bab ii landasan teoritis - uksw · 2020. 12. 3. · bab ii landasan teoritis judul tesis ini ialah...
TRANSCRIPT
BAB II LANDASAN TEORITIS
Judul tesis ini ialah mitoni sebagai pendekatan pendampingan bagi masyarakat Jawa.
Oleh sebab itu,untuk mencapai tujuan judul ini dibutuhkan landasan teoritis. Landasan teoritis
tersebut akan digunakan sebagai alat analisis terhadap hasil penelitian. Tesis ini akan
menggunakan teori Clinebell danVan Beekmengenai pendampingan pastoral. Selanjutnya untuk
menganalisi mitoni digunakan teori Bratasiswara mengenai ritual mitoni. Alasan pemilihan Van
Beek dan Clinebelldikarenakan teori mereka sesuai dengan kebutuhan penulisan ini, yaitu
tentang pendampingan pastoral. Melalui penjelasan Van Beek dan Clinebell pemahaman tentang
pendampingan pastoral dapat disampaikan secara jelas. Lebih lanjut, Bratasiswara menganalisis
mitoni secara lebih mendalam, bila dibandingkan dengan Geertz. Geertz dalam teorinya tentang
Mitoni cenderung bersifat deskriptif saja dan kurang analitis.
1. Penelitian Mitoni Sebelumnya
Studi tentang mitoni sebelumnya meliputi penjelasan berikut: Geertz menjelaskan
mengenai mitoni secara deskriptif meliputi waktu penyelenggaraan, hidangan yang disajikan dan
makna simbolis yang terdapat di dalamnya. Penyelenggaraan mitoni dilakukan dirumah calon
ibu, dengan menyiapkan selamatan khusus.1Mustaqim melakukan studi terhadap mitoni
berkaitan dengan pergeseran makna dan kualitas ritual mitoni dikarenakan pengaruh
agama.2Marliyana dkk. menjelaskan bahwa tradisi Mitoni secara deskriptif. Acara inti mitoni
meliputi sungkeman, siraman, sesuci, pecah pamor, brojolan, sigaran, nyampingan, luwaran
1Clifford Geertz, Religi Jawa: Abangan, Santri, Priyayi Dalam Kebudayaan Jawa (Jakarta: Komunitas
Bambu, 2013), 44. 2 Muhamad Mustaqim. “Pergeseran Tradisi Mitoni:Persinggungan Antara Budaya Dan Agama,” Jurnal
Penelitian, 11. 1, (20170, 119-120. <http://journal.stainkudus.ac.id/index.php/jurnalPenelitian/article/view/2016>.
Diakses pada 3 Oktober 2017.
dan simparan, wiyosan, kembulan dan unjukan, rujakan dan dhawetan. Acara penutup tradisi
Mitoni ditutup dengan acara kendurian.3
Baihaqi melakukan studi mitoni di Jawa Tengah. Penelitiannya bertujuan
mengungkapkan karakteristik tradisi mitoni yang terdapat di Jawa Tengah sebagai salah satu
jenis sastra lisan.4Murniasih mengkaji mitoni dengan perspektif ilmu kesehatan.Menurut
Murniasih, seorang suami yang memiliki istri hamil sebaiknya ikut serta dalam pemeriksaan
kehamilan istri dan mengikuti penyuluhan yang diberikan oleh bidan mengenai perawatan
kehamilan. Selanjutnya, ibu hamil sebaiknya lebih sering mencari informasi tentang perawatan
kehamilan pada saat hamil.5Suryawati melakukan studi mitoni dari perspektif kesehatan.
Selamatan tujuh bulan usia kehamilan memiliki makna simbolis bahwa pada usia kehamilan
tujuh bulan janin telah mempunyai roh atau nyawa.6
Rifa’i menggambarkan, menganalisis, dan menjelaskan mitoni dengan sudut pandang
prilaku komunikasi dari kelompok sosial.7 Machmudah mengkaji mitoni dengan perspektif
islam, temuannya membahas mengenai nilai-nilai Islam yang terdapat dalam mitoni
3Marliyana, Iskandar Syah, dan Wakidi, “Tradisi Mitoni Masyarakat Jawa Di Desa Marga Kaya Kabupaten
Lampung Selatan,” PESAGI (Jurnal Pendidikan dan Penelitian Sejarah), 4.1 (2016) , 1
<http://jurnal.fkip.unila.ac.id/index.php/PES/article/view/10727%. Diakses pada 13 November 2018. 4Imam Baihaqi, “Karakteristik Tradisi Mitoni di Jawa Tengah Sebagai Sebuah Sastra Lisan,” Arkhais, 08.2
(2017), 136<https://doi.org/10.21009/ARKHAIS.082.05>. Diakses pada 6 Oktober 2018. 5Ni Putu Murniasih, Siti Masfiah, dan Bambang Hariyadi, “Perilaku Perawatan Kehamilan dalam Perspektif
Budaya Jawa di Desa Kaliori Kecamatan Kalibagor,” Jurnal Kesmas Indonesia, Volume 8.1 (2016), 65. Diakses
pada 20 Februari 2019. 6 Chriswardani Suryawati. “Faktor Sosial Budaya dalam Praktik Perawatan Kehamilan Persalinan dan Pasca
Persalinan (Studi di Kecamatan Bangsri Kabupaten Jepara), Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia, 2.1 (2007), 27.
https://media.neliti.com/media/publications/4955-ID-faktor-sosial-budaya-dalam-praktik-perawatan-kehamilan-
persalinan-dan-pasca-pers.pdf. Diakses pada 15 Mei 2019. 7Rifai, 1.
dihubungkan dengan aktivitas ekonomi.8Selanjutnya, Adriana dalam studinya juga menjelaskan
mengenai tradisi mitoni dipandang dari pespektif agama Islam.9
Kesimpulan terhadap penelitian sebelumnya ialah: mitoni dihubungkan dengan perspektif
Islam, ilmu kesehatan, prilaku komunikasi kelompok sosial, aktivitas ekonomi dan sastra
lisan.Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya ialah penelitian ini mengkaji nilai-
nilaispiritual dalam tahapan mitoni. Selanjutnya, nilai-nilai spiritual tersebut dikembangkan
sebagai pendekatan pendampingan bagi masyarakat Jawa. Nilai-nilai spiritual tersebut berfungsi
sebagai pendampingan pastoral bagi individu dan masyarakat, bila dikembangkan dapat menjadi
sarana untuk mendampingi seseorang yang akan melalui proses persalinan.
2. Penelitian Pendampingan Pastoral Sebelumnya.
Nugroho telah melakukan studi tentang pendampingan pastoral. Studinya menghasilkan
kesimpulan bahwa gereja yang kuat terbentuk dari jemaat yang kuat. Jemaat yang kuat didapat
dari pendampingan pastoral yang secara aktif menyentuh keseluruhan kehidupan warga
gerejanya. Gereja perlu berusaha mengembangkan pendampingan pastoral holistik kepada
jemaatnya.10Wijayatsihtelah melakukan studi mengenaiPendampingan pastoral. Studinya
menghasilkan temuan sebuah bentuk pendampingan pastoral dalam kehidupan komunitas gereja.
Adapun bentuknya diantaranya ialah: melalui kotbah, pelayanan liturgi, pelayanan diakonia dan
perkunjungan rumah tangga.11 Simanjorang melakukan studi mengenai kekhususan pelayanan
8Umi. Machmudah, “Budaya Mitoni:Analisis Nilai-nilai Islam dalam Membangun Semangat Ekonomi,” el
harakah Jurnal Budaya Islam, 18.2 (2016), 185–98 <http://dx.doi.org/10.18860/el.v18i2.3682>. 9Iswah Adriana, “Neloni, Mitoni atau Tingkeban: (Perpaduan antara Tradisi Jawa dan Ritualitas
Masyarakat Muslim),” Jurnal Karsa, 19.2 (2012), 238–47
<http://karsa.stainpamekasan.ac.id/index.php/jks/article/view/12>. Diakses pada 3 April 2018. 10Fibry Jati Nugroho, “Pendampingan Pastoral Holistik,” Evangelikal:Jurnal Teologi Injili dan Pembinaan
Warga Jemaat, 1.2 (2017), 139 <http://journal.sttsimpson.ac.id/index.php/EJTI>. Diakses pada 12 Februari 2019. 11Hendri Wijayatsih, “Pendampingan dan Konseling Pastoral,” Jurnal Gema Teologi, 35.No 1/2 (2011)
<https://journal-theo.ukdw.ac.id/index.php/gema/article/download>. Diakses pada 12 Februari 2019.
pastoral di tengah-tengah gereja Lutheran. Hasil kajiannya ialah teknik dan jenis pelayanan
pastoral dibangun di atas dasar kasih karunia Allah melalui Yesus Kristus. Pelayanan pastoral
dalam gereja Lutheran berjalan dalam pelayanan sakramen. Pelayanan pastoral secara
menyeluruh mencakup sebagai usaha pemberitaan anugerah dan pembinaan persekutuan.12
Kusmaryanto telah melakukan studi mengenai pelayanan pastoral. Pelayanan pastoral
dilakukan dari perspektif Katolik, ditujukan kepada pasien yang sakit. Metode yang digunakan
dengan melayankan sakramen pengurapan orang sakit. Pelayanan ini dilakukan hanya oleh imam
karena sahnya pelayanan ini hanya jika dilakukan oleh imam saja.13 Calvert melakukan studi
mengenai pendampingan pastoral atau pastoral care. Istilah pastoral care adalah istilah yang
digunakan dalam pendidikan di Inggris untuk menggambarkan struktur, praktik dan pendekatan
untuk mendukung kesejahteraan, pengembangan anak-anak dan orang-orang muda.14
Kesimpulan penelitian mengenai pendampingan pastoral sebelumnya ialah:
pendampingan pastoral menggunakan pendekatan konteks gereja dan tidak mengangkat nilai-
nilai budaya Jawa. Penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya, karena mengangkat
nilai-nilai spiritual dalam tahapan mitoni sebagai sebuah bentuk pendekatan pendampingan
berbasis budaya Jawa. Cakupan penelitian ini manfaatnya dirasakan lebih luas, tidak hanya untuk
kalangan gereja saja, akan tetapi juga berlaku untuk masyarakat secara umum.
3. Kerangka Teoritis Mitoni.
12Julianto Simanjorang. "Pelayanan Pastoral dalam Gereja Lutheran" KAIROS Jurnal Teologi Lutheran,
1.1 (2018), 62. http://ejournal.sttgkli.ac.id/index.php/kairos/article/view/13. Diakses pada 12 Februari 2019. 13C.B. Kusmaryanto, “Health Pastoral Care,” Jurnal Teologi, 5.1 (2016), 03. <http://e-
journal.usd.ac.id/index.php/jt/article/download/483/422 >. Diakses pada 12 Februari 2019. 14Mike Calvert, “From ‘pastoral care’ to ‘care’: meanings and practices,” Pastoral Care in Education, 27.4
(2009), 267. <https://doi.org/DOI: 10.1080/02643940903349302.>. Diakses pada 12 Februari 2019.
Bagian selanjutnya akan membahas mengenai mitoni dari sisi teoritis, dengan melihat
kepada tulisan Hermanto Bratasiswara. Melalui Bratasiswara akan dibahas teori mitoni
sehubungan dengan:Pengertian Mitoni, Tujuan Slametan Mitoni, Ciri-ciri Upacara Mitoni,
Perlengkapan Mitoni, Tahapan Ritus Mitoni, Persiapan Selamatan Mitoni.
1) Pengertian Mitoni
Orang Jawa menyebut mitoni dengan istilah tingkeban. Tingkeban merupakan selamatan
memperingati genap tujuh bulan kehamilan pertama. Masyarakat di daerah Jawa masih banyak
melakukan tradisi mitoni, meskipun demikian tidak ada cara yang baku dalam melakukannya.
Pelaksanaannya bergantung pada kebiasaan setempat, kemauan dan kemampuan dari
masyarakat, disisi lain banyak hal yang menunjukkan kesamaan. Tingkeban merupakan kegiatan
“menyambut” atau “menangkap” kedatangan sesuatu yang dinanti-nanti. Tingkeban juga
merupakan acara papagan atau mapag yang artinya menyambut atau menyongsong kedatangan
“tamu agung” titipan Tuhan kepada ibu hamil.Tingkeban merupakan salah satu cara orang Jawa,
yang sudah berjalan turun-temurun untuk menyambut kedatangan anak sebagai titipan Tuhan
tersebut.15
2) Tujuan Slametan Mitoni
Bratasiswara menjelaskan tujuan selamatan tingkeban yakni:1). Bersyukur kepada Tuhan
Yang Maha Esa, dikarenakan Tuhan memberikan kepercayaan kepada sepasang suami istri
berupa titipan momongan yang sekarang masih berada di dalam kandungan ibunya. 2).
Memohon kepada penguasa jagat raya, supaya bayi yang sudah dikandung dapat tumbuh
sempurna dan lahir dengan selamat tepat pada waktunya. 3). Mengharap dukungan doa dan restu
15 Hermanto Bratasiswara, Bauwarna Adat Tata Cara Jawa Buku 2 N-Z (Jakarta:Yayasan Suryasumirat,
2000), 798.
dari sanak saudara, tetangga dan para sesepuh atau tua-tua semoga kehadiran titipan Tuhan
berjalan lancar, selamat tidak ada kesukaran apapun.16
3) Ciri-ciri Upacara Mitoni
Ciri-ciri upacara tingkebansebagian besar berhubungan dengan bilangan tujuh, antara
lain: Tingkeban hanya khusus untuk ibu hamil tujuh bulan dan hanya untuk kehamilan pertama
atau menyongsong anak pertama. Pelaksanaan upacara tingkeban pada hari ke tujuh dalam
hitungan saptawara, yakni hari Sabtu wage, mengandung lambang metune age-age artinya
lahirnya dengan lancar. Waktu pelaksanaan pukul sebelas siang, dipilih tanggal gasal, misalnya
5, 7, 9 dan 11 sebelum purnama.17
4) Perlengkapan Mitoni
Siramantingkeban menggunakan air dari tujuh sumber, seperti dari sendhang, belik atau
sumber, tuk atau sumber mata air, sumur, pancuran atau air yang memancur, kali atau sungai,
dan tempuran atau pertemuan dua sungai yang berbeda, atau dari tujuh sumur. Air siraman diisi
dengan tujuh macam bunga, disebut air kembang setaman, yang terdiri dari berbagai macam
bunga. Sesepuh atau tua-tua yang melakukan siraman berjumlah tujuh orang. Mereka adalah ibu-
ibu yang sudah berkeluarga dan memiliki keturunan baik-baik.18
Uburampe atau perlengkapansiramanterdiri atas tujuh macam, yakni; 1) tropong. 2).
cengkir atau kelapa gading muda. 3). dingklik, atau kursi kecil berukuran pendek terbuat dari
kayu,dengan lemek klasa bangka atau dingklik dengan alas tikar dan tujuh godhong apa apa,
antara lain kluwih atau daun kluwih, dhadap serep, ringin, alang-alang atau ilalang, maja, atau
daun pohon maja, andong atau daun pohon andong. 4).air kembang dengan siwur atau gayung
16 Hermanto Bratasiswara, 2000, 798. 17 Hermanto Bratasiswara, 2000, 798-799. 18 Hermanto Bratasiswara, 2000, 798.
dari tempurung kelapa. 5). kosok berupa tepung beras tujuh warna. 6). janur kuning. 7). keris.
Busana menggunakan tujuh macam motif kain, misalnya motif bledhak, parang, semen, lereng,
yuyu sakandhang, truntum, dan lurik tuluh watu.Kemben yang dipakai dalam acara busanan ada
tujuh macam, yakni letrek, jingga, sindur, sembagi, banguntulak, dringin, dan liwatan atau
slarakkandhang.19
Buwangan atau bucalan arti harfiahnya barang-barang yang dibuang, ada tujuh macam
yakni:1). pecok bakal dan jeroan. 2). kluwak. 3). kemiri. 4). kacang tholo. 5). brambang bawang
lanang atau bawang merah dan bawang putih lanang. 6). gereh pethek atau ikan asin. 7). telur
ayam. Tempat buwangan pada tujuh tempat tertentu, seperti pojok pekarangan, ruang yang
ditempati ibu hamil, kamar mandi, kamar kecil, sumur, padanganatau tempat menanak nasi, dan
patehan atau tempat membuat minum.Sajen atau sesaji ada tujuh macam, yakni: 1). jodhog atau
tempat meletakkan lampu pelita. 2). empluk kluwak, kemiri atau bumbu-bumbu. 3). lauk goreng
minyak dan gangsan. 4). jenang atau dodol tujuh macam, yaitu:jenanglemu, jenang baro-baro,
jenang abang, jenang katul, jenang putih, jenang abang putih, jenang pliringan. 5). tumpeng
tujuh dan telur tujuh butir. 6). beras, kendi, uang, sisir. 7). pisang setangkeb.20
Wilujengan ada tujuh perangkat, yakni: 1). penganan tujuh macam; srabi, klepon,
jongkong, inthil, uler-uleran, dan ampyang dengan tujuh isen, yaitu:kacang tholo, kacang ijo,
kacang kara, kacang ruji, kacang cina, kacang kedhele dan wijen. 2). jajan pasar. 3). pisang
setangkeb. 4). sega tumpeng, sega golong, sega asahan, sega wuduk ingkung. 5). rujak mara
pitu. Bahan rujak terbuat dari campuran buah-buahan sebagai berikut: timun, bengkowang, pelem
atau mangga, blimbing, dhondhong, nanas, gedhang/puyang. 6). bancaan anak-anak. 7). takir
19 Hermanto Bratasiswara, 2000, 799. 20 Hermanto Bratasiswara, 2000, 799.
ponthang, dengan tujuh jarum:emas, suwasa, selaka, tembaga, wesi atau besi, kuningan,
bitingatau lidi.21
5) Tahapan Ritus Mitoni
Penyelenggara selamatan tingkeban ialah kedua belah pihak orang tua pasangan ibu
hamil, yaitu ayah dan ibu kandung dan ayah ibu mertua. Tempat penyelenggaraan tingkeban di
rumah mertua ibu yang hamil. Pemandu acara tingkeban disebut dhukun tingkeb, adalah seorang
ibu yang sudah berkeluarga, cukup umur dan berpengalaman dalam adat tingkeban. Tamu yang
diharapkan menghadiri upacara tingkeban adalah para ibu yang sudah menikah.22
Langkah-langkah tingkeban memiliki tujuh acara, yaitu:
a) sungkeman.
Ibu hamil dituntun oleh dhukun tingkeb menghadap dan menyampaikan sungkem dan
mohon doa restu kepada orang tua dan mertuanya. Tujuan sungkeman ialah sebagai sembah bekti
kepada orang tua yang sangat diutamakan, mengingat orang tua adalah yang menjadi lantaran
Tuhan menciptakan dirinya.23
b) siraman.
Tujuan acara siraman adalah membersihkan diri dari segala pengaruh dan pikiran buruk.
Ibu hamil menanggalkan semua perhiasan dengan disertai doa semoga semua halangan dapat
21 Hermanto Bratasiswara, 2000, 799. 22 Hermanto Bratasiswara, 2000, 799. 23 Hermanto Bratasiswara, 2000, 800.
terbuang. Rahmat Tuhan datang pada ibu hamil dan bayi yang masih dikandungannya. Siraman
bertempat di kamar mandi, atau bisa juga di taman, atau tempat khusus yang telah disiapkan.
Siraman menggunakan air kembang tujuh rupa dan duduk di atas tujuh macam alas. Ibu kandung
adalah orang yang pertama sekali melakukan siraman dilanjutkan oleh ibu-ibu yang diharapkan
merestui dan yang terakhir adalah ibu mertua. Setelah tujuh orang ibu selesai “menyirami”
ditutup dengan acara mecah kendhi dilakukan oleh ibu mertua di dekat tempat siraman.24
c) januran.
Januranmerupakan acara melepas dan memangkas janur kuning yang dililitkan diseputar
pinggang ibu hamil. Warna janur ialah kuning keemasan melambangkan kebanggaan,
kebahagiaan, kesejahteraan, dan keselamatan. Janur kuning dililitkan diseputar pinggang ibu
hamil, selanjutnya dilepaskan atau dipangkas dari lilitannya. Ritual ini melambangkan harapan
agar bayi dapat lahir dengan lancar, mudah dan selamat demikian juga ibu yang melahirkan. Ada
dua cara yang dipakai dalam melepaskan lilitan janur kuning tersebut. Pertama, Calon ayah bayi
menarik simpul janur kuning pelan-pelan hingga lilitan terlepas. Ke dua, calon ayah bayi
memotong simpul janur kuning dengan sebilah keris hingga lilitan terlepas.25
d) brojolan
Brojolanmerupakanacara melepas tropong dan dua buah kelapa muda gading bergambar
wayang Kamajaya dan Kamaratih. Acara ini memiliki makna semoga bayi lahir dengan lancar,
baik laki-laki ataupun perempuan dan selamat. Bila lahir perempuan memiliki wajah cantik
seperti Kamaratih, bila lahir laki-laki memiliki wajah tampan seperti Kamajaya.26
24 Hermanto Bratasiswara, 2000, 800. 25 Hermanto Bratasiswara, 2000, 800. 26 Hermanto Bratasiswara, 2000, 800.
e) busanan.
Busananmerupakanupacara ketika ibu hamil berganti pakaian sebanyak tujuh kali,
mengenakan tujuh lembar kain dan tujuh kemben yang berbeda-beda secara bergantian. Dukun
Tingkeb meminta pendapat kepada tamu setiap kali ibu hamil mengenakan kain dan kemben.
Apakah dandanannya sudah pantas atau belum. Para tamu menjawab:durung patut atau belum
pantas. Baru setelah mengenakan kain kemben yang ketujuh, dengan motif lurik tuluh watu
liwatan, para tamu menjawab:wis patut, wis patut yaiku panganggo sing sakbenere. Artinya,
“sudah pantas, sudah pantas, inilah pakaian yang sebenarnya.”27
f) deganan.
Degananmerupakan acara membelah degan atau kelapa muda di tengah pintu depan.
Acara ini dilakukan oleh calon ayah dari bayi yang ada dalam kandungan. Acara ini memiliki
makna semoga bayi lahir secara wajar dan selamat, tidak cacat, tidak bungkus, tidak sungsang,
tidak ada gangguan yang lain. Bayi yang lahir dapat memenuhi harapan orang tuanya, menjadi
manusia yang bermanfaat bagi keluarga, masyarakat dan bangsa. Melalui ritual ini dibuat
prakiraan, misalnya kalau degan terbelah tengah betul akan lahir perempuan, sedangkan bila
degan terbelah besar separuh berarti akan lahir laki-laki.28
g) wilujengan.
Wilujenganmerupakan acara penutup dalam mitoni. Ibu hamil memakan daging burung
kepodang goreng, agar bayi dan orang tuanya memperoleh kegembiraan, kebahagiaan,
kemegahan seperti kuningnya bulu kepodang. Rujakan, bersama-sama menikmati rujak segar
agar orang tua bayi, keluarga dan semua yang hadir dianugerahi kesegaran dan kebugaran,
27 Hermanto Bratasiswara, 2000, 801. 28 Hermanto Bratasiswara, 2000, 801.
seperti segarnya rujak. Pada saat kenduri semua yang hadir memakan hidangan yang tersedia dan
dilanjutkan pembagian makanan sebagai oleh-oleh untuk keluarga masing-masing.29
6) Persiapan Selamatan Mitoni
Pacawisan atau persiapan selamatan tingkeban perlu dilakukan sebaik mungkin.
Beberapa persiapan yang perlu dilakukan sehari sebelumnya ialah: 1). menempatkan buwangan
ditempat masing-masing. 2). menyiapkan sesaji atau sajen seperlunya menurut kemampuan dan
kebiasaan setempat. 3). menyiapkan tempat dan uburampe siraman. 4). menyiapkan pakaian
kain dan kemben untuk acara busanan. 5). menyiapkan perangkat upacara brojolan dan deganan.
6). menyiapkan undangan dan tempat penyelenggaraan tingkeban. 7). menempatkan perangkat
wilujengan.30
4. Kerangka Teoritis Pendekatan Pendampingan Pastoral
Bagian ini akan menjelaskan secara teoritis pendekatan pendampingan pastoral Clebsch
dan Jaekle, Van Beek dan Clinebell meliputi:Pengertian Pendampingan, Fungsi Pendampingan,
dan Tujuan Pendampingan Pastoral.
1) Pengertian Pendampingan
Menurut Engel, Van Beek menjelaskan istilah pendampingan berasal dari kata kerja
mendampingi, sedangkan kata pastoral berasal dari bahasa latin pastore. Bahasa Yunaninya
poimen, yang berarti gembala. Mendampingi merupakan suatu kegiatan menolong orang lain
yang karena suatu sebab perlu didampingi. Interaksi yang terjadi dalam proses pendampingan
tersebut bersifat kemitraan, bahu membahu, menemani, berbagi dengan tujuan saling
29 Hermanto Bratasiswara, 2000, 801. 30 Hermanto Bratasiswara, 2000, 799-800.
menumbuhkan dan mengutuhkan. Lebih lanjut, Clinebell dalam Engel, menjelaskan bahwa
pendampingan pastoral dilakukan oleh pihak gereja, ditujukan kepada seseorang atau kelompok
yang mengalami masalah atau sakit.31
Clebsch dan Jaekle, sebagaimana dijelaskan oleh Nugroho, memformulasikan fungsi
pendampingan ke dalam empat bagian, yaitu: Menyembuhkan, Menopang, Membimbing, dan
Mendamaikan. Selanjutnya Clinebell menambahkan fungsi mengasuh sebagai bentuk
pengembangan dan pertumbuhan secara holistis.32
2) Fungsi Pendampingan
Fungsi adalah kegunaan atau manfaat yang dapat diperoleh dari pekerjaan pendampingan
tersebut. Fungsi pendampingan merupakan tujuan-tujuan operasional yang hendak dicapai dalam
memberikan pertolongan kepada orang lain. Berikut penjelasan fungsi pendampingan pastoral
sebagaimana diuraikan pada bagian ini.
i. Fungsi membimbing.
Van Beek menjelaskan melalui fungsi membimbing, pendamping mengemukakan
beberapa kemungkinan yang bertanggungjawab dengan segala resikonya dalam menentukan
pilihan. Pendamping membimbing orang ke arah pemilihan yang berguna. Pendamping tidak
memiliki kewajiban untuk memilih keputusan. Orang yang didampingi diberi kepercayaan untuk
mengemukakan persoalannya bila membutuhkan solusi.33
31Engel, Pastoral dan Kebutuhan Dasar Konseling, 2. 32Nugroho. 144-145. 33 Aart Van Beek, 2012, 13-17.
Menurut Engel, Clebsch dan Jaekle menjelaskan fungsi membimbing untuk membantu
klien yang berada dalam kebingungan untuk menentukan pilihan-pilihan dan pengambilan
keputusan yang pasti. Lebih lanjut Engel menjelaskan bahwa fungsi membimbing dibutuhkan
setiap konseli dalam menghadapi perubahan-perubahan yang terjadi dalam hidupnya. Perubahan
itu terjadi akibat perkembangan konseli itu sendiri, perubahan lingkungan keluarga dan
masyarakat. Fungsi membimbing merupakan langkah pendampingan untuk menolong konseli
membuat pilihan dan mengambil keputusan di antara pelbagai kemungkinan dan tindakan.34
ii. Fungsi mendamaikan atau memperbaiki hubungan.
Sebagai mahluk sosial, manusia memiliki kebutuhan akan rasa aman dan hubungan yang
baik dengan sesama baik dengan suami-istri, anak-anak, menantu-mertua maupun dengan orang
banyak, seperti kelompok sebaya dan masyarakat. Masalah emosional yang dialami seseorang
dipengaruhi oleh hubungan sosial yang terganggu. Hal ini menimbulkan penderitaan bagi orang
tersebut. Orang tersebut menjadi sakit fisik secara berkepanjangan dikarenakan mengalami
konflik. Pendampingan pastoral berperan sebagai perantara untuk memperbaiki hubungan yang
rusak dan terganggu dengan bersikap netral atau menjadi penengah yang bijaksana.35Engel
menjelaskan bahwa Clinebell menyebut fungsi ini sebagai fungsi memulihkan. Fungsi ini
membantu konseli memperbaiki kembali hubungan yang rusak antara dirinya dan orang lain.36
iii. Fungsi menopang atau menyokong.
34Engel, Pastoral dan Kebutuhan Dasar Konseling, 5-6. 35 Aart Van Beek, 2012, 13-17. 36Engel, Pastoral dan Kebutuhan Dasar Konseling, 2016, 8.
Topangan diberikan kepada seseorang yang mengalami krisis kehidupan mendalam
seperti kehilangan, dukacita karena kematian orang yang dikasihi. Krisis tersebut menyebabkan
orang menjadi menderita. Pendampingan hadir dalam situasi tersebut, sehingga melalui
kehadirannya dapat membantu orang yang mengalami permasalahan tersebut. Penderita dapat
bertahan dan sanggup menghadapi krisis yang berat melalui kehadiran pendamping. Sokongan
yang diberikan pendamping berupa kehadiran, sapaan yang meneduhkan dan sikap terbuka,
dapat mengurangi penderitaan mereka.37 Lebih lanjut Engel menjelaskan bahwa fungsi
menopang adalah menolong konseli menghadapi keadaan sekarang sebagaimana adanya. Fungsi
ini menolong klien dapat menerima kenyataan pahit yang dialami, serta tetap berjuang menjalani
hidup dengan baik.38
iv. Fungsi menyembuhkan.
Fungsi menyembuhkan berperan penting dalam pendampingan pastoral. Pendampingan
yang diberikan berisi kasih sayang, rela mendengarkan segala keluhan batin dan kepedulian
tinggi. Pendampingan akan membuat seseorang yang menderita merasa aman dan lega, sehingga
dapat mengalami kesembuhan yang sebenarnya. Fungsi ini penting untuk mereka yang
mengalami tekanan mental berat seperti dukacita, luka batin karena kehilangan atau terbuang.
Kondisi mental yang demikian secara langsung atau tidak akan menyebabkan penyakit
psikosomatis. Emosi atau perasaan tertekan yang terpendam kemungkinan disalurkan melalui
disfungsi tubuh. Perasaan cemas, takut dan gelisah sering berakibat pada gangguan kesehatan.
Pada situasi yang demikian, pendamping melakukan pendekatan untuk mengajak penderita
mengungkapkan perasaan batinnya. Pendamping kemudian membawa penderita pada hubungan
37 Aart Van Beek, 2012, 13-17. 38Engel, Pastoral dan Kebutuhan Dasar Konseling, 7.
imannya dengan Tuhan melalui doa dan pembacaan Alkitab untuk penyembuhan batin.
Penyembuhan batin juga dapat membantu penyembuhan fisik.39 Menurut Engel fungsi
menyembuhkan dapat mengatasi kerusakan dengan cara mengembalikan konseli pada suatu
keutuhan dan menuntunnya ke arah yang lebih baik dari sebelumnya.40
v. Fungsi mengasuh.
Hidup seseorang mengalami pertumbuhan dan perkembangan dari bayi hingga menjadi
dewasa. Perkembangan itu meliputi berbagai aspek, yaitu:emosional, cara berfikir, motivasi dan
kemauan, tingkah laku, kehidupan rohani. Seorang pendamping melihat potensi yang dimiliki
orang yang didampingi. Potensi tersebut perlu dikembangkan dalam kehidupannya sehingga
menjadi kekuatan yang dapat diandalkan untuk tetap melanjutkan kehidupannya. Pendamping
perlu menolong penderita untuk berkembang. Pengasuhan tetap diperlukan agar terjadi
pertumbuhan melalui proses pendampingan pastoral.41
3). Tujuan Pendampingan Pastoral
Clinebell menjelaskan bahwa tujuan dari penggembalaan ialah berusaha untuk
memperkuat pertumbuhan ke arah keutuhan enam aspek kehidupan manusia. Enam aspek
tersebut saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya, yaitu:1)Menyegarkan pikiran,
2)Membuat tubuh lebih bergairah, 3)Memperbaharui dan memperkaya hubungan-hubungan
dekat, 4)Memperdalam hubungan orang dengan alam dan lingkungan hidup, 5)Menumbuhkan
39 Aart Van Beek, 2012, 13-17. 40Engel, Pastoral dan Kebutuhan Dasar Konseling, 2016, 8. 41 Aart Van Beek, 2012, 13-17.
hubungan dengan lembaga-lembaga yang penting dalam hidup. 6)Memperdalam dan
menggairahkan hubungan dengan Allah.42
Lebih lanjut Clinebell mengatakan bahwa pertumbuhan yang besar dalam satu dimensi
akan mendukung pertumbuhan dalam dimensi-dimensi lainnya. Disisi lain, berkurangnya
keutuhan dalam satu dimensi akan memperlambat pertumbuhan dalam dimensi-dimensi lainnya.
Oleh sebab itu perlu dilakukan penggembalaan pastoral yang bersifat menyeluruh atau holistik
agar memampukan orang mengembangkan dan menyeimbangkan pertumbuhan dalam enam
aspek kehidupan mereka.43
Penggembalaan menjadi efektif apabila memberikan bantuan kepada orang untuk
memperkembangkan kemampuannya berhubungan dengan cara memelihara keutuhan dalam diri
mereka dan dalam diri orang lain. Pribadi-pribadi yang telah mencapai taraf kemampuan
diharapkan dapat membangun pertumbuhan dan hubungan-hubungan yang saling memberi
kepuasan. Mereka menjadi mampu untuk mengatasi beratnya masalah, kehilangan atau
kemalangan dan pertanggungjawaban secara lebih baik. Usaha kearah pertumbuhan diri sendiri
adalah jalan buntu. Tujuan dari penggembalaan dan konseling adalah keutuhan diri, orang lain
dan masyarakat. Pertumbuhan terjadi dalam hubungan yang erat dengan keutuhan orang lain.44
42 Howard Clinebell, Tipe-Tipe Dasar Pendampingan dan Konseling Pastoral (Yogjakarta:Kanisius, 2002),
39. 43 Howard Clinebell, 2002, 39. 44 Howard Clinebell, 2002, 39-40.
4). Kesimpulan bab dua ialah sebagai berikut:
1. Penelitian sebelumnya tentang mitoni mitoni dikaji dengan perspektif Islam, ilmu
kesehatan, prilaku komunikasi kelompok sosial, aktivitas ekonomi dan sastra lisan.
2. Pendampingan pastoral yang dilakukan sebelumnya menggunakan pendekatan konteks
gereja dan tidak mengangkat nilai-nilai budaya Jawa.
3. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya ialah penelitian ini mengkaji
nilai-nilai spiritual dalam tahapan mitoni dan mengembangkannya sebagai pendekatan
pendampingan bagi masyarakat Jawa.
4. Mitoni atau tingkeban merupakan selamatan orang Jawa memperingati genap tujuh bulan
kehamilan pertama.
5. Tujuan selamatan tingkeban ialah :Bersyukur kepada Tuhan, Permohonan kepada Tuhan
supaya ibu dan bayi selamat, Masyarakat sekitar memberikan dukungan doa dan restu.
6. Ciri-ciri upacara mitoni sebagian besar berhubungan dengan bilangan tujuh.
7. Tahapan mitoni meliputi tujuh acara, yaitu:1). sungkeman. 2).siraman. 3). januran. 4).
brojolan. 5). busanan. 6). deganan. 7). wilujengan.
8. Sungkeman memiliki makna supaya menghormati orang tua.
9. Siraman mitoni menggunakan air dari tujuh sumber dan air kembang setaman. Tahapan
ini memiliki makna membersihkan diri segala pengaruh dan pikiran buruk.
10. Januran memiliki makna ibu hamil dan bayi dapat dibanggakan, bahagia, sejahtera dan
selamat.
11. Brojolan memiliki makna supaya bayi lahir dengan lancar apapun jenis kelaminnya.
12. Deganan memiliki makna bayi lahir secara wajar, selamat, dan tidak cacat.
13. Wilujenganmemiliki makna kebersamaan keluarga dengan warga masyarakat sangat
penting.
14. Fungsi pendampingan ialah: membimbing, mendamaikan, menopang, menyembuhkan
dan mengasuh.
15. Tujuan pendampingan ialah berusaha memperkuat pertumbuhan ke arah keutuhan enam
aspek kehidupan manusia.
16. Aspek kehidupan manusia, yaitu:Menyegarkan pikiran, membuat tubuh lebih bergairah,
memperbaharui dan memperkaya: hubungan dekat, hubungan dengan alam dan
lingkungan hidup, hubungan dengan lembaga yang penting, hubungan dengan Allah.
17. Pertumbuhan satu aspek akan mendukung pertumbuhan dalam dimensi-dimensi lainnya.
18. Perlu dilakukan penggembalaan pastoral yang bersifat menyeluruh atau holistik.
19. Pendekatan pendampingan bertujuan untuk memampukan orang untuk mengembangkan
dan menyeimbangkan pertumbuhan dalam seluruh aspek kehidupan.