aspek pemasaran.ppt

33
Arif Nuryawan Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara 2009

Upload: horas-sjuntak

Post on 21-Feb-2016

51 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Aspek Pemasaran.ppt

Arif NuryawanDepartemen Kehutanan

Fakultas PertanianUniversitas Sumatera Utara

2009

Page 2: Aspek Pemasaran.ppt

Definisi pemasaranSuatu kegiatan yang mengusahakan agar produk yang dipasarkannya itu dapat diterima dan disenangi oleh pasar

Page 3: Aspek Pemasaran.ppt

Jenis/ Macam PAsar Pasar Konsumen

perlengkapan rumah tangga, ex. lemari, furniture/ meubeler

Pasar Industrial bahan baku/raw materials, bhn pembantu ex. Log/ kayu bulat, perekat

Pasar Pemerintah untuk keperluan pemerintah, lewat tender ex. Bangku, lemari, dsb

Pasar Internasional pasar di luar negeri ex. Barang-barang kerajinan

Page 4: Aspek Pemasaran.ppt

Hasil Hutan

HASIL HUTAN KAYU HASIL HUTAN NON KAYU

Kayu gergajian Kayu lapis

(plywood)

Ciri-ciri :1. Beragam jenis produk & bentuk

fisiknya2. Hasil per-ha sangat kecil kecuali

monokultur & biasanya sulit diketahui secara pasti

3. Pemungutannya secara musiman/ sambilan

4. Nilainya kadang lebih tinggi dibanding kayunya

5. Cara pemungutannya masih tradisional

6. Menyerap tenaga kerja & tidak perlu modal banyak

7. Proses pengolahannya beragam

Page 5: Aspek Pemasaran.ppt

Kayu Gergajian vs kayu Lapis Keduanya merupakan produk kehutanan yang

menghasilkan devisa non migas bagi negara Sejak tahun 1980-an pemerintah lebih

mengutamakan industri kayu lapis sehingga industri kayu lapis lebih berkembang

Industri kayu lapis :- bahan baku langka- hambatan perdagangan, ada produsen baru ( China & Malaysia)- hambatan perdagangan (trade barrier) yg secara bertahap akan dihapus (tahun 2020 APEC)

Page 6: Aspek Pemasaran.ppt

Trend in the future

Penggergajian

Industri Kayu Lapis

Kesulian bahan baku kayu berkualitas

tinggi & berdiameter besar

INDUSTRI PERKAYUAN Diversifikasi

bahan baku

memanfaatkan kayu dari pohon

berdiameter kecil & limbah penanaman, seperti hasil

penjarangan & pemangkasan

PRODUK KAYU MAJEMUK (COMPOSITE WOOD)

Papan partikel Papan serat Papan wafer Flake board Oriented Strand Board Comply

Page 7: Aspek Pemasaran.ppt

HHNK

Page 8: Aspek Pemasaran.ppt

ALUR PIKIR MATERI KULIAH

1. BEBERAPA PENGERTIAN

2. TIPOLOGI PENGUSAHAAN HHBK

3. ASPEK SOSIAL-POLITIK DALAM KOMERSIALISASI HHBK

4. PERTIMBANGAN EKONOMI DALAM PENGUSAHAAN HHBK

5. ISU MANAJEMEN DALAM KOMERSIALISASI HHBK

6. ASPEK EKOLOGI KOMERSIALISASI HHBK

Page 9: Aspek Pemasaran.ppt

BEBERAPA PENGERTIAN

Komersial = Bernilai/manfaat ekonomisKomersialisasi = Memberikan nilai/manfaat ekonomis

Nilai HHBK = Nilai tukar (value in exchange) Nilai manfaat (value in use) Nilai alternatif (opportunity value) Nilai tak terukur (external value)

Mengukur Nilai = Harga pasar (market price) Biaya alternatif (alternative cost) Biaya upah (labor cost) Nilai peluang yang hilang (opportunity cost)

Page 10: Aspek Pemasaran.ppt

BEBERAPA PENGERTIAN

Hasil Hutan Bukan Kayu :

Hasil Hutan Ikutan (Minor Forest Products) Non Wood Forest Products Non Timber Forest Products

Ciri/Karakteristik HHBK:

Teknologi pemungutan/pemanenan sederhana Dipungut/dipanen umumnya oleh masyarakat (bukan

industri) Skala produksi relatif terbatas

Page 11: Aspek Pemasaran.ppt

No. Kategori Contoh jenis produk1 Bahan pangan kacang-kacangan (makadamia, kenari, almond); buah-buahan

(durian, sukun); jamur pangan; sayuran (rebung bambu); pati (sagu); sarang burung; minyak nabati (minyak tengkawang); bahan pemanis (gula aren)

2 Rempah-rempahan pala, kulit kayu manis, kapulaga3 Minyak dari tanaman

industriminyak kayu putih, minyak kemiri, akar wangi

4 Getah/Gum Getah jelutung5 Pewarna alami Gambir6 Oleoresins gondorukem, kopal, damar, kemenyan, jernang rotan7 Serat dan kapas bambu, rotan, ijuk aren, kulit gewang8 Tanin kulit Acacia9 Lateks karet alam, getah perca, getah jelutung10 Produk insekta madu, lilin lebah, lak, sutera alam11 Kayu wangi cendana, gaharu12 Minyak atsiri minyak cendana, 13 Insektisida mindi14 Tanaman obat Pasak bumi, jernang, jamur (Ganoderma)15 Tanaman hias anggrek16 Produk hewani kulit buaya, ikan hias17 Lain-lain Jasa hutan, ekoturisme

Beberapa Kategori Hasil Hutan Bukan Kayu :

Page 12: Aspek Pemasaran.ppt

1 Rattan (all forms)2 Cassia vera (Cinnamomum burmanii)3 Jelutong (Dyera costulata)4 Pine resin (Pinus merkusii)5 Illepe nuts (Shorea spp.)6 Charcoal (various)7 Other resins (various)8 Copal resin (Agathis dammara)9 Damar oleoresin (Dipterocarpus spp.)

10 Illepe oil11 Aren fibres (palm leaves)/ Arenga spp.12 Gum damar (Dipterocarpus spp.)13 Gum turpentine (Pinus merkusii)14 Gaharu wood (Aquilaria spp.)

15 Akar wangi oil (Andropogon zizanioides root)

16 Sandalwood oil (Santalum album)

17 Shellac, seed lac (product of Laccifer lacca)

DATA EKSPOR HHBK INDONESIA

Page 13: Aspek Pemasaran.ppt

18 Gambir (Uncaria gambir)19 Kemiri seeds (shelled)/ Aleurites moluccana20 Reptile skins (various)21 Edible bird's nests (product of Callocalia spp.)22 Genetri (seeds)/ Elaeocarpus genitrus23 Other gums and balsams (various)24 Sandalwood (Santalum album)25 Gutta percha (Palaquium spp.)26 Bird's feathers (various)27 Bamboo (various)28 Kemiri seeds (in shell)/ Aleurites moluccana29 Dragon's blood (rattan resin)/ Daemonorops spp.30 Gum benzoin (Styrax benzoin)31 Buah asam (unknown species wild fruit)32 Honey (product of primarily Apis spp.)

33 Camphor (Cinnamomum camphora and Dryobalanops aromatica)

DATA EKSPOR HHBK INDONESIA Source : De Beer, J. H. and McDermott, M. J. 1996. The Economic Value of Non-Timber Forest Products in Southeast Asia. IUCN. Amsterdam

Page 14: Aspek Pemasaran.ppt

TIPOLOGI PENGUSAHAAN HHBK

Kupu-kupu (Sulawesi)

Rotan (Kalbar)Kupu-kupu (Irja)

Tengkawang

Cendana

Kemenyan

Rotan (Kaltim)

Gaharu

Damar

Gula ArenBamboo

Madu

Forest dependant

Cultivated

Main inco

mePositive

Negative

Neutral

Strong

Remote

Closed m

arket

Free marke

tDeve

loped

WeakFinish

ed

Additional in

come

Raw

Page 15: Aspek Pemasaran.ppt

TIPOLOGI PENGUSAHAAN HHBK

Coping Strategy: Subsisten HHBK sumber ‘cash income’ utama Tingkat pendapatan masyarakat rendah Lokasi terpencil (remote), infrastruktur rendah, SDH

melimpah HHBK dipungut dari hutan negara tapi lebih bersifat ‘open

access’ Investasi terhadap budidaya HHBK rendah Pemungutan HHBK lebih bersifat ‘extensive’ Pada banyak kasus sumber daya HHBK menurun karena

pemanenan yang cenderung berlebihan (over exploitation)

Page 16: Aspek Pemasaran.ppt

TIPOLOGI PENGUSAHAAN HHBK

Diversified Strategy: HHBK menjadi sumber pendapatan tambahan (sumber

pendapatan utama adalah kegiatan usaha tani atau di luar usaha tani/off-farm)

HHBK bisa berasal dari areal budidaya atau pemungutan di hutan alam

Pada model budidaya, status lahan biasanya lebih jelas (managed forest) dibanding model Coping Strategy

Peran HHBK lebih sebagai buffer (diperlukan pada saat-saat tertentu, misal pada saat paceklik)

Produksi HHBK dilakukan pada saat kegiatan usaha tani utama rendah

Page 17: Aspek Pemasaran.ppt

TIPOLOGI PENGUSAHAAN HHBK

Specialized Strategy:

Kontribusi cash income dari HHBK dominan (>50%) Pada umumnya tingkat pendapatan lebih tinggi dari dua

model lainnya (coping and diversified strategy) Komoditi HHBK umumnya yang sudah memiliki pasar

yang cukup luas (international) Intensitas manajemen dalam budidaya HHBK relatif tinggi Produsennya relatif banyak (karena usaha ini cukup

atraktif secara ekonomi) Produktivitas dan pasar umumnya relatif stabil

Page 18: Aspek Pemasaran.ppt

ASPEK SOSPOL DALAM PENGUSAHAAN HHBK

Kepemilikan lahan dan sumber daya: Klasifikasi kepemilikan lahan (land tenure):

o Kawasan hutan negara (state forest)o Hutan milik (private forest)o Hutan masyarakat (community forest)o Kawasan bebas (open access)

Klasifikasi kepemilikan terhadap sumber daya (resource tenure):o Hak untuk menggunakan (right to use)o Hak untuk memperjualbelikan (right to transfer)o Hak pengelolaan khusus (exclusion/right to manage)o Hak yang dilindungi dengan seperangkat peraturan

(enforcement)

Page 19: Aspek Pemasaran.ppt

ASPEK SOSPOL DALAM PENGUSAHAAN HHBK

Kepemilikan lahan dan sumber daya: Pada umumnya kepastian kepemilikan kawasan akan

mendorong komersialisasi HHBK, namun hal tersebut tidak selalu menjadi jaminan kelestarian SD.

Komersialisasi HHBK bisa menyebabkan perubahan sistem pemanfaatan sumber daya dan sangat tergantung kepada faktor dan keeratan budaya masyarakat setempat.

Komersialisasi bisa mendorong perambahan kawasan (status kawasan hutan negara menjadi ladang-ladang dengan budidaya yang lebih intensif /managed forest, seperti pada contoh kasus rotan di Kaltim, kayu manis di Jambi)

Komersialisasi bisa mendorong status SD menjadi open access (contoh gaharu).

Page 20: Aspek Pemasaran.ppt

ASPEK SOSPOL DALAM PENGUSAHAAN HHBK

Gender:

Kaum wanita banyak terlibat di dalam pemanenan, pegolahan dan pemasaran HHBK.

Curahan tenaga kerja antara kaum pria dan wanita dalam sistem produksi dan pemasaran HHBK umumnya terbagi dengan jelas, walaupun pola nya sulit untuk digeneralisasi.

Kaum wanita umumnya memiliki kontrol yang lemah terhadap pendapatan (income) yang diperoleh dari komersialisasi HHBK. Peningkatan komersialisasi HHBK dengan demikian tidak selalu memberikan manfaat langsung kepada kaum wanita.

Pada beberapa kasus peranan kaum wanita digantikan oleh pria apabila terjadi introduksi teknologi yang mampu mengurangi curahan tenaga kerja.

Proyek pemberdayaan yang lebih memfokuskan kepada kaum wanita mungkin dapat memberikan pengaruh positif terhadap peningkatan peran politik dan ekonomi kaum wanita dalam pemanfaatan HHBK.

Page 21: Aspek Pemasaran.ppt

PERTIMBANGAN EKONOMI DALAM PENGUSAHAAN HHBK

Berbagai studi tentang penilaian potensi HHBK untuk komersialisasi bersifat tidak konsisten dan tidak menyeluruh karena perbedaan di dalam metoda pengukuran dan persepsi terhadap “nilai” serta pada umumnya plot pengukuran kurang mewakili atau kurang representatif.

Keuntungan dari kegiatan pemungutan dan pemasaran HHBK sangat tergantung kepada berbagai faktor, seperti biaya upah, kekhususan peralatan dan teknologi yang diperlukan, biaya promosi dan transportasi, dan pada umumnya tidak dihitung dalam analisa biaya.

Kedekatan (lokasi) terhadap pasar merupakan faktor yang paling penting yang menentukan tingkat keuntungan pengusahaan HHBK. Hal ini juga berarti merupakan faktor kendala utama yang menentukan peluang komersialisasi HHBK.

Studi penilaian yang didasarkan kepada tingkat pendapatan yang diperoleh oleh pelaku usaha menunjukkan bahwa pengusahaan HHBK sangat penting (significant) di daerah tropis bagi tingkat keluarga, kelompok masyarakat maupun nasional.

Potensi dan kontribusi HHBK terhadap kesejahteraan keluarga/masyarakat dan peluang komersialisasinya

Page 22: Aspek Pemasaran.ppt

PERTIMBANGAN EKONOMI DALAM PENGUSAHAAN HHBK

Dalam pengusahaan HHBK, istilah permintaan dan penawaran sering berbeda dengan pemahaman para ekonom. Permintaan sering berarti jumlah yang digunakan oleh masyarakat, baik untuk kebutuhan subsisten maupun komersil. Penawaran bisa juga berarti stok SD yang ada di hutan.

Peningkatan nilai/harga HHBK bisa menimbulkan berbagai konsekwensi ekologis, termasuk pengurasan sumber daya, perubahan keanekaragaman hayati (bisa positif atau negatif), perubahan kualitas sumber daya, namun kecil kemungkinan menyebabkan kepunahan.

Pengurangan sumber daya HHBK karena komersialisai dapat menimbulkan respon yang berbeda-beda, diantaranya merangsang timbulnya upaya budidaya (dalam bentuk manajemen hutan sekunder atau budidaya intensif) dan perluasan wilayah pemungutan

Kondisi pasar yang tidak sempurna menyulitkan di dalam pemodelan hubungan antara harga dengan sumber daya.

Komersialisasi dan kelestarian sumber daya

Page 23: Aspek Pemasaran.ppt

PERTIMBANGAN EKONOMI DALAM PENGUSAHAAN HHBK

Jaringan pemasaran (tataniaga) HHBK pada umumnya melibatkan banyak pelaku sejak produsen, pedagang perantara dan eksportir.

Dalam banyak kasus, pedagang perantara juga berfungsi sebagai penyandang dana bagi produsen HHBK serta mempunyai kontrol yang kuat terhadap produsen, yang umumnya tetap berada di dalam belitan kemiskinan.

Produsen sering berada pada titik terlemah dalam penguasaan jaringan transport dan informasi pasar sehingga terjadi eksploitasi pedagang perantara terhadap produsen.

Namun demikian, pedagang perantara tidak selalu dalam posisi sebagai pengambil keuntungan terbesar karena berbagai resiko biaya yang harus mereka tanggung (biaya penyusutan, pengolahan, penyimpanan serta resiko kerugian lainnya).

Upaya pemerintah dalam menanggulangi eksploitasi produsen oleh pedagang perantara sering digagalkan oleh rumitnya birokrasi, penetapan harga yang tidak sesuai serta penyimpangan oknum petugas.

Jaringan pemasaran

Page 24: Aspek Pemasaran.ppt

Rantai tataniaga rotan di Kutai, Kalimantan Timur

Industri pengolahanrotan 1/2 jadi

Industri pengolahanrotan barang jadi

Pedagang pengecer

Eksportir

Konsumen dalam negeri

Pedagang pengumpulrotan asalan (tingkat desa )

Pedagang pengumpul /Pengolah rotan W&S

Petani /

Pedagang pengumpulantar pulau

Pengrajin rotan /industri rumah tangga

Konsumen luar negeri

Industri pengolahanrotan 1/2 jadi

Industri pengolahanrotan barang jadi

EksportirEksportir

Konsumen dalam negeri

Pedagang pengumpulrotan asalan ( )

Pedagang pengumpulrotan asalan ( )

/Pengolah rotan W&S

/Pengolah rotan W&S

Petani/PemungutPetani/

Pedagang pengumpulantar pulau

Pedagang pengumpulantar pulau

Pengrajin rotan /industri rumah tangga

Pengrajin rotan /industri rumah tangga

Konsumen luar negeriKonsumen luar negeri

Bentuk Harga

Asalan Rp 300/kg

W&S Rp 1.250/kg

Kulit rotan Rp 2.700/kgHati rotan Rp 3.800/kgAnyaman kulit rotan Rp 8.000/m2Anyaman hati rotan Rp 3.800/kg

(Haury, 1996)

Page 25: Aspek Pemasaran.ppt

Margin dan nilai tambah perdagangan rotan sega dari Kalimantan Timur (Haury, 1996)

AktivitasProduk Nilai tambah

No. Lokasi Tahap pengolahan

Pelaku usaha Hasil Jumlah Harga(Rp/kg)

Jumlah Nilai tambah berdasarkan tahap pengolahan

Akumulasi nilai tambah

1 Kebun rotan

Pengumpulan/pemanenan dan pengangkutan ke desa

Pengumpul dan petani rotan

Rotan asalan (basah, dengan kadar air 90-100%)

50 kg 300 15.000 - -

2 Desa, sungai Mahakam

Pengolahan I (pencucian, pengeringan dan pengasapan) dan pengangkutan ke Samarinda

Pedagang pengumpul (tingkat desa) dan jasa pengangkutan

Rotan mentah (W&S), kadar air 25-40%

25 kg 1.250 30.000 2 2

3 Samarinda, laut Jawa

Pengolahan II (pengasapan, pengeringan, pembelahan) dan pengangkutan ke Surabaya

Pedagang pengumpul, pabrik pengolah (skala kecil), jasa pengangkutan

Rotan 1/2 jadi: kulit rotanhati rotan

10,5 kg7,5 kg

2.7003.800

56.850 1,9 3,8

4 Jawa (Surabaya)

Pengolahan III (anyaman), pengangkutan ke Cirebon

Pabrik pengolah (skala menengah dan besar)

Rotan 1/2 jadi: anyaman kulit rotananyaman hati rotan

17,5 m2

7,8 kg

8.000/m2

3.800/kg

140.500

28.500168.000

2,95 11,2

5 Jawa (Surabaya, Cirebon, Jabotabek)

Pengolahan akhir

Industri mebel Mebel rotan ……….. ………. ………… (1,4 - 1,6) (15,6 - 18)

Page 26: Aspek Pemasaran.ppt

ASPEK MANAJEMEN DALAM PENGUSAHAAN HHBK

Dalam konteks manajemen HHBK, masih dijumpai kekaburan antara: manajemen intensif (intensive management) dengan budidaya (cultivation), hutan alam dan hutan yang dikelola, ekstraktif dan agroforestry, dsb.

Pemanenan HHBK telah cukup lama dilakukan di Indonesia (hutan negara atau lahan milik), namun jarang sekali manajemen yang secara khusus diterapkan untuk mengelola SD ini.

Beberapa contoh yang ada adalah penekanan campur tangan pemerintah pada beberapa aspek tertentu dalam manajemen (contoh pemberlakuan kebijakan ekspor rotan, kebijakan pengusahaan cendana di NTT).

Page 27: Aspek Pemasaran.ppt

ASPEK MANAJEMEN DALAM PENGUSAHAAN HHBK

Sistem manajemen yang sudah relatif lama diterapkan adalah manajemen tradisional, hanya saja pada umumnya tidak/belum terdokumentasi. Contoh: repong damar, kebun kemenyan, kebun rotan.

Intensitas manajemen tradisional sangat bervariasi dan dipengaruhi berbagai faktor (geografis, pasar, budaya, dsb.).

Di dalam manajemen tradisional, sistem manajemen HHBK merupakan bagian dari manajemen pengelolaan lahan secara keseluruhan atau seluruh kegiatan pengusahaan HHBK.

Page 28: Aspek Pemasaran.ppt

Kebijakan perdagangan rotan dan pengaruhnya terhadap ekspor rotan di Indonesia

Indonesian export figures for rattan (1970 - 1999)

0

20,000

40,000

60,000

80,000

100,000

120,000

140,000

160,000

70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 Year

Tones

Raw rattan, asalan Raw rattan, non asalan Semi finished rattanFinished rattan All kind of rattans

• SK. Mendagkop No. 492/Kp/VII/79, tgl 23 Juli 1979: Larangan ekspor rotan asalan• SK. Mendag No. 274/Kp/X/86, tgl 7 Oktober 1986: Larangan ekspor seluruh jenis rotan mentah &

rencana larangan ekspor rotan ½ jadi mulai 1 Januari 1989.• SK. Mendag No. 190/Kp/VI/88, tgl 30 Juni 1988 : Larangan ekspor rotan ½ jadi mulai 1 Juli 1988• SK. Menkeu No. 534/KMK.013/1992, tgl 27 Mei 1992 dan SK. Menkeu No. 554/KMK.01/1997 :

Pemberlakuan pajak ekspor rotan mentah dan ½ jadi (prohibitive tax/USD 10-15/kg)• 1997/8: Resesi ekonomi di Indonesia, kegiatan ekspor-impor menurun• SK. Menkeu N0.107/KMK.017/1999 dan SK. Menkeu No. 567/KMK.017/1999: Pajak ekspor

ditetapkan berdasarkan ad valorem (prosentase X HPE); PE = 30% sd. 10%.

Page 29: Aspek Pemasaran.ppt

1 Semua tanaman yang berasal dari regenerasi alam dimiliki oleh Pemda. Siapa saja boleh menanam cendana dan berhak memperoleh 15% dari nilai kayu pada saat panen (Perda No. 16/1986; SK. Mendagri No. 522.63-433/1988), sepanjang dapat membuktikan sertifikat kepemilikan tanah (Kep. Gub. No. 7/1993).

Beberapa ketentuan tentang pengusahaan kayu cendana

2 Dinas Kehutanan Propinsi melaksanakan inventarisasi tanaman setiap 5 tahun dan menentukan jatah tebangan tahunan untuk tahun-tahun berikutnya (Perda No. 16/1986 dan Kep. Gub. No. 7/1993).

3 Pemda melaksanakan penebangan, menentukan biaya eksploitasi dan mengatur dokumen-dokumen yang diperlukan selama penebangan dan pengangkutan (Kep. Gub No. 7 dan No. 8/1993).

4 Pemda menetapkan harga kayu dan mengalokasikan kayu kepada perusahaan-perusahaan terpilih (Kep. Gub. No. 7/1993).

5 Seluruh masyarakat harus memelihara kelestarian tanaman Cendana. Penebangan, penyimpanan dan pengangkutan liar (ilegal) kayu cendana serta pengrusakan terhadap tanaman cendana akan dikenai hukuman. Gubernur membentuk Badan Koordinasi untuk mengawasi tanaman cendana. Badan tersebut unsur-unsurnya terdiri atas: Bupati, Camat, Lurah, ABRI dan tokoh-tokoh masyarakat.

Page 30: Aspek Pemasaran.ppt

01,0002,0003,0004,0005,0006,0007,0008,0009,000

10,000

1965

1970

1975

1980

1985

1990

1995

2000

2005

Tahun

Ton

Persediaan, pasokan dan kapasitas industri kayu Cendana di Propinsi Nusa Tenggara Timur.

Perkiraan persediaan (tertinggi) ProduksiPerkiraan persediaan (terendah) Kapasitas industri

Page 31: Aspek Pemasaran.ppt

ASPEK EKOLOGI KOMERSIALISASI HHBK

Dampak negatif komersialisasi HHBK terhadap lingkungan (khususnya kelestarian SD HHBK itu sendiri dan umumnya terhadap keanekaragaman hayati) sangat mungkin terjadi apabila permintaan terhadap HHBK tersebut tinggi yang dibarengi dengan adanya ketidak jelasan hak kepemilikan (sehingga terjadi over exploitation).

HHBK yang bereproduksi dengan cepat atau bereproduksi dengan berbagai cara (vegetatif dan generatif) lebih tahan terhadap dampak pemanenan yang meningkat sehingga dampak ekologisnya tidak nyata terlihat.

Praktek pemanenan yang tidak lestari sering terjadi apabila para pemungut bukan orang setempat (pendatang) dan tidak adanya aturan yang jelas dalam tatacara pemungutan.

Page 32: Aspek Pemasaran.ppt

ASPEK EKOLOGI KOMERSIALISASI HHBK

Reformasi kelembagaan, seperti pendistribusian manfaat ekonomi yang lebih luas serta pelimpahan kontrol kepada masyarakat setempat mendukung kondisi ekologi SD yang lebih baik pada pemanenan HHBK yang bersifat komersial.

Keanekaragaman yang tinggi serta ketidakteraturan produktivitas HHBK di areal hutan alam merupakan kendala utama dalam komersialisasi HHBK. Hutan sekunder yang relatif memiliki kerapatan yang tinggi atas HHBK komersial tertentu (dan sebagai konsekwensinya nilai keanekaragaman hutannya rendah) lebih cocok untuk komersialisasi HHBK.

Page 33: Aspek Pemasaran.ppt

TERIMA KASIH

SEE YOU NEXT TIME