asma bronkial

Upload: syafiqah-marsha

Post on 06-Jul-2015

130 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

ASMA BRONKIAL 1. Definisi Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran respiratorik dengan banyak sel yang berperan khususnya sel mast, eosinofil, dan limfosit T. Pada orang yang rentan dapat terjadi serangan sesak nafas ekspiratoir yang paroksismal, berulangulang dengan mengi (wheezing) dan batuk yang disebabkan oleh konstriksi atau spasme otot bronkus, inflamasi mukosa bronkus dan produksi lendir kental yang berlebihan. Faktor lingkungan dan berbagai faktor lain berperan sebagai penyebab atau pencetus inflamasi saluran nafas pada penderita asma.(1,2) Pedoman Nasional Asma Anak menggunakan definisi yang praktis dalam bentuk definisi operasional yaitu wheezing dan atau batuk dengan karakteristik sebagai berikut : timbul secara episodik dan atau kronik, cenderung pada malam atau dini hari (nokturnal), musiman, adanya faktor pencetus diantaranya aktifitas fisik, dan bersifat reversibel baik secara spontan maupun dengan pengobatan, serta adanya riwayat asma atau atopi lain pada pasien / keluarganya, sedangkan sebab-sebab lain sudah disingkirkan.(3) 2. Epidemiologi Asma merupakan penyakit respiratorik kronik yang paling sering ditemukan terutama di negara maju. Penyakit ini umumnya dimulai sejak masa kanak-kanak. Woolcock dan konthen pada tahun 1990 di Bali mendapatkan prevalensi asma pada anak dengan hiperaktiviti bronkus 2,4 % dan hiperaktiviti bronkus dengan gangguan faal paru adalah 0,7 %. Studi pada anak usia SLTP di Semarang dengan menggunakan kuisioner Intenational Study of Asthma and allergies in childhood (ISAAC), didapatkan prevalensi asma 6,2 % yang 64 % di antaranya mempunyai gejala klasik. Studi prevalensi yang dilakukan Yunus dkk pada tahun 2001 menggunakan kuisioner

1

ISAAC dan pemeriksaan spirometri dan uji provokasi bronkus didapatkan prevalensi asma 8,9 % dan prevalensi asma kumulatif (riwayat asma) 11,5 %. Prevalensi asma di dunia diperkirakan 7,2 % (6 % pada dewasa dan 10 % pada anak). Terdapat variasi prevalensi, angka perawatan, dan mortalitas asma baik regional maupun lokal.(2,4) Masalah epidemiologi lain yang ada saat ini adalah mortalitas asma yang semakin tinggi. Beberapa waktu yang lalu asma tidak merupakan penyebab kematian yang berarti. Namun belakangan ini dilaporkan dari berbagai negara terjadi peningkatan kematian karena penyakit asma. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1986 menunjukkan asma menduduki urutan ke 5 dari 10 penyebab kesakitan bersama-sama bronkitis kronik dan emfisema. Pada SKRT 1992, asma, bronkitis kronik, dan emfisema sebagai penyebab kematian ke 4 di Indonesia. Tahun 1995, prevalensi asma di seluruh Indonesia sebesar 13/1000, dibandingkan bronkitis kronik 11/1000 dan obstruksi 2/1000.(4) 3. Etiologi Penyebab asma belum diketahui dengan jelas. Diduga ada beberapa faktor yang menyebabkan bronkus bereaksi secara berlebihan. Faktor keturunan dan lingkungan diduga berperan sebagai faktor penyebab terjadinya asma. Selain bronkus yang hiperaktif, faktor lainnya yang menimbulkan gejala asma adalah rangsangan atau pencetus yang cukup kuat pada saluran nafas yang peka tersebut. Beberapa faktor pencetus antara lain : 1. Alergen seperti debu rumah, tungau debu rumah, spora jamur, serpihan kulit anjing atau kucing dan lain-lain. Tungau debu rumah senang hidup di tempat lembab dan banyak makanan seperti tempat tidur dan dapur, karpet, buku-buku tua, selimut, gorden, dan kursi. 2. Infeksi saluran nafas

2

3. Iritan seperti asap rokok, minyak wangi, semprotan obat nyamuk atau semprotan rambut 4. Aktifitas fisik yang terlalu berat atau terlalu berlebihan 5. Faktor emosi misalnya marah dan cemas selain dapat mencetuskan asma juga memperberat serangan asma 6. Cuaca : udara yang terlalu panas atau terlalu dingin dapat menimbulkan serangan asma 4. Patogenesis Alergen yang masuk ke dalam tubuh merangsang sel plasma menghasilkan IgE yang selanjutnya menempel pada reseptor dinding sel mast. Sel mast ini disebut sel mast yang tersensitisasi. Bila alergen yang serupa masuk ke dalam tubuh, alergen tersebut akan menempel pada sel mast yang tersensitisasi yang kemudian mengalami degranulasi dan mengeluarkan sejumlah mediator seperti histamin, leukotrin, pengaktivasi platelet, bradikinin dan lain-lain. Mediator ini menyebabkan peningkatan

permeabelitas kapiler sehingga timbul edema, peningkatan produksi mukus dan kontraksi otot polos secara langsung atau melalui persyarafan simpatis.(2) 5. Klasifikasi Asma anak dibagi menjadi 3 derajat penyakit (2) Parameter klinis, kebutuhan obat dan faal paru Frekuensi serangan Lama serangan Asma episodik jarang < 1 kali / bulan < 1 minggu Asma episodik sering > 1 kali / bulan > 1 minggu Lebih berat Sering ada gejala 3 Asma persisten Hampir sepanjang tahun, tidak ada remisi Hampir sepanjang tahun, tidak ada remisi Berat Berat

Intensitas Ringan serangan Di antara serangan Tanpa gejala

Tidur dan aktifitas Pemeriksaan fisik di luar serangan Obat pengendali Faal paru di luar serangan Faal paru saat ada gejala serangan

Tidak terganggu Normal Tidak perlu PEF/FEV1 > 80 % Variabilitas > 15 %

Sering terganggu Sangat terganggu Mungkin terganggu Tidak pernah normal Perlu, nonsteroid Perlu, steroid PEF/FEV1 60-80 PEF/FEV1 < 60 % % Variabilitas 2030% Variabilitas > 30 % Variabilitas >50 %

Penilaian Derajat Serangan Asma (2) Parameter klinis, fungsi paru, lab Sesak Ringan Sedang Berat Ancaman henti nafas

Berjalan Bayi : menangis keras Bisa berbaring

Berbicara Bayi : tangis pendek dan lemah, sulit menetek/makan Lebih suka duduk

Istirahat Bayi : tidak mau minum/makan

Posisi

Duduk bertopang lengan Bicara Kalimat Penggal kalimat Kata-kata Kesadaran Mungkin Biasanya Biasanya teragitasi teragitasi teragitasi Sianosis Tidak ada Tidak ada Ada Wheezing Sering-sering Nyaring, Sangat nyaring hanya pada sepanjang terdengar akir ekspirasi ekspirasi+inspirasi tanpa stetoskop otot bantu Biasanya Biasanya ya Ya nafas tidak Retraksi Dangkal, retraksi interkostal Takipneu

Kebingungan Nyata Sulit/tidak terdengar Gerakan paradok torakoabdominal Dangkal/hilang

Frekuensi nafas

Sedang, ditambah Dalam, retraksi ditambah suprasternal nafas cuping hidung Takipneu Takipneu Bradipneu

Pedoman nilai baku frekuensi nafas pada anak sadar : Usia Frekuensi nafas normal < 2 bulan < 60 kali/menit 2-12 bulan < 50 kali/menit 1-5 tahun < 40 kali/menit 4

6-8 tahun < 30 kali/menit Frekuensi Normal Takikardi Takikardi nadi Pedoman nilai baku frekuensi nadi pada anak : Usia Frekuensi nadi normal 2-12 bulan < 160 kali/menit 1-2 tahun < 120 kali/menit 3-8 tahun < 110 kali/menit Pulsus paradoksus PEFR atau FEV1 Pra bronkodilator Pasca bronkodilator SaO2 PaO2 Tidak ada < 10 mmHg Ada 10-20 mmHg Ada >20 mmHg

Bradikardi

Tidak ada, tanda kelelahan otot nafas

> 60 % > 80 % > 95 % Normal (biasanya tidak perlu diperiksa) < 45 mmHg

40-60 % 60-80 % 91-95 % > 60 mmHg

< 40 % < 60 % 90 % < 60 mmHg

PaCO2 6. Diagnosis

< 45 mmHg

> 45 mmHg

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, gambaran klinik, laboratorium disertai pemeriksaan penunjang lainnya. Serangan asma ditandai dengan sesak nafas ekspiratoir yang paroksismal, berulang dengan mengi dan batuk yang disebabkan spasme otot bronkus, inflamasi mukosa bronkus dan produksi lendir yang berlebihan. Serangan asma berat ditandai dengan pernapasan dangkal, tidak teratur dan frekuensi napas yang mendadak tinggi. Anak dapat gelisah, pucat, dan sianosis. (5) Hal-hal berikut dapat digunakan untuk mendiagnosis asma pada anak (1,4) 1. Mengi berulang 2. Batuk yang bertambah hebat pada malam hari 3. Batuk atau mengi setelah aktifitas fisik, infeksi virus, terpapar oleh faktor-faktor pencetus 5

4. Influenza yang penyembuhannya lebih dari 10 hari 5. Batuk malam yang menetap dan yang tidak berhasil diobati dengan obat batuk yang biasa dan kemudian cepat menghilang setelah mendapat bronkodilator, sangat mungkin merupakan bentuk asma Pemeriksaan Penunjang (1,4) 1. Pemeriksaan laboratorium : darah tepi dan sputum 2. Foto Rontgen thorak 3. Uji faal paru 4. Tes provokasi bronkus 5. Pemeriksaan tes kulit dan pemeriksaan IgE 6. Uji tuberkulin

7.

Penatalaksanaan Menurut International Consensus Report on Diagnosis and Treatment of Asthma,

penatalaksanaan asma terdiri dari 6 bagian : (4) 1. Edukasi penderita 2. Menilai dan memonitor beratnya penyakit secara objektif dengan mengukur fungsi paru 3. Menghindari dan mengendalikan pencetus asma 4. Merencanakan pengobatan jangka panjang untuk pencegahan 5. Merencanakan pengobatan untuk serangan akut 6. Penanganan lanjutan secara teratur

6

Secara umum terdapat 2 jenis obat dalam penatalaksanaan asma, yaitu (2) 1. Obat pengendali (controller), merupakan profilaksis serangan yang diberikan tiap hari, ada atau tidak ada serangan gejala. Yang termasuk obat pengontrol adalah : a. Kortikosteroid inhalasi, sistemik b. Sodium kromoglikat c. Metilsantin d. Agonis beta 2 kerja lama inhalasi, oral e. Antihistamin generasi kedua f. Lain-lain 2. Obat pelega (reliever), adalah obat yang diberikan saat serangan. Termasuk pelega adalah : a. Agonis beta 2 kerja singkat b. Antikolinergik c. Aminofilin d. Adrenalin

8.

Komplikasi (1) 1. Emfisema terjadi bila asma sering terjadi dan berlangsung lama 2. Atelektasis terjadi bila sekret banyak dan kental menyumbat bronkus 3. Bronkiektasis bila atelektasis berlangsung lama 4. Bronkopneumonia bila terjadi infeksi saluran nafas 5. Pneumothorak bila ada obstruksi jalan napas

7

Klinik / IGD Nilai derajat serangan(1) Sesuai tabel

Tatalaksana awal 1. Nebulasi beta agonis 3 kali selang 20 menit (2) 2. Nebulasi ketiga ditambah antikolinergik 3. Jika serangan berat, nebulasi 1 kali+ antikolinergik

Serangan ringan (Nebulasi 1 kali, respon baik, gejala hilang) 1. Observasi 1-2 jam 2. Jika efek bertahan, boleh pulang 3. Jika gejala timbul lagi, Boleh pulang 1. Bekali obat beta agonis (inhalasi/oral) 2. Jika sudah ada obat pengendali, teruskan. Jika infeksi virus sebagai pencetus dapat diberi steroid oral 3. Dalam 24-48 jam kontrol ke klinik rawat jalan, untuk re-evaluasi

Serangan sedang (Nebulasi 2-3 kali respon parsial) 1. Berikan oksigen 2. Nilai kembali derajat serangan, jika sesuai dengan serangan sedang, observasi di ruang rawat sehari 3. Pasang jalur parenteral

Serangan berat (Nebulasi 3 kali, respon buruk) 1. Sejak awal beri oksigen saat atau di luar nebulasi 2. Pasang jalur parenteral 3. Nilai kembali derajat serangan, jika sesuai dengan serangan berat, rawat di ruang rawat inap Ruang rawat inap 1. Oksigen diteruskan 2. Atasi dehidrasi dan asidosis jika ada 3. Steroid IV tiap 6-8 jam 4. Nebulasi tiap 1-2 jam 5. Aminofilin IV awal, lanjutkan rumatan 6. Jika membaik dalam 4-6 kali nebulasi, interval jadi 4-6 jam 7. Jika dalam 24 jam perbaikan klinis stabil, boleh pulang 8. Jika dengan steroid dan aminofilin parenteral tidak membaik, bahkan timbul ancaman henti napas, alih rawat ke ruang

Ruang rawat sehari Oksigen diteruskan 2. Berikan steroid oral 3. Nebulasi tiap 2 jam 4. Bila dalam 8-12 jam perbaikan klinis stabil, boleh pulang 5. Jika dalam 12 jam klinis tetap belum membaik, alih 1.

Catatan : a. Jika menurut penilaian serangannya berat, cukup 1kali langsung dengan beta agonis Jika tidak ada alat, nebulasi dapat diganti adrenalin 1:1.000 subkutan 0,01 ml/kg BB/maks. 0,3 ml/x c. Untuk serangan sedang dan terutama berat, O2 2-4 L/menit diberikan sejak awal nebulasi

b.

8

DAFTAR PUSTAKA 1. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Asma : Dalam Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak 3. 2. UKK Pulmonologi PP IDAI. 2004. Pedoman Nasional Asma Anak, Jakarta. 3. UUK Pulmonologi PP IDAI. 2003.Respirologi Anak IV, Medan. 4. Abidin, M. Angela C.M. Nusatya. 2002. Mengenal, Mencegah, dan Mengatasi Asma pada Anak Plus Panduan Senam Asma. Jakarta : Puspa Swara. 5. Sly MR. 2000. Asma. Dalam: Behrman RE, Kliegman R, Arvin AM. Nelson; Ilmu Kesehatan Anak, volume 1, edisi ke 15. Jakarta, EGC. Hlm: 775-790.

9