askep kritis combusio

34
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penanganan dan perawatan luka bakar sampai saat ini masih memerlukan perawatan yang kompleks dan masih merupakan tantangan bagi kita, karena sampai saat ini angka morbiditas dan mortalitas yang masih tinggi. Di Amerika dilaporkan sekitar 2 sampai 3 juta penderita setiap tahunnya dengan jumlah kematian sekitar 5-6 ribu kematian/tahun. Di indonesia sampai saat ini belum ada laporan tertulis mengenai jumlah penderita luka bakar dan jumlah angka kematian yang diakibatkannya. Di unit luka bakar RSUP Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta pada tahun 1998 dilaporkan sebanyak 107 kasus luka bakar yang dirawat, dengan angka kematian 37,38%. Di unit Luka bakar RSU Dr. Soetomo surabaya jumlah kasus yang dirawat selama satu tahun (Januari 2000 sampai Desember 2000) sebanyak 106 kasus atau 48,4% dari seluruh penderita bedah plastik yang dirawat yaitu sebanyak 219, jumlah kematian akibat luka bakar sebanyak 28 penderita atau sekitar 26,41% dari seluruh penderita luka bakar yang dirawat, kematian umumnya terjadi pada luka bakar dengan luas lebih dari 50% atau pada luka bakar yang disertai cedera pada saluran nafas dan 50% terjadi pada 7 hari pertama perawatan (Noer, 2006). B. Tujuan B.1 Tujuan Umum Mahasiswa mampu menyusun dan menjelaskan asuhan keperawatan kritis klien pada luka bakar dengan pendekatan proses keperawatan. B.2 Tujuan Khusus 1. Mengetahui definisi luka bakar. 1

Upload: arum-dwi-setiarini

Post on 10-Apr-2016

28 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

gtfhf

TRANSCRIPT

Page 1: ASKEP KRITIS COMBUSIO

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang MasalahPenanganan dan perawatan luka bakar sampai saat ini masih memerlukan

perawatan yang kompleks dan masih merupakan tantangan bagi kita, karena sampai saat ini angka morbiditas dan mortalitas yang masih tinggi. Di Amerika dilaporkan sekitar 2 sampai 3 juta penderita setiap tahunnya dengan jumlah kematian sekitar 5-6 ribu kematian/tahun. Di indonesia sampai saat ini belum ada laporan tertulis mengenai jumlah penderita luka bakar dan jumlah angka kematian yang diakibatkannya. Di unit luka bakar RSUP Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta pada tahun 1998 dilaporkan sebanyak 107 kasus luka bakar yang dirawat, dengan angka kematian 37,38%. Di unit Luka bakar RSU Dr. Soetomo surabaya jumlah kasus yang dirawat selama satu tahun (Januari 2000 sampai Desember 2000) sebanyak 106 kasus atau 48,4% dari seluruh penderita bedah plastik yang dirawat yaitu sebanyak 219, jumlah kematian akibat luka bakar sebanyak 28 penderita atau sekitar 26,41% dari seluruh penderita luka bakar yang dirawat, kematian umumnya terjadi pada luka bakar dengan luas lebih dari 50% atau pada luka bakar yang disertai cedera pada saluran nafas dan 50% terjadi pada 7 hari pertama perawatan (Noer, 2006).

B. TujuanB.1 Tujuan Umum

Mahasiswa mampu menyusun dan menjelaskan asuhan keperawatan kritis klien pada luka bakar dengan pendekatan proses keperawatan.

B.2 Tujuan Khusus1. Mengetahui definisi luka bakar.2. Mengetahui etiologi luka bakar.3. Mengetahui patofisologi luka bakar4. Mengetahui fase, kedalaman, luas dan berat ringanya luka bakar5. Mengetahui penatalaksanaan luka bakar6. Mengetahui rencana asuhan keperawatan kritis pada klien dengan luka bakar.

1

Page 2: ASKEP KRITIS COMBUSIO

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Luka Bakar (Combustio)Luka bakar adalah suatu trauma yang disebabkan oleh panas, arus listrik, bahan

kimia dan petir yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan yang lebih dalam (Musliha, 2010). Luka bakar adalah luka yang dapat timbul akibat kulit terpajan ke suhu tinggi, syok listrik, atau bahan kimia (Corwin, 2001). Luka bakar adalah luka oleh karena kontak dengan agen bersuhu tinggi, seperti api, air panas, listrik, bahan kimia radiasi, suhu sangat rendah ( Mansyoor, dkk, 2000). Luka bakar adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan oleh kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik dan radiasi (Yefta Moenadjat, 2003).Cedera kulit oleh karena perpindahan energi dari sumber panas ke kulit (Effendi, 1999; Smeltzer & Bare, 2002).

B. Etiologi Luka Bakar (Combustio)Menurut Rahayuningsih (2012), etiologi luka bakar antara lain :1. Luka bakar suhu tinggi (thermal burn)

Luka bakar thermal disebabkan oleh karena terpapar atau kontak dengan api, cairan panas dan bahan padat (solid).

2. Luka bakar bahan kimia (Chemical burn)Luka bakar kimia disebabkan oleh kontaknya jaringan kulit dengan asam atau basa kuat. Konsentrasi zat kimia, lamanya kontak dan banyaknya jaringan yang terpapar menentukan luasnya injuri karena zat kimia ini. luka bakar kimia dapat terjadi misalnya karena kontak dengan zat-zat pembersih yang sering digunakan untuk keperluan rumah tangga dan berbagai zat kimia yang digunakan dalam bidang industri, pertanian dan militer. Lebih dari 25.000 produk zat kimia diketahui dapat menyebabkan luka bakar kimia.

3. Luka bakar sengatan listrik (Electrical burn)Lewatnya tenaga listrik bervoltase tinggi melalui jaringan menyebabkan perubahannya menjadi tenaga panas, ia menimbulkan luka bakar yang tidak hanya mengenai kulit dan jaringan sub kutis, tetapi juga semua jaringan pada jalur alur listrik tersebut. Luka bakar listrik biasanya disebabkan oleh kontak dengan sumber tenaga bervoltase tinggi. Anggota gerak merupakan kontak yang terlazim, dengan tangan dan lengan yang lebih sering cedera daripada tungkai dan kaki. Kontak sering menyebabkan gangguan jantung dan atau pernafasan, dan resusitasi kardiopulmonal sering diperlukan pada saat kecelakaan tersebut terjadi. Luka pada daerah masuknya arus listrik biasanya gosong dan tampak cekung.

4. Luka bakar radiasi (Radiasi injury)

2

Page 3: ASKEP KRITIS COMBUSIO

Luka bakar radiasi disebabkan oleh terpapar dengan sumber radioaktif. Tipe injury ini seringkali berhubungan dengan penggunaan radiasi ion pada industri atau dari sumber radiasi untuk keperluan terapeutik pada dunia kedokteran. Terpapar oleh sinar matahari akibat terpapar yang terlalu lama juga merupakan salah satu tipe luka bakar radiasi.

C. Patofisiologi Luka Bakar (Combustio) Menurut Hudak & Gallo; 1997

3

Page 4: ASKEP KRITIS COMBUSIO

D. Klasifikasi Luka Bakar (Combustio)1. Luka bakar berdasarkan kedalaman jaringan yang rusak (Menurut Kahan &

Raves ,2011):

Derajat Lokasi yang terlibat

Karakteristik Perkembangan klinis Terapi

Derajat 1 atau ketebalan partial superfisial

Epidermis Eritema & nyeri Sembuh dalam waktu 3-4 hari tanpa pembentukan jaringan parut. Sel-sel epidermis yang mati mengalami deskuamasi (mengelupas).

Lotion dan obat anti inflamasi non steroid

Derajat 2 atau ketebalan partial - superfisial - dalam

Melewati epidermis dan sampai ke dermis

Merah muda/merah/mengeluarkan cairan, pembengkakan dan lepuh, sangat nyeri

Luka bakar dermis superfisial sembuh dalam waktu 1 minggu tanpa pembentukan jaringan parut atau gangguan fungsional. Luka bakar dermis yang dalam sembuh dalam waktu3-8 minggu tetapi disertai dengan pembentukan jaringan parut yang beratdan gangguan fungsi

Dilakukan eksisi dan graft pada luka bakar dermis yg dalam

Derajat 3 atau ketebalan penuh

Semua lapisan melewati dermis

Putih atau hitam, seperti beludru, seperti lilin, tidak nyeri

Luka bakar hanya dapat sembuh dengan cara migrasi epitelial dari perifer dan kontraksi. Kecuali luka bakar berukuran kecil, luka bakar ini memerlukan tindakan graf.

Dilakukan eksisi dan graf

2. Luka bakar berdasarkan luas luka (Rule of Ninedari Wallace)

NO AREA %1 Head and neck 92 Anterior trunk 183 Posterior trunk 184 Genitalia 15 Right arm 96 Left arm 97 Right thigh 98 Left thigh 99 Right leg 9

4

Page 5: ASKEP KRITIS COMBUSIO

10 Left leg 9Total 100

3. Luka bakar berdasarkan keparahan/berat ringannya luka menurut American college of soergeon, yaitu:a. Parah-critical:

1) Tingkat II             : 30% atau lebih2) Tingkat III           : 10% atau lebih3) Tingkat III           : pada tangan, kaki dan wajahDengan adanya komplikasi pernapasan, jantung, fraktur, soft tissue yang luas

b. Sedang-moderate1) Tingkat II             : 15-30%2) Tingkat III           : 1-10%

c. Ringan-minor1) Tingkat II             : kurang 15%2) Tingkat III           : kurang 1 %

E. Zona Kerusakan Jaringan pada Luka Bakar (Combustio)1. Zona koagulasi

Daerah yang langsung mengalami kerusakan (koagulasi protein) akibat pengaruh panas.

2. Zona statisDaerah yang berada lansgsung di luar zona koagulasi. Di daerah ini terjadi kerusakan endotel pembuluh darah disertai kerusakan trobosit dan leukosit, sehingga terjadi gangguan perfusi (no flow phenomena), diikuti perubahan permeabilitas kapiler dan respon inflamasi lokal. Proses ini berlangsung selama 12-24 jam pasca cedera, dan mungkin berakhir dengan nekrosis jaringan.

3. Zona hiperemiDaerah di luar zona statis, ikut mengalami reaksi berupa vasodilatasi tanpa banyak melibatkan reaksi seluler.

F. Fase Luka Bakar (Combustio)1. Fase darurat/resusitasi

Fase ini berlangsung dari awitan cedera hingga selesainya resusitasi cairan. Pada fase ini problema yang ada berkisar pada gangguan saluran nafas karena adanya cedera

5

Page 6: ASKEP KRITIS COMBUSIO

inhalasi dan gangguan sirkulasi. Pada fase ini terjadi gangguan keseimbangan sirkulasi cairan dan elektrolit, akibat cedera termis yang bersifat sistemik.

2. Fase akut atau intermediatFase akut atau intermediat berlangsung sesudah fase darurat/resusitasi dan dimulai 48 hingga 72 jam setelah terjadi luka bakar. Selama fase ini, perhatian ditujukan pada pengkajian dan pemeliharaan yang berkesinambungan terhadap status respirasi dan sirkulasi, keseimbangan cairan dan elektrolit, serta fungsi gastrointestinal. Perawatan luka bakar dan pengendalian nyeri merupakan prioritas pada tahap ini. Pada tahap ini sudah dipertimbangkan intervensi pembedahan (debridement, skin grafting)

3. Fase rehabilitasiFase ini berlangsung setelah terjadi penutupan luka sampai terjadi maturasi. Masalah pada fase ini adalah timbulnya penyulit dari luka bakar berupa parut hipertrofik, kontraktur dan deformitas lain yang terjadi karapuhan jaringan atau organ-organ strukturil (misal, bouttonierre deformity).

G. Indikasi Rawat Inap Klien Luka Bakar (Combustio)Kebutuhan klien untuk dirawat di rumah sakit ditentukan berdasarkan pada keparahan cedera luka bakar yang dideritanya. Berikut ini adalah kondisi dimana klien harus dirawat di rumah sakit (Christantie Effendi, S.Kp., 1999):1. Luka bakar derajat II > 15% pada dewasa dan > 10% pada anak.2. Luka bakar derajat II pada muka, leher, tangan, kaki dan perineum.3. Luka bakar derajat III > 2% pada dewasa dan setiap derajat III pada anak.4. Luka bakar disertai trauma visera, tulang dan jalan napas.5. Luka bakar karena sengatan listrik tegangan tinggi.

H. Penatalaksanaan Luka Bakar (Combustio)1. Pertolongan pertama saat kejadian menurut Sjamsuhidayat (2010)

a. Luka bakar suhu atau thermalUpaya pertama saat terbakar adalah mematikan api pada tubuh, misalnya dengan menyelimuti dan menutup bagian yang terbakar dengan kain basah. Atau korban dengan cepat menjatuhkan diri dan berguling-guling agar bagian pakaian yang terbakar tidak meluas. Kontak dengan bahan yang panas juga harus cepat diakhiri, misalnya dengan mencelupkan bagian yang terbakar atau menyelupkan diri ke air dingin atau melepas baju yang tersiram air panas.Pertolongan pertama setelah sumber panas dihilangkan adalah merendam daerah luka bakar dalam air mengalir selama sekurang-kurangnya lima belas menit. Upaya pendinginan ini, dan upaya mempertahankan suhu dingin pada jam pertama akan menghentikan proses koagulasi protein sel dijaringan yang terpajan suhu tinggi yang akan terlangsung walaupun api telah dipadamkan, sehingga destruksi tetap meluas.

b. Luka bakar kimia

6

Page 7: ASKEP KRITIS COMBUSIO

Baju yang terkena zat kimia harus segera dilepas. Sikap yang sering mengakibatkan keadaan lebih buruk adalah menganggap ringan luka karena dari luar tampak sebagai kerusakan kulit yang hanya kecoklatan, padahal daya rusak masih terus menembus kulit, kadang sampai 72 jam.Pada umumnya penanganan dilakukan dengan mengencerkan zat kimia secara masif yaitu dengan mengguyur penderita dengan air mengalir dan kalau perlu diusahakan membersihkan pelan-pelan secara mekanis. Netralisasi dengan zat kimia lain merugikan karena membuang waktu untuk mencarinya, dan panas yang timbul dari reaksi kimianya dapat menambah kerusakan jaringan.Sebagai tindak lanjut, kalau perlu dilakukan resusitasi, perbaikan keadaan umum, serta pemberian cairan dan elektrolit.Pada kecelakaan akibat asam fluorida, pemberian calsium glukonat 10% dibawah jaringan yang terkena, bermanfaat mencegah ion fluor menembus jaringan dan menyebabkan dekalsifikasi tulang. Ion fluor akan terikat menjadi kalsium fluorida yang tidak larut. Jika ada  luka dalam, mungkin diperlukan debridemen yang disusul skin grafting dan rekonstruksi.Pajanan zat kimia pada mata memerlukan tindakan darurat segera berupa irigasi dengan air atau sebaiknya larutan garam 0,9% secara terus menerus sampai penderita ditangani di rumah sakit.

c. Luka bakar arus listrikTerlebih dahulu arus listrik harus diputus karena penderita mengandung muatan listrik selama masih terhubung dengan sumber arus. Kemudian kalau perlu, dilakukan resusitasi jantung paru. Cairan parenteral harus diberikan dan umumnya diperlukan cairan yang lebih banyak dari yang diperkirakan karena kerusakan sering jauh lebih luas. Kadang luka bakar di kulit luar tampak ringan,  tetapi kerusakan jaringan ternyata lebih dalam. Kalau banyak terjadi kerusakan otot, urin akan berwarna gelap karena mengandung banyak mioglobin dan resusitasi pasien ini mengharuskan pengeluaran urin 75-100ml per jam. Selain itu, urin harus dirubah menjadi basa dengan natrium bikarbonat intravena, yang menghalangi pengendapan mioglobulin. Bila urin tidak segera bening atau pengeluaran urin tetap rendah, walaupun sudah diberikan sejumlah besar cairan, maka harus diberikan diuretik yang kuat bersama manitol. Pada penderita cedera otot yang masif, dosis manitol (12,5 gram per dosis) mungkin diperlukan selama 12-24 jam. Pasien yang gagal berespon terhadap dosis diatas mungkin membutuhkan amputasi anggota gerak gawat darurat atau pembersihan jaringan nonviabel.Otot jantung, juga rentan trauma arus listrik. Elektrokardiogram (EKG) harus dilakukan untuk mengetahui adanya kerusakan jantung dan pemantauan jantung yang terus menerus dilakukan untuk mendiagnosis dan merawat aritmia. Kerusakan neurologi juga sering terjadi, terutama pada medulla spinalis, tetapi sulit dilihat, kecuali bila dilakukan tes elektrofisiologi. Pengamatan cermat atas

7

Page 8: ASKEP KRITIS COMBUSIO

abdomen perlu dilakukan pada tahap segera setelah cedera karena arus yang melewati kavitas peritonealis dapat menyebabkan kerusakan saluran pencernaan.

d. Luka bakar radiasiPada  kontaminasi lingkungan, penolong dapat terkena radiasi dari kontaminan sehingga harus menggunakan pelindung. Prinsip penolong penderita atau korban radiasi adalah memakai sarung tangan, masker, baju pelindung, dan detektor sinar ionisasi. Sumber kontaminasi harus dicari dan dihentikan, dan benda yang terkontaminasi dibersihkan dengan air sabun, deterjen atau secara mekanis disimpan dan dibuang di tempat aman.Keseimbangan cairan dan elektrolit penderita perlu dipertahankan. Selain itu, perlu dipikirkan kemungkinan adanya anemia, leukopenia, trombositopenia, dan kerentanan terhadap infeksi. Sedapat mungkin tidak digunakan obat-obatan yang menekan fungsi sumsum tulang.

2. Penatalaksanaan ABC (airway, breathing, circulation)a. Airway

Menurut Moenadjat (2009), Membebaskan jalan nafas dari sumbatan yang terbentuk akibat edema mukosa jalan nafas ditambah sekret yang diproduksi berlebihan (hiperekskresi) dan mengalami pengentalan. Pada luka bakar kritis disertai trauma inhalasi, intubasi (pemasangan pipa endotrakeal) dan atau krikotiroidektomi emergensi dikerjakan pada kesempatan pertama sebelum dijumpai obstruksi jalan nafas yang dapat menyebabkan distres pernafasan. Pada luka bakar akut dengan kecurigaan trauma inhalasi. Pemasangan pipa nasofaringeal, endotrakeal merupakan prioritas pertama pada resusitasi, tanpa menunggu adanya distres nafas. Baik pemasangan nasofaringeal, intubasi dan atau krikotiroidektomi merupakan sarana pembebasan jalan nafas dari sekret yang diproduksi, memfasilitasi terapi inhalasi yang efektif dan memungkinkan lavase bronkial dikerjakan. Namun pada kondisi sudah dijumpai obstruksi, krikotiroidektomi merupakan indikasi dan pilihan.a.1 Pemasangan pipa Nasofaringeal

Pipa nasal merupakan pipa bulat lunak yang sesuai dengan anatomi nares, nasofaring dan hipofaring. Ia dimasukkan melalui satu atau kedua nares sehingga ujungnya mencapai tepat di atas epiglotis. Pipa nasal mempunyai keuntungan karena bisa dipasang pada penderita yang masih mempunyai reflek muntah tanpa menyebabkan muntah.

b. BreathingMoenadjat (2009), Pastikan pernafasan adekuat dengan :1) Pemberian oksigen

Oksigen diberikan 2-4 L/menit adalah memadai. Bila sekret banyak, dapat ditambah menjadi 4-6 L/menit. Dosis ini sudah mencukupi, penderita trauma inhalasi mengalami gangguan aliran masuk (input) oksigen karena patologi jalan nafas; bukan

8

Page 9: ASKEP KRITIS COMBUSIO

karena kekurangan oksigen. Hindari pemberian oksigen tinggi (>10 L/mnt) atau dengan tekanan karena akan menyebabkan hiperoksia (dan barotrauma) yang diikuti terjadinya stres oksidatif.

2) HumidifikasiOksigen diberikan bersama uap air. Tujuan pemberian uap air adalah untuk mengencerkan sekret kental (agar mudah dikeluarkan) dan meredam proses inflamasi mukosa.

3) Terapi inhalasiTerapi inhalasi menggunakan nebulizer efektif bila dihembuskan melalui pipa endotrakea atau krikotiroidektomi. Prosedur ini dikerjakan pada kasus trauma inhalasi akibat uap gas atau sisa pembakaran bahan kimia yang bersifat toksik terhadap mukosa. Dasarnya adalah untuk mengatasi bronko konstriksi yang potensial terjadi akibat  zat kimia. Gejala hipersekresi diatasi dengan pemberian atropin sulfas dan mengatasi proses infalamasi akut menggunakan steroid.

4) Lavase bronkoalveolarProsedur lavase bronkoalveolar lebih dapat diandalkan untuk mengatasi permasalahan yang timbul pada mukosa jalan nafas dibandingkan tindakan humidifier atau nebulizer. Sumbatan oleh sekret yang melekat erat (mucusplug) dapat dilepas dan dikeluarkan. Prosedur ini dikerjakan menggunakan metode endoskopik (bronkoskopik) dan merupakan gold standart. Selain bertujuan terapeutik, tindakan ini merupakan prosedur diagnostik untuk melakukan evaluasi jalan nafas.

5) Rehabilitasi pernafasanProses rehabilitasi sistem pernafasan dimulai seawal mungkin. Beberapa prosedur rehabilitasi yang dapat dilakukan sejak fase akut antara lain:a) Pengaturan posisib) Melatih reflek batukc) Melatih otot-otot pernafasan.Prosedur ini awalnya dilakukan secara pasif kemudian dilakukan secara aktif saat hemodinamik stabil dan pasien sudah lebih kooperatif

6) Penggunaan ventilatorPenggunaan ventilator diperlukan pada kasus-kasus dengan distresparpernafasan secara bermakna memperbaiki fungsi sistem pernafasan dengan positive end-expiratory pressure (PEEP) dan volume kontrol.

c. CirculationMenurut Djumhana (2011), penanganan sirkulasi dilakukan dengan pemasangan IV line dengan kateter yang cukup besar, dianjurkan untuk pemasangan CVP untuk mempertahankan volume sirkulasi

9

Page 10: ASKEP KRITIS COMBUSIO

1) Pemasangan infus intravena atau IV line dengan 2 jalur menggunakan jarum atau kateter yang besar minimal no 18, hal ini penting untuk keperluan resusitasi dan tranfusi, dianjurkan pemasangan CVP

2) Pemasangan CVP (Central Venous Pressure)Merupakan perangkat untuk memasukkan cairan, nutrisi parenteral dan merupakan parameter dalam menggambarkan informasi volume cairan yang ada dalam sirkulasi. Secara sederhana, penurunan CVP terjadi pada kondisi hipovolemia. Nilai CVP yang tidak meningkat pada resusitasi cairan dihubungkan dengan adanya peningkatan permeabilitas kapiler. Di saat permeabilitas kapiler membaik, pemberian cairan yang berlebihan atau penarikan cairan yang berlebihan akibat pemberian koloid atau plasma akan menyebabkan hipervolemia yang ditandai dengan terjadinya peningkatan CVP.

3. Resusitasi CairanMenurut Sunatrio (2000), pada luka bakar mayor terjadi perubahan permeabilitas kapiler yang akan diikuti dengan ekstrapasasi cairan (plasma protein dan elektrolit) dari intravaskuler ke jaringan interstisial mengakibatkan terjadinya hipovolemik intravaskuler dan edema interstisial. Keseimbangan tekanan hidrostatik dan onkotik terganggu sehingga sirkulasi kebagian distal terhambat, menyebabkan gangguan perfusi sel atau jaringan atau organ.Pada luka bakar yang berat dengan perubahan permeabilitas kapiler yang hampir menyeluruh, terjadi penimbunan cairan massif di jaringan interstisial menyebabkan kondisi hipovolemik. Volume cairan intravaskuler mengalami defisit, timbul ketidakmampuan menyelenggarakan proses transportasi oksigen ke jaringan. Keadaan ini dikenal dengan sebutan syok. Syok yang timbul harus diatasi dalam waktu singkat, untuk mencegah kerusakan sel dan organ bertambah parah, sebab syok secara nyata bermakna memiliki korelasi dengan angka kematian.Beberapa penelitian membuktikan bahwa penatalakannan syok dengan menggunakan metode resusitasi cairan konvensional (menggunakan regimen cairan yang ada) dengan penatalaksanaan syok dalam waktu singkat, menunjukan perbaikan prognosis, derajat kerusakan jaringan diperkecil (pemantauan kadar asam laktat), hipotermi dipersingkat dan koagulatif diperkecil kemungkinannya, ketiganya diketahui memiliki nilai prognostik terhadap angka mortalitas. Pada penanganan perbaikn sirkulasi pada luka bakar dikenal beberapa formula berikut:

Formula Cairan 24 jam pertama

Kristaloid pada 24 jam kedua

Koloid pada 24 jam kedua

Evans Larutan saline 1 50% volume cairan  24 50% volume cairan  24

10

Page 11: ASKEP KRITIS COMBUSIO

ml/kg/%LB, 2000 ml D5W*, dan koloid 1 ml/ kg / %LB

jam pertama + 2000 ml D5W

jam pertama

Brooke RL 1.5 ml / kg / %LB, koloid 0.5 ml / kg/ %LB, dan 2000 ml D5W

50% volume cairan  24 jam pertama + 2000 ml D5W

50% volume cairan  24 jam pertama

Parkland RL  4 ml / kg / %LB 20-60% estimate plasma volume

Pemantauan output urine 30 ml/jam

Modified Brooke RL 2 ml / kg / %LBMonafo hypertonic demling

250 mEq/L saline pantau output urine 30 ml/jam, dextran 40 dalam  lar. saline  2 ml/kg/jam untuk 8 jam, RL pantau output urine  30 ml/jam, dan fresh frozen plasma 0.5 ml/jam untuk 18 jam dimulai 8 jam setelah terbakar.

1/3  lar. Saline, pantau  output urine

.

METODE BAXTER  

Menurut Moenadjat (2009), metode resusitasi ini mengacu pada pemberian cairan kristaloid dalam hal ini Ringer Laktat (karena mengandung elektrolit dengan komposisi yang lebih fisiologis dibandingkan dengan Natrium Klorida) dengan alasan; cairan saja sudah cukup untuk mengantikan cairan yang hilang (perpindahan ke jaringan interstisium), pemberian kristaloid adalah tindakan resusitasi yang paling fifiologis dan aman

Hari Dosis Jumlah CairanPertama 1. Dewasa            : Ringer laktat 4cc x

berat badan x %luas luka bakar per 24jam

2. Anak    : Ringer laktat : Dextran = 17:3

1. ½ jumlah cairan diberikan alam 8 jam pertama

2. ½ diberikan 16 jam berikutnya

11

Page 12: ASKEP KRITIS COMBUSIO

2cc x berat badan x % luas luka bakar ditamah kebutuhkan faal

a. <1 tahun          : BB x 100ccb. 1-3 tahun         : BB x 75ccc. 3-5 tahun         : BB x 50cc

Kedua 1. Dewasa            : dextran 500-2000 cc + D5%Albumin (3xX) x 80 x berat badan g/hari(Albumin 25 % = Gram x 4cc) = 1cc/menit

2. Anak    : diberi sesuai kebutuhan faal

Protocol resesitasi :

Kebutuhan cairan dalam 24 jam pertama adalah 4 ml/kg/% luas luka bakar, pemberian berdasarkan pedoman berikut

Pedoman

1. Separuh kebutuhan diberikan dalam 8 jam I (dihitung mulai saat kejadian luka bakar)

2. Separuh kebutuhan diberikan dalam 16 jam sisanya

Contoh:

Seorang laki-laki 25 tahun dengan berat 70 kg dengan luka bakar 30% datang ke UGD pukul 16.00. Pasien mengalami kejadian sekitar pukul 15.00.

a. Total cairan yang diberikan untuk 24 jam pertama adalah :4ml x (30% total burn surface area) x (70kg) = 8400 ml dalam 24 jam.Total cairan ini  diberikan setengah pada 8 jam pertama dan setengah lagi pada  16 jam berikutnya.

b. Perhitungan kecepatan infus perjam untuk 8 jam pertama adalah:Bagi cairan pada point (a) dengan sisa waktu sampai 8 jam setelah pasien terbakar (pukul 15.00).

12

Page 13: ASKEP KRITIS COMBUSIO

Kebakaran terjadi pada pukul 15.00, jadi 8 jam kedepan jatuh pada pukul 23.00. datang ke UGD pukul 16.00, jadi dibutuhkan 4200 ml selama 7 jam kedepan: 4200cc/7 = 600 cc/jam dari pukul 16.00 sampai pukul 23.00,

c. Perhitungan kecepatan infus perjam untuk 16 jam kedua = 4200cc/16 =  262 cc/jam dari pukul 23.00 sampai pukul 15.00

4. Penatalaksanaan pencegahan infeksiMenurut Hudak & Gallo (2000), ketika kestabilan hemodinamik dan pulmonal telah tercapai, perhatian ditujukan pada perawatan awal luka bakar.Menurut Moenadjat (2009), Infeksi luka yang berkembang menjadi sepsis menjadi topik yang banyak dibahas dan merupakan penyebab kematian pada luka bakar. Konsekuensinya penggunaan antibiotika dalam penatalaksanaan luka bakar menjadi sesuatu kebutuhan yang mutlak. Tindakan yang dilakukan untuk mencegah dan mengatasi infeksi terdiri dari beberapa rangkaian, yaitu:a. Tindakan aseptic

Yang dimaksud dengan tindakan aseptik adalah serangkaian perlakuan yang diterapkan dan mencerminkan upaya mencegah infeksi, dengan cara:

1) Mengupayakan ruang perawatan dalam kondisi aseptik. Hal ini diupayakan melalui beberapa cara termasuk desain ruangan yang memungkinkan ventilasi laminar berlangsung layaknya sebuah ruang operasi, penerapan sistem positive air preasure air filter, termasuk perawatan yang bertalian dengan proses desinfeksi ruangan, dll.

2) Linen dan bahan lain yang steril3) Penggunaan perangkat khusus seperti baju (piyama), skort, topi, masker, alas-kaki,

pencucian tangan, penggunaan sarung tangan, dll. Hal ini mencerminkan perilaku petugas sebagai digariskan dalam general precaution upaya mencegah infeksi .

b. Pencucian luka (Debridemen)pencucian luka dilakukan menggunakan air yang disterilkan. Prinsip dilution is the best solution for pollution diterapkan.1) Pencucian luka dikerjakan saat penderita masuk ke unit luka bakar (dalam delapan

jam pertama) dan dilakukan satu sampai dua kali dalam sehari sebelum dilakukan nekrotomi dan debridement.

2) Tindakan nekrotomi dan debridement dilakukan bertujuan membuang eskar atau jaringan nekrosis maupun debris yang memicu respon inflamasi dan menghalangi proses penyembuhan luka karena berpotensi besar untuk berkembang menjadi fokus infeksi. Tindakan ini dilakukan seawal mungkin, dan dapat dilakukan tindakan ulangan sesuai kebutuhan. Yang dimaksud tindakan awal adalah dalam 3-4 hari pertama pasca trauma, saat konsistensi eskar masih padat dan belum mengalami lisis,

13

Page 14: ASKEP KRITIS COMBUSIO

eskar yang mengalami lisis memicu respon inflamasi sangat kuat dan sulit dilakukan. Pada prosedur ini, luka dicuci menggunakan larutan steril.

3) Perawatan pasca nekrotomi dan debridement, luka dicuci setiap kali penggantian balutan

c. EskarotomiMeskipun peninggian ekstrimitas dapat menurunkan edema, namun eskarotomi sering diperlukan. Eskarotomi adalah insisi pada jaringan parut yang menebal sehingga memungkinkan jaringan edematosa yang hidup di bawahnya melebar, dengan demikian memulihkan perfusi jaringan yang adekuat. Eskarotomi dibuat pada garis midlateral atau midmedial ekstrimitas yang terkait. Prosedur dilakukan di tempat tidur, dan tidak memerlukan anestesi lokal. Tempat eskarotomi ditutupi dengan agen topikal karena karena jaringan hidup terpajan, dan dipasang balutan tipis. Biasanya prosedur ini diperlukan hanya pada cedera yang terjadi lingkungan arus listrik bertegangan tinggi atau cedera hancur (Hudak, 1996)

d. Pemberian antibioticPemberian antibiotik secara umum dibedakan atas:Tujuan : profilaksis dan teraupetik1) Antibiotika profilaksis pada luka bakar

Secara umum yang dimaksud dengan pemberian antibiotik profilaksis adalah pemberian antibiotik sistemik bertujuan mencegah berkembangnya infeksi sebelum melakukan sayatan tindakan pembedahan atau prosedur invasif lainnya. Antibiotik diberikan melalui jalur intravena 30 menit sebelum tindakan untuk satu kali pemberian (single dose). Jenis antibiotik yang diberikan didasari atas pola bakteri yang didasari atas pola bakteri yang paling sering menimbulkan infeksi di rumah sakit pada kurun waktu tertentu.2) Antibiotika teraupetik pada luka bakar

Pemberian antibiotik sistemik yang ditujukan mengatasi infeksi yang timbul. Pemilihan jenis antibiotik dilakukan berdasarkan hasil kultur mikroorganisme penyebab infeksi dan memiliki sensitivitas terhadap mikroorganisme penyebab. Pemberiannya diberikan sesuai dosis lazim.

e. AmputasiMenurut Hudak & Gallo (1996), Indikasi amputasi apabila terdapat

1) Cedera otot masifakibat elektric injury disertai mioglobin pada urin yang gagal berespon terhadap resusitasi cairan dan pemberian diuretic kuat serta manitol

2) Keropeng dengan perlemahan status vaskuler dengan nekrosis iskemik.3) Infeksi yang meluas hingga mengenai sebagian besar anggota gerak

14

Page 15: ASKEP KRITIS COMBUSIO

BAB IIIASUHAN KEPERAWATAN PADA LUKA BAKAR (COMBUSTIO)

A. Pengkajian1. Breathing

Kaji adanya tanda disteres pernapasan, seperti rasa tercekik, tersedak, malas bernafas, atau adanya wheezing atau rasa tidak nyaman pada mata atu tenggorokan, hal ini menandakan adanya iritasi pada mukosa.Adanya sesak napas atau kehilangan suara, takipnea atau kelainan pada uaskultasi seperi krepitasi atau ronchi. (Sjaifuddin, 2006)

2. BloodPada luka bakar yang berat, perubahan permiabilitas kapiler yang hampir menyeluruh, terjadi penimbunan cairan massif di jaringan interstisial menyababkan kondisi hipovolemik. Volume cairan intravascular mengalami defisit, timbul ketidak mampuan menyelenggarakan proses transportasi oksigen kejaringan (syok). Sjaifuddin (2006)

3. BrainManifestasi sistem saraf pusat karena keracunan karbon monoksida dapat berkisar dari sakit kepala, sampai koma, hingga kematian (Huddak dan Gallok, 1996) 

4. BledderHaluaran urin menurun disebabkan karena hipotensi dan penurunan aliran darah ke ginjal dan sekresi hormone antideuretik serta aldosteron (Hudak dan Gallok, 1996)

5. BowelAdanya resiko paralitik usus dan distensi lambung bisa terjadi distensi dan mual. Selain itu pembentukan ulkus gastrduodenal juga dikenal dengan Curling’s biasanya merupakan komplikasi utama dari luka bakar (Hudak dan Gallok, 1996).

6. BonePenderita luka bakar dapat pula mengalami trauma lain misalnya mengalami patah tulang punggung atau spine.

Pemeriksaan diagnostik:

1. LED: mengkaji hemokonsentrasi. 2. Elektrolit serum mendeteksi ketidakseimbangan cairan dan biokimia. Ini terutama

penting untuk memeriksa kalium terdapat peningkatan dalam 24 jam pertama karena peningkatan kalium dapat menyebabkan henti jantung.

3. Gas-gas darah arteri (GDA) dan sinar X dada mengkaji fungsi pulmonal, khususnya pada cedera inhalasi asap.

4. BUN dan kreatinin mengkaji fungsi ginjal.

15

Page 16: ASKEP KRITIS COMBUSIO

5. Urinalisis menunjukkan mioglobin dan hemokromogen menandakan kerusakan otot pada luka bakar ketebalan penuh luas.

6. Bronkoskopi membantu memastikan cedera inhalasi asap. 7. Koagulasi memeriksa faktor-faktor pembekuan yang dapat menurun pada luka bakar

masif. 8. Kadar karbon monoksida serum meningkat pada cedera inhalasi asap.

B. Diagnosa KeperawatanBerdasarkan data-data hasil pengkajian, diagnosa keperawatan yang biasanya muncul pada klien luka bakar diantaranya adalah : 1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi tracheobronchiale,

trauma inhalasi. 2. Nyeri berhubungan dengan kerusakan kulit/jaringan 3. Aktual/resiko ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan status hipermetabolik, katabolisme protein. 4. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler, penurunan

kekuatan dan tahanan. 5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kerusakan permukaan kulit karena

luka bakar. 6. Resiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan tubuh primer,

kerusakan jaringan. 7. Aktual/Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan penguapan cairan

tubuh yang berlebihan. 8. Gangguan konsep diri : Body image berhubungan dengan kejadian traumatic,

kecacatan.

C. Intervensi dan Implementasi Keperawatan1. Meningkatkan pertukaran gas dan bersihan jalan nafas.

a. Pemeriksaan untuk mengkaji pertukaran gas yang adekuat dan bersihan jalan nafas merupakan aktivitas keperawatan yang esensial. Frekuensi, kualitas dan dalamnya respirasi harus dicatat. Tindakan perawatan pulmoner yang agresif, termasuk tindakan membalikan tubuh pasien, mendorong pasien untuk batuk serta bernafas dalam, memulai inspirasi kuat yang periodic dengan spirometri, dan mengeluarkan timbunan secret melalui pengisapan trachea jika diperlukan, semuanya ini merupakan tindakan yang penting terutama pada pasien luka bakar dengan cedera inhalasi.

b. Pengaturan posisi tubuh pasien untuk mengurangi kerja pernafasan serta meningkatkan ekspansi dada yang maksimal, dan pemberian oksigen yang dilembabkan atau pelaksanaan ventilasi mekanis, dapat menurunkan lebih lanjut stress metabolic dan memastikan oksigenasi jaringan yang adekuat.

2. Mengurangi nyeri dan ketidaknyamanan.

16

Page 17: ASKEP KRITIS COMBUSIO

a. Nyeri terasa lebih hebat pada luka bakar derajat dua ketimbang pada luka bakar derajat tiga, karena ujung-ujung sarafnya tidak rusak. Ujung-ujung saraf yang terpajan sangat sensitive terhadap aliran udara yang dingin sehingga diperlukan kassa penutup steril yang bisa membantu mengurangi rasa nyeri tersebut. Untuk meningkatkan efektivitas pengobatan nyeri, preparat analgetik harus sudah diberikan sebelum nyeri terasa sangat hebat.

b. Intervensi keperawatan seperti mengajarkan teknik-teknik relaksasi kepada pasien, memberikan kemampuan kepada pasien untuk mengontrol sendiri proses perawatan lukanya serta pemakaian analgetiknya, dan terus menerus menentramkan kekhawatiran pasien, merupakan tindakan yang sangat membantu.

c. Pendekatan lainnya untuk mengurangi nyeri adalah pengalihan perhatian melalui program video atau video games, hypnosis, biofeedback, dan modifikasi perilaku juga berguna bagi penanganan nyeri.

3. Mempertahankan nutrisi yang adekuat. a. Perawat harus kolaborasi dengan ahli gizi untuk merencanakan diet tinggi kalori

tinggi protein yang dapat diterima oleh pasien. Suplemen nutrisi seperti ensure atau resource dapat ditawarkan pula. Asupan kalori pasien harus dicatat Suplemen vitamin dan mineral boleh diberikan.

b. Lingkungan pasien sedapat mungkin harus dibuat menyenangkan pada jamjam makan. Memesan makanan yang disukai pasien dan menawarkan kudapan yang kaya akan protein serta vitamin merupakan cara-cara untuk mendorong pasien agar mau meningkatkan secara bertahap asupan makanannya.

4. Meningkatkan Mobilitas Fisik. a. Prioritas dini adalah mencegah komplikasi akibat imobilitas. Bernafas dalam,

membalikan tubuh, dan mengatur posisi yang benar merupakan praktik keperawatan yang esensial untuk mencegah atelektasis serta pneumonia, untuk mengendalikan edema, dan untuk mencegah decubitus serta kontraktur.

b. Latihan gerak yang aktif maupun pasif dapat dimulai sejak awal masuk rumah sakit dan kemudian dilanjutkan dengan pembatasan yang ditentukan oleh dokter setelah dilakukan pencangkokan kulit. Bidai atau alat-alat fungsional lainnya dapat digunakan pada ekstremitas untuk mengendalikan kontraktur.

5. Memperbaiki Integritas Kulit dengan Perawatan Luka Waktu dalam perawatan luka bakar.Fungsi keperawatan mencakup pengkajian serta pencatatan setiap perubahan atau kemajuan dalam proses kesembuhan luka dan menjaga agar semua anggota tim perawatan terus mendapatkan informasi tentang berbagai perubahan pada luka atau penanganan pasien.

6. Mencegah Infeksi. a. Perawat bertanggung jawab untuk menciptakan lingkungan yang aman serta

bersih dan meneliti luka bakar dengan cermat guna mendeteksi tanda-tanda dini infeksi, hasil pemeriksaan kultur dan pemeriksaan leukosit harus dipantau.

17

Page 18: ASKEP KRITIS COMBUSIO

b. Teknik aseptic harus diterapkan dalam prosedur perawatan luka bakar serta prosedur invasive lainnya. Seperti pemasangan infuse dan kateter urin. Membasuh tangan dengan teliti sebelum dan sesudah menyentuh setiap pasien juga merupakan komponen yang esensial dalam pencegahan infeksi.

c. Perawat harus melindungi pasien terhadap sumber-sumber kontaminasi yang mencakup pasien lain, anggota staf keperawatan, pengunjung dan peralatan. Para pengunjung harus menjalani skrining agar pasien luka bakar yang fungsi kekebalannya terganggu tidak terkena mikroorganisme yang pathogen. Memandikan bagian-bagian tubuh yang tidak terbakar dan mengganti linen yang dilakukan secara teratur dapat membantu mencegah infeksi.

7. Memulihkan keseimbangan Cairan dan Elektrolit Perawat harus memeriksa Tanda-tanda Vital dan keluaran urin dengan sering disamping menilai tekanan vena sentral, tekanan arteri pulmonalis, serta curah jantung pada pasien luka bakar yang berat. Volume cairan yang diinfuskan harus sebanding dengan volume haluaran urin. Kadar elektrolit serum juga harus dipantau.

8. Memperkuat Strategi koping. Dalam fase akut perawatan luka bakar, pasien sedanga berhadapan dengan realitas trauma luka bakar dan berduka karena mengalami kehilangan yang nyata. Depresi, regresi dan perilaku manipulatip merupakan mekanisme koping yang lazim digunakan oleh pasien-pasien luka bakar. Perawat dapat membantu pasien untuk mengembangkan strategi koping yang efektif dengan menetapkan harapan yang spesifik terhadap perilaku, meningkatkan komunikasi yang jujur untuk membangun hubungan saling percaya, membantu pasien dalam mempraktikan berbagai strategi yang tepat, dan memberikan dorongan yang positif bila diperlukan.

D. Evaluasi Keperawatan1. Memelihara pertukaran gas dan bersihan jalan nafas

a. Memperlihatkan frekuensi respirasi antara 12 dan 20 x/mnt b. Memperdengarkan suara paru yang bersih pada auskultasi c. Memperlihatkan tingkat saturasi oksigen arterial yang melebihi 96% (dengan

oksimetri denyut nadi) d. Memiliki secret respirasi yang minimal, tidak berwarna dan encer. Mengalami

nyeri yang minimal 2. Mengalami nyeri yang minimal

a. Memerlukan preparat analgetik hanya untuk aktifitas fisiotherapi atau perawatan luka yang spesifik

b. Melaporkan nyeri yang minimal c. Tidak memperlihatkan tanda-tanda fisiologik atau nonverbal yang menunjukkan

terdapatnya nyeri yang sedang atau berat

18

Page 19: ASKEP KRITIS COMBUSIO

d. Menggunakan tindakan untuk mengendalikan nyeri seperti tehnik relaksasi, imajinasi, dan distraksi untuk mengatasi serta menghilangkan gangguan rasa nyaman

e. Dapat tidur tanpa terganggu oleh rasa nyeri f. Melaporkan bahwa kulit terasa nyaman tanpa rasa gatal atau kencang.

3. Memperlihatkan status nutrisi yang anabolic a. Mengalami kenaikan berat badan setiap hari sesudah sebelumnya menunjukan

penurunan awal yang terjadi sekunder karena dieresis cairan dan tidak adanya asupan makanan atau cairan peroral

b. Tidak menunjukan tanda-tanda defisiensi protein, vitamin atau mineral c. Memenuhi kebutuhan nutrisi yang diperlukan lewat asupan peroral d. Turut berpartisipasi dalam memilih makanan yang mengandung nutriente. Memperlihatkan kadar protein serum yang normal

4. Mempertlihatkan mobilitas fisik yang optimal a. Memperbaiki kisaran gerak pada sendi setiap hari b. Mempertlihatkan kisaran gerak pra-luka bakar pada semua sendi c. Tidak mengalami tanda-tanda kalsifikasi disekitar sendi d. Turut berpartisipasi dalam aktivitas hidup sehari-hari

5. Memperlihatkan perbaikan integritas kulit a. Mempertahankan kulit yang secara umum tampak utuh dan bebas dari infeksi,

decubitus, serta cedera b. Memperlihatkan daerah-daerah luka terbuka yang berwarna merah muda,

mengalami reepitelialisasi dan bebas dari infeksi c. Memperlihatkan lokasi donor (tempat cangkokan kulit diambil) yang bersih dan

sedang berada dalam proses kesembuhan d. Sudah memperlihatkan luka yang sembuh, teraba lunak dan haluse. Memperlihatkan kulit yang licin dan elastic

6. Tidak mengalami infeksi local maupun sistemik a. Memperlihatkan hasil pemeriksaan kultur dengan jumlah bakteri yang minimalb. Memperlihatkan hasil pemeriksaan kultur sputum dan urin yang normal

7. Mencapai keseimbangan cairan yang optimal a. Mempertahankan asupan serta keluaran cairan dan berat badan yang mempunyai

korelasi dengan pola yang diharapkan b. Memperlihatkan tanda-tanda vital, CVP, tekanan arteri pulmonalis yang tetap

berada dalam batas-batas yang direncanakan c. Memperlihatkan peningkatan haluaran urin sebagai reaksi terhadap pemberian

diuretic dan preparat vasoaktif d. Memiliki frekuensi denyut jantung yang kurang dari 110 x/mnt dengan irama

sinus yang normal 8. Menggunakan strategi koping untuk menghadapi masalah pasca luka bakar

19

Page 20: ASKEP KRITIS COMBUSIO

a. Dengan kata-kata mengutarakan reaksi terhadap luka bakar, prosedur terapeutik, kehilangan

b. Turut bekerja sama dengan petugas kesehatan dalam pelaksanaan terapi yang diperlukan

c. Turut berpartisipasi dalam pengambilan keputusan yang berkenaan dengan perawatan

d. Dengan kata-kata mengutarakan kemampuan dan tujuan yang realistic e. Memperlihatkan sikap yang penuh harapan terhadap masa depan

20

Page 21: ASKEP KRITIS COMBUSIO

BAB IV

PENUTUP

A. KesimpulanLuka bakar adalah suatu trauma yang disebabkan oleh panas, arus listrik, bahan kimia dan petir yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan yang lebih dalam (Musliha, 2010). Luka bakar adalah luka yang dapat timbul akibat kulit terpajan ke suhu tinggi, syok listrik, atau bahan kimia (Corwin, 2001). Luka bakar adalah luka oleh karena kontak dengan agen bersuhu tinggi, seperti api, air panas, listrik, bahan kimia radiasi, suhu sangat rendah ( Mansyoor, dkk, 2000)Etiologi dari luka bakar menurut Rahayuningsih (2012) sendiri meliputi Luka bakar akibat suhu tinggi (thermal burn), akibat bahan kimia (Chemical Burn), akibat sengatan listrik (Electrical Burn) dan luka bakar akibat radiasi (Radiation Injury)Penatalaksanaan luka bakar sendiri meliputi, pertolongan pertama segera setelah luka bakar terjadi, penatalaksanaan terhadap airway, breathing dan circulation (ABC), kemudian resusitasi cairan serta penatalaksaan pencegahan infeksiDiagnose keperawatan yang mungkin muncul pada luka bakar antara lain:1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi tracheobronchiale,

trauma inhalasi. 2. Nyeri berhubungan dengan kerusakan kulit/jaringan 3. Aktual/resiko ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan status hipermetabolik, katabolisme protein. 4. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler, penurunan

kekuatan dan tahanan. 5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kerusakan permukaan kulit karena

luka bakar. 6. Resiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan tubuh primer,

kerusakan jaringan. 7. Aktual/Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan penguapan cairan

tubuh yang berlebihan. 8. Gangguan konsep diri : Body image berhubungan dengan kejadian traumatic,

kecacatan

Intervensi Keperawatan pada diagnose yang muncul antara lain:

1. Meningkatkan pertukaran gas dan bersihan jalan nafas. 2. Mengurangi nyeri dan ketidaknyamanan. 3. Mempertahankan nutrisi yang adekuat. 4. Meningkatkan Mobilitas Fisik. 5. Memperbaiki Integritas Kulit dengan Perawatan Luka

21

Page 22: ASKEP KRITIS COMBUSIO

6. Mencegah Infeksi. 7. Memulihkan keseimbangan Cairan dan Elektrolit 8. Memperkuat Strategi koping.

B. Saran1. Untuk mahasiswa

Sebaiknya dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan kegawatdaruratan luka bakar diharapkan mampu memahami konsep dasar luka bakar serta konsep asuhan keperawatan

2. Untuk Institusi PendidikanHendaknya lebih melengkapi literature yang berkaitan dengan penyakit ini

22

Page 23: ASKEP KRITIS COMBUSIO

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. (2009). Kumpulan Artikel Keperawatan Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Luka Bakar (Combustio). (Online) http://www.artanto.com.

Brunner and suddart. (1997). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Vol 3. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Hudak & Gallo. (1997). Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik. Volume I. Penerbit Buku Kedoketran EGC. Jakarta.

Long, Barbara C. (1996). Perawatan Medikal Bedah. Volume I. (terjemahan). Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran. Bandung.

Marylin E. Doenges. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien.Edisi 3. Penerbit Buku Kedoketran EGC. Jakarta.

23