awal diberlakukannya remunerasi di itsdigilib.its.ac.id/public/its-clip-40130-beranda-edisi 29...

9
Badan Koordinasi Pengendalian dan Komunikasi Program Media Diseminasi Kebijakan dan Prestasi Edisi 29/Juli 2015 GALERI Awal Diberlakukannya Remunerasi di ITS Bagaimana Remunerasi Itu? Skema Remunerasi di ITS Aturan Remunerasi bagi Dosen Tugas Belajar

Upload: vuongkiet

Post on 07-Mar-2019

229 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Badan Koordinasi Pengendalian dan Komunikasi Program

Media Diseminasi Kebijakan dan Prestasi

Edisi 29/Juli 2015

GALERI

Awal Diberlakukannya Remunerasi di ITS

Bagaimana Remunerasi Itu?

Skema Remunerasi di ITSAturan Remunerasi bagi Dosen Tugas Belajar

Saat ini ITS telah menerapkan pemberian remunerasi sebagai bentuk apresiasi terhadap kinerja yang dilakukan oleh para dosen dan tenaga kependidikan (Tendik) di lingkungan ITS. Ada beberapa tahapan peristiwa yang akhirnya mengawal diberlakukannya remunerasi di ITS:

1. Tahun 2013 Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memberi warning kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) bahwa akan diberlakukan penertiban pembayaran honor insentif dan lain-lain di PTN. Semua pembayaran dilarang kecuali yang tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan tentang Standar Biaya Masukan (SBM).Sementara itu, Kemdikbud tahu bahwa banyak kegiatan di PTN yang seharusnya wajar untuk diberi honor atau insentif tetapi tidak tercantum dalam SBM. Atas nasehat Kemenkeu, Ditjen Pendidikan Tinggi (Dikti) diminta menyusun SBML (Standar Biaya Masukan Lainnya) untuk diusulkan kepada Kemenkeu agar disahkan. Dengan demikian PTN bisa memberi honor dan insentif secara legal dan sah.

2. Dikti membentuk lima tim penyusun SBML yang terdiri dari para Wakil Rektor 2/Pembantu Rektor 2/Asisten Direktur 2 PTN.

Tim 1, SBML untuk PTNBH. Tim 2, SBML PTN BLU. Tim 3, SBML PTN Satker Biasa. Tim 4, SBML Politeknik.Wakil Rektor (WR) 2 ITS mendapat kehormatan untuk ditugaskan sebagai Ketua Tim 2 SBML PTN BLU dengan anggota terdiri dari WR2 UNY, UNPAD, UNSRI, UNMUL, UNES, UNAND, UNHAS, UNDIP dan ITS (yang selanjutnya diberi nama Tim 9 karena terdiri dari 9 PTN).Lima tim itu menyusun SBML dan mendiskusikannya dengan Dikti, kemudian dengan Direktorat Jenderal Anggaran (DJA) Kemenkeu selama 1 tahun. Janjinya PMK tentang SBML itu bisa keluar bulan Agustus 2013. Kenyataannya baru keluar pada April 2014.

3. Dampak dari keterlambatan itu adalah mulai 1 Januari 2014, semua PTN termasuk ITS dilarang memberi honor atau insentif apapun kecuali yang tercantum dalam PMK 72 tahun 2013. Kajur, Kaprodi, Kalab, Rektor, WR, Dekan, WD, Ka Senat, Ka DP, dan lain-lain tidak boleh diberi insentif jabatan. Juga jabatan-jabatan lainnya. Kelebihan mengajar dan lain-lain juga tidak boleh diberi honor.

Awal Diberlakukannya Remunerasi di ITS

4. Keluarnya SBML ternyata belum menyelesaikan masalah karena tidak semua kegiatan dan jabatan yang diusulkan oleh Tim, diakomodasi oleh Kemenkeu. Namun lebih banyak yang dicoret daripada yang diterima. Bahkan pemberian insentif kajur, kaprodi, kalab, sifatnya sementara untuk tahun 2014 saja. Tahun 2015 tidak diperbolehkan lagi. Sedangkan Rektor, WR, Dekan, WD dan beberapa jabatan lain, tetap tidak boleh menerima insentif jabatan.

5. Karena kondisi seperti itu Tim 9 menghadap DJA menanyakan bagaimana caranya agar bisa memberikan insentif dan honor yang komprehensif meliputi semua kegiatan dan semua jabatan secara legal dan benar serta tidak sementara. Jawaban yang kami peroleh adalah: 1. Untuk PTN Satker Biasa, TIDAK ADA JALAN, semua hanya boleh mengacu PMK 72 2013 dan SBML saja; 2. Untuk PTN BH, belum ada nomenklaturnya; 3. Untuk PTN BLU, caranya melalui REMUNERASI. Tetapi yang menangani REMUNERASI bukan DJA, yang berhak adalah Direktorat PPK BLU Kemenkeu. Maka Tim 9 berkonsultasi dengan Direktorat PPK BLU.

6. Dikti mengumpulkan semua PTN PKBLU (36 PTN) utk mengajukan usulan remunerasi agar bisa menyelesaikan masalah penertiban keuangan oleh Kemenkeu tersebut dengan mengikuti semua aturan Kemenkeu. Setalah beberapa kali diskusi, deadline ditentukan semua diminta presentasi.Namun yang bisa presentasi hanya 11 PTN termasuk ITS. Yang lainnya masih tidak siap. Akhirnya Dikti minta 11 PTN untuk

menyempurnakan dokumennya untuk dibahas di Dit PPK BLU Kemenkeu. Dari 11 itu hanya 7 yang ikut pembahasan. Namun selanjutnya UNSUD dan UNUD mengundurkan diri. Akhirnya final pembahasan hanya diikuti 4 PTN yaitu UNS, UNDIP, UNPAD, ITS dan satu UT. Akhirnya 5 PT PKBLU itulah yg mendapatkan Keputusan Menteri Keuangan (KMK) Remunerasi. Mulai tahun 2015, semua PTN BLU diwajibkan mengusulkan REMUNERASI. Bagi PTN PKBLU yang tidak menerapkan remunerasi akan diturunkan statusnya oleh Menkeu menjadi PTN Satker Biasa. ITS sendiri sudah terbebas dari kewajiban itu. (*)

Ada beberapa hal tentang remunerasi yang belum diketahui oleh khalayak ramai. Berikut ini beberapa penjelasan tentang remunerasi yang perlu diketahui:

1. Remunerasi adalah usaha mengubah sistem penggajian, dan perhitungannya didasarkan pada beban tanggung jawab, risiko, lingkup pekerjaan, kinerja dan lain-lain. Jadi sistem ini pasti lebih baik dari pada Peraturan Gaji Pegawai Negeri Sipil (PGPS).

2. Berdasarkan beban tanggung jawab, risiko, lingkup pekerjaan dan lain-lain, MenPAN-RB menentukan 17 level jabatan untuk PTN. Rektor level 17 dan caraka level 1. Level jabatan ditentukan melalui analisis jabatan dengan 9 kriteria. Untuk ITS, analisis jabatan didasarkan pada Organisasi dan Tata Kerja (OTK) ITS yang berlaku dengan 9 kriteria, dan dilakukan analisisnya oleh Wakil Rektor (WR) 2, WR 3, Ketua Dewan Pertimbangan, dan seorang profesor yang menguasai OTK.

3. Mula-mula berdasarkan PermenPAN-RB itu, level jabatan 17 memiliki nilai jabatan 4700. Tetapi ketika pembahasan bersama Dit PPK BLU Kemenkeu, Dikti dan para WR 2, dan dengan memperhitungkan kemampuan indeks rupiah PTN, maka nilai remun caraka dengan level jabatan 1 terlalu rendah. Maka disepakati level 17 nilai jabatannya dimasukkan menjadi 7180.

4. Untuk jabatan fungsional ditentukan oleh Kemdikbud. Setelah melalui diskusi panjang bersama Dit PPK BLU Kemenkeu, Dikti dan para WR 2, disepakati Profesor 12, Lektor Kepala 11, Lektor 9 dan Asisten Ahli 8 dengan nilai jabatan proporsoional terhadap level jabatan yang ada.

5. Untuk jabatan tendik mulai Kepala Biro sampai dengan Caraka disesuaikan dengan ketentuan Kemdikbud dengan catatan, jika kinerjanya 100% maka nilai rupiah remun tidak akan lebih rendah dari Tukin yang sudah pernah diterima. Untuk ITS, semua lebih tinggi dari Tukin.

Bagaimana Remunerasi Itu?

6. Setiap level dan nilai jabatan memiliki besaran remunnya masing-masing. Untuk menerima remun ada persyaratan harus memiliki kinerja wajib minimum. Untuk dosen, persyaratan itu adalah EWMP yaitu, 12 sks yang terdiri dari mengajar, penelitian, PPM dan penunjang (lulus BKD). Bagi yang lulus maka mendapat gaji remun yang diterimakan tiap bulan sebesar 30% dari besaran remunnya. Jika punya kinerja lebih, maka diberi insentif kinerja remun yang diberikan setiap akhir semester sebesar 6 bulan x (kinerja) x 70% x besaran remun. Bagi dosen fungsional "kinerjanya" maksimum 200%, bagi dosen tugas tambahan dan tendik "kinerja maksimum" 150%.

7. Ukuran kinerja bagi dosen fungsional adalah kelebihan beban (di luar 12 sks) dengan maksimum kelebihan adalah 24 sks. Untuk dosen tugas tambahan, kinerja berdasar capaian KPI yang dikembangkan dari KPI rektor yang ditandatangani bersama Kementerian Keuangan. Bagi tendik diukur berdasar kegiatan di luar Tupoksi dan kegiatan lembur, dengan persyaratan lulusnya adalah PPK minimum 76%. Untuk dosen CPNS yang belum punya kesempatan meneliti, persyaratan lulusnya cukup 12 sks mengajar saja. Tetapi pada tahun berikutnya ketika sudah punya kesempatan meneliti, persyaratan lulusnya 12 sks: mengajar, penelitian, PPM dan penunjang.Untuk dosen honorer (saat sebelum PTNBH) dibutuhkan untuk memenuhi kekurangan tenaga pengajar maka syarat lulusnya hanya 12 sks mengajar saja. Untuk dosen yang baru kembali Tugas Belajar (TB) dan belum punya kesempatan meneliti, diberlakukan seperti CPNS yang belum punya kesempatan meneliti. Mengingat jadwal penelitian mempunyai periodisasi tersendiri.

8. Mengapa kelebihan kerja dosen dibatasi 200%? Karean kelebihan 200% itu setara dengan 24 sks. Jam kerja yang dibutuhkan adalah 24 sks x 3 jam/minggu. 72 jam/minggu = 12 jam/hari (6 hari kerja/minggu).

9. Perlu diingat bahwa gaji dan insentif remun ini adalah TAMBAHAN bagi yang berkinerja lebih baik. Adapun gaji PNS, tunjangan profesi, tunjagan fungsional, tunjangan kehormatan tetap diterima secara tersendiri. Jadi remun ini seharusnya hanya diberikan kepada yang berkinerja melebihi tugas kewajibannya. (*)

1. Pada awal pengajuan skema remunerasi, semua Wakil Rektor (WR) 2 mempertanyakan berapa persen PNBP boleh dipakai untuk remunerasi. Mula-mula info yang beredar adalah 30%. Ketika dicari ternyata tidak memperoleh jawaban aturan yang berlaku, maka dicoba simulasi berapa persen PNBP bisa digunakan agar penerimaan honor dan insentif seperti yang telah berlaku selama ini tidak berkurang.

2. Melalui beberapa simulasi, angka yang muncul sekitar 50% PNBP kurang atau lebih. Akhirnya Dikti Dit PPK BLU dan para WR 2 menyepakati maksimum yang bisa digunakan untuk remunerasi adalah 50% PNBP.

3. Untuk ITS nilai 50% PNBP dibagi jumlah seluruh nilai jabatan, hasilnya adalah Rp 2.850. Itulah yang digunakan sebagai Indeks Rupiah yang dikalikan nilai kinerja yang dicapai.

4. Semula para WR 2 mengusulkan indeks rupiah range antara kemampuan saat ini sampai kemungkinan yang akan datang. Untuk ITS diusulkan Rp 2.850 - Rp 5.000 agar sewaktu-waktu apabila PNBP naik, maka tidak perlu revisi KMK asal tidak melebihi maksimum Rp 5.000. Namun keputusan akhir, tidak diperkenankan. Yang disetujui adalah kemampuan saat ini. Untuk ITS Rp 2.850.

5. Semula para WR 2 mengira bahwa remun yang tercantum dalam Ketetapan Menteri Keuagan (KMK) adalah nilai jabatan dan indeks rupiah. Tapi ternyata dalam KMK yg dicantumkan adalah nilai rupiah dari masing-masing jabatan, gaji, insentif minimum dan insentif maksimum. Ketika para WR 2 mempertanyakan hal itu, maka memperoleh jawaban bahwa nilai rupiah itulah yang digunakan sebagai kontrol Kemenkeu agar tidak melebihi maksimum remunerasi.

Terkait Penelitian, PPM, dan KerjasamaMengapa penelitian yang menghasilkan publikasi paten dan karya ilmiah sejenisnya, pengabdian kepada masyarakat, serta kerjasama yang menghasilkan peningkatan PNBP TIDAK MASUK Skema Remun?

Tidak masukknya penelitian, pengabdian pada masyarakat (litabmas) dan kerjasama ke dalam skema remun itu justru merupakan salah satu keberhasilan para WR 2 dalam negosiasi dengan Dit PPK BLU. Alasannya sebagai berikut:

1. Penelitian & PPM dari dana APBN dengan komponen honor 30% tidak bisa dimasukkan remun karena remun harus dari PNBP. Jika 30% itu diambilkan PNBP, sedangkan APBN-nya murni untuk penelitian, maka hal itu akan memberatkan keuangan PTN.

2. Penelitian dan PPM kerjasama, bisa diatur dengan remun selama dananya bukan dari APBN. Tapi umumnya kerjasama menggunakan dana yang sangat besar. Jika honor yang 30% itu dimasukkan skema remun, maka pasti melebihi batas atas remunerasi. Ini dilarang oleh Menkeu.

3. Bahkan penelitian dana APBN pun ada yang menggunakan dana sangat besar, misalnya penelitian terkait Mobil Listrik Nasional (Molina) sebesar Rp 20 miliar. Honornya pasti melewati batas atas remun.

4. Mula-mula masalah itu akan diselesaikan dengan pemberian bonus di luar remun, tapi ternyata dalam KMK remun tidak ada unsur bonus.

Skema Remunerasi di ITS

WR 2 mengusullkan agar Litabmas kerjasama hanya dipakai sebagai persyaratan lulus BKD/EWMP 12 sks. Sedangkan honor litabmas kerjasama tetap diberikan kepada pelakunya, di luar skema remun. Dit PPK BLU setuju. Paling tidak dalam monev Dit PPK BLU untuk pelaksanaan remun 2014 kepada 4 PTN BLU, kondisi itu bisa diterima. Juga auditor BPK Tahun Anggaran 2014 di ITS bisa menerima.

Jadi litabmas kerjasama berada di luar skema remun itu justru menantang dan memberi kebebasan kepada dosen untuk memperolah litabmas kerjasama sebanyak-banyaknya, dan sebesar-besarnya demi kemajuan ITS.

Jika penelitian, pengabdian kepada masyarakat dan kerjasama sudah jelas posisinya di luar skema remun, maka insentif penulisan jurnal internasional terindeks scopus dan insentif paten masih dipertanyakan karena jumlahnya hanya Rp 10 juta per jurnal atau paten sehingga bisa masuk skema remun.

Untuk 2014, kami masih bisa menjelaskan bahwa penerapan remunerasi di tengah tahun anggaran mengharuskan kondisi transisi. Oleh karena itu, pada tahun 2014 jurnal dan paten diberikan on top di luar remunerasi.

Untuk tahun 2015, tidak bisa lagi transisi dan diberikan secara on top di luar remun seperti itu. Ada dua alternatif penyelesaian, yaitu:

1. Insentif itu diberikan dalam bentuk biaya penerbitan karena ada jurnal yang untuk publikasi harus bayar. Jika ini yang dipilih, maka bisa diberikan on top di luar remun dengan SPJ berupa invoice penerbitan atau pembayaran biaya pendaftaran paten, tapi besarnya at cost.

2. Insentif masuk skema remun diberikan dalam bentuk kinerja, maka nilai rupiah Rp 10 juta diubah dalam besaran poin dan dimasukkan poin kinerja remun.

Untuk hal tersebut di atas, Undip memilih alternatif yang ke-2.

Pemberian insentif jurnal dan paten biasanya dilakukan sekitar bulan Oktober – November, maka remun kinerja Juli-Desember harus memasukkan jurnal dan paten itu. (*)

Ada beberapa hal yang patut diketahui terkait peraturan pemberian remunerasi bagi dosen yang sedang Tugas Belajar (TB), antara lain adalah:

1. Menyadari adanya status dosen TB, maka sejak semula sudah ditanyakan kepada Dit PPK BLU terkait remunerasi untuk dosen TB tersebut. Jawaban yang diterima bahwa di Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk staf TB diatur dengan Permenkeu dan memperoleh remun senilai 75% dengan maksimum kinerja hanya 100% dengan persyaratan kemajuan belajar dan IPK tertentu.

2. Namun untuk PTN PKBLU, belum ada aturan remun bagi TB baik Permenkeu atau Permendikbud atau Permenristekdikti. Akibatnya tidak ada satu pun PTN PKBLU yang berani memberikan remunerasi bagi dosen TB.

3. Ada yang berpendapat ITS tidak care pada dosen TB. Itu tidak benar. Tahun 2012 dan 2013, ITS memberi sumbangan kepada dosen TB yang memerlukan baik dalam bentuk SPP tuition fee atau biaya hidup. Tentu sebatas kemampuan ITS. Hal ini bisa dilihat datanya di Kabag Akuntansi Biro Keuangan.

4. Bagaimana dengan tahun 2014? Tidak ada lagi bantuan, karena tidak ada dasar hukumnya. Tahun 2012-2013, SK Rektor masih diakui untuk memberi pembayaran, termasuk bantuan untuk TB, tetapi sejak tahun 2014 semua pembayaran harus mengacu pada PMK No.72 tahun 2013 dan SBML saja. Namun demikian, ITS masih memberi pinjaman kepada TB. Tetapi umumnya tidak ada TB yang mengembalikan utang secara sukarela. Setelah pinjaman menjadi temuan BPK atau Irjen, terpaksa WR 2 mengenakan potong gaji atau potong remun.

5. Setelah konsultasi dengan Dit PPK BLU Kemenkeu tentang TB, sepertinya untuk tahun 2015 ada peluang jalan keluar. Namun belum bisa dijelaskan saat ini sebelum bertemu lagi dengan pihak Kemenkeu. (*)

Aturan Remunerasi bagi Dosen Tugas Belajar

Puskominfo BKPKP ITS, Humas : Indah Tri Sukmawati, HP. 081231157772Office : 031-5927012, Email : [email protected], [email protected], Website: www.its.ac.id/beranda/en

GALERI ITS

Prof Drs Nur Iriawan MlKomp PhD, Wakil Rektor

III ITS memberikan kata pembuka untuk

peserta Pembekalan Ujian Dinas Tingkat I tahun

2015 di lingkungan ITS.

Rektor ITS Prof Ir Joni Hermana MScES PhD

memberikan cinderamata kepada perwakilan

Amerika Serikat dalam rangka kerjasama dan

perkenalan melalui undangan International

Office ITS.

Mahasiswa ITS kembali mendapatkan kuliah

tamu dengan tema Ionospheric Monitoring for

Eartquake Prediction yang dikajikan melalui Prof

Dr Kosuke Heki yang berasal dari Space Geodesy

Lab. Hokaido University, Jepang.

Wakil Rektor IV ITS Prof Dr Darminto MSc

sebagai ketua LPPM menyerahkan sertifikat ISO

9001 kepada Kepala Lab Energi ITS, Prof Dr

Didik Prasetyoko, untuk layanan lab energi dan

lingkungan baik dari RINA (Registro Italiano

Navale) dan International Certification Network.

Ini adalah bagian dari rencana tiga institusi

termasuk BIBV yang juga akan mendapatkan

sertifikasi ISO 9001.