kel. 3 askep pd pasien kritis & terminal akper pemkab muna

34
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN KRITIS DAN TERMINAL KELOMPOK 3 : LISNAWATI LITA MADE RUPA MAYA SARI MULTIYAWAN BUKKE NURAENI NURAENI EKA P ORDA MEILKIANUS

Upload: operator-warnet-vast-raha

Post on 26-Jul-2015

67 views

Category:

Entertainment & Humor


0 download

TRANSCRIPT

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN KRITIS DAN TERMINAL

KELOMPOK 3 :

LISNAWATILITA

MADE RUPA MAYA SARI

MULTIYAWAN BUKKENURAENI

NURAENI EKA PORDA MEILKIANUS

A. PENGERTIAN  

Kritis adalah suatu kondisi yang mana pasien dalam keadaan gawat tetapi masih ada kemungkinan untuk mempertahankan kehidupan. Terminal adalah fase akhir kehidupan pasien, menjelang kematian ( sakaratul maut / dying ), yang dapat berlangsung dalam waktu singkat atau panjang. Bagi setiap orang kematian merupakan suatu kehilangan yang tidak dapat dihindari oleh siapapun.

KONSEP DASAR MEDIS

B. RESPON KLIEN TERHADAP PENYAKIT KRITIS DAN TERMINAL

Penyakit kronik dan keadaan terminal dapat menimbulkan respon bio-psiko-sosial-spiritual ini akan meliputi respon Kehilangan, Berduka, dan Kematian.

a. Kehilangan Jenis Kehilangan : Actual Loss : kehilangan yang nyata, yang dapat

diketahui oleh orang lain. Perceived Loss : kehilangan yang dapat dirasakan oleh

diri sendiri dan tidak diketahui / dirasakan oleh orang lain ( kehilangan yang bersifatpsikologis ).

Anticipatory Loss : kehilangan yang belum terjadi merupakan perilaku seseorang yang kehilangan dan berduka.

Sumber Kehilangan : Kehilangan obyek / bagian dari dalam diri

sendiri, seperti kehilangan bagian / fungsi tubuh, misalnya amputasi kaki, mastektomi .

Kehilangan obyek di luar diri, misalnya kehilangan HP, dompet, mobil,dsb.

Kehilangan orang yang dicintai, misalnya nenek, orang tua, suami/istri,anak, pacar, dsb.

Berpisah dengan lingkungan yang sudah akrab / menyatu dengan dirinya, misalnya harus meninggalkan keluarga untuk sekolah di luar negeri, pensiun, atau mutasi / pindah dari tempat pekerjaan, dsb.

b. Berduka

Merupakan respon emosi yang wajar dan subyektif untuk mencapai kesehatan jiwa. Proses berduka terdiri dari : Bereavement grieving yaitu proses / reaksi berduka terhadap kehilangan. Mourning grieving yaitu periode menerima kehilangan. Faktor-faktor yang mempengaruhi Reaksi Kehilangan ialah

1. Usia dan tingkat Perkembangan : pada usia bayi hingga balita, individu belum begitu mengerti mengenai arti kehilangan, mulai usia sekolah hingga dewasa, sudah dapat merasakan arti kehilangan.

2. Makna Kehilangan : bersifat subyektif bagi setiap individu, sehingga tidak dapat disama ratakan. Misalnya : Nn. A menggunakan ballpoint yang sebenarnya dijual dibanyak tempat dengan harga 5000 rupiah. Pada saat ia kehilangan bollpoint tersebut, ia menangis dan terus menerus mencarinya. Baginya walaupun harga ballpoint hanya 5000 rupiah tapi makna dari benda tersebut sangat besar karena pemberian dari orang yang sangat ia kagumi. Contoh lain : Nn. B pada saat ayahnya meninggal dunia sama sekali tidak menangis, karena ia tidak pernah merasakan kasih sayang dari ayahnya. Bagi orang lain yang melihat, mungkin akan mengatakan bahwa ia anak yang tidak berbakti karena tidak merasa kehilangan / berduka atas kematian ayahnya. Sebenarnya Nn.B tidak dapat disalahkan karena baginya , ayahnya kurang bermakna dalam hidupnya, sehingga ia tidak merasa kehilangan.

3. Kultur / budaya : budaya jawa mempunyai prinsip “ nrimo “, sehingga kematian seseorang harus selalu diikhlaskan. Pada suku Toraja, bila seseorang meninggal dunia, semakin banyak orang yang menangisi, menunjukkan bahwa almarhum adalah orang yang mempunyai pengaruh pada saat hidupnya, atau orang yang disayangi / dihormati oleh banyak orang, sehingga bila ia berasal dari keluarga kecil, maka keluarga akan menyewa orang untuk menangisi jenasahnya. Ada juga tradisi / budaya yang menunjukkan reaksi berduka dengan mendoakan almarhum pada hari  ketiga, ketujuh, ke 40 hari, 100 hari, dst.

4. Keyakinan spiritual : individu yang beragama Katolik, Kristen dan Islam meyakini bahwa seseorang yang telah meninggal dunia akan mempunyai kehidupan lain sesuai dengan amal baktinya selama ia hidup di dunia ( dineraka atau Surga ), dan doa dari anggota keluarga atau dari kerabat yang masih hidup akan membantu mengantarkan almarhum ke kehidupannya dialam baka, selain itu dianjurkan untuk tidak membebani “perjalanannya” dengan meneteskan airmata pada jasadnya. Sedangkan individu yang beragama Hindu dan Budha, meyakini juga ada kehidupan lain di alam baka dan kemungkinan akan reinkarnasi. Keyakinan setiap individu sesuai dengan spiritualnya akan mempengaruhi juga reaksi berdukanya. Semakin kuat imannya, semakin positif reaksi berdukanya.

5. Jenis kelamin dan Perannya : seorang ibu yang tidak mempunyai pekerjaan dan hanya bergantung pada suami, akan sangat merasa kehilangan bila suaminya meninggal. Seorang suami yang biasanya hanya berfikir untuk mencari nafkah, akan sangat kehilangan bila istrinya meninggal karena ia tidak terbiasa mengurus anak-anaknya.

6. Status sosial ekonomi : kematian seseorang yang merupakan tulang punggung keluarga akan mempengaruhi reaksi kehilangan.

 

Karakteristik berduka ( Burgess dan Lazarc )

Merasa shock dan tidak percaya. Sedih dan merasa hampa. Timbul perasaan tidak nyaman seperti sakit dada, nafas pendek dan

cepat lelah. Mengalami perasaan bersalah. Cenderung iritabel dan menangis. Disibukkan oleh bayang-bayang orang yang sudah hilang / meninggal.

 

Tahapan Berduka ( Engel ) : Shock dan tidak percaya. Mengembangkan kesadaran. Restitusi. Adaptasi kehilangan. Idealisasi. Hasil / tujuan

 

Tahapan Berduka ( Kubler Ross ): Denial : tidak percaya, menolak  Anger : marah Bargaining : tawat menawar dengan Tuhan. Depression : rasa sedih yang mendalam. Acceptance : memahami & menerima keadaan.

Adaptasi Bertahap terhadap Kehilangan sebagai bagian dari realita( Schulz ) : Tahap awal : kehilangan berlangsung sampai

beberapa minggu, reaksi yang timbul : shock dan tidak percaya disertai perasaan dingin, hilang rasa dan bingung. Dapat pula timbul konflik, kecemasan dan ketakutan.

Tahap Intermediate. Berlangsung ± 3 minggu setelah kehilangan sampai 1 tahun. Tiga pola perilaku pada tahap ini :

a. perilaku obsesionalb. belajar mengerti makna kematianc. belajar untuk menjadi orang yang sudah meninggal. Tahap recovery Setelah 1 tahun : tidak lagi

kembali ke masa lalu, sudah dapat aktif lagi untuk melakukan kegiatan seperti biasa, karena berfikir bahwa hidup harus tetap berjalan.

c. Kematian

Definisi : Menurut Arodisovial : secara tradisional seseorang

dikatakan mati apabila secara klinis ia tidak mempunyai denyut nadi dan pernafasan berhenti beberapa menit .

Menurut World Medical Assembly ( 1968 ) : petunjuk medikasi kematian adalah sebagai berikut : tidak ada respon terhadap rangsangan dari luar

secara total. tidak ada gejala dari otot, terutama otot

pernafasan. tidak ada reflek. gambaran EEG mendatar.

Menurut ahli Tenatologi : mati klinis ( somatik ) adalah ketidakaktifan 3 sistem tubuh, yaitu : susunan saraf pusat, system peredaran darah dan sistem pernafasan.

Menurut Kubler Ross : Tanda kematian secara klinis adalah denyut nadi berhenti, pernafasan berhenti berdasarkan pemeriksaan auskultasi, bola mata membesar dan tidak berubah lagi, semua reflex tubuh menghilang, kegiatan sistem otak berhenti berdasarkan pemeriksaan EEG mendatar selama 24 jam.

 

Perubahan tubuh setelah Kematian : Lebam Mayat ( Livor Mortis ) Perubahan warna

kulit, biru kehitam-hitaman karena sirkulasi darah sudah tidak berjalan, sehingga terjadi pelepasan Hb mulai dari anggota bawah tubuh pasien pada keadaan telentang. Lebam mayat terjadi sesaat setelah meninggal dan mulai 15 - 39 menit setelah meninggal.

Kaku Mayat ( Rigor Mortis )Terjadi 2 - 4 jam setelah kematian, dimulai pada hati, bladder, kepala, leher, pundak dan ekstremitas. Timbul kekakuan karena ATP ( Adenosine Tri Phosphat ) dalam tubuh berkurang karena tidak disintesa lagi oleh glikogen.

Penurunan Suhu ( Algor Mortis )Setiap jam suhu turun 1ºC sampai mencapai suhu kamar, elastisitas kulit hilang, sehingga kulit pecah-pecah. Penurunan suhu terjadi karena berhentinya proses metabolisme dan tidak bekerjanya hipotalamus, sehingga sirkulasi darah dan kerja SSP berhenti pula.

Pembusukan ( Dekomposisi / Post Mortem ). Proses pembusukan mulai nampak setelah 34 - 36 jam post mortal, disebabkan oleh mekanisme kerja mikroorganisme pembusuk, terutama golongan clostridium.

Penyebab Kematian : Penyakit Kronis : seperti TBC, cirrhosis hepatic, gagal

ginjal kronis, penyakit jantung dan hipertensi. Penyakit keganasan : seperti Ca otak, Ca paru, Ca hepar,

Ca pancreas, leukemia3. Kelainan saraf : seperti stroke, meningitis, hydrocephalus.

Intoxicasi / keracunan : makanan, obat-obatan, zat kimia.

Kecelakaan / trauma : trauma kepala, trauma pada organ vital. Individu menjelang kematian :Biasanya seseorang yang sudah merasa akan mendekati ajalnya, akan membuat “rencana”, baik untuk dirinya sendiri atau untuk orang lain /keluarga . Misalnya : ingin ziarah ke suatu tempat- ingin bertemu dengan seseorang yang sangat bermakna bagi dirinya, ingin berkumpul dengan anak jalanan / yatim piatu, ingin memberikan organnya untuk orang lain ( donor organ ), membuat surat wasiat, membangun tempat ibadat, membuat perjanjian dengan keluarga tentang apa yang harus dilakukan oleh keluarga setelah ia meninggal, dst.

Bila situasi ini terjadi di RS, maka perawat harus memberi dukungan penuhterhadap rencana tersebut. Menurut kepercayaan di Indonesia, segala sesuatu yang disampaikan / dikatakan oleh seseorang yang akan meninggal merupakan “amanat” yang harus dijalankan oleh mereka yang ditinggalkan.

 

Tanda-Tanda Klinis Menjelang Kematian : Hilang Tonus Otot :

Relaksasi otot wajah, sulit berbicara, sulit menelan dan gag refleks hilang pelan-pelan, menurunnya aktivitas saluran cerna ( nausea, obstipasi, distensi abdomen ), kontrol sfingter menurun ( incontinensia urie & alvi ), pergerakan berkurang. Sirkulasi Darah Berkurang :

Sensasi menurun, sianosis ekstremitas, kulit dingin di ekstremitas, telinga dan hidung. Perubahan Tanda -Tanda Vital :

Nadi lambat, irregular, nafas cepat, lama-lama menjadi lambat dan irregular, pernafasan mulut sehingga membran mukosa mulut menjadi kering.

Gangguan Sensorik :

Penglihatan kabur, sensasi penciuman dan pengecapan berkurang, pendengaran merupakan sensorik yang paling akhir hilang. Perubahan Tingkat Kesadaran : bervariasi.

Tanda-tanda klinis sesaat menjelang kematian yaitu pupil melebar, tidak dapat bergerak, refleks hilang, nadi lambat dan lemah, pernafasan cheyne’s stokes, mengorok / stridor, tekanan darah sangat rendah, mata membuka / menutup sebagian.

C. PSIKODINAMIKA INDIVIDU KELUARGA DAN LINGKUNGAN

1. Dinamika Individual. a. Protes dan Penangkaran

Pada fase ini klien mengekspresikan rasa tidak percaya pada kenyataan. Pada fase ini terjadi proses perubahan konsep diri, ini terjadi selama kondisi klien dalam keadaan stress tetapi setelah keadaan ini berlalu, klien mulai masuk kedalam fase berikutnya.

b. Depresi, Cemas dan MarahPada fase ini emosi klien mulai meningkat. Depresi,

cemas dan marah muncul ketika klien tidak mampu mengatasi masalahnya dan merasa tidak berdaya. Manifestasi depresi ; sedih, kadang-kadang menangis, bingung ketergantungan, tidak dapat mengambil keputusan, tidak punya harapan. Kecemasan yang dialami pasien dialihkan menjadi kemarahan yang diproyeksikan pada diri sendiri, keluarga dan petugas.

c. Pelepasan dan ReinvestasiKlien mulai mengidentifikasi peningkatan keadaan

cemas, depresi dan perasaan marahnya. Klien mulai mengumpulkan kekuatan yang dimiliki untuk mengurangi respon yang memperberat keadaan stress, apabila penyakit ini terjadi progressif fase ini akan berlangsung siklik. Disini klien mulai ada kerja sama. Klien mulai melepaskan dari obyek yang hilang, mulai membina hubungan dan penyesuaian diri terhadap realita.

2. Dinamika KeluargaRespon keluarga bersama dengan respon emosi klien berupa pengingkaran, marah, cemas dan depresi.

  3. Dinamika Lingkungan

Dengan kesadaran bervariasi menimbulkan dinamika bagi klien Stigmasosial ketidakmampuan melakukan aktivitas sosial perubahan peran dalam kelompok sosial merupakan hambatan dalam melaksanakan fungsi sosial secara normal.

 

 D. PERAN DAN TANGGUNG JAWAB PERAWAT

Dalam memberikan asuhan keperawatan perawat harus menunjukkan sikap professional dan tulus dengan pendekatan yang baik pada saat pasien mengalami fase pengingkaran perawat harus dapat menghadirkan fakta. Kesadaran diri yang kuat dan perilaku yang ideal diperlukan perawat dalam terapi. Contoh : Bagaimana perasaan saya pada saat melihat orang mengalami kesulitan, Bagaimana perasaan saya tentang penyakit klien dalam keadaan kritis, Apakah keyakinan saya tentang penyakit kronik sama/berbeda dengan klien/keluarga. 

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN Kaji tingkat kesadaran / pemahaman pasien &/

keluarga : Closed awareness : pasien &/ keluarga tidak

menyadari proses kematian yang sudah menjelang. Mereka sama sekali tidak mengerti mengapa pasien sakit dan percaya bahwa pasien akan segera sembuh.

Mutual pretense : pasien , keluarga dan perawat mengetahui kondisi terminal pasien dan tidak membicarakannya lagi, serta tidak berusaha untuk meningkatkan kondisinya. Kadang-kadang pasien menghindari percakapan tentang kematian demi menghindarkan keluarga dari tekanan.

Open awareness : pasien &/ keluarga telah mengetahui tentang proses kematian dan merasa nyaman untuk memperbincangkannya walaupun terasa sulit dan sakit. Kesadaran ini membuat pasien mendapatkan kesempatan untuk menyelesaikan masalah-masalah, bahkan dapat berpartisipasi dalam merencanakan pemakaman.

Kaji tanda-tanda perubahan fisik pasien : Tonus otot, penurunan sirkulasi , perubahan Tanda-tanda vital ( TTV), gangguan sensoris dan perubahan tingkat kesadaran.

Kaji tanda klinis sesaat sebelum meninggal, seperti :Respons terhadap stimulus, pergerakan otot, khususnya otot pernafasan, fungsi refleks dan TTV.

Kaji kondisi nutrisi pasien : Penampilan umum, berat badan, kekuatan dan ketebalan otot, nilai Hb dan kondisi konjucntiva.

Kaji status cairan pasien : Volume output cairan ( urine, muntah,diare, keringat ), kondisi membrane mukosa dan turgor kulit.

Kaji rasa aman dan nyaman pasien : Rasa nyeri, personal hygiene.

Kaji persepsi pasien &/ keluarga tentang kematian : Budaya dan spiritual.

Kaji perubahan psikologis pasien &/ keluarga : Menurunnya proses intelektual, seperti menurunnya kemampuan untuk mengingat informasi, tidak dapat berfikir jernih, dan sulit mengambil keputusan, meningkatnya sensitivitas ( mudah tersinggung, mudah marah, mudahsedih, dst. ), menurunnya kemampuan untuk melaksanakan aktivitas dan tugas dalam mengadaptasi masalah, serta reaksi berkabung seperti :

Tahap Denial :

Kaji pengetahuan pasien, kecemasan pasien dan penerimaan pasien terhadap penyakit, pengobatan dan hasilnya.

Tahap Anger :

Pasien menyalahkan semua orang, emosi tidak terkendali, komunikasi ada dan tiada, orientasi pada diri sendiri.

Tahapan Bargaining :

Pasien mulai menerima keadaan dan berusaha untuk mengulur waktu, rasa marah sudah berkurang.

Tahapan Depresi :

Kaji potensial bunuh diri, gunakan kalimat terbuka untuk mendapatkan data dari pasien.

Tahapan Acceptance :

Kaji keinginan pasien untuk istirahat /menyendiri.

Kaji kebutuhan spiritual pasien : Kebutuhan pasien akan tokoh agama atau seseorang yang dapat membantu kebutuhan spiritualnya, biasanya pada saat pasien sedang berada di tahap bargaining.

   

Pohon Masalah

Respon pengingkaran yang tidak kuat  Kematian  Berduka

Kehilangan  Klien dalam keadaan kritis dan terminal Penyakit ganas, kronis, keracunan dan trauma 

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Respon pengingkaran yang tidak kuat berhubungan dengan kehilangan dan perubahan.

Kecemasan yang meningkat berhubungan dengan ketidakmampuan mengekspresikan perasaan.

Gangguan berhubungan (menarik diri) berhubungan dengan ketidakmampuan melakukan aktivitas hidup sehari-hari (ADL).

Gangguan body image berhubungan dengan dampak penyakit yang dialami.

Resiko tinggi terjadinya gangguan identitas berhubungan dengan adanya hambatan dalam fungsi seksual.

C. INTERVENSI KEPERAWATAN

Tujuan : Pasien dapat menghadapi kematian dalam damai.  Kriteria : Pasien tidak merasa kesepian, takut dan depresi,

pasien merasa aman, nyaman dan percaya diri, pasien dapat menerima keadaan / penyakitnya.

Intervensi : Menjelang kematian :

Pertahankan kebersihan tubuh, pakaian dan tempat tidur pasien. Atur posisi tidur yang nyaman untuk pasien Lakukan “suction” bila terjadi penumpukan secret pada jalan

nafas. Berikan nutrisi dan cairan yang adekuat. Lakukan perawatan mata agar tidak terjadi kekeringan / infeksi

kornea. Lakukan oral hygiene.

lakukan reposisi tidur setiap 2 jam sekali dan lakukan masase pada daerah penonjolan tulang dengan menggunakan minyak kayu putih untuk mencegah dekubitush. Kolaborasi untuk pemberian analgetika bila diperlukan.

Anjurkan keluarga untuk mendampingi dan mengajak pasien berdoa. 

Bantu pasien &/ keluarga untuk dapat menerima keadaannya.

Bantu dan dukung pasien untuk membuat rencana bagi dirinya maupun keluarga / orang lain.

Tunjukkan rasa caring dan empati

Saat menghadapi proses berduka. Bantu pasien untuk dapat melewati proses berkabung dengan baik  Tahap Denial dan Anger : dampingi pasien dan dengarkan

keluhan pasien, tidak mencela pembicaraan pasien / member komentar, gunakan prinsip-prinsip komunikasi terapeutik. Pada fase ini segala nasehat, penyuluhan jangan diberikan dulu.

Tahap Bargaining : berikan penjelasan tentang penyakitnya setahap demi setahap. Bantu pasien untuk memenuhi kebutuhan spiritualnya dengan menghubungi tokoh agama atau seseorang yang ia percaya dapat memenuhi kebutuhan spiritualnya.

Tahap depresi : temani pasien, hindari / jauhkan pasien dari barang-barang yang dapat merusak dirinya, seperti obat, cairan antiseptic, gelas, pisau, garpu, dsb. Cegah pasien untuk bunuh diri.

Tahap Acceptance : Bantu pasien untuk membuat keputusan /program selanjutnya.

Setelah kematian : tanggalkan semua peralatan medis yang digunakan

oleh pasien, seperti NGT, kateter urine, IV line, endotracheal tube /tracheostomi tube, dst.

Bersihkan tubuh pasien sesuai keinginan pasien / keluarga atau kain kafan bila pasien beragama islam.

Atur posisi supine dengan kedua tangan di sisi tubuh atau menyilang di atas abdomen ( posisi berdoa sesuai dengan agama yang dianut pasien ).

Lubang telinga, lubang hidung, anus diberi kapas lemak untuk menahan sekresi cairan yang keluar.

Bila mata pasien tidak dapat menutup rapat, sementara diberi plester kecil pada ujungnya.

Mulut pasien diusahakan tertutup rapat. Beri tanda pengenal / identitas, bereskan

administrasi, seperti surat keterangan kematian, dsb. Jenazah dibawa ke kamar jenazah / pulang setelah 2

jam kemudian.

THANK U……………… ^_^