tinjauan yuridis pembubaran ormas dalam undang-...

89
TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG- UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2017 TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN DALAM KONSEP NEGARA HUKUM Skripsi Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.) Oleh: IMAM SARIFUDDIN NIM: 1113045000024 PROGRAM STUDI HUKUM TATA NEGARA FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1440 H/2019 M

Upload: others

Post on 29-Dec-2019

24 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47133... · 2019-09-20 · TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG-UNDANG

TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG-

UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2017 TENTANG ORGANISASI

KEMASYARAKATAN DALAM KONSEP NEGARA HUKUM

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk

Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum (S.H.)

Oleh:

IMAM SARIFUDDIN

NIM: 1113045000024

PROGRAM STUDI HUKUM TATA NEGARA

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1440 H/2019 M

Page 2: TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47133... · 2019-09-20 · TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG-UNDANG
Page 3: TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47133... · 2019-09-20 · TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG-UNDANG
Page 4: TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47133... · 2019-09-20 · TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG-UNDANG
Page 5: TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47133... · 2019-09-20 · TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG-UNDANG

iv

ABSTRAK

Imam Sarifuddin. NIM 1113045000024. TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN

ORMAS DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2017 TENTANG

ORGANISASI KEMASYARAKATAN DALAM KONSEP NEGARA HUKUM.

Program Studi Hukum Tata Negara (Siyasah), Fakultas Syariah dan Hukum,

Universitas Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440 H/2019 M.

Keluarnya Undang-undang Nomor 16 Tahun 2017 tentang Penetapan

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang

Perubahan atas Undang-undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi

Kemasyarakatan menjadi Undang-undang telah mengganti substansi Undang-

undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan.

Salah satu yang menjadi titik tekan adalah peniadaan proses peradilan

dalam rangkaian proses pembubaran organisasi kemasyarakatan. Padahal

penyelenggaraan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan merupakan

salah satu kunci atau pilar dalam negara hukum dan penegakan hak asasi manusia,

mengingat organisasi masyarakat merupakan salah satu manifestasi hak

konstitusional wagra negara dalam bidang kebebasan berkumpul dan berserikat.

Potensi kesewenang-wenangan pemerintah serta peluang tereduksinya kebebasan

hak berkumpul dan berserikat menjadi terbuka semakin luas.

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian yuridis normatif dan library

reasearc dengan melakukan pengkajian terhadap peraturan perundang-undangan,

buku-buku, jurnal hukum, disertasi, tesis, dan skripsi hukum.

Hasil penelitian menunjukkan Faktor yang melatarbelakangi digantinya

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 dengan Undang-Undang Nomor 16

Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan yaitu: Pertama, adanya keadaan

yaitu kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum secara cepat

berdasarkan Undang-Undang. Kedua, ada Undang-Undang tetapi tidak memadai.

Ketiga, kekosongan hukum tersebut tidak dapat diatasi dengan cara membuat

Page 6: TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47133... · 2019-09-20 · TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG-UNDANG

v

Undang-Undang secara prosedur biasa karena membutuhkan waktu yang lama

sedangkan keadaan mendesak tersebut perlu segera diselesaikan.

Kelebihan dari Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2017 tentang Organisasi

Kemasyarakatan ini adalah perluasan pendefinisian dan larangan serta sanksi

terhadap ormas yang bertentangan dengan dengan Pancasila dan Undang-Undang

Dasar Tahun 1945. Sedangkan kekurangan dari Undang-Undang Nomor 16

Tahun 2017 ini adalah hilangnya mekanisme peradilan yang dianggap bisa

menimbulkan kesewenang-wenangan pemerintah untuk membubarkan ormas

yang dirasa bertentangan dengan pemerintah tanpa adanya putusan pengadilan

terlebih dahulu.

Cara untuk melengkapi kekurangan yang terdapat dalam Undang-Undang

Nomor 16 Tahun 2017 menurut konsep Negara hukum di Indonesia yaitu dengan

cara tetap menggunakan proses peradilan dalam proses pembubaran ormas.

Sedangkan untuk mengatasi permasalah tentang inefesiensi dalam proses

peradilan karna lamanya waktu yang dibutuhkan dalam proses pembubaran

ormas, maka pemerintah dapat memberikan batasan waktu kepada Lembaga

peradilan dalam memeriksa, mengadili, dan memutus perkara pembubaran ormas

tersebut.

Kata Kunci : Pembubaran Ormas, UUD No 16 Tahun 2017, Negara Hukum.

Pembimbing : Dr. H. RUMADI, M.Ag

Daftar Pustaka : 1983 s.d. 2017

Page 7: TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47133... · 2019-09-20 · TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG-UNDANG

vi

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Ilahi Rabbi yang serta selalu

melimpahkan kasih sayang-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini.

Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada junjungan kita,

Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga, dan sahabatnya serta kita sebagai

pengikutnya.

Maksud penulisan skripsi ini adalah untuk melengkapi salah satu syarat

penyelesaian studi program S1 (Strata Satu) pada Fakultas Syariah dan Hukum

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Skripsi ini berjudul

“TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG-

UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2017 TENTANG ORGANISASI

KEMASYARAKATAN DALAM KONSEP NEGARA HUKUM”.

Dalam penyelesaian skripsi ini tentunya tidak terlepas dari bantuan dan

motivasi dari berbagai pihak, baik secara personal maupun kelembagaan. Untuk

itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya

kepada semua pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung, telah

membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini. Maka perkenankan penulis

menghaturkan ucapan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Ahmad Thalabi Kharlie, S.H., MA., M.H. Dekan

Fakultas Syariah dan Hukum.

2. Bapak Dr. H. Rumadi, M.Ag. Pembimbing dalam penyelesaian

skripsi ini. Beliau dengan tulus telah memberikan bimbingan dan

arahan yang sangat berarti demi kelancaran penyusunan skripsi ini.

3. Ibu Sri Hidayati, M.Ag. Ketua Jurusan Hukum Tata Negara dan

Ibu Masyrofah, S.Ag., M.Si. Sekertaris Jurusan Hukum Tata

Negara.

4. Seluruh Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmunya kepada

penulis sehingga penulis bisa dapat menyelesaikan studi di jurusan

Page 8: TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47133... · 2019-09-20 · TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG-UNDANG

vii

Hukum Tata Negara Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta.

5. Ayah dan Ibunda penulis tercinta yang selalu memberikan nasehat,

semangat, dan kasih sayangnya.

6. Adik penulis tersayang dan semua saudara penulis yang ikut

berjasa dalam penyelesaian skripsi ini. Terima kasih atas dukungan

dan kasih sayang kalian. Penulis begitu menyayangi dan mencintai

kalian semua .

7. Sahabat-sahabat yang menemani penulis dari awal kuliah sampai

sekarang: Aliza Aulia, Bagus Priyanto, Masagus Ahmad Fahrobi,

Imam Firmansyah, Dudu Abdul Manan, dan Bintang Tri Fajar.

8. Sahabat-sahabat penulis Prodi Hukum Tata Negara angkatan 2013.

Terima kasih atas persahabatanya dan kebersamaanya. Semoga kita

bisa terus menyambung tali silaturahmi.

9. Teman-teman Alumni MAN 1 Bandar Lampung yang sudah

menyemangati dan selalu mengingatkan penulis untuk

menyelesaikan skripsi ini. Terutama teman-teman satu asrama

penulis: Sayid Fikri, Agung Darmansyah, Syarif Hidayatullah,

Ahmad Hadi Nurkhalis, dan Imam Gunadi.

10. Seluruh pihak yang berkontribusi dalam penulisan skripsi ini baik

secara langsung maupun tidak langsung yang tidak bisa penulis

sebutkan satu persatu.

Jakarta, 05 Agustus 2019

Penulis

Page 9: TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47133... · 2019-09-20 · TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG-UNDANG

viii

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING

..................................................................................................................... Erro

r! Bookmark not defined.

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN........................................... ii

LEMBARAN PERNYATAAN ................................................................... iii

ABSTRAK................................................................................................... iv

KATA PENGANTAR ................................................................................. vi

DAFTAR ISI ............................................................................................... viii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1

A. Latar Belakang Masalah .................................................................... 1

B. Identifikasi Masalah .......................................................................... 6

C. Batasan dan Rumusan Masalah ......................................................... 6

D. Tujuan Penelitian .............................................................................. 7

E. Manfaat Penelitian ............................................................................ 7

F. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu ................................................. 8

G. Metode Penelitian ............................................................................. 9

H. Sistematika Penulisan ........................................................................ 13

BAB II TINJAUAN UMUM KONSEP NEGARA HUKUM .................... 14

A. Konsep Negara Hukum Menurut Teori Ilmu Negara ........................ 14

1. Definisi Teori Tujuan Negara ................................................ 14

2. Teori Kekuasaan Negara ........................................................ 15

B. Teori tentang Negara Hukum ........................................................... 17

1. Istilah Negara Hukum ............................................................ 17

2. Definisi Negara Hukum ......................................................... 20

Page 10: TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47133... · 2019-09-20 · TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG-UNDANG

ix

3. Unsur-Unsur Negara Hukum.................................................. 23

4. Prinsip-Prinsip Negara Hukum............................................... 25

5. Ciri-Ciri Negara Hukum ........................................................ 26

C. Teori Kedaulatan Menurut Konsep Negara Hukum .......................... 30

1. Definisi Teori Kedaulatan...................................................... 30

BAB III PENGATURAN ORMAS DALAM PERUNDANG-

UNDANGAN ................................................................................ 32

A. Organisasi Kemasyarakatan Menurut Peraturan Perundang-

Undangan......................................................................................... 32

1. Definisi Organisasi Masyarakat ............................................. 32

2. Sejarah Lahirnya Ormas ........................................................ 34

3. Tujuan dan Maksud Terbentuknya Organisasi Masyarakat .... 37

4. Pendirian Organisasi Masyarakat ........................................... 39

5. Pembubaran Organisasi Masyarakat ...................................... 45

B. Latar Belakang Munculnya Perppu Dan Undang-Undang Nomor

16 Tahun 2017 Tentang Ormas ........................................................ 46

1. Definisi Perppu ....................................................................... 46

2. Munculnya Undang – Undang Nomor 16 Tahun 2017

3. Tentang Ormas ....................................................................... 47

4. Pro dan Kontra Undang - Undang Ormas ................................ 51

BAB IV PEMBUBARAN ORMAS DALAM NEGARA HUKUM ........... 55

A. Perbandingan Pembubaran Ormas dalam Undang-Undang Nomor

17 tahun 2013 dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2017 ....... 55

1. Pembubaran Ormas Berdasarkan Undang-Undang Nomor

2. 17 Tahun 2013 Tentang Ormas .............................................. 55

Page 11: TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47133... · 2019-09-20 · TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG-UNDANG

x

Pembubaran Ormas Berdasarkan Undang-Undang Nomor

16 Tahun 2017 Tentang Penetapan Perppu Nomor 2 Tahun

2017 Tentang Ormas ............................................................. 59

B. Analisis Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2017 tentang

Penetapan Perppu Nomor 2 Tahun 2017 Tentang Ormas ditinjau

dari Teori Negara Hukum ................................................................ 65

BAB V PENUTUP ...................................................................................... 74

A. Kesimpulan ...................................................................................... 74

B. Saran................................................................................................ 75

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 76

Page 12: TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47133... · 2019-09-20 · TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG-UNDANG

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pemerintah akhirnya menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti

Undang-Undang (perppu) Nomor 2 Tahun 2017 tentang perubahan atas

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakat

(ormas). Perppu yang ditandatangani Presiden Joko Widodo pada 10 Juli

2017 itu diterbitkan untuk mengantisipasi kegiatan ormas yang dinilai

mengancam eksistensi bangsa dan menimbulkan konflik.

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tidak lagi memadai sebagai

sarana untuk mencegah ideologi yang bertentangan dengan Pancasila dan

Undang-Undang Dasar 1945. Aturan ormas yang sudah ada, menurut Wiranto

sebagai Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, lemah

dari segi substansi yang terkait dengan norma, larangan dan sanksi, serta

prosedur hukum. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tidak mewadahi

asas hukum administrasi contrario actus. Asas yang menyatakan bahwa

lembaga yang mengeluarkan izin atau mengesahkan adalah lembaga yang

seharusnya mempunyai wewenang mencabut atau membatalkannya".1

Pengertian soal ajaran dan tindakan yang bertentangan dengan dasar

Negara pun hanya dirumuskan secara sempit dalam Undang-Undang ormas

itu hanya terbatas pada ajaran ateisme, marxisme, dan leninisme, padahal

sejarah Indonesia membuktikan bahwa ajaran lain juga bisa bertentangan

dengan Pancasila.

Sekarang perppu tentang ormas resmi menjadi Undang-Undang

menggantikan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013. Pengambilan

keputusan pengesahan perppu ormas menjadi Undang-Undang dilakukan

dalam rapat paripurna yang digelar di DPR, kompleks parlemen, Senayan,

1 Tempo.co, „‟Wiranto Umumkan Penerbitan PERPPU 2/2017 tentang ormas‟‟,dari :

https://nasional.tempo.co/read/890822/wiranto-umumkan-penerbitanPERPPU-ORMAS-22017-tentang-ormas, diakses pada tanggal 14 Februari 2018

Page 13: TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47133... · 2019-09-20 · TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG-UNDANG

2

Jakarta, Selasa (24/10/2017). Rapat sempat berjalan alot karena sikap fraksi

mengenai ormas ini terbelah.

Ada 3 peta kekuatan terkait sikap fraksi dalam mendukung perppu

ormas. PDIP, Hanura, NasDem, dan Golkar telah menyatakan mendukung

perppu ormas itu disahkan menjadi Undang-Undang pengganti Undang-

Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang ormas.

Kemudian 3 fraksi, yaitu PKB, Demokrat, dan PPP, juga mengatakan

setuju perppu ormas disahkan menjadi Undang-Undang namun dengan

catatan mereka meminta dilakukan revisi bila perppu itu disahkan menjadi

Undang-Undang. Sementara itu, Gerindra, PKS, dan PAN masih tegas

konsisten sejak awal menyatakan menolak perpu ormas.

Dalam rapat paripurna yang dipimpin Wakil Ketua DPR Fadli Zon ini,

sejumlah anggota dewan menyampaikan pandangan sikapnya sama seperti

sikap resmi tiap fraksi. Sidang paripurna ini juga sempat diskors. Hadir dalam

sidang Mendagri Tjahjo Kumolo, Menkum HAM Yasonna Laoly, dan

Menkominfo Rudiantara. Hasilnya, 7 fraksi sepakat dengan perppu ormas,

namun dengan catatan akan ada revisi setelah disahkan menjadi Undang-

Undang. Namun 3 fraksi, yakni PAN, Gerindra, dan PKS, tetap tegas

menolak. Voting pun kemudian dilakukann dengan 7 fraksi melawan

3 fraksi, perppu ormas akhirnya disepakati menjadi Undang-Undang Nomor

16 tahun 2017.2

Secara garis besar perppu ormas itu berisi empat hal besar pertama,

perluasan pendefinisian tentang ormas yang dianggap bertentangan dengan

Pancasila. Jika dalam Undang-Undang ormas yang dimaksud ormas yang

membawa ajaran atau paham yang bertentangan dengan Pancasila hanya

mencakup ateisme, komunisme/marxisme-leninisme, maka dalam perppu

ormas ini ditambah dengan paham lain yang bertujuan mengganti/mengubah

Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Perluasan definisi ini didasarkan

pada kenyataan tantangan kehidupan bernegara yang hendak mengganti dasar

2Hary Lukita Wardani, “Sah! PERPPU Ormas Resmi Jadi UU” dari :

https://news.detik.com/berita/3697962/sah-PERPPU-ormas-resmi-jadi-uu, diakses pada tanggal 14

Februari 2018

Page 14: TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47133... · 2019-09-20 · TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG-UNDANG

3

Negara bukan hanya dari kelompok yang sudah disebut dalam Undang-

Undang ormas, melainkan juga dari kelompok ideologi lain, termasuk

ideologi yang berbalut agama.

Kedua, perincian atas sejumlah larangan yang tidak boleh dilakukan

ormas. Larangan-larangan ini sebenarnya sudah ada dalam Undang-Undang

ormas, tapi dalam perppu ormas ini larangannya lebih diperinci item-itemnya,

terkait dengan nama, lambang dan bendera, pendanaan, tindakan permusuhan

berdasar suku agama, ras atau golongan, penistaan agama, tindakan kekerasan

dan mengganggu ketertiban umum, melakukan tindakan yang menjadi tugas

aparat penegak hukum, sampai tindakan separatisme dan menganut,

mengembangkan, serta menyebarkan ajaran atau paham yang bertentangan

dengan Pancasila.

Ketiga, menyederhanakan mekanisme dan prosedur pembubaran

ormas. Jika dalam Undang-Undang ormas mekanisme dan prosedurnya

dianggap panjang dan berbelit-belit, di dalam perppu ini menyederhanakan

mekanismenya menjadi tiga langkah: (1) peringatan tertulis cukup satu kali

dan ditunggu sampai tujuh hari; (2) penghentian kegiatan; dan (3) pencabutan

surat keterangan terdaftar atau pencabutan status badan hukum sekaligus

dinyatakan pembubaran. Mekanisme peradilan yang sebelumnya ada dalam

Undang-Undang ormas dihilangkan, inilah salah satu poin yang menyulut

kontroversi.

Keempat, penambahan ancaman pidana Undang-Undang ormas

sebelumnya dapat dikatakan miskin ancaman pidana. Perppu ini justru

memberikan ancaman pidana yang cukup berat, bukan hanya untuk pengurus

ormas, melainkan juga anggotanya. Ancaman hukumannya 6 bulan sampai 1

tahun, 5 sampai 20 tahun untuk tindak pidana tertentu. Bukan hanya itu,

perppu ini juga membuka peluang adanya pidana tambahan di samping

pidana penjara. Pemerintah memberikan penjelasan terkait dikeluarkanya

perppu ini dengan beberapa argumen.

Page 15: TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47133... · 2019-09-20 · TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG-UNDANG

4

Pertama, Negara berkewajiban melindungi kedaulatan Negara

Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

Dasar 1945.

Kedua, pelanggaran terhadap asas dan tujuan organisasi

kemasyarakatan yang didasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945

merupakan perbuatan yang sangat tercela dalam pandangan moralitas bangsa

Indonesia terlepas dari latar belakang etnis, agama, dan kebangsaan

pelakunya.

Ketiga, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang ormas

mendesak untuk segera dilakukankan perubahan karena belum mengatur

secara komprehensif mengenai keormasan yang bertentangan dengan

Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 sehingga terjadi kekosongan

hukum dalam hal penerapan sanksi yang efektif.

Keempat, terdapat ormas tertentu yang dalam kegiatannya tidak

sejalan dengan asas ormas sesuai dengan anggaran dasar ormas yang telah

terdaftar dan telah disahkan pemerintah, dan bahkan secara faktual terbukti

ada asas ormas dan kegiatannya yang bertentangan dengan Pancasila dan

Undang-Undang Dasar 1945.

Kelima Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang ormas belum

menganut asas contrarius actus sehingga tidak efektif untuk menerapkan

sanksi terhadap ormas yang menganut, mengembangkan, serta menyebarkan

ajaran atau paham yang bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang

Dasar 1945.

Seperti biasa, perppu ini menyulut perdebatan publik yang secara

garis besar bisa dibagi dalam tiga kelompok. Pertama, kelompok yang

sepenuhnya menerima dan mendukungnya. Perppu dianggap sebagai jawaban

cerdas atas situasi mutakhir ancaman terhadap ideologi Negara. Nahdlatul

Ulama (NU) dan 13 organisasi Islam yang tergabung dalam Lembaga

Persahabatan ormas Islam (LPOI) dapat disebut mewakili arus ini.

Kedua, kelompok yang menolak total seluruh isi perppu. Mereka

berargumentasi tidak ada situasi genting yang memaksa sebagai persyaratan

Page 16: TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47133... · 2019-09-20 · TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG-UNDANG

5

normatif-konstitusional sebagaimana diatur dalam Pasal 22 Undang-Undang

Dasar 1945. Mereka tidak melihat adanya gerakan-gerakan, termasuk yang

berbaju agama, yang bisa dikategorikan sebagai ancaman terhadap ideologi.

Kalaupun ada, gerakan itu bagian dari kebebasan berpikir dan berekspresi

yang dijamin konstitusi. Undang-Undang ormas menurut kelompok ini, sudah

lebih dari cukup untuk melindungi ideologi Negara.

Perppu ini juga dianggap, bukan saja langkah mundur demokrasi,

melainkan juga ancaman terhadap demokrasi itu sendiri. Lebih dari itu, ormas

ini membuka munculnya otoritarianisme baru karena menghilangkan

mekanisme peradilan dalam pembubaran ormas. Sejumlah aktivis Hak Asaso

Manusia tentu tidak semua, oposisi politik Presiden Joko Widodo pendukung

ideologi Islamisme dengan berbagai variasinya berada dalam barisan ini.

Ketiga, kelompok yang pada prinsipnya menerima perppu, tapi

mereka memberikan sejumlah catatan kritis. Catatan kritis itu terutama terkait

dengan kemungkinan adanya penyimpangan (abuse) dalam implementasi

yang bisa menjadi ancaman bagi demokrasi. Ancaman hukuman seumur

hidup dan pidana 5 sampai 10 tahun yang juga dikenakan kepada pengurus

ormas yang dianggap melakukan penodaan agama terlalu berlebihan. Kita

sudah punya pasal 156a KUHP yang ancaman maksimalnya hanya 5 tahun

penjara yang dalam implementasinya sering eksesif.

Kelompok mayoritas bisa menyesatkan dan menganggap kelompok

tertentu melakukan penodaan agama sebagaimana praktik yang selama ini

terjadi. Perppu ini justru semakin memperberat ancaman hukumannya. Pro-

kontra tentu wajar dan sehat saja dalam demokrasi, bahkan perdebatan itu

merupakan bagian dari proses pendewasaan demokrasi. Karena bangsa ini

sudah memilih demokrasi sebagai jalan konstitusionalnya, pro-kontra tersebut

harus berjalan sehat dan tetap dalam koridor demokrasi.3

Dalam Undang-Undang ormas yang baru, yakni Undang-Undang

Nomor 16 Tahun 2017 yang disahkan pada 22 November 2017, diharapkan

3 Rumadi ahmad, “Apakah PERPPU No 2 Talun 2017 Ancaman Demokrasi?”, dari:

http://mediaIndonesia.com/news/read/113186/PERPPU-no-2-tahun-2017-ancaman-

demokrasi/2017-07-17, diakses pada tanggal 14 Februari 2018

Page 17: TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47133... · 2019-09-20 · TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG-UNDANG

6

mampu memberikan kontribusi yang signifikan untuk mengatur ruang

lingkup ormas yang ada di Indonesia. Nyatanya Undang-Undag Nomor 16

Tahun 2017 masih meninggalkan beberapa masalah, khususnya terkait

mengenai peniadaan sistem peradilan di dalam mekanisme pembubaran

ormas yang dinilai bertentangan dengan konsep Negara hukum. Berdasarkan

uraian latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk membahas suatu karya

ilmiah berbentuk skripsi dengan judul “Tinjauan Yuridis Pembubaran

Organisasi Kemasyarakatan Dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun

2017 Dalam Konsep Negara Hukum”

B. Identifikasi Masalah

1. Inkonsistensi pembubaran ormas dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun

2017 tentang ormas dalam konsep Negara hukum di Indonesia.

2. Perbandingan antara Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2017 dengan

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang ormas.

3. Implikasi adanya Undang-Undang ormas yang baru terhadap demokrasi di

Indonesia.

C. Batasan dan Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah yang penulis kemukakan di atas, agar

permasalahan yang akan penulis bahas tidak meluas, maka penulis

membatasinya hanya mengenai tinjauan yuridis tentang pembubaran ormas

menurut Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2017 tentang ormas dalam

konsep Negara hukum di Indonesia.

Fokus penelitian ini terbatas pada masalah pembubaran ormas yang

dianggap bertentangan dengan Pancasila dan ideologi Negara Republik

Indonesia.

Berdasarkan pada batasan masalah diatas dan dalam rangka

mempermudah penulis dalam menganalisa permasalahan, penulis menyusun

suatu rumusan masalah sebagai berikut:

Page 18: TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47133... · 2019-09-20 · TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG-UNDANG

7

1. Apa saja faktor yang melatarbelakangi digantinya Undang-Undang

Nomor 17 Tahun 2013 dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2017

tentang Organisasi Kemasyarakatan?

2. Apa saja kelebihan dan kekurangan Undang-Undang Nomor 16 Tahun

2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan?

3. Bagaimana cara melengkapi kekurangan yang terdapat dalam Undang-

Undang Nomor 16 Tahun 2017 menurut konsep Negara hukum di

Indonesia?

D. Tujuan Penelitian

Dalam penulisan ini, ada beberapa tujuan yang hendak dicapai oleh

penulis, dan tujuan yang dimaksud adalah:

1. Untuk memenuhi dan melengkapi salah satu pokok persyaratan akademis

guna mencapai gelar Sarjana Hukum di Fakultas Syariah dan Hukum di

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Untuk menerapkan serta mengembangkan ilmu pengetahuan hukum yang

telah diperoleh selama perkuliahan yang bersifat teoritis dan realita yang

ada di masyarakat.

3. Untuk mengetahui dan memahami pembubaran ormas menurut Negara

hukum di Indonesia.

E. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini terbagi menjadi dua, yaitu sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis, hasil penelitian ini dapat menambah wawasan

keilmuan bagi penulis pribadi tentang pengembangan dan memperluas

wawasan pengetahuan mengenai pembubaran ormas di Indonesia serta

sebagai pengaplikasian ilmu tentang studi menurut tinjauan yuridis.

Idealnya, menjadi tambahan ilmu mengenai masalah pembubaran ormas

dalam konsep Negara hukum kepada mahasiswa Fakultas Syariah dan

Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Page 19: TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47133... · 2019-09-20 · TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG-UNDANG

8

2. Manfaat Praktis

Secara Praktis, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan

rujukan terutama mengenai pembubaran ormas dalam konsep Negara

hukum ditinjau dari aspek yuridis. Selain itu, manfaat besarnya dapat

dijadikan referensi ataupun bahan bacaan untuk mahasiswa yang juga

membahas tentang objek studi kajian tentang pembubaran ormas dalam

konsep Negara hukum Indonesia dalam pendekatan yuridis normatif.

Integrasi keilmuan ini dari aspek Hukum Tata Negara dapat memberikan

informasi kepada pembaca tentang pembubaran ormas di Indonesia.

F. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu

Untuk mengetahui kajian terdahulu yang telah ditulis oleh yang lainnya,

maka penulis me-riview beberapa skripsi terdahulu yang pembahasannya

hampir sama dengan pembahasan yang penulis angkat. Dalam hal ini penulis

menemukan beberapa skripsi, yaitu:

1. Skripsi yang ditulis oleh Igam Arya Wada, yang berjudul “Wewenang

Pemerintah Dalam Pembubaran Organisasi Masyarakat”, perumusan

masalahnya adalah bagaimanakah implikasi hukum terhadap ormas yang

melakukan pelanggaran hukum, dan apakah yang menjadi parameter

ormas dapat dibubarkan. Penelitian ini adalah yuridis normatif, lokasi

penelitian di Jember, dan dalam karya ilmiah ini Igam Arya Wada

menyatakan bahwa implikasi hukum jika ormas melanggar hal-hal yang

telah tertulis dalam bab larangan pada pasal 59 Undang-Undang Nomor 17

Tahun 2013 tersebut maka ormas tersebut berhak untuk diberikan sanksi

tegas oleh pemerintah berupa sanksi administratif. Dalam hal pemberian

sanksi administratif tersebut dapat diberikan secara bertahap mulai dari

pemberian surat peringatan maksimal 3 kali, setelah itu pemberhentian

bantuan sementara, kemudian pembekuan surat keterangan terdaftar (SKT)

dan juga pencabutan surat keterangan terdaftar (SKT) yang dampaknya

kepada pembubaran ormas. Selain itu juga sanksi pidana sesuai dengan

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) untuk oknum-oknum

Page 20: TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47133... · 2019-09-20 · TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG-UNDANG

9

ormas yang tidak bertanggung jawab dan melakukan pelanggaran hukum

yang berupa kekerasan,pengrusakan fasilitas umum,penghasutan, ataupun

tindak pidana lain yang dilakukan oknum ormas terhadap orang lain juga

diberlakukan sesuai dengan tindak pidananya masing-masing.

2. Terdapat juga tulisan yang mengkaji bagaimana proses pembubaran

organisasi kemasyarakatan yang ditulis oleh M. Najib Ibrahim. Tulisan

tersebut berjudul, Hak Berserikat (Suatu Kajian Terhadap Pembekuan Dan

Pembubaran Organisasi Kemasyarakatan Dalam Undang-Undang Nomor

8 Tahun 1985 Tentang Organisasi Kemasyarakatan). Secara garis besar

tulisan tersebut membahas tentang kajian terhadap pandangan hak

berserikat di Indonesia sesuai dengan aturan yang ada, serta bagai mana

mekanisme dalam pembekuan dan pembubaran ormas baik secara aturan

maupun prinsip Hak Asasi Manusia. Berdasarkan penelusuran yang

dilakuan, penulis hanya dapat menemukan tulisan tersebut sebagai

penelitian yang serupa dengan apa yang akan dikaji di dalam penelitian

ini. Secara umum terdapat 2 (dua) parameter yang menjadi perbedaan

dalam tulisan ini. Pertama, hak yang akan di kaji yaitu hak atas kebebasan

berserikat dan hak atas peradilan yang fair dalam konteks pembubaran hak

atas kebebasan berserikat. Terdapat penambahan atas hak yang akan di

kaji. Kedua, objek yang akan diteliti ialah Undang-Undang Nomor 16

Tahun 2017 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-

Undang Nomor 2 tahun 2017 tentang perubahan atas Undang-Undang

Nomor 17 Tahun 2013 tentang ormas menjadi Undang-Undang.

G. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian

kualitatif di mana penelitian ini merupakan jenis data dan analisa data

Page 21: TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47133... · 2019-09-20 · TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG-UNDANG

10

yang digunakan bersifat naratif, dalam bentuk pernyataan-pernyataan yang

menggunakan penalaran.4

Adapun pendapat lain mengatakan bahwa objek penelitian

kualitatif adalah objek yang alamiah atau natural setting, sehingga metode

penelitian ini sering disebut sebagai metode naturalistik. Objek yang

alamiah adalah objek yang apa adanya, tidak dimanipulasi oleh peneliti

sehingga kondisi pada saat peneliti memasuki objek, setelah berada di

objek dan setelah keluar dari objek relatif tidak berubah.5

Pembahasan tentang penelitian kualitatif di atas dapat penulis

simpulkan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang

menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan, untuk

dirumuskan menjadi suatu generalisasi yang dapat diterima oleh akal sehat

manusia dan mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain.

Dalam jenis penelitian kualitatif penulis menganalisa sejauh mana

pembubaran ormas menurut Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2017

tentang ormas sudah sesuai dengan konsep Negara hukum sebagaimana

dengan ketentutan yang berlaku sampai saat ini. Di sisi lain penulis

melakukan penelitian pustaka (library reaserch) dari berbagai sumber.

Seperti, peraturan perundang-undangan, buku, jurnal hukum, disertasi,

tesis, dan skripsi hukum.

2. Pendekatan Penelitian

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan yuridis

normatif (legal research):

Penelitian hukum normatif disebut juga penelitian hukum doktrinal.

Pada penelitian hukum jenis ini, acap kali hukum dikonsepkan sebagai apa

yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan atau hukum

dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan

4 Yayan Sopyan, Pengantar Metode Penelitian, (Tangsel: Fakultas Syariah dan Hukum

UIN Jakarta, 2010), h. 26.

5 Fahmi Muhammad Ahmadi, dan Djaenal Aripin, Metode Penelitian Hukum, (Tangsel:

Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2010), h. 54.

Page 22: TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47133... · 2019-09-20 · TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG-UNDANG

11

berperilaku manusia yang dianggap pantas.6 Objek penelitian pustaka ini

adalah Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2017 tentang penetapan

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017

tentang ormas ditinjau dari konsep Negara hukum.

Pada dasarnya pendekatan normatif adalah metode penelitian

hukum terhadap aturan hukum yang tertulis. Pada penelitian hukum

normatif peraturan perundangan yang menjadi objek penelitian menjadi

sumber data primer.7

Pendekatan normatif berdasarkan pada logika dan penormaan yang

ada pada masyarakat, sehingga ada pendapat lain bahwa penelitian hukum

dibangun berdasarkan disiplin ilmu dan cara-cara kerja ilmu hukum

normatif, yaitu ilmu hukum yang objeknya hukum itu sendiri.

Menurut Johny Ibrahim bahwa sebagai ilmu praktis normologis,

ilmu hukum normatif berhubungan langsung dengan praktik hukum yang

berhubungan langsung dengan praktik hukum yang menyangkut dua aspek

utama yaitu :8

a. Tentang pembentukan hukum

b. Tentang penerapan hukum

Tipe penelitian yang digunakan penulis dalam menulis skripsi ini

adalah yuridis normatif (legal research), yaitu penelitian yang difokuskan

dengan menerapkan kaidah-kaidah atau norma- norma dalam hukum

positif. Penelitian ini dengan cara mengkaji peraturan-peraturan serta

literatur yang berisi konsep teoritis yang kemudian dihubungkan dengan

isu hukum yang menjadi permasalahan.

6 Amiruddin dan H. Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: PT

Raja Grafindo Persada, 2004, Cet. Pertama), h. 118.

7 Fahmi Muhammad Ahmadi, dan Djaenal Aripin, Metode Penelitian Hukum, h.38.

8 Hardijan Rusli, Metode Penelitian Hukum Normatif: Bagaimana, dalam Jurnal Law

Review Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan. Vol. 5. No. 3. Maret, 2006, h. 41.

Page 23: TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47133... · 2019-09-20 · TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG-UNDANG

12

3. Teknik Pengumpulan Data

Penulis menggunakan teknik pengumpulan data merupakan cara

mengumpulkan bahan-bahan hukum yang dibutuhkan untuk menjawab

rumusan masalah penelitian. Menurut Peter cara mengumpulkan data

meliputi sumber hukum primer dan sumber hukum sekunder. Antara lain

sebagai berikut :9

a) Sumber hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat

autoritatif, artinya mempunyai otoritas, bahan-bahan hukum primer

terdiri dari perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah

dalam pembuatan undang-undang dan putusan-putusan hakim.

b) Sumber hukum sekunder berupa semua publikasi tentang hukum

yang bukan merupakan dokumentasi-dokumentasi resmi. Publikasi

tentang hukum meliputi buku-buku teks, kamus-kamus hukum,

jurnal-jurnal hukum, dan komentar-komentar atas putusan

pengadilan. Ada juga bahan hukum seperti skripsi, tesis dan

disertasi hukum.

4. Analisis Data

Teknik analisis data adalah proses penyederhanaan data ke dalam

bentuk yang lebih mudah dibaca atau mudah dipahami dan diinformasikan

kepada orang lain.10

Pada tahapan ini, data yang diperoleh dari Undang-

Undang Nomor 16 Tahun 2017, Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia 1945, diolah dan dimanfaatkan sedemikian rupa hingga dapat

menyimpulkan kebenaran-kebenaran yang dapat digunakan untuk

menjawab persoalan yang diajukan dalam penelitian. Adapun data-data

tersebut dianalisis menggunakan metode deskriptif, yaitu menganalisis dan

menjelaskan suatu permasalahan dengan memberikan suatu gambaran

secara jelas sehingga menemukan jawaban yang diharapkan.

9 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Surabaya: Prenada Media Group, 2016), h.

181.

10 Sugiyono, Metode Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif, (Bandung: Alfabeta, 2004), h.

244.

Page 24: TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47133... · 2019-09-20 · TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG-UNDANG

13

5. Teknis Penulisan Skripsi

Penulisan skripsi ini berpedoman pada “Buku Pedoman Penulisan

Skripsi Fakultas Syari‟ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta yang diterbitkan oleh FSH UIN Jakarta tahun 2017.”

H. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan dalam penulisan skripsi ini, penulis membuat

sistematika penulisan dengan membagi kepada lima (5) bab, tiap-tiap bab

terdiri dari sub-sub bab dengan rincian sebagai berikut :

BAB I Pendahuluan. Bab ini berisi latar belakang masalah,

identifikasi masalah, batasan dan rumusan masalah, tujuan penelitian,

manfaat penelitian, tinjauan (review) kajian terdahulu, metode penelitian dan

sistematika penulisan.

BAB II Tinjauan Umum Konsep Negara Hukum. Bab ini

menguraikan konsep negara hukum menurut teori ilmu negara, dan teori

tentang negara hukum, serta teori kedaulatan menurut konsep negara hukum.

BAB III Pengaturan Ormas Dalam Perundang-Undangan. Bab ini

menguraikan organisasi kemasyarakatan menurut perundang-undangan, dan

latar belakang munculnya perppu dan undang-undang nomor 16 tahun2017

tentang ormas.

BAB IV Pembubaran Ormas Dalam Negara Hukum. Bab ini berisi

perbandingan pembubaran ormas dalam undang-undang nomor 17 tahun

2017 dengan undang-undang nomor 17 tahun 2013, dan analisis undang-

undang nomor 16 tahun 2017 tentang penetapan perppu nomor 2 tahun 2017

tentang ormas ditinjau dari teori negara hukum.

BAB V Penutup. Bab ini berisi kesimpulan dan saran.

Page 25: TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47133... · 2019-09-20 · TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG-UNDANG

14

BAB II

TINJAUAN UMUM KONSEP NEGARA HUKUM

A. Konsep Negara Hukum Menurut Teori Ilmu Negara

1. Definisi Teori Tujuan Negara

Negara adalah suatu kekuasaan yang mempunyai tugas dan fungsi

konstitusional dalam menjalankan roda-roda pemerintahan yang terkait

dengan keputusan pemerintah dan kepentingan rakyat. Namun, hadirnya

konstitusi dan Undang-Undang Dasar 1945 merupakan mandat yang harus

diimplementasikan.

Maleha Soemarsono menegaskan dalam perspektif kajian teori

ilmu Negara, masalah tujuan Negara dapat dilihat dari 3 (tiga) sudut

peninjauan, yaitu;1

a. Tujuan Negara berkaitan dengan tujuan akhir manusia

b. Tujuan kekuasaan

c. Tujuan kemakmuran

Untuk itu pola menjalankan kekuasaan Negara harus berdasarkan

konstitusi, sebab tujuan didirikannya suatu Negara bersumber pada

konstitusi. Dalam hubungan timbal balik inilah Negara tanpa konstitusi,

maka Negara tidak akan mampu berdiri tegak. Begitu sebaliknya, amanat

Undang-Undang Dasar 1945 yang memerintahkan pada Negara agar tidak

kerap menyeleweng dari aturan.

Diskursus soal Negara sebenarnya sudah dijelaskan oleh beberapa

sarjana terkenal terkait pengertian Negara adalah sebagai berikut;2

1. Roger H. Soltau

“Negara adalah alat agency atau wewenang/authority yang mengatur atau mengendalikan persoalan-persoalan bersama atas

nama masyarakat.

1 Maleha Soemarsono, “Negara Hukum Indonesia Ditinjau Dari Sudut Teori Tujuan

Negara”, dalam Jurnal Hukum dan Pembagunan, Vol. 37. No. 2, April-Juni 2007, h. 301-302.

2 Moh. Kusnadi, dan Bintang R. Saragih, Ilmu Negara, (Jakarta: Radar Jaya Pratama,

2000), h. 57.

Page 26: TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47133... · 2019-09-20 · TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG-UNDANG

15

2. Max Weber

“Negara adalah suatu masyarakat yang mempunyai monopoli dalam penggunaan kekerasan fisik secara sah dalam sesuatu wilayah.”

3. Robert M. Mac. Iver

“Negara adalah asosiasi yang menyelenggarakan penertiban dalam suatu masyarakat dalam suatu wilayah dengan berdasarkan sistem

hukum yang diselenggarakan oleh suatu pemerintah yang untuk maksud tersebut diberi kekuasaan memaksa.”

4. Miriam Budiardjo

“Negara adalah suatu daerah territorial yang rakyatnya diperintah (governed) oleh sejumlah pejabat dan yang berhasil menuntut dari warga negaranya ketaatan pada peraturan perundang-undangnya

melalui penguasaan (kontrol) monopolistis dari kekuasaan yang sah.” Dari bebeperapa pendapat sarjana di atas penulis mengartikan

bahwa Negara dituntut mampu menyelesaikan semua persoalan yang

terkait dengan kepentingan penguasa dan rakyat. Oleh sebab itu, menurut

Bintan R. Saragih, apabila kepentingan umum dirugikan, maka Negara

harus campur tangan antara masyarakat hukum yang satu terhadap

masyarakat hukum lainnya.3

2. Teori Kekuasaan Negara

Teori kekuasaan Negara sudah diperbincangkan sejak zaman

Yunani kuno. Misalnya, Plato, dan Aristoteles, dua pemikir besar di zaman

itu menyatakan bahwa Negara memerlukan kekuasaan yang mutlak.

Kekuasaan ini diperlukan untuk mendidik warganya dengan nilai-nilai

moral yang rasional.4

3 Moh. Kusnadi, dan Bintang R. Saragih, Ilmu Negara, h. 19.

4 Abdul Ghoffar, Perbandingan Kekuasaan Presiden Indonesia Setelah Perubahan UUD

1945 dengan Delapan Negara Maju, (Jakarta: Kencana, 2009), h. 10-11.

Page 27: TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47133... · 2019-09-20 · TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG-UNDANG

16

Definisi mengenai kekuasaan telah banyak dikemukakan oleh para

ahli. Max Weber dalam bukunya Wirtschafgt und Gessellshaft (1992)

seperti yang dikutip oleh Miriam Budiardjo5: “Kekuasaan adalah

kemampuan untuk, dalam suatu hubungan sosial, melaksanakan kemauan

sendiri sekalipun mengalamai perlawanan, dan apapun dasar kemampuan

ini (macht beduetet jede chance innerhalb einer soziale Beziehung den

eigenen Willen durchzusethen auch gegen Widerstreben durchzustzen,

gleichviel worauf diese chance beruht).”

Sementara itu apabila kita mengacu pada teori kekuasaan menurut

pendapat Ramlan Surbakti dan Robert Dahl. Sebagaimana yang dikutip

oleh Siti Nuraini dalam buku “Memahami Ilmu Politik” menurut Ramlan

Surbakti, kekuasaan diartikan sebagai berikut : “Kekuasaan secara umum

diartikan sebagai kemampuan menggunakan sumber-sumber pengaruh

yang dimiliki untuk mempengaruhi pihak lain sehingga pihak lain

berperilaku sesuai dengan kehendak pihak yang mempengaruhi. Dalam

arti sempit kekuasaan dapat dirumuskan sebagai kemampuan untuk

menggunakan sumber-sumber pengaruh untuk mempengaruhi proses

pembuatan dan pelaksanaan keputusan sehingga keputusan

menguntungkan dirinya, kelompoknya ataupun masyarakat pada

umumnya6.

Kekuasaan dalam perkembanganya digunakan untuk

mempengaruhi kebijakan umum dengan tujuan agar kebijakan tersebut

sesuai dengan keinginan memegang kekuasaan itu sendiri. Hal ini relevan

dengan definisi yang disampaikan oleh para ilmuan politik yang secara

umum menjelaskan bahwa kekuasaan adalah mempengaruhi seseorang

agar bertingkah laku sesuai dengan yang diinginkan. Kekuasaan

mempunyai jangkauan cukup luas meliputi kemampuan untuk

5 Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008),

h. 63.

6 Siti Nuraini, “Hubungan Kekuasaan Elit Pemerintahan Desa”, Jurnal Kybernan,

Vol.1.Maret 2010, Bekasi. h.11

Page 28: TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47133... · 2019-09-20 · TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG-UNDANG

17

mempengaruhi pihak lain, kemampuan untuk memerintah, kemampuan

untuk memberi keputusan, serta mempengaruhi pihak lain.

Memang Negara dan kekuasaan adalah dua hal yang sangat relavan

dalam menjalankan kepentingan umum, akan tetapi juga Negara dan

keuasaan tidak seolah-olah terlepas dari genggaman hukum sebagai aturan

yang mengatur tindakan pemegang kekuasaan Negara agar tidak

menyalahgunakan aturan hukum yang ada. Dalam konteks ini, tentu

karena adanya formalisasi kekuasaan Negara pada Negara hukum. Yaitu,

Negara yang ada kekuasaanya tetapi tindaknnya harus berdasarkan hukum.

B. Teori tentang Negara Hukum

1. Istilah Negara Hukum

Dari segi terminologi ditemukan beberapa penamaan atau sebutan

tentang Negara hukum. Misalnya di Indonesia biasa disebut dengan istilah

Negara hukum proklamasi, Negara hukum Pancasila, Negara hukum

Indonesia.7 Oleh karena itu, Undang-Undang Dasar 1945 menegaskan

bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut

Undang-Undang Dasar.8

Dalam teori ilmu Negara menegaskan bahwa hubungan antara

Negara dan hukum harus dilihat sebagai hubungan timbal balik.

Kekuasaan (Negara) tanpa hukum, tidak memiliki kewibawaan, sedangkan

hukum tanpa dukungan (sanksi), sulit ditegakkan. Dalam hubungan

tersebut, hukum meligitimasi Negara, sedangkan Negara mempositifkan

(menciptakan, menegaskan, dan memberlakukan) dan menegakkan

7 Nurul Qamar, Negara Hukum Atau Negara Undang-Undang, (Makassar: Pustaka

Refleksi, 2010), h. 4.

8 Andi Salman Maggalatung, “Hubungan Antara Fakta, Norma, Moral, dan Doktrin

Hukum Dalam Pertimbangan Putusan Hakim”, dalam Jurnal Cita Hukum, Vol. 1. No. 2,

Desember 2014, h. 186.

Page 29: TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47133... · 2019-09-20 · TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG-UNDANG

18

hukum. Jadi, yang menjadi ciri khas Negara hukum ialah hubungan antara

Negara dan hukum. Keduanya saling terkait dan saling mengisi.9

Karena itulah Negara hukum mempunyai kedudukan yang sangat

penting terhadap upaya penegakan prinsip-prinsip kehidupan bernegara,

kedudukan tersebut bertujuan dalam rangka mewujudkan cita-cita

penegakan hukum yang prosedural berdasarkan sumber hukum tertinggi

negara (konstitusi dan Undang-Undang Dasar 1945).

Dalam teori ilmu Negara konsep Negara hukum telah kita jumpai

sejak jaman Yunani. Artistoteles, berpendapat bahwa yang dimaksud

Negara hukum;10

“Adalah Negara yang berdiri di atas hukum yang menjamin keadilan bagi seluruh warga Negara. Dengan adanya keadilan dalam masyarakat, maka akan tercapai kebahagiaan. Untuk itu

harus ditanamkan norma-norma susila pada rakyat, agar mereka menjadi warga Negara yang baik, dan peraturan hukum juga harus mencerminkan keadilan.”

Istilah Negara hukum yang dipergunakan, dapat dianalogikan

dengan padangan yang dipergunakan dalam bahasa asing pada Negara-

Negara Eropa Kontinental atau Negara Civil Law System (sistem yang

menggunakan pembagian dasar ke dalam hukum perdata dan hukum

publik), dalam bahasa Belanda dikenal dengan istilah rechsstaat11

.

Beberapa pendapat tersebut menjelaskan bahwa kekuasaan itu

adalah mutlak mengatur suatu Negara yang tidak hanya bersumber pada

kedudukan dan kewenangan bagi penguasa, melainkan setiap tindakan

kekuasaan Negara yang bersumber pada konsep Negara hukum dituntut

mematuhi dan mentaati peraturan perundang-perundangan.

9 Krisna Harahap, Konstitusi Republik Indonesia Menuju Perubahan Ke 5, (Bandung:

Grafitri, 2004), h. 12.

10 Maleha Soemarsono, “Negara Hukum Indonesia Ditinjau Dari Sudut Teori Tujuan

Negara”, h. 305.

11 Nurul Qomar, Negara Hukum Atau Negara Undang-Undang, h. 5.

Page 30: TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47133... · 2019-09-20 · TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG-UNDANG

19

Negara hukum telah merupakan suatu diskusi panjang dalam

sejarah peradaban umat manusia. Karena ribuan tahun yang lalu diskusi ini

telah ada dalam gagasan umat manusia dalam kaitannya membentuk suatu

Negara yang ideal, meskipun dalam formatnya yang masih sangat

sederhana. Para filsuf Yunani misalnya, sejak kira-kira abad V sebelum

Masehi, telah menggagas cita-cita Negara hukum yang ideal.12

Untuk membendung adanya kesewenang-wenangan dari kekuasaan

yang mempraktikkan sistem yang absolut dan mengabaikan hak-hak

rakyat muncul ide dilahirkannya Negara hukum.13

Dengan demikian,

untuk mewujudkan tujuan Negara sebagai Negara hukum, maka

dibentuklah sebuah lembaga peradilan yang memikul tugas dan

kewenangan untuk menegakkan hukum.14

Karena itu konsep Negara hukum adanya pemisahan kekuasaan

Negara yang mempunyai tugas dan fungsi pokok yang bersifat

konstitusional, sehingga pembagian kekuasaaan ini sesuai dengan tugas

dan fungsinya untuk mengontrol keseimbangan diantara kekuasaan lainnya

serta menghindari praktik kesewenang-wenangan pemerintah dalam

menyelesaikan persoalan hukum yang terjadi.

John Locke pernah menegaskan terkait esensi tugas Negara

sebagaimana di bawah ini;15

“Negara secara alamiah diatur oleh hukum alam yang harus

dipatuhi oleh setiap orang sebagai hukum, memberi arahan dalam

kehidupan manusia di mana setiap orangmempunyai kebebasan dan

persamaan, tidak seorang pun boleh mengganggu kehidupan,

kemerdekaan atau memenjarakan orang lain.”

12 Sayuti, “Konsep Rechsstaat Dalam Negara Hukum Indonesia”, dalam Jurnal Nalar

Fiqh, Vol. 4. No. 2, Desember 2011, h. 81.

13 Muntoha, Negara Hukum Indonesia Pasca Perubahan UUD 1945, (Yogyakarta:

Kaukaba, 2013), h. 1.

14 Andi Salman Maggalatung, “Hubungan Antara Fakta, Norma, Moral, dan Doktrin

Hukum Dalam Pertimbangan Putusan Hakim”, h. 186.

15 Sayuti, “Konsep Rechsstaat Dalam Negara Hukum Indonesia”, h. 87.

Page 31: TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47133... · 2019-09-20 · TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG-UNDANG

20

Salah satu cara menghindari tindakan kesewenang-wenangan itulah

hukum tidak hanya sebagai pedoman masyarakat. Namun, hukum sebagai

alat kontrol sosial (social control) yang bersumber pada kepastian dan

kemanfaatan hukum itu sendiri, sehingga adanya hukum adalah sebagai

tumpuan dan harapan bagi masyarakat sebagai pencari keadilan untuk

memperjuangkan hak-haknya sebagai warga Negara.

Meskipun kewenangan pemerintah itu bersifat prosedural Negara

hukum dipandang sebagai satu pilihan terbaik dalam menata kehidupan

kenegaraan yang berdasarkan demokrasi dengan suatu konstitusi yang

mengatur hubungan antar Negara dan rakyat.16

Artinya, setiap persoalan

hukum yang terjadi baik itu pemerintah ataupun masyarakat harus melalui

metode penyelesaian hukumnya.

Berdasarkan sumber hukum konstitusi dan Undang-Undang Dasar

1945 tentu hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku tidak

boleh ditetapkan secara sepihak oleh dan atau hanya untuk kepentingan

penguasa. Hal ini bertentangan dengan prinsip demokrasi, karena hukum

tidak dimaksudkan hanya untuk menjamin kepentingan beberapa orang

yang berkuasa, melainkan menjamin kepentingan keadilan bagi semua

orang sehingga Negara hukum yang dikembangkan bukan absolute

rechtsstaat, tetapi democratische rechtsstaat.17

2. Definisi Negara Hukum

Menurut sejarahnya bahwa embrio tentang gagasan Negara hukum

telah dikemukakan oleh Plato, ketika ia mengintroduksi konsep Nomoi,

sebagai karya tulis ketiga yang dibuat di usia tuannya. Sementara itu,

dalam dua tulisan pertama, politeia dan Politicos, belum muncul istilah

Negara hukum. Dalam Nomoi, Plato mengemukakan bahwa

16 Nurul Qomar, Negara Hukum Atau Negara Undang-Undang, h. 1.

17 Muntoha, “Demokrasi dan Negara Hukum”, dalam Jurnal Hukum, Vol. 16. No. 3, Juli

2009, h. 380.

Page 32: TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47133... · 2019-09-20 · TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG-UNDANG

21

penyelenggara Negara yang baik ialah yang didasarkan pada pengaturan

(hukum) yang baik.18

Pengertian Negara hukum juga ditegaskan oleh Hugo Grabbe

bahwa;

“Seharusnya Negara hukum (rechsstaat) dan setiap tindakan

Negara harus didasarkan pada hukum atau dapat dipertanggungjawabkan pada hukum.”

Plato berpendapat terkait pengertian Negara hukum secara normatif

bahwa;19

“Negara hukum tersebut adalah untuk mencegah kekuasaan

sewenang-wenang oleh penguasa Negara dan untuk melindungi hak-hak rakyat dari tindakan pemerintahan yang tidak adil dan kesewenang-wenangan yang membuat penderitaan bagi rakyat.”

Pendapat A. Hamid S. Attami merujuk pada pada pandangan

Bunkers, mengatakan bahwa;20

“Negara hukum (rechsstaat) secara sederhana adalah Negara yang

menempatkan hukum sebagai dasar kekuasaan Negara dan penyelenggaraan kekuasaan tersebut dalam segala bentuknya dilakukan di bawah kekuasaan hukum.”

Sedangkan menurut Philipus M. Hadjon mendefinisikan Negara

hukum sebagai berikut;21

“Negara hukum hakekatnya bertujuan untuk memberikan perlindungan hukum bagi rakyat, bahwa perlindungan hukum bagi rakyat terhadap tindak pemerintah dilandasi oleh dua prinsip, prinsip hak asasi manusia dan prinsip Negara hukum. Pengakuan

dan perlindungan terhadap hak asasi manusia mendapat tempat utama dan dapat dikatakan sebagai tujuan daripada Negara hukum.”

18 Nurul Qamar, Negara Hukum Atau Negara Undang-Undang, h. 6.

19 Nurul Qamar, Negara Hukum Atau Negara Undang-Undang, h. 6-7.

20 Nurul Qamar, Hak Asasi Manusia dalam Negara Hukum Demokrasi, h. 10.

21 Nurul Qomar, Hak Asasi Manusia dalam Negara Hukum Demokrasi, h. 24.

Page 33: TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47133... · 2019-09-20 · TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG-UNDANG

22

Berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 menegaskan bahwa

Negara Indonesia adalah Negara hukum,22

dalam konteks kehidupan

berbangsa dan bernegara pemerintah dan masyarakat harus tunduk pada

tatanan hukum yang berlaku. Sebagai Negara hukum, Indonesia

mempunyai implementasi serangkaian proses hukum yang terbagi menjadi

dua bagian. Yaitu, proses pembuatan hukum, dan penegakan hukum.

Mekanisme pembuatan hukum secara garis besar juga diharuskan

bersumber pada pelaksanaan konstitusi dan Undang-Undang Dasar 1945

agar setiap tindakan pemerintah dan aparat penegak hukum menjaga

keseimbangan (check and balance) terhadap kewenangan yang diatur.

Dalam hal ini, untuk menghindari penegakan hukum yang tidak

prosedural.

Bahkan Algra dan Jansen memberikan pandangan yang substantif

bahwa;23

“Negara hukum menjadikan hukum sebagai aturan main dalam penyelenggaraan kenegaraan, pemerintahan dan kemasyarakatan, sementara tujuan hukum itu sendiri antara lain. Opleged om de semenselving vreedzaam, rechsvaarding, en doelmatig te ordenen,

(diletakkan untuk menata masyarakat yang damai, adil dan bermakna).”

Artinya sasaran dari Negara hukum adalah terciptanya kegiatan

kenegaraan, pemerintahan, dan kemasyarakatan yang bertumpu pada

keadilan, kedamaian, dan kemanfaatan atau kebermaknaan. Dalam Negara

hukum, eksistensi hukum dijadikan sebagai instrument dalam menata

kehidupan kenegaraan, pemerintahan, dan kemasyarakatan.

Secara sederhana pengertian Negara hukum dikatakan oleh

Bohtling bahwa;24

22 Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945.

23 Nurul Qamar, Hak Asasi Manusia dalam Neara Hukum Demokrasi, h. 11-12.

24 Nurul Qamar, Hak Asasi Manusia dalam Neara Hukum Demokrasi, h. 27.

Page 34: TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47133... · 2019-09-20 · TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG-UNDANG

23

“Negara hukum adalah Negara di mana kebebasan kehendak pemegang kekuasaan dibatasi oleh ketentuan hukum.”

Pendapat tersebut menunjukkan bahwa kedaulatan hukum

merupakan instrumen utama dalam deklarasi Negara hukum yang

mencantumkan dalam konstitusinya sebagai Negara yang berdasarkan atas

hukum, sehingga dengan deklarasi inilah kewenangan pemerintah sebagai

pelaksana kekuasaan harus mengontrol sesuai koridor hukum yang

berlaku.

Andi Salman Maggalatung menegaskan tentang tujuan daripada

konsep Negara hukum sebagai berikut;25

“Segala bentuk yang berkaitan dengan menjalankan tujuan Negara Indonesia harus berlandaskan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku dan hukum yang hidup dan berkembang dalam

masyarakat.” Berdasarkan pendapat di atas cenderung pada tujuan Negara yang

yang dapat memberikan ruang atau kesempatan bagi masyarakat dalam

memperjuangkan hak-haknya sebagai warga Negara agar mendapatkan

perlindungan demi tegaknya supremasi hukum, sehingga karena dengan

implikasi hukum itulah kedaulatan tidak hanya berpihak pada penguasa.

Akan tetapi pada masyarakat.

Secara formal Negara hukum mampu mengimplementasikan fungsi

dan tujuan penegakan hukum yang bertindak sesuai dengan ketentuan

hukum, karena penuangan hukum dalam suatu Negara adalah suatu

keniscayaan agar prinsip-prinsip itu dijalankan oleh aparat penegak

hukum, dan pemegang kekuasaan agar tidak serta merta melakukan

tindakan yang menyimpang dari aturan.

3. Unsur-Unsur Negara Hukum

Sebelum berangkat pada gagasan atau ide soal Negara hukum,

tentu Negara hukum itu dapat diartikan sebagai Negara di mana tindakan

25 Andi Salman Maggalatung, “Hubungan Antara Fakta, Norma, Moral, dan Doktrin

Hukum Dalam Pertimbangan Putusan Hakim”, h. 186.

Page 35: TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47133... · 2019-09-20 · TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG-UNDANG

24

pemerintah maupun rakyatnya didasarkan atas hukum untuk mencegah

adanya tindakan sewenang-wenang dari pihak penguasa dan tindakan

rakyat menurut kehendaknya sendiri.26

Ide tentang konsep Negara hukum merupakan hal yang sangat

mendasar dalam sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara, karena

adanya konsep ini adalah bentuk penuangan hukum dalam mengatur suatu

Negara agar dapat berjalan secara prosedural. Oleh karena itu menurut

Stahl, konsep Negara hukum yang disebut dengan istilah rechsstaat

mencakup empat elemen penting, yaitu;

1. Perlindungan hak asasi manusia

2. Pembagian kekuasaan

3. Pemerintahan berdasarkan undang-undang

4. Peradilan tata usaha Negara

Dalam konteks bernegara yang berdasarkan atas hukum tentu hak-

hak warga Negara mempunyai kedudukan yang di mata hukum atau yang

dikenal dengan istilah persamaan (equal) di hadapan hukum. Artinya,

Negara hukum tidak hanya bertumpu pada aturan yang sifatnya formal,

akan tetapi, juga penting memperhatikan hak-hak warga Negara tersebut.

International Commission of Jurist menentukan pada syarat-syarat

representative government under the rule of law, sebagai berikut;27

1. Adanya proteksi konstitusional

2. Adanya pengadilan yyang bebas dan tidak memihak

3. Adanya pemilihan umum yang bebas

4. Adanya kebebasan untuk menyatakan pendapat dan berserikat

5. Adanya tugas oposisi

6. Adanya pendidikan civic

26 Moh. Kusnadi, dan Bintang R. Saragih, Ilmu Negara, h. 91.

27 Jimly Asshiddiqie, Hukum Tata Negara dan Pilar-Pilar Demokrasi, Edisi ke-dua,

(Jakarta: Sinar Grafika, 2012), h. 130-131.

Page 36: TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47133... · 2019-09-20 · TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG-UNDANG

25

Prinsip-prinsip Negara hukum selalu berkembang seiring dengan

perkembangan masyarakat dan Negara. Prof. Utrecht membedakan dua

macam Negara hukum, yaitu Negara hukum formil atau Negara hukum

klasik, dan Negara hukum materiil atau Negara hukum modern.

Negara hukum formil menyangkut pengertian hukum yang bersifat

formil dan sempit, yaitu dalam arti peraturan perundang-undangan tertulis

terutama. Tugas Negara adalah melaksanakan praturan perundang-

undangan tersebut untuk menegakkan ketertiban. Tipe Negara hukum

tradisional ini dikenal dengan istilah penjaga malam. Negara hukum

materiil mencakup pengertian yang lebih luas termasuk keadilan di

dalamnya.

Dari persoalan prinsip Negara hukum modern ini hukum sebagai

aturan untuk menegakkan keadilan tanpa menciderai prinsip-prinsip

Negara hukum itu sendiri, termasuk lembaga peradilan yang menjembatani

antara masyarakat dengan aparat penegak hukum sebagai salah satu

metode penyelesaian hukum agar tidak ada tindak sewenang-wenang.

4. Prinsip-Prinsip Negara Hukum

Negara Indonesia yang diformalkan menjadi Negara hukum tentu

harus mempunyai kriteria dalam menegakkan hukum agar sesuai dengan

prinsip-prinsip yang tertuang di dalam Undang-Undang Dasar 1945.

Dalam hal ini, ada perumusan prinsip untuk menopang pelaksanaan suatu

Negara yang berdasarkan atas hukum.

Berdasarkan berbagai prinsip Negara hukum yang telah

dikemukakan tersebut dan melihat kecenderungan perkembangan Negara

hukum modern yang melahirkan prinsip-prinsip penting baru untuk

mewujudkan Negara hukum, maka terdapat dua belas prinsip pokok

sebagai pilar-pilar utama yang menyangga berdirinya Negara hukum.

Menurut Jimly Asshiddiqie kedua belas prinsip tersebut adalah sebagai

berikut;28

28 Jimly Asshiddiqie, Hukum Tata Negara dan Pilar-Pilar Demokrasi,), h. 131-132.

Page 37: TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47133... · 2019-09-20 · TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG-UNDANG

26

1. Supremasi Hukum (Supremacy of Law)

2. Persamaan dalam Hukum (Equality before the Law)

3. Asas Legalitas (Due Process of Law)

4. Pembatasan Kekuasaan

5. Organ-Organ Penunjang yang Independen

6. Peradilan Bebas dan Tidak Memihak

7. Peradilan Tata Usaha Negara

8. Mahkamah Konstitusi (Constitutional Court)

9. Perlindungan Hak Asasi Manusia

10. Bersifat Demokratis (Democratishe Rechsstaat)

11. Transparansi dan Kontrol Sosial

Perkembangan prinsip-prinsip hukum Negara hukum tersebut

dipengaruhi oleh semakin kuatnya penerimaan paham keadulatan rakyat

dan demokrasi dalam kehidupan bernegara menggantikan model-model

Negara tradisional. Prinsip-prinsip Negara hukum (nomocratie) dan

prinsip-prinsip kedaulatan rakyat (democratie) dijalankan secara

beriringan sebagai dua sisi dari satu mata uang.

Sebagai Negara hukum, Indonesia menerima secara final kedua

belas prinsip itu mengandung kepastian hukum. Karena model-model

konsep Negara hukum seperti ini, maka setiap penegakan hukum pada

umumnya akan mengikuti prosedur yang berlaku. Sebab itu konsep ini

dituangkan serta diakui secara konstitusional.

5. Ciri-Ciri Negara Hukum

Istilah “the rule of law” mulai popular dengan terbitnya buku

Albert Venn Dicey pada tahun 1885 dengan judul Introduction to study of

the law of the Constitution. Sementara itu, istilah “rechsstaat” mulai

populer di Eropa sejak abad XIX kendatipun pemikiran mengenai hal

tersebut sudah lama ada. Konsep yang terakhir ini lahir dari suatu

perjuangan absolutism, sehingga sifatnya revolusioner. Sebaliknya, konsep

the rule of law berkembang secara evolusiner.

Page 38: TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47133... · 2019-09-20 · TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG-UNDANG

27

Albert Venn Dicey memperkenalkan adanya tiga ciri-ciri dari

Negara hukum;29

1. Supremacy of Law (Supremasi hukum, artinya yang

mempunyai kekuasaan yang tertinggi di dalam Negara adalah

hukum)

2. Equality Before The Law (Persamaan dalam kedudukan hukum

bagi setiap orang)

3. Human Rights (Konstitusi tidak merupakan sumber dari hak-

hak asasi manusia dan jika hak-hak asasi manusia diletakkan

dalam konstitusi, itu hanya sebagai penegasan bahwa hak asasi

itu harus dilindungi)

Mengenai Supremacy of Law yang dilontarkan oleh A.V. Dicey

mengandung maksud bahwa hukum mempunyai kedudukan yang tertinggi

dalam rangka mencegah kekuasaan (pemerintah) agar tidak menyimpang

dari undang-undang. Dengan demikian, kekuasaan akan tunduk kepada

hukum, bukan sebaliknya hukum tunduk kepada kekuasaan.

Apabila hal ini terjadi, berarti kekuasaan dapat membatalkan

hukum, sehingga hukum itu dijadikan alat untuk membenarkan kekuasaan.

Oleh sebab itu, hukum tidak boleh menjadi alat, tetapi harus menjadi

tujuan, walaupun tujuan yang dimaksud bukanlah hukum ansich,

melainkan untuk melindungi kepentingan rakyat, sehingga antara hukum

dan kepentingan rakyat merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan.

Mengenai soal deklarasi Negara hukum terbukti oleh berbagai

pernyataan yang mencerminkan Indonesia sebagai Negara hukum antara

lain;30

29 Krisna Harahap, Konstitusi Republik Indonesia Menuju Perubahan Ke 5, h. 22-23.

30 Sugiyanto, dan Bambang Giyanto, Hukum Administrasi Negara, (Jakarta: Lembaga

Administrasi Negara, 2008), h. 16-17.

Page 39: TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47133... · 2019-09-20 · TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG-UNDANG

28

1. Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia

Tahun 1945 (setelah diamandemen) pasal 1 ayat (3) disebutkan

bahwa Negara Indonesia adalah Negara hukum.

2. Bab X pasal 27 ayat (1) yang menyatakan segala warga Negara

bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintah

wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak

ada kecualinya.

3. Dalam sumpah/janji Presiden/Wakil Presiden, terdapat kata-

kata “memegang teguh Undang-Undang Dasar dan

menjalankan segala Undang-Undang dan peraturannya dengan

selurusnya.”

4. Pasal 28 ayat (5) “untuk penegakan dan melindungi hak asasi

manusia sesuai dengan prinsip Negara hukum yang demokratis,

maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur dan

dituangkan dalam peraturan perundang-undangan.”

5. Pasal 28 “setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia

orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa

dan bernegara.”

6. Dalam penjelasan UUD 1945 yang sekarang sudah dihapus

sistem pemerintahan Negara, tapi maknanya masih dapat

dipakai yaitu Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas

hukum (rechsstaat) tidak berdasarkan kekuasaan belaka

(machsstaat), dan pemerintah berdasarkan sistem konstitusi

(hukum dasar) tidak bersifat absolutisme (kekuasaan yang tidak

terbatas).

7. Dalam penjelasan Undang-Undang Nomor 10 tahun 2004

tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan

disebutkan “sebagai negara yang berdasarkan pada Pancasila

dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945, segala aspek kehidupan dalam kemasyarakatan,

Page 40: TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47133... · 2019-09-20 · TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG-UNDANG

29

kebangsaan, dan kenegaraan termasuk pemerintahan harus

senantiasa berdasarkan atas hukum.”

Artinya setiap orang atau organisasi masyarakat yang dianggap

melakukan tindakan yang bertentangan paham ideologi Pancasila. Tentu

pemerintah harus menjunjung tinggi lembaga peradilan sebagai lembaga

penegak hukum yang mempunyai tugas untuk memutuskan perkara

tersebut.

Karena dengan bagaimanapun hak untuk hidup, hak untuk tidak

dipaksa, hak untuk kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama,

hak untuk tidak diperbudak, hak untuk sebagai pribadi di hadapan hukum,

dan hak untuk tidak dapat dituntut atas dadasr hukum yang berlaku surut

adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan

apapun.31

Sumber hukum di atas tersebut memperkuat bahwa ciri-ciri Negara

hukum adalah Negara yang mampu menegakkan supremasi hukum, hak

asasi manusia, dan setiap orang mempunyak kedudukan yang sama di

muka hukum, sehingga ciri-ciri ini juga tertuang di dalam undang-undang

yang mengatakan, untuk menegakkan dan melindungi hak asasi manusia

sesuai dengan prinsip Negara hukum yang demokratis, maka pelaksanaan

hak asasi manusia dijamin, diatur, dan dituangkan dalam peraturan

perundang-undangan.32

Artinya secara normatif adanya undang-undang di atas

memperjelas agar pemerintah dalam membubarkan organisasi masyarakat

harus melalui jalur hukum yaitu lembaga peradilan untuk menjaga

keseimbangan (check and balances) antara lembaga eksekutif dan lembaga

yudikatif sebagai kekuasaan Negara yang juga menjalankan amanah

undang-undang.

31 Pasal 28 huruf I ayat (1) Undang-Undang Negara Kesatuan Republik Indonesia 1945.

32 Pasal 28 huruf I ayat (5) Undang-Undang Negara Kesatuan Republik Indonesia 1945.

Page 41: TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47133... · 2019-09-20 · TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG-UNDANG

30

C. Teori Kedaulatan Menurut Konsep Negara Hukum

1. Definisi Teori Kedaulatan

Kedaulatan ini adalah suatu nilai yang dinormakan dalam konsep

bernegara agar Negara dan rakyat mempunyai hak yang sama dalam

memperjuangkan hak-haknya sebagai warga Negara untuk mendapatkan

perlindungan serta kedudukan yang sama di hadapan hukum demi

tegaknya prinsip supremasi hukum.

Istilah kedaulatan dalam teori Hukum Tata Negara merupakan

padanan istilah sovereignty (Ingris), souverainete (Prancis), souvereniteit

(Belanda), souranus (Italia). Semua istilah tersebut berasal dari kata latin,

superanus, yang mempunyai arti “tertinggi”.

Dalam perkembangannya, muncul teori-teori kedaulatan yang

mencoba untuk merumuskan siapa dan apakah yang berdaulat dalam suatu

negara. Laski menyatakan sebagai berikut;

“The modern state is a sovereign state. It is, therefore, independent

in the face of other communities. It may infuse its will towards them with a substance which need not be affected by the will of any external power. It is, moreover, internally supreme over the territory that it control.”

Jadi, menurut anggapan Laski, kedaulatan merupakan suatu

keharusan yang dimiliki oleh Negara yang ingin independen atau merdeka

dalam menjalankan kehendak rakyat yang dipimpinnya, sehingga

kedaulatan merupakan hal yang mempengaruhi seluruh kehidupan

bernegara.

Hal ini senada dengan pernyataan Bodin, yang dikenal sebagai

bapak teori kedaulatan, yang merumuskan kedaulatan sebagai berikut;

“Suatu keharusan tertinggi dalam suatu Negara, di mana kedaulatan dimiliki oleh Negara dan merupakan ciri utama yang membedakan organisasi Negara dari organisasi yang lain di dalam Negara, karena kedaulatan adalah wewenang tertinggi yang tidak dibatasi

oleh hukum dari pada penguasa atas warga negara dia dan orang-orang lain dalam wilayahnya.”

Page 42: TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47133... · 2019-09-20 · TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG-UNDANG

31

Pada perkemabangan berikutnya, prinsip-prinsip kedaulatan

tersebut dirumuskan secara berbeda-beda yang disesuaikan dengan konsep

Negara dan pemerintahan yang berlaku. Setidaknya, ada lima bentuk

kedaulatan yang dapat diketahui sebagai berikut;33

1. Kedaulatan Tuhan

2. Kedaulatan Raja

3. Kedaulatan Rakyat

4. Kedaulatan Negara

5. Kedaulatan Hukum

Dari semua teori kedaulatan ini, kedaulatan hukum merupakan

puncak keadilan bagi masyarakat yang membedakan dari aspek kedaulatan

lainnya. Karena itu, kekuasaan tertinggi berada pada hukum yang

bersumber pada kesadaran hukum pada setiap orang, sehingga setiap

tindakan baik itu dari penguasa maupun rakyat mempunyai kedudukan

yang sama dalam sendi-sendi kehidupan bernegara.

Namun ada juga yang mengatakan kedaulatan rakyat dalam teori

dan sejarah kenegaraan dialnjukan dan kedaulatan hukum, sekalipun

mengenai hal ini ada dua pendapat yaitu;34

1. Bahwa hukum berdaulat karena sifatnya yang imperative dan

tanpa diterima oleh rakyat pun hukum tetap berlaku (Hans

Kelsen).

2. Bahwa hukum berdaulat karena ia bersumber kepada

kesadaran-kesadaran hukum dari rakyat.

Dari pengertian yang kedua ini kedaulatan hukum merupakan

kelanjutan dari kedaulatan rakyat. Oleh sebab itu, pada dasarnya hukum

yang baik adalah hukum yang diterima oleh rakyat karena ia

mencerminkan kesadaran hukumnya.

33 Jazim Hamidi, dkk, Teori Hukum Tata Negara, (Jakarta: Salemba Humanika, 2012), h.

3-4.

34 Moh. Kusnadi, dan Bintang R. Saragih, Ilmu Negara, h. 135.

Page 43: TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47133... · 2019-09-20 · TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG-UNDANG

32

BAB III

PENGATURAN ORMAS DALAM PERUNDANG-UNDANGAN

A. Organsasi Kemasyarakatan Menurut Peraturan Perundang-Undangan

1. Definisi Organisasi Masyarakat

Organisasi adalah suatu perkumpulan atau wadah untuk melakukan

gerakan di bidang kegiatan-kegiatan baik itu kegiatan sosial keagamaan

maupun kemasyarakatan, wadah ini mempunyai peranan yang sangat

penting dalam upaya memaksimalkan aspirasi dari masyarakat untuk

memajukan pembangunan nasional.

Organisasi kemasyarakatan ini mempunyai suatu kemerdekaan

berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat serta memajukan

dirinya dalam memperjuangkan haknya secara individu ataupun kolektif

untuk membangun masyarakat, bangsa, dan Negara Kesatuan Republik

Indonesia sebagai perwujudan hak asasi manusia1, secara normatif hak

asasi dan kebebasan ini dalam konteks individu dan kolektif, sehingga

setiap orang yang mempunyai kebebasan pada era demokratis paling tidak

mempunyai kewajiban untuk menghormati dan tunduk pada peraturan

perundang-undangan.

Secara mendasar pengertian tentang organisasi masyarakat (ormas)

ditegaskan sebagai berikut;2

“Organisasi masyarakat adalah organisasi yang didirikan dan

dibentuk oleh masyarakat secara sukarela berdasarkan kesamaan

aspirasi, kehendak, kebutuhan, kepentingan, kegiatan dan tujuan

untuk berpartisipasi dalam pembangunan demi tercapainya tujuan

Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila.”

1 Arianti, Tinjauan Sosiologi Hukum Terhadap Aksi Organisasi Masyarakat Front

Pembela Islam (FPI) Dalam Kaitannya Dengan Konflik Keagamaan Di Kota Makassar,

(Makassar: Fakultas Hukum Unhas, 2014).

2 Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi

Kemasyarakatan.

Page 44: TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47133... · 2019-09-20 · TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG-UNDANG

33

Untuk lebih berperan dan bisa disebut dalam melaksanakan

fungsinya sebagai organisasi kemasyarakatan berserikat dan berkumpul

dalam satu wadah pembinaan dan pengembangan yang sejenis. Penentuan

organisasi kemasyarakatan yang mempunyai ruang lingkup nasional,

provinsi, kabupaten/kota.3

Sedangkan menurut M. Billah dan Abdul Hakim G. Nusantara,

umumnya Indonesia mencerminkan kebangkitan kesadaran golongan

masyarakat menengah terhadap masalah kemiskinan, ketidakadilan sosial,

dan masalah hak asasi manusia. Kini, ormas di Indonesia dapat pula

dikatakan sebagai cerminan kesadaran tentang dampak program

pembangunan yang dilaksanakan pemerintah serta tindakan yang

diambilnya dalam melaksanakan program tersebut.4

Di sisi lain, juga dapat mendorong kemajuan negara dari aspek

pembangunan nasional serta penegakan hukum untuk mencapai tujuan

Negara, meskipun adalah wadah juga mempunyai keharusan dalam

menghormati aturan atau tata tertib yang ada demi tegaknya aturan di

Negara hukum ini.

Karena itulah tujuan penormaan hukum dalam suatu Negara

sehingga menjadi Negara hukum agar setiap tindakan seseorang

didasarkan pada hukum yang berlaku, sebab Negara hukum pada masa

yang lalu mengikat penguasa untuk tidak boleh bertindak sebelum ada.

Dan bagaimana dengan Negara hukum pada zaman modern ini Negara

hukum dan abad modern ini memberi kebijaksanaan kepada penguasa.5

Negara hukum yang memberikan kebijaksanaan kepada penguasa

tentu tindakan penguasa untuk membubarkan ini harus melalui prosedur

3 Pasal 8 Undang-Undang RI Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan.

4 Tirta Nugraha Mursitama, Laporan Pengkajian Hukum tentang Peran dan Tanggung

Jawab Organisasi Kemasyarakatan Dalam Pemberdayaan Masyarakat, (Jakarta: Pusat Penelitian

dan Pengembangan Sistem Hukum Nasional BPHN, 2011), h. 4.

5 Moh. Kusnadi, dan Bintang R. Saragih, Ilmu Negara, (Jakarta: Radar Jaya Pratama,

2000), h. 136-137.

Page 45: TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47133... · 2019-09-20 · TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG-UNDANG

34

hukum yang berlaku untuk melindungi hak-haknya sebagai warga Negara,

sehingga pembubaran dalam Negara hukum ini, penguasa penting untuk

melalui pengadilan sebagai suatu terobosan dalam penegakan hukum dan

keadilan.

2. Sejarah Lahirnya Ormas

Berdirinya Budi Utomo pada tanggal 5 Mei 1908 yang kemudian

dapat membangkitkan bangsa ini dengan membentuk kelompok-kelompok

terlihat dari berdirinya Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928

yang diikuti dengan adanya Jong Java, Jong Sumatera, Jong Ambon.

Secara historis keberadaan Negara Kesatuan Republik Indonesia diawali

oleh perjalanan perjuangan yang didukung oleh kelompok-kelompok atau

organisasi masyarakat yang mempunyai keinginan dan tujuan yang sama

yaitu kemerdekaan Indonesia, yang terwujud pada tanggal 17 Agustus

l945.

Dalam perjalanan perjuangan kemerdekaan Indonesia Kehadiran

beberapa organisasi, merupakan fakta yang tidak terbantahkan, karena

organisasiorganisasi pada zaman itu mempunyai tujuan yang sama

membangun kesadaran masyarakat Indonesia sehingga menghantarkan

mampu kemerdekaan Indonesia. Organisasi-organisasi tersebut sampai

saat ini, masih diakui keberadaannya dan berkembang dengan cara

melakukan kiprahnya di tengah-tengah masyarakat pada berbagai bidang

kehidupan sosial kemasyarakatan, misalnya organisasi keagamaan, yang

bergerak di bidang pendidikan, kesehatan, dan pemberdayaan ekonomi

rakyat. Organisasi-organisasi dimaksud diantaranya adalah :6

a. Tahun 1908, Budi Oetomo berbasis subkultur Jawa;

b. Tahun 19l1, Serikat Dagang Islam, kaum entrepreneur Islam yang

bersifat ekstrovert dan politis;

6 Nia Kania Winayanti, Dasar Hukum Pendirian dan Pembubaran Ormas ,(Yogyakarta,

Pustaka Yustisia, 2011), h. 3.

Page 46: TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47133... · 2019-09-20 · TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG-UNDANG

35

c. Tahun 1912, Muhammadiyah dari kultur Islam modernis yang bersifat

introvert dan social;

d. Tahun 1912, Indiche Party dari subkultur campuran yang

mencerminkan elemen politis nasionalisme nonrasial dengan slogan

“tempat yang member nafkah yang menjadikan Indonesia sebagai

tanah airnya”.

e. Tahun 1913, Indische Social Democratiche Vereniging,

mengejawantahkan nasionalisme politik radikal dan berorientasi

Marxist.

f. Tahun 1915, Trikoro Dharmo, sebagai imbrio Jong Java.

g. Tahun 1918, Jong Java;

h. Tahun 1925, Manifesto Politik;

i. Tahun 1926, Nahdlatoel „Ulama (NU) dari subkultur santri dan ulama

serta pergerakan lain seperti subetnis Jong Ambon, Jong Sumatera,

maupun Jong Selebes yang melahirkan pergerakan nasionalisme yang

berjati diri Indonesia;

j. Tahun 1928, Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928;

k. Tahun 1931, Indonesia Muda.

Keberadaan organisasi kemasyarakatan diatas, merupakan sejarah

tumbuh dan berkembangnya kesadaran sekaligus ekspresi kebebasan

mengeluarkan pendapat dalam konteks berserikan dan berkumpul. Pada

pemerintahan orde baru, secara konkret banyak organisasi kemasyarakatan

lainnya berdiri meskipun sistem politik pada saat itu kurang memberikan

kebebasan kepada masyarakat untuk berekspresi, pembatasan dan larangan

untuk kegiatan yang mengarah pada hal-hal politik harus tunduk dan patuh

pada satu kendali, yaitu stabilitas nasional.

Dalam konteks organisasi kemasyarakatan dan partai politik

dikendalikan melalui instrument asas tunggal, yaitu bahwa semua

organisasi, baik ormas maupun parpol harus berasas tunggal, yaitu

Pancasila. Sampai saat ini masih terdapat organisasi kemasyarakatan

Page 47: TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47133... · 2019-09-20 · TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG-UNDANG

36

(ormas) warisan pemerintahan Orde Baru. Karena memang ada beberapa

yang sengaja dibuat, tumbuh, dan berkembang sebagai penguat kekuasaan

pemerintahan Orde Baru.

Disisi lain, yang tumbuh dan berkembang dengan keterbatasan

berekspresi karena tidak berafiliasi dengan kekuasaan Orde Baru namun

tetap mampu menunjukkan jati diri dan eksistensinya. Ormas yang hidup

dan tumbuh pada masa pemerintahan Orde Baru baik yang berafiliasi

dengan kekuasaan maupun tidak, misalnya :

a. Kemahasiswaan seperti Himpunan mahasiswa Islam (HMI),

Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Perhimpunan

Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI), dan Gerakan

Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI);

b. SOKSI;

c. kepemudaan seperti Pemuda Pancasila, AMPI, FK-PPI;

Organsiasi-organisasi kemasyarakatan diatas, lahir dari suatu

kesadaran, dan sangat memperdayakan masyarakat karena organisasi

merupakan manifestasi dari kepedulian dan peran serta masyarakat dalam

pembangunan bangsa, yang diwujudkan dalam berbagai bentuk program

dan kegiatan kemasyarakatan, sesuai dengan visi dan misinya masing-

masing, termasuk di dalamnya menyampaikan pandangan, kritikan, dan

mungkin konsep tandingan atas berbagai kebijakan yang diambil

pemerintah.

Namun, kritikan dan konsep tandingan tersebut, tetap berada dalam

kerangka dan bermuara pada terciptanya kesejahteraan masyarakat.

Menyadari tumbuh dan berkembangnya kesadaran masyarakat untuk ikut

berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara

melalui organisasi kemasyarakatan yang mengalami perkembangan sejak

awal tahun 1980-an, maka pemerintah bersama DPR akhirnya

menerbitkan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1985 tentang organisasi

kemasyarakatan, sebagai landasan hukumdan pengakuan secara legal atas

Page 48: TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47133... · 2019-09-20 · TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG-UNDANG

37

keberadaan dan kiprah organisasi-organisasi dimaksud. Konsideran Umum

Nomor 8 Tahun 1985 tentang organisasi kemasyarakatan “Masalah

keikutsertaan masyarakat dalam pembangunan nasional adalah wajar.

Kesadaran serta kesempatan untuk itu sepatutnya ditumbuhkan,

mengingat pembangunan adalah untuk manusia dan seluruh masyarakat

Indonesia. Dengan pendekatan ini, usaha untuk menumbuhkan kesadaran

tersebut sekaligus juga merupakan upaya untuk memantapkan kesadaran

kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang berorientasi

kepada pembangunan nasional.

3. Tujuan dan Maksud Terbentuknya Organisasi Masyarakat

Kehadiran organisasi kemasyarakatan yang selanjutnya disingkat

ormas, ditengah-tengah masyarakat merupakan wujud dari ekspresi

masyarakat untuk menampung aspirasi mereka, sebagaimana yang telah

diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28E ayat (3) yang

dinyatakan bahwa :

“Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat”.

7

Pasal 28J ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 yang dinyatakan bahwa :

“Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta

penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis”.

8

Selain untuk menegakkan hak asasi manusia sebagaimana yang

telah diatur dalam konstitusi, di dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 17

Tahun 2013 disebutkan beberapa tujuan terbentuknya ormas secara umum

yaitu antara lain bertujuan untuk:

7 Lihat Pasal 28 E Undang-Undang Dasar 1945

8 Lihat Pasal 28 J Undang-Undang Dasar 1945

Page 49: TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47133... · 2019-09-20 · TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG-UNDANG

38

a. Meningkatkan partisipasi dan keberdayaan masyarakat ;

b. Memberikan pelayanan kepada masyarakat;

c. Menjaga nilai agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha

Esa;

d. Melestarikan dan memelihara norma, nilai, moral, etika, dan budaya

yang hidup dalam masyarakat;

e. Melestarikan sumber daya alam dan lingkungan hidup;

f. Mengembangkan kesetiakawanan sosial, gotong royong, dan

toleransi dalam kehidupan bermasyarakat;

g. Menjaga, memelihara, dan memperkuat persatuan dan kesatuan

bangsa; dan

h. Mewujudkan tujuan negara.9

Selain itu juga, tujuan suatu organisasi masyarakat sudah tentu

berkaitan dengan hak dan kewajiban suatu organisasi masyarakat itu

sendiri. Hak dan kewajiban yang harus dijalankan oleh suatu ormas tidak

boleh bertentangan dengan yang ada di dalam Pasal 20 dan 21 Undang-

Undang Nomor 17 Tahun 2013. Di dalam Pasal 20 disebutkan beberapa

hak yang dimiliki oleh suatu organisasi masyarakat yaitu:

a. Mengatur dan mengurus rumah tangga organisasi secara mandiri

dan terbuka;

b. Memperoleh hak atas kekayaan intelektual untuk nama dan

lambang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

c. Memperjuangkan cita-cita dan tujuan organisasi;

d. Melaksanakan kegiatan untuk mencapai tujuan organisasi;

e. Mendapatkan perlindungan hukum terhadap keberadaan dan

kegiatan, dan

f. Melakukan kerjasama dengan pemerintah, pemerintah daerah,

swasta, lain, dan pihak lain dalam rangka pengembangan dan

9 Lihat Pasal 5 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi

Kemasyarakatan

Page 50: TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47133... · 2019-09-20 · TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG-UNDANG

39

keberlanjutan organisasi.10

Sedangkan untuk kewajiban yang harus dilaksanakan oleh suatu

organisasi masyarakat terdapat di dalam Pasal 21 Undang-Undang Nomor

17 Tahun 2013 yaitu:

a. Melaksanakan kegiatan sesuai dengan tujuan organisasi;

b. Menjaga persatuan dan keastuan bangsa serta keutuhan Negara

Kesatuan Republik Indonesia;

c. Memelihara nilai agama, budaya, moral, etika dan norma

kesusilaan serta memberikan manfaat untuk masyarakat;

d. Menjaga ketertiban umum dan terciptanya kedamaian dalam

masyarakat;

e. Melakukan pengelolaan keuangan secara transparan dan akuntabel;

dan

f. Berpartisipasi dalam pencapaian tujuan Negara.11

4. Pendirian Organisasi Masyarakat

Pendirian di dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013

Tentang Organisasi Kemasyarakatan diatur di dalam BAB IV yaitu

tentang pendirian. Di dalam Pasal 9 dinyatakan bahwa :

“Didirikan oleh 3 (tiga) orang warga negara Indonesia atau lebih, kecuali yang berbadan hukum yayasan”.

Pendirian sendiri dibedakan menjadi 2, sesuai Pasal 10 ayat (1)

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang organisasi

kemasyarakatan disebutkan bahwa ormas dapat berbentuk badan hukum

dan tidak berbadan hukum. Untuk yang berbadan hukum pendiriannya

dijelaskan di dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 Tentang

organisasi kemasyarakatan.

10 Lihat Pasal 20 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi

Kemasyarakatan.

11 Lihat Pasal 21 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi

Kemasyarakatan.

Page 51: TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47133... · 2019-09-20 · TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG-UNDANG

40

Sedangkan untuk ormas yang tidak berbadan hukum pendiriannya

dijelaskan di dalam Pasal 16 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013

Tentang Organisasi Kemasyarakatan melalui cara pendaftaran dan juga

diatur di dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia

Nomor 33 Tahun 2012 tentang pedoman pendaftaran organisasi

kemasyarakatan di Lingkungan Kementerian Dalam Negeri dan

Pemerintah Daerah, melalui prosedur pendaftaran untuk mendapatkan

surat keterangan terdaftar terlebih dahulu.

Pendirian ormas yang berbadan hukum dapat dilakukan oleh warga

Indonesia asli dan juga warga Negara asing. Di dalam Pasal 11 ayat (1)

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 Tentang organisasi

kemasyarakatan dijelaskan bentuk-bentuk ormas yang diperbolehkan oleh

pemerintah. Di dalam Pasal 12 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013

tentang organisasi kemasyarakatan, disebutkan beberapa persyaratan dan

tata cara pendirian ormas berbadan hukum yang dimohonkan oleh warga

indonesia asli. Untuk ormas yang didirikan oleh warga Negara asing

disebutkan dalam BAB XIII tentang ormas yang didirikan oleh warga

Negara asing. Di dalam hal ini warga Negara asing boleh mendirikan

ormas di wilayah Indonsia sesuai bunyi Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang

Nomor 17 Tahun 2013 tentang organisasi kemasyarakatan, yang

dinyatakan bahwa “ormas yang didirikan oleh warga Negara asing dapat

melakukan kegiatan di wilayah Indonesia”.

Ormas yang didirikan oleh warga Negara asing harus berbadan

hukum hal tersebut terdapat di dalam Pasal 43 ayat (2) Undang-Undang

Nomor 17 Tahun 2013 tentang organisasi kemasyarakatan yang

menegaskan bahwa:

Ormas yang didirikan oleh warga Negara asing sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:

a. Badan hukum yayasan asing atau sebutan lain;

b. Badan hukum yayasan yang didirikan oleh warga Negara asing atau

warga Negara asing bersama warga Negara Indonesia; atau

Page 52: TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47133... · 2019-09-20 · TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG-UNDANG

41

c. Badan hukum yayasan yang didirikan oleh badan hukum asing.12

Untuk tata cara pendirian ormas yang didirikan oleh warga negara

asing wajib mendapatkan izin pemerintah sebagaimna yang tertulis di

dalam Pasal 44 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang

organisasi kemasyarakatan, yang dinyatakan bahwa:

“Badan hukum yayasan asing atau sebutan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (2) huruf a wajib memiliki izin pemerintah.”

13

Adapun persyaratan lain yang harus dipenuhi terdapat di dalam

Pasal 47 dan Pasal 48 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 Tentang

Organisasi Kemasyarakatan, yang menegaskan bahwa :

1) Badan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (2)

huruf b dan huruf c disahkan oleh menteri yang menyelenggarakan

urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia

setelah mendapatkan pertimbangan tim perizinan.

2) Selain harus memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan

di bidang yayasan, pengesahan badan hukum yayasan yang

didirikan oleh warga Negara asing atau warga Negara asing

bersama warga Negara Indonesia sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 43 ayat (2) huruf b wajib memenuhi persyaratan paling

sedikit:

a. Warga Negara asing yang mendirikan tersebut telah tinggal

di Indonesia selama 5 (lima) tahun berturut-turut;

b. Pemegang izin tinggal tetap;

c. Jumlah kekayaan awal yayasan yang didirikan oleh warga

Negara asing atau warga Negara asing bersama warga Negara

Indonesia, yang berasal dari pemisahan harta kekayaan

12 Lihat Pasal 43 ayat (2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi

Kemasyarakatan.

13 Lihat Pasal 44 ayat (2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi

Kemasyarakatan.

Page 53: TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47133... · 2019-09-20 · TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG-UNDANG

42

pribadi pendiri paling sedikit senilai Rp1.000.000.000,00

(satu miliar rupiah) yang dibuktikan dengan surat pernyataan

pengurus badan hukum pendiri mengenai keabsahan harta

kekayaan tersebut;

d. Salah satu jabatan ketua, sekretaris, atau bendahara dijabat

oleh warga Negara Indonesia; dan

e. Surat pernyataan pendiri bahwa kegiatan ormas berbadan

hukum yayasan yang didirikan tidak merugikan masyarakat,

bangsa, dan/atau Negara Indonesia.

3) Selain harus memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan

di bidang yayasan, pengesahan badan hukum yayasan yang

didirikan oleh badan hukum asing sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 43 ayat (2) huruf c, wajib memenuhi persyaratan paling

sedikit:

a. Badan hukum asing yang mendirikan yayasan tersebut telah

beroperasi di Indonesia selama 5 (lima) tahun berturut-turut;

b. Jumlah kekayaan awal yayasan yang didirikan badan hukum

asing yang berasal dari pemisahan sebagian harta kekayaan

pendiri yang dijadikan kekayaan awal yayasan paling sedikit

senilai Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) yang

dibuktikan dengan surat pernyataan pengurus badan hukum

pendiri mengenai keabsahan harta kekayaan tersebut;

c. Salah satu jabatan ketua, sekretaris, atau bendahara dijabat

oleh warga Negara Indonesia; dan

d. Surat pernyataan pendiri bahwa kegiatan ormas berbadan

hukum yayasan yang didirikan tidak merugikan masyarakat,

bangsa, dan/atau Negara Indonesia14

14 Lihat Pasal 47 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi

Kemasyarakatan.

Page 54: TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47133... · 2019-09-20 · TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG-UNDANG

43

Di dalam Pasal 48 melaksanakan kegiatannya, ormas sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 43 ayat (2) wajib bermitra dengan Pemerintah dan

yang didirikan oleh warga Negara Indonesia atas izin Pemerintah.

Menurut kamus besar bahasa Indonesia, izin adalah pernyataan

mengabulkan (tidak melarang dsb); persetujuan memperbolehkan. Ultrecht

mengatakan bahwa bilamana membuat peraturan umumnya tidak

melarang suatu perbuatan, tetapi masih juga memperkenankannya asal saja

diadakan secara yang ditentukan untuk masing-masing hal konkret, maka

keputusan administrasi Negara yang memperkenankan perbuatan tersebut

bersifat suatu izin. Menurut Bagir Manan, Izin berarti suatu persetujuan

dari penguasa berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk

memperbolehkan melakukan tindakan atau perbuatan tertentu yang secara

umum dilarang.

Perizinan suatu sendiri merupakan suatu tata cara pendaftaran

untuk mendapatkan surat keterangan terdaftar. Menurut Pasal 1 angka (2)

Permendagri Nomor 33 Tahun 2012 yang menegaskan :

Pendaftaran adalah proses pencatatan terhadap keberadaan

organisasi kemasyarakatan, di kementerian Dalam Negeri, Pemerintah

Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota berdasarkan ruang lingkup

tugas, fungsi, dan wewenang masing-masing dan diberikan surat

keterangan terdaftar.15

Sedangkan yang dimaksud dengan surat keterangan terdaftar yang

selanjutnya menurut Pasal 1 angka (3) Permendagri Nomor 33 Tahun 2012

yaitu dinyatakan bahwa :

Surat yang diterbitkan oleh Menteri Dalam Negeri, Gubernur,

Bupati/Walikota yang menerangkan bahwa sebuah organisasi

kemasyarakatan telah tercatat pada administrasi pemerintahan sesuai

dengan tahapan dan persyaratan.16

15 Lihat Pasal 1 angka (2) Permendagri Nomor 33 Tahun 2012.

16 Lihat Pasal 1 angka (3) Permendagri Nomor 33 Tahun 2012.

Page 55: TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47133... · 2019-09-20 · TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG-UNDANG

44

Di dalam Pasal 2 ayat (1) Permendagri Nomor 33 Tahun 2012

dinyatakan bahwa :

Setiap ormas wajib mendaftarkan keberadaannya kepada Kementerian Dalam Negeri dan Pemerintah Daerah.

17

Tahapan pendaftaran diterangkan dalam BAB III Tentang Tahapan

Pendaftaran mulai dari Pasal 5 sampai dengan Pasal 10 Permendagri

Nomor 33 Tahun 2012. Setelah semua persyaratan terpenuhi, dilakukan

penelitian tentang semua persyaratan yang diajukan dan apakah tersebut

layak untuk diberikan surat keterangan terdaftar, penelitian tersebut terbagi

atas penelitian dokumen dan juga penelitian lapangan.

Untuk Hal Penelitian Dokumen tersebut tercantum di dalam Pasal

11 Permendagri Nomor 33 Tahun 2012. Setelah itu Menteri, Gubernur,

Bupati/Walikota menerbitkan surat keterangan terdaftar sebagai

sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 17 Permendagri Nomor 33

Tahun 2012 yang dinyatakan bahwa :

Berita Acara Hasil Penelitan Lapangan, sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 16 ayat (2) disampaikan oleh petugas peneliti lapangan

kepada pejabat yang berwenang menandatangi surat keterangan terdaftar

(SKT).18

Kemudian pejabat yang berwenang menandatangani surat

keterangan terdaftar (SKT) sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 17

Permendagri Nomor 33 Tahun 2012. Selain itu juga untuk ormas yang

didirikan oleh warga negara asing, ada juga prosedur perizinan yang

diberikan pemerintah. Hal ini terdapat di dalam Pasal 44 sampai dengan

Pasal 46 Undang-Undang Nomor 17 tahun 2013.

17 Lihat Pasal 2 ayat (1) Permendagri Nomor 33 Tahun 2012.

18 Lihat Pasal 17 Permendagri Nomor 33 Tahun 2012.

Page 56: TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47133... · 2019-09-20 · TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG-UNDANG

45

5. Pembubaran Organisasi Masyarakat

Perkembangan proses demokratisasi yang dibangun searah dengan

ketahanan bangsa Indonesia, pada Era Reformasi ini, mendapatkan banyak

momentum ujian yang dapat menjadi tolok ukur ketahanan Negara Bangsa

Indonesia.

Negara Kesatuan Republik Indonesia yang dibangun diatas sebuah

keragaman multi etnis dan suku, multi adat istiadat, dan juga multi

ideologi, mensyaratkan adanya sebuah kebersamaan yang dilingkupi

semangat toleransi dan pengertian mendalam antara komponen bangsa

Indonesia. Sebagaimana para founding state yang merumuskan

kemajemukan bangsa Indonesia dalam satu bingkai indah Bhineka

Tunggal Ika, berbeda-beda namun tetap satu, seperti itulah seharusnya

membangun sebuah Negara Bangsa Indonesia.19

Kebebasan warga Negara Indonesia dalam berorganisasi dan

mengekspresikan diri sebenarnya diatur dalam Pasal 28 Undang-Undang

Dasar 1945 , yang berbunyi;

“Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagianya ditetapkan dengan undang-undang”.

20

Berbicara tentang pembubaran ormas tentu saja berbicara tentang

pemberian sanksi kepada ormas yang melanggar hal-hal yang termuat di

dalam peraturan per-undang-undangan. Pembubaran sendiri telah diatur di

dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 yaitu pada BAB XVII

tentang sanksi khususnya ormas yang terdaftar di Lingkungan

Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.

Diatur pula di dalam Permendagri Nomor 33 Tahun 2012. Di

dalam Pasal 21 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 dijelaskan tentang

kewajiban ormas. Selain itu ormas juga memiliki larangan-larangan yang

19 Machfud MD, Dasar dan Struktur Ketatanegaraan Indonesia, (Yogyakarta, UII Pres,

1993), h. 56.

20 Lihat Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945

Page 57: TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47133... · 2019-09-20 · TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG-UNDANG

46

diberikan oleh Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013. Hal ini dijelaskan

dalam Pasal 52 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 untuk ormas yang

didirikan oleh warga negara asing dan BAB XVI yang mengatur tentang

larangan khusunya bagi ormas yang didirikan oleh warga Negara

Indonesia.

Jika ormas melanggar hal-hal yang telah tertulis dalam bab

larangan tersebut maka ormas tersebut berhak untuk diberikan sanksi

tegas oleh pemerintah. Hal tersebut berdampak pada pembubaran ormas,

tetapi sebelum itu terlebih dahulu ormas diberikan prosedur sanksi

administratif hingga berdampak pada pencabutan surat keterangan

terdaftar atau pencabutan status badan hukum dan juga pembubaran. Hal

ini telah diatur di dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 pada

BAB XVII tentang sanksi.

Selain itu juga ada pula sanksi yang diberikan untuk ormas yang

melanggar hal-hal yang telah dilarang di dalam Undang-Undang Nomor

17 Tahun 2013 khusunya ormas yang terdaftar di lingkungan Kementerian

dalam Negeri dan Pemerintah Daerah diatur di dalam Permendagri Nomor

33 Tahun 2012, BAB V bagian ketiga tentang pembekuan surat

keterangan terdaftar dan bagian keempat tentang pencabutan surat

keterangan terdaftar.

B. Latar Belakang Munculnya Perppu Dan Undang-Undang Nomor 16

Tahun 2017 Tentang Organisasi Kemasyarakatan

1. Definisi Perppu

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (perppu) adalah

Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden dalam hal

ihwal kegentingan yang memaksa.

Bahwa ketentuan Pasal 22 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945

menyatakan:

“Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan peraturan pemerintah sebagai pengganti undang-undang”. Pasal 7 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 12

Page 58: TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47133... · 2019-09-20 · TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG-UNDANG

47

Tahun 2011 tentang pembentukan peraturan Perundang-Undangan menyatakan “Jenis dan Hierarki Peraturan Perundang-Undangan terdiri atas: c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti

Undang-Undang...”. Ketentuan tersebut menunjukkan bahwa, Peraturan Pemerintah

Pengganti Undang-Undang memiliki kedudukan yang sejajar dengan

Undang-Undang. Karena kedudukannya yang sejajar, maka kedudukan

norma Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang pada dengan

sendirinya adalah sejajar dengan norma Undang-Undang21

2. Munculnya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2017 Tentang

Organisasi Kemasyarakatan

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2017 adalah hasil dari

pengesahan yang dilakukan oleh DPR dari peraturan pemerintah pengganti

undang-undang (perppu) yang juga merupakan salah satu produk hukum

yang juga diakui dalam tata hukum dan hierarki peraturan perundang-

undangan. Keberadaannya sejajar dengan Undang-Undang. Hal ini dapat

dilihat dari Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan

Peraturan Perundang-Undangan.

Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang tersebut mengatakan, jenis dan

hierarki perundang-undangan terdiri atas Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai tata urutan yang tertinggi,

Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat sebagai tata urutan yang

kedua, Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang

yang berada setelah Ketetapan Mejelis Permusyawaratan Rakyat, serta

beberapa peraturan perundang-undangan lain di bawahnya. Secara

hierarkis, Undang-Undang dan berdasarkan Undang-Undang Nomor 12

Tahun 2011 tersebut memang sejajar.

Namun, yang menjadi perbedaan salah satunya adalah syarat dan

prosedur dikeluarkannya produk hukum tersebut sehingga berpengaruh

21 Putusan MK Nomor 39/P-XV/2017, h. 3

Page 59: TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47133... · 2019-09-20 · TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG-UNDANG

48

pada keabsahannya. Jika Undang-Undang dikeluarkan atas dasar

persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Presiden, maka dapat

dikeluarkan serta merta oleh Presiden dengan adanya hal ikhwal

kegentingan yang memaksa. Kegentingan yang memaksa tersebut sejauh

ini memang menjadi subjektifitas presiden, atau dalam penjelasan Undang-

Undang Dasar 1945 disebut juga noodverordenings recht22

(hak untuk

menetapkan peraturan dalam hal Negara sedang dalam keadaan darurat

atau keadaan kegentingan yang memaksa).

Dasar yuridis konstitusional lain dikeluarkannya ini dapat dilihat

dari konstitusi, yaitu Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945 khususnya Pasal 12 dan Pasal 22. Pasal 12 Undang-Undang

Dasar 1945 mengatakan bahwa Presiden menyatakan keadaan bahaya.

Syarat-syarat dan akibatnya keadaan bahaya ditetapkan dengan Undang-

Undang. Sedangkan pada Pasal 22 D 1945 ayat (1) dikatakan:

“Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan Peraturan Pemerintah sebagai pengganti Undang-Undang.”

Mahkamah Konstitusi yang dikenal sebagai penafsir konstitusi (the

sole interpreter of constitution), telah memberikan tafsiran sekaligus

pembatasan mengenai kualifikasi kegentingan yang memaksa sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 22 Undang-Undang Dasar 1945. Berdasarkan

Putusan MK Nomor 138/P-VII/2009 ada tiga syarat sebagai parameter

adanya “kegentingan yang memaksa” bagi Presiden untuk menetapkan

yaitu :

a. Adanya keadaan yaitu kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan

masalah hukum secara cepat berdasarkan Undang-Undang;

b. Undang-Undang yang dibutuhkan tersebut belum ada sehingga terjadi

kekosongan hukum, atau ada Undang-Undang tetapi tidak memadai;

22 Maria Farida, Ilmu Perundang Undangan Dasar-Dasar dan Pembentukannya,

(Yogyakarta: Kanisius , 1998, Cet. Pertama) , h. 96.

Page 60: TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47133... · 2019-09-20 · TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG-UNDANG

49

c. Kekosongan hukum tersebut tidak dapat diatasi dengan cara membuat

Undang-Undang secara prosedur biasa karena akan memerlukan

waktu yang cukup lama sedangkan keadaan yang mendesak tersebut

perlu kepastian untuk diselesaikan.

Adanya batasan dari Mahkamah Konstitusi tersebut harus diakui

tidak dapat membatasi subjektifitas presiden untuk mengeluarkan perppu.

Hal inilah kiranya yang mendasari dikeluarkannya perppu, yang hampir

setiap presiden pasca reformasi telah mengeluarkan produk hukum

tersebut.

Pada tanggal 10 Juli 2017 pemerintah telah menerbitkan perppu

Nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 17

Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan. Disampaikan oleh

Menko Bidang Polhukam, Wiranto, memberikan berbagai argumen

tentang terbitnya perppu tersebut. Poin pokoknya sebagai berikut:23

1. Perppu tersebut diterbitkan dalam rangka tugas pemerintah untuk

melindungi segenap bangsa dan tumpah darah Indonesia;

2. Organisasi kemasyarakatan di Indonesia yang saat ini mencapai

344.039 ormas yang telah beraktifitas di segala bidang kehidupan,

baik dalam tingkat nasional maupun di tingkat daerah, harus

diberdayakan dan dibina. Sehingga dapat memberikan kontribusi

positif bagi pembangunan nasional;

3. Kenyataannya saat ini, terdapat kegiatan-kegiatan yang bertentangan

dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia 1945, yang merupakan ancaman terhadap eksistensi bangsa

dengan telah menimbulkan konflik di masyarakat;

4. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang organisasi

kemasyarakatan tidak lagi memadai sebagai sarana untuk mencegah

meluasnya ideologi yang bertentangan dengan Pancasila dan Undang-

23 Sudjito, Membaca “Kepentingan Politik” di Balik Perppu ormas dan Implikasi

Sosilogisnya Pada Masyarakat, makalah dalam seminar nasional: QUO VADIS PERPPU

ORMAS, diselenggarakan oleh FH UII, R.Sidang Utama Lt. 3, h. 1.

Page 61: TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47133... · 2019-09-20 · TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG-UNDANG

50

Undang Dasar 1945, baik dari aspek substantif terkait dengan norma,

larangan dan sanksi serta prosedur hukum yang ada. Antara lain, tidak

terwadahinya asas hukum administrasi contrario actus yaitu asas

hukum bahwa lembaga yang mengeluarkan izin atau yang

memberikan pengesahan adalah lembaga yang seharusnya mempunyai

wewenang untuk mencabut atau membatalkannya;

5. Selama ini, pengertian tentang ajaran dan tindakan yang bertentangan

dengan Pancasila dirumuskan secara sempit yaitu hanya sebatas pada

ajaran Atheisme, Marxisme dan Lininisme, padahal sejarah Indonesia

membuktikan bahwa ajaran-ajaran lain juga bisa dan bertentangan

dengan Pancasila.

Atas dasar argumen di atas maka Undang-Undang ini menjadi

payung hukum untuk bagaimana pemerintah dapat lebih leluasa, dapat

menjamin bagaimana memberdayakan dan membina ormas. Terdapat pula

dalam Undang-Undang ini asas contrarius actus, dalam artian yang

memberikan ijin dan mengesahkan ormas itu diberikan hak dan

kewenangan untuk mencabut ijin itu pada saat ormas yang bersangkutan

melanggar ketentuan yang berlaku pada saat diberikan ijin.

Pada sumber yang lain, Menteri Koordinator Bidang Politik,

Hukum dan Keamanan, menjelaskan adanya 3 (tiga) pertimbangan

pemerintah dalam penerbitan perppu yang akhirnya menjadi Undang-

Undang ormas ini. Pertama, dikeluarkannya perppu tersebut memang

menjadi hak prerogratif pemerintah yang dijamin secara konstitusional.

Dengan demikian, maka wajar saja apabila pemerintah mengeluarkan

perppu tersebut. Kedua, pemerintah menilai bahwa sejauh ini, perppu

tersebut dikeluarkan karena aturan hukum yang ada belum memadai.

Penerbitan perppu tersebut diharapkan menjadi solusi untuk

menghindari kekosongan hukum. Ketiga, perppu ini dikelurakan karena

payung hukum yang lain tidak bisa mengatasi persoalan hukum,

sedangkan untuk membuat undang-undang, dibutuhkan waktu yang cukup

lama padahal persoalan hukumnya membutuhkan penanganan dan

Page 62: TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47133... · 2019-09-20 · TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG-UNDANG

51

penyelesaian segera. Ketiga pertimbangan tersebut yang mendasari

pemerintah mengeluarkan Perppu Nomor 2 Tahun 2017 ini24

Pada dasarnya ialah embrio atas munculnya Undang-Undang

Nomor 16 Tahun 2017 tentang penetapan Peraturan Pemerintah pengganti

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang perubahan atas Undang-

Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang organisasi kemasyarakatan

menjadi Undang-Undang.

Sebagaimana diketahui, dasar yuridis mengenai organisasi

kemasyarakatan di Indonesia sebelumnya adalah Undang-Undang Nomor

17 Tahun 2013 tentang organisasi kemasyarakatan. Pemerintah menilai,

Undang-Undang ini telah tidak mampu mewadadahi problematika

organisasi kemasyarakatan yang sedang berkembang saat ini.

Secara lebih spesifik, pemerintah menilai, penindakan melalui

Undang-Undang tersebut terhadap organisasi kemasyarakatan yang

bertentangan dengan Pancasila sebagai ideologi negara dan Undang-

Undang Dasar 1945 sebagai konstitusi tidak lagi efektif.

Tidak efektiktifnya sanksi berdasarkan Undang-Undang tersebut,

lebih lanjut dijelaskan oleh Wiranto sebagai Menko Polhukam, yaitu yang

berkaitan dengan asas hukum administrasi yang berkaitan dengan asas

contrarius actus, yaitu sebuah asas yang mengatakan bahwa lembaga yang

mengeluarkan izin atau memberikan pengesahan terhadap organisasi

kemasyarakatan adalah yang berwenang untuk membatalkannya.25

3. Pro dan Kontra Undang - Undang

Dikeluarkannya Undang-Undang ormas ini memang banyak

menuai kontroversi dan perdebatan. Buktinya, tidak lama setelah

24 Fabian Januarius Kuwado Dan Kristian Erdianto, “Ini Tiga Pertimbangan Pemerintah

Menerbitkan Perppu Ormas” dari, https://nasional.kompas.com/read/2017/07/12/12232051/initiga-pertimbangan-pemerintah-menerbitkan-perppu-ormas , diakses pada tanggal 9 April 2019.

25 Dewi Irmasari, “Ini Alasan Pemerintah Terbitkan Perppu Ormas” dalam

https://news.detik.com/berita/d-3557090/ini-alasan-pemerintah-terbitkan-perppu-ormas , diakses

pada tanggal 9 April 2019.

Page 63: TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47133... · 2019-09-20 · TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG-UNDANG

52

dikeluarkannya perppu tersebut, banyak sekali pihak yang mengajukan

permohonan pengujian kepada Mahkamah Konstitusi, diantaranya adalah

perkara Nomor 38/P-XV/2017 dengan pemohon Afriady Putra S, perkara

Nomor 39/P-XV/2017 dengan pemohon Ismail Yusanto sebagai mantan

Juru Bicara Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), perkara Nomor 41/P-XV/2017

dengan pemohon aliansi Nusantara, perkara Nomor 48/P-XV/2017 dengan

pemohon Yayasan Sharia Law Institute, perkara Nomor 49/P-XV/2017

dengan pemohon PP Persatuan Islam, Perkara Nomor 50/P-XV/2017

dengan pemohon Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia, Yayasan Forum

Silaturrahmi Antar Pengajian Indonesia, dan Perkumpulan Pemuda

Muslimin Indonesia, perkara Nomor 52/P-XV/2017 dengan pemohon

Herdiansyah.26

Nasib dari gugatan yang diajukan ke Mahkamah Konstitusi ditolak

karna menurut Mahkamah Konstitusi yang menjadi objek permohonan

Pemohon telah tidak ada, sehingga permohonan Pemohon telah kehilangan

objek.

Sebagaimana tertulis pada putusan Mahkamah Konstitusi yang

berbunyi: Menimbang bahwa Dewan Perwakilan Rakyat dalam Rapat

Paripurna pada tanggal 24 Oktober 2017 telah menyetujui Peraturan

Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang

perubahan atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang organisasi

kemasyarakatan menjadi Undang-Undang. Selanjutnya Presiden pada

tanggal 22 November 2017 telah mengesahkan perppu tersebut menjadi

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2017 tentang penetapan peraturan

Pemerintah pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang

perubahan atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang organisasi

kemasyarakatan menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2017 Nomor 239, Tambahan Lembaran Negara Republik

26 Aida Mardatillah, “Begini Alasan Pemerintah Terbitkan perppu Ormas”, dalam

http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt59a6b2c3d948e/begini-alasan-pemerintah-terbitkan-

perppu-ormas , diakses pada tanggal 9 April 2019.

Page 64: TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47133... · 2019-09-20 · TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG-UNDANG

53

Indonesia Nomor 6139). Oleh karena itu, menurut Mahkamah,perppu

ormas yang menjadi objek permohonan Pemohon telah tidak ada, sehingga

permohonan Pemohon telah kehilangan objek27

.

Seperti biasa, perppu ini menyulut perdebatan publik yang secara

garis besar bisa dibagi dalam tiga kelompok. Pertama, kelompok yang

sepenuhnya menerima dan mendukung perppu. Perppu dianggap sebagai

jawaban cerdas atas situasi mutakhir ancaman terhadap ideologi Negara.

Nahdlatul Ulama (NU) dan 13 organisasi Islam yang tergabung dalam

Lembaga Persahabatan ormas Islam (LPOI) dapat disebut mewakili arus

ini.

Kedua, kelompok yang menolak total seluruh isi perppu. Mereka

berargumentasi tidak ada situasi genting yang memaksa sebagai

persyaratan normatif-konstitusional sebagaimana diatur dalam Pasal 22

Undang-Undang Dasar 1945. Mereka tidak melihat adanya gerakan-

gerakan, termasuk yang berbaju agama, yang bisa dikategorikan sebagai

ancaman terhadap ideologi. Kalaupun ada, gerakan itu bagian dari

kebebasan berpikir dan berekspresi yang dijamin konstitusi. Undang-

Undang ormas, menurut kelompok ini, sudah lebih dari cukup untuk

melindungi ideologi negara.

Perppu ini juga dianggap bukan saja langkah mundur demokrasi,

melainkan juga ancaman terhadap demokrasi itu sendiri. Lebih dari itu,

ini membuka munculnya otoritarianisme baru karena menghilangkan

mekanisme peradilan dalam pembubaran. Sejumlah aktivis HAM tentu

tidak semua, oposisi politik Presiden Joko Widodo pendukung ideologi

Islamisme dengan berbagai variasinya berada dalam barisan ini.

Ketiga, kelompok yang pada prinsipnya menerima perppu, tapi

mereka memberikan sejumlah catatan kritis. Catatan kritis itu terutama

terkait dengan kemungkinan adanya penyimpangan (abuse) dalam

implementasi yang bisa menjadi ancaman bagi demokrasi. Ancaman

27 Putusan MK Nomor 39/P-XV/2017, h. 221

Page 65: TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47133... · 2019-09-20 · TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG-UNDANG

54

hukuman seumur hidup dan pidana 5 sampai 10 tahun yang juga

dikenakan kepada pengurus yang dianggap melakukan penodaan agama

terlalu berlebihan. Kita sudah punya pasal 156a KUHP yang ancaman

maksimalnya hanya 5 tahun penjara yang dalam implementasinya sering

eksesif.

Kelompok mayoritas bisa menyesatkan dan menganggap kelompok

tertentu melakukan penodaan agama sebagaimana praktik yang selama ini

terjadi. Perppu ini justru semakin memperberat ancaman hukumannya.

Pro-kontra tentu wajar dan sehat saja dalam demokrasi, bahkan perdebatan

itu merupakan bagian dari proses pendewasaan demokrasi. Karena bangsa

ini sudah memilih demokrasi sebagai jalan konstitusionalnya. Pro-kontra

tersebut harus berjalan sehat dan tetap dalam koridor demokrasi.28

28 Rumadi Ahmad, “Apakah PERPPU No 2 Tahun 2017 Ancaman Demokrasi?”,dari :

http://mediaIndonesia.com/news/read/113186/PERPPU-no-2-tahun-2017-ancaman-

demokrasi/2017-07-17 , diakses pada tanggal 9 April 2019.

Page 66: TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47133... · 2019-09-20 · TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG-UNDANG

55

BAB IV

PEMBUBARAN ORMAS DALAM NEGARA HUKUM

A. Perbandingan Pembubaran Ormas dalam Undang-Undang Nomor 17

Tahun 2013 dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2017

1. Pembubaran Ormas Berdasarkan Undang-Undang Nomor 17

Tahun 2013 Tentang Ormas

Konstitusi memberikan jaminan kepada setiap individu atau

sekelompok orang untuk bersepakat mengikat diri pada sebuah organisasi

untuk mencapai apa yang menjadi kepentingannya. Era reformasi yang

telah berlangsung sejak tahun 1997, telah membuka peluang bagi

hubungan masyarakat sipil dan Negara yang mengalami transformasi yang

demikian cepat.1

Hal ini ditunjukkan dari gejala semakin kuatnya peran masyarakat

sipil dalam mengorganisir dirinya untuk memperjuangkan kepentingannya

ketika berhadapan dengan Negara ataupun pada saat mengisi layanan

publik. Euforia tersebut merupakan puncak manifestasi dari kemerdekaan

hati nurani dan kemerdekaan berpikir yang telah diperjuangkan pada masa

reformasi.2

Pasca reformasi, dinamika perkembangan dan perubahan sistem

pemerintahan membawa paradigma baru dalam tata kelola organisasi

kemasyarakatan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan

bernegara. Pertumbuhan jumlah ormas, penyebaran dan jenis kegiatan

ormas dalam kehidupan demokrasi semakin menuntut peran fungsi dan

tanggung jawab ormas untuk berpatisipasi dalam upaya mewujudkan cita-

1 Kajian RUU Perubahan Atas UU Nomor 8 Tahun 1985 tentang Organisasi

Kemasyaratan, (Jakarta: Bagian PUU Bidang Politik, Hukum, dan HAM Sekretariat Jenderal

DPR-RI, 2010), h. 5.

2 Jimly Asshiddiqie, Kemerdekaan Berserikat, Pembubaran Partai Politik, dan

Mahkamah Konstitusi, (Jakarta Konstitusi Press, 2006), h.. 7-8.

Page 67: TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47133... · 2019-09-20 · TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG-UNDANG

56

cita nasional bangsa Indonesia, serta menjaga dan memelihara keutuhan

dan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Dinamika ormas dengan segala kompleksitasnya menuntut

pengelolaan dan pengaturan hukum yang lebih komprehensif, mengingat

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1985 tentang ormas sudah tidak sesuai

dengan kebutuhan dan dinamika kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan

bernegara. Hal ini lah yang melatarbelakangi lahirnya Undang-Undang

Nomor 17 Tahun 2013 sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 8

Tahun 1985 yang sudah berlaku selama kurang lebih 18 Tahun.

Di dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 selain memuat

tentang ketentuan umum mengenai ormas juga memuat mengenai larangan

dan sanksi bagi ormas. Larangan terhadap ormas diatur dalam Pasal 59

Undang-Undang ormas menjelaskan sebuah ormas dilarang untuk

melakukan tindakan permusuhan terhadap suku, agama, ras, dan golongan.

Mereka juga tidak boleh melakukan tindakan kekerasan yang mengganggu

ketentraman dan ketertiban umum, termasuk perbuatan merusak.

Melakukan tindakan separatis yang mengancam kedaulatan Negara

Kesatuan Republik Indonesia, dan kegiatan yang menjadi tugas dan

wewenang penegak hukum yang diatur berdasarkan Undang-

Undang.3Selain larangan tersebut, ormas juga dilarang untuk menerima

sumbangan dari pihak manapun yang bertentangan dengan peraturan

perundang-undangan, mengumpulan dana untuk partai politik, dan

menganut, mengembangkan, serta menyebarkan ajaran yang bertentangan

dengan Pancasila.

Ada beberapa hal yang menarik, apabila dilihat muatan dari

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 dibandingkan dengan Undang-

Undang Nomor 8 Tahun 1985. Selain jumlah pasal yang jauh berbeda

dimana Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 memuat sebanyak 87

pasal disbanding Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1985 yang hanya

3 Indonesia, Undang-Undang tentang Organisasi Masyarakat, UU Nomor 17 Tahun

2013, LN Nomor 116 Tahun 2013, TLN nomor 5430. Ps. 56.

Page 68: TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47133... · 2019-09-20 · TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG-UNDANG

57

memuat 20 Pasal. Perbedaan pengatur dalam kedua Undang-Undang

tersebut mengindikasikan bahwa pengaturan dalam Undang-Undang

Nomor 17 Tahun 2013 lebih lengkap dan komprehensif dibandingkan

dengan Undang-Undang sebelumnya termasuk pengaturan mengenai

larangan terhadap ormas.

Satu hal perbedaan yang terlihat jelas dalam kedua Undang-

Undang tersebut adalah apabila dalam Pasal 13 Undang-Undang Nomor 8

Tahun 1985 ormas dilarang menerima bantuan dari pihak asing tanpa

persetujuan Pemerintah, maka dalam Pasal 56 ayat 3 Undang-Undang

Nomor 17 Tahun 2013 ormas dilarang menerima bantuan dari siapapun

apabila bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Aturan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 lebih

mempresentasikan kedaulatan hukum, dibandingkan dengan Undang-

Undang Nomor 8 Tahun 1985 yang berdasarkan persetujuan pemerintah

yang lebih condong kepada pendekatan dan kepentingan politik.

Karenanya penulis Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 lebih dekat

kepada tujuan Negara yang menurut Aristoteles adalah untuk mencapai

kehidupan paling baik (the best life possible) yang dapat dicapai dengan

supremasi hukum.4

Sanksi bagi ormas dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013

diatur dalam Pasal 60 sampai Pasal 82 di antaranya pembubaran ormas.

Pemerintah daerah dalam Undang-Undang ini bisa menghentikan kegiatan

ormas. Undang-Undang ini menyebutkan dapat membubarkan suatu

ormas berbadan hukum melalui beberapa tahapan, yaitu pemberian sanski

administratif yang terdiri atas peringatan tertulis, penghentian bantuan,

penghentian sementara kegiatan, dan pencabutan surat keterangan terdaftar

atau pencabutan status badan hukum.5

4 George H. Sabine, A History of Political Theory, Third Edition (New York: Holt,

Rinehart and Winston, 1961), h. 35.

5 Indonesia, Undang-Undang tentang Organisasi Masyarakat, Ps. 61.

Page 69: TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47133... · 2019-09-20 · TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG-UNDANG

58

Peringatan tertulis dilakukan sebanyak tiga kali. Dalam Pasal 64

disebutkan jika surat peringatan ketiga tidak ditanggapi, pemerintah bisa

menghentikan bantuan dana dan melarang sementara kegiatan mereka

selama enam bulan. Dengan catatan, jika ormas tersebut berskala nasional,

harus ada pertimbangan Mahkamah Agung. Namun, jika sampai 14 hari

tidak ada balasan dari Mahkamah, pemerintah punya wewenang

menghentikan sementara kegiatan mereka.6 Dalam Pasal 68, jika ormas

masih berkegiatan padahal sudah dihentikan sementara, pemerintah bisa

mencabut status badan hukum mereka, asal mendapat persetujuan dari

pengadilan.7

Sanksi dan pembubaran ormas Undang-Undang No 17 Tahun 2013

menganut sistem sanksi berjenjang. Adapun kewenangan membubarkan

ormas berdasarkan keputusan Pengadilan. Pemerintah tidak dapat

membubarkan sebuah ormas tanpa adanya putusan Pengadilan. Penulis

berpendapat mekanisme ini sebagai instrument penting yang berperan

dalam demokrasi sebagai wujud dari kebebasan berserikat.

Pembekuan dan pembubaran memang seharusnya perlu diputuskan

melalui mekanisme due process of law oleh pengadilan yang merdeka.

Proses ini menjadi sangat penting, artinya, jangan sampai wewenang dan

pembubaran dilakukan karena akan menimbulkan kesewenang-wenangan

sebagaimana yang terjadi dalam Orde Baru.

Kewenangan pembekuan dan pembubaran yang hanya diberikan

kepada eksekutif memberi peran yang besar dan sentralistik, sebab

pemerintah dapat membekukan dan membubarkan suatu organisasi yang

merupakan manifestasi dari hak asasi manusia untuk berserikat,

berkumpul, dan berorganisasi tanpa ada forum peradilan yang menyatakan

bahwa ormas tersebut memang bersalah. Menurut Moh. Machfud MD

hukum haruslah responsive dan tidak sentrailistik hanya dikuasai oleh

6 Indonesia, Undang-Undang tentang Organisasi Masyarakat, Ps. 64.

7 Indonesia, Undang-Undang tentang Organisasi Masyarakat, Ps. 68.

Page 70: TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47133... · 2019-09-20 · TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG-UNDANG

59

eksekutif semata. Produk hukum yang bersifat sentralistik dan lebih

didominasi oleh eksekutif akan menghasilkan hukum yang berkarakter

ortodoks.8

2. Pembubaran Ormas Berdasarkan Undang-Undang Nomor 16

Tahun 2017 Tentang Penetapan Perppu Nomor 2 Tahun 2017

Tentang Ormas

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2017 tentang Peraturan

Pemerintah Pengganti Undang-Undang (perppu) Nomor 2 Tahun 2017

tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang

organisasi kemasyarakatan (ormas), diundangkan pada 22 November

2017. Dalam pertimbangan Undang-Undang tersebut dinyatakan bahwa

ada kekosongan hukum karena Undang-Undang berumur 4 tahun tersebut

belum mengatur secara komprehensif mengenai ormas yang bertentangan

dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945.9

Dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2017 tentang ormas

tidak ada substansi yang dirubah. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2017

memuat kembali semua ketentuan yang diatur di dalam perppu ormas. Hal

ini terlihat dari sistematika Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2017 yang

hanya terdiri dari dua pasal. Pasal 1 mengatur bahwa ormas menjadi

Undang-Undang dan lampirannya sebagai bagian yang tidak terpisahkan

dari Undang-Undang ini. Pasal 2 yang menyebutkan berlakunya Undang-

Undang ini pada saat diundangkan.10

8 Mahfud MD, Politik Hukum di Indonesia, (Jakarta: LP3ES, 1988), h. 26.

9 Soedarmedi, Perppu Ormas Lurus Kenapa Harus Takut, dari:

https://seword.com/politik/inilah-isi-perppu-ormas-nomor-2-tahun-2017-isinya-luar-biasa-fpidan-

sejenisnya-apa-kabar-nanti/, diakses 9 April 2019.

10 Indonesia, Undang-Undang tentang Penetapan Perppu Organisasi Masyarakat, UU

Nomor 16 Tahun 2017, LN Nomor 239 Tahun 2017, TLN nomor 6139. Ps. 1-2.

Page 71: TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47133... · 2019-09-20 · TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG-UNDANG

60

Dalam lampiran Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2017 tentang

perppu Nomor 2 Tahun 2017. Pasal 1 mengubah pengertian ormas

menjadi lebih tegas dari sebelumnya. Menurut aturan ini, ormas memiliki

pengertian organisasi kemasyarakatan yang selanjutnya disebut ormas

adalah organisasi yang didirikan dan dibentuk oleh masyarakat secara

sukarela berdasarkan kesamaan aspirasi, kehendak, kebutuhan,

kepentingan, kegiatan, dan tujuan untuk berpartisipasi dalam

pembangunan demi tercapainya tujuan Negara Kesatuan Republik

Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945.11

Definisi dari ormas dalam perppu menjadi lebih tegas jika

sebelumnya pada Undang Undang Nomor 17 Tahun 2013 berbunyi ormas

adalah organisasi yang didirikan dan dibentuk oleh masyarakat secara

sukarela berdasarkan kesamaan aspirasi, kehendak, kebutuhan,

kepentingan, kegiatan, dan tujuan untuk berpartisipasi dalam

pembangunan demi tercapainya tujuan Negara Kesatuan Republik

Indonesia yang berdasarkan Pancasila. Kini dipertegas dengan, dan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Artinya

ormas harus patuh pada Undang-Undang Dasar 1945, final. Tidak boleh

Undang-Undang lain atau Piagam Jakarta.

Dalam aturan tersebut ditegaskan bahwa ormas dilarang

melakukan tindakan permusuhan terhadap suku, agama, ras atau golongan;

melakukan penyelahgunaan, penistaan, atau penodaan terhadap agama

yang dianut di Indonesia, melakukan tindakan kekerasan, mengganggu

ketenteraman dan ketertiban umum, atau merusak fasilitas umum dan

fasilitas sosial dan melakukan kegiatan yang menjadi tugas dan wewenang

penegak hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Ormas juga dilarang melakukan kegiatan sparatis yang mengancam

kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan/atau menganut,

11 Indonesia, Undang-Undang tentang Organisasi Masyarakat, Perppu Nomor 2 Tahun

2017, LN Nomor 138 Tahun 2017, TLN nomor 6084. Ps. 1.

Page 72: TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47133... · 2019-09-20 · TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG-UNDANG

61

mengembangkan, serta menyebarkan ajaran atau paham yang bertentangan

dengan Pancasila.

Mengenai mekanisme pembubaran ormas, dalam lampiran

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2017 tentang penetapan perppu Nomor

2 Tahun 2017 tentang ormas ini memuat dua macam sanksi yaitu sanksi

administratif dan pidana. Sanksi administratif sebagaimana dimaksud,

menurut perppu ini, terdiri atas: a. Peringatan tertulis; b. Penghentian

kegiatan; dan/atau c. Pencabutan surat keterangan terdaftar atau

pencabutan status badan hukum.

Dalam Pasal 62 disebutkan peringatan tertulis, dalam perppu ini

dijelaskan, diberikan hanya 1 (satu) kali dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari

kerja sejak tanggal diterbitkan peringatan. Dalam hal ormas tidak

mematuhi peringatan tertulis dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud,

menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum

dan hak asasi manusia sesuai dengan kewenangannya menjatuhkan sanksi

penghentian kegiatan.12

Pengaturan tersebut lebih mensederhanakan

urutan sanksi dan mempersingkat jangka waktu sanksi dibandingkan

dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013.

Apabila ormas tidak mematuhi sanksi penghentian kegiatan

sebagaimana dimaksud, maka menurut Pasal 62 ayat (2) lampiran Undang-

Undang Nomor 16 Tahun 2017 tentang penetapan perppu Nomor 2 Tahun

2017 tentang ormas menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan

di bidang hukum dan hak asasi manusia sesuai dengan kewenangannya

melakukan pencabutan surat keterangan terdaftar atau pencabutan status

badan hukum. Pencabutan status badan hukum ormas sebagaimana

dimaksud, menurut Pasal 80A, sekaligus dinyatakan bubar berdasarkan

Undang-Undang ini.13

12 Indonesia, Perppu tentang Organisasi Masyarakat, Ps. 62.

13 Indonesia, Perppu tentang Organisasi Masyarakat, Ps. 80 A.

Page 73: TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47133... · 2019-09-20 · TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG-UNDANG

62

Ketentuan pidana terdapat dalam Pasal 82 A bahwa setiap orang

yang menjadi anggota dan/atau pengurus ormas yang dengan sengaja dan

secara langsung atau tidak langsung melanggar ketentuan sebagaimana

dimaksud Pasal 59 ayat (3) huruf c dan huruf d, dipidana dengan penjara

pidana paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 1 (satu) tahun.14

Pelanggaran dalam pasal 59 ayat 3 huruf c dan d adalah: melakukan

tindakan kekerasan, mengganggu ketenteraman dan ketertiban umum, atau

merusak fasilitas umum dan fasilitas sosial; dan melakukan kegiatan yang

menjadi tugas dan wewenang penegak hukum sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan.15

Selain itu, setiap orang yang menjadi anggota dan/atau pengurus

ormas yang dengan sengaja dan secara langsung atau tidak langsung

melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud melanggar Pasal 59 ayat (3)

huruf a, dan huruf b, dan ayat (4), dipidana dengan pidana penjara seumur

hidup atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20

(dua puluh) tahun.16

Pelanggaran Pasal 59 ayat (3) huruf a, dan huruf b

adalah: melakukan tindakan permusuhan terhadap suku, agama, ras atau

golongan; melakukan penyalahgunaan, penistaan, atau penodaan terhadap

agama yang dianut di Indonesia.17

Ada beberapa substansi dalam aturan tersebut yang melahirkan

kontroversial di tengah masyarakat mengenai sanksi pidana dan proses

pembubaran ormas. Pasal 62 ayat 3 yang memberikan kewenangan penuh

kepada eksekutif untuk melakukan pencabutan badan hukum ormas, yang

di dalam Pasal 80 A ditegaskan sebagai pembubaran ormas. Ketentuan

tersebut sangat subyektif, sangat pasal karet, dan memberi kewenangan

14 Indonesia, Perppu tentang Organisasi Masyarakat, Ps. 82 A.

15 Indonesia, Perppu tentang Organisasi Masyarakat, Ps. 59 Ayat. 3.

16 Indonesia, Perppu tentang Organisasi Masyarakat, Ps. 82 A.

17 Indonesia, Perppu tentang Organisasi Masyarakat, Ps. 59 Ayat. 3.

Page 74: TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47133... · 2019-09-20 · TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG-UNDANG

63

mutlak kepada pemerintah memberikan tafsir, vonis hukum, serta

mencabut dan membubarkan tanpa ada mekanisme peradilan.

Wewenang pembubaran ormas yang tersentralistik dalam

kekuasaan eksekutif akan melahirkan Negara kekuasaan bukan Negara

hukum. Padahal dalam konsep Negara hukum, penyelenggaraan

kekuasaan pemerintahan tidak bersifat sentralistik. Negara hukum

(rechtsstaat) sendiri cirinya adalah adanya pembatasan kekuasaan Negara

(eksekutif).18

Pembatasan kekuasaan dalam penyelenggaraan kekuasaan Negara

mutlak diperlukan, karena apabila fungsi kekuasaan Negara terpusat dan

terkonsentrasi di tangan satu cabang kekuasaan, akan menimbulkan

kesewenang-wenangan.

Tabel perbedaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 dengan Undang-

Undang Nomor 16 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan.

Aspek

Tinjauan Undang-Undang

Nomor 17 Tahun

2013 tentang

Organisasi

Kemasyarakatan

Undang-Undang

Nomor 16 Tahun

2017 tentang

Organisasi

Kemasyarakatan

KETERANGAN

Asas Belum

menerapkan asas contrarius actus

Menerapkan

asas contrarius actus

asas yang

menyatakan badan atau

pejabat tata usaha negara yang

menerbitkan

keputusan tata usaha negara

dengan sendirinya juga berwenang

untuk membatalkannya.

18 Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, (Jakarta: PT. Rajagrafindo

Persada, 2010), h. 281.

Page 75: TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47133... · 2019-09-20 · TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG-UNDANG

64

Sanksi

Administratif

1. Peringatan

tertulis, 2. Penghentian

bantuan dan/atau

hibah,

3. Penghentian sementara kegiatan;

dan/atau,

pencabutan surat

keterangan terdaftar atau

pencabutan status badan hukum

pasal 61

1. Peringatan

tertulis, 2. Penghentian

kegiatan,

dan/atau,

3. Pencabutan surat keterangan terdaftar atau

pencabutan status

badan hukum.

(Pasal 61)

perubahan dalam

sanksi, di hapuskannya

penghentian

bantuan dan/ atau

hibah, serta hilanga kata “sementara”

dalam sanksi

penghentian

kegiatan.

Kuantitas, Jangka Waktu,

Mekanisme

Peringatan

Tertulis

1. Diberikan 3 (tiga) kali.

2. Masing-masing

peringatan dalam

jangka waktu maksimal 30 (tiga puluh) hari.

3. Berjenjang

dengan masing-

masing konsekwensi.

(Pasal 62)

1. Diberikan 1 (satu) kali.

2. Jangka waktu

peringatan hanya

dalam 7 (tujuh) hari kerja. (Pasal 62)

Terdapat perbedaan

mengenai

kuantitas yang di

persempit menjadi 1 (satu) kali dan waktu

yang disingkat

menjadi 7 (tujuh)

hari dalam baru.

Mekanisme Pembubaran

yang Berbadan Hukum

Melalui Putusan Pengadilan yang

telah berkekuatan hukum tetap

(incraht) pasal 68

Melalui pencabutan status

badan hukum oleh Menteri-Menteri

yang terkait (yang mengeluarkan surat keputusan

badan hukum). (Pasal 61)

Hilangnya proses pembubaran

yang berbadan hukum melalui

putusan pengadilan dalam baru.

Pihak yang

Memberikan Sanksi

1. Pemerintah

Pusat. 2. Pemerintah

Daerah.

1. Pemerintah

Pusat.

Kewenangan

bersifat sentralistik dalam

baru

Page 76: TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47133... · 2019-09-20 · TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG-UNDANG

65

B. Analisis Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2017 tentang penetapan

Perppu Nomor 2 Tahun 2017 tentang ormas ditinjau dari Teori Negara

Hukum.

Disahkanya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2017 pada 22

November 2017 sebagai bentuk pengesahan perppu Nomor 2 Tahun 2017

tentang ormas. Dalam Undang-undang Nomor 16 Tahun 2017 semua pasal

pada perppu Nomor 2 Tahun 2017 disahkan sebagaimana yang tercantum

dalam lampiran Undang-Undang tersebut.

Beberapa Pasal dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2017 tentang

penetapan perppu Nomor 2 Tahun 2017 yang apabila ditinjau dari teori

konsep Negara hukum tidak atau belom sesuai dengan konsep Negara hukum.

Pasal 61 dan Pasal 62 dalam aturan tesebut memungkinkan pemerintah secara

sepihak mencabut status badan hukum ormas tanpa didahului oleh

pemeriksaan di Pengadilan.

Peniadaan due process of law dalam pembubaran ormas tentunya akan

mengarahkan pemerintah kepada pemerintahan yang diktator. Hal ini

bertentangan dengan Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945 bahwa

Negara Indonesia adalah Negara Hukum. Salah satu ciri Negara hukum

adalah adanya ciri pembatasan kekuasaan dalam penyelenggaraan kekuasaan

Negara.19

Sebagaimana disebutkan oleh Julius Stahl, sebuah Negara dapat

disebut dengan Negara hukum harus mencakup empat elemen penting,

perlindungan hak asasi manusia, pembagian kekuasaan, pemerintahan

berdasarkan Undang-Undang, Peradilan Tata Usaha Negara.20

19 Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, h. 282.

20 Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, (Jakarta: Konstitusi

Press, 2004), h. 122.

Page 77: TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47133... · 2019-09-20 · TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG-UNDANG

66

Adapun A. V. Dicey juga menyebutkan tiga ciri penting “The Rule of

Law” yaitu Supremacy of Law, Equalitiy before the Law, Due Process of

Law.21

Karenanya ketentuan pembubaran ormas yang dimuat dalam Pasal 61

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2017 tentang penetapan perppu Nomor 2

Tahun 2017 merupakan sebuah langkah kemunduran. Karena dalam

pembubaran ormas tersebut menghilangkan due process of law, dan

pembagian kekuasaan, dimana eksekutif memonompoli semua mekanisme

dalam pembubaran sebuah ormas. Pengaturan tersebut tentu saja bertentangan

dengan konsep Negara hukum yang disebutkan oleh Stahl dan Dicey.

Pembatasan kekuasaan dalam penyelenggaraan kekuasaan Negara mutlak

diperlukan, karena apabila fungsi kekuasaan Negara terpusat dan

terkonsentrasi di tangan satu orang akan menimbulkan kesewenang-

wenangan dan berkecenderungan menindas hak-hak rakyat.

Lord Acton, seorang ahli sejarah Inggris, sebagaimana yang dikutip

Miriam Budiardjo menyebutkan “Manusia yang mempunyai kekuasaan

cenderung untuk menyalahgunakan kekuasaan itu, tetapi manusia yang

mempunyai kekuasaan absolut akan menyalahgunakan kekuasaannya secara

absolut. (power tends to corrupt, but absolute power corrupt absolutely).22

Ormas sebagai instrument penting yang berperan dalam demokrasi

dan sebagi wujud dari kebebasan berserikat, pembekuan dan pembubarannya

harus tetap diputuskan melalui mekanisme due process of law oleh

pengadilan yang independen. Proses hukum ini menjadi sangat penting

artinya, karena pembubaran yang dapat dilakukan oleh eksekutif secara

sendiri akan menimbulkan kesewenang-wenangan sebagaimana yang terjadi

dalam pemerintahan Orde Baru maupun Orde Lama.

21 Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia , h. 123.

22 Miriam Budiarjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama,

2008), h. 107.

Page 78: TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47133... · 2019-09-20 · TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG-UNDANG

67

Pemerintah juga dikhwatirkan akan dapat membekukan dan

membubarkan ormas tanpa disertai bukti, saksi, dan suatu keputusan yang

adil dan berimbang. Hal ini tentunya bertentangan dengan Pasal 28 E ayat 3

yang menyebutkan setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul,

dan mengeluarkan pendapat. Karenanya substansi dari aturan ormas yang

terbaru lebih bersifat sentralistik dan didominasi oleh lembaga eksekutif yang

merupakan proses pembuatan hukum yang berkarakter represif dan

ortodoks.23

Adanya mekanisme kontrol melalui gugatan ke Peradilan Tata Usaha

Negara tidak mencegah pemerintah untuk membubarkan ormas secara

sepihak sampai ada pengajuan gugatan ke Peradilan Tata Usahan Negara dan

putusan hakim tersebut telah berkekuatan hukum tetap. Karenanya sebelum

adanya putusan hakim yang berkekuatan hukum tetap maka surat keputusan

pemerintah tentang pembubaran ormas tersebut yang berlaku.

Konsekuensi hukumnya adalah semua kegiatan dan atribut ormas

tersebut dilarang sampai adanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum

tetap yang diperkirakan proses tersebut akan memakan waktu lama karena

pihak yang kalah akan menggunakan instrument banding, sampai dengan

kasasi. Penulis memperkirakan proses adjudikasi tersebut dapat memakan

waktu selama 1-2 tahun. Inilah yang akan menimbulkan kerugian

konstitutional bagi warga negara Indonesia yang berkumpul dalam ormas

tersebut karena tidak dapat menggunakan haknya sampai waktu tersebut.

Hal ini juga diperkuat dalam konsiderasi putusan MK 6-13-

20/PVIII/2010 yang menegaskan bahwa tindakan perampasan atau

pembatasan terhadap kebebasan sipil dalam bentuk pelarangan, yang

dilakukan secara absolut oleh pemerintah, tanpa melalui proses peradilan,

adalah tindakan Negara kekuasaan, bukan Negara hukum seperti Indonesia

sebagaimana yang ditegaskan dalam Pasal 1 ayat (3) D 1945 bahwa Negara

Indonesia adalah Negara hukum.

23 Mahfud MD, Politik Hukum di Indonesia, h. 26.

Page 79: TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47133... · 2019-09-20 · TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG-UNDANG

68

Dikatakan MK pula, tindakan pelarangan atau pembatasan terhadap

suatu kebebasan sipil, terutama tanpa melalui proses peradilan, merupakan

suatu eksekusi tanpa peradilan (extra judicial execution) yang sangat

ditentang dalam suatu Negara hukum yang menghendaki due process of law.

Due process of law seperti dipertimbangkan di atas, adalah penegakan hukum

melalui suatu sistem peradilan”.24

Merujuk pada konsiderasi hukum putusan Mahkamah Konstitusi No.

6-13-20/P-VIII/2010 di atas dapat diambil intisari bahwa tindakan

pembubaran atau pelarangan terhadap suatu kebebasan sipil, yang dilakukan

tanpa proses pengadilan dapat dikategorikan sebagai tindakan: (i) tindakan

Negara kekuasaan bukan Negara hukum; (ii) tindakan eksekusi tanpa

peradilan (extra judicial execution), bertentangan dengan prinsip Negara

hukum. Selain itu, Adanya peluang gugatan melalui Pengadilan Tata Usaha

Negara, mekanisme ini hanya akan menguji prosedur teknis semata, bahwa

pejabat tata usaha Negara telah bertindak berdasarkan apa yang diamanatkan

oleh peraturan perundang-undangan. Sehingga keliru jika asas contrarius

actus diimplementasikan dalam konteks pengujian terhadap tindakan

pembatasan kebebasan sipil.

Suatu asas yang baru diterapkan dalam Undang-Undang ormas ialah

asas contrarius actus menjadi alasan bagi pemerintah secara teoritik dalam

melakukan tindakan pencabutan surat keterangan atau status badan hukum

yang dimiliki oleh ormas yang dianggap melanggar. Hal ini justru

bertentangan dengan apa yang menjadi kajian dalam teori Administrasi

Negara. Terdapat 2 (dua) hal yang terhadapnya suatu keputusan (ketetapan)

yang menguntungkan dapat ditarik kembali sebagai sanksi25

:

24 Putusan Mahkamah Konstitusi 6-13-20/P-VIII/2010 tentang Pengujian Undang-undang

Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia dan Undnag-Undang Nomor

4/PNPS/1963 tentang Pengamanan Terhadap Barang-barang Cetakan yang Mengganggu

Ketertiban Umum., h. 7.

25 Pilipus M. Hadjon (et.al), Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Cetakan Ketiga,

(Gajah Mada University PRESS, Yogyakarta, 1994), h. 258-259.

Page 80: TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47133... · 2019-09-20 · TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG-UNDANG

69

1. Pihak yang berkepentingan tidak mematuhi pembatasan-

pembatasan, syarat-syarat, atau ketentuan peraturan perundang-

undangan, yang dikaitkan pada izin, subsidi, atau pembayaran.

2. Pihak yang berkepentingan pada waktu mengajukan permohonan

untuk mendapat izin, subsidi, atau pembayaran telah memberikan

data yang sedemikian tidak benar atau tidak lengkap, hingga

apabila data itu diberikan secara benar atau lengkap maka

keputusan akan berlainan.

Berdasarkan paramaeter yang diberikan di atas menunjukkan bahwa

penerapan asas contrarius actus dalam Undang-Undang ormas tidak dapat

dibenarkan dengan alasan bahwa pemerintah tidak dapat mencabut suatu

ketetapan apabila tidak dapat ditemukannya 2 alasan. Pertama, pelanggaran

terhadap pemabatasan-pembatasan yang berkaitan dengan izin, subsidi, atau

pembayaran saat diajukannya proses pembuatan badan hukum oleh ormas.

Kedua, apabila pemerintah tidak dapat menunjukkan bahwa saat diajukannya

izin, subsidi, atau pembayaran terhadap badan hukum yang didirikan oleh

ormas terdapat data yang sedemikian tidak benar atau tidak lengkap agar

dapat mempengaruhi keputusan pemerintah. Pemerintah dalam hal ini juga

wajib mempertimbangkan dan mengindahkan asas-asas pemerintahan yang

layak, adanya syarat pertimbangan kepentingan yang pantas (keseimbangan),

asas kecermatan (sebelumnya memberi kesempatan membela diri), dan asas

pemberian dasar (memberikan alasan-lasan yang tepat bagi penarikan

kembali). Arti dari asas kepastian hukum harus diperhitungkan dalam hal

penarikan tersebut.

Pada penjelasan Undang-Undang tentang organisasi kemasyarakatan

sebelumnya yaitu Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 Pasal 70 ayat (1)

menjelaskan bahwa pengajuan permohonan terhadap pembubaran ormas

kepada pengadilan tidak dapat diartikan sebagai perkara voluntair yang

diperiksa secara ex parte atau berdasarkan kepentingan salah satu pihak saja,

tetapi harus diperiksa secara bersamaan contentiusa, yaitu pihak yang

berkepentingan harus ditarik sebagai termohon untuk memenuhi asas

Page 81: TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47133... · 2019-09-20 · TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG-UNDANG

70

audietalteram partem. Berarti kedua belah pihak diberikan kesempatan yang

sama untuk menyampaikan segala sesuatu yang diperlukan dalam proses

peradilan. Asas tersebut menjamin apa yang di pertimbangkan oleh hakim di

dalam proses peradilan adalah bentuk dari salah suatu upaya agar

mendapatkan putusan yang objektif.

Pengahapusan proses peradilan di dalam Undang-Undang ormas juga

memiliki hubunagan erat dengan penerapan asas contrarius actus yang mana

pemerintah beranggapan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013

tentang Oraganisasi Kemasyarakatan belum menerapkan asas tersebut,

sehingga dalam proses pemberian sanksi kepada ormas tidak dapat berjalan

efektif karena harus melalui proses peradilan dalam pencabutan status badan

hukum yang dalam hal ini, adanya putusan pengadilan yang telah

memperoleh kekuatan hukum tetap mengenai pembubaran ormas berbadan

hukum26

. Maka dengan adanya asas tersebut pemerintah dapat mencabut

status badan hukum ormas tanpa harus melalui mekanisme peradilan.

Penegasan proses peradilan inilah yang menjadi permasalahan ketika

Negara dalam hal ini pemerintah (eksekutif), dapat dengan mudah

menyatakan ormas telah melanggar yang disebut sebagai mengancam

kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan

Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945.

Tidak adanya parameter yang jelas terhadap pelanggaran tersebut, dan tidak

dapat diukur secara objektif. Mekanisme pembubaran seperti yang di atur

oleh Undang-Undang ormas baru ini adalah bentuk pemberhangusan hak

kebebasan berserikat dengan memungkinkannya kesewenang-wenangan

masuk di dalamnya.

Karenanya untuk mencegah eksesif dari pemerintah maka

kewenangan untuk memeriksa, meneliti, mengadili, dan memutuskan

pemberian sanksi untuk dibekukan atau dibubarkannya sebuah harus berada

pada lembaga yudikatif bukan lembaga eksekutif. Seharusnya Undang-

26 Lihat Pasal 68 ayat (2) Undang-Undang Nomor 17 tahun 2013.

Page 82: TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47133... · 2019-09-20 · TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG-UNDANG

71

Undang Nomor 16 Tahun 2017 tentang penetapan perppu Nomor 2 Tahun

2017 tetap memuat mekanisme pembubaran ormas oleh Lembaga Peradilan

dalam hal ini Lembaga Peradilan dibawah Mahkamah Agung.

Untuk mengatasi masalah inefisiensi karena lamanya waktu yang

dibutuhkan dalam pembubaran sebuah ormas. Pemerintah dapat

mempersingkat tahapan pembubaran ormas seperti memberikan batasan

waktu kepada Lembaga Peradilan dalam memeriksa, mengadili, dan memutus

perkara pembubaran ormas. Apabila dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun

2013 disebutkan bahwa pengadilan diberi waktu 60 hari untuk memberikan

putusan, dalam sebuah dapat dipersingkat menjadi 30 hari.

Begitu juga apabila pihak ormas tidak puas terhadap Putusan

pengadilan judex facti dan mengajukan kasasi, perlu juga ada batasan kepada

Mahkamah Agung dalam memberikan putusan. Dalam Undang-Undang

Nomor 17 Tahun 2013 proses di MA tidak memiliki batasan, sehingga

menyebabkan perkara pembubaran ormas bisa berlarut-larut dan

menghabiskan waktu bertahun-tahun. Karena itu, dalam sebuah perlu adanya

batasan yang diberikan kepada Mahkamah Agung dalam memeriksa perkara

seperti 45 hari sehingga ada kepastian dari perkara tersebut.

Cara tersebut adalah lebih arif dan memberikan solusi terhadap

kekhawatiran pemerintah yang apabila pembubaran ormas melibatkan

lembaga peradilan akan memakan waktu lama. Mekanisme tersebut juga

merefleksikan sebuah Negara hukum yang tetap menganut prinsip due

process of law, tidak adanya monopoli kekuasaan dalam pembubaran ormas

karena tetap melibatkan kekusaan yudikatif dalam pembubaran sebuah ormas.

Alternatif kedua yaitu, wewenang pembubaran ormas dapat diberikan

kepada Mahkamah Konsitutsi. Undang-Undang Dasar 1945 memberikan

legitimasi terhadap hak untuk bebas berserikat dan berkumpul. Kebebasan

berserikat yang merupakan salah satu hak asasi manusia yang lahir dari

kecenderungan manusia untuk berorganisasi dan mengorganisir diri guna

memperjuangkan hak dan kepentingannya. Karena kebebasan berserikat

merupakan hak konstitusional warga Negara yang dijamin di dalam Undang-

Page 83: TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47133... · 2019-09-20 · TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG-UNDANG

72

Undang Dasar 1945 terhadap penyimpangan dari hak konstitusional warga

Negara. Mahkamah Konstitusi dapat memberikan putusan terhadap

penyimpangan tersebut, karena MK sebagai penafsir dan penjaga konstitusi

(the interpreter and the guardian of constitution).27

Tentu alternatif kedua ini, juga dapat diterapkan dalam pembubaran

ormas. Proses peradilan di Mahkamah Konstitusi lebih singkat dibandingkan

di Lembaga Peradilan di bawah Mahkamah Agung yang mempunyai upaya

hukum dari tingkat pertama, banding, kasasi, dan peninjauan kembali.

Sedangkan Mahkamah Konsitusi keputusannya bersifat final dan

mengikat, karenanya tidak akan ada lagi upaya hukum setelah keputusan

tersebut, dan para pihak harus taat dan patuh terhadap putusan tersebut. Hal

ini tentunya dapat menyelesaikan masalah yang selama ini dikhwatirkan oleh

Pemerintah dimana proses beracara diperadilan dapat memakan waktu yang lama.

Pemberian kewenangan pembubaran ormas kepada Mahkamah

Konstitusi karena Mahkamah Konstitusi memang dibentuk untuk menjamin

agar konstitusi sebagai hukum tertinggi dapat ditegakkan sebagaimana

mestinya.28

Tujuan diadakannya Mahkamah Konstitusi adalah untuk

mengawal sekaligus menjamin agar norma-norma konstitusi tidak disimpangi

dalam penyelenggaraan negara,29

termasuk norma yang menjamin kebebasan

berkumpul dan berserikat yang dimuat dalam Pasal 28 E ayat 3.

27 Manunggal K. Wardaya, “Perubahan Konstitusi Putusan Mahkamah Konstitusi (Telaah

Atas Putusan Nomor 138/P-VII/2009)”, Jurnal Konstitusi Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Volume 7, Nomor 2, April 2010, h. 9.

28 Jimly Asshiddiqie, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi,

(Jakarta: Sinar Grafika, 2012), h. 130.

29 Hamdan Zoelva, Mengawal Konstitusionalisme, (Jakarta: Konstitusi Press, 2016), h.

94.

Page 84: TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47133... · 2019-09-20 · TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG-UNDANG

73

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pada permasalahan yang telah dikemukakan diatas, maka

dapat saya berikan kesimpulan sebagai berikut :

1. Faktor yang melatarbelakangi digantinya Undang-Undang Nomor

17 Tahun 2013 dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2017

tentang Organisasi Kemasyarakatan yaitu: Pertama, adanya keadaan

yaitu kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum

secara cepat berdasarkan Undang-Undang, karena apabila ajaran

atau paham yang bertentangan dengan Pancasila tersebut tidak

dicegah sejak dini dikhawatirkan ajaran tersebut semakin menyebar

dan diikuti oleh banyak orang sehingga akan mengancam Ideologi

bangsa dan Kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Kedua, ada Undang-Undang tetapi tidak memadai, seperti yang kita

ketahui bersama bahwa Pengaturan mengenai ormas memang sudah

di atur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang

Organisasi Kemasyarakatan, namun ketentuan tersebut sudah tidak

lagi memadai dan tidak dapat menjawab kebutuhan hukum yang ada

karena penjelasan mengenai ormas yang menyebarkan

paham/ideologi terbatas hanya pada atheisme, komunisme,

marxisme/leninisme, padahal dalam perkembangannya masih

banyak paham lain yang bertentangan dengan Pancasila selain

paham-paham tersebut di atas, kemudian tidak tersedianya asas

contrarius actus dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013

menjadikan pemerintah tidak dapat bertindak cepat dan tegas untuk

menertibkan ormas yang menyebarkan ideologi yang bertentangan

dengan Pancasila. Ketiga, kekosongan hukum tersebut tidak dapat

diatasi dengan cara membuat Undang-Undang secara prosedur

Page 85: TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47133... · 2019-09-20 · TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG-UNDANG

74

biasa karena membutuhkan waktu yang lama sedangkan keadaan

mendesak tersebut perlu segera diselesaikan sehingga apabila

menunggu revisi terhadap Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013

tentunya akan membutuhkan waktu yang lama padahal kehadiran

ormas yang menyebarkan ideologi selain Pancasila tersebut

mendesak untuk segera ditindak tegas.

2. Kelebihan dari Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2017 tentang

Organisasi Kemasyarakatan ini adalah perluasan pendefinisian dan

larangan serta sanksi terhadap ormas yang bertentangan dengan

dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 untuk

membedakan sekaligus melindungi ormas yang mematuhi dan

konsisten dengan asas dan tujuan ormas berdasarkan Pancasila dan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan

ormas yang asas dan kegiatannya nyata-nyata bertentangan dengan

Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945. Undang-Undang ini tetah memisahkan kedua golongan

ormas tersebut dan disertai dengan jenis sanksi dan penerapannya

yang bersifat luar biasa. Sedangkan kekurangan dari Undang-

Undang Nomor 16 Tahun 2017 ini adalah hilangnya mekanisme

peradilan yang dianggap bisa menimbulkan kesewenang-wenangan

pemerintah untuk membubarkan ormas yang dirasa bertentangan

dengan pemerintah tanpa adanya putusan pengadilan terlebih

dahulu.

3. Cara untuk melengkapi kekurangan yang terdapat dalam Undang-

Undang Nomor 16 Tahun 2017 menurut konsep Negara hukum di

Indonesia yaitu dengan cara tetap menggunakan proses peradilan

dalam proses pembubaran ormas. Sedangkan untuk mengatasi

permasalah tentang inefesiensi dalam proses peradilan karna

lamanya waktu yang dibutuhkan dalam proses pembubaran ormas,

maka pemerintah dapat memberikan batasan waktu kepada

Page 86: TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47133... · 2019-09-20 · TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG-UNDANG

75

Lembaga peradilan dalam memeriksa, mengadili, dan memutus

perkara pembubaran ormas tersebut.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas penulis memberikan saran kepada

pemerintah sebagi berikut :

Agar pembekuan dan pembubaran ormas sesuai dengan prinsip

Negara hukum dan demokrasi, serta tetap terjaminnya kebebasan berserikat di

Indonesia, maka Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2017 tentang Penetapan

perppu Nomor 2 Tahun 2017 harus dilakukan beberapa perubahan materi

yang terdapat dalam perppu tersebut. Mekanisme pembubaran di dalam

perppu tersebut harus tetap memuat due process of law untuk menghindari

adanya kesewenang-wenangan pemerintah.

Kewenangan dalam pembubaran ormas dapat diberikan kepada

Mahkamah Agung maupun Mahkamah Konstitusi sebagai penafsir dan

penjaga konstitusi (the interpreter and the guardian of constitution),

Mahkamah Konstitusi dapat memberikan keputusan terhadap

penyimpangan terhadap hak kebebasan berserikat yang diatur dalam

Undang-Undang Dasar 1945.

Untuk mengatasi masalah inefisiensi karena lamanya waktu yang

dibutuhkan dalam pembubaran sebuah ormas. Pemerintah dapat

mempersingkat tahapan pembubaran ormas seperti memberikan batasan

waktu kepada Lembaga Peradilan dalam memeriksa, mengadili, dan

memutus perkara pembubaran ormas. Apabila dalam Undang-Undang

Nomor 17 Tahun 2013 proses di Mahkamah Agung tidak memiliki

batasan, sehingga menyebabkan perkara pembubaran ormas bisa berlarut-

larut dan menghabiskan waktu bertahun-tahun. Maka di dalam perppu

tersebut dapat diberikan waktu kepada Mahkamah Agung maupun

Mahkamah Konsitusi dalam memeriksa perkara selama 45 hari sehigga

ada kepastian dari perkara tersebut.

Page 87: TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47133... · 2019-09-20 · TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG-UNDANG

76

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Alim, Muhamad. Demokrasi dan Hak Asasi Manusia dalam Konstitusi Madinah dan UUD 1945. Yogyakarta: UII Press, 2001.

Aripin, Fahmi Muhammad Ahmadi dan Djaenal. Metode Penelitian Hukum. Tanggerang Selatan: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2010.

Asikin, Amiruddin dan H. Zainal. Pengantar Metode Penelitian Hukum. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004.

Asshiddiqie, Jimly. Hukum Tata Negara dan Pilar-Pilar Demokrasi. Jakarta:

Sinar Grafika, 2012.

______. Kemerdekaan Berserikat Pembubaran Partai Politik dan Mahkamah

Konstitusi. Jakarta: Konstitusi Press, 2006.

______. Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia. Jakarta: Konstitusi Press,

2004.

______. Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada,

2010.

______. Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi.

Jakarta: Sinar Grafika, 2012.

Budiarjo, Miriam. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka

Utama, 2008.

Farida, Maria. Ilmu Perundang Undangan Dasar-Dasar dan Pembentukannya.

Yogyakarta: Kanisius, 1998.

Ghoffar, Abdul. Perbandingan Kekuasaan Presiden Indonesia Setelah Perubahan

UUD 1945 dengan Delapan Negara Maju. Jakarta: Kencana, 2009.

Giyanto, Sugiyanto dan Bambang. Hukum Administrasi Negara. Jakarta:

Lembaga Administrasi Negara, 2008.

Hamidi, Jazim. Teori Hukum Tata Negara. Jakarta: Salemba Humanika, 2012.

Harahap, Krisna. Konstitusi Republik Indonesia Menuju Perubahan Ke 5.

Bandung: Grafitri, 2004.

Locke, John. Two Treatises of Government. London: Everyman, 1993.

Page 88: TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47133... · 2019-09-20 · TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG-UNDANG

77

Marzuki, Peter Mahmud. Penelitian Hukum. Surabaya: Prenada Media Group, 2016.

MD, Mahfud. Dasar dan Struktur Ketatanegaraan Indonesia. Yogyakarta: UII Pres, 1983.

______. Politik Hukum di Indonesia. Jakarta: LP3ES, 1998.

Moh. Kusnadi, dan Bintang R. Saragih. Ilmu Negara. Jakarta: Radar Jaya

Pratama, 2000.

Muntoha. Negara Hukum Indonesia Pasca Perubahan UUD 1945. Yogyakarta:

Kaukaba, 2013.

Qamar, Nurul. Negara Hukum Atau Negara Undang-Undang. Makassar: Pustaka Refleksi, 2010.

Sabine, George H. A History of Political Theory. New York: Rinehart and Winston, 1961.

Satya Arinanto, et al., ed. Hukum Hak Asasi Manusia. Yogyakarta: UII, 2008.

Sugiyono. Metode Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif. Bandung: Alfabeta, 2004.

Sopyan, Yayan. Pengantar Metode Penelitian. Tanggerang Selatan: Fakultas

Syariah dan Hukum UIN Jakarta, 2010.

Winayanti, Nia Kania. Dasar Hukum Pendirian dan Pembubaran Ormas.

Yogyakarta: Pustaka Yustisia, 2011.

Zoelva, Hamdan. Mengawal Konstitusionalisme. Jakarta: Konstitusi Press, 2016.

B. Undang-Undang dan Putusan Hakim

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1985 Tentang Organisasi Masyarakat

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Organisasi Masyarakat;

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2017 Tentang Organisasi Kemasyarakatan;

Putusan MK Nomor 39/P-XV/2017

Putusan MK Nomor 6-13-20/P-VIII/2010

Page 89: TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47133... · 2019-09-20 · TINJAUAN YURIDIS PEMBUBARAN ORMAS DALAM UNDANG-UNDANG

78

C. Jurnal dan Kajian Hukum

Arwanto, Bambang. “Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Akibat Tindakan Faktual

Pemerintah.” Yuridika Vol. 31 No.3, 2016: 367.

Maggalatung, Andi Salman. “Hubungan Antara Fakta, Norma, Moral, dan

Doktrin Hukum Dalam Pertimbangan Putusan Hakim.” Cita Hukum, Vol. 1. No. 2, 2014: 186.

Mursitama, Tirta Nugraha. Pengkajian Hukum tentang Peran dan Tanggung Jawab Organisasi Kemasyarakatan Dalam Pemberdayaan Masyarakat. Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Sistem Hukum Nasional

BPHN, 2011.

Rusli, Hardijan. “Metode Penelitian Hukum Normatif.” Law Review Fakultas

Hukum Universitas Pelita Harapan. Vol. 5. No. 3., 2006: 41.

Sayuti. “Konsep Rechsstaat Dalam Negara Hukum Indonesia.” Nalar Fiqh, Vol.

4. No. 2, 2011: 81.

Soemarsono, Maleha. “Negara Hukum Indonesia Ditinjau Dari Sudut Teori

Tujuan Negara.” Hukum dan Pembagunan, Vol. 37. No. 2, April-Juni 2007: 301-302.

Sonata, Depri Liber. “Metode Penelitian Hukum Normatif dan Empiris: Karakterirtik Khalas Dari Metode Meneliti Hukum.” Fiat Justisia Ilmu Hukum. Vol. 8. No. 1, 2014: 28.

Sudjito. Membaca “Kepentingan Politik” di Balik Perppu Ormas dan Implikasi

Sosilogisnya Pada Masyarkat. Jakarta: FH UII, 2017.

Wardaya, Manunggal K. “Perubahan Konstitusi Putusan Mahkamah Konstitusi.”

Jurnal Konstitusi Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Volume 7, No 2, , 2010: 9.

D. Internet

Detik.com

Hukumonline.com

MediaIndonesia.com

Kompas.com

Selasar.com

Seword.com

Tempo.com