askep

14
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Apendisitis merupakan peradangan yang terjadi pada apendiks vermiformis, dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering (Agus priyanto,2008). Apendisitis merupakan peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai cacing( apendiks ). Infeksi ini bisa mengakibatkan terjadinya pus. Bila infeksi bertambah parah, usus buntu itu bisa pecah. Usus buntu merupakan saluran usus yang ujungya buntu dan menonjol dari bagian awal usus besar atau sekum ( cecum ). Usus buntu besarnya sekitar kelingking tangan dan terletak di perut kanan bawah. Strukturnya seperti bagian usus lainnya. Namun, lendirnya banyak mengandung kelenjar yang senantiasa mengeluarkan lender (Jitowiyono & Weni, 2010). 1

Upload: dennie-setyawan-eka-putra

Post on 21-May-2017

214 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: askep

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Apendisitis merupakan peradangan yang terjadi pada apendiks

vermiformis, dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering (Agus

priyanto,2008). Apendisitis merupakan peradangan akibat infeksi pada usus

buntu atau umbai cacing( apendiks ). Infeksi ini bisa mengakibatkan terjadinya

pus. Bila infeksi bertambah parah, usus buntu itu bisa pecah. Usus buntu

merupakan saluran usus yang ujungya buntu dan menonjol dari bagian awal usus

besar atau sekum ( cecum ). Usus buntu besarnya sekitar kelingking tangan dan

terletak di perut kanan bawah. Strukturnya seperti bagian usus lainnya. Namun,

lendirnya banyak mengandung kelenjar yang senantiasa mengeluarkan lender

(Jitowiyono & Weni, 2010).

Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh

hyperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat

peradangan sebelumnya, atau neoplasma. Obstruksi tersebut menyebabkan mukus

yang diproduksi mukosa mengalami bendungan. Semakin lama mukus tersebut

semakin banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan

sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat

tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema, diapedesis

bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi apendisitis (Price & Wilson,

2006).

1

Page 2: askep

2

SKALA > Apendisitis terjadi sebagian besar akibat meningkatnya konsumsi

rendah serat adanya peradangan pada lumen. Angka mortalitas meningkat 20%

pada pasien 70%, terutama karena keterlambatan diagnostic dan terapi. Insidens

perforasi adalah 10% - 32% lebih tinggi pada anak kecil dan lansia

(Sjamsuhidayat & Jong, 2011).

Insidens apendisitis akut di negara maju lebih tinggi dari pada di negara

berkembang. Namun, dalam tiga empat dasawarsa terakhir kejadiannya menurun

secara bermakna. Hal ini diduga disebabkan oleh meningkatnya penggunaan

makanan berserat pada diet harian. Apendisitis lebih sering terjadi pada laki – laki

di bandingkan perempuan (Muttaqin, 2011). 7% penduduk di Amerika menjalani

apendiktomi dengan insiden 1,1/1000 penduduk pertahun, sedang di negara-

negara barat sekitar 16%. Di Afrika dan Asia prevalensinya lebih rendah akan

tetapi cenderung meningkat oleh karena pola dietnya yang mengikuti orang barat

(Nurlaili, 2009).

Di Indonesia insiden apendisitis cukup tinggi, terlihat dengan adanya

peningkatan jumlah pasien dari tahun ke tahun. Berdasarkan data yang diperoleh

dari ( Depkes 2008 ), kasus apendisitis pada tahun 2005 sebanyak 65.755 orang

dan pada tahun 2007 jumlah pasien apendisitis sebanyak 75.601 orang.

Berdasarkan data dari Medical Record RSUD Dr. Soegiri Lamongan pada tahun

2010 jumlah kasus apendisitis sebanyak 103 pasien (11,7%) dan pada tahun 2011

jumlah pasien apendisitis sebanyak 110 pasien (11,47%) sedangkan pada tahun

2012 jumlah pasien apendisitis sebanyak 115 pasien (12,9%).

Page 3: askep

3

SKALA MASALAH > Berdasarkan data yang diperoleh dari Ruang Bougenvile

RSUD dr. Soegiri Lamongan pada bulan Januari sampai April 2013 di dapatkan

jumlah 24 pasien apendisitis. Dari jumlah tersebut 14 orang berjenis kelamin Laki

– laki, dan 10 orang berjenis kelamin Perempuan.

SEBAB > Sumbatan lumen apendiks, hyperplasia jaringan limfoid, penyakit

cacing, parasit, benda asing dalam tubuh, cancer primer dan striktur merupakan

faktor yang diajukan sebagai faktor pencetus terjadinya apendisitis. Studi

epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan rendah serat dan

pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi akan menaikkan

tekanan intrasekal, yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan

meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Semuanya ini akan

mempermudah timbulnya apendisitis akut. (Sjamsuhidayat, 2005).

DAMPAK > Masalah yang biasanya dialami oleh pasien apendisitis adalah

adanya gejala khas yang terdiri dari mual, muntah dan nyeri yang hebat di perut

kanan bagian bawah. Nyeri bisa secara mendadak dimulai di perut sebelah atas

atau di sekitar pusar, lalu timbul mual dan muntah. Umumnya, nafsu makan

menurun dan demam ringan. Setelah beberapa jam, rasa mual hilang dan nyeri

akan berpindah ke kanan bawah ke titik McBurney. Di sini, nyeri dirasa lebih

tajam dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan nyeri somatik setempat

(Sjamsuhidayat, 2011).

KONSEP SOLUSI > Penatalaksanaan pada pasien apendisitis meliputi terapi

farmakologis dan terapi bedah. Terapi farmakologis dilakukan dengan

memberikan analgetik dan antibiotik. Terapi bedah adalah dengan melakukan

Page 4: askep

4

tindakan apendiktomi (Muttaqin,2011). Apendiktomi adalah pembedahan untuk

mengangkat apendiks dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan resiko

perforasi (Agus priyanto, 2008). Bila tidak dilakukan operasi maka menyebabkan

Komplikasi dari penderita apendiktomi meliputi perforasi, peritonitis, infeksi

luka, abses intra abdomen, obstruksi intestinum (Sjamsuhidayat,2005).

KONSEP SOLUSI > Peran perawat pada pasien post operasi apendiktomi adalah

dengan mencegah komplikasi akibat pembedahan. Tindakan tersebut dengan

mengobservasi tanda – tanda vital, memberikan posisi semi fowler, memberikan

minum mulai 15ml/jam selama 4-5 jam lalu, keesokan harinya memberikan

makanan saring dan hari berikutnya memberikan makanan lunak. Hari ke tujuh

jahitan dapat diangkat dan pasien diperbolehkan pulang (Akhyar yayan,2008).

Berdasarkan hal diatas maka penulis tertarik untuk menyusun asuhan

keperawatan pada pasien post operasi apendisitis diRuang Bougenvile RSUD Dr.

Soegiri Lamongan.

1.2 Tujuan Penulisan

1.2.1 Tujuan Umum

Mampu mengaplikasikan asuhan keperawatan pada studi kasus klien post

operasi apendisitis dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan di

Ruang Bougenville RSUD Dr. Soegiri Lamongan.

1.2.2 Tujuan Khusus

1) Terlaksananya pengkajian pada kasus post operasi apendisitis di Ruang

Bougenville RSUD Dr. Soegiri Lamongan.

Page 5: askep

5

2) Terlaksananya perumusan diagnosa keperawatan pada kasus post operasi

apendisitis di Ruang Bougenville RSUD Dr. Soegiri Lamongan.

3) Terlaksananya penyusunan rencana keperawatan pada kasus post operasi

apendisitis di Ruang Bougenville RSUD Dr. Soegiri Lamongan.

4) Terlaksananya tindakan keperawatan pada kasus post operasi apendisitis di

Ruang Bougenville RSUD Dr. Soegiri Lamongan.

5) Terlaksananya evaluasi keperawatan pada kasus post operasi apendisitis di

Ruang Bougenville RSUD Dr. Soegiri Lamongan.

6) Mendokumentasikan proses keperawatan pada kasus post operasi apendisitis di

Ruang Bougenville RSUD Dr. Soegiri Lamongan.

1.3 Manfaat

Merupakan kegunaan hasil studi kasus, baik bagi kepentingan

pengembangan program maupun kepentingan ilmu pengetahuan.

Manfaat hasil study kasus, meliputi:

1.3.1 Teoritis

Merupakan sumbangan bagi ilmu pengetahuan khususnya dalam hal

pengembangan ilmu keperawatan khususnya KMB sesuai dengan materi mata

kuliah keperawatan medikal bedah.

1.3.2 Praktis

Manfaat langsung yang didapatkan oleh penulis, rumah sakit, profesi

keperawatan dan lain – lain.

Page 6: askep

6

1.4 Tempat dan Waktu

1) Tempat : Pelaksanaan asuhan keperawatan mulai dari pengkajian sampai

evaluasi dengan post operasi apendisitis dilaksanakan di Ruang Bougenvile

RSUD dr. Soegiri Lamongan.

2) Waktu : Penyusunan Karya Tulis Ilmiah ( KTI ) dilaksanakan mulai tanggal

29 Mei sampai dengan 12 Mei 2013.

1.5 Sistematika Penulisan

Menjelaskan garis besar isi KTI yang terdiri dari 5 ( lima ) bab, mulai dari

pendahuluan sampai penutup. Isi dari sistematika penulisan adalah :

1) Bab 1 : Pendahuluan, terdiri dari latar belakang, tujuan, manfaat penulisan,

tempat dan waktu, sistematika penulisan, metode penulisan dan tekhnik

pengumpulan data.

2) Bab 2 : Tinjauan pustaka, terdiri dari konsep dasa medik dan konsep dasar

asuhan keperawatan.

3) Bab 3 : Tinjauan kasus, terdiri dari pengkajian, diagnosa keperawatan,

perencanaan tindakan, implementasi dan evaluasi.

4) Bab 4 : Pembahasan, terdiri dari pembahasan dan persamaan antara kasus

nyata dengan tinjauan pustaka.

5) Bab 5 : Penutup terdiri dari simpulan dan saran.

Page 7: askep

7

1.6 Metode Penulisan dan Tehnik Pengumpulan Data

1.6.1 Metode Penulisan

1) Metode Deskriptif, yaitu menggambarkan keadaan subyektif dan objektif dari

pasien pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak dan sebagaimana

adanya untuk di gunakan sebagi proses pemecahan masalah (Nursalam,2011).

2) Studi Kepustakaan, merupakan kegiatan mencari informasi melalui beberapa

sumber secara langsung untuk memperoleh jawaban secara langsung mengenai

proses asuhan keperawatan (Nursalam,2011).

3) Studi Dokumen,Metode pengumpulan data dengan mengambil data yang

berasal dari dokumen asli tersebut berupa gambar,tabel atau daftar periksa dan

film dokumen (Hidayat,2009).

4) Studi Kasus adalah penelitian yang terperinci tentang seseorang (individu) atau

unit social selama kurun waktu tertentu (Hidayat,2009).

1.6.2 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam menyusun KTI berupa

studi kasus, adalah :

1) Wawancara Tanya jawab/komunikasi secara langsung dengan pasien (audo-

ananesis) maupun tak langsung (allo-ananesi) dengan keluarganya untuk

memperoleh data (Handayaningsih,2009).

2) Observasi : mengamati perilaku dan keadaan pasein untuk memperoleh data

tentang masalah kesehatan dan keperawatan pasien (Handayaningsih,2009).

Page 8: askep

8

3) Pemeriksaan Fisik

Menurut Muttaqin, (2011) pemeriksaan fisik terdiri dari :

(1) Inspeksi adalah suatu proses observasi dengan menginspeksi bagian tubuh

untuk mendeteksi karasteristik normal atau tanda fisik yang signifikan.

(2) Palpasi adalah metode pemeriksaan dengan menggunakan sentuhan atau

rabaan menggunakan dua tangan untuk membuat suatu pengukuran sensitif

terhadap tanda khusus fisik.

(3) Perkusi adalah metode pemeriksaan dengan melibatkan pengetukan tubuh

dengan ujung-ujung jari guna mengevaluasi ukuran,batasan,dan konsistensi

organ-organ tubuh.

(4) Auskultasi adalah teknik pemeriksaan fisik dengan mendengarkan bunyi

yang dihasilkan tubuh.

4) Pemeriksaan penunjang adalah hasil pemeriksaan labotarium atau tes

diagnostik sebagai data objektif yang di sesuaikan dengan malah kesehatan

pasien dan berfungsi membantu menetapkan diagnosis medis dan

mengevaluasi keberhasilan asuhan keperawatan.

1.6.3 Sumber Data

Menurut Nursalam (2008) sumber data dibedakan menjadi dua yaitu :

1) Data Primer disebut juga data tangan pertama. Data primer diperoleh langsung

dari subyek penelitian dengan menggunakan alat pengukuran atau alat pengambil

data ,langsung pada subyek sebagai sumber informasi yang di cari.

Page 9: askep

9

2) Data sekunder merupakan data tangan kedua. Data sekunder adalah data yang

diperoleh lewat pihak lain,tidak langsung diperoleh oleh peneliti dari subyek

penelitiannya. Biasanya berupa data dokumentasi atau data laporan yang telah

selesai.