asma bab ii

Upload: eliana

Post on 07-Aug-2018

248 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 8/20/2019 ASMA BAB II

    1/34

    6

    BAB II

    TINJAUAN TEORI

    A. DEFINISI

    Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel

    dimana trakea dan brokhi berespon dalam secara hiperaktif terhadap

    stimuli tertentu (Smeltzer & Bare, 2002).

    Asma adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon

    trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi

    adanya penyempitan jalan napas yang luas dan derajatnya dapat berubah-

    ubah, baik secara spontan maupun sebagai hasil pengobatan (Muttaqin,

    2008).

    Asma adalah wheezing berulang dan atau batuk persisten dalam

    keadaan dimana asma adalah yang paling mungkin, sedangkan sebab lain

    yang lebih jarang telah disingkirkan (Mansjoer, 2008).

    Asma adalah suatu penyakit yang dicirikan oleh hipersensitivitas

    cabang-cabang trakeobronkhial terhadap berbagai jenis rangsangan

    (Pierce, 2007).

     Asma Bronkhial  adalah penyakit pernafasan objektif yang ditandai

    oleh spasme akut otot polos bronkus. Hal ini menyebabkan obstruksi

    aliran udara dan penurunan ventilasi alveolus (Elizabeth, 2000).

    Berdasarkan beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa

    Asma merupakan penyempitan jalan napas yang disebabkan karena

    hipersensitivitas cabang-cabang trakeobronkhial terhadap stimuli tertentu.

  • 8/20/2019 ASMA BAB II

    2/34

    7

    Sedangkan   Asma Bronkhial   merupakan suatu penyakit gangguan jalan

    nafas obstruktif yang bersifat reversible, ditandai dengan terjadinya

     penyempitan bronkus, reaksi obstruksi akibat spasme otot polos bronkus,

    obstruksi aliran udara, dan penurunan ventilasi alveoulus dengan suatu

    keadaan hiperaktivitas bronkus yang khas.

    B. ANATOMI FISIOLOGI

    1. Anatomi fisiologi sistem pernapasan

    Gambar 1 Anatomi sistem pernapasan

    Gambar 2 Anatomi keadaan normal dan Asma Bronkhial 

  • 8/20/2019 ASMA BAB II

    3/34

    8

    Organ pernapasan

    a. Hidung

    Hidung atau naso atau nasal merupakan saluran udara yang

     pertama, mempunyai dua lubang (kavum nasi), dipisahkan oleh sekat

    hidung ( septum nasi). Di dalamnya terdapat bulu-bulu yang berguna

    untuk menyaring udara, debu, dan kotoran yang masuk ke dalam

    lubang hidung.

     b. Faring

    Faring atau tekak merupakan tempat persimpangan antara jalan

     pernapasan dan jalan makanan, terdapat di bawah dasar tengkorak, di

     belakang rongga hidung, dan mulut sebelah depan ruas tulang leher.

    Hubungan faring dengan organ-organ lain adalah ke atas berhubungan

    dengan rongga hidung, dengan perantaraan lubang yang bernama

    koana, ke depan berhubungan dengan rongga mulut, tempat hubungan

    ini bernama   istmus fausium, ke bawah terdapat 2 lubang (ke depan

    lubang laring dan ke belakang lubang esofagus).

    c. Laring

    Laring atau pangkal tenggorokan merupakan saluran udara dan

     bertindak sebagai pembentukan suara, terletak di depan bagian faring

    sampai ketinggian vertebra servikal dan masuk ke dalam trakhea di

     bawahnya. Pangkal tenggorokan itu dapat ditutup oleh sebuah empang

    tenggorokan yang biasanya disebut epiglotis, yang terdiri dari tulang-

  • 8/20/2019 ASMA BAB II

    4/34

    9

    tulang rawan yang berfungsi pada waktu kita menelan makanan

    menutupi laring.

    d. Trakea

    Trakea atau batang tenggorokan merupakan lanjutan dari laring

    yang dibentuk oleh 16 sampai 20 cincin yang terdiri dari tulang-tulang

    rawan yang berbentuk seperti kuku kuda (huruf C) sebelah dalam

    diliputi oleh selaput lendir yang berbulu getar yang disebut sel

     bersilia, hanya bergerak ke arah luar. Panjang trakea 9 sampai 11 cm

    dan di belakang terdiri dari jarigan ikat yang dilapisi oleh otot polos.

    e. Bronkus

    Bronkus atau cabang tenggorokan merupakan lanjutan dari

    trakea, ada 2 buah yang terdapat pada ketinggian vertebra torakalis IV

    dan V, mempunyai struktur serupa dengan trakea dan dilapisi oleh

     jenis set yang sama. Bronkus itu berjalan ke bawah dan ke samping ke

    arah tampuk paru-paru.Bronkus kanan lebih pendek dan lebih besar 

    dari pada bronkus kiri, terdiri dari 6-8 cincin, mempunyai 3 cabang.

    Bronkus kiri lebih panjang dan lebih ramping dari yang kanan, terdiri

    dari 9-12 cincin mempunyai 2 cabang.Bronkus bercabang-cabang,

    cabang yang lebih kecil disebut bronkiolus (bronkioli). Pada bronkioli

    tidak terdapat cincin lagi, dan pada ujung bronkioli terdapat

    gelembung paru atau gelembung hawa atau alveoli.

  • 8/20/2019 ASMA BAB II

    5/34

    10

    f. Paru-paru

    Paru-paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar 

    terdiri dari gelembung (gelembung hawa atau alveoli). Gelembug

    alveoli ini terdiri dari sel-sel epitel dan endotel. Jika dibentangkan luas

     permukaannya kurang lebih 90 m². Pada lapisan ini terjadi pertukaran

    udara, O2   masuk ke dalam darah dan CO2   dikeluarkan dari darah.

    Banyaknya gelembung paru-paru ini kurang lebih 700.000.000 buah

    (paru-paru kiri dan kanan)

    Paru-paru dibagi dua yaitu paru-paru kanan, terdiri dari 3 lobus

    (belahan paru), lobus pulmo dekstra superior, lobus media, dan lobus

    inferior. Tiap lobus tersusun oleh lobulus. Paru-paru kiri, terdiri dari

     pulmo sinistra lobus superior dan lobus inferior. Tiap-tiap lobus terdiri

    dari belahan yang kecil bernama segmen. Paru-paru kiri mempunyai

    10 segmen yaitu 5 buah segmen pada lobus superior, dan 5 buah

    segmen pada inferior. Paru-paru kanan mempunyai 10 segmen yaitu 5

     buah segmen pada lobus superior, 2 buah segmen pada lobus medialis,

    dan 3 buah segmen pada lobus inferior. Tiap-tiap segmen ini masih

    terbagi lagi menjadi belahan-belahan yang bernama lobulus.

    Di antara lobulus satu dengan yang lainnya dibatasi oleh

     jaringan ikat yang berisi pembuluh darah getah bening dan saraf, dan

    tiap lobulus terdapat sebuah bronkiolus. Di dalam lobulus, bronkiolus

    ini bercabang-cabang banyak sekali, cabang ini disebut duktus

  • 8/20/2019 ASMA BAB II

    6/34

    11

    alveolus. Tiap duktus alveolus berakhir pada alveolus yang

    diameternya antara 0,2-0,3 mm.

    Letak paru-paru di rongga dada datarannya menghadap ke

    tengah rongga dada atau   kavum mediastinum. Pada bagian tengah

    terdapat tampuk paru-paru atau hilus. Pada mediastinum depan terletak 

     jantung. Paru-paru dibungkus oleh selaput yang bernama pleura.

    Pleura dibagi menjadi 2 yaitu, yang pertama pleura visceral (selaput

    dada pembungkus) yaitu selaput paru yang langsung membungkus

     paru-paru. Kedua pleura parietal yaitu selaput yang melapisi rongga

    dada sebelah luar. Antara keadaan normal, kavum pleura ini vakum

    (hampa) sehingga paru-paru dapat berkembang kempis dan juga

    terdapat sedikit cairan (eksudat) yang berguna untuk meminyaki

     permukaanya (pleura), menghindarkan gesekan antara paru-paru dan

    dinding dada sewaktu ada gerakan bernapas.

    Proses terjadi pernapasan

    Gambar 3 Proses pernapasan

  • 8/20/2019 ASMA BAB II

    7/34

    12

    Pernapasan (respirasi) adalah peristiwa menghirup udara dari luar 

    yang mengandung oksigen serta menghembuskan udara yang banyak 

    mengandung karbondioksida sebagai sisa dari oksidasi keluar dari tubuh.

    Penghisapan udara ini disebut inspirasi dan menghembuskan disebut

    ekspirasi. Jadi, dalam paru-paru terjadi pertukaran zat antara oksigen yang

    ditarik dan udara masuk kedalam darah dan CO2   dikeluarkan dari darah

    secara osmosis. Kemudian CO2  dikeluarkan melalui traktus respiratorius

    (jalan pernapasan) dan masuk kedalam tubuh melalui kapiler-kapiler vena

     pulmonalis kemudian massuk ke serambi kiri jantung (atrium sinistra)

    menuju ke aorta kemudian ke seluruh tubuh (jaringan-jaringan dan sel-

    sel), di sini terjadi oksidasi (pembakaran). Sebagai sisa dari pembakaran

    adalah CO2   dan dikeluarkan melalui peredaran darah vena masuk ke

     jantung (serambi kanan atau atrium dekstra) menuju ke bilik kanan

    (ventrikel dekstra) dan dari sini keluar melalui arteri pulmonalis ke

     jaringan paru-paru. Akhirnya dikeluarkan menembus lapisan epitel dari

    alveoli. Proses pengeluaran CO2 ini adalah sebagian dari sisa metabolisme,

    sedangkan sisa dari metabolisme lainnya akan dikeluarkan melalui traktus

    urogenitalis dan kulit.

    Setelah udara dari luar diproses, di dalam hidung masih terjadi

     perjalanan panjang menuju paru-paru (sampai alveoli). Pada laring

    terdapat epiglotis yang berguna untuk menutup laring sewaktu menelan,

    sehingga makanan tidak masuk ke trakhea, sedangkan waktu bernapas

    epiglotis terbuka, begitu seterusnya. Jika makanan masuk ke dalam laring,

  • 8/20/2019 ASMA BAB II

    8/34

    13

    maka akan mendapat serangan batuk, hal tersebut untuk mencoba

    mengeluarkan makanan tersebt dari laring.

    Terbagi dalam 2 bagian yaitu inspirasi (menarik napas) dan

    ekspirasi (menghembuskan napas). Bernapas berarti melakukan inpirasi

    dan eskpirasi secara bergantian, teratur, berirama, dan terus menerus.

    Bernapas merupakan gerak refleks yang terjadi pada otot-otot pernapasan.

    Refleks bernapas ini diatur oleh pusat pernapasan yang terletak di dalam

    sumsum penyambung (medulla oblongata). Oleh karena seseorang dapat

    menahan, memperlambat, atau mempercepat napasnya, ini berarti bahwa

    refleks bernapas juga dibawah pengaruh korteks serebri. Pusat pernapasan

    sangat peka terhadap kelebihan kadar CO2   dalam darah dan kekurangan

    dalam darah. Inspirai terjadi bila muskulus diafragma telah mendapat

    rangsangan dari nervus frenikus lalu mengerut datar.

    Muskulus interkostalis yang letaknya miring, setelah ,mendapat

    rangsangan kemudian mengerut dan tulang iga (kosta) menjadi datar.

    Dengan demikian jarak antara sternum (tulang dada) dan vertebra semakin

    luas dan melebar. Rongga dada membesar maka pleura akan tertarik, yang

    menarik paru-paru sehingga tekanan udara di dalamnya berkurang dan

    masuklah udara dari luar.

    Ekspirasi, pada suatu saat otot-otot akan kendor lagi (diafragma

    akan menjadi cekung, muskulus interkostalis miring lagi) dan dengan

    demikian rongga dan dengan demikian rongga dada menjadi kecil

    kembali, maka udara didorong keluar. Jadi proses respirasi atau

  • 8/20/2019 ASMA BAB II

    9/34

    14

     pernapasan ini terjadi karena adanya perbedaan tekanan antara rongga

     pleura dan paru-paru.

    Pernapasan dada, pada waktu seseorang bernapas, rangka dada

    terbesar bergerak, pernapasan ini dinamakan pernapasan dada. Ini terdapat

     pada rangka dada yang lunak, yaitu pada orang-orang muda dan pada

     perempuan.

    Pernapasan perut, jika pada waktu bernapas diafragma turun naik,

    maka ini dinamakan pernapasan perut. Kebanyakan pada orang tua,

    Karena tulang rawannya tidak begitu lembek dan bingkas lagi yang

    disebabkan oleh banyak zat kapur yang mengendap di dalamnya dan

     banyak ditemukan pada laki-laki.

    2. Fisiologi sistem pernapasan

    Oksigen dalam tubuh dapat diatur menurut keperluan. Manusia

    sangat membutukan okigen dalam hidupnya, kalau tidak mendapatkan

    oksigen selama 4 menit akan mengakibatkan kerusakan pada otak yang

    tidak dapat diperbaiki lagidan bisa menimbulkan kematian. Kalau

     penyediaan oksigen berkurang akan menimbulkan kacau pikiran dan

    anoksia serebralis.

    a. Pernapaan paru

    Pernapasan paru adalah pertukaran oksigen dan karbondioksida

    yang terjadi pada paru-paru. Pernapasan melalui paru-paru atau

     pernapasan eksterna, oksigen diambil melalui mulut dan hidung pada

    waktu bernapas yang oksigen masuk melalui trakea sampai ke alveoli

  • 8/20/2019 ASMA BAB II

    10/34

    15

     berhubungan dengan darah dalam kapiler pulmonar. Alveoli memisahkan

    okigen dari darah, oksigen menembus membran, diambil oleh sel darah

    merah dibawa ke jantung dan dari jantung dipompakan ke seluruh tubuh.

    Di dalam paru-paru karbondioksida merupakan hasil buangan yang

    menembus membran alveoli. Dari kapiler darah dikeluarkan melalui pipa

     bronkus berakhir sampai pada mulut dan hidung. Empat proses yang

     berhubungan dengan pernapasan pulmoner :

    1) Ventilasi pulmoner, gerakan pernapasan yang menukar udara dalam

    alveoli dengan udara luar.

    2) Arus darah melalui paru-paru, darah mengandung oksigen masuk ke

    seluruh tubuh, karbondioksida dari seluruh tubuh masuk ke paru-paru.

    3) Distribusi arus udara dan arus darah sedemikian rupa dengan jumlah

    yang tepat, yang bisa dicapai untuk semua bagian.

    4) Difusi gas yang menembus membran alveoli dan kapiler 

    karbondioksida lebih mudah berdifusi dari pada oksigen.

    Proses pertukaran oksigen dan karbondioksida terjadi ketika

    konsentrasi dalam darah mempengaruhi dan merangsang pusat pernapasan

    terdapat dalam otak untuk memperbesar kecepatan dalam pernapasan,

    sehingga terjadi pengambilan O2   dan pengeluaran CO2   lebih banyak.

    Darah merah (hemoglobin) yang banyak mengandunng oksigen dari

    seluruh tubuh masuk ke dalam jaringan, mengambil karbondioksida untuk 

    dibawa ke paru-paru dan di paru-paru terjadi pernapasan eksterna.

  • 8/20/2019 ASMA BAB II

    11/34

    16

    b. Pernapasan sel

    Transpor gas paru-paru dan jaringan

    Selisih tekanan parsial antara O2   dan CO2   menekankan

     bahwa kunci dari pergerakangas O2   mengalir dari alveoli masuk ke

    dalam jaringan melalui darah, sedangkan CO2  mengalir dari jaringan

    ke alveoli melalui pembuluh darah.Akan tetapi jumlah kedua gas yang

    ditranspor ke jaringan dan dari jaringan secara keseluruhan tidak 

    cukup bila O2   tidak larut dalam darah dan bergabung dengan protein

    membawa O2  (hemoglobin). Demikian juga CO2  yang larut masuk ke

    dalam serangkaian reaksi kimia reversibel (rangkaian perubahan

    udara) yang mengubah menjadi senyawa lain. Adanya hemoglobin

    menaikkan kapasitas pengangkutan O2   dalam darah sampai 70 kali

    dan reaksi CO2 menaikkan kadar CO2 dalam darah mnjadi 17 kali.

    Pengangkutan oksigen ke jaringan

    Sistem pengangkutan O2   dalam tubuh terdiri dari paru-paru

    dan sistem kardiovaskuler. Oksigen masuk ke jaringan bergantung

     pada jumlahnya yang masuk ke dalam paru-paru, pertukaran gas yang

    cukup pada paru-paru, aliran darah ke jaringan dan kapasitas

     pengangkutan O2   dalam darah.Aliran darah bergantung pada derajat

    konsentrasi dalam jaringan dan curah jantung. Jumlah O2  dalam darah

    ditentukan oleh jumlah O2  yang larut, hemoglobin, dan afinitas (daya

    tarik) hemoglobin.

  • 8/20/2019 ASMA BAB II

    12/34

    17

    Transpor oksigen melalui beberapa tahap yaitu :

    1) Tahap I : oksigen atmosfer masuk ke dalam paru-paru. Pada

    waktu kita menarik napas tekanan parsial oksigen dalam

    atmosfer 159 mmHg. Dalam alveoli komposisi udara berbeda

    dengan komposisi udara atmosfer tekanan parsial O2   dalam

    alveoli 105 mmHg.

    2) Tahap II : darah mengalir dari jantung, menuju ke paru-paru

    untuk mengambil oksigen yang berada dalam alveoli. Dalam

    darah ini terdapat oksigen dengan tekanan parsial 40 mmHg.

    Karena adanya perbedaan tekanan parsial itu apabila tiba pada

     pembuluh kapiler yang berhubungan dengan membran alveoli

    maka oksigen yang berada dalam alveoli dapat berdifusi

    masuk ke dalam pembuluh kapiler. Setelah terjadi proses

    difusi tekanan parsial oksigen dalam pembuluh menjadi 100

    mmHg.

    3) Tahap III : oksigen yang telah berada dalam pembuluh darah

    diedarkan keseluruh tubuh. Ada dua mekanisme peredaran

    oksigen dalam darah yaitu oksigen yang larut dalam plasma

    darah yang merupakan bagian terbesar dan sebagian kecil

    oksigen yang terikat pada hemoglobin dalam darah. Derajat

    kejenuhan hemoglobin dengan O2   bergantung pada tekanan

     parsial CO2   atau pH. Jumlah O2   yang diangkut ke jaringan

     bergantung pada jumlah hemoglobin dalam darah.

  • 8/20/2019 ASMA BAB II

    13/34

    18

    4) Tahap IV : sebelum sampai pada sel yang membutuhkan,

    oksigen dibawa melalui cairan interstisial lebih dahulu.

    Tekanan parsial oksigen dalam cairan interstisial 20 mmHg.

    Perbedaan tekanan oksigen dalam pembuluh darah arteri (100

    mmHg) dengan tekanan parsial oksigen dalam cairan

    interstisial (20 mmHg) menyebabkan terjadinya difusi oksigen

    yang cepat dari pembuluh kapiler ke dalam cairan interstisial.

    5) Tahap V : tekanan parsial oksigen dalam sel kira-kira antara 0-

    20 mmHg. Oksigen dari cairan interstisial berdifusi masuk ke

    dalam sel. Dalam sel oksigen ini digunakan untuk reaksi

    metabolism yaitu reaksi oksidasi senyawa yang berasal dari

    makanan (karbohidrat, lemak, dan protein) menghasilkan H2O,

    CO2 dan energi.

    Reaksi hemoglobin dan oksigen

    Dinamika reaksi hemoglobin sangat cocok untuk mengangkut

    O2.Hemoglobin adalaah protein yang terikat pada rantai polipeptida,

    dibentuk porfirin dan satu atom besi ferro. Masing-masing atom besi

    dapat mengikat secara reversible (perubahan arah) dengan satu

    molekul O2. Besi berada dalam bentuk ferro sehingga reaksinya

    adalah oksigenasi bukan oksidasi.

    Transpor karbondioksida

    Kelarutan CO2   dalam darah kira-kira 20 kali kelarutan O2

    sehingga terdapat lebih banyak CO2   dari pada O2   dalam larutan

  • 8/20/2019 ASMA BAB II

    14/34

    19

    sederhana. CO2   berdifusi dalam sel darah merah dengan cepat

    mengalami hidrasi menjadi H2CO2   karena adanya anhidrase

    (berkurangnya sekresi kerigat) karbonat berdifusi ke dalam plasma.

    Penurunan kejenuhan hemoglobin terhadap O2 bila darah melalui

    kapiler-kapiler jaringan.Sebagian dari CO2   dalam sel darah merah

     beraksi dengan gugus amino dari protein, hemoglobin membentuk 

    senyawa karbamino (senyawa karbondioksida).

    Besarnya kenaikan kapasitas darah mengangkut CO2 ditunjukkan

    oleh selisih antara garis kelarutan CO2   dan garis kadar total CO2  di

    antara 49 ml CO2   dalam darah arterial 2,6 ml dalah senyawa

    karbamino dan 43,8 ml dalam HCO2 (Syaifuddin, 2006).

    C. ETIOLOGI

    Sampai saat ini etiologi dari   Asma Bronkhial   belum diketahui.

    Suatu hal yang yang menonjol pada penderita Asma adalah fenomena

    hiperaktivitas bronkus. Bronkus penderita asma sangat peka terhadap

    rangsangan imunologi maupun non imunologi. Adapun rangsangan atau

    faktor pencetus yang sering menimbulkan Asma adalah:

    1. Faktor ekstrinsik (alergik) : reaksi alergik yang disebabkan oleh

    alergen atau alergen yang dikenal seperti debu, serbuk-serbuk, bulu-

     bulu binatang.

  • 8/20/2019 ASMA BAB II

    15/34

    20

    2. Faktor intrinsik(non-alergik) : tidak berhubungan dengan alergen,

    seperti  common cold,   infeksi traktus respiratorius, latihan, emosi, dan

     polutan lingkungan dapat mencetuskan serangan.

    3. Asma gabungan

    Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik 

    dari bentuk alergik dan non-alergik (Smeltzer & Bare, 2002).

    Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan

     presipitasi timbulnya serangan Asma Bronkhial  yaitu :

    a. Faktor predisposisi

    Genetik 

    Faktor yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum

    diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita

    dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga

    menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini,

     penderita sangat mudah terkena penyakit   Asma Bronkhial   jika

    terpapar dengan faktor pencetus. Selain itu hipersensitivitas saluran

     pernapasannya juga bisa diturunkan.

    a. Faktor presipitasi

    1. Alergen

    Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :

    a) Inhalan : yang masuk melalui saluran pernapasan

    Contoh : debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur,

     bakteri dan polusi

  • 8/20/2019 ASMA BAB II

    16/34

    21

     b) Ingestan : yang masuk melalui mulut

    Contoh : makanan dan obat-obatan

    c) Kontaktan : yang masuk melalui kontak dengan kulit

    Contoh : perhiasan, logam dan jam tangan

    2. Perubahan cuaca

    Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering

    mempengaruhi Asma. Atmosfir yang mendadak dingin

    merupakan faktor pemicu terjadinya serangan Asma. Kadang-

    kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti musim

    hujan, musim kemarau.

    3. Stres

    Stres atau gangguan emosi dapat menjadi pencetus

    serangan Asma, selain itu juga bisa memperberat serangan

    Asma yang sudah ada. Disamping gejala Asma yang timbul

    harus segera diobati penderita Asma yang mengalami stres atau

    gangguan emosi perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan

    masalah pribadinya. Karena jika stresnya belum diatasi maka

    gejala belum bisa diobati.

    4. Lingkungan kerja

    Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya

    serangan Asma. Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja.

    Misalnya orang yang bekerja di laboratorium hewan, industri

  • 8/20/2019 ASMA BAB II

    17/34

    22

    tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada

    waktu libur atau cuti.

    5. Olah raga atau aktifitas jasmani

    Sebagian besar penderita Asma akan mendapat serangan

     jika melakukan aktifitas jasmani atau olah raga yang berat. Lari

    cepat paling mudah menimbulkan serangan Asma. Serangan

    asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai

    aktifitas tersebut.

    D. PATOFISIOLOGI

    Suatu serangan Asma merupakan akibat obstruksi jalan napas difus

    reversible. Obstruksi disebabkan oleh timbulnya tiga reaksi utama yaitu

    kontraksi otot-otot polos baik saluran napas, pembengkakan membran

    yang melapisi bronki, pengisian bronki dengan mukus yang kental. Selain

    itu, otot-otot bronki dan kelenjar mukusa membesar, sputum yang kental,

     banyak dihasilkan dan alveoli menjadi hiperinflasi, dengan udara

    terperangkap didalam jaringan paru.Antibodi yang dihasilkan (IgE)

    kemudian menyerang sel-sel mast dalam paru. Pemajanan ulang terhadap

    antigen mengakibatkan ikatan antigen dengan antibody, menyebabkan

     pelepasan produk sel-sel mast (disebut mediator) seperti   histamine,

    bradikinin, dan prostaglandin   serta   anafilaksis   dari substansi yang

     bereaksi lambat (SRS-A). Pelepasan mediator ini dalam jaringan paru

    mempengaruhi otot polos dan kelenjar jalan napas, menyebabkan

  • 8/20/2019 ASMA BAB II

    18/34

    23

     bronkospasme, pembengkakan membran mukosa, dan pembentukan

    mucus yang sangat banyak. Selain itu, reseptor α- dan β- adrenergik dari

    sistem saraf simpatis terletak dalam bronki. Ketika reseptor α- adrenergik

    dirangsang, terjadi bronkokonstriksi, bronkodilatasi terjadi ketika reseptor 

    β- adrenergik yang dirangsang. Keseimbangan antara reseptor α- dan β-

    adrenergik dikendalikan terutama oleh siklik adenosine monofosfat

    (cAMP). Stimulasi reseptor α- mengakibatkan penurunan cAMP, yang

    mengarah pada peningkatan mediator kimiawi yang dilepaskan oleh sel-sel

    mast bronkokonstriksi. Stimulasi reseptor β- mengakibatkan peningkatan

    tingkat cAMP yang menghambat pelepasan mediator kimiawi dan

    menyebabakan bronkodilatasi. Teori yang diajukan adalah bahwa

     penyekatan β- adrenergik terjadi pada individu dengan Asma. Akibatnya,

    asmatik rentan terhadap peningkatan pelepasan mediator kimiawi dan

    konstriksi otot polos (Smeltzer & Bare, 2002).

    A. MANIFESTASI KLINIK 

    Gejala-gejala yang lazim muncul pada   Asma Bronkhial   adalah

     batuk, dispnea, dan wheezing. Serangan seringkali terjadi pada malam

    hari. Asma biasanya bermula mendadak dengan batuk dan rasa sesak 

    dalam dada, disertai dengan pernapasan lambat,wheezing. Ekspirasi selalu

    lebih susah dan panjang dibanding inspirasi, yang mendorong pasien unutk 

    duduk tegak dan menggunakan setiap otot-otot aksesori pernapasan. Jalan

    napas yang tersumbat menyebabkan dispnea. Serangan Asma dapat

  • 8/20/2019 ASMA BAB II

    19/34

    24

     berlangsung dari 30 menit sampai beberapa jam dan dapat hilang secara

    spontan. Meskipun serangan asma jarang ada yang fatal, kadang terjadi

    reaksi kontinu yang lebih berat, yang disebut “status asmatikus”, kondisi

    ini mengancam hidup (Smeltzer & Bare, 2002).

    B. PENATALAKSANAAN

    1. Farmakologi

    Menurut Long(1996) pengobatan Asma diarahkan terhadap gejala-

    gejala yang timbul saat serangan, mengendalikan penyebab spesifik 

    dan perawatan pemeliharaan keehatan optimal yang umum. Tujuan

    utama dari berbagai macam pengobatan adalah pasien segera

    mengalami relaksasi bronkus. Terapi awal, yaitu:

    a. Memberikan oksigen pernasal

     b. Antagonis beta 2 adrenergik (salbutamol mg atau fenetoral 2,5

    mg atau terbutalin 10 mg). Inhalasi nebulisasi dan pemberian

    yang dapat diulang setiap 20 menit sampai 1 jam. Pemberian

    antagonis beta 2 adrenergik dapat secara subcutan atau intravena

    dengan dosis salbutamol 0,25 mg dalam larutan dekstrose 5%

    c. Aminophilin intravena 5-6 mg per kg, jika sudah menggunakan

    obat ini dalam 12 jam sebelumnya maka cukup diberikan

    setengah dosis.

    d. Kortikosteroid hidrokortison 100-200 mg intravena jika tidak 

    ada respon segera atau dalam serangan sangat berat

  • 8/20/2019 ASMA BAB II

    20/34

    25

    e. Bronkodilator, untuk mengatasi obstruksi jalan napas, termasuk 

    didalamnya golongan beta adrenergik dan anti kolinergik.

    2. Pengobatan secara sederhana atau non farmakologis

    Menurut doenges (2000) penatalaksanaan nonfarmakologis asma yaitu:

    a. Fisioterapi dada dan batuk efektif membantu pasien untuk 

    mengeluarkan sputum dengan baik 

     b. Latihan fisik untuk meningkatkan toleransi aktivitas fisik 

    c. Berikan posisi tidur yang nyaman ( semi fowler )

    d. Anjurkan untuk minum air hangat 1500-2000 ml per hari

    e. Usaha agar pasien mandi air hangat setiap hari

    f. Hindarkan pasien dari faktor pencetus

    C. KOMPLIKASI

    Berbagai komplikasi menurut Mansjoer (2008) yang mungkin

    timbul adalah :

    1. Pneumothoraks

    Pneumothoraks adalah keadaan adanya udara di dalam rongga

     pleura yang dicurigai bila terdapat benturan atau tusukan dada.

    Keadaan ini dapat menyebabkan kolaps paru yang lebih lanjut lagi

    dapat menyebabkan kegagalan napas.

    2. Pneumomediastinum

    Pneumomediastinum dari bahasa Yunani   pneuma   “udara”, juga

    dikenal sebagai emfisema mediastinum adalah suatu kondisi dimana

  • 8/20/2019 ASMA BAB II

    21/34

    26

    udara hadir di mediastinum. Pertama dijelaskan pada 1819 oleh Rene

    Laennec, kondisi ini dapat disebabkan oleh trauma fisik atau situasi

    lain yang mengarah ke udara keluar dari paru-paru, saluran udara atau

    usus ke dalam rongga dada .

    3. Atelektasis

    Atelektasis adalah pengkerutan sebagian atau seluruh paru-paru

    akibat penyumbatan saluran udara (bronkus maupun bronkiolus) atau

    akibat pernafasan yang sangat dangkal.

    4. Aspergilosis

    Aspergilosis merupakan penyakit pernapasan yang disebabkan oleh

     jamur dan tersifat oleh adanya gangguan pernapasan yang berat.

    Penyakit ini juga dapat menimbulkan lesi pada berbagai organ lainnya,

    misalnya pada otak dan mata. Istilah Aspergilosis dipakai untuk 

    menunjukkan adanya infeksi Aspergillus sp.

    5. Gagal napas

    Gagal napas dapat tejadi bila pertukaran oksigen terhadap

    karbodioksida dalam paru-paru tidak dapat memelihara laju konsumsi

    oksigen dan pembentukan karbondioksida dalam sel-sel tubuh.

    6. Bronkhitis

    Bronkhitis atau radang paru-paru adalah kondisi di mana

    lapisan bagian dalam dari saluran pernapasan di paru-paru yang kecil

    (bronkhiolis) mengalami bengkak. Selain bengkak juga terjadi

     peningkatan produksi lendir (dahak). Akibatnya penderita merasa perlu

  • 8/20/2019 ASMA BAB II

    22/34

    27

     batuk berulang-ulang dalam upaya mengeluarkan lendir yang

     berlebihan, atau merasa sulit bernapas karena sebagian saluran udara

    menjadi sempit oleh adanya lendir.

    7. Fraktur iga

    D. PENGKAJIAAN FOKUS

    1. Pengkajian

    a. Pola pemeliharaan kesehatan

    Gejala Asma dapat membatasi manusia untuk berperilaku hidup

    normal sehingga pasien dengan Asma harus mengubah gaya

    hidupnya sesuai kondisi yang memungkinkan tidak terjadi

    serangan Asma

     b. Pola nutrisi dan metabolik 

    Perlu dikaji tentang status nutrisi pasien meliputi, jumlah,

    frekuensi, dan kesulitan-kesulitan dalam memenuhi kebutuhnnya.

    Serta pada pasien sesak, potensial sekali terjadinya kekurangan

    dalam memenuhi kebutuhan nutrisi, hal ini karena dispnea saat

    makan, laju metabolism serta ansietas yang dialami pasien.

    c. Pola eliminasi

    Perlu dikaji tentang kebiasaan BAB dan BAK mencakup warna,

     bentuk, konsistensi, frekuensi, jumlah serta kesulitan dalam pola

    eliminasi.

  • 8/20/2019 ASMA BAB II

    23/34

    28

    d. Pola aktifitas dan latihan

    Perlu dikaji tentang aktifitas keseharian pasien, seperti olahraga,

     bekerja, dan aktifitas lainnya. Aktifitas fisik dapat terjadi faktor 

     pencetus terjadinya Asma.

    e. Pola istirahat dan tidur 

    Perlu dikaji tentang bagaiman tidur dan istirahat pasien meliputi

     berapa lama pasien tidur dan istirahat. Serta berapa besar akibat

    kelelahan yang dialami pasien. Adanya wheezing dan sesak dapat

    mempengaruhi pola tidur dan istirahat pasien.

    f. Pola persepsi sensori dan kognitif 

    Kelainan pada pola persepsi dan kognitif akan mempengaruhi

    konsep diri pasien dan akhirnya mempengaruhi jumlah stresor 

    yang dialami pasien sehingga kemungkinan terjadi serangan Asma

    yang berulang pun akan semakin tinggi.

    g. Pola hubungan dengan orang lain

    Gejala Asma sangat membatasi pasien untuk menjalankan

    kehidupannya secara normal. Pasien perlu menyesuaikan

    kondisinya berhubungan dengan orang lain.

    h. Pola reproduksi dan seksual

    Reproduksi seksual merupakan kebutuhan dasar manusia, bila

    kebutuhan ini tidak terpenuhi akan terjadi masalah dalam

    kehidupan pasien. Masalah ini akan menjadi stresor yang akan

    meningkatkan kemungkinan terjadinya serangan Asma.

  • 8/20/2019 ASMA BAB II

    24/34

    29

    i. Pola persepsi diri dan konsep diri

    Perlu dikaji tentang pasien terhadap penyakitnya.Persepsi yang

    salah dapat menghambat respon kooperatif pada diri pasien. Cara

    memandang diri yang salah juga akan menjadi stresor dalam

    kehidupan pasien.

     j. Pola mekanisme dan koping

    Stres dan ketegangan emosional merupakan faktor instrinsik 

     pencetus serangan Asma maka prlu dikaji penyebab terjadinya

    stress. Frekuensi dan pengaruh terhadap kehidupan pasien serta

    cara penanggulangan terhadap stresor.

    k. Pola nilai kepercayaan dan spiritual

    Kedekatan pasien pada sesuatu yang diyakini di dunia dipercayai

    dapat meningkatkan kekuatan jiwa pasien.Keyakinan pasien

    terhadap Tuhan Yang Maha Esa serta pendekatan diri pada-Nya

    merupakan metode penanggulangan stres yang konstruktif (Perry,

    2005 & Asmadi 2008).

    2. Pemeriksaan penunjang

    a. Pemeriksaan spirometri

    Pemeriksaan spirometri dilakukan sebelum dan sesudah pemberian

     bronkodilator aerosol (inhaler    atau   nebulizer ) golongan

    adrenergik.Peningkatan FEV1   atau FVC sebanyak >20%

    menunjukkan diagnosis Asma.

  • 8/20/2019 ASMA BAB II

    25/34

    30

     b. Pemeriksaan tes kulit

    Untuk menunjukkan adanya antibodi IgE yang spesifik dalam

    tubuh.

    c. Pemeriksaan radiologi

    Pemeriksaan radiologi dilakukan bila ada kecurigaan terhadap

     proses patologik di paru atau komplikasi Asma, seperti

     pneumothorak, pneumomediastinum, atelektasis, dan lain-lain.

    d. Pemeriksaan analisa gas darah

    Pemeriksaan analisa gas darah hanya dilakukan pada penderita

    dengan serangan Asma berat.

    e. Pemeriksaan sputum

    Untuk melihat adanya eosinofil, kristal Charcot Leyden, spiral

    Churschmann, pemeriksaan sputum penting untuk menilai

    adanyamiselium Aspergilus fumigatus.

    f. Pemeriksaan eosinofil

    Pada penderita Asma, jumlah eosinofil total dalam darah sering

    meningkat. Jumlah eosinofil total dalam darah membantu untuk 

    membedakan Asma dari Bronchitis kronik (Sundaru, 2006)

  • 8/20/2019 ASMA BAB II

    26/34

    31

    Gangguan

    pola tidur

    Intoleransi

    aktivitas

    E. PATHWAYS

    Sumber :Somantri (2008), Muttaqin (2008), Sundaru H (2002)

    Ekstinsik (inhaledalergi)

    Bronchial mukosa menjadi

    sensitif oleh Ig E

    Peningkatan mast cell

     pada trakheobronkhial

    Stimulasi reflek 

    reseptor syarat parasimpatis pada

    mukosa bronkhial

    Pelepasan histamin terjadi

    stimulasi pada bronkial smoothsehingga terjadi kontraksi

     bronkus

    Peningkatan permiabilitas

    vaskuler akibat kebocoran protein

    dan cairan dalam jaringan

    Intrinsik (infeksi, psikososial,stress)

    Penurunan stimuli reseptor terhadap iritan pada

    trakheobronkhial

    Hiperaktif non spesifik stimuli

     penggerak dari cell mast

    Perangsang reflek reseptor 

    tracheobronkhial

    Stimuli bronchial smooth

    dan kontraksi otot

     bronkhiolus

    Perubahan jaringan, peningkatan Ig E dalam serum

    Respon dinding bronkus

     bronkospasme   Udema mukosa   Hipersekresi mukosa

    Penumpukan sekret

    kental

    Sekret tidak keluar 

    Batuk tidak 

    efektif 

    Bernapas

    melalui mulut

    Keringnya

    mukosa

    Resiko

    infeksi

    Bersihan

     jalan napas

    tidak efektif 

    Bronkus menyempit

    Ventilasi terganggu

    wheezing

    Ketidakefektifan

    pola napas

    Gangguan

    pertukaran

    gas

    hipoksemia

    gelisah

    cemas

  • 8/20/2019 ASMA BAB II

    27/34

    32

    F. DIAGNOSA KEPERAWATAN

    1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan

     produksi sekret

    2. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan bronkospasme

    3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai

    oksigen

    4. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak 

    adekuatnya pertahanan utama atau imunitas

    5. Cemas berhubungan dengan kurangnya tingkat pengetahuan

    6. Gangguan pola tidur berhubungan dengan batuk yang berlebih

    7. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik 

    G. RENCANA KEPERAWATAN

    1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan

     produksi sekret

    Tujuan : jalan napas menjadi efektif 

    Kriteria hasil :

    a) Jalan napas bersih

     b) Sesak berkurang

    c) Batuk efektif 

    d) Mengeluarkan sekret

    Intervensi :

  • 8/20/2019 ASMA BAB II

    28/34

    33

    a) Kaji tanda-tanda vital dan auskultasi bunyi napas

    Rasional : beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan

    obstruksi jalan napas

     b) Berikan pasien untuk posisi yang nyaman

    Rasional : peninggian kepala tempat tidur mempermudah

    fungsi pernapasan

    c) Pertahankan lingkungan yang nyaman

    Rasional : Pencetus tipe reaksi alergi pernapasan yang dapat

    mentriger episode akut.

    d) Tingkatkan masukan cairan, denganmemberi air hangat.

    Rasional : Membantu mempermudah pengeluaran sekret

    e) Dorong atau bantu latihan napas dalam dan batuk efektif 

    Rasional : Memberikancara untuk mengatasi dan mengontrol

    dispnea,mengeluarkan sekret.

    f) Dorong atau berikan perawatan mulut

    Rasional : higiene mulut yang baik meningkatkan rasa sehat

    dan mencegah bau mulut

    g) Kolaborasi : pemberian obat dan humidifikasi, seperti

    nebulizer 

    Rasional : menurunkan kekentalan sekret dan mengeluarkan

    sekret

    2. ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan bronkospasme

    Tujuan : pola napas kembali efektif 

  • 8/20/2019 ASMA BAB II

    29/34

    34

    Kriteria hasil :

    a) Pola napas efektif 

     b) Bunyi napas normal kembali

    c) Batuk berkurang

    Intervensi

    a) Kaji frekuensi kedalaman pernapasan dan ekspansi dada

    Rasional : kecepatan biasanya mencapai kedalaman

     pernapasan bervariasi tergantung derajat gagal napas

     b) Auskultasi bunyi napas

    Rasional : ronchi dan mengi menyertai obstruksi jalan napas

    c) Tinggikan kepala dan bentuk mengubah posisi

    Rasional : memudahkan dalam ekspansi paru dan pernapasan

    d) Kolaborasi pemberian oksigen

    Rasional : memaksimalkan bernapas dan menurunkan kerja

    napas

    3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ganguan suplai

    oksigen

    Tujuan :dapat mempertahankan pertukaran gas

    Kriteria hasil :

    a) Tidak ada dispnea

     b) Pernapasan normal

    Intervensi

  • 8/20/2019 ASMA BAB II

    30/34

    35

    a) Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan

    Rasional : berguna dalam evaluasi derajat distres pernapasan

    dan atau kronisnya proses penyakit.

     b) Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien untuk memilih

     posisi yang nyaman untuk bernapas

    Rasional : pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi

    duduk tinggi dan latihan napas untuk menurunkan kolaps jalan

    napas, dispnea, dan kerja napas.

    c) Kaji atau awasi secar rutin kulit dan warna membran mukosa

    Rasional : Sianosis mungkin perifer (terlihat pada kuku) atau

    sentra (terlihat sekitar bibir atau daun telinga). Keabu-abuan

    dan dianosis sentral mengindikasikan beratnya hipoksemia.

    d) Dorong pengeluaran sputum: penghisapan bila diindikasikan

    Rasional : Kental, tebal, dan banyaknya sekresi adalah sumber 

    utama gangguan pertukaran gas pada jalan napas kecil.

    Penghisapan dibutuhkan jika batuk tidak efektif.

    e) Auskultasi bunyi napas

    Rasional : bunyi napas mungkin redup karena penurunan aliran

    udara atau area konsolidasi.

    f) Palpasi Fremirus

    Rasional : Penurunan getaran vibrasi diduga ada pengumpulan

    cairan atau udara terjebak.

  • 8/20/2019 ASMA BAB II

    31/34

    36

    g) Evaluasi tingkat toleransi aktivitas

    Rasional : Selama distress pernapasan berat atau akut atau

    refraktori pasien secara total tidak mampu melakukan aktivitas

    sehari-hari karena hipoksemia dan dispnea.

    h) Kolaborasi : Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi

    Rasional : dapat memperbaiki memburuknya hipoksia.

    4. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak 

    adekuatnya pertahanan utama atau imunitas

    Tujuan :tidak mengalami infeksi noskomial

    Kriteria hasil :

    a) Tidak ada tanda-tanda infeksi

     b) Mukosa mulut lembab

    c) Batuk berkurang

    Intervensi

    a) Monitor tanda-tanda vital

    Rasional: demam dapat terjadi karena infeksi atau dehidrasi

     b) Observasi warna, karakter, jumlah sputum

    Rasional : kuning atau kehijauan menunjukan adanya infeksi

     paru

    c) Berikan nutrisi yang adekuat

    Rasional : nutrisi yang adekuat dapat meningkatkan daya tahan

    tubuh

  • 8/20/2019 ASMA BAB II

    32/34

  • 8/20/2019 ASMA BAB II

    33/34

    38

    Kriteria hasil ;

    a) Pola tidur 6-7 jam per hari

     b) Tidur tidak terganggu karena batuk 

    Intervensi

    a) Kaji pola tidur setiap hari

    Rasional : mengetahui perubahan pola tidur yang terjadi

     b) Beri posisi yang nyaman

    Rasional : memudahkan dalam beristirahat

    c) Berikan lingkungan yang nyaman

    Rasional : menciptakan suasana yang tenang

    d) Anjurkan kepada keluarga dan pengunjung untuk tidak ramai

    Rasional :menciptakan suasana yang tenang

    e) Menjelaskan pada pasien pentingnya keseimbangan istirahat

    dan tidur untuk penyembuhan

    Rasional : menambah pengetahuan

    7. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik 

    Tujuan : aktivitas normal

    Kriteria hasil :

    a) Pasien dapat berpartisipasi dalam aktivitas

     b) Pasien dapat memenuhi kebutuhan pasien secara mandiri

    Intervensi :

    a) Kaji tingkat kemampuan aktivitas

    Rasional : mengetahui tingkat aktivitas pasien

  • 8/20/2019 ASMA BAB II

    34/34

     b) Anjurkan keluarga untuk membantu memenuhi kebutuhaan

     pasien

    Rasional : membantu pasien dalam memenuhi kebutuhan

     pasien sehari-hari

    c) Tingkatkan aktivitas secara bertahap sesuai toleransi

    Rasional : membantu pasien untuk memenuhi kebutuhan

     pasien secara mandiri

    d) Jelaskan pentingnya istirahat dan aktivitas dalaam proses

     penyembuhan

    Rasional : menambah pengetahuan pasien dan keluarga

    (Doenges, 2000)