bab 1 isk
TRANSCRIPT
1
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bertambahnya jumlah populasi di dunia, memungkinkan peningkatan berbagai
macam kondisi dan keadaan serta tindakan yang menyebabkan banyak penyakit
berkembang akibat perubahan gaya hidup, kebiasaan, dan pemahaman terkait
kesehatan. Adanya perubahan tersebut mengakibatkan semua orang menjadi
rentan terhadap penyakit. Khususnya pada individu dengan keadaan khusus,
seperti ibu hamil dan penderita penyakit bawaan. Hal itu, tentunya mempengaruhi
pada semua sistem yang ada di dalam tubuh individu tersebut. Salah satu penyakit
yang dapat timbul yaitu infeksi saluran kemih (ISK). Dengan adanya peningkatan
jumlah populasi khususnya di Indonesia, seperti yang dipaparkan diatas. Sehingga
penulis ingin memberikan sedikit gambaran terkait ISK. Pada umumnya ISK atau
infeksi saluran kemih ini banyak terjadi pada wanita, hal itu kemungkinan besar
dikarenakan uretra wanita lebih pendek sehingga mikroorganisme dari luar lebih
mudah mencapai kandung kemih dan juga letaknya dekat dengan daerah perianal
dan vagina.
Infeksi Saluran Kemih (ISK) juga menjadi suatu komplikasi pada saat masa
nifas hal itu dikarenakan berbagai faktor penyebab baik langsung ataupun tidak
langsung pada ibu nifas. Saluran kencing yang pendek pada perempuan dan
kebersihan daerah sekitar kelamin luar yang menjadi bagian yang sulit dipantau
pada perempuan hamil akan mempermudah ISK. ISK postpartum adalah infeksi
bakteri pada traktus urinarius, terjadi sesudah melahirkan, ditandai kenaikan suhu
sampai 38 derajat celcius atau lebih selama 2 hari dalam 10 hari pertama pasca
persalinan, dengan mengecualikan 24 jam pertama. Keperawatan memiliki peran
penting dalam memberikan pelayanannya terhadap klien yang menderita ISK,
sehingga perlu pemahaman yang baik tentang konsep ISK pada klien serta asuhan
keperawatan yang dapat diberikan pada klien yang menderita ISK dengan harapan
perawat dapat menjalankan perannya dalam memberikan asuhan dengan baik dan
benar.
2
1.2 Tujuan
Berdasarkan latar belakang diatas, tujuan dari penulisan makalah dengan
pembahasan mengenai Infeksi Sauran Kemih pada Klien Post Partum ini adalah
sebagai berikut.
1. Mengetahui anatomi dan fisiologi sistem reproduksi;
2. Mengetahui definisi dari infeksi saluran kemih pada klien post partum;
3. Mengetahui epidemiologi terjadinya infeksi saluran kemih pada klien post
partum;
4. Mengetahui etiologi terjadinya infeksi saluran kemih pada klien post
partum;
5. Mengetahui tanda dan gejala infeksi saluran kemih pada klien post partum;
6. Mengetahui patofisiologi infeksi saluran kemih pada klien post partum;
7. Mengetahui komplikasi dan prognosis dari infeksi saluran kemih pada
klien post partum;
8. Mengetahui cara pencegahan infeksi saluran kemih pada klien post
partum;
9. Mengetahui cara pengobatan dari infeksi saluran kemih pada klien post
partum;
10. Mengetahui asuhan keperawatan untuk pasien post partum dengan infeksi
saluran kemih
1.3 Manfaat
1.3.1 Bagi Pembaca
Memberikan pengetahuan dan informasi mengenai pemeliharaan
kesehatan manusia terutama pada wanita dengan komplikasi infeksi
saluran kemih saat postpartum sehingga dapat meningkatkan
pemeliharaan kesehatan. Serta dapat mengurangi angka kejadian ISK.
1.3.2 Bagi Penyusun
Memberikan informasi sekaligus pemahaman yang lebih terhadap
penyusun sehingga nantinya dapat menerapkan dalam praktik klinik
tentang konsep keperawatan mengenai infeksi saluran kemih
khususnya pada wanita postpartum.
3
BAB 2. PEMBAHASAN
2.1 Anatomi Fisiologi Sistem Reproduksi
Ginjal, ureter, kandung kemih, dan uretra membentuk sistem urinarius. Fungsi
utama ginjal adalah mengatur komposisi, elektrolit, dan asam basa cairan tubuh.
Setiap ginjal akan membentuk ureter. Ureter merupakan merupakan pipa panjang
yang terdiri dari otot polos dan berfungsi untuk menyalurkan urin ke kandung
kemih. Kandung kemih merupakan organ berongga di belakang os pubis yang
berfungsi untuk menampung urin sebelum dikeluarkan dari tubuh. Sedangkan
uretra adalah lubang yang berfungsi untuk mengeluarkan urin.
Pada saat proses kehamilan maka akan terjadi perubahan pada daerah sekitar
abdomen. Kehamilan merupakan proses alamiah tubuh ketika pembuahan terjadi.
Saat kehamilan akan terjadi pembesaran pada uterus sehingga lama kelamaan
akan terjadi penekanan pada organ disekitar abdomen. Seringkali terjadi gangguan
pada sistem perkemihan misalnya akan lebih sering buang air kecil. Pada bulan
pertama kehamilan kandung kemih tertekan oleh uterus yang mulai membesar
Pada minggu-minggu pertengahan kehamilan, frekuensi berkemih meningkat. Hal
ini umumnya timbul antara minggu ke- 16 sampai minggu ke- 24 kehamilan. Pada
akhir kehamilan, bila kepala janin mulai turun kandung kemih tertekan kembali
sehingga timbul sering kencing. Perubahan struktur ginjal merupakan akibat
aktifitas hormonal (estrogen dan progesteron), tekanan yang timbul akibat
pembesaran uterus, dan peningkatan volume darah.
Perubahan yang terjadi pada minggu ke-10 adalah dilatasi gestasi, pelvis
ginjal dan uretra. Kehamilan normal menimbulkan adanya perubahan fungsi ginjal
cukup banyak. Laju filtrasi glomerulus dan aliran plasma ginjal meningkat pada
awal kehamilan. Ginjal wanita harus mengakomodasi peningkatan metabolisme
dan sirkulasi darah pada wanita hamil. Selain itu tubuh juga harus mengekskresi
produk sampah janin.
Ginjal pada saat kehamilan sedikit bertambah besar, panjangnya bertambah 1-
1,5 cm. Ginjal berfungsi paling efisien saat wanita berbaring pada posisi
4
rekumbent lateral dan paling tidak efisien pada saat posisi telentang. Saat wanita
hamil berbaring telentang, berat uterus akan menekan vena kava dan aorta,
sehingga curah jantung menurun. Akibatnya tekanan darah ibu dan frekuensi
jantung janin menurun, begitu jg dengan volume darah ginjal.
2.2 Definisi
2.2.1 Definisi
Infeksi saluran kemih adalah infeksi yang terjadi pada saluran perkemihan,
dimana infeksi ini umumnya disebabkan oleh adanya mikroorganisme patogenik
dalam traktus urinarius, dengan atau tanpa gejala, (Smeltzer, 2002 ). Infeksi
Saluran Kemih (ISK) atau Urinarius Tractus Infection (UTI) adalah suatu
keadaan adanya invasi mikroorganisme pada saluran kemih (Tessy, 2001). Infeksi
Saluran Kemih (ISK) adalah suatu keadaan adanya infeksi bakteri pada saluran
kemih (Barbara, 1998).
Selain itu, Infeksi Saluran Kemih (ISK) dapat diartikan sebagai
ditemukannya bakteri pada urin di kandung kemih yang umumnya steril, (Kapita
Selekta, 2000). Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwasannya infeksi
saluran kemih ini banyak terjadi pada wanita dan juga wanita hamil. Infeksi
saluran kemih pada postpartum biasanya disebabkan oleh organisme gram
negative seperti Escherichia coli, yang menginvasi uretra dan kandung kemih
serta menyebabkan sistitis. Setelah melahirkan pasien wanita mengalami
penningkatan resiko untuk mengalami masalah saluran kemih karena akan terjadi
diuresis postpartum normal, penurunan sesitifitas kandung kemih, dan
kemungkinan terhambatnya kontrol persyarafan setelah anaestesia. Seorang
wanita post partum mungkin mengalami kesulitan berkemih karena trauma
jaringan, pembengkakan, dan nyeri perineal. Bahkan ketika ia mampu berkemih,
mungkin ia akan berkemih dalam jumlah yang sedkit dan dengan interval sering,
hal tersebut menandakan adanya retensi dengan aliran yang berlebihan. Bila urin
tertahan maka akan menjadi tempat pertumbuhan bakteri yang baik. Mungkin
terjadi sistitis dan pieolonefritis. (Manuaba dkk, 2007)
5
Sistitis dan pielonefritis merupakan salah satu jenis dari infeksi saluran
kemih. Sistitis adalah pembengkakkan kandung kemih, pada 73% sampai 90%
kasus bakteri penyebabnya adalah Eschericia coli. Sedangkan Pielonefritis adalah
inflamasi pelvic renalis yang biasanya disebabkan oleh infeksi. Pada sebagian
besar kasus, infeksi menjalar ke atas dari saluran kemih bagian bawah. Kedua
ginjal mungkin terkena. Bila tidak diobati, korteks renalis bisa mengalami
kerusakan dan fungsi ginjal terganggu. (Manuaba dkk, 2007)
2.2.2 Klasifikasi
Jenis Infeksi Saluran Kemih, antara lain:
1. Kandung kemih (sistitis)
2. uretra (uretritis)
3. prostat (prostatitis)
4. ginjal (pielonefritis, glomerulonefritis)
2.3 Epidemiologi
Dalam setiap tahun, 15% perempuan mengalami ISK. Kejadian ISK makin
sering terjadi pada masa kehamilan. Perubahan mekanis dan hormonal yang
terjadi pada kehamilan meningkatkan risiko keadaan yang membuat urin tertahan
di saluran kencing. Juga adanya peningkatan hormon progesterone pada
kehamilan akan menambah besar dan berat rahim serta mengakibatkan
pengenduran pada otot polos saluran kencing. Infeksi saluran kemih di Indonesia
insiden dan prevalensinya masih cukup tinggi, pada bumil/nifas 5-6%. Prevalensi
ISK di masyarakat makin meningkat seiring dengan meningkatnya usia. Pada usia
40 – 60 tahun mempunyai angka prevalensi 3,2 %. Sedangkan pada usia sama
atau diatas 65 tahun kira-kira mempunyai angka prevalensi ISK sebesar 20%.
Infeksi saluran kemih dapat mengenai baik laki-laki maupun wanita dari semua
umur baik anak-anak, remaja, dewasa maupun lanjut usia.
Sekitar 15% wanita, mengalami paling sedikit satu kali serangan akut inferksi
saluran kemih selama hidupnya. Sebagian besar infeksi tersebut adalah
6
asimtomatik, angka kejadiannya pada wanita hamil adalah 5%-6% dan meningkat
sampai 10% pada resiko tinggi.
Infeksi Saluran Kemih ini merupakan satu dari masalah yang paling umum
ditemui oleh tenaga kesehatan, terhitung 6 sampai 7 juta dari kunjungan klinik per
tahun. Mayoritas kasus didominasi oleh wanita. Satu dari setiap lima wanita di
Amerika Serikat mengalami ISK selama kehidupan merek, (Smeltzer, 2002).
2.4 Etiologi
2. 4.1 Penyebab umum
Jenis-jenis mikroorganisme yang menyebabkan ISK, antara lain:
1. Escherichia Coli
2. Pseudomonas, Proteus, Klebsiella
3. Enterobacter, staphylococcus epidemidis, enterococci, dan-lain-lain
4. Refluks uretrovesikal.
Selain mikroorganisme, ISK dapat pula disebabkan oleh virus, jamur,
maupun cacing namun frekuensinya kecil.
2.4.2 Penyebab pada ibu hamil
1. Sisa urin dalam kandung kemih yang meningkat akibat pengosongan
kandung kemih yang kurang efektif karena penekanan saat hamil
2. Mobilitas menurun
3. Nutrisi pada ibu hamil yang kurang baik
4. Penurunan sistem imunitas
5. Adanya hambatan pada aliran urin
2.5 Tanda dan Gejala
a. Tanda dan gejala ISK pada bagian bawah (sistitis):
1. Nyeri yang sering dan rasa panas ketika berkemih
2. Disuria
3. Peningkatan frekuensi berkemih
4. Urgensi
5. Spasme pada area kandung kemih dan suprapubis
7
6. Hematuria
7. Nyeri punggung dapat terjadi
b. Tanda dan gejala ISK bagian atas (pielonefritis)
1. Demam
2. Menggigil
3. Nyeri panggul, pinggang atau punggung bawah
4. Nyeri ketika berkemih
5. Malaise
6. Pusing
7. Mual dan muntah
8. Nyeri tekan pada sudut costovertebral
2.6 Patofisiologi
Infeksi Saluran Kemih disebabkan oleh adanya mikroorganisme patogenik
dalam traktus urinarius. Mikroorganisme ini masuk melalui : kontak langsung dari
tempat infeksi terdekat, hematogen, limfogen. Ada dua jalur utama terjadinya
ISK, asending dan hematogen. Secara asending yaitu:
1. masuknya mikroorganisme dalm kandung kemih, antara lain: faktor
anatomi dimana pada wanita memiliki uretra yang lebih pendek daripada
laki-laki sehingga insiden terjadinya ISK lebih tinggi, faktor tekanan urine
saat miksi, kontaminasi fekal, pemasangan alat ke dalam traktus urinarius
(pemeriksaan sistoskopik, pemakaian kateter), adanya dekubitus yang
terinfeksi.
2. Naiknya bakteri dari kandung kemih ke ginjal.
Sedangkan secara hematogen yaitu: sering terjadi pada pasien yang sistem
imunnya rendah sehingga mempermudah penyebaran infeksi secara hematogen
Ada beberapa hal yang mempengaruhi struktur dan fungsi ginjal sehingga
mempermudah penyebaran hematogen, yaitu: adanya bendungan total urine yang
mengakibatkan distensi kandung kemih, bendungan intrarenal akibat jaringan
parut, dan lain-lain.
8
Pada wanita, jalur yang biasa terjadi umumnya adalah mula-mula kuman dari
anal berkoloni di vulva, kemudian masuk ke kandung kemih melalui uretra yang
pendek secara spontan maupun mekanik. Pada ibu hamil terjadinya ISK ini bisa
dikarenakan adanya peningkatan frekuensi buang air kecil akibat tekanan dari
rahim pada kandung kemih sehingga meningkatkan resiko banyaknya kuman atau
bakteri yang mengenai vagina, (Kapita Selekta, 2000). Selain itu pada ibu hamil
yang telah melahirkan dapat terjadi ISK dikarenakan adanya kontak langsung
antara bakteri dengan vagina sehingga memungkinkan bakteri yang melekat pada
vagina naik ke kandung kemih melalui uretra bahkan sampai ginjal yang
kemudian dapat menyebabkan adanya infeksi saluran kemih atau bahkan infeksi
ginjal seperti pielonefritis.
2.7 Komplikasi dan Prognosis
2.6.1 Komplikasi
Beberapa komplikasi yang dapat timbul pada infeksi saluran kemih antara
lain:
a. Gagal ginjal
b. Sepsis
c. Kematian dini
2.6.2 Prognosis
Prognosis untuk kasus klien dengan infeksi saluran kemih bergantung pada
keadaan klien saat mendapatkan perawatan untuk pertama kali. Deteksi dini
sangat penting untuk kasus ISK karena infeksi yang tidak segera ditangani akan
mudah sekali menyebar ke bagian tubuh yang lain. Prognosis akan semakin baik
jika kasus ditemukan saat gejala masih ringan dan klien segera mendapatkan
perawatan, sebaliknya prognosis akan memburuk jika infeksi telah menyebar dan
sampai kebagian ginjal dan menyebabkan gagal ginjal. Prognosis juga baik bila
diatasi dengan pengobatan yang sesuai. Menurut derajatnya, septicemia
merupakan infeksi paling berat dengan mortalitas tinggi, diikuti peritonitis umum
dan piemia, (Kapita Selekta, 2000).
9
2.8 Pencegahan
Dalam Kapita Selekta (2000), pencegahan infeksi saluran kemih yang dapat
dilakukan yaitu:
1. Selama kehamilan bila pasien anemia, maka segera diperbaiki. Berikan
diet yang baik;
2. Selama persalinan, batasi masuknya kuman di jalan lahir. Jaga persalinan
agar tidak berlarut – larut;
3. Selesaikan persalinan dengan trauma sesedikit mungkin;
4. Cegah perdarahan banyak dan penularan penyakit dari petugas dalam
kamar bersalin;
5. Alat – alat yang digunakan dalam proses persalinan harus steril;
6. Selama nifas perhatikan dan lakukan personal hygiene (vulva hygiene)
pada daerah perlukaan jalan lahir;
7. Mempertahankan asupan nutrisi yang adekuat terutama untuk ibu hamil;
8. Menggunakan pakaian dalam dari bahan katun atau yang mudah menyerap
cairan.
2.9 Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan yaitu pembiakan getah vagina
sebelah atas dan pada infeksi yang berat dapat dilakukan dengan maksud yang
sama, dimana usaha ini bertujuan untuk mengetahui etiologi infeksi dan
menentukan antibiotik yang tepat, (Kapita Selekta, 2000). Selain itu dapat
dilakukan hitung koloni, dan kultur urin, (Smeltzer, 2002).
2.10Pengobatan/Penatalaksanaan
Pengobatan yang dilakukan yaitu dengan memberikan obat (antibiotik) dosis
tunggal selama lima hari. Kemudian dilakukan pemeriksaan urin porsi tengah
seminggu kemudian. Jika masih positif, maka dilakukan pemeriksaan lebih
lanjut, (Kapita Selekta, 2000).
10
BAB 3. PATHWAY
Kehamilan
Infeksi saluran kemih
Sisa urin dikandung kemih
Urin keluar tidak sempurna
Invasi kuman bakteri ke saluran kemih
Penekanan pada kandung kemih
Mikroorganisme berkembang biak
Ketidakmampuan pertahanan local terhadap infeksi
Pengosongan kandung kemih tidak sempurna
Bakteri tetap berada di kandung kemih
Perubahan anatomi dan fisiologi tubuh
Perubahan anatomi kandung kemih
Melahirkan Bakteri e-coli, klebsiela, proteus, staphylococus
Perubahan pola eliminasi
Perubahan frekuensi berkemih
11
Iritasi pada saluran kemih
Penempelan bakteri pada ginjal
Bakteri naik ke ginjal
Ansietas
Kurang pengetahuan
Nyeri akut
Infeksi lokal
Hipertermi
Pielonefritis
Gg mobilitas fisik
Peningkatan suhu tubuh
Infeksi sistemik
Reaksi infeksi
Nyeri saat aktivitas
Pembatasan gerak
12
BAB 4. ASUHAN KEPERAWATAN
4.1 Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal proses keperawatan dan merupakan
suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data
untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien. Tahap
pengkajian keperawatan merupakan pemikiran dasar dalam memberikan asuhan
keperawatan sesuai dengan kebutuhan individu. Pengkajian yang lengkap, akurat,
sesuai kenyataan, kebenaran data sangat penting untuk merumuskan suatu
diagnosa keperawatan dan dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan
respon individu. Berikut adalah contoh pengkajian pada klien postpartum dengan
infeksi saluran kemih:
a. Identitas
Identitas Perawat
Nama perawat :
Tgl pengkajian :
Jam pengkajian :
Identitas Pasien
Nama Pasien :
Agama :
Umur :
Jenis kelamin :
Almat :
Tanggal masuk RS :
Diagnosa medis :
No rekam medis :
Jam masuk :
Suku :
Bangsa :
Untuk mengetahui siapa perawat yang bertanggung jawab saat melakukan pengkajian. Sehingga nantinya data yang didapat bisa dipertanggungjawabkan
Untuk mengetahui status atau identitas klien guna kelengkapan data pengkajian dan menentukan tindakan selanjutnya yang dibutuhkan.
13
Identitas Keluarga
Orang tua/wali :
Umur :
Agama :
Pendidikan :
Pekerjaan :
Status Pernikahan :
Hubungan dengan klien :
Alamat :
Suku :
Bangsa :
b. Keluhan utama
Nyeri dan panas pada bagian uretra, susah BAK, dan sakit kepala
a. Riwayat kesehatan
1. Riwayat kesehatan sekarang
Klien mengatakan sakit pada perut bagian bawah, merasa tidak kuat untuk
berjalan sendiri.
2. Riwayat penyakit dahulu
Memililiki penyakit ginjal ataupun infeksi saluran kemih sebelumnya.
3. Riwayat penyakit keluarga
Gambaran mengenai kesehatan dan adakah penyakit keturunan atau
menular. (Tidak ada anggota keluarga yang pernah mengalami penyakit
yang sama).
4. Pola-pola fungsi kesehatan
1) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Tindakan Pasien sebelum masuk RS : minum obat anti nyeri. Pasien
merasa panas dan keringat. Pasien merasa sakit didaerah suprapubik.
pasien merasa nyeri di daerah pinggang
Untuk mengetahui siapa yang bertanggung jawab atas klien. Serta salah satu cara untuk mengetahui riwayat kesehatan keluarga klien
14
2) Pola nutrisi dan metabolism
Pada klien infeksi saluran kemih post partum, klien kurang nafsu makan, yaitu 1
porsi sehari. Karakteristik dari fungsi normal usus adalah adanya bising
usus 5 – 35 /menit. Kurangnya pergerakan usus pada hari pertama post
partum. Beberapa ibu tidak mendapatkan kembali kebiasaan makannya.
Jika terjadi konstipasi, abdomen akan mengalami distensi, maka feses akan
terpalpasi. (Sherwen, 1999).
3) Pola eliminasi
Pola eliminasi yang dapat dikaji yaitu kebiasaan berkemih, infeksi saluran
kemih, distensi kandung kemih, retensi urine. Kemampuan untuk
berkemih, frekuensi, jumlah, warna, konsistensi, rasa lampias.
Kemampuan untuk merasakan penuhnya kandung kemih dan pengetahuan
tentang personal hygiene. Pada umumnya dalam 4 – 8 jam setelah
melahirkan ibu post partum, mempunyai dorongan untuk mengosongkan
kandung kemih. Dalam waktu 48 jam kemudian ibu post partum akan
sering berkemih tiap 3 – 4 jam sekali untuk menghidari distensi kandung
kemih. (Pillitteri, 1999). Pada pengkajian Sebelum mengalami ganguan
eliminasi urin klien mempunyai frekuensi berkemih 500cc/hr, selama mengalami
gangguan eliminasi urin klien hanya berkemih 250cc/hr dan warna urine merah
terdapat hematuria dan klien mengatakan nyeri pada saat BAK. Sebelum sakit
klien mengatakan BAB lancar fases berwarna kuning 2x sehari, saat mengalami
gangguan eliminasi urin klien merasakan perut terasa diremas-remas dan warna
fases cokelat.
4) Pola istirahat tidur
Klien dengan infeksi saluran kemih pada post partum sebelum sakit klien
mengatakan tidak ada masalah dalam tidurnya, ketika mengalami
gangguan umumnya klien akan mengalami sulit tidur dan sering
terbangun saat tidur dikarenakan perut bagian bawah terasa nyeri dan
sangat sakit.
15
5) Pola aktifitas
Pola aktivitas yang dialami oleh klien yaitu dimana sebelum kondisi
sakitnya, klien mampu beraktivitas secara normal dan masih mampu
melakukan aktivitas atau kegiatan rumah tangga lainnya. Sedangkan
setelah mengalami masalah ISK ini akibat rasa nyeri yang sering dirasakan
sehingga terdapat pembatasan aktivitas oleh klien untuk mengurangi
nyerinya.
6) Pola persepsi dan konsep diri
Harga diri, ideal diri, identitas diri, gambaran diri serta ideal diri pasien
tidak terganggu.
7) Pola sensori dan kognitif
Status Mental pasien : Sadar. Kemampuan berbicara, membaca dan
interaksi : normal. Penglihatan Pasien : Normal .
8) Pola reproduksi dan seksual
Dampak sakit terhadap pola seksual pasien terganggu. Uterus 1 cm diatas
umbilicus pada 12 jam setelah kelahiran menurun kira-kira 1 lebar jari
setiap harinya. Lokhea rubra berlanjut sampai hari ke2 – 3, berlanjut
menjadi lokhea serosa dengan aliran tergantung pada posisi (misal,
rekumben versus ambulasi berdiri) dan aktivitas (misal, menyusui).
Payudara : produksi kolostrum 48 jam pertama, berlanjut pada susu matur,
biasanya pada hari ke 3; mungkin lebih didini, tergantung kapan menyusui
dimulai
9) Pola hubungan peran
Peran dan hubungan, klien hanya dirumah saja selama sakit.
10) Pola penanggulangan stress
Masalah utama pasien selama masuk rumah sakit adalah masalah
perawatan diri. Pasien memiliki kecemasan yang meningkat.
11) Pola tata nilai dan kepercayaan.
Klien menganut agama Islam. Pasien taat menjalankan ibadah. Pasien
yakin akan sembuh dari penyakit. Tidak terjadi gangguan pada pola tata
nilai dan kepercayaan.
16
5. Pemeriksaan fisik
1) Status kesehatan umum
Keadaan umum pasien saat ini adalah cemas dengan hasil pemeriksaan
tanda-tanda vital : N : 80x/mnt, RR : 23x/mnt, S : 390c. umumnya terjadi
peningkatan pada tekanan darah akibat proses inflamasi yang dialami
klien.
2) Sistem respirasi
Pada sistem respirasi umumnya karena terdapat proses inflamasi maka
terjadi peningkatan pada TTV itu saja maupun RR. Pada saat dilakukan
perkusi suara paru klien normal yaitu terdengar bunyi vesikuler
3) Kulit, rambut dan kuku
Pada penderita ISK post partum kloasma yang muncul pada masa
kehamilan biasanya menghilang saat kehamilan berakhir. Hiperpigmentasi
diareola dan linea nigra tidak menghilang seluruhnya. Kulit yang
meregang pada payudara, abdomen, paha dan panggul mungkin memudar
tapi tidak hilang seluruhnya.
4) Kepala dan leher
Untuk pemeriksaan fisik di daerah kepala dilakukan sesuai urutan
dilakukannya inspeksi, palpasi dimana hasil yang didapatkan yaitu kepala
bersih, tidak terdapat benjolan, tidak terdapat jejas dan tidak ada nyeri
tekan. Pada leher tidak terdapat jejas dan tidak teraba vena jugularis.
5) Mata
Pada klien ISK post partum mata normal, tidak rabun.
6) Telingga, hidung, mulut, tenggorokan
Pada klien ISK post partum telingan kanan kiri simetris, hidung simetris,
mulut simetris, tenggorokan normal.
7) Pada thorax dan abdomen
Pada pemeriksaan ISK post partum abdomen dan thorak setelah dilakukan
pemeriksaan fisik abdomen normal,pada saat inspeksi tdak ada
pembengkakkan, dan semetris. Pada saat dilakukan auskultasi terdengar
17
suara bising usus, secara normal terdengar setiap bising usus normal
dengan rentang 5 – 35 kali permenit.
8) Sistem kardiovaskuler
Pada pasien ISK post partum bentuk dada simetris, tidak ada retraksi.
9) Sistem genitourinaria
Genitalia normal
10) Sistem gastrointestinal
Ibu biasanya lapar setelah melahirkan, sehingga ia boleh mengkonsumsi
makan – makanan ringan. penurunan tonus dan mortilitas otot traktus
cerna menetap selama waktu yang singkat setelah bayi lahir. Kelebihan
analgesia dan anestesi bisa memperlambat pengembalian tonus dan
motilitas keadaan normal. Buang air besar secara spontan bisa tertunda
selama dua sampai tiga hari setelah ibu melahirkan. Keadaan ini bisa
disebabkan karena tonus otot usus menurun selama proses persalinan dan
pada awal masa pascapartum, diare sebelum persalinan, enema sebelum
melahirkan, kurang makan atau dehidrasi. Ibu sering kali sudah menduga
nyeri saat defekasi karena nyeri yang dirasakannya diperineum akibat
episiotomy, laserasi atau hemoroid
11) Sistem muskuloskeletal
Pada kedua ekstremitas atas dan bawah dikaji apakah ada oedema atau
perubahan vaskular. Ekstermitas bawah harus diobservasi akan adanya
udema dan varises. Jika ada udema observasi apakah ada pitting udema,
kanaikan suhu, pelebaran pembuluh vena, kemerahan yang diduga sebagai
tanda dari tromboplebitis. Ambulasi harus sesegera mungkin dilakukan
untuk meningkatkan sirkulasi dan mencegah kemungkinan komplikasi.
(Sherwen, 1999). Adaptasi mencakup hal – hal yang membantu relaksasi
dan hipermobilitas sendi dan perubahan pusat berat ibu akibat pembesaran
rahim. Stabilisasi sendi lengkap pada minggu keenam sampai ke 8 setelah
wanita melahirkan
18
12) Sistem persyarafan
Post partum hiper refleksi mungkin terpapar kehamilan dengan hipertensi.
Jika terdapat tanda-tanda tersebut perawat harus mengkaji adanya
peningkatan tekanan darah, proteinuria, udema, nyeri epigastritik dan sakit
kepala. (Sherwen, 1999)
4.2 Diagnosa
Diagnosa merupakan suatu proses yang dijalankan perawat untuk
mengidentifikasi permasalahan kesehatan yang aktual, atau potensial yang
memerlukan intervensi keperawatan yang dapat diberikan oleh perawat, (Brooker,
2001). Berdasarkan hasil pengkajian yang telah dilakukan, maka diagnosa
keperawatan yang muncul yaitu:
a. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi dan infeksi uretra, kandung
kemih dan sruktur traktus urinarius lain;
b. Perubahan pola eliminasi berhubungan dengan obstruksi mekanik pada
kandung kemih ataupun struktur traktus urinarius lain;
c. Hipertermi respons sistemik sekunder dari infeksi;
d. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan atau terpapar
informasi;
e. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan reaksi inlamasi local
maupun sistemik.
19
4.3 Intervensi
No Diagnosa
Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil Rencana/Intervensi Rasional
1. Nyeri akut
berhubungan dengan
inflamasi dan infeksi
uretra, kandung
kemih dan sruktur
traktus urinarius lain
Tujuan:
Setelah dilakukan asuhan
keperawatan selama 1x24
jam, tingkat nyeri atau skala
nyeri pasien mengalami
penurunan
Kriteria Hasil:
1. TTV dalam rentang
normal (nadi: 60-100
x/menit, TD: 120/80
mmHg, RR: 18-20
x/menit, S: 36,50C –
37,50C)
2. Klien terlihat nyaman
dan tidak gelisah
1. Kaji status atau tingkat nyeri yang
dialami klien
2. Beri posisi yang nyaman
3. Ajarkan terapi relaksasi (napas
dalam)
4. Ajarkan teknik distraksi (guided
imagery, backrub, kompres
hangat)
1. Untuk mengetahui tingkat nyeri yang
dialami klien sehingga dapat
menentukan tindakan yang tepat
2. Untuk memberikan rasa nyaman dan
rileks sehingga nyeri tidak lagi
dirasakan
3. Meningkatkan asupan oksigen
sehingga mampu menurunkan nyeri
4. Distraksi (pengalihan perhatian) dapat
menurunkan stimulus internal dengan
mekanisme peningkatan produksi
endorphin dan enkefalin yang dapat
memblok reseptor nyeri untuk tidak
dikirimkan ke korteks serebri
sehingga menurunkan persepsi nyeri
20
5. Lakukan modifikasi lingkungan
6. Kolaborasi dengan dokter untuk
pemberian analgetik
5. Lingkungan tenang akan menurunkan
stimulus nyeri eksternal atau
kesensitifan terhadap cahaya dan
menganjurkan klien untuk beristirahat
dan pembatasan pengunjung akan
membantu meningkatkan kondisi O2
ruangan yang akan berkurang apabila
banyak pengunjung yang bedasa di
ruangan
6. Analgesik membantu memblok
lintasan nyeri sehingga mengurangi
nyeri
2. Perubahan pola
eliminasi
berhubungan dengan
obstruksi mekanik
pada kandung kemih
ataupun struktur
traktus urinarius lain
Tujuan:
Setelah dilakukan asuhan
keperawatan selama 2x24
jam, pola eliminasi klien
berangsur angsur kembali
normal.
1. Kaji pola berkemih dan catat
produksi urine tiap 6 jam
2. Palpasi kemungkinan adanya
distensi kandung kemih
3. Anjurkan klien untuk minum
minimal 2.000 cc/hari
4. Ubah posisi pasien setiap dua jam
1. Mengetahui fungsi ginjal
2. Menilai perubahan kandung kemih
akibat dari infeksi saluran kemih
3. Membantu mempertahankan fungsi
ginjal
4. Untuk mencegah stasis urin
21
Kriteria Hasil:
1. Tidak ada keluhan iritasi
dalam melakukan miksi,
seperti disuria dan
urgensi
2. Mampu melakukan
miksi setiap 3-4 jam
3. Produksi urine 50
cc/jam, urine tidak keruh
atau urine yang keluar
berwarna kuning jernih
sekali (jika tidak
dikontraindikasikan)
5. Anjurkan untuk miksi setiap 3-4
jam
6. Kolaborasi pengawasan
laboratorium, elektrolit, BUN, dan
kreatinin
5. Mempercepat dan meningkatkan
pembilasan pada saluran kemih
6. Pengawasan terhadap disfungsi organ
3. Hipertermi respons
sistemik sekunder
dari infeksi
Tujuan:
Setelah dilakukan asuhan
keperawatan selama 2x24
jam, suhu tubuh pasien
dalam rentang normal
Kriteria Hasil:
1. Suhu tubuh pasien dalam
1. Kaji suhu tubuh klien
2. Monitor suhu tubuh pasien
3. Penuhi hidrasi cairan tubuh
1. Untuk mengetahui suhu tubuh terkini
klien
2. Peningkatan suhu tubuh bisa menjadi
stimulus penahanan cairan yang dapat
mengganggu kontrol dari sistem saraf
pusat
3. Pemenuhan hidrasi cairan tubuh oleh
perawat peroral atau intravena dengan
22
rentang normal (35-360C)
4. Beri kompres air biasa/air hangat di
kepala dan aksila
5. Pertahankan tirah baring total
selama fase akut
6. Kolaborasi pemberian terapi :
antipiretik
jumlah total pemberian cairan 2.500 –
3.000 ml/hari yang bertujuan selain
sebagai pemeliharaan juga untuk
meningkatkan produksi urine yang
jugag memberikan dampak terhadap
pengeluaran suhu tubuh melalui
sistem perkemihan
4. Memberikan respons dingin pada
pusat pengatur panas dan pada
pembuluh darah besar
5. Mengurangi peningkatan proses
metabolisme umum yang memberikan
dampak terhadap peningkatan suhu
tubuh secara sistemik
6. Antipiretik bertujuan untuk membantu
menurunkan suhu tubuh
4. Ansietas
berhubungan dengan
kurangnya
Tujuan:
Setelah dilakukan asuhan
keperawatan selama 1x24
1. Kaji status pengetahuan klien 1. Untuk mengetahui sejauh mana
pemahaman klien terhadap penyakit
yang dialaminya
23
pengetahuan atau
terpapar informasi
jam, pasien mampu
memahami terkait kondisi
sakitnya.
Kriteria Hasil:
1. Pasien tidak bingung
saat ditanya terkait
penyakitnya
2. Berikan pendidikan kesehatan
terkait konsep penyakit
2. Untuk memberikan informasi
selengkap-lengkapnya sehingga kklien
tidak bingung dan tidak cemas lagi
5. Gangguan mobilitas
fisik berhubungan
dengan reaksi
inlamasi local
maupun sistemik
Tujuan:
Setelah dilakukan asuhan
keperawatan selama 3x24
jam, klien mampu
melakukan mobilisasi
perlahan – lahan sampai
normal
Kriteria Hasil:
1. Klien mampu bangun
1. Kaji tingkat mobilisasi klien
2. Ajarkan gerakan yang sesuai
dengan kemampuan fisik klien
3. Ajarkan latihan rentang gerak pada
klien
4. Kolaborasi dengan therapist untuk
kegiatan yang diperlukan oleh
1. Untuk mengetahui sejauh mana
kemampuan klien dalam mobilisasi
dan menentukan terapi yang tepat
2. Agar tubuh klien tidak memberikan
respon yang buruk saat dilakukan
kegiatan
3. Membantu tubuh klien tetap memiliki
fungsinya seperti sebelum sakit
4. Untuk mengetahui tindakan yang tepat
sesuai dengan kondisi klien
24
dari tempat tidur tanpa
bantuan
2. Klien mampu berjalan
beberapa meter dari
tempat tidur
klien lebih lanjut
25
26
4.4 Implementasi & Evaluasi
Tanggal/Waktu Diagnosa
Keperawatan
Implementasi Evaluasi Paraf dan
Nama
7 Februari 2014
07.00 WIB
Nyeri akut
berhubungan dengan
inflamasi dan infeksi
uretra, kandung
kemih dan sruktur
traktus urinarius lain
1. Telah dikaji status atau tingkat nyeri
yang dialami klien
2. Telah diberi posisi yang nyaman
3. Telah diajarkan terapi relaksasi (napas
dalam)
4. Telah diajarkan teknik distraksi
(guided imagery, backrub, kompres
hangat)
5. Telah dilakukan modifikasi
lingkungan
6. Telah dilakukan kolaborasi dengan
dokter untuk pemberian analgetik
S: pasien mengatakan sudah tidak
nyeri lagi
O: TTV normal (nadi: 60-100 x/menit,
TD: 120/80 mmHg, RR: 18-20
x/menit, S: 36,50C – 37,50C)
A: Masalah teratasi
P: Intervensi dihentikan
Nana
7 Februari 2014
08.00 WIB
Perubahan pola
eliminasi
berhubungan dengan
1. Telah dikaji pola berkemih dan catat
produksi urine tiap 6 jam
2. Telah dipalpasi kemungkinan adanya
S: Pasien mengatakan masih merasa
ingin buang air kecil meski sudah
sering
27
obstruksi mekanik
pada kandung kemih
ataupun struktur
traktus urinarius lain
distensi kandung kemih
3. Telah dianjurkan klien untuk minum
minimal 2.000 cc/hari
4. Telah dilakukan mengubah posisi
pasien setiap dua jam sekali (jika
tidak dikontraindikasikan)
5. Telah dianjurkan untuk miksi setiap 3-
4 jam
6. Telah dilakukan kolaborasi
pengawasan laboratorium, elektrolit,
BUN, dan kreatinin
O: Klien miksi dalam 5 jam
A: Masalah belum teratasi
P: Intervensi dilanjutkan
Nana
7 Februari 2014
08.30
Hipertermi respons
sistemik sekunder
dari infeksi
1. Kaji suhu tubuh klien
2. Monitor suhu tubuh pasien
3. Penuhi hidrasi cairan tubuh
4. Beri kompres air biasa/air hangat di
kepala dan aksila
5. Pertahankan tirah baring total selama
fase akut
6. Kolaborasi pemberian terapi :
S: Keluarga klien mengatakan klien
sudah tidak demam lagi
O: Suhu pasien kembali normal (35-
37OC)
A: Masalah teratasi
P: Intervensi dihentikan
Nana
28
antipiretik
7 Februari 2014
09.00 WIB
Ansietas
berhubungan dengan
kurangnya
pengetahuan atau
terpapar informasi
1. Telah dikaji status pengetahuan klien
2. Telah diberikan pendidikan kesehatan
terkait konsep penyakit
S: Klien mengatakan sudah paham
terkait penyakitnya
O: Saat ditanya klien mampu
menjawab sesuai dengan penkes
yang telah diberikan
A: Masalah teratasi
P: Intervensi dihentikan
Nana
7 Februari 2014
10.20 WIB
Gangguan mobilitas
fisik berhubungan
dengan reaksi
inlamasi local
maupun sistemik
1. Telah dikaji tingkat mobilisasi klien
2. Telah diajarkan gerakan yang sesuai
dengan kemampuan fisik klien
3. Telah diajarkan latihan rentang gerak
pada klien
4. Telah dilakukan kolaborasi dengan
therapist untuk kegiatan yang
diperlukan oleh klien lebih lanjut
S: klien mengatakan baru bias berdiri
dari tempat tidurnya
O: klien terlihat berdiri dari tempat
tidur tanpoa bantuan
A: Masalah teratasi sebagian
P: Intervensi dilanjutkan
Nana
29
BAB 5. PENUTUP
30
DAFTAR PUSTAKA
Brooker, Christine.2001.Kamus Saku Keperawatan. Edisi 31. Jakarta: EGC
Mansjoer, Alif., dkk.2001.Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jakarta: FKUI
Manuaba, Ida Bagus dkk. 2007. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta: EGC
Sloane, Ethel.2004.Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta : EGC
Smeltzer, Suzanne C. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddart. Alih Bhasa: Agung Waluyo. Edisi: 8. Jakarta: EGC
Tessy Agus, Ardaya, Suwanto. (2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Infeksi Saluran Kemih. Edisi: 3. Jakarta: FKUI