asuhan keperawatan stress parkinson
DESCRIPTION
Askep Stress ParkinsonTRANSCRIPT
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit Parkinson adalah penyakit neurodegeneratif yang bersifat kronis progresif, merupakan penyakit tersering kedua setelah demensia Alzheimer. Penyakit ini memiliki dimensi gejala yang sangat luas sehingga baik langsung maupun tidak langsung mempengaruhi kualitas hidup penderita maupun keluarga. Penyakit Parkinson yaitu penyakit system saraf yang tersering. Penyakit ini disebut juga dengan Parkinson idiopati dan paralisis (yang tidak diam). Penyakit ini untuk pertama kalinya diperbincangkan pada tahun 1817 oleh James Parkinson.
Penyakit ini merupakan suatu kondisi ketika seseorang mengalami ganguan pergerakan. Tanda-tanda khas yang ditemukan pada penderita diantaranya resting tremor, rigiditas, bradikinesia, dan instabilitas postural. Tanda-tanda motorik tersebut merupakan akibat dari degenerasi neuron dopaminergik pada system nigrostriatal. Namun, derajat keparahan deficit motorik tersebut beragam. Tanda-tanda motorik pasien sering disertai depresi, disfungsi kognitif, gangguan tidur, dan disfungsi autonom.
Penyakit ini terjadi pada pria ataupun wanita pada usia pertengahan dan usia lanjut (50-60 tahun) jumlah penderita wanita dan laki-laki seimbang. Penyakit ini terjadi pada semua suku bangsa dan semua kelas anggota masyarakat, kelangsungan penyakitnya bervariasi dari satu orang dengan orang lainnya. 5 – 10 % orang yang terjangkit penyakit parkinson, gejala awalnya muncul sebelum usia 40 tahun, tapi rata-rata menyerang penderita pada usia 65 tahun. Secara keseluruhan, pengaruh usia pada umumnya mencapai 1 % di seluruh dunia dan 1,6 % di Eropa, meningkat dari 0,6 % pada usia 60 – 64 tahun sampai 3,5 % pada usia 85 – 89 tahun.
Penyakit ini dimulai secara samar-samar dan berkembang secara perlahan. Pada banyak penderita, pada mulanya Penyakit Parkinson muncul sebagai tremor (gemetar) tangan ketika sedang beristirahat, tremor akan berkurang jika tangan digerakkan secara sengaja dan menghilang selama tidur. Stres emosional atau kelelahan bisa memperberat tremor. Pada awalnya tremor terjadi pada satu tangan, akhirnya akan mengenai tangan lainnya, lengan dan tungkai. Tremor juga akan mengenai rahang, lidah, kening dan kelopak mata. Penderita penyakit Parkinson mengalami kesulitan dalam memulai suatu pergerakan dan terjadi kekakuan otot.
Jika lengan bawah ditekuk ke belakang atau diluruskan oleh orang lain, maka gerakannya terasa kaku. Kekakuan dan imobilitas bisa menyebabkan sakit otot dan kelelahan. Kekakuan dan kesulitan dalam
2
memulai suatu pergerakan bisa menyebabkan berbagai kesulitan. Penderita Penyakit Parkinson mengalami kesulitan dalam melangkah dan seringkali berjalan tertatih-tatih dimana lengannya tidak berayun sesuai dengan langkahnya. Jika penderita Penyakit Parkinson sudah mulai berjalan, mereka mengalami kesulitan untuk berhenti atau berbalik. Langkahnya bertambah cepat sehingga mendorong mereka untuk berlari kecil supaya tidak terjatuh. Sikap tubuhnya menjadi bungkuk dan sulit mempertahankan keseimbangan sehingga cenderung jatuh ke depan atau ke belakang. Wajah penderita Penyakit Parkinson menjadi kurang ekspresif karena otot-otot wajah untuk membentuk ekspresi tidak bergerak. Kadang berkurangnya ekspresi wajah ini disalah artikan sebagai depresi, walaupun memang banyak penderita Penyakit Parkinson yang akhirnya mengalami depresi. Pandangan tampak kosong dengan mulut terbuka dan matanya jarang mengedip. Penderita Penyakit Parkinson seringkali mengeluarkan air liur tanpa disadari atau tersedak karena kekakuan pada otot wajah dan tenggorokan yang menyebabkan kesulitan menelan. Penderita Penyakit Parkinson berbicara sangat pelan dan tanpa aksen (monoton) dan menjadi gagap karena mengalami kesulitan dalam mengartikulasikan fikirannya. Sebagian besar penderita memiliki intelektual yang normal, tetapi ada juga yang menjadi pikun.
Oleh karena banyak masalah yang muncul pada kasus Parkinson disini kami akan mencoba untuk membuat makalah yang akan membahas tentang penyakit Parkinson. Dari sini dampak psikologinya juga akan berpengaruh terhadap penderita, maka dari itu kelompok kami akan lebih membahas pengaruh psikologi pada pasien gangguan neurobehaviour “Parkinson”.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimanakah konsep dasar dan asuhan keperawatan pada gangguan neurobehaviour “Parkinson” terlebih dari aspek psikologinya?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum Mengetahui konsep dasar dan asuhan keperawatan pada gangguan neurobehaviour “Parkinson”.
1.3.2 Tujuan Khusus
1.4 Manfaat Adapun manfaat yang ingin dicapai dengan adanya makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Mahasiswa Mahasiswa mampu menjelaskan dan memahami definisi, patofisiologi, manifestasi klinis, penatalaksanaan medis pada gangguan neurobehaviour
3
“Parkinson” serta dapat menerapkan asuhan keperawatan pada ganguan neurobehaviour “Parkinson”, khususnya untuk mahasiswa keperawatan.
2. Dosen Makalah ini dapat dijadikan tolok ukur sejauh mana mahasiswa mampu mengerjakan tugas yang diberikan oleh dosen dan sebagai bahan pertimbangan dosen dalam menilai mahasiswa.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Stress dan Respon Stress
2.1.1. Definisi Stress menunjukkan adanya tekanan atau kekuatan pada tubuh.
Dalam Psikologi, stress digunakan untuk menunjukkan suatu tekanan atau tuntutan yang dialami individu atau organisme agar ia beradaptasi atau menyesuaikan diri. Definisi stress menurut Selye adalah respon non spesifik dari badan terhadap setiap tuntutan yang dibuat atasnya. Sedangkan menurut Robert S. Feldman (1989), stress adalah proses yang menilai suatu peristiwa sebagai sesuatu yang mengancam, menantang, membahayakan dan individu merespon peristiwa itu pada level fisiologis, emosional, kognitif dan perilaku. Stress adalah keadaan yang kita alami ketika ada sebuah ketidaksesuaian antara tuntutan-tuntutan yang diterima dan kemampuan untuk mengatasinya (Looker & Gregson, 2005). Jadi stres adalah keadaan dimana individu merasa terancam oleh lingkungannya, dan individu tersebut berusaha untuk menyeimbangkan antara psikis dan fisik terhadap lingkungan tersebut.
Sumber stres disebut stresor (stressor), stressor menyangkut faktor-faktor psikologis. Stres berbeda dengan distres, distress mengacu pada penderitaan fisik atau mental, Dalam batasan tertentu stres sehat untuk diri kita, stres membantu kita untuk tetap aktif dan waspada. Akan tetapi, stres yang sangat kuat atau berlansung lama dapat melebihi kemampuan kita untuk mengatasi dan menyebabkan distres emosional seperti depresi atau kecemasan, atau keluhan fisik seperti kelelahan dan sakit kepala.
Richard Lazarus pada tahun 1974 yang membagi stress ke dalam 2 bentuk yaitu eustress dan distress.( Lazarus RS , 1993:1) stress yang berpengaruh positif adalah eustress sedangkan distress adalah stress yang bersifat negatif yang menyebabkan gangguan fungsional maupun organ tubuh. Istilah stress sendiri ditemukan oleh Hans Selye, seorang ahli fisiologi dari Universitas Montreal merumuskan bahwa stress adalah tanggapan tubuh yang sifatnya nonspesifik terhadap aksi tuntutan atasnya. Sehingga tubuh bereaksi secara emosi dan fisis untuk mempertahankan kondisi fisis yang optimal reaksi ini disebut General adaptation syndrome (GAS) 1936.
Distress juga dapat menjadi akut, ini adalah bentuk yang lebih ekstrim dari stress yang buruk, yang menyebabkan ganguan fisik atau bahkan kematian sebagai akibat serangan jantung, kanker, kecemasan,
5
depresi, dan gangguan saraf. Di lain pihak stress merupakan pengalaman yang menyenangkan, menggairahkan, merangsang, dan menggetarkan. Menyelesaikan tugas-tugas yang menarik dan merangsang dan menjadi kreatif dan produktif, mencapai tujuan-tujuan dan hasrat-hasrat dan berpartisipasi dalam pertandingan olahraga dapat menjadi kesenangan-kesenangan dalam stress, ini disebut dengan eustress. Stres berimplikasi secara luas pada masalah-masalah fisik maupun psikologi.
2.1.2 Tanda dan gejala stress
Proses terjadinya stress merupakan hal yang kompleks dan melibatkan hubungan antara perasaan dan tubuh manusia. Informasi dari lingkungan diproses melalui dua mekanisme dasar, yaitu: 1. Mekanisme subkonsius (autonomic nervous system) Mekanisme ini merupakan refleks fisik dan emosional yang bekerja
untuk mempersiapkan tubuh terhadap segala aksi potensial yang mungkin diperlukan. Persiapan tubuh ini berdiri sendiri atau terpisah dari aksi akhir.
2. Mekanisme konsius Mekanisme volunter berupa persepsi, evaluasi, dan pembuatan
keputusan. Mekanisme ini memiliki peran untuk menentukan apakah stressor yang timbul diperlukan dan berguna atau tidak dan menimbulkan sesuatu yang buruk atau tidak. Aksi atau respon itu sendiri adalah konsius dan dapat timbul hanya apabila kita dapat melihat dan mengevaluasi situasi.
Respon terhadap stress berupa tekanan fisik selanjutnya dapat ditimbulkan oleh konsius, aksi volunter atau subkonsius, aktivasi involunter yang menjaga tubuh dalam keadaan tetap siaga.
Stress bersifat subyektif dan individual. Keadaan ini bermula ketika kita mengamati satu situasi, seseorang, satu kejadian atau bahkan satu obyek yang kita sebut sebagai stressor. Hal ini berarti bahwa otak tidak memberikan respon secara buta tetapi respon yang terjadi merupakan hasil dari satu derajat latihan terhadap interpretasi subyektif.
Bagaimana kita melihat suatu kejadian secara luas tergantung kepada konsep terhadap diri pribadi, kekuatan ego, sistem nilai dan bahkan hereditas. Peristiwa-peristiwa menyenangkan seperti menikah, memenangkan undian atau bertemu dengan seseorang yang dicintai setelah lama tidak bertemu, juga menimbulkan stress, meskipun kebanyakan stress berawal dengan peristiwa-peristiwa negatif, menyakitkan dan tidak diharapkan dalam kehidupan kita.
6
Situasi yang sama dapat dilihat, secara keseluruhan, secara berbeda oleh dua individu. Yang satu dapat memandang situasi yang ada sebagai tantangan yang menarik sementara individu yang lain memandang situasi tersebut sebagai ancaman terhadap kehidupannya. Satu lampu merah diinterpretasikan oleh yang satu sebagai obyek yang berguna untuk mengatur suatu usaha dan oleh yang lain merupakan sumber yang menyakitkan. Lebih jauh, kita memandang dan bereaksi terhadap suatu peristiwa yang sama secara berbeda pada saat yang berbeda, tergantung pada keadaan perasaan dan fisik kita saat tersebut.
Stress yang datang dari peristiwa-peristiwa dan kondisi kehidupan yang tidak menyenangkan dapat mengganggu perasaan dan tubuh kita. Stress menyebabkan kesedihan dan menghalangi untuk melakukan pekerjaan yang bermanfaat. Sangatlah penting untuk mengenali seseorang yang menderita stress yang berat. Stress dapat mempengaruhi semua bagian dari kehidupan seseorang, menyebabkan stress mental, keluhan-keluhan fisik, perubahan perilaku, dan masalah-masalah dalam interaksi dengan orang lain. Seseorang yang menderita stress seringkali tidak mengeluh tentang stress secara langsung. Sebagai gantinya, mereka mengeluhkan banyak keluhan fisik dan mental yang berbeda. Mereka dapat saja menderita sakit yang serius sehingga memerlukan perawatan medis.
Seseorang yang berada dalam keadaan stress dapat memiliki berbagai gejala yang bervariasi. Gejala-gejala tersebut dapat bermanifestasi pada perasaan, tubuh kita, pada perilaku dan terhadap pergaulan dengan orang lain. Pada perasaan kita gejala-gejala tersebut dapat berupa:
a) Rasa cemas atau mudah marah b) Rasa sedih, menangis atau rasa tidak diperhatikan c) Perubahan mood yang cepat d) Konsentrasi yang jelek, memerlukan penjelasan beberapa
kali baru bisa memahami dan mengingatnya e) Berpikir tentang satu hal yang sama berulang-ulang
Orang-orang sulit untuk mengenali dan menggambarkan gejala yang mereka derita. Sedangkan pada tubuh gejala-gejala stress yang timbul dapat berupa:
a) Kelelahan b) Sakit kepala c) Ketegangan otot d) Berdebar-debar atau denyut jantung tidak teratur
7
e) Perasaan tidak dapat bernapas/sesak f) Mual-mual (merasa sakit) atau nyeri di perut g) Nafsu makan kurang h) Nyeri yang tidak jelas, misalnya pada lengan, tungkai, atau
dada
Sangatlah penting untuk berbicara dengan anggota keluarga yang lain atau orang lain yang mengetahui dengan baik mengenai seseorang yang mengalami stress. Pertama-tama yang harus diketahui adalah apakah perilaku saat ini dari orang yang mengalami stress adalah normal. Kemudian perlu diketahui bagaimana terjadinya perubahan menjadi tidak normal.
2.1.3 Sumber stress Ada beberapa sumber stress, antara lain: a) Tekanan
Kita dapat mengalami tekanan dari dalam maupun luar, ataupun keduanya. Ambisi personal bersumber dari dalam, tapi kadang dikuatkan oleh harapan-harapan dari pihak diluar diri.
b) Konflik Konflik terjadi ketika kita berada dibawah tekanan untuk berespon simultan terhadap dua atau lebih kekuatan yang berlawanan. Konflik ada tiga macam: • Konflik menjauh-menjauh: individu terjerat pada dua pilihan
yang sama-sama tidak disukai. • Konflik mendekat-mendekat: individu terjerat dalam dua
pilihan yang sama-sama diinginkannya. • Konflik mendekat-menjauh: terjadi ketika individu terjerat
dalam situasi dimana ia tertarik sekaligus ingin menghindar dari situasi tertentu.
c) Frustasi Frustasi terjadi ketika motif atau tujuan kita mengalami hambatan dalam pencapaiannya. • Bila kita sudah berjuang keras kemudian gagal, kita mengalami
frustasi. • Bila kita dalam keadaan terdesak dan terburu-buru, kemudian
terhambat untuk melakukan.
• Bila kita sangat memerlukan dan sesuatu itu tidak dapat diperoleh, kita juga mengalami frustasi.
d) Krisis Adalah suatu keadaan dimana seseorang berada dalam suatu keadaan mendekati nilai ambang frustasi (kekuatan maksimal jiwa
8
seseorang untuk menahan beberapa beban jiwa sekaligus), dan bila melaluinya dengan baik akan menjadi lebih matang tetapi bila tidak akan memperburuk keadaan jiwanya.
2.1.4. Biokimia stress Stress fisik atau emosional mengaktivasi amygdala yang
merupakan bagian dari sistem limbik yang berhubungan dengan komponen emosional dari otak. Respon emosional yang timbul ditahan oleh input dari pusat yang lebih tinggi di forebrain. Respon neurologis dari amygdala ditransmisikan dan menstimulasi respon hormonal dari hipotalamus. Hipotalamus akan melepaskan hormon CRF (corticotropin- releasing factor) yang menstimulasi hipofisis untuk melepaskan hormon lain yaitu ACTH (adrenocorticotropic hormone) ke dalam darah. ACTH sebagai gantinya menstimulasi kelenjar adrenal, suatu kelenjar kecil yang berada di atas ginjal. Kelenjar adrenal berisi dua daerah yang berbeda, bagian dalam atau medulla yang mensekresi adrenalin (epinefrin) dan noradrenalin (norepinefrin) dan lapisan luar atau korteks yang mensekresi kortikosteroid mineral (aldosteron) dan glukokortikoid (kortisol). Secara simultan, hipotalamus bekerja secara langsung pada sistem otonom untuk merangsang respon yang segera terhadap stress. Sistem otonom sendiri diperlukan dalam menjaga keseimbangan tubuh. Sistem otonom terbagi dua yaitu sistem simpatis dan parasimpatis. Sistem simpatis bertanggung jawab terhadap adanya stimulasi atau stress. Reaksi yang timbul berupa peningkatan denyut jantung, napas yang cepat, penurunan aktivitas gastrointestinal.
Sementara sistem parasimpatis membuat tubuh kembali ke keadaan istirahat melalui penurunan denyut jantung, perlambatan pernapasan, meningkatkan aktivitas gastrointestinal. Perangsangan yang berkelanjutan terhadap sistem simpatis menimbulkan respon stress yang berulang-ulang dan menempatkan sistem otonom pada ketidakseimbangan. Keseimbangan antara kedua sistem ini sangat penting bagi kesehatan tubuh.
Dengan demikian tubuh dipersiapkan untuk melawan atau reaksi menghindar melalui satu mekanisme rangkap: satu respon saraf, jangka pendek, dan satu respon hormonal yang bersifat lebih lama.
2.1.5. Cara Mengatasi Stres
Secara umum, terdapat dua cara untuk mengatasi stress, yaitu problem focus dan emotion focus
9
• Problem focus, adalah cara mengatasi stres dengan memfokuskan diri pada masalah atau sumber stres. Cara ini dapat di lakukan jika masalah yang dialami bersifat controllable
• Cara yang kedua adalah emotion focus, dimana mengatasi stres dengan cara memfokuskan diri dengan emosi yang dialami. Cara ini biasanya dilakukan ketika menghadapi masalah yang bersifat uncontrollable (tidak dapat dikontrol). Contohnya ketika merasa stres akibat kehilangan saudara karena bencana, hal yang dapat dilakukan misalnya berdoa agar diberikan kekuatan oleh Tuhan dalam menghadapi masalah ini.
Kedua cara tersebut, problem atau emotion focus, sebenarnya tidak ada yang lebih baik. Cara tersebut dapat anda lakukan tergantung pada masalah apa yang dialami.
2.2 Perubahan Psikologi Pada Pasien Parkinson
2.2.1 Depresi Depresi adalah penyakit atau gangguan mental yang sering dijumpai. Penyakit ini menyerang siapa saja tanpa memandang usia, ras atau golongan, maupun jenis kelamin. Salah satu penyakit degenerasi yang sering disertai depresi adalah penyakit Parkinson. Frekuensi depresi pada penyakit Parkinson berkisar antara 20% sampai 90%, rata- rata 40% - 50%. Depresi pada penyakit Parkinson cenderung mengenai usia yang lebih muda dan lebih sering pada perempuan. Kebanyakan peneliti beranggapan tidak ada hubungan antara usia pasien saat ini atau usia saat onset penyakit Parkinson dengan terjadinya depresi. Santamaria dan Mayeux menemukan bahwa depresi cenderung terjadi pada mereka yang berusia lebih muda sat onset gejala parkinson. Lamanya penyakit Parkinson diderita semula diduga dapat mempengaruhi derajat depresinya. Namun nyatanya tidak ada kaitan antara lamanya penyakit Parkinson dengan perubahan suasana perasaan atau afek.
Analisis Brown dkk. terhadap nilai Beck's Depression Inventory mendapatkan adanya peningkatan dysphoria, rasa pesimistik terhadap masa yang akan datang, sedih dan gagasan bunuh diri. Sedikit sekali ditemukan gejala menyalahkan diri sendiri, perasaan gagal dan tersiksa. Penyakit Parkinson ditandai oleh adanya gejala motorik klasik berupa rigiditas, bradikinesi, tremor. Huber dkk. menemukan bahwa pasien penyakit Parkinson dengan depresi memperlihatkan bradikinesi dan rigiditas yang lebih hebat dari pada pasien tanpa depresi, sedangkan pasien Parkinson tanpa depresi tampak lebih tremor. Pasien dengan gangguan stabilitas sikap dan gangguan cara berjalan tampak lebih
10
depresi dari pada pasien dengan tremor. Pada umumnya para peneliti menganggap tidak ada hubungan antara abnormalitas suasana perasaan (mood) dengan abnormalitas motorik, tetapi depresi mungkin lebih sering pada sindrom dengan perubahan gaya berjalan dan sikap tubuh. Di antara gejala penyakit Parkinson, tremor adalah gejala yang paling tidak responsif terhadap dopamin. Jadi depresi lebih sering pada sindrom Parkinson dengan gejala - gejala yang nyata responsif terhadap dopamin.
Patofisiologi depresi pada penyakit Parkinson sampai saat ini belum diketahui pasti. Namun teoritis diduga hal ini berhubungan dengan defisiensi serotonin, dopamin dan noradrenalin.
Diagram. Patofisiologi Depresi pada Penyakit Parkinson
2.2.2 Perubahan Kognitif
Dalam perkembangan penyakitnya, Parkinson dapat menyebabkan gangguan kognitif yang bervariasi tingkat keparahannya. Penyebabnya adalah multifaktorial, menyangkut didalam sistem dopamin di subkortikal – frontal dan sistem ekstrastriatum. Gangguan kognitif (disfungsi eksekutif, visuospasial, memori, dan atensi) pada
Kehilangan neuron batang otak akibat penyakit Parkinson
Deplesi (penyusutan) biokimiawi korteks dan
ganglia basalis
Penurunan reward mediation, ketergantungan terhadap lingkungan, dan respons terhadap stres yang tidak
adekuat
Apatis, rasa tidak berharga, rasa tidak berguna tidak ada harapan, putus asa
11
pasien Parkinson dapat menimbulkan hendaya pada pasien dalam melaksanakan pekerjaan sehari-hari ataupun kegiatan rumah tangga serta dapat membuat pasien menjadi tertekan. Terdapatnya gangguan mood yang terjadi, menyertai, atau mengikuti perubahan kognitif dapat mengganggu dalam penilaian gangguan fungsi kognitif yang terjadi dan gangguan yang terjadi seakan lebih berat daripada kenyataannya. Sekitar 25 % pasien berkembang menjadi demensia tipe Alzheimer dengan terdapatnya afasia, apraksia, dan defisit memori. Sementara depresi dapat terjadi bersamaan pada pasien Parkinson dengan demensia, keluarga dan klinisi yang melihat terjadinya kurangnya sosialisasi pada pasien menganggapnya sebagai suatu kelainan depresi dibandingkan suatu keadaan hendaya fungsi kognitif sehingga pasien diberikan obat-obatan antidepresan. Pengenalan gejala demensia pada Parkinson sangatlah penting bagi klinisi karena pada pasien-pasien ini sangat rentan dalam pemberian obat-obatan psikoaktif yang dapat mengakibatkan terjadinya delirium, dan lebih jauh lagi sebagai penyebab nursing home pada pasien Parkinson.
Gangguan neuropsikiatrik dapat mengganggu sama halnya seperti gejala motorik. Studi yang dilakukan oleh Sydney Multicenter of Parkinson Disease menunjukkan bahwa 84% pasien mengalami penurunan fungsi kognitif yang setelahdiikuti selama 15 tahun, 48% diantaranya memenuhi kriteria diagnosis untuk demensia. Prospektif studi lainnya menunjukkan bahwa pasien penyakit Parkinson memiliki resiko enam kali lipat lebih besar untuk terjadinya demensia dikemudian hari. Penyakit parkinson yang dihubungkan dengan terjadinya demensia jugadihubungkan komorbiditas neuropsikiatri. Diantara 537 pasien, depresi (58%), apatis (54%), anxietas (49%), dan halusinasi (44%) merupakan hal yang tersering dilaporkan. Sehubungan dengan disfungsi afektif dan kognitif, banyak pasiendengan penyakit parkinson dilaporkan memiliki tingkah laku obsesif-kompulsif dan impulsif. Gejala tingkah laku ini terkadang merupakan gejala hedonistichomeostatic dysregulation.
2.3. Perubahan Neurotransmitter pada penyakit Parkinson
Pada penyakit parkinson terjadi degenerasi sel-sel neuron yang meliputi berbagai inti subkortikal termasuk di antaranya substansia nigra, area ventral tegmental, nukleusbasalis, hipotalamus, pedunkulus pontin, nukleus raphe dorsal, lokus sereleus, nucleuscentral pontine dan ganglia otonomik. Beratnya kerusakan struktur ini bervariasi. Padaotopsi didapatkan kehilangan sel substansia nigra dan lokus sereleus bervariasi antara 50%-85%, sedangkan pada nukleus raphe dorsal berkisar antara 0% - 45%, dan pada nucleus
12
ganglia basalis antara 32% -87%. Inti-inti subkortikal ini merupakan sumber utama neurotransmitter. Terlibatnya struktur ini mengakibatkan berkurangnya dopamin di nucleus kaudatus (berkurang sampai75%), putamen (berkurang sampai 90%), hipotalamus (berkurang sampai 90%). Norepinefrin berkurang 43% di lokus sereleus, 52% di substansianigra, 68% di hipotalamus posterior. Serotonin berkurang 40% di nukleus kaudatus dan hipokampus, 40% di lobus frontalis dan 30% di lobus temporalis, serta 50% di ganglia basalis. Selain itu juga terjadi pengurangan nuropeptid spesifik seperti met-enkephalin, leu-enkephalin, substansi P, dan bombesin. Perubahan neurotransmiter dan neuropeptid menyebabkan perubahan neurofisiologik yang berhubungan dengan perubahan suasana perasaan. Sistem transmiter yang terlibat ini menengahi proses reward, mekanisme motivasi, dan respons terhadap stres.
2.3.1. Sistem Dopamin
Sistem dopamin berperan dalam proses reward dan reinforcement. Febiger mengemukakan hipotesis bahwa abnormalitas sistem neurotransmiter pada penyakit parkinson akan mengurangi keefektifan mekanisme reward dan menyebabkan anhedonia, kehilangan motivasi dan apatis. Sedang Taylor menekankan pentingnya peranan sistemdopamin forebrain dalam fungsi-fungsi tingkah laku terhadap pengharapan dan antisipasi. Sistem ini berperan dalam motivasi dan dorongan untuk berbuat, sehingga disfungsi ini akan mengakibatkan ketergantungan yang berlebihan terhadap lingkungan dengan berkurangnya keinginan melakukan aktivitas, menurunnya perasaan kemampuan untuk mengontrol diri. Berkurangnya perasaan kemampuan untuk mengontrol diri sendiri dapat bermanifestasi sebagai perasaan tidak berguna dan kehilangan harga diri. Ketergantungan terhadap lingkungan dan ketidakmampuan melakukan aktivitas akan menimbulkan perasaan tidak berdaya dan putus asa.
Metabolisme dopamin endogen juga menyebabkan peningkatan produksi racun yang mempertinggi terjadinya stress oksidatif pada pasien dengan penyakit parkinson. Kemungkinan ini pada akhirnya menimbulkan kecemasan tersendiri terhadap terapi dengan levodopa yang pada akhirnya levodopa ini akan dikonversi menjadi dopamine sehingga pada mekanisme lebih lanjut akan mempercepat kematian sel neuron dalam pars kompakta substansia nigra. Tentu saja, argumen ini merupakan salah satu penyebab penundaan pemakaian levodopa pada pasien penyakit parkinson. Walaupun bukti nyatadari berbagai penelitian mengenai efek toksik levodopa masih diperdebatkan dan observasiklinik terhadap manusia tanpa penyakit parkinson namun
13
diberi terapi dengan levodopa, tidak menampakkan timbulnya toksisitas.
2.3.2. Sistem serotonergik
Serotonin disekresikan oleh nukleus yang berasal dari rafe medial batang otak dan berproyeksi disebahagian besar daerah otak, khususnya yang menuju radiks dorsalis medula spinalis dan menuju hipotalamus. Serotonin bekerja sebagai bahan penghambat jaras rasa sakit dalam medula spinalis, dan kerjanya di daerah sistem syaraf yang lebih tinggi diduga untuk membantu pengaturan kehendak seseorang, bahkan mungkin juga menyebabkan tidur (Guyton 1997: 714). Serotonin berasal dari dekarboksilasi triptofan, merupakan vasokontriksi kuat dan perangsang kontraksi otak polos. Produksi serotonin sangat meningkat pada karsinoid ganas penyakit yang ditandai sel-sel tumor penghasil serotonin yang tersebar luas didalam jaringan argentafin rongga abdomen (Martin,David .1987:364).
Sistem serotonergik berperan dalam regulasi suasana perasaan, regulasi bangun tidur, aktivitas agresi dan seksual. Disfungsi sistem ini akan menyebabkan gangguan pola tidur, kehilangan nafsu makan, berkurangnya libido, danmenurunnya kemampuan konsentrasi. Penggabungan disfungsi semua unsur yang tersebut di atas merupakan gambaran dari sindrom klasik depresi.
Dalam keadaan normal, terdapat sebuah regulasi yang ketat dalam produksi dan pembuangan beberapa oksidan yang dihasilkan dari metabolisme sel neuron. Termasuk didalamnya hydrogen peroksida, superoksida, radikal peroksida, nitric oxide, dan hidroksi radikal. Molekul-molekul ini bereaksi dengan asam nukleat, protein, lemak dan molekul lainnya sehingga terjadilah perubahan struktur molekul yang mengakibatkan kerusakan sel. Beberapa fakta mengemukakan bahwa pada penyakit parkinson, terdapat kelebihan oksigen reaktif dan peningkatan stress oksidatif.
2.3.3. Sistem Norepinephrine Sistem Norepinephrine memiliki konsentrasi tinggi di dalam
locus ceruleus serta dalam konsentrasi sekunder dalam hippocampus, amygdala, dan kortex cerebral. Selain itu ditemukan juga dalam konsentrasi tinggi di saraf simpatis. Norepinephrine dipindahkan dari celah synaptic dan kembali ke penyimpanan melalui proses reuptake aktif. Fungsi Utama adalah mengatur fungsi kesiagaan, pusat perhatian dan orientasi; mengatur “fight-flight”dan proses pembelajaran dan memory. Gejala bila mengalami defisit Norepinephrine mencakup kurang energi (Fatique), Depresi.
14
Dan bila berlebihan akan menimbulkan gejala kecemasan, kesiagaan berlebih, penurunan rasa awas, paranoia, kurang nafsu makan dan paranoid. Badan sel neuron adrenergik yang menghasilkan norepinefrin terletak di locus ceruleus (LC) batang otak dan berproyeksi ke korteks serebri, sistem limbik, basal ganglia, hipotalamus dan talamus. Ia berperan dalam mulai dan mempertahankan keterjagaan (proyeksi ke limbiks dan korteks). Proyeksi noradrenergik ke hipokampus terlibat dalam sensitisasi perilaku terhadap stressor dan pemanjangan aktivasi locus ceruleus dan juga berkontribusi terhadap rasa ketidakberdayaan yang dipelajari. Locus ceruleus juga tempat neuron-neuron yang berproyeksi ke medula adrenal dan sumber utama sekresi norepinefrin ke dalam sirkulasi darah perifer.
Stresor akut dapat meningkatkan aktivitas LC. Selama terjadi aktivasi fungsi LC, fungsi vegetatif seperti makan dan tidur menurun. Persepsi terhadap stressor ditangkap oleh korteks yang sesuai dan melalui talamus diteruskan ke LC, selanjutnya ke komponen simpatoadrenalsebagai respon terhadap stressor akut tsb. Porses kognitif dapat memperbesar atau memperkecil respon simpatoadrenal terhadap stressor akut tersebut.
Rangsangan terhadap bundel forebrain (jaras norepinefrin penting di otak) meningkat pada perilaku yang mencari rasa senang dan perilaku yang bertujuan. Stressor yang menetap dapat menurunkan
15
kadar norepinefrin di forbrain medial. Penurunan ini dapat menyebabkan anergia, anhedonia, dan penurunan libido pada depresi.
Hasil metabolisme norepinefrin adalah 3-methoxy-4-hydroxyphenilglycol (MHPG). Penurunan aktivitas norepinefrin sentral dapat dilihat berdasarkan penurunan ekskresi MHPG. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa MHPG mengalami defisiensi pada penderita depresi. Kadar MHPG yang keluar di urin meningkat kadarnya pada penderita depresi yang di ECT (terapi kejang listrik).
2.4. Terapi pada Parkinson
Ada 2 jenis terapi dalam menangani gangguan psikologis pada penyandang Parkinson yaitu terapi farmakalogis dan non farmakalogis.
2.4.1. Terapi Farmakologis
a. Golongan Trisiklik Obat ini bekerja pada sistem noradrenergic dan serotonergik.
Tertiary amine (impramin, amitriptilin, klomipramin) bekerja pada sistem serotorgenik. Secondary amine (desipramin, nortriptylin, proptylin) bekerja mengaktifkan sistem noradrenergic. Impramin dan desipramin dilaporkan mempunyai pengaruh yang bermanfaat terhadap abnormalitas motorik.
b. Golongan Seretonin Reuptake Inhibitor Golongan ini bekerja menghambat reuptake serotonin di celah
sinaps, sehingga kadar serotonin dicelah sinaps meningkat. Yang termasuk golongan ini yaitu, fluoksetin, sertralin dan fluvoksamin. Fluvoksamin dilaporkan bermanfaat dalam pengobatan depresi pada penyakit Parkinson serta dapat menurunkan dosis levodopa yang digunakan untuk penyakit Parkinson, sedangkan fluoksetin dapat meningkatkan dsisabilitas pasien.
c. Bromokriptin Bromokriptin adalah salah satu agonis dopamine yang
mempunyai pengaruh mengurangi depresi pada pasien dengan Parkinson
d. Antokolinergik Selain digunakan sebagai obat anti Parkinson, obat ini juga
mempunyai efek euphoria ringan sehingga akan memperbaiki suasana perasaan depresi, tetapi secara relative obat ini mempunyai efek antidepresan. Obat dari golongan ini yang paling sering digunakan adalah Triheksifenidil.
e. Terapi Pembedahan Talamoktomi dan palidektomi sekarang sduah jarang dilakukan,
tapi transplantasi jaringan medulla adrenal atau jaringan subtansia
16
nigra fetus ke nucleus kaudatus telah diperkenalkan sebagai suatu terapi percobaan terhadap pengobatan Parkinson.
2.4.2. Non Farmakologi
a. Konseling Konseling adalah proses pemberian bantuan yang diberikan oleh
seorang ahli (konselor) kepada individu yang mengalami suatu masalah (konsele) yang bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi klien. Diharapkan dengan pasien menceritakan seluruh keluh kesahnya dapat mengurangi gangguan psikologis seperti cemas, stress, dan depresi dapat berkurang.
b. Electro Convulsie Therapy (ECT) ECT banyak digunakan dalam pengobatan depresi berat.
Namun ternyata ECT juga terbukti dapat bermanfaat dalam memperbaiki gejala motorik pada penyakit Parkinson seperti, tremor, rigiditas, bradikinesi membaik dengan ECT, tetapi hanya singkat.
c. Hypnoterapy Sebuah pengobatan yang menjangkau pemikiran bawah
sadar yang merupakan sumber program kecemasan tersimpan. Hypnotherapy bisa membenarkan program pikiran bawah sadar yang salah.
17
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1. Pengkajian
Anamnesis
Anamnesis pada Parkinson meliputi identitas klien, keluhan utama, riwayat
penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, dan pengkajian psikososial.
a. Identitas Klien.
b. Meliputi nama, umur (lebih sering pada kelompok usia lanjut, pada
usia 50-60 tahun), jenis kelamin (lebih banyak pada laki-laki),
pendidikan. Alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam
masuk RS, nomor register, dan diagnosa medis.
c. Keluhan Utama
Gangguan gerakan, kaku otot, tremor menyeluruh, kelemahan otot, dan
hilangnya refleks postural.
d. Riwayat penyakit saat ini
Klien mengeluhkan adanya tremor pada salah satu tangan dan lengan,
kemudian ke bagian yang lain, dan akhirnya bagian kepala, walaupun
tremor ini tetap unilateral. Adanya perubahan pada sensasi wajah, sikap
tubuh, dan gaya berjalan. Adanya keluhan rigiditas deserebrasi,
berkeringat, kulit berminyak dan sering menderita dermatitis seboroik,
sulit menelan, konstipasi.
e. Riwayat penyakit dahulu
Riwayat hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung, anemia,
penggunaan obat-obat antikoagulan, aspirin, vasodilator, dan
penggunaan obat-obat antikolinergik dalam jangka waktu yang lama.
f. Riwayat penyakit keluarga
Menanyakan apakah ada anggota keluarga terdahulu yang menderita
hipertensi dan diabetes melitus.
g. Pengkajian psiko-sosio-spiritual
Menilai respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya,perubahan
peran klien dalam keluarga dan masyarakat,dan respons atau pengaruhnya
18
dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam
masyarakat.
Pemeriksaan fisik
Keadaan umum
Adanya perubahan pada tanda vital,yaitu bradikardi,hipotensi,dan
penurunan frekuensi pernapasan
B1 (Breathing)
Inspeksi: penurunan kemampuan untuk batuk efektif, peningkatan
produksi sputum,sesak napas,dan penggunaan otot bantu napas.
Palpasi: ditemukan taktil premitus seimbang kanan dan kiri.
Perkusi: ditemukan adanya suara resonan pada seluruh lapangan paru.
Auskultasi: ditemukan bunyi napas tambahan seperti napas berbunyi,
stridor, ronkhi.
B2 (Blood)
Hipotensi postural.
B3 (Brain)
Perubahan pada gaya berjalan,tremor secara umum pada seluruh otot,dan
kaku pada seluruh gerakan.
Tingkat kesadaran
Biasanya compos mentis
Pemeriksaan fungsi serebri
Status mental : penurunan status kognitif, penurunan persepsi, dan
penurunan memori baik jangka pendek dan memori jangka panjang.
Pemeriksaan saraf kranial
Saraf I: Fungsi penciuman tidak ada kelainan
Saraf II: Penurunan ketajaman penglihatan
Saraf III,IV,dan VI: Sewaktu melakukan konvergensi penglihatan menjadi
kabur karena tidak mampu mempertahankan kontraksi otot-otot bola mata.
Saraf V: Adanya keterbatasan otot wajah menyebabkan ekspresi wajah
klien mengalami penurunan,saat bicara wajah seperti topeng (sering
mengedipkan mata)
Saraf VII: Persepsi pengecapan dalam batas normal
19
Saraf VIII : Adanya tuli konduktif dan tuli persepsi yang berhubungan
dengan proses senilis dan penurunan aliran darah regional
Saraf IX dan X: Ditemukan kesulitan dalam menelan makanan
Saraf XI : Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius
Saraf XII: Lidah simetris, tidak ditemukan deviasi pada satu sisi dan tidak
ada fasikulasi.
Sistem motorik
Inspeksi gaya berjalan,tremor dan kaku pada seluruh gerakan tonus otot,
ditemukan meningkat.
Keseimbangan dan koordinasi,ditemukan mengalami gangguan karena
adanya kelemahan otot,kelelahan,perubahan pada gaya berjalan,tremor dan
kaku pada seluruh gerakan.
Sistem Sensorik
Mengalami penurunan terhadap sensasi sensorik secara progresif
B4 (Bladder)
Penurunan refleks kandung kemih perifer dihubungkan dengan disfungsi
kognitif dan persepsi klien secara umum. Ketidakmampuan
mengomunikasikan kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk menggunakan
urinal karena kerusakan kontrol motorik dan postural.
B5 (Bowel)
Penurunan nutrisi berkurang yang berhubungan dengan asupan nutrisi
yang kurang karena kelemahan fisik umum dan kesulitan dalam
menelan,konstipasi karena penurunan aktivitas.
B6 (Bone)
Adanya kesulitan untuk beraktivitas karena kelemahan, kelelahan otot,
tremor dan kaku pada seluruh gerakan memberikan risiko pada trauma
fisik bila melakukan aktivitas
3.2 Diagnosa Keperawatan
a) Koping individu tidak efektif berhubungan dengan depresi dan
disfungsi karena perkembangan penyakit.
20
b) Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan volume
bicara, perlambatan bicara, ketidakmampuan menggerakan otot-otot
wajah.
c) Defisit perawatan diri yang berhubungan dengan kelemahan
neuromuscular, menurunnya kekuatan, kehilangan kontrol
otot/koordinasi.
3.3 Intervensi
a)
KOPING INDIVIDU TIDAK EFEKTIF YANG BERHUBUNGAN DENGAN
DEPRESI DAN DISFUNGSI KARENA PERKEMBANGAN PENYAKIT (Arif
Muttaqin, 2008)
Tujuan koping individu menjadi efektif.
Kriteria : mampu menyatakan atau mengomunikasikan dengan orang terdekat tentang
situasi dan perubahan yang sedang terjadi, mampu menyatakan penerimaan diri terhadap
situasi, mengakui dan menggabungkan perubahan ke dalam konsep diri dengan cara yang
akurat tanpa harga diri yang negatif.
INTERVENSI RASIONALISASI
Kaji perubahan dari gangguan persepsi dan
hubungan dengan derajat ketidakmampuan
Menentukan bantuan individual dalam
menyusun rencana perawatan atau
pemilihan intervensi.
Dukung kemampuan koping Kepatuhan terhadap program latihan dan
berjalan membantu memperlambat
kemajuan penyakit. Dukungan dansumber
bantuan dapat diberikan melalui ketekunan
berdoa dan penekanan keluar terhadap
aktivitas dengan mempertahankan
parsitpasi aktif.
Catat ketika klien menyatakan terpengaruh
seperti sekarat atau mengingkari dan
menyatakan inilah kematian
Mendukung penolakan terhadap bagian
tubuh atau perasaan negative terhadap
gambaran tubuh dan kemampuan yang
menunjukkan kebutuhan dan intervensi
21
serta dukungan emosional.
Pernyataan pengakuan terhadap penolakan
tubuh, mengingatkan kembali fakta kejadian
tentang realitas bahwa masih dapat
menggunakan sisi yang sakit dan belajar
mengontrol sisi yang sehat.
Membantu klien untuk melihat bahwa
peawat menerima kedua bagian sebagai
bagian dari seluruh tubuh. Mengizinkan
klien untuk merasakan adanya harapan dan
mulai menerima situasi baru.
Beri dukungan psikologis secara
menyeluruh
Klien penyakit Parkinson sering merasa
malu, apatis, tidak adekuat, bosan, dan
merasa sendiri. Perasaan ini dapat
disebakan akibat kedaan fisik yang labat
dan upaya yang besar dibutuhkan erhadap
tugas-tugas kecil. Klien dibantu dan
dudukung untuk mencapai tuuan yang
ditatpkan (seperti meningkatkan mobilitas).
Oleh karena Parkinson mengarah akan
menunjukkan menarik diri dan depresi,
klien harus aktif berpartisasi dalam
program trapi yang mencakup program
sosial dan rekreasi.
Bantu dan anjurkan perawatan yang baik
dengan memperbaiki kebiasan
Membantu peningkatan perasaan harga diri
dan mengontrol lebih dari satu area
kehidupan.
Bentuk program aktivitas pada keseluruhan
hari
Bentuk program aktivitas pada keseluruhan
hari untuk mencegah waktu tidur yang
terlalu banyak yang dapat mengarah pada
tidak adanya keinginan danapatis. Setia
upaya dibuat untuk mendukung klien
keluar dari tugas-tugas yang termasuk
koping dengan kebutuhan mereka setiap
hari dan untuk membentuk klien mandiri.
Apa pun yang dilakukan hanya untuk
keamanan sewaktu mencapai tujuan dengan
22
meningkatnya kemampuan koping.
Anjurkan orang yang terdekat untuk
mengizinkan kelian melakukan sebanyak-
banyak hal-hal untuk dirinya.
Menghidupkan kembali perasaan
kemandirian dan membantu perkembangan
harga diri serta memengaruhi proses
rehabilitasi.
Dukung perilaku atau usaha seperti
peningkatan minat atau partisipasi dalam
aktivitas rehabilitasi.
Klien dapat beradaptasi terhadap perubahan
dan pengertian tentang peran individu masa
mendatang.
Monitor gangguan tidur peningkatan
kesulitan konsentrasi, letargi, dan menarik
diri
Dapat mengindikasikan terjadinya depresi
umumnya terjadi sebagai pengaruh dari
stroke di mana memerlukan intervensi dan
evaluasi lebih lanjut.
Kolaborasi : rujuk, pada ahli neuropsikologi
dan konseling bila ada indikasi.
Dapat memfasilitasi perubahan peran yang
penting untuk perkembangan perasaan.
Kerja sama fisioterapi, psikoterapi, terapi
obat-obatan, dan dukungan partisipasi
kelompok dapat menolong mengurangi
depresi yang juga sering muncul pada
keadaan ini.
b)
KERUSAKAN KOMUNIKASI VERBAL YANG BERHUBUNGAN DENGAN
PENURUNAN VOLUME BICARA, PERLAMBATAN BICARA,
KETIDAKMAMPUAN MENGGERAKKAN OTOT-OTOT WAJAH. (Arif
Muttaqin, 2008)
Tujuan : klien mampu membuat teknik/metode komunikasi yang dapat dimengerti
sesuai kebutuhan dan meningkatkan kemampuan berkomunikasi.
Kriteria : klien dapat berkomunikasi dengan sumber kemampuan yang ada.
INTERVENSI RASIONAL
Kaji kemampuan klien untuk Gangguan bicara ada pada banyak klien yang
23
berkomunikasi mengalami penyakit Parkinson. Bicara mereka
yang lemah, monoton, halus menuntut
kesadaran berupaya untuk bicara dengan
lambat, dengan penekanaan perhatian pada apa
yang mereka katakan.
Menentukan cara-cara berkomunikasi,
seperti mempertahankan kontak mata,
pertanyaan denga jwaban ya atau tidak,
menggunakan kertas dan pensil/bolpoin,
gambar atau papan tulis, bahasa isyarat,
perjelas arti dari komunikasi yang
disampaikan.
Mempertahankan kontak mata akan membuat
klien interes selama komunikasi. Jika klien
dapat menggerakkan kepala, mengedipkan
mata, atau senang dengan isyarat-isyarat
sederhana, lebih baik dengan menggunakan
pertanyaan ya/tidak.
Pertimbangkan bentuk komunikasi bila
terpasang intravenous kateter.
Kateter intravena yang terpasang di tangan
akan mengurangi kebebasan menulis/memberi
isyarat.
Letakkan bel/lampu panggilan di tempat
yang mudah dijangkau, dan berikan
penjelasan cara menggunakannya.
Jawab panggilan tersebut dengan
segera. Penuhi kebutuhan klien.
Katakana kepada klien bahwa perawat
siap membantu jika dibutuhkan.
Ketergantungan klien pada ventilator akan
lebih baik dan rileks, persaan aman, dan
mengerti bahwa saelaam menggunakan
ventilator, perawat akan memenuhi segala
kebutuhannya.
Buatlah catatan di kantor perawatan
tentang keadaan klien yang tak dapat
berbicara.
Mengingatkan staf perawatan untuk berespons
dengan klien selama memberikan perawatan.
Buat rekaman pembicara klien. Rekaman pembicaraan untuk beresons dengan
klien selama memberikan perawatan.
Anjurkan keluarga/orang lain yang
dekat dngan klien untuk brbicara
dengan klien, memberikan informasi
tentang keluarganya dan keadaan yang
Keluarga dapat merasakan akrab dengan klien
berada dekat klien selama berbicara, denga
npengalaman ini dapat
membantu/mempertahankan kontak nyata
24
sedang terjadi. seperti merasakanan kehadiran anggota
keluarga yang dapat mengurangi perasaan
kaku.
Kolaborasi dengan ahli wicara bahasa. Ahli terapi wicara bahasa dapat membantu
dalam membentuk peningkatan latihan
percakapan dan membantu petugas kesehatan
untuk mengembangkan metoda komunikasi
untuk memenuhi kebutuhan klien.
c)
DEFISIT PERAWATAN DIRI YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELEMAHAN
NEUROMUSCULAR, MENURUNNYA KEKUATAN, KEHILANGAN KONTROL
OTOT/KOORDINASI. (Arif Muttaqin, 2008)
Tujuan : keperawatan diri klien terpenuhi.
Kriteria : klien dapat menunjukkan perubahan gaya hidup untuk kebutuhan merawat diri,
klien mampu melakukan aktivitas perawatan diri sesuai dengan tingkat kemampuan, dan
mengidentifikasi personal/masyarakat yang dapat membantu.
INTERVENSI RASIONALISASI
Kaji kemampuan dan tingkat penurunan
dalam skala 0-4 untuk melakukan ADL.
Membantu dalam mengantisipasi dan
merencanakan pertemuan kebutuhan individu
Hindari apa yang tidak dapat dilakukan
klien dan bantu bila perlu.
Klien dalam keadaan cemas dan tergantung hal
ini dilakukan untuk mencegah frustasi dan harga
diri klien.
Ajarkan dan dukung klien selama
aktivitas.
Dukungan pada klien selama aktivitas kehidupan
sehari-hari dapat meningkatkan perawatan diri.
Rencanakan tindakan untuk defisit
penglihatan seperti tempatkan makanan
dan peralatan dalam suatu tempat,
dekatkan tempat tidur ke dinding.
Klien akan mampu melihat dan memakan
makanan, akan mampu melihat keluar masuknya
orang ke ruangan.
Modifikasi lingkungan Modifikasi lingkungan diperlukan untuk
mengompensasi ketidak mampuan fungsi.
25
Gunakan pagar di sekeliling tempat
tidur
Penggunaan pagar di sekeliing tempat tidur, baik
tempat tidur di rumah sakit maupun di rumah,
atau sebuah tali yang diikatkan pada kaki tempat
tidur untuk memberi bantuandalam mendorong
diri untuk bangun tanpa bantuan orang lain.
Kolaborasi :
Pemberian supositoria dan pencahar;
konsul ke dokter terapi okupasi
Pertolongan utama terhadap fungsi usus atau
defekasi. Untuk mengembangkan terapi dan
melengkapi kebutuhan khusus.
3.3 Evaluasi
1) Koping individu terhadap dapat menjadi efektif
2) klien dapat berkomunikasi dengan sumber kemampuan yang ada
3) klien mampu melakukan aktivitas perawatan diri sesuai dengan tingkat
kemampuan, dan mengidentifikasi personal/masyarakat yang dapat
membantu.
26
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Stress adalah keadaan yang kita alami ketika ada sebuah ketidaksesuaian
antara tuntutan-tuntutan yang diterima dan kemampuan untuk mengatasinya
(Looker & Gregson, 2005). Jadi stres adalah keadaan dimana individu merasa
terancam oleh lingkungannya, dan individu tersebut berusaha untuk
menyimbangkan antara psikis dan fisik terhadap lingkungan tersebut.
Dalam perkembangan penyakitnya, Parkinson dapat menyebabkan
gangguan kognitif yang bervariasi tingkat keparahannya. Penyebabnya adalah
multifaktorial, menyangkut didalam sistem dopamin di subkortikal – frontal dan
sistem ekstrastriatum. Gangguan kognitif (disfungsi eksekutif, visuospasial,
memori, dan atensi) pada pasien Parkinson dapat menimbulkan ketidaknyamanan
pada pasien dalam melaksanakan pekerjaan sehari-hari ataupun kegiatan rumah
tangga serta dapat membuat pasien menjadi tertekan.
Gangguan psikologi pada Parkinson sendiri dapat dikurangi dengan terapi
farmakologis (obat-obatan) dan terapi non farmakologis seperti konseling,
hypnotherapy, dan Electro Convulsie Therapy.
3.2 Saran
Penulis menyarankan agar pembaca mampu memahami tentang parkinson
sehingga mampu mengatasi dan mencegah penyebab terjadinya gangguan
psikologi terutama stress pada penderita parkinson sehingga mencegah resiko
prognosis yang lebih buruk.
27
DAFTAR PUSTAKA
http://klinikautisindonesia.wordpress.com/2012/11/04/neurotransmiter-otak-gangguan-perilaku-dan-gangguan-psikiatrik/ (diakses pada 14 November 2012 pkl 19.00)
http://www.kalbefarma.com/files/cdk/files/156_07DepresiParkinson.pdf/156_07DepresiParkinson.html (diakses pada 16 November 2012 pkl 16.00)