aspek yuridis penegakan hukum undang-undang …

33
ASPEK YURIDIS PENEGAKAN HUKUM UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA OLEH : COK ISTRI ANOM PEMAYUN, SH.,MH. FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS UDAYANA 2016

Upload: others

Post on 17-Nov-2021

7 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: ASPEK YURIDIS PENEGAKAN HUKUM UNDANG-UNDANG …

ASPEK YURIDIS PENEGAKAN HUKUM UNDANG-UNDANG

NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN

KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

OLEH :

COK ISTRI ANOM PEMAYUN, SH.,MH.

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS UDAYANA

2016

Page 2: ASPEK YURIDIS PENEGAKAN HUKUM UNDANG-UNDANG …

ii

Page 3: ASPEK YURIDIS PENEGAKAN HUKUM UNDANG-UNDANG …

ii

KATA PENGANTAR

Om Swastiastu,

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa

karena berkat rahmat-Nya makalah yang berjudul “Aspek Yuridis

Penegakan Hukum Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang

Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga” ini dapat penulis

selesaikan tepat pada waktunya. Di dalam penyusunan makalah ini, penulis

merasa bahwa banyak hambatan yang penulis hadapi. Namun, berkat

dukungan dari berbagai pihak, hambatan-hambatan tersebut dapat penulis

atasi sedikit demi sedikit.

Di samping itu, penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh

dari sebuah kesempurnaan. Oleh sebab itu, penulis mohon maaf apabila ada

kesalahan-kesalahan di dalam penyusunan makalah ini. Demikian pula

halnya, penulis juga mengharapkan kritik dan saran yang bersifat

konstruktif demi penyempurnaan makalah ini untuk selanjutnya dapat

menjadi lebih baik dan mempunyai potensi untuk dikembangkan.

Sebagai akhir kata, dengan selesainya makalah ini, maka seluruh isi

makalah ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis dan penulis

harapkan mempunyai suatu manfaat bagi semua pihak yang membaca

maklah ini.

Om Shanti, Shanti, Shanti, Om.

Denpasar, 2 Desember 2016

Penulis

Page 4: ASPEK YURIDIS PENEGAKAN HUKUM UNDANG-UNDANG …

iii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................... ii

DAFTAR ISI .................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1

1.1 Latar belakang masalah ............................................................ 1

1.2 Rumusan masalah .................................................................... 3

1.3 Tinjauan pustaka ...................................................................... 3

1.4 Tujuan penulisan .................................................................... 6

1.4.1 Tujuan umum............................................................... 6

1.4.2 Tujuan khusus .............................................................. 6

1.5 Manfaat penulisan .................................................................... 7

1.5.1 Manfaat teoritis ............................................................ 7

1.5.2 Manfaat praktis ............................................................ 7

1.6 Metode penulisan .................................................................... 7

1.6.1 Pendekatan masalah ..................................................... 7

1.6.2 Sifat penelitian ............................................................. 7

1.6.3 Sumber data ................................................................. 8

1.6.4 Teknik pengumpulan data ........................................... 8

1.6.5 Teknik pengolahan dan analisis data ........................... 8

BAB II PEMBAHASAN ............................................................................... 10

2.1 Penegakan Hukum Undang-Undang Nomor

23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan

Kekerasan Dalam Rumah Tangga ........................................... 10

Page 5: ASPEK YURIDIS PENEGAKAN HUKUM UNDANG-UNDANG …

iv

2.2 Upaya Untuk Menanggulangi Terjadinya

Kekerasan Dalam Rumah Tangga ............................................ ...20

BAB III PENUTUP ...................................................................................... 25

3.1 Kesimpulan .............................................................................. 25

3.2 Saran ........................................................................................ 26

DAFTAR BACAAN ...................................................................................... 27

Page 6: ASPEK YURIDIS PENEGAKAN HUKUM UNDANG-UNDANG …

v

Page 7: ASPEK YURIDIS PENEGAKAN HUKUM UNDANG-UNDANG …

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang masalah

Sosiologi berasal dari kata latin socius yang berarti “kawan” dan

kata Yunani Logos yang berarti “kata” atau “bicara”. Jadi sosiologi berarti

bicara mengenai masyarakat, bagi Auguste Comte sosiologi merupakan

ilmu pengetahuan kemasyarakatan umum yang merupakan hasil terakhir

daripada perkembangan ilmu pengetahuan. Comte berkata bahwa sosiologi

harus dibentuk berdasarkan pengamatan dan tidak kepada spekulasi-

spekulasi perihal keadaan masyarakat.1

Sedangkan sosiologi hukum adalah suatu cabang ilmu pengetahuan

yang mempelajari hubungan timbal-balik antara hukum sebagai gejala

sosial, dengan gejala-gejala sosial lain atau disebut juga sebagai ilmu yang

mempelajari bekerjanya hukum dalam masyarakat. Untuk memahami

bekerjanya hukum, dapat dilihat fungsi hukum tersebut di dalam

masyarakat. Fungsi tersebut dapat diamati dari beberapa sudut pandang,

yaitu sebagai sosial kontrol,2 sebagai alat untuk mengubah masyarakat,

sebagai simbol, sebagai alat politik, maupun sebagai alat integrasi.

Rumah tangga merupakan salah satu bagian dari masyarakat. Dalam

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan

Dalam Rumah Tangga, Bab 1 Tentang Ketentuan Umum Pasal 2 disebutkan

1 Soerjono Soekanto, 2005, Sosiologi Suatu Pengantar Cet 38, Jakarta, PT. Raja Grafindo

Persada, hal. 3.

2 Satjipto Rahardjo, Hukum Dan Masyarakat, Bandung , Penerbit Angkasa, hal. 6.

Page 8: ASPEK YURIDIS PENEGAKAN HUKUM UNDANG-UNDANG …

2

bahwa lingkup rumah tangga meliputi suami, istri, anak, orang-orang yang

mempunyai hubungan dengan suami, istri, dan anak karena hubungan darah,

perkawinan, persusuan, pengasuhan, dan perwalian yang menetap dalam

rumah tangga, dan atau orang yang bekerja membantu rumah tangga dan

menetap dalam rumah tangga tersebut.

Berbicara mengenai rumah tangga, tidak akan bisa dihindari dari

pembahasan mengenai kekerasan dalam rumah tangga. Tindakan kekerasan

dalam rumah tangga sebagai fakta sosial bukanlah hal yang baru dari

perspektif sosiologis masyarakat Indonesia. Persoalan bersifat universal,

sudah terjadi sejak lama dan masih berlanjut hingga kini. Kekerasan dalam

rumah tangga dapat terjadi pada rumah tangga siapapun tanpa pembedaan

budaya, agama, suku bangsa, dan umur pelaku maupun korbannya. Tindak

kekerasan dapat dilakukan oleh suami atau istri terhadap pasangan masing-

masing, atau terhadap anak-anak, anggota keluarga yang lain, dan terhadap

pembantu mereka secara berlainan maupun bersamaan.

Kekerasan dalam rumah tangga semakin meningkat dari tahun ke

tahun, kesadaran masyarakat dianggap semakin berkurang untuk

menghindari adanya kekerasan. Hal inilah yang menjadi salah satu faktor

pendorong dibentuknya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang

Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Undang-Undang ini

bersifat menglobal tentang tuntutan perlunya penghapusan kekerasan

terhadap kaum perempuan dan anak, yang dipandang sebagai kelompok

yang paling rentan terhadap perilaku kekerasan.

Page 9: ASPEK YURIDIS PENEGAKAN HUKUM UNDANG-UNDANG …

3

Berdasarkan hal tersebut, untuk mengetahui bagaimana analisis

kekerasan rumah tangga dalam perspektif sosiologi hukum dan upaya untuk

menanggulangi adanya kekerasan dalam rumah tangga, penulis membuat

paper ini dengan judul ”Analisis Penegakan Hukum Undang-Undang

Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah

Tangga Ditinjau Dari Perspektif Sosiologi Hukum”.

1.2 Rumusan masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan

beberapa permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimanakah penegakan hukum Undang-Undang Nomor 23

Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah

Tangga?

2. Upaya apa yang dapat dilakukan untuk menanggulangi

terjadinya kekerasan dalam rumah tangga ?

1.3 Tinjauan pustaka

Menurut isi Pasal 1 angka (1) UU Nomor 23 Tahun 2004, kekerasan

dalam rumah tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama

perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara

fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk

ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan

kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga. Dalam

angka (2) disebutkan bahwa penghapusan kekerasan dalam rumah tangga

Page 10: ASPEK YURIDIS PENEGAKAN HUKUM UNDANG-UNDANG …

4

adalah jaminan yang diberikan oleh negara untuk mencegah terjadinya

kekerasan dalam rumah tangga, menindak pelaku kekerasan dalam rumah

tangga, dan melindungi korban kekerasan dalam rumah tangga.

Penghapusan kekerasan dalam rumah tangga berdasarkan isi Pasal 3

UU Nomor 23 Tahun 2004 dilaksanakan berdasarkan asas :

a. penghormatan hak asasi manusia ;

b. keadilan dan kesetaraan gender ;

c. nondiskriminasi ; dan

d. perlindungan korban.

Pada Pasal 4 diatur mengenai penghapusan kekerasan dalam rumah

tangga bertujuan untuk :

a. mencegah segala bentuk kekerasan dalam rumah tangga ;

b. melindungi korban kekerasan dalam rumah tangga ;

c. menindak pelaku kekerasan dalam rumah tangga ; dan

d. memelihara keutuhan rumah tangga yang harmonis dan sejahtera.

Selanjutnya Menurut Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 bahwa tindak

kekerasan terhadap istri dalam rumah tangga dikatagorikan kedalam 4

(empat) macam yaitu :

1. Kekerasan fisik

Kekerasan fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh

sakit atau luka berat. Prilaku kekerasan yang termasuk dalam golongan

ini antara lain adalah menampar, memukul, meludahi, menarik rambut

(menjambak), menendang, menyudut dengan rokok, memukul/melukai

Page 11: ASPEK YURIDIS PENEGAKAN HUKUM UNDANG-UNDANG …

5

dengan senjata, dan sebagainya. Biasanya perlakuan ini akan nampak

seperti bilur-bilur, muka lebam, gigi patah atau bekas luka lainnya.

2. Kekerasan psikologis / emosional

Kekerasan psikologis atau emosional adalah perbuatan yang

mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya

kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya dan / atau penderitaan

psikis berat pada seseorang.

Perilaku kekerasan yang termasuk penganiayaan secara emosional adalah

penghinaan, komentar-komentar yang menyakitkan atau merendahkan

harga diri, mengisolir istri dari dunia luar, mengancam atau ,menakut-

nakuti sebagai sarana memaksakan kehendak.

3. Kekerasan seksual

Kekerasan jenis ini meliputi pengisolasian (menjauhkan) istri dari

kebutuhan batinnya, memaksa melakukan hubungan seksual, memaksa

selera seksual sendiri, tidak memperhatikan kepuasan pihak istri.

4. Kekerasan ekonomi

Setiap orang dilarang menelantarkan orang dalam lingkup rumah

tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena

persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan

Page 12: ASPEK YURIDIS PENEGAKAN HUKUM UNDANG-UNDANG …

6

atau pemeliharaan kepada orang tersebut. Contoh dari kekerasan jenis ini

adalah tidak memberi nafkah istri, bahkan menghabiskan uang istri.3

1.4 Tujuan penulisan

Dalam penulisan laporan ini tujuan yang ingin dicapai adalah :

1.4.1 Tujuan umum

Secara umum penulisan ini bertujuan untuk mengembangkan ilmu

hukum, utamanya mengenai penegakan hukum penghapusan kekerasan

dalam rumah tangga ditinjau dari perspektif sosiologi hukum.

1.4.2 Tujuan khusus

1. Untuk dapat mengetahui bagaimana penegakan hukum Undang-

Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan

Dalam Rumah Tangga ditinjau dari perspektif sosiologi hukum.

2. Untuk dapat mengetahui upaya apa yang dapat dilakukan untuk

menanggulangi terjadinya kekerasan dalam rumah tangga.

3 Kompas, 2006, Kekerasan Dalam Rumah Tangga Dipengaruhi Faktor Idiologi.

Diambil pada tanggal 26 oktober 2006 dari http://kompas.com.

Page 13: ASPEK YURIDIS PENEGAKAN HUKUM UNDANG-UNDANG …

7

1.5 Manfaat penulisan

Adapun manfaat yang didapat dari penulisan laporan ini adalah :

1.5.1 Manfaat teoritis

Secara teoritis penulisan laporan ini bermanfaat untuk menambah

wawasan serta lebih mengerti dan memahami teori-teori yang didapat

selama mengikuti perkuliahan sosiologi hukum.

1.5.2 Manfaat praktis

Penulisan laporan ini dapat menambah referensi yang ada sehingga

dapat digunakan oleh semua pihak yang membutuhkan untuk memberikan

informasi tambahan yang berguna bagi pembaca dan dapat memberikan

sumbangan pemikiran bagi pihak-pihak yang mempunyai permasalahan

mengenai kekerasan dalam rumah tangga.

1.6 Metode penulisan

1.6.1 Pendekatan masalah

Dalam penulisan laporan ini penulis mempergunakan pendekatan

secara yuridis. Pendekatan yuridis yaitu pendekatan yang berdasarkan atas

peraturan-peraturan hukum yang ada kaitannya dengan permasalahan yang

diangkat penulis.

1.6.2 Sifat penelitian

Sifat penelitian dalam laporan ini adalah Deskriptif secara umum

termasuk pula di dalamnya penelitian ilmu hukum yang bertujuan

menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu individu, keadaan, gejala, atau

Page 14: ASPEK YURIDIS PENEGAKAN HUKUM UNDANG-UNDANG …

8

kelompok tertentu untuk menentukan ada tidaknya hubungan antara suatu

gejala dengan gejala lain dalam masyarakat.

1.6.3 Sumber data

Adapun sumber data yang digunakan dalam laporan ini adalah :

1. Data primer, yaitu data yang diperoleh langsung sebagai sumber

pertama dengan mengkaji peraturan perundang-undangan.

2. Data sekunder, yaitu suatu data yang bersumber dari penelitian

kepustakaan yaitu data yang diperoleh tidak secara langsung dari

sumber pertamanya, melainkan dari data-data yang sudah

terdokumenkan dalam bentuk bahan-bahan hukum.

1.6.4 Teknik pengumpulan data

Teknik pengumpulan data yang digunakan oleh penulis untuk

pembuatan laporan ini adalah teknik studi dokumen, yaitu teknik dalam

penelitian hukum yang menggunakan bahan-bahan hukum yang relevan

dengan permasalahan penelitian. 4

1.6.5 Teknik pengolahan dan analisis data

Pengolahan dan analisis data yang digunakan oleh penulis adalah

analisis data secara kualitatif dengan cara mengumpulkan data yang ada

dalam kenyataannya dengan menonjolkan permasalahan sehingga

memperoleh kesimpulan secara sistematis dari data tersebut. Analisis data

yang disajikan secara deskriptif analisis, yaitu menguraikan, menjelaskan

serta menggambarkan data yang didapat dan disajikan dengan

4 Fajar dan Yulianto Achmad, 2010, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris,

Pustaka Pelajar, Yogyakarta, hal. 181.

Page 15: ASPEK YURIDIS PENEGAKAN HUKUM UNDANG-UNDANG …

9

mengelompokkan data dan informasi yang sama menurut subaspek dan

selanjutnya melakukan interprestasi untuk memberi makna terhadap tiap

subaspek dan hubungannya satu sama lain

Page 16: ASPEK YURIDIS PENEGAKAN HUKUM UNDANG-UNDANG …

10

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Penegakan Hukum Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004

Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga

Ditinjau Dari Perspektif Sosiologi Hukum

Jhon Galtung mendefinisikan kekerasan sebagai segala sesuatu yang

menyebabkan orang terhalang untuk mengaktualisasikan potensi diri secara

wajar.5 Hal itu tentu bertentangan dengan konsep HAM, terutama

menyangkut personal rights. KDRT merupakan pelanggaran terhadap

HAM, dalam hal ini hak asasi perempuan. Instrumen HAM Internasional

yang mengatur kedudukan perempuan dalam kehidupan berkeluarga dan

masyarakat adalah Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi

Terhadap Perempuan disebut Konvensi Wanita atau Konvensi Cedaw yang

lahir pada tanggal 18 Desember 1979.

Selain melihat instrumen hukum Internasional, di Indonesia juga

terus berbenah memperbaiki sistem hukum agar lebih responsif gender,

salah satunya dengan mengeluarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun

2004 Tentang Pengapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga selanjutnya

disebut UU PKDRT. KDRT yang selama ini dianggap hanya berada di

dalam wilayah privat, kini telah dijadikan sebagai suatu masalah publik.6

5 Abdullah Muzakkar, 2006, Media Massa dan Kekerasan Terhadap Perempuan, Citra

Aditya Bhakti, Bandung, hal. 27.

6 Ester Lianawati, 2009, Tiada Keadilan Tanpa Kepedulian KDRT, Paradigma Indonesia,

Yogyakarta, hal. 2.

Page 17: ASPEK YURIDIS PENEGAKAN HUKUM UNDANG-UNDANG …

11

Perumusan norma atau kaidah di dalam UU PKDRT dituangkan

pada Pasal 5 sampai Pasal 9. Dalam Pasal 5 dinyatakan, setiap orang

dilarang melakukan kekerasan dalam rumah tangga terhadap orang lingkup

rumah tangganya dengan cara :

a. kekerasan fisik ;

b. Kekerasan psikis ;

c. kekerasan seksual ; atau

d. penelantaran rumah tangga.

Dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 tindak kekerasan terhadap

perempuan dalam rumah tangga dibedakan kedalam 4 (empat) macam :

a) Kekerasan fisik yaitu kekerasan fisik adalah perbuatan yang

mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit atau luka berat. Prilaku kekerasan

yang termasuk dalam golongan ini antara lain adalah menampar,

memukul, meludahi, menarik rambut (menjambak), menendang,

menyudut dengan rokok, memukul/melukai dengan senjata, dan

sebagainya. Biasanya perlakuan ini akan nampak seperti bilur-bilur,

muka lebam, gigi patah atau bekas luka lainnya.

b) Kekerasan psikologis / emosional yaitu kekerasan psikologis atau

emosional adalah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya

rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak

berdaya dan / atau penderitaan psikis berat pada seseorang. Perilaku

kekerasan yang termasuk penganiayaan secara emosional adalah

penghinaan, komentar-komentar yang menyakitkan atau merendahkan

Page 18: ASPEK YURIDIS PENEGAKAN HUKUM UNDANG-UNDANG …

12

harga diri, mengisolir istri dari dunia luar, mengancam atau ,menakut-

nakuti sebagai sarana memaksakan kehendak.

c) Kekerasan seksual yaitu kekerasan jenis ini meliputi pengisolasian

(menjauhkan) istri dari kebutuhan batinnya, memaksa melakukan

hubungan seksual, memaksa selera seksual sendiri, tidak

memperhatikan kepuasan pihak istri.Kekerasan seksual berat, berupa

pertama, pelecehan seksual dengan kontak fisik, seperti meraba,

menyentuh organ seksual, mencium secara paksa, merangkul serta

perbuatan lain yang menimbulkan rasa muak/jijik, terteror, terhina dan

merasa dikendalikan. Kedua, pemaksaan hubungan seksual tanpa

persetujuan korban atau pada saat korban tidak menghendaki. Ketiga,

pemaksaan hubungan seksual dengan cara tidak disukai, merendahkan

dan atau menyakitkan. Keempat, pemaksaan hubungan seksual dengan

orang lain untuk tujuan pelacuran dan atau tujuan tertentu. Kelima,

terjadinya hubungan seksual dimana pelaku memanfaatkan posisi

ketergantungan korban yang seharusnya dilindungi. Keenam, Tindakan

seksual dengan kekerasan fisik dengan atau tanpa bantuan alat yang

menimbulkan sakit, luka,atau cedera. Selanjutnya kekerasan Seksual

Ringan, berupa pelecehan seksual secara verbal seperti komentar

verbal, gurauan porno, siulan, ejekan dan julukan dan atau secara non

verbal, seperti ekspresi wajah, gerakan tubuh atau pun perbuatan

lainnya yang meminta perhatian seksual yang tidak dikehendaki korban

bersifat melecehkan dan atau menghina korban. Melakukan repitisi

Page 19: ASPEK YURIDIS PENEGAKAN HUKUM UNDANG-UNDANG …

13

kekerasan seksual ringan dapat dimasukkan ke dalam jenis kekerasan

seksual berat.

d) Kekerasan ekonomi yaitu Setiap orang dilarang menelantarkan orang

dalam lingkup rumah tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku

baginya atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan

kehidupan, perawatan atau pemeliharaan kepada orang tersebut.

Kekerasan Ekonomi Berat, yakni tindakan eksploitasi, manipulasi dan

pengendalian lewat sarana ekonomi berupa:

1. Memaksa korban bekerja dengan cara eksploitatif termasuk

pelacuran.

2. Melarang korban bekerja tetapi menelantarkannya.7

Selanjutnya di dalam Pasal 6 dinyatakan bahwa, kekerasan fisik

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a adalah perubahan yang

mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat. Pasal 7 memuat

pernyataan bahwa, kekerasan psikis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5

huruf b adalah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa

percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan

/atau penderitaan psikis berat pada seseorang. Sementara itu, dalam Pasal 8

dinyatakan, kekerasan seksual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf c

meliputi : (a) pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang

menetapkan dalam lingkup rumah tangga tersebut ; (b) pemaksaan

7 Keumalahayati, ”Kekerasan Pada Istri Dalam Rumah Tangga Berdampak

Terhadap Kesehatan Reproduksi” makalah di akses tanggal 10 desember 2016, h. 14.

Page 20: ASPEK YURIDIS PENEGAKAN HUKUM UNDANG-UNDANG …

14

hubungan seksual terhadap salah seorang dalam lingkup rumah tangganya

dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuan tertantu.

Dalam Pasal 9 dinyatakan, (1) Setiap orang dilarang menelantarkan

orang dalam lingkup rumah tangganya, padahal menurut hukum yang

berlaku baginya atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib

memberikan kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan kepada orang

tersebut ; (2) Penelantaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga

berlaku bagi setiap orang yang mengakibatkan ketergantungan ekonomi

dengan cara membatasi dan/atau melarang untuk bekerja yang layak di

dalam atau di luar sehingga korban berada di bawah kendali orang tersebut.

Di dalam UU PKDRT juga dinyatakan bahwa tindak pidana

kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (4) merupakan

delik aduan (Pasal 51). Demikian juga, tindak pidana kekerasan psikis

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (2) merupakan delik aduan

(Pasal 52). Demikian juga halnya, tindak pidana kekerasan seksual

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 yang dilakukan oleh suami terhadap

isteri atau sebaliknya merupakan delik aduan (Pasal 53).

Melihat aturan hukum yang mengatur tentang PKDRT, maka secara

sosiologis, terjadinya KDRT disebabkan dari berbagai hal. Salah satunya

adalah domonasi pria dalam rumah tangga. Menurut Strauss A. Murray

mengidentifikasi hal dominasi pria dalam konteks struktur masyarakat dan

keluarga, yang memungkinkan terjadinya kekerasan dalam rumah tangga

(marital violence) sebagai berikut:

Page 21: ASPEK YURIDIS PENEGAKAN HUKUM UNDANG-UNDANG …

15

1. Pembelaan atas kekuasaan laki-laki yaitu bahwa Laki-laki dianggap

sebagai superioritas sumber daya dibandingkan dengan wanita,

sehingga mampu mengatur dan mengendalikan wanita.

2. Diskriminasi dan pembatasan dibidang ekonomi yaitu diskriminasi

dan pembatasan kesempatan bagi wanita untuk bekerja

mengakibatkan wanita (istri) ketergantungan terhadap suami, dan

ketika suami kehilangan pekerjaan maka istri mengalami tindakan

kekerasan.

3. Beban pengasuhan anak yaitu istri yang tidak bekerja,

menjadikannya menanggung beban sebagai pengasuh anak. Ketika

terjadi hal yang tidak diharapkan terhadap anak, maka suami akan

menyalah-kan istri sehingga tejadi kekerasan dalam rumah tangga.

4. Wanita sebagai anak-anak yaitu konsep wanita sebagai hak milik

bagi laki-laki menurut hukum, mengakibatkan kele-luasaan laki-laki

untuk mengatur dan mengendalikan segala hak dan kewajiban

wanita. Laki-laki merasa punya hak untuk melakukan kekerasan

sebagai seorang bapak melakukan kekerasan terhadap anaknya agar

menjadi tertib.

5. Orientasi peradilan pidana pada laki-laki yaitu posisi wanita sebagai

istri di dalam rumah tangga yang mengalami kekerasan oleh

suaminya, diterima sebagai pelanggaran hukum, sehingga

Page 22: ASPEK YURIDIS PENEGAKAN HUKUM UNDANG-UNDANG …

16

penyelesaian kasusnya sering ditunda atau ditutup. Alasan yang

lazim dikemukakan oleh penegak hukum yaitu adanya legitimasi

hukum bagi suami melakukan kekerasan sepanjang bertindak dalam

konteks harmoni keluarga.

Sosiologi Hukum menggambarkan bahwa memperkenalkan hukum

ke dalam kehidupan sosial masyarakat, sama dengan mengantarkan sebuah

Undang-Undang ke dalam ruang kosong dan hampa udara. Ketika sebuah

Undang-Undang diantarkan ke suatu arena sosial, maka di dalam arena

sosial tersebut sudah penuh dengan berbagai pengaturan sendiri yang dibuat

oleh masyarakat, yang disebut sebagai self regulation (Moore, 1983).

Moore juga mengatakan bahwa diantara aturan-aturan hukum yang

saling bertumpang tindih di dalam kehidupan sosial masyarakat tersebut,

ada satu hukum yang sangat besar pengaruhnya yaitu hukum negara.

Namun, ini bukan berarti bahwa hukum negara menjadi satu-satunya hukum

yang paling ditaati. Dalam Socio-Legal Perspectives, sangat disadari bahwa

aturan-aturan yang hidup dalam masyarakat sangat terkait erat dengan

budayanya. Aturan-aturan yang ada dalam masyarakat memberikan celah

terhadap banyaknya kasus tentang kekerasan terhadap perempuan, secara

khusus di dalam kehidupan rumah tangga dikarenakan himpitan hukum

negara dengan kentalnya budaya patriarkhi. Budaya hukum yang patriarkhis

ini juga bersemai dalam institusi penegakan hukum sebagai bagian dari

masyarakat. Hukum sangat erat kaitannya dengan budaya di mana hukum

itu berada.

Page 23: ASPEK YURIDIS PENEGAKAN HUKUM UNDANG-UNDANG …

17

Hukum dan budaya bagaikan dua sisi dari satu keping mata uang

yang sama, dalam arti hukum itu merumuskan substansi budaya yang dianut

oleh suatu masyarakat. Bila budaya yang diakomodasi dalam rumusan-

rumusan hukum itu adalah budaya patriarkhis, maka tidak mengherankan

apabila hukum yang dimunculkan adalah hukum yang tidak memberi

keadilan terhadap perempuan. Dalam hal ini, budaya menempatkan

perempuan dan laki-laki dalam hubungan kekuasaan yang timpang dan

hukum melegitimasinya.

Bila hukum sudah dibuat, maka berbagai persoalan dalam

masyarakat berkenaan dengan apa yang diatur dalam hukum tersebut, sudah

dapat diatasi atau bahkan dianggap selesai. Mereka sangat menjunjung

tinggi nilai-nilai obyektivitas dan netralitas dalam hukum, dengan

mempercayai bahwa hukum yang obyektif dan netral akan memberikan

keadilan bagi setiap warga masyarakat.

Pendekatan Sosiologi Hukum menunjukkan bahwa hukum negara

bukanlah satu-satunya acuan berperilaku dalam masyarakat. Dalam

kenyataannya, terdapat hukum-hukum lain yang menjadi acuan berperilaku

yang justru diikuti secara efektif oleh masyarakat, dikarenakan hukum itulah

yang mereka kenal, hidup dalam masyarakat, diwariskan secara turun-

temurun dan mudah diikuti dalam praktik sehari-hari. Sulit untuk

menjelaskan bahwa ada hukum lain yang lebih dapat diandalkan daripada

hukum yang mereka miliki sendiri, terlebih bila hukum itu mengklaim diri

sebagai otoritas tertinggi yaitu negara.

Page 24: ASPEK YURIDIS PENEGAKAN HUKUM UNDANG-UNDANG …

18

Frederich Von Savigny tidak dapat menerima kebenaran anggapan

tentang berlakunya hukum positif yang sekali dibentuk diberlakukan

sepanjang waktu dan tempat. Menurut Savigny, masyarakat merupakan

kesatuan organis yang memiliki kesatuan keyakinan umum, yang disebutnya

jiwa masyarakat atau jiwa bangsa atau volksgeist yaitu kesamaan pengertian

dan keyakinan terhadap sesuatu. Menurut aliran ini, sumber hukum adalah

jiwa masyarakat, dan isinya adalah aturan tentang kebiasaan hidup

masyarakat. Hukum tidak dapat dibentuk melainkan tumbuh dan

berkembang bersama dengan kehidupan masyarakat. Undang-undang

dibentuk hanya untuk mengatur hubungan masyarakat atas kehendak

masyarakat itu melalui negara.

Di dalam UU PKDRT, secara konseptual delik aduan merupakan

delik atau tindak pidana penuntutannya di pengadilan digantungkan pada

adanya inisiatif dari pihak korban. Dalam hal suatu tindak pidana

dikualifikasikan sebagai delik atau tindak pidana aduan, maka pihak korban

atau keluarganyalah yang harus bersikap proaktif untuk mempertimbangkan

apakah peristiwa yang baru dialaminya akan diadukan kepada pihak

berwajib untuk dimintakan penyelesaian menurut ketentuan hukum pidana.

Pengkualifikasian suatu perbuatan yang dilarang dan diancam pidana

sebagai delik aduan, menunjukkan pendirian pembentuk undang-undang

Indonesia bahwa kepentingan yang dilindungi oleh ketentuan ini lebih

bersifat pribadi dari pada publik.

Konsekuensi logis dari perumusan perbuatan kekerasan dalam

rumah tangga sebagai delik aduan di dalam UU PKDRT ini ialah, pihak

Page 25: ASPEK YURIDIS PENEGAKAN HUKUM UNDANG-UNDANG …

19

aparat penegak hukum hanya dapat bersifat pasif, dan tidak memiliki

kewenangan untuk melakukan intervensi atau campur tangan dalam suatu

urusan warga masyarakat yang secara yuridis dinyatakan sebagai masalah

publik, dan penegakan ketentuan di dalam undang undang ini lebih banyak

bergantung pada kemandirian dari setiap orang yang menjadi sasaran

perlindungan hukum undang-undang ini.

Permasalahan yang muncul dari UU PKDRT adalah bahwa

keengganan seorang istri yang menjadi korban kekerasan melaporkan

kepada pihak yang berwajib, dalam hal ini polisi, karena beberapa akibat

yang muncul dari laporan tersebut adalah perceraian, kehilangan nafkah

hidup karena suami masuk penjara, masa depan anak-anak terancam.

Sebagian masyarakat masih menganggap kekerasan dalam rumah tangga

bukan perbuatan pidana, tetapi merupakan aib yang harus ditutupi. Dengan

demikian, baik korban sendiri maupun keluarga cenderung membiarkan

tindak kekerasan tersebut terjadi. Beberapa orang istri yang sudah tidak

tahan dengan keadaan tersebut memilih untuk bercerai, tetapi masih banyak

istri yang tetap bertahan meskipun selalu mengalami kekerasan.8

Dengan kondisi seperti tersebut maka dilihat dari segi sosiologi

hukum, peluang keberhasilan penegakan hukum UU PKDRT ini sangat sulit

untuk mencapai keberhasilan maksimal. Merujuk pada teori sistem

Friedman, faktor kesulitan penegakan hukum tersebut bersumber pada

komponen substansi hukumnya sendiri, nilai nilai kultural yang terdapat di

dalam masyarakat berkaitan dengan kehidupan rumah tangga itu.

8 Wirjono Prodjodikoro, 1974, Tindak-Tindak Pidana Tertentu di Indonesia, Eresco,

Jakarta, hal. 57.

Page 26: ASPEK YURIDIS PENEGAKAN HUKUM UNDANG-UNDANG …

20

Dengan perumusan tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga

beserta permasalahannya sebagai tindak pidana aduan, menjadikan

tindakan-tindakan yang mengarah pada upaya pemidanaan pelakunya justru

akan mengarah pada timbulnya dampak-dampak kontra produktif terhadap

tujuan dasar pembentukan UU PKDRT itu sendiri. Oleh karena itu, kembali

kepada ide dasar penggunaan hukum pidana sebagai sarana terakhir dalam

upaya penanggulangan kejahatan (ultimum remedium), maka keberadaan

UU PKDRT harus lebih ditekankan pada upaya optimasi fungsi hukum

administrasi negara dalam masyarakat. Upaya mengoptimalkan fungsi

hukum administrasi negara, dalam kaitan ini yang dimaksudkan adalah

upaya untuk mendidik moralitas seluruh lapisan warga masyarakat ke arah

yang lebih positif berupa terwujudnya masyarakat yang bermoral anti

kekerasan dalam rumah tangga.

2.2 Upaya Untuk Menanggulangi Terjadinya Kekerasan Dalam

Rumah Tangga

Konflik kekerasan dalam rumah tangga cenderung bersifat kontinu,

dimana bagi pelaku kekerasan sudah menjadi karakter dan dianggap sebagai

sesuatu yang wajar.9 Setiap perbuatan terhadap seorang perempuan dan

pihak yang tersubordinasi lainnya, yang berakibat timbulnya kesengsaraan

atau penderitaan secara fisik, seksual, ekonomi, dan atau psikologis,

termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau

9 Fatahillah A. Syukur, 2011, Medisi Perkara KDRT Teori dan Praktek di Pengadilan

Indonesia, CV. Mandar Maju, Bandung, hal. 1.

Page 27: ASPEK YURIDIS PENEGAKAN HUKUM UNDANG-UNDANG …

21

perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang dalam lingkup rumah

tangga.10

Upaya penanggulangan kekerasan haruslah dilakukan secara integral

karena kekerasan merupakan permasalahan kemanusiaan dan sosial.11

Upaya-upaya penanggulangan kekerasan dalam rumah tangga sangat

penting pelaksanaannya, dimana melibatkan berbagai pihak yaitu penegak

hukum dalam mengupayakan penanggulangan kekerasan dalam rumah

tangga, adapun upaya-upaya yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut :

1. Upaya Penanggulangan secara Preventif

adalah upaya yang dilakukan secara dini melalui kegiatan edukatif

dengan sasaran mempunyai faktor-faktor penyebab pendorong dan

faktor peluang dari kejahatan kekerasan dalam rumah tangga, sehingga

terciptanya suatu kesadaran, kewaspadaan daya tangkal, serta terbina

dan terciptanya kondisi perilaku atau norma hidup anti kekerasan

terhadap perempuan. Kekerasan dalam rumah tangga adalah merupakan

suatu cerminan ketidakberhargaan perempuan dimata suaminya dan

penghinaan terhadap harkat dan marabat perempuan yang harus dijamin

hak-haknya. Maka dalam hal ini penegak hukum melakukan suatu

sosialisasi tentang kekerasan dalam rumah tangga agar dengan

diberikannya suatu sosialisasi ini masyarakat dapat mengetahui sejauh

mana kekerasan dalam rumah tangga tersebut dan bagaimana saksi

10

Rika Saraswati, 2006, Perempuan dan Penyelesaian Kekerasan Dalam Rumah Tangga,

Citra Aditya Bakti, Bandung, hal. 19.

11 Barda Nawawi Arief, 1998, Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan dan Pengembangan

Hukum Pidana, Citra Aditya Bakti, Bandung, hal. 44.

Page 28: ASPEK YURIDIS PENEGAKAN HUKUM UNDANG-UNDANG …

22

hukum yang diberikan terhadap pelaku kekerasan dalam rumah tangga

sesuai dengan pasal yang menagatur mengenai kekerasan dalam rumah

tangga tersebut.

2. Upaya Penanggulangan secara Kuratif

adalah tindakan yang dilakukan untuk menangani korban secara

terpadu. Sebenarnya ada banyak cara yang dapat dilakukan oleh kedua

belah pihak dalam kekerasan dalam rumah tangga agar dapat terhindar

dari kekerasan yaitu :

Perlunya keimanan yang kuat dan akhlaq yang baik dan berpegang

teguh pada agamanya.

Mengetahui bahwa kekerasan dalam rumah tangga tersebut memiliki

suatu dampak buruk nantinya dalam rumah tangga.

Harus adanya komunikasi yang baik antara suami dan istri, agar

tercipta sebuah rumah tangga yang rukun dan harmonis.

Butuh rasa saling percaya, pengertian, saling menghargai dan

sebagainya antar anggota keluarga.

Untuk istri nantinya diharapkan dapat berbuat baik terhadap suami,

untuk Suami setidaknya berlaku lemah lembut terhadap istri.

Selain itu, adapun usaha yang dilakukan pemerintah untuk penyelenggaraan

pelayanan terhadap korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga yaitu sebagai

berikut :

a. Menyediakan aparat, tenaga kesehatan, pekerja sosial, dan pembimbing

Rohani.

Page 29: ASPEK YURIDIS PENEGAKAN HUKUM UNDANG-UNDANG …

23

b. Pembuatan dan pengembangan sistem dan mekanisme kerjasama

program pelayanan yang melibatkan pihak yang mudah diaskes oleh

korban.

c. Memberikan perlindungan bagi pendamping saksi, keluarga, dan teman

korban.

Upaya penanggulangan kekerasan dalam rumah tangga terutama dalam

pelaksanannya merupakan partisispasi, bantuan dan kerja sama yang baik

dari masyarakat luas.

Selain itu, terdapat beberapa upaya yang dilakukan oleh Pemerintah dalam

upaya penanggulangan terjadinya kekerasan dalam rumah tangga sebagai

berikut :

1. Mensosialisasikan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang

Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga dikalangan akademisi,

praktisi hukum dan aparat penegak hukum seperti Polisi, Jaksa, Hakim.

2. Membuat kebijakan-kebijakan atau program-program dan langkah-

langkah preventif dan memberikan pengetahuan atau kategori serta

larangan-larangan yang bertentangan dengan Undang-Undang Nomor

23 Tahun 2004 sehingga dapat mengatasi tindak kekerasan dalam

rumah tangga dengan cara sebagai berikut :

a. memberikan sosialisasi baik lewat media elektronik seperti : televisi,

radio, program khusus dalam acara (interaktif) atau dalam bentuk

iklan serta media baca seperti surat kabar, penerbitan buku-buku,

pemasangan spanduk-spanduk.

Page 30: ASPEK YURIDIS PENEGAKAN HUKUM UNDANG-UNDANG …

24

b. memberikan sosialisasi atau ceramah-ceramah tentang kekerasan

dalam rumah tangga ke masyarakat melalui banjar-banjar, karang

taruna, PKK atau organisasi masyarakat lainnya.

c. mensosialisasikan atau memberikan ceramah-ceramah ke sekolah-

sekolah.

3. Melaksanakan penegakan hukum dengan cara melaporkan dan

memproses kepada pelaku yang melakukan perbuatan atau tindakan-

tindakan yang melanggar Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004

tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga khususnya Pasal

44 ayat (4) untuk membuat efek jera dan tidak mengulangi perbuatan

tersebut kembali.

Page 31: ASPEK YURIDIS PENEGAKAN HUKUM UNDANG-UNDANG …

25

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Berdasarkan uraian pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan

beberapa hal sebagai berikut :

1. Penegakan hukum UU PKDRT dilihat dari segi sosiologi hukum akan

sulit ditegakkan karena banyak kendala dalam pelaksanaannya, terutama

kultur budaya masyarakat Indonesia yang patriakhi yakni mendudukan

laki-laki sebagai makhluk superior/kuat dan perempuan sebagai makhluk

inferior/lemah. Sebagian masyarakat masih menganggap kekerasan

dalam rumah tangga bukan perbuatan pidana, tetapi merupakan aib yang

harus ditutupi. Dengan demikian, baik korban sendiri maupun keluarga

cenderung membiarkan tindak kekerasan tersebut terjadi.

2. Upaya penanggulangan kekerasan dalam rumah tangga harus dilakukan

secara terus-menerus oleh semua pihak. Baik pemerintah, penegak

hukum, organisasi masyarakat, dan organisasi agama karena kekerasan

dalam rumah tangga bertentangan dengan perikemanusiaan, serta

masyarakat tidak lupa pula upaya penanggulangan dapat dilaksanakan

dengan pemberdayaan korban itu sendiri agar jangan sampai kekerasan

itu terjadi ataupun terulang kembali dalam lingkup rumah tangga. Upaya

penanggulangan yang dilakukan ada 2 (dua) yaitu upaya penanggulangan

secara preventif dan upaya penanggulangan secara kuratif.

Page 32: ASPEK YURIDIS PENEGAKAN HUKUM UNDANG-UNDANG …

26

3.2 Saran

Adapun saran-saran yang dapat diberikan berkaitan dengan

permasalahan dalam paper ini adalah sebagai berikut :

1. Diharapkan adanya peran aktif dari masyarakat untuk melapor ke

kepolisian jika terjadi kekerasan dalam rumah tangga, agar si pelaku

kekerasan mendapatkan hukuman dan menimbulkan efek jera.

2. Diharapkan kepada pemerintah untuk lebih sering memberikan sosialisasi

mengenai keberlakuan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang

Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, agar kekerasan dalam

rumah tangga dapat ditanggulangi.

Page 33: ASPEK YURIDIS PENEGAKAN HUKUM UNDANG-UNDANG …

27

DAFTAR BACAAN

BUKU

Abdullah Muzakkar, 2006, Media Massa dan Kekerasan Terhadap

Perempuan, Bandung : Citra Aditya Bhakti.

Barda Nawawi Arief, 1998, Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan dan

Pengembangan Hukum Pidana, Bandung : Citra Aditya Bakti.

Ester Lianawati, 2009, Tiada Keadilan Tanpa Kepedulian KDRT,

Yogyakarta : Paradigma Indonesia.

Fajar dan Yulianto Achmad, 2010, Dualisme Penelitian Hukum Normatif

dan Empiris, Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Fatahillah A. Syukur, 2011, Medisi Perkara KDRT Teori dan Praktek di

Pengadilan Indonesia, Bandung : CV. Mandar Maju.

Rika Saraswati, 2006, Perempuan dan Penyelesaian Kekerasan Dalam

Rumah Tangga, Bandung : Citra Aditya Bakti.

Satjipto Rahardjo, Hukum Dan Masyarakat, Bandung : Penerbit Angkasa.

Soerjono Soekanto, 2005, Sosiologi Suatu Pengantar Cet 38, Jakarta : PT.

Raja Grafindo Persada.

Wirjono Prodjodikoro, 1974, Tindak-Tindak Pidana Tertentu di Indonesia,

Jakarta : Eresco.

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan

Dalam Rumah Tangga