askep brongkhitis
TRANSCRIPT
Tugas : KMB Sistem PernafasanDosen : Edy Tahir, S. Kep, Ners
Asuhan
keperawatan
Bronkhitis
Oleh :
Program Studi S1
Keperawatan
Sekolah Tinggi Ilmu
kesehatan Prima Bone
Tahu Akedemik 2010 / 2011BAB I
PENDAHULUAN
A. latarbelakang
Infeksi Saluran Napas Bawah yang di dalamnya termasuk pneumonia dan
influenza masih menjadi masalah kesehatan di negara berkembang maupun maju.
Berdasarkan hash Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 200 penyakit
saluran napas bawah merupakan penyakit penyebab kematian kedua di Indonesia.
Menurut data SEAMIC Health Statistic tahun 2001, brongkhitis dan pneumonia
merupakan penyebab kematian nomor enam di Indonesia, nomor sembilan di Brunei,
nomor tujuh di Malaysia, nomor tiga di Singapura dan Vietnam. Laporan WHO tahun
1999 .menyebutkan, penyebab kematian akibat infeksi adalah infeksi Saluran nafas
akut termasuk brongkhitis dan pneumonia.
Brongkhitis merupakan radang brongkus yang disebabkan mikroorganisme
(bakteri, virus, jamur, dan parasit). Proses peradangan akan menyebabkan jaringan
pada brongkus (jalan udara) dapat dipenuhi cairan ataupun nanah. Akibatnya
kemampuan paru sebagai tempat pertukaran gas (terutama oksigen) akan terganggu.
Kekurangan oksigen dalam sel-sel tubuh akan mengganggu proses metabolisme
tubuh. Bila brongkhitis tidak ditangani dengan baik, proses peradangan akan terus
berlanjut dan menimbulkan berbagai komplikasi seperti, selaput paru terisi cairan
atau nanah (efusi pleura atau empiema), jaringan paru bernanah (abses paru), jaringan
paru kempis (pneumotoraks) dan lain-lain. Bahkan bila terus berlanjut dapat terjadi
penyebaran infeksi melalui darah (sepsis) ke seluruh tubuh sehingga dapat
menyebabkan kematian. Terhirupnya udara yang telah terkontaminasi
mikroorganisme yang berasal dari batuk seorang penderita pneumonia merupakan
salah satu bentuk penularan penyakit ini. Ketidaksterilan alat medis saat tindakan
medis terutama di daerah paru juga dapat mengakibatkan pneumonia. Faktor-faktor
risiko terkena pneumonia, antara lain, Infeksi Saluran Nafas Atas (ISPA), usia lanjut,
alkoholisme, rokok, kekurangan nutrisi, dan penyakit kronik menahun.
Gejala penyakit brongkhitis biasanya didahului infeksi saluran nafas atas akut
selama beberapa hari. Selain didapatkan demam, menggigil, suhu tubuh meningkat
dapat mencapai 40 derajat celsius, sesak nafas, nyeri dada, dan batuk dengan dahak
kental, terkadang dapat berwarna kuning hingga hijau. Pada sebagian penderita juga
ditemui gejala lain seperti nyeri perut, kurang nafsu makan, dan sakit kepala.
Setelah mengetahui gejala klinis dan kelainan fisis melalui pemeriksaan fisis
yang dilakukan dokter, Ahli paru-paru, Prof. Dr. Nirwan Arief, Sp. P (K)
menjelaskan masih diperlukan pemeriksaan penunjang, seperti rontgen dan
laboratorium. Hal ini perlu dilakukan untuk memperkuat diagnosis apakah seseorang
mengidap brongkhitis atau tidak. Kelainan yang tampak pada foto rontgen penderita
bronkhitis dapat berupa bercak putih setempat atau tersebar di seluruh paru, ataupun
gambaran lainnya bila terdapat komplikasi brongkhitis. Gambaran foto rontgen itu
kadang dapat dibedakan dengan penderita Tuberkolosis (TB) yaitu gambaran bercak
putih di bagian atas paru. Pemeriksaan penunjang lain adalah pemeriksaan
laboratorium berupa pemeriksaan hitting sel darah tepi, pemeriksaan terhadap kuman
(mikrobiologi), ataupun pemeriksaan lainnya. Pada penderita pneumonia, jumlah
leukosit (sel darah putih) dapat melebihi batas normal (10.0001µL). Ahli paru yang
juga sebagai staf pengajar di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ini
menjelaskan perlu dilakukan pengambilan sputum/dahak guna dibiakan sehingga
mengetahui mikroorganisme penyebab brongkhitis, dan obat apa saja yang tepat
untuk mikroorganisme tersebut. Pengambilan sputum dilakukan dengan cara
dibatukkan ataupun didahului proses perangsangan (induksi) untuk mengeluarkan
dahak dengan menghirup NaCL 3 persen. Selain itu dahak dapat diperoleh dengan
menggunakan alat tertentu (misalnya, protective brush, semacam sikat untuk
mengambil sputum pada saluran nafas bawah), Lanjut Prof Nirwan, sputum yang
telah diambil dimasukkan dalam botal steril dan ditutup rapat. Dahak itu segera (tidak
botch lebih dari empat jam) dikirim ke laboratorium untuk pemeriksaan.
Pengobatan brogkhitis adalah dengan memberikan antibiotik secara empiris,
(data pola kuman yang telah ada di daerah atau rumah-sakit tertentu, dan data
sensitiviti obat antibiotika yang ada), ataupun berdasarkan data mikroorganisme yang
didapat dari hasil pemeriksaan dahak penderita tersebut.
B. Rumusan Masalah.
Adapun Rumusan masalah adalah sebagai berikut;
1. Apa defenisi dari brogkhitis?
2. Apa etiologi dari brogkhitis?
3. Bagaimana pathofisiologi dari brogkhitis?
4. Bagaimana penetalaksanaan brogkhitis?
5. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan brogkhitis?
C. Tujuan
Tujuan dari penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Tujuan umum
Untuk mengetahui secara garis besar tentang penyakit brogkhitis mulai dari
defenisi, penyebab, sampai dengan asuhan keperawatan.
2. Tujuan khusus.
a. Untuk mengetahui defenisi dari brogkhitis.
b. Untuk mengetahui etiologi dari brogkhitis.
c. Untuk mengetahui pathofisiologi dari brogkhitis.
d. Untuk mengetahui penetalaksanaan brogkhitis.
e. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan brogkhitis.
BAB II
PEMBAHASAN
A. KONSEP MEDIS
1. Pengertian
Bronkhitis adalah hipersekresi mukus dan batuk produktif kronis
berulang-ulang minimal selama 3 bulan pertahun atau paling sedikit dalam 2
tahun berturut-turut pada pasien yang diketahui tidak terdapat penyebab lain.
2. Etiologi
Ada 3 faktor utama yang mempengaruhi timbulnya bronchitis yaitu rokok,
infeksi dan polusi. Selain itu terdapat pula hubungan dengan faktor keturunan
dan status sosial.
a. Rokok
Menurut buku Report of the WHO Expert Comite on Smoking Control,
rokok adalah penyebab utama timbulnya bronchitis. Terdapat hubungan
yang erat antara merokok dan penurunan VEP (volume ekspirasi paksa)
1 detik. Secara patologis rokok berhubungan dengan hiperplasia kelenjar
mukus bronkus dan metaplasia skuamus epitel saluran pernafasan juga
dapat menyebabkan bronkostriksi akut.
b. Infeksi
Eksaserbasi bronchitis disangka paling sering diawali dengan infeksi
virus yang kemudian menyebabkan infeksi sekunder bakteri. Bakteri
yang diisolasi paling banyak adalah Hemophilus influenza dan
streptococcus pneumonie.
c. Polusi
Pulusi tidak begitu besar pengaruhnya sebagai faktor penyebab, tetapi
bila ditambah merokok resiko akan lebih tinggi. Zat – zat kimia dapat
juga menyebabkan bronchitis adalah zat – zat pereduksi seperti O2, zat -
zat pengoksida seperti N2O, hidrokarbon, aldehid, ozon.
d. Faktor sosial ekonomi Kematian pada bronchitis ternyata lebih banyak
pada golongan sosial ekonomi rendah, mungkin disebabkan faktor
lingkungan dan ekonomi yang lebih jelek.
Keturunan
Belum diketahui secara jelas apakah faktor keturunan berperan atau
tidak, kecuali pada penderita defisiensi alfa – 1 – antitripsin yang
merupakan suatu problem, dimana kelainan ini diturunkan secara
autosom resesif. Kerja enzim ini menetralisir enzim proteolitik yang
sering dikeluarkan pada peradangan dan merusak jaringan, termasuk
jaringan paru.
3. Patofisiologi
Penemuan patologis dari bronchitis adalah hipertropi dari kelenjar
mukosa bronchus dan peningkatan sejumlah sel goblet disertai dengan
infiltrasi sel radang dan ini mengakibatkan gejala khas yaitu batuk produktif.
Batuk kronik yang disertai peningkatan sekresi bronkus tampaknya
mempengaruhi bronchiolus yang kecil – kecil sedemikian rupa sampai
bronchiolus tersebut rusak dan dindingnya melebar. Faktor etiologi utama
adalah merokok dan polusi udara lain yang biasa terdapat pada daerah
industri. Polusi tersebut dapat memperlambat aktifitas silia dan pagositosis,
sehingga timbunan mukus meningkat sedangkan mekanisme pertahanannya
sendiri melemah. Mukus yang berlebihan terjadi akibat displasia. Sel – sel
penghasil mukus di bronkhus. Selain itu, silia yang melapisi bronkus
mengalami kelumpuhan atau disfungsional serta metaplasia. Perubahan –
perubahan pada sel – sel penghasil mukus dan sel – sel silia ini mengganggu
sistem eskalator mukosiliaris dan menyebabkan penumpukan mukus dalam
jumlah besar yang sulit dikeluarkan dari saluran nafas.
4. Manifestasi klinis
Keluhan utama :
a. Batuk, mulai dengan batuk – batuk pagi hari, dan makin lama batuk
makin berat, timbul siang hari maupun malam hari, penderita terganggu
tidurnya.
b. Dahak, sputum putih/mukoid. Bila ada infeksi, sputum menjadi purulen
atau mukopuruen dan kental.
c. Sesak bila timbul infeksi, sesak napas akan bertambah, kadang – kadang
disertai tanda – tanda payah jantung kanan, lama kelamaan timbul kor
pulmonal yang menetap.
Pemeriksaan fisik :
Pada stadium ini tidak ditemukan kelainan fisis. Hanya kadang – kadang
terdengar ronchi pada waktu ekspirasi dalam. Bila sudah ada keluhan
sesak, akan terdengar ronchi pada waktu ekspirasi maupun inspirasi
disertai bising mengi. Juga didapatkan tanda – tanda overinflasi paru
seperti barrel chest, kifosis, pada perkusi terdengar hipersonor,
peranjakan hati mengecil, batas paru hati lebih ke bawah, pekak jantung
berkurang, suara nafas dan suara jantung lemah, kadang – kadang disertai
kontraksi otot – otot pernafasan tambahan.
5. Pemeriksaan diagnostik
a. Pemeriksaan radiologis
Tubular shadow atau traun lines terlihat bayangan garis yang paralel,
keluar dari hilus menuju apeks paru. bayangan tersebut adalah bayangan
bronchus yang menebal.
b. Corak paru bertambah
c. Pemeriksaan fungsi paru
d. Analisa gas darah
- Pa O2 : rendah (normal 25 – 100 mmHg)
- Pa CO2 : tinggi (normal 36 – 44 mmHg).
e. Saturasi hemoglobin menurun.
f. Eritropoesis bertambah.
6. Penanganan
a. Tindakan suportif :
1. Pendidikan bagi pasien dan keluarganya tentang :
2. Menghindari merokok
3. Menghindari iritan lainnya yang dapat terhirup.
4. Mengontrol suhu dan kelembaban lingkungan.
5. Nutrisi yang baik.
6. Hidrasi yang adekuat.
b. Terapi khusus (pengobatan).
1. Bronchodilator
2. Antimikroba
3. Kortikosteroid
4. Terapi pernafasan
5. Terapi aerosol
6. Terapi oksigen
7. Penyesuaian fisik
8. Latihan relaksasi
9. Meditasi
10. Menahan nafas
11. Rehabilitasi
7. Prognosis
Prognosis jangka panjang maupun jangka pendek bergantung pada umur dan
gejala klinik waktu berobat.
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian.
Data dasar pengkajian pada pasien dengan bronchitis :
a. Aktivitas/istirahat
Gejala : - Keletihan,
- Kelelahan, malaise.
- Ketidakmampuan melakukan aktivitas sehari – hari.
- Ketidakmampuan untuk tidur. Dispnoe pada saat istirahat.
Tanda : - Keletihan Gelisah, insomnia. Kelemahan umum/kehilangan
massa otot.
b. Sirkulasi
Gejala : - Pembengkakan pada ekstremitas bawah.
Tanda : - Peningkatan tekanan darah, peningkatan frekuensi
jantung/takikardia berat.
- Distensi vena leher. Edema dependent, Bunyi jantung redup.
- Warnakulit/membran mukosa. normal/cyanosis. Pucat, dapat
menunjukkan anemia.
c. Integritas Ego
Gejala : - Peningkatan faktor resiko
- Perubahan pola hidup
Tanda : - Ansietas, ketakutan, peka rangsang.
d. Makanan/cairan
Gejala : - Mual/muntah.
- Nafsu makan buruk/anoreksia
- Ketidakmampuan untuk makan
- Penurunan berat badan, peningkatan berat badan
Tanda : - Turgor kulit buruk, edema dependen,
- Berkeringat.Penurunan berat badan, palpitasi abdomen
e. Hygiene
Gejala : - Penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan
Tanda : - Kebersihan buruk, bau badan.
f. Pernafasan
Gejala : - Batuk menetap dengan produksi sputum setiap hari selama
minimun 3 bulan berturut – turut tiap tahun sedikitnya 2
tahun. Episode batuk hilang timbul.
Tanda : - Pernafasan biasa cepat. Penggunaan otot bantu pernafasan.
Bentuk barel chest, gerakan diafragma minimal. Bunyi nafas
ronchi. Perkusi hyperresonan pada area paru. Warna pucat
dengan cyanosis bibir dan dasar kuku, abu – abu
keseluruhan.
g. Keamanan
Gejala : - Riwayat reaksi alergi terhadap zat/faktor lingkungan.
- Adanya/berulangnya infeksi.
h. Seksualitas
Gejala : - Penurunan libido. Interaksi social.
- Hubungan ketergantungan.
- Kegagalan dukungan/terhadap pasangan/orang dekat.
- Penyakit lama/ketidakmampuan membaik.
Tanda : - Ketidakmampuan untuk mempertahankan suara karena
distress pernafasan. Keterbatasan mobilitas fisik. Kelalaian
hubungan dengan anggota keluarga lain.
Pemeriksaan diagnostik :
1. Sinar x dada. Dapat menyatakan hiperinflasi paru – paru, mendatarnya
diafragma, peningkatan area udara retrosternal, hasil normal selama
periode remisi.
2. Tes fungsi paru, Untuk menentukan penyebab dispnoe, melihat
obstruksi, memperkirakan derajat disfungsi.
3. TLC Meningkat
4. Volume residu Meningkat.
5. FEV1/FVC. Rasio volume meningkat.
6. GDA. PaO2 dan PaCO2 menurun, pH Normal.
7. Bronchogram. Menunjukkan di latasi silinder bronchus saat inspirasi,
pembesaran duktus mukosa.
8. Sputum. Kultur untuk menentukan adanya infeksi, mengidentifikasi
patogen.
9. EKG. Disritmia atrial, peninggian gelombang P pada lead II, III, AVF
2. Diagnosa keperawatan
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan
produksi sekret.
b. Kerusakan pertukaran gas berhubungan denga obstruksi jalan nafas oleh
sekresi, spasme bronchus.
c. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan broncokontriksi, mukus.
d. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan dispnoe,
anoreksia, mual muntah.
e. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan menetapnya sekret,
proses penyakit kronis.
f. Intoleran aktifitas berhubungan dengan insufisiensi ventilasi dan
oksigenasi.
g. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
h. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang
proses penyakit dan perawatan dirumah.
3. Perencanaan keperawatan
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan
produksi sekret.
Tujuan : Mempertahankan jalan nafas paten.
Rencana Tindakan :
1. Auskultasi bunyi nafas
R/ Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan
nafas dan dapat dimanifestasikan dengan adanya bunyi nafas.
2. Kaji/pantau frekuensi pernafasan.
R/ Tachipnoe biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat
ditemukan selama / adanya proses infeksi akut.
3. Dorong/bantu latihan nafas abdomen atau bibir
R/ Memberikan cara untuk mengatasi dan mengontrol dispoe dan
menurunkan jebakan udara.
4. Observasi karakteristik batuk
R/ Batuk dapat menetap tetapi tidak efektif, khususnya pada lansia,
penyakit akut atau kelemahan
5. Tingkatkan masukan cairan sampai 3000 ml/hari
R/ Hidrasi membantu menurunkan kekentalan secret
mempermudah pengeluaran.
b. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan obstruksi jalan nafas oleh
sekresi, spasme bronchus.
Tujuan : Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan
yang adekuat dengan GDA dalam rentang normal dan bebas
gejala distress pernafasan.
Rencana Tindakan :
1. Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan
R/ Berguna dalam evaluasi derajat distress pernafasan dan
kronisnya proses penyakit.
2. Tinggikan kepala tempat tidur, dorong nafas dalam.
R/ Pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi
dan latihan nafas untuk menurunkan kolaps jalan nafas,dispenea
dan kerja nafas.
3. Auskultasi bunyi nafas.
R/ Bunyi nafas makin redup karena penurunan aliran udara atau
area konsolidasi
4. Awasi tanda vital dan irama jantung
R/ Takikardia, disritmia dan perubahan tekanan darah dapat
menunjukkan efek hipoksemia sistemik pada fungsi jantung.
5. Awasi GDA
R/ PaCO¬2 biasanya meningkat, dan PaO2 menurun sehingga
hipoksia terjadi derajat lebih besar/kecil.
6. Berikan O2 tambahan sesuai dengan indikasi hasil GDA
R/ Dapat memperbaiki/mencegah buruknya hipoksia.
c. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan broncokontriksi, mukus.
Tujuan : Perbaikan dalam pola nafas.
Rencana Tindakan :
1. Ajarkan pasien pernafasan diafragmatik dan pernafasan bibir
R/ Membantu pasien memperpanjang waktu ekspirasi. Dengan
teknik ini pasien akan bernafas lebih efisien dan efektif.
2. Berikan dorongan untuk menyelingi aktivitas dan periode istirahat
R/ Memungkinkan pasien untuk melakukan aktivitas tanpa distress
berlebihan.
3. Berikan dorongan penggunaan pelatihan otot-otot pernafasan jika
diharuskan
R/ Menguatkan dan mengkondisikan otot-otot pernafasan.
4. Anjurkan batuk efektif dan pembuangan sputum.
R/ Meningkatkan mobilisasi dan pengeluaran sekret untuk
mencegah perluasan infeksi.
5. Beri posisi nyaman yang memudahkan pasien bernafas.
R/ Mengurangi tekanan pada diafragma dan memaksimalkan
expansi dada.
6. Dorong klien untuk memperbanyak masukan cairan.
R/ Hidrasi yang adekuat mengencerkan mukus dan berfungsi
sebagai expectoran yang efektif.
7. Ubah posisi bayi dengan sering sedikitnya setiap 2 jam.
R/ Untuk menghindari terjadinya sekret yang dapat menimbulkan
terjadinya atelektasis atau bronchiektasis
8. Sediakan sputum untuk test sensitivitas.
R/ Kultur sputum dapat mengidentifikasi organisme penyebab
penyakit.
9. Berikan obat sesuai indikasi expectoran dan antibiotik.
R/ Expectoran membantu mengencerkan dan mempermudah
pengeluaran sekret dari saluran pernafasan. Antibiotik berfungsi
membunuh kuman gram positif dan gram negatif.
d. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan dispnoe,
anoreksia, mual muntah.
Tujuan : Menunjukkan peningkatan berat badan.
Rencana Tindakan :
1. Kaji kebiasaan diet.
R/ Pasien distress pernafasan akut, anoreksia karena dispnea,
produksi sputum.
2. Auskultasi bunyi usus
R/ Penurunan bising usus menunjukkan penurunan motilitas gaster.
3. Berikan perawatan oral
4. R/ Rasa tidak enak, bau adalah pencegahan utama yang dapat
membuat mual dan muntah.
5. Timbang berat badan sesuai indikasi
R/ Berguna menentukan kebutuhan kalori dan evaluas keadekuatan
rencana nutrisi.
6. Berikan makanan dalam porsi kecil tapi sering.
R/ Tindakan ini dapat meningkatkan masukan meskipun nafsu
makan mungkin lambat untuk kembali.
7. Konsul ahli gizi
R/ Kebutuhan kalori yang didasarkan pada kebutuhan individu
memberikan nutrisi maksimal.
e. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan menetapnya sekret,
proses penyakit kronis.
Tujuan : mengidentifikasi intervensi untuk mencegah resiko tinggi
Rencana Tindakan :
1. Awasi suhu.
R/ Demam dapat terjadi karena infeksi atau dehidrasi.
2. Observasi warna, bau sputum.
R/ Sekret berbau, kuning dan kehijauan menunjukkan adanya
infeksi.
3. Tunjukkan dan bantu pasien tentang pembuangan sputum.
R/ mencegah penyebaran patogen.
4. Diskusikan kebutuhan masukan nutrisi adekuat.
R/ Malnutrisi dapat mempengaruhi kesehatan umum dan
menurunkan tekanan darah terhadap infeksi.
5. Berikan anti mikroba sesuai indikasi
R/ Dapat diberikan untuk organisme khusus yang teridentifikasi
dengan kultur.
f. Intoleran aktifitas berhubungan dengan insufisiensi ventilasi dan
oksigenasi.
Tujuan : Menunjukkan perbaikan dengan aktivitas intoleran
Rencana tindakan :
1. Dukung pasien dalam menegakkan latihan teratur dengan
menggunakan exercise, berjalan perlahan atau latihan yang sesuai.
R/ Otot-otot yang mengalami kontaminasi membutuhkan lebih
banyak O2.
2. Evaluasi respon klien terhadap aktivitas.
R/ Menetapkan kemampuan/kebutuhan klien dan memudahkan
pilihan intervensi.
3. Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama fase akut
sesuai indikasi.
R/ Menurunkan stress dan tegangan berlebihan, meningkatkan
istirahat.
4. Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pngobatan dan
perlunya keseimbangan aktivitas dan istirahat.
R/ Baring dipertahankan selama fase akut untuk menurunkan
kebutuhan metabolik, menghemat energi untuk penyembuhan.
5. Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan. Berikan kemajuan
peningkatan aktivitas selama fase penyembuhan.
R/ Meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplai
dan keseimbangan kebutuhan oksigen.
g. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
Tujuan : pasien akan mengalami penurunan rasa ketakutan dan
ansietas.
Rencana tindakan :
1. Kaji tingkat kecemasan (ringan, sedang, berat).
R/ Dengan mengetahui tingkat kecemasan klien, sehingga
memudahkan tindakan selanjutnya.
2. Berikan dorongan emosional.
R/ Dukungan yang baik memberikan semangat tinggi untuk
menerima keadaan penyakit yang dialami.
3. Beri dorongan mengungkapkan ketakutan/masalah
R/ Mengungkapkan masalah yang dirasakan akan mengurangi
beban pikiran yang dirasakan
4. Jelaskan jenis prosedur dari pengobatan
R/ Penjelasan yang tepat dan memahami penyakitnya sehingga
mau bekerjasama dalam tindakan perawatan dan pengobatan.
5. Beri dorongan spiritual
R/ Diharapkan kesabaran yang tinggi untuk menjalani perawatan
dan menyerahkan pada TYME atas kesembuhannya.
h. Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kurangnya informasi
tentang proses penyakit dan perawatan di rumah
Tujuan : Mengatakan pemahaman kondisi/proses penyakit dan
Rencana tindakan :
1. Jelaskan proses penyakit individu
R/ Menurunkan ansietas dan dapat menimbulkan partisipasi pada
rencana pengobatan.
2. Instruksikan untuk latihan afas, batuk efektif dan latihan kondisi
umum.
R/ Nafas bibir dan nafas abdominal membantu meminimalkan
kolaps jalan nafas dan meningkatkan toleransi aktivitas
3. Diskusikan faktor individu yang meningkatkan kondisi misalnya
udara, serbuk, asap tembakau.
R/ Faktor lingkungan dapat menimbulkan iritasi bronchial dan
peningkatan produksi sekret jalan nafas.
4. Bantu orang tua untuk mengembangkan rencana asuhan di rumah,
keseimbangan diet, istirahat dan aktivitas yang sesuai.
R/ Mempunyai pengetahuan tentang makanan yang sesuai terapi
dan memaksimalkan tingkat aktivitas, melakukan aktivitas yang
diinginkan dan sesuai dan meningkatkan daya tahan tubuh.
5. Ajarkan pemberian antibiotik sesuai program.
R/ Pemberian antibiotik yang tepat meningkatkan keefektifan
pengobatan.
6. Ajarkan cara mendeteksi kambuhnya penyakit.
R/ Menambah pengetahuan orang tua sehingga dapat mendeteksi
secara dini tentang kambuhnya penyakit serta dapat mengambil
tindakan yang tepat.
7. Berikan penjelasan kepada klien tentang pentingnya pemeliharaan
kesehatan dan kebersihan lingkungan.
R/ Meningkatkan status kesehatan klien.
4. IMPELEMENTASI
Pada tahap ini untuk melaksanakan intervensi dan aktivitas yang telah dicatat
dalam rencana perawatan pasien. Agar implementasi/pelaksanaan
perencanaan ini dapat tepat waktu dan efektif maka perlu mengidentifikasi
prioritas perawatan, memantau dan mencatat respon pasien terhadap setiap
intervensi yang dilaksanakan serta mendokumentasikan pelaksanaan
perawatan. Pada pelaksanaan keperawatan diprioritaskan pada upaya untuk
mempertahankan jalan nafas, mempermudah pertukaran gas, meningkatkan
masukan nutrisi, mencegah komplikasi, memperlambat memperburuknya
kondisi, memberikan informasi tentang proses penyakit (Doenges Marilynn E,
2008, Remcana Asuhan Keperawatan)
5. Evaluasi.
Pada tahap akhir proses keperawatan adalah mengevaluasi respon pasien
terhadap perawatan yang diberikan untuk memastikan bahwa hasil yang
diharapkan telah dicapai, Evaluasi merupakan proses yang interaktif dan
kontinyu, karena setiap tindakan keperawatan, respon pasien dicatat dan
dievaluasi dalam hubungannya dengan hasil yang diharapkan kemudian
berdasarkan respon pasien, revisi, intervensi keperawatan/hasil pasien yang
mungkin diperlukan. Pada tahap evaluasi mengacu pada tujuan yang telah
ditetapkan yaitu : jalan nafas efektif, pola nafas efektif, pertukaran gas
adekuat, masukan nutrisi adekuat, infeksi tidak terjadi, intolerans aktivitas
meningkat, kecemasan berkurang/hilang, klien memahami kondisi
penyakitnya. (Keliat Budi Anna, 2005, Proses Keperawatan)
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan makalah tentang broncho pneumonia kami dapat menarik
beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. Brongkhitis adalah suatu peradangan pada paru-paru dimana peradangan
terjadi pada brongkus paru baik brongkus kiri maupun brongkus kanan.
2. Berdasarkan penyebab:
a. Brongkhitis disebabkan oleh 3 faktor utama yaitu rokok infeksi dan polusi,
namun yang paling sering adalah infeksi yang disebabkan oleh bakteri.
b. Keturunan juga berpengaruh besar terhadap penyajiti ini, namun proses
perjalalannya belum terlalu jelas.
c. Faktor sosial ekomoni pun berpengaruh besar terhadap penyakit
brongkhitis.
B. Saran
Mohon dosen dapat menjelaskan lebih mendetail lagi tentang makalah yang kami
susun, Karen merasa belum sempurna karena kami masih dalam belajar.
Refrensi :
Smeltzer, Suzanne C, 2003, Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner &
Suddarth, ; alih bahasa, Agung Waluyo; editor Monica Ester, Edisi 8,
EGC; Jakarta.
Carolin, Elizabeth J, Buku Saku Patofisiologi, EGC, Jakarta, 2002.
Doenges, Marilynn E, 2008, Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, ; alih bahasa, I
Made Kariasa ; editor, Monica Ester, Edisi 3, EGC ; Jakarta.
Tucker, Susan Martin, 1998, Standar Perawatan Pasien; Proses Keperawatan,
Diagnosis dan Evaluasi, Edisi 5, EGC, Jakarta.
Soeparman, Sarwono Waspadji, 1998, Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Penerbit
FKUI, Jakarta.
Long, Barbara C, 1998, Perawatan Medikal Bedah, 1998, EGC, Jakarta.
PRICE, Sylvia Anderson, 1994, Patofisiologi; Konsep Klinis Proses – Proses
Penyakit, EGC, Jakarta.
Keliat, Budi Anna, Proses Keperawatan