aq evolusi revisi
DESCRIPTION
EVOLUSITRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Evolusi pada dasarnya berarti proses perubahan dalam jangka waktu
tertentu. Dalam konteks biologi modern, evolusi berarti perubahan frekuensi gen
dalam suatu populasi. Akumulasi perubahan gen ini menyebabkan terjadinya
perubahan pada makhluk hidup. Meskipun teori evolusi selalu diasosiasikan
dengan Charles Darwin, namun sebenarnya ide tentang teori evolusi telah berakar
sejak jaman Aristoteles. (http://id.wikipedia.org/wiki/Evolusi).
Telah diketahui bahwa evolusi adalah perubahan komposisi genetik dari
popilasi. Suatu individu tidak dapat mengalami evolusi, hanyalah suatu populasi
yang dapat mengalami hal tersebut. Komposisi genetik dari suatu individu sudah
ditentukan sejak terjadinya fertilisasi. Kebanyakan dari perubahan sepanjang
hidup hanyalah suatu perubahan di alam ekspresi dari potensi pertumbuhan yang
terkandung di dalam gen. Di dalam populasi, baik komposisi genetic maupun
eksperesi dari pertumbuhan dapat berubah. Perubahan komposisi genetic dari
suatu populasi adalah evolusi (Waluyo, 2005).
Dalam tiap species terdapat anggota kelompok populasi dengan ciri-ciri
berbeda satu sama lain. Bahkan antara dua individu dapat memiliki ciri yang
berbeda, meskipun merupakan anggota species yang sama. Keduanya dapat
berbeda karena variasi berbagai faktor antara lain genetik, umur, jenis kelamin,
makanan, stadium daur hidup, bentuk tubuh, habitat dan lain-lain. Secara genetik
tidak ada dua individu dalam satu species yang persis sama. Apalagi faktor
1
lingkungan juga ikut berpengaruh dalam timbulnya ciri-ciri yang muncul sebagai
fenotip. Perbedaan ciri yang tampak pada anggota tiap species ini menyebabkan
adanya keanekaragaman dalam spesies (Widodo, dkk. 2003).
Pola pewarisan suatu sifat tidak selalu dapat dipelajari melalui percobaan
persilangan buatan. Pada tanaman keras atau hewan-hewan dengan daur hidup
panjang seperti gajah, misalnya, suatu persilangan baru akan memberikan hasil
yang dapat dianalisis setelah kurun waktu yang sangat lama. Demikian pula,
untuk mempelajari pola pewarisan sifat tertentu pada manusia jelas tidak mungkin
dilakukan percobaan persilangan. Pola pewarisan sifat pada organisme-organisme
semacam itu harus dianalisis menggunakan data hasil pengamatan langsung pada
populasi yang ada (Widodo, dkk. 2003).
Terlepas dari penggunaan keanekaragaman genetis guna mempelajari
kekerabatan antara dua individu atau dua populasi dalam satu sepsis.
Keanekaragaman genetis perlu didokumenkan dengan baik. Yang menjadi
persoalan adalah perlu diketahui adanya banyak keanekaragaman genetis dalam
populasi maupun sepsis dan metode untuk mengenali genotip-genotip khusus
belum dikembangkan. Kita sudah mengetahui bahwa pada suatu organism
terdapat variasi yang diakibatkan oleh mutasi. Dan mutasi selalu terjadi. Dan
apabila mutasi terus terjadi maka semua organism akan bertambah dan beragam
(Campbell, 2003.).
Telah disepakati oleh sebagian besar para ahli bahwa evolusi biologis
adalah perubahan susunan genetik pada generasi berurutan. Genetika populasi
merupakan dasar pemahaman yang baik untuk mempelajari evolusi. Genetika
individu selalu berkaitan dengan konsep genotip yaitu susunan genetis individu.
2
Evolusi menyangkut sudut genetis dari suatu populasi dan bukannya
individu. Menurut (Graur, 2000) evolusi adalah proses perubahan dari genetik
yang membentuk populasi. Sebagai konsekuensi, dari komponen paling mendasar
dari proses evolusi adalah perubahan frekuensi gen bersama perubahan waktu.
Permasalahan mendasar dalam genetika populasi evolusionis adalah menentukan
bagaimana frekuensi dari mutan alel bisa berubah pada waktunya dibawah
efek/pengaruh dari berbagai kekuatan evolusiner. sebagai tambahan, dari segi
pandangan yang jangka panjang, adalah suatu yang penting untuk menentukan
kemungkinan dari mutan-mutan baru dari varian yang akan dengan sepenuhnya
menggantikan populasi yang lama, serta untuk menaksir seberapa cepat dan
bagaimana sering proses penggantian itu terjadi nantinya.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana Perubahan dalam frekuensi alel pada suatu populasi?
2. Bagaimana Seleksi Alam, Kodominasi dan Dominasi dapat mempengaruhi
dinamika gen dalam populasi?
3. Bagaimana Proses Pergeseran genetika secara acak dan ukuran populasi
mempengaruhi dinamika gen dalam populasi?
4. Apakah Kemungkinan pemastian dan Waktu pemastian dapat
mempengaruhi dinamika gen dalam populasi?
5. Apakah Rata-rata pergantian gen, Polimorfim genetika dan
Keanekaragaman gen dapat mempengaruhi dinamika gen dalam populasi?
3
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan makalah ini
adalah:
1. Perubahan dalam frekuensi alel pada suatu populasi
2. Seleksi Alam, Kodominasi dan Dominasi dapat mempengaruhi dinamika
gen dalam populasi
3. Proses Pergeseran genetika secara acak dan ukuran populasi
mempengaruhi dinamika gen dalam populasi
4. Kemungkinan pemastian dan Waktu pemastian dapat mempengaruhi
dinamika gen dalam populasi
5. Rata-rata pergantian gen, Polimorfim genetika dan Keanekaragaman gen
dapat mempengaruhi dinamika gen dalam populasi
4
BAB II
PEMBAHASAN
Evolusi merupakan proses perubahan dalam pembentukan genetika dari
populasi. Sebagai konsekuensinya, komponen yang paling dasar dari proses
evolusioner merupakan perubahan frekuensi gen dengan waktu. Populasi genetika
berkaitan dengan perubahan genetis yang terjadi dalam populasi.
Sebagai masalah dasar dalam evolusi populasi genetika adalah untuk
menentukan bagaimana frekuensi dari mutan alel berganti dalam waktu dibawah
pengaruh dari beberapa tekanan evolusioner. Sebagai tambahan, dari sudut
pandang jangka panjang, sangat penting untuk menentukan kemungkinan bahwa
varian mutan yang baru akan menggantikan sepenuhnya yang lama dalam
populasi, dan untuk memperkirakan seberapa cepat, dan seberapa sering proses
pergantian terjadi. Tidak seperti perubahan morfologi, banyak perubahan
molekular memiliki sejumlah kecil efek dari fenomena terutama pada kesehatan
organisme. Maka, frekuensi dari varian molekular merupakan subyek dari dampak
percobaan yang kuat, dan elemen yang harus digantikan ketika berkaitan dengan
evolusi molekular.
A. Perubahan frekwensi alel suatu populasi
Kromosomal atau lokasi genomik dari gen disebut dengan lokus, dan
bentuk alternatif dari gen pada lokus tertentu disebut dengan alel. Dalam populasi,
lebih dari satu alel terdapat dalam lokus. Proporsi dari alel berkaitan dengan
frekuensi alel atau frekuensi gen. Sebagai contoh, mari kita anggap bahwa dalam
sebuah populasi haploid berukuran individual N, dua alel, A1 dan A2 berada dalam
lokus tertentu. Mari kita anggap lebih jauh lagi bahwa jumlah dari gandaan alel A1
dalam populasi adalah n1, dan jumlah gandaan dari alel A2 adalah n2. Maka
frekuensi alel sama dengan n1/N dan n2/N untuk alel A1 dan A2. perhatikan bahwa
n1+n2 =N1 , dan n1/N + n2/N = 1. Rangkaian dari semua alel yang ada dalam
populasi pada semua loci disebut dengan kelompok gen (gene pool)
Evolusi merupakan proses perubahan dalam pembentukan genetik pada
populasi. Untuk mutasi baru yang menjadi signifikan dari sudut pandang
5
evolusioner, harus meningkat dalam frekuensi dan menjadi tetap dalam populasi.
Apabila tidak meningkat dalam frekuensi, sebuah mutasi akan memiliki dampak
yang kecil pada sejarah evolusioner dari spesies. Untuk mutan alel yang
meningkat dalam frekuensi, faktor yang selain mutasi harus ikut serta terlibat.
Faktor utama yang mempengaruhi frekuensi alel dalam populasi merupakan
seleksi alam dan pergeseran genetika yang acak. Dalam penelitian evolusioner
klasik yang melibatkan keturunan morfologis, seleksi alam dipertimbangkan
sebagai tekanan utama dalam evolusi. Sebaliknya, pergeseran genetis acak
dipikirkan untuk memainkan peran utama dalam evolusi pada tingkat molekular.
Ada dua pendekatan matematis untuk penelitian perubahan genetis dalam
populasi: deterministik dan stokastik. Model deterministik lebih sederhana. Model
ini menganggap bahwa perubahan dalam frekuensi alel dalam sebuah populasi
dalam generasi ke generasi terjadi dalam cara yang unik dan dapat diprediksi
dengan tidak ambigu dari pengetahuan kondisi tertentu. Pendekatan ini diterapkan
hanya ketika: (1) populasi berjumlah takterbatas, dan (2) lingkungan tetap konstan
dengan waktu atau perubahan berdasarkan peraturan deterministik. Kondisi ini
jelas tidak pernah ditemui di alam, dan oleh karena itu pendekatan deterministik
mungkin tidak cukup untuk menjelaskan perubahan temporal atau sementara
dalam frekuensi alel. Fluktuasi acak atau tidak dapat diprediksi dalam frekuensi
alel juga harus diperhatikan, dan berkaitan dengan fluktuasi acak memerlukan
pendekatan matematis yang berbeda. Model stokastik menganggap bahwa
perubahan dalam frekuensi alel terjadi dalam sebuah cara yang probabilistik atau
mungkin. Yaitu, dari pengetahuan kondisi dalam satu generasi, seseorang hanya
dapat menentukan kemungkinan dengan frekuensi alel tertentu yang akan dicapai.
Jelas sekali, model skolastik lebih baik dari model deterministik, karena
mereka berdasarkan pada asumsi yang lebih realistik. Namun demikian, model
deterministik lebih sederhana untuk memperlakukan secara matematis, dan
dibawah keadaan tertentu, mereka menghasilkan perkiraan yang akurat.
Pembahasan berikut berkaitan dengan seleksi alam dalam model deterministik.
6
B. Seleksi Alam, Kodominasi dan Dominasi
1. Seleksi Alam
Seleksi alam dijelaskan sebagai reproduksi yang berbeda secara genetis
pada individu tertentu atau genotip dalam sebuah populasi. Reproduksi yang
berbeda disebabkan oleh perbedaan diantara individu dalam sifat seperti kematian,
kesuburan, pembuahan, dan kelangsungan hidup dari sebuah keturunan. Seleksi
alam diprediksikan pada variasi genetika yang ada diantara individu dalam sifat
yang berkaitan dengan keberhasilan reproduksi. Ketika sebuah populasi terdiri
dari individu yang tidak berbeda satu sama lain dalam sifat atau pembawaan
seperti itu, hal ini bukan merupakan subyek dari seleksi alam. Seleksi mungkin
membawa perubahan dalam frekuensi alel sepanjang waktu. Namun demikian,
perubahan yang jelas dalam frekuensi alel dari generasi ke generasi tidak semata-
mata menunjukkan bahwa seleksi alam terjadi. Proses lainnya, seperti pergeseran
genetika acak, dapat membawa perubahan sementara dalam frekuensi alel juga.
Yang menarik, kebalikannya juga benar: sedikitnya perubahan dalam frekuensi
alel tidak semata-mata menunjukkan bahwa seleksi tidak ada atau tidak terjadi.
Kesehatan dari genotip, biasanya disimbolkan dengan w, merupakan
sebuah ukuran dari kemampuan individu untuk bertahan dan bereproduksi.
Namun demikian, karena ukuran dari populasi biasanya didesak dengan
membawa kapasitas dari lingkungan dimana populasi terletak, keberhasilan
evolusioner dari sebuah individu ditentukan tidak dari kesehatan absolutnya,
namun dari kesehatan relatifnya dalam perbandingan dengan genotip lainnya
dalam populasi. Di alam, kesehatan dari genotip tidak diharapkan untuk tetap
konstan untuk semua generasi dan dibawah semua keadaan lingkungan. Namun
demikian, dengan memberikan nilai yang konstan dari kesehatan bagi masing-
masing genotip, kita dapat merumuskan teori atau model yang sederhana, yang
sangat bermanfaat untuk pemahaman dinamika perubahan dalam struktur genetis
dari sebuah populasi yang dibawa oleh seleksi alam. Dalam kelas yang paling
sederhana dari model, kita menganggap bahwa kesehatan organisme ditentukan
oleh pembentukan genetikanya. Kita juga menganggap bahwa semua loci
memberikan secara independen dari kesehatan individu, sehingga masing-masing
lokus dapat diperlakukan secara terpisah.
7
Mutasi yang terjadi dalam pecahan genik dari genom mungkin atau tidak
mungkin mengubah fenotip organisme. Mereka mungkin atau tidak mungkin
mempengaruhi kesehatan organisme yang membawa mutasi. Kebanyakan mutasi
baru muncul dalam populasi yang mengurangi kesehatan yang mereka bawa.
Mutasi seperti itu disebut dengan deleterious atau penganggu. Jenis dari seleksi ini
disebut dengan seleksi negatif. Sebuah mutasi baru mungkin sesehat alel terbaik
dalam populasi. Mutasi seperti itu secara selektif netral, dan nasibnya tidak
ditentukan oleh seleksi. Dalam kasus yang sangat jarang, sebuah mutasi mungkin
muncul yang meningkatkan kesehatan yang dibawanya. Mutasi seperti itu disebut
dengan advantageous atau menguntungkan, dan disebut dengan seleksi positif.
Berikut ini, kita akan mempertimbangkan kasus dari satu lokus dengan
dua alel, A1 dan A2. masing-masing alel dapat diberikan nilai kemampuan yang
intristik; dapat advantageous, deleterious, atau netral. Namun demikian,
pemberian ini hanya dapat diterapkan pada organisme haploid. Dalam organisme
haploid, kemampuan atau kesehatan ditentukan secara mutlak oleh interaksi
antara dua alel pada sebuah lokus. Dengan dua alel, ada tiga kemungkinan genotip
diploid: A1A1, A1A2 , dan A2 A2, dan kesehatan mereka dapat dilambangkan
dengan w11,w12, dan w22. alel A1 dalam populasi adalah p, dan frekuensi dari alel
yang melengkapi, A2 adalah q = 1-p, kita dapat menunjukkan bahwa dibawah
pasangan acak, frekuensi dari genotip A1A1, A1A2 , dan A2 A2 adalah p2, 2pq, dan
q2. populasi dimana perbandingan genotip seperti itu dipertahankan pada
keseimbangan Hardy-Weinberg. Perhatikan bahwa p=p2 + ½ (2pq) = p2 + pq dan
q = ½ (2pq) + q2 = pq. Dalam kasus pada umumnya, tiga genotip dibuat pada nilai
kesehatan dan frekuensi berikut ini:
Genotip A1A1 A1A2 A2 A2
Fitness w11 w12 w22
Frekuensi p2 2pq q2
Mari kita pertimbangkan dinamika dari perubahan frekuensi alel diikuti
dengan seleksi. Kontribusi relatif dari masing-masing genotip dari generasi
berikut ini merupakan hasil dari frekuensi inisialnya dan kesehatannya. Frekuensi
dari tiga genotip dan kesehatan mereka diatas, kontribusi relatif dari tiga genotip
8
dari generasi berikutnya akan menjadi p2w11, 2pqw12 dan q2w22 untuk A1A1, A1A2 ,
dan A2 A2. karena separuh dari alel dibawa oleh individu A1A2 dan semua alel
dibawa oleh A2 A2 dimana A2, frekuensi dari alel A2 dalam generasi berikutnya
(qt+1) akan menjadi
(2.1)
Perubahan luas dalam frekuensi alel A2 per generasi digambarkan sebagai
Δq. Kita dapat menunjukkan bahwa
(2.2)
Berikutnya, mari kita anggap bahwa A1 adalah asli atau alel “tua” dalam
populasi. Kita mungkin juga beranggapan bahwa populasi adalah diploid, dan
oleh karena itu populasi inisial terdiri dari hanya satu genotip, A1A1. kita
kemudian mempertimbangkan dinamika perubahan dalam frekuensi alel diikuti
dengan kemunculan mutan alel yang baru, A2, dan pembuatan hasil dari dua
genotip baru, A1A2 dan A2A2. untuk kemudahan secara matematis, kita
memberikan nilai kesehatan relatif dari 1 terhadap genotip A1A1. kesehatan dari
genotip baru, A1A2 dan A2A2 akan bergantung pada mode interaksi antara A1 dan
A2. contohnya, apabila A2 secara lengkap dominan atas A1, maka w11, w12, dan w22
akan ditulis sebagai 1, 1 + s, dan 1 + s, dimana s berbeda antara kesehatan A2
yang membawa genotip dan kesehatan A1A1. nilai positif dari s menyimbolkan
peningkatan dalam perbandingan dengan A1A1 (keuntungan selektif) sementara
nilai negatif menunjukkan penurunan kesehatan (ketidakuntungan selektif).
Ketika s = 0, kesehatan dari A2 yang membawa genotip akan sama seperti A1A1
(selektif kenetralan).
Lima mode yang paling umum dari interaksi yang akan dibahas: (1)
kodominasi atau seleksi genik, (2) keterpendaman (recessiveness) lengkap, (3)
dominasi lengkap, (4) over dominasi, dan (5) under (kurang) dominasi.
9
2. Kodominasi
Dalam kodominasi atau seleksi gen, dua homozigot memiliki nilai kesehatan
yang berbeda, dimana kesehatan dari heterozigot berarti kesehatan dari dua
genotip homozigot. Nilai kesehatan relatif untuk tiga genotip dapat dituliskan
sebagai
Genotip A1A1 A1A2 A2A2
Kesehatan 1 1+s 1+2s
dari persamaan 2.2, kita mendapatkan pergantian berikut ini dalam frekuensi dari
alel A2 per generasi dibawah kodominasi :
(2.3)
Dengan pengulangan, persamaan 2.3 dapat digunakan untuk menghitung
frekuensi A2 dalam segala generasi. Namun demikian, perkiraan berikut
membawa kepada solusi yang lebih praktis. Perhatikan bahwa apabila s adalah
kecil, seperti pada kebanyakan kasus, denominator dalam persamaan 2.3 rata-rata
adalah 1, dan persamaan dikurangi menjadi Δq = spq, yang dapat dirata-ratakan
oleh persamaan yang berbeda.
(2.4)
Solusi dari persamaan 2.4 ditunjukkan oleh
(2.5)
Dimana q0 dan qt merupakan frekuensi dari A2 dalam generasi 0 dan t.
10
Dalam persamaan 2.5, frekuensi qt diekspresikan sebagai sebuah fungsi
dari waktu t. Sebagai pengganti, t dapat digambarkan sebagai fungsi dari q
sebagai
(2.6)
Dimana 1n menggambarkan fungsi logaritma alami. Dari persamaan ini,
seseorang dapat menghitung jumlah generasi yang diperlukan untuk frekuensi A2
untuk berubah dari nilai satu (qo) menjadi lainnya (qt).
Gambar 2.1 menggambarkan peningkatan dalam frekuensi alel A2 untuk s
= 0.01. kita melihat bahwa seleksi kodominasi selalu meningkatkan frekuensi dari
satu alel ke alel lainnya, mengabaikan frekuensi alel relatif dalam populasi. Oleh
karena itu, seleksi genik merupakan sebuah jenis dari seleksi yang terarah.
Namun, perhatikan bahwa pada frekuensi rendah, seleksi untuk alel kodominasi
sangat tidak efisien. Alasannya adalah bahwa pada frekuensi rendah, proporsi dari
alel A2 yang terletak dalam heterozigot adalah luas. Contohnya, ketika frekuensi
dari A2 adalah 0.5,50% dari alel A2 dibawa oleh heterozigot, dimana ketika
frekuensi dari A2 adalah 0.01, 99% dari semua alel A2 yang terletak dalam
heterozigot. Karena heterozigot yang mengandung kedua alel merupakan subyek
untuk melemahkan tekanan selektif dari homozigot A2A2, perubahan seluruhnya
dalam frekuensi alel pada nilai rendah dari q akan menjadi kecil.
3. Dominasi
Dalam seleksi dominasi, dua homozigot memiliki nilai kesehatan yang
berbeda, dimana kesehatan dari heterozigot sama seperti kesehatan satu dari dua
genotip homozigous. Berikut ini, kita membedakan antara dua kasus. Pada kasus
pertama, alel baru, A2, adalah dominan diatas alel tua, A1, dan kesehatan dari
heterozigot, A1A2 adalah identik dari kesehatan homozigot A2A2. nilai kesehatan
relatif dari tiga genotip adalah sebagai berikut
11
Genotip A1A1 A1A2 A2A2
Kesehatan 1 1+s 1+s
Dari persamaan 2.2, kita mendapatkan perubahan berikut ini dalam frekuensi alel
A2 per generasi.
(2.7)
Dalam kasus kedua, A1 adalah dominan diatas A2, dan kesehatan
heterozigot A1A2 adalah identik dari homozigot A1A1. yaitu bahwa alel baru A2
adalah recessive atau terpendam. Nilai kesehatan relatifnya sekarang adalah
sebagai berikut
Genotip A1A1 A1A2 A2A2
Kesehatan 1 1 1+s
Dari persamaan 2,2 kita mendapatkan perubahan berikut ini dalam frekuensi A2
per generasi:
(2.8)
Gambar 2.1b-c menggambarkan peningkatan frekuensi alel A2 untuk s =
0.01 untuk alel A2 yang dominan dan terpendam. Kedua jenis seleksi juga
directional karena frekuensi A2 meningkat atas pengeluaran A1, mengabaikan
frekuensi alel dalam populasi.
Dalam gambar2.1.b, alel baru adalah menguntungkan dan dominan diatas
yang tua, jadi seleksi sangat efisien dan frekuensi A2 meningkat dengan cepat.
Apabila alel baru yang dominan mengganggu, alel ini akan secara cepat
dieliminasi dari populasi; hal ini mengapa alel dominan yang mengganggu jarang
terlihat dalam populasi alam.
12
Sekali lagi, kita mencatat bahwa semakin sedikit alel A2, semakin besar
proporsi alel A2 dalam sebuah keadaan heterozigot. Maka, sejauh seleksi melawan
homozigot yang terpendam, pada frekuensi hanya sangat sedikit alel pada setiap
generasi akan menjadi subyek untuk seleksi, dan frekuensi mereka dalam populasi
tidak akan berubah banyak. Dengan kata lain, seleksi tidak akan sangat efisien
dalam meningkatkan frekuensi dari alel yang menguntungkan atau sebaliknya,
dalam mengurangi frekuensi yang mengganggu, sejauh frekuensi alel dalam
sebuah populasi adalah rendah. untuk alasan ini, hampir tidak mungkin untuk
mengisarkan sebuah populasi dari alel yang mengganggu secara resesif, bahkan
ketika alel seperti itu mematikan dalam keadaan homozigot (s=-1). Ketahanan
dari penyakit genetik seperti itu seperti sindrom Tay-Sachs dan fibrosis sistik
dalam populasi manusia memperlihatkan ketidakefisienan dari seleksi terarah
pada frekuensi alel yang rendah. namun, seperti yang kita lihat dalam bagian
berikutnya, beberapa alel resesif yang mengganggu mungkin dipertahankan dalam
populasi karena mereka memiliki keuntungan selektif dalam keadaan heterozigot.
Over/ lebih dominan dan under/kurang dominan
Dalam seleksi overdominan, heterozigot memiliki kesehatan yang paling
tinggi. Maka,
Genotip A1A1 A1A2 A2A2
Kesehatan 1 1 1+s
Dalam kasus ini, s > 0 dan s > t. bergantung pada apakah kesehatan A2A2
lebih tinggi dari, sama dengan, atau lebih rendah dari A1A1, t mungkin positif, nol,
atau negatif. Perubahan dalam frekuensi alel dapat digambarkan sebagai
(2.9)
Gambar 2.2 menggambarkan perubahan dalam frekuensi alel A2
13
Berlawanan dari kodominan atau seleksi dominan, dimana alel A1 pada
akhirnya dieliminasi dari populasi, dibawah seleksi overdominan populasi cepat
atau lambat mencapai keseimbangan yang stabil dimana A1 dan A2 ada secara
bersamaan. Keseimbangan stabil karena dalam kasus deviasi dari keseimbangan,
seleksi akan secara cepat mengembalikan frekuensi keseimbangan. Setelah
keseimbangan dicapai, perubahan yang tidak jauh lagi dalam frekuensi alel akan
diamati. Maka, seleksi overdominan tergolong dalam kelas selesi resime yang
disebut dengan keseimbangan atau seleksi penstabilan.
Frekuensi alel A2 pada keseimbangan q didapatkan dengan menyelesaikan
persamaan 2.9 untuk Δq = 0:
(2.10)
Ketika t=0 (kedua homozigot memiliki nilai kesehatan yang identik), frekuensi
keseimbangan dari kedua alel akan menjadi 50%
Dalam seleksi kurang atau dibawah dominan, heterozigot memiliki
kesehatan yang paling rendah, s < 0 dan s < t. seperti dalam kasus seleksi
overdominan, dalam seleksi ini perubahan frekuensi dari A2 dijelaskan
C. Proses Pergeseran genetika secara acak dan ukuran populasi
1. Pergeseran genetika secara acak
Seperti dijelaskan diatas, seleksi alam bukan hanya factor yang dapat
menyebabkan perubahan dalam frekuensi alel. Perubahan frekuensi alel dapat
juga terjadi secara tidak sengaja, dimana kasus perubahannya tidak direncanakan
tetapi acak. Sebuah faktor penting dalam menghasilkan fluktuasi acak dalam
frekuensi alel adalah sampling acak dari gamet dalam proses reproduksi (gambar
2.3). Sampling terjadi karena, dalam kebanyakan kasus yang terjadi di alam,
jumlah gamet tersedia dalam banyak generasi adalah lebih banyak daripada
jumlah individu dewasa yang dihasilkan dalam generasi berikutnya. Dengan kata
14
lain, hanya sejumlah kecil gamet yang berhasil dalam perkembangannya menjadi
dewasa. Dalam populasi diploid yang dibahas dalam pemisahan Mendel, sampling
masih dapat terjadi bahkan apabila tidak ada kelebihan gamet, bahkan apabila
masing-masing individu menghasilkan dua gamet dari generasi berikutnya, namun
dua gamet melewati generasi berikutnya mungkin secara kebetulan dalam jenis
yang sama.
Untuk melihat dampak dari sampling, mari kita anggap saja sebuah situasi
yang ideal dimana semua individu dalam populasi memiliki kesehatan atau
kemampuan yang sama dan seleksi tidak berlangsung. Kita lebih jauh
menyederhanakan masalah dengan menganggap sebuah populasi dengan generasi
yang tidak overlapping (misalnya, sebuah kelompok individu yang menghasilkan
secara bersamaan dan meninggal seketika setelahnya), seperti bahwa semua
generasi dapat secara tidak ambigu dibedakan dari baik generasi sebelumnya atau
generasi berikutnya. Pada akhirnya, kita menganggap bahwa ukuran populasi
tidak berubah dari generasi ke generasi.
Populasi dibawah pertimbangan adalah diploid dan terdiri dari individu N ,
sehingga pada lokus tertentu, populasi terdiri dari gen 2N. mari kita anggap
kembali kasus sederhana dari satu lokus dengan dua alel, A1 dan A2, dengan
frekuensi p dan q = 1 – p. ketika gamet 2N dibuat menjadi sampel dari kelompok
gamet yang tak terbatas, kemungkinan bahwa sampel terdiri dari alel i dari jenis
A1 diberikan fungsi kemungkinan binominal
(2.11)
Dimana ! melambangkan faktorial, dan (2N)!=1 x 2 x 3 x .... x (2N).
karena Pi selalu lebih besar dari pada 0 untuk populasi dimana dua alel saling ada,
frekuensi alel mungkin berubah dari generasi ke generasi tanpa bantuan seleksi.
Proses perubahan alel dalam frekuensi karena untuk perubahan dampak
disebut dengan pergeseran genetika acak. Namun demikian, seseorang harus
mencatat bahwa pergeseran genetika acak juga disebabkan oleh proses daripada
sampling dari gamet. Contohnya, perubahan stokastik dalam intensitas seleksi
15
juga dapat membawa tentang perubahan acak dalam frekuensi alel (Gillespie,
1991).
Dalam gambar 2.4, kita menggambarkan dampak dari sampling atau
penyontohan acak dalam frekuensi alel dalam populasi dari ukuran yang berbeda.
Frekuensi alel berubah dari generasi ke generasi, namun arah perubahannya acak
pada waktu tertentu. Sifat yang paling kelihatan dari pergeseran genetika acak
adalah bahwa fluktuasi atau aliran frekuensi lebih diucapkan dalam populasi yang
kecil daripada yang lebih besar. Dalam gambar 2.5 kita menunjukkan dua
kemungkinan hasil dari pergeseran genetika acak, dalam populasi dengan ukuran
N = 25. Dalam satu replika, alel A hilang dalam generasi 27, dalam replika yang
lain, Alel A hilang dalam generasi ke 49.
Mari kita ikuti dinamika perubahan dalam frekuensi alel karena proses
pergeseran genetika acak dalam pergantian generasi. Frekuensi alel A1 dituliskan
sebagai p0, p1, p2....,pt, dimana tulisan kecil dibawah p melambangkan angka
generasi. Frekuensi inisial dari alel A1 adalah po. dalam seleksi yang tidak ada,
kita mengharapkan p1 untuk sama dengan p0, dan seterusnya untuk semua generasi
berikutnya. Namun, kenyataan bahwa populasi terbatas berarti bahwa p1 akan
menjadi sama dengan p0 hanya pada rata-rata. Pada kenyataannya, sampling
terjadi hanya satu kali dalam setiap generasi, dan p1 biasanya berbeda dari p0.
Dalam generasi kedua, frekuensi p2 tidak lagi bergantung pada p0 namun hanya
pada p1. Dalam generasi ketiga, frekuensi p3 akan tidak bergantung pada p0 tidak
juga p1 namun juga pada p2. Maka, sifat yang paling penting dari pergeseran
genetika acak adalah perilaku kumulatifnya: dari generasi ke generasi, frekuensi
dari alel akan cenderung untuk menyimpang lebih dan lebih dari frekuensi
inisialnya.
Dalam istilah matematika, rata-rata dan selisih dari frekuensi alel A1 pada
generasi t, dilambangkan dengan pt dan V(pt) secara berturut-turut
Pt = P0 (2.12)
dan
16
(2.13)
Dimana po melambangkan frekuensi inisial dari A1. Perhatikan bahwa
walaupun frekuensi rata-rata tidak berubah oleh waktu, selisih meningkat oleh
waktu, yaitu bahwa dengan masing-masing generasi yang melewati frekuensi alel
akan cenderung menyimpang lebih jauh dan lebih jauh lagi dari nilai inisial
mereka. Namun demikian, perubahwan dalam frekuensi alel tidak akan sistematis
menurut arahnya.
Untuk melihat dampak kumulatif dari pergeseran genetika acak, mari kita
pertimbangkan contoh numerik berikut ini. Sebuah populasi tertentu terdiri dari
lima individu diploid dimana ada frekuensi dari dua alel pada sebuah lokus, A1
dan A2 masing-masing 50%. Mari kita tanyakan, apakah kemungkinan dari
mendapatkan frekuensi alel yang sama dalam generasi berikutnya? Dengan
menggunakan persamaan 2.11, kita mendapatkan kemungkinan 25%. Dengan kata
lain, dalam 75% dari kasus frekuensi alel dalam generasi kedua akan berbeda dari
frekuensi alel inisial. Lebih jauh lagi, kemungkinan mendapatkan frekuensi alel
inisial dalam generasi berikutnya tidak akan 0.25 lagi namun akan menjadi lebih
kecil secara cepat sekali. Contohnya, kemungkinan mendapatkan angka yang
sama dari alel A1 dan A2 dalam populasi dalam generasi ketiga adalah sekitar
18%. Kemungkinan turun hanya sekitar 5% dalam generasi kesepuluh (gambar
2.6). secara bersamaan, kemungkinan hilang baik A1 dan A2 meningkat oleh
waktu, karena dalam setiap generasi ada kemungkinan terbatas bahwa semua
gamen terpilih ada untuk membawa alel yang sama. Dalam contoh diatas satu alel
yang hilang sekitar 0.1% dalam generasi pertama, dan kemungkinan ini
meningkat secara dramatis dalam generasi berikutnya.
Ketika frekuensi alel mencapai 0 atau 1, frekuensinya tidak akan berubah
dalam generasi berikutnya. Kasus pertama berkaitan dengan loss/kehilangan dan
extinction / kepunahan, dan yang kedua fixation atau fiksasi. Apabila proses
sampling berlanjut untuk periode waktu yang lama, kemungkinannya pada
akhirnya mencapai kepastian. Maka, hasil dari pergeseran genetika acak adalah
17
fiksasi dari satu alel dan hilangnya alel lain. Hal ini terjadi kecuali ada masukan
yang konstan menjadi populasi oleh proses seperti itu sebagai mutasi atau migrasi,
atau kecuali polimorfim secara aktif oleh jenis penyeimbang dari seleksi.
2. Ukuran populasi yang efektif
Parameter atau ukuran dasar dalam populasi biologi adalah ukuran populasi
sensus, N, yang dijelaskan sebagai jumlah total dari individu dalam sebuah
populasi. Namun, dari sudut pandang populasi genetika dan evolusi, jumlah
relevan dari individu yang dipertimbangkan terdiri dari hanya individu yang
secara aktif berpartisipasi dalam reproduksi. Karena tidak semua individu
berperan dalam reproduksi, ukuran populasi yang ada dalam proses evolusioner
berbeda dengan ukuran sensus. Bagian ini disebut dengan ukuran populasi efektif
dan dilambangkan dengan Ne. Wright (1931) mengenalkan konsep efektif dari
ukuran populasi, dimana ia menjelaskan sebagai ukuran dari populasi yang ideal
yang akan memiliki dampak yang sama dari sampling acak pada frekuensi alel.
Contohnya, pertimbangkan sebuah populasi dengan ukuran sensus N dan
anggaplah bahwa frekuensi alel A1 pada generasi t adalah p. apabila jumlah
individu yang berperan dalam reproduksi adalah N, maka selisih frekuensi alel A1,
dalam generasi berikutnya pt+1 didapatkan dari persamaan 2.13 dengan keadaan t =
1
(2.14)
Pada prakteknya, karena tidak semua individu dalam populasi berperan
dalam proses reproduksi, selisih yang diamati akan menjadi lebih besar dari yang
didapatkan dari persamaan 2.14. ukuran populasi yang efektif merupakan nilai
yang disubtitusikan untuk N untuk memuaskan persamaan 2.14
(2.15)
18
Pada umumnya, Ne lebih kecil, terkadang lebih kecil, daripada N.
contohnya, ukuran populasi yang efektif dari nyamuk anopheles gambiae di
Kenya diperkirakan ada sekitar 2.000 – sekitar enam kali lebih kecil daripada
ukuran populasi sensus (Lehmann dkk, 1998).
Beberapa faktor dapat memberikan kontribusi dari perbedaan ini.
Contohnya, dalam sebuah populasi dengan generasi yang overlapping atau
berlebihan jumlahnya, pada waktu tertentu populasi akan terdiri dari individu
pada masa sebelum reproduksi atau setelah reproduksinya. Karena penggolongan
usia ini, ukuran efektif dapat lebih kecil dari ukuran sensus. Contohnya, menurut
Nei dan Imaizumi (1966). Dalam manusia, Ne hanya sedikit lebih besar dari N/3.
Penggurangan dalam ukuran populasi yang efektif dalam perbandingan
dari ukuran sensis dapat juga terjadi apabila jumlah jantan termasuk dalam
reproduksi berbeda dari jumlah betina. Hal ini terutama diucapkan dalam spesies
poligamus, seperti mamalia sosial dan burung teritorial, atau spesies yang ada
kasta nonreproduksinya (misalnya, lebah, semut, rayap, dan tikus tanah). Apabila
sebuah populasi terdiri dari Nm jantan dan Nf betin (N = Nm + Nf) Ne adalah
(2.16)
Sebagai catatan bahwa jumlah betina yang terlibat dalam proses
reproduksi sama dengan jantanm, Ne akan selalu lebih kecil dari N. untuk contoh
ekstrimnya, mari kita anggap bahwa dalam sebuah ukuran populasi N dimana
jenis kelamin sama jumlahnya, semua betina (N/2) namun hanya satu jantan
berperan dalam proses reproduksi. Dari persamaan 2.16, kita mendaptkan Ne =
2N/ (1+N/2). Apabila N lebih besar dari 1, seperti N/2+1=N/2, maka Ne menjadi
4, mengabaikan ukuran populasi yang sensus.
Ukuran populasi yang efektif juga dapat dikurangi dari variasi jangka
panjangnya dalam ukuran populasi, yang disebabkan oleh faktor-faktor seperti
lingkungan katastrofi, mode siklis dari reproduksi, dan kepunahan lokal dan
kolonosasi kembali. Ukuran populasi yang efektif jangka panjang dalam sebuah
spesies untuk periode generasi n dilambangkan dengan
19
(2.17)
Dimana Ni adalah ukuran populasi dari generasi inya. Dengan kata lain, Ne
sama dengan rata-rata harmons dari nilai Ni dan akibatnya lebih dekat dari nilai
paling kecil daripada yang paling besar. Sama halnya, apabila sebuah populasi
melewati leher botol, ukuran populasi yang efektif jangka panjangnya secara
hebat dikurangi bahkan apabila populasi mendapatkan kembali ukuran sensisnya.
Banyak orang mengira ukuran populasi yang efektif jangka panjang dalam
manusia telah ada. Banyak orang mengubah nilai Ne sekitar 10,000 (Li dan Sadler,
1991)
D. Kemungkinan pemastian dan Waktu pemastian
1. Kemungkinan pemastian
Kemungkinan bahwa alel tertentu akan menjadi pasti dalam sebuah
populasi bergantung pada (1) frekuensinya, (2) keuntungan dan ketidak untungan
selektifnya, s, dan (3) ukuran populasi yang efektif, Ne. berikutnya, kita akan
mempertimbangkan kasus seleksi genik dan menganggap bahwa kesehatan relatif
dari tiga genotip A1A1, A1A2 dan A2A2 adalah 1, 1+s dan 1+2s secara berturut-
turut.
Kimura (1962) menunjukkan bahwa kemungkinan dari pemastian dari A2
adalah
(2.18)
Dimana q adalah frekuensi inisial dari alel A2. Karena e-x=1-x untuk nilai
kecil dari x, persamaan 2.18 berkurang menjadi P = q ketika s mendekati 0. Maka,
untuk alel yang netral, kemungkinan fiksasi sama dengan frekuensinya dalam
populasi. Contohnya, alel baru dengan frekuensi 40% kasus dan akan menjadi
20
pasti dari kasus dan akan hilang dalam 60% kasus. Hal ini secara intuitif dapat
dipahami karena dalam kasus alel netral, fiksasi terjadi oleh pergeseran genetika
acak.
Kita mencatat bahwa mutan baru muncul sebagai gandaan tunggal dalam
populasi diploid dengan ukuran N memiliki frekuensi inisial dari 1 /(2N).
kemungkinan fiksasi dari sebuah individu mutan alel, P, didapatkan dengan
menggantikan q dengan 1/(2N) dalam persamaan 2.18 ketika s tidak sama dengan
0,
(2.19)
Untuk sebuah mutasi netral, s=0, persamaan 2.19 menjadi
(2.20)
Apabila ukuran populasi sama dengan ukuran populasi efektif, persamaan 2.19
berkurang menjadi
(2.21)
Apabila nilai absolut dari s kecil, kita mendapatkan
(2.22)
Untuk nilai positif dari s dan nilai besar dari N, persamaan 2.22 berkurang
menjadi
(2.23)
21
Maka, apabila mutasi menguntungkan muncul dalam populasi yang besar
dan seleksi menguntungkannya diatas sisa dari alel adalah kecil, katakanlah 5%,
kemungkinan dari fiksasinya kira-kira dua kali dari keuntungan selektif (selective
advantage). Contohnya, apabila mutasi kodominan baru dengan s = 0.01 muncul
dalam sebuah populasi, kemungkinan dari fiksasi akhirnya adalah 2%.
Mari sekarang kita pertimbangkan contoh numerik. Sebuah mutan baru
muncul dalam sebuah populasi dari 1000 individu. Apa kemungkinan bahwa alel
ini akan menjadi pasti atau fix dalam populasi apabila (1) netral, (2) memberi
keuntungan selektif sebesar 0.01 atau (3) memiliki kerugian selektif sebesar
0.001. Sederhananya, kita anggap bahwa N = Ne. Untuk kasus netral,
kemungkinan dari fiksasi dihitung dengan menggunakan persamaan 2.20 adalah
0.05%. Dari persamaan 2.23 dan 2.21 kita mendapatkan kemungkinan 2% dan
0.004% untuk mutasi yang menguntungkan dan yang mengganggu, secara
berurutan. Hasil ini perlu diperhatikan karena secara esensial berarti bahwa mutasi
yang menguntungkan tidak selalu menjadi fix dalam populasi. Kenyataannya,
98% dari semua mutasi dengan keuntungan selektif dari 0.01 akan hilang secara
tidak sengaja. Penemuan teoritis ini merupakan hal yang penting karena
menunjukkan bahwa persepsi adaptif evolusi sebagai sebuah proses dimana
mutasi yang menguntungkan muncul dalam populasi dan menggantikan populasi
dalam generasi berikutnya adalah konsep yang naif. Lebih jauh lagi, bahwa mutasi
yang mengganggu memiliki kemungkinan terbatas yang menjadi fix dalam
sebuah populasi, sekalipun yang kecil. Namun demikian, kenyataan bahwa alel
yang mengganggu mungkin menjadi fix dalam sebuah populasi dari alel yang
lebih baik menggambarkan dalam cara yang kuat pentingnya ketidaksengajaan
dalam menentukan takdir dari mutasi sepanjang evolusi terjadi.
Ketika ukuran populasi berubah menjadi lebih luas, dampak kesempatan
menjadi lebih kecil. Contohnya, dalam contoh diatas, apabila ukuran populasi
efektif adalah 10,000 dari pada 1,000, maka kemungkinan fiksasi menjadi
0.005%, 2% dan -10-20, untuk mutasi netral, menguntungkan, dan mengganggu
secara berurutan. Maka, sementara kemungkinan fiksasi dari mutasi yang
menguntungkan tetap sama, bahwa mutasi netral menjadi lebih kecil, dan bahwa
alel yang mengganggu menjadi tidak dapat dibedakan dari nol.
22
2. Waktu pemastian
Waktu yang diperlukan untuk pemastian atau kehilangan alel bergantung
pada (1) frekuensi dari alel, (2) keuntungan dan ketidakuntungan selektifnya, dan
(3) ukuran dari populasinya. Waktu rata-rata dari pemastian/ fixation atau
kehilangan menjadi lebih pendek ketika frekuensi dari alel mendekati 1 atau 0.
Ketika berkaitan dengan mutasi baru, lebih mudah untuk memperlakukan
pemastian dan kehilangan secara terpisah. Berikut ini, kita berkaitan dengan
waktu pemastian rata-rata dari mutasi tersebut yang akan menjadi pasti dalam
populasi. Variabel ini disebut dengan conditional fixation time atau waktu
pemastian kondisional. Dalam kasus dari mutasi yang baru yang frekuensi
inisialnya dalam populasi diploid adalah penjelasan q = 1 (2n), rata-rata waktu
pemastian kondisional, t, dihitung oleh Kimura dan Ohta (1969). Untuk mutasi
netral, dirata-ratakan dengan
t= generasi 4N (2.24)
dan untuk sebuah mutasi dengan keuntungan selektif dari s, dirata-ratakan dengan
t=(2/s) dalam generasi (2/N) (2.25)
Untuk menggambarkan perbedaan antara jenis yang berbeda dari mutasi,
mari kita anggap saja bahwa spesies mamalia memiliki ukuran populasi yang
efektif sekitar 106 dan rata-rata waktu generasi 2 tahun. Di bawah kondisi ini,
untuk mendapatkan mutasi netral, pada rata-ratanya, butuh waktu 8 juta tahun
untuk menjadi tetap dalam populasi. Sebagai perbandingan, sebuah mutasi dengan
keuntungan selektif sebesar 1% akan menjadi pasti atau tetap dalam populasi yang
sama dalam hanya 5800 tahun. Yang menarik, waktu pemastian kondisional untuk
alel yang mengganggu dengan ketidakuntungan selektif –s adalah sama seperti
alel yang menguntungkan dengan keuntungan selektif s (Maruyama dan Kimura
1974). Hal ini secara intuisi dapat dipahami diberikan kemungkinan besar
kehilangan untuk alel yang mengganggu. Yaitu, karena alel yang mengganggu
23
menjadi pasti atau tetap dalam sebuah populasi, fixation atau pemastian harus
terjadi dengan sangat cepat.
Dalam gambar 2.7, kita menyajikan dalam cara yang skematis dinamika
pergantian gen untuk mutasi netral dan menguntungkan. Kita mencatat bahwa
mutasi yang menguntungkan secara cepat hilang atau dengan cepat menjadi fixed
atau tetap dalam sebuah populasi. Sebaliknya, frekuensi pergantian untuk alel
netral adalah pelan, dan waktu pemastian lebih lama daripada mereka untuk
mutan yang menguntungkan.
E. Rata-rata pergantian gen, Polimorfim genetika, Keanekaragaman gen
dan tekanan perubahan dalam evolusi
1. Rata-rata pergantian gen
Mari kita pertimbangkan rata-rata pergantian gen, dijelaskan sebagai
sejumlah mutan yang mencapai fixation per unit waktu. Kita pertama-tama
mempertimbangkan mutasi netral. Apabila mutasi netral terjadi pada rata-rata u
per gen per generasi, kemudian jumlah mutan yang muncul pada lokus dalam
sebuah ukuran populasi diploid adalah 2Nu per generasi. Sejak kemungkinan
fixation untuk masing-masing mutasi ini adalah 1/(2N), kita mendapatkan rata-
rata pergantian dari alel netral dengan mengkalikan jumlah total dari mutasi oleh
kemungkinan dari pemastian mereka:
(2.26)
Maka, untuk mutasi netral, rata-rata pergantian gen sama dengan rata-rata
mutasi. Hasil ini dapat dipahami dengan mencatat bahwa, dalam sebuah populasi
yang luas, jumlah mutasi yang muncul setiap generasi adalah tinggi, namun
kemungkinan fiksasi dari setiap mutasi rendah. Sebagai perbandingan, dalam
populasi yang kecil, jumlah mutasi yang muncul setiap generasi adalah rendah,
namun kemungkinan fiksasi dari setiap mutasi tinggi. Sebagai akibatnya, rata-rata
pergantian untuk mutasi netral bebas dari ukuran populasi.
24
Untuk mutasi yang menguntungkan, rata-rata subtitusi atau pergantian
juga dapat didapatkan dengan mengkalikan rata-rata mutasi oleh kemungkinan
fiksasi untuk alel yang menguntungkan seperti pada persamaan 2.23. untuk seleksi
genik dengan s > 0, kita mendapatkan
K = 4Nsu (2.27)
Dengan kata lain, rata-rata pergantian untuk kasus seleksi genik
bergantung pada ukuran populasi (N) dan keuntungan selektif, seperti pada rata-
rata mutasi (u).
Kebalikan dari K (1/K) adalah waktu rata-rata antara dua kejadian fiksasi
berturutan (gambar 2.7)
2. Polimorfim genetika
Sebuah populasi merupakan monomorfik pada lokus apabila terdapat
hanya satu alel pada lokus. Sebuah lokus dikatakan menjadi polimorfik apabila
dua atau lebih alel ada bersamaan dalam populasi. Namun demikian, apabila satu
dari alel memiliki frekuensi yang sangat tinggi, katakanlah 99% atau lebih, maka
tidak ada alel satupun yang diteliti dalam sebuah sampel kecuali ukuran contoh
atau sampel sangat besar. Maka, untuk tujuan yang praktis, sebuah lokus biasanya
dijelaskan sebagai polimorfik hanya apabila frekuensi dari alel yang paling sering
adalah kurang dari 99%. Penjelasan ini secara jelas berubah-ubah, dan secara
literatur seseorang mungkin menganggap permulaan selain dari 99%.
3. Keanekaragaman gen
Satu cara yang paling sederhana untuk mengukur luas dari polimorfim
dalam sebuah populasi adalah dengan menghitung proporsi rata-rata dari
polimorfik lovi (P) dengan membagi jumlah dari polimorfik loci dengan jumlah
total dari loci yang dijadikan contoh. Contohnya, apabila 4 dari 20 loci adalah
polimormik, maka P = 4/20 = 0.20. Namun, pengukuran ini bergantung pada
jumlah individu yang dipelajari, karena semakin kecil ukuran contoh atau sampel,
semakin sulit untuk mengidentifikasi polimorfik loci.
25
Pengukuran yang lebih tepat dari keanekaragaman genetika adalah mean
expected heterozygosity atau keanekaragaman gen. Pengukuran ini (1) tidak
bergantung pada penggambaran polimorfim yang berubah-ubah, (2) dapat
dihitung secara langsung dari pengetahuan dari frekuensi alel, dan (3) sedikit
dipengaruhi dengan sampling effects atau dampak-dampak dari penyontohan atau
sampling. Keanekaragaman gen pada sebuah lokus, atau single-locus expected
heterozygosity dijelaskan sebagai
(2.28)
Dimana xi merupakan frekuensi alel i dan m adalah jumlah total dari alel
pada lokus. Untuk semua locus, h, adalah kemungkinan dimana dua alel dipilih
secara acak dari populasi yang berbeda satu sama lain. Rata-rata dari nilai h atas
semua loci yang dipelajari, H, dapat digunakan sebagai sebuah perkiraan dari
keanekaragaman genetika yang luas dalam populasi, yaitu
(2.29)
Dimana hi merupakan keanekaragaman gen pada lokus i, dan n adalah
jumlah dari loci.
Seperti dapat kita lihat sebelumnya, pergeseran genetika acak merupaka
tekanan anti polimorfim dalam evolusi. Wright (1942) dan Kimura (1955) telah
menunjukkan bahwa, dalam kemangkiran dari masukan mutasional,
keanekaragaman gen akan dikurangi oleh pecahan dari 1/2Ne masing-masing
generasi, dimana Ne adalah ukuran populasi yang efektif.
4. Tekanan perubahan dalam evolusi
Penjelasan tentang evolusioner dapat secara luas dikelompokkan kedalam
tiga jenis berdasarkan kepentingan relatifnya terhadap pergeseran genetik acak
26
melawan beberapa bentuk dari seleksi dalam menentukan hasil evolusioner
tertentu. Hipotesis mutasionis adalah teori dimana fenomena evolusioner
dijelaskan utamanya oleh dampak input mutasional dan pergeseran genetik acak.
Hipotesis para neutralis menjelaskan fenomena evolusioner dengan menekankan
dampak dari mutasi, pergeseran genetika acak, dan pemurnian seleksi. Penjelasan
para seleksionis menekankan dampak dari mode seleksi yang menguntungkan dan
seimbang sebagai tekanan utama dalam proses evolusioner. Perbedaan diatas
memberi gambaran yang berguna untuk pemahaman beberapa kontroversi penting
dalam sejarah evolusi molekular.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
27
1. Dalam populasi, lebih dari satu alel terdapat dalam lokus. Proporsi dari alel
berkaitan dengan frekuensi alel atau frekuensi gen. Faktor utama yang
mempengaruhi frekuensi alel dalam populasi merupakan seleksi alam dan
pergeseran genetika yang acak. Ada dua pendekatan matematis untuk
penelitian perubahan genetis dalam populasi: deterministik dan stokastik.
2. Seleksi alam diprediksikan pada variasi genetika yang ada diantara individu
dalam sifat yang berkaitan dengan keberhasilan reproduksi. Ketika sebuah
populasi terdiri dari individu yang tidak berbeda satu sama lain dalam sifat atau
pembawaan seperti itu, hal ini bukan merupakan subyek dari seleksi alam.
Seleksi mungkin membawa perubahan dalam frekuensi alel sepanjang waktu.
3. Dalam kodominasi atau seleksi gen, dua homozigot memiliki nilai kesehatan
yang berbeda, dimana kesehatan dari heterozigot berarti kesehatan dari dua
genotip homozigot. Dalam seleksi dominasi, dua homozigot memiliki nilai
kesehatan yang berbeda, dimana kesehatan dari heterozigot sama seperti
kesehatan satu dari dua genotip homozigous.
4. Proses perubahan alel dalam frekuensi karena untuk perubahan dampak disebut
dengan pergeseran genetika acak. Namun demikian, seseorang harus mencatat
bahwa pergeseran genetika acak juga disebabkan oleh proses daripada
sampling dari gamet.
5. Sebuah populasi merupakan monomorfik pada lokus apabila terdapat hanya
satu alel pada lokus. Sebuah lokus dikatakan menjadi polimorfik apabila dua
atau lebih alel ada bersamaan dalam populasi. Seperti dapat kita lihat
sebelumnya, pergeseran genetika acak merupaka tekanan anti polimorfim
dalam evolusi.
28
B. Saran
Genetika populasi merupakan dasar pemahaman yang baik untuk
mempelajari evolusi. Variasi gen dalam populasi dapat menjelaskan kepada kita
tentang keanekaragaman yang merujuk pada peristiwa genetis yang menyebabkan
individu atau kelompok tertentu memiliki karakteristik berbeda satu sama lain.
Dalam konteks biologi modern, evolusi berarti perubahan frekuensi gen dalam
suatu populasi. Untuk itu diharapkan bagi setiap pembaca yang ingin mempelajari
evolusi untuk tidak melihat evolusi dari satu pendekatan saja, karena ada bayak
pendekatan yang perlu dikaji untuk menjelaskan terjadinya evolusi.
29
DAFTAR RUJUKAN
Anonim. Evolusi. (http://id.wikipedia.org/wiki/Evolusi). Diakses tanggal 25 Maret
2006
Anonim Bab XV. Genetika populasi. http://www.geogle.com/search. diakses
tanggal 24 Pebruari 2009
Campbell, Reece, Mitchell. 2003. Biologi. Erlangga.
Graur, D & Hsiung Li.W. 2000. Fundamentals of Molecular Evolution. Second
edition. Sinauer Associates Inc. Publisher Sunderland. Massachusetts
Stansfield, W.D. 1991. Genetika. Penerbit Erlangga. Jakarta.
Waluyo, L. 2005. Evolusi Organik. Malang. Penerbit Universitas Muhamadiyah
Malang.
Widodo, dkk. 2003. Evolusi. Panduan belajar, bahan ajar, dan panduan asesmen.
FMIPA. Universitas Negeri Malang
30
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…………………………………………………………. iDAFTAR ISI …………………………………………………………………… ii
BAB I. PendahuluanA. Latar belakang ………………………………………………………….. 1B. Rumusan Masalah ……………………………………………………… 3C. Tujuan ………………………………………………………………….. 3
BAB II. PembahasanA. Perubahan dalam frekwensi alel………………………………………. 5B. Seleksi alam, Kodominasi dan Dominasi ……………………………... 6C. Proses pergeseran genetik secara acak dan ukuran populasi………….. 14D. Kemungkinan pemastian dan waktu pemastian ……………………… 20E. Rata-rata pengertian gen, polimorfim genetika, keanekaragaman gen
dan tekanan perubahan dalam evolusi ………………………………. 24
BAB III. PenutupA. Kesimpulan …………………………………………………………….. 28B. Saran …………………………………………………………………… 29
DAFTAR RUJUKAN …………………………………………………………. 30
31
DINAMIKA GEN DALAM POPULASI
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Evolusi yang dibina oleh Dr. Agr. Moh. Amin, S.Pd, M.Si
(Dipresentasikan pada hari Rabu 1 April 2009)
Oleh:
SRIYANTI IMELDA A. S
NIM 108661519180
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
PROGRAM PASCASARJANA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
APRIL 2009
32
KATA PENGANTAR
Puji syukur, penulis panjatkan kepada Tuhan, karena atas penyertaan dan
perlindungan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini sebagai
salah satu prasyarat untuk memenuhi Tugas Matakuliah Evolusi yang di bina Oleh
Dr. Agr. Moh. Amin, S.Pd, M.Si.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan
sehingga kritik dan saran yang bersifat membangun guna memperbaiki makalah
ini sangat penulis harapkan. Terima kasih penulis sampaikan kepada dosen
Pembina matakuliah, Dr. Agr. Moh. Amin, S.Pd, M.Si telah bersedia membina,
mengarahkan penulis untuk mencari dan mengkaji berbagai sumber demi
terselesainya makalah ini.
Kiranya Tuhan yang Maha Kuasa dapat menyertai dan memberkati kita
semua dalam tugas-tugas pengabdian di masa yang akan datang.
Malang, April 2009
Penulis
33