artikel kumpul

9
[KHAIRATUN NISA-H1E110061-TUGAS EKOLOGI LAHAN RAWA] January 10, 2013 Green Building Mempengaruhi Pentingnya Fungsi Lahan Gambut di Kalimantan Selatan Khususnya Banjarmasin Lahan rawa gambut di Indonesia cukup luas, mencapai 20,6 juta ha atau 10,8% dari luas daratan Indonesia. Lahan rawa gambut sebagian besar terdapat di empat pulau besar, yaitu Sumatera 35%, Kalimantan 32%, Sulawesi 3%, dan Papua 30%. Lahan rawa gambut adalah lahan rawa yang didominasi oleh tanah gambut. Lahan ini mempunyai fungsi hidrologi dan lingkungan bagi kehidupan dan penghidupan manusia serta makhluk hidup lainnya sehingga harus dilindungi dan dilestarikan. Lahan gambut adalah lahan yang terbentuk dari proses dekomposisi tanaman atau serasah organik secara anaerobic. Gambut adalah tanah yang mengandung bahan organik lebih dari 30%, sedangkan lahan gambut adalah lahan yang ketebalan gambutnya lebih dari 50 cm. Lahan yang ketebalan gambutnya kurang dari 50 cm disebut lahan bergambut. Gambut terbentuk dari timbunan sisa- sisa tanaman yang telah mati, baik yang sudah lapuk maupun belum. Timbunan terus bertambah karena proses dekomposisi terhambat oleh kondisi anaerob dan/atau kondisi lingkungan lainnya yang menyebabkan rendahnya tingkat perkembangan biota pengurai. Pembentukan tanah

Upload: nisa-nissaa

Post on 21-Jan-2016

43 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Artikel Kumpul

[ ] January 10, 2013

Green Building Mempengaruhi Pentingnya Fungsi Lahan Gambut

di Kalimantan Selatan Khususnya Banjarmasin

Lahan rawa gambut di Indonesia cukup luas, mencapai 20,6 juta ha atau

10,8% dari luas daratan Indonesia. Lahan rawa gambut sebagian besar terdapat di

empat pulau besar, yaitu Sumatera 35%, Kalimantan 32%, Sulawesi 3%, dan

Papua 30%. Lahan rawa gambut adalah lahan rawa yang didominasi oleh tanah

gambut. Lahan ini mempunyai fungsi hidrologi dan lingkungan bagi kehidupan

dan penghidupan manusia serta makhluk hidup lainnya sehingga harus dilindungi

dan dilestarikan.

Lahan gambut adalah lahan yang terbentuk dari proses dekomposisi

tanaman atau serasah organik secara anaerobic. Gambut adalah tanah yang

mengandung bahan organik lebih dari 30%, sedangkan lahan gambut adalah lahan

yang ketebalan gambutnya lebih dari 50 cm. Lahan yang ketebalan gambutnya

kurang dari 50 cm disebut lahan bergambut. Gambut terbentuk dari timbunan sisa-

sisa tanaman yang telah mati, baik yang sudah lapuk maupun belum. Timbunan

terus bertambah karena proses dekomposisi terhambat oleh kondisi anaerob

dan/atau kondisi lingkungan lainnya yang menyebabkan rendahnya tingkat

perkembangan biota pengurai. Pembentukan tanah gambut merupakan proses

geogenik yaitu pembentukan tanah yang disebabkan oleh proses deposisi dan

transportasi, berbeda dengan proses pembentukan tanah mineral yang pada

umumnya merupakan proses pedogenik. Sedangkan pengertian lainnya

menyebutkan bahwa, gambut merupakan tanah yang terbentuk dari bahan organik

pada fisiografi cekungan atau rawa, akumulasi bahan organik pada kondisi jenuh

air, anaerob, menyebabkan proses perombakan bahan organik berjalan sangat

lambat, sehingga terjadi akumulasi bahan organik yang membentuk tanah gambut.

Lebih jelasnya, gambut terbentuk dari timbunan bahan organik yang

berasal dari tumbuhan purba yang berlapis-lapis hingga mencapai ketebalan >40

cm. Proses penimbunan bahan sisa tumbuhan ini merupakan proses geogenik

yang berlangsung dalam waktu yang sangat lama. Pembentukan gambut diduga

Page 2: Artikel Kumpul

[ ] January 10, 2013

terjadi pada periode Holosin antara 10.000 – 5.000 tahun silam. Gambut di daerah

tropis terbentuk kurang dari 10.000 tahun lalu. Pada saat gambut masih tipis akar

tumbuh-tumbuhan yang tumbuh di gambut dapat mengambil unsur hara dari tanah

mineral dibawah gambut selanjutnya gambut terbentuk diperkaya dengan unsur

hara dari luapan air sungai. Tumbuhan yang tumbuh cukup subur dan kaya

mineral sehingga gambut yang terbentuk juga subur (gambut topogen). Dalam

perkembangan selanjutnya gambut semakin tebal dan akar tumbuhan yang hidup

digambut tidak mampu mencapai tanah mineral di bawahnya, air sungai tidak

mampu lagi menggenangi permukaan gambut. Sumber hara utama pada gambut

ini hanyalah dari air hujan sehingga vegetasi yang tumbuh menjadi kurang subur

dan menyebabkan gambut yang terbentuk menjadi gambut miskin hara. Gambut

ini disebut sebagai gambut ombrogen.

Beberapa aspek lingkungan yang berhubungan dengan lahan gambut

adalah (i) lahan gambut sebagai penambat dan penyimpan karbon, (ii) lahan

gambut sebagai sumber emisi gas rumah kaca, (iii) kebakaran lahan gambut, (iv)

aspek hidrologi dan subsiden. Emisi dan penambatan karbon pada lahan gambut

berlangsung secara simultan, namun besaran masing-masingnya tergantung

keadaan alam dan campur tangan manusia. Dalam keadaan hutan alam yang pada

umumnya jenuh air (suasana anaerob), penambatan (sekuestrasi) karbon

berlangsung lebih cepat dibandingkan dengan dekomposisi. Karena itu gambut

tumbuh dengan kecepatan antara 0-3 mm tahun-1. Pada tahun-tahun di mana

terjadi kemarau panjang, misalnya tahun El-Niño, kemungkinan besar gambut

tumbuh negatif (menipis) disebabkan lapisan permukaannya berada dalam

keadaan tidak jenuh (aerob) dalam waktu yang cukup lama sehingga emisi karbon

lebih cepat dari penambatan.

Gas rumah kaca (GRK) utama yang keluar dari lahan gambut adalah

CO2, CH4 dan N2O. Emisi CO2 jauh lebih tinggi dibandingkan dengan emisi

CH4 (walaupun dikalikan dengan global warming potentialnya setinggi 23 kali

CO2) dan emisi N2O. Dengan demikian data emisi CO2 sudah cukup kuat untuk

merepresentasikan emisi dari lahan gambut, apabila pengukuran GRK lainnya

seperti CH4 dan N2O sulit dilakukan.

Page 3: Artikel Kumpul

[ ] January 10, 2013

Konversi hutan dan pengelolaan lahan gambut, terutama yang

berhubungan dengan drainase dan pembakaran, merubah fungsi lahan gambut dari

penambat karbon menjadi sumber emisi GRK. Lahan hutan yang terganggu (yang

kayunya baru ditebang secara selektif) dan terpengaruh drainase, emisinya

meningkat tajam, bahkan bisa lebih tinggi dibandingkan emisi dari lahan

pertanian yang juga didrainase. Hal ini disebabkan oleh banyaknya bahan organik

segar yang mudah terdekomposisi pada hutan terganggu.

Emisi CH4 cukup signifikan pada lahan hutan gambut yang tergenang

atau yang muka air tanahnya dangkal (<40 cm). Dengan bertambahnya kedalaman

muka air tanah, emisi CH4 menjadi tidak nyata. Emisi CH4 pada lahan pertanian

relatif kecil karena rendahnya pasokan bahan organik segar yang siap

terdekomposisi secara anaero. Bentuk intervensi manusia yang sangat

mempengaruhi fungsi lingkungan lahan gambut adalah penebangan hutan gambut,

pembakaran hutan gambut dan drainase untuk berbagai tujuan; baik untuk

pertanian, kehutanan (hutan tanaman industri), maupun untuk pemukiman.

Lahan gambut mengalami kerusakan akibat kegiatan manusia.

Penyusutan yang terjadi pada lahan gambut akibat penggunaan lahan secara

eksploitatif seperti untuk kegiatan perkebunan kelapa sawit tanpa adanya

pengendalian, serta pembuatan saluran (drainase) untuk menyalurkan kayu hasil

tebangan yang menyebabkan air keluar dari lahan gambut. Akibat dari drainase

adalah konversi dari komunitas lahan basah ke tanah pertanian, degradasi vegetasi

lain secara berangsur-angsur, terutama pada gambut, dan aksentuasi dari akibat

kebakaran.

Permasalahan lain yang baru-baru muncul di Kalimantan Selatan,

khususnya Banjarmasin adalah menurunnya fungsi lahan gambut di daerah-daerah

yang seharusnya adalah daerah-daerah resapan air akibat dari pesatnya

pembangunan baik itu pemukiman sederhana sampai elit maupun gedung-gedung

yang bisa dikatakan tidak ramah lingkungan (Green Building) atau arsitektur

ramah lingkungan yang juga merupakan arsitektur hijau, mencakup keselarasan

antara manusia dan lingkungan alamnya. Arsitektur hijau mengandung juga

dimensi lain seperti waktu, lingkungan alam, sosio-kultural, ruang, serta teknik

Page 4: Artikel Kumpul

[ ] January 10, 2013

bangunan. Hal ini menunjukkan bahwa arsitektur hijau bersifat kompleks, padat

dan vital dibanding dengan arsitektur pada umumnya. Green architecture

didefinisikan sebagai sebuah istilah yang menggambarkan tentang ekonomi,

hemat energi, ramah lingkungan, dan dapat dikembangkan menjadi pembangunan

berkesinambungan.

Bentuk arsitek design bangunan yang baik dan ramah lingkungan adalah

bangunan yang memperhatikan lingkungan sekitarnya tidak hanya seperti

membuat taman di lingkungan rumah dan gedung, mengurangi jumlah

penggunaan kaca pada rumah atau bangunan gedung kantor, tetapi juga perlu

memperhatikan rencana awal pembangunan pada lahan tertentu, pemakaian bahan

bangunan ramah lingkungan, design saluran drainase dan sanitasi pemukiman

tersebut. Design rumah dan bangunan yang tepat pada lahan gambut adalah rumah

panggung, bukan design rumah dan bangunan yang pondasinya mengurug,

mengingat fungsi lahan gambut sebagai daerah resapan air. Bayangkan jika lahan-

lahan gambut di Kalimantan Selatan khususnya Banjarmasin sudah beralih fungsi

menjadi lahan pemukiman yang designnya tidak sesuai dengan desaign daerah

tropis, yang mengubah sistem hidrologi lahan gambut. Saat musim hujan, daerah-

daerah mana lagi yang berfungsi sebagai daerah resapan selain lahan gambut ?.

Menurut Keppres No.32/1990 tentang Kawasan Lindung dan Undang-

undang No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang (UUTR), serta petunjuk

penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional - RTRWN, kawasan tanah

gambut dengan ketebalan 3 m atau lebih, yang terdapat di bagian hulu sungai dan

rawa, ditetapkan sebagai kawasan lindung bergambut. Perlindungan terhadap

kawasan ini dilakukan untuk mengendalikan hidrologi wilayah, berfungsi sebagai

penambat air dan pencegah banjir, serta melindungi ekosistem yang khas di

kawasan tersebut.

Menurut hidrologinya, lahan gambut yang merupakan lahan rawa

merupakan suatu kesatuan wilayah, suatu tindakan tata air di suatu tempat dapat

berakibat langsung atas seluruh kawasan yang berarti apabila tidak adanya lagi

daerah resapan di kawasan tertentu, maka kawasan lain yang berdekatan dapat

mengalami kebanjiran. Dapat dilihat faktanya, banyak masyarakat di daerah-

Page 5: Artikel Kumpul

[ ] January 10, 2013

daerah lahan gambut mulai mengalami kebanjiran dan meninggikan konstruksi

rumah mereka dikarenakan seringnya terjadi banjir saat musim hujan. Hal ini jelas

bangunan di sekitar kawasan tersebut belum menerapakan konsep Green Building.

Selain tentang konsep dalam pembuatan pondasi pada bangunan yang

akan dibangun pada daerah rawa gambut, perlu diperhatikan juga sistem drainase

dan sanitasi pada banguna tersebut. Sistem drainase dan sanitasi mempengaruhi

aktivitas lahan gambut itu sendiri. Hal ini harus diperhatikan mengingat begitu

pentingnya fungsi lahan gambut bagi masyarakat Kalimantan Selatan selain

digunakan untuk pertanian.

Design safetic tank yang baik dan benar pada lahan gambut harus

diperhatikan oleh para pembangun yang berencana ingin membangun gedung atau

pemukiman di daerah lahan gambut. Black water dan gray water yang langsung

disumbangkan ke lahan gambut dapat mencemari lahan gambut itu sendiri, karena

semakin banyak zat-zat organik yang dilepaskan secara langsung ke lahan rawa

gambut lama kelamaan dapat mengakibatkan terjadinya eutrofikasi atau

kesadahan, yaitu menurunnya kualitas air pada lahan gambut yang otomatis juga

mempengaruhi vegetasi lahan gambut itu sendiri.

Jika semua aspek tersebut kita pertimbangkan, mulai dari dampak yang

timbul pada lahan gambut serta bagaimana upaya konservasi dilakukan dalam

menjaga keberadaan lahan gambut, maka kesemuanya tentunya dapat berjalan

dengan baik jika kita juga dapat mengimplementasikan beberapa kebijakan yang

berhubungan dengan pengelolaan dan perlingungan lahan gambut, sehingga

keberadaan gambut dapat dipergunakan sebagaimana mestinya untuk keejahteraan

masyarakat tanpa harus merusaknya.