aplikasi trichoderma sp. untuk mengendalikan …repository.unib.ac.id/12696/1/skripsi berliance...

47
1 APLIKASI Trichoderma sp. UNTUK MENGENDALIKAN SERANGAN Fusarium oxysporum f.sp. lycopercii PADA TANAMAN TOMAT CUNG (Lycopersicum esculentum Mill.) SKRIPSI Oleh : Berliance A. S Simbolon NPM. E1J012021 PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS BENGKULU 2016

Upload: lamtuyen

Post on 03-May-2019

226 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

APLIKASI Trichoderma sp. UNTUK MENGENDALIKAN SERANGAN Fusarium oxysporum

f.sp. lycopercii PADA TANAMAN TOMAT CUNG (Lycopersicum esculentum Mill.)

SKRIPSI

Oleh :

Berliance A. S Simbolon NPM. E1J012021

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS BENGKULU

2016

2

PERNYATAAN

Saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Aplikasi Trichoderma sp. untuk

Mengendalikan Serangan Fusarium oxysporum f.sp. lycopercii pada Tanaman Tomat

Cung (Lycopersicum esculentum Mill.)” ini merupakan karya saya sendiri (ASLI), dan isi

dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan oleh orang lain untuk

memperoleh gelar akademis di suatu Institusi Pendidikan, dan sepanjang pengetahuan saya

juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis dan/atau diterbitkan oleh orang

lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar

pustaka.

Bengkulu, Juli 2016 Berliance A. S Simbolon NPM. E1J012021

3

RINGKASAN

APLIKASI Trichoderma sp. UNTUK MENGENDALIKAN SERANGAN Fusarium oxysporum f.sp. lycopercii PADA TANAMAN TOMAT CUNG (Lycopersicum esculentum Mill.) (Berliance A. S Simbolon, di bawah bimbingan Bambang Purnomo dan Bambang Sulistyo. 2016. 37 halaman).

Tanaman tomat merupakan salah satu komoditas hortikultura yang sangat berpotensi

dikembangkan, karena mempunyai nilai ekonomi cukup tinggi dan potensi ekspor yang

besar. Akan tetapi, usaha pengembangan dan peningkatan produksi buah tomat di lapangan

tidak selalu berjalan mulus karena tingginya serangan Fusarium oxysporum f.sp.

Lycopercii yang menyebabkan tanaman tumbuh kerdil, daun menguning, layu pada daun

dan batang, perontokan daun, nekrosis pada tepi daun, dan kematian tanaman.

Pengendalian yang dilakukan hanya sebatas pada sanitasi untuk mendukung

perkembangan tanaman, karena pengendalian secara kimia mahal dibanding nilai ekonomi

buah tomat. Penggunaan jamur antagonis Trichoderma sp. dalam pengendalian penyakit

tanaman dan sekaligus untuk meningkatkan hasil produksi tanaman tomat cung,

merupakan salah satu paket teknologi budidaya tanaman sehat yang tepat sesuai dengan

prinsip Pengendalian Hama Terpadu (PHT) yang dampak negatifnya kecil terhadap

lingkungan. Tujuan penelitian ini untuk mendapatkan waktu aplikasi yang tepat dan dosis

Trichoderma sp. yang efektif dalam mengendalikan penyakit layu fusarium pada tanaman

tomat cung.

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2016 sampai Mei 2016, dan bertempat

di Laboratorium Proteksi Tanaman dan Kebun Percobaan, Fakultas Pertanian, Universitas

Bengkulu. Penelitian menggunakan RAKL (Rancangan Acak Kelompok Lengkap), dengan

satu faktor kombinasi antara waktu aplikasi dan dosis Trichoderma sp. yaitu W1D1

(aplikasi 6 hari sebelum tanam (hst) + 15 gram Carrier Trichoderma (CT)), W1D2 (aplikasi

6 hari sebelum tanam (hst) + 30 gram Carrier Trichoderma (CT)), W1D3 (aplikasi 6 hari

sebelum tanam (hst) + 60 gram Carrier Trichoderma (CT)), W2D1 (aplikasi 3 hari sebelum

tanam (hst) + 15 gram Carrier Trichoderma (CT)), W2D2 (aplikasi 3 hari sebelum tanam

(hst) + 30 gram Carrier Trichoderma (CT)), W2D3 (aplikasi 3 hari sebelum tanam (hst) +

60 gram Carrier Trichoderma (CT)), W3D1 (aplikasi saat tanam + 15 gram Carrier

Trichoderma (CT)), W3D2 (aplikasi saat tanam + 30 gram Carrier Trichoderma (CT)),

W3D3 (aplikasi saat tanam + 60 gram Carrier Trichoderma (CT)). Perlakuan diulang

sebanyak 3 kali, sehingga terdapat 27 satuan percobaan.

4

Hasil penelitian menunjukkan bahwa masa inkubasi penyakit layu fusarium lebih

cepat menyerang tanaman tomat di media persemaian dibandingkan pada media polybag.

Pada media persemaian masa inkubasi tercepat adalah 2 HST dengan intensitas serangan

mencapai 42,33% dan diakhir pengamatan menurun sekitar 32,66%, sedangkan pada

media polybag masa inkubasi lebih lambat yaitu pada 17 HST dengan intensitas serangan

hanya sekitar 18,55%.

Pada umur 17 HST tanaman tomat cung pada perlakuan W1D3 sudah mulai

memasuki fase generatif ditandai dengan mulai munculnya bunga. Sedangkan tanaman

lainnya mulai berbunga pada umur 19-30 HST. Pengukuran tinggi tanaman hanya

dilakukan sekali setelah seluruh tanaman berbunga. Dengan aplikasi W2D2 maka

diperoleh tanaman tomat cung yang sudah berbunga hanya dengan tinggi 19 cm. Pada

pengukuran berat brangkasan menunjukkan berat brangkasan basah mengalami penyusutan

sebesar 60%.

Aplikasi Trichoderma sp sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil

tanaman tomat cung. Buah tomat sudah bisa dipanen pada umur 10 MST sampai dengan

umur 12 MST. Total jumlah buah terbanyak adalah 88 buah dengan bobot buah 219,94

gram pada perlakuan W3D2. Dari hasil penelitian aplikasi Trichoderma sp terhadap

perkembangan penyakit dan pertumbuhan dan hasil tanaman tomat ini dapat disimpulkan

bahwa aplikasi jamur Trichoderma sp pada perlakuan W1D2 (aplikasi 6 HST + 30 gram

CPT) lebih efektif dalam memperlambat masa inkubasi dan menekan perkembangan

penyakit layu Fusarium dan lebih baik dalam meningkatkan pertumbuhan dan hasil

tanaman tomat cung.

(Program studi Agroekoteknologi. Jurusan Budidaya Pertanian. Fakultas Pertanian.

Universitas Bengkulu).

5

SUMMARY

APPLICATION Trichoderma sp. TO CONTROL THE ATTACK Fusarium oxysporum f.sp. lycopercii TOMATO PLANTS LADDIE ( Lycopersicum esculentum Mill.) (Berliance A. S Simbolon, di bawah bimbingan Bambang Purnomo dan Bambang Sulistyo. 2016. 37 halaman).

Tomato plants are one of the horticultural commodities which are very likely to be

developed, because it has relatively high economic value and great export potential.

However, business development and increas production of tomatoes in the field does not

always run smoothly due to the high attack Fusarium oxysporum f.sp. lycopercii that cause

plant stunting , leaf yellowing , wiltiy the leaves and stems , defoliation , necrosis of the

edges of the leaves , and plant death .

Control is done only in terms of sanitation to support the development of plants,

because chemical control is costly than the economic value of tomatoes. The use of an

antagonist fungus Trichoderma sp. in the control of plant diseases and also to improve

tomato crop production laddie , is one of the healthy plant cultivation technology package

that is appropriate to the principles of Integrated Pest Management (IPM) which has little

impact on the environment. The purpose of this study is to get a proper application of time

and the dose of Trichoderma sp. which are effective in controlling fusarium wilt on tomato

plants laddie .

This research was conducted in March 2016 until May 2016, and housed in the Plant

Protection Laboratory and Experimental Farm, Faculty of Agriculture, University of

Bengkulu. Research used RAKL (Random Group Complete), with one combination of

factors between the time of application and the dose of Trichoderma sp. namely W1D1

(application 6 days before planting (dbp) + 15 grams of Carrier Trichoderma (CT)), W1D2

(application 6 days before planting (dbp) + 30 grams of Carrier Trichoderma (CT)), W1D3

(application 6 days before planting (dbp) + 60 grams of Carrier Trichoderma (CT)), W2D1

(application 3 days before planting (dbp) + 15 grams of Carrier Trichoderma (CT)), W2D2

(application 3 days before planting (dbp) + 30 grams of Carrier Trichoderma (CT)), W2D3

(application 3 days before planting (dbp) + 60 grams of Carrier Trichoderma (CT)), W3D1

(application at planting + 15 grams of Carrier Trichoderma (CT)), W3D2 (application at

planting + 30 grams of Carrier Trichoderma (CT)), W3D3 (application at planting + 60

grams of Carrier Trichoderma (CT)). The treatment was repeated 3 times, so there are 27

experimental unit.

6

The results showed that the incubation period of fusarium wilt faster attacking

tomato plants in the nursery media than in media polybag . In the media seedling fastest

incubation period is 2 HST with the intensity of the attacks reached 42.33% and at the end

of observations decreased by about 32.66%, while in the polybag media slower incubation

period at 17 HST with the intensity of only about 18.55% .

At the age of 17 days after planting tomato plants in treatment W1D3 laddie have

started the generative phase, marked by the emergence of flower. While other plants begin

flowering at the age of 19-30 HST. Plant height measurements performed only once after

all the flowering plants. With the application of the obtained W2D2 laddie tomato plants

that are flowering only to the height of 19 cm. At stover weight measurement showed

heavy wet stover shrank by 60 %.

Applications of Trichoderma sp. has very influence on the growth and yield of

tomato laddie. Tomato plant can be harvested at age 10 up to age 12 MST. Total number of

the largest fruit is 88 pieces with a weight of 219.94 grams of fruit on W3D2 treatment.

From the research applications of Trichoderma sp. against disease development and the

growth and yield of tomato plants can be concluded that the application of Trichoderma sp.

in treatment W1D2 (application 6 HST + 30 gram CT) is more effective in slowing the

incubation period and suppress the development of Fusarium wilt and better growth and

yield of tomato plants laddie.

(The study program Agroecotechnology. Department of Agriculture, Faculty of

Agriculture, University of Bengkulu).

7

10

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Motto :

� Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan mendapat;

ketuklah, maka pintu akan dibukakan bagimu. (Matius 7 : 7)

� Tuhan mengetahui kapan doaku terkabul, karena sebelum aku berdiam, Tuhan

mengetahui apa yang tersembunyi dihatiku. (Berliance A. S Simbolon)

� Percaya pada diri sendiri, jangan ingat kalau memang tidak bisa, cukup katakan

apa yang ingin kamu katakan, karena dengan memakai topeng kamu tidak akan

pernah bahagia. (Berliance A. S Simbolon)

Persembahan :

Karya ini ku persembahkan sebagai rasa syukur dan bakti ku kepada orang-orang di

sekelilingku yang senantiasa memberi motivasi dan doa-Nya demi keberhasilanku.

� Tuhan Yesus Kristus yang telah menyertai setiap langkah kehidupanku.

� Untuk kedua orang tuaku, Bapak Englizen Simbolon dan Mamak Nurlinca

Bagariang sebagai jawaban dari semua doa dan kerja keras kalian.

� Kakek Nenek dari bapak ku yang sudah bersama bapa disurga ; Kakek dari

Mamak yang sudah mendahului dan Nenek tercinta (Samena Pardosi).

� Saudara ku tercinta Hotber E.K Simbolon, Tommi S Simbolon dan Andini V

Simbolon dan seluruh keluargaku.

� Untuk seseorang yang spesial babang yang senantiasa memberikan dukungan

semangat, kritik dan saran.

� Sahabat-sahabat ku di Agroekoteknologi angkatan, 10,11,12,13,14,15,

� Agamaku, Bangsaku dan Almamater Tercinta.

11

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada :

1. Ir. Bambang Purnomo, MP, selaku dosen Pembimbing Utama/Penguji dan Prof. Dr.

Ir. Bambang Sulistyo M.Si selaku dosen Pembimbing Akademik sekaligus

Pembimbing Pendamping/Penguji yang telah banyak membantu dan membeikan

masukan serta motivasi dalam penyelesaian penelitian ini.

2. Prof. Ir. Nanik Setyowati, M.Sc. Ph.D dan Ir. Mukhtasar, M.Si selaku dosen

penelaah/penguji yang telah memberikan banyak masukan baik kritik dan saran

dalam penulisan skripsi ini.

3. Bapak dan Mamak yang selalu memberikan semangat, kasih sayang doa dan

perjuangan yang tanpa pamrih demi keberhasilanku mencapai semua ini.

4. Kakek Nenek dari bapak ku yang sudah bersama bapa disurga ; Kakek dari Mamak

yang sudah mendahului dan Nenek tercinta (Samena Pardosi) yang senantiasa

membantu membiayai segala kebutuhanku.

5. Saudaraku tercinta Hotber E.K Simbolon (Ito), Tommi S. Simbolon (Abang) dan

Andini V. Simbolon (Pudan) dan seluruh keluargaku (Tulang/Nantulang;

Paktua/Maktua; Kakak/Abang; Keponakanku) kuucapkan terima kasih atas segala

bantuan dan doa kalian.

6. Babang terima kasih atas semua masukan, semangat serta bantuannya, tetaplah

seperti yang aku kenal sekarang.

7. Pak Zul, Mbak Yani dan Mas Eko terima kasih atas bimbingan dan bantuan

peralatannya selama penelitian.

8. Auntieku Tiur Sihotang; Sahabat SMA-ku Nelli, Leharti dan Osna; Sahabatku

Nova; Sahabatku selama kuliah ( Imelda, Tiurmaida, Friska, Umu Kalsum,

Herlenny) terima kasih atas waktu yang kalian bagi denganku juga doa dan bantuan

semangatnya.

9. Rekan satu penelitianku Fetria Anggun Rohpemi (Kurcil Manna), terimakasih telah

bersama-sama berjuang selama penelitian dan bimbingan.

10. Rekan-rekan Kelompok Magang PTPN VII, Tok Dedi, Tok Daniel, Apollo,

Natalia, Margaretta, Rina, Sherly, dan Sri devi, terima kasih teman telah banyak

mengajarkan arti kekeluargaan.

12

11. Rekan-rekan kelompok KKN periode 76 UNIB, Mbax ersi, Mama Day, Yuri, Nia,

Wafiq, Kak Feri dan Kak Ilham, terimakasih atas kebersamaan yang kalian bagi

denganku.

12. Rekan-rekanku yang telah membantu selama penelitian, Mas rial, Destra, Dery,

Hessy, Imelda, Fetria, Danx Windar, babang dan bg Hendrik tetap semangat gapai

prestasi setinggi-tingginya.

13. Abang-abang yang sudah banyak memberi saya motivasi dan dorongan selama

kuliah (Bg Roy, Bg Hardiman, ito Dedi) kalian abang terhebat bagiku.

14. Seluruh teman-teman Agroekoteknologi 2012 khususnya Kelas A, Keluarga Besar

Minat IHPT 2012, terima kasih atas pengalaman dan pelajaran yang telah

diberikan.

13

RIWAYAT HIDUP

Berliance A. S Simbolon, S.P. Lahir di Desa Tukka

Toruan, Kec. Pakkat, Kab. Humbang Hasundutan,

Provinsi Sumatera Utara, pada tanggal 20 Juli 1994.

Anak pertama dari pasangan bapak Englizen Simbolon

dan ibu Nurlinca Bagariang. Penulis menyelesaikan

pendidikan Sekolah Dasar di SD N 175784 Desa Tukka

Dolok pada tahun 2006, dan Sekolah Menengah

Pertama di SMP N 1 Pakkat pada tahun 2009, serta

pada tahun 2012 penulis menyelesaikan Sekolah

Menengah Atas di SMA SWASTA RK SANTA

MARIA Pakkat.

Tahun 2012 penulis diterima di Universitas Bengkulu pada Program Studi

Agroekoteknologi Fakultas Pertanian, melalui jalur SNMPTN undangan, selesai pada

tahun 2016 dengan lama studi 4 tahun.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah menjadi asisten Mata kuliah Biologi pada

tahun 2015, DASLINTAN pada tahun 2015 dan 2016, dan MIKROBIOLOGI tahun 2016.

Tahun 2012, penulis aktif di organisasi HIMAGROTEK sebagai anggota dan aktif di

KMK UNIB sebagai anggota. Penulis menyelesaikan Magang periode ke-5 di PTPN VII

UNIT TALO PINO, Seluma, Bengkulu Selatan pada Januari tahun 2016. Penulis

menyelesaikan Kuliah Kerja Nyata (KKN) Periode 76 tahun 2015/2016 di RT 1

Kelurahan Cempaka Permai Kec. Gading Cempaka Kota Bengkulu pada bulan Juli 2015 -

Agustus 2015.

14

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah

memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan

skripsi dengan judul “Aplikasi Trichoderma sp. untuk mengendalikan serangan Fusarium

oxysporum f.sp. lycopercii pada tanaman tomat cung (Lycopersicum esculentum Mill.) ini

dapat diselesaikan dengan baik.

Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana

Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu. Skripsi ini diharapkan dapat

bermanfaat, baik secara teoritis maupun teknis guna meningkatkan hasil produksi Tomat

cung Bengkulu khususnya di daerah Bengkulu Selatan.

Dalam penulisan skripsi ini, tentunya banyak pihak yang telah memberikan bantuan,

baik berupa waktu, tenaga, fikiran, materi, motivasi serta kritik dan saran demi

kesempurnaan penulisan. Dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima

kasih kepada Ir. Bambang Purnomo, MP, selaku dosen Pembimbing Utama dan Prof. Dr.

Ir. Bambang Sulistyo, M.Si, selaku dosen Pembimbing Pendamping dan Pembimbing

Akademik yang telah membimbing serta memberikan masukan serta motivasinya dalam

penyelesaian skripsi ini. Kepada Ibu Prof. Ir. Nanik Setyowati, M.Sc, Ph.D dan Bapak Ir.

Mukhtasar, M.Si sebagai dosen Penelaah dan penguji yang telah banyak memberikan

masukan, kritik dan saran serta perbaikan dalam penulisan ini.

Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih banyak terdapat kekurangan, penulis

mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak untuk perbaikan di masa yang akan

datang.

Bengkulu, Juli 2016 Berliance A. S Simbolon

vi

15

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ................................................................................................ vi

DAFTAR ISI.....................................................................................................................vii

DAFTAR TABEL................................................................................................ vii i

DAFTAR GAMBAR ................................................................................................ ix

DAFTAR LAMPIRAN................................................................................................ x

I. PENDAHULUAN ................................................................................................ 1.1 Latar Belakang ................................................................................................1 1.2 Tujuan. ................................................................................................ 3

II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................................ 2.1 Tomat Cherry atau Tomat Cung ................................................................4 2.2 Penyakit Fusarium oxysforum f.sp. lycopercii................................ 7 2.3 Morfologi Trichoderma sp. ................................................................ 9

III. METODE PENELITIAN ................................................................................................ 3.1 Pelaksanaan Penelitian ................................................................................................13 3.2 Variabel Pengamatan ................................................................................................16 3.3 Analisis Data ................................................................................................17

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................ 4.1 Gambaran Umum Penelitian ................................................................ 18 4.2 Hasil Analisis Keragaman ................................................................ 19 4.3 Variabel Penyakit ................................................................................................20 4.2 Variabel pertumbuhan ................................................................................................23 4.3 Variabel Hasil................................................................................................25

V. SIMPULAN DAN SARAN.............................................................................................. 5.1 Simpulan ................................................................................................ 27 5.2 Saran................................................................................................ 27

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 28

LAMPIRAN......................................................................................................................32

vii

16

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Nilai Gizi buah Tomat segar ................................................................................. 6

2. Rangkuman Analisis Varian (ANAVA) ...............................................................20

3. Rata-rata masa inkubasi dan intensitas serangan penyakit ................................ 21

4. Rata-rata variabel pertumbuhan pada tomat cung .................................................23

5. Rata-rata variabel hasil pada tomat cung ..............................................................25

vii i

17

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Morfologi tanaman Tomat Cung................................................................ 5

2. Jamur Fusarium oxysporum f.sp. lycopercii ......................................................... 8

3. Trichoderma sp. ................................................................................................ 10

4. Gejala serangan Jamur Fusarium oxysporum f.sp. lycopercii .............................. 18

ix

18

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Denah Percobaan ................................................................................................34

2. Analisis varian aplikasi Trichoderma sp. ................................................................36

x

1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tanaman tomat termasuk tanaman terung-terungan famili Solanaceae (Ashari,

2013) berbentuk perdu semusim dengan tinggi tanaman 50-120 cm dan berasal dari

Amerika (Tengah, Selatan, Peru dan Meksiko). Berdasarkan catatan yang ada, diperkirakan

tomat disebarkan oleh pelaut Spanyol ke koloninya di Kepulauan Karibia, Filipina

kemudian menyebar ke seluruh penjuru dunia, termasuk Indonesia. Tomat umumnya

berumur pendek (kurang dari satu tahun) dan biasanya akan mati layu setelah dipanen.

Tomat sangat dikenal dan digemari oleh masyarakat karena rasa buahnya yang

segar dengan cita rasa manis-manis masam sehingga dapat dimanfaatkan sebagai bumbu

sayur, lalap, saus tomat, buah segar, minuman (juice) dan antioksidan. Buah tomat juga

banyak mengandung vitamin A dan C yang berkhasiat untuk mengatasi gusi berdarah,

sembelit, menurunkan resiko kanker dan menghaluskan wajah (Tim Bina Karya Tani,

2009).

Tanaman tomat merupakan salah satu komoditas hortikultura yang sangat berpotensi

dikembangkan, karena mempunyai nilai ekonomi cukup tinggi dan potensi ekspor yang

besar. Peningkatan kebutuhan tomat sering tidak diimbangi dengan peningkatan

produksinya. Produksi tomat di Indonesia setiap tahun mengalami fluktuasi. Produksi

tomat pada tahun 2014 mencapai 992,780 ton dengan luas lahan 59,759 ha, sementara pada

tahun 2015 mengalami penurunan menjadi 915,987 ton dengan luas lahan 59,008 ha

(Badan Pusat Statistik, 2015).

Salah satu jenis tomat yang umum dikonsumsi oleh masyarakat khususnya di

daerah Bengkulu yaitu tomat cherry atau tomat cung (Lycopersicum esculentum Mill.)

berbentuk bulat atau bulat panjang, berwarna merah atau kuning, ruang buah hanya dua

ruang, dan ukurannya kecil-kecil. Tomat cherry atau tomat cung banyak dibudidayakan

oleh masyarakat karena harga jual yang tinggi, lebih mudah beradaptasi dan buahnya tahan

lama (Yana, 2013).

Berbagai upaya telah dilakukan untuk meningkatkan hasil produksi tomat cung

salah satunya penyediaan bibit unggul dan penggunaan bahan organik dan menggunakan

varietas tahan penyakit. Beberapa varietas tomat diketahui mempunyai ketahanan yang

berbeda-beda terhadap penyakit. Varietas tahan diharapkan dapat memutus siklus hidup

penyakit di lapangan, akan tetapi usaha pengembangan dan peningkatan produksi buah

2

tomat di lapangan tidak selalu berjalan mulus disebabkan banyak hambatan baik yang

bersifat ekonomis, sosial, maupun biologis.

Faktor biologis yang seringkali menjadi kendala ialah adanya serangan patogen,

dan salah satu penyakit yang ditimbulkan adalah layu Fusarium yang disebabkan oleh

Fusarium oxysporum f.sp. lycopersicii. Gejala yang ditunjukkan jika tanaman terserang

adalah tanaman tumbuh kerdil, daun menguning, layu pada daun dan batang, perontokan

daun, nekrosis pada tepi daun, dan kematian tanaman (Agrios,1988). Serangan fusarium ini

dapat menimbulkan kerugian yang cukup besar dan mengakibatkan penurunan hasil

tanaman mencapai 30 – 50% karena tanaman menjadi layu dan tidak dapat berproduksi

secara optimal (Suastika, 2010).

Pengendalian yang dilakukan hanya sebatas pada sanitasi untuk mendukung

perkembangan tanaman, karena pengendalian secara kimia mahal dibanding nilai ekonomi

buah tomat. Selain itu, penggunaan senyawa kimia bukan merupakan alternatif yang

terbaik, karena sifat racun yang terdapat dalam senyawa tersebut dapat meracuni manusia,

ternak peliharaan, serangga penyerbuk musuh alami pengganggu tanaman serta lingkungan

dapat menimbulkan polusi bahkan pemakaian dosis yang tidak tepat dapat membuat hama

dan penyakit menjadi resisten (Sutanto, 2012).

Penggunaan jamur antagonis Trichoderma sp. dalam pengendalian penyakit

tanaman dan sekaligus untuk meningkatkan hasil produksi tanaman tomat cung,

merupakan salah satu paket teknologi budidaya tanaman sehat yang tepat sesuai dengan

prinsip Pengendalian Hama Terpadu (PHT) yang dampak negatifnya kecil terhadap

lingkungan. Trichoderma sp. dapat menekan pertumbuhan patogen dengan mekanisme

antagonisme dan hiperarasitisme. Hiperparasitisme yaitu dengan cara melilit hifa patogen,

mengeluarkan enzim glukonase dan kitinase yang dapat menembus dinding sel inang

(Saragih dan Silalahi, 2006., Liswarni dan Wibowo. 2013). Kondisi Trichoderma mampu

menembus sel inang ini merupakan mekanisme untuk memperkuat sistem pertahanan

tanaman untuk melawan serangan patogen (Idarniati, 2007). Mekanisme antagonisme

jamur Trichoderma sp. terhadap patogen adalah kompetisi, induksi ketahanan tanaman,

mikoparasit, antibiosis (Driesche dan Bellows, 1996).

Berdasarkan hasil penelitian Sopialena (2015) diketahui bahwa pengaruh aplikasi

Trichoderma sp. terhadap penyakit layu Fusarium oxysporum pada tanaman tomat mampu

menekan serangan jamur sampai 24.50% pada 7 hari sebelum tanam, dan tanaman tidak

segera mati dan tanaman mampu memproduksi. Hasil penelitian Esrita et al. (2011)

3

menunjukkan bahwa dosis Trichoderma 15 gram Trichoderma per tanaman cukup baik

untuk mendukung pertumbuhan dan hasil tanaman tomat.

Hasil penelitian Balai Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Jateng (2015)

menyimpulkan bahwa Trichoderma sp. ternyata juga memberikan pengaruh positif pada

pertumbuhan vegetatif dan perkembangan generatif tanaman serta hasil panen. Hasil

tersebut menjadi sebuah fenomena tersendiri yang menunjukkan kemampuan Trichoderma

sp. untuk merangsang pertumbuhan tanaman, akan tetapi saat ini belum diketahui dosis dan

waktu aplikasi jamur antagonis Trichoderma sp. yang efektif untuk mengendalikan

penyakit layu fusarium khususnya untuk tomat cung Bengkulu sehingga dengan penelitian

ini pertumbuhan dan hasil tomat cung Bengkulu menjadi lebih baik. Dalam kondisi ideal,

dosis Trichoderma sp. dinyatakan efektif dan waktu aplikasi dinyatakan tepat jika

intensitas serangan layu fusarium rendah, masa inkubasi patogen lambat dan hasil produksi

tomat cung tinggi.

1.2 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan dosis Trichoderma sp. yang efektif dan

waktu aplikasi yang tepat dalam mengendalikan penyakit layu fusarium pada tanaman

tomat cung (Lycopersicum esculentum Mill. ).

4

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tomat Cherry atau Tomat Cung (Lycopersicum esculentum Mill.)

2.1.1 Morfologi Tomat Cherry atau Tomat Cung

Tomat (Lycopersicum esculentum Mill.) sebagai tanaman sayuran memegang

peranan yang penting dalam pemenuhan gizi masyarakat. Dalam buah tomat banyak

mengandung zat-zat yang berguna bagi tubuh manusia antara lain mengandung vitamin C,

vitamin A dan mineral. Sebagaimana tanaman dikotil lainnya, tanaman tomat berakar

tunggang dengan akar samping yang menjalar ditanah (Anonim, 2016). Berakar pencar,

namun relatif tidak dalam, akar datarnya halus dan cukup tebal (Rismunandar, 2014).

Menurut Deptan (2016), tanaman tomat dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledoneae

Ordo : Plemoniales

Famili : Solanaceae

Genus : Lycopersicum

Species : Lycopersicum esculentum Mill.

Batang tomat walaupun tidak sekeras tanaman tahunan, tetapi cukup kuat. Warna

batang hijau dan berbentuk persegi empat sampai bulat. Pada permukaan batangnya

ditumbuhi banyak rambut halus terutama di bagian yang berwarna hijau. Diantara rambut-

rambut tersebut biasanya terdapat rambut kelenjar. Pada bagian buku-bukunya terjadi

penebalan dan kadang-kadang pada buku bagian bawah terdapat akar-akar pendek. Jika

dibiarkan (tidak dipangkas), tanaman tomat akan mempunyai banyak cabang yang

menyebar rata (Deptan, 2016).

Daun mudah dikenali karena mempunyai bentuk yang khas, yaitu berbentuk oval,

bergerigi dan mempunyai celah yang menyirip. Daunnya merupakan daun majemuk ganjil

dengan jumlah daun antara 5-7, daunnya berukuran sekitar 10-15 cm. Tangkai daun

majemuk mempunyai panjang sekitar 15-25 cm. Umumnya di antara pasangan daun yang

besar terdapat 3-6 daun kecil. Daun majemuk tersusun spiral mengelilingi batangnya

(Deptan, 2016).

5

Bunga tumbuh dari batang (cabang) yang masih muda, membentuk jurai yang terdiri

atas dua baris bunga. Tiap-tiap jurai terdiri dari 5 hingga 12 bunga. Mahkota bunganya

berwarna kuning muda, bentuk bakal buahnya ada yang bulat panjang, berbentuk bola atau

jorong melintang (Rismunandar, 2014)

Buah Tomat yang masih muda biasanya terasa getir dan berbau tidak enak karena

mengandung lycopersicii yang berupa lendir dan dikeluarkan oleh 2-9 kantung lendir.

Ketika buahnya semakin matang, lycopersicii lambat laun hilang sendiri sehingga baunya

hilang dan rasanya pun jadi enak, asam-asam manis. Seiring dengan proses pematangan,

warna buah yang tadinya hijau sedikit demi sedikit berubah menjadi kuning. Dan ketika

buahnya telah matang benar, warnanya menjadi merah. Ukuran buahnya cukup bervariasi,

dari yang berdiameter 2-15 cm, tergantung dari varietasnya. Biji tomat banyak, berbentuk

bulat pipih, putih atau krem, kulit biji berbulu (Deptan, 2016).

Morfologi Tomat Cung atau Tomat Cherry pada umumnya terdiri dari batang, daun,

bunga, dan buah seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1.

Gambar 1 : Morfologi tanaman tomat cung (A. Batang , B. Daun , C. Bunga , D. Buah) Sumber : Foto Pribadi

Beberapa dasar yang dipakai untuk membedakan varietas tomat adalah bentuk buah,

tandan, ketebalan daging buah, dan kandungan air pada buah. Berdasarkan bentuk atau

penampilannya, buah tomat digolongkan menjadi tomat biasa (Lycopersicum commune)

bentuk buah bulat pipih tidak teratur dan sedikit beralur terutama dekat tangkainya, tomat

apel (Lycopersicum pyriforme) bentuk bulat, kuat, kompak, dan sedikit keras seperti apel,

tomat keriting (Lycopersicum validum) bentuk buah agak lonjong, keras, daunnya rimbun

dan agak keriting serta berwarna hijau kelam dan tomat kentang (Lycopersicum

6

grandifolium) bentuk bulat besar padat atau kompak dan ukurannya lebih besar daripada

tomat apel (Prahasta, 2009).

Selain varietas di atas, beberapa jenis tomat yang banyak dijumpai di pasaran

diantaranya yaitu tomat ratna dapat ditanam di dataran rendah atau dataran tinggi, berat

buah antara 30 g - 50 g dan setiap pohon menghasilkan ± 2 kg, tomat intan dapat ditanam

di dataran rendah atau dataran tinggi, berat buah antara 30 g – 45 g dan setiap pohon

menghasilkan ± 2 kg, dan tomat cherry (cung) buah berukuran kecil, buah masak berwarna

merah dengan berat buah 5 g - 10 g (Pracaya, 1998).

2.1.2 Komposisi dan Manfaat Buah Tomat Cherry atau Tomat Cung

Menurut Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI 1972 Tugiyono, (1999) dalam

Yana (2013), nilai gizi buah tomat segar pada umumnya (per 100 gram) disajikan pada

tabel 1.

Tabel 1. Nilai Gizi buah Tomat segar (per 100 gram) No. Zat Gizi Nilai Gizi

1. Karoten (vitamin A) 1500 SI 2. Thiamin (vitamin B) 60 µg

3. Riboflafin (vitamin B2) -

4. Asam Akorbat (vitamin C) 40 mg

5. Protein 1 gram

6. Karbohidrat 4,2 gram

7. Lemak 0,3 mg

8. Kalsium (Ca) 5 mg

9. Posfor (P) 27 mg

10. Zat Besi (Fe) 0,5 mg

11. Bagian yang dimakan 95 %

Tomat baik dalam bentuk segar maupun olahan, memiliki kandungan zat gizi dan

vitamin yang penting bagi tubuh. Buah tomat terdiri dari 90 – 95% berat kering

mengandung air dan 1% kulit dan biji. Jika buah tomat dikeringkan, sekitar 50% dari berat

keringnya terdiri dari gula-gula pereduksi seperti glukosa dan fruktosa, sisanya asam-asam

organik, pigmen, vitamin dan lipid (Prahasta, 2009).

2.1.3 Syarat Tumbuh Tanaman Tomat Cherry atau Tomat Cung

Tanaman tomat umumnya memerlukan penyinaran matahari minimal 8 jam perhari.

Tetapi tanaman tomat tidak tahan terhadap sinar matahari yang terik dan hujan lebat.

7

Faktor iklim juga penting dalam mempengaruhi pertumbuhan tanaman tomat adalah suhu

udara. Suhu udara rata-rata tahunan tanaman tomat untuk pertumbuhan berada antara 24° –

28° C pada siang hari dan 15° – 20° C pada malam hari (Tim Bina Karya Tani, 2009).

2.2 Penyakit Fusarium oxysporum f.sp. lycopercii

2.2.1 Morfologi Fusarium oxysporum f.sp. lycopercii

Fusarium oxysporum f.sp. lycopercii merupakan salah satu jamur patogen penyebab

penyakit layu Fusarium pada tanaman tomat (Semangun, 2000). Genus Fusarium adalah

spesies patogenik yang menyebabkan penyakit layu pada berbagai tanaman. Jamur

Fusarium dapat menyebabkan kerugian besar, terutama pada varietas tomat rentan dan

pada kondisi lingkungan sesuai (Holliday, 1980; Agrios, 1988).

Menurut Agrios (1988) klasifikasi jamur ini adalah sebagai berikut :

Divisio : Mycota

Sub Divisi : Deuteromycotina

Class : Hyphomycetes

Ordo : Hyphales

Famili : Tuberculariaceae

Genus : Fusarium

Species : Fusarium oxysporum f.sp. lycopercii

F. oxysporum f.sp. lycopercii merupakan jamur yang mampu bertahan lama dalam

tanah sebagai klamidospora, yang terdapat banyak dalam akar sakit (Saragih et al, 2006).

Jamur mengadakan infeksi melalui akar. Adanya luka pada akar akan meningkatkan

infeksi. Setelah masuk ke dalam akar, jamur berkembang menuju ke batang dan di sini

jamur berkembang secara meluas dalam jaringan pembuluh. Pada tingkat infeksi lanjut,

miselium dapat meluas dari jaringan pembuluh ke parenkim. Dan selanjutnya jamur

membentuk banyak spora dalam jaringan tanaman (Semangun, 2000).

Biakan Fusarium berdiameter (4,5-6,5) cm dalam waktu 4 hari pada suhu 25°C.

Jamur Fusarium secara makroskopis memiliki koloni menyebar ke segala arah. Pada awal

pertumbuhan di medium PDA koloni berwarna putih seperti kapas, kemudian berubah

menjadi putih agak kekuningan atau krem. Beberapa isolat mempunyai ciri bau aroma

seperti bunga gugur, beberapa menghasilkan sporodokium dengan lendir oranye dari

makrokonidiumnya (Soesanto, 2008). Biakan jamur Fusarium oxysporum f.sp lycopercii

8

yang diinkubasi selama 4 hari diamati secara makroskopis dan secara mikroskopis seperti

pada Gambar 2.

Gambar 2 : Jamur Fusarium oxysporum f.sp. lycopercii (A. Biakan Fusarium ; B. Mikrokonidia

Fusarium ; C. Makrokonidia Fusarium ; D. Klamidospora) Sumber : Foto pribadi

Jamur Fusarium oxysporum f.sp. lycopercii mempunyai 3 alat reproduksi, yaitu

mikrokonidia (terdiri dari 1-2 septa), makrokonidia (3-5 septa), dan klamidospora

(pembengkakan pada hifa). Mikrokonidia berbentuk bulat telur, tidak bersekat atau

bersekat satu dengan ukuran 8-12 x 3 µm pada perbesaran 40x40 (Gambar 2B).

Makrokonidia berbentuk bulan sabit dengan sekat 3-5, berukuran 27,536,25 x 3-5 µm

(Gambar 2C). Hifa bersekat dan bercabang (Gambar 2D). Hal yang sama juga

diungkapkan oleh Semangun (2004), bahwa Fusarium oxysporum f.sp. lycopercii memiliki

struktur yang terdiri dari mikrokonidium yang bercabang-cabang dan makrokonidium

berbentuk sabit, bertangkai kecil, sering kali berpasangan.

Daur hidup Fusarium oxysporum f.sp. lycopercii mengalami fase patogenesis dan

saprogenesis. Pada fase patogenesis, jamur hidup sebagai parasit pada tanaman inang.

Apabila tidak ada tanaman inang, patogen hidup di dalam tanah sebagai saprofit pada sisa

tanaman. Pada fase saprogenesis, fusarium mampu menjadi sumber inokulum untuk

menimbulkan penyakit pada tanaman lain. Penyebaran dapat terjadi melalui angin, air

tanah, serta tanah terinfeksi dan terbawa oleh alat pertanian dan manusia (Doolite et al.,

1961 dalam Winarsih dan Syafrudin, 2011).

2.2.2 Pengendalian Fusarium oxysporum f.sp. lycopercii

Upaya pengendalian Fusarium oxysporum f.sp. lycopercii banyak menemui

kesulitan, terutama dengan menggunakan bahan kimia yang kurang efektif dan efisien,

karena Fusarium oxysporum f.sp. lycopercii mempunyai struktur yang bertahan dalam

9

tanah yaitu klamidospora yang dapat dorman beberapa tahun dalam tanah walaupun tanpa

tanaman inang (Untung, 1996). Pengendalian yang telah dilakukan, baik dengan fungisida

kimia sintetis maupun varietas tahan belum memberikan hasil yang memuaskan. Bahkan

penggunaan fungisida sintetis dapat menyebabkan dampak negatif (Untung, 1996; Gamliel

et al., 1997).

Pengendalian secara hayati terhadap penyakit layu Fusarium oxysporum f.sp.

lycopercii pada tanaman tomat telah dilaporkan oleh beberapa peneliti. Menurut Sugito et

al. (2010) bahwa populasi Fusarium oxysporum f.sp. lycopercii di dalam tanah mengalami

penurunan akibat penggunaan bahan nabati seperti ekstrak daun nimba, daun cengkeh,

kulit jati, kulit pinus, dan daun ketapang. Penurunan populasi sebesar 79,22 % terjadi pada

perlakuan ekstrak daun cengkeh yang diberikan pada 4 minggu sebelum tanam.

Pengendalian penyakit karena Fusarium oxysporum f.sp. lycopercii dapat dilakukan

dengan menambahkan antagonis dan bahan organik ke dalam tanah (Rustati et al., 2004).

Pengendalian menggunakan agensia hayati merupakan pilihan yang perlu dikembangkan,

sebab relatif murah dan mudah dilakukan, serta bersifat ramah lingkungan.

Menurut Kristalisasi (2007) isolate Trichoderma sp. yang berasal dari rizosfer

tanaman tomat mampu menyebabkan lisisnya miselium F.oxysporum f.sp lycopercii.

Menurut Dwivedi dan Enespa (2013) bahwa aktifitas anti jamur dari spesies Aspergillus

spp., Penicillium spp. dan Trichoderma memainkan peran penting dalam mengendalikan

jamur pathogen tular tanah dari jamur F. solani dan F. oxysporum f. sp. lycopercii pada

tanaman tomat dan tanaman terung. Penggunaan agen hayati ini tidak hanya aman bagi

petani dan konsumen, tetapi juga ramah lingkungan, mudah dalam memproduksi dan

mudah dalam formulasi.

2.3 Trichoderma sp.

2.3.1 Morfologi Trichoderma sp.

Trichoderma telah lama dikenal sebagai agensia hayati untuk mengendalikan

penyakit tanaman dan membantu meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan akar,

produktifitas tanaman, resistensi terhadap stres abiotik serta penyerapan dan pemanfaatan

nutrisi (Harman, 2000; Harman et al., 2004a). Trichoderma sp. adalah cendawan antagonis

yang digunakan dalam pengendalian beberapa patogen tular tanah seperti Fusarium

oxysforum f.sp. lycopercii (FOL) (Ambar, 2013), Sclerotium, Rhizoctonia (Papavizas,

1985), dan Aspergillus flavus karena selain mempunyai daya kompetisi yang tinggi,

10

memiliki daya tahan hidup lama dan Trichoderma sp. juga bersifat sebagai mikoparasit

pada hifa dan tubuh patogen tumbuhan.

Sistematika Trichoderma sp. menurut Alexopoulus dan Mims (1979) sebagai

berikut:

Diviso : Amastigomycota

Kelas : Deuteromycetes

Ordo : Monilialles

Family : Moniliaceae

Genus : Trichoderma

Spesies : Trichoderma sp.

Umumnya Trichoderma sp. hidup pada daerah yang agak lembab, sedangkan pada

kondisi tanah yang kering populasi Trichoderma sp. akan menurun setelah beberapa waktu

yang cukup lama. Jamur ini juga menyukai kondisi tanah yang asam dan termasuk peka

terhadap sinar atau cahaya langsung (Anggri, 2001). Biakan jamur Trichoderma sp. yang

telah diinkubasi selama 4 hari diamati secara makroskopis dan secara mikroskopis seperti

ditunjukkan pada Gambar 3.

Gambar 3 : Trichoderma sp. (A. Biakan jamur Trichoderma sp., B. Konidia jamur

Trichoderma sp. Sumber : foto pribadi

Koloni Trichoderma sp. pada media agar pada awalnya terlihat berwarna putih

selanjutnya miselium akan berubah menjadi kehijau-hijauan (Gambar 3A) lalu terlihat

sebagian besar berwarna hijau ada di tengah koloni dikelilingi miselium yang masih

berwarna putih dan pada akhirnya seluruh medium akan berwarna hijau (Umrah, 1995

dalam Nurhayati, 2001). Penampakan secara mikroskopis isolat ini bewarna hijau, tangkai

fialid pendek, konidia berwarna hijau muda (Gambar 3B). Menurut Semangun (2000),

11

Trichoderma sp. memiliki konidia bercabang-cabang teratur, bersel satu, dalam kelompok-

kelompok kecil terminal, kelompok konidium berwarna hijau biru.

Upaya pengendalian alternatif yang mempunyai potensi untuk mengurangi

penggunaan pestisida kimiawi adalah penggunaan mikroorganisme antagonis Trichoderma

sp. (Soesanto, 2003). Antagonis Trichoderma sp. termasuk fungi endofitik yang

penggunaannya pun dapat lebih praktis dalam bentuk sediaan tablet (Umrah dan Rosmini,

2004). Spora dari Trichoderma sp. ditumbuhkan pada media PDA sehingga diperoleh

biakan murni. Selanjutnya diperbanyak pada media seperti pupuk kandang, dedak, beras

atau jagung. Dalam penelitian ini, media yang digunakan dalam perbanyakan Trichoderma

sp. adalah pupuk kandang. Dalam hal ini pupuk kandang berperan sebagai carrier (media

pembawa). Selain itu, perbanyakan Trichoderma sp. menggunakan media pupuk kandang

sebagai carrier bertujuan untuk menambah nilai ekonomis dan nilai jual Trichoderma sp.

di pasaran. Pupuk kandang ber-Trichoderma lebih praktis dijual, lebih mudah diperbanyak

dan lebih mudah di inokulasi ke tanaman.

2.3.2 Mekanisme Trichoderma sp.

Trichoderma sp. adalah jenis jamur yang tersebar luas di tanah dan mempunyai sifat

mikoparasitik. Menurut Istikorini (2002 dalam Gultom, 2008), mekanisme antagonisme

jamur Trichoderma sp. meliputi (a) kompetisi nutrisi atau sesuatu yang lain dalam jumlah

terbatas tetapi tidak diperlukan oleh OPT, (b) antibiosis sebagai hasil dari pelepasan

antibiotika atau senyawa kimia yang lain oleh mikroorganisme dan berbahaya bagi OPT,

dan (c) predasi, hiperparasitisme, dan mikroparasitisme. Sedangkan menurut Trianto et al.

(2013) mekanisme antagonis yang dilakukan adalah berupa persaingan hidup, parasitisme,

antibiosis dan lisis. Akan tetapi dari ketiga pendapat tersebut mekanisme pengendalian

penyakit yang paling banyak dipelajari ialah antagonisme termasuk antibiosis,

mikoparasitisme, dan kompetisi (Cook & Baker, 1983., Agrios, 1988), Dalam proses

kompetisi, Trichoderma sp. mempunyai kemampuan memperebutkan tempat hidup dan

sumber makanan di dalam tanah atau di sekitar perakaran tanaman (rizosfer). Isolat jamur

Trichoderma sp. diperoleh dengan cara mengisolasinya dari tanah atau bagian akar

tanaman yang sehat.

12

2.3.3 Manfaat Trichoderma sp.

Trichoderma sp. berperan dalam perbaikan lingkungan khususnya media tumbuh

tanaman yang berdampak positif pada pertumbuhan tanaman serta sistem perakaran

tanaman dimana keduanya memiliki peran dalam peningkatan laju fotosintesis tanaman.

Koloni Trichoderma sp. dapat masuk ke lapisan epidermis akar yang kemudian

menghasilkan atau melepaskan berbagai zat yang dapat merangsang pembentukan sistem

pertahanan tubuh di dalam tanaman sehingga jelas bahwa jamur ini tidak bersifat patogen

atau parasit bagi tanaman inangnya (Howell, 2004 dalam Novandini, 2007). Hasil

penelitian menunjukkan bahwa tanaman yang terdapat koloni Trichoderma sp. pada

permukaan akarnya hanya membutuhkan kurang dari 40% pupuk nitrogen dibandingkan

dengan akar yang tanpa koloni (Harman, 1998 dalam Novandini, 2007).

Penambahan Trichoderma sp. dalam media tanam selain berfungsi sebagai agensia

pengendali penyakit Fusarium pada tanaman, ternyata juga berperan dalam proses

penguraian bahan organik didalam tanah. Affandi et al. (2001) yang menyatakan bahwa

Trichoderma sp. memainkan peran kunci dalam proses dekomposisi senyawa organik

terutama dalam kemampuannya mendegradasi senyawa-senyawa yang sulit terdegradasi

seperti lignosellulose. Berdasarkan uraian di atas dapat dilihat bahwa perbaikan tanah

Ultisol dapat dilakukan dengan menambahkan bahan organik ke dalam tanah. Untuk

mempercepat penguraian bahan organik tersebut perlu diberikan Trichoderma sp. sehingga

dapat menyediakan unsur hara pada saat dibutuhkan tanaman, sehingga dapat

meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman.

Menurut Hanafiah (2005), jumlah total mikrobia dalam tanah digunakan sebagai

indeks kesuburan tanah tanpa mempertimbangkan hal-hal lain, karena pada tanah yang

subur jumlah mikrobianya tinggi. Pemberian Trichoderma sp. dengan dosis tertentu ke

dalam tanah bertujuan meningkatkan jumlah total mikrobia dalam tanah. Diharapkan

dengan meningkatnya jumlah mikrobia ini kecepatan perombakan bahan organik dalam

tanah tersebut meningkat. Selanjutnya menurut Hanafiah (2005), keuntungan

menggunakan Trichoderma sp. yang berpotensi sebagai agen hayati adalah

pertumbuhannya cepat, mudah dikulturkan dalam biakan maupun kondisi alami.

13

III. METODE PENELITIAN

3.1 Pelaksanaan penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2016 sampai Mei 2016, dan bertempat

di Laboratorium Proteksi Tanaman dan Kebun Percobaan, Fakultas Pertanian, Universitas

Bengkulu. Bahan–bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih tomat cung,

isolat Trichoderma sp., isolat Fusarium oxysporum f.sp. lycopercii, aquades, media PDA,

pupuk kandang, kapas, alkohol 96%, polybag dengan tinggi 35 cm dan lingkarannya 60

cm dan label. Alat-alat yang digunakan adalah ember sebagai wadah, mikroskop,

haemocytometer, tabung reaksi, petridish, lampu bunsen, spritus, gelas ukur, batang

pengaduk, gunting, gelas objek, gelas penutup preparat, jarum ose, timbangan analitik dan

kamera digital.

Penelitian menggunakan RAKL (Rancangan Acak Kelompok Lengkap), dengan

satu faktor kombinasi antara waktu aplikasi dan dosis Trichoderma sp. yaitu W1D1

(aplikasi 6 hari sebelum tanam (hst) + 15 gram Carrier Trichoderma (CT)), W1D2 (aplikasi

6 hari sebelum tanam (hst) + 30 gram Carrier Trichoderma (CT)), W1D3 (aplikasi 6 hari

sebelum tanam (hst) + 60 gram Carrier Trichoderma (CT)), W2D1 (aplikasi 3 hari sebelum

tanam (hst) + 15 gram Carrier Trichoderma (CT)), W2D2 (aplikasi 3 hari sebelum tanam

(hst) + 30 gram Carrier Trichoderma (CT)), W2D3 (aplikasi 3 hari sebelum tanam (hst) +

60 gram Carrier Trichoderma (CT)), W3D1 (aplikasi saat tanam + 15 gram Carrier

Trichoderma (CT)), W3D2 (aplikasi saat tanam + 30 gram Carrier Trichoderma (CT)),

W3D3 (aplikasi saat tanam + 60 gram Carrier Trichoderma (CT)). Perlakuan diulang

sebanyak 3 kali, sehingga terdapat 27 satuan percobaan.

Penelitian dilakukan di persemaian dan di polybag. Tahapan di persemaian

menggunakan ember sebagai wadah media semai. Percobaan pada semai lebih ditujukan

untuk mengamati variabel penyakit. Tahapan di polybag menggunakan polybag sebagai

wadah media tanam, dengan jarak antar polybag 30 cm x 30 cm. Percobaan pada tanaman

di polybag lebih ditujukan untuk pengamatan variabel pertumbuhan dan hasil. Rincian

perlakuan adalah sebagai berikut :

1. Aplikasi Trichoderma sp. 6 hst dengan dosis 15 gram CT/polybag/ember (W1D1).

2. Aplikasi Trichoderma sp. 6 hst dengan dosis 30 gram CT/polybag/ember (W1D2).

3. Aplikasi Trichoderma sp. 6 hst dengan dosis 60 gram CT/polybag/ember (W1D3).

14

4. Aplikasi Trichoderma sp. 3 hst dengan dosis 15 gram CT /polybag/ember (W2D1).

5. Aplikasi Trichoderma sp. 3 hst dengan dosis 30 gram CT /polybag/ember (W2D2).

6. Aplikasi Trichoderma sp. 3 hst dengan dosis 60 gram CT /polybag/ember (W2D3).

7. Aplikasi Trichoderma sp. saat tanam dengan dosis 15 gram CT /polybag/ember

(W3D1).

8. Aplikasi Trichoderma sp. saat tanam dengan dosis 30 gram CT /polybag/ember

(W3D2).

9. Aplikasi Trichoderma sp. saat tanam dengan dosis 60 gram CT /polybag/ember

(W3D3)

Denah percobaan disajikan pada Lampiran 1.

Penelitian berasumsi bahwa benih dan bibit Tomat ditanam pada medium tanam

yang sudah terinfestasi Fusarium, kemudian dikendalikan dengan Trichoderma pada

perlakuan yang berbeda. Rincian tahapan penelitian adalah sebagai berikut : Penyiapan

Inokulum Trichoderma sp. dan Inokulum Fusarium oxysporum f.sp. lycopercii, Persiapan

media tanam, Penyiapan benih dan bibit tomat cung, Inokulasi Fusarium oxysporum f.sp.

lycopercii, Inokulasi Agen Antagonis Trichoderma sp., Penanaman dan Pemeliharaan

Tanaman .

Penyiapan inokulum Fusarium oxysporum f.sp. lycopercii diperoleh dari tanaman

tomat yang menunjukkan gejala layu fusarium di lapangan. Bagian daun tanaman yang

bergejala diisolasi dengan metode penanaman jaringan. Penyiapan inokulum Trichoderma

sp. diperoleh dari koleksi laboratorium Proteksi tanaman. Biakan Trichoderma sp. diisolasi

pada media PDA. Hasil isolasi Fusarium dan Trichoderma sp. kemudian diinkubasi selama

2 x 24 jam dan diamati pertumbuhan jamurnya secara makroskopis dan mikroskopis untuk

menentukan apakah biakan sesuai dengan biakan yang diperlukan. Selanjutnya biakan

diisolasi secara berulang-ulang sampai didapat isolat murni. Biakan murni kemudian

diperbanyak dalam petridish dan diinkubasi sampai panen.

Selanjutnya, inokulum Fusarium oxysporum f.sp. lycopercii dan Trichoderma sp.

dipanen dalam bentuk formulasi cair. Biakan dalam cawan petri dimasukkan aquadesh

masing-masing sebanyak 10 ml. Kemudian bagian atas biakan digores menggunakan

batang pengaduk (diusahakan supaya tidak melukai PDAnya). Selanjutnya spora dari

masing-masing biakan dimasukkan dalam wadah. Selanjutnya hasil formulasi disaring

untuk memisahkan stater atau agar. Kemudian dihitung jumlah kerapatan sporanya

menggunakan haemocytometer. Inokulum Fusarium oxysporum f.sp. lycopercii dan

Trichoderma sp. dipanen dengan cara yang sama. Setelah dihitung kerapatannya, formulasi

15

diinokulasikan pada media pupuk kandang (carrier). Media ini selanjutnya diinokulasikan

ke tanaman sesuai perlakuan.

Persiapan media tanam menggunakan tanah topsoil yang dikering anginkan selama

1 minggu. Tanah yang menggumpal dihancurkan, setelah itu diayak dengan ayakan kasar.

Tanah yang sudah diayak kemudian dicampur dengan pupuk kandang dengan

perbandingan 2 : 1. Selanjutnya campuran pupuk kandang dan tanah dimasukkan ke dalam

ember sampai ¾ bagian dari ember dan dimasukkan ke dalam polybag kemudian disiram

sampai lembab.

Benih tomat cung diperoleh dari petani yang berada di desa Bandar Agung

Kecamatan Ulu Manna Kabupaten Bengkulu Selatan. Buah tomat cung dipilih yang paling

baik secara fisik, selanjutnya dikupas dan diambil hanya bagian bijinya untuk dijadikan

benih semai setelah dijemur selama 2 hari atau lebih sampai kering. Selanjutnya benih

dipilih secara fisik, dengan ciri-ciri ukuran seragam, tidak bercampur benih lain, tidak

cacat atau tidak rusak, kemudian diambil sebagai benih sehat untuk disemai. Benih terlebih

dahulu direndam dalam air hangat selama 12 jam. Untuk tahap di persemaian yang

disiapkan adalah kecambah benih yang sudah dikecambahkan sampai 4 hari di dalam

nampan yang telah diberi tisue basah. Sementara untuk tahap di polybag yang digunakan

adalah bibit yang sebelumnya sudah disemai sampai berumur 21 hari.

Dalam tahap inokulasi, pupuk kandang ber-Fusarium diinokulasi ke media tanam.

Pada setiap polybag dan ember dicampurkan spora Fusarium oxysporum f.sp. lycopercii

sebanyak 40 gram/polybag/ember. Selanjutnya media tanam yang sudah diinokulasikan

Fusarium oxysporum f.sp. lycopercii didiamkan selama 3 hari dan ditutup dengan mulsa

plastik hitam. Untuk inokulasi Trichoderma sp., pupuk kandang ber-Trichoderma

diaplikasikan menurut perlakuan, dengan cara dibenamkan di sekeliling lubang tanam lalu

ditutup dengan mulsa plastik hitam. Pupuk kandang ber-Trichoderma diaplikasikan setelah

media tanam diinokulasi Fusarium. Jadi aplikasi Trichoderma sp. dilakukan 3 hari setelah

aplikasi Fusarium, sehingga selisih waktunya 3 hari untuk setiap perlakuan.

Penanaman di Persemaian adalah kecambah benih. Benih yang sudah berkecambah

selanjutnya ditanam di ember yang sudah diberi perlakuan. Masing-masing ember terdapat

50 lubang tanam dengan setiap lubang tanam ditanami satu kecambah benih. Penanaman di

Polybag adalah bibit. Bibit yang sudah berumur 21 hari dan berdaun sekitar 4-5 helai daun,

kemudian dipindahkan ke dalam polybag. Untuk masing-masing polybag terdapat 1 lubang

16

tanam dengan masing-masing lubang ditanam 1 bibit tomat cung. Bibit tomat ditanam

sampai batas tulang daun yang paling bawah.

Perawatan tanaman dilakukan dengan penyiraman sekali sehari yaitu pada pagi atau

sore hari atau tergantung pada kondisi cuaca. Penyiangan gulma dilakukan apabila tumbuh

gulma di dalam polibag dan ember. Pemupukan dilakukan pada umur 2 minggu setelah

tanam dengan menggunakan pupuk NPK sebanyak 3 gram/polybag. Pemangkasan cabang

non-produktif dilakukan untuk mempercepat tanaman berbunga. Pemangkasan dilakukan

terhadap tunas air (tunas samping) yang muncul. Pemangkasan dilakukan pada pagi hari

dengan menggunakan gunting yang tajam. Panen dilakukan pada saat buah memasuki

stadium matang dengan ciri sebagian besar permukaan buah sudah berwarna kuning

kemerahan dan telah mencapai 80%.

3.2 Variabel Pengamatan

Variabel yang diamati yaitu :

1. Variabel Penyakit

• Masa inkubasi Fusarium oxysporum f.sp. lycopercii

Masa inkubasi Fusarium oxysporum f.sp. lycopercii diamati mulai dari saat tanam

sampai timbulnya gejala awal yang ditandai dengan layu fusarium. Tanaman

dikatakan mulai layu jika sebelum jam 7 pagi tanaman sudah tampak layu.

• Intensitas serangan menurut Hidayat (1993) yaitu :

I = %100xN

n ------------------------------------------------ (1)

Keterangan : I = intensitas serangan,

n = jumlah daun atau bagian tanaman yang sakit

N = jumlah seluruh daun atau bagian tanaman yang diamati,

2. Variabel Pertumbuhan dan Hasil

• Umur berbunga (HST)

Umur tanaman berbunga dihitung mulai saat tanam sampai tanaman berbunga.

• Tinggi tanaman ( cm )

Pengukuran dilakukan dari leher akar sampai titik tumbuh tertinggi pada batang

pokok. Pengukuran dilakukan pada saat semua tanaman sudah berbunga.

• Jumlah buah

17

Jumlah buah dihitung pertanaman yaitu jumlah buah masak dan jumlah buah

mentah. Jumlah buah dihitung pada akhir penelitian (70 hari).

• Bobot buah

Bobot buah tomat cung diukur dengan cara menimbang berat buah pertanaman

yaitu bobot buah masak dan bobot buah mentah. Bobot buah ditimbang pada akhir

penelitian (70 hari).

• Berat Basah Brangkasan

Pengamatan berat brangkasan basah dilakukan dengan mencabut tanaman

kemudian dibersihkan dari media tanam dan ditimbang menggunakan timbangan

analitik.

• Berat Kering Brangkasan (gram)

Pengamatan berat kering brangkasan dilakukan dengan cara tanaman yang

sebelumnya sudah dihitung berat basah brangkasannya dibungkus menggunakan

kertas koran. Kemudian tanaman di oven pada suhu 800C sampai beratnya konstan,

kemudian ditimbang dengan menggunakan timbangan analitik. Penghitungan berat

brangkasan dilakukan diakhir penelitian.

3.3 Analisis data

Data yang didapat dianalisis secara statistik dengan uji F dengan taraf 5 % . Apabila

terdapat berbeda nyata dilanjutkan dengan uji DMRT taraf 5%.

18

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret - Mei 2016 yang berada pada kisaran

musim penghujan sehingga menyebabkan lingkungan makro sekitar lahan pertanaman

menjadi lembab dan kemungkinan kevirulenan patogen fusarium menjadi lebih tinggi. Hal

ini menyebabkan terjadinya penyakit layu dengan gejala menguningnya daun, yang

dimulai dari bagian tepi daun dan dari bagian ujung daun paling bawah. Gejala ini akan

berlanjut pada daun di atasnya, sehingga pertumbuhan tanaman terganggu. Tanaman

menjadi layu, kering, dan akhirnya mati. Adapun gejala yang tampak selama penelitian

seperti pada gambar 4.

Gambar 4 : Gejala serangan Jamur Fusarium oxysporum f.sp. lycopercii di polybag dan

semai, Sumber : Foto pribadi

Akan tetapi, secara umum pertumbuhan tanaman tomat cung dalam kondisi yang

baik. Masa inkubasi penyakit layu fusarium lebih cepat menyerang tanaman tomat di

media persemaian dibandingkan pada media polybag. Penundaan masa inkubasi tanaman

sampai 25 HST (W2D3), sementara di semaian hanya tertunda sampai 6 HST (W3D2).

Pada media persemaian intensitas serangan mencapai 42,33% dan diakhir pengamatan

menurun sekitar 32,66% (W2D1), sedangkan pada media polybag intensitas serangan

tertinggi hanya sekitar 18,55% (W1D1) dan terendah hanya sekitar 9,26% (W2D2).

Pada umur 17 HST tanaman tomat cung pada media polybag sudah mulai memasuki

fase generatif ditandai dengan mulai munculnya bunga. Tanaman yang berbunga pertama

adalah tanaman dengan aplikasi W1D3 pada umur 17 HST. Sedangkan tanaman lainnya

mulai berbunga pada umur 19-30 HST. Berdasarkan hasil pengamatan dilapangan bunga

19

dari tomat cung mekar sempurna pada pagi hari dan mulai kuncup disiang hari. Bunga

tersebut dapat bertahan 3-4 hari setelah itu busuk dan mulai muncul bakal buah.

Pengukuran tinggi tanaman hanya dilakukan sekali setelah seluruh tanaman berbunga.

Dengan aplikasi W2D2 maka diperoleh tanaman tomat cung yang sudah berbunga hanya

dengan tinggi 19 cm.

Berat brangkasan tanaman tidak berpengaruh nyata terhadap perlakuan. Pada

pengukuran berat brangkasan menunjukkan berat brangkasan basah mengalami penyusutan

sebesar 60%. Aplikasi Trichoderma sp. sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan

hasil tanaman tomat cung. Buah tomat sudah bisa dipanen pada umur 10 MST sampai

dengan umur 12 MST. Total jumlah buah terbanyak adalah 88 buah dengan bobot buah

219,94 gram pada perlakuan W3D2.

Dalam penelitian ini tanaman yang sudah menunjukkan gejala awal serangan

fusarium yaitu gejala menguningnya daun, yang dimulai dari bagian tepi daun tetap bisa

tumbuh walaupun sistem pertumbuhannya lambat sehingga diketahui bahwa pertumbuhan

Trichoderma sp. telah menutupi sebagian besar spora Fusarium sp sehingga pertumbuhan

spora Fusarium sp menjadi tersaingi karena kompetisi nutrisi dan ruang. Keadaan tersebut

sesuai dengan yang dikemukakan oleh Cook & Baker (1983) bahwa proses kolonisasi

Trichoderma sp. dengan cepat mendahului patogen kemudian berkompetisi secara agresif

atau menyerang tempat yang ditempati Fusarium.

Pada fase vegetatif, pertumbuhan tanaman tomat mengalami gangguan karena

serangan hama belalang yang menyerang tanaman sehingga menyebabkan daun tanaman

menjadi tidak utuh dan daun tanaman habis dimakan. Serangan hama dikendalikan secara

mekanik yaitu dengan menangkap dan memusnahkan hama yang menyerang.

4.2. Hasil analisis keragaman pertumbuhan tanaman

Pada penelitian ini, penggunaan Trichoderma sp. dimanfaatkan untuk mengendalikan

serangan Fusarium pada tanaman tomat cung. Genus Trichoderma sp. merupakan salah

satu jamur yang mempunyai potensi sebagai jamur antagonis serta banyak diteliti

kemampuannya dalam mengendalikan pathogen tular tanah. Hasil penelitian Sivan dan

Chet dalam Hersanti et al. (2000) membuktikan bahwa jamur Trichoderma sp. mampu

mengurangi intensitas serangan penyakit layu Fusarium pada tanaman gandum 83%, pada

tanaman kapas dan tomat 80%, dan 60% pada tanaman melon. Penelitian sebelumnya juga

20

mengatakan bahwa Trichoderma sp. juga bertindak sebagai agensia antagonis yang mampu

menekan F. oxysporum f.sp. zingiberi pada tanaman jahe (Soesanto, 2003).

Untuk melihat pengaruh aplikasi Trichoderma sp. terhadap variabel penyakit,

variabel pertumbuhan dan variabel hasil tanaman tomat cung dilakukan analisis keragaman

yang disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Rangkuman analisis varian (ANAVA) pengaruh aplikasi Trichoderma sp.

terhadap variabel penyakit, variabel pertumbuhan dan variabel hasil Tomat

Cung.

No Variabel F hitung 5% 1 Masa Inkubasi Tanaman 3,70*

2 Masa Inkubasi Semai 7,95*

3 Intensitas Serangan Tanaman 1,73ns

4 Intensitas Serangan Semai (rerata) Intensitas Serangan Semai (akhir)

2,50ns

1,42ns

5 Umur Berbunga Tanaman 6,11*

6 Tinggi Tanaman Tanaman 5,17*

7 Jumlah buah Masak Jumlah buah Mentah Total Jumlah Buah

6,25*

4,16*

5,55*

8 Bobot buah Masak Bobot buah Mentah Total Bobot Buah

3,78*

3,60*

3,65*

9 Berat berangkasan Basah Berat berangkasan Kering

0,50ns

0,39ns

Keterangan : * = Berbeda nyata ns= Berbeda tidak nyata

Dari data analisis pada tabel 2 diketahui bahwa aplikasi Trichoderma sp. pada tomat

cung cenderung mampu memperlambat masa inkubasi penyakit tetapi tidak berpengaruh

nyata terhadap intensitas serangan layu Fusarium. Sementara variabel pertumbuhan dan

hasil menunjukkan bahwa aplikasi Trichoderma sp. membantu mempercepat umur

berbunga, laju pertambahan tinggi tanaman, menambah jumlah buah dan berat bobot

buah/tanaman. Sementara aplikasi Trichoderma sp. tidak menunjukkan adanya pengaruh

nyata terhadap berat brangkasan basah dan berat brangkasan kering. Hasil analisis varian

(ANAVA) pengaruh aplikasi Trichoderma sp. terhadap variabel penyakit, variabel

pertumbuhan dan variabel hasil tomat cung disajikan dalam Lampiran 2.

4.3 Variabel Penyakit

Jamur Fusarium oxysporum mempunyai kevirulenan dan kepatogenan tinggi dengan

keadaan lingkungan yang sesuai untuk perkembangannya, yaitu dengan rerata suhu tanah

21

27,94°C dan kelembaban tanah 73,0%, hal ini mengakibatkan masa inkubasi dan gejala

yang ditimbulkan lebih cepat (Agrios, 1988). Hasil analisis varian menunjukkan bahwa

pemberian agen antagonis berpengaruh nyata terhadap masa inkubasi tanaman dan pada

semaian, tetapi tidak menunjukkan adanya pengaruh nyata terhadap intensitas serangan

(Tabel 2). Selanjutnya hasil uji lanjut DMRT terhadap masa inkubasi dan intensitas

serangan penyakit tanaman tomat cung dimuat seperti pada tabel 3.

Tabel 3. Rata-rata masa inkubasi dan intensitas serangan penyakit pada tanaman dan

semaian.

Perlakuan MIT MIS IST ISS (1-6 MST) ISS (6 MST)

W1D1 17,33 c 2,33 c 18,55a 27,00 ab 22,66 ab

W1D2 20,67 bc 4,33 ab 9,94 b 31,66 ab 27,33 ab

W1D3 19,67 c 6,00a 16,20 ab 14,50 b 10,66 b

W2D1 18,33 c 3,33 bc 16,23 ab 42,33a 32,66a

W2D2 24,33 ab 2,33 c 9,26 b 31,50 ab 28,00 ab

W2D3 25,00a 5,33a 8,80 b 12,50 b 12,00 ab

W3D1 20,33 bc 4,67 ab 10,71 ab 22,83 b 20,00 ab

W3D2 20,33 bc 6,33a 14,81 ab 25,50 ab 22,66 ab

W3D3 20,00 c 5,33a 13,14 ab 23,33 ab 15,33 ab

Keterangan : Angka-angka yang terdapat pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf menunjukkan hasil berbeda tidak nyata menurut DMRT t α 5 %. MIT (Masa Inkubasi Tanaman), MIS (Masa Inkubasi Semaian), IST (Intensitas Serangan Tanaman), ISS (Intensitas Serangan Semaian).

Aplikasi Trichoderma sp. memberikan pengaruh yang berbeda tidak nyata terhadap

intensitas serangan di polybag dan di persemaian (Tabel 3). Berdasarkan Tabel 3 rata-rata

intensitas serangan Fusarium pada tanaman yang masa inkubasinya pada 17 HST sampai

20 HST pada setiap perlakuan cenderung lebih tinggi sekitar 18,55%, tetapi intensitas

serangan lebih rendah pada tanaman yang masa inkubasinya lebih lambat pada 21 HST

sampai 25 HST menunjukkan intensitas serangan hanya sekitar 8,80%. Hal yang sama juga

terjadi di persemaian dimana pengamatan intensitas serangan dari saat tanam sampai 5

MST menunjukkan masa inkubasi lebih cepat dibandingkan pengamatan pada 6 MST.

Keadaan tersebut menunjukkan bahwa intensitas serangan tanaman semakin tinggi apabila

masa inkubasinya cepat, tetapi intensitas serangan lebih rendah apabila masa inkubasi

lambat (terjadi penundaan masa inkubasi). Penundaan masa inkubasi menyebabkan

intensitas serangan akan lebih rendah juga.

22

Sementara rata-rata intensitas serangan jamur patogen Fusarium oxysporum di media

persemaian dari mulai tanam sampai 5 MST pada setiap perlakuan cenderung lebih tinggi,

tetapi pada pengamatan terakhir 6 MST intensitas serangan lebih rendah. Keadaan tersebut

menunjukkan bahwa sampai dengan minggu ke 5 serangan jamur pathogen Fusarium

oxysporum belum terpengaruh oleh jamur antagonis Trichoderma sp., sedangkan pada

minggu ke 6 serangan jamur pathogen Fusarium oxysporum sudah mulai tertekan oleh

jamur antagonis Trichoderma sp. Hal ini menunjukkan mulai terjadinya proses

hiperparasitisme jamur antagonis Trichoderma sp. terhadap jamur Fusarium oxysporum

yang menyebabkan rusaknya hifa Fusarium oxysporum dan kemudian menjadi lisis.

Sesuai dengan pendapat Waluyo (2004) proses hiperparasitisme ini diawali dengan

dililitnya hifa Fusarium oxysporum oleh hifa Trichoderma sp. secara melingkar, kemudian

diikuti dengan dikeluarkannya enzim-enzim tertentu oleh jamur Trichoderma sp. yang

mengakibatkan terjadinya kerusakan lapisan kitin pada dinding sel hifa jamur Fusarium

oxysporum sehingga menyebabkan lisis. Kasim and Prawitno (1993) juga melaporkan

bahwa kemampuan Trichoderma sp. untuk menghambat pertumbuhan Fusarium sp sangat

baik karena kecepatan tumbuh hifa Trichoderma sp. sangat cepat dan kemampuan untuk

bertalian dengan akar tanaman inang lebih baik dibanding Fusarium. Pernyataan tersebut

telah dibuktikan pada hasil penelitian Ambar (2013), bahwa inokulasi Trichoderma yang

diberikan lebih awal dari F. oxysporum f. sp. lycopercii efektif dalam menghambat dan

mencegah penyakit layu Fusarium yang disebabkan oleh F. oxysporum pada tomat varietas

Grosse Lisse, dibanding dengan perlakuan lainnya.

Suryanti et al. (2003) juga mengungkapkan bahwa perkembangan penyakit sangat

berkaitan dengan masa inkubasi, kevirulenan patogen, kondisi lingkungan, dan tanaman

inang yang rentan. Pada penelitian ini, penundaan masa inkubasi terjadi karena

berlangsungnya persaingan antara patogen dengan agen antagonis, sehingga patogen

membutuhkan waktu lebih lama untuk menginfeksi tanaman. Hal ini sesuai dengan

pendapat Widodo (1993), yang menyatakan bahwa patogen sukar melakukan penetrasi ke

tanaman dan menimbulkan penyakit apabila sistem perakaran terkuasai agen antagonis.

Penundaan tersebut menunjukkan bahwa tanpa adanya antagonisme, fusarium dapat

berkembang dalam tanah dan menginfeksi akar tanaman dengan cepat (Bateman and

Basham, 1976). Semakin lama penundaan masa inkubasi maka intensitas serangan akan

semakin rendah dan tentunya akan baik terhadap pertumbuhan dan hasil tomat.

23

Menurut Agrios (1988), kondisi lingkungan yang mendukung perkembangan patogen

dan kurang mendukung bagi tanaman juga akan mempercepat masa inkubasi. Kondisi

lingkungan yang lembab karena musim penghujan menyebabkan masa inkubasi lebih cepat

di media persemaian dibanding di polybag. Faktor lain yang menyebabkan percepatan

masa inkubasi disebabkan oleh perbedaan sifat kepatogenan jamur. Kepatogenan yang

lebih tinggi menjadikan Fusarium lebih cepat menginfeksi tanaman tomat cung sehingga

agen antagonis tidak mampu menghambat serangan pathogen (Blok dan Bollen, 1997;

Steinberg et al., 1997). Kondisi ini sesuai dengan pendapat Tronsmo (1996), bahwa jamur

Trichoderma sp. mempunyai mekanisme persaingan.

4.4 Variabel Pertumbuhan

Hasil analisis varian menunjukkan bahwa pemberian agen antagonis berpengaruh

nyata terhadap umur berbunga dan tinggi tanaman tetapi tidak menunjukkan adanya

pengaruh nyata terhadap berat brangkasan. Hasil uji lanjut DMRT terhadap variabel

pertumbuhan seperti pada tabel 4.

Tabel 4. Rata-rata variabel pertumbuhan pada tomat cung (umur berbunga, tinggi tanaman

dan berat brangkasan).

Perlakuan UB TT BBB BBK

W1D1 19,00 de 27,90 ab 128,40a 36,14a

W1D2 19,00 de 34,80a 208,59a 47,75a W1D3 17,33 e 28,23 ab 135,12a 39,36a

W2D1 27,67 ab 19,23 c 139,92a 38,84a

W2D2 30,33a 19,20 c 189,69a 47,76a

W2D3 25,00 abc 17,73 c 238,19a 55,48a

W3D1 23,33 bcd 26,13 abc 208.65a 47,75a

W3D2 24,67 abcd 30,90a 152,13a 39,53a

W3D3 20,67 cde 20,93 bc 169,96a 44,12a

Keterangan : Angka-angka yang terdapat pada kolom yang sama yang d iikuti oleh huruf menunjukkan berbeda tidak nyata menurut DMRT t α 5 %. UB (Umur Berbunga), TT (Tinggi Tanaman), BBB (Berat Brangkasan Basah), BBK (Berat Brangkasan Kering).

Dalam penelitian ini peran Trichoderma sp. yang diaplikasikan pada media tanam

tomat cung memberikan pengaruh positif terhadap perbaikan kondisi lingkungan tanah

tempat tanaman tumbuh. Tabel 4 menunjukkan bahwa aplikasi Trichoderma sp. pada

tanaman membantu mempercepat umur berbunga pada umur 17 HST pada perlakuan

24

W1D3. Semakin cepat umur berbunga maka pertambahan tinggi tanaman juga semakin

tinggi. Tinggi tanaman diamati saat semua tanaman sudah berbunga yaitu pada umur 30

HST. Rataan tinggi tanaman yang paling tinggi yakni 34,80 cm pada perlakuan W1D2.

Perlakuan Trichoderma sp. pada 6 hari sebelum tanam (hst) menghasilkan tinggi tanaman

yang paling tinggi dibandingkan dengan tinggi tanaman pada perlakuan lain.

Meningkatnya pertumbuhan tinggi tanaman tomat pada perlakuan introduksi Trichoderma

sp., dikarenakan jamur ini selain dapat digunakan sebagai biokontrol terhadap serangan

pathogen Fusarium oxysporum juga dapat berperan sebagai pupuk biologis yang dikenal

“Plant Growth Promoting Fungi” (Hersanti, 2000).

Pendapat lainnya menyatakan bahwa Trichoderma sp. juga mampu

mendekomposisikan senyawa organik dan sangat penting dalam meningkatkan

ketersediaan hara sehingga berpengaruh terhadap jumlah bunga yang lebih banyak,

mempercepat waktu berbunga, dan menghasilkan persentase bunga menjadi buah yang

paling tinggi (Esrita et al., 2011). Pendapat lainnya yang diungkapkan oleh Affandi et al

(2001) yang menyatakan bahwa Trichoderma sp. memainkan peran kunci dalam proses

dekomposisi senyawa organik terutama dalam kemampuannya mendegradasi senyawa-

senyawa yang sulit terdegradasi.

Dalam penelitian Murdiono (2015) diketahui bahwa Trichoderma sp. yang

diinokulasikan 1 minggu sebelum tanam memacu perombakan bahan-bahan kasar seperti

sisa-sisa tanaman dari pengolahan lahan sehingga menyediakan unsur hara N yang dapat

mendorong pembentukan buah dan biji pada tanaman kedelai. Unsur hara tanaman yang

tercukupi tentunya mendukung pertumbuhan tanaman. Hal tersebut dikarenakan

Trichoderma sp. merupakan salah satu jamur yang mampu menguraikan bahan organik

tanah seperti N, P, K dan unsur hara lain yang bersenyawa dengan Al, Fe, dan Mn

sehingga dapat dimanfaatkan untuk pertumbuhan tanaman (Simanjuntak, 2005 dalam

Siregar, 1980).

Berat basah brangkasan merupakan hasil penangkapan energi oleh tanaman pada

proses fotosintesis. Aplikasi Trichoderma sp. tidak berpengaruh nyata pada berat

brangkasan, hal ini diduga karena laju fotosintesis tanaman tidak optimal (Haryadi, l994).

Lebih lanjut Gardner (l99l) mengatakan bahwa fotosintesis mengakibatkan meningkatnya

berat kering tanaman karena pengambilan CO2. Pada penelitian ini diketahui bahwa

pertumbuhan tanaman tomat cung belum optimal disebabkan karena intensitas serangan

penyakit fusarium yang menyerang bagian daun tanaman. Meningkatnya persentase jumlah

25

daun yang terserang penyakit layu Fusarium menyebabkan tanaman tidak dapat

melakukan fotosintesis dengan optimal sehingga menyebabkan penurunan bobot

brangkasan tanaman. Saat pengovenan yang dilakukan selama 24 jam atau 1 hari dengan

suhu 600 C ini yang susut adalah kandungan airnya saja. Dari hasil perhitungan brangkasan

basah dan brangkasan kering diperoleh hasil bahwa berat brangkasan setelah di oven

hasilnya sangat berbeda jauh, yakni menyusut lebih dari 60% berat brangkasan basah.

4.5 Variabel Hasil

Panen buah tanaman tomat dilakukan dari umur 10 MST sampai dengan umur 12

MST sebanyak 10 kali panen. Yang dipanen adalah buah tomat cung yang masak dengan

ciri buah sudah berwarna kuning kemerahan, sementara di akhir penelitian semua buah

dipanen baik buah mentah yang masih berwarna hijau dan buah yang sudah masak.

Selanjutnya jumlah buah dan total bobot buah dianalisis secara statistik.

Data hasil analisis statistik pada tabel 2 menunjukkan bahwa aplikasi Trichoderma

sp. terhadap jumlah dan bobot buah tomat menunjukkan pengaruh yang nyata. Hasil uji

lanjut DMRT aplikasi Trichoderma sp. terhadap varabel hasil tomat cung seperti pada

tabel 5.

Tabel 5. Rata-rata variabel hasil pada tomat cung (jumlah buah dan bobot buah).

Perlakuan JBMa JBMe TJB BBMa BBMe TBB

W1D1 28 c 11 cd 39 c 95,27 b 32,60 ab 127,87b

W1D2 55 b 22 ab 77 ab 240,83a 45,54a 286,38a

W1D3 51 b 24a 75 ab 194,35a 44,98a 239,33a

W2D1 56 b 8 d 63 b 228,67a 20,63 b 249,30a

W2D2 58 ab 18 abc 76 ab 235,50a 39,17a 274,68a

W2D3 50 b 16 abcd 66 b 176,36a 33,10 ab 209,46a

W3D1 62 ab 21 ab 83 ab 218,88a 40,50a 259,38a

W3D2 73a 15 bcd 88a 259,81a 32,12 ab 291,94a

W3D3 61 ab 19 abc 80 ab 231,08a 39,07a 270,15a

Keterangan : Angka-angka yang terdapat pada kolom yang sama diikuti oleh huruf menunjukkan berbeda tidak nyata menurut DMRT t α 5 %. JBMa (jumlah buah masak), JBMe (jumlah buah mentah), TJB (total jumlah buah), BBMa (bobot buah masak), BBMe (bobot buah mentah), TBB (total bobot buah).

Pada Tabel 5 dapat dilihat bahwa total jumlah buah dan total bobot buah pertanaman

paling tinggi dengan jumlah buah sebanyak 88 buah dan bobot buah 291,94 gram pada

perlakuan W3D2 tetapi tidak menunjukkan perbedaan nyata dengan perlakuan lainnya.

26

Tingginya intensitas serangan yang berpengaruh terhadap proses fotosintesis yang tidak

optimal menyebabkan penurunan berat brangkasan tanaman dan tentu saja berpengaruh

terhadap berat bobot buah.

Hasil penelitian Esrita et al. (2011) menunjukkan bahwa Dosis Trichoderma sebesar

15 g/tanaman memberikan pertumbuhan dan hasil terbaik pada tanaman tomat

dibandingkan aplikasi 5 g/tanaman dan 10 g/tanaman. Jadi semakin banyak trichoderma

yang diberikan ke dalam tanah, semakin baik pertumbuhan dan hasil tanaman tomat, hal

ini dapat dilihat dari jumlah buah dan bobot buah yang dihasilkan juga akan semakin

meningkat (Esrita et al., 2011).

Sementara pada penelitian ini penambahan dosis Trichoderma sp. tidak

menunjukkan perbedaan nyata pada semua perlakuan. Penambahan dosis Trichoderma sp.

tidak perlu dilakukan karena jumlah spora Trichoderma sp. yang terdapat pada 15 gram

CT sudah seimbang dalam mengendalikan jumlah spora fusarium dalam tanah tempat

tanaman tumbuh, selain itu aplikasi ini juga lebih menguntungkan secara ekonomis.

Hasil panen yang tinggi kemungkinan disebabkan juga karena Trichoderma sp.

mampu mendekomposisikan senyawa organik penting dalam peningkatan ketersediaan

hara (Esrita et al., 2011). Pemenuhan unsur hara bagi tanaman sangat berpengaruh

terhadap hasil panen tanaman sehingga tanaman menjadi lebih tahan terhadap serangan

patogen dan tumbuh lebih baik dengan hara yang terpenuhi untuk menghasilkan buah yang

sehat (Marsono dan Sigit, 2001).

Hal tersebut sesuai dengan yang diungkapkan Semangun (1991), tanaman dewasa

yang terinfeksi sering dapat bertahan terus dan membentuk buah, tetapi hasilnya sangat

sedikit dan buahnyapun kecil-kecil. Secara keseluruhan dari hasil percobaan ini dapat

dikemukakan bahwa introduksi Trichoderma sp. berpengaruh menekan perkembangan

penyakit layu Fusarium pada tanaman tomat.

27

V. SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Dari hasil penelitian aplikasi Trichoderma sp. terhadap perkembangan penyakit dan

pertumbuhan dan hasil tanaman tomat ini dapat ditarik kesimpulan bahwa:

• Aplikasi Trichoderma sp. pada tomat cung cenderung mampu memperlambat masa

inkubasi penyakit, menurunkan intensitas serangan layu Fusarium, dan

meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman tomat cung.

• Aplikasi Trichoderma sp. pada perlakuan W2D3 lebih efektif dalam memperlambat

masa inkubasi dan menekan perkembangan penyakit layu Fusarium. Berturut-turut

25 HST, 8,80% pada tanaman dan 5 HST, 12,50% pada semaian.

• Aplikasi Trichoderma sp. pada perlakuan W1D1 mempercepat umur berbunga (17

HST) dengan tinggi tanaman 27,90 cm dan bobot brangkasan 36,41 gram.

• Aplikasi Trichoderma sp. pada perlakuan W2D1 lebih efektif dalam meningkatkan

hasil tanaman tomat cung.

5.2 Saran

• Perlu dilakukan penelitian lanjutan yang diaplikasikan di lapangan dan sebaiknya

dilakukan di areal pertanaman tomat cung yang diindikasi merupakan daerah

endemis penyakit layu Fusarium.

• Perlu dilakukan penelitian dengan perlakuan dan aplikasi yang sama pada tanaman

tomat varietas unggul.

28

DAFTAR PUSTAKA

Affandi, M., Ni’matuzahroh., and Supriyanto , A. (2001). Diversitas dan visualisasi karakter jamur yang berasosiasi dengan proses degradasi serasah di lingkungan mangrove.[Online]. Tersedia: http://www.journal.unair.ac.id diakses 26 april 2016.

Agrios, G. N. 1988. Plant Pathology. Third edition. Academic Press. New York, London.

Alexopoulus, C.J., Mims, C.W. 1979. Introductory Mycology. Third Editon. John Wiley & Sons, Inc. USA.

Ambar, A. A. 2013. Efektivitas waktu inokulasi Trichoderma viridae dalam mencegah penyakit layu fusarium tomat (Lycopersicon esculentum Mill.) dirumah kaca. Jurnal Fitopathologi Indonesia 7.(1) : 7-11.

Anggri. 2001. Biological of Trichoderma sp.p. CRC. PressInc. Boca Raton, Florida.

Ashari, S. 2013. Hortikultura Aspek Budidaya. Universitas Indonesia Press. Jakarta.

Badan Pusat Statistik. 2015. Data Produksi Tomat. Diunduh dari http://www.bps.go.id. Diunduh 13 Maret 2016.

Balai Pengkajian dan Pengembangan Teknologi, 2015. Biopestisida Trichoderma sp.. Teknologi. Suara Merdeka, edisi 25 Maret 2015.

Bateman, D.F. dan H.G. Basham. 1976. Degeneration of plant cell wall and membranes by microbial enzymes. Encycl. Plant physiol New Ser. 4: 316–355.

Blok, W.J. and G.J. Bollen. 1997. Host specificity and vegetative compatibility of Dutch isolates of Fusarium oxysporum f.sp. asparagi. Can. J. Botani. 75:383-393.

Cook RJ & Baker KF. 1983. The Nature and Practice of Biological Control of Plant Pathogens. The American Phytopathological Society, St. Paul, Minnesota.

Deptan. 2016. Pedoman Pengenalan dan Pengendalian OPT pada Tomat. http://ditlin.hortikultura.deptan.go.id. diakses tanggal 22 Maret 2016.

Driesche, R. G and Belllows, J. R. 1996. Biological Control. Chapman &Hall. ITP an International Thomson Publishing Company.

Dwivedi, S. K. and Enespa, P. 2013. In vitro efficacy of some fungal antagonists against Fusarium solani and Fusarium oxysporum f.sp.Lycopersicii causing brinjal and tomato wilt. Inter. Journal of Bio and Phar 4(1): 46-52.

Esrita, B., Ichwan dan Irianto. 2011. Pertumbuhan dan hasil tomat pada berbagai bahan organik dan dosis trichoderma. Jurnal Akta Agrosia 13(2):37-4.

Gamliel A., Grinstein A., Peretz Y., Klein I., Nachmiaz A., Tsror L., Livescu I and Katan J. 1997. Reduced dosage of methyl bromide for controlling Verticillium wilt of potato in experimental and commercial plots. Plant Dis. 81: 469–474.

29

Gardner, F. P. l986. Physiology of Crop Plant. Terjemahan Susilo Herawati . l99l. Fisiologi, Tanaman Budidaya. Jakarta . UI Press.

Gultom, J. M. 2008. Pengaruh pemberian beberapa jamur antagonis dengan berbagai tingkat konsentrasi untuk menekan perkembangan jamur Phytium sp penyebab rebah kecambah pada tanaman tembakau (Nicotiana tabaccum L.) http://repository.usu.ac.id.pdf. Diakses 01 Oktober 2015.

Hanafiah, K. A. 2005. Dasar-dasar Ilmu Tanah. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Harman G. E. 2000. Myths and dogmas of biocontrol. Changes in perceptions derived from research on Trichoderma harzianum T-22. Plant Dis 84:377-393.

Harman G. E, Howell C. R, Viterbo A, Chet I & Lorito M. 2004a. Trichoderma sp.ecies – opportunistic, avirulent plant symbionts. Nature Reviews, Microbiol 2:43-56.

Haryadi, S. S. l994. Pengantar Agronomi. Jakarta . PT. Gramedia Pustaka Utama.

Hersanti., Endah. Y. D. dan Luciana. 2000. Pengaruh introduksi jamur Trichoderma sp.. dan efektive mikroorganisme MS (EM4) terhadap perkembangan penyakit layu (Fusarium oxysporum f.sp. Lycopersicii) pada tanaman tomat. Laporan Penelitian. Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran Bandung. Bandung.

Hidayat. 1993. Dasar-dasar Perlindungan Tanaman. Trigenda Karya. Bandung.

Holliday P. 1980. Fungus Diseases of Tropical Crops. Cambridge University Press, Cambridge.

Idarniati, 2007. Efektivitas Trichoderma viride dan Trichoderma harzianum sebagai agen antagonis Sclerotium rolfsii pada tanaman kacang tanah. Skripsi. Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian. Universitas Syiah Kuala Darussalam, Banda Aceh (tidak dipublikasikan).

Kasim dan Prayitno, 1993. Uji Antagonis Sepuluh Isolat Trichoderma sp. terhadap Tiga Patogen Secara Invitro. Prosiding Seminar Sub Balitro, Natar.

Kristalisasi, E. N. 2007. Pemanfaatan bahan organik untuk meningkatkan aktivitas Trichoderma sp. dalam menekan penyakit layu pada tomat. Buletin Ilmiah Istiper 14(2): 33-41.

Liswarni, L. dan Wibowo, B. S. 2013. Pengaruh pemberian beberapa jamur antagonis dengan berbagai tingkat konsentrasi untuk menekan perkembangan jamur Phytium sp penyebab rebah kecambah pada tanaman tembakau (Nicotiana tabaccum L.). http://repository.usu.ac.id.pdf. Diakses tanggal 20 Desember 2015.

Marsono dan P. Sigit, 2001. Pupuk Akar, Jenis dan Aplikasinya. Penebar Swadaya. Jakarta.

Murdiono. 2015. Perbedaan waktu inokulasi Trichoderma sp.. dalam menekan pertumbuhan sclerotium rolfsii penyebab penyakit busuk pangkal batang pada tanaman kedelai (Glycine max (l.) merril). Skripsi. Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Bengkulu (tidak dipublikasi)

30

Nurhayati, H. 2001. Pengaruh pemberian Trichoderma sp.. Erhadap daya infeksi dan ketahanan hidup Sclerotium roflsii pada akar bibit cabai. Skripsi. Fakultas Pertanian UNTAD, Palu.

Novandini, A. 2007. Eksudat akar sebagai nutrisi Trichoderma harzianum DT38 serta aplikasinya terhadap pertumbuhan tanaman tomat. Skripsi. Program Studi Biokimia. Fakultas MIPA. IPB. Bogor (tidak dipublikasikan).

Papavizas, G.G. 1985. Trichoderma and Gliocladium: Biology, ecology and potential for biocontrol. Phytopathol. 23(1): 23 - 54.

Pracaya. 1998. Budidaya Tomat. PT Gramedia Pratama. Jakarta.

Prahasta. 2009. Bertanam Tomat. Agromedia Pustaka, Jakarta.

Rismunandar. 2014. Tanaman Tomat. Sinar Baru Algesindo. Bandung.

Rustati R, Soesanto L & Wachjadi M. 2004. Pengendalian Fusarium oxysporum Schlecht. f.sp. zingiberi trujillo pada tanaman jahe dengan disinvestasi tanah secara hayati. Hal. 259–267. Prosiding Symposium Nasional I tentang Fusarium. Soesanto L, eds. Purwokerto, 26-27 Agustus 2004.

Saragih,Y.S dan F.H. Silalahi. 2006. Isolasi dan identifikasi spesies fusarium penyebab penyakit layu pada tanaman markisa asam. Jurnal hortikultura. 16 (4): 336-344.

Semangun, H. 2000. Penyakit-Penyakit Tanaman Pangan Di Indonesia. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Hal : 449.

Siregar, H. 1980. Budidaya Tanaman Padi di Indonesia. P.T. Sastra Hudaya. Jakarta.

Soesanto, L. 2008. Pengantar Pengendalian Hayati Penyakit Tanaman Suplemen ke Gulma dan Nematode. Rajawali-Press, Jakarta. Hal.292-299.

Sopialena. 2015. Ketahanan beberapa varietas tomat terhadap penyakit fusarium oxysporum dengan pemberian Trichoderma sp.. Jurnal AGRIFOR 14(1):131-140.

Steinberg, C., V. Edel, N. Gautheron, C. Abadie, T. Vallaeys, and C. Alabouvette. 1997. Phenotypic characterization of natural populations of Fusarium oxysporum in relation to genotypic characterization. FEMS Microbiology Ecology 24:73-85.

Suastika, 2010. Serangan Penyakit untuk Sekolah di Indonesia. PT. Pradnya Paramita, Jakarta

Sugito, A., H. A. Djatmiko dan L. Soesanto. 2010. Penekanan nabati pada tanah tanaman tomat terkontaminasi Fusarium oxysporum F.sp. Lycopersicii. Jurnal-Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia 12 : 13-18.

Suryanti, T. Martoredjo, A-H. Tjokrosoedarmono, dan E. Sulistiyaningsih. 2003. Pengendalian penyakit akar merah anggur pada teh dengan Trichoderma sp.p. Pros. Kongres nasional XVII dan Seminar Nasional PFI, 6-8 Agustus 2003. Bandung. Hal. 143-146.

31

Tim Bina Karya Tani. 2009. Pedoman bertanam tomat. Bandung : Yrama Widiya Trubus XXXIV, 98

Trianto, Gunawan dan Sumantri. 2013. Pengembangan Trichoderma harzianum untuk pengendalian opt pangan dan hortikultura. Makalah. Lab. PHPT Wilayah Semarang.

Tronsmo, A. 1996. Trichoderma harzianum in Biological Control of Fungal Diseases. Pp. 212-221. In: R. Hall (Ed.), Principles and Practise of Managing Soilborne Plant Pathogens. APS Press, St. Paul. Minnesota

Tugiyono, H. 2001. Bertanam Tomat. PT Penebar Swadaya. Jakarta.

Umrah dan Rosmini. 2004. Pembuatan formula Trichoderma sp. dalam bentuk sediaan tablet sebagai biopestisida dan dekompuser dengan menggunakan dedak gandum. Journal Agroland 11(3) : 261-267

Untung K. 1996. Pengantar Pengelolaan Hama Terpadu. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Waluyo, 2004. Pengembangan Trichoderma harzianum sebagai bahan pengendalian penyakit tanaman. Makalah pelatihan pemurnian dan penstabilan agens hayati. Dinas Perkebunan Yogyakarta. Yogyakarta.

Widodo. 1993. Penggunaan Pseudomonas kelompok Flourescens untuk mengendalikan penyakit akar gada pada Caisin (Brassica campestris var. chinensis). Thesis. IPB. Bogor. 41 hal.

Winarsih, S., dan Syafrudin, 2011. Pengaruh pemberian Trichodema viridae dan sekam padi terhadap penyakit rebah kecambah di persemaian cabai. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu 3 (1): 37-55.

Yana, D. 2013. Pengaruh beberapa jenis pupuk kandang terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman tomat (Lycopersicon esculentum Mill.) varietas ratna. Skripsi. Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan. Universitas Bengkulu, Bengkulu (tidak di publikasikan).