audit1
DESCRIPTION
Audit 1TRANSCRIPT
1
Pendahuluan
Pengertian Auditing
Menurut Arens dan Loebbecke (1996), auditing adalah proses
pengumpulan dan pengevaluasian bahan bukti tentang informasi yang dapat
diukur mengenai suatu entitas ekonomi yang dilakukan orang yang memiliki
kompetensi dan independen untuk dapat menentukan dan melaporkan
kesesuaian informasi dimaksud dengan kriteria yang telah ditetapkan.
Menurut Mulyadi (2002), auditing adalah suatu proses sistematis untuk
memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif mengenai pernyataan-
pernyataan tentang kegiatan dan kejadian ekonomi, dengan tujuan untuk
menetapkan tingkat kesesuaian antara pernyataan-pernyataan tersebut dengan
kreteria yang telah ditetapkan serta penyampaian hasilnya kepada yang pemakai
yang berkepentingan. Mulyadi dan Puradiredja (1998) mengemukakan bahwa
orang-orang atau kelompok yang melaksanakan audit dapat dikelompokkan
menjadi tiga golongan, yaitu auditor independen, auditor pemerintah, dan
auditor intern.
Laporan keuangan adalah sebuah laporan akuntansi dimana setiap
transaksi harus dicatat, diklasifikasikan, diikhtisarkan, dan dilaporkan untuk
menghasilkan informasi bagi pemakainya (Warren et al., 2008). Laporan
keuangan adalah bagian dari proses pelaporan keuangan. Laporan keuangan
yang lengkap meliputi neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan ekuitas,
catatan atas laporan keuangan, dan laporan lain. Laporan lain yang terdapat
dalam laporan keuangan disertai materi penjelasan dan merupakan bagian
integral dari laporan keuangan (IAI, 2007).
Jenis Audit
Menurut Boynton et al. (2001), jenis-jenis audit ada 3, yaitu:
1. Audit operasional, adalah penelaahan pelaksanaan prosedur dan metode
organisasi yang tujuannya untuk melakukan evaluasi efektivitas dan
Cindy K. L. / 120810008 / 4nd Accounting Audit Big Quiz & Final Exam (KAP dbs&d)
2
efisiensi organisasi, meliputi pengumpulan dan evaluasi bukti-bukti yag
berhubungan dengan aktivitas operasional organisasi.
2. Audit kepatuhan, yaitu audit yang tujuannya menentukan kepatuhan
pihak yang diaudit terhadap prosedur, kebijakan, dan peraturan yang
berkaitan dengan yang diaudit dan peraturan tersebut telah ditentukan
oleh pihak yang berwenang.
3. Audit atas laporan keuangan, yaitu audit yang dilakukan untuk
menentukan dan melaporkan apakah laporan keuangan tersebut telah
disajikan sesuai aturan akuntansi yang berlaku.Menurut Guy (2002), audit
laporan keuangan menekankan pada apakah laporan keuangan sesuai
dengan kriteria yang spesifik. Auditor menyatakan suatu pendapat
apakah laporan tersebut disajikan secara wajar sesuai dengan prinsip
akuntansi yang berlaku umum. Sedangkan menurut pendapat Mulyadi
(2002), audit laporan keuangan adalah audit yang dilakukan oleh auditor
independen terhadap laporan keuangan yang disajikan oleh kliennya
untuk menyatakan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan
tersebut. Dalam audit laporan keuangan ini, auditor independen menilai
kewajaran laporan keuangan atas dasar kesesuaian dengan prinsip
akuntansi berterima umum.Berdasarkan beberapa pengertian di atas
dapat disimpulkan bahwa audit laporan keuangan merupakan proses
pengumpulan dan pengevaluasian bukti-bukti secara objektif oleh auditor
tentang informasi laporan keuangan dengan tujuan untuk menyatakan
suatu pendapat apakah laporan keuangan telah disajikan secara wajar
sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum.Audit laporan
keuangan bertujuan untuk memberikan pendapat objektif, profesional,
dan independen mengenai kesesuaian laporan keuangan objek
pemeriksaan dengan standar akuntansi yang berlakuyang telah
ditetapkan secara konsisten dibandingkan dengan laporankeuangan pada
tahun-tahun sebelumnya. Seorang auditor dalammelakukan pemeriksaan
keuangan harus berpijak berdasarkan prinsip akuntansi berterima umum
Cindy K. L. / 120810008 / 4nd Accounting Audit Big Quiz & Final Exam (KAP dbs&d)
3
yang berlaku. Pemeriksaan keuangan juga mencakup pemeriksaan
mengenai ketaatan objek pemeriksaan kepada peraturan perundangan
yang mendasari transaksi ataupun kejadian yang mempunyai pengaruh
material terhadap laporan keuangan yang diperiksa (BPKP,1992).
Standar Audit
Menurut Standar Profesional Akuntan Publik atau SPAP (IAI, 2001), Standar
Auditing merupakan panduan audit atas laporan keuangan historis, terdiri dari
sepuluh 10 standar dan dirinci dalam bentuk Pernyataan Standar Audit (PSA).
PSA berisi ketentuan-ketentuan dan panduan utama yang harus diikuti oleh
akuntan public dalam melaksanakan perikatan audit. Semua stndar dalam
Standar Auditing saling berhubungan dan bergantung satu dengan yang lain.
Sepuluh standar ini terbagi ke dalam tiga kelompok besar, yaitu standar umum,
standar pekerjaan lapangan, dan standar pelaporan.
SPAP pada intinya adalah semua standar yang diterbitkan Dewan Standar
Profesional Akuntan Publik (atau dapat disebut juga Ikatan Akuntan Indonesia)
sebagai panduan bagi akuntan publik untuk melaksanakan berbagai jasa kepada
masyarakat.SPAP disusun untuk memenuhi tuntuan pengembangan jenis jasa
yang diberikan akuntan publik serta untuk memenuhi tuntuntan peningkatan
mutu jasa yang diberikan (IAI, 2001). SPAP per 1 Januari 2001 terdiri atas enam
tipe standar professional sebagai aturan mutu pekerjaan akuntan publik, yaitu:
1. Standar Auditing
2. Standar Atestasi
3. Standar Jasa Akuntansi dan Review
4. Standar Jasa Konsultasi
5. Standar Pengendalian Mutu
6. Aturan Kompartemen Akuntan Publik
Cindy K. L. / 120810008 / 4nd Accounting Audit Big Quiz & Final Exam (KAP dbs&d)
4
Penentuan Materialitas dalam Pelaksanaan Audit
Konsep materialitas mengakui bahwa beberapa hal, baik secara individual
atau keseluruhan, adalah penting bagi kewajaran penyajian laporan keuangan
sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia, sedangkan
beberapa hal lainnya adalah tidak penting.Penyajian secara wajar, dalam semua
hal yang material, sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di
Indonesia, dan menunjukkan keyakinan auditor bahwa laporan keuangan secara
keseluruhan tidak mengandung salah saji material.
Laporan keuangan mengandung salah saji material apabila laporan
keuangan tersebut mengandung salah saji yang dampaknya, secara individual
atau keseluruhan, cukup signifikan sehingga dapat mengakibatkan laporan
keuangan tidak disajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, sesuai
dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Dalam perencanaan
audit, auditor berkepentingan dengan masalah-masalah yang mungkin material
terhadap laporan keuangan. Auditor tidak bertanggung jawab untuk
merencanakan dan melaksanakan audit untuk memperoleh keyakinan memadai
bahwa salah saji, yang disebabkan karena kekeliruan atau kecurangan, tidak
material terhadap laporan keuangan.
Pertimbangan auditor mengenai materialitas merupakan pertimbangan
profesional dan dipengaruhi oleh persepsi auditor atas kebutuhan orang yang
memiliki pengetahuan memadai dan yang akan meletakkan kepercayaan
terhadap laporan keuangan. Pertimbangan mengenai materialitas yang
digunakan oleh auditor dihubungkan dengan keadaan sekitarnya dan mencakup
pertimbangan kuantitatif maupun kualitatif.Materialitas adalah besarnya
informasi akuntansi yang apabila terjadi penghilangan atau salah saji, dilihat dari
keadaan yang melingkupinya, mungkin dapat mengubah atau mempengaruhi
pertimbangan orang yang meletakkan kepercayaan atas informasi
tersebut.Definisi tersebut mengakui pertimbangan materialitas dilakukan dengan
Cindy K. L. / 120810008 / 4nd Accounting Audit Big Quiz & Final Exam (KAP dbs&d)
5
memperhitungkan keadaan yang melingkupi dan perlu melibatkan baik
pertimbangan kuantitatif maupun kualitatif.
Sebagai akibat interaksi antara pertimbangan kuantitatif dan kualitatif
dalam mempertimbangkan materialitas, salah saji yang jumlahnya relatif kecil
yang ditemukan oleh auditor dapat berdampak material terhadap laporan
keuangan.Sebagai contoh, suatu pembayaran yang melanggar hukum yang
jumlahnya tidak material dapat menjadi material, jika kemungkinan besar hal
tersebut dapat menimbulkan bersyarat yang material atau hilangnya pendapatan
yang material.
Dalam merencanakan audit, auditor harus menggunakan pertimbangan
dalam menentukan tingkat risiko audit yang cukup rendah dan pertimbangan
awal mengenai tingkat materialitas dengan suatu cara yang diharapkan, dalam
keterbatasan bawaan dalam proses audit, dapat memberikan bukti audit yang
cukup untuk mencapai keyakinan memadai bahwa laporan keuangan bebas dari
salah saji material. Tingkat materialitas mencakup tingkat yang menyeluruh
untuk masing-masing laporan keuangan pokok, namun, karena laporan keuangan
saling berhubungan, dan sebagian besar prosedur audit berhubungan dengan
lebih dari satu jenis laporan keuangan, agar efisien, untuk tujuan perencanaan,
auditor biasanya mempertimbangkan materialitas pada tingkat kumpulan salah
saji terkecil yang dapat dianggap material untuk salah satu laporan keuangan
pokok.
Dalam situasi tertentu, untuk perencanaan audit, auditor
mempertimbangkan materialitas sebelum laporan keuangan yang akan
diauditnya selesai disusun, namun ia mungkin menyadari bahwa laporan
tersebut masih memerlukan modifikasi signifikan. Dalam kedua keadaan
tersebut, pertimbangan awal auditor tentang materialitas mungkin didasarkan
atas laporan keuangan interim entitas tersebut yang disetahunkan atau laporan
keuangan tahunan satu periode atau lebih sebelumnya, asalkan ia
memperhatikan pengaruh perubahan besar dalam entitas tersebut (contoh:
Cindy K. L. / 120810008 / 4nd Accounting Audit Big Quiz & Final Exam (KAP dbs&d)
6
merger), dan perubahan lain yang relevan dalam perekonomian secara
keseluruhan atau industri yang merupakan tempat entitas tersebut berusaha.
Jika secara teoritis diasumsikan bahwa pertimbangan auditor tentang
materialitas pada tahap perencanaan didasarkan atas informasi yang sama
dengan informasi yang tersedia pada tahap evaluasi, maka materialitas untuk
tujuan perencanaan dan evaluasi akan sama. Namun, pada saat merencanakan
audit, biasanya tidak mungkin bagi auditor untuk mengantisipasi semua keadaan
yang mungkin, yang akhirnya akan mempengaruhi pertimbangannya tentang
materialitas dalam mengevaluasi temuan audit pada tahap penyelesaian audit,
karena (1) keadaan-keadaan yang melingkupi mungkin berubah dan (2)
tambahan informasi mengenai masalah akan selalu ada selama periode audit.
Dengan demikian, pertimbangan awal tentang materialitas akan berbeda dengan
pertimbangan yang digunakan dalam mengevaluasi temuan audit. Jika tingkat
materialitas diturunkan ke tingkat semestinya yang lebih rendah dalam
mengevaluasi temuan audit (dengan demikian risiko audit yang dihadapi oleh
auditor meningkat), auditor harus mengevaluasi kembali kecukupan prosedur
audit yang telah dilaksanakan.
Auditor menyadari bahwa risiko audit dan pertimbangan materialitas
audit mempunyai hubungan terbalik. Sebagai contoh, risiko suatu saldo akun
atau golongan transaksi serta asersi yang bersangkutan disajikan salah dalam
jumlah yang sangat besar mungkin sangat rendah, namun risiko bahwa saldo
akun atau golongan transaksi disajikan salah dalam jumlah yang sangat kecil
mungkin sangat tinggi. Dengan menganggap pertimbangan perencanaan lain
tetap sama, jika auditor ingin menurunkan tingkat risiko audit yang menurut
pertimbangannya telah memadai untuk suatu saldo akun atau golongan
transaksi atau jika ia menginginkan penurunan jumlah salah saji dalam suatu
saldo akun atau golongan transaksi yang dianggap material, maka auditor harus
melaksanakan salah satu lebih langkah berikut:
(a) Memilih prosedur audit yang lebih efektif.
(b) Melaksanakan prosedur audit lebih dekat ke tanggal neraca, atau
Cindy K. L. / 120810008 / 4nd Accounting Audit Big Quiz & Final Exam (KAP dbs&d)
7
(c) Memperluas prosedur audit tertentu.
Opini auditor
Saat akan melakukan audit, auditor harus terlebih dulu menentukan nilai
materialitas dari perusahaan yang akan diaudit. Tiap Kantor Akutan Publik (KAP)
memiliki standar yang berbeda-beda, tergantung kebijakan yang telah
ditentukan atau disepakati. Di KAP DBSD ini penentuan materialitas
menggunakan suatu formatau kertas kerja yang khusus didesain untuk
menghitung nilai materialitas perusahaan. Form ini diisi oleh auditornya, dengan
membutuhkan informasi dari laporan keuangan perusahaan yang akan diaudit.
Form ini diisi sendiri oleh pihak auditor (KAP) dank klien tidak perlu mengetahui
bentuk form ini secara fisik (contoh terlampir di belakang).
Di dalam form penentuan materialitas KAP DBSD, tercantum tujuan
utama keberadaan form ini, yaitu untuk mengukur batas kemungkinan kesalahan
yang dapat ditolerir yang tidak dinyatakan dalam lingkup audit. Maksudnya
dalam penentuan materialitas ini harus ada kertas kerja khusus untuk suatu
penugasan audit, supaya auditor bisa membangun stragtegi audit yang tepat,
merancang ruang lingkup prosedur audit yang baik, dan evaluasi kecukupan
bukti audit dengan jelas. Bagian pertama adalah sumber yang digunakan, yaitu
laporan keuangan perusahaan periode berjalan yang akan diaudit. Setelah itu
akan ditentukan dasar yang digunakan oleh auditor untuk menentukan
materialitas, dimana setiap auditor bisa saja memiliki preferensi pemilihan dasar
yang berbeda, tergantung auditornya sendiri. ada beberapa pilihan yang dapat
diambil terkait dengan dasar yang dipakai, yaitu:
1. Laba sebelum pajak
2. Laba kotor
3. Penjualan
4. Jumlah aktiva
5. Lain-lain
Cindy K. L. / 120810008 / 4nd Accounting Audit Big Quiz & Final Exam (KAP dbs&d)
8
Pemilihan dasar yang berbeda bisa didasari oleh alasan yang diungkapkan
oleh auditor yang mengisi kertas kerja materialitas ini, misalnya memilih dasar
laba sebelum pajak dikarenakan sehubungan dengan kesinambungan laba yang
diperoleh perusahaan dari tahun ke tahun.
Pada tahap selanjutnya, auditor menentukan persentase yang digunakan,
yaitu dengan mengalikan dasar yang dapat digunakan dengan persentase yang
sudah ditentukan oleh KAP tersebut.Hasilnya merupakan jumlah angka yang
digunakan untuk menghitung perencanaan materialitas atau disebut juga
Perencanaan Materialitas (PM).
Ketentuan untuk persentase perhitungan materialitas, untuk perusahaan
publik adalah:
1. Laba sebelum pajak: 5.0%
2. Laba kotor: 1.0%
3. Penjualan: 0.5%
4. Jumlah aktiva: 1%
Sedangkan untuk perusahaan non-publik, ketentuan persentasenya
adalah sebagai berikut:
1. Laba sebelum pajak: 10.0%
2. Laba kotor: 2.0%
3. Penjualan: 1.0%
4. Jumlah aktiva: 2.0%
Persentase penentuan materialitas untuk perusahaan non-publik lebih
besar dikarenakan laporan keuangan perusahaan non-publik belum terpublikasi,
dan tingkat kepercayaan auditor terhadap laporan keuangan perusahaan non-
publik lebih rendah dibandingkan dengan laporan keuangan perusahaan yang
sudah go-public, karena perusahaan yang sudah go-public umumnya sudah
pernah diaudit dan mempublikasikan laporan keuangannya secara transparan
kepada masyarakat.
Dasar yang digunakan untuk menghitung materialitas dapat terdiri dari
berbagai macam dasar.Dasar yang dipilih harus dijelaskan alasan pemilihan
Cindy K. L. / 120810008 / 4nd Accounting Audit Big Quiz & Final Exam (KAP dbs&d)
9
dasar.Penggunaan dasar laba sebelum pajak sehubungan dengan laba Klien yang
berkesinambungan dimana tidak terdapat rugi sebelum pajak pada dua tahun
terakhir.Bila terdapat rugi sebelum pajak pada dua tahun terakhir maka dasar
yang digunakan adalah dasar selain laba sebelum pajak. Penggunaan dasar laba
kotor sehubungan dengan rugi sebelum pajak klien pada periode/tahun berjalan
yang akan diaudit ataupun terdapat rugi sebelum pajak pada dua tahun terakhir,
dengan catatan bahwa laba kotor yang akan digunakan sebagai dasar tidak
berjumlah negatif atau dengan kata lain mengalami rugi kotor. Penggunaan
dasar penjualan sehubungan dengan rugi sebelum pajak klien pada
periode/tahun berjalan yang akan diaudit ataupun terdapat rugi sebelum pajak
pada dua tahun terakhir dan klien mengalami rugi kotor. Penggunaan dasar
jumlah aktiva sehubungan dengan rugi sebelum pajak klien pada periode/tahun
berjalan yang akan diaudit ataupun terdapat rugi sebelum pajak pada dua tahun
terakhir dan klien mengalami rugi kotor. Dan bila auditor berpendapat bahwa
adalah tepat menggunakan dasar jumlah aktiva, bila perusahaan sedang dalam
kondisi operasi yang lemah sehingga tidak menghasilkan pendapatan
sebagaimana lazimnya perusahaan lain yang sejenis seperti perusahaan klien
atau klien memiliki penjualan nihil karena masih dalam tahap pra-operasi.
Sehingga dasar penggunaan penjualan menjadi tidak tepat, maka digunakan
dasar jumlah aktiva.
Penggunaan dasar lain diperbolehkan untuk beberapa klien tertentu
antara lain dengan dasar "jumlah ekuitas" sehubungan dengan operasi
Perusahaan yang lemah sehingga likuiditas menjadi masalah yang kritikal atau
ketika pengguna laporan keuangan lebih memfokuskan pada ekuitas daripada
hasil operasi. Alternatif penggunaan dasar lain tersebut diyakini dapat digunakan
dan alasan yang tepat harus dijelaskan. Untuk persentase dengan menggunakan
jumlah ekuitas ini besarnya diantara 1-5%, sama untuk perusahaan publik dan
non-publik.
Cindy K. L. / 120810008 / 4nd Accounting Audit Big Quiz & Final Exam (KAP dbs&d)
10
Untuk perusahaan yang berbasis nirlaba (non-profit oriented), laba bersih
perusahaan umumnya disebut dengan sisa hasil usaha (SHU), misalnya saat
melakukan audit terhadap suatu rumah sakit.
Kebijakan dari KAP yang menyarankan bahwa kesalahan yang dapat
ditolerir (TE) adalah 50% dari nilai materialitas audit (kesalahan yang dapat
ditolerir), baik untuk perusahaan publik maupun perusahaan non publik, serta
kemudian PAJE Scope yang digunakan diatur sebesar 10% dari nilai TE.
PAJE SCOPE adalah penerapan prinsip konservatisme auditor, dimana
PAJE SCOPE ini ditentukan untuk menentukan apakah akan dilakukan koreksi
audit atau tidak (akan tetapi tidak mempengaruhi opini auditor). Jika nilai yang
diaudit berada di atas PAJE SCOPE maka akan dilakukan koreksi audit, dan jika
nilainya di bawah PAJE SCOPE maka bisa diabaikan. Kesalahan angka yang
didapat dari proses audit dengan nilai dibawah PM tidak diabaikan, karena
nilainya berada di atas PAJE SCOPE, maka prinsip konservatisme berlaku, dengan
melihat nilai PAJE SCOPE misalnya sebesar lima juta rupiah, maka harus
dilakukan koreksi audit.
Bersamaan dengan penentuan materialitas, atau setelah penentuan
materialitas, auditor meminta Laporan Keuangan klien tahun terakhir & tahun
sebelumnya untuk proses Pre-eliminary. Proses ini adalah saat auditor membuat
Perform Analytical Procedures, yaitu membandingkan laporan keuangan tahun
terakhir dengan laporan keuangan tahun sebelumnya, dihitung berapakah selisih
angkanya, kemudian dijadikan dalam bentuk persentase. Akun dengan
persentase yang tergolong besar yang akan menjadi akun fokus saat
dilakukannya proses audit selanjutnya.
Opini Penulis
Dari teori yang ada dan hasil wawancara dengan auditor, maka dapat
disimpulkan bahwa penentuan materialitas merupakan tahap penting di bagian
awal pelaksanaan proses audit. Auditor menentukan perencaaan dan strategi
yang bertujuan supaya proses audit berjalan dengan baik. Penyajian laporan
Cindy K. L. / 120810008 / 4nd Accounting Audit Big Quiz & Final Exam (KAP dbs&d)
11
keuangan secara wajar, dalam semua hal yang material, sesuai dengan prinsip
akuntansi yang berlaku umum di Indonesia, dan menunjukkan keyakinan auditor
bahwa laporan keuangan secara keseluruhan tidak mengandung salah saji
material.Laporan keuangan mengandung salah saji material apabila laporan
keuangan tersebut mengandung salah saji yang dampaknya, secara individual
atau keseluruhan, cukup signifikan sehingga dapat mengakibatkan laporan
keuangan tidak disajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, sesuai
dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Dalam perencanaan
audit, auditor berkepentingan dengan masalah-masalah yang mungkin material
terhadap laporan keuangan. Auditor tidak bertanggung jawab untuk
merencanakan dan melaksanakan audit untuk memperoleh keyakinan memadai
bahwa salah saji, yang disebabkan karena kekeliruan atau kecurangan, tidak
material terhadap laporan keuangan.Pertimbangan auditor mengenai
materialitas merupakan pertimbangan profesional dan dipengaruhi oleh persepsi
auditor atas kebutuhan orang yang memiliki pengetahuan memadai dan yang
akan meletakkan kepercayaan terhadap laporan keuangan. Pertimbangan
mengenai materialitas yang digunakan oleh auditor dihubungkan dengan
keadaan sekitarnya dan mencakup pertimbangan kuantitatif maupun
kualitatif.Dasar yang digunakan untuk menghitung materialitas dapat terdiri dari
berbagai macam dasar. Pada dasar yang dipilih harus dijelaskan alasan pemilihan
dasar, dan inilah peran auditor menentukan materialitas harus dengan tepat
supaya audit berjalan dengan baik. Penggunaan dasar lain diperbolehkan untuk
beberapa klien tertentu antara lain dengan dasar "jumlah ekuitas" sehubungan
dengan operasi Perusahaan yang lemah sehingga likuiditas menjadi masalah
yang kritikal atau ketika pengguna laporan keuangan lebih memfokuskan pada
ekuitas daripada hasil operasi. Alternatif penggunaan dasar lain tersebut diyakini
dapat digunakan dan alasan yang tepat harus dijelaskan. Kebijakan dalam tiap
KAP dalam menentukan materialitas bisa berbeda-beda, dan di KAP DBSD ini
menggunakan prinsip konservatisme dalam penerapannya di bagian PAJE SCOPE,
dimana PAJE SCOPE ini ditentukan untuk menentukan apakah akan dilakukan
Cindy K. L. / 120810008 / 4nd Accounting Audit Big Quiz & Final Exam (KAP dbs&d)
12
koreksi audit atau tidak (akan tetapi tidak mempengaruhi opini auditor). Jika nilai
angka setelah diaudit berada di atas PAJE SCOPE maka akan dilakukan koreksi
audit, dan jika nilainya di bawah PAJE SCOPE maka bisa diabaikan. Kesalahan
angka yang didapat dari proses audit dengan nilai dibawah materialitas
bukannya diabaikan, karena nilainya berada di atas PAJE SCOPE, maka prinsip
konservatisme berlaku, dengan melihat nilai PAJE SCOPE misalnya sebesar lima
juta rupiah, maka harus dilakukan koreksi audit terhadap angka dengan adanya
salah saji tersebut.Adanya penentuan PAJE SCOPE ini memperkecil kemungkinan
salah saji laporan keuangan, dan agar materialitas ditekan seminimal mungkin,
jadi menurut penulis sistem penentuan materialitas di KAP DBSD sudah termasuk
baik dan terkendali.
Cindy K. L. / 120810008 / 4nd Accounting Audit Big Quiz & Final Exam (KAP dbs&d)
13
Penentuan Risiko Audit dalam Pelaksanaan Audit
Dalam setiap penugasan audit, tahap audit planning adalah hal yang amat
penting bagi auditor untuk menentukan keputusan menerima atau menolak
klien. Penting juga bagi auditor untuk melakukan manajemen risiko yang telah
dan belum teridentifikasi, supaya dapat mengantisipasi hambatan yang nantinya
mungkin akan dihadapi dalam proses penugasan audit. Ada korelasi positif
antara risiko bisnis dengan fee audit, yaitu apabila auditor berhadapan dengan
risiko yang tinggi, terutama risiko bisnis. Hal ini akan menambah jam
pemeriksaan yang diperlukan dalam proses audit, sehingga akan mengakibatkan
dampak terhadap peningkatan fee audit (Bell et al., 2000). Konsep risiko
perikatan audit (engagement risk) umumnya dibagi menjadi tiga, yaitu:
1. Risiko bisnis klien, adalah risiko dimana klien mungkin gagal mencapai
tujuannya, yang berhubungan dengan kenadalan laporan keuangan, efisiensi,
dan efektivitas operasi serta kepatuhan terhadap hukum dan pemerintah
(Arens et al., 2005). Secara spesifik, faktor-faktor yang menentukan risiko
bisnis klien adalah Client’s management, Entity Business, dan Client’s Industry
(Colbert et al., 1996).
2. Risiko audit, adalah risiko yang timbul karena auditor tanpa disadari tidak
memodifikasi pendapatnya sebagaimana mestinya atas laporan keuangan
yang mengandung salah saji material (Konrath, 2002). Salah saji material bisa
terjadi karena adanya error atau fraud. Error adalah kesalahan yang tidak
disengaja, dan fraud adalah kecurangan yang disengaja.
3. Risiko bisnis auditor, adalah risiko dimana auditor akan merugi karena
melakukan perikatan, misalnya karena adanya tuntutan hukum di pengadilan
oleh pihak yang merasa tidak puas atau dirugikan oleh hasil kerja auditor
tersebut.
Sebelum menerima perikatan, setiap auditor harus mempertimbangkan
ancaman terhadap kepatuhan pada prinsip dasar etika profesi yang dapat terjadi
Cindy K. L. / 120810008 / 4nd Accounting Audit Big Quiz & Final Exam (KAP dbs&d)
14
dari diterimanya perikatan tersebut. Pencegahan ancaman terhadap tingginya
risiko tersebut mencakup antara lain:
a. Memperoleh pemahaman yang memadai mengenai sifat dan
kompleksitas kegiatan bisnis klien, persyaratan perikatan, serta tujuan,
sifat, dan lingkup pekerjaan yang akan dilakukan.
b. Memperoleh pengetahuan yang relevan mengenai industri atau hal
pokok dari perikatan.
c. Memiliki pengalaman mengenai peraturan atau persyaratan pelaporan
yang relevan.
d. Menugaskan jumlah staf yang memadai dengan kompetensi yang
diperlukan.
e. Menggunakan tenaga ahli jika dibutuhkan.
f. Menyetujui jangka waktu perikatan yang realistis untuk melaksanakan
perikatan.
g. Mematuhi kebijakan dan prosedur pengendalian mutu yang dirancang
sedemikian rupa untuk memastikan diterimanya perikatan hanya bila
perikatan tersebut dapat dilaksanakan secara kompeten.
Bagian dalam Standar Auditing Seksi 312 (IAI, 2001) memberikan
panduan bagi auditor dalam mempertimbangkan risiko dan materialitas pada
saat perencanaan dan pelaksanaan audit atas laporan keuangan berdasarkan
standar auditing yang ditetapkan Ikatan Akuntan Indonesia. Risiko audit dan
materialitas mempengaruhi penerapan standar auditing, khususnya standar
pekerjaan lapangan dan standar pelaporan, serta tercermin dalam laporan
auditor bentuk baku. Risiko audit dan materialitas, bersama dengan hal-hal lain,
perlu dipertimbangkan dalam menentukan sifat, saat, dan lingkup prosedur audit
serta dalam mengevaluasi hasil prosedur tersebut.
Berikut ini adalah beberapa teori yang mengutip dari Standar Auditing
Seksi 312 (IAI, 2001), yang berhubungan dengan risiko audit dan materialitas
dalam pelaksanaan audit:
Cindy K. L. / 120810008 / 4nd Accounting Audit Big Quiz & Final Exam (KAP dbs&d)
15
Adanya risiko audit diakui dengan pernyataan tentang tanggung jawab
dan fungsi auditor independen yang menjelaskan bahwa auditor dapat
memperoleh keyakinan memadai, bukan mutlak, bahwa salah saji material
terdeteksi, karena ada sifat bukti audit dan karakteristik kecurangan. Risiko audit,
adalah risiko yang timbul karena auditor tanpa disadari tidak memodifikasi
pendapatnya sebagaimana mestinya atas laporan keuangan yang mengandung
salah saji material (Konrath, 2002).
Auditor perlu mempertimbangkan risiko audit pada tingkat akun atau
golongan transaksi secara individual, karena pertimbangan yang demikian secara
langsung membantunya dalam menentukan lingkup prosedur audit untuk saldo
akun atau golongan transaksi tersebut. Auditor harus berusaha membatasi risiko
audit pada tingkat saldo atau golongan transaksi individual sedemikian rupa,
sehingga memungkinkannya, pada saat penyelesaian audit, untuk menyatakan
pendapat atas laporan keuangan secara keseluruhan dengan tingkat risiko audit
yang cukup rendah. Auditor menggunakan berbagai pendekatan untuk mencapai
tujuan tersebut.
Pada tingkat saldo akun atau golongan transaksi, risiko audit terdiri dari
(a) risiko [yang meliputi risiko bawaan (inherent risk) dan risiko pengendalian
(control risk)] bahwa saldo akun atau golongan transaksi mengandung salah saji
(disebabkan oleh kekeliruan atau kecurangan) yang dapat menjadi material
terhadap laporan keuangan apabila digabungkan dengan salah saji pada saldo
akun atau golongan transaksi lainnya, dan (b) risiko [risiko deteksi (detection
risk)] bahwa auditor tidak akan mendeteksi salah saji tersebut. Pembahasan
berikut menjelaskan risiko audit dalam konteks tiga komponen risiko di atas.
Cara yang digunakan oleh auditor untuk mempertimbangkan komponen tersebut
dan kombinasinya melibatkan pertimbangan profesional auditor dan tergantung
pada pendekatan audit yang dilakukannya.
a. Risiko Bawaan
Risiko bawaan adalah kerentanan suatu saldo akun atau golongan transaksi
terhadap suatu salah saji material, dengan asumsi bahwa tidak terdapat
Cindy K. L. / 120810008 / 4nd Accounting Audit Big Quiz & Final Exam (KAP dbs&d)
16
pengendalian yang terkait. Risiko salah saji demikian adalah lebih besar pada
saldo akun atau golongan transaksi tertentu dibandingkan dengan yang lain.
Sebagai contoh, perhitungan yang rumit lebih mungkin disajikan salah jika
dibandingkan dengan perhitungan yang sederhana. Uang tunai lebih mudah
dicuri daripada sediaan batu bara. Akun yang terdiri dari jumlah yang berasal
dari estimasi akuntansi cenderung mengandung risiko lebih besar
dibandingkan dengan akun yang sifatnya relatif rutin dan berisi data berupa
fakta. Faktor ekstern juga mempengaruhi risiko bawaan. Sebagai contoh,
perkembangan teknologi mungkin menyebabkan produk tertentu menjadi
usang, sehingga mengakibatkan sediaan cenderung dilaporkan lebih besar. Di
samping itu, terhadap faktor-faktor tersebut yang khusus menyangkut saldo
akun atau golongan transaksi tertentu, faktor-faktor yang berhubungan
dengan beberapa atau seluruh saldo akun atau golongan transaksi mungkin
mempengaruhi risiko bawaan yang berhubungan dengan saldo akun atau
golongan transaksi tertentu. Faktor yang terakhir ini mencakup, misalnya
kekurangan modal kerja untuk melanjutkan usaha atau penurunan aktivitas
industri yang ditandai oleh banyaknya kegagalan usaha. Lihat SA Seksi 316
[PSA No. 32 dan PSA No. 70] Pertimbangan atas Kecurangan dalam Audit
Laporan Keuangan, paragraf 10.
b. Risiko Pengendalian
Risiko pengendalian adalah risiko bahwa suatu salah saji material yang dapat
terjadi dalam suatu asersi tidak dapat dicegah atau dideteksi secara tepat
waktu oleh pengendalian intern entitas.Risiko ini merupakan fungsi
efektivitas desain dan operasi pengendalian intern untuk mencapai tujuan
entitas yang relevan dengan penyusunan laporan keuangan entitas.Beberapa
risiko pengendalian akan selalu ada karena keterbatasan bawaan dalam
setiap pengendalian intern.
c. Risiko Deteksi
Risiko deteksi adalah risiko bahwa auditor tidak dapat mendeteksi salah saji
material yang terdapat dalam suatu asersi. Risiko deteksi merupakan fungsi
Cindy K. L. / 120810008 / 4nd Accounting Audit Big Quiz & Final Exam (KAP dbs&d)
17
efektivitas prosedur audit dan penerapannya oleh auditor. Risiko ini timbul
sebagian karena ketidakpastian yang ada pada waktu auditor tidak
memeriksa 100% saldo akun atau golongan transaksi, dan sebagian lagi
karena ketidakpastian lain yang ada, walaupun saldo akun atau golongan
transaksi tersebut diperiksa 100%. Ketidakpastian lain semacam itu timbul
karena auditor mungkin memilih suatu prosedur audit yang tidak sesuai,
menerapkan secara keliru prosedur yang semestinya, atau menafsirkan
secara keliru hasil audit. Ketidakpastian lain ini dapat dikurangi sampai pada
tingkat yang dapat diabaikan melalui perencanaan dan supervisi memadai
dan pelaksanaan praktik audit yang sesuai dengan standar pengendalian
mutu.
Risiko bawaan dan risiko pengendalian berbeda dengan risiko deteksi.
Kedua risiko yang disebut terdahulu ada, terlepas dari dilakukan atau tidaknya
adit atas laporan keuangan, sedangkan risiko deteksi berhubungan dengan
prosedur audit dan dapat diubah oleh keputusan auditor itu sendiri. Saat auditor
menetapkan risiko bawaan untuk suatu asersi yang berkaitan dengan saldo akun
atau golongan transaksi, ia mengevaluasi berbagai faktor yang memerlukan
pertimbangan profesional. Dalam melakukan hal tersebut, auditor tidak hanya
mempertimbangkan faktor yang secara khusus berhubungan dengan saldo akun
atau golongan transaksi tersebut, tetapi juga faktor-faktor lain yang terdapat
dalam laporan keuangan secara keseluruhan, yang dapat mempengaruhi risiko
bawaan yang berhubungan dengan saldo akun atau golongan transaksi itu.
Apabila auditor berkesimpulan bahwa usaha yang dibutuhkan untuk
mengevaluasi risiko bawaan suatu asersi akan melebihi pengurangan potensial
dalam luasnya prosedur audit sebagai akibat pengandalan terhadap hasil
penetapan tersebut, auditor harus menetapkan risiko bawaan pada tingkat yang
maksimum pada saat merancang prosedur audit. Auditor juga menggunakan
pertimbangan profesional dalam menetapkan risiko pengendalian untuk suatu
asersi yang berhubungan dengan suatu saldo akun atau golongan transaksi.
Cindy K. L. / 120810008 / 4nd Accounting Audit Big Quiz & Final Exam (KAP dbs&d)
18
Auditor dapat melakukan penetapan risiko bawaan dan risiko
pengendalian secara terpisah atau secara gabungan. Apabila auditor
menganggap risiko bawaan dan risiko pengendalian, baik secara terpisah
maupun secara gabungan, adalah kurang dari maksimum, ia harus mempunyai
dasar yang cukup. Dasar ini dapat diperoleh, misalnya melalui kuesioner,
checklist, instruksi, atau alat serupa yang berlaku umum lainnya. Risiko deteksi
yang dapat diterima oleh auditor dalam merancang prosedur audit tergantung
pada tingkat yang diinginkan untuk membatasi risiko audit suatu saldo akun atau
golongan transaksi dan tergantung atas penetapan auditor terhadap risiko
bawaan dan risiko pengendalian. Apabila penetapan auditor terhadap risiko
bawaan dan risiko pengendalian menurun, risiko deteksi yang dapat diterimanya
akan meningkat.
Opini Auditor
Risiko bawaan merupakanrisiko yang melekat atau memang dimiliki
perusahaan sebagai bawaan dari kegiatan usaha yang dilakukan. Untuk
perusahaan dengan kondisi yang umum, biasanya risiko bawaan tergantung pada
jenis perusahaan, misalnya untuk audit Rumah Sakit, risiko bawaannya adalah
dari persediaan obat, yang bisa saja usang, rusak, atau expired (melewati batas
akhir layak digunakan). Sedangkan di perusahaan properti risiko bawaannya
adalah mengapa ada rumah yang tidak laku, dan sebagainya. Risiko bawaan
ditentukan oleh auditor dan perusahaan secara bersama-sama, apakah risiko
tersebut digolongkan material ataukah tidak (mempengaruhi proses audit /
tidak). Ada risiko bawaan yang extraordinary, misalnya perusahaan Bakrie,
dengan adanya peristiwa bencana Lapindo, maka risiko bawaannya bertambah
besar, dimana akan ada protes atau kecaman dari masyarakat. Jadi penentuan
risiko bawaan tidak hanya melihat dari laporan keuangan, tapi juga konsekuensi
yang ditimbulkan oleh berjalannya kegiatan usaha perusahaan yang akan diaudit.
Risiko pengendalian adalah risiko yang lebih bisa dikendalikan, jadi dapat
diidentifikasi di awal pelaksanaan audit, dimana auditor juga akan melakukan
Cindy K. L. / 120810008 / 4nd Accounting Audit Big Quiz & Final Exam (KAP dbs&d)
19
penilaian terhadap Sistem Pengendalian Internal (SPI) perusahaan,dengan
mengisi kuisioner yang sudah tersedia bentuk kertas kerjanya (contoh terlampir
di belakang). Risiko pengendalian umumnya lebih banyak muncul saat proses
audit lapangan, dan terjadi pada penyusunan laporan keuangan. Manajer dapat
mengetahui risiko pengendalian yang ada di perusahaannya, mengapa risiko ini
terjadi, dan bagaimana solusi terbaik yang dapat diambil.Fungsi auditor disini
adalah untuk mengingatkan manajemen apakah SPI perusahaan sudah berjalan
dengan baik. Contoh risiko pengendalian: prosedur pengembalian uang muka
tepat waktu, prosedur absensi karyawan, prosedur uang keluar-masuk apakah
selalu melewati kasir dan di-ACC oleh siapa. Risiko pengendalian dekat dengan
risiko deteksi, yaitu saat sebelum dan saat dilakukan audit lapangan. Risiko
pengendalian yang teridentifikasi di awal akan dimasukkan ke dalam proposal
audit untuk diketahui mengenai bagaimana bentuk tanggung jawab auditor
dalam proses audit yang akan dilaksanakan.
Risiko deteksi adalah ketidakmampuan auditor mendeteksi risiko, dan
segala hal yang berhubungan dengan efektivitas prosedur standar audit.Dalam
risiko deteksidi dalamnya termasuk kesulitan auditor menentukan sampel yang
representative (bisa mewakili secara keseluruhan dan jumlahnya tepat).
Setelah menentukan materialitas dan risiko, akan disusun prosedur audit
program untuk proses audit lapangan, dimana setiap akun memiliki prosedur
sendiri-sendiri (contoh terlampir di belakang). Penentuan risiko oleh audit di KAP
DBSD telah berjalan selama beberapa tahun selama KAP ini beroperasi, jadi
sudah tidak ditemukan kesulitan yang berarti, karena sudah memiliki
pengalaman menangani berbagai macam perusahaan dari bidang yang berbeda-
beda.
Opini Penulis
Dari teori yang ada dan hasil wawancara dengan auditor, maka dapat
disimpulkan bahwa penentuan risiko audit juga sangat menentukan pelaksanaan
proses audit yang akan dilaksanakan.Ada korelasi positif antara risiko bisnis
Cindy K. L. / 120810008 / 4nd Accounting Audit Big Quiz & Final Exam (KAP dbs&d)
20
dengan fee audit, yaitu apabila auditor berhadapan dengan risiko yang tinggi,
terutama risiko bisnis. Hal ini akan menambah jam pemeriksaan yang diperlukan
dalam proses audit, sehingga akan mengakibatkan dampak terhadap
peningkatan fee audit (Bell et al., 2000).Pencegahan ancaman terhadap
tersebuttelah dijelaskan menurut landasan teori di atas, dan di KAP DBSD
langkah-langkah tersebut juga telah diterapkan. Pada tingkat saldo akun atau
golongan transaksi, risiko audit terdiri dari risiko bawaan (inherent risk) dan risiko
pengendalian (control risk), dimana di dalam risiko ini saldo akun atau golongan
transaksi mengandung salah saji (disebabkan oleh kekeliruan atau kecurangan)
yang dapat menjadi material terhadap laporan keuangan apabila digabungkan
dengan salah saji pada saldo akun atau golongan transaksi lainnya, dan risiko
risiko deteksi (detection risk) yang teorinya menyatakan bahwa auditor tidak
akan mendeteksi salah saji tersebut dikarenakan alasan tertentu, misalnya
ketidaktelitian dalam audit lapangan atau ketidaktepatan penentuan audit
sampling. Menurut penjelasan dari auditor yang diwawancarai, pengertian risiko
audit ini sudah sejalan, dan pada KAP DBSD risiko yang ditentukan terlebih
dahulu adalah risiko bawaan, yaitu dengan cara ditentukan bersama oleh auditor
dengan diskusi bersama klien. Penentuan risiko bawaan tidak hanya melihat dari
laporan keuangan, tapi juga konsekuensi yang ditimbulkan oleh berjalannya
kegiatan usaha perusahaan yang akan diaudit, dan tergantung pada jenis
perusahaannya bergerak di bidang apa. Sedangkan selanjutnya risiko
pengendalian ditentukan melalui kuisioner yang berisi kondisi Sistem
Pengendalian Internal perusahaan seperti apa, apakah sudah baik dan
memerlukan pemeriksaan saja, atau banyak prosedur dalam perusahaan yang
masih harus dibenahi. Dari penentuan kedua macam risiko ini akan dihasilkan
sebuah proposal audit yang nantinya akan disepakati oleh auditor dan klien
untuk kemudian selanjutnya dilaksanakan proses audit. Penentuan risiko audit
pada KAP DBSD ini juga sudah baik dan teratur, karena KAP sudah berjalan
selama beberapa tahun. Format yang sudah tertata juga memudahkan penulis
untuk memahami bagaimana menentukan risiko dengan benar.
Cindy K. L. / 120810008 / 4nd Accounting Audit Big Quiz & Final Exam (KAP dbs&d)
21
Tahap-tahap Awal Pelaksanaan Audit Laporan Keuangan
Dalam setiap proses penugasan audit, ada dua macam proses yang harus
dilalui oleh auditor dalam menentukan bagaimana tahapan atau proses rencana
audit terhadap seorang klien. Auditor bisa mengambil keputusan untuk
menerima atau menolak klien. Proses tahapan kerja auditor independen yang
harus dibuat yaitu audit planning dan penyusunan analytical procedures.
Menurut SPAP no.2 (IAI, 2001) disebutkan bahwa pekerjaan harus direncanakan
sebaik-baiknya, dan jika ada penggunaan asisten, harus disupervisi sebagaimana
semestinya.
Menurut Mulyadi dan Puradiredja (1998), tahap pelaksanaan audit
laporan keuangan terdiri atas:
1. Penerimaan penugasan audit
Pertimbangan yang perlu dikaji pada awal saat penerimaan klien harus
melalui langkah-langkah berikut ini:
a. Evaluasi atas integritas manajemen
b. Identifikasi keadaan khusus dan risiko luar biasa
c. Penilaian kompetensi pelaksanaan audit
d. Evaluasi independensi
e. Penentuan kemampuan menggunakan kecermatan (due care)
f. Pembuatan surat penugasan audit (engagement letter)
2. Perencanaan audit
Setelah menerima penugasan audit dari klien, langkah berikutnya adalah
perencanaan audit. Ada delapan langkah yang harus dijalani, yaitu:
a. Pemahaman mengenai bisnis dan industri klien
b. Pelaksanaan prosedur analitis
c. Pertimbangan tingkat materialitas awal
d. Pertimbangan risiko bawaan
e. Pertimbangan faktor lain yang berpengaruh terhadap saldo awal dan
jangka waktu penugasan klien berupa audit tahun pertama
f. Pengembangan strategi awal terhadap asersi signifikan
Cindy K. L. / 120810008 / 4nd Accounting Audit Big Quiz & Final Exam (KAP dbs&d)
22
g. Review informasi yang berhubungan dengan kewajiban legal klien
h. Pemahaman struktur Sistem Pengendalian Internal (SPI) klien
3. Pelaksanaan pengujian audit
Tahap ini juga dapat disebut pekerjaan lapangan yang tujuan utamanya
adalah mendapatkan bukti audit berhubungan dengan efektivitas struktur
pengendalian internal klien dan kewajaran laporan keuangan klien.
Secara keseluruhan dapat dibagi menjadi tiga tahap, yaitu:
a. Pengujian analitis (analytical tests)
b. Pengujian pengendalian (tests of control)
c. Pengujian substantive (substansive test)
4. Pelaporan audit
Tahap terakhir dari proses audit adalah penerbitan laporan audit. Pada
tahap ini auditor harus mampu menyusun laporan keuangan auditan
(audited financial statement), catatan atas laporan keuangan, serta
pernyataan pendapat auditor. Pernyataan pendapat auditor terbagi
menjadi lima macam, yaitu:
a. Opini wajar tanpa pengecualian (unqualified opinion)
b. Opini wajar tanpa pengecualian dengan paragraph penjelas
(unqualified opinion with explanatory language)
c. Opini wajar dengan pengecualian (qualified opinion)
d. Opini tidak wajar (adverse opinion)
e. Pernyataan tidak memberikan pendapat (disclaimer opinion)
Cindy K. L. / 120810008 / 4nd Accounting Audit Big Quiz & Final Exam (KAP dbs&d)
23
Gambar 1: Bagan Prosedur Pelaksanaan Audit Laporan Keuangan
Sumber: Mulyadi, 2002
Audit planning (perencanaan audit) harus dibuat terlebih dahulu untuk
merencanakan bagaimana tahapan proses pelaksanaan audit akan dilakukan,
sesuai dengan stadar audit yang sudah ada. Audit planning terdiri dari audit
programs dan audit procedures. Audit programs adalah proses tahapan kerja
auditor independen dimana auditor harus membuat program audit yang sesuai
Cindy K. L. / 120810008 / 4nd Accounting Audit Big Quiz & Final Exam (KAP dbs&d)
24
dengan kondisi dan kontrak dengan klien yang bersangkutan. Program audit
yang baik harus mencantumkan tujuan pemeriksaan, prosedur audit yang akan
dijalankan, serta kesimpulan dari pemeriksaan. Tahapan program audit terdiri
dari:
1. Pembuatan survey dan penentuan risiko audit terhadap klien.
2. Penentuan tim audit, cakupan audit, serta pengumpulan keterangan
mengenai dokumentasi perusahaan.
3. Proses audit lapangan yang dilakukan setelah perencanaan program audit
(nomor 1 dan 2) selesai dilakukan.
4. Penyusunan laporan audit klien oleh auditor sesuai tenggat waktu yang telah
disepakati.
5. Publikasi laporan audit kepada pihak-pihak yang ditentukan.
Dalam program audit dibuat suatu tabel untuk memudahkan auditor
dalam tahapan proses audit yang akan dilalui. Tabel ini berisi apa proram
auditnya, siapa PIC (Person in Charge) program tersebut, jadwal pelaksanaan
kegiatan, dan Referensi (sebagai checklist apakah pekerjaan tersebut telah
diselesaikan, jika sudah dilaksanakan, maka diberi tanda check √). Manfaat
disusunnya program audit adalah:
1. Sebagai petunjuk kerja yang harus dilakukan, dan instruksi bagaimana harus
menyelesaikan suatu pemeriksaan.
2. Sebagai dasar untuk fungsi koordinasi, pengawasan, dan pengendalian
pemeriksaan.
3. Sebagai dasar penilaian kerja yang dilakukan klien.
Opini Auditor
Dalam pembuatan audit planning,auditor harus memahami bisnis yang
dilakukan oleh klien, yaitu dengan cara auditor mencari informasi tentang segala
hal yang berhubungan dengan klien, aturan-aturan / Undang-undang yang
berhubungan dengan bidang usaha klien. Contoh: perusahaan perbankan
dimana auditornya harus mengetahui segala aturan PSAK yang berkaitan serta
Cindy K. L. / 120810008 / 4nd Accounting Audit Big Quiz & Final Exam (KAP dbs&d)
25
aturan Bapepam yang bersangkutan dengan perusahaan tersebut. Langkah-
langkah yang ditempuh dalam proses audit dimulai dengan kedatangan klien ke
KAP adalah sebagai berikut ini:
Klien berbicara dengan auditor di KAP DBSD, yaitu tentang bidang usaha
yang bersangkutan, omzet perusahaan, pangsa pasar, perusahaan sejenis
(pesaing) yang ada, aturan khusus yang berhubungan dengan bidang
usaha klien, kondisi umum perusahaan klien, dan pernah/tidaknya pada
waktu sebelumnya perusahaan ini diaudit KAP lain. Hal yang dibicarakan
disini adalah hal-hal yang bersifat umum. Selain itu juga dibicarakan
mengenai penghasilan perusahaan, letak perusahaan, tanggungan
akomodasi dan biaya transportasi saat nanti berlangsungnya proses audit
lapangan, yang dilakukan untuk dapat memulai negosiasi lingkup dan tarif
audit. KAP atau auditor juga harus mempertimbangkan unsur pajak
misalnya KAP sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) pasti dikenakan Pajak
Pertambahan Nilai (PPN) serta Pajak Penghasilan (PPh) pasal 23
mengenai jasa konsultan.
Untuk audit perusahaan yang baru pertama kali melakukan audit: auditor
menjelaskan profil KAP, prosedur audit, jasa-jasa audit yang tersedia
(auditor harus tahu dan mengerti produk yang mereka jual), apakah itu
berupa jasa konsultasi/kompilasi, penyusunan sistem akuntansi, dan
sebagainya.
Penyusunan proposal audit (persetujuan diadakannya audit oleh auditor
dengan klien) atau surat perikatan klien dengan auditor, yang berisi
penjelasan mengenai lingkup audit yang akan dijalankan, risiko-risiko
audit yang telah teridentifikasi (misalnya risiko bawaan dan fraud yang
kemungkinan tidak bisa terdeteksi), penentuan fee jasa audit. (proposal
audit ini masih bisa direvisi sebelum terjadi kesepakatan hitam di atas
putih antara KAP dengan klien).
Penentuan klien diterima atau tidak dilakukan dengan berunding,
ditentukan oleh kemampuan auditor disesuaikan dengan keinginan klien
Cindy K. L. / 120810008 / 4nd Accounting Audit Big Quiz & Final Exam (KAP dbs&d)
26
apakah bisa terpenuhi? Berhubungan dengan waktu yang diminta klien
untuk menyelesaikan audit, bisa / tidak dipenuhi oleh KAP yang
bersangkutan, kemudian selanjutnya didiskusikan dulu dengan partner
dalam satu KAP tersebut (langkah-langkahnya berstrata). Partner yang
akan memutuskan diterimanya atau tidaknya klien. Selain itu juga
dipastikan bagaimana kondisi data-data yang akan diaudit, apakah data
akuntansi sudah tersusun rapi, ada catatan (laporan) keuangan / tidak,
masih amburadul dan ataukah laporan keuangannya belum dapat
dikatakan memadai, metode & pencatatan akuntansi apakah sudah
sesuai PSAK. Darisini dapat ditentukan jasa KAP yang akan ditawarkan
kepada klien (tidak selalu jasa audit, misalnya saat data keuangan
perusahaan belum terorganisasi dengan baik, maka jasa yang ditawarkan
adalah Agreed Upon Procedures / AUP yang adalah prosedur perikatan
audit yang disepakati, atau jasa lain berupa jasa kompilasi).
Auditor menentukan materialitas dari format yang sudah dimiliki oleh
KAP. Penentuan materialitas ini bisa berbeda, tergantung dari penilaian
(judgement) auditor yang menangani bisa berbeda satu dengan yang lain.
Dari materialitas yang sudah didapat dari perhitungan, masih bisa
dilakukan diskusi dengan klien atau auditor partner. Selain itu dibicarakan
apakah materialitas ini termasuk sering terjadi di perusahaan. Jika ya,
maka akanmeningkatkan risiko auditnya.
Auditor menentukan risiko audit dari kuisioner (KAP sudah memiliki
format yang cukup baku) yang harus diisi oleh klien, untuk menentukan
risiko pengendalian, serta merundingkan risiko bawaannya.
Terdapata kemungkinan lain di saat auditor mengaudit perusahaan yang
sedang dalam kondisi sengketa, ada penggelapan uang, maka posisi
auditor disini adalah bisa sebagai saksi ahli yang bisa dipanggil dalam
jalannya proses hukum peradilan terhadap suatu perusahaan.
Prosedur implementasi proyek pada masing-masing akun perusahaan
harus disesuaikan dengan program audit.
Cindy K. L. / 120810008 / 4nd Accounting Audit Big Quiz & Final Exam (KAP dbs&d)
27
Setelah proposal audit disetujui kedua belah pihak, maka proses audit
dapat mulai dijalankan. Pertama-tama auditor akan menyusun program audit
untuk klien tersebut, dengan mengacu pada template yang sudah ada di KAP ini.
program audit tersebut akan disesuaikan dengan kontrak klien tersebut dan
kebutuhan kliennya.
Dalam audit lapangan, auditor akan mulai meminta data-data yang
dibutuhkan selama proses audit kepada perusahaan. Dalam proses audit, auditor
akan mencocokkan data yang ada dengan kondisi sebenarnya di lapangan
(contoh: stock opname), apakah ada temuan-temuan mengenai kecurangan yang
dapat diperiksa lebih lanjut (perluasan sampel audit), atau bahwa data akuntansi
perusahaan sudah benar (auditor selalu membandingkan angka buku–angka
menurut laporan perusahaa, dengan angka per audit-angka temuan hasil kerja
auditor). Apabila ada temuan masalah-masalah yang perlu diketahui perusahaan,
maka akan dimasukkan kedalam management letter yang disusun oleh auditor
dan ditujukan untuk manajemen perusahaan. Temuan auditor ini umumnya
adalah temuan informasi setelah tanggal neraca, dan auditor akan memberikan
saran untuk penyelesaian masalah yang terjadi di perusahaan. Saat penyusunan
management letterini auditor juga akan berunding dengan perusahaan serta
partner auditor yang bersangkutan mengenai masalah yang terjadi di
perusahaan, atau mengenai selisih angka yang terjadi saat proses audit. Jika ada
salah satu pihak yang terbukti melakukan kesalahan/kelalaian, maka akan
dilakukan koreksi. Dengan kata lain, management letter berisi kondisi
pengendalian internal perusahaan yang sesungguhnya dan saran yang dapat
diberikan oleh auditor kepada perusahaan untuk memperbaiki sistem.
Saat dilakukan audit persediaan, pada perhitungan dan kondisi fisiknya
berbeda, atau saat perhitungan sampling sudah cocok atau belum. Jika tidak,
maka luas sampel harus diperluas, atau jika ketidakcocokannya melebihi tingkat
50%, maka angka yang ada di perusahaan tidak bisa dipercaya.Pengecualian yang
diketahui setelah dilaksanakannya proses audit bisa dijelaskan di catatan atas
laporan keuangan, management letter, atau opini auditor.
Cindy K. L. / 120810008 / 4nd Accounting Audit Big Quiz & Final Exam (KAP dbs&d)
28
Opini Penulis
Dalam setiap proses penugasan audit, ada dua macam proses yang harus
dilalui oleh auditor dalam menentukan bagaimana tahapan atau proses rencana
audit terhadap seorang klien. Auditor bisa mengambil keputusan untuk
menerima atau menolak klien. Proses tahapan kerja auditor independen yang
harus dibuat yaitu audit planning dan penyusunan analytical procedures.
Menurut SPAP no.2 (IAI, 2001) disebutkan bahwa pekerjaan harus direncanakan
sebaik-baiknya, dan jika ada penggunaan asisten, harus disupervisi sebagaimana
semestinya.
Menurut Mulyadi dan Puradiredja (1998), tahap pelaksanaan audit
laporan keuangan terdiri atas:
1. Penerimaan penugasan audit
2. Perencanaan audit
3. Pelaksanaan pengujian audit
4. Pelaporan audit
Sebelum langkah-langkah di atas dijalani, maka menurut hasil wawancara
terdapat beberapa tahap awal di saat auditor menerima klien.
Proses ini dimulai dengan saat klien berbicara dengan auditor di KAP
DBSD, yaitu tentang hal-hal yang bersifat umum untuk menentukan landasan
awal atas dilakukannya audit, termasuk perkiraan negosiasi penetapan tarif jasa
audit. Untuk audit perusahaan yang baru pertama kali melakukan audit, auditor
juga menjelaskan profil KAP, prosedur audit, dan jasa-jasa yang tersedia. Setelah
itu dilakukan penyusunan proposal audit (persetujuan diadakannya audit oleh
auditor dengan klien) atau surat perikatan klien dengan auditor, yang berisi
penjelasan mengenai lingkup audit yang akan dijalankan, risiko-risiko audit yang
telah teridentifikasi (misalnya risiko bawaan dan fraud yang kemungkinan tidak
bisa terdeteksi), penentuan fee jasa audit. (proposal audit ini masih bisa direvisi
sebelum terjadi kesepakatan hitam di atas putih antara KAP dengan klien).
Penentuan klien diterima atau tidak dilakukan dengan negosiasi, ditentukan oleh
kemampuan auditor disesuaikan dengan keinginan klien apakah bisa terpenuhi
Cindy K. L. / 120810008 / 4nd Accounting Audit Big Quiz & Final Exam (KAP dbs&d)
29
ataukah tidak. Selanjutnya didiskusikan dulu dengan partner dalam satu KAP
tersebut (secara berstrata). Partner yang akan memutuskan diterimanya atau
tidaknya klien. Selain itu juga dipastikan bagaimana kondisi data-data yang akan
diaudit, apakah data akuntansi sudah diatur dengan baik, untuk jasa KAP yang
akan ditawarkan kepada klien (tidak selalu jasa audit, misalnya saat data
keuangan perusahaan belum terorganisasi dengan baik, maka jasa yang
ditawarkan adalah Agreed Upon Procedures (AUP) yang merupakan prosedur
perikatan audit yang disepakati, atau jasa lain berupa jasa kompilasi). Setelah itu
klien dan auditor akan melakukan negosiasi untuk menentukan kesepakatan
yang memuaskan bagi kedua belah pihak. Setelah proposal audit disetujui, maka
proses audit bisa mulai dilaksanakan. Proses diawali dengan penentuan tingkat
materialitas oleh KAP, dimana hasilnya bisa berbeda, tergantung dari penilaian
(judgement) auditor yang menangani audit. Dari materialitas yang sudah didapat
dari perhitungan, masih bisa dilakukan diskusi dengan klien atau auditor partner.
Setelah itu auditor juga menentukan risiko audit dari kuisioner mengenai SPI
perusahaan. Prosedur implementasi proyek pada masing-masing akun
perusahaan harus disesuaikan dengan program audit yang disusun oleh auditor.
Program audit tersebut akan disesuaikan dengan kontrak klien tersebut dan
kebutuhan kliennya.
Audit terhadap laporan keuangan adalah suatu proses kumulatif, dimana
waktu auditor melaksanakan prosedur audit yang direncanakan, bukti yang
diperoleh auditor mungkin menyebabkan akan ada modofikasi sifat, saat, dan
lingkup prosedur lain yang telah direncanakan tersebut. Dari pelaksanaan
prosedur audit atau dari sumber lain selama audit berlangsung, auditor mungkin
memperoleh informasi yang jauh berbeda dengan informasi yang semula
digunakan sebagai dasar untuk menyusun rencana audit. Sebagai contoh,
besarnya salah saji yang ditemukan mungkin mengubah pertimbangan auditor
tentang tingkat risiko bawaan dan risiko pengendalian. Di samping itu, informasi
lain yang diperoleh yang berkaitan dengan laporan keuangan mungkin
mengubah pertimbangan awal auditor mengenai materialitas. Dalam hal
Cindy K. L. / 120810008 / 4nd Accounting Audit Big Quiz & Final Exam (KAP dbs&d)
30
demikian, auditor mungkin perlu mengevaluasi kembali prosedur audit yang
direncanakan, berdasarkan atas pertimbangan yang telah diperbaiki tentang
risiko audit dan materialitas untuk seluruh atau sebagaian saldo akun atau
golongan transaksi dan asersi yang terkait. Jadi hasil audit akan bisa
mencerminkan kondisi yang sebagaimana mestinya, dan hasil kerja auditor dapat
dipertanggungjawabkan dengan kuat.
Cindy K. L. / 120810008 / 4nd Accounting Audit Big Quiz & Final Exam (KAP dbs&d)