available tax incentives.doc

Upload: yuswadi-mulya

Post on 10-Jan-2016

6 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

TUGAS MANAJEMEN PERPAJAKAN

ARTIKEL :

AVAILABLE TAX INCENTIVES

YUSWADI

1451030019PPAk UNISBANK 2015

AVAILABLE TAX INCENTIVESDalam era globalisasi, banyak cara yang dilakukan oleh pemerintah suatu negara untuk menarik minat investasi dari investor asing. Salah satu instrumen kebijakan yang sering digunakan sebagaicomparativeadvantagesadalah kebijakantax incentives(insentif perpajakan). Viherkentt (1991) menyatakan bahwa there is no universally accepted definition of a tax incentive. Dalam studinya, pengertiantax incentivesmerujuk pada a tax reduction intended to encourage business oprations, including inward foreign investment.

Definisi Insentif pajak menurut Suandy (2003) adalah suatu pemberian fasilitas perpajakan yang diberikan kepada investor luar negeri untuk aktifitas tertentu atau untuk suatu wilayah tertentu. Zee, H.H, stotsky dan Ley mendefinisikan insentif pajak seperti yang dikutip oleh Alex Easson (2004) bahwaA tax incentive can be defined either in statutory or effective terms. In statutory term, it would be a special tax provision granted to qualified investment projects (however determined) that represents a statutorily favorable deviation from a corresponding provision applicable to investment projects in general (i.e. projects that receive no special tax provision). An implication of this definition is that any tax provision that is applicable to all investment projects does not consitute a tax incentive In effective terms, a tax incentive would be a special tax provision granted to qualified investment project of lowering the effective tax burden-measured in some way-on those projects, relative to the effective tax burden that would be borne by investors in the absence of special tax provision.Insentif pajak merupakan suatu instrumen dari sistem perpajakan yang dapat dipergunakan untuk mempengaruhi kegiatan ekonomi. Beberapa negara di kawasan Asia saling bersaing dalam memainkan insentif pajak untuk menarik investasi asing yang diyakini mampu memulihkan sakit ekonomi pasca krisis ekonomi tahun 1997 dan 1998. Dalam beberapa kasus, insentif pajak diterapkan sebagai kompensasi dari buruknya iklim investasi dari suatu negara yang antara lain dicerminkan dari kurangnya infrastruktur, ketidakpastian hukum dan rumitnya birokrasi (Thuronyi, 1998).Meski pada umumnya kebijakantax incentivesini dilakukan oleh negara-negara berkembang, namun bukan berarti negara majupun tidak melakukannya. Hal ini sebagaimana dikemukakan olehViherkentt (1991), Fiscal incentives have traditionally played a central role in Third World foreign investment policy. Although such incentives are common in industrialised countries too, they are much widespread in developing countries. Even at the time when attitudes towards multinationals were most critical, alarge number of LCDs granted such incentives; however, the increasingly favourable policies toward foreign investment have also taken the form of more generous fiscal incentives.Pemberian insentif pajak merupakan suatu kebijakan pemerintah.Oleh karena itu pilihan dalam memformulasikan kebijakan tersebut harus mempertimbangkan segi positif dan negatifnya. Segi positif adanya insentif pajak adalah kemampuan insentif pajak sebagai perangsang terhadap investor untuk menanamkan modal sehingga dengan banyaknya investasi yang masuk akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang sangat diperlukan dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat. Sedangkan segi negatif adanya insentif pajak adalah:1. Insentif pajak berpotensi dalam menciptakan adanya korupsi. Pemberian insentif pajak merupakan suatu kebijakan yang tidak berlaku untuk semua sektor usaha Wajib Pajak. Dalam menentukan sektor usaha yang diberikan insentif sangat tergantung kepada pejabat yang berkuasa pada periode tersebut. Pengalaman kebijakan insentif di Indonesia pada tahun 1996 membuktikan bahwa insentif pajak diberikan tidak transparan dan hanya kepada pengusaha yang mempunyailobbykuat kepada penguasa.2. Insentif pajak dinilai tidak efektif dan efisien. Pemberian insentif pajak dinilai tidak efektif karena faktor utama yang menentukan dalam membuat keputusan investasi bukanlah insentif pajak. Berdasarkan penelitian diberbagai negara, faktor kondisi ekonomi makro dan kondisi infrastruktur suatu negara lebih menentukan dibanding insentif pajak. Ketidakefisienan insentif pajak berkaitan dengan perhitungan biaya yang harus dikorbankan, yaitu hilangnya potensi pajak lebih besar daripada keuntungan yang diperoleh.3. Insentif pajak menyebabkan ketidakadilan. Pemberian insentif pajak tidak diberlakukan kepada semua Wajib Pajak, sehingga Wajib Pajak yang tidak menikmati insentif merasa diperlakukan tidak adil.4. Insentif pajak menyebabkan distorsi. Tujuan dari kebijakan insentif pajak adalah untuk mempengaruhi keputusan investasi. Oleh karena itu, distorsi yang muncul sebagai akibat adanya kebijakan insentif pajak dapat dibenarkan dalam hal kebijakan tersebut dimaksudkan sebagai kompensasi dari ketidaksempurnaan pasar, yaitu dalam kondisi pasar tidak mampu untuk menghasilkan tingkat investasi optimal secara sosial. Contoh insentif pajak yang menimbulkan distorsi yang dibenarkan adalah insentif pajak atas kegiatan penelitian dan pengembangan atauresearch and developmentdan insentif pajak untuk pengembangan daerah tertentu. Namun, seringkali insentif pajak menyebabkan distorsi yang tidak disengaja.Jenis distorsi akibat kebijakan insentif pajak1.Distorsi dalam keputusan bisnisDalam beberapa kasus, insentif pajak merangsang suatu perusahaan untuk berperilaku dengan cara tertentu yang menyebabkan inefisiensi dalam alokasi sumber daya. Dalam kasus lain, insentif pajak tidak mempengaruhi perilaku perusahaan dan terhadap perusahaan diberikanreward,padahal tanparewardpun perusahaan tetap akan melakukan hal yang sama. Misalnya, Insentif pajak diberikan kepada perusahaan yang mempekerjakan minimal 50 karyawan baru. Perusahaan A secara ekonomis hanya mempekerjakan 40 karyawan baru, sedangkan perusahaan B secara ekonomis mempekerjakan 60 karyawan baru. Oleh karena itu, Perusahaan A menambah karyawan menjadi 50 agar mendapatkan insentif pajak meskipun tambahan 10 karyawan tersebut menyebabkan inefisiensi. Sedangkan Perusahaan B mendapatkanwindfallkarena secara ekonomis karyawan yang dibutuhkan 60 orang dan mendapatkan insentif pajak karena mempekerjakan lebih dari 50 orang.

2.Distorsi dalam kompetisi usahaDistorsi jenis lain yang disebabkan oleh kebijakan insentif pajak adalah antara perusahaan yang menerima dan yang tidak menerima insentif. Hal ini bisa menyebabkan gangguan dalam perekonomian. Misalnya di Polandia, perusahaan manufaktur Inggris diberikantax holiday, sedangkan pesaingnya dari Perancis tidak diberikan. Hal ini menyebabkan perusahaan Perancis mengancam akan menutup usahanya di Polandia. Demikian juga Toyota yang sudah 10 tahun berusaha di Philipina dan tidak diberikantax holidayprotes karena Ford yang baru masuk ke Philipina mendapatkan insentiftax holiday.Kebijakan pemberian insentif pajak di berbagai negara, terutama pasca krisis ekonomi cenderung mengarah kepada kompetisi. Masing-masing negara memainkan instrumen insentif pajak dengan melihat dan memperhatikan kebijakan negara lain dalam membuat kebijakan insentif pajak, sehingga setiap aksi yang dilakukan negara lain akan diikuti aksi tandingan oleh negara lainnya. Tujuannya jelas, yaitu memperebutkan kue investasi yang bergerakmobiledi dunia. Negara-negara anggota ASEAN saling bersaing tidak hanya untuk menarik investor baru, tapi juga dalam rangka mempertahankan investor yang sudah ada agar tidak merelokasi usahanya ke negara anggota ASEAN lainnya. Hal ini berkaitan dengan penerapanASEAN Free Trade Agreement(AFTA) yang memungkinkan pasar ASEAN sebagaisingle market. Pesaing lain yang sangat besar adalah China. BerdasarkanWorld Investment Reporttahun 2003, dari total penanaman modal asing dunia sebesar US $ 651,2 milyar, yang masuk ke Asia adalah sebesar US $ 95 milyar. Dari jumlah yang masuk ke Asia tersebut, US $ 52,7 milyar atau 50% lebih mengalir ke China.Adanya kompetisi dalam pemberian insentif pajak memberikan keuntungan bagi perusahaan multinasional sebagai investor. Sedangkan yang dirugikan tentunya adalah negarahost country.Hal ini dibuktikan dari penelitian Z. Kebonang seperti yang dikutip oleh Alex Easson (2004) yang menyatakan bahwa kompetisi dalam pemberian insentif pajak menyebabkannegara tuan rumah atauhost countrymenawarkan insentif pajak yang berlebihan. Konsekuensinya, biaya sehubungan dengan pemberian insentif pajak tersebut dialihkan ke sektor ekonomi lain, sehingga sektor ekonomi tersebut terhambat perkembangannya. Hal ini menggambarkan penurunan standar kesejahteraan yang diberikan kepada masyarakat. Hasil penelitian tersebut juga mengungkapkan bahwa negara yang berada dalam kompetisi pemberian insentif pajak terjebak dalam suatu dilema dalam memilih untuk melanjutkan ikut dalam kompetisi dengan konsekuensi biayanya semakin besar atau menghentikan kompetisi dengan konsekuensi investor baru tidak datang atau investor lama akan berpindah ke negara lain.

Dalam suatu teori ekonomi manajerial, dilema yang dihadapihost countrytersebut disebut sebagaithe prisoners dilemma, yaitu jika pemerintah menginginkan untuk menarik modal asing yang subtansial maka pemerintah ikut dalam kompetisi dengan memberikan insentif pajak yang mempunyai daya tarik minimal sama dengan negararivalnya. Namun negara lain juga akan melakukan hal yang sama, sehingga biaya yang ditimbulkan dari adanya insentif tersebut lebih besar daripadabenefityang diperoleh. Pada kondisi yang lebih buruk, kompetisi dalam pemberian insentif pajak memaksa setiap negara untuk mencegah investor yang sudah ada agar tidak beralih ke negara lain, sehingga setiap negara senantiasa meningkatkan insentif pajak tersebut. Apabila fenomena tersebut dibiarkan tanpa dikontrol dengan baik, dikhawatirkan justru akan berakibat buruk dalam perekonomian suatu negara. Akibat buruk tersebut terutama dapat menyebabkan distorsi dalam pola perdagangan dan investasi serta mengganggu kestabilan fiskal suatu negara, karena insentif pajak berarti mengorbankan penerimaan negara dari pajak yang semestinya diterima oleh negara.Pada umumnya, insentif pajak yang diterapkan pada suatu negara menurut Alex Easson (2004) dapat berupa penurunan tarif pajak penghasilan badan untuk aktifitas atau jenis usaha tertentu, pembebasan pajak, kredit atau keringanan pajak untuk barang modal dalam rangka investasi, penyusutan dipercepat untuk barang modal, pengakuan biaya yang lebih besar dari biaya sebenarnya (actual cost) yang diperbolehkan sebagai pengurang penghasilan, penurunan tarifwitholding taxatas laba yang dikirimkan kembali ke negara asal, penurunan pajak penghasilan orang pribadi dan/atau tunjangan untuk pegawai, pengecualian atau penurunan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atau Pajak Penjualan (PPn), penurunan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), atau penurunan Bea Masuk dan Cukai.Menurut Thuronyi (1998), jenis insentif pajak secara umum adalah;tax holiday, Investment allowance and tax credit, timing differences,danreduced tax rates. Masing-masing tipe dipilih sesuai dengan isu yang dihadapi.1.Tax holidaysInsentif pajak yang berupatax holidaymerupakan insentif pajak yang diberikan melalui pembebasan dari pajak penghasilan badan ataucorporate income tax(CIT)dan/atau pengurangan tarif pajak atasCIT. Tax holidaydiberikan dalam periode waktu yang terbatas dan hanya diperbolehkan bagi perusahaan yang baru didirikan. Jangka waktu efektif daritax holidaytergantung daristartawal berlakunyatax holiday. Alternatif titik awaltax holidayantara lain tanggal perusahaan didirikan atau terdaftar secara resmi, tanggal perusahaan mulai berproduksi atau usaha mulai dijalankan, tahun dimana perusahaan pertama kali mendapatkan keuntungan, atau tahun dimana perusahaan pertama kali memperoleh penghasilan kena pajakInsentiftax holidaysangat berkaitan dengan ketentuan mengenai penyusutan dan kompensasi kerugian. Dalam beberapa sistem pajak, Wajib Pajak dapat memilih untuk membebankan biaya penyusutan saat mulai diperolehnya aktiva atau menunda beberapa tahun sampai dengan kegiatan usaha dimulai dan memperoleh laba. Jika pembebanan biaya penyusutan dan kompensasi kerugian dilakukan pada periode waktutax holiday, maka pemberian insentiftax holidaytidak menarik bagi investor karena insentif tersebut tidak menguntungkan bagi investor sebagai Wajib Pajak.Keuntungan insentif pajak berupatax holidayantara lain adalah keuntungan dari segi kesederhanaan, karena dengan tidak adanya pajak yang harus dibayar pada masaholidaymaka baik bagi kantor pajak maupun wajib pajak tidak perlu melakukanfilingdanauditpajak serta tidak ada biaya administrasi. Sedangkan kelemahannya antara lain adalah : The cost of tax holiday, dalam arti penerimaan pajak yang hilang bagihost countryyang tidak dapat diperkirakan didepan dengan tingkat akurasi yang cukup. Tax holidaysering dimanfaatkan oleh investor yang cenderungmobiledengan memindahkan usahanya ke negara lain untuk mendapatkantax holidayyang baru jika masa manfaattax holidaydi suatu negara sudah habis.Dengan praktek tersebut, negarahost countrykehilanganbenefitdari adanya investor tersebut.

Tax holidaymenciptakan kesempatan untuk penghindaran pajak atau manipulasi pajak.

2.Tax sparing creditInsentif pajak berupaTax holidayagar efektif harus didukung dengan ketentuan mengenaitax sparing credityaitu suatu kredit pajak semu yang disepakati oleh negara asal investor dimana negara asal investor memperbolehkan investor mengakui adanya kredit pajak di luar negeri dalam penghitungan pajak global di negara asal investor (the country of resident) walaupun dalam kenyataannya tidak ada pajak yang dibayar di negara sumber karena negara sumber memberikan insentif pajak (tax holiday). Insentif pajak berupatax holidayyang diberikan oleh negara sumber tidak akan efektif jika di negara asalnya, investor harus membayar pajak atas keseluruhan penghasilan yang diterima dari seluruh dunia (world wide income). Hal ini pernah terjadi di Indonesia pada periode pemberlakuantax holidaypada periode waktu tahun 1967 sampai dengan 1983.

3.Investment allowances and tax creditsInvestment allowances and taxcreditspada umumnya diterapkan pada investasi baru yang dibuat.Investment allowances and taxcreditsadalah bentuk insentif pajak yang didasarkan pada besarnya investasi.Tax allowanceberarti mengurangi penghasilan kena pajak perusahaan. Sedangkantax creditsecara langsung mengurangi jumlah pajak yang harus dibayar.Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam mendesaininvestment allowanceadalah: Investasi yang memenuhi syarat (eligible investment), yaitu bahwainvsetment allowancediterapkan atas semua bentuk investasi modal atau dapat pula atas kategori khusus saja, seperti mesin atau peralatan berteknologi canggih. Jumlahallowance,yang pada umumnya dalam bentuk persentase dari investasi tertentu. Di Indonesia,besarnyaallowanceadalah 30% dari investasi yang memenuhi syarat. Jangka waktu (duration) dan batasan lainnya, yaitu batas waktu dimanainvestment allowancedapat diklaim. Untuk Indonesia jangka waktunya adalah 6 tahun.Permasalahan utama berkenaan dengan insentif jenis ini adalah dalam mendefinisikan pengeluaran yang memenuhi syarat, pilihan tarif dariallowanceatau kredit pajak, dan perlakuan dari jumlah insentif yang tidak dapat dipergunakan dalam tahun tersebut dalam hal penghasilan kena pajak tidak mencukupi. Sedangkan kelebihan jenis insentif ini dibandingkan dengantax holidaydilihat dalamperspektif host countryadalah biaya maksimal yang muncul dapat ditentukan dengan mudah; biaya tersebut berhubungan secara langsung dengan jumlah investasi yang diberikanallowance;serta insentif tersebut tidak membatasi khusus kepada investor baru tapi juga kepada investor lama yang meningkatkan investasinya.4.Accelerated depreciation (timing difference)Perbedaan waktu dapat terjadi dalam hal pembebanan biaya yang dipercepat atau penangguhan pengakuan penghasilan. Bentuk umum dari pembebanan biaya yang dipercepat adalah penyusutan, yaitu penyusutan dibebankan dalam periode waktu yang lebih pendek dari umur ekonomis aktiva tersebut atau melalui pembebanan khusus di periode tahun pertama. Maksud dari insentif tipe ini adalah untuk membantu perusahaan memperoleh pengembalian modalnya (return on investment) lebih cepat. Namun, insentif ini secara keseluruhan tidak mempengaruhi jumlah pajak yang seharusnya dibayar ke negara, tetapi hanya menggeser beban pajak ke belakang. Misalnya atas suatu aktiva yang mempunyai manfaat ekonomis selama 8 tahun, seharusnya dibiayakan melalui penyusutan selama 8 tahun. Namun dengan kebijakan insentif, penyusutan tersebut dapat dibebankan lebih pendek, misalnya menjadi 4 tahun. Namun total biaya penyusutan yang boleh dibebankan tetap sama sesuai dengan nilai perolehan aktiva tersebut.

5.Tax rate reductionsPengurangan tarif pajak secara umum diterapkan atas penghasilan dari sumber tertentu atau kepada perusahaan yang memenuhi kriteria tertentu. Misalnya, kepada perusahaan kecil di bidang manufaktur atau pertanian. Pengurangan tarif ini berbeda dengantax holidaysebab kewajiban pajak dari perusahaan tidak dibebaskan secara keseluruhan, dan insentif ini dapat diperluas pada perusahaan baru termasuk penghasilan dari kegiatan yang telah ada serta tidak dibatasi pada periode waktu tertentu.Persoalan utama dalam menerapkan insentif tipe ini adalah dalam mengidentifikasi penghasilan yang memenuhi syarat dan kriteria perusahaan tertentu. Seringkali dalam membuat definisi atas penghasilan dan perusahaan tertentu yang berhak mendapatkan insentif menimbulkan peluang untuk dimanipulasi. Untuk mencegah dimanipulasi, biasanya dibuat aturan hukum yang ketat sehingga justru mengurangi efektifitas dari insentif tersebut.Insentif untuk jenis Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menurut Tait (1988) dalam bentuktax exemptionatau pembebasan pajak, danzero ratingatau pengenaan tarif nol persen.Exemptiondalam PPN berarti pengusaha yang mendapatkan fasilitas pembebasan atas penyerahan barang atau jasanya, tidak dapat mengkreditkan PPN yang telah dibayar pada waktu pembelian barang atau jasa sebagai pajak masukan. Sedangkanzero rateberarti pengusaha secara penuh dapat mengkreditkan PPN yang telah dibayar, sehingga secara murni bebas dari PPN. Karakteristik dasar dalam sistem pembebasan PPN adalah tidak adanya pembebasan secara penuh dari pengenaan PPN. Pembebasan PPN hanya diterapkan pada saat pengusaha yang mendapatkan fasilitas pembebasan melakukan penjualan atau penyerahan barang dan atau jasa. Sedangkan semua pembelian yang dilakukan oleh pengusaha tersebut, termasuk barang modal dikenakan pajak. Oleh karena itu, jika petani dibebaskan dari pengenaan PPN, maka petani tersebut tidak harus berhubungan dengan petugas pajak, tetapi petani tersebut harus membayar semua pajak masukannya pada waktu melakukan pembelian pupuk, benih dan semua barang modal yang dipergunakan seperti mesin pertanian. Pembebasan PPN membantu menyederhanakan administrasi perpajakan karena pengusaha atau pedagang yang bebas PPN tidak perlu melakukan registrasi dan pencatatan untuk PPN. Namun, pembebasan PPN dapat menimbulkan distorsi. Hal tersebut dapat terjadi misalnya pengusaha yang bebas PPN melakukan penjualan atau penyerahan barang kepada pihak lain selain konsumen akhir. Pengusaha yang bebas PPN akan menambahkan PPN atas pembelian barang yang tidak dapat dikreditkan pada harga jual barang yang diserahkan kepada pengusaha lainnya yang tidak bebas PPN. Bagi pengusaha yang tidak bebas PPN tersebut tentunya akan memperhitungkan harga pembelian yang didalamnya terdapat PPN tersebut sebagai bagian dari harga pokok penjualan, sehingga atas penyerahan barang tersebut akan terjadi pengenaan PPN atas PPN. Hal ini disebut sebagaicascading efectatau efek pajak yang kumulatif yang menimbulkan distorsi dalam pertumbuhan perekonomian karena pajak berganda tersebut akan menyebabkan tingginya harga yang harus dibayar oleh konsumen. Oleh karena itu, menurut Tait sebaiknya pembebasan PPN hanya diterapkan pada kondisi tertentu dan terbatas saja serta yang paling dekat dengan konsumen akhir.Kerugian dalam memberikan insentif pajak untuk tujuan menarik investasi adalah hilangnya potensi pajak yang seharusnya diterima oleh negara. Kerugian tersebut dapat dikurangi apabila insentif tersebut diterapkan pada sektor yang tepat, yaitu sektor yang menarik investor hanya jika sektor tersebut diberikan insentif. Pemerintah telah mengembangkan berbagai teknik untuk mencapai target yang lebih baik dalam membuat kebijakan pemberian insentif pajak. Tehnik tersebut antara lain dengan mengkaitkan pemberian insentif dengan pengembangan wilayah yang pertumbuhan ekonominya masih rendah dan untuk tujuan tertentu, seperti penciptaan lapangan kerja, transfer teknologi dan peningkatan ekspor.a) Pengembangan Wilayah.Kebijakan pemberian insentif pajak untuk tujuan pengembangan suatu wilayah biasanya berbentuktax holiday,investment allowanceataupenyusutan yang dipercepat. Wilayah yang menjadi target pemberian insentif pajak biasanya daerah yang terpencil dan tingkat penganggurannya tinggi.

b) Penciptaan lapangan kerja.Insentif pajak dapat diarahkan untuk merangsang pendirian perusahaan di bidang industri yang mampu menyerap banyak tenaga kerja. Industri manufaktur merupakan contoh industri padat karya yang sering menjadi target pemberian insentif.

c) TransferTeknologi.Banyak negara memformulasikan kebijakan pemberian insentif pajak dengan tujuan untuk menarik investasi yang membawa teknologi yang lebih modern. Namun, kebijakan tersebut sulit diterapkan karena kantor pajak mengalami kesulitan dalam menentukan kriteria suatu teknologi yang canggih atauadvanced. Di samping itu, sangat jarang perusahaan asing yang membawa teknologi canggih bersedia mengalihkan atau mentransfer teknologi tersebut kepadahost country.d) Pengembangan ekspor.Kebijakan pemberian insentif pajak untuk menarik investasi yang berorientasi ekspor cenderung lebih efektif dibandingkan dengan pemberian insentif pajak untuk tujuan lain. Perusahaan berorientasi ekspor tertentu yang sensitif terhadap adanya insentif pajak adalah perusahaan yang bergerak di bidang industri textile dan elektronika. Alasannya, industri tersebut tidak bergantung pada bahan baku lokal dan pasar dari produknya sebagian besar di luar negeri. Industri tersebut dikenal sebagaifootlooseyang sangat tertarik dengan lingkungan yang mempunyai biaya rendah. Komponen biaya paling besar adalah tenaga kerja dan pajak yang harus dibayar, sehingga dengan adanya insentif pajak maka industri tersebut akan tertarik untuk berinvestasi. Musgrave dan Musgrave (1989) berpendapat bahwa insentif perpajakan sangat berguna bagi kegiatan ekspor. Insentif untuk kegiatan ekspor adalah kebijakan yang populer untuk membangun pasar internasional dan memperkuat keseimbangan neraca pembayaran. Jenis insentif pajak penghasilan yang biasa diberikan pada jenis industri yang berorientasi ekspor adalahtax holidaydan tunjangan investasi khusus.Tax holidaydiberikan dalam bentuk pembebasan pajak atas bagian dari keuntungan yang berhubungan dengan ekspor atau dapat pula berupa pembebanan biaya secara maksimal atas biaya untuk tujuan ekspor, seperti biaya promosi ekspor.

e) Daerah perdagangan bebas atauexport processing zones.Export processing zonesberhubungan dekat dengan pengembangan investasi yang berorientasi ekspor. Zona ini juga disebut sebagaicustoms-free zones, duty-free zones, free trade zones, bonded zonesatauspecial economic zones. Insentif jenis ini sudah diterapkan lebih dari 50 negara di seluruh dunia dan telah berlangsung selama lebih dari 30 tahun (Thuronyi, 1998). Ciri yang membedakan kawasan khusus tersebut adalah adanya daerah terbatas atau kawasan terbatas yang terikat dengan ketentuan tertentu dimana perusahaan yang berada di kawasan tersebut baik lokal maupun asing dapat melakukan impor mesin, komponen dan bahan baku tanpa harus membayar bea masuk dan pajak lainnya sepanjang barang tersebut sebagai sarana untuk merakit, mengolah atau diolah menjadi barang untuk tujuan ekspor. Apabila barang tersebut dijual di pasar domestik, maka atas penjualan tersebut diperlakukan sebagai impor sehingga dikenakan pajak dan bea masuk seperti impor.Maksud dari negara yang mendirikanexport processing zonepada umumnya adalah untuk mendapatkan devisa dari penjualan ekspor. Disamping itu juga untuk menciptakan lapangan kerja, menarik teknologi dari luar negeri atau mendorong perkembangan wilayah tertentu.Insentif pajak yang diberikan pada kawasan khusus tersebut terutama adalah pembebasan bea masuk dan PPN. Pembebasan tersebut diterapkan atas bahan baku dan komponen yang diimpor yang kemudian diekspor. Pembebasan juga berlaku atas barang modal yang digunakan untuk proses produksi untuk tujuan ekspor tersebut. Dengan adanya insentif berupa pembebasan atas impor barang tersebut diharapkan investor asing akan tertarik untuk menanamkan modalnya karena insentif tersebut langsung berdampak pada rendahnya harga pokok barang sehingga barang yang diproduksi mempunyai daya saing yang tinggi. Pembebasan PPN atas kegiatan impor di kawasan khusus untuk tujuan ekspor disertai dengan penerapanzero rateatas kegiatan ekspor. Dengan tarif 0% atas ekspor, berarti PPN yang masih melekat dalam harga barang dapat dieliminasi sehingga barang tersebut dapat bersaing di pasar internasional. Hal ini sesuai dengan prinsip destinasi dari PPN, yaitu bahwa PPN dikenakan di tempat barang tersebut dikonsumsi. Dengan adanya pembebasan bea masuk dan PPN atas impor barang untuk tujuan ekspor, perusahaan akan diuntungkan dari segicash flowkarena tidak harus membayar pajak terlebih dahulu.Sumber referensi:1. Timo Viherkentt (1991).Tax Incentives in Developing Countries and International Taxation,Finland : Finnish Lawyers Publishing Company.

2. Erly Suandy (2003). Perencanaan Pajak, Jakarta: Salemba Empat.3. Alex Easson (2004).Tax Incentives For Foreign Direct Investment, Netherlands: Kluwer Law International.

4. Victor Thuronyi (1998).Tax Law Design and Drafting, Washington DC: IMF.

5. Alan A Tait (1988).Value Added Tax:International Practice and Problems,Washington, D.C.: IMF.

6. Richard A Musgrave dan Peggy B Musgrave (1989).Publik Finance in Theory and practice, New York: Mc Graw Hill Company.