24x/menit
Suhu : 36,5
His : (-)
24
BJA : 135 x per menit, teratur
Ekstermitas : edema +/+, Rf +/+, Rp -/-, ptekie (+) dikedua
tungkai kaki
Tangan kanan : Terpasang ivfd RL + oksitosin
Genitalia
I : V/U tenang
terpasang kateter, urin lancar, warna kuning pekat
Produksi urin 500 cc / 6 jam
Hasil laboratorium :
Hb : 13,8 gr/dL
Leukosit : 9170/mm3
Trombosit : 38.000/mm3
Ht : 39,8 %
CT/BT : 3 mnt 55 detik / 4 mnt 45 dtk
GDR : 88,43 mg/dL
ureum : 43,26 mg/dL
Kreatinin : 1,2 mg/dL
ALT/AST : 114,2 U/L / 332,1 U/L
Diagnosa :
G4P3A0H3 Gravid Aterm (38-39 minggu) janin tunggal hidup presentasi kepala +
Preeklampsia Berat + HELLP Syndrome + gagal drip oksitosin
Rencana : Rujuk ke RSUD Arifin Ahmad Pekanbaru
25
DISKUSI
Telah dirawat seorang pasien perempuan usia 40 tahun, datang ke IGD RSUD
Indrasari rengat pada tanggal 3 Mei 2014. Pasien merupakan rujukan dari klinik
dokter umum dengan diagnosis G4P3A0H3 gravid aterm 38-39 minggu +
Hipertensi Gestasional + Gastritis. Pasien datang dengan keluhan utama nyeri
perut bagian atas dan mengeluhkan dada terasa sesak, dan nyeri pada kepala
bagian belakang, dari anamnesis tidak didapatkan tanda inpartu dan pendaran
pervaginam.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 200/130 mmHg, dimana dengan
ini pasien dapat diarahkan kepada keluhan hipertensi dalam kehamilan.
Diperlukan pemeriksaan protein urin untuk menegakkan diagnosis pada pasien.
Selain itu, pada mata ditemukan adanya ikterik pada sklera, pada ekstremitas juga
ditemukan adanya edema pada kedua tungkai dan terdapat ptekie pada kedua
tungkai. Dari kumpulan ini kita dapat mencurigai adanya komplikasi yang terjadi
pada pasien, dalam hal ini lebih mengarah pada sindroma HELLP, yakni
Hemolysis (H) yang ditandai dengan adanya ikterik, Elevated Liver Enzyme (EL)
perlu pemeriksaan labor, Low Platelets (LP) yang ditandai dengan adanya ptekie
pada kedua tungkai pasien.
Pada pemeriksaan laboratorium darah ditemukan adanya nilai trombosit yang
rendah (Plt: 38.000/mm3), peningkatan enzim hati (ALT/AST: 114,2 U/L / 332,1
U/L), pemeriksaan CT/BT: 3 mnt 55 detik / 4 mnt 45 dtk. Dengan hasil
pemeriksaan ini, maka lengkaplah trias sindrom HELLP sehingga pasien ini dapat
dikategorikan sebagai sindrom HELLP komplit. Hal ini merupakan suatu kondisi
yang serius dengan berbagai komplikasi yang dapat mengancam keselamatan ibu
dan janin.
26
Dengan usia kehamilan pasien 38-39 minggu, maka penatalaksanaan obstetri yang
tepat adalah dengan terminasi kehamilan, dengan lebih dahulu menstabilkan
keadaan pasien dengan regimen MgSO4, pemberian anti hipertensi dan
kortikosteroid dalam 48 jam. Namun demikian, nilai trombosit pasien yang rendah
(kelas 1 pada klasifikasi Mississippi) membutuhkan tranfusi trombosit.
Keterbatasan di RSUD tidak dapat melakukan tranfusi trombosit sehingga pasien
harus di rujuk ke RSUD Arifin Ahmad Pekanbaru.
27
DAFTAR PUSTAKA
1. Haram, Kjell, Einar Svender, Ulrich Abildgaard. The HELLP syndrome: Clinical
tissue and management. A review. 2009.BMC Pregnancy and Chilbirth.
2. Cuningham FG, et al. Hipertensi Dalam Kehamilan. Obstetri Williams. Edisi
21. Alih bahasa: Suyono J, Handoko A. 2006. Jakarta.: EGC.
3. Winknjosastro, H. Preeklampsia dan Eklampsia. Ilmu Kebidanan Edisi 3.
1994. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo.
4. Rustam, M. Toksemia Gravidarum. Sinopsis Obstetri. Edisi 2 jilid I. Editor:
Lutan D. 1998. Jakarta: EGC.
5. Biswas, MK. Craigo, DS. Hypertensive States of Pregnancy. A Lange Medical
Book Current Obstetric and Gynaecologic. Diagnosis and Treatment. 8th ed.
1994. USA: Apleton and Lange.
6. PB-POGI. Gestosis. Standar Pelayanan Medik Obstetri dan Ginekologi Bagian
I.1991.Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
7. Hermant, K. Supathy. Sapathy, Chabi. Donald, Frey. Review Article : Hellp
Syndrome. 2009. The Journal of Obstetrics and Gynecology of India.
28