pembelajaran penalaran argumen berbasis peta

10
Prosiding Seminar Nasional Kimia, ISBN : 978-602-0951-00-3 Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Surabaya, 20 September 2014 C - 134 PEMBELAJARAN PENALARAN ARGUMEN BERBASIS PETA KONSEP UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP KIMIA LEARNING OF ARGUMENT REASONING BASED ON CONCEPT MAP FOR IMPROVING CHEMISTRY UNDERSTANDING Tri Santoso, Supriadi Pendidikan Kimia PMIPA FKIP Universitas Tadulako Jl. Soekarno Hatta Km.9 Telp. (0451) 422611 Email : [email protected] , [email protected] Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk merancang model pembelajaran penalaran argumen berbasis peta konsep untuk meningkatkan pemahaman konsep kimia. Metode penelitian yang digunakan adalah studi pustaka dan lapangan. Studi pustaka yang dilakukan meliputi analisis konsep, indikator keterampilan bernalar, perangkat pembelajaran, serta teori dan temuan penelitian tentang keterampilan bernalar dan usaha untuk membangkitkannya, dan pendekatan peta konsep. Sementara itu, studi lapangan yang dilakukan meliputi analisis sumber daya pendukung pembelajaran, konteks-konteks kimia dasar, proses pembelajaran yang dilaksanakan oleh dosen-dosen kimia dasar, dan karakteristik mahasiswa. Hasil-hasil yang diperoleh dari studi pustaka dan lapangan, selanjutnya, digunakan untuk merancang draft model pembelajaran penalaran argumen berbasis peta konsep. Karakteristik dari draft model pembelajaran yang dikembangkan adalah: (1). memfokuskan perhatian dengan mengajukan pertanyaan pada diri sendiri, seperti sentral kata apa yang bisa digunakan untuk membangun peta konsep ? (2). mengkontruksi peta konsep dengan pertanyaan kritis pada diri sendiri, misalnya mempertanyakan dan mengurutkan konsep ( kata kunci ) dari yang paling abstrak dan inklusif ke yang paling konkret dan spesifik; (3) merancah penalaran untuk mengkontruksi pengetahuan dengan menggunakan keterampilan metakognitif bertanya, contoh apa penjelasan saya untuk struktur peta konsep ini?, dan (4). Konsolidasi dengan cara menentang ide. Kata kunci: penalaran, argumen, peta konsep, pemahaman konsep Abstract. The study aimed for designing model of argument reasoned and concept map-based learning in order to improve students’ chemistry concept understanding. For that reason, literature and field studies were conducted. Literature study that was conducted covered analysis of concepts, reasoning skill indicators, teaching and learning program used by chemistry lectures, theories and research findings relating to the teaching and learning of reasoning skills. On the other hand, field study that was conducted covered analysis of facilities supporting the teaching and learning, chemistry context, the teaching and learning processes conducted by chemistry lectures, and students’ characteristics. Findings of the studies, then, were used to design the program. The characteristics of the model were: (1) focus by asking yourself questions, for axample what is the central word, concept, question or problem that can be used to construct diagrams or concept maps?, (2) construct concept maps with critical questions to yourself, i.e questioned and sort concepts (keywords) of the most abstract and inclusive to the most concrete and specific; (3) guiding reasoning to construct knowledge using metacognitive skills to ask; and (4) consolidation by opposed to the idea. Keywords: reasoning, argument, concept map, concept understanding

Upload: trinhbao

Post on 08-Dec-2016

239 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: PEMBELAJARAN PENALARAN ARGUMEN BERBASIS PETA

Prosiding Seminar Nasional Kimia, ISBN : 978-602-0951-00-3 Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Surabaya, 20 September 2014

C - 134

PEMBELAJARAN PENALARAN ARGUMEN BERBASIS PETA KONSEP UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP KIMIA

LEARNING OF ARGUMENT REASONING BASED ON CONCEPT MAP FOR

IMPROVING CHEMISTRY UNDERSTANDING

Tri Santoso, Supriadi Pendidikan Kimia PMIPA FKIP Universitas Tadulako

Jl. Soekarno Hatta Km.9 Telp. (0451) 422611

Email : [email protected], [email protected]

Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk merancang model pembelajaran penalaran argumen berbasis peta konsep untuk meningkatkan pemahaman konsep kimia . Metode penelitian yang digunakan adalah studi pustaka dan lapangan. Studi pustaka yang dilakukan meliputi analisis konsep, indikator keterampilan bernalar, perangkat pembelajaran, serta teori dan temuan penelitian tentang keterampilan bernalar dan usaha untuk membangkitkannya, dan pendekatan peta konsep. Sementara itu, studi lapangan yang dilakukan meliputi analisis sumber daya pendukung pembelajaran, konteks-konteks kimia dasar, proses pembelajaran yang dilaksanakan oleh dosen-dosen kimia dasar, dan karakteristik mahasiswa. Hasil-hasil yang diperoleh dari studi pustaka dan lapangan, selanjutnya, digunakan untuk merancang draft model pembelajaran penalaran argumen berbasis peta konsep. Karakteristik dari draft model pembelajaran yang dikembangkan adalah: (1). memfokuskan perhatian dengan mengajukan pertanyaan pada diri sendiri, seperti sentral kata apa yang bisa digunakan untuk membangun peta konsep ? (2). mengkontruksi peta konsep dengan pertanyaan kritis pada diri sendiri, misalnya mempertanyakan dan mengurutkan konsep ( kata kunci ) dari yang paling abstrak dan inklusif ke yang paling konkret dan spesifik; (3) merancah penalaran untuk mengkontruksi pengetahuan dengan menggunakan keterampilan metakognitif bertanya, contoh apa penjelasan saya untuk struktur peta konsep ini?, dan (4). Konsolidasi dengan cara menentang ide. Kata kunci: penalaran, argumen, peta konsep, pemahaman konsep Abstract. The study aimed for designing model of argument reasoned and concept map-based learning in order to improve students’ chemistry concept understanding. For that reason, literature and field studies were conducted. Literature study that was conducted covered analysis of concepts, reasoning skill indicators, teaching and learning program used by chemistry lectures, theories and research findings relating to the teaching and learning of reasoning skills. On the other hand, field study that was conducted covered analysis of facilities supporting the teaching and learning, chemistry context, the teaching and learning processes conducted by chemistry lectures, and students’ characteristics. Findings of the studies, then, were used to design the program. The characteristics of the model were: (1) focus by asking yourself questions, for axample what is the central word, concept, question or problem that can be used to construct diagrams or concept maps?, (2) construct concept maps with critical questions to yourself, i.e questioned and sort concepts (keywords) of the most abstract and inclusive to the most concrete and specific; (3) guiding reasoning to construct knowledge using metacognitive skills to ask; and (4) consolidation by opposed to the idea. Keywords: reasoning, argument, concept map, concept understanding

Page 2: PEMBELAJARAN PENALARAN ARGUMEN BERBASIS PETA

Prosiding Seminar Nasional Kimia, ISBN : 978-602-0951-00-3 Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Surabaya, 20 September 2014

C - 135

PENDAHULUAN

Upaya pemerintah dalam meningkatkan mutu pendidikan secara secara terus menerus dilaksa-nakan baik dalam hal meningkatkan mutu dosen, perbaikan sarana prasarana, maupun perubahan kuikulum. Evaluasi terhadap kurikulum dari tahun ke tahun tetap diupayakan sehingga yang terakhir ini lahirlah Kurikulum 2013. Kurikulum ini untuk jenjang pendidikan menengah atas, penalaran merupakan salah satu komponen kom-petensi inti keterampilan yang harus dikembang-kan, diperkuat dan diperkaya dalam pembela-jaran termasuk didalamnya pembelajaran kimia.

Peserta didik sering mengalami kesulitan dalam memahami berbagai konsep Kimia karena istilah-istlah bahasa yang spesifik, konsepnya bersifat matematis dan abstrak (Saouma, & May, 2008). Indikasi bahwa pebelajar menga-lami kesulitan dalam memahami konsep kimia diperlihatkan oleh beberapa fakta berikut. Hasil analisis UN tahun 2008 s.d 2010 di Sulawesi Tengah Kabupaten Donggala penca-paian Ketuntasan Kelulusan Minimal (KKM) untuk materi tertentu seperti laju reaksi (57,25%), termokimia (34,13%), kesetimbangan kimia 35,99%, pH larutan (46,9 %) dan ikatan kimia (28,91 %) masih jauh dibawah Standar Kompetensi Kelulusan ≤ 60 % (Direktorat Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat, 2012). Gejala-gejala yang serupa terjadi pada mahasiswa kimia FKIP Universitas Tadulako. Hasil evaluasi perkuliahan Kimia Dasar tahun 2009/2010 dilaporkan kelulusan mahasiswa hanya mencapai 62 % di bawah SKL (70%) (Tim Pembina Mata Kuliah Kimia Dasar, 2010). Terkait dengan pemahaman konsep kimia, Redhana & Kirna (2004) melaporkan dalam penelitiannya ba hwa sa lah sa tu penyebab rendahnya p res ta s i s iswa pada pela ja r -an kimia di SMA Kota S ingamangara ja Ba l i ada la h miskonsepsi siswa pada konsep-konsep kimia yang berasal dari guru. Miskon-sepsi konsep kimia pada guru terjadi juga di DIY dan Jawa Tengah, dari 125 guru kimia yang diteliti oleh Salirawati (2010), mengalami mis-konsepsi kesetimbangan kimia (57%), ikatan kimia (45%), struktur atom (54%), hukum-hukum dasar kimia (44%) dan hidrolisis garam (51%).

Berbagai model, strategi, metode dan pende-katan telah banyak untuk mengatasi masalah tersebut di atas, salah satu dari sekian banyak pendekatan yaitu penggunaan alat bantu peta konsep. Nicoll, Francisco, & Nakhleh (Novak & Canas, 2008) menyelidiki pengaruh kons-truksi peta konsep yang dibuat oleh mahasiswa setelah mengikuti perkuliahan terhadap pres-tasi dan kemampuan mahasiswa baru Kimia dalam menghubungkan antar konsep satu dengan konsep yang lain. Hasil penelitian tersebut menunjukkan hasil yang positif untuk kedua variabel. N amun demikian, peta konsep merupakan alat bantu belajar yang bersifat personal di mana siswa mengkonstruksi peta konsep dengan menggunakan istilah-istilah mereka sendiri sehingga perlu dikonfirmasi lebih lanjut. Saouma & Attieh (2008) mela-kukan penelitian yang serupa, di mana siswa diberi tugas pekerjaan rumah membuat peta konsep. Mereka melaporkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata untuk rata- rata pencapaian hasil belajar antara kelompok eksperimen dan kontrol, akan tetapi, keterkaitan antara skor peta konsep dengan skor post-tes menunujukan korelasi yang signifikan. Berdasarkan temuaan penelitianya, Saouma & May (2008) mengatakan bahwa terdapat suatu kebutuhan akan sesi pelatihan yang lebih lama dan remediasi langsung untuk memberikan kesempatan kepada peserta didik menalar dan memahami konsep secara benar.

Bernalar merupakan salah satu kemampuan yang diharapkan untuk dimiliki mahasiswa dalam mempelajari kimia. Penalaran merupakan komponen penting dalam belajar kimia dan merupakan alat untuk memahami abstraksi (Russel, 1999). Russel lebih lanjut menjelaskan bahwa penalaran merupakan bagian integral dari pemecahan masalah, jika dikaitkan dengan berpikir maka penalaran merupakan komponen utama dari berpikir yang melibatkan pembentukan generalisasi dan menggambarkan konklusi yang valid tentang ide dan bagaimana ide-ide itu dikaitkan.

Bernalar dapat juga dipandang sebagai aktivitas dinamis yang melibatkan suatu variasi cara berpikir dalam memahami ide, merumus-kan ide, menemukan relasi antara ide-ide, menggambarkan konklusi tentang ide-ide dan relasi antara ide-ide (Jones, Thornton, Langrall,

Page 3: PEMBELAJARAN PENALARAN ARGUMEN BERBASIS PETA

Prosiding Seminar Nasional Kimia, ISBN : 978-602-0951-00-3 Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Surabaya, 20 September 2014

C - 136

& Tarr, 1999). Penalaran terjadi ketika siswa: 1) mengamati pola atau keteraturan, 2) merumuskan generalisasi dan konjektur berkenaan dengan keteraturan yang diamati, 3) menilai/menguji konjektur; 4) mengkonstruk dan menilai argumen, dan 5) menggambarkan (menvalidasi) konklusi logis tentang sejumlah ide dan keterkaitannya (NCTM, 2000). Pada penelitian ini yang dimaksud dengan penalaran adalah proses pengambilan kesimpulan tentang sejumlah ide dan keterkaitannya dalam memahami fenomena untuk mengkonstruksi pengetahuan.

Pemahaman konsep lebih mendalam dan sekaligus melakukan remediasi kesalahan konsep dapat dilakukan melalui penalaran mahasiswa sendiri dengan cara mangajukan pertanyaan dan mencoba menjawabnya dari peta konsep yang mereka susun, cara ini dikenal sebagai strategi metakognisi. Strategi metakognisi memungkinkan mahasiswa untuk menilai dan menganalisa kualitas dari perta-nyaan dan jawaban yang telah mereka buat (Kaberman & Dori, 2008). Kemampuan terse-but merupakan bagian dari ketrampilan berpi-kir kritis yang mesti kita latih agar kita terampil berpikir kritis dalam situasi nyata (Fisher, 2007). Kegiatan pembelajaran yang melibatkan strategi metokognisi mendasarkan kepada teori konstruktivis psikologis personal. Teori ini menekankan keaktifan individu dalam mengkontruksi pengetahuan (Piaget dalam Schunk, (2012). Implementasi teori konstruk-tivis psikologis personal akan menemukan ken-dala ketika berhadapan dengan peserta didik yang memiliki keterbatasan kemampuan kete-rampilan metakognitif mengajukan pertanyaan. Pendalaman pemahaman konsep juga dapat dilakukan dengan cara saling bertanya dan saling menjelaskan sesama pembelajar. Jenis kegiatan pembelajaran ini mengacu pada teori belajar konstruktivis sosial. Teori belajar ini menyatakan bahwa interaksi sosial dalam proses belajar adalah penting, di mana individu dalam mengonstruksi pengetahuan memerlukan hubungan dengan lingkungan sosial.

Berdasarkan dua pandangan tersebut apabila dipadukan akan mempercepat proses pengkonstruksian pengetahuan. Artinya ketika individu mengonstruk pengetahuan, mereka difasilitasi dengan kondisi sehingga keaktifan

dan kesiapan individu secara psikologis dipe-nuhi. Selain itu dalam proses belajar mengkons-truksi pengetahuan, didukung lingkungan sosial sehingga tercipta interaksi sosial individu dengan teman belajar. Oleh karena itu, dalam penelitian ini pembelajar yang tidak terbiasa (belum terampil) mengajukan pertanyaan diran-cah dengan dukungan pertanyaan generik untuk digunakan latihan mengajukan pertanyaan pada peta konsep yang mereka susun, kemudian pembelajar mencoba menjawabnya dengan uraian penjelasan sendiri. Selanjutnya siswa saling menjelaskan dan saling memberi umpan balik sehingga masing-masing siswa dapat meningkatkan pamahaman dan keterampilan metakognisi. Dalam pelatihan, bentuk dukungan pertanyaan generik yang diberikan secara bertahap dikurangi dan akhirnya dihentikan. Jadi, penelitian ini akan dikembangkan suatu pembelajaran penalaran argumen berbasis peta konsep untuk meningkatkan pema-haman konsep kimia. Dengan demikian, pertanyaan yang dijawab melalui penelitian ini adalah: “Bagaimana model dari pembelajaran penalaran argumen berbasis peta konsep untuk meningkatkan pemahaman konsep kimia?”

II. METODE

Studi pustaka dilakukan dengan menganalisis konsep-konsep kimia, perangkat pembelajaran yang digunakan oleh dosen-dosen kimia, indikator keterampilan berpikir, dan teori-teori dan temuan-temuan penelitian yang berkaitan dengan pembelajaran keterampilan berpikir. Perangkat pembelajaran yang menjadi obyek analisis berjumlah 4 eksemplar yang dipilih dari dosen-dosen kimia dasar di Program Studi Pendidikan Kimia, Pendidikan Fisika, Pendidikan Biologi dan Pendidikan Matematika di FKIP Universitas Tadulako.

Rancangan model pembeljaran memerlukan data-data primer yang terjadi di lapangan. Oleh karena itu, studi lapangan dilakukan dengan menganalisis sumber-sumber daya pendukung pembelajaran, konteks-konteks kimia dasar, proses pembelajaran yang dilaksanakan oleh dosen-dosen kimia dasar, dan karakteristik mahasiswa. Studi lapangan ini dilakukan pada 8 sampel dosen Kimia Dasar di Jurusan PMIPA FKIP UNTAD dilaku-

Page 4: PEMBELAJARAN PENALARAN ARGUMEN BERBASIS PETA

Prosiding Seminar Nasional Kimia, ISBN : 978-602-0951-00-3 Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Surabaya, 20 September 2014

C - 137

kan secara proporsional menurut junior dan senior pada masing-masing program studi. Kepada 8 orang dosen kimia dasar tersebut diedarkan angket. Namun, jumlah angket yang dikembalikan oleh dosen-dosen sebanyak 7 eksemplar. Selanjutnya dipilih 4 orang dosen secara acak untuk diobser-vasi pembelajarannya. Tujuannya adalah untuk mengklarifikasi respon yang diberikan oleh dosen-dosen dalam angket. Hasil-hasil yang diperoleh dari studi pustaka dan lapangan ini, selanjutnya, digunakan untuk merancang draft model pembelajaran penalaran argumen berbasis peta konsep untuk meningkatkan pemaha-man konsep kimia. Draft perangkat model pembelajaran yang berhasil dirancang, kemudian, divalidasi oleh ahli, terdiri dari 1 orang dosen di luar Dosen UNTAD dan 1 orang dosen kimia berpengalaman PMIPA FKIP UNTAD. Masukan-masukan yang diberikan oleh ahli digunakan untuk menyempurnakan draft model pembelajaran penalaran argumen berbasis peta konsep untuk meningkatkan pemahaman konsep kimia yang dikembangkan.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Hasil Studi Pustaka Hasil-hasil yang diperoleh melalui studi

pustaka dapat diuraikan sebagai berikut. Hasil analisis konsep pada topik materi dan periodik, struktur molekul, stoikhiometri,termokimia, wujud zat, kesetimbangan kimia, kenetika kimia, elektrokimia, larutan kimia, kimia unsur, dan kimia organik umum diperoleh 3 jenis konsep, yaitu (1) konsep konkret (60,50%), (2) konsep abstrak (25,50%), (dan (3) konsep abstrak dengan contoh konkret (14,00%).

Hasil analisis indikator keterampilan penalaran yaitu (a) berpikir dasar dengan indikator: pemaha-man terhadap konsep- konsep, pengenalan suatu konsep ketika muncul dalam suatu situasi tertentu; (b). berpikir Kritis dengan indikator: menguji, menghubungkan, dan mengevaluasi semua aspek suatu situasi atau masalah; dan (c) berpikir Kreatif dengan indikator: (1) Orsinil (asli), efektif, dan menciptakan suatu produk yang kompleks, (2) Berdaya cipta, (3) mensintesis ide- ide, (4) membangun ide- ide dan (5) mengaplikasikan ide- ide (Krulik & Rudnick, 1995).

Hasil analisis terhadap perangkat pembelajaran yang digunakan oleh dosen kimia dasar menun-jukkan bahwa dosen-dosen merencanakan model

pembelajaran: (1) inkuiri terbimbing (10,30%), (2) dikusi informasi (18,58%), (3) kooperatif (7,44%), (4) langsung (38,84%), (5) perubahan konseptual (2,99%), (6) berbasis masalah (8,60%), dan (7) kontekstual (13,65%).

Hasil analisis terhadap teori dan temuan-temuan penelitian yang mendukung model pembelajaran yang dikembangkan diuraikan berikut ini.

Konsep Penalaran

Cavagnetto, (2010) menyatakan bahwa penalaran adalah proses pemikiran manusia yang berusaha tiba pada pernyataan baru yang merupakan kelanjutan runtut dari pernyataan lain yang diketahui. Pernyataan yang diketahui itu sering disebut dengan pangkal pikir (premis), sedangkan pernyataan baru yang ditemukan disebut kesimpulan. Ada tiga cara proses penalaran (Mercier & Sperber, 2011) yaitu: (1) The process of inferring conclusions from statements (Proses penarikan kesimpulan dari pernyataan- pernyataan), (2) The application of logic and/or abstract thought patterns in the solution of problems or the act of planning (Penggunaan logika dan/ atau pola-pola berpikir abstrak dalam penyelesaian dari masalah- masalah atau kegiatan dari perencanaan, dan (3) The ability to know some things without recourse directly to sense perceptions or immediate experience (Kemampuan untuk mengetahui sesuatu tanpa suatu cara langsung terhadap tanggapan pancaindera atau penga-laman langsung). Kemudian Becker et al. (2013), menambahkan bahwa “proses penalaran meliputi aktivitas mencari proposisi-proposisi untuk disusun menjadi premis, menilai hubungan proposisi-proposisi di dalam premis itu, dan menentukan konklusinya”. Berdasarkan pendapat di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa penalaran adalah proses berpikir yang berkenaan dengan pengambilan kesimpulan.

Krulik & Rudnick, (1995) membuat penjen-jangan penalaran yang merupakan bagian dari berpikir. Tingkat berpikir paling rendah adalah pengingatan (recall), tetapi tidak dikategorikan dalam penjenjangan penalaran. Sedangkan yang dikategorikan dalam penalaran adalah berpikir dasar (basic), berpikir kritis (critical) dan berpikir kreatif. Kategori tersebut tidak diskrit dan sulit sekali untuk mende-finisikan dengan

Page 5: PEMBELAJARAN PENALARAN ARGUMEN BERBASIS PETA

Prosiding Seminar Nasional Kimia, ISBN : 978-602-0951-00-3 Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Surabaya, 20 September 2014

C - 138

tepat. Berikut indikator yang menunjukkan tiap tingkat tersebut. (a) Berpikir dasar dengan indikator: pemahaman terhadap konsep-konsep, pengenalan suatu konsep ketika muncul dalam suatu situasi tertentu; (b). berpikir Kritis dengan indikator: menguji, menghubungkan, dan meng-evaluasi semua aspek suatu situasi atau masalah; dan (c) Berpikir Kreatif dengan indikator: (1) Orsinil (asli), efektif, dan mencip-takan suatu produk yang kompleks, (2) Berdaya cipta, (3) mensintesis ide- ide, (4) membangun ide- ide dan (5) mengaplikasikan ide- ide.

Menurut Suharnan, (2005), secara umum penalaran dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu penalaran induktif dan penalaran deduktif. Penalaran induktif adalah penalaran yang menghasilkan kesimpulan lebih luas daripada premis- premisnya. Sedangkan penalaran yang menghasilkan kesimpulan yang tidak lebih luas daripada premis- premisnya disebut penalaran deduktif. Jadi penalaran deduktif adalah suatu cara penarikan kesimpulan dari pernyataan atau fakta- fakta yang dianggap benar dengan menggunakan logika.

Menurut Soedjadi (2007) bahwa “bernalar biasanya perlu mengaitkan dengan “alasan” atau “argumentasi” serta “simpulan” atau “konklusi”. Seseorang yang sudah biasa bernalar tidak terlalu sulit untuk menemukan “kembali” argumen atau simpulan yang mungkin tersembunyi itu”. Penalaran deduktif diawali dengan menetapkan sekumpulan konsep tertentu yang tidak didefinisikan. Contoh penalaran deduktif dalam kimia, misalnya mahasiswa telah diberi tentang definisi (pengertian) kekalan massa, rumus dan teorema “jumlah massa zat sebelum direaksikan dan sesudah direaksikan mempunyai jumlah massa yang sama” , maka dengan menggunakan pengetahuan tersebut mahasiswa akan dapat menuliskan persamaan reaksi dan membuktikan jumlah massa zat pereaksi sama dengan jumlah massa zat hasil reaksi.

Demikian banyak topik kimia yang penyajiannya perlu diawali dengan langkah-langkah induktif namun akhirnya tetap diarahkan agar mahasiswa dapat bernalar secara deduktif. Penalaran induktif kesimpulannya berasal dari alasan-alasan yang bersifat khusus menjadi bersifat umum. Jadi, penalaran induktif memerlukan pengamatan yang dijadikan sebagai

dasar argumentasi. Pengamatan itu terbatas dan tidak cermat, walaupun menggunakan alat-alat yang mutakhir dan canggih. Dengan kata lain pernyataan atau kesimpulan yang diperoleh dari penalaran induktif masih mungkin bernilai salah. Oleh karena itu, dalam kimia kesimpulan yang diperoleh melalui proses penalaran induktif masih merupakan dugaan (conjecture) sehingga penalaran yang diterima dalam kimia adalah penalaran deduktif yang menghasilkan kesimpulan sahih. Pendapat itu sejalan dengan pernyataan Berland & Reiser (2009) bahwa deduksi yang valid atau sahih, kesimpulan yang diperoleh tidak akan pernah salah bila premis-premisnya bernilai benar (truth preserving). Inilah kelebihan penalaran deduktif dibanding-kan penalaran induktif.

Pembelajaran Konsep Menggunakan Peta Konsep

Secara teoritis pendekatan pengembangan penalaran argumen berbasis peta konsep merupakan salah satu alternatif untuk meningkatkan kompetensi penalaran, peme-cahan masalah dan komunikasi dalam pembelajaran kimia (Novak & Canas, 2008). Peta konsep dapat membantu peserta didik untuk membuat jelas konsep-konsep kunci atau proposisi yang harus dipelajari dan mengaitkan hubungan antara pengetahuan baru dan sebelumnya. Peta konsep telah digu-nakan dalam berbagai konteks pendidikan. Setiap konteks mencerminkan teori alternatif akuisisi pengetahuan. N amun demikian, peta konsep merupakan alat bantu belajar yang bersifat personal di mana mahasiswa meng-konstruksi peta konsep dengan menggunakan istilah-istilah mereka sendiri sehingga perlu dikonfirmasi lebih lanjut. Saounma & Attieh, (2008) melakukan penelitian yang serupa, di mana mahasiswa diberi tugas pekerjaan rumah membuat peta konsep. Mereka melaporkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata untuk rata- rata pencapaian hasil belajar antara kelompok eksperimen dan kontrol, akan tetapi, keterkaitan antara skor peta konsep dengan skor post-tes menunujukan korelasi yang signifikan. Berdasarkan temuaan penelitianya, Saouma & May (2008) mengatakan bahwa terdapat suatu kebutuhan akan sesi pelatihan

Page 6: PEMBELAJARAN PENALARAN ARGUMEN BERBASIS PETA

Prosiding Seminar Nasional Kimia, ISBN : 978-602-0951-00-3 Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Surabaya, 20 September 2014

C - 139

yang lebih lama dan remediasi langsung untuk memberikan kesempatan kepada peserta didik memahami konsep secara benar.

Ausubel dalam Novak & Canas, (2008), berpendapat bahwa belajar bermakna melibatkan perubahan pengetahuan seseorang saat ini sebagai akibat dari pemahaman pengetahuan baru. Proses ini disebut "asimilasi" dan ada empat proses dasar yang menyebabkan asimilasi: (1) Diferensiasi progresif konsep dan hubungan dari waktu ke waktu; (2) Super-ordination konsep di bawah konsep lebih umum, konsep yang lebih inklusif; (3) subsumption konsep baru ke dalam konsep yang telah dimiliki , konsep yang lebih umum dan proposisi; dan (4) Rekonsiliasi integratif untuk mencapai koherensi dan konsistensi dari waktu ke waktu.

Pemahaman konsep lebih mendalam dapat dilakukan melalui penalaran maha mahasiswa sendiri dengan cara mangajukan pertanyaan dan mencoba menjawabnya dari peta konsep yang mereka susun, cara ini dikenal sebagai strategi metakognisi. Strategi metakognisi memung-kinkan mahasiswa untuk menilai dan meng-analisa kualitas dari pertanyaan dan jawaban yang telah mereka buat dan sekaligus melakukan remediasi kesalahan konsep (Kaberman & Dori, 2008). Kemampuan tersebut merupakan bagian dari ketrampilan dasar berpikir kritis yang mesti kita latih agar kita terampil berpikir kritis dalam situasi nyata (Fisher, 2007). (Walker, Sampson, & Zimmerman, (2011) menyatakan bahwa penalaran argumen yang disampaikan dalam pernyataan (claim) yang dituliskan oleh maha-siswa dapat divalidasi secara tegas dengan cara mengemukakan alasan-alasan yang rasional. Selain itu, melalui validasi mahasiswa dilatih berkomunikasi, mendengar kritikan, menerima/ memberi saran dan mengajukan pertanyaan.

Pembelajaran Menurut Paham Konstruktivis

Matthews dalam (Schunk, 2012) menyataan bahwa ada dua pandangan tentang cara individu mengonstruksi pengetahuan (konstruktivis), yaitu konstruktivis psikologis dan sosiologis. Menurut pandangan konstruk-tivis psikologis, pembelajar dalam membangun pengetahuan didasarkan pada perkembangan psikologis, sedangkan pandangan konstruktivis sosiologis, pembelajar dalam membangun pengetahuan berdasarkan pada hubungan sosial. Piaget,

sebagai pengembang konstruktivis psi-kologis personal menyatakan bahwa individu dalam mengonstruksi pengetahuan di samping berdasarkan pada psikologis, dia lebih mene-kankan kepada keaktifan individu. Seda-ngkan Vygotsky, sebagai pengembang konstruk-tivis sosial menyatakan bahwa individu dalam mengonstruksi pengetahuan lebih menekankan kepada hubungan individu dengan lingkungan sosial. Ia menyatakan interaksi sosial dalam proses belajar adalah penting.

Menurut pandangan konstruktivis, tujuan pembelajaran adalah tidak dimaksudkan untuk memperoleh pengetahuan yang banyak tanpa pemahaman tetapi membangun pemahaman. Wink (2010) menyatakan bahwa pembelajaran kimia menurut pandangan konstruktivis mem-bantu siswa untuk membangun skil, konsep, atau prinsip kimia dengan kemampuannya sendiri melalui proses internalisasi, sehingga skill, konsep, atau prinsip tersebut terbangun kembali dan melalui transformasi, informasi yang diperoleh menjadi skill, konsep, atau prinsip baru. Pendapat yang serupa dikemukakan oleh Becker, Rasmussen, Sweeney, Wawro, Towns, & Cole (2013) bahwa ciri pembelajaran kimia secara konstruktivis adalah siswa terlibat aktif dalam belajarnya, siswa belajar kimia secara bermakna dalam bekerja dan berpikir dan siswa belajar bagaimana belajar itu. Agar pembelajaran konstruktivis terjadi, maka bahan pembelajaran harus bermakna sehingga dapat melibatkan siswa secara emosional dan sosial. Lingkungan belajar secara konstruktivis adalah lingkungan yang menyediakan pengintegrasian pembelajaran sehingga memungkinkan terjadinya transmisi sosial, yaitu interaksi dan kerjasama antara siswa dengan siswa, kelompok siswa dengan kelompok siswa, dan siswa dengan guru .

Bertram (2010) menyatakan ada lima prinsip pembelajaran secara konstruktivis, yaitu: (1) pengetahuan diperoleh anak secara konstruk-tivis; (2) pengetahuan dikonstruksi dan diperoleh anak melalui proses kesadaran, operasional, mediatif, reflektif, dan penyusunan persetujuan; (3) dalam proses pengkonstruksian pengetahuan, kegiatan operasional dan penalaran reflektif memainkan peranan besar; (4) anak mengons-truksi, mengkritisi, dan menyusun kembali pengetahuan melalui interaksi konstruktif

Page 7: PEMBELAJARAN PENALARAN ARGUMEN BERBASIS PETA

Prosiding Seminar Nasional Kimia, ISBN : 978-602-0951-00-3 Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Surabaya, 20 September 2014

C - 140

dengan teman dan dosennya; (5) ketika anak mengonstruksi pengetahuan, lima representasi: realistik, manipulatif, ilustratif, linguistik, dan simbolik memainkan peran penting. Hal senada, Hudojo (1998) manyatakan, untuk menanamkan konsep, prinsip, atau ide kedalam skemata anak, harus ditampilkan sebagai representasi: bahasa lisan/tulis, benda konkret, gambar benda, simbol gambar, dan simbol. Menurut Woolfolk (2009) dalam pembelajaran, kolaborasi merupakan hal yang penting dan pembelajaran berpusat pada mahasiswa. Mahasiswa tidak hanya dihadapkan pada satu model, satu analogi, atau satu cara untuk memahami isi.

2. Hasil Studi Lapangan

Hasil analisis terhadap sumber daya pendukung pembelajaran menunjukkan bahwa Program Studi Pendidikan Kimia FKIP Untad telah memiliki 2 gedung laboratorium dengan peralatan dan bahan-bahan praktikum cukup mewakili. Satu gedung laboratorium digunakan untuk praktek kimia organik dan biokimia dan gedung laboratorium yang lainnya digunakan untuk kimia analitik, kimia fisika dan kimia organik. Praktikum kimia dasar menggunakan kedua gedung laboratorium tersebut.

Hasil analisis terhadap konteks-konteks kimia menunjukkan bahwa hampir semua topik-topik kimia mempunyai aplikasi yang tinggi dalam kehidupan sehari-hari. Hasil observasi terhadap proses pembelajaran yang dilakukan oleh empat dosen diperoleh bahwa model pembelajaran yang diterapkan oleh dosen-dosen kimia dasar 74 % tidak sesuai dengan model pembelajaran yang tertuang dalam rencana pelaksanaan pembelajaran. Umumnya dosen menjelaskan materi kimia sesuai dengan urutan materi yang terdapat dalam buku modul yang menjadi pegangan bersama dosen dan mahasiswa. Masalah-masalah yang dihadapi dalam melaksanakan pembelajaran kimia, antara lain, adalah: (1) alat dan bahan praktikum masih terbatas sehingga praktikum dilakukan dengan kelompok relatif besar; (2) minat belajar siswa masih kurang; (3) mahasiswa mengalami kesulitan memahami konsep abstrak dan memanipulasi rumus; dan (4) persiapan mahasiswa mengikuti pembelajaran masih kurang.

Hasil analisis terhadap karakteristik mahasiswa menunjukkan bahwa kemampuan mahasiswa dalam melaksanakan praktikum, bekerja sama,

berkomunikasi, memecahkan masalah, dan mema-hami materi kimia beragam. Hasil belajar siswa, secara umum, tergolong cukup (rerata 62,00), dengan rentangan dari 50,7 hingga 84,5. Semen-tara itu, rerata jumlah siswa yang mengikuti remidi (belum mencapai kriteria ketuntasan minimal (KKM) yang ditetapkan (70) masih cukup banyak, yaitu sebesar 26,75%.

3. Pembelajaran Penalaran Argumen Berbasis Peta Konsep untuk Mening-katkan Pemahaman Konsep Kimia

Hasil-hasil penelitian di atas menunjukkan bahwa salah satu pembelajaran yang ditengarai efektif untuk meningkatkan pemahaman konsep dan mengembangkan keterampilan penalaran mahasiswa adalah pembelajaran dengan menggunakan peta konsep yang dirancah dengan dukungan pertanyaan generik . Pembelajar yang memiliki keterbatasan kemampuan keterampilan metakognitif mengajukan pertanyaan dapat dirancah dengan dukungan pertanyaan generik (Nussbaum & Edwards, 2011), karena melalui latihan mengajukan pertanyaan dan umpan balik dari rekan-rekan dapat meningkatkan keteram-pilan metakognisi seperti merenungkan dan memantau pemahaman (Piaget dalam Shucnk, 2012). Dalam pelatihan, bentuk dukungan pertanyaan generik secara bertahap harus dikurangi dan akhirnya dihentikan. Akhirnya, ketika tanpa ada dukungan pertanyaan generik, mahasiswa diharapkan telah mencapai tingkat domain pengetahuan dan internalisasi keteram-pilan metakognitif tertentu sehingga mereka secara otomatis akan aktif melakukan penalaran untuk memperoleh, memperbaiki dan mere-strukturisasi pengetahuan ( Brown, 1989 dalam Shucnk,2012), proses pembelajaran ini membentuk suatu siklus yang diilustrasikan pada Gambar 1.

Page 8: PEMBELAJARAN PENALARAN ARGUMEN BERBASIS PETA

Prosiding Seminar Nasional Kimia, ISBN : 978-602-0951-00-3 Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Surabaya, 20 September 2014

C - 141

Gbr 1. Model merancah penalaran menggunakan peta konsep

Berdasarkan siklus yang diperlihat oleh Gambar 1, karakteristik dari model pembelajaran penalaran argumen berbasis peta konsep untuk meningkatkan pemahaman konsep kimia yang dikembangkan adalah sebagai berikut: (1) Memfokuskan perhatian dengan mengajukan

pertanyaan : memperhatikan stimulus yang disajikan;

mengamati, mengidentifikasi kata-kata kunci atau frase dan mengkaitkan dengan konsep yang telah dimilikinya

mengajukan pertanyaan yang dirangsang oleh kebingungan dan konflik kognitif seperti: apa sentral kata, konsep, perta-nyaan atau masalah yang bisa digunakan untuk membangun diagram atau peta konsep ? Apa konsep, ide , kata deskriptif atau pertanyaan penting yang dapat mengaitkan dengan konsep utama, topik , pertanyaan atau masalah?;

(2) Mengkontruksi peta konsep dengan perta-nyaan kritis: mempertanyakan dan mengurutkan

konsep ( kata kunci ) dari yang paling abstrak dan inklusif ke yang paling konkret dan spesifik,

mempertanyakan dan mengklaster konsep pada tingkat abstraksi yang sama dan memiliki salingketerhubungan yang erat,

mempertanyakan sistematika dan mengatur konsep dalam representasi diagram,

mempertanyakan kualifikasi kata atau frase yang sesuai dan membuat garis penghubung dan label

(3) Merancah penalaran untuk mengkontruksi pengetahuan dengan menggunakan keterampilan metakognitif bertanya: apakah sesuai dengan urutan, apakah ada

sesuatu yang aneh atau tak diharapkan, apakah ada persamaan atau perbedaan

apa penjelasan saya untuk struktur peta konsep ini?, mengapa demikian?, bagaimana saya dapat menjelaskannya?, alasan-alasan apa saja yang memungkinkan untuk menyakinkan?

apakah ada bukti-bukti yang dapat mendukung penjelasan saya?

(4) Konsolidasi dengan cara menentang ide Mengkonsolidasikan ide-ide yang

berbeda ke dalam argumen formal Membangun koherensi sehingga

pernyataan yang dibuat logis dan sistematis.

Hasil Validasi Ahli

Hasil validasi terhadap model pembelajaran dan instrumen penelitian menunjukkan bahwa secara umum para ahli sepakat dengan model pembelajaran dan instrumen penelitian yang dibuat. Walaupun demikian, para ahli telah memberikan masukan untuk menyempurnakan model dan instrumen penelitian yang telah dirancang. Salah seorang ahli dari dosen Pasca Sarjana Unesa sebaiknya model pembelajaran yang dikembangkan ini digunakan untuk meningkatkan pemahaman konsep karena dengan pemahaman yang meningkat secara otomatis miskonsepsi akan terkoreksi.

Model pembelajaran penalaran argumen berbasis peta konsep untuk meningkatkan pemahaman konsep kimia yang dikembangkan dalam penelitian ini merupakan suatu perangkat pembelajaran yang diharapkan mampu memenuhi kebutuhan dosen-dosen di lapangan . Model pembelajaran ini juga diharapkan mampu menjawab permasalahan yang berkaitan dengan masih rendahnya pemahaman mahasiswa terhadap

Page 9: PEMBELAJARAN PENALARAN ARGUMEN BERBASIS PETA

Prosiding Seminar Nasional Kimia, ISBN : 978-602-0951-00-3 Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Surabaya, 20 September 2014

C - 142

konsep-konsep kimia. Di samping itu, mahasiswa akan memperoleh kesempatan berlatih meng-gunakan keterampilan metakognitif bertanya untuk merancah penalaran suatu fenomena, ide, konsep, inferensi, teori dan hukum.

Keterampilan metakognitif bertanya meru-pakan pertanyaan kritis yang bertujuan untuk menguji, mengklarifikasi, dan mengelaborasi ide-ide siswa. Melalui pertanyaan ini mahasiswa akan menyadari jika pendapatnya itu salah dan kemudian mengubahnya (akomodasi) atau bertambah yakin jika pendapatnya itu benar (asimilasi). Di samping itu, dengan pertanyaan keterampilan metakognitif pemahaman maha-siswa terhadap konsep-konsep kimia yang dipelajari akan semakin mendalam. Hal ini beralasan karena pertanyaan ini mencakup (1) pertanyaan yang meminta klarifikasi, (2) pertanyaan yang menyelidiki asumsi, (3) pertanyaan yang menyelidiki alasan atau bukti, (4) pertanyaan yang meminta pendapat, (5) pertanyaan yang menyelidiki impli-kasi atau akibat, dan (6) pertanyaan tentang pertanyaan (Nussbaum & Edwards, 2011). Masih Nussbaum & Edwards, (2011), pertanyaan keterampilan metakognitif dapat: (1) meningkatkan isu-isu dasar; (2) menyelidiki secara mendalam; (3) membantu mahasiswa menemukan struktur pikirannya; (4) membantu mahasiswa mengem-bangkan sensitivitas terhadap klarifikasi, akurasi, dan relevansi; (5) membantu mahasiswa agar sampai pada pertimbangan melalui penalaran sendiri; (6) dan membantu mahasiswa menganalisis klaim, bukti, kesimpulan, isu, asumsi, implikasi, konsep, dan pendapat.

IV PENUTUP

Model pembelajaran penalaran argumen berbasis peta konsep untuk meningkatkan pemahaman konsep kimia dirancang berdasar-kan atas temuan-temuan pada studi pustaka dan lapangan. Proses penalaran dalam memahami fenomena, ide, konsep, teori atau hukum dalam model pembelajaran yang dikembangkan diawali dengan: (1). memfokuskan perhatian dengan mengajukan pertanyaan, seperti apa sentral kata, konsep, pertanyaan atau masalah yang bisa digunakan untuk membangun diagram atau peta konsep ? Apa konsep, ide , kata deskriptif atau pertanyaan penting yang dapat

mengaitkan dengan konsep utama, topik , pertanyaan atau masalah?; (2). mengkontruksi peta konsep dengan pertanyaan kritis, misalnya mempertanyakan dan mengurut-kan konsep (kata kunci) dari yang paling abstrak dan inklusif ke yang paling konkret dan spesifik; (3) Merancah penalaran untuk meng-kontruksi pengetahuan dengan menggunakan keteram-pilan metakognitif bertanya, contoh apa penjelasan saya untuk struktur peta konsep ini?, mengapa demikian?, bagaimana saya dapat menjelaskannya?, alasan-alasan apa saja yang memungkinkan untuk menyakinkan?; dan (4). Konsolidasi dengan cara menentang ide, seperti: mengkonsolidasikan ide-ide yang berbeda ke dalam argumen formal dan membangun koherensi sehingga pernyataan yang dibuat logis dan sistematis.

PUSTAKA RUJUKAN

Becker, N., Rasmussen, C., Sweeney, G., Wawro, M., Towns, M., & Cole, R, "Reasoning using particulate nature of matter: an example of a sociochemical norm in a university-level physical chemistry class". Chemistry Education Research and Practice (CERP), Vol.14,pp. 81-94, 2013

Berland, L., & Reiser, B, Making sense of argumentation and explanation. Wiley Inter Science, pp. 27-55, May 27, 2009

Bertram, A., Enhancing Science Teacher's Knowledge of Practice by Explicitly Developing Pedagogical Content Knowldege. Monash: Faculty of Education Monash University, 2010

Cavagnetto, A.,"Argument to Foster Scientific Literacy: A review of argument interventions in K-12 Science contexts". Review of Educational Research, Vol.80, No.3,pp.336-371, 2010

Direktorat Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat. (2012). Pemetaan dan Pengembnagan Mutu Pendidikan (PPMP). Jakarta: Dirjen Dikti Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.

Fisher, A. (2007). Critical Thinking : An Introduction. New York: Cambridge University Press.

Page 10: PEMBELAJARAN PENALARAN ARGUMEN BERBASIS PETA

Prosiding Seminar Nasional Kimia, ISBN : 978-602-0951-00-3 Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Surabaya, 20 September 2014

C - 143

Hudojo, H. (1998). Mengajar Belajar Matematika. Jakarta: P2LPTK Dirjen Dikti Depdikbud.

Jones, G., Thornton, W., Langrall, C., & Tarr, J. (1999). Uderstanding Students' Probabilistic Reasoning. Dalam V. S. Lee, & R. C. Frances, Developing Mathematical Reasoning in Grade K-12 (hal. 146-155). Virginia : NCTM.

Kaberman, Z., & Dori, Y. J. (2008). "Metacognition in chemical Education: question posing in the case-based computerized learning environment". Springer Science & Business Media B.V, Accepted 19 March 2008.

Krulik, S., & Rudnick, J. A. (1995). The New Sourcebook for Teaching Reasoning and Problem Solving in Elementary School. Needham Heights: Allyn & Bacon.

Mercier, H., & Sperber, D. (2011). Whay do human reason? Arguments for an Argumentative Theory. Behavioral and Brain, Vol. 34, pp. 57-111.

NCTM. (2000). Principle and Standards for School Mathematics. New York: NCTM.

Novak, J., & Canas, A. (2008, 1 12). Florida Institute for Human and Machine Cognition. Dipetik 9 15, 2013, dari cmap.ihmc.us: www.cmap.ihmc.us

Nussbaum, E., & Edwards, O. V. (2011). Critical Questions and Argument Stratagems: A Framework for Enhancing and Analyzing Students’ Reasoning Practices. The Journal of The Learning Science, Vol. 20, pp. 443-488.

Redhana, I., & Kirna, I. (2004). Indentifikasi Miskonsepsi Siswa SMA Negeri di Kota Singaraja terhadap Konsep-Konsep Kimia. Jakarta: P2M_DIKTI.

Russel, S. J. (1999). Mathematical Reasoning in the Elementary Grades. Dalam V. Lee, & R. C. Frances, Developing Mathematical Reasoning in Grades K-12 (hal. 1-12). Virginia: NCTM.

Salirawati, D. (2010). "Pengembangan Model Instrumen Pendeteksi Miskonsepsi Kimia pada Peserta Didik SMA", Desertasi. Yogyakarta: PPs UNY.

Saounma, B., & Attieh, M. (2008). "The effect of using concept maps as study tools on achievement in chemistry". Eurasia Journal

of Mathematic, Science and Technology Education, Vol.4 No.3,233-246.

Schunk, D. (2012). "Learning theories an educational perspective". Singapura: Pearson Education, Inc.

Schunk, D. H. (2012). Learning theories an educational perspective. Singapura: Pearson Education, Inc.

Soedjadi. (2007). Masalah Kontekstual Sebagai Batu Sendi Matematika Sekolah. Surabaya: Pusat Sains dan Matematika Sekolah (PSMS) Universitas Negeri Surabaya.

Suharman. (2005). Psikologi Kognitif. Surabaya: Srikandi.

Tim Pembina Mata Kuliah Kimia Dasar. (2010). Evaluasi Mata Kuliah Kimia Dasar. Palu: Program Studi Pendidikan Kimia FKIP Universitas Tadulako.

Walker, J., Sampson, P., & Zimmerman, C. (2011). Argumen-Driven Inquiry : An Introduction to a New Instructional Model for Use in Undergraduate Chemistry Lab. Journal of Chemical Education, Vol. 88, pp. 1048-1056.

Wink, D. J. (2010). Philosophical, Cognitive, and Sosiologucal Roots for Connections in Chemistry Teaching and Learning. Dalam S. Basu-Dutt, Making Chemistry Relevant (hal. 1-25). Canada: John Wiley & Sons.

Woolfolk, A. (2009). Educational Psychology. Boston: Allyn & Bacon.