laporan akhir hst lona

13
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM PERCOBAAN HEAT SURFACE TREATMENT NURUL TRI ALONA SARI 1206217313 Kelompok 21 LABORATORIUM METALOGRAFI DAN HST DEPARTEMEN METALURGI DAN MATERIAL FTUI DEPOK

Upload: alona-sari

Post on 16-Jan-2016

25 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

HST, Praktikum Heat Surface Treatment

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Akhir Hst Lona

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM

PERCOBAAN HEAT SURFACE TREATMENT

NURUL TRI ALONA SARI

1206217313

Kelompok 21

LABORATORIUM METALOGRAFI DAN HST

DEPARTEMEN METALURGI DAN MATERIAL FTUI

DEPOK

2015

Page 2: Laporan Akhir Hst Lona

ABSTRAK

Perlakuan panas merupakan rangkaian siklus pemanasan dan pendinginan terhadap material logam

dalam keadaan padat. Hal ini dilakukan untuk mengubah struktur mikro dan sifat mekanis logam menjadi

sifat-sifat yang diinginkan dan diperlukan sesuai dengan aplikasinya. Logam didinginkan dengan kecepatan

berbeda dan media pendingin berbeda misalnya air, udara, atau minyak/oli akan menghasilkan struktur mikro

berbeda.

Dalam perlakuan panas tidak hanya melibatkan pemanasan dan pengontrolan kecepatan pendinginan

pada logam, tetapi juga termasuk tentang penambahan atom lain melalui permukaan logam. Contohnya yaitu

pada proses karburisasi atau proses nitridasi.

Selain itu perlakuan panas pada logam juga dilakukan untuk merubah kandungan dari logam sehingga

sifat logam juga dapat ikut berubah seiring proses perlakuan panas yang diberikan seperti pada saat

precipitation hardening maupun ageing material. Hal yang dapat dilakukan sebagai bukti perubahan karakter

material setelah dilakukan perlakukan panas yaitu dengan melakukan uji metode jominy.

PENDAHULUAN

Suatu material pasti diinginkan untuk

memiliki kekerasan dan kekuatan yang lebih tinggi.

Beberapa material dapat ditingkatkan kekerasannya

dengan melakukan rekayasa mikrostrukrurnya.

Salah satu cara merekayasa mikrostruktur suatu

logam atau paduan adalah melalui perlakuan panas.

Dan untuk membuktikan apakah material itu sudah

berubah mikrostrukturnya atau untuk mengetahui

sifat kemampukerasan dari suatu material maka

dilakukanlah percobaan jominy. Percobaan Jominy

bertujuan untuk mengetahui seberapa dalam

kekerasan yang dicapai setelah mengalami proses

perlakuan panas dan pendinginan sehingga

diperoleh hubungan antara jarak permukaan pada

pendinginan langsung dengan sifat

kemampukerasan bahan dan didapatkan hubungan

antara kecepatan pendinginan dengan fasa yang

terbentuk serta mendapatkan sifat kekerasan dari

fasa tersebut.

Percobaan Jominy, memiliki tujuan untuk

mengetahui hardenability suatu logam. Cara untuk

mengetahuinya adalah:

1. Bila laju pendinginan dapat diketahui,

kekerasan dapat lansung dibaca dari kurva

kemampuan keras.

2. Bila kekerasan dapat diukur, laju pendinginan

dari titik tersebut dapat diperoleh.

Dasar dari grafik jominy adalah kurva

CCT (Continous Cooling Transformation) dan TTT

(Transformation Temperature Time). Kita dapat

mengetahui fasa akhir yang terbentuk setelah

transformasi dan dekomposisi austenit pada saat

pendinginan. Setiap jenis fasa yang terbentuk

memiliki sifat mekanik yang berbeda-beda.

Sehingga, untuk peningkatan kekuatan dan

kekerasan diinginkan fasa akhir yang juga memiliki

kekerasan yang tinggi. Laju pendinginan juga

berpengaruh dalam kemampukerasan baja.

Semakin cepat laju pendinginan maka semakin

mudah mendapatkan fasa martensit. Tujuan

dilakukan percobaan percobaan jominy, antara lain:

Dapat mengetahui sifat mampu keras dari

material

Page 3: Laporan Akhir Hst Lona

Untuk memprediksi distribusi kekerasan

yang diperoleh setelah quenching pada

kondisi tertentu.

Kekuatan dan kekerasan beberapa paduan

logam dapat ditingkatkan dengan cara

pembentukan partikel baru dengan fasa

berbeda yang terdispersi ke dalam matriks

berupa (fasa awal). Proses ini disebut

precipitation hardening atau age hardening.

Mekanisme age hardening adalah

pembentukkan presipitat yang memiliki

distorsi kisi sehingga dapat menghalangi

pergerakan dislokasi. Akibatnya, material

menjadi semakin kuat. Pada saat dilakakukan

quenching, terbentuk super saturated solid

solution.

Pada saat dilakukan aging, presipitat baru

terbentuk. Presipitat yang diinginkan untuk

kekerasan yang optimum adalah presipitat

yang koheren dengan matriks. Aging yang

terlalu lama atau overaging akan menghasilkan

presipitat yang inkoheren yang tidak dapat

menghalangi pergerakan dislokasi sehingga

kekuatan menjadi menurun.

PROSEDUR PERCOBAAN

Percobaan Ageing Alumunium

1. Tahap solution heat treatment dilakukan

oleh asisten laboratorium.

2. Memanaskan sampel berukuran kecil

yang berbentuk silinder didalam furnace

dengan temperatur preheating 150 oC

selama 15 menit dan temperatur 200 oC

selama 3 jam.

Dilakukan pada suhu ini karena suhu

ageing pada diagram fasa paduan

aluminium terletak pada kondisi satu fasa.

3. Mengeluarkan sampel dengan

menggunakan penjepit dari furnace dan

melakukan pendinginan (quenching)

dalam media air.

4. Melakukan pengamatan dengan

mikroskop optik.

Prosedur Percobaan Jominy

1. Menyiapkan batang benda uji,

mengamplas salah satu sisi batang dan

diratakan dengan gerinda untuk

penjejakan.

2. Memanaskan batang uji dalam oven

dengan temperatur preheating 350 oC

selama 15 menit dan temperature 900 oC

selama 30 menit

3. Mengeluarkan batang sampel dari oven

dengan cepat dan meletakkan batang

tersebut pada alat bangku jominy, dimana

diujung bawah logam mengalami

penyemprotan air dan dibiarkan hingga

dingin sekitar 25 menit.

4. Membersihkan bagian untuk penjejakan

dengan amplas

5. Melakukan penjejakan Brinell

DATA PERCOBAAN (JOMINY &

AGEING)

Data Percobaan Ageing Aluminium Paduan

Gambar 1 Mikrostruktur aluminium paduan

hasil ageing 3 jam di suhu 2000C yang

menunjukan titik-titik kecil adalah presipitat

Page 4: Laporan Akhir Hst Lona

Gambar 2. Tampak mikrostruktur kelompok

1 (A-as quenched & B-as cast), kelompok 18

(C), kelompok 19(D),dan kelompok 20 (E)

Tabel dan grafik data fenomena ageing

yang diamati adalah hasil kekerasan rata-rata

yang didapat yang dilakukkan dari tim lain

yang mencoba dengan variabel waktu dan suhu

yang berbeda. berikut ini:

Kel. Durasi Suhu

(0C)

VHN

1 - - 70.3

18 4 jam 300 56,72

19 1 jam 350 45,98

20 3 jam 350 49,43

21 4 jam 350 48,24

Tabel 1 Tabel perbedaan waktu, suhu, dan

kekerasan berdasarkan alat uji Vickers

terhadap paduan Aluminium dalam oven

ageing.

Grafik 1 Grafik hasil uji kekerasan pada

batang jominy terhadap variabel suhu (grafik

atas) dan terhadap variabel durasi ageing

(grafik bawah).

Data Percobaan Jominy

DC

A B

A

E

Page 5: Laporan Akhir Hst Lona

Gambar 3 Ilustrasi yang menunjukan beda

mikrostruktur dari tampang permukaan batang

jominy dari daerah teratas atau terjauh dari

air (A), kemudian tengah batang (B), dan

bagian terbawah yang langsung terkena air

(C).

Dari hasil perbedaan mikrostruktur di atas

didapat pula kekerasan yang berbeda dari tiap

mikrostruktur tersebut pada tiap lokasi

penjejakan seperti berikut.

Lokasi Jejak HRC

Atas 15,5

Tengah 26,5

Bawah 17,2

Tabel 2 Data hasil kekerasan di setiap lokasi

jejak dari bagian paling atas (jauh dari air)

dan paling bawah (paling dekat dengan air).

Berikut ini adalah grafik yang menyatakan

hubungan nilai kekerasan material (HRC)

dengan jarak titik ke-n dari sumber air (media

quenching).

Grafik 2 Grafik kekerasan diambil dari titik

jejak batang jomini bagian atas (1), tengah

(2), bawah (3) yang paling dekat air.

ANALISA

A. Analisa Grafik Jominy

Prinsip dari pengujian jominy

adalah dengan memanaskan baja pada

suhu austenisasi kemudian dilakukan

pendinginan cepat dari salah satu ujung

sampel uji, dan akan terdapat kecepatan

pendinginan yang berbeda di sepanjang

sampel uji.

Tujuan dari percobaan jominy

adalah agar memperoleh hubungan antara

kecepatan pendinginan dengan fasa yang

terbentuk serta mendapatkan sifat

kekerasannya. Dan didapatkan data

setelah dilakukan percobaan tersebut

bahwa dari grafik hardenability di atas,

ditunjukkan bahwa kekerasan terendah

memang pada titik terjauh dari jarak dari

C

B

Page 6: Laporan Akhir Hst Lona

sumber air, tetapi kekerasan yang paling

tinggi berada dibagian tengah benda

sampel. Seharusnya yang daerah yang

paling dekat dengan sumber air lah yang

memiliki kekerasan paling tinggi dan

memiliki fasa martensit.

Gambar 4 Pengaruh jarak terhadap

kekerasan

Berdasarkan literatur, seharusnya

kekerasan yang paling tinggi terdapa

diujung bawah sampel dan kemudian

kekerasan menurun seiring dengan

menjauhnya letak penjejakan dari bagian

ujung bawah sampel.

Daerah yang jauh dari sumber air

memang bersifat lebih lunak dibandingkan

daerah yang dekat dengan sumber air, hal

ini karena sempat terjadi difusi karbon

pada saat transformasi fasanya yang

menyebabkan pembentukan ferit, perlit,

atau bainit yang memiliki kekerasan lebih

rendah dibanding martensit. Sedangkan

daerah yang dekat sumber air,

pendinginan lebih cepat sehingga terjadi

transformasi fasa tanpa difusi yaitu dari

fasa austenit menjadi fasa martensit yang

bersifat paling keras dibandingkan yang

lainnya.

Didapatkan grafik yang tidak sesuai pada

percobaan tersebut bisa disebabkan oleh

beberapa hal berikut, yaitu:

- Percobaan jominy yang

dilakukan tidak sesuai standar,

karena dilakukan dalam skala lab

kecil.

- Pengamplasan yang belum

bersih, masih terdapat oksida-

oksida sehingga nilai

kekerasannya akan menjadi lebih

besar karena kemungkinan yang

terkena beban brinell adalah

oksidanya.

- Ketika proses quenching, air di

laboratorium kemungkinan tiba-

tiba mengecil sehingga tidak

mengenai sampel Jominy.

- Distribusi dari paduan yang tidak

homogen, sehingga nilai

kekerasan jika tidak dilakukan

quenching pun akan tidak

seragam.

Variabel-variabel yang berpengaruh pada

hardenability antara lain:

- Kandungan paduan dan C

Bila semakin banyak paduan dan kadar C,

maka hardenability meningkat karena

semakin mudah terbentuknya fasa

martensit.

- Besar Butir

Semakin besar besar butir, hardenability

meningkat.

Page 7: Laporan Akhir Hst Lona

B. Mikrostruktur Pengujian Jominy

Pada bagian ujung batang silinder yang paling

dekat dengan sumber air memiliki kekerasan yang

paling tinggi. Hal tersebut dikarenakan bagian yang

paling dekat dengan sumber air mengalami

pendinginan yang lebih cepat dari bagian lain.

Pendinginan cepat tersebut mengakibatkan fasa-

fasa austenite langsung bertransformasi menjadi

fasa martensite tanpa terjadinya difusi karbon.

Sedangkan, pada batang silinder dengan jarak yang

lebih jauh dengan sumber air, pendinginannya lebih

lambat daripada bagian yang langsung terkena

semprotan air. Garis pendinginan yang lambat akan

menyebabkan material menyentuh garis pearlite

start, dimana kekerasan pearlite lebih rendah

daripada martensite.

Gambar 5 Perbedaan struktur mikro yang terjadi

karena perbedaan laju pendinginan pada

permukaan dan bagian tengah batang silinder

baja.

Gambar 6 Pengaruh Jarak dari titik kuens dengan

kekerasan dan terbentuknya fasa

Saat percobaan suhu untuk mencapai austenisasi

belum tercapai, yaitu hanya 900°C. Dan waktu

holding yang sebentar mengakibatkan fasa austenit

belum tercapai secara merata, sehingga

kemungkinan besar masih terdapat fasa-fasa lain,

yaitu ferrite atau pearlite. Saat pendinginan cepat

dilakukan pada ujung batang silinder baja, fasa

austenit berubah menjadi martensit, tetapi fasa-fasa

ferrit yang tersisa tetap menjadi ferrit, tidak

berubah menjadi martensit. Hal inilah yang

menyebabkan kekerasan pada ujung batang tidak

lebih tinggi dari kekerasan pada bagian tengah

batang sampel.

C. Grafik Temperatur VS Kekerasan

Ageing

Temperatur merupakan variabel yang sangat

penting dalam proses aging. Temperatur yang

dipakai dan ditahan pada sekian lamanya waktu

ageing ditujukan untuk memunculkan presipitat.

Page 8: Laporan Akhir Hst Lona

Presipitat yang timbul juga memiliki kecepatan

timbul tergantung tinggi rendahnya panas yang

diberikan. Secara umum, siklus pemanasan pada

age hardening ialah sebagai berikut :

Gambar 7 Siklus pemanasan pada age hardening

Pada grafik yang didapatkan dari hasil

percobaan, dapat dilihat bahwa suhu 3500C dan

2000C memiliki perbedaan kekerasan dimana suhu

yang lebih tinggi menimbulkan kekerasan yang

lebih rendah dibanding sebelumnya, yaitu sebesar

52,62 dan 55,17 VHN. Lalu hal ini kemungkinan

dapat terjadi karena diambil kesimpulan bahwa

semakin tinggi suhu yang diberikan saat ageing

maka kemungkinan untuk presipitat muncul

semakin cepat dan jika hal itu berlanjut maka yang

terjadi adalah kasus over ageing. Hal ini akan

menyebabkan presipitat tidak lagi efektif

menghalangi dislokasi karena presipitat yang sudah

terbentuk bersifat inkoheren dengan matriks jadi

tidak mendistorsi kisi matriks dan tidak

memberikan efek kekerasan yang tinggi.

D. Grafik Waktu vs Kekerasan Ageing

Diantara semua kelompok yang mencoba

melakukkan uji ageing maka didapat data grafik 1

yang menunjukan penurunan kekerasan kemudian

peningkatan kekerasan kembali seiring dengan

meningkatnya durasi ageing. Seharusnya jika

berdasrkan literatur semakin lama proses ageing

maka kekerasannya pun akan menurun karena

terjadi peristiwa over ageing.

Gambar 8 Hubungan antara kekerasan dan waktu

ageing

Over ageing adalah suatu kondisi dimana

presipitat yang berfungsi sebagai pengeras paduan

aluminium yang seharusnya menghambat dislokasi

menjadi tidak lagi menghambat secara optimal

karena posisinya sudah inkoheren dengan matriks

Aluminiumnya.

Gambar 9 Mekanisme aging-overaging

Dalam percobaan kali ini sampel uji tidak

menunjukan terjadinya fenomena tersebut karena

pada kelompok 17 yang paling lama waktu ageing

nya memiliki kekerasan sebesar 59,84 VHN, yaitu

lebih tinggi daripada kekerasan kelompok

Page 9: Laporan Akhir Hst Lona

sebelumnya yang waktu ageing nya lebih singkat.

Jadi tidak diketahui pada berapa lama ageing akan

dapat dilakukan secara maksimal.

E. Foto Mikro Sampel Ageing

Pada gambar 1, merupakan foto mikrostruktur

Aluminium hasil ageing selama 3 jam di suhu

2000C. Gambar itu menunjukan munculnya

presipitat kecil-kecil berupa titik-titik hitam di

tengah matrix abu-abu aluminium. Presipitat yang

timbul ini diduga sebagai presipitat yang

membentuk titik hitam di bawah mikroskop.

Presipitat ini yang menyebabkan adanya distorsi

kisi dan kemudian juga dislokasi yang terjadi pada

atom aluminium akan sulit terjadi. Dislokasi yang

terhambat menyebabkan meningkatnya kekerasan,

kekuatan, serta ketangguhan dari aluminium.

KESIMPULAN

Perlakuan panas akan menyebabkan

penyusunan kembali atom-atom material dan

perubahan fasa menjadi fasa yang baru yang

diinginkan sehingga terjadi perubahan

sifatnya menjadi lebih baik.

Pengujian Jominy dilakukan untuk mengetahui

kemampuan suatu paduan logam untuk

dikeraskan dengan media pendingin tertentu

dan akan menyebabkan terbentuknya fasa

martensit yang keras.

Semakin keras suatu material maka kecepatan

pendinginannya pun semakin cepat. Karena

fasa yang terbentuk adalah fasa martensit.

Pada percobaan ini, semakin tinggi temperatur

ageing, maka kekerasan material menurun. Hal

ini dikarenakan semakin tinggi suhu yang

diberikan saat ageing maka kemungkinan

untuk presipitat muncul semakin cepat dan jika

hal itu berlanjut maka yang terjadi adalah

kasus over ageing.

Perlakuan ageing dilakukkan harus sesuai

dengan waktunya untuk mendapat hasil

kekerasan optimal agar tidak terjadi over

ageing yang menyebabkan presipitat yang

terjadi inkoheren dengan kisi matriks.

REFERENSI

- Modul Praktikum Analisis Struktur

Material dan HST 2015

- Metals Handbook Vol.9. 1986. Ohio :

ASM International

- Metals Handbook Vol.3. 1986. Ohio :

ASM International

- Callister. William, Material Science and

Engineering Seventh Edition, John Wiley,

New York