argumen qur’ani tentang...

78
ARGUMEN QUR’ANI TENTANG PERSOALAN EUTANASIA Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag) Oleh Indah Wardatul Maula 1113034000168 PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1439 H/2018 M

Upload: phungthuan

Post on 27-Jun-2019

227 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: ARGUMEN QUR’ANI TENTANG PERSOALANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40611/2/INDAH... · peradaban manusia.1 ... n Hukum Positif dan Hukum Islam ... “Argumen Qur’ani

ARGUMEN QUR’ANI TENTANG PERSOALAN

EUTANASIA

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Agama (S.Ag)

Oleh

Indah Wardatul Maula

1113034000168

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1439 H/2018 M

Page 2: ARGUMEN QUR’ANI TENTANG PERSOALANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40611/2/INDAH... · peradaban manusia.1 ... n Hukum Positif dan Hukum Islam ... “Argumen Qur’ani
Page 3: ARGUMEN QUR’ANI TENTANG PERSOALANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40611/2/INDAH... · peradaban manusia.1 ... n Hukum Positif dan Hukum Islam ... “Argumen Qur’ani
Page 4: ARGUMEN QUR’ANI TENTANG PERSOALANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40611/2/INDAH... · peradaban manusia.1 ... n Hukum Positif dan Hukum Islam ... “Argumen Qur’ani
Page 5: ARGUMEN QUR’ANI TENTANG PERSOALANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40611/2/INDAH... · peradaban manusia.1 ... n Hukum Positif dan Hukum Islam ... “Argumen Qur’ani

i

ABSTRAK

Indah Wardatul Maula

Argumen Qur’ani Tentang Persoalan Eutanasia

Ada banyak jenis penyakit yang dialami manusia, ada penyakit yang bisa

disembuhkan, dan ada penyakit yang tidak bisa di sembuhkan. Penyakit yang

parah dan sudah tidak ada harapan lagi untuk sembuh membuat pasien meminta

kepada dokter untuk melakukan tindakan euthanasia terhadap dirinya, atau pasien

yang tidak sadarkan diri selama berbulan-bulan membuat pihak keluarga tidak

tega melihat penderitaan yang dialami oleh pasien tersebut sehingga keluarga

meminta kepada dokter untuk melakukan tindakan euthanasia. Hal ini

menimbulkan dilema bagi para petugas medis khususnya dokter, karena belum

adanya ketetapan hukum. Masalah eutanasia yang merupakan kematian atas

pertolongan dokter ini telah menjadi topik pembicaraan yang diperdebatkan, tidak

saja bagi kalangan ahli medis, tetapi juga para pakar Islam. Oleh karena itu,

berangkat dari problematika tersebut, penulis mendiskusikannya melalui

pandangan para ulama berbasis al-Qur’an.

Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (library research) dengan

menggunakan metode deskriptif analisis yaitu menguraikan secara teratur seluruh

konsep yang akan dikaji, kemudian mengklarifikasi sesuai permasalahan, dengan

maksud untuk memperoleh data yang sebenarnya. Temuan yang didapat dalam

penelitian ini bahwa melakukan tindakan eutanasia aktif pada dasarnya sama

dengan melakukan pembunuhan karena tindakan aktif dokter telah menghilangkan

nyawa seseorang dengan sengaja.

Berdasarkan penelitian ini, penulis menyimpulkan bahwa seseorang yang

melakukan tindakan eutanasia berdasarkan al-Qur’an surah Yusuf ayat 87, pada

hakikatnya telah berputus asa dari rahmat Allah karena seorang mu’min tidak

akan putus asa akan rahmat Allah kecuali orang kafir. Kedua, berdasarkan al-

Qur’an surah Yunus ayat 49, seseorang tidak berhak memajukan atau

memundurkan ajal seseorang, hanya Allah yang berhak akan hal tersebut. Ketiga,

berdasarkan al-Qur’an surah al-Mâidah ayat 32, membunuh satu jiwa sama

seperti membunuh seluruh jiwa, itu merupakan bukti bahwa Islam sangat

menghargai jiwa, terlebih jiwa manusia.

Page 6: ARGUMEN QUR’ANI TENTANG PERSOALANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40611/2/INDAH... · peradaban manusia.1 ... n Hukum Positif dan Hukum Islam ... “Argumen Qur’ani

ii

KATA PENGANTAR

Bismillhirrahmânirrahîm

Assalâmualaikum Warahmatulâlhi Wabarakâtuh

Terima kasih kepada Allah, Tuhan semesta alam yang telah memberikan

kenikmatan jasmani dan rohani, serta rahmat dan hidayah-Nya, dan kemudahan

serta kesabaran dalam menghadapi berbagai kesulitan sehingga saya bisa

menyelesaikan skripsi ini berkat pertolongan-Nya. Sholawat dan salam saya

haturkan kepada pahlawan revolusi Islam se-dunia yakni Nabi Muhammad Saw,

beliaulah Nabi akhir zaman yang telah memberikan cahaya dan tuntunan petunjuk

jalan yang lurus kepada umat Islam untuk mendapatkan kebahagiaan di Dunia dan

di Akhirat, serta do’a untuk keluarganya, sahabatnya, dan para pengikutnya

hingga akhir zaman.

Skripsi ini merupakan salah satu tugas akhir yang harus saya selesaikan

untuk menamatkan kuliah dan mendapatkan gelar sarjana Strata-1 pada Jurusan

Ilmu al-Qur’ân dan Tafsir Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penulisan skripsi ini tidak akan bisa tuntas tanpa bantuan, bimbingan,

arahan, dukungan dan kontribusi dari banyak pihak. Oleh karena itu, pada

kesempatan ini saya ucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-

tingginya kepada semua pihak yang telah membantu menyelesaikan penulisan

skripsi ini.

Terlebih dahulu saya sembahkan bakti do’a dan rasa terima kasih kepada

kedua orang tua saya, Husaini Anis, S.Ag dan Yani Nurhayani, S.Ag, yang selalu

saya rindukan, yang telah bersabar dalam mengasuh dan mendidik saya,

memberikan kasih sayang dan selalu ikhlas mendo’akan yang terbaik untuk

Page 7: ARGUMEN QUR’ANI TENTANG PERSOALANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40611/2/INDAH... · peradaban manusia.1 ... n Hukum Positif dan Hukum Islam ... “Argumen Qur’ani

iii

anaknya, dan selalu memotivasi saya untuk menjadi manusia yang lebih baik dan

bermanfaat bagi orang lain. Semoga Allah Swt senantiasa mengampuni dan

memaafkan segala khilaf dan menempatkan derajat keduanya pada derajat yang

tinggi. Âmîn

Selanjutnya saya menyampaikan terima kasih yang setinggi-tingginya

kepada:

1. Bapak Prof. Dr Dede Rosyada, MA Selaku Rektor UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Prof. Dr. Masri Mansoer, MA selaku Dekan Fakultas Ushuluddin

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Ibu Dr. Lilik Ummi Kaltsum, MA selaku ketua Jurusan Ilmu Al-Qur’an

dan Tafsir Fakultas Ushuluddin dan Ibu Dra. Banun Binaningrum, M.Pd,

selaku sekertaris Jurusan Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir. Serta seluruh dosen

dan staf akademik Fakultas Ushuluddin, khususnya Jurusan Ilmu Al-

Qur’an dan Tafsir yang telah membagikan waktu, tenaga dan ilmu

pengetahuan juga pengalaman berharga kepada penulis. Semoga amal

kebaikannya dibalas dengan pahala dan rahmat dari Allah Swt. Âmîn

4. Bapak Dr. Abd. Moqsith Ghazali, MA selaku dosen pembimbing yang

telah memberikan arahan, saran dan dukungan kepada penulis, sehingga

skripsi ini dapat terselesaikan. Mohon maaf yang sebesar-besarnya jika

selama proses bimbingan penulis banyak merepotkan. Semoga bapak

senantiasa sehat dan diberikan kelancaran dalam segala urusannya. Âmîn

5. Bapak Dr. Ahsin Sakho M. Asyrofuddin, MA selaku dosen penguji I dan

bapak Eva Nugraha, MA selaku dosen penguji II, yang telah memberikan

Page 8: ARGUMEN QUR’ANI TENTANG PERSOALANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40611/2/INDAH... · peradaban manusia.1 ... n Hukum Positif dan Hukum Islam ... “Argumen Qur’ani

iv

saran-saran kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan

baik.

6. Suami saya, H. Zukroni Said, S.Pd.i yang selalu menyemangati dan

banyak membantu dalam proses penyelesaian skripsi ini. Semoga kasih

sayangnya dibalas oleh Allah Swt. Âmîn

7. Teman-teman seperjuangan, kepada seluruh teman Jurusan Ilmu Al-

Qur’an dan Tafsir angkatan 2013, yang tidak bisa saya sebutkan satu per

satu, semoga kita semua tetap dalam ikatan silaturahmi dan jalinan

persahabatan yang indah. Terima kasih atas bantuan dan kerjasamanya

selama ini.

8. Sahabat yang selalu menjadi sahabat terbaik dari masa-masa awal masuk

perkuliahan hingga saat ini yang tanpa henti memberikan semangat, serta

selalu memberikan warna terindah dalam kehidupanku. Terima kasih,

semoga Allah Swt membalas kebaikan kalian semua. Âmîn

9. Teman-teman The Gibahers, Winda, Nay, Farhah, Lala, Syarah, Elya,

Syifa, terima kasih selalu menghibur penulis disaat semangat penulis

sedang menurun sehingga membangkitkan kembali semangat penulis

untuk menyelesaikan skripsi ini, semoga persahabatan kita selalu terjaga.

10. Teman-teman KKN Otista terima kasih atas kebersamaan dan warna baru

dalam perjalanan kuliah serta pengabdian di masyarakat, semoga selama

kita KKN dapat menjadi jembatan ukhuwah antara kita di masa yang akan

datang.

11. Teman-teman organisasi FORSILA BPC Jakarta Raya, KALAM UIN

Jakarta, DUTA UIN Jakarta, KORPS Diplomatik UIN Jakarta, terima

Page 9: ARGUMEN QUR’ANI TENTANG PERSOALANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40611/2/INDAH... · peradaban manusia.1 ... n Hukum Positif dan Hukum Islam ... “Argumen Qur’ani

v

kasih atas pengalaman yang begitu luar biasa, dan terimakasih sudah

memotivasi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, semoga tali

silaturrahmi kita selalu terjaga.

12. Serta masih banyak lagi pihak-pihak yang sangat berpengaruh dalam

proses penyelesaian skripsi yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.

Semoga Allah Swt senantiasa membalas semua kebaikan yang telah diberikan.

Semoga penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi penulis khususnya dan

umunya bagi para pembaca agar selalu berpegang pada ajaran-ajaran Rasulullah

SAW. Âmîn

Wassalâmuʻalaikum Wr.Wb.

Ciputat, April 2018

Indah Wardatul Maula

Page 10: ARGUMEN QUR’ANI TENTANG PERSOALANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40611/2/INDAH... · peradaban manusia.1 ... n Hukum Positif dan Hukum Islam ... “Argumen Qur’ani

vi

DAFTAR ISI

ABSTRAK ......................................................................................................................... i

KATA PENGANTAR ...................................................................................................... ii

DAFTAR ISI ..................................................................................................................... vi

PEMOMAN TRANSLITERASI ..................................................................................... vii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ............................................................................................. 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah .......................................................... 5

C. Tujuan Penelitian ......................................................................................... 6

D. Manfaat Penelitian ....................................................................................... 6

E. Tinjauan Pustaka ......................................................................................... 7

F. Metodologi Penelitian ................................................................................. 7

G. Sistematika Penulisan .................................................................................. 8

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG EUTANASIA

A. Pengertian Eutanasia .................................................................................... 11

B. Sejarah Eutanasia ......................................................................................... 13

C. Klasifikasi Eutanasia ................................................................................... 17

D. Eutanasia Dalam Kedokteran ...................................................................... 20

BAB III ULAMA DAN ARGUMEN EUTANASIA

A. Ulama Indonesia .......................................................................................... 25

B. Ulama Non Indonesia .................................................................................. 30

C. Klasifikasi Ayat Terkait Eutanasia .............................................................. 35

BAB IV EUTANASIA PERSPEKTIF MUFASIR KONTEMPORER

A. Penjelasan Tafsîr al-Jâmi’ li Ahkâm al-Qur’an .......................................... 38

B. Penjelasan Tafsîr al-Qur’an al-Adzîm .......................................................... 47

C. Persamaan dan Perbedaan Argumen Ayat ................................................... 57

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan .................................................................................................. 60

B. Saran ............................................................................................................ 61

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 62

Page 11: ARGUMEN QUR’ANI TENTANG PERSOALANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40611/2/INDAH... · peradaban manusia.1 ... n Hukum Positif dan Hukum Islam ... “Argumen Qur’ani

vii

PEDOMAN TRANSLITERASI

Transliterasi Arab-Latin yang digunakan dalam skripsi ini berpedoman

pada buku Pedoman Penulisan Skripsi yang diterbitkan oleh Fakultas Ushuluddin

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2013/2014.

1. Padanan Aksara

Berikut adalah daftar aksara Arab dan padanannya dalam aksara latin:

Huruf Arab Huruf Latin Keterangan

Tidak dilambangkan ا

B Be ب

T Te ث

Ts Te dan es ث

J Je ج

H h dengan garis bawah ح

Kh Ka dan ha خ

D De د

Dz de dan zet ذ

R Er ر

Z Zet ز

S Es س

Sy Es dan ye ش

S Es dengan garis di bawah ص

Ḏ De dengan garis di bawah ض

Ṯ Te dengan garis di bawah ط

Page 12: ARGUMEN QUR’ANI TENTANG PERSOALANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40611/2/INDAH... · peradaban manusia.1 ... n Hukum Positif dan Hukum Islam ... “Argumen Qur’ani

viii

Ẕ Zet dengan garis di bawah ظ

Koma terbalik di atas hadap kanan ‘ ع

Gh Ge dan ha غ

F Ef ف

Q Ki ق

K Ka ك

L El ل

M Em م

N En ن

W We و

H Ha ه

Apostrof ` ء

Y Ye ي

2. Vokal Tunggal

Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri dari

vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Untuk vokal

tunggal, ketentuan alih aksaranya adalah sebagai berikut:

TandaVokal Arab TandaVokal Latin Keterangan

A Fathah

I Kasrah

U ḏammah و

Page 13: ARGUMEN QUR’ANI TENTANG PERSOALANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40611/2/INDAH... · peradaban manusia.1 ... n Hukum Positif dan Hukum Islam ... “Argumen Qur’ani

ix

Adapun untuk vokal rangkap, ketentuan alih aksaranya sebagai berikut:

TandaVokal Arab TandaVokal Latin Keterangan

Ai a dan i ي

Au a dan u و

3. Vokal panjang

Ketentuan alih aksara vokal panjang (madd), yang dalam bahasa Arab

dilambangkan dengan harakat dan huruf, yaitu:

TandaVokal Arab TandaVokal Latin Keterangan

â a dengan topi di atas ا

I dengan topi di atas ي

u dengan topi di atas و

4. Kata Sandang

Kata sandang yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan dengan huruf,

yaitu alif dan lam, dialih aksarakan menjadi huruf /l/, baik diikuti huruf

syamsiyyah maupun qamariyyah. Contoh: al-rijâl bukan ar-rijâl.

5. Tasydîd

Dalam alih aksara ini dilambangkan dengan huruf, yaitu dengan

menggandakan huruf yang diberi tanda tasydîd itu. Akan tetapi, hal ini tidak

berlaku jika huruf yang menerika tanda tasydîd itu terletak setelah kata

sandang yang diikuti oleh huruf syamsiyyah. Misalnya, kata السنت tidak ditulis

as-sunah melainkan al-sunnah.

Page 14: ARGUMEN QUR’ANI TENTANG PERSOALANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40611/2/INDAH... · peradaban manusia.1 ... n Hukum Positif dan Hukum Islam ... “Argumen Qur’ani

x

6. Ta marbûṯah

Jika ta marbûṯah terdapat pada kata yang berdiri sendiri, maka huruf

tersebut dialih-aksarakan menjadi huruf /h/, seperti أبو هريرة = Abû Hurairah.

Hal sama juga berlaku jika ta marbûṯah tersebut diikuti oleh kata sifat (na’at).

Namun, jika huruf ta marbûṯah tersebut diikuti kata benda (ism), maka huruf

tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /t/.

7. Huruf Kapital

Huruf kapital digunakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam

Ejaan Yang Disempurnakan (EYD). Jika nama didahulukan oleh kata sandang,

maka yang ditulis dengan huruf kapital tetap huruf awal nama diri tersebut,

bukan huruf awal atau kata sandangnya, seperti البخاري = al-Bukhâri.

Page 15: ARGUMEN QUR’ANI TENTANG PERSOALANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40611/2/INDAH... · peradaban manusia.1 ... n Hukum Positif dan Hukum Islam ... “Argumen Qur’ani

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Ketika memikirkan kehidupan sendiri, manusia sering kali dihadapkan

pada situasi dan kondisi yang cukup kompleks, perkembangan dunia semakin

maju, sehingga peradaban manusia juga tampil gemilang sebagai refleksi dari

kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Tantangan-tantangan serta masalah-

masalah yang harus mereka hadapi demi kelangsungan hidupnya, berusaha untuk

dijawab sebaik mungkin, usaha tersebut yang kemudian disebut sebagai

peradaban manusia.1

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang demikian pesat pada

akhir akhir ini mengakibatkan perubahan-perubahan yang demikian cepat dalam

kehidupan sosial budaya umat manusia. Hal ini diakibatkan oleh banyaknya

penemuan-penemuan teknologi modern, yang tentunya bertujuan untuk

kemanfaatan kehidupan dan kepentingan umat manusia dengan segala

konsekuensinya. Di antara penemuan-penemuan yang tidak kalah penting dan

juga demikian pesatnya adalah penemuan dalam bidang kedokteran. Dengan

adanya perkembangan di bidang teknologi kedokteran ini, maka diagnosa

mengenai suatu penyakit dapat dilakukan dengan lebih sempurna dan akurat,

sehingga pengobatannya pun dapat dilakukan secara efektif.2

Namun dalam kenyataannya, meskipun teknologi di bidang kedokteran

demikian maju, masih ada penyakit-penyakit tertentu yang sulit disembuhkan dan

1 Petrus Yoyo Karyadi, Eutanasia dalam Perspektif Hak Asasi Manusia (Yogyakarta:

Media Press Indo), 2001, h. 1 2 Ahmad Wardi Muslih, Eutanasia Menurut Pandangan Hukum Positif dan Hukum Islam

(Jakarta: Raja Grafindo Persada), 2014, h.1

Page 16: ARGUMEN QUR’ANI TENTANG PERSOALANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40611/2/INDAH... · peradaban manusia.1 ... n Hukum Positif dan Hukum Islam ... “Argumen Qur’ani

2

pasien dalam keadaan koma yang berkepanjangan. Keadaan ini tentu saja

merupakan penderitaan bagi si pasien dan menimbulkan rasa kasihan bagi orang

lain terutama keluarganya. Kondisi yang demikan kadang-kadang mendorong

keluarga untuk berfikir apakah tidak sebaiknya si pasien dibantu dengan suntikan

untuk mempercepat kematiannya. Atau dengan kata lain apakah tidak sebaiknya

dilakukan tindakan “eutanasia” terhadap si pasien, agar ia cepat terlepas dari

penderitaannya.3

Masalah eutanasia telah lama di pertimbangkan oleh kalangan kedokteran

dan para praktisi hukum di negara-negara Barat. Di Indonesia masalah ini juga

pernah dibicarakan, seperti yang dilakukan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dalam

seminarnya tahun 1985, yang melibatkan para ahli kedokteran dan ahlli hukum

positif dan hukum Islam. Pro dan kontra terhadap eutanasia itu masih

berlangsung, terutama ketika masalahnya dikaitkan dengan pertanyaan bahwa

menentukan mati itu hak siapa, dan dari sudut mana ia harus di lihat.4

Eutanasia makin sering dibicarakan dan menarik banyak perhatian karena

semakin banyak kasus yang dihadapi kalangan kedokteran dan masyarakat

terutama setelah ditemukannya tindakan di dalam dunia pengobatan dengan

mempergunakan teknologi canggih dalam menghadapi keadaan-keadaan gawat.

Salah satu kasus mengenai eutanasia sebagaimana dikutip oleh Imron Halimi

dalam bukunya, eutanasia pernah dilaksanakan terhadap pasien rumah sakit di

Belanda, yang menderita penyakit kanker ganas. Tindakan eutanasia ini dilakukan

atas permintaan anak si pasien yang juga seorang dokter wanita, kepada direktur

3 Ahmad Wardi Muslih, Eutanasia Menurut Pandangan Hukum Positif dan Hukum

Islam, h. 4. 4 Chuzaimah T. Yanggo, dan Hafidz Anshary, Problematika Hukum Islam Kontemporer

(Jakarta: PT Pustaka Firdaus), jilid ke- 4, 1995, h. 50.

Page 17: ARGUMEN QUR’ANI TENTANG PERSOALANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40611/2/INDAH... · peradaban manusia.1 ... n Hukum Positif dan Hukum Islam ... “Argumen Qur’ani

3

rumah sakit. Ia bahkan mengajak semua dokter untuk bersama-sama menolong

pasien dengan memberikan suntikan “mercy killing” atau eutanasia.5

Tindakan tersebut terjadi atas dasar kemanusiaan, yakni karena pihak

keluarga merasa kasihan terhadap penderitaan pasien yang berkepanjangan yang

secara medis sulit untuk disembuhkan. Dengan demikian, dokter mengabulkan

permintaan pihak keluarga penderita yang tidak sampai hati melihat keluarganya

terbaring berlama-lama dirumah sakit.6

Masalah yang dihadapi dokter dalam mengobati pasien, seperti halnya

kasus di atas, yaitu pasien yang tidak mungkin lagi diharapkan kesembuhannya

sehingga pasien merasakan sakit yang terus menerus, dalam hal ini dokter merasa

dilema, apakah dokter harus menghilangkan nyawa pasien atau eutanasia dengan

teknik yang ada atau membiarkan pasien begitu saja. Menyadari hal itu kewajiban

dokter adalah menghormati dan melindungi setiap insan dengan menjalankan

tugasnya semata-mata hanya untuk menyembuhkan dan mengurangi penderitaan

pasien dengan ilmu pengetahuan yang dimilikinya dan berdasarkan sumpah

jabatan dan kode etik kedokteran.7

Eutanasia telah menjadi topik pembicaraan yang diperdebatkan, tidak

hanya di kalangan ahli medis, tetapi juga di kalangan para pakar Islam.8 Menurut

ajaran Islam, hak hidup manusia dijungjung tinggi. Hidup merupakan pemberian

Allah kepada manusia yang harus dijaga dan dipelihara. Di samping itu, Syariah

Islam tidak mengakui adanya hak untuk mati, hidup dan mati merupakan

5 Imron Halimi, Eutanasia: Cara Mati Terhormat Orang Modern (Solo: Ramadhani),

1990, h. 31. 6 Kartono Muhammad, Eutanasia Dipandang dari Etika Kedokteran (Jakarta: Sinar

Harapan), 1984, h.6 7 M. Jusuf Hanafiah dan Amri Amir, Etika Kedokteran Dan Hukum Kesehatan (Jakarta:

EGC), 1997, h.13 8 Ismail, Tinjauan Islam Terhadap Eutanasia (Jakarta: PBB UIN dan KAS), 2003, h.22.

Page 18: ARGUMEN QUR’ANI TENTANG PERSOALANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40611/2/INDAH... · peradaban manusia.1 ... n Hukum Positif dan Hukum Islam ... “Argumen Qur’ani

4

ketentuan Allah, Allah yang mengatur semua makhluk menurut apa yang

dikehendaki-Nya, Allah maha kuasa atas segala sesuatu, Dia yang menciptakan

makhluk, maka Dia pula yang berhak mematikannya. Dalam surah al-Mulk ayat 1

dan 2 Allah berfirman:

سك ٱىريحب يلبد ٱى قدس ء ش مو عيى ٱىري ثخيق ٱى

ة ٱىح لا ع أحع أن م ٢ٱىغفزٱىعصصىبي“Maha Suci Allah Yang di tangan-Nya-lah segala kerajaan, dan Dia

Maha Kuasa atas segala sesuatu”.{1} “Yang menjadikan mati dan hidup,

supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya.

Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun”. {2}.

Dan Allah juga berfirman dalam surah al-Hajj ayat 66 sebagai berikut:

ٱىري إ حن ث خن ث أحام ع ىنفزٱل66. “Dan Dialah Allah yang telah menghidupkan kamu, kemudian

mematikan kamu, kemudian menghidupkan kamu (lagi), sesungguhnya

manusia itu, benar-benar sangat mengingkari nikmat.”

Hidup adalah anugerah Allah, oleh karena itu setiap individu wajib

menjaga, memelihara, menghargai, dan membela kehidupan, baik kehidupan diri

sendiri maupun kehidupan orang lain. Meskipun manusia dianugerahi kebebasan

untuk bertindak dan berbuat, namun kebebasan tersebut tidak lantas digunakan

tanpa melihat norma-norma yang ada. Secara kodrati manusia adalah makhluk

yang berakal budi, mempunyai kemampuan untuk bertindak. Dengan kehendak

serta akal budinya, manusia dituntut pertanggungjawaban secara moral dalam

setiap tindakan serta perbuatannya.

Dengan maraknya perbuatan eutanasia, banyak sekali perbedaan

pandangan dalam masyarakat. Ada masyarakat yang mengesahkan eutanasia

dalam kehidupan mereka dan banyak sekali juga masyarakat yang belum bisa

menerima eutanasia. Di kalangan para ulama pun terjadi perdebatan dan

perbedaan pendapat mengenai eutanasia, di antara mereka ada yang setuju dengan

Page 19: ARGUMEN QUR’ANI TENTANG PERSOALANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40611/2/INDAH... · peradaban manusia.1 ... n Hukum Positif dan Hukum Islam ... “Argumen Qur’ani

5

tindakan eutanasia atas dasar belas kasihan tetapi tidak sedikit pula yang dengan

tegas melarang tindakan eutanasia karena tindakan tersebut telah menghilangkan

nyawa orang lain.

Apabila dilihat secara sepintas, tindakan eutanasia yang menghilangkan

nyawa orang lain tanpa hak termasuk tindakan pembunuhan,9 tetapi jika dilihat

alasannya, yaitu adanya permintaan dari keluarga pasien dan dilakukan karena

belas kasihan, maka apakah tindakan tersebut termasuk tindak pidana

pembunuhan?

Kondisi inilah yang mendorong penulis tertarik untuk membahas lebih

jauh lagi masalah eutanasia, Oleh karena itu, eutanasia masih sangat penting untuk

diteliti karena melalui penelitian ini diharapkan dapat mengungkapkan suatu

pandangan yang komprehensif mengenai eutanasia dalam Islam.

Penulis memilih meneliti pandangan para ulama dengan menyandarkan

pandangannya terhadap ayat al-Qur‟an karena pada dasarnya argumen qur‟ani

para ulama ini sangat penting bagi mereka yang masih ragu mengenai persoalan

eutanasia, pandangan para ulama ini dirasa sangat perlu untuk melengkapi data

penegasan eutanasia. Sehingga dalam penelitian ini penulis memberi judul

“Argumen Qur’ani Tentang Persoalan Eutanasia”

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Pembahasan mengenai eutanasia itu berbagai macam, seperti eutanasia

dalam pandangan Hak Asasi Manusia, eutanasia dalam pandangan hukum

jinayah, eutanasia dalam pandangan hukum positif, dan lain sebagainya, agar

9 Ahmad Wardi Muslih, Eutanasia Menurut Pandangan Hukum Positif dan Hukum Islam,

h.4

Page 20: ARGUMEN QUR’ANI TENTANG PERSOALANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40611/2/INDAH... · peradaban manusia.1 ... n Hukum Positif dan Hukum Islam ... “Argumen Qur’ani

6

pembahasan pada skripsi ini terarah, maka penulis membatasi permasalahan

pada pembahasan tentang eutanasia dalam pandangan para ulama berbasis al-

Qur‟an. Meskipun sudah banyak artikel-artikel atau tulisan yang membahas

eutanasia dalam pandangan Islam, di sini penulis lebih mengarah kepada al-

Qur‟an beserta tafsirnya. Eutanasia di dalam al-Qur‟an memang tidak

disebutkan secara khusus tetapi terdapat ayat ayat yang berkaitan dengan

masalah eutanasia ini maka penulis akan membahasnya melalui kitab tafsir

ahkam.

2. Perumusan Masalah

Studi ini akan berfokus pada masalah bagaimana kesesuaian argumen

para ulama berbasis al-Qur‟an tentang eutanasia dengan kitab tafsir ahkam.

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan ini yaitu untuk

mengetahui argumen para ulama yang di sertai dengan dalil al-Qur‟an tentang

persoalan eutanasia.

Tulisan ini juga bertujuan untuk mengetahui kesesuaian argumen qur‟ani para

ulama dengan kitab tafsir ahkam tentang eutanasia.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian yang berjudul “Argumen Qur‟ani Tentang Eutanasia” ini dapat

memberikan manfaat dalam perkuliahan yaitu dapat mengetahui eutanasia

menurut para ulama sehingga bisa menjadi bahan rujukan dalam mempelajari

salah satu matakuliah jurusan Ilmu Al-Qur‟an dan Tafsir yaitu matakuliah tafsir

ahkam.

E. Tinjauan Pustaka

Page 21: ARGUMEN QUR’ANI TENTANG PERSOALANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40611/2/INDAH... · peradaban manusia.1 ... n Hukum Positif dan Hukum Islam ... “Argumen Qur’ani

7

Untuk menghindari plagiarisme perlu adanya kejujuran dalam penulisan

baik itu dari sumber-sumber ataupun penelitian yang telah dilakukan sebelumnya.

Dalam penelitian ini sebelumnya pernah ditulis oleh Ahmad Zaelani, mahasiswa

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Fakultas Syariah, dalam skripsinya yang

berjudul “Eutanasia dalam Pandangan Hak Asasi Manusia dan Hukum Islam”

yang disahkan pada tahun 2008. Di dalam skripsinya, ia membahas eutanasia

menurut Hak Asasi Manusia dan hukum Islam yang di dalamnya lebih

memfokuskan tentang hak hidup seseorang dalam Hak Asasi Manusia dan dalam

hukum Islam dan kaitannya dengan eutanasia, berbeda dengan yang akan penulis

teliti yaitu lebih mengarah kepada argumen para ulama berbasis al-Qur‟an.

Selain itu penulis menemukan beberapa literatur yang berhubungan

dengan permasalahan yang dibahas sehingga dapat dijadikan sumber rujukan

dalam skripsi ini, yaitu buku buku dari para ulama yang membahas mengenai

eutanasia, seperti buku berjudul “Fatwa-Fatwa M. Quraish Shihab: Wawasan

Agama Islam”, karya M. Quraish Shihab. Ataupun dari sumber lain yang di

dalamnya terdapat pendapat para ulama berbasis al-Qur‟an di dalamnya, seperti

jurnal berjudul “Eutanasia dalam Perspektif Hukum Islam”, karya Rada Arifin.

Studi yang akan penulis teliti tentu berbeda dengan studi-studi sebelumnya

yang memaparkan eutanasia dari berbagai perspektif, disini penulis lebih

mengarah kepada perspektif ulama berbasis al-Qur‟an di mana studi penelitian ini

belum di bahas pada studi-studi sebelumnya.

F. Metodologi Penelitian

1. Metode Pengumpulan Data

Page 22: ARGUMEN QUR’ANI TENTANG PERSOALANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40611/2/INDAH... · peradaban manusia.1 ... n Hukum Positif dan Hukum Islam ... “Argumen Qur’ani

8

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

kepustakaan (library research), yaitu semua data-data yang diambil dari

bahan tertulis yang berkaitan dengan eutanasia. Data diambil dari dua sumber

yaitu sumber primer dan sumber sekunder. Adapun sumber primer yang

diambil penulis ialah menggunakan kitab-kitab Tafsir Ahkam, sedangkan

sumber sekunder menggunakan buku-buku yang berkaitan dengan

permasalahan yang dikaji dalam skripsi ini.

2. Metode Pembahasan

Dalam menjabarkan data-data, penulis memakai metode deskriptif10

-

analisis11

yaitu metode yang diarahkan untuk mengkaji dan mendeskripsikan

gagasan primer tentang eutanasia dalam pandangan para ulama berbasis al-

Qur‟an.

3. Metode Penulisan

Metode penulisan skripsi ini mengacu pada buku Pedoman Penulisan

Skripsi, Tesis, dan Disertasi yang diterbitkan oleh UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta tahun 2013/2014.

G. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan penyusunan skripsi ini, penulis melakukan pembagian

bahasan. Penulis akan menguraikannya ke dalam beberapa bab yang di dalamnya

memuat beberapa sub-bab. Adapun uraiannya ialah sebagai berikut:

10

Metode deskriptif adalah menuraikan secara teratur seluruh konsep yang akan dikaji.

Anton Bakker dan Achmad Chairis Zubair, Metode Penulisan Filsafat (Yogyakarta: Kanisius,

1994), h. 65. 11

Metode Analitik adalah metode yang digunakan untuk pemeriksaan secara konseptual

atas data-data yang ada, kemudian mengklarifikasi sesuai permasalahan, dengan maksud untuk

memeperoleh atas data yang sebenarnya. Lois O Katsoff, Pengantar Filsafat. Penerjemah Suyono

Sumargono (Yogyakarta: T.pn., 1992), h. 70.

Page 23: ARGUMEN QUR’ANI TENTANG PERSOALANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40611/2/INDAH... · peradaban manusia.1 ... n Hukum Positif dan Hukum Islam ... “Argumen Qur’ani

9

Bab pertama; berisi tentang pendahuluan yang meliputi a) Latar Belakang

masalah, yang menjelaskan tentang pendahuluan dan kronologi permasalahan

sampai ke titik inti permasalahan, b) Pembatasan dan Perumusan Masalah, agar

pembahasan yang dikaji lebih fokus dan terarah, c) Tujuan Penelitian, tentang

tujuan penulis untuk mencapai target yang diinginkan, d) Kajian Pustaka, yaitu

bahan bahan pustaka yang berhubungan dengan permasalahan yang dibahas, e)

Metodologi Penelitian, yang menjelaskan metode-metode yang digunakan oleh

penulis dalam penelitian, dan f) Sistematika Penulisan, untuk menjelaskan

struktural dan target pembahasan agar lebih efektif dan efisien.

Bab kedua; Gambaran Umum Tentang Eutanasia, yang terdiri dari

beberapa sub-bab, yaitu: a) Pengertian eutanasia, b) Sejarah Eutanasia, b)

Klasifikasi Eutanasia, c) Eutanasia Dalam Kedokteran. Dalam bab ini

memaparkan mengenai eutanasia agar pembaca lebih mengetahui bagaimana

gambaran umum tentang eutanasia

Bab ketiga; Ulama dan Argumen Eutanasia, yang terdiri dari beberapa

sub-bab, yaitu: a) Ulama Indonesia, b) Ulama Non Indonesia, c) Klasifikasi Ayat.

Bab ini merupakan inti pembahasan yang memaparkan dengan rinci mengenai

argumen-argumen para ulama tentang eutanasia.

Bab keempat; Tafsir Ahkam dan Argumen Eutanasia, yang terdiri dari dua

sub-bab, yaitu: a) Penjelasan Tafsîr al-Jâmi‟ li Ahkâm al-Qur‟an, b) Penjelasan

Tafsîr al-Qur‟an al-Adzîm, c) Persamaan dan Perbedaan Argumen Ayat. Dalam

bab diharapkan pembaca lebih yakin mengenai dalil-dalil al-Qur‟an yang

berkaitan dengan eutanasia, dalil-dalil ini diambil berdasarkan pandangan para

ulama mengenai persoalan eutanasia.

Page 24: ARGUMEN QUR’ANI TENTANG PERSOALANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40611/2/INDAH... · peradaban manusia.1 ... n Hukum Positif dan Hukum Islam ... “Argumen Qur’ani

10

Bab kelima; berisi tentang Penutup, yang meliputi; a) Kesimpulan, b)

Saran. Bab terakhir merupakan bab penutup sebagai kesimpulan yang harus

dilakukan untuk menemukan jawaban yang di ajukan pada penelitian ini dan juga

terdapat saran-saran dari penulis.

Page 25: ARGUMEN QUR’ANI TENTANG PERSOALANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40611/2/INDAH... · peradaban manusia.1 ... n Hukum Positif dan Hukum Islam ... “Argumen Qur’ani

11

BAB II

GAMBARAN UMUM TENTANG EUTANASIA

A. Pengertian Eutanasia

Eutanasia berasal dari bahasa yunani, yaitu “EU-THANASIA”. Eu artinya

baik dan Thanathos artinya mati.1 Berdasarkan penggalan kata tersebut eutanasia

berarti kematian secara baik. Menurut Jhon Suryadi dan S. Koencoro

mengemukakan bahwa menurut arti bahasa eutanasia itu adalah obat untuk mati

dengan tenang.2 Sementara menurut dr.med. Ahmad Ramli dan K. St. Pamuncak,

eutanasia berarti mati suci derita.3

Eutanasia dalam Oxford English Dictionary dirumuskan sebagai

“kematian yang lembut dan nyaman, dilakukan terutama dalam kasus penyakit

yang penuh penderitaan dan tak tersembuhkan.” Sementara itu menurut kamus

Kedokteran Dorland eutanasia mengandung dua pengertian. Pertama, suatu

kematian yang mudah tanpa rasa sakit. Kedua, pembunuhan dengan kemurahan

hati.

Eutanasia bisa disebut juga “kematian yang mudah” atau “kematian tanpa

rasa sakit”. Dalam bahasa Inggris eutanasia dikenal dengan mercy killing, dan

dalam bahasa Arab disebut dengan al-Qatl Rahîm atau Taysîr al-Mawt.4 Karena

pada dasarnya eutanasia merupakan tindakan pembunuhan atas dasar kasihan.

Tindakan ini dilakukan semata-mata agar seseorang meninggal lebih cepat,

dengan esensi: Pertama, tindakan menyebabkan kematian. Kedua, dilakukan pada

1 Ahmad Wardi Muslih, Eutanasia Menurut Pandangan Hukum Positif dan Hukum Islam,

h. 11. 2 John Suryadi dan S. Koencoro, Kamus Lengkap Populer (Jakarta: Indah), 1986, h. 112.

3 Ahmad Ramli dan K. St. Pamuncak, Kamus Kedokteran (Jakarta: Jambatan), 1986, h.

68. 4 Lilik Ummu Kaltsum dan Abd. Moqsith Ghazali, Tafsir Ayat-Ayat Ahkam (Ciputat: UIN

Press), 2015, h. 150.

Page 26: ARGUMEN QUR’ANI TENTANG PERSOALANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40611/2/INDAH... · peradaban manusia.1 ... n Hukum Positif dan Hukum Islam ... “Argumen Qur’ani

12

saat seseorang masih hidup. Ketiga, penyakitnya tidak ada harapan untuk sembuh.

Keempat, Motifnya belas kasihan karena penderitaan berkepanjangan dan

tujuannya mengakhiri penderitaan.5

Eutanasia bisa juga didefinisikan sebagai a good death atau mati dengan

tenang. Hal ini dapat terjadi karena pertolongan dokter atas permintaan pasien

ataupun keluarganya, karena penderitaan yang sangat hebat dan tiada akhir,

ataupun tindakan membiarkan saja oleh dokter kepada pasien yang sedang sakit

tanpa menentu tersebut, tanpa memberikan pertolongan pengobatan.6

Eutanasia dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah tindakan

mengakhiri dengan sengaja kehidupan makhluk yang sakit berat atau luka parah

dengan kematian yang tenang dan mudah atas dasar perikemanusiaan.7

“Eutanasia Studi Group” dari KMNG Hollland mendefinisikan bahwa

eutanasia adalah dengan sengaja tidak melakukan sesuatu untuk memperpanjang

hidup seorang pasien atau sengaja melakukan sesuatu untuk memperpendek atau

mengakhiri hidup seorang pasien dan semua ini dilakukan khusus untuk

kepentingan pasien itu sendiri.8

Dalam pengertian-pengertian eutanasia tersebut di atas, paling sedikit akan

terjadi tiga hal kemungkinan akibat sosial yang ditimbulkan, yaitu:

a. Membolehkan atau mengizinkan sseorang mati (allowing someone to

die)

b. Kematian karena belas kasihan (mercy death)

5 Cecep Triwibowo, Etika & Hukum Kesehatan (Yogyakarta: Nuha Medika), 2014, h.

201. 6 Djoko Prakoso dan Djaman Andhi Nirwanto, Eutanasia Hak Asasi Manusia dan Hukum

Pidana (Jakarta: Ghalia Indonesia), 1984, h.55 7 Anton M. Meliono, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka), 1989, h.

237. 8 Imron Halimi, Eutanasia: Cara Mati Terhormat Orang Modern, h. 36

Page 27: ARGUMEN QUR’ANI TENTANG PERSOALANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40611/2/INDAH... · peradaban manusia.1 ... n Hukum Positif dan Hukum Islam ... “Argumen Qur’ani

13

c. Mencabut nyawa seseorang karena kasihan (mercy killing)

Antara mercy death dan mercy killing terlihat mempunyai kesamaan dalam

hal kesengajaan perbuatan. Bedanya adalah bahwa mercy death dilakukan dengan

permintaan pasien, sedangkan pada mercy killing tanpa permintaan dan tanpa

izinnya.9

Jadi, dari beberapa pengertian di atas penulis mengambil kesimpulan

bahwa eutanasia adalah tindakan sengaja melakukan sesuatu atau tidak melakukan

suatu perbuatan secara tidak menyakitkan dengan tujuan untuk mengakhiri hidup

seorang pasien yang tidak tersembuhkan karena semata-mata demi mengakhiri

penderitaannya.

Eutanasia merupakan upaya yang mana dilakukan untuk dapat membantu

seseorang dalam mempercepat kematiannya secara mudah akibat

ketidakmampuan menanggung derita yang panjang dan tidak ada harapan lagi

untuk hidup atau disembuhkan. 10

Hal tersebut memunculkan kontroversi yang

menyangkut isu etika eutanasia yaitu prilaku sengaja dan sadar mengakhiri hayat

seseorang yang menderita penyakit yang tak dapat disembuhkan, yang santer

didiskusikan di dunia medis maupun di kalangan para ulama Islam –dalam hal ini

akan penulis bahas dalam bab selanjutnya-

B. Sejarah Eutanasia

Eutanasia sebenarnya bukan masalah baru. Perbuatan ini sebenarnya sudah

lama dikenal orang, bahkan udah sering dilakasanakan sejak zaman dahulu kala.

Pada zaman Romawi dan Mesir Kuno eutanasia ini pernah dilakukan oleh dokter

Olympus terhadap diri Ratu Cleopatra dari Mesir, atas permintaan sang Ratu,

9 Imron Halimi, Eutanasia: Cara Mati Terhormat Orang Modern, h. 37

10 Rada, Arifin, “Eutanasia dalam Perspektif Hukum Islam”, Jurnal Perspektif, vol.

XVIII, no. 2, Mei 2013, h. 110

Page 28: ARGUMEN QUR’ANI TENTANG PERSOALANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40611/2/INDAH... · peradaban manusia.1 ... n Hukum Positif dan Hukum Islam ... “Argumen Qur’ani

14

walaupun sebenarnya ia tidak sakit tetapi karena ia gagal meraih kemenangan

dalam pertempuran, karena ia dikalahkan oleh lawannya. Cleopatra yang merasa

kecewa dan putus asa, karena ambisi dan impiannya tidak terwujud, akhirnya

meminta kepada dokter Olympus untuk melakukan eutanasia terhadap dirinya.

Dengan patukan ular beracun yang disiapkan oleh dokter Olympus, cleopatra

akhirnya meninggal dunia pada usia 38 tahun.11

Pada zaman dahulu kala tokoh-tokoh besar dalam sejarah mendukung

tindakan eutanasia, misalnya Plato yang telah mendukung tindakan bunuh diri

yang dilakukan oleh orang-orang pada masa itu, untuk mengakhiri penderitaan

yang dialaminya. Demikian pula Aristoteles telah membenarkan tindakan

“infanticide” yaitu membunuh anak yang berpenyakitan sejak lahir dan mereka

tidak bisa hidup menjadi manusia yang perkasa. Tokoh lain yaitu Phytagoras juga

telah mendukung tindakan pembunuhan terhadap orang-orang yang mengalami

lemah mental dan moral.12

Dalam yurisprudensi di Negeri Belanda, kasus eutanasia yang pertama

kalinya pada tahun 1952 ketika pengadilan di Utrecht dalam keputusannya tanggal

11 Maret menjatuhkan hukuman dengan waktu percobaan satu tahun penjara

kepada seorang dokter, yang atas permintaan dengan jalan suntikan mengakhiri

hidup kakaknya yang sangat menderita karena penyakit yang tidak dapat

disembuhkan.

Kasus lain di Belanda yang sangat terkenal yaitu pada tahun 1973, dalam

kasus ini Nyonya Postma van Boven, seorang dokter di Osterwolde mengakhiri

hidup ibunya dengan jalan suntikan morfin atas permintaan ibunya sendiri karena

11

Ilyas Efendi, Eutanasia Ratu Cleopatra Dua puluh Abad Lalu, dalam Majalah Kartini,

no.369, Edisi 9 s.d 22 Januari 1989. 12

Imron Halimi, Eutanasia: Cara Mati Terhormat Orang Modern, h. 39

Page 29: ARGUMEN QUR’ANI TENTANG PERSOALANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40611/2/INDAH... · peradaban manusia.1 ... n Hukum Positif dan Hukum Islam ... “Argumen Qur’ani

15

ia menderita penyakit yang tidak dapat disembuhkan. Ibunya itu sudah tidak mau

makan lagi dan pernah menjatuhkan diri dengan sengaja dari tempat tidurnya

dengan membenturkan kepalanya di atas ubin dengan harapan akan dapat

mengakhiri hidupnya. Nyonya Postma dan suaminya yang juga dokter, kedua-

duanya memberitahukan kepada ibunya bahwa permintaan itu tidak dapat

dikabulkan. Akibatnya, ibunya memberontak dan tidak mau bicara lagi dengan

anak-anaknya. Akhirnya, Nyonya Postma tidak dapat menolak desakan ibunya

lagi dan memberikan suntikan.13

Oleh pengadilan Leeuwarder dalam keputusannya pada 21 Februari 1973,

ia di jatuhi hukuman dengan waktu percobaan satu tahun. Yang paling menarik di

kasus ini bahwa pengadilan menerima dan menyetujui beberapa pertimbangan

yang dikemukakan oleh inspektur Kesehatan Rakyat yang diajukan sebagai saksi

ahli. Dan kemudian setelah tahun 1986, pertimbangan kesaksian itu menjadi inti

rancangan Undang-Undang Eutanasia di Negeri Belanda. Yang berisi sebagai

berikut:

1. Persoalan di sini menyangkut orang yang menderita penyakit yang

tidak dapat disembuhkan,

2. Penderitaannya sedemikian hebat, sehingga perasaan sakit tak tertahan

lagi,

3. Pasien sendiri sudah berkali-kali mengajukan permintaan dengan

sangat untuk mengakhiri hidupnya,

4. Pasien sudah masuk periode akhir hidup,

5. Pelakunya dokter yang mengobati,

13

Ninik Maryanti, Malpraktek Kedokteran dari segi hukum pidana dan perdata (Jakarta:

Bina Aksara) 1988, h. 30

Page 30: ARGUMEN QUR’ANI TENTANG PERSOALANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40611/2/INDAH... · peradaban manusia.1 ... n Hukum Positif dan Hukum Islam ... “Argumen Qur’ani

16

6. Harus ada konsultasi dengan dokter yang namanya dicantumkan pada

daftar yang dibuat kementrian Kesehatan Belanda.

Kemudian menurut literatur Belanda, maka pengadilan Belanda pada

tahun 1987 mulai mempertimbangkan bukan dasar pembenaran, tetapi dasar

menghilangkan culpa, jadi ada kejahatan tetapi tidak dapat dibuktikan

“overmacth” (daya paksa) dan apabila hakim dapat menerima overmacth maka

tidak dapat dihukum.14

Kasus lain pada akhir-akhir ini, sekitar tahun 1989, masalah eutanasia ini

mencurat lagi ke permukaan, sejak tersiarnya berita pembunuhan para pasien di

rumah sakit Lainz, Wina, Australia. Sebanyak 49 pasien rumah sakit terbesar di

kota Wina tersebut telah dibunuh oleh tiga orang perawat dengan alasan karena

kasihan karena pasien-pasien itu menderita sakit parah.15

Pada tahun 2004, di Indonesia sendiri pernah terjadi kasus seorang suami

bernama Hassan Kusuma, mengajukan suntik mati terhadap istrinya, Agian Isna

Nauli, yang dirawat di bagian stroke RSCM, Jakarta, setelah berbulan-bulan tidak

sadarkan diri pascamelahirkan. Karena ketiadaan ongkos, suaminya meminta

RSCM menyuntik mati istrinya. Tetapi, pihak rumah sakit menolaknya, karena

secara kedokteran tidak bisa dikatakan koma meskipun ia tidak bisa melakukan

kontak. Dalam istilah kedokteran, pasien mengalami gangguan komplikasi,

digolongkan sebagai stroke, sehingga tidak ada alasan untuk eutanasia.16

14

Cecep Triwibowo, Etika & Hukum Kesehatan (Yogyakarta: Nuha Medika), 2014,

h.204 15

Ahmad Wardi Muslih, Eutanasia Menurut Pandangan Hukum Positif dan Hukum

Islam, h. 11. 16

Detik News, “Kasus Ny Agian, RS Telah Lakukan Eutanasia Pasif,” artikel diakses

pada 8 Maret 2018 dari https://m.detik.com/news/berita/225608/kasus-ny-agian-rs-telah-lakukan-

euthanasia-pasif

Page 31: ARGUMEN QUR’ANI TENTANG PERSOALANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40611/2/INDAH... · peradaban manusia.1 ... n Hukum Positif dan Hukum Islam ... “Argumen Qur’ani

17

C. Klasifikasi Eutanasia

a. Eutanasia Ditinjau dari Cara Pelaksanaannya

Dilihat dari cara pelaksanaannya, eutanasia dapat dibedakan menjadi dua

bagian, yakni:

1. Eutanasia aktif (al-Mawt al-Fa‟al),

Eutanasia aktif yaitu melakukan suatu tindakan dengan tujuan untuk

memperpendek atau tidak memperpanjang usia pasien. Baik dengan memberikan

suntikan ataupun melepaskan alat-alat pembantu medika, seperti melepaskan

saluran zat asam, melepas alat pemacu jantung dan sebagainya.17

Jenis seperti ini ada tiga: (1) tanpa permintaan atau persetujuan pasien; (2)

tanpa permintaan tim medis; (3) atas permintaan tim medis.

Menurut dr. Kartono Muhammad eutanasia aktif pernah dilakukan di

Indonesia, yaitu ketika seorang dokter harus memilih antara menyelamatkan

seorang ibu atau bayinya yang akan lahir, pada saat diketahui bahwa proses

kelahiran bayi itu bisa mengakibatkan hilangnya nyawa si ibu. Biasanya dalam hal

ini yang dipilih adalah menyelamatkan nyawa si ibu dengan mematikan nyawa

bayinya.

2. Eutanasia Pasif (al-Mawt al-Munfâil),

Eutanasia pasif yaitu tindakan tidak mengobati atau membiarkan pasien

terminal meninggal karena penyakit yang di deritanya.18

Dan berdasarkan medis

sudah tidak ada harapan untuk sembuh misalnya karena salah satu organ

17

Fauzi Aseri, “Eutanasia Suatu Tinjauan dari Segi Kedokteran, Hukum pidana, dan

Hukum Islam” dalam Chuzaimah T. Yanggo, dan Hafidz Anshary, Problematika Hukum Islam

Kontemporer, h. 51. 18

Lilik Ummu Kaltsum dan Abd. Moqsith Ghazali, Tafsir Ayat-Ayat Ahkam, h. 151.

Page 32: ARGUMEN QUR’ANI TENTANG PERSOALANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40611/2/INDAH... · peradaban manusia.1 ... n Hukum Positif dan Hukum Islam ... “Argumen Qur’ani

18

pentingnya sudah rusak atau lemah, seperti bocornya pembuluh darah yang

menghubungkan ke otak akibat tekanan darah yang terlalu tinggi.19

Eutanasia pasif dapat juga di katagorikan sebagai tindakan negatif yang

tidak menggunakan alat-alat atau langkah-langkah aktif untuk mengakhiri

kehidupan seorang pasien. Eutanasia pasif dilakukan dengan memberhentikan

pemberian bantuan medis. Beberapa contohnya adalah dengan tidak memberikan

bantuan oksigen bagi pasien yang mengalami kesulitan dalam pernapasan,

meniadakan tindakan operasi yang seharusnya dilakukan guna memperpanjang

hidup pasien, ataupun pemberian obat penghilang rasa sakit seperti morfin yang

disadari justru akan mengakibatkan kematian. Tindakan eutanasia pasif seringkali

dilakukan secara terselubung oleh kebanyakan rumah sakit. Eutanasia pasif

banyak dilakukan di Indonesia, atas permintaan keluarga setelah mendengar

penjelasan dan pertimbangan dari dokter, bahwa pasien yang bersangkutan sudah

sangat tidak mungkin disembuhkan. Biasanya keluarga memilih untuk membawa

pulang pasien tersebut dengan harapan ia meninggal dengan tenang di lingkungan

keluarganya. 20

Menurut Dr. Veronica komalawati, ahli hukum kedokteran dalam artikel

pikiran rakyat mengatakan bahwa eutanasia dapat di bedakan menjadi tiga jenis,

yaitu: eutanasia aktif, eutanasia pasif dan autoeutanasia. Autoeutanasia yaitu

seorang pasien menolak secara tegas, dilakukan dengan keadaan sadar untuk

diobati atau menolak untuk menerima segala perawatan medis terhadap dirinya,

dan ia mengetahui bahwa itu akan memperpendek hidupnya atau akan berdampak

19

Fauzi Aseri, “Eutanasia Suatu Tinjauan dari Segi Kedokteran, Hukum pidana, dan

Hukum Islam” dalam Chuzaimah T. Yanggo, dan Hafidz Anshary, Problematika Hukum Islam

Kontemporer, h. 51. 20

Ahmad Wardi Muslih, Eutanasia Menurut Pandangan Hukum Positif dan Hukum

Islam, h. 20.

Page 33: ARGUMEN QUR’ANI TENTANG PERSOALANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40611/2/INDAH... · peradaban manusia.1 ... n Hukum Positif dan Hukum Islam ... “Argumen Qur’ani

19

pada kematiannya. Dengan penolakan tersebut ia membuat sebuah codicil

(pernyataan tertulis tangan). 21

b. Eutanasia Ditinjau dari Permintaan

Bagi pasien yang sudah sampai kepada tahap terminal, tetapi pasien

tersebut mengalami penderitaan yang berkepanjangan, maka seorang pasien dapat

mengajukan permintaan kepada petugas medis untuk mengakhiri hidupnya.

Berdasarkan kondisi ini, maka eutanasia dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:

1. Eutanasia Voluntir,

Eutanasia voluntir yaitu jika yang membuat keputusan adalah orang yang

sakit atas kemauan sendiri, atau bisa disebut juga eutanasia yang dilakukan oleh

petugas medis berdasarkan permintaan dari pasien sendiri.

Permintaan dari pasien ini dilakukan dalam kondisi sadar atau dengan kata

lain permintaan pasien secara sadar dan tanpa tekanan dari siapa pun juga.

Biasanya karena menderita penyakit yang menimbulkan nyeri tak tertahankan,dan

penyakit itu sendiri tidak dapat disembuhkan. Individu-individu tersebut

munghkin merasa bunuh diri itu sulit atau bahkan tidak mungkin karena alasan-

alasan tertentu.22

2. Eutanasia Involuntir

Jika keputusan dibuat oleh orang lain seperti pihak keluarga atau dokter

karena pasien mengalami koma medis, maka hal ini disebut eutanasia involuntir.

Dengan kata lain, eutanasia dilakukan oleh petugas medis kepada pasien yang

sudah tidak sadar. Permintaan biasanya dilakukan oleh keluarga pasien dengan

21

Cecep Triwibowo, Etika & Hukum Kesehatan, h.205 22

Danny Wiradharma, Etika Profesi Medis (Jakarta: Penerbit Universitas Trisakti), 1999,

hlm183

Page 34: ARGUMEN QUR’ANI TENTANG PERSOALANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40611/2/INDAH... · peradaban manusia.1 ... n Hukum Positif dan Hukum Islam ... “Argumen Qur’ani

20

berbagai alasan, antara lain: biaya perawatan, kasihan kepada pasien, dan

sebagainya.23

Menurut dr. Rully Roesli terdapat pula bentuk eutanasia yang lain, yaitu

euthanasi sikon di mana seorang pasien masih ingin dan besar harapannya untuk

hidup, dan dokter masih mampu untuk mengupayakan pengobatan, tetapi

berhubung kondisi ekonomi dan keuangan keluarga pasien yang tidak mampu

membiayai pengobatannya, maka upaya pengobatan tersebut terpaksa dihentikan.

Dan mengakibatkan si itu pasien meninggal.24

Eutanasia ini sekilas mirip dengan eutanasia involuntir, Namun

perbedaannya adalah bahwa dalam eutanasia involuntir pasien dalam keadaan

tidak sadar. Akan tetapi, dalam eutanasia sikon, pasien dalam keadaan sadar. Dan

terdapat pula persamaannya yaitu sama sama masih ingin melanjutkan

pengobatan, hanya saja karena ketiadaan biaya, maka pengobatan terpaksa

dihentikan.

D. Eutanasia Dalam Kedokteran

Tugas profesional dokter begitu mulia dalam pengabdiannya kepada

sesama manusia dan tanggung jawab dokter makin tambah berat akibat kemajuan-

kemajuan yang dicapai oleh ilmu kedokteran. Para dokter beserta semua pejabat

dalam bidang kesehatan, harus memenuhi segala syarat keahlian di bidang ilmu

23

Soekidjo Notoatmodjo, Etika dan Hukum Kesehatan (Jakarta: PT Rineka Cipta), 2010,

h. 146 24

Dr. Rully Roesli, Eutanasia Sikon, kompas edisi 6 Mei 1989, dalam Ahmad Wardi

Muslih, Eutanasia Menurut Pandangan Hukum Positif dan Hukum Islam, h. 21

Page 35: ARGUMEN QUR’ANI TENTANG PERSOALANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40611/2/INDAH... · peradaban manusia.1 ... n Hukum Positif dan Hukum Islam ... “Argumen Qur’ani

21

dan teknik, sehingga dapat memberi manfaat yang sebesar-besarnya jika dalam

praktiknya disertai oleh norma-norma etik dan moral.25

Dalam praktik kedokteran baik di rumah sakit, puskesmas, klinik, maupun

praktik pribadi, petugas kesehatan utamanya dokter dihadapkan pada dua masalah

sekaligus, yakni masalah etik dan masalah hukum. Dokter di dalam menjalankan

tugasnya dan melakukan tindakan-tindakan yang tidak sesuai dengan acuan atau

standar profesinya akan memperoleh sanksi etik profesi dari organisasi

profesinya, dan juga dapat melanggar hukum Undang-Undang maupun Peraturan

Pemerintah dan akan memperoleh sanksi berupa hukuman melalui prosedur

hukum yang berlaku. 26

Prinsip umum Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang

berkaitan dengan masalah jiwa manusia adalah memberikan perlindungan,

sehingga hak untuk hidup secara wajar sebagaimana harkat kemanusiaannya

menjadi terjamin. oleh karena itu, KUHP yang berlaku sekarang di Indonesia

memuat pasal-pasal yang mengancam dengan hukuman bagi orang yang

menghilangkan nyawa orang lain dengan sengaja ataupun karena kurang hati-

hati.27

Di dalam pasal 344 KUHP dinyatakan: “Barangsiapa menghilangkan jiwa

orang lain atas permintaan orang itu sendiri, yang disebutkannya dengan nyata

dan sungguh-sungguh, dihukum penjara selama dua belas tahun.”28

Berdasarkan

pasal ini, seorang dokter bisa dituntut oleh penegak hukum, apabila ia melakukan

25

Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟an, Al-Qur‟an dan Isu-isu Kontemporer I (Jakarta:

Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟an), 2012, h. 376 26

Soekidjo Notoatmodjo, Etika dan Hukum Kesehatan, h. 143 27

Fauzi Aseri, “Eutanasia Suatu Tinjauan dari Segi Kedokteran, Hukum pidana, dan

Hukum Islam” dalam Chuzaimah T. Yanggo, dan Hafidz Anshary, Problematika Hukum Islam

Kontemporer, h. 54 28

Rudi T. Erwin, dkk. Himpunan Undang-undang dan Peraturan-peraturan Hukum

Pidana (Jakarta: Aksara Baru) 1979.

Page 36: ARGUMEN QUR’ANI TENTANG PERSOALANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40611/2/INDAH... · peradaban manusia.1 ... n Hukum Positif dan Hukum Islam ... “Argumen Qur’ani

22

eutanasia, walaupun atas permintaan pasien dan keluarga yang bersangkutan,

karena perbuatan tersebut merupakan perbuatan melanggar hukum.

Sejak permulaan sejarah kedokteran, seluruh umat manusia mengakui serta

mengetahui akan adanya beberapa sifat fundamental yang melekat secara mutlak

pada diri seorang dokter yang baik dan bijaksana, yaitu kemurnian niat,

kesungguhan dalam bekerja, kerendahan hati serta integritas ilmiah dan sosial

yang tidak diragukan. Oleh karena itu, para dokter di seluruh dunia mendasarkan

tradisi dan disiplin kedokteran tersebut dalam suatu etik profesional yang dikenal

dengan kode etik kedokteran.29

Di Indonesia, kode etika kedokteran berlandaskan etik dan norma-norma

yang mengatur hubungan antara umat manusia serta memiliki akar-akarnya dalam

filsafat masyarakat yang diterima dan dikembangkan dalam masyarakat itu yang

asas-asasnya berlandaskan pada falsafah pancasila sebagai landasan UUD 1945.

Kode Etik Kedokteran Indonesia yang dikenal dengan KODEKI terdiri atas empat

bab. Bab I mengenai kewajiban umum, Bab II mengenai kewajiban dokter

terhadap pasien, Bab III mengenai kewajiban dokter tehadap teman sejawat, dan

Bab IV mengenai kewajiban dokter terhadap diri sendiri.

Praktik kedokteran atau tindakan-tindakan dokter yang sering berhadapan

dengan etika kedokteran maupun hukum adalah yang berkaitan dengan pelayanan

atau penanganan pasien yang mengalami masalah kesehatan yang berat. Masalah-

masalah ini menyangkut masalah eutanasia.

Dalam Bab II pasal 10 tentang kewajiban dokter terhadap pasien,

dinyatakan bahwa: “Seorang dokter harus senantiasa mengingat akan kewajiban

29

Djoko Prakoso dan Djaman Andhi Nirwanto, Eutanasia Hak Asasi Manusia dan

Hukum Pidana, h. 79

Page 37: ARGUMEN QUR’ANI TENTANG PERSOALANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40611/2/INDAH... · peradaban manusia.1 ... n Hukum Positif dan Hukum Islam ... “Argumen Qur’ani

23

melindungi hidup insani”. Dari pasal tersebut dapat dipahami setiap dokter di

mana pun ia berada berkewajiban untuk mempertahankan dan memelihara

kehidupan manusia. Ini berarti bahwa bagaimana pun kondisi dan gawat seorang

pasien, setiap dokter harus melindungi dan mempertahankan hidup seorang

pasien. Meskipun dalam keadaan demikian si pasien sebenarnya sudah tidak dapat

disembuhkan lagi, namun seorang dokter tidak boleh melepaskan diri dari

kewajjiban untuk selalu melindungi hidup pasien, terkadang ia terpaksa

melakukan suatu tindakan medis yang sangat membahayakan tetapi hal itu

dilakukan setalah dipertimbangkan secara mendalam, tidak ada jalan lain untuk

menyelamatkan pasien dari ancaman maut.30

Dalam kamus kedokteran dinyatakan bahwa eutanasia mengakhiri dengan

sengaja kehidupan seseorang dengan cara kematian atau menghilangkan nyawa

secara tenang dan mudah untuk menamatkan penderitaan. Pengertian ini

memandang bahwa eutanasia merupakan tindakan pencegahan atas penderitaan

yang lebih parah dari seseorang mengalami musibah atau terjangkit suatu

penyakit. Jalan ini diambil, mengingat tidak ada cara lain yang bisa menolong

seseorang untuk terlepas dari penderitaan yang luar biasa.

Kode Etik Kedokteran Indonesia menggunakan eutanasia dalam tiga arti:

1. Berpindahnya ke alam baka dengan tenang dan aman tanpa penderitaan,

untuk yang beriman dengan menyebut nama tuhan di bibirnya.

2. Waktu hidup akan berakhir, diringankan penderitaan si sakit dengan

memberi obat penenang

30

Ahmad Wardi Muslih, Eutanasia Menurut Pandangan Hukum Positif dan Hukum

Islam, h. 25.

Page 38: ARGUMEN QUR’ANI TENTANG PERSOALANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40611/2/INDAH... · peradaban manusia.1 ... n Hukum Positif dan Hukum Islam ... “Argumen Qur’ani

24

3. Mengakhiri penderitaan dan hidup seseorang yang sakit dengan sengaja

atas permintaan pasien sendiri dan keluarganya. 31

Dalam menjalankan profesinya seorang dokter tidak hanya harus

mempertahankan standar profesi akan tetapi sikap dan tingkah lakunya harus

didasarkan pada agama, moral dn hati nuraninya. Seorang dokter juga harus

terlibat tidak hanya sebagai seorang profesional, akan tetapi ia harus mampu

memberi nasihat sebagai seorang sosiolog, psikiater, seorang ahli medis dan

kadang-kadang juga sebagai teman si penderita.32

31

Cecep Triwibowo, Etika & Hukum Kesehatan, h. 201 32

Mahar Mardjono “Pandangan Moral dan etik dalam Perkembangan Ilmu Teknologi

Kedokteran serta Praktek Profesi Kedokteran di Indonesia” dalam Ahmad Watik Pratikya dan

Abdul Salam M. Sofro, Islam Etika dan Kesehatan: Sumbangan Islam dalam menghadapi

Problema Kesehatan Indonesia Tahun 2000-an (Jakarta: Rajawali) 1986, h.32

Page 39: ARGUMEN QUR’ANI TENTANG PERSOALANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40611/2/INDAH... · peradaban manusia.1 ... n Hukum Positif dan Hukum Islam ... “Argumen Qur’ani

25

BAB III

ULAMA DAN ARGUMEN EUTANASIA

Eutanasia merupakan fenomena baru, tidak pernah terjadi di zaman klasik.

Jika pada zaman dahulu membunuh disertai kemarahan, sekarang ini membunuh

dengan alasan kasihan. Karena al-Qur‟an tidak bicara mengenai eutanasia secara

langsung, maka para ulama menjadikan ayat-ayat pembunuhan sebagai rujukan

untuk memberikan respons hukum terhadap fenomena eutanasia. Tetapi, apakah

eutanasia termasuk pembunuhan atau bukan? Di bawah ini akan di uraikan

pendapat para ulama terkait dengan eutanasia dengan merujuk kepada ayat-ayat

pembunuhan yang lazim dipakai untuk menentukan hukum eutanasia di dalam

Islam.

A. Ulama Indonesia

Tabel 3.1: Argumen Ulama Indonesia

No. Nama Ulama Argumen

1. Quraish Shihab

Mengakhiri hidup seseorang walaupun dengan

alasan kemanusiaan, pada hakikatnya telah

berputus asa dari rahmat Allah. Al-Qur‟an

secara tegas menyatakan dalam sûrah Yusuf

ayat 87.

2. Hasan Basri

Pelaksanaan eutanasia aktif bertentangan, baik

dari sudut pandang agama, undang-undang,

maupun etik kedokteran. Persoalan hidup mati

sepenuhnya hak Allah. Seperti yang dikutip

dalam al-Qur‟an Sûrah Yunus ayat 49

3. Ibrahim Hosen

Eutanasia boleh dilakukan apalagi terhadap

penderita penyakit menular, karena ia

merupakan pilihan dari dua hal yang buruk.

Pertama, pasien mengalami penderitaan

berkepanjangan dan tidak bisa disembuhkan.

Kedua, penyakit yang diderita berbahaya bagi

orang lain.

4. Ali Yafie

Ali Yafie tidak menyetujui penerapan

euthanasia, ia lebih mengutamakan

pengobatan bagi si penderita, karena hal itu

menganggap semua orang berhak mengakhiri

hidupnya.

Page 40: ARGUMEN QUR’ANI TENTANG PERSOALANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40611/2/INDAH... · peradaban manusia.1 ... n Hukum Positif dan Hukum Islam ... “Argumen Qur’ani

26

Salah satu ulama kontemporer Indonesia, Quraish Shihab,

mengungkapkan bahwa eutanasia adalah tindakan mengakhiri dengan sengaja

kehidupan makhluk yang sakit berat atau luka parah dengan kematian yang tenang

dan mudah atas dasar kemanusiaan.1

Ada beberapa faktor atau alasan seseorang di eutanasia, salah satunya

yaitu belas kasihan karena penyakit yang diderita pasien sangat kronis dan tak

kunjung sembuh. 2

Quraish Shihab mengatakan mengakhiri hidup seseorang

walaupun dengan alasan kemanusiaan, pada hakikatnya telah berputus asa dari

rahmat Allah.3

Sementara ini secara tegas al-Qur‟an menyatakan dalam surah yusuf ayat

87:

لحا ز هع ٱلل لاۥإ ز ط ٱلل إل ٱىق فس ٧٨ٱىن“jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada

berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir”

Ini berarti bahwa keputusasaan identik dengan kekufuran yang besar.

Seseorang yang kekufurannya belum mencapai peringkat itu biasanya dia

kehilangan harapan. Sebaliknya, semakin mantap keimanan seseorang, semakin

besar pula harapannya. Keputusasaan hanya layak dari manusia durhaka karena

mereka menduga bahwa kenikmatan yang hilang tidak akan kembali lagi.

Padahal, sesungguhnya kenikmatan yang diperoleh sebelumnya adalah berkat

1 M. Quraish Shihab, Fatwa-Fatwa M. Quraish Shihab: Seputar Wawasan Agama

(Bandung: Mizan), 1999, h. 207 2 Lilik Ummu Kaltsum dan Abd. Moqsith Ghazalî, Tafsir Ayat-Ayat Ahkâm (Ciputat: UIN

Press), 2015, h. 153. 3 M. Quraish Shihab, Fatwa-Fatwa M. Quraish Shihab: Seputar Wawasan Agama, h. 208

Page 41: ARGUMEN QUR’ANI TENTANG PERSOALANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40611/2/INDAH... · peradaban manusia.1 ... n Hukum Positif dan Hukum Islam ... “Argumen Qur’ani

27

anugerah Allah. Allah dapat menghadirkan kembali apa yang telah lenyap, bahkan

menambahnya sehingga tidak ada tempat bagi keputusasaan bagi yang beriman.4

Dalam pandangan Islam, hidup adalah anugrah Allah. Allah yang

menganugrahkannya maka Allah pula yang berhak mencabutnya, atau yang

berhak memerintahkan untuk mencabutnya. Jangankan membunuh orang lain,

membunuh diri sendiri pun dilarang dan diancam oleh-Nya dengan sanksi yang

amat berat. 5

“Aku didahului oleh hamba-Ku sendiri, ku haramkan untuknya

surga.” Begitu firman Allah dalam sebuah hadis qudsi yang diriwayatkan oleh al-

Bukhari, menyangkut seseorang yang terluka parah dan membunuh dirinya.

Hingga kini, misalnya masih ditemukan dokter angkat tangan menyangkut

kesembuhan seorang pasien, namun terbukti setelah sekian lama mereka segar

bugar. Memang rahmat Allah kepada makhluk tidak pernah terputus, dan pintu-

Nya untuk mengabulkan permohonan masih terbuka lebar.6

Mendambakan kematian juga merupakan salah satu bentuk keputusasaan,

sedang tidak wajar seorang Muslim berputus asa dari rahmat Allah, betapapun

besar penderitaannya. Kalaupun terpaksa akibat penderitaan yang tidak terpikul

lagi, maka hendaklah berdo‟a: “Ya Allah hidupkan aku jika kehidupan ini baik

untukku, dan matikan aku, jika kematian baik bagiku” (HR. Bukhâri Muslim). 7

Sementara itu, Hasan Basri berpendapat bahwa pelaksanaan eutanasia aktif

bertentangan, baik dari sudut pandang agama, undang-undang, maupun etik

kedokteran. Dan lebih lanjut beliau menjelaskan bahwa persoalan hidup mati

4 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbâh: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur‟an Jilid

ke-6, h. 165 5 M. Quraish Shihab, Fatwa-Fatwa M. Quraish Shihab: Seputar Wawasan Agama, h. 207

6 M. Quraish Shihab, Fatwa-Fatwa M. Quraish Shihab: Seputar Wawasan Agama, h.

208. 7 M. Quraish Shihab, Menjemput Maut: Bekal Perjalanan Menuju Allah SWT (Jakarta:

Lentera Hati), 2002, h. 40

Page 42: ARGUMEN QUR’ANI TENTANG PERSOALANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40611/2/INDAH... · peradaban manusia.1 ... n Hukum Positif dan Hukum Islam ... “Argumen Qur’ani

28

sepenuhnya hak Allah. Manusia tidak bisa mengambil hak Allah, betapa pun

parahnya penyakit, pengobatan tidak boleh dihentikan. Seperti yang dikutip dalam

al-Qur‟an Surah Yunus ayat 49:

إذ تأجو أ ىنو اشا ءٱلل لفعاإل يلىفعضسا قول أ جا ءأجي

فلعخ لعخقد ظاعتا ٤رخس“Katakanlah: "Aku tidak berkuasa mendatangkan kemudharatan dan tidak

(pula) kemanfaatan kepada diriku, melainkan apa yang dikehendaki

Allah". Tiap-tiap umat mempunyai ajal. Apabila telah datang ajal mereka,

maka mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak

(pula) mendahulukan(nya).”

Bagi Hasan Basri manusia tidak berhak memundurkan atau juga

memajukan ajal seseorang bila waktu ajalnya telah tiba. Karena ajal itu di tangan

Tuhan seseuai dengan kehendak-Nya. Dengan kata lain, K.H. Hasan Basri sangat

menentang eutanasia dalam bentuk apapun baik pasif maupun aktif, dan dengan

alasan apapun eutanasia tersebut dilakukan.8

Adapula ulama yang ikut berargumen mengenai eutanasia tetapi tidak

didasarkan kepada dalil al-Qur‟an, Ibrahim Hossen misalnya, mengatakan

eutanasia boleh dilakukan apalagi terhadap penderita penyakit menular, seperti

penderita penyakit AIDS, karena ia merupakan pilihan dari dua hal yang buruk.

Pertama, pasien mengalami penderitaan berkepanjangan dan tidak bisa

disembuhkan. Kedua, penyakit yang diderita berbahaya bagi orang lain,

mengingat daya tularnya yang mengerikan. Bukan hanya eutanasia pasif yang

boleh dilakukan pada penderita, Ibrahim Hosen juga menganjurkan eutanasia aktif

harus dilakukan berdasarkan keputusan dokter dengan izin dari keluarga pasien.9

8 Majalah Panji Masyarakat, No. 846, 01-15 Januari 1996, h.60

9 Luthfi Assyaukanie, Politik, HAM dan Isu-isu Teknologi Dalam Fikih Kontemporer

(Bandung: Pustaka Hidayah) 1998, h. 180

Page 43: ARGUMEN QUR’ANI TENTANG PERSOALANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40611/2/INDAH... · peradaban manusia.1 ... n Hukum Positif dan Hukum Islam ... “Argumen Qur’ani

29

Ibrahim Hossen pun berkomentar dalam Muzakarah (diskusi) Nasional

Ulama tentang penanggulangan dan pencegahan HIV/AIDS, di Bandung, akhir

tahun 1995 lalu, komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), mengusulkan

suntik mati bagi penderita AIDS untuk mencegah penyakit yang menakutkan itu.

Sebab, menurut Ibrahim Hosen, Ketua Komisi Fatwa MUI pada saat itu, ada

anggapan AIDS adalah penyakit sangat berbahaya dan mudah menular.10

Menurut Ali Yafie, mantan Wakil Rais Am Nahdhatul Ulama, tidak

menyetujui penerapan euthanasia, ia lebih mengutamakan pengobatan bagi si

penderita. Sebab, menurut Ali Yafie, itu merupakan pandangan duniawi yang

menganggap semua orang berhak mengakhiri hidupnya. Ali Yafie lebih

cenderung mengkarantinakan penderita AIDS sebagai alternatif mengatasi

penularan penyakit berbahaya tersebut.11

Dalam Muzakarah tersebut akhirnya diputuskan bahwa eutanasia tidak

dibenarkan atas penderita AIDS, baik eutanasia aktif maupun pasif. Sejumlah

alasan diajukan oleh MUI, berdasarkan nash al-Qur‟an, Hadis, dan Menolak

diterapkannya argumen maslahah dalam kasus ini. Sesuai dengan ayat al-Qur‟an

bahwa hidup dan mati adalah di tangan Allah (Surah Al-Mulk ayat 2), larangan

bunuh diri (Surah an-Nisâ ayat 29), Larangan membunuh orang lain kecuali

dengan hak (Surah al-An‟âm ayat 151), larangan putus asa (Surah Yûsuf ayat 87),

perintah agar sabar dan tawakkal menghadapi musibah (Surah Luqman ayat 17),

perintah perintah banyak istigfar dan berdo‟a (dan Ali Imrân ayat 135). Menurut

10

Majalah Gatra, “Kalau Ulama Memerangi AIDS” artikel diakses pada 13 Maret 2018

dari http://arsip.gatra.com/1995-12-11/majalah/artikel.php?pil=23&id=58998. 11

Majalah Gatra, “Kalau Ulama Memerangi AIDS”

Page 44: ARGUMEN QUR’ANI TENTANG PERSOALANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40611/2/INDAH... · peradaban manusia.1 ... n Hukum Positif dan Hukum Islam ... “Argumen Qur’ani

30

MUI dalil maslahah bagi penderita tidak dapat diterapkan di sini karena

bertentangan dengan nash.12

Dalam Bahstul Masail Munas NU di NTB pada tahun 1998 juga di

tetapkan bahwa hukum eutanasia atau tindakan mengakhiri hidup ialah haram.

Dasarnya dalam kitab Mughni al-Muhtâj. Karena ada unsur kesengajaan sehingga

membuatnya mati atau menghancurkan diri sendiri.13

Pada tahun 1989 di

Yogyakarta juga pernah diadakan Bahstul Masail Muktamar dan Munas NU

mengenai masalah keagamaan yang juga membahas mengenai eutanasia. Dalam

Bahstul Masail tersebut, hasil keputusan mengenai eutanasia yaitu tindakan medis

terhadap pasien yang dinilai sudah sulit diharapkan hidupnya, dengan tujuan atau

berakibat meninggalnya pasien secara perlahan-lahan hukumnya haram.14

B. Ulama Non Indonesia

Tabel 3.2: Argumen Ulama Non Indonesia

12

MUI, Himpunan Keputusan dan Fatwa Majlis Ulama Indonesia (Jakarta: MUI), 1997,

h. 173 13

Tim Lajnah Ta‟lif Wa Nasyr (LTN) PBNU, Solusi Problematika Aktual Hukum Islam

Keputusan Muktamar, Munas dan Konbes Nahdlatul Ulama 1926-2010 (Surabaya: Khalista),

2011, h. 539-541 14

A. Aziz Masyhuri, Masalah Keagamaan Hasil Muktamar dan Munas Ulama Nahdlatul

Ulama (Surabaya: Dinamika Press), 1998, h. 352.

No. Nama Ulama Argumen

1. Yûsuf Qordhowî

Eutanasia yang dilakukan secara aktif tidak

lepas dari katagori pembunuhan, karena

dokter telah melakukan tindakan aktif dengan

tujuan menghilangkan nyawa pasien dan

mempercepat kematiannya melalui

pemberian obat atau yang lainnya.

2. Alî aṣ-Ṣâbûnî

Tindakan menghilangkan jiwa milik orang

lain adalah perbuatan melawan hukum Allah.

Orang yang menghilangkan nyawa orang lain

tanpa alasan yang dibenarkan agama, sama

halnya dengan merusak tatanan kehidupan

masyarakat seluruhnya. Hal ini dinyatakan

dalam Sûrah al-Maidah ayat 32

3. Wahbah Az-Zuhailî Menghentikan pengobatan dengan mencabut

alat-alat bantu pada pasien setelah mati atau

rusaknya organ otak hukumnya boleh (jâiz).

Page 45: ARGUMEN QUR’ANI TENTANG PERSOALANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40611/2/INDAH... · peradaban manusia.1 ... n Hukum Positif dan Hukum Islam ... “Argumen Qur’ani

31

Eutanasia sekarang ini belum di terima di Indonesia, Meskipun eutanasia

dilakukan demi kemanusiaan, yakni membebaskan orang yang hidup dari

penderitaan yang dialaminya, padahal sudah tidak ada harapan lagi untuk hidup.15

Selain ulama Indonesia, adapula ulama non Indonesia yang beragumen

mengenai eutanasia, di antaranya yaitu Yûsuf Qordhowî, mengatakan bahwa

eutanasia adalah tindakan memudahkan kematian seseorang dengan sengaja tanpa

merasakan sakit, karena kasih sayang, dengan tujuan meringankan meringankan

penderitaan pasien baik dengan cara aktif maupun pasif.16

Menurut Yûsuf Qordhowî, eutanasia yang dilakukan secara aktif atau

memudahkan proses kematian secara aktif tidak diperkenankan. Karena dokter

telah melakukan tindakan aktif dengan tujuan menghilangkan nyawa pasien dan

mempercepat kematiannya melalui pemberian obat atau yang lainnya. Perbuatan

demikian itu tidak lepas dari katagori pembunuhan meskipun yang mendorongnya

itu rasa kasihan kepada pasien untuk meringankan penderitaannya. 17

Ada pula Alî aṣ-Ṣâbûnî yang mengatakan tindakan menghilangkan jiwa

milik orang lain adalah perbuatan melawan hukum Allah. Tindakan

menghilangkan jiwa hanya diberikan kepada lembaga peradilan (pemerintahan

Islam) sesuai dengan aturan pidana Islam. Ini pun dilakukan dalam rangka

memelihara dan melindungi jiwa manusia secara keseluruhan. Orang yang

15

Mahar Mardjono “Pandangan Moral dan etik dalam Perkembangan Ilmu Teknologi

Kedokteran serta Praktek Profesi Kedokteran di Indonesia” dalam Ahmad Watik Pratikya dan

Abdul Salam M. Sofro, Islam Etika dan Kesehatan: Sumbangan Islam dalam menghadapi

Problema Kesehatan Indonesia Tahun 2000-an (Jakarta: Rajawali) 1986, h. 32 16

Yûsuf al-Qardhowî, Fatwa-Fatwa Kontemporer Jilid ke- 2 (Jakarta: Gema Insani

Press), 1995, h. 749. 17

Yûsuf al-Qardhowî, Fatwa-Fatwa Kontemporer Jilid ke- 2, h. 751

Page 46: ARGUMEN QUR’ANI TENTANG PERSOALANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40611/2/INDAH... · peradaban manusia.1 ... n Hukum Positif dan Hukum Islam ... “Argumen Qur’ani

32

menghilangkan nyawa orang lain tanpa alasan yang dibenarkan agama, sama

halnya dengan merusak tatanan kehidupan masyarakat seluruhnya. 18

Hal ini dinyatakan Allah dalam Surah al-Mâ‟idah ayat 32:

أ ءو إظس ب عيى مخبا ىل ذ ۥأجو أ فط س بغ ا فع قخو

ف ٱلزضفعاد قخو ا أحاٱىاضفنأ ا فنأ أحاا ا عا ج

زظيٱىاض ىقدجا ءح ا عا جباج ىلفٱىب بعدذ مثسا إ ث

ٱلزض عسف ىArtinya : “Barangsiapa yang membunuh seorang manusia bukan karena

orang itu membunuh orang lain (karena qishash), atau bukan karena

membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh

manusia seluruhnya. Dan barang siapa yang memelihara kehidupan

seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan

manusia seluruhnya. Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka

rasul-rasul kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas,

kemudian banyak di antara mereka sesudah itu bersungguh-sungguh

melampaui batas dalam berbuat kerusakan di muka bumi.”

Barangsiapa di antara mereka membunuh seorang manusia secara zhalim,

maka dia berhak menerima qishash, atau tanpa membuat kerusakan di muka bumi,

maka seakan-akan dia telah membunuh seluruh manusia. Dalam hal ini Alî aṣ-

Ṣâbûnî dalam kitabnya mengutip penafsiran al-Baidhowi yakni “Hal itu

disebabkan karena ia telah melanggar keharaman darah dan melakukan tindak

pembunuhan”. Yang dimaksud penggalan ayat ini adalah menganggap kejahatan

besar orang yang membunuh manusia dan menghidupkannya dalam hati manusia

untuk menakuti orang supaya tidak melakukan perbuatan yang serupa karena amat

besar dosa dan tanggungannya.19

18

Alî aṣ-Ṣâbûnî, Rawa‟i al-Bayân: Tafsir Ayat al-Ahkâm min Al-Qur‟an Juz 1 (T.tp.: Dar

al-Fikr), t.t., h. 182. 19

Ali ash-Shobuni, Shafwatut Tafasîr Jilid ke-2, terj. KH. Yasin (Jakarta: Pustaka

Kautsar), 2011, h. 40.

Page 47: ARGUMEN QUR’ANI TENTANG PERSOALANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40611/2/INDAH... · peradaban manusia.1 ... n Hukum Positif dan Hukum Islam ... “Argumen Qur’ani

33

Begitu besarnya penghargaan Islam terhadap jiwa, sehingga segala

perbuatan yang merusak atau menghilangkan jiwa manusia, diancam dengan

hukuman yang setimpal (qishash atau diyat). Dampak dari kerusakan sosial

sebagai akibat dari pembunuhan seperti digambarkan oleh ayat di atas, menurut

para ahli tafsir tidak hanya berlaku bagi Bani Israil saja, tetapi juga manusia

seluruhnya.20

Adapun menghentikan pengobatan secara pasif atau atau tidak

memberikan pengobatan didasarkan pada keyakinan dokter bahwa pengobatan

yang dilakukan itu tidak ada gunanya dan tidak memberikan harapan kepada

pasien. Para ulama bahkan berbeda pendapat mengenai mana yang paling utama,

berobat atau bersabar? Di antara mereka ada yang berpendapat bahwa bersabar

(tidak berobat) itu lebih utama, berdasarkan hadis Ibnu „Abbâs yang diriwayatkan

dalam kitab shahih dari seorang wanita yang tertimpa penyakit epilepsi.

Perempuan itu meminta kepada Nabi agar mendo‟akannya, lalu beliau menjawab:

بب تإن أن أح بب تإن وولكال جنة،تص بري تاللوأح أدعو بل ف قالت .فيكش ين فاد عاللوأتكشفنىولك،أص بر كشفتالأت أفدعالهاالأتكشف،ألي

Jika mau sabar, bagimu surga. Jika engkau mau, aku akan berdo‟a pada

Allah supaya menyembuhkanmu.” Wanita itu pun berkata, “Aku memilih

bersabar.” Lalu ia berkata pula, “Auratku biasa tersingkap (kala aku

terkena ayan). Berdo‟alah pada Allah supaya auratku tidak terbuka.”

Nabi muhammad pun berdo‟a pada Allah untuk wanita tersebut.21

Dalam hal ini, Yûsuf Qordhowî sependapat dengan golongan yang

mewajibkan berobat apabila sakitnya parah, dan masih ada harapan untuk

20

Ulama Jumhur mengatakan bahwa Allah memberlakukan qishash itu justeru untuk

melindungi kehormatan jiwa manusia lainnya. Lihat Ali ash-Shabuni, Rawa‟i al-Bayân: Tafsir

Ayat al-Ahkâm min Al-Qur‟an (T.tp.: Dar al-Fikr) Juz ke-1, t.t., h. 182. 21

Diriwayatkan oleh Bukhâri dalam “Kitab Al-Marḏa” dan Muslim dalam “Kitâb al-Birr

waṣ-Ṣillah”, hadis nomor 2265.

Page 48: ARGUMEN QUR’ANI TENTANG PERSOALANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40611/2/INDAH... · peradaban manusia.1 ... n Hukum Positif dan Hukum Islam ... “Argumen Qur’ani

34

sembuh. Sedangkan jika sudah tidak ada harapan sembuh maka tidak ada

seorangpun yang mengatakan wajib berobat. Apabila pasien diberi berbagai

macam pengobatan dalam waktu yang cukup lama, tetapi penyakitnya tetap saja

tidak ada perubahan, maka melajutkan pengobatan itu tidak wajib. Jika demikian,

tindakan pasif ini adalah jaiz dan dibenarkan oleh syara‟, apabila keluarga

mengizinkannya, dokter diperbolehkan melakukannya untuk meringankan pasien

dan keluarganya.22

Wahbah Az-Zuhailî pun mengatakan demikian, menghentikan pengobatan

dengan mencabut alat-alat bantu pada pasien setelah mati atau rusaknya organ

otak hukumnya boleh (jâiz).23

Oleh karena itu mempercepat kematiannya tidak

dianggap sebagai pembunuhan. Fazlur Rahman menegaskan bahwa

memperpanjang hidup dengan menggunakan bantuan peralatan buatan tidak

diperkenankan.24

Artinya, kematian bisa ditunda dengan bantuan peralatan

canggih sehingga pasien tidak cepat mati.

Menanggapi masalah ini, Syekh Sulaiman al-Bujairimi menegaskan:

التداوي يسن و في قال . ال هرم ر غي داوء لو االجعل داء يضع لم اهلل ان لخبرراهالمري ضعلي و رهاك ت ركالتداويت وكالعلىاهللف هوأف ضلويك مو عفان ال مج

“Orang yang sedang sakit, disunahkan untuk berobat, karena ada

hadis, “Sesungguhnya Allah tidak menciptakan penyakit tanpa

menyertakan dengan obat, kecuali (penyakit) tua renta. Imam al-Nawawi

berkomentar dalam kitabnya al-Majmu‟, jika seorang yang sakit tidak mau

berobat semata-mata karena tawakal kepada Allah SWT. Maka hal itu

lebih utama. Malah makruh hukumnya memaksa dia untuk berobat.25

22

Yûsuf al-Qardhowî, Fatwa-Fatwa Kontemporer Jilid ke- 2, h. 754. 23

Wahbah az-Zuhailî, al-Fiqh al-Islâmî wa Adillatuhû Juz 9 (Damaskus: Darul Fikr)

1996, h. 500. 24

Fazlur Rahman, Etika pengobatan Islam: Penjelajahan Seorang Neomodernis, h. 149. 25

Sulaiman Al-Bujairimi, Bujairimi „ala al-Khaṯib Juz 2 (Beirut: Dârul al-Kutub al-

„Ilmiyah), 1996, h. 270.

Page 49: ARGUMEN QUR’ANI TENTANG PERSOALANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40611/2/INDAH... · peradaban manusia.1 ... n Hukum Positif dan Hukum Islam ... “Argumen Qur’ani

35

Jika mengikuti alur ini, menjadi boleh kemudian membiarkan kondisi -

tanpa harus diobati-pasien yang sudah pasrah total pada Allah.

Demikianlah pendapat para ulama mengenai eutanasia. Masalah eutanasia

memang cukup pelik, mereka yang tidak setuju dengan tindakan eutanasia percaya

bahwa yang berhak menentukan kematian hanyalah Allah, tugas manusia hanya

berikhtiar, tetapi mereka yang menyetujui praktik eutanasia lebih melihat pada sisi

maslahat dan keadaan yang menuntut.26

C. Klasifikasi Ayat Terkait Eutanasia

Secara keseluruhan terdapat delapan ayat yang telah disebutkan oleh para

ulama mengenai persoalan eutanasia. Dari delapan ayat tersebut dapat

diklasifikasi ke dalam beberapa kelompok, yaitu:

1. Larangan membunuh

Terdapat 2 ayat, yaitu al-Qur‟an surah al-Mâ‟idah ayat 32

اقخو سفع فطبغ اٱلزضففعادأ اٱىاضقخوفنأ عا ج

ا أحاا اٱىاضأحافنأ عا ىقدج جبازظيجا ءح ٱىب ث مثسا إ

ىلبعدٱلزضفذ عسف ى

“Barangsiapa yang membunuh seorang manusia bukan karena orang itu

membunuh orang lain (karena qishash), atau bukan karena membuat

kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia

seluruhnya. Dan barang siapa yang memelihara kehidupan seorang

manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia

seluruhnya. Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka rasul-rasul

Kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas, kemudian

banyak di antara mereka sesudah itu, sungguh-sungguh melampaui batas

dalam berbuat kerusakan dimuka bumi.”

Dan al-Qur‟an surah al-An‟âm ayat 151

ب حشسم أل ه ن عي زبن احس أحو ب اشۦ۞قوحعاى ٱاه ىد ى اه ا إحع

حقسب ل ه إا سشقن ح ق ي إ دم ى أ حقخي ل حشٱ اىف

26

Luthfi Assyaukanie, Politik, HAM dan Isu-isu Teknologi Dalam Fikih Kontemporer

(Bandung: Pustaka Hidayah) 1998, h. 181.

Page 50: ARGUMEN QUR’ANI TENTANG PERSOALANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40611/2/INDAH... · peradaban manusia.1 ... n Hukum Positif dan Hukum Islam ... “Argumen Qur’ani

36

لحقخي اظس ه ابط ىخٱىفطٱ ٱحس بلل نىحقٱإل ى ص ىن ذ

ۦب حعقي ىعين“Katakanlah: "Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh

Tuhanmu yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia,

berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapa, dan janganlah kamu

membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan, Kami akan memberi

rezeki kepadamu dan kepada mereka, dan janganlah kamu mendekati

perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di antaranya maupun

yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan

Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar".

Demikian itu yang diperintahkan kepadamu supaya kamu

memahami(nya).”

2. Bunuh diri

Terdapat 1 ayat, yaitu al-Qur‟an surah an-Nisâ ayat 29

ا ٱ أ بىر ن ب ىن أ حأمي ل طوٱء عىب سة حج حن أ إل

إ أفعن لحقخي ن ٱحس ض الل ا زح بن ٤ما“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta

sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang

berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu

membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang

kepadamu.”

3. Larangan putus asa

Terdapat 1 ayat, yaitu al-Qur‟an surah Yûsuf ayat 87

ل ع حا هز ٱلل ط الۥإ ز ٱلل إل ٱىق فس ٧٨ٱىن

“Dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada

berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir.”

4. Hidup dan mati di tangan Allah

Terdapat 2 ayat, yaitu al-Qur‟an surah al-mulk ayat 2

ثٱخيقىريٱ ةٱى ىح لا ع أحع ن أ م ىغفزٱىعصصٱىبي“Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di

antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha

Pengampun.”

Dan al-Qur‟an surah Yûnus ayat 49

Page 51: ARGUMEN QUR’ANI TENTANG PERSOALANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40611/2/INDAH... · peradaban manusia.1 ... n Hukum Positif dan Hukum Islam ... “Argumen Qur’ani

37

قو يلل لضسا ىفعأ فعا اإل شا ء تىنوٱلل جا ءإذ أجوأ أجي

عخفل لظاعتارخس ٤عخقد

“Katakanlah: "Aku tidak berkuasa mendatangkan kemudharatan dan tidak

(pula) kemanfaatan kepada diriku, melainkan apa yang dikehendaki

Allah". Tiap-tiap umat mempunyai ajal. Apabila telah datang ajal mereka,

maka mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak

(pula) mendahulukan(nya).”

5. Perintah berdo‟a dan bersabar

Terdapat 2 ayat, yaitu al-Qur‟an surah Luqman ayat 17

ب ةٱأق ي سبىص أ عسفٱ ٱى نسٱع صبسٱى ا أصابله عيى

عص ىل ذ زٱإ ٨ل“Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang

baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan

bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang

demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).”

Dan al-Qur‟an surah Ali Imrân ayat 135

ٱ ذمس ىر أفع ظي حشتأ ٱإذ فعي ف ظخغفس ٱفلل ىرب

بٱغفس ىر ٱإل لل عي افعي عيى صس ى “Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau

menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun

terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa

selain dari pada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya

itu, sedang mereka mengetahui.”

Page 52: ARGUMEN QUR’ANI TENTANG PERSOALANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40611/2/INDAH... · peradaban manusia.1 ... n Hukum Positif dan Hukum Islam ... “Argumen Qur’ani

38

BAB IV

TAFSIR AHKAM DAN ARGUMEN EUTANASIA

A. Penjelasan Tafsîr al-Jâmi’ li Ahkâm al-Qur’an

1. Al-Qur‟an Surah al-Mâ‟idah Ayat 32

a. Redaksi Ayat

اقخو سفع فطبغ اٱلزضففعادأ اٱىاضقخوفنأ عا ج

ا أحاا اٱىاضأحافنأ عا ىقدج جبازظيجا ءح ٱىب ث مثسا إ

ىلبعدٱلزضفذ عسف ى

“Barangsiapa yang membunuh seorang manusia bukan karena orang itu

membunuh orang lain (karena qishash), atau bukan karena membuat

kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia

seluruhnya. Dan barang siapa yang memelihara kehidupan seorang

manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia

seluruhnya. Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka rasul-rasul

Kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas, kemudian

banyak di antara mereka sesudah itu, sungguh-sungguh melampaui batas

dalam berbuat kerusakan dimuka bumi.”

b. Penafsiran Ayat

Firman Allah اقخو سفع فطبغ “Barangsiapa yang membunuh seorang

manusia bukan karena orang itu membunuh orang lain (karena qishash)”

maksudnya adalah pembunuhan merupakan pengrusakan yang paling hebat.

Lafadz س فطبغ “Bukan karena orang itu membunuh orang lain.” adalah bukan

karena orang itu membunuh orang lain, sehingga orang itu berhak untuk dibunuh.

Dalam hal ini, Allah telah mengharamkan pembunuhan pada semua syari‟at,

kecuali karena tiga faktor, yaitu kafir setelah beriman, berzina setelah menikah,

dan menghilangkan nyawa seseorang secara zhalim dan melampaui batas. 1

Maksud firman Allah ٱلزضففعادأ “Atau bukan karena membuat

kerusakan di muka bumi.” yakni kemusyrikan. Menurut satu pendapat,

1 Al-Qurthubȋ, al-Jâmi‟ lil Ahkâm Al-Qur‟an jilid ke-6, terj. Ahmad Rijali Kadir (Jakarta:

Pustaka Azzam), 2008, h. 350

Page 53: ARGUMEN QUR’ANI TENTANG PERSOALANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40611/2/INDAH... · peradaban manusia.1 ... n Hukum Positif dan Hukum Islam ... “Argumen Qur’ani

39

perampokan/pembegalan. Diriwayatkan dari Ibn „Abbâs bahwa dia berkata,

“Barangsiapa yang membunuh satu orang dan melanggar keharamannya, maka

dia itu seperti orang yang membunuh manusia seluruhnya. Barangsiapa yang

tidak membunuh seorangpun, menjaga keharamannya, dan memelihara

kehidupannya karena takut kepada Allah, maka dia itu seperti orang yang

memelihara kehidupan manusia seluruhnya.” Menurut pendapat lain, makna

firman Allah tersebut adalah barangsiapa yang menganggap halal darah

seseorang, maka sesungguhnya dia telah menganggap halal darah semua orang.

Sebab dia telah mengingkari syari‟at.2

Firman Allah ا أحاا اٱىاضأحافنأ عا ج “Dan barang siapa yang

memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara

kehidupan manusia seluruhnya.” terdapat majaz dalam ayat ini, sebab firman

Allah itu merupakan sebuah ibarat untuk tidak membunuh dan tidak

membinasakan seseorang, jika tidak demikian, maka kehidupan yang

sesungguhnya adalah milik Allah.3

2. Al-Qur‟an Surah al-An‟âm Ayat 151

a. Redaksi Ayat

ب حشسم أل ه ن عي زبن احس أحو ب اشۦ۞قوحعاى ىدٱاه ى اه ا إحع

حقسب ل ه إا سشقن ح ق ي إ دم ى أ حقخي ل حشٱ اىف لحقخي اظس ه ابط ىخٱىفطٱ ٱحس بلل نىحقٱإل ى ص ىن ذ

ۦب حعقي ىعين “Katakanlah: "Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh

Tuhanmu yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia,

dan berbuat baiklah terhadap ibu bapa, dan janganlah kamu membunuh

anak-anak kamu karena kemiskinan, Kami akan memberi rezeki kepadamu

dan kepada mereka, dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan

yang keji, baik yang nampak di antaranya maupun yang tersembunyi, dan

2 Al-Qurthubȋ, al-Jâmi‟ lil Ahkâm Al-Qur‟an jilid ke-6, terj. Ahmad Rijali Kadir, h. 350

3 Al-Qurthubȋ, al-Jâmi‟ lil Ahkâm Al-Qur‟an jilid ke-6, terj. Ahmad Rijali Kadir, h. 352

Page 54: ARGUMEN QUR’ANI TENTANG PERSOALANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40611/2/INDAH... · peradaban manusia.1 ... n Hukum Positif dan Hukum Islam ... “Argumen Qur’ani

40

janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya)

melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar". Demikian itu yang

diperintahkan kepadamu supaya kamu memahami(nya).”

b. Penafsiran Ayat

Firman Allah أحو حعاى Katakanlah: “Marilah kubacakan.” maksudnya“ قو

adalah maju dan bacalah dengan benar dan yakin, sebagaimana Allah telah

mewahyukan kepada Nabi Muhammad. Karena al-Qur‟an bukan sebuah perkiraan

ataupun kedustaan. Ayat ini merupakan perintah Allah kepada Nabi Muhammad

untuk menyerukan seluruh makhluk agar mendengarkan apa saja yang

diharamkan Allah. Oleh karena itu demikian pula halnya bagi para ulama yang

hidup setelah Rasûlullah, di wajibkan untuk menyerukan seluruh umat manusia

dan menjelaskan kepada mereka apa saja yang diharamkan kepada mereka.4

Firman Allah حشسم Janganlah kamu mempersekutukan.” maksudnya“ أل

adalah aku bacakan kepada kalian, akan haramnya perbuatan syirik. Lafazh

اه ا إحع ىد بٱى “Dan berbuat baiklah terhadap ibu bapa.” maksudnya adalah

berbuat baik kepada kedua orang tua, menjaga, memelihara, melaksanakan

perintah keduanya, tidak memperbudak mereka, dan tidak merasa berkuasa atas

mereka.5

Firman Allah ق ي إ دم ى أ لحقخي “Dan janganlah kamu membunuh anak-

anak kamu karena kemiskinan.” lafazh ق ي artinya adalah kefakiran atau إ

kemiskinan. Maksudnya adalah janganlah kalian mengubur anak kalian karena

takut terhadap kefakiran atau kemiskinan. Sesungguhnya Allah adalah pemberi

rezeki kepada kalian dan anak-anak kalian. Di antara mereka ada yang melakukan

4 Al-Qurthubȋ, al-Jâmi‟ lil Ahkâm Al-Qur‟an jilid ke-7, terj. Ahmad Rijali Kadir, h.321

5 Al-Qurthubȋ, al-Jâmi‟ lil Ahkâm Al-Qur‟an jilid ke-7, terj. Ahmad Rijali Kadir, h.324

Page 55: ARGUMEN QUR’ANI TENTANG PERSOALANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40611/2/INDAH... · peradaban manusia.1 ... n Hukum Positif dan Hukum Islam ... “Argumen Qur’ani

41

hal tersebut karena takut terhadap kemiskinan, sebagaimana terlihat jelas pada

teks ayat tersebut.6

Firman Allah بط ا ا ظس ا حش ٱىف حقسب ل “Dan janganlah kamu

mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di antaranya

maupun yang tersembunyi.” lafazh ظس adalah larangan melakukan seluruh jenis

perbuatan keji, yaitu perbuatan maksiat. Sedangkan lafazh ا بط adalah yang

terdetik dalam hati berupa niat untuk melakukan perbuatan yang melanggar

syari‟at. Zahir dan batin adalah dua keadaan yang menyebabkan terjadinya segala

sesuatu.7

Firman Allah بٱىحق إل ٱلل حس ٱىخ ٱىفط حقخي ل “Dan janganlah kamu

membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan

sesuatu (sebab) yang benar.” ayat tersebut adalah larangan untuk membunuh jiwa

yang diharamkan, baik seorang muslim maupun orang yang mendapat

perlindungan umat Islam. Kecuali dengan cara yang benar yang Allah wajibkan

untuk membunuhnya.8

3. Al-Qur‟an Surah an-Nisâ Ayat 29

a. Redaksi Ayat

ا ٱ أ بىر ن ب ىن أ حأمي ل طوٱء عىب سة حج حن أ إل

إ أفعن لحقخي ن ٱحس ض الل ا زح بن ٤ما“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta

sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang

berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu

membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang

kepadamu.”

b. Penafsiran Ayat

6 Al-Qurthubȋ, al-Jâmi‟ lil Ahkâm Al-Qur‟an jilid ke-7, terj. Ahmad Rijali Kadir, h. 326

7 Al-Qurthubȋ, al-Jâmi‟ lil Ahkâm Al-Qur‟an jilid ke-7, terj. Ahmad Rijali Kadir, h. 327

8 Al-Qurthubȋ, al-Jâmi‟ lil Ahkâm Al-Qur‟an jilid ke-7, terj. Ahmad Rijali Kadir, h. 330

Page 56: ARGUMEN QUR’ANI TENTANG PERSOALANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40611/2/INDAH... · peradaban manusia.1 ... n Hukum Positif dan Hukum Islam ... “Argumen Qur’ani

42

Dalam ayat ini, penulis lebih fokus terhadap penafsiran pada lafazh لحقخي

Firman Allah .أفعن أفعن لحقخي “Dan janganlah kamu membunuh dirimu.” para

ahli tafsir sepakat bahwa yang dimaksud dengan ayat ini adalah melarang

sebagian manusia membunuh sebagian lain, kemudian lafazh ayat ini mencakup

orang yang membunuh karena rakus terhadap dunia dan bertujuan mencari harta

dengan tujuan membawa dirinya kepada bahaya yang menimbulkan kepada

kebinasaan. Dan bisa saja dikatakan أفعن حقخي ل pada kondisi jengkel atau

marah, ini semua termasuk dilarang.9

4. Al-Qur‟an Surah Yûsuf Ayat 87

a. Redaksi Ayat

ل ع حا هز ٱلل ط الۥإ ز ٱلل إل ٱىق فس ٧٨ٱىن

“Dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada

berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir.”

b. Penafsiran Ayat

Firman Allah ل ع حا هز ٱلل “Dan jangan kamu berputus asa dari

rahmat Allah.” Maksudnya adalah, jangan berputus harapan dari kelapangan yang

akan diberikan Allah. Seseorang yang beriman itu selalu mengharapkan solusi

dari Allah atas segala kesulitan yang menimpanya. Sedangkan orang-orang kafir

mudah berputus asa dalam kesempitan. Firman Allah ۥ ط الإ ز ٱلل إل ٱىق

فس Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum“ ٱىن

yang kafir.” Merupakan dalil yang menjelaskan bahwa putus asa adalah termasuk

dosa besar. 10

5. Al-Qur‟an Surah al-Mulk Ayat 2

a. Redaksi Ayat

9 Al-Qurthubȋ, al-Jâmi‟ lil Ahkâm Al-Qur‟an jilid ke-4, terj. Ahmad Rijali Kadir, h.364.

10 Al-Qurthubȋ, al-Jâmi‟ lil Ahkâm Al-Qur‟an jilid ke-9, terj. Ahmad Rijali Kadir, h. 581

Page 57: ARGUMEN QUR’ANI TENTANG PERSOALANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40611/2/INDAH... · peradaban manusia.1 ... n Hukum Positif dan Hukum Islam ... “Argumen Qur’ani

43

ثٱخيقىريٱ ةٱى ىح لا ع أحع ن أ م ىغفزٱىعصصٱىبي“Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di

antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha

Pengampun.”

b. Penafsiran Ayat

Firman Allah ة ٱىح ث ٱى خيق ”.Yang menjadikan mati dan hidup“ ٱىري

maknanya adalah Allah menciptakan kalian untuk kematian dan kehidupan,

maksudnya, untuk kematian di alam dunia dan kehidupan di alam akhirat. Allah

lebih dahulu menyebutkan kematian karena kematian itu memang lebih dulu.

Sebab segala sesuatu itu pada mulanya berada dalam hukum kematian, seperti

sperma, tanah dan yang lainnya.11

Firman Allah ة ٱىح ث Mati dan hidup.” Allah mendahulukan“ ٱى

kematian daripada kehidupan, sebab manusia yang paling hebat untuk menyeru

beramal adalah orang yang kematian sudah berada di pelupuk matanya. Oleh

karena itulah kematian lebih didahulukan, karena tujuan dari pengemukaan ayat

tersebut merupakan hal yang sangat penting. Ulama berkata, “Kematian itu bukan

sekedar ketiadaan semata atau kefanaan. Sesungguhnya kematian adalah terputus

dan terpisahnya hubungan roh dengan tubuh, sekat antara roh dan tubuh,

perubahan kondisi dan perpindahan dari satu tempat ke tempat yang lain.

Sementara kehidupan sebaliknya.”12

Menurut al-Qurthubî, dalam al-Qur‟an dinyatakan:

يل ن فى خ ثٱ۞قو ىريٱى حسجع زبن إىى ث بن و م “Katakanlah: "Malaikat maut yang diserahi untuk (mencabut nyawa)mu

akan mematikanmu, kemudian hanya kepada Tuhanmulah kamu akan

dikembalikan"

11

Al-Qurthubȋ, al-Jâmi‟ lil Ahkâm Al-Qur‟an jilid ke-19, terj. Ahmad Rijali Kadir, h. 6 12

Al-Qurthubȋ, al-Jâmi‟ lil Ahkâm Al-Qur‟an jilid ke-19, terj. Ahmad Rijali Kadir, h. 8

Page 58: ARGUMEN QUR’ANI TENTANG PERSOALANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40611/2/INDAH... · peradaban manusia.1 ... n Hukum Positif dan Hukum Islam ... “Argumen Qur’ani

44

Para perantara atau pencabut nyawa itu adalah para malaikat yang

dimuliakan Allah, sedangkan yang mematikan sesungguhnya adalah Allah.

Makna firman Allah لا ع أحع أن م Supaya Dia menguji kamu, siapa“ ىبي

di antara kamu yang lebih baik amalnya.” Adalah supaya Allah dapat menguji

seorang hamba dengan kematian orang yang disayanginya, dimana tujuannya

adalah agar kesabarannya terlihat jelas, dan juga dengan kehidupan orang yang

disayanginya, dimana tujuannya adalah agar syukurnya terlihat jelas. Firman

Allah ٱىغفز ٱىعصص “Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.” Allah

maha perkasa dalam menjatuhkan hukuman terhadap orang yang maksiat

terhadap-Nya. Dan Allah maha pengampun terhadap orang yang bertobat.13

6. Al-Qur‟an Surah Yûnus Ayat 49

a. Redaksi Ayat

قو يلل لضسا ىفعأ فعا اإل شا ء تىنوٱلل جا ءإذ أجوأ أجي

عخفل لظاعتارخس ٤عخقد

“Katakanlah: "Aku tidak berkuasa mendatangkan kemudharatan dan tidak

(pula) kemanfaatan kepada diriku, melainkan apa yang dikehendaki

Allah". Tiap-tiap umat mempunyai ajal. Apabila telah datang ajal mereka,

maka mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak

(pula) mendahulukan(nya).”

b. Penafsiran Ayat

Firman Allah قو يلل لضسا ىفعأ فعا . “Katakanlah: “Aku tidak berkuasa

mendatangkan kemudharatan dan tidak (pula) kemanfaatan kepada diriku.”

maksudnya Adalah tatkala mereka meminta Rasulullah untuk menyegerakan

datangnya ajal, Allah berkata kepada beliau, katakanlah kepada mereka wahai

Muhammad, Aku tidak berkuasa mendatangkan kemudharatan dan tidak (pula)

13

Al-Qurthubȋ, al-Jâmi‟ lil Ahkâm Al-Qur‟an jilid ke-19, terj. Ahmad Rijali Kadir, h. 11

Page 59: ARGUMEN QUR’ANI TENTANG PERSOALANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40611/2/INDAH... · peradaban manusia.1 ... n Hukum Positif dan Hukum Islam ... “Argumen Qur’ani

45

kemanfaatan kepada diriku, tidak ada yang bisa melakukannya, baik diriku

maupun orang lain.14

Firman Allah اإل شا ء ٱلل “Kecuali atas kehendak Allah.” maka aku bisa

memiliki dan mampu melakukannya. Aku juga tidak dapat memenuhi

permintaanmu untuk menyegerakan ajal itu, oleh karena itu jangan minta hal itu

disegerakan. Lafadz تىنو أجوأ “Tiap-tiap umat mempunyai ajal.” maksudnya

adalah, setiap umat memiliki ajalnya, atau untuk kehancuran dan adzab bagi

mereka yang ingkar sudah ditetapkan waktunya masing-masing oleh Allah.

Kemudian ketika ajal mereka telah tiba, pada saat itu tidak ada kemungkinan

untuk mengakhirkan ajal mereka walau sesaatpun, dan tidak juga

memajukannya.15

7. Al-Qur‟an Surah Luqman Ayat 17

a. Redaksi Ayat

ب ةٱأق ي سبىص أ عسفٱ ٱى نسٱع صبسٱى ا أصابله عيى

عص ىل ذ زٱإ ٨ل“Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang

baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan

bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang

demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).”

b. Penafsiran Ayat

Firman Allah نس ٱى ع ٱ عسف بٱى س أ ة ي ٱىص أق ب “Hai anakku,

dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah

(mereka) dari perbuatan yang mungkar.” Luqman berwasiat kepada anaknya

dengan ketaatan-ketaatan paling besar, yaitu shalat, menyuruh kepada yang

14

Al-Qurthubȋ, al-Jâmi‟ lil Ahkâm Al-Qur‟an jilid ke-8, terj. Ahmad Rijali Kadir, h. 850 15

Al-Qurthubȋ, al-Jâmi‟ lil Ahkâm Al-Qur‟an jilid ke-8, terj. Ahmad Rijali Kadir, h. 850

Page 60: ARGUMEN QUR’ANI TENTANG PERSOALANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40611/2/INDAH... · peradaban manusia.1 ... n Hukum Positif dan Hukum Islam ... “Argumen Qur’ani

46

ma‟ruf dan melarang dari yang mungkar. Tentu setelah ia sendiri

melaksanakannya. Inilah ketaatan dan keutamaan paling utama. 16

Firman Allah أصابل ا عيى ٱصبس “Dan bersabarlah terhadap apa yang

menimpa kamu.” Mengandung anjuran untuk merubah kemungkaran sekalipun

mendapatkan kemudharatan. Ini mengisyaratkan bahwa orang yang merubah

terkadang akan disakiti. Ini semua hanya sebatas kemampuan, dan kekuatan

sempurna hanya milik Allah. Ada yang berpendapat bahwa Luqman

memerintahkan anaknya untuk bersabar atas segala kesusahan dunia, seperti

penyakit dan lainnya. Serta takut kepada Allah dan tidak berani melakukan

maksiat terhadap Allah. Lafazh ز ٱل عص ىل ذ Sesungguhnya yang demikian“ إ

itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah)” Ibn „Abbâs berkata “Di antara

hakikat keimanan adalah bersabar atas segala yang tidak diinginkan.”17

8. Al-Qur‟an Surah Ali Imrân Ayat 135

a. Redaksi Ayat

ٱ ذمس ىر أفع ظي حشتأ ٱإذ فعي ف ظخغفس ٱفلل ىرب

بٱغفس ىر ٱإل لل عي افعي عيى صس ى “Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau

menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun

terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa

selain dari pada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya

itu, sedang mereka mengetahui.”

b. Penafsiran Ayat

Firman Allah ظي أ حشت ف فعي إذ ٱىر أفع “Dan (juga) orang-orang

yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri.” dalam

ayat ini, Allah menyebutkan bahwa kelompok ini adalah orang-orang yang

bertaubat. Kata حشت digunakan pada setiap kemaksiatan. Namun kebanyakan ف

16

Al-Qurthubȋ, al-Jâmi‟ lil Ahkâm Al-Qur‟an jilid ke-14, terj. Ahmad Rijali Kadir, h. 163 17

Al-Qurthubȋ, al-Jâmi‟ lil Ahkâm Al-Qur‟an jilid ke-14, terj. Ahmad Rijali Kadir, h. 163

Page 61: ARGUMEN QUR’ANI TENTANG PERSOALANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40611/2/INDAH... · peradaban manusia.1 ... n Hukum Positif dan Hukum Islam ... “Argumen Qur’ani

47

dikhususkan pada perbuatan zina. Kata أ ada yang mengatakan bermakna waw

(dan). Maksudnya dosa di bawah dosa besar. Firman Allah ٱلل Mereka“ ذمس

ingat akan Allah.” maknanya adalah takut terhadap siksaan-Nya dan malu

kepada-Nya. Maksudnya adalah mereka ingat akan pemaparan terbesar di

hadapan Allah. Ada lagi yang mengatakan bahwa maksudnya adalah mereka

memikirkan diri mereka bahwa Allah akan bertanya kepada mereka tentang

perbuatan tersebut.18

Firman Allah ىرب Lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa“ فٱظخغفس

mereka.” maksudnya adalah memohon ampunan terhadap dosa-dosa mereka.

Setiap do‟a untuk memohon ampunan yang disebut istighfar. ٱىر غفس ٱلل بإل

“Dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah?”

maksudnya tidak ada seorangpun yang dapat mengampuni kemaksiatan dan

menghapus siksaannya kecuali Allah. فعي ا عيى صس ى “Dan mereka tidak

meneruskan perbuatan kejinya itu.” maksud صس adalah berniat di hati atas suatu

perkara dan tidak akan melepaskannya. Firman Allah عي “Sedang mereka

mengetahui.” ada beberapa pendapat seputar maksud kalimat ini. Ada yang

mengatakan bahwa maksudnya adalah mereka mengingat dosa-dosa mereka, lalu

mereka bertaubat dari dosa-dosa itu. Adapula yang mengatakan bahwa maksud

عي adalah bahwa Allah akan menyiksa orang-orang yang terus melakukan

dosa.19

B. Penjelasan Tafsîr al-Qur’an al-Adzîm

1. Al-Qur‟an Surah al-Mâ‟idah Ayat 32

a. Redaksi Ayat

18

Al-Qurthubȋ, al-Jâmi‟ lil Ahkâm Al-Qur‟an jilid ke-4, terj. Ahmad Rijali Kadir, h. 521 19

Al-Qurthubȋ, al-Jâmi‟ lil Ahkâm Al-Qur‟an jilid ke-4, terj. Ahmad Rijali Kadir, h. 526

Page 62: ARGUMEN QUR’ANI TENTANG PERSOALANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40611/2/INDAH... · peradaban manusia.1 ... n Hukum Positif dan Hukum Islam ... “Argumen Qur’ani

48

اقخو سفع فطبغ اٱلزضففعادأ اٱىاضقخوفنأ عا ج

ا أحاا اٱىاضأحافنأ عا ىقدج جبازظيجا ءح ٱىب ث مثسا إ

ىلبعدٱلزضفذ عسف ى

“Barangsiapa yang membunuh seorang manusia bukan karena orang itu

membunuh orang lain (karena qishash), atau bukan karena membuat

kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia

seluruhnya. Dan barang siapa yang memelihara kehidupan seorang

manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia

seluruhnya. Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka rasul-rasul

Kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas, kemudian

banyak di antara mereka sesudah itu, sungguh-sungguh melampaui batas

dalam berbuat kerusakan dimuka bumi.”

b. Penafsiran Ayat

Firman Allah اقخو سفع فطبغ اٱلزضففعادأ اٱىاضقخوفنأ عا ج

“Barangsiapa yang membunuh seorang manusia bukan karena orang itu

membunuh orang lain (karena qishash), atau bukan karena membuat kerusakan

di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya.”

maksudnya adalah barangsiapa yang membunuh satu jiwa tidak dengan qishash

atau karena membuat satu kerusakan di muka bumi, dan dia menghalalkan untuk

membunuhnya, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya,

karena dia tidak membedakan mana jiwa yang boleh membunuh, dan mana yang

tidak boleh dibunuh. 20

Firman Allah أحاا “Dan barang siapa yang memelihara kehidupan

seorang manusia.” maksudnya barangsiapa yang mengharamkan dirinya

membunuh manusia dan ia meyakini hal tersebut, maka seluruh manusia telah

selamat darinya. Oleh karena itu Allah berfirman ا اٱىاضأحافنأ عا ج “Maka

seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia seluruhnya.”21

20

Al-Hafidz Abî Fidâ Ismâil bin Katsîr, Tafsîr al-Qur‟an al-Adzîm Juz 2 (Riyadh:

Maktabah Dârussalâm), 1994, h. 65 21

Al-Hafidz Abî Fidâ Ismâil bin Katsîr, Tafsîr al-Qur‟an al-Adzîm Juz 2, h. 66

Page 63: ARGUMEN QUR’ANI TENTANG PERSOALANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40611/2/INDAH... · peradaban manusia.1 ... n Hukum Positif dan Hukum Islam ... “Argumen Qur’ani

49

Firman Allah ىقد جزظياجا ءح بٱىب “Dan sesungguhnya telah datang

kepada mereka rasul-rasul Kami dengan (membawa) keterangan-keterangan

yang jelas.” yaitu dengan argumen, keterangan, dan dalil-dalil yang jelas. Firman

Allah ث مثسا إ ىلبعد ٱلزضفذ عسف ى “Kemudian banyak di antara mereka

sesudah itu, sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan dimuka

bumi.” Ini adalah teguran keras dan celaan untuk mereka yang melakukan

perbuatan-perbuatan haram setelah mereka mengetahui hukumnya.22

2. Al-Qur‟an Surah al-An‟âm Ayat 151

a. Redaksi Ayat

ه ن عي زبن احس أحو ۞قوحعاى حشسم ب ب اشۦأل ٱاه ىد ى اه ا إحع

حقسب ل ه إا سشقن ح ق ي إ دم ى أ حقخي ل حشٱ اىف لحقخي اظس ه ابط ىخٱىفطٱ ٱحس بلل نىحقٱإل ى ص ىن ذ

ۦب حعقي ىعين“Katakanlah: "Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh

Tuhanmu yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia,

berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapa, dan janganlah kamu

membunuh anak-anak kamu karena kemiskinan, Kami akan memberi

rezeki kepadamu dan kepada mereka, dan janganlah kamu mendekati

perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di antaranya maupun

yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan

Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar".

Demikian itu yang diperintahkan kepadamu supaya kamu

memahami(nya).”

b. Penafsiran Ayat

Allah berfirman kepada Nabi Muhammad, “Katakanlah wahai

Muhammad, kepada mereka orang orang musyrik, yaitu yang menyembah selain

Allah, yang mengharamkan apa yang Allah rezekikan, yang membunuh anak-anak

mereka, semuanya itu mereka lakukan atas dasar akal pikira mereka dan

penguasaan setan terhadap mereka.” Lafadz قو “Katakanlah.” kepada mereka,

22

Al-Hafidz Abî Fidâ Ismâil bin Katsîr, Tafsîr al-Qur‟an al-Adzîm Juz 2, h. 66

Page 64: ARGUMEN QUR’ANI TENTANG PERSOALANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40611/2/INDAH... · peradaban manusia.1 ... n Hukum Positif dan Hukum Islam ... “Argumen Qur’ani

50

ه ن عي زبن احس أحو Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh“حعاى

Tuhanmu.” artinya kemarilah dan terimalah, aku ceritakan atas kalian dan aku

kabarkan kepada kalian dengan apa yang telah diharamkan Tuhan kalian dengan

benar tidak main-main, dan tidak sekedar prasangka, tapi wahyu dari-Nya dan

perintah dari sisi-Nya, yaitu ش بۦ حشسم اه األ “Janganlah kamu mempersekutukan

sesuatu dengan Dia.” 23

Firman Allah ا ا إحع ىد بٱى “Berbuat baiklah terhadap kedua orang tua.”

artinya Allah memerintahkan kalian agar berbuat baik terhadap kedua orang tua,

seperti dalam firman Allah:

ب إل إا حعبد زبلأل قضى ٱ۞ ىد اإى حع“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah

selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan

sebaik-baiknya..”(QS. al-Isrâ: 23)

Firman Allah ح ق ي إ دم ى أ حقخي ل إا سشقن “Dan janganlah kamu

membunuh anak-anak kamu karena kemiskinan, Kami akan memberi rezeki

kepadamu dan kepada mereka.” ketika Allah memerintahkan untuk berbuat baik

kepada orang tua, lalu dilanjutkan dengan berbuat baik kepada anak-anak. Lafadz

دم ى أ لحقخي “Dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu.” hal ini karena

membunuh anak-anak mereka sebagaimana setan telah membujuk orang-orang

jahiliyah, mereka mengubur hidup-hidup anak-anak perempuan karena takut aib,

dan barangkali mereka membunuh anak laki-laki karena takut miskin.24

Firman Allah ق ي إ “Karena kemiskinan.” Ibn Abbâs, Qatâdah, As-Sûddî

berkata al-Imlaq adalah kemiskinan artinya dan janganlah kamu membunuh

mereka karena kemiskinan. Firman Allah dalam surah lain,

23

Al-Hafidz Abî Fidâ Ismâil bin Katsîr, Tafsîr al-Qur‟an al-Adzîm Juz 2, h. 251 24

Al-Hafidz Abî Fidâ Ismâil bin Katsîr, Tafsîr al-Qur‟an al-Adzîm Juz 2, h, 252

Page 65: ARGUMEN QUR’ANI TENTANG PERSOALANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40611/2/INDAH... · peradaban manusia.1 ... n Hukum Positif dan Hukum Islam ... “Argumen Qur’ani

51

ل قه ي خشتإ دم ى أ حقخي“Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut

kemiskinan.”

Artinya takut akan terjadi kemiskinan untuk waktu yang akan datang,

karena itu disebutkan setelahnya,

خط ما قخي إ إام سشق امبسا اح“Kamilah yang akan memberi rezeki kepada mereka dan juga kepadamu.

Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar.”

Disebutkan bahwa Allah memberikan rezeki kepada mereka terlebih dulu

agar dapat dijadikan perhatian dengan mereka. Artinya janganlah kalian takut

akan kemiskinan lantaran mereka bersama kalian, karena rezeki mereka ada pada

Allah. Adapun ayat yang sedang dibahas ini menyebutkan tentang kemiskinan yag

sedang dialami seseorang, maka Allah berfirman إا سشقن Kami akan“ ح

memberi rezeki kepadamu dan kepada mereka.” karena yang paling penting di

sini bahwa Allah akan memberi rezeki kepada mereka.25

Firman Allah ه بط ا ا ظس ا حش ٱىف حقسب ل “Dan janganlah kamu

mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di antaranya

maupun yang tersembunyi.” sama seperti firman Allah,

قو زب حس ا حشٱإ ىف بط ا ا ظس ا ٱ ث ٱل سىبغ بغ

بىحقٱ حشسم أ ٱ لل ب ه ص ى ا ۦ عيى حقى أ ا ا ٱظيط للل ا حعي

“Katakanlah: "Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik

yang nampak ataupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar

hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan)

mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan

hujjah untuk itu dan (mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allah

apa yang tidak kamu ketahui.”

Firman Allah بٱىحق إل ٱلل حس ٱىخ ٱىفط حقخي ل “Dan janganlah kamu

membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan

25

Al-Hafidz Abî Fidâ Ismâil bin Katsîr, Tafsîr al-Qur‟an al-Adzîm Juz 2, h. 253

Page 66: ARGUMEN QUR’ANI TENTANG PERSOALANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40611/2/INDAH... · peradaban manusia.1 ... n Hukum Positif dan Hukum Islam ... “Argumen Qur’ani

52

sesuatu (sebab) yang benar.” larangan ini termasuk yang disebutkan oleh Allah

sebagai penguat. Jika tidak maka hal ini masuk ke dalam larangan dari perbuatan

keji yang terlihat dan tersembunyi. Firman Allah حعقي ىعين بۦ ن ى ص ىن ذ

“Demikian itu yang diperintahkan kepadamu supaya kamu memahami(nya)”

Artinya ini yang termasuk diperintahkan kepada kalian, agar kalian memahami

tentang perintah dan larangan Allah. 26

3. Al-Qur‟an Surah an-Nisâ Ayat 29

a. Redaksi Ayat

ا ٱ أ بىر ن ب ىن أ حأمي ل طوٱء عىب سة حج حن أ إل

إ أفعن لحقخي ن ٱحس ض الل ا زح بن ٤ما“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta

sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang

berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu

membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang

kepadamu.”

b. Penafsiran Ayat

Firman Allah أفعن حقخي ل “Dan janganlah kamu membunuh dirimu.”

yaitu dalam perkara-perkara yang Allah perintahkan dan larang kepada kalian.

Oleh karena itu Allah berfirman,

ىلعيى ذ ما ازا فصي افع ا ظي ا ا عد ىل ٱفعوذ عس لل

“Dan barangsiapa berbuat demikian dengan melanggar hak dan aniaya,

maka Kami kelak akan memasukkannya ke dalam neraka. Yang demikian

itu adalah mudah bagi Allah.”

Barangsiapa yang melakukan hal-hal yang telah Allah larang dengan

melanggar hak dan zalim dalam melakukannya, yaitu mengetahui akan

pengharaman hal tersebut dan tetap berani melanggarnya. Ayat ini merupakan

peringatan dan ancaman yang sangat keras dari Allah, maka setiap orang yang

26

Al-Hafidz Abî Fidâ Ismâil bin Katsîr, Tafsîr al-Qur‟an al-Adzîm Juz 2, h. 253

Page 67: ARGUMEN QUR’ANI TENTANG PERSOALANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40611/2/INDAH... · peradaban manusia.1 ... n Hukum Positif dan Hukum Islam ... “Argumen Qur’ani

53

memiliki akal yang sehat dan hati yang bersih dari kalangan orang-orang yang

memeiliki pendengaran dan menyaksikan hendaknya selalu bersikap waspada.27

4. Al-Qur‟an Surah Yûsuf Ayat 87

a. Redaksi Ayat

ل ع حا هز ٱلل ط الۥإ ز ٱلل إل ٱىق فس ٧٨ٱىن

“Dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada

berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir.”

b. Penafsiran Ayat

Allah berfirman mengabarkan tentang Ya‟qûb, bahwa dia memerintahkan

anak-anaknya agar pergi ke negeri Mesir untuk mencari tahu kabar berita tentang

Yûsuf dan saudaranya, Bunyamin. Ya‟qûb memberi semangat dan berita gembira

kepada mereka, dan memerintahkan mereka agar tidak berputus asa dari rahmat

Allah, yaitu agar mereka tidak memutus harapan dan cita-cita mereka dari Allah

dalam meraih dan mencapai apa yang sedang mereka cari, karena tidak ada yang

memutus harapan dan asa dari Allah melainkan orang-orang kafir.28

5. Al-Qur‟an Surah al-Mulk Ayat 2

a. Redaksi Ayat

ثٱخيقىريٱ ةٱى ىح لا ع أحع ن أ م ىغفزٱىعصصٱىبي“Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di

antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha

Pengampun.”

b. Penafsiran Ayat

Allah berfirman ة ٱىح ث ٱى ”.Yang menjadikan mati dan hidup“ ٱىريخيق

maksudnya Allah telah mengadakan ciptaan-Nya dari yang sebelumnya tidak ada,

27

Al-Hafidz Abî Fidâ Ismâil bin Katsîr, Tafsîr al-Qur‟an al-Adzîm Juz 1, h. 637 28

Al-Hafidz Abî Fidâ Ismâil bin Katsîr, Tafsîr al-Qur‟an al-Adzîm Juz 2, h. 641

Page 68: ARGUMEN QUR’ANI TENTANG PERSOALANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40611/2/INDAH... · peradaban manusia.1 ... n Hukum Positif dan Hukum Islam ... “Argumen Qur’ani

54

untuk menguji mereka, siapakah di antara mereka yang lebih baik amalnya.

Sebagaimana firman Allah dalam surah al-Baqarah ayat 28 :

ف بم ٱحنفس حسجعلل إى ث حن ث خن ث ه ن افأح حا أ مخ ٧

“Mengapa kamu kafir kepada Allah, padahal kamu tadinya mati, lalu

Allah menghidupkan kamu, kemudian kamu dimatikan dan dihidupkan-

Nya kembali, kemudian kepada-Nya-lah kamu dikembalikan.”

Allah menamakan keadaan yang pertama yaitu tidak ada dengan sebutan

kematian, dan menamakan pertumbuhan selanjutnya dengan sebutan kehidupan.

Firman Allah Allah لا ع أحع أن م Supaya Dia menguji kamu, siapa di“ ىبي

antara kamu yang lebih baik amalnya.” maksudnya yang lebih bagus amal

perbuatannya, sebagaimana yang dikatakan Muhammad bin Ajlan bahwa Allah

tidak mengatakan “Yang paling banyak amalnya”. Firman-Nya ٱىغفز ٱىعصص

“Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun,” maksudnya Dia Maha Perkasa,

Maha Agung, Maha Kuat, dan Maha Mulia. Namun bersamaan dengan itu Dia

Maha Pengampun kepada orang-orang yang mau bertaubat dan kembali kepada-

Nya. Jadi meskipun Allah Maha Perkasa, namun Dia mudah mengampuni,

menyayangi, memaafkan dan membebaskan.29

6. Al-Qur‟an Surah Yûnus Ayat 49

a. Redaksi Ayat

قو يلل لضسا ىفعأ فعا اإل شا ء تىنوٱلل جا ءإذ أجوأ أجي

عخفل لظاعتارخس ٤عخقد

“Katakanlah: "Aku tidak berkuasa mendatangkan kemudharatan dan tidak

(pula) kemanfaatan kepada diriku, melainkan apa yang dikehendaki

Allah". Tiap-tiap umat mempunyai ajal. Apabila telah datang ajal mereka,

maka mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak

(pula) mendahulukan(nya).”

29

Al-Hafidz Abî Fidâ Ismâil bin Katsîr, Tafsîr al-Qur‟an al-Adzîm Juz 4, h. 510

Page 69: ARGUMEN QUR’ANI TENTANG PERSOALANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40611/2/INDAH... · peradaban manusia.1 ... n Hukum Positif dan Hukum Islam ... “Argumen Qur’ani

55

b. Penafsiran Ayat

Firman Allah قو يلل لضسا ىفعأ فعا اإل شا ء ٱلل “Katakanlah: "Aku tidak

berkuasa mendatangkan kemudharatan dan tidak (pula) kemanfaatan kepada

diriku, melainkan apa yang dikehendaki Allah.” yaitu Nabi Muhammad tidak

akan mengatakan apapun kecuali apa yang telah Allah ajarkan, dan tidak mampu

melakukan suatu apapun yang disembunyikan kecuali jika Allah

memperlihatkannya kepadaku. Jadi, Nabi Muhammad hanyalah seorang hamba

dan Rasul yang diutus kepada kalian, dan Nabi telah mengabarkan kepada kalian

tentang kedatangan hari kiamat dan sesungguhnya itu benar-benar terjadi, namun

Allag tidak memberitahukan kepadaku tentang waktu kejadiannya. Akan tetapi

Allah berfirman تىنو أجوأ “Tiap-tiap umat mempunyai ajal.” yaitu masing-

masing generasi memiliki masa usia yang telah ditetapkan. Apabila ajal mereka

telah selesai, mereka tidak dapat meminta penundaan atau percepatan sekalipun.

Yaitu sama seperti firman Allah,30

ى س ٱؤخ لل ٱفعاإذ جا ءأجيا لل ي احع ب خبس

“Dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan (kematian) seseorang

apabila telah datang waktu kematiannya. Dan Allah Maha Mengenal apa

yang kamu kerjakan.”

7. Al-Qur‟an Surah Luqman Ayat 17

a. Redaksi Ayat

ب ةٱأق ي سبىص أ عسفٱ ٱى نسٱع صبسٱى ا أصابله عيى

عص ىل ذ زٱإ ٨ل“Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang

baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan

30

Al-Hafidz Abî Fidâ Ismâil bin Katsîr, Tafsîr al-Qur‟an al-Adzîm Juz 2, h. 552

Page 70: ARGUMEN QUR’ANI TENTANG PERSOALANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40611/2/INDAH... · peradaban manusia.1 ... n Hukum Positif dan Hukum Islam ... “Argumen Qur’ani

56

bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang

demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).”

b. Penafsiran Ayat

Allah berfirman ة ي ٱىص أق ب “Hai anakku, dirikanlah shalat.” yaitu sesuai

dengan ketentuannya, fardhunya, dan waktunya. نس ٱى ع ٱ عسف بٱى س أ “Dan

suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari

perbuatan yang mungkar.” yaitu sesuai dengan kemampuan dan kesanggupanmu.

أصابل ا عيى ٱصبس “Dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu.” Dia

tahu bahwa orang yang memerintahkan kepada kebaikan dan orang yang

mencegah dari kemungkaran pasti akan mendapat gangguan dari orang-orang.

Oleh karena itu Allah memerintahkan agar tetap bersabar. ز ٱل عص ىل ذ إ

“Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh

Allah)” yaitu bahwa bersabar terhadap gangguan orang-orang termasuk di antara

perkara-perkara yang diwajibkan oleh Allah.31

8. Al-Qur‟an Surah Ali Imrân Ayat 135

a. Redaksi Ayat

ٱ ذمس ىر أفع ظي حشتأ ٱإذ فعي ف ظخغفس ٱفلل ىرب

بٱغفس ىر ٱإل لل عي افعي عيى صس ى “Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau

menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun

terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa

selain dari pada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya

itu, sedang mereka mengetahui.”

b. Penafsiran Ayat

Firman Allah أ ظي أ حشت ف فعي إذ ٱىر ىرب فٱظخغفس ٱلل ذمس فع “Dan

(juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya

diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa

31

Al-Hafidz Abî Fidâ Ismâil bin Katsîr, Tafsîr al-Qur‟an al-Adzîm Juz 3, h. 588.

Page 71: ARGUMEN QUR’ANI TENTANG PERSOALANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40611/2/INDAH... · peradaban manusia.1 ... n Hukum Positif dan Hukum Islam ... “Argumen Qur’ani

57

mereka.” artinya jika muncul dosa dari mereka, maka mereka iringi dengan taubat

dan istigfar. Firman Allah ٱلل إل ب ٱىر غفس “Dan siapa lagi yang dapat

mengampuni dosa selain dari pada Allah.” artinya tidak ada yang

mengampuninya seorangpun selain Dia, sebagaimana Imam Ahmad

meriwayatkan dari Aswâd bin Sari‟ bahwasanya Nabi Muhammad didatangkan

kepadanya seorang tawanan, lalu dia berkata, “Ya Allah sesungguhnya aku

bertaubat kepada Engkau dan tidak bertaubat kepada Muhammad.” Maka Nabi

bersabda, “Dia mengetahui kebenaran kepada pemiliknya.” 32

Firman Allah عي فعي ا عيى صس ى “Dan mereka tidak

meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui.” artinya mereka

bertaubat dari dosa-dosa mereka, dan mereka kembalinkepada Allah dalam waktu

dekat, tidak terus menerus melakukan kemaksiatan dan meneruskan perbuatannya

tidak melepaskan diri darinya, meskipun terulang-ulang dosa itu dari mereka,

mereka tetap bertaubat dari-Nya. Barangsiapa yang bertaubat, maka Allah akan

mengampuninya, begitu juga dengan firman Allah,33

أى أ للٱعي قبو بتٱ عبادىخ ۦع أخر جٱ دق ىص أ للٱ

بٱ ٱىخ ح ىس“Tidaklah mereka mengetahui, bahwasanya Allah menerima taubat dari

hamba-hamba-Nya dan menerima zakat dan bahwasanya Allah Maha

Penerima taubat lagi Maha Penyayang.”

C. Persamaan dan Perbedaan Argumen Ayat

Tabel 4.1: Persamaan dan Perbedaan Argumen Ayat

No. Nama Surah Tafsir Argumen

1. Al-Mâ‟idah Ayat 32

Barangsiapa yang

membunuh satu jiwa

tidak dengan qishash

atau karena membuat

satu kerusakan di muka

bumi, dan dia

Tindakan

menghilangkan jiwa

milik orang lain

adalah perbuatan

melawan hukum

Allah. Tindakan

32

Al-Hafidz Abî Fidâ Ismâil bin Katsîr, Tafsîr al-Qur‟an al-Adzîm Juz 1, h. 539. 33

Al-Hafidz Abî Fidâ Ismâil bin Katsîr, Tafsîr al-Qur‟an al-Adzîm Juz 1, h. 540.

Page 72: ARGUMEN QUR’ANI TENTANG PERSOALANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40611/2/INDAH... · peradaban manusia.1 ... n Hukum Positif dan Hukum Islam ... “Argumen Qur’ani

58

menghalalkan untuk

membunuhnya, maka

seakan-akan dia telah

membunuh manusia

seluruhnya, karena dia

tidak membedakan mana

jiwa yang boleh

membunuh, dan mana

yang tidak boleh

dibunuh.

menghilangkan jiwa

hanya diberikan

kepada lembaga

peradilan sesuai

dengan aturan pidana

Islam. Ini pun

dilakukan dalam

rangka memelihara

dan melindungi jiwa

manusia secara

keseluruhan. Orang

yang menghilangkan

nyawa orang lain

tanpa alasan yang

dibenarkan agama,

sama halnya dengan

merusak tatanan

kehidupan

masyarakat

seluruhnya

2. Al-An‟âm Ayat 151

Larangan ini termasuk

yang disebutkan oleh

Allah sebagai penguat.

Jika tidak maka hal ini

masuk ke dalam larangan

dari perbuatan keji yang

terlihat dan tersembunyi

Ayat ini merupakan

larangan membunuh

orang lain kecuali

dengan hak

3. An-Nisâ Ayat 29

. Ayat ini merupakan

peringatan dan ancaman

yang sangat keras dari

Allah, maka setiap orang

yang memiliki akal yang

sehat dan hati yang

bersih dari kalangan

orang-orang yang

memiliki pendengaran

dan menyaksikan

hendaknya selalu

bersikap waspada

Larangan membunuh

dirinya sendiri seperti

pasien yang sedang

mengalami sakit

yanng

berkepanjangan

meminta kepada

dokter untuk

mengakhiri hidupnya

4. Yûsuf Ayat 87

Allah memerintahkan

agar tidak berputus asa

dari rahmat Allah, yaitu

agar tidak memutus

harapan dan cita-cita dari

Allah dalam meraih dan

mencapai apa yang

sedang dicari, karena

tidak ada yang memutus

Mengakhiri hidup

seseorang walaupun

dengan alasan

kemanusiaan, pada

hakikatnya telah

berputus asa dari

rahmat Allah

Page 73: ARGUMEN QUR’ANI TENTANG PERSOALANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40611/2/INDAH... · peradaban manusia.1 ... n Hukum Positif dan Hukum Islam ... “Argumen Qur’ani

59

harapan dan asa dari

Allah melainkan orang-

orang kafir

5. Al-Mulk Ayat 2

Allah telah mengadakan

ciptaan-Nya dari yang

sebelumnya tidak ada,

untuk menguji mereka,

siapakah di antara

mereka yang lebih baik

amalnya

hidup dan mati adalah

di tangan Allah, jadi

hanya Allahlah yang

berhak menentukan

hidup dan mati

seseorang, bukan

keluarga, dokter

maupun pasien.

6. Yûnus Ayat 49

masing-masing generasi

memiliki masa usia yang

telah ditetapkan. Apabila

ajal mereka telah selesai,

mereka tidak dapat

meminta penundaan atau

percepatan sekalipun.

Pelaksanaan eutanasia

aktif bertentangan,

baik dari sudut

pandang agama,

undang-undang,

maupun etik

kedokteran. Persoalan

hidup mati

sepenuhnya hak

Allah. Manusia tidak

bisa mengambil hak

Allah, betapa pun

parahnya penyakit,

pengobatan tidak

boleh dihentikan.

7. Luqman Ayat 17

Luqman memerintahkan

anaknya untuk bersabar

atas segala kesusahan

dunia, seperti penyakit

dan lainnya. Serta takut

kepada Allah

Perintah agar sabar

dan tawakkal

menghadapi musibah

yang sedang dialami

8. Ali Imrân Ayat 135

jika muncul dosa dari

mereka, maka mereka

iringi dengan taubat dan

istigfar.tidak ada yang

mengampuninya

seorangpun selain Dia,

Perintah perintah

banyak istigfar dan

berdo‟a, karena Allah

maha memberi

kemudahan

Page 74: ARGUMEN QUR’ANI TENTANG PERSOALANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40611/2/INDAH... · peradaban manusia.1 ... n Hukum Positif dan Hukum Islam ... “Argumen Qur’ani

60

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan di atas, maka dapat disimpulkan

bahwa di antara ulama Indonesia yang tidak menyetujui melakukan eutanasia aktif

yaitu Quraish shihab, berdasarkan pandangannya pada ayat al-Qur‟an surah Yusuf

ayat 87 yang menyatakan bahwa seorang muslim tidak berputus asa akan

pertolongan Allah, kecuali orang-orang kafir. Karena mengakhiri hidup seseorang

walaupun dengan alasan kemanusiaan, pada hakikatnya ia telah berputus asa dari

rahmat Allah.

Sementara itu, adapula ulama non Indonesia yang beragumen mengenai

eutanasia namun pandangannya tidak didasarkan pada al-Qur‟an, yaitu Yûsuf

Qordhowî, menurutnya eutanasia yang dilakukan secara aktif atau memudahkan

proses kematian secara aktif pada dasarnya dokter telah melakukan tindak

pembunuhan, karena dokter telah melakukan tindakan aktif dengan tujuan

menghilangkan nyawa pasien dan mempercepat kematiannya melalui pemberian

obat atau yang lainnya.

Berdasarkan penelitian ini, penulis menyimpulkan bahwa melakukan

tindakan eutanasia dalam bentuk apapun tidak dapat dibenarkan, tentu dengan

berbagai alasan, yaitu pertama, berdasarkan al-Qur‟an surah Yusuf ayat 87,

menghilangkan nyawa dengan cara eutanasia pada hakikatnya telah berputus asa

dari rahmat Allah. Kedua, berdasarkan al-Qur‟an surah Yunus ayat 49, karena

hidup adalah anugerah Allah maka Allah pula yang berhak mencabutnya. Ketiga,

Page 75: ARGUMEN QUR’ANI TENTANG PERSOALANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40611/2/INDAH... · peradaban manusia.1 ... n Hukum Positif dan Hukum Islam ... “Argumen Qur’ani

61

berdasarkan al-Qur‟an surah al-Mâ‟idah ayat 32, karena Islam sangat menghargai

jiwa, lebih-lebih terhadap jiwa manusia.

B. Saran

Studi ini hanya berfokus pada perspektif para ulama saja, padahal

eutanasia cukup penting sehingga perlu pembahasan yang lebih luas. Oleh karena

itu, penelitian ini perlu dilanjutkan dengan perspektif keilmuan lain.

Dokter harus hati-hati dalam mengambil keputusan karena kerelaan pasien

tidak bisa dijadikan sebagai dalil bolehnya melakukan eutanasia. Dokter juga

diharapkan tetap berpegang pada kode etik kedokteran sehingga tindakan yang

mengarah kepada percepatan proses kematian bisa dihindari.

Pasien hendaknya bersabar dan tawakal dalam menerima cobaan berupa

penyakit yang ia derita. Pasien harus percaya bahwa musibah itu pasti datang

beserta solusinya. Karena Allah tidak akan memberikan cobaan di luar batas

kemampuan hambanya.

Page 76: ARGUMEN QUR’ANI TENTANG PERSOALANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40611/2/INDAH... · peradaban manusia.1 ... n Hukum Positif dan Hukum Islam ... “Argumen Qur’ani

62

DAFTAR PUSTAKA

Assyaukanie, Luthfi, Politik, HAM dan Isu-isu Teknologi Dalam Fikih

Kontemporer. Bandung: Pustaka Hidayah, 1998.

Bakker, Anton, dan Achmad Chairis Zubair Zubair. Metode Penulisan Filsafat.

Yogyakarta: Kanisius, 1994.

Bujairimi, Sulaiman Al-, Bujairimi „ala al-Khaṯib, Beirut: Dârul al-Kutub al-

„Ilmiyah, Jilid ke-2, 1996.

Departemen Agama RI, Mukadimah Al-Qur‟an dan Tafsirnya, Jakarta:

Departemen Agama RI, 2009.

Erwin, Rudi T., dkk. Himpunan Undang-undang dan Peraturan-peraturan

Hukum Pidana, Jakarta: Aksara Baru, 1979.

Halimi, Imron, Eutanasia: Cara Mati Terhormat Orang Modern, Solo:

Ramadhan, 1990.

Hanafiah, M. Jusuf dan Amri Amir, Etika Kedokteran Dan Hukum Kesehatan,

Jakarta: EGC, 1997.

Ismail, Tinjauan Islam Terhadap Eutanasia, Jakarta: PBB UIN dan KAS, 2003.

Kaltsum, Lilik Ummu dan Abdul Moqsith Ghazali, Tafsir Ayat-Ayat Ahkam,

Ciputat : UIN Press, 2015.

Karyadi, Petrus Yoyo, Eutanasia dalam Perspektif Hak Asasi Manusia,

Yogyakarta: Media Press Indo, 2001.

Kasdi, Abdurrahman, Tafsir Ayat-Ayat Ahkam, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2014.

Katsîr, al-Hafidz Abî Fidâ Ismâil bin, Tafsîr al-Qur‟an al-Adzîm, Riyadh:

Maktabah Dârussalâm, 1994

Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟an, Al-Qur‟an dan Isu-isu Kontemporer I,

Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟an, 2012.

Majalah Panji Masyarakat, No. 846, 01-15 Januari 1996.

Marâgi, Ahmad Muṣṭafâ al-, Tafsîr al-Marâgi, Beirut: Dârul Fikr, 2001.

Maryanti, Ninik, Malpraktek Kedokteran dari segi hukum pidana dan perdata,

Jakarta: Bina Aksara, 1988.

Page 77: ARGUMEN QUR’ANI TENTANG PERSOALANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40611/2/INDAH... · peradaban manusia.1 ... n Hukum Positif dan Hukum Islam ... “Argumen Qur’ani

63

Masyhuri, A. Aziz, Masalah Keagamaan Hasil Muktamar dan Munas Ulama

Nahdlatul Ulama, Surabaya: Dinamika Press, 1998.

Muhammad, Kartono, Eutanasia Dipandang dari Etika Kedokteran, Jakarta:

Sinar Harapan, 1984.

MUI, Himpunan Keputusan dan Fatwa Majlis Ulama Indonesia, Jakarta: MUI, 1997.

Muslih, Ahmad Wardi, Eutanasia Menurut Pandangan Hukum Positif dan Hukum

Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2014.

, Hukum Pidana Islam, Jakarta: Sinar Grafika, 2005.

Notoatmodjo, Soekidjo, Etika dan Hukum Kesehatan, Jakarta: PT Rineka Cipta,

2010.

O Katsoff, Lois. Pengantar Filsafat. Dialihbahasakan oleh Suyono Sumargono.

Yogyakarta, 1992.

Prakoso, Djoko dan Djaman Andhi Nirwanto, Eutanasia Hak Asasi Manusia dan

Hukum Pidana, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1984.

PT. Cipta Adi Pustaka, Ensiklopedi Nasional Indonesia, cet I, 1989.

Qordhowî, Yûsuf, Fatwa-Fatwa Kontemporer, Jakarta: Gema Insani Press, 1995.

Qurthubî, Al-, Al Jâmi‟ lil Ahkâm AlQur‟an, terj. Ahmad Rijali Kadir, Jakarta:

Pustaka Azzam, 2008.

Rahman, Fazlur, Etika pengobatan Islam: Penjelajahan Seorang Neomodernis

Bandung: Mizan, 1999.

Rada, Arifin, “Eutanasia dalam Perspektif Hukum Islam”, Jurnal Perspektif, vol.

XVIII, no. 2, Mei 2013.

Rahmat, “Eutanasia dalam Perspektif Islam” Jurnal Tribakti, vol. 19, no.2, 1 Juli

2008.

Santoso, Topo, Menggagas Hukum Pidana Islam, Bandung: Asy Syaamil Press &

Grafika, 2000.

Shihab, M. Quraish, Fatwa-Fatwa M. Quraish Shihab: Wawasan Agama Islam,

Bandung: Mizan, 1999.

, Kaidah Tafsir, Jakarta: Lentera Hati, 2013.

, Menjemput Maut: Bekal Perjalanan Menuju Allah SWT, Jakarta: Lentera

Hati, 2002.

Page 78: ARGUMEN QUR’ANI TENTANG PERSOALANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40611/2/INDAH... · peradaban manusia.1 ... n Hukum Positif dan Hukum Islam ... “Argumen Qur’ani

64

, Membumikan Al-Quran, Bandung: Mizan, 1997.

Ṣâbûnî, Alî Aṣ-, Rawa‟i al-Bayan: Tafsir Ayat al-Ahkam min al-Qur‟an, T.tp.:

Dar al-Fikr, t.t., h. 182.

, Alî Aṣ-, Shafwatut Tafasir, terj. KH. Yasin, Jakarta: Pustaka Kautsar,

2011.

Suma, Amin Muhammad, Pidana Islam di Indonesia: Peluang, Prospek dan

Tantangan, Jakarta: Pustaka Firdaus, 2001.

Sutarno, Hukum Kesehatan: Eutanasia, Keadilan dan Hukum Positif di Indonesia,

Jakarta: Setara Press, 2014.

Syakir, Syaikh Ahmad, Mukhtasar Tafsir Ibnu Katsir, Jakarta: Darussunah, 2014.

Tim Lajnah Ta‟lif Wa Nasyr (LTN) PBNU, Solusi Problematika Aktual Hukum Islam

Keputusan Muktamar, Munas dan Konbes Nahdlatul Ulama (1926-2010),

Surabaya: Khalista, 2011.

Triwibowo, Cecep, Etika & Hukum Kesehatan, Yogyakarta: Nuha Medika, 2014.

Wiradharma, Danny, Etika Profesi Medis, Jakarta: Penerbit Universitas Trisakti,

1999.

Yanggo, T. Chuzaimah dan Hafidz Anshary, Problematika Hukum Islam

Kontemporer, Jakarta: PT Pustaka Firdaus, 1995.

Yusuf, Kadar M., Tafsir Ayat Ahkam, Jakarta: Amzah, 2013.

Zuhailî, Wahbah az-, Al-Fiqh Al-Islâmî wa Adilatuhû, Damaskus: Dar al-Fikr,

1989.