bab 1- 2 post laparatomi

31
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Organ-organ pada saluran pencernaan, saluran limfatik, saluran urogenital dan saluran reproduksi merupakan organ tubuh yang berada di ruang abdomen. Semua organ tersebut dapat ditemukan dengan menggunakan teknik operasi laparotomi. Laparotomi berasal dari dua kata terpisah, yaitu laparo dan tomi. Laparo sendiri berati perut atau abdomen sedangkan tomi berarti penyayatan. Sehingga laparotomi dapat didefenisikan sebagai penyayatan pada dinding abdomen atau peritoneal. Istilah lain untuk laparotomi adalah celiotomi.( Fossum, 2002) Keuntungan penggunaan teknik laparotomi medianus adalah tempat penyayatan mudah ditemukan karena adanya garis putih (linea alba) sebagai penanda, sedikit terjadi perdarahan dan di daerah tersebut sedikit mengandung syaraf. Adapun kerugian yang dapat terjadi dalam penggunaan metode ini adalah mudah terjadi hernia jika proses penjahitan atau penangan post operasi kurang baik dan persembuhan yang relatif lama. Oleh karena itu, dalam praktikum kali ini digunakan teknik operasi laparotomi medianus cental dengan pertimbangan yang telah dijelaskan di atas. Tujuan laparotomi adalah untuk menemukan dan mengetahui keadaan organ visceral yang ada di dalam ruang abdominal secara langsung serta untuk menegakkan diagnosa. 1.2 Tujuan Penulisan 1. Mengetahui apa pengertian dari laparatomi

Upload: ivan-gea

Post on 15-Apr-2016

134 views

Category:

Documents


11 download

DESCRIPTION

Laparatomi

TRANSCRIPT

Page 1: Bab 1- 2 Post Laparatomi

1

BAB 1PENDAHULUAN

1.1     Latar Belakang

Organ-organ pada saluran pencernaan, saluran limfatik, saluran urogenital dan saluran

reproduksi merupakan organ tubuh yang berada di ruang abdomen. Semua organ tersebut dapat

ditemukan dengan menggunakan teknik operasi laparotomi.

Laparotomi berasal dari dua kata terpisah, yaitu laparo dan tomi. Laparo sendiri berati perut

atau abdomen sedangkan tomi berarti penyayatan. Sehingga laparotomi dapat didefenisikan

sebagai penyayatan pada dinding abdomen atau peritoneal. Istilah lain untuk laparotomi adalah

celiotomi.( Fossum, 2002)

Keuntungan penggunaan teknik laparotomi medianus adalah tempat penyayatan mudah

ditemukan karena adanya garis putih (linea alba) sebagai penanda, sedikit terjadi perdarahan

dan di daerah tersebut sedikit mengandung syaraf. Adapun kerugian yang dapat terjadi dalam

penggunaan metode ini adalah mudah terjadi hernia jika proses penjahitan atau penangan post

operasi kurang baik dan persembuhan yang relatif lama.

Oleh karena itu, dalam praktikum kali ini digunakan teknik operasi laparotomi medianus cental

dengan pertimbangan yang telah dijelaskan di atas.

Tujuan laparotomi adalah untuk menemukan dan mengetahui keadaan organ visceral yang ada

di dalam ruang abdominal secara langsung serta untuk menegakkan diagnosa.

1.2    Tujuan Penulisan

1. Mengetahui apa pengertian dari laparatomi

2. Mengetahui apa saja jenis-jenis dari laparatomi

3. Mengetahui apa indikasi diadakannya laparatomi

4. Mengetahui bagaimana asuhan keperawatan pada klien laparatomi

Page 2: Bab 1- 2 Post Laparatomi

2

BAB 2TINJAUAN TEORITIS

Konsep Dasar Medis2.1 Pengertian

Laparatomy merupakan prosedur pembedahan yang melibatkan suatu insisi pada

dinding abdomen hingga ke cavitas abdomen (Sjamsurihidayat dan Jong, 1997).

Ditambahkan pula bahwa laparatomi merupakan teknik sayatan yang dilakukan pada daerah

abdomen yang dapat dilakukan pada bedah digestif dan obgyn. Adapun tindakan bedah

digestif yang sering dilakukan dengan tenik insisi laparatomi ini adalah herniotomi,

gasterektomi, kolesistoduodenostomi, hepatorektomi, splenoktomi, apendektomi, kolostomi,

hemoroidektomi dfan fistuloktomi. Sedangkan tindkan bedah obgyn yang sering dilakukan

dengan tindakan laoparatomi adalah berbagai jenis operasi pada uterus, operasi pada tuba

fallopi, dan operasi ovarium, yang meliputi hissterektomi, baik histerektomi total, radikal,

eksenterasi pelvic, salpingooferektomi bilateral.

 Ada 4 cara insisi pembedahan yang dilakukan, antara lain (Yunichrist, 2008):

 

a.       Midline incision : Metode insisi yang paling sering digunakan, karena sedikit

perdarahan, eksplorasi dapat lebih luas, cepat di buka dan di tutup, serta tidak

Page 3: Bab 1- 2 Post Laparatomi

3

memotong ligamen dan saraf. Namun demikian, kerugian jenis insis ini adalah

terjadinya hernia cikatrialis. Indikasinya pada eksplorasi gaster, pankreas, hepar,

dan lien serta di bawah umbilikus untuk eksplorasi ginekologis, rektosigmoid, dan

organ dalam pelvis.

b.      Paramedian, yaitu ; sedikit ke tepi dari garis tengah (± 2,5 cm), panjang (12,5

cm). Terbagi atas 2 yaitu, paramedian kanan dan kiri, dengan indikasi pada jenis

operasi lambung, eksplorasi pankreas, organ pelvis, usus bagian  bagian bawah,

serta plenoktomi. Paramedian insicion memiliki keuntungan antara lain :

merupakan bentuk insisi anatomis dan fisiologis, tidak memotong ligamen dan

saraf, dan insisi mudah diperluas ke arah atas dan bawah

c.       Transverse upper abdomen incision, yaitu ; insisi di bagian atas, misalnya

pembedahan colesistotomy dan splenektomy.

d.      Transverse lower abdomen incision, yaitu; insisi melintang di bagian bawah ± 4

cm di atas anterior spinal iliaka, misalnya; pada operasi appendectomy

 

2.2.   Indikasi Tindakan Laparatomi

Ada banyak indikasi dilakukannya laparatomi, dibawah ini akan dipaparkan,

diantaranya :

1.      Trauma abdomen (tumpul atau tajam)

Trauma abdomen didefinisikan sebagai kerusakan terhadap struktur yang terletak

diantara diafragma dan pelvis yang diakibatkan oleh luka tumpul atau yang

menusuk (Ignativicus & Workman, 2006). Dibedakan atas 2 jenis yaitu :

Trauma tembus (trauma perut dengan penetrasi kedalam rongga peritonium) yang

disebabkan oleh : luka tusuk, luka tembak. Dan jenis kedua yaitu trauma tumpul

(trauma perut tanpa penetrasi kedalam rongga peritoneum) yang dapat disebabkan

oleh pukulan, benturan, ledakan, deselerasi, kompresi atau sabuk pengaman (sit-

belt).

2.      Peritonitis

Peritonitis adalah inflamasi peritoneum lapisan membrane serosa rongga

abdomen, yang diklasifikasikan atas primer, sekunder dan tersier. Peritonitis

Page 4: Bab 1- 2 Post Laparatomi

4

primer dapat disebabkan oleh spontaneous bacterial peritonitis (SBP) akibat

penyakit hepar kronis. Peritonitis sekunder disebabkan oleh perforasi appendicitis,

perforasi gaster dan penyakit ulkus duodenale, perforasi kolon (paling sering

kolon sigmoid), sementara proses pembedahan merupakan penyebab peritonitis

tersier.

3.      Sumbatan pada usus halus dan besar (Obstruksi)

Obstruksi usus dapat didefinisikan sebagai gangguan (apapun penyebabnya) aliran

normal isi usus sepanjang saluran usus. Obstruksi usus biasanya mengenai kolon

sebagai akibat karsinoma dan perkembangannya lambat. Sebagian dasar dari

obstruksi justru mengenai usus halus. Obstruksi total usus halus merupakan

keadaan gawat yang memerlukan diagnosis dini dan tindakan pembedahan darurat

bila penderita ingin tetap hidup. Penyebabnya dapat berupa  perlengketan

(lengkung usus menjadi melekat pada area yang sembuh secara lambat atau pada

jaringan parut setelah pembedahan abdomen), Intusepsi      (salah satu bagian dari

usus menyusup kedalam bagian lain yang ada dibawahnya akibat penyempitan

lumen usus), Volvulus (usus besar yang mempunyaimesocolon dapat terpuntir

sendiri dengan demikian menimbulkan penyumbatan dengan menutupnya

gelungan usus yang terjadi amat distensi),  hernia (protrusi usus melalui area yang

lemah dalam usus atau dinding dan otot abdomen), dan tumor (tumor yang ada

dalam dinding usus meluas kelumen usus atau tumor diluar usus menyebabkan

tekanan pada dinding usus).

4.      Apendisitis mengacu pada radang apendiks, suatu tambahan seperti kantong

yang tak berfungsi terletak pada bagian inferior dari sekum. Penyebab yang paling

umum dari apendisitis adalah obstruksi lumen oleh fases yang akhirnya merusak

suplai aliran darah dan mengikis mukosa menyebabkan inflamasi.

5.      Tumor abdomen

6.      pancreatitis (inflammation of the pancreas)

7.      abscesses (a localized area of infection)

8.      adhesions (bands of scar tissue that form after trauma or surgery)

9.      diverticulitis (inflammation of sac-like structures in the walls of the intestines)

10.  intestinal perforation

Page 5: Bab 1- 2 Post Laparatomi

5

11.  ectopic pregnancy (pregnancy occurring outside of the uterus)

12.  foreign bodies (e.g., a bullet in a gunshot victim)

13.  internal bleeding

2.3.   Post Op Laparatomi

Post op atau Post operatif Laparatomi merupakan tahapan setelah proses pembedahan

pada area abdomen (laparatomi) dilakukan. Dalam Perry dan Potter (2005) dipaparkan bahwa

tindakan post operatif dilakukan dalam 2 tahap yaitu periode pemulihan segera dan

pemulihan berkelanjutan setelah fase post operatif. Proses pemulihan tersebut membutuhkan

perawatan post laparatomi. Perawatan post laparatomi adalah bentuk pelayanan perawatan

yang di berikan kepadaklien yang telah menjalani operasi pembedahan abdomen.

2.4. Tujuan perawatan post laparatomi

1.      Mengurangi komplikasi akibat pembedahan.

2.      Mempercepat penyembuhan.

3.      Mengembalikan fungsi klien semaksimal mungkin seperti sebelum operasi.

4.      Mempertahankan konsep diri klien.

5.      Mempersiapkan klien pulang.

2.5.  Komplikasi

1.   Syok

Digambarkan sebagai tidak memadainya oksigenasi selular yang disertai dengan

ketidakmampuan untuk mengekspresikan produk metabolisme. Manifestasi

Klinis:

a.       Pucat

b.      Kulit dingin dan terasa basah

c.       Pernafasan cepat

d.      Sianosis pada bibir, gusi dan lidah

e.       Nadi cepat, lemah dan bergetar

f.       Penurunan tekanan nadi

g.      Tekanan darah rendah dan urine pekat.

Page 6: Bab 1- 2 Post Laparatomi

6

2.      Hemorrhagi

a.      H. Primer : terjadi pada waktu pembedahan

b.      H. Intermediari : beberapa jam setelah pembedahan ketika kenaikan tekanan

darah ke tingkat normalnya melepaskan bekuan yang tersangkut dengan

tidak aman dari pembuluh darah yang tidak terikat

c. H. Sekunder : beberapa waktu setelah pembedahan bila ligatur slip karena

pembuluh darah tidak terikat dengan baik atau menjadi terinfeksi atau

mengalami erosi oleh selang drainage.

Manifestasi Klinis Hemorrhagi : Gelisah, , terus bergerak, merasa haus,

kulit dingin-basah-pucat, nadi meningkat, suhu turun, pernafasan cepat dan

dalam, bibir dan konjungtiva pucat dan pasien melemah.

3.   Gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan tromboplebitis.

Tromboplebitis postoperasi biasanya timbul 7 - 14 hari setelah operasi. Bahaya

besar tromboplebitis timbul bila darah tersebut lepas dari dinding pembuluh darah

vena dan ikut aliran darah sebagai emboli ke paru-paru, hati, dan otak.

4.   Buruknya integriats kulit sehubungan dengan luka infeksi.

Infeksi luka sering muncul pada 36 - 46 jam setelah operasi. Organisme yang

paling sering menimbulkan infeksi adalah stapilokokus aureus, mikroorganisme;

gram positif. Buruknya integritas kulit sehubungan dengan dehisensi luka atau

eviserasi. Dehisensi luka merupakan terbukanya tepi-tepi luka. Eviserasi luka

adalah keluarnya organ-organ dalam melalui insisi.Faktor penyebab dehisensi atau

eviserasi adalah infeksi luka, kesalahan menutup waktu pembedahan, ketegangan

yang berat pada dinding abdomen sebagai akibat dari batuk dan muntah.

 

2.6. Pencegahan dan Penanganan Komplikasi

1. Syok

Pencegahan :

a.       Terapi penggantian cairan

Page 7: Bab 1- 2 Post Laparatomi

7

b.      Menjaga trauma bedah pda tingkat minimum

c.       Pengatasan nyeri dengan membuat pasien senyaman mungkin dan dengan

menggunakan narkotik secara bijaksana

d.      Pemakaian linen yang ringan dan tidak panas (mencegah vasodilatasi)

e.       Ruangan tenang untuk mencegah stres

f.       Posisi supinasi dianjurkan untuk memfasilitasi sirkulasi

g.      Pemantauan tanda vital

Pengobatan :

a.       Pasien dijaga tetap hangat tapi tidak sampai kepanasan

b.      Dibaringkan datar di tempat tidur dengan tungkai dinaikkan

c.       Pemantauan status pernafasan dan CV

d.      Penentuan gas darah dan terapi oksigen melalui intubasi atau nasal kanul

jika diindikasikan

e.       Penggantian cairan dan darah kristaloid (ex : RL) atau koloid (ex :

komponen darah, albumin, plasma atau pengganti plasma)

f.       Terapi obat : kardiotonik (meningkatkan efisiensi jantung) atau diuretik

(mengurangi retensi cairan dan edema)

2.      Hemorrhagi

Penatalaksanaan :

1.      Pasien dibaringkan seperti pada posisi pasien syok

2.      Sedatif atau analgetik diberikan sesuai indikasi

3.      Inspeksi luka bedah

4.      Balut kuat jika terjadi perdarahan pada luka operasi

5.      Transfusi darah atau produk darah lainnya

6.      Observasi Vital Signs.

3.      Gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan tromboplebitis.

Pencegahan tromboplebitis yaitu latihan kaki post operasi dan ambulatif dini.

Page 8: Bab 1- 2 Post Laparatomi

8

4.      Buruknya integriats kulit sehubungan dengan luka infeksi.

Tindakan pengendalian :

a.       Dorongan kepada pasien untuk batuk dan nafas efektis serta sering

mengubah posisi

b.      Penggunaan peralatan steril

c.       Antibiotik dan antimikroba

d.      Mempraktikkan teknik aseptik

e.       Mencuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien

f.       Pencegahan kerusakan kulit

g.      Pantau tanda-tanda hemorrhagi dan drainage abnormal

h.      Pantau adanya perdarahan

i.        Perawatan insisi dan balutan

j.        Penggantian selang intravena dan alat invasif lainnya sesuai program.

 

Intervensi untuk meningkatkan penyembuhan

1.      Meningkatkan intake makanan tinggi protein dan vitamin c.

2.      Menghindari obat-obat anti radang seperti steroid.

3.      Pencegahan infeksi.

4.      Pengembalian Fungsi fisik.

Pengembalian fungsi fisik dilakukan segera setelah operasi dengan latihan

napas dan batuk efektf, latihan mobilisasi dini.

5.      Mempertahankan konsep diri.

Gangguan konsep diri : Body image bisa terjadi pada pasien post laparatomy

karena adanya perubahan sehubungan dengan pembedahan. Intervensi

perawatan terutama ditujukan pada pemberian support psikologis, ajak klien

dan kerabat dekatnya berdiskusi tentang perubahan-perubahan yang terjadi

dan bagaimana perasaan pasien setelah operasi.

Page 9: Bab 1- 2 Post Laparatomi

9

Konsep Dasar Keperawatan

2.7.   Pengkajian

1.   Anamnesis

Gangguan yang mengenai abdomen dan sistem gastrointestinalbisa menimbulkan

gejala yang sangat beragam:

a.    Nyeri abdomen

b. Muntah

c.    Hematemesis (muntah darah)

d.    Sulit menelan (disfagia)

e.    Ganguan cerna atau dispepsia

f.    Diare

g.    Perubahan kebiasaan buang air besar

h.    Bengkak atau benjolan pada perut

i.     Penurunan berat badan atau gejala akibat malabsorpsi

j.     Melena (tinja hitam seperti ter akibat darah dari saluran cerna bagian atas) atau

darah per ektum.

Penting untuk menilai adakah penyakit lokal dan adakah efek sismetik seperti penurunan

berat badan atau malabsorpsi.

2. Riwayat Penyakit Dahulu

a. Apakah pernah mengalami penyakit saluran cerna sebelumnya?

b. Apakah pernah dilakukan operasi pada daerah perut sebelumnya?

c. Tentukan riwayat konsumsi alkohol dan kebiasaan merokok pasien.

d. Riwayat konsumsi alkohol yang rinci sangat penting.

e. Obat apa yang pernah dikonsumsi oleh pasien?

f. Pernahkah pasien mendapat terapi untuk penyakit saluran cerna, termasuk terapi

yang mungkin merupakan penyebab gejala?

3. Riwayat Keluarga

Adakah kondisi turunan yang mempengaruhi sistem gastrointestinal?

Page 10: Bab 1- 2 Post Laparatomi

10

2.8. Pemeriksaan Fisik

Urutan teknik pemeriksaan pada abdomen ialah inspeksi, auskultasi, palpasi, dan

perkusi. Auskultasi dilakukan sebelum kita melakukan palpasi dan perkusi dengan

tujuan agar hasil pemeriksaan auskultasi lebih akurat karena kita belum melakukan

manipulasi terhadap abdomen.

1. Inspeksi

Dilakukan pada pasien dengan posisi tidur terlentang dan diamati dengan seksama

dinding abdomen. Yang perlu diperhatikan adalah:

a. Keadaan kulit; warnanya (ikterus, pucat, coklat, kehitaman), elastisitasnya

(menurun pada orang tua dan dehidrasi), kering (dehidrasi), lembab (asites),

dan adanya bekas-bekas garukan (penyakit ginjal kronik, ikterus obstruktif),

jaringan parut (tentukan lokasinya), striae (gravidarum/ cushing syndrome),

pelebaran pembuluh darah vena (obstruksi vena kava inferior & kolateral pada

hipertensi portal).

b. Besar dan bentuk abdomen; rata, menonjol, atau scaphoid (cekung).

c. Simetrisitas; perhatikan adanya benjolan local (hernia, hepatomegali,

splenomegali, kista ovarii, hidronefrosis).

d. Gerakan dinding abdomen pada peritonitis terbatas.

e. Pembesaran organ atau tumor, dilihat lokasinya dapat diperkirakan organ  apa

atau tumor apa.

f. Peristaltik; gerakan peristaltik usus meningkat pada obstruksi ileus, tampak

pada dinding abdomen dan bentuk usus juga tampak (darm-contour).

g. Pulsasi; pembesaran ventrikel kanan dan aneurisma aorta sering memberikan

gambaran pulsasi di daerah epigastrium dan umbilical.

Perhatikan juga gerakan pasien:

a. Pasien sering merubah posisi à adanya obstruksi usus.

b. Pasien sering menghindari gerakan à iritasi peritoneum generalisata.

c. Pasien sering melipat lutut ke atas agar tegangan abdomen berkurang/

relaksasi à peritonitis.

d. Pasien melipat lutut sampai ke dada, berayun-ayun maju mundur pada saat

nyeri à pankreatitis parah.

Page 11: Bab 1- 2 Post Laparatomi

11

2. Aukultasi

Kegunaan auskultasi ialah untuk mendengarkan suara peristaltic usus dan bising

pembuluh darah. Dilakukan selama 2-3 menit.

a. Mendengarkan suara peristaltic usus.

Diafragma stetoskop diletakkan pada dinding abdomen, lalu dipindahkan ke

seluruh bagian abdomen. Suara peristaltic usus terjadi akibat adanya gerakan

cairan dan udara dalam usus. Frekuensi normal berkisar 5-34 kali/ menit.

Bila terdapat obstruksi usus, peristaltic meningkat disertai rasa sakit (borborigmi).

Bila obstruksi makin berat, abdomen tampak membesar dan tegang, peristaltic

lebih tinggi seperti dentingan keeping uang logam (metallic-sound).

Bila terjadi peritonitis, peristaltic usus akan melemah, frekuensinya lambat,

bahkan sampai hilang.

b. Mendengarkan suara pembuluh darah.

Bising dapat terdengar pada fase sistolik dan diastolic, atau kedua fase. Misalnya

pada aneurisma aorta, terdengar bising sistolik (systolic bruit). Pada hipertensi

portal, terdengar adanya bising vena (venous hum) di daerah epigastrium.

3. Palpasi

Beberapa pedoman untuk melakukan palpasi, ialah:

a. Pasien diusahakan tenang dan santai dalam posisi berbaring terlentang.Sebaiknya

pemeriksaan dilakukan tidak buru-buru.

b. Palpasi dilakukan dengan menggunakan palmar jari dan telapak tangan.

Sedangkan untuk menentukan batas tepi organ, digunakan ujung jari. Diusahakan

agar tidak melakukan penekanan yang mendadak, agar tidak timbul tahanan pada

dinding abdomen.

c. Palpasi dimulai dari daerah superficial, lalu ke bagian dalam. Bila ada daerah

yang dikeluhkan nyeri, sebaiknya bagian ini diperiksa paling akhir.

d. Bila dinding abdomen tegang, untuk mempermudah palpasi maka pasien diminta

untuk menekuk lututnya. Bedakan spasme volunteer & spasme sejati; dengan

menekan daerah muskulus rectus, minta pasien menarik napas dalam, jika

muskulus rectus relaksasi, maka itu adalah spasme volunteer. Namun jika otot

kaku tegang selama siklus pernapasan, itu adalah spasme sejati.

Page 12: Bab 1- 2 Post Laparatomi

12

e. Palpasi bimanual; palpasi dilakukan dengan kedua telapak tangan, dimana tangan

kiri berada di bagian pinggang kanan atau kiri pasien sedangkan tangan kanan di

bagian depan dinding abdomen.\

f. Pemeriksaan ballottement; cara palpasi organ abdomen dimana terdapat asites.

Caranya dengan melakukan tekanan yang mendadak pada dinding abdomen &

dengan cepat tangan ditarik kembali. Cairan asites akan berpindah untuk

sementara, sehingga organ atau massa tumor yang membesar dalam rongga

abdomen dapat teraba saat memantul.

Teknik ballottement juga dipakai untuk memeriksa ginjal, dimana gerakan

penekanan pada organ oleh satu tangan akan dirasakan pantulannya pada tangan

lainnya.

g. Setiap ada perabaan massa, dicari ukuran/ besarnya, bentuknya, lokasinya,

konsistensinya, tepinya, permukaannya, fiksasi/ mobilitasnya, nyeri spontan/ tekan,

dan warna kulit di atasnya. Sebaiknya digambarkan skematisnya.

Palpasi hati; dilakukan dengan satu tangan atau bimanual pada kuadran kanan atas.

Dilakukan palpasi dari bawah ke atas pada garis pertengahan antara mid-line & SIAS.

Bila perlu pasien diminta untuk menarik napas dalam, sehingga hati dapat teraba.

Pembesaran hati dinyatakan dengan berapa sentimeter di bawah lengkung costa dan

berapa sentimeter di bawah prosesus xiphoideus. Sebaiknya digambar.

Anatomic Location of Organs by Quadrant

RIGHT UPPER QUADRANT (RUQ )

Liver

Gallbladder

Duodenum

Head of pancreas

Right kidney and adrenal

Hepatic flexure of colon

Part of ascending and transverse colon

LEFT UPPER QUADRANT (LUQ)

Stomach

Spleen

Left lobe of liver

Body of pancreas

Left kidney and adrenal

Splenic flexure of colon

Part of transverse and descending colon

RIGHT LOWER QUADRANT (RLQ)

Cecum

Appendix

Right ovary and tube

LEFT LOWER QUADRANT (LLQ)

Part of descending colon

Sigmoid colon

Left ovary and tube

Page 13: Bab 1- 2 Post Laparatomi

13

Right ureter

Right spermatic cord

Left ureter

Left spermatic cord

MIDLINE

Aorta

Uterus (if enlarged)

Bladder (if distended)

4. Perkusi

Perkusi berguna untuk mendapatkan orientasi keadaan abdomen secara keseluruhan,

menentukan besarnya hati, limpa, ada tidaknya asites, adanya massa padat atau

massa berisi cairan (kista), adanya udara yang meningkat dalam lambung dan usus,

serta adanya udara bebas dalam rongga abdomen. Suara perkusi abdomen yang

normal adalah timpani (organ berongga yang berisi udara), kecuali di daerah hati

(redup; organ yang padat).

a. Orientasi abdomen secara umum.

Dilakukan perkusi ringan pada seluruh dinding abdomen secara sistematis untuk

mengetahui distribusi daerah timpani dan daerah redup (dullness). Pada perforasi

usus, pekak hati akan menghilang.

b. Cairan bebas dalam rongga abdomen

Adanya cairan bebas dalam rongga abdomen (asites) akan menimbulkan suara

perkusi timpani di bagian atas dan dullness dibagian samping atau suara dullness

dominant. Karena cairan itu bebas dalam rongga abdomen, maka bila pasien

dimiringkan akan terjadi perpindahan cairan ke sisi terendah. Cara pemeriksaan

asites:

- Pemeriksaan gelombang cairan (undulating fluid wave).

Teknik ini dipakai bila cairan asites cukup banyak. Prinsipnya adalah ketukan

pada satu sisi dinding abdomen akan menimbulkan gelombang cairan yang

akan diteruskan ke sisi yang lain.

Pasien tidur terlentang, pemeriksa meletakkan telapak tangan kiri pada satu

sisi abdomen dan tangan kanan melakukan ketukan berulang-ulang pada

dinding abdomen sisi yang lain. Tangan kiri kan merasakan adanya tekanan

gelombang.

Page 14: Bab 1- 2 Post Laparatomi

14

- Pemeriksaan pekak alih (shifting dullness).

Prinsipnya cairan bebas akan berpindah ke bagian abdomen terendah. Pasien

tidur terlentang, lakukan perkusi dan tandai peralihan suara timpani ke redup

pada kedua sisi. Lalu pasien diminta tidur miring pada satu sisi, lakukan

perkusi lagi, tandai tempat peralihan suara timpani ke redup maka akan

tampak adanya peralihan suara redup.

2.9.   Dignosa Keperawatan

1. Ansietas berhubungan dengan prosedur pembedahan, prosedur preoperative.

2. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi, tidak mengenal

sumber informasi.

3. Nyeri berhubungan dengan insisi, distensi abdomen, immobilisasi.

4. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan darah, kehilangan air

dengan abnormal.

5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan insisi pembedahan, perubahan

sensasi.

6. Risiko infeksi berhubungan dengan adanya tempat masuknya mikroorganisme

sekunder akibat pembedahan

2.4.  Intervensi Keperawatan

1. Ansietas berhubungan dengan prosedur pembedahan, prosedur preoperative.

Kriteria hasil :

a. Pasien akan menunjukan kemampuan focus pada pengetahuan baru dan skil

b. Identifikasi gejala sebagai indicator kecemasan sendiri

c. Tidak menunjukan prilaku agresiv

d. Berkomunikasi dan penanganan perasaan negative dengan tepat

e. Rileks dan nyaman dalam beraktivitas

Intervensi Rasional

-  Monitor pasien tanda dan gejala insietas saat pengkajian keperawatan

R/: Pengkajian seksama kondisi pasien dengan ansietas memungkinkan perawat

membuat priorotas perawatan

- Fokuskan diskusi pada stressor yang mempengaruhi kondisi pasien

R/: Focus diskusi memfasilitasi kemampuan pasien untuk menyatakan ketakutan

dan perasaan yang dirasakan dan membengun hubungan terapeutik.

Page 15: Bab 1- 2 Post Laparatomi

15

- Diskusikan persepsi pasien akan prosedur pembedahan, ketakutan yang

berhubungan dengan operasi

R/: Diskusi akan persepsi dan ketakutan membuat pasien mengekspresikan diri

sendiri dan mengeksplore pengetahuannya.

- Berikan informasi prosedur sebelum operasi, penyakit pasien, dan persiapan

operasi

R/: Tindakan untuk menambah pengetahuan dan reduksi ansietas.

2. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi, tidak mengenal sumber

informasi. Kriteria hasil :

a. Mengungkapkan pemahaman tentang proses penyakit dan pengobatan.

Intervensi Rasional

- Tinjau ulang prosedur dan harapan pasca operasi

R/: Memberikan dasar pengetahuan dimana pasien dapat membuat pilihan

berdasarkan informasi.

- Diskusikan pentingnya masukan cairan adekuat, kebutuhan diet

R/: Meningkatkan penyembuhan dan normalisasi usus.

- Demostrasikan perawatan luka atau belutan yang tepat.

R/: Meningaktkan penyembuhan, menurunkan resiko infeksi, memberikan

kesempatan untuk mengobservasi luka

- Tinjau ulang perawatan selang gastrotomi bila pasien dipulangkan dengan alat

ini.

R/: Meningkatkan kemandirian, meningkatkan kemampuan perawatan diri.

- Identifikasikan tanda-tand ayang memerlukan evaluasi medis, demam

menetap, bengkak, eritema, artau terbukanya tepi luka, perubahan karakteristik

drainage.

R/: Pengenalan dini komplikasi dan intervensi segera dapat mencegah progresi

situasi serius, mengancam hidup.

- Anjurkan peningkatan aktivitas bertahap sesuai tolernsi dan keseimbangan

dengan periode istirahat yang adekuat

R/: Mncegah kelelahan, merangsang sirkulasi dan normalisasi fungsi organ,

meningkatkan penyembuhan.

3. Nyeri berhubungan dengan insisi, distensi abdomen, immobilisasi. Kriteria hasil :

a.      Melaporkan nyeri hilang

Page 16: Bab 1- 2 Post Laparatomi

16

b.      Tampak rileks, mempu beristirahat dengan tepat

c.      Pasien akan menunjukan teknik relaksasi individu yang efektif dalam mencapai

kenyamanan

d.      Mempertahankan level nyeri pada skala nyeri yang dapat ditoleransi (skala 0-10)

e.      Mengakui faktor penyebab sehingga dapat menggunakan pengukuran untuk

mencegah nyeri akibat

Intervensi Rasional

- Kaji skala nyeri atau ketidaknyamanan dengan skala 0 – 10.

R/: Analisa secara seksama karekteristik nyeri membatu diffirensial diagnosis

nyeri. Standarisasi skala nyeri menunjang keakuratan

- Ajarkan teknik manajemen nyeri : nafas dalam, guide imagery, relaksasi,

visualisasi dan aktivitas terapeutik.

R/: Manajemen pengalihan fokus perhatian nyeri. Pendidikan pada pasien

untuk mengurangi nyeri, setiap orang memiliki perbedaan derajat nyeri yang

dirasakan

- Kaji secara komprehensif kondisi nyeri termasuk lokasi, karakteristik, onset,

durasi, frekuensi, kuantitas atau kualitas nyeri, dan faktor presipitasi/pencetus.

R/: Laporan pasien merupakan indikator terpercaya mengenai eksistensi dan

intensitas nyeri pada pasien dewasa. Baru atau peningkatan nyeri memerlukan

medikal evaluasi segera.

- Observasi secara verbal atau nonverbal ketidaknyamanan.

R/: Respon verbal dapat menjadi indikasi adanya dan derajat nyeri yang

dirasakan. Respon non verbal menampilkan kondisi nyeri.

- Instruksikan pasien untuk melaporkan nyeri bila sangat hebat.

R/: Partisipasi langsung dalam penanganan dan deteksi dini untuk pengelolaan

nyeri secara segera setelah dilaporkan.

- Informasikan pasien prosedur yang dapat meningkatkan nyeri dan tawarkan

koping adaptif.

R/: Tindakan persiapan kondisi pasien sebelum prosedur dan membantu

mpasien menetapkan koping sehubungan dengan kebutuhan penanganan stres

akibat nyeri.

- Pantau tanda-tanda vital

Page 17: Bab 1- 2 Post Laparatomi

17

R/: Respon outonomik meliputi pada tekanan darah, nadi dan pernafasan, yang

berhubungan dengan keluhan / penghilang nyeri. Abnormalitas tanda vital

terus menerus memerlukan evaluasi lanjut.

- Kaji insisi bedah, perhatikan edema, perubahan kontur luka (pembentukan

hematoma), atau inflamasi, mengeringkan tepi luka.

R/: Perdarahan pada jaringan, bengkak, inflamasi local atau terjadinya infeksi

dapat menyebabkan peningkatan nyeri insisi.

- Berikan analgesic, narkotika, sesuai indikasi. 

R/: Menurunkan laju metabolic dan iritasi usus karena oksin sirkulasi/local,

yang membantu menghilangkan nyeri dan meningkatkan penyembuhan.

mengontrol atau mengurangi nyeri untuk meningkatkan istirahat dan

meningkatkan kerja sama dengan aturan terapeutik.

3. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan darah, kehilangan air

dengan abnormal. Kriteria hasil :

a. Menunjukan level elektrolit, BUN, hematokrit dan serum osmolalitas dalam

keadaan normal.

b. Urine output dalam batas normal

c. Hasil hemodinamika dalam batas normal

Intervensi Rasional

- Monitor dan perbaiki intake output, antara setiap jam dan perbandingkan.

Ukur dan dokumentasikan output urine setiap 1-4 jam.

R/: Terapi diuretik, hipertermia, pembatasan intake cairan dapat menimbulkan

kekurangan cairan. Pengukuran tiap jam dan perbandingannya dapt

mendeteksi kekurangan.

- Monitor hasil laboratorium sesuai indikasi (osmolalitas urine <200mOsm/kg,

osmolalitas serum >300 mOsm/kg, serum sodium >145 mEq/L, peningkatan

level BUN dan hematokrit)

R/: Hasil laboratorium menambah keadaan objektif dari ketidakseimbangan.

Penurunan osmolalitas urine berhubungan dengan diuresis, peningkatan serum

osmolalitas, serum sodium dan hematokrit menunjukan hemokonsentrasi

- Monitor ECG dan tekanan hemodinamika secara periodic. Perhatikan adanya

gelombang U, QT memanjang, depresi segmen ST, gelombang T memendek

dan tekanan hemodinamika kardiak output rendah

Page 18: Bab 1- 2 Post Laparatomi

18

R/: Pemantauan secara periodic menunjang peringatan secepatnya apabila

terjadi kondisi yang fatal. Tanda ECG menunjukan penurunan responsibilitas

stimulus sel kardiak, menghasilkan hipokalemia sekunder akibat pengeluaran

potassium.Sedangkan penurunan tekanan menunjukan hipovolemia dan

penurunan kardiak output menunjukan preload insuffisiensi.

- Berikan terapi sesuai indikasi, biasanya cairan isotonic dengan penambahan

potassium klorida jika serum potassium rendah. Pantau akses IV , antisipasi

peningkatan pemberian cairan jika hipertermia atau adanya infeksi.

R/: Cairan isotonic adalah pengganti cairan untuk kehilangan cairan tubuh.

Produk darah, koloid, atau albmin, dapat digunakan untuk peningkatan MAP.

Monitor digunakan untuk mencegah overload volume cairan. Cairan dengan

potassium harus dipantau dengan seksama karena pottasium mengiritasi vena

dan infus potassium yang cepat dapat menyebabkan hiperkalemia. Hipertermia

dan infeksi terjadi akibat kehilangan cairan karena peningkatan metabolic,

peningkatan keringat dan ekskresi cairan melalui pernafasan.

- Pantau tanda-tanda vital dengan sering, perhatikan peningkatan nadi dan

perubahan tekanan darah.

R/: Tanda-tanda haemoragik usus dan/atau pembentukan hematoma, yang

dapat menyebabkan syok hipovalemik.

- Palpasi nadi perifer, evaluasi pengisian kapiler, turgor kulit dan status

membrane mukosa.

R/: Memberikan informasi tentang volume sirkulasi umum dan tingkat hidrasi.

- Perhatikan adanya edema

R/: Edema dapat terjadi karena perpindahan cairan berkenaan dengan

penurunan kadar albumin serum/protein.

- Observasi, catat kualitas kateter drainage / ngt

R/: Haluaran cairan berlebihan dapat menyebabkan ketidakseimbangan

elektrolit dan alkalosis metabolic dengan kehilangan lanjut kalium oleh ginjal

yang berupaya untuk mengkompensasi

- Pantau suhu

R/: Demam rendah umum terjadi selam 24 -48 jam pertama dan dapat

menambah kehilangan cairan

- Pertahankan patensi penghisapan NGT.

Page 19: Bab 1- 2 Post Laparatomi

19

R/: Meningkatkan dekompresi usus untuk menurunkan distensi atau kekuatan

pada garis jahitan dan menurunkan mual atau muntah , yang dapat menyrtai

anastesi, manipulasi usus, atau kondisi yang sebelumnya ada, missal kanker.

4. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan insisi pembedahan, perubahan sensasi.

Kriteria hasil :

a. Pasien akan menunjukan perwatan optimal kulit dan luka secara rutin

b. Menunjukan intgritas kulit dan membrane mukosa adekuat ( temperature

jaringan, elastisitas, hidrasi, pigmentasi, dan warna)

c. Mencapai pemulihan luka tepat waktu tanpa ada komplikasi.

Intervensi Rasional

- Monitor karakteristik luka meliputi lokasi, ada/tidaknya dan karakter eksudat,

ada/tidaknya jaringan nekrotik, ada/tidaknya tanda-tanda infeksi (nyeri,

bengkak, kemerahan, peningkatan sushu, penurunan fungsi).

R/: Permulaan pengkajian yang merupakan langkah awal utnuk memberikan

perawatan individual. Penemuan abnormal dapat menjadi data untuk masalah

dan dapat digunakan untuk pedoman perencanaan perawatan

- Bersihkan dan ganti balutan (wound care) luka dengan teknik steril.

R/: Pencegahan komplikasi luka terhadap kontaminasi silang dan membantu

penyembuhan luka.

- Minimalisir penekanan pada bagian luka.

R/: Pencegahan kerusakan kulit merupakan salah satu penanganan mudah

masalah sebelum kerusakan kulit berkembang

- Pantau tanda-tanda vital dengan sering, perhatikan demam, takipneu, takikardi

dan gemetar. Periksa luka dengan sering terhadap bengkak insisi berlebihan,

inlamasi drainage.

R/: Pasien dengan kondisi post pembedahan beresiko tinggi mengalami

komplikasi. Evaluasi segera dapat menjadi ukuran pencegahan dan

penanganan dini.

- Waspadai factor resiko lanjut, misal : keganasan, seperti limfasarkoma dan

mieloma multiple, terapi radiasi dan sisi operasi.

R/: Indikatif dari pembentukan hematoma atau terjadinya infeksi yang

menunjang perlambatan pemulihan luka dan meningkatkan resiko pemisahan

luka.

Page 20: Bab 1- 2 Post Laparatomi

20

- Berikan antibiotic sesuai indikasi

R/: Menurunkan imunokompentesi, ini mempengaruhi pemulihan luka pada

infeksi. Meningkatkan vaskulitis dan fibrosis pada jaringan penyambung,

mempengaruhi

5. Risiko infeksi berhubungan dengan adanya tempat masuknya mikroorganisme

sekunder akibat pembedahan. Kriteria hasil:

a.      Klien tidak mengakami infeksi

b.      Luka cepat sembuh tanpa komplikasi

Intervensi

- monitor tanda-tanda vital

R/: mengetahui tanda awal terjadinya infeksi

- lakukan tehnik perawatan luka dengan tehnik septik dan aseptik

R/: perawatan luka dengan tekhnik aseptic dapat mencegah

berkembangbiaknya mikroorganisme penyebab infeksi

- observasi penyatuan luka, karakter drainage, adanya inflmasi

R/: mengetahui secara dini tanda infeksi atau memperburuknya kondisi luka.

- berikan nutrisi yang adekuat

R/:  dengan nutrisi yang baik dapat meningkatkan daya tahan tubuh

- kolaborasi dalam pemberian antibiotika

R/: antibiotika menurunkan jumlah mikroorganisme dan juga dapat membunuh

mikroorganisme dengan penggunaan secara teratur.