aturan hukum dan fungsi baznas

18
1 ATURAN HUKUM DAN FUNGSI BAZNAS MENURUT UU NOMOR 23 TAHUN 2011Oleh : Lanka Asmar, S.HI, M.H A. PENDAHULUAN Zakat menurut etimologi (bahasa), berarti nama’ yang artinya kesuburan, taharah berarti kesucian, barakah berarti keberkahan, dan tazkiyah berarti mensucikan. 1 Sedangkan secara terminologis (istilah) zakat didefinisikan oleh ulama sebagai berikut : 2 a. Mazhab Maliki Zakat merupakan pengeluaran sebahagian dari harta yang khusus yang telah mencapai nisab (batas kuantitas minimal yang mewajibkan zakat) kepada orang-orang yang berhak menerimanya. b. Menurut Hanafi Mereka mendefinisikan zakat dengan menjadikan sebagian harta yang khusus, yang ditentukan oleh syari’ah karena Allah. c. Mazhab Syafi’ Mereka mendefinisikan zakat sebagai sebuah ungkapan keluarnya harta sesuai dengan cara khusus. d. Mazhab Hanbali 1 Lihat http://caknenang.blogspot.com/2011/04/zakat-dalam-islam.html 2 Ibid

Upload: lanka-asmar-shi-mh

Post on 12-Jul-2015

773 views

Category:

Law


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: Aturan hukum dan fungsi baznas

1

“ATURAN HUKUM DAN FUNGSI BAZNAS

MENURUT UU NOMOR 23 TAHUN 2011”

Oleh :

Lanka Asmar, S.HI, M.H

A. PENDAHULUAN

Zakat menurut etimologi (bahasa), berarti nama’ yang artinya kesuburan,

taharah berarti kesucian, barakah berarti keberkahan, dan tazkiyah berarti

mensucikan. 1

Sedangkan secara terminologis (istilah) zakat didefinisikan oleh ulama

sebagai berikut : 2

a. Mazhab Maliki

Zakat merupakan pengeluaran sebahagian dari harta yang khusus yang telah

mencapai nisab (batas kuantitas minimal yang mewajibkan zakat) kepada

orang-orang yang berhak menerimanya.

b. Menurut Hanafi

Mereka mendefinisikan zakat dengan menjadikan sebagian harta yang

khusus, yang ditentukan oleh syari’ah karena Allah.

c. Mazhab Syafi’

Mereka mendefinisikan zakat sebagai sebuah ungkapan keluarnya harta

sesuai dengan cara khusus.

d. Mazhab Hanbali

1 Lihat http://caknenang.blogspot.com/2011/04/zakat-dalam-islam.html 2 Ibid

Page 2: Aturan hukum dan fungsi baznas

2

Zakat adalah hak yang wajib dikeluarkan dari harta yang khusus untuk

kelompok yang khusus pula, yaitu kelompok yang diisyaratkan dalam Al-

Qur’an.

Menurut pandangan ulama lain juga dikemukakan bahwa : 3

a. Menurut Yusuf Qardawi

1. Zakat adalah bagian dari harta dengan persyaratan tertentu, yang Allah SWT

mewajibkan kepada pemiliknya (muzakki), untuk diserahkan kepada yang

berhak menerimanya (mustahik) dengan persyaratan tertentu pula.

2. Zakat merupakan ibadah maaliyah ijtima’iyyah, artinya ibadah di bidang harta

yang memiliki kedudukan yang sangat penting dalam membangun masyarakat.

Karena itu, di dalam Al-Qur’an dan Hadist, banyak perintah untuk berzakat,

sekaligus pujian bagi yang melakukannya.

b. Nawawi

Zakat adalah “sejumlah harta tertentu yang diwajibkan Allah SWT diserahkan

kepada orang-orang yang berhak”, di samping berarti “mengeluarkan jumlah tertentu

itu sendiri.” Jumlah yang dikeluarkan dari kekayaan itu disebut zakat karena yang

dikeluarkan itu menambah banyak, membuat lebih berarti, dan melindungi kekayaan

itu dari kebinasaan.

c. Al Mawardi

Zakat adalah sebutan untuk pengambilan tertentu dari harta yang tertentu,

menurut sifat-sifat yang tertentu untuk diberikan kepada golongan tertentu.

d. Asy Syaukani

3 Ibid

Page 3: Aturan hukum dan fungsi baznas

3

Zakat adalah memberi suatu bagian dari harta yang sudah sampai nishab

kepada orang fakir dan sebagainya, yang tidak berhalangan syara’ sebagai

penerima.

Para pemikir ekonomi Islam kontemporer mendefinisikan zakat sebagai harta

yang telah ditetapkan oleh pemerintah atau pejabat berwenang, kepada masyarakat

umum atau individu yang bersifat mengikat, tanpa mendapat imbalan tertentu yang

dilakukan pemerintah sesuai dengan kemampuan pemilik harta, yang dialokasikan

untuk memenuhi kebutuhan delapan golongan yang telah ditentukan oleh Al-Qur’an

serta untuk memenuhi tuntutan politik bagi keuangan Islam.

Hubungan antara pengertian zakat menurut bahasa dan dengan pengertian

menurut istilah sangatlah nyata dan erat sekali, yaitu bahwa harta yang dikeluarkan

zakatnya akan menjadi berkah, tumbuh, dan berkembang.

Dari penjelasan di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa zakat adalah

sejumlah harta tertentu dengan persyaratan tertentu yang diwajibkan oleh Allah

SWT kepada pemiliknya untuk diserahkan kepada yang berhak menerimanya.

Menurut Ahmad Hanafi zakat termasuk kepada salah satu lapangan hukum

Islam dalam Bab Ibadah. Lapangan Hukum Islam dibagi atas ibadah, hukum

keluarga, hukum private, hukum pidana, siasah syari’iyah dan hukum Internasional.4

Negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila, juga memberikan kebebasan

setiap umat beragama untuk melaksanakan ibadah menurut kepercayaan masing-

masing. Sebagai landasan konstitusional bagi umat beragama diatur dalam pasal 29

ayat (1) dan (2) Undang-undang Dasar 1945.

Sejarah pengaturan zakat di Indonesia telah melalui beberapa periode yaitu

masa kerajaan Islam, masa kolonialisme, masa awal kemerdekaan, masa orde baru

4 Ahmad Hanafi, Pengantar dan Sejarah Hukum Islam, PT. Bulan Bintang : Jakarta : 2004 Hal. 38-50

Page 4: Aturan hukum dan fungsi baznas

4

dan masa reformasi. Berikut ini gambaran tentang tahapan-tahapan sejarah

pelaksanaan zakat di Indonesia : 5

1. Masa Kerajaan Islam

Pada masa kerajaan-kerajaan Islam, zakat dimaknai sebagai sebuah

semangat (spirit) yang memanifestasi dalam bentuk pembayaran pajak atas negara.

Seorang cendikiawan muslim kontemporer Indonesia, Masdar F. Mas’udi

mengatakan, zakat pada mulanya adalah upeti sebagaimana umumya berlaku

dalam praktik ketatanegaraan zaman dulu. Hanya saja, upeti yang secara nyata

telah membuat rakyat miskin semakin tenggelam dalam kemiskinannya, dengan

spirit zakat, lembaga upeti itu justru harus menjadi sarana yang efektif bagi

pemerataan dan kesejahteraan kaum miskin. Dengan kata lain, lembaga upeti yang

semula menjadi sumber kedzaliman, dengan spirit zakat harus ditransformasikan

menjadi wahana penciptaan keadilan.

Zakat sebagai konsep keagamaan, di satu pihak, dan pajak sebagai konsep

keduniawian, di pihak lain, bukanlah hubungan dualisme yang dikotomis melainkan

hubungan keesaan wujud yang dialektis. Zakat bukan sesuatu yang harus

dipisahkan, diparalelkan, dan apalagi dipersaingkan dengan pajak, melainkan justru

merupakan sesuatu yang harus disatukan sebagaimana disatukannya roh dengan

badan atau jiwa dengan raga. Zakat merasuk ke dalam pajak sebagai ruh dan

jiwanya, sedangkan pajak memberi bentuk pada zakat sebagai badan atau raga bagi

proses pengejewantahannya. Memisahkan zakat dari pajak adalah sama halnya

dengan memisahkan spirit dari tubuhnya, memisahkan bentuk dari essensinya.

Pemaknaan zakat dan pajak yang sangat modernis semacam itu dapat kita

lihat penerapannya pada masa kerajaan-kerajaan Islam Nusantara. Pada masa

5 Lihat http://auritsniyalfirdaus.blogspot.com/2012/08/sejarah-pelaksanaan-zakat-indonesia.html

Page 5: Aturan hukum dan fungsi baznas

5

Kerajaan Islam Aceh, misalnya, masyarakat menyerahkan zakat-zakat mereka

kepada negara yang mewajibkan zakat/pajak kepada setiap warga negaranya.

Kerajaan berperan aktif dalam mengumpulkan pajak-pajak tersebut, dan kerajaan

membentuk sebuah badan yang ditangani oleh pejabat-pejabat kerajaan dengan

tugas sebagai penarik pajak atau zakat. Pemungutan pajak ini dilakukan di pasar-

pasar, muara-muara sungai yang dilintasi oleh perahu-perahu dagang, dan terhadap

orang-orang yang berkebun, berladang, atau orang yang menanam di hutan. Karena

itulah, banyak sekali macam dan jenis pajak yang diberlakukan pada setiap sumber

penghasilan dan penghidupan warganya.

Kantor pembayaran pajak ini pada masa kekuasaan kerajaan Aceh

berlangsung di masjid-masjid. Seorang imam dan kadi (penghulu) ditunjuk untuk

memimpin penyelenggaraan ritual-ritual keagamaan. Penghulu berperan besar

dalam mengelola keuangan masjid yang bersumber melalui zakat, sedekah, hibah,

maupun wakaf.

Sebagaimana Kerajaan Aceh, Kerajaan Banjar juga berperan aktif dalam

mengumpulkan zakat dan pajak. Pajak tersebut dikenakan pada seluruh warga

negara (warga kerajaan), baik yang pejabat, petani, pedagang, atau pun lainnya.

Jenis-jenis pajak yang berlaku pada masa itu juga bermacam-macam, seperti pajak

kepala, pajak tanah, pajak padi persepuluh, pajak pendulangan emas dan berlian,

pajak barang dagangan dan pajak bandar. Yang menarik dicatat di sini, penarikan

pajak terhadap hasil-hasil bumi dilakukan setiap tahun sehabis musim panen, dalam

bentuk uang atau hasil bumi. Semua ini sesuai dengan praktek pembayaran zakat

pertanian dalam ajaran Islam.

Pembayaran pajak di kerajaan Banjar ini diserahkan kepada badan urusan

pajak yang disebut dengan istilah Mantri Bumi. Orang-orang yang bekerja di Mantri

Page 6: Aturan hukum dan fungsi baznas

6

Bumi ini berasal dari warga kerajaan biasa namun memiliki skill dan keahlian yang

mumpuni di bidangnya, oleh karena itu mereka diangkat menjadi pejabat kerajaan.

2. Masa Kolonialisme

Ketika bangsa Indonesia sedang berjuang melawan penjajahan Belanda dan

Jepang, zakat berperan sebagai sumber dana bagi perjuangan kemerdekaan

tersebut. Setelah mengetahui fungsi dan kegunaan zakat yang semacam itu,

Pemerintah Hindia Belanda melemahkan sumber keuangan dan dana perjuangan

rakyat dengan cara melarang semua pegawai pemerintah dan priyayi pribumi

mengeluarkan zakat harta mereka. Kebijakan Pemerintah Sejarah Pelaksanaan

Zakat di Indonesia Hindia Belanda ini menjadi batu sandungan dan hambatan bagi

terselenggaranya pelaksanaan zakat. Namun kemudian, pada awal abad XX (dua

puluh), diterbitkanlah peraturan yang tercantum dalam Ordonantie Pemerintah

Hindia Belanda Nomor 6200 tanggal 28 Pebruari 1905. Dalam pengaturan ini

Pemerintah Hindia Belanda tidak akan lagi mencampuri urusan pelaksanaan zakat,

dan sepenuhnya pelaksanaan zakat diserahkan kepada umat Islam.

3. Masa Awal Kemerdekaan

Setelah Indonesia memperoleh kemerdekaannya, zakat kembali menjadi

perhatian para ekonom dan ahli fiqih bersama pemerintah dalam menyusun ekonomi

Indonesia. Hal tersebut dapat kita lihat pada pasal-pasal dalam UUD 1945 yang

berkaitan dengan kebebasan menjalankan syariat agama (pasal 29), dan pasal 34

UUD 1945 yang menegaskan bahwa fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara

negara. Kata-kata fakir miskin yang dipergunakan dalam pasal tersebut jelas

menunjukkan kepada mustahiq zakat (golongan yang berhak menerima zakat).

Pada tahun 1951 Kementerian Agama mengeluarkan Surat Edaran Nomor:

A/VII/17367, tanggal 8 Desember 1951 tentang Pelaksanaan Zakat Fitrah.

Page 7: Aturan hukum dan fungsi baznas

7

Kementerian Agama melakukan pengawasan supaya pemakaian dan pembagian

hasil pungutan zakat berlangsung menurut hukum agama.

Kementerian Agama mulai menyusun Rancangan Undang-Undang (RUU)

tentang Pelaksanaan Zakat dan Rencana Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-

Undang (RPPPUU) tentang Pelaksanaan Pengumpulan dan Pembagian Zakat serta

Pembentukan Baitul Mal pada tahun 1964. Sayangnya, kedua perangkat peraturan

tersebut belum sempat diajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) maupun

kepada Presiden. Perhatian Pemerintah terhadap lembaga zakat ini mulai meningkat

sekitar tahun 1968. Saat itu diterbitkanlah peraturan Menteri Agama Nomor 4

tentang Pembentukan Badan Amil Zakat dan Nomor 5/1968 tentang pembentukan

Baitul Mal (Balai Harta Kekayaan) di tingkat pusat, propinsi dan

kabupaten/kotamadya. Namun pada tahun tersebut, Menteri Keuangan menjawab

putusan Menteri Agama dengan menyatakan bahwa peraturan mengenai Zakat tidak

perlu dituangkan dalam Undang-undang, cukup dengan Peraturan Menteri Agama

saja. Karena ada respons demikian dari Menteri Keuangan, maka Menteri Agama

mengeluarkan Instruksi Nomor 1 Tahun 1968, yang berisi penundaan pelaksanaan

Peraturan Menteri Agama Nomor 4 dan Nomor 5 Tahun 1968 di atas.

4. Masa Orde Baru

Kepemimpinan Presiden Soeharto memberikan sedikit angin segar bagi umat

Islam dalam konteks penerapan zakat ini. Sesuai anjuran Presiden dalam pidatonya

saat memperingati Isra’ Mi’raj di Istana Negara tanggal 22 Oktober 1968 maka

dibentuklahn Badan Amil Zakat Infaq dan Shadaqah (BAZIS) yang dipelopori oleh

Pemerintah Daerah DKI Jaya. Sejak itulah, secara beruntun badan amil zakat

terbentuk di berbagai wilayah dan daerah seperti di Kalimantan Timur (1972),

Sumatra Barat (1973), Jawa Barat (1974), Aceh (1975), Sumatra Selatan dan

Page 8: Aturan hukum dan fungsi baznas

8

Lampung (1975), Kalimantan Selatan (1977), dan Sulawesi Selatan dan Nusa

tenggara Barat (1985).

Perkembangan zakat pada masa Orde Baru ini tidak sama di setiap

daerahnya. Sebagian masih pada tahapan konsep atau baru ada di tingkat

kabupaten seperti Jawa Timur. Atau ada pula yang hanya dilakukan oleh Kanwil

Agama setempat. Karena itulah, mekanisme penarikan dana oleh lembaga zakat ini

bervariasi. Di Jawa Barat hanya terjadi pengumpulan zakat fitrah saja. Di DKI Jaya

terjadi pengumpulan zakat, ditambah dengan infaq dan shadaqah. Dan di tempat-

tempat lain masih meniru pola pada masa awal penyebaran Islam, yakni menarik

semua jenis harta yang wajib dizakati.

Sejarah Pelaksanaan Zakat di Indonesia Pada tahun 1984 dikeluarkan

Instruksi Menteri Agama Nomor 2 tahun 1984 tanggal 3 Maret 1984 tentang Infaq

Seribu Rupiah selama bulan Ramadhan yang pelaksanaannya diatur dalam

Keputusan Direktur Jendral Bimas Islam dan Urusan Haji Nomor 19/1984 tanggal 30

April 1984. Pada tanggal 12 Desember 1989 dikeluarkan Instruksi Menteri Agama

16/1989 tentang Pembinaan Zakat, Infaq, dan Shadaqah yang menugaskan semua

jajaran Departemen Agama untuk membantu lembaga-lembaga keagamaan yang

mengadakan pengelolaan zakat, infaq, dan shadaqah agar menggunakan dana

zakat untuk kegiatan pendidikan Islam dan lainnya. Pada tahun 1991 dikeluarkan

Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 dan 47

tahun 1991 tentang Pembinaan Badan Amil Zakat, Infaq, dan Shadaqah yang

kemudian ditindaklanjuti dengan Instruksi Menteri Agama Nomor 5 tahun 1991

tentang Pedoman Pembinaan Teknis Badan Amil Zakat, Infaq, dan Shadaqah dan

Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 7 tahun 1988 tentang Pembinaan Umum

Badan Amil Zakat, Infaq, dan Shadaqah.

Page 9: Aturan hukum dan fungsi baznas

9

5. Masa Reformasi

Terbentuknya Kabinet Reformasi memberikan peluang baru kepada umat

Islam, yakni kesempatan emas untuk kembali menggulirkan wacana RUU

Pengelolaan Zakat yang sudah 50 tahun lebih diperjuangkan. Komisi VII DPR-RI

yang bertugas membahas RUU tersebut. Penggodokan RUU memakan waktu yang

sangat panjang, hal itu disebabkan perbedaan visi dan misi antara pemerintah dan

anggota DPR. Satu pihak menyetujui apabila persoalan zakat diatur berdasarkan

undang-undang. Sementara pihak lain tidak menyetujui dan lebih mendorong

supaya pengaturan zakat diserahkan kepada masyarakat. Pada tahun 1999

Undang-undang Nomor 38 tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat dikeluarkan oleh

pemerintah. Pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) berusaha

memajukan kesejahteraan sosial dan perekonomian bangsa dengan menerbitkan

Undang-ndang Nomor 38 tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat. Kemudian

dikeluarkan pula Keputusan Menteri Agama nomor 581 tahun 1999 tentang

Pelaksanaan Undang-undang Nomor 38 tahun 1999 dan Keputusan Direktur Jendral

Bimas Islam dan Urusan Haji Nomor D-291 tahun 2000 tentang Pedoman Teknis

Pengelolaan Zakat.

Semua undang-undang yang diterbitkan di atas bertujuan untuk

menyempurnakan sistem pelaksanaan zakat. Seperti pada masa prakemerdekaan

zakat sebagai sumber dana perjuangan, maka pada era reformasi ini zakat

diharapkan mampu mengangkat keterpurukan ekonomi bangsa akibat resesi

ekonomi dunia dan krisis multidimensi yang datang melanda. Bahkan sebagian

pihak menilai bahwa terbentuknya undang-undang pengelolaan zakat di Indonesia

merupakan catatan yang patut dikenang oleh umat Islam selama periode Presiden

B.J. Habibie.

Page 10: Aturan hukum dan fungsi baznas

10

Kemudian pada tanggal 25 November 2011 pada masa pemerintahan

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dikeluarkan Undang Nomor 23 Tahun

2011 tentang Pengelolaan Zakat. Kemudian dalam waktu 3 tahun dikeluarkan

Peraturan Pelaksananya melalui Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2014

tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan

Zakat.

Berdasarkan uraian di atas, penulis akan mengangkat judul tentang Aturan

Hukum dan Fungsi (BAZNAS) menurut Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011.

Dalam tulisan ini diangkat 3 permasalahan yaitu :

a. Bagaimana aturan hukum BAZNAS?

b. Bagaimana Fungsi BAZNAS?

B. PEMBAHASAN

1. Aturan hukum BAZNAS

Beberapa pasal dari Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang

Pengelolaan Zakat telah mengalami perubahan tafsiran yaitu mengenai Lembaga

Amil Zakat (LAZ). Hal tersebut disebabkan adanya Judicial Review (JR) yang

diajukan oleh Koalisi Masyarakat Zakat Indonesia (KOMAZ) yang terdiri dari

Yayasan Dompet Dhuafa, Yayasan Rumah Zakat Indonesia, Yayasan Yatim

Mandiri, Yayasan Portal Infak, Yayasan Dana Sosial Al Falah Malang, LPP Ziswaf

Harum, Yayasan Harapan Dhuafa Banten, Lembaga Manajemen Infak, YPI Bina

Madani Mojekerto, Rudi Dwi Sutiyanto dkk.

Mahkamah Konstitusi dalam Putusan Nomor : 86/PUU-X/2012 dalam amar

putusannya mengabulkan sebagian dan memberi tafsir konstitusional terhadap pasal

18, pasal 38 dan pasal 41 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang

Page 11: Aturan hukum dan fungsi baznas

11

Pengelolaan Zakat dan menolak uji materi pasal 5, pasal 6, pasal 7, pasal 17 dan

pasal 19 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat.6

Dalam pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi (MK) dinyatakan bahwa

negara sebagai “religious welfare state” mempunyai kewajiban memajukan

kesejahteraan umum yang bersifat lahir dan batin. Campur tangan pemerintah

mutlak diperlukan agar pengelolaan zakat oleh masyarakat menjadi efektif dan

efisien. Kemudian mengenai izin pembentukan Lembaga Amil Zakat (LAZ) tentang

terdaftar sebagai organisasi kemasyarakatan Islam dan berbentuk lembaga

berbadan hukum dalam pasal 18 ayat 2 huruf (a) dan (b) UU Nomor 23 Tahun 2011

dinyatakan oleh Mahkamah merupakan suatu kesatuan yang merupakan pilihan

atau alternatif. Sedangkan mengenai persyaratan izin Lembaga Amil Zakat (LAZ)

pada pasal 18 ayat 2 huruf (c) UU Nomor 23 Tahun 2011 dinyatakan bahwa

“mendapat rekomendasi dari BAZNAS” bukan dalam konteks BAZNAS menentukan

dapat atau tidak dapat suatu lembaga menjadi LAZ. BAZNAS dalam konteks

pemberian rekomendasi ini adalah sebagai lembaga yang ditunjuk oleh pemerintah

untuk membantu memberikan pertimbangan terkait izin pendirian LAZ, sehingga

terhadap masyarakat BAZNAS merupakan pihak yang memberikan konsultasi dalam

pendirian LAZ., sedangkan mengenai syarat lain LAZ tentang “memiliki pengawas

syari’at” dalam pasal 18 ayat 2 huruf (d) UU Nomor 23 Tahun 2011 adalah

pengawas syari’at merupakan pengawas inheren dan merupakan bagian internal

dari LAZ bersangkutan, kemudian dimungkinkan juga adanya pengawas syari’at

yang bersifat eksternal terhadap LAZ yang tidak memiliki pengawas internal.

Kemudian mengenai pasal 18 ayat 2 huruf (h) UU Nomor 23 Tahun 2011 tentang

“bersedia diaudit syari’ah dan keuangan secara berkala” ditujukan untuk memastikan

6 Lihat http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt52726163f34a1/mk--amil-tradisional-tak-perlu-

izin-baznas

Page 12: Aturan hukum dan fungsi baznas

12

tata cara pelaksanaan pengumpulan, distribusi dan pendayagunaan zakat telah

sesuai syari’at Islam dan audit keuangan diperlukan agar zakat disalurkan secara

efektif dan tepat tujuan.

Dalam pertimbangan pasal 38 dan 41 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011

dijelaskan bahwa pemerintah memiliki hak dan kewenangan mengatur dan terlibat

dalam pelaksanaan ibadah yang bersifat keagamaan dan penggunaan instrumen

pidana dimaksudkan untuk memastikan dilaksanakan Undang-undang aquo.

Ketentuan pidana dalam pasal 38 dan 41 telah memenuhi doktrin hukum pidana,

namun norma pasal 38 UU 23/2011 terutama frasa “ setiap orang” terlalu umum

yang intinya melarang setiap orang yang tidak memiliki izin dari pejabat yang

berwenang untuk bertindak sebagai amil zakat. Dengan kata lain, pasal 38

menghendaki agar amil zakat di wilayah Indonesia dilengkapi izin yang berwenang.

Fakta yang terjadi pemerintah belum dapat membentuk struktur badan amil zakat

yang mampu menjangkau seluruh wilayah yang selama ini dilayani oleh para amil

zakat tradisional. Artinya dilarangnya kegiatan amil zakat yang tidak memiliki izin

dari pejabat yang berwenang, berpotensi memunculkan kekosongan pelayanan

zakat di masyarakat, dengan belum terbentuknya LAZ dan BAZNAS diseluruh

pelosok Indonesia. Akibatnya terhalangnya hak warga negara untuk menyalurkan

zakat sebagai bagian dari ibadah mereka. Kemudian dalam pertimbangannya

mahkamah menyatakan bahwa makna frasa “ setiap orang” dalam pasal 38 dan 41

dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang frasa tersebut tidak dimaknai

dengan mengecualikan perkumpulan orang, perseorangan tokoh umat Islam (alim

ulama), atau penguru/takmir Mesjid/Mushalla di suatu komunitas wilayah yang

belum terjangkau oleh BAZNAS dan LAZ dan telah memberitahukan kepada pejabat

yang berwenang.

Page 13: Aturan hukum dan fungsi baznas

13

Dengan adanya putusan MK ini, maka amil zakat yang berada di daerah

terpencil dan belum ada BAZNAS dan LAZ tentunya dapat melakukan pengelolaan

zakat namun melaporkan kepada pejabat berwenang.

Prof. Dr. KH. Didin Hafiduddin, Ketua BAZNAS menyatakan terima kasih

kepada Negara dan rakyat Indonesia, melalui Putusan Mahkamah Konstitusi. Beliau

menyatakan tidak ada kalah dan menang, semua adalah amanah yang harus

dijalankan dengan sebaik-baiknya. Dengan putusan MK ini semakin memperkuat

optimalisasi penghimpunan dan penyaluran zakat secara nasional dalam

mewujudkan kesejahteraan masyarakat sebagai bagian dari tujuan pengelolaan

zakat.7

BAZNAS (Badan Amil Zakat Nasional) adalah lembaga yang melakukan

pengelolaan zakat secara nasional. (pasal 1 ayat 7 UU Nomor 23 Tahun 2011).

BAZNAS berkedudukan di ibukota negara dan merupakan lembaga pemerintah non

structural yang bersifat mandiri dan bertanggung jawab kepada Presiden melalui

Menteri. BAZNAS terdiri dari 11 anggota dengan rincian 8 orang dari unsur

masyarakat dan 3 orang dari unsur pemerintah. Unsur masyarakat terdiri dari unsur

ulama, tenaga professional, dan tokoh masyarakat Islam. Sedangkan unsure

pemerintah ditunjuk oleh Kementerian/Instansi yang berkaitan dengan pengeloaan

zakat. BAZNAS dipimpin oleh seorang Ketua dan seorang Wakil Ketua dan masa

kerja selama 5 tahun dan dapat dipilih kembali untuk 1 kali masa jabatan.

Kemudian terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2014 tentang

Pelaksanaan Undang-Undang Pengelolaan Zakat merupakan langkah awal menuju

perubahan struktur organisasi BAZNAS di semua tingkatannya. Jika selama ini,

organisasi BAZNAS di berbagai daerah digerakkan oleh para pengurus dari unsur

7 Lihat http://pusat.baznas.go.id/berita-utama/baznas-ajak-seluruh-opz-laksanakan-putusan-mk-

tentang-uu-zakat/

Page 14: Aturan hukum dan fungsi baznas

14

pemerintah (pegawai negeri), di samping unsur ulama dan tokoh masyarakat, maka

ke depan dalam organisasi BAZNAS di daerah yang lebih dominan adalah unsur

masyarakat. 8

Dalam pasal 9 ayat (1) dan (2) PP nomor 14 Tahun 2014 dijelaskan bahwa

anggota BAZNAS yang terdiri dari unsur masyarakat harus melalui tim seleksi yang

dibentuk oleh Menteri. Tim seleksi tersebut tidak dapat menjadi anggota BAZNAS.

Sedangkan anggota BAZNAS dari unsur pemerintah berasal dari pejabat eselon I

yang berkaitan dengan pengelolaan zakat. Apabila anggota BAZNAS menjadi warga

negara asing, berpindah agama, melakukan perbuatan tercela dapat diberhentikan.

(pasal 24 PP Nomor 14 Tahun 2014) Sedangan BAZNAS Provinsi/Kabupaten dan

Kotamadya terdiri dari unsur pimpinan dan pelaksana.

2. Fungsi BAZNAS

Kedudukan Hukum Islam dalam hukum nasional merupakan sub system dari

hukum nasional. Secara sosiologis, keduduan hukum Islam di Indonesia melibatkan

kesadaran keberagaman bagi masyarakat. Hukum Islam mempunyai peluang untuk

memberikan sumbangan dalam rangka pembentukan dan pembaharuan hukum

nasional. 9 Salah satu produk hukum Islam adalah Undang-undang Nomor 23 Tahun

2011 dan PP Nomor 14 Tahun 2014.

Imam Al Ghazali dalam kitabnya Ihya Ulumuddin memaparkan bahwa

kewajiban zakat adalah alat uji derajat keimanan seorang hamba yang mencintai

Allah, melalui upaya menimalisir konsumsinya atas dasar kecintaan kepada Allah.

Seperti dalam Surat Adz Dzaariyaat ayat 19 “ Dan pada harta-harta mereka ada hak

8 Lihat http://pusat.baznas.go.id/berita-artikel/pp-no-14-tahun-2014-dan-perubahan-organisasi-

baznas/ 9 Said Agil Husin Al Munawar, Hukum Islam dan Pluralitas Sosial, PT. Penamadani, Jakarta, 2004, Hal.

14

Page 15: Aturan hukum dan fungsi baznas

15

untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tak mendapat bagian

(tidak meminta).” 10

Islam merupakan agama yang kaya dengan instrument filantropi. Kata

Filantropi berasal dari bahasa Yunani, philos (cinta) dan anthropos (manusia), yakni

cinta kasih (kedermawanan) kepada semua manusia. Diantara filantropi adalah

zakat, infak, sedekah, wakaf, hibah dan hadiah. Diantara filantropi tersebut yang

paling utama adalah zakat, karena zakat merupakan salah satu rukun Islam yang

ditunaikan bagi yang mampu. 11

Negara Indonesia telah mempercayakan pengelolaan zakat kepada BAZNAS.

Dalam pasal 7 ayat 1 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 dijelaskan BAZNAS

mempunyai fungsi yaitu :

1. Perencanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat.

2. Pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat.

3. Pengendalian pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat

4. Pelaporan dan pertanggung jawaban pelaksanaan pengelolaan zakat.

C. KESIMPULAN

1. Aturan Hukum BAZNAS diatur dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011

tentang Pengelolaan Zakat dan Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2014

tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang

Pengelolaan Zakat. BAZNAS (Badan Amil Zakat Nasional) adalah lembaga

yang melakukan pengelolaan zakat secara nasional. (pasal 1 ayat 7 UU

Nomor 23 Tahun 2011). BAZNAS berkedudukan di ibukota negara dan

10 M. Arif Mufraini, Akuntansi Manajemen Zakat (Mengomunikasikan Kesadaran dan Membangun

Jaringan), Kencana Prenada Media Group : Jakarta : 2006, Hal. 5. 11 Asrofi, Menggagas Pelembagaan Zakat Pada Badan Peradilan, Majalah Varia Peradilan, No. 310

Tahun 2011, hal. 69

Page 16: Aturan hukum dan fungsi baznas

16

merupakan lembaga pemerintah non structural yang bersifat mandiri dan

bertanggung jawab kepada Presiden melalui Menteri.

2. Fungsi BAZNAS adalah Perencanaan pengumpulan, pendistribusian, dan

pendayagunaan zakat, Pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan

pendayagunaan zakat, Pengendalian pengumpulan, pendistribusian, dan

pendayagunaan zakat, Pelaporan dan pertanggung jawaban pelaksanaan

pengelolaan zakat.

DAFTAR PUSTAKA

A. BUKU

Page 17: Aturan hukum dan fungsi baznas

17

Agil Husin Al Munawar, Said, Hukum Islam dan Pluralitas Sosial, PT. Penamadani,

Jakarta, 2004

Hanafi, Ahmad Pengantar dan Sejarah Hukum Islam, PT. Bulan Bintang : Jakarta :

2004

Mufraini, M. Arif Akuntansi Manajemen Zakat (Mengomunikasikan Kesadaran dan

Membangun Jaringan), Kencana Prenada Media Group : Jakarta : 2006

B. JURNAL/MAJALAH

Asrofi, “Menggagas Pelembagaan Zakat Pada Badan Peradilan”, Majalah Varia

Peradilan, No. 310 Tahun 2011

C. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DAN PUTUSAN

Undang-undang Dasar 1945

Undang-undang Nomor 38 tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat

Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat

Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Undang-undang

Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat.

Putusan MK Nomor : 86/PUU-X/2012

Surat Edaran Menteri Agama Nomor: A/VII/17367, tanggal 8 Desember 1951

tentang Pelaksanaan Zakat Fitrah

Peraturan Menteri Agama Nomor 4 tahun 1968 tentang Pembentukan Badan Amil

Zakat

Peraturan Menteri Agama Nomor 5/1968 tentang pembentukan Baitul Mal (Balai

Harta Kekayaan) di tingkat pusat, propinsi dan kabupaten/kotamadya

Instruksi Menteri Agama Nomor 2 tahun 1984 tanggal 3 Maret 1984 tentang Infaq

Seribu Rupiah selama bulan Ramadhan

Instruksi Menteri Agama 16/1989 tentang Pembinaan Zakat, Infaq, dan Shadaqah

D. INTERNET

Page 18: Aturan hukum dan fungsi baznas

18

http://caknenang.blogspot.com/2011/04/zakat-dalam-islam.html

http://auritsniyalfirdaus.blogspot.com/2012/08/sejarah-pelaksanaan-zakat-indonesia.html

http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt52726163f34a1/mk--amil-tradisional-tak-perlu-izin-baznas

http://pusat.baznas.go.id/berita-utama/baznas-ajak-seluruh-opz-laksanakan-putusan-mk-

tentang-uu-zakat/

http://pusat.baznas.go.id/berita-artikel/pp-no-14-tahun-2014-dan-perubahan-organisasi-baznas/