autisme di indonesia

4

Click here to load reader

Upload: merlitanuryowanda

Post on 18-Jun-2015

408 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Autisme Di Indonesia

Nama : Merlita Nuryowanda

Kelas : MC11-1B

NIM : 2007110034

Autisme di Indonesia

Autis bukanlah merupakan sebuah penyakit. Di Indonesia kasus penyandang anak

autis semakin tahun semakin meningkat dan kini menjadi salah satu kasus yang

mengkhawatirkan. Pada tahun 1990-an dimulainya penjumlahan anak autis dengan

tingkat tinggi dan kemudian semakin tinggi pada tahun-berikutnya. Menurut Melly

Budhiman sebagai Ketua Yayasan Autisme Indonesia, autisme adalah suatu gangguan

neurobiologis yang terjadi pada anak di bawah umur 3 tahun. Gejala yang tampak adalah

gangguan dalam bidang perkembangan: perkembangan interaksi dua arah, perkembangan

interaksi timbal balik, dan perkembangan perilaku. Autisme bisa terjadi kepada siapa

saja, tidak mengenal etnis, bangsa, keadaan sosial ekonomi, dan keadaan intelektualitas

orangtua. Perbandingan antara anak laki-laki dan perempuan yang mengalami gangguan

autistik adalah 4:1. Kecerdasan anak-anak autis sangat bervariasi, dari yang sangat cerdas

sampai yang sangat kurang cerdas. Terbukti bahwa kini anak autis yang memiliki

kecerdasan tinggi mampu menghasilkan karya-karya yang bisa diciptakan bagi anak

normal lainnya. Karya yang mereka ciptakan berasal dari berbagai macam seni. Seperti

seni memainkan musik, seni lukis, dan seni lain yang tak kalah kreatif. Dalam kasus ini

orang tua sangat berperan penting dalam perkembangan anak autis. Bagi para orang tua

yang mempunyai anak autis, mereka harus lebih peka dan memberikan erhatian ekstra

kepada sang anak karena autis dapat disembuhkan. Sejauh ini, belum diketahui pasti

penyebab autisme. Namun, faktor genetik berperan penting pada tercetusnya gejala. Bila

tidak ada kelemahan genetik, kemungkinan gejala-gejala autisme tidak tercetus. Konsep

baru mengatakan, gejala autisme timbul akibat racun-racun dari lingkungan yang tidak

bisa dibersihkan lantaran anak memiliki kelemahan genetik. Adapun pendapat lain yang

mengatakan bahwa terlalu banyak vaksin Hepatitis B yang termasuk dalam MMR

(Mumps, Measles dan Rubella )bisa berakibat anak mengidap penyakit autisme. Hal ini

dikarenakan vaksin ini mengandung zat pengawet Thimerosal, yang terdiri dari

Etilmerkuri yang menjadi penyebab utama sindrom Autisme Spectrum Disorder. Tapi hal

Page 2: Autisme Di Indonesia

ini masih diperdebatkan oleh para ahli. Hal ini berdebatkan karena tidak adanya bukti

yang kuat bahwa imunisasi ini penyebab dari autisme, tetapi imunisasi ini diperkirakan

ada hubungannya dengan Autisme. Tanda-tanda autis mulain muncul sejak anak mulai

mencapai umur tahun pertamanya dengan beberapa ciri-ciri tertentu : tidak bisa

menguasai atau sangat lamban dalam penguasaan bahasa sehari-hari, hanya bisa

mengulang-ulang beberapa kata, mata yang tidak jernih atau tidak bersinar, tidak suka

atau tidak bisa atau atau tidak mau melihat mata orang lain, hanya suka akan mainannya

sendiri (kebanyakan hanya satu mainan itu saja yang dia mainkan), serasa dia punya

dunianya sendiri, tidak suka berbicara dengan orang lain, tidak suka atau tidak bisa

menggoda orang lain. Kini, Indonesia sudah memiliki banyak sekolah bagi para anak

autis untuk memberikan pendidikan khusus untuk mereka yang ingin belajar dan

bermain. Bagi orangtua yang tergolong mampu, pembiayaan untuk terapi dan sekolah

sudah merupakan beban yang berat, terlebih lagi bagi orang tua dari golongan pra-

sejahtera. Mereka tidak mempunyai pilihan dalam memberikan pendidikan atau terapi.

Tidak saja disebabkan karena biaya terapi dan pendidikan sangatlah mahal, namun juga

keberadaan tenaga ahli Autis masih terhitung langka dibandingkan kebutuhan akan

pendidikan tersebut. Minimnya dukungan pemerintah untuk pendidikan khusus dan

kurangnya pelatihan guru mengakibatkan rendahnya motivasi para guru untuk

memberikan yang terbaik dalam mengajar anak-anak penyandang Autis di sisi lain, para

guru yang bersemangat tulus ingin membantu anak-anak ini, tidak dapat membantu

secara maksimal karena mereka tidak memiliki pengetahuan yang memadai. Disini

semestinya pemerintah turut andil untuk pembinaan sekaligus pencegahan untuk para

anak autis. Keterbatasan biaya para golongan orang tua merupakan penyebab yang cukup

fatal. Jika saja pemerintah mampu membantu sebagian besar biaya untuk pendidikan

mereka, maka penyandang anak autis akan dapat berkurang dan disembuhkan. Kasus ini

dapat diselesaikan dengan cepat apabila para orang tua anak autis sigap membantu dan

lebih teliti dalam perkembangan anak, apabila orang tua telah menemukan hal-hal yang

aneh dalam pertumbuhan sang anak, sebaiknya langsung diberi penanggulangan. Dan

bagi pemerintah sebaiknya memberi keringanan biaya untuk para orang tua pra-sejahtera

yang tidak mampu untuk membiayai pendidikan penyandang autis. Karena autis

bukanlah sebuah penyakit dan autis bisa disembuhkan.