b10 - ftp.unpad.ac.idftp.unpad.ac.id/koran/republika/2011-01-30/republika_2011-01-30... ·...
TRANSCRIPT
REPUBLIKA ● AHAD, 30 JANUARI 2011 B10WIKIMEDIA
dunia islam
Oleh Indah Wulandari
“Kalau wong Jawa kan enengmuludan, eneng rejeban,hampir tiap bulan ada bersihdesa. Kalau waktu di langgaritu, membawa nasi untukmakan bersama di tempat
kita. Ndak tau kalau di tempat lain,” ujar Tuminah,seorang warga yang pernah tinggal di Suriname,Amerika Selatan pada 1925-1954.
Ungkapan di atas menggambarkan akulturasikebudayaan Jawa dengan Islam yang terjadi diSuriname. Bahkan hingga kini, tradisi itu masihtetap dilakukan umat Islam Suriname keturunanJawa. Kehidupan umat Islam di Suriname sangatkuat dipengaruhi oleh Indonesia dan Pakistan.
Republik Suriname (Surinam) dulunya bernamaGuyana Belanda atau Guiana Belanda. Surinameadalah sebuah negara di Amerika Selatan dan meru-pakan bekas jajahan Belanda. Negara itu berbatasandengan Guyana Prancis di timur dan Guyana dibarat.
Di sebelah selatan, Suriname berbatasan denganBrasil, dan di utara dengan Samudra Atlantik.“Sebanyak 20 persen penduduk Suriname adalahMuslim. Suku Jawa yang terbesar sehingga memengaruhi kebudayaan Suriname di bidangpolitik, ekonomi, sosial, budaya, dan agama,” paparToekiman Saimbang, diplomat Suriname, di Jakartadalam seminar dan bedah buku Migratie EnCultureel Erfgoed.
Menurut Toekiman, perkembangan Islam dalamkesukuan Jawa Suriname itu mengingatkanketerkaitan antara dua negara. Orang Jawa tiba diSuriname pada 1890-1939. Sebanyak 32.976 orangdari Jawa dikapalkan menuju Suriname untukmenjadi buruh kontrak perkebunan.
Setelah Perang Dunia II, sekitar 7.648 orangJawa Suriname kembali ke Tanah Air. “Sempat terjadipergolakan saat kemerdekaan RI dan ada pemben-tukan partai baru di Suriname. Perpindahan jugaberdasarkan garis agama, budaya, dan politik diantara komunitas Jawa,” tutur Ketua Stichtink,Harriete Mingoen.
Berdasarkan kajian The Royal NetherlandsInstitute of Southeast Asian and Caribbean Studiesbersama Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia(LIPI) dan Stichting Comite Herdenking JavaanseImmigratie, setelah Republik Indonesia merdeka,sempat satu rombongan orang Jawa Surinamekembali ke Tanah Air.
Presiden Soekarno memberikan lahan di Sumatra
Barat yang dinamakan para migran Jawa Surinamesebagai Tongar. Sayangnya, proyek tersebut gagalsehingga tidak ada rombongan berikut yang kembalidari Suriname ke Indonesia.
Memegang adat JawaHingga kini, sebagian besar kelompok Jawa
Suriname masih tetap mempertahankan budayanya.Karena pemahaman budaya Jawa tidak mendalamdan yang diceritakan pada anak cucunya juga seke-nanya, atau sesuai yangmereka mengerti,maka simbol-simbolkebudayaan yangdijaga adalahsimbol-simbol yangsetidaknya pernahmereka kenal danlakukan ketikamasih di Jawa.
Upacara mitoni(tujuh bulan kehami-lan) masih dilakukanoleh Muslim Surinameasal Jawa, begitu pulaadat Jawa dalam perkaw-inan serta kematian.Budaya Jawa masih diajarkan
kepada anak-anak mereka, misalnya, acaraslametan. Pada saat hari raya Islam, umat Islam diSuriname biasa berziarah.
Selain itu, umat Islam Suriname keturunan Jawamasih menggelar acara memperingati kematiantujuh hari, 40 hari, dan 100 hari. “Standarnya takbisa disamakan dengan Jawa atau Islam diIndonesia. Mereka punya kebudayaan sendiri. Kitahanya menemukan kemiripan di dalamnya,” ungkapKoordinator peneliti migrasi Jawa Suriname dariLIPI, Aswatini.
Migrasi suku Jawa ke mancanegara umumnyahanya diketahui berlangsung ke Suriname diAmerika Selatan. Masyarakat Jawa Suriname yangmulai didatangkan sebagai kuli kontrak pada 1890sudah mampu mengorganisasi diri. Pada 1918,mereka mendirikan perkumpulan bernama TjintokoMoeljo.
Masyarakat Jawa Suriname terkonsentrasi disejumlah distrik, seperti Commewijne, Saramacca,dan Nickerie. Masyarakat Jawa yang beragama Islamitu pun mendirikan masjid dan Perkumpulan IslamIndonesia pada 1932.
Namun, ada keunikan karena perbedaan soalkiblat bagi masyarakat Jawa di Suriname. Sejatinya,negara itu berada di sebelah barat Kota SuciMakkah, Arab Saudi, sedangkan masjid di Indonesiayang berada di sebelah timur Arab Saudi memilikikiblat ke barat.
Sebagian kelompok umat Islam Suriname asalJawa pun banyak yang membangun masjid denganberkiblat ke barat seperti di Jawa. Namun, ada jugayang membangun masjid dengan berkiblat ke arahtimur, sesuai letak Suriname yang berada di baratArab Saudi.
Terkait perbedaan itu, hingga kini masih terdapatdua macam arah masjid. Pengikutnya pundibedakan antara penganut aliran Barat yang lebihmempraktikkan Islam kejawen dan aliran Timuryang lebih Islam murni.
Namun, umat Islam di Suriname hidup rukun.Mereka menikah dengan teman-teman senasib danmenjadi cikal bakal penduduk diaspora Jawa.Generasi muda di Suriname kerap mengatakanbahwa kakek dan nenek mereka menikah di kapalatau di perkebunan.
Suku Jawa merupakan kelompok etnis terbesarketiga di Suriname setelah kelompok Kreol (turunandari Afrika) dan Hindustan (India). Populasi ketu-runan suku Jawa di Suriname mencapai 20 persendari total penduduk yang mencapai 400 ribu orang.Islam menjadi agama terbesar ketiga setelah Kristendan Hindu. ■ ed: heri ruslan
Oleh Indah Wulandari
Kerukunan dan rasa persaudaraan orang Jawa diSuriname diperkuat melalui pelaksanaan acaraselamatan dan tradisi Jawa lainnya, sepertisunatan, mitoni (hamil tujuh bulan), upacara
perkawinan Jawa, serta peringatan hari kesekian setelahmeninggalnya seseorang.
Pemahaman makna dan pelaksanaan upacara adat dantradisi tersebut diubah dan disesuaikan dengan pemahamanpara penganut budaya itu sendiri sehingga tidak samadengan yang biasa dilaksanakan di Jawa. Misalnya, kema -tian seseorang juga diperingati sesudah satu dan dua tahunatau sesudah lewat satu windu.
Keterikatan masyarakat Jawa di Suriname juga lebihdiperkuat oleh tradisi daripada agama. Karena posisi (sosialdan ekonomi) orang Jawa dulu sangatlah rendah diban -dingkan dengan golongan lainnya, ekspresi tradisi dan adatsebagai perangkat untuk menggalang solidaritas sosialmenjadi sangat penting bagi orang Jawa.
Meskipun hidup kekurangan, orang-orang Jawa ternyatamampu mempertahankan dan meneruskan tradisi merekalewat transmisi secara oral dari generasi ke generasi. Salahsatu tradisi yang masih dianut adalah upacara bersih desayang diadakan setelah lebaran atau Idul Fitri di desa-desa diSuriname.
Selain itu, ada pertunjukan wayang kulit. Pertunjukan inidihadiri oleh puluhan orang yang kebanyakan sudah berusialanjut. Di sisi lain, masyarakat Muslim Suriname padaumumnya memeluk agama sekadar mewarisi agama nenekmoyangnya. Hal itu terjadi karena mereka memang datang keSuriname tak mendapatkan pendidikan agama yang kuat.
Pada masyarakat Muslim Jawa, umpamanya, kebanyakanmereka berasal dari tradisi agama Islam Jawa Abangan yanghanya mengenal Islam sekadar nama dan lebih kental denganunsur tradisi dan budaya Jawa. Namun, sejalan denganperkembangan zaman, kefahaman Islam semakin membaikdan kesadaran untuk beragama Islam secara menyeluruhsemakin meningkat pada masyarakat Islam Suriname.
Kini, Islam tidak lagi dijadikan sebagai agama warisannenek moyang, tapi dipeluk dengan penuh kesadaran.Lambat laun Islam tidak saja dijadikan sebagai agamatradisi nenek moyang, tapi menjadi sebuah cara hidupuntuk mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Fenomena seperti itu dapat dengan mudah kita temui dimana-mana, di kota dan di kampung, juga di pasar dan dijalan-jalan di Suriname. Berpakaian Muslim atau Muslimahmenjadi pemandangan yang biasa di tengah tren pakaianala Barat. Ada pula kebiasaan mengucap salam antaraMuslim Jawa dan Muslim asal dari negeri Hindustan, sertadengan mereka yang berasal dari Afrika. ■ ed: heri ruslan
Tak HanyaSekadar Agama
Warisan
MASYARAKAT JAWA SURINAME
TERKONSENTRASI DI SEJUMLAH
DISTRIK, SEPERTI COMMEWIJNE,
SARAMACCA, DAN NICKERIE.
CARIBBEANMUSLIMS.COM
AP
AP
Potret KehidupanMuslim Etnis Jawa
ISLAM DI SURINAME
● Acara Bersih Desa
● Muslim Yurinamesaat shalat Idul Fitri