askep konfusio
TRANSCRIPT
KONSEP DASAR PENYAKIT KONFUSIO
a. Definisi
konfusio adalah diagnosis klinis, gangguan otak difus yang dikarasteristikkan
dengan variasi kognitif dan gangguan tingkah laku. Ini biasa dan menjadi problem serius
di RS dan sering tak diketahui pada pasien usila. konfusio biasanya disebabkan banyak
faktor; banyak yang dapat dicegah. Ada hubungan terbalik antara daya tahan penderita
dan beratnya serangan yang dibutuhkan untuk menginduksi/mendapatkan konfusio.
Meskipun sebelumnya konfusio dipercaya sebagai kondisi "self limiting" (sembuh
sendiri) daya pulih sempurna adalah perkecualian.
Konfusio akut biasanya adalah suatu akibat gangguan menyeluruh fungsi kognitif
yang ditandai oleh memburuknya secara mendadak derajat kesadaran dan kewaspadaan
serta terganggunya proses berfikir yang berakibat terjadinya proses disorientasi.
Konfusio akut atau delirium dibedakan dengan demensia dalam hal
kekronisannya. Delirium memiliki awitan yang tiba – tiba dan biasanya berdurasi kurang
dari 1 bulan jika penyebabnya diketahui dan dilakukan pengobatan. Sedangkan demensia
mempunyai awitan yang bertahap dengan gejala yang progesif, berlangsung lebih dari 3
bulan, dan dapat bersifat menetap. Tetapi dalam prakteknya kedua kondisi ini sulit untuk
dibedakan dan didiagnosis yang dibuat sering tertukar.
Delirium adalah istilah medis yang benar untuk sekumpulan prilaku yang
mewakili apa yang disebut konfusio akut, dimana dalam hal ini semuanya merujuk pada
sebuah sindrom yang dicirikan pada sebuah kerusakan kognitif global dengan awitan
yang tiba – tiba. Kemampuan lansia untuk memproses stimulus yang datang dengan cara
yang bermakna sudah hilang , kempuan untuk berfikir, mengikuti perintah, berespon
terhadap stimulus dan berkonsentrasi mengalami perubahan. Siklus tidur bagun orang
tersebut terganggu, ingatan tentang hal – hal yang baru saja terjadi juga hilang, dan sering
terjadi prilaku verbal dan motorik yang tidak tepat.
b. Etiologi
Penyebab konfusio pertama mengemukakan sebagai respon terhadap perubahan
metabolisme oksidatif serebral, terdapat penurunan sintesis atau gangguan pelepasan
suatu zat neurotransmiter atau lebih (dopamine otak dan asetilkolin). Ketidak seimbangan
neurotransmiter mempengaruhi pengaturan tidur, bangun, tekanan darah, suhu tubuh,
pembelajaran, dll, hal ini didukung oleh efek menenangkan yang dicapai dengan agnes
sntipsikotik haloperidol, yang melawan efek dopamine pascasinaps dan membantu
kembali keseimbangan kimiawi dari sistem dopamine asetikolin di otak.
Penyebab konfusio yang kedua mengemukakan bahwa konfusi akut merupakan
reaksi stres yang dimediasi oleh peningkatan kortisol plasma dan efeknya pada otak,
berbagai kondisi menghasilkan gejala – gejala konfusio, semua kondisi ini berpotensi
sama menimbulkan gangguan pada keseimbangan yang diperlukan oleh otak lansia agar
dapat berfungsi secara efektif. Litelatur yang lain juga menyebutkan kondisi – kondisi
lingkungan seperti kelebihan beban sensori dan deprivasi sensori sebagai penyebab
konfusio akut . Adams mengemukakan bahwa psikosis akibat sensori adalah akibat dari
kegagalan. Sebagai contoh deprivasi tidur telah dikemukakan sebagai penyebab konfusio
akut. Namun Adam juga mencatat bahwa selain menjadi penyebab kegagalan otak,
deprivasi tidur juga merupakan gejala dari kondisi yang terjadi akibat ketidak seimbangan
antara dopamine otak dan asetilkolin yang mengubah siklus tidur bangun
Meskipun tidak dianggap sebagai penyebab , faktor pribadi dan persepsi merupakan
kontributor penting dalam perkembangan konfusio akut, yang termasuk dalam faktor –
faktor pribadi antara lain adalah konsep eksklusi dan relokasi traumatik. Eksklusi adalah
praktik depersonalisasi lansia oleh pemberi perawatan. Drew menjelaskan eksklusi
sebagai kekurangan kehangatan emosional oleh petugas kesehatan, yang mengambil
sebagai contoh perawat yang cenderung lebih tertarik pada peralatan disamping tempat
tidur bukan pada orang yang berbaring di tempat tidur. Perawatan ini yang sama sekali
tidak berkaitan dengan caring disebut kehalian yang mendalam. Bagi pasien yang
menganggap diri mereka sendiri sebagai orang yang mengganggu perawat, seperti halnya
banyak pasien lansia banyak mengalami hal ini sebagai suatu yang menimbulkan stress,
membutuhkan sumber koping tambahan pada saat tuntutan internalnya tinggi.
Relokasi traumatik adalah kesulitan yang dialami lansia sebagai respons terhadap
masuknya lansia tersebut secara tiba – tiba atau tanpa rencana ke fasilitas perawatan akut
atau perawatan jangka panjang. Sebagian besar orang dewasa terutama lansia
mendapatkan perasaa tentang siapa diri mereka sendiri berdasarkan persepsi mereka
terhadap pencapaian hidupnya. Lansia sering mengisi ruang pribadinya dengan mengingat
seperti foto keluarga dan memori masa lalu. Dipindahkan dari lingkungan dan rutinitas
mereka yang biasa secara mendadak ke tempat yang asing tanpa memperdulikan efek
pribadinya merupakan pengalaman yang menimbulkan disorientasi sehingga
menyebabkan perasaan depersonalisasi dan perubahan konsep diri.
Faktor – faktor persepsi sering meningkatkan perkembangan konfusio akut mencakup
kehilangan pengelihatan dan pendengaran. Tanpa indra – indra penting tersebut, stimulus
yang datang mengalami distorsi atau hilang sekaligus. Kita semua beradaptasi dengan
lingkungan melalui indra – indra kita, dengan menggunakan rasa intelektual kita dan
dengan bergerak di lingkungan sekitar kita. Cara kita membuat kode dan menerima
stimulus yang datang berhasil dipelajari. Bagi lansia pelajaran itu berlangsung lambat dan
membutuhkan lebih banyak pengulangan informasi, pembelajaran lebih efektip jika isinya
berkaitan dengan informasi yang dipelajari sebelumnya, jika stimulus tersebut bersifat
asing dan mengalami disorientasi lansia berupaya untuk mendapatkan informasi baru ini
kedalam konteks yang dipelajari sebelumnya. Akibatnya lansia dapat mengingat orang
yang dicintainya yang telah tiada atau berprilaku seakan – akan ia berada dilingkungan
yang lain.
Berdasarkan informasi ini, pertimbangkan scenario lansia yang menderita penyakit
akut dan dipindahkan ke fasilitas perawatan akut melalui layanan medis gawat darurat.
Lansia tersebut dipindahkan dari lingkungan yang ia kenal secara tergesa – gesa dengan
berbagai layanan seperti gawat darurat dan radiograpi, dan setelah itu dimasukkan ke
ruang perawatan. Ia harus tirah baring tanpa kaca mata dan alat bantu dengar,
mengajukan pertanyaan secara berulang – ulang dan mendapatkan penjelasan yang
terburu – buru. Dalam kondisi ini sangat mengejutkan bahwa tidak semua lansia mengalai
konfusio akut.
Penyebab – penyebab organik konfusio akut
a. Ketidak seimbangan asam – basa
- Dehidrasi
- Gejala putus obat
- Barbiturat
- Hipnotik
- Tranquilizer
- Obat – obatan
- Antikolinergik
- Antikonvulsan
- Antidisritmik
- Antimicrobial
- Obat – obatan anti Parkinson
- Bronkodilator
- Penyekat histamine
- Opiat dan narkotik
- Sintetik
- Salisilat
- Antidepresan trisiklik
b. ketidak seimbangan elektrolit
- disfungis endokrin
- hipoglikemi
- hipotiroid
- hipertiroid
- ensepalopati
- hipotensi
- hipotermi
- hipoksia
- infeksi dan sepsis
- saluran pernafasan atas
- salura kemih
- ketidakseimbangan nutrisi
- hipoproteinnisme
- defisiensi vitamin
c. Manifestasi klinis
Perawat dan dokter sering mengalami kegagalan dalam mengenali petunjuk dini
konfusio akut karena manifestasi prilakunya sering kali samar dan berpariasi , tiga bentuk
konfusio akut telah berhasil dicatat, bentuk yang paling banyak ditemukan adalah bentuk
hiperaktif. Pasien dengan bentuk ini dapat mencabut jalur intravena (IV) dan balutan,
mengambil sesuatu diudara, memanjat penghalang ditempat tidur, dan memanggil nama
orang yang dicintainya yang sudah meninggal. Dapat terlihat respon sistem sarap otonom
takikardia, dilatasi pupil, diaphoresis, dan komplikasi kemerahan.
Berlawanan dengan bentuk hiperaktif, juga terdapat bentuk hipoaktif. Lansia dengan
bentuk konfusio ini mudah terabaikan dan tidak terdiagnosis karena prilaku mereka
tenang, tidak menuntut. Konfusio hipoaktif dicirikan dengan keletihan berlebihan dan
hipersomnolens, yang berkembang menjadi kehilangna kesadaran. Bentuk ini dapat salah
didiagnosis menjadi depresi.
Namun kebanyakan lansia mengalami fluktuasi antara keadaan hiperaktif dan
hipoaktif yang menciptakan bentuk ketiga, konfosio akut campuran. Agitasi dan
halusinasi sering memburuk di malam hari dan terbangun dengan interval yang jelas di
siang hari.
Penatalaksanaan keperawatan
Walaupun tindakan suportif, penatalaksanaan farmakologik konfusio untuk
mengurangi kecemasan dan agitasi mungkin diperlukan untuk meyakinkan keamanan
pasien dan pegawai. Pasien dengan konfusio hipoaktif biasanya tidak membutuhkan
sedasi, meskipun dosis rendah antipsikotik mungkin diperlukan apabila ada bukti distres
halusinasi. Pasien agitasi dan distruptif seringkali terlihat tumpang tindih dengan bangsal
rutin, khusunya pada malam hari, dan mendesak untuk dibuat sedasi.
Meskipun terdapat ada banyak pengobatan yang tersedia untuk pengobatan konfusio,
terdapat beberapa kaidah yang hendaklah diterapkan untuk semua obat. Obat-obat
hendaklah diharapkan diberikan per oral pada dosis rendah, dengan pemberian dosis lebih
besar bila diperlukan. Pasien yang membutuhkan dosis multipel hendaklah diawasi ketat.
Sangat mendasar bahwa pemesanan teratur untuk pengobatan seringkali perlu meninjau
kembali respon pasien, efek samping, dan kelanjutan kebutuhan pengobatan. Haloperidol
populer karena awitan kerjanya cepat, keampuhan dan rendah efek samping, meskipun ia
mungkin tidak cocok untuk pasien dengan kecenderungan gangguan gaya berjalan atau
keseimbangan ekstrapiramidal. Ia mempunyai sedikit toksisitas kardiovaskular tetapi
dapat menyebabkan efek samping ekstrapiramidal (ESEP), akatisia (yang mungkin
meningkatkan agitasi), diskinesia tardif dan sindrom neuroleptik maligna. Efek-efek ini
lebih nyata dengan peningkatan umur, dosis dan lama pengobatan. Puncak awitan kerja
adalah 20 sampai 40 menit setelah suntikan intramuskular dan beberapa menit setelah
dosis oral. Ia mempunyai paruh waktu 10-19 jam dan tidak ada metabolit aktif, meskipun
ESEP dapat secara potensial lebih lama daripada paruh waktu obat. Acuan praktis yang
diterbitkan American Journal of Psychiatry dan Therapeutic Guideline: Psychotropic
menyarakan penggunaan dosis kecil haloperidol oral, seperti 0.25-1.5 mg setiap empat
jam, meskipun yang lebih muda atau pasien lebih agitasi mungkin membutuhkan dosis
lebih tinggi pada interval yang lebih sering. Oleh karena peningkatan potensinya,
intramuskular haloperidol digunakan pada dosis lebih kecil, misalnya 0.125-0.25 mg.
Sudah jelas bahwa dosis 5 mg intramuskular yang seringkali digunakan untuk pasien
lanjut usia pada perawatan di rumah sakit adalah tidak tepat. Pengawasan kardiak adalah
sangat esensial pada kasus yang jarang apabila infus berlanjutan dubutuhkan.
Droperidol merupakan pilihan cadangan untuk pemakaian parenteral. Ia bekerja lebih
cepat, lebih sedatif, mempunyai waktu paruh lebih pendek, dan kemungkinan lebih
ampuh daripada haloperidol dengan lebih sedikit ESEP. Biasanya dosis mulai pada lansia
adalah 2 mg. Tetapi, sedasi mungkin menjadi suatu masalah pada pasien lebih tua, dan
terdapat resiko lebih tinggi hipotensi, khususnya apabila diberikan secara intravena.
Fenotiazin lain, misalnya tioridazin dan klorpromazin, pada dosis awal 12,5-25 mg,
juga telah digunakan karena keampuhan mereka dan khasiat sedatif-nya, meskipun
ketenaran mereka mundur oleh karena kardiotoksis
Pencegahan primer
Pencegahan primer untuk konfusio akut dimulai dengan pemahaman bahwa hal
tersebut bukan konsekuensi normal dari proses menua. Selain iti konfusio akut
mempunyai penyebab yang dapat dicegah. Secara umum pendekatan terhadap
pencegahan primer meliputi mempertahankan keseimbangan homeostasis bagi otak dan
membatasi stresor yang melebihi kemampuan koping lansia .
Program nutrisi dan hidrasi merupakan hal yang esensial bagi otak untuk berfungsi
efektif. Kondisi – kondisi yang menyebabkan konfusio seperti anemia nutrisional,
defisiensi asam folat dan ketidak seimbangan elektrolit (termasuk magnesium) dapat
dicegah melalui diet yang tepat. Dehidrasi banyak terjadi dikalangan lansia karena
perubahan yang terkait usia dalam hal perubahan sensasi haus dan seringnya penggunaan
deuretik, tantangan nyata bagi keperawatan adalah untuk memastikan bahwa semua lansia
mengonsumsi diet yang seimbang kira – kira 8 gelas air putih tiap hari, kecuali dengan
dikontraindikasikan dengan penyakit gagal ginjal dan jantung. Lansia yang berada
dikomunitas dan institusi berisiko mengalami ketidakseimbangan nutrisi dan cairan dan
membutuhkan intervensi keperawatan melalui pengkajian, penyuluhan, dan
pengembangan program.
Tindakan pencegahan primer yang kritis bagi lansia di semua tempat adalah aktivitas
mental dan fisik. Laporan studi kasus menunjukkan bahwa lansia yang tetap sadar secara
mental berorientasi baik sampai usia antara delapan puluh dan Sembilan puluh adalah
mereka yang berminat dan berpartisipasi dalam hidup.
Lingkungan fisik pada lingkungan perawatan akut dan jangka panjang harus diatur
secara baik untuk memfasilitasi aktivitas mental dan fisik. Klien harus memliki akses
pada stimulus sensori seperti radio atau televisi. Program – program seperti filem lama,
siaran berita setempat, dan layanan keagaman yang dipilih dan disukai lansia memiliki
efek yang mengorientasikan mereka. Namun jika stimulus semacam itu berlangsung
terus, hal tersebut juga dapat menjadi sumber disorientasi dan dapat memicu halusinasi,
program yang tidak tepat sepeti kartun, komedi situasi yang kontinu, dan program –
program kekerasan dapat berperan menimbulkan status konfusio pada pasien lansia.
Penggunaan warna yang tepat untuk membantu mata lansia membedakan antara
permukaan – permukaan yang berbeda – beda, penggunaan cahaya yang tidak
menyilaukan, menyingkirkan barang – barang yang berserakan dan membiarkan ruang
untuk berinteraksi sosial akan mendorong lansia untuk berambulasi tetap aktif secara fisik
dan sosial, sekalipun di fasilitas perawatan akut atau perawatan jangka panjang ,
merupakan kunci untuk mempertahankan fungsi kognitif.
Karena banyaknya efisode konfusio akut merupakan bagian dari efek obat, strategi
pencegahan primernya jika memungkinkan adalah menghindari penggunaan obat –
obatan, jika dibutuhkan obat – obatan, obat – obatan tersebut harus dimulai dari dosis
yang serendah mungkin dan ditingkatkan berdasarkan efeknya atau jika satu obat
ditambahkan pada program pengobatan, obat yang lain harus dihentikan
Lansia tidak boleh diinfantilisasikan atau diperlakukan seperti anak – anak sebagai
contoh menyebut pembalut pada pasien inkontinensia sebagai popok, begitu pula dengan
hal pembuatan keputusan bagi lansia, melepaskan mereka dari martabat yang mereka
miliki, dan menimbulkan perasaan inkompeten. Semua lansia harus dianggap mampu
untuk berpartisifasi dalam keputusan yang berkaitan dengan perawatan dan tidak boleh
dipaksa untuk menggantungkan rasa nyaman atau kesejahteraan mereka kepada orang
lain , insidensi konfusio akut lebih tinggi di unit keperawatan yang berorientasi pada
tugas yang di sana aktivitas sehari – hari dilakukan oleh petugas agar selesai tepat waktu.
Pemberi perawatan harus memperlakukan lansia sebagai individu dan menunjukan rasa
peduli dan perhatian untuk menghindari masalah pengasingan .
Tindakan pencegahan primer lainnya telah efektif menurunkan insidensi konfusio
pada lansia yang baru saja mengalami pembedahan. Tindakan – tindakan tersebut antara
lain adalah pemantauan yang kontinu terhadap saturasi oksigen dan tekanan darah,
dengan intervensi yang agresif guna mencegah hipoksia dan efisode hipotensi, dua faktor
yang mempengaruhi metabolisme oksidatif serebri dan menimbulkan konfusio.
Penggunaan penutup kepala termal dan selimut anggota badan serta penggunaan cairan
IV hangat untuk mencegah hipotermi telah berhasil menurunkan insidensi konfusio
pascaoperasi.
Pencegahan sekunder
Pengkajian
Pengkajian dini dan akurat terhadap perubahan – perubahan status mental berguna
untuk mencegah konsekuensi yang berlebihan dari konfusio akut, untuk mendapatkan
pengkajian yang akurat pemberi perawatan harus mengunakan pendekatan yang
sistematis dan meluangkan cukup waktu bagi orang tersebut untuk berespon. Latar
blakang budaya lansia dan tingkat pensisikannya harus dipertimbangkan dalam
megevaluasi prilaku, kemampuan berfikir dan pemahaman terhadap situasi sekarang.
Pengetahuan tentang kepribadian dan kemampuan pasien menjadi dasar untuk evaluasi
kemampuan kognitif ini menurut Wolanin.
Informasi dasar merupakan hal yang penting dan harus dikumpulkan pada saat
penerimaan pasien, bukan setelah prilaku aneh yang muncul sebagai masalah. Banyaknya
perawat yang terus bergantung sepenuhnya pada komponen – komponen orientasi orang,
tempat, dan waktu untuk menentukan apakah telah terjadi perubahan status mental.
Namun menurut penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa unsur – unsur ini
merupakan penanda konfusio yang paling tidak sensitif. Aspek kognitif dari perhatian dan
konsentrasi dianggap sebagai tanda awal disfungsi otak. Area – area ini mudah dikaji.
Menanyakan pertanyaan yang sama secara berulang – ulang, mengganti topik, atau
mengunakan sarkasme saat mengucapkan kata – kata lucu dapat menandakan adanya
kesalahan memori. Gelisah atau somnolen berlebihan dapat menjadi tanda – tanda
peringatan awal. Kempuan yang tidak konsisten untuk melakukan AKS merupakan
indikator dini konfusio akut lainya yang dapat terjadi. Namun agitasi merupakan tanda
konfusio akut yang lambat dan terjadi pada kurang dari 30% kasus.
d. Prognosis Penyakit
Meskipun secara tradisional dianggap sebagi keadaan yang hilang sendiri, sekarang
jelas diketahui bahwa terdapat banyak keluaran yang menyimpang yang berhubungan
dengan perkembangan konfusio. Selama masuk di rumah sakit penyakit ini menunjukkan
bertanggung jawab terhadap penurunan fungsional, peningkatan resiko komplikasi
dapatan rumah sakit seperti jatuh, luka tekanan dan inkontinensia urinari dan tinggal di
rumah sakit yang lama. Pada pemberhentian, peneltian menunjukkan terdapat
peningkatan resiko penurunan fungsional pada aktifitas hidup sehari-hari, peningkatan
pendaftaran masuk fasilitas perawatan jangka lama, dan peningkatan resiko masuk
kembali. Jauh dari hidup singkat yang tak menyenangkan yang sebelumnya telah
dipertimbangkan, banyak penelitian yang mempertunjukkan konfusio menetap pasca
pemberhentian. Menurut Levkoff dkk. menunjukkan bahwa dari 125 pasien lansia
konfusio, hanya 4% yang resolusi lengkap pada saat pemeberhentian, dan kurang dari
25% resolusi dari seluruh gejala baru pada 3 dan 6 bulan setelah pemberhentian. konfusio
juga mempunyai hubungan dengan peningkatan mortalitas, meskipun ini tidak jelas
apakah ini karena dasar penyakit medisnya dan ko-morbiditasnya atau karena konfusio itu
sendiri. Keseluruhan mortalitas konfusio mendekati 30%, dengan mortalitas 12-bulanan
35-40% dan mortalitas 5-tahunan 50%.
ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK PADA KLIEN
DENGAN KONFUSIO
1.Pengkajian
1. Identitas
Indentias klien meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku bangsa/latar belakang
kebudayaan, status sipil, pendidikan, pekerjaan dan alamat.
2. Keluhan utama
Keluhan utama atau sebab utama yang menyebbkan klien datang berobat (menurut
klien dan atau keluarga). Gejala utama adalah kesadaran menurun secara mendadak.
3. Faktor predisposisi
Menemukan gangguan jiwa yang ada sebagai dasar pembuatan diagnosis serta
menentukan tingkat gangguan serta menggambarkan struktur kepribadian yang
mungkin dapat menerangkan riwayat dan perkembangan gangguan jiwa yang
terdapat. Dari gejala-gejala psikiatrik tidak dapat diketahui etiologi penyakit badaniah
itu, tetapi perlu dilakukan pemeriksaan intern dan nerologik yang teliti. Gejala
tersebut lebih ditentukan oleh keadaan jiwa premorbidnya, mekanisme pembelaaan
psikologiknya, keadaan psikososial, sifat bantuan dari keluarga, teman dan petugas
kesehatan, struktur sosial serta ciri-ciri kebudayaan sekelilingnya. Gangguan jiwa
yang psikotik atau nonpsikotik yang disebabkan oleh gangguan jaringan fungsi otak.
Gangguan fungsi jaringan otak ini dapat disebabkan oleh penyakit badaniah yang
terutama mengenai otak (meningoensephalitis, gangguan pembuluh darah ootak,
tumur otak dan sebagainya) atau yang terutama di luar otak atau tengkorak (tifus,
endometriasis, payah jantung, toxemia kehamilan, intoksikasi dan sebagainya).
4. Pemeriksaan fisik
Kesadaran yang menurun dan sesudahnya terdapat amnesia. Tensi menurun,
takikardia, febris, BB menurun karena nafsu makan yang menurun dan tidak mau
makan.
5. Psikososial
a. Genogram Dari hasil penelitian ditemukan kembar monozigot memberi
pengaruh lebih tinggi dari kembar dizigot .
b. Konsep diri
Gambaran diri, tressor yang menyebabkan berubahnya gambaran diri
karena proses patologik penyakit.
Identitas, bervariasi sesuai dengan tingkat perkembangan individu.
Peran, transisi peran dapat dari sehat ke sakit, ketidak sesuaian antara
satu peran dengan peran yang lain dan peran yang ragu diman
aindividu tidak tahun dengan jelas perannya, serta peran berlebihan
sementara tidak mempunyai kemmapuan dan sumber yang cukup.
Ideal diri, keinginann yang tidak sesuai dengan kenyataan dan
kemampuan yang ada.
Harga diri, tidakmampuan dalam mencapai tujuan sehingga klien
merasa harga dirinya rendah karena kegagalannya.
c. Hubungan social
Berbagai faktor di masyarakat yang membuat seseorang disingkirkan atau
kesepian, yang selanjutnya tidak dapat diatasi sehingga timbul akibat berat
seperti delusi dan halusinasi. Konsep diri dibentuk oleh pola hubungan sosial
khususnya dengan orang yang penting dalam kehidupan individu. Jika
hubungan ini tidak sehat maka individu dalam kekosongan internal.
Perkembangan hubungan sosial yang tidak adeguat menyebabkan kegagalan
individu untuk belajar mempertahankan komunikasi dengan orang lain,
akibatnya klien cenderung memisahkan diri dari orang lain dan hanya terlibat
dengan pikirannya sendiri yang tidak memerlukan kontrol orang lain. Keadaa
ini menimbulkan kesepian, isolasi sosial, hubungan dangkal dan tergantung.
d. Spiritual
Keyakinan klien terhadap agama dan keyakinannya masih kuat tetapi tidak
atau kurang mampu dalam melaksnakan ibadatnmya sesuai dengan agama dan
kepercayaannya.
6. Status mental
o Penampila klien tidak rapi dan tidak mampu untuk merawat dirinya sendiri.
o Pembicaraan keras, cepat dan inkoheren.
o Aktivitas motorik, Perubahan motorik dapat dinmanifestasikan adanya
peningkatan kegiatan motorik, gelisah, impulsif, manerisme, otomatis,
steriotipi.
o Alam perasaan. Klien nampak ketakutan dan putus asa.
o Afek dan emosi. Perubahan afek terjadi karena klien berusaha membuat jarak
dengan perasaan tertentu karena jika langsung mengalami perasaa tersebut
dapat menimbulkan ansietas. Keadaan ini menimbulkan perubahan afek yang
digunakan klien untukj melindungi dirinya, karena afek yang telah berubahn
memampukan kien mengingkari dampak emosional yang menyakitkan dari
lingkungan eksternal. Respon emosional klien mungkin tampak bizar dan
tidak sesuai karena datang dari kerangka pikir yang telah berubah. Perubahan
afek adalah tumpul, datar, tidak sesuai, berlebihan dan ambivalen.
o Interaksi selama wawancara. Sikap klien terhadap pemeriksa kurawng
kooperatif, kontak mata kurang.
o Persepsi. Persepsi melibatkan proses berpikir dan pemahaman emosional
terhadap suatu obyek. Perubahan persepsi dapat terjadi pada satu atau kebiuh
panca indera yaitu penglihatan, pendengaran, perabaan, penciuman dan
pengecapan. Perubahan persepsi dapat ringan, sedang dan berat atau
berkepanjangan. Perubahan persepsi yang paling sering ditemukan adalah
halusinasi.
o Proses berpikir. Klien yang terganggu pikirannya sukar berperilaku kohern,
tindakannya cenderung berdasarkan penilaian pribadi klien terhadap realitas
yang tidak sesuai dengan penilaian yang umum diterima. Penilaian realitas
secara pribadi oleh klien merupakan penilaian subyektif yang dikaitkan
dengan orang, benda atau kejadian yang tidak logis.(Pemikiran autistik). Klien
tidak menelaah ulang kebenaran realitas. Pemikiran autistik dasar perubahan
proses pikir yang dapat dimanifestasikan dengan pemikian primitf, hilangnya
asosiasi, pemikiran magis, delusi (waham), perubahan linguistik
(memperlihatkan gangguan pola pikir abstrak sehingga tampak klien regresi
dan pola pikir yang sempit misalnya ekholali, clang asosiasi dan neologisme.
o Tingkat kesadaran. Kesadran yang menurun, bingung. Disorientasi waktu,
tempat dan orang.
o Memori. Gangguan daya ingat yang baru saja terjadi )kejadian pada beberapa
jam atau hari yang lampau) dan yang sudah lama berselang terjadi (kejadian
beberapa tahun yang lalu).
o Tingkat konsentrasi. Klien tidak mampu berkonsentrasi
o Kemampuan penilaian. Gangguan ringan dalam penilaian atau keputusan.
7. Kebutuhan klien sehari-hari
o Tidur, klien sukar tidur karena cemas, gelisah, berbaring atau duduk dan
gelisah . Kadang-kadang terbangun tengah malam dan sukar tidur kemabali.
Tidurnya mungkin terganggu sepanjang malam, sehingga tidak merasa segar
di pagi hari.
o Selera makan, klien tidak mempunyai selera makan atau makannya hanya
sedikit, karea putus asa, merasa tidak berharga, aktivitas terbatas sehingga bisa
terjadi penurunan berat badan.
o Eliminasi
Klien mungkin tergnaggu buang air kecilnya, kadang-kdang lebih sering dari
biasanya, karena sukar tidur dan stres. Kadang-kadang dapat terjadi konstipasi,
akibat terganggu pola makan.
8. Mekanisme koping
Apabila klien merasa tridak berhasil, kegagalan maka ia akan menetralisir,
mengingkari atau meniadakannya dengan mengembangkan berbagai pola koping
mekanisme. Ketidak mampuan mengatasi secara konstruktif merupakan faktor
penyebab primer terbentuknya pola tiungkah laku patologis. Koping mekanisme yang
digunakan seseorang dalam keadaan delerium adalah mengurangi kontak mata,
memakai kata-kata yang cepat dan keras (ngomel-ngomel) dan menutup diri.
9. Dampak masalah
o Individu
Perilaku, klien muningkin mengbaikan atau mendapat kesulitan dalam
melakukan kegiatas sehari-hari seperti kebersihan diri misalnya tidak
mau mandi, tidak mau menyisir atau mengganti pakaian.
Kesejahateraan dan konsep diri, klien merasa kehilangan harga diri,
harga diri rendah, merasa tidak berarti, tidak berguna dan putus asa
sehingga klien perlu diisolasi.
Kemadirian , klien kehilangan kemandirian adan hidup ketergantungan
pada keluarga atau orang yang merawat cukup tinggi, sehingga
menimbulkan stres fisik.
2. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul
1. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penurunan suplai darah dan
O2 ke otak.
2. Kurangnya interaksi sosial (isolasi sosial) berhubungan dengan sistem pendukung
yang tidak adequat.
3. Ansietas berhubungan dengan pendukung yang tidak adequat.
4. Gangguan eliminasi urin (incontinensia urin) yang berhubungan dengan kehilangan
tonus kandung kemih, kehilangan kontrol sfingter, hilangnya isarat berkemih.
3. Perencanaan Keperawatan
Diagnosa Keperawatan 1 :
Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penurunan suplai darah dan O2 ke
otak.
a) Berikan penjelasan kepada keluarga klien tentang sebab-sebab peningkatan TIK dan
akibatnya
R/ Keluarga lebih berpartisipasi dalam proses penyembuhan
b) Anjurkan kepada klien untuk bed rest total
R/ Untuk mencegah perdarahan ulang
c) Anjurkan klien untuk menghindari batuk dan mengejan berlebihan
R/ Batuk dan mengejan dapat meningkatkan tekanan intra kranial dan potensial terjadi
perdarahan ulang
d) Ciptakan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung
R/ Rangsangan aktivitas yang meningkat dapat meningkatkan kenaikan TIK. Istirahat
total dan ketenangan mingkin diperlukan untuk pencegahan terhadap perdarahan
dalam kasus stroke hemoragik /perdarahan lainnya
e) Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian obat neuroprotektor
R/ Memperbaiki sel yang masih viabel
Diagnosa Keperawatan 2 :
Kurangnya interaksi sosial (isolasi sosial) berhubungan dengan sistem penbdukung yang
tidak adequat.
1. Ciptakan lingkungan terapeutik :
o bina hubungan saling percaya ((menyapa klien dengan rama memanggil nama
klien, jujur , tepat janji, empati dan menghargai).
o tunjukkan perawat yang bertanggung jawab
o tingkatkan kontak klien dengan lingkungan sosial secara bertahap
2. Perlihatkan penguatan positif pada klien.Temani klien untuk memperlihatkan
dukungan selama aktivitas kelompok yang mungkin mnerupakan hal yang sukar bagi
klien.
3. Orientasikan klien pada waktu, tempat dan orang.
4. Berikan obat anti psikotik sesuai dengan program terapi.
Diagnosa Keperawatan 3:
Ansietas berhubungan dengan sistem penbdukung yang tidak adequat.
TINDAKAN / INTERVENSI RASIONAL
Mandiri
Ciptakan lingkungan saling percaya
dengan mendengarkan penuh perhatian, dan
selalu ada untuk pasien.
Bekerja dengan pasien dalam menata
tujuan belajar yang diharapkan.
Pilih berbagai strategi belajar, seperti
teknik demonstrasi yang memerlukan
keterampilan dan biarkan pasien
mendemonstrasikan ulang, gabungkan
keterampilan baru ini kedalam rutinitas rumah
sakit sehari-hari.
Rekomendasikan untuk tidak
menggunakan obat-obat yang dijual bebas tanpa
konsultasi dengan tenaga kesehatan/dokter atau
tidak boleh menggunakan obat tanpa resep.
Diskusikan pentingnya untuk
melakukan evaluasi secara teratur dan jawab
pertanyaan pasien atau orang terdekat.
Menanggapi dan memperhatikan perlu
diciptakan sebelum pasien bersedia mengambil
bagian dalam proses belajar.
Partisipasi dalam perencanaan
meningkatkan antusias dan kerja sama pasien
dengan prinsip-prinsip yang dipelajari.
Penggunaan cara yang berbeda tentang
mengakses informasi meningkatkan pencerapan
pada individu yang belajar.
Membantu untuk mengontrol proses
penyakit dengan lebih ketat dan mencegah ke
prognosis yang buruk, menurunkan
perkembangan komplikasi sistemik.
Intervensi segeral dapat mencegah
perkembangan komplikasiyang lebih serius atau
komplikasi yang mengancam kehidupan.
Demonstrasikan teknik penanganan stres,
seperti latihan napas dalam, bimbingan
imajinasi, mengalihkan perhatian.
Identifikasi sumber-sumber yang ada di
masyarakat, bila ada.
Mengendalikan relaksasi dan
pengendalian terhadap respons stres yang dapat
membantu untuk memberikan ketenangan
Dukungan kontinu biasanya penting
untuk menopang perubahan gaya hidup dan
meningkatkan penerimaan atas diri sendiri.
Diagnosa Keperawatan 4
Gangguan eliminasi urin (incontinensia urin) yang berhubungan dengan kehilangan tonus
kandung kemih, kehilangan kontrol sfingter, hilangnya isarat berkemih.
Tujuan & K.H;
Setelah diberikan tindakan keperawatan selama .. x .. jam diharapkan Klien mampu
mengontrol eliminasi urinnya dgn Kriteria hasil :
- Klien akan melaporkan penurunan atau hilangnya inkontinensia
- Tidak ada distensi bladder
Intervensi & Rasional
a) Identifikasi pola berkemih dan kembangkan jadwal berkemih yang teratur .
R/Berkemih yang sering dapat mengurangi dorongan dari distensi kandung kemih yang
berlebih
b) Ajarkan untuk membatasi masukan cairan selama malam hari
R/Pembatasan cairan pada malam hari dapat membantu mencegah enuresis
c) Ajarkan teknik untuk mencetuskan refleks berkemih (rangsangan kutaneus
dengan penepukan suprapubik, manuver regangan anal)
R/Untuk melatih dan membantu pengosongan kandung kemih
d) Bila masih terjadi inkontinensia, kurangi waktu antara berkemih pada jadwal
yang telah direncanakan
R/Kapasitas kandung kemih mungkin tidak cukup untuk menampung volume urine
sehingga memerlukan untuk lebih sering berkemih
e) Berikan penjelasan tentang pentingnya hidrasi optimal (sedikitnya 2000 cc per
hari bila tidak ada kontraindikasi)
R/Hidrasi optimal diperlukan untuk mencegah infeksi saluran perkemihan dan batu ginjal.
4. Implementasi
Implementasi dilaksanakan sesuai dengan perencanaan keperawatan.
5. Evaluasi
Dx 1: Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penurunan suplai darah dan
O2 ke otak tidak terjadi pada lansia.
Dx 2: Kurangnya interaksi sosial (isolasi sosial) berhubungan dengan sistem penbdukung
yang tidak adequate tidak terjadi pada lansia.
Dx 3: Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi dapat teratasi, klien sudah mulai
tidur dengan tenang
Dx 4: Klien mampu mengontrol eliminasi urinnya
FORMAT PENGKAJIAN KEPERAWATAN GERONTIK
A. RIWAYAT KESEHATAN
Data Biografi :
Nama :
Alamat :
Telepon :
Tempat/Tanggal Lahir :
Umur :
Pendidikan Terakhir :
Tanggal Masuk Ke RS/Panthi Werdha :
Orang Yang Paling Dekat Dihubungi :
Alamat :
Telepon :
B. RIWAYAT KELUARGA
C. RIWAYAT LINGKUNGAN HIDUP
D. RIWAYAT REKREASI
E. SUMBER/SISTEM PENDUKUNG YANG DIGUNAKAN
F. DESKRIPSI HARI KHUSUS
G. RIWAYAT KESEHATAN DAHULU
H. TINJAUAN SISTEM ( Jelaskan sistem-sistem di bawah ini yang terdapat pada klien)
Keadaan Umum
Integumen
Kepala
Mata
Telinga
Hidung dan sinus
Mulut dan tenggorokan
Leher
Payudara
Pernafasan
Kardiovaskular
Gastrointestinal
Perkemihan
Genitourinaria
Muskuloskeletal
Sistem saraf pusat
Sistem endokrin
I. PENGKAJIAN PSIKOSOSIAL DAN SPIRITUAL
1. Psikososial
Jelaskan kemampuan sosialisasi klien pada saat sekarang, sikap klien pada orang lain,
harapan-harapan klien dalam melakukan sosialisasi!
2. Identifikasi Masalah Emosional
Pertanyaan tahap 1
Apakah klien mengalami kesulitan tidur
Apakah klien sering merasa gelisah
Apakah klien sering murung dan menangis sendiri
Apakah klien sering was-was atau kuatir
Lanjutkan ke pertanyaan tahap 2 jika lebih dari atau sama dengan 1 jawaban “ya”.
Pertanyaan tahap 2
Keluhan lebih dari 3 bulan atau lebih dari 1 kali dalam 1 bulan ?
Ada atau banyak pikiran?
Ada gangguan/ masalah dengan keluarga lain?
Menggunakan obat tidur/penenang atas anjuran dokter?
Cenderung mengurung diri?
Bila lebih dari atau sama 1 jawaban “ya”
MASALAH EMOSIONAL POSITIF (+)
3. Spiritual
Kaji agama, kegiatan keagamaan, konsep/keyakinan klien tentang kematian, harapan-
harapan klien, dll.
J. PENGKAJIAN FUNGSIONAL KLIEN
1. INDEKS KATZ
Termasuk katagori manakah klien?
A. Mandiri dalam makan, kontinensia (BAB/BAK), menggunakan
pakaian, pergi ke toilet, berpindah dan mandi
B. Mandiri semuanya kecuali salah satu dari fungsi diatas
C. Mandiri kecuali mandi dan salah satu fungsi lain
D. Mandiri kecuali mandi, berpakaian dan salah satu fungsi diatas
E. Mandiri kecuali mandi, berpakaian, ke toilet dan salah satu fungsi
yang lain
F. Mandiri kecuali mandi, berpakaian, ke toilet, berpindah dan satu
fungsi yang lain
G. Ketergantungan untuk semua fungsi diatas
Keterangan :
Mandiri berarti tanpa pengawasan, pengarahan atau bantuan efektif dari orang lain,
seseorang yang menolak untuk melakukan suatu fungsi dianggap tidak melakukan
fungsi, meskipun ia dianggap mampu.
2. MODIFIKASI DARI BARTHEL INDEKS
Termasuk yang manakah klien?
NO. KRITERIA DENGAN
BANTUAN
MANDIRI KETERANGAN
1 Makan 5 10 Frekuensi :
Jumlah :
Jenis :
2 Minum 5 10 Frekuensi :
Jumlah :
Jenis :
3 Berpindah dari kursi
roda ke tempat tidur
5-10 15
/sebaliknya
4 Personal toilet ( cuci
muka,menyisir rambut,
menggosok gigi)
0 5 Frekuensi :
5 Keluar masuk toilet
( mencuci pakaian,
menyeka tubuh,
menyiram)
5 10
6 Mandi 5 15
7 Jalan di permukaan
datar
0 5 Frekuensi :
8 Naik turun tangga 5 10
9 Menggunakan pakaian 5 10
10 Kontrol bowel (BAB) 5 10 Frekuensi :
Konsistensi :
11 Kontrol bladder (BAK) 5 10 Frekuensi :
Warna :
K. PENGKAJIAN STATUS MENTAL GERONTIK
1. Identifikasi tingkat intelektual dengan short portable mental status questioner
(SPSMQ).
Instruksi:
Ajukan pertanyaan 1- 10 pada daftar ini dan catat semua jawaban.
Catat jumlah kesalahan total berdasarkan total kesalahan berdasarkan 10 pertanyaan.
NO PERTANYAAN BENAR SALAH
1 Tanggal berapa hari ini
2 Hari apa sekarang
3 Apa nama tempat ini
4 Alamat anda?
5 Berapa umur anda?
6 Kapan anda lahir(minimal tahun lahir)
7 Siapa presiden Indonesia sekarang ?
8 Siapa presiden Indonesia sebelumnya?
9 Siapa nama ibu anda?
10 Kurangi 3 dari 20 dan tetap
pengurangan 3 dari setiap angka
baru ,semua secara menurun
JUMLAH
Interpretasi hasil:
a. Salah 0 – 3 : fungsi intelektual utuh
b. Salah 4 – 5 : kerusakan intelektual ringan
c. Salah 6 – 8 : kerusakan intelektual sedang
d. Salah 9 – 10 :L kerusakan intelektual berat.
2. Identifikasi aspek kognitif dan fungsi mental dengan menggunakan MMSE (nini
mental status exam)
NO ASPEK
KOGNITIF
NILAI
MAKS
MILAI
KLIEN
KRITERIA
1. ORIENTASI 5 Menyebutkan dengan benar:
Tahun
Musim
Tanggal
Hari
bulan
2. ORIENTASI 5 Diamana kita sekarang ?
Negara Indonesia
Provinsi….
Kota…..
Panti werda…..
Wisma….
3. REGISTRASI 3 Sebutkan 3 objek (oleh pemeriksa ) 1
detik untuk mengatakan masing –
masing objek,kemudian tanyakan
kepada klien ketiga objek tadi(untuk
disebutkan )
Objek………
Objek………
Objek………
4. PERHATIAN
DAN
KALKULASI
5 Minta klien untuk memulai dari
angka 100 kemudian dikurangi 7
sampai 5 kali
93
86
79
72
65
5. MENGINGAT 3 Minta klien untuk mengurangi ke 3
objek pada nomer 2 (registrasi) tadi,
bila benar 1 poin untuk masing –
masing objek.
6. BAHASA 9 Tunjukkan pada klien suatu benda
dan tanyakan namannya pada klien
(misal jam tangan atau pensil)
Minta kepada klien untuk mengulang
kata berikut “ tak ada jika ,dan ,
atau,tetapi” bila benar, nilai 1 poin.
Pernyataan benar 2 buah : tidak ada
tetapi.
Minta klien untuk mengikuti perintah
berikut ini yang terdiri dari 3
langkah: “ ambil kertas di tangan
anda ,lipat 2 dan taruh di lantai “.
Ambil kertas
Lipat dua
Taruh di lantai
Perintahkan pada klien untuk hal
berikut ( bila aktivitas sesuai
perintah nilai 1 poin)
Tutup mata anda.
Perintah pada klien untuk menulis
satu kalimat dan menyalin gambar
Tulis satu kalimat
Menyalin gambar.
TOTAL NILAI
Interpretasi hasil
>23 : aspek kognitif dari fungsi mental baik
18-22 : kerusakan aspek fungsi mental ringan
<17 : terdapat kerusakan aspek fungsi mental berat
Daftar Pustaka
Mickey & Patricia (2007) Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Edisi 2. Jakarta : EGC
Ika Syamsul Huda MZ, MD, 2010. Konfusio Pada Pasien Geriatri Yang Dirawat, (online),
http :// www.scribd.com/doc/26497552/Konfusio Pada Pasien Geriatri Yang Dirawat, diakses
tanggal 18 Oktober 2010
Blog Partner, 2010. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Konfusio,
(onlie)http://www.umm.edu/ency/article/000740trt.htm, diakses tanggal18 Oktober 2010
http://karyatulisilmiahkeperawatan.blogspot.com/2009/05/delirium-pada-lansia.html, diakses
tanggal 20 Oktober 2010
http://wiwik-asuhan-keperawatan.blogspot.com/2009/12/asuhan-keperawatan-pada-pasien-
dengan.html, diakses tanggal 20 Oktober 2010
http://www.geocities.ws/geriatriindonesia/, diakses tanggal 20 Oktober 2010