audit atas klasifikasi properti investasi pt m dan
TRANSCRIPT
Audit Atas Klasifikasi Properti Investasi PT M dan Analisis Dampak
Perubahan Model Pengukuran Properti Investasi dari Model Biaya ke
Model Nilai Wajar
Wandra Setyo Nugroho dan Selvy Monalisa
Program Studi Akuntansi, Universitas Indonesia
Abstrak
Properti investasi merupakan satu hal yang berbeda dengan aset tetap. PSAK 13 (Revisi
2011) mengatur properti investasi dalam klasifikasi, pengakuan, pengukuran, dan
pengungkapan. Terdapat dua aspek yang memengaruhi pengklasifikasian Properti Investasi
dan Aset Tetap, independensi arus kas dan signifikansi tambahan jasa. PT M berencana
mengubah model pengukuran Properti Investasi dari model biaya ke model nilai wajar.
Laporan magang ini berisi penerapan PSAK 13 (Revisi 2011) dalam pengklasifikasiannya
dan dampak perubahan model perhitungan pada laporan keuangan PT M. Properti yang
dimiliki PT M lebih tepat diklasifikasikan sebagai Aset Tetap karena terdapat syarat dalam
PSAK 13 yang tidak terpenuhi. Sekalipun syarat tersebut dapat dipenuhi, PT M perlu
mempertimbangkan dampak atas perubahan model pengukuran Properti Investasi.
Kata kunci:
Properti investasi; aset tetap; Pernyataan Standar Akuntasi Keuangan 13 (Revisi 2011);
model biaya; model nilai wajar.
Abstract
Investment Property is different from Fixed Assets. PSAK 13 (Revised 2011) discusses
Investment Property related to its classification, recognition, measurement, and disclosure.
There are two aspects that differentiate the classification of Investment Property and Fixed
Assets, cash flow independencies and ancillary service significances. In 2013, PT M plans to
change their measurement model of investment property from cost model to fair value model.
This report discusses the application of PSAK 13 (Revised 2011) in the classification and the
effect of change in measurement model in PT M's financial statements. Properties owned by
PT M are more accurately classified as fixed assets because one of the requirements under
PSAK 13 is not met. Nevertheless, if the property can be classified as Investment Property,
PT M still needs to consider the effect of change of measurement model to its financial
statements.
Key words:
Property Investments; fixed assets; Pernyataan Standar Akuntansi Keungan 13 (revised
2011); cost model; fair value model.
Audit atas..., Wandra Setyo Nugroho, FE UI, 2013
BAB 1: PENDAHULUAN
Untuk mendapatkan suatu ilmu pengetahuan yang sempurna, tentunya kita harus melakukan
tindakan secara langsung bagaimana sebenarnya ilmu pengetahuan yang ingin kita dapatkan
tersebut, tentunya harus didasari dahulu dengan landasan-landasan teori yang benar atau
dengan kata lain belajar dengan metode terjun langsung ke lapangan. Kegiatan magang ini
tidak hanya memberikan pengetahuan teoretis, tetapi juga memberikan pengetahuan secara
teknis dan keterampilan sehingga mahasiswa siap terjun ke dunia kerja setelah mereka lulus.
Perumusan masalah pada laporan magang ini adalah mengenai pengklasifikasian Properti
Investasi PT M dan analisis dampak perubahan model pengukuran pada perusahaan
berdasarkan PSAK 13 (Revisi 2011).
BAB 2: LANDASAN TEORI
2.1 Aset Tetap
PSAK 16 (Revisi 2011) mengenai Aset Tetap menjelaskan bahwa Aset Tetap adalah aset
berwujud yang:
1. Dimiliki untuk digunakan dalam produksi atau penyediaan barang atau jasa untuk
direntalkan kepada pihak lain, atau untuk tujuan administratif; dan
2. Diharapkan untuk digunakan selama lebih dari satu periode.
Contoh dari aset yang diklasifikasikan sebagai Aset Tetap, adalah tanah, bangunan
dan prasarana, kendaraan, peralatan kantor, dan lain-lain.
2.1.1 Pengukuran Setelah Pengakuan Awal Aset Tetap
Menurut PSAK 16 (Revisi 2011), Model yang dapat dilakukan sebagai pengukuran Aset
Tetap adalah model biaya dan model revaluasi.
2.1.1.1 Model Biaya
Model biaya adalah model perhitungan terhadap Aset Tetap dengan cara biaya perolehan
Aset Tetap dikurangi dengan akumulasi penyusutan Aset Tetap dan akumulasi rugi
penurunan nilai aset (PSAK 16 Revisi 2011).
2.1.1.2 Model Revaluasi
Berdasarkan PSAK 16 (Revisi 2011), model revaluasi adalah model perhitungan Aset Tetap
dengan cara nilai wajar pada tanggal revaluasi dikurangi akumulasi penyusutan dan
akumulasi rugi penurunan nilai yang terjadi setelah tanggal revaluasi. Pada model ini, entitas
Audit atas..., Wandra Setyo Nugroho, FE UI, 2013
merevaluasi Aset Tetap pada nilai buku (harga perolehan dikurangi akumulasi penyusutan)
ke nilai wajar. Entitas akan selalu mengukur penyusutan karena penyusutan mencerminkan
besarnya manfaat ekonomik yang terpakai.
Nilai wajar tanah dan bangunan biasanya ditentukan melalui penilaian yang dilakukan
oleh penilai yang memiliki kualifikasi profesional berdasarkan bukti pasar. Penggunaaan
penilai ini tentu membutuhkan biaya untuk komisi profesional. Jika tidak ada, maka entitas
dapat menggunakan estimasi nilai wajar.
Jika jumlah tercatat aset meningkat akibat revaluasi, maka kenaikan tersebut diakui
dalam pendapatan komprehensif lain dan terakumulasi dalam ekuitas pada bagian surplus
revaluasi. Begitu juga dengan penurunan, entitas akan mencatatnya ke dalam pendapatan
komprehensif lain dan akan mengurangi surplus revaluasi pada ekuitas, apabila surplus
revaluasi memiliki saldo nihil, maka penurunan ini akan mengurangi Saldo Laba.
Menurut Undang-Undang Perpajakan PPh pasal 6 ayat 2, Perbedaan yang timbul dari
adanya revaluasi Aset Tetap tersebut akan dikenakan Pajak Penghasilan final sebesar 10%
dari selisih nilai pasar dengan nilai sisa buku Aset Tetap.
Untuk mencerminkan ekspektasi pola konsumsi manfaat ekonomik masa depan suatu
Aset Tetap, entitas perlu melakukan perhitungan penyusutan. Berbagai metode penyusutan
dapat digunakan untuk mengalokasikan jumlah yang disusutkan secara sistematis dari suatu
aset selama umur manfaatnya. Metode tersebut antara lain metode garis lurus (straight line
method), metode saldo menurun (diminishing balance method), dan metode jumlah unit (sum
of the unit method). Metode garis lurus menghasilkan pembebanan yang tetap selama umur
manfaat aset jika nilai residunya tidak berubah. Metode saldo menurun menghasilkan
pembebanan yang menurun selama umur manfaat aset. Metode jumlah unit menghasilkan
pembebanan berdasarkan pada penggunaan atau output yang diharapkan dari suatu aset.
Metode penyusutan aset dipilih berdasarkan ekspektasi pola konsumsi manfaat ekonomik
masa depan dari aset dan diterapkan secara konsisten dari periode ke periode kecuali ada
perubahan dalam ekspektasi pola konsumsi manfaat ekonomik masa depan dari aset tersebut.
Namun biasanya perusahaan cenderung menggunakan model biaya daripada model
revaluasi. Dengan menghitung menggunakan model revaluasi biasanya nilainya akan lebih
kecil dari nilai buku, hal ini dapat menimbulkan kerugian. Perusahaan melakukan
perhitungan revaluasi hanya pada saat kondisi tertentu.
Audit atas..., Wandra Setyo Nugroho, FE UI, 2013
2.2 Properti Investasi
Berdasarkan PSAK 13 (Revisi 2011) mengenai Properti Investasi dijelaskan bahwa Properti
Investasi adalah properti baik Tanah atau Bangunan atau bagian dari suatu bangunan
maupun kedua-duanya, yang dikuasai oleh pemilik atau penyewa (lessee) melalui sewa
pembiayaan, untuk menghasilkan rental atau untuk kenaikan nilai atau kedua-duanya, dan
tidak untuk digunakan dalam produksi atau penyediaan barang atau jasa atau untuk tujuan
administratif atau juga dijual untuk kegiatan usaha sehari-hari.
Properti Investasi berbeda dengan Aset Tetap. Hal yang membedakan antara Aset
Tetap dengan Properti Investasi yaitu Properti Investasi dapat dikuasai untuk menghasilkan
rental atau untuk mendapatkan kenaikan nilai atau keduanya, sehingga Properti Investasi
tersebut menghasilkan arus kas yang sebagian besar tidak bergantung pada aset lain yang
dikuasai oleh entitas. Sedangkan Aset Tetap digunakan untuk proses produksi atau pengadaan
barang atau jasa atau juga untuk tujuan administratif sehingga dapat menghasilkan arus kas
yang dapat diatribusikan tidak hanya ke properti, tetapi juga ke aset lain yang digunakan
dalam proses produksi atau persediaan.
Lau dan Lam (2011) menambahkan dalam pengklasifikasian antara Aset Tetap
dengan Properti Investasi, bahwa kedua aset tersebut memiliki istilah yang mirip, Properti
Investasi “untuk mendapatkan rental”, sedangkan Aset Tetap “dimiliki … untuk disewakan”.
Untuk membedakan Aset Tetap dengan Properti Investasi perusahaan dapat melihat dari dua
aspek, yaitu:
1. Menghasilkan arus kas (the generation of cash flow)
Aspek ini mengklasifikasikan Aset Tetap dengan Properti Investasi berdasarkan arus
kas yang dihasilkan. Suatu aset diklasifikasikan sebagai Properti Investasi jika aset
tersebut bisa menghasilkan arus kas yang besar dan independen, tidak bergantung
pada aset lain. Sedangkan suatu aset diklasifikasikan sebagai Aset Tetap jika aset
tersebut bisa menghasilkan arus kas dengan aset lain, seperti produksi barang atau jasa
dan kegiatan administratif.
2. Signifikansi jasa tambahan (the significance of ancillary services)
Aspek ini mengklasifiksikan Aset Tetap dengan Properti Investasi berdasarkan jasa
tambahan yang diberikan untuk aset tersebut. Apabila tambahan jasa yang diberikan
kepada aset tersebut tidak signifikan maka aset tersebut dapat diklasifikasikan sebagai
Properti Investasi, artinya pemilik aset (lessor) menanggung biaya untuk aset tersebut
tidak begitu besar dan sebagian besar biaya ditanggung oleh penyewa (lessee).
Sedangkan apabila tambahan jasa yang diberikan kepada aset tersebut signifikan,
Audit atas..., Wandra Setyo Nugroho, FE UI, 2013
maka aset tersebut diklasifikasikan sebagai Aset Tetap, artinya pemilik aset
menanggung biaya untuk aset tersebut cukup besar, seperti biaya perawatan, biaya
keamanan, biaya kebersihan, dan biaya operasional lainnya dan penyewa hanya
menanggung biaya sewa.
Jadi, persamaan yang terdapat pada Properti Investasi dan Aset Tetap adalah kedua
jenis aset ini sama-sama disewakan dan dapat menghasilkan arus kas. Sedangkan
perbedaannya terletak pada dapatkah aset tersebut menghasilkan arus kas secara independen
dan signifikankah biaya yang ditanggung pemilik aset terhadap aset yang disewakannya.
Lam dan Lau (2011) mencontohkan perusahaan yang memiliki bangunan yang terdiri
atas dua lantai, keduanya digunakan untuk menghasilkan pendapatan rental. Lantai pertama
disewakan untuk kantor dengan masa kontrak lebih dari satu tahun, sedangkan lantai kedua
disewakan sebagai hotel dengan kontrak harian atau mingguan. Perusahaan memberikan jasa
keamanan dan pemeliharaan untuk seluruh lantai bangunan. Akan tetapi, penyewa kantor bisa
menambahkan tenaga keamanan dan pemeliharaannya sendiri. Sedangkan untuk penyewa
kamar hotel, seluruh jasa disediakan oleh perusahaan, termasuk kebersihan harian, cuci
pakaian, dan jasa layanan kamar lainnya. Lantai kantor diklasifikasikan sebagai Properti
Investasi karena tambahan jasa yang diberikan perusahaan tidak signifikan. Sedangkan lantai
hotel diklasifikasikan sebagai Aset Tetap karena jasa yang diberikan perusahaan jumlahnya
signifikan.
Beberapa contoh aset yang diklasifikasikan sebagai Properti Investasi:
1. Tanah yang dikuasai dalam jangka panjang untuk kenaikan nilai dan bukan untuk
dijual jangka pendek dalam kegiatan usaha sehari-hari.
2. Tanah yang dikuasai saat ini yang penggunaannya di masa depan belum ditentukan.
3. Bangunan yang dimiliki oleh entitas atau dikuasai oleh entitas melalui sewa
pembiayaan dan disewakan kepada pihak lain melalui satu atau lebih sewa operasi.
4. Bangunan yang belum terpakai tetapi tersedia untuk disewakan kepada pihak lain
melalui satu atau lebih sewa operasi.
5. Properti dalam proses pembangunan atau pengembangan yang di masa depan
digunakan sebagi Properti Investasi.
PSAK 13 (Revisi 2011) juga menjelaskan, bahwa Properti Investasi yang digunakan oleh
induk, anak, atau perusahaan afiliasi lainnya, aset tersebut tidak dapat diklasifikasikan ke
dalam Properti Investasi dalam laporan keuangan konsolidasian dan harus dieliminasi karena
dari sudut pandang grup, aset tersebut merupakan aset yang digunakan sendiri, namun dalam
Audit atas..., Wandra Setyo Nugroho, FE UI, 2013
laporan keuangan individu, entitas pemilik Properti Investasi tersebut tetap
mengklasifikasikan aset tersebut sebagai Properti Investasi.
2.2.1 Pengukuran Setelah Pengakuan Awal Properti Investasi
Untuk pertukaran Properti Investasi yang dilakukan baik menggunakan aset moneter maupun
aset nonmoneter, terdapat dua cara yang dapat dilakukan untuk mengukur harga perolehan,
yaitu dengan model nilai wajar atau model biaya.
2.2.1.1 Model Biaya
PSAK 13 (Revisi 2011) menjelaskan apabila suatu pasar aktif tidak dapat menentukan suatu
nilai wajar aset secara andal, maka perhitungan Properti Investasi dilakukan dengan
melakukan perhitungan model biaya dengan nilai residu sama dengan nol. Model biaya
adalah perhitungan terhadap suatu properti dengan menggunakan harga perolehan dikurangi
dengan akumulasi penyusutan. Dalam hal pengukuran setelah perolehan, perusahaan dapat
memilih model penilaian Properti Investasinya, baik dengan model nilai wajar atau model
biaya.
Entitas harus selalu mengungkapkan nilai wajar dari Properti Investasinya dalam
Catatan Atas Laporan Keungan meskipun menggunakan model biaya. Apabila tidak dapat
menetukan nilai wajar secara andal, maka entitas harus mengungkapkan estimasi
kemungkinan besar dimana nilai wajar tersebut berada.
2.2.1.2 Model Nilai Wajar
PSAK 13 (Revisi 2011) mendefinisikan nilai wajar sebagai suatu jumlah yang digunakan
untuk mengukur aset yang dapat dipertukarkan melalui suatu transaksi yang wajar (arm’s
length transaction) yang melibatkan pihak-pihak yang berkeinginan dan memiliki
pengetahuan memadai. Nilai wajar ini didapat dengan mengikuti nilai transaksi pasar untuk
aset serupa, apabila tidak tersedia nilai pasar, maka dapat diukur secara andal dengan rentang
bias dari pengukuran tidak signifikan.
Dengan menggunakan pengakuan nilai wajar, entitas disyaratkan bahwa setiap
periode entitas melakukan perhitungan terhadap nilai wajar dari suatu Properti Investasi
tersebut. Dengan menghitung nilai wajar setiap periode, maka Properti Investasi tidak perlu
disusutkan setiap periodenya. Perbedaan yang terjadi antara harga wajar dengan harga
perolehan, dan juga antara nilai wajar periode sebelumnya dengan periode sekarang akan
Audit atas..., Wandra Setyo Nugroho, FE UI, 2013
diakui kedalam laba rugi berupa gain atau loss pada Pendapatan Lain-Lain (Other Income)
dan merubah nilai aset.
Pedoman nilai wajar terbaik mengacu pada harga kini dalam pasar aktif untuk properti
serupa dalam lokasi dan kondisi yang sama dan berdasarkan pada sewa dan kontrak lain yang
serupa. Entitas harus memerhatikan adanya perbedaan dalam sifat, lokasi, atau kondisi
properti, atau ketentuan yang disepakati dalam sewa dan kontrak lain yang berhubungan
dengan properti.
Apabila harga kini dalam pasar aktif yang sejenis tidak tersedia, entitas harus
mempertimbangkan informasi dari berbagai sumber, termasuk:
1. Harga kini dalam pasar aktif untuk properti di lokasi lain lalu disesuaikan;
2. Harga terakhir untuk aset serupa dalam pasar yang kurang aktif;
3. Harga kini arus kas yang diestimasi di masa depan.
Tabel 2.1 Perbandingan Model Nilai Wajar dan Model Revaluasi
Model Nilai Wajar Model Revaluasi
Digunakan pada Properti Investasi
(PSAK 13)
Digunakan pada Aset Tetap (PSAK 16)
Menggunakan nilai wajar Menggunakan nilai wajar
Perubahan nilai wajar diakui dalam
laporan laba rugi pada periode
terjadinya
Perubahan nilai wajar diakui dalam
laporan laba komprehensif lainnya
(OCI), akumulasi perubahan nilai wajar
dicatat sebagai AOCI di laporan posisi
keuangan
Tidak ada penyusutan Penyusutan
Mencerminkan kondisi pasar pada akhir
periode pelaporan
Tidak spesifik, hanya mengharuskan
secara regular
Perubahan memengaruhi PPh Badan
Non Final
Keuntungan dikenakan PPh Final 10%
Sumber: Intermediate Financial Reporting (2011) Lam and Lau
2.3 Audit
Menurut Arens et al. (2011), audit adalah pengumpulan dan evaluasi atas bukti mengenai
informasi (laporan keuangan) untuk menentukan dan melaporkan tingkat kesesuaian antara
informasi dan kriteria yang telah ditetapkan. Bukti yang dimaksud adalah bukti audit, yaitu
segala informasi yang digunakan oleh auditor untuk menentukan apakah informasi yang
sedang diaudit tersaji sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan. Informasi yang dimaksud
sebelumnya adalah laporan keuangan yang diaudit sedangkan kriteria yang dimaksud adalah
acuan berdasarkan peraturan akuntansi, salah satunya adalah PSAK.
Audit atas..., Wandra Setyo Nugroho, FE UI, 2013
2.3.1 Tujuan Audit
Tujuan audit menurut Pernyataan Standar Auditing (PSA) No. 2 Seksi 110 adalah:
“Tujuan dari kegiatan audit laporan keuangan oleh auditor independen adalah
menyatakan opini atas kewajaran dari apa yang mereka sajikan secara wajar dalam
semua aspek material, posisi keuangan, hasil dari operasi, dan arus kas sesuai
dengan prinsip akuntansi yang berlaku di Indonesia.”
Tujuan audit selanjutnya dibagi menjadi tiga kelompok besar yaitu tujuan audit terkait
transaksi, tujuan audit terkait saldo akhir, tujuan audit terkait penyajian.
2.3.2 Proses Audit
Agar kegiatan audit dapat berjalan dengan baik, maka terdapat beberapa tahapan yang harus
dijalani. Proses audit terbagi kedalam empat tahap, yaitu:
1. Plan and Design and Audit Approach
Pada tahap perencanaan audit ini terbagi menjadi tiga proses yaitu:
a. Obtain an Understanding of the Entity and its Environment
b. Understand Internal Control and Assess Control Risk
c. Assess Risk of Material Misstatement
2. Perform Test of Controls and Substantive Test of Transactions
Sebelum auditor bisa menentukan untuk mengurangi tingkat control risk, auditor
perlu melakukan pengujian terhadap efektivitas dari kontrol internal sekalipun hasil
dari assessment kontrol internal cukup baik, proses ini disebut dengan istilah test of
control. Setelah itu auditor perlu melakukan pengujian terhadap jumlah moneter dari
transaksi yang dilakukan oleh klien. Proses ini disebut dengan substantive test of
transactions. Proses ini bertujuan untuk memenuhi keenam tujuan audit terkait
transaksi.
3. Perform Analytical Procedures and Test of Details of Balances
Pada tahap ini auditor melakukan perbandingan dan hubungan untuk menilai apakah
saldo akun atau data lainnya terlihat wajar. Tujuan dari tahap ini adalah untuk melihat
kewajaran dari perubahan yang mungkin signifikan dalam laporan keuangan klien.
Selanjutnya test of detail of balances adalah prosedur spesifik ditujukan untuk
menguji kemungkinan terjadinya monetary misstatement dalam saldo-saldo dalam
laporan keuangan. Test of detail of balances ini penting dilakukan karena bukti audit
yang didapat bersumber dari pihak ketiga yang independen sehingga bukti tersebut
bisa diandalkan. Proses ini bertujuan untuk memenuhi tujuan audit terkait saldo.
Audit atas..., Wandra Setyo Nugroho, FE UI, 2013
4. Complete the Audit and Issue an Audit Report
Pada tahap terakhir, auditor harus mengombinasikan semua informasi yang didapat
selama proses audit dilakukan dan menyimpulkan hasil auditnya apakah laporan
keuangan yang disajikan oleh klien wajar atau tidak. Terdapat empat opini yang dapat
dikeluarkan oleh auditor atas laporan keuangan yang telah diaudit:
a. Wajar Tanpa Pengecualian (Unqualified)
Opini ini menyatakan bahwa laporan keuangan perusahaan telah disajikan secara
wajar sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku di Indonesia.
b. Wajar dengan Pengecualian (Qualified)
Opini ini menyatakan bawa laporan keuangan telah disajikan secara wajar sesuai
dengan prinsip akuntansi yang berlaku di Indonesia, kecuali untuk hal-hal yang
tidak dapat mengikuti prinsip yang berlaku.
c. Tidak Wajar (Adverse)
Opini ini menyatakan bahwa laporan keuangan tidak disajikan secara wajar sesuai
dengan prinsip akuntansi yang berlaku di Indonesia.
d. Tidak Memberikan Pendapat (Disclaimer)
Opini ini berarti auditor tidak dapat menyatakan pendapat atas laporan keuangan,
hal ini terjadi karena klien tidak dapat memberikan bukti-bukti audit.
BAB 3: PROFIL PERUSAHAAN
3.1 Profil Perusahaan PT M
PT M didirikan tanggal 7 Juli 1980 di Jakarta. Pada tahun 2006, PT M joint venture dengan
perusahaan otomotif asal China, dimana entitas induk memiliki saham PT M sebesar 96,63%,
menjadikan PT M sebagai Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM) atas kendaraan China
tersebut. PT M memiliki beberapa perusahaan afiliasi, salah satunya yaitu PT N.
Ruang lingkup kegiatan bisnis PT M adalah melakukan penjualan unit baru berupa
dua jenis mobil, city car dan sport utility vehicle (SUV), penjualan suku cadang, dan
pelayanan jasa perawatan atau pemeliharaan kendaraan.
PT M memperoleh unit baru tersebut dengan cara mengimpor langsung bagian-bagian
dan suku cadang mobil (knock-down kit) dari pabrik mobil tersebut di China lalu merakitnya
di pabrik afiliasi PT M di Jakarta. Metode seperti mengimpor bagian-bagian suku cadang lalu
merakitnya di pabrik dalam negeri ini biasa disebut dengan metode Complete Knock-Down,
berbeda dengan metode Complete Build-up dimana kendaraan secara utuh diimpor langsung
dari pabrik negara asal pembuat mobil tersebut.
Audit atas..., Wandra Setyo Nugroho, FE UI, 2013
3.2 Perkembangan Bisnis PT M
Pada awalnya PT M ini memiliki penjualan unit baru yang cukup tinggi sampai pada tahun
2008. Di tahun 2009 penjualan unit PT M mulai mengalami penurunan yang cukup drastis
sebesar 50% krisis global. Kemudian, di tahun 2010 penjualan unit baru PT M ini mulai
meningkat lagi sebesar 20% dari tahun 2009, namun angka peningkatan ini masih jauh
dibawah nilai penjualan pada tahun 2008. Di samping itu, para pesaingnya, sejaknya
melambatnya dampak krisis global pasar otomotif domestik mulai mengalami peningkatan,
tetapi penjualan unit PT M justru malah semakin memburuk. Nilai penjualan unit baru PT M
pada tahun 2011 hanya sebesar 180 unit, nilai ini turun sangat drastis dari tahun 2008 yaitu
sebesar 850 unit.
Karena nilai penjualan yang kecil dan mengalami kerugian terus menerus, pada maret
2011, akhirnya PT M memutuskan perjanjian License and Technical Assistance dengan
perusahaan otomotif asal China tersebut dengan alasan kualitas tidak memenuhi standar
mobil di pasar Indonesia dan pada saat itu PT M sudah tidak menjadi ATPM perusahaan
otomotif tersebut. PT M hanya menghabiskan sisa stok mobil di gudang, barang CKD di
pabrik, dan suku cadang. Namun sampai saat ini PT M masih tetap melayani jasa after sales
kendaraan pelanggannya untuk mobil tersebut.
Pada saat ini, setelah PT M menghentikan penjualan mobil tersebut, PT M melakukan
bisnisnya dengan melakukan penjualan unit baru berupa kendaraan berat, seperti truk dan
bus. Kendaraan berat ini ia dapatkan dari perusahaan afiliasinya yaitu PT N, sebagai
tambahan dimana PT N ini merupakan ATPM dari truk tersebut. PT N juga merupakan joint
venture dengan produsen otomotif kendaraan berat di Indonesia sejak Desember 1982.
Sejak 2009, PT M mentransfer sebagian Aset Tetapnya ke Properti Investasi karena
Properti Investasi ini disewakan kepada perusahaan afiliasinya, PT N.
BAB 4: PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Prosedur Audit terhadap PT M
Dalam memenuhi tujuan audit terhadap laporan keuangan PT M, penulis melakukan beberapa
garis besar dalam proses audit laporan keuangan PT M. Proses yang dilakukan penulis
adalah:
1. Understanding of the Entity and its Environment
2. Perform Test of Controls and Substantive Test of Transactions
3. Perform Analytical Procedures and Test of Details of Balances
Audit atas..., Wandra Setyo Nugroho, FE UI, 2013
Dengan menguji detail of balance, salah satu isu yang menjadi perhatian penulis
adalah ketepatan pengklasifikasian antara Aset Tetap dan Properti Investasi. Selain itu,
penulis diminta membantu tim audit mengkaji rencana PT M untuk mengganti model
pengukuran Properti Investasi dari model biaya ke model nilai wajar.
4.2 Gambaran Umum Aset Tetap dan Properti Investasi PT M
Di laporan keuangannya, PT M membagi Aset Tidak Lancar ke dalam dua jenis akun, yaitu
Properti Investasi dan Aset Tetap. Berikut adalah gambaran karakteristik dari properti
tersebut:
1. PT M memiliki properti yang terdiri atas tanah dan bangunan. Properti ini digunakan
untuk showroom, kegiatan administratif, kegiatan penjualan, dan bengkel. Sebagian
dari bangunan tersebut disewakan kepada PT N, perusahaan afiliasi
2. Bagian bangunan yang digunakan sendiri diklasifikan sebagai Aset Tetap, sedangkan
bagian bangunan yang disewakan diklasifikasikan sebagai Properti Investasi.
3. Seluruh biaya operasional yang dikeluarkan, seperti keamanan, kebersihan, dan
perawatan ditanggung oleh PT M sendiri. Pegawai untuk keamanan, kebersihan, dan
pemeliharaan bangunan tersebut merupakan pegawai dari PT M. Biaya operasional
tersebut jumlahnya signifikan terhadap total biaya yang dikeluarakan oleh PT M.
4. Pengukuran Aset Tetap dan Properti Investasi menggunakan model biaya (cost
model).
Pada tahun 2013, PT M bermaksud untuk mengganti model pengukuran Properti
Investasi dari model biaya ke model nilai wajar. Menurut penulis, motivasi yang mendasari
perubahan tersebut adalah keinginan PT M untuk meningkatkan saldo laba. PT M mengalami
kerugian sejak tahun 2009 yang mengakibatkan defisiensi modal. Apabila diasumsikan
terjadi kenaikan harga properti, diharapkan akan meningkatkan nilai wajar properti yang
diukur menggunakan model nilai wajar yang kemudian akan meningkatkan laba bersih.
Kenaikan laba bersih seharusnya akan menambah pajak pajak penghasilan yang harus
dibayar oleh perusahaan, namun perusahaan tidak khawatir karena kerugian yang telah
dialami sebelumnya dapat menunda kewajiban membayar pajak.
Penyebab utama kerugian PT M adalah penurunan penjualan dari tahun ke tahun
sebagaimana ditunjukkan oleh Tabel 4.1. Karena pemegang saham PT M juga memiliki
bisnis penjualan untuk mobil Jepang, menurut penulis ada kemungkinan PT M tidak
bersungguh-sungguh mengembangkan bisnis penjualan mobil China tersebut dan justru ingin
mematikan kompetisi dengan mobil China tersebut.
Audit atas..., Wandra Setyo Nugroho, FE UI, 2013
Tabel 4.1 Penjualan Unit Baru PT M Tahun 2008-2011
Tahun City Car SUV Jumlah
2008 650 200 850
2009 300 100 400
2010 490 40 530
2011 170 10 180
Sumber: Laporan Keuangan PT M (telah diolah kembali)
Laporan ini akan membahas dua pertanyaan terkait Properti Investasi PT M, yaitu:
1. Sudah tepatkah klasifikasi Properti Investasi PT M menurut PSAK 13?
2. Bagaimana dampak dari perubahan pengukuran Properti Investasi PT M dari model
biaya ke model nilai wajar?
Tabel 4.2 menunjukkan bagian aset tidak lancar di laporan posisi keuangan PT M
untuk tahun yang berakhir 31 Desember 2009 sampai 2011.
Tabel 4.2 Laporan posisi keuangan Aset Tidak Lancar PT M
per 31 Desember 2009 – 2011 (dalam ribuan rupiah)
2011 2010 2009
Aset Tidak Lancar
Properti Investasi
Tanah - Properti Investasi 4,892,316 4,892,316 4,892,316
Bangunan - Properti Investasi 6,291,026 6,291,026 6,291,026
Aset Tetap
Tanah - Aset Tetap 2,520,284 2,520,284 2,520,284
Bangunan - Aset Tetap 3,463,326 3,240,832 3,240,832
Peralatan Bengkel dan Produksi 17,578,944 17,578,944 17,116,779
Kendaraan 1,718,158 3,843,389 3,053,062
Peralatan Kantor 5,125,257 5,125,257 5,120,457
Akumulasi Penyusutan
Bangunan - Properti Investasi (5,488,269) (5,319,246) (5,100,905)
Bangunan - Aset Tetap (2,855,477) (2,740,218) (2,627,739)
Peralatan Bengkel dan Produksi (12,557,223) (11,196,796) (9,848,462)
Kendaraan (1,377,598) (2,779,022) (1,860,517)
Peralatan Kantor (5,097,465) (4,992,135) (4,770,233)
Penyertaan Saham 45,794,095 20,321,145 15,667,163
Aset Pajak Tangguhan 15,477,882 9,850,431 8,152,255
Aset Lain-lain 1,671,254 1,643,902 2,458,878
Jumlah Aset Tidak Lancar 77,156,510 48,280,109 44,305,194
Sumber: Laporan Keuangan PT M 2011 (telah diolah kembali)
Audit atas..., Wandra Setyo Nugroho, FE UI, 2013
4.3 Penerapan PSAK 13 (Revisi 2011) terhadap Klasifikasi Properti Investasi di PT
M
Properti Investasi merupakan sebuah akun yang berbeda dengan Aset Tetap. Properti
Investasi ini ditujukan untuk aset yang belum digunakan atau juga untuk disewakan kepada
entitas lain. Sedangkan Aset Tetap adalah aset yang digunakan sendiri oleh entitas dalam
rangka pemenuhan barang atau jasa atau kegiatan administratif. Penyajian antara Aset Tetap
dan Properti Investasi harus diklasifiksikan ke dalam akun yang berbeda.
Menurut PSAK 13 (Revisi 2011), syarat klasifikasi Properti Investasi adalah, yaitu:
1. Properti berbentuk tanah atau bangnan atau bangunan dari suatu bangunan atau
kedua-duanya;
2. Properti dikuasai oleh pemilik atau penyewa melalui sewa pembiayaan;
3. Peroperti digunakan untuk menghasilkan rental atau untuk kenaikan nilai atau
keduanya dan tidak untuk:
a. Digunakan dalam produksi atau penyediaan barang atau jasa atau untuk tujuan
administratif; dan
b. Dijual dalam kegiatan usaha sehari-hari.
4. Jika entitas memberikan tambahan jasa kepada penghuni properti yang dimilikinya,
entitas memperlakukan properti tersebut sebagai Properti Investasi jika jasa tersebut
tidak signifikan terhadap keseluruhan perjanjian.
5. Apabila Properti Investasi disewakan kepada perusahaan dalam satu kelompok usaha
yang laporan keuangannya kemudian dikonsolidasikan, maka properti tersebut
termasuk properti yang digunakan sendiri (Aset Tetap) jika dilihat dari sudut pandang
kelompok usaha. Akan tetapi, di laporan keuangan individual pemilik properti,
Properti Tersebut dapat diklasifikasikan sebagai Properti Investasi.
Dari segi kepemilikan, PT M memiliki Properti Investasi berbentuk tanah dan
bangunan, dan properti tersebut memiliki surat-surat yang sah menunjukkan bahwa properti
tersebut dimiliki oleh PT M. Properti tersebut pada awalnya, sebelum tahun 2009 digunakan
sendiri oleh PT M, kemudian pada tahun 2009, PT N memutuskan untuk melakukan
pembukuan di Jakarta yaitu di kantor pusat PT M, sehingga PT M menyewakan sebagian
propertinya untuk disewakan kepada PT N. Sampai saat ini, PT M tidak menggunakan
properti tersebut untuk kegiatan operasionalnya, melainkan untuk disewakan kepada PT N
dengan sewa operasi.
Dari sisi pemberian tambahan jasa, pengelolaan bangunan ini dikelola seluruhnya oleh
PT M, seperti biaya pemeliharaan, biaya keamanan, dan biaya tenaga kerja, seperti office boy,
Audit atas..., Wandra Setyo Nugroho, FE UI, 2013
dimana hal ini mencerminkan aspek signifikansi tambahan jasa yang diberikan. Artinya,
tambahan jasa yang diberikan untuk Properti Investasinya bernilai signifikan.
Dari segi pelaporannya, laporan keuangan individu PT M mengklasifikasikan properti
yang disewakan kepada afiliasinya tersebut ke dalam Properti Investasi.
Jadi berdasarkan PSAK 13 (Revisi 2011), PT M belum bisa mengklasifikasikan
properti yang disewakan tersebut ke dalam Properti Investasi, karena salah satu syarat
klasifikasi Properti Investasi tidak terpenuhi, signifikansi tambahan jasa yang diberikan PT
M. PT M bisa mengakui properti tersebut sebagai Properti Investasi jika PT M membiarkan
PT N untuk mengelola sendiri biaya tambahan jasa yang seperti diberikan PT M, sehingga
tambahan jasa yang diberikan kepada PT N oleh PT M menjadi tidak signifikan.
Pengklasifikasian ini memiliki pengaruh ke pengukuran setelah pengakuan awal.
Pengukuran tidak akan berbeda jika Properti Investasi dan Aset Tetap sama-sama
menggunakan model biaya, namun perhitungan akan berbeda jika perusahaan mengacu pada
nilai wajar, dimana Properti Investasi akan mengukur dengan menggunakan model nilai
wajar, sedangkan Aset Tetap akan diukur dengan model revaluasi.
4.4 Analisis Dampak Perubahan Model Pengukuran Properti Investasi
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam perhitungan model nilai wajar, yaitu:
1. Penyusutan, dalam model nilai wajar perusahaan tidak akan mengakui penyusutan
sebagai pengurang masa manfaat Properti Investasinya, sehingga laba operasi
perusahaan akan meningkat karena tidak mencatat beban penyusutan. Nilai buku
properti akan mengikuti harga pasar yang berlaku.
2. Walaupun tidak diharuskan, PSAK 13 paragraf 31 menganjurkan perusahaan untuk
menggunakan penilai independen untuk mengukur nilai wajar. Penggunaan jasa
penilai independen akan menimbulkan biaya jasa profesional.
3. Perubahan nilai properti, perusahaan harus mencatat kenaikan atau penurunan (gain
or loss) pada setiap tanggal pembukuan dan hal ini akan memengaruhi laporan laba
rugi.
4. Perpajakan, dengan adanya perubahan terhadap tiga hal di atas, maka tentu akan
memengaruhi nilai laba sebelum pajak perusahaan, nantinya akan memengaruhi nilai
laba bersih setelah dikurangi PPh Badan 25%.
Audit atas..., Wandra Setyo Nugroho, FE UI, 2013
4.4.1 Beban Penyusutan
Perbedaan yang mendasari antara perhitungan model biaya dengan model nilai wajar adalah
penyusutan. Ketika perusahaan merubah model perhitungannya dari model biaya ke model
nilai wajar, maka perusahaan tidak lagi menghitung penyusutan Properti Investasinya setiap
periode, tetapi akan melakukan perhitungan nilai wajar setiap tanggal pembukuan.
Pada saat transisi dari model biaya ke model nilai wajar tentu akan terdapat perbedaan
antara nilai buku dengan nilai pasar, maka perusahaan harus menyesuaikan nilai propertinya
ke dalam nilai pasar. Perbedaan dari transisi tersebut akan diakui sebagai kenaikan (gain)
apabila nilai wajar lebih tinggi dari nilai buku, dan penurunan (loss) apabila nilai wajar lebih
rendah dari nilai buku dan akan diakui di dalam pendapatan lain-lain sebagai kenaikan atau
penurunan akibat perubahan nilai wajar dan pendapatan lain-lain ini akan memengaruhi
Saldo Laba perusahaan.
Pada periode-priode berikutnya, setelah transisi model pengukuran tersebut,
perusahaan hanya akan mengukur nilai nilai wajar propertinya tanpa ada penyusutan karena
nilai wajar telah mencerminkan nilai ekonomis suatu properti.
4.4.2 Biaya Penilai Independen
Dalam menentukan nilai wajarnya, perusahaan tentu membutuhkan nilai yang tepat untuk
Properti Investasinya. Untuk mendapatkan nilai yang tepat tersebut, dibutuhkan perhitungan
dari penilai independen yang profesional. Dengan menggunakan jasa penilai tersebut, maka
perusahaan harus menanggung biaya (fee) atas penilai independen tersebut.
Biaya ini akan terus terjadi setiap periode dimana perusahaan melakukan
penghitungan. Perusahaan harus memperkirakan apakah dengan biaya yang terjadi akibat
penggunaan jasa profesional tidak menimbulkan pembengkakan biaya.
4.4.3 Perubahan Nilai Wajar
Di setiap periode, perusahaan akan melakukan pengukuran kembali nilai wajarnya. Dalam
pengukuran kembali tersebut akan menimbulkan kenaikan atau penurunan nilai dari periode
sebelumnya. Dalam hal ini, perusahaan juga tidak perlu melakukan perhitungan penyusutan
atas Properti Investasinya.
Hal perlu diperhatikan dari perubahan nilai wajar ini adalah nilai wajar tidak akan
selalu mengalami kenaikan. Kemungkinan penurunan nilai properti bisa saja terjadi, salah
satunya disebabkan karena kondisi ekonomi yang fluktuatif. Perusahaan harus bisa
Audit atas..., Wandra Setyo Nugroho, FE UI, 2013
mengantisipasi ketidakpastian tersebut, terlebih lagi jika nilai wajar properti mengalami
penurunan secara ekstrem sehingga mengakibatkan kerugian.
4.4.4 Perpajakan
Perubahan model pengukuran tentu akan memengaruhi laporan laba rugi perusahaan,
sehingga beban dan pendapatan yang terjadi akibat perubahan ke model nilai wajar tersebut
akan memengaruhi nilai laba sebelum pajak perusahaan.
BAB 5: PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Berdasarkan PSAK 13 (Revisi 2011), penulis menyimpulkan bahwa PT M tidak dapat
mengklasifikasikan propertinya sebagai Properti Investasi meskipun properti tersebut
disewakan. Hal ini disebabkan karena ada salah satu syarat yang belum terpenuhi,
yaitu signifikansi tambahan jasa yang diberikan kepada PT N terkait properti yang
disewanya. Dengan demikian, PT M harus mereklasifikasi Properti Investasinya ke
dalam Aset Tetap.
2. Seandainya properti yang disewakan tersebut memenuhi syarat sebagai Properti
Investasi, PT M perlu mempertimbangkan dampak perubahan model pengukuran dari
model biaya ke model nilai wajar.
a. Dampak positifnya adalah PT M tidak lagi mencatat beban penyusutan, sehingga
diharapkan laba operasi perusahaan dapat meningkat. Kemudian jika pasar
properti menunjukkan tren kenaikan nilai wajar, maka PT M akan mencatat
keuntungan di laporan laba rugi atas kenaikan nilai wajar Properti Investasi.
b. Dampak negatif yang akan dialami PT adalah muncul beban baru yaitu beban jasa
penilai independen, karena PSAK 13 (Revisi 2011) menganjurkan perusahaan
untuk menggunakan penilai independen dalam mengukur nilai wajar Properti
Investasi dan penilaian ini juga harus dilakukan pada setiap tanggal laporan posisi
keuangan, sehingga beban atas jasa penilai independen akan selalu dicatat setiap
tanggal laporan posisi keuangan. Kemudian jika pasar properti mengalami
penurunan, perusahaan harus siap mencatat kerugian di laporan laba rugi atas
penurunan nilai wajar Properti Investasi.
3. Dari sisi perpajakan, perusahaan harus mengeluarkan beban pajak lebih besar akibat
keuntungan dari pengukuran dengan model nilai wajar tersebut, namun perusahaan
Audit atas..., Wandra Setyo Nugroho, FE UI, 2013
tidak khawatir karena kerugian yang telah dialami sebelumnya dapat menunda
kewajiban membayar pajak.
5.2 Saran
1. Berdasarkan pembahasan dan kesimpulan, penulis menyarankan kepada PT M, bahwa
mereka sebaiknya sebelum melakukan pergantian model perhitungan Properti
Investasi, PT M melakukan reklasfikasi terlebih dahulu Properti Investasinya ke
dalam Aset Tetap, karena properti tersebut berdasarkan PSAK 13 belum dapat
diklasifikasikan sebagai Properti Investasi, melainkan Aset Tetap.
2. Jika PT M ingin tetap mengklasifikasikan properti yang disewakan sebagai Properti
Investasi, PT M harus memenuhi syarat akan signifikansi tambahan jasa yang
diberikan. PT M dapat membuat kesepakatan baru mengenai kontrak sewa dengan PT
N sehingga tambahan jasa yang diberikan PT M menjadi tidak signifikan.
3. Untuk rencana mengubah model perhitungannya, PT M sebaiknya
mempertimbangkan lagi secara matang mengenai motif dan tujuan mereka dalam
rencana mengubah model pengukurannya, karena nilai wajar dalam pasar aktif sangat
fluktuatif. Perusahaan harus konsisten terhadap perubahan tersebut, meskipun dengan
perhitungan nilai wajar jadi menimbulkan kerugian bagi perusahaan di kemudian hari.
4. Untuk kegiatan operasionalnya, PT M sebaiknya melakukan riset pasar guna
menganalisis peluang bisnis apa yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kembali
kondisi keuangannya setelah beberapa tahun terakhir mengalami kerugian. Di
samping itu, demi meningkatkan kembali laba perusahaannya, PT M dapat
memangkas biaya agar lebih efisien. Salah satu biaya tersebut adalah biaya jasa
tambahan atas pengelolaan Properti Investasi. PT M dapat mengalihkan biaya tersebut
ke PT N sebagai penyewa. Selain berkurangnya biaya yang ditanggung, PT M juga
menjadi bisa mengklasifikasikan properti yang disewakan tersebut sebagai Properti
Investasi karena jasa tambahan yang diberikan tidak lagi signifikan.
Audit atas..., Wandra Setyo Nugroho, FE UI, 2013
KEPUSTAKAAN
Arens, A.A., Elder, R.J., Beasley, M.S., Jusuf, A.A,. 2009. Auditing and Assurance
Services:An Integrated Approach. Singapore: Prentice Hall.
Ikatan Akuntan Indonesia. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan. Jakarta: Salemba
Empat, 2011.
Lau, P., Lam, N. Intermediate financial accounting. 2011. Columbus: McGraw Hill.
Reeve, J.M., Warren, C.S., Duchac, J.E., Wahyuni, E.T., Soepriyanto, Gatot., Jusuf, A.A.,
Djakman, D.D. 2008. Principles of accounting. Singapore: Cengage Learning.
Audit atas..., Wandra Setyo Nugroho, FE UI, 2013
FORMUI,IR Pf,RSETU'UAN PUBLIKASI NASKAH RINGKAS
Yang bertanda tangan di bawah ini:NamaNIP/NUP
| 9gt:ry r.-4oN 4Lis4: 0606 03t&
Pembimbing dari mahasiswa 57/@
ll3. t Wa.ndro, lcjo NuSroI.zflM I oso'Sgz\tiFaku l tas _ . . :EkonomiProg.am Studi I Au,titn^ siJudilNaskah Ringka., Al"tit
'r** Vh,ti p:W; ?eq*< l,-"-sb; lTr^ d'',e Da'yJ.
Qw'tn"\'^ \e+q,'\.<^ ?rcpu $ lwLotks; lo; va"&), br^t" 1,,*- ',..delMenyatakan bahwa naskah ringkas initelah diperiksa, diperbaiki, Nilar '"t4a,t,dipertimbangkan dan dinyatakan dapat diunggah di Ufana0ib.ui.ac.id/unggah) dan (pilih salah satu dengan membed) tanda silang :
I Dapat diakses dan dipublikasikan di Ul-ana Uib.ui.ac,idl.
LJ Akan diproses diterbitkan pada Jumal Prodi/lurusan/Fakultas di UI.
LJ Akan diterbitkan pada prosiding seminar nasional pada Seminar
yang diprediki akan dipublikasikan pada ............(bulan/tahun terbit)
Ll Akan diterbitkan pada Jurnal Nasional yaitu
i;;;;;ffiili;#;ffii#il;;il; liiT1tiillh"n",'.".onrLl Akan ditulis dalam bahasa Inggris dan diterbitkan pada prosiding Konferensi
Internasional pada
yang diprediksi akan dipublikasikan pada ............(bulan/tahun terbitJ
LJ Naskah ringkas ini baik dan akan diubah/digabung dengan hasil penelitianlain dan ditulis dalam bahasa Inggris untuk dipersiapkan ke jurnalinternasional, yaitu: .dan akan akan dipublikasikan pada .....................(bulan/tahun)
LJDitunda publikasi onli[enya karena akan/sedang dalam proses paten/HKl
Denok, j€ - Ja,urrri , 2o r3
ffi-1+ lPembimbing Skripsi/TEi@Fsi** pilih salah satu
Audit atas..., Wandra Setyo Nugroho, FE UI, 2013