aplikasi response surface method untuk optimasi … · adik-adik praktikan p1 tin 48, p3 tin 49,...

53
APLIKASI RESPONSE SURFACE METHOD UNTUK OPTIMASI KONDISI PROSES PRODUKSI BIODIESEL JARAK PAGAR MELALUI TRANSESTERIFIKASI IN SITU RATNA RUCITRA DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

Upload: phamanh

Post on 24-Mar-2019

217 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

APLIKASI RESPONSE SURFACE METHOD UNTUK OPTIMASI

KONDISI PROSES PRODUKSI BIODIESEL JARAK PAGAR

MELALUI TRANSESTERIFIKASI IN SITU

RATNA RUCITRA

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Aplikasi Response Surface

Method untuk Optimasi Kondisi Proses Produksi Biodiesel Jarak Pagar Melalui

Transesterifikasi In Situ” adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen

pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana

pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun

tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam

Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, November 2014

Ratna Rucitra

NIM F34100031

ABSTRAK

RATNA RUCITRA. Aplikasi Response Surface Method Untuk Optimasi Kondisi

Proses Produksi Biodiesel Jarak Pagar Melalui Transesterifikasi In Situ. Di bawah

bimbingan IKA AMALIA KARTIKA.

Proses produksi biodiesel secara konvensional umumnya melalui tahapan yang

panjang, waktu proses yang lama dan biaya produksi yang tinggi, dimana 70% biaya

produksi digunakan untuk proses ekstraksi dan pemurnian minyak. Transesterifikasi

in situ dapat menjadi alternatif dari permasalahan tersebut. Penelitian ini bertujuan

untuk mengoptimasi kondisi proses produksi biodiesel dari biji jarak pagar melalui

transesterifikasi in situ menggunakan RSM, dan mengetahui pengaruh kondisi proses

tersebut terhadap rendemen dan kualitas biodiesel yang dihasilkan. Variabel-variabel

kondisi proses yang dioptimasi adalah rasio heksan/total pelarut (X1), suhu reaksi (X2),

waktu reaksi (X3), dan kecepatan pengadukan (X4), dengan respon rendemen,

viskositas, bilangan asam, bilangan penyabunan dan bilangan ester. Kondisi proses

optimum untuk rendemen diperoleh pada X1= 0, X2= 57.9 °C, X3= 5.4 jam, dan X4=

206.5 rpm. Kondisi proses optimum untuk kualitas biodiesel (viskositas, bilangan

asam, bilangan penyabunan, dan bilangan ester) diperoleh pada X1= 0.33, X2= 55.8 °C,

X3= 3.2-5.2 jam, dan X4= 300-600 rpm. Model polinomial yang sesuai untuk

rendemen adalah model polinomial orde satu atau linier, sedangkan untuk kualitas

biodiesel adalah model polinomial orde ketiga atau kubik. Variabel yang berpengaruh

signifikan terhadap rendemen dan kualitas biodiesel adalah rasio heksan/total pelarut

(X1). Hasil optimasi multi respon yaitu rendemen (y1), bilangan asam (y2) dan

viskositas (y3) diperoleh X1= 0.06, X2= 53.3 °C, X3= 6 jam, dan X4= 392.4 rpm dengan

hasil y1= 81.3%, y2= 0.14 mg KOH/g, dan y3= 3.2 cSt. Nilai validasi yang diperoleh

y1= 77.5%, y2= 0.16 mg KOH/g, dan y3= 3.6 cSt. Selisih antara validasi dengan

prediksi model adalah <5%, hal tersebut menunjukan pemodelan yang dilakukan telah

baik.

Kata kunci: biodiesel, jarak pagar, in situ, optimasi, response surface method

ABSTRACT

RATNA RUCITRA. Application of Response Surface Method for Process

Conditions Optimization of Jatropha Seeds Biodiesel Production by In Situ

Transesterification. Supervised by IKA AMALIA KARTIKA.

A conventional jatropha seeds biodiesel production is conducted through many stages

and long time process. It requires high production cost where 70% of production cost

is used for extraction and purification. In situ transesterification can be an alternative

solution for conventional biodiesel production problems. This study aims to optimize

the process conditions of the jatropha seeds biodiesel production through in situ

transesterification using RSM, and to determine the influence of the process conditions

on the yield and quality of the biodiesel. The variables of process conditions optimized

were the ratio of hexane to total solvent (X1), reaction temperature (X2), reaction time

(X3), and agitation speed (X4), where the response was yield, viscosity, acid value,

saponification value, and ester value. The optimum process conditions for biodiesel

yield were obtained on X1= 0, X2= 57.9 °C, X3= 5.4 hours, and X4= 206.5 rpm. The

optimum process conditions for biodiesel quality (viscosity; acid value; saponification

value; ester value) were obtained on X1= 0.33, X2= 55.8 °C, X3= 3.2-5.2 h, and X4=

300-600 rpm. Polynomial model for biodiesel yield was first order polynomial model

or linier and for biodiesel quality was third order polynomial model or cubic. The ratio

of hexane to total solvent (X1) affected significantly biodiesel yield and quality. The

optimum process conditions with multi response was obtained on X1= 0.06, X2=

53.3 °C, X3= 6 h, and X4= 392.4 rpm, with y1= 81.3%, y2= 0.14 mg KOH/g, and

y3= 3.2 cSt. The validation on this optimum process conditions resulted y1= 77.5%,

y2= 0.16 mg KOH/g, and y3= 3.6 cSt. The difference between the results of validation

and model prediction was less than 5%, the model was thus good.

Keyword: biodiesel, jatropha seeds, in situ, optimization, response surface method

APLIKASI RESPONSE SURFACE METHOD UNTUK OPTIMASI

KONDISI PROSES PRODUKSI BIODIESEL JARAK PAGAR

MELALUI TRANSESTERIFIKASI IN SITU

RATNA RUCITRA

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Teknologi Pertanian

pada

Departemen Teknologi Industri Pertanian

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014

Judul Skripsi : Aplikasi Response Surface Method untuk Optimasi Kondisi Proses

Produksi Biodiesel Jarak Pagar Melalui Transesterifikasi In Situ

Nama : Ratna Rucitra

NIM : F34100031

Disetujui oleh

Dr Ir Ika Amalia Kartika, MT

Pembimbing

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Nastiti Siswi Indrasti

Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta

hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Aplikasi

Response Surface Method untuk Optimasi Kondisi Proses Produksi Biodiesel Jarak

Pagar Melalui Transesterifikasi In Situ”.

Ucapan terima kasih penulis berikan kepada :

1. Dr Ir Ika Amalia Kartika, MT selaku dosen Pembimbing Akademik yang telah

memberikan perhatian serta dengan sabar membimbing penulis selama penelitian

dan penulisan skripsi.

2. Orangtua tercinta Heryati dan Sugeng Hartadi, serta kakak saya Wira Widyawidura

dan Dyah Kurniawati Agustika atas dukungan, dana, doa, dan kasih sayang yang

tak pernah henti diberikan.

3. Seluruh laboran TIN atas bantuan dan ilmu yang diberikan.

4. Anissha Hud Alaydrus, Wenny Ayunisa, Koe, dan Fairuz serta teman-teman TIN

47, lainnya atas dukungan dan bantuannya selama kuliah bersama.

5. Adik-adik praktikan P1 TIN 48, P3 TIN 49, dan P2 TIN 50 atas dukungannya.

6. Mazaya Ghaisani, Dewi Wulandari, Aneisti, Nadira, Tari, Novi, dan teman-teman

kosan GDY atas bantuan dan kebersamaan.

7. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas segala

dukungannya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan

skripsi ini dengan baik

Penulis berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Bogor, Desember 2014

Ratna Rucitra

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ix

DAFTAR GAMBAR ix

DAFTAR LAMPIRAN ix

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Ruang Lingkup Penelitian 2

BAHAN DAN METODE 3

Bahan 3

Alat 3

Metode 3

HASIL DAN PEMBAHASAN 6

Karakteristik Bahan Baku 6

Optimasi Proses Produksi Biodiesel 7

Optimasi Kondisi Proses Multi Respon dan Validasinya 20

SIMPULAN DAN SARAN 21

Simpulan 21

Saran 22

DAFTAR PUSTAKA 22

LAMPIRAN 24

DAFTAR TABEL

1 Level coded dan uncoded dari variabel-variabel kondisi proses 4 2 Karaksteristik biji jarak pagar 6 3 Nilai parameter-parameter optimasi untuk respon rendemen 8 4 Nilai Parameter-parameter optimasi untuk respon viskositas 11 5 Nilai parameter-parameter optimasi untuk respon bilangan asam 14 6 Nilai parameter-parameter optimasi untuk respon bilangan penyabunan 16 7 Nilai parameter-parameter optimasi untuk respon bilangan ester 18

DAFTAR GAMBAR

1 Diagram alir proses persiapan bahan baku 3

2 Kontur pengaruh rasio heksan/total pelarut terhadap rendemen pada 9 3 Kontur pengaruh rasio heksan/total pelarut terhadap viskositas pada

berbagai kondisi proses 12 4 Kontur pengaruh rasio heksan/total pelarut terhadap bilangan asam pada

berbagai kondisi proses 15 5 Kontur pengaruh rasio heksan/total pelarut terhadap bilangan penyabunan

pada berbagai kondisi proses 17 6 Kontur pengaruh rasio heksan/total pelarut terhadap bilangan ester pada

berbagai kondisi proses 19

DAFTAR LAMPIRAN

1 Prosedur Analisa Bahan Baku (Analisa Proksimat) 25 2 Diagram Alir Proses Produksi Biodiesel Melalui Transesterifikasi In Situ 27 3 Prosedur Analisis Biodiesel 28

4 Kombinasi 4 Variabel Perlakuan 30

5 Hasil Uji Signifikansi Rendemen 31 6 Hasil Uji Signifikansi Viskositas 31 7 Hasil Uji Signifikansi Bilangan Asam 32 8 Hasil Uji Signifikansi Bilangan Penyabunan 33 9 Hasil Uji Signifikansi Bilangan Ester 34

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Penggunaan bahan bakar minyak yang berasal dari energi fosil saat ini terus

meningkat, akan tetapi hal tersebut tidak diiringi dengan peningkatan cadangan

sumber bahan bakar tersebut. Oleh karena itu diperlukan bahan bakar minyak alternatif

yang dapat diperbaharui dan ketersediaannya mencukupi. Salah satu alternatif bahan

bakar minyak tersebut adalah biodiesel.

Produksi biodiesel di Indonesia telah didukung oleh pemerintah, dimana tingkat

produksi biodiesel ditargetkan meningkat setiap periode. Hal tersebut dapat terlihat

dari blue print yang dikeluarkan oleh departemen ESDM (Energi dan Sumberdaya

Mineral) tentang pengelolaan energi nasional yang menunjukkan bahwa pada tahun 2005-

2009 produksi biodiesel ditargetkan 2% dari solar atau sebesar 0,72 juta kL, tahun 2010-

2015 ditargetkan 3% dari solar atau 1,5 juta kL, dan pada tahun 2016-2025 ditargetkan

5% dari solar atau sebesar 4,7 juta kL.

Biodiesel merupakan bahan bakar untuk mesin diesel yang berasal dari sumber

lipid atau minyak nabati terbarukan. Biodiesel memiliki beberapa keunggulan di

antaranya (Hambali et al. 2007): (1) Lebih ramah lingkungan karena emisi yang

dihasilkan lebih sedikit; (2) Angka setananya lebih tinggi sehingga efisiensi

pembakaran lebih baik; dan (3) Merupakan sumber bahan bakar yang dapat

diperbaharui karena terbuat dari bahan nabati. Salah satu bahan nabati yang dapat

digunakan menjadi bahan baku biodiesel adalah biji jarak pagar (Jatropha curcas L).

Tanaman jarak pagar memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai bahan baku

pembuatan biodiesel karena budidayanya yang mudah, tidak memerlukan lahan yang

subur, dan biaya yang tidak mahal (Achten et al. 2008). Berdasarkan penelitian yang

dilakukan oleh Apriliyanti (2012), kandungan minyak yang terdapat di dalam biji jarak

yaitu 30.39%. Kandungan minyak yang cukup tinggi tersebut merupakan salah satu

alasan pemilihan biji jarak sebagai bahan baku biodiesel. Selain itu minyak jarak

mengandung racun forbol ester, sehingga tidak dapat dikonsumsi (Gubitz et al. 1999).

Penggunaan biji jarak sebagai bahan baku biodiesel akan menghindarkan terjadinya

pertentangan antara sumber bahan pangan dengan energi terbaharukan.

Proses produksi biodiesel berbahan baku biji jarak umumnya melalui tahapan

proses yang panjang. Semakin panjang tahapan proses produksi maka rendemen yang

diperoleh semakin rendah, waktu proses semakin lama, dan biaya yang dibutuhkan

semakin tinggi. Sebesar 70% dari biaya produksi biodiesel digunakan untuk proses

ekstraksi dan pemurnian minyak (Hass et al. 2004). Kendala dalam proses produksi

tersebut memerlukan solusi dan alternatif proses yang lebih baik. Salah satu alternatif

untuk menyederhanakan proses produksi biodiesel yaitu melalui transesterifikasi in

situ.

Transesterifikasi in situ merupakan penyederhanaan proses produksi biodiesel

dengan mengeleminasi proses ekstraksi dan pemurnian minyak sehingga dapat

menurunkan biaya produksi biodiesel (Haas et al. 2004). Metode transesterifikasi in

situ memanfaatkan trigliserida yang berasal dari bahan baku sumber minyak tanpa

perlu mengekstrak dan memurnikannya terlebih dahulu (Qian et al. 2008). Kelebihan

lain dari metode transesterifikasi in situ pada proses produksi biodiesel adalah

meningkatkan rendemen dengan kehilangan minyak pada bahan baku seminimal

2

mungkin, sehingga trigliserida yang dapat dikonversi menjadi biodiesel semakin

tinggi.

Penelitian mengenai biodiesel berbahan baku biji jarak melalui

transesterifikasi in situ telah dilakukan oleh Utami (2010), Shuit et al. (2010),

Yulianingtyas (2011), Fajarani (2011), Aprilyanti (2012), Pujiastuti (2012), dan Lina

(2013). Masing-masing penelitian tersebut menggunakan rasio yang berbeda antara

bahan baku dan pelarutnya, serta perbandingan heksan dengan total pelarut. Kondisi

proses yang digunakan pun berbeda, seperti suhu reaksi, waktu reaksi, dan kecepatan

pengadukan. Penelitian ini menggunakan metode yang serupa dengan penelitian

Aprilyanti (2012) dan Pujiastuti (2012), namun terdapat perbedaan perlakuan dan

variabel yang digunakan. Penelitian ini dilakukan untuk mengoptimasi proses

produksi biodiesel berbahan baku biji jarak pagar melalui transesterifikasi in situ

menggunakan Response Surface Method (RSM). Variabel yang dioptimasi adalah

rasio heksan/total pelarut, suhu reaksi, waktu reaksi, dan kecepatan pengadukan.

Melalui optimasi keempat variabel tersebut diharapkan akan diperoleh kondisi proses

yang optimum untuk memproduksi biodiesel melalui transesterifikasi in situ.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengoptimasi kondisi proses produksi

biodiesel dari biji jarak pagar melalui transesterifikasi in situ menggunakan RSM, serta

mengetahui pengaruh kondisi-kondisi proses tersebut terhadap rendemen dan kualitas

biodiesel yang dihasilkan.

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dirancang menggunakan Central Composite Design (CCD),

dianalisis dengan ANOVA (α=0.05) dan RSM (Response Surface Method). RSM

adalah himpunan metode matematika dan statistika yang digunakan untuk melihat

hubungan antara satu atau lebih variabel perlakuan dengan respon dengan tujuan, dan

bertujuan untuk untuk mengoptimalkan respon tersebut (Montgomery 2001).

Penelitian ini menggunakan biji jarak pagar dengan kadar air <2% dan ukuran

partikel 20 mesh sebagai bahan baku. Konsentrasi KOH yang digunakan sebesar 0.075

mol/L metanol. Data hasil penelitian digunakan untuk memodelkan pengaruh variabel-

variabel terhadap respon yang meliputi rendemen biodiesel, viskositas, bilangan asam,

bilangan penyabunan, dan bilangan ester.

Terdapat 4 variabel dalam rentang 5 taraf dalam penelitian ini yang digunakan

untuk menentukan kondisi proses optimum. Untuk level -1 dan +1, penelitian

dilakukan sebanyak 2 kali ulangan, sedangkan untuk level central (0) penelitian

dilakukan sebanyak 5 kali ulangan. Variabel-variabel proses produksi yang dioptimasi

meliputi rasio heksan/total pelarut (0-0.67), suhu reaksi (40-60 C), waktu reaksi (2-6

jam dan kecepatan pengadukan (200-600 rpm).

3

BAHAN DAN METODE

Bahan

Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah jarak pagar yang

diperoleh dari PT. JEDO Indonesia. Buah jarak dikupas kulitnya, kemudian bijinya

dikeringkan hingga kadar air <2%. Bahan kimia yang digunakan pada proses produksi

biodiesel yaitu heksan, metanol, dan KOH. Sedangkan bahan kimia yang digunakan

untuk analisis proksimat dan analisis biodiesel adalah aquades, heksan, alkohol,

CuSO4, Na2SO4, H2SO4, NaOH, katalis, HCl, etanol netral 95%, KOH, indikator

mensel, dan indikator phenolphtalein.

Alat

Peralatan yang digunakan pada penelitian ini meliputi tangki reaktor 10 L yang

dilengkapi dengan pengaduk, pemanas dan kondensor, blender, labu pemisah, oven,

evaporator, pompa vakum, dan peralatan gelas. Sedangkan peralatan yang digunakan

untuk analisis proksimat dan analisis biodiesel adalah cawan alumunium, cawan

porselen, neraca analitik, labu soxhlet, kondensor, oven, desikator, piknometer, labu

Kjeldhal, autoklaf, destilator, fume hood, tanur listrik, water bath, gelas piala, gelas

ukur, pipet, erlenmeyer, dan viskometer Ostwald

Metode

Persiapan Bahan Baku

Proses persiapan bahan baku dijelaskan pada Gambar 1 berikut.

Gambar 1 Diagram alir proses persiapan bahan baku

Biji jarak terlebih dahulu dikarakterisasi, yang meliputi kadar air, kadar abu,

kadar minyak, kadar serat, kadar protein, dan kadar karbohidrat. Prosedur lengkap

analisis parameter-parameter tersebut dijelaskan pada Lampiran 1. Biji jarak pagar

Pengupasan

nnn

Pengeringan

Karakterisasi

Buah jarak pagar

Cangkang

Biji jarak pagar

Biji jarak pagar kering

4

selanjutnya dikeringkan pada suhu 50-60 C selama 72 jam hingga kadar airnya <2 %.

Setelah biji jarak kering, selanjutnya dilakukan pengecilan ukuran biji jarak hingga 20

mesh.

Proses Produksi Biodiesel

Proses transesterifikasi in situ berlangsung di dalam reaktor berkapasitas 10 L

yang dilengkapi dengan pemanas listrik, termometer, pengaduk, dan pendingin balik.

Kondisi proses divariasikan pada rasio hekan/total pelarut 0-0.67, suhu reaksi 40-60

C, waktu reaksi 2-6 jam, dan kecepatan pengadukan 200-600 rpm. Diagram alir

proses produksi biodiesel melalui transesterifikasi in situ dapat dilihat pada Lampiran

2.

Setelah proses transesterifikasi in situ selesai, campuran dibiarkan mengendap

untuk menurunkan suhu dan memisahkan filtrat dari padatan. Filtrat selanjutnya

dievaporasi menggunakan evaporator untuk menguapkan heksan dan metanol. Filtrat

diletakkan dalam labu pemisah untuk memisahkan metil ester dan gliserol. Lapisan

biodiesel berada di bagian atas dan gliserol di bagian bawah yang berwujud semi-

padat. Selanjutnya biodiesel dicuci menggunakan aquades dan dipanaskan pada suhu

105 °C selama satu jam untuk menguapkan aquades dari sisa pencucian. Biodiesel

kemudian dikarakterisasi yang meliputi viskositas, bilangan asam, bilangan

penyabunan, dan bilangan ester. Prosedur analisis biodiesel dapat dilihat pada

Lampiran 3.

Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah Central

Composite Design (CCD). Kombinasi 4 variabel perlakuan terdapat pada Lampiran 4,

sedangkan level coded dan uncoded dari variabel-variabel kondisi proses disajikan

pada Tabel 1.

Tabel 1. Level coded dan uncoded dari variabel-variabel kondisi proses

Variabel Kode Satuan Taraf

-2 -1 0 1 2

Rasio

heksan/total

pelarut

X1 v/v 0 0.17 0.33 0.50 0.67

Suhu X2 °C 40 45 50 55 60

Waktu reaksi X3 Jam 2 3 4 5 6

Kecepatan

pengadukan X4 Rpm 200 300 400 500 600

Variabel-variabel kondisi proses yang diuji adalah rasio heksan/total, suhu

reaksi, waktu reaksi, dan kecepatan pengadukan. Data-data hasil penelitian selanjutnya

diolah dengan ANOVA (α=0.05), dan analisis regresi menggunakan software Design

Expert 7.0.0 yang menghasilkan persamaan polinomial serta kontur hubungan antara

variabel-variabel dengan respon. Penelitian ini menggunakan 5 titik pusat dan 24 titik

lainnya.

5

= 0

Optimasi Kondisi Proses dengan RSM

Tahapan optimasi kondisi proses dengan RSM adalah sebagai berikut:

1. Menentukan model polinomial yang sesuai berdasarkan Sequential Model Sum of

Squares (SMSS), lack of fit, R2, dan adjusted R2. Kriteria pemilihan model

polinomial yaitu nilai SMSS yang paling signifikan (P<0.05), nilai lack of fit yang

paling tidak signifikan (P>0.05), nilai R2 dan adjusted R2 yang tertinggi dan atau

selisih kedua nilai tersebut yang paling kecil (Montgomery 2001). Persamaan-

persamaan polinomial yang diuji meliputi:

Persamaan polinomial orde pertama :

y = βo + β1X1 + β2X2 + β3X3 + β4X4 + Ɛ

Persamaan polinomial orde kedua :

y = βo + β1X1 + β2X2 + β3X3 + β4X4 + β5X1X2 + β6X1X3 + β7X1X4 +

β8X2X3 + β9X2X4+ β10X3X4+ β11X12+ β12X2

2 + β13X32 + β14X4

2 + Ɛ

Persamaan orde polinomial ketiga :

y = βo + β1X1 + β2X2 + β3X3 + β4X4 + β5X1X2 + β6X1X3 + β7X1X4 + β8X2X3 +

β9X2X4 + β10X3X4 + β11X12 + β12X2

2 + β13X32 + β14X4

2 + β15X1X2 X3 +

β16X1X2X4 + β17X1X3 X4 + β18X2X3 X4 + β19X12 X2 + β20X1

2 X3 + β21X12 X4 +

β22X1 X22 + β23X1X3

2 + β24X1X42 + β25X2

2X3 + β26X22X4 + β27X2X3

2Ɛ +

β28X2X42 + β29X3

2X4 + β30X3X4

2 + β31X13 + β32X2

3 + β33X33 + β34X4

3 + Ɛ

dimana :

y Respon (rendemen biodiesel, bilangan asam, bilangan penyabunan,

bilangan ester, dan viskositas)

X1,X2 Variabel-variabel yang meliputi rasio heksan terhadap total pelarut,

X3,X4 suhu, waktu reaksi, dan kecepatan pengadukan

βi Konstanta titik potong dan koefisien untuk variabel serta pengaruh

interaksi antar peubah terhadap respon

Ɛ Galat

2. Melakukan uji signifikansi untuk mengetahui pengaruh variabel-variabel terhadap

respon, signifikan atau tidak.

3. Menentukan titik optimum berdasarkan model polinomial yang diperoleh untuk

masing-masing respon. Terdapat tiga jenis titik optimum yaitu maksimum,

minimum, dan saddle point. Titik optimum dapat diperoleh menggunakan rumus

berikut:

dy

dXi

4. Menentukan titik optimum berdasarkan respon rendemen, viskositas, dan bilangan

asam secara simultan. Optimasi yang digunakan untuk rendemen adalah maksimasi

sedangkan untuk viskositas dan bilangan asam adalah minimasi. Respon viskositas

(y2) dan bilangan asam (y3) diberi pembatas berdasarkan standar mutu SNI, dimana

3 < y2 < 6 dan y3 < 0.8.

6

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Bahan Baku

Karakterisasi bahan baku bertujuan untuk mengetahui karakteristik biji jarak

pagar yang digunakan. Karakterisasi yang dilakukan meliputi analisis kadar air, kadar

abu, kadar protein, kadar minyak, kadar serat, dan kadar karbohidrat (by difference).

Hasil karakterisasi biji jarak pagar terdapat pada Tabel 2.

Tabel 2. Karaksteristik biji jarak pagar

Parameter Uji Nilai Hasil penelitian sebelumnya

(Aprilyanti 2012)

Kadar air (% bb) 7.87 8.03

Kadar minyak (% bb) 30.87 30.39

Kadar serat (% bb) 30.71 29.95

Kadar abu (% bb) 5.05 4.85

Kadar protein (% bb) 18.06 17.77

Kadar karbohidrat (% bb) 7.48 9.01

Berdasarkan Tabel 2 dapat diketahui bahwa hasil karakterisasi bahan baku yang

diperoleh pada penelitian ini tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian sebelumnya

(Aprilyanti 2012). Hal tersebut dikarenakan varietas biji jarak yang digunakan dalam

penelitian ini sama dengan penelitian sebelumnya.

Kadar minyak dan kadar air di dalam biji jarak merupakan parameter yang

penting di dalam proses produksi biodiesel karena akan berpengaruh terhadap

rendemen dan kualitas biodiesel yang dihasilkan. Kadar air yang diperoleh pada

penelitian ini sebesar 7.87%. Kadar air tersebut memiliki selisih ±0.16% dari

penelitian sebelumnya (Aprilyanti 2012) yaitu sebesar 8.03%. Kadar minyak yang

didapat pada penelitian ini sebesar 30.87 %, sedangkan pada penelitian Aprilyanti

(2012) hasilnya sebesar 30.39%. Nilai kadar air dan kadar minyak yang diperoleh tidak

berbeda secara signifikan bila dibandingkan dengan nilai penelitian Apriliyanti (2012).

Adapun perbedaan tersebut dapat disebabkan oleh beberapa hal, di antaranya

perlakuan pasca panen dan penyimpanan bahan baku.

Kandungan air yang tinggi di dalam biji jarak dapat menghambat proses

transesterifikasi in situ dan menyebabkan menurunnya kualitas biodiesel. Kandungan

air yang tinggi pada bahan akan menyebabkan saponifikasi ester sehingga akan

menurunkan efisiensi proses transesterifikasi (Kartika et al. 2011). Selain itu kadar air

yang tinggi akan menyebabkan terjadinya hidrolisis trigliserida pada bahan menjadi

asam-asam lemak bebas, sehingga bilangan asam pada biodiesel akan meningkat.

Menurut Corro et al. (2010), transesterifikasi yang menggunakan katalis basa harus

menggunakan bahan yang memiliki kandungan FFA <2%, maka dari itu pada

penelitian ini kadar air dan kadar FFA pada biji jarak pagar dikondisikan <2%.

Kadar minyak yang tinggi pada biji jarak pagar akan menghasilkan konversi

trigliserida menjadi biodiesel yang tinggi. Kadar minyak biji jarak dipengaruhi oleh

beberapa hal, di antaranya varietas biji jarak yang digunakan, usia panen, dan

penanganan pasca panen. Kadar minyak yang tinggi diperoleh dari biji jarak pagar

7

dengan tingkat kematangan yang tepat, jika dipanen lebih awal (belum matang) akan

menyebabkan kadar minyak rendah.

Selain kadar air dan kadar minyak, faktor lainnya yang dapat berpengaruh dalam

proses produksi biodiesel melalui transesterifikasi in situ adalah ukuran partikel.

Semakin kecil ukuran partikel yang digunakan dapat meningkatkan kontak bahan

dengan pelarut, meningkatkan efisiensi saat proses ekstraksi dan transesterifikasi, dan

akan berpengaruh terhadap peningkatan rendemen biodiesel (Kartika et al. 2011). Pada

penelitian ini, biji jarak pagar dihancurkan menggunakan blender untuk memperkecil

ukuran menjadi 20 mesh.

Terdapat selisih ±0.2% untuk nilai kadar abu dan kadar protein yang diperoleh

bila dibandingkan dengan penelitian sebelumnya Aprilyanti (2012). Kadar abu adalah

jumlah mineral pada bahan yang tidak ikut terbakar saat proses pengabuan. Kadar abu

yang tinggi dapat disebabkan oleh bahan pengotor yang terdapat di dalam bahan.

Kadar serat yang dihasilkan pada penelitian ini memiliki selisih ±0.7%,

dibandingkan dengan penelitian Aprilyanti (2012). Kadar serat dari biji jarak terdiri

dari komponen selulosa, hemiselulosa, dan lignin. Kadar serat di dalam biji jarak

dipengaruhi oleh komposisi kulit biji dan kernel biji. Biji jarak yang memiliki kadar

serat yang tinggi, umumnya memiliki daging buah yang kecil. Berdasarkan hal

tersebut, maka secara tidak langsung kadar serat di dalam biji jarak akan

mempengaruhi kadar lemak.

Biji jarak terdiri dari bagian cangkang dan daging biji dengan persentase 37%

dan 63% (Kartika et al. 2011). Apabila komposisi cangkang biji lebih besar dibanding

daging biji, maka kadar serat yang dihasilkan juga tinggi. Kandungan serat yang tinggi

akan menghasilkan ampas biodiesel yang baik sehingga dapat dimanfaatkan kembali

menjadi papan partikel dan produk lain.

Kadar karbohidrat diperoleh dengan menggunakan perhitungan by difference,

yaitu jumlah keseluruhan bahan (100%) dikurangi jumlah kadar air, kadar abu, kadar

minyak, kadar protein, dan kadar serat. Kadar karbohidrat pada penelitian ini (7.48%)

sedangkan penelitian Aprilyanti (2012) sebesar 9.01%. Perbedaan kadar karbohidrat

pada penelitian ini disebabkan karena adanya perbedaan beberapa nilai parameter uji

lainnya.

Optimasi Proses Produksi Biodiesel

Proses produksi biodiesel pada penelitian ini melalui transesterifikasi in situ,

menggunakan pelarut metanol serta heksan sebagai co-solvent. Metanol merupakan

ekstraktan dan reaktan yang berfungsi untuk mengekstrak minyak di dalam biji jarak,

kemudian bereaksi dengan minyak tersebut sehingga dapat terbentuk biodiesel. Pelarut

metanol dipilih karena harga metanol lebih murah dan waktu yang dibutuhkan untuk

bereaksi lebih cepat bila dibandingkan dengan pelarut lainnya seperti etanol.

Menurut Kartika et al. (2013) pelarut metanol kurang efektif untuk mengekstrak

minyak dari dalam biji jarak, sehingga diperlukan co-solvent seperti heksan agar

ekstraksi minyak jarak dapat berlangsung secara maksimal. Heksan merupakan

ekstraktan yang berfungsi untuk mengekstraksi minyak di dalam biji jarak. Heksan

bersifat nonpolar sehingga hanya mengekstrak minyak dari dalam biji jarak, bukan

senyawa polar seperti air (Kartika et al. 2013). Semakin tinggi minyak yang dapat

terekstrak dari biji jarak, diharapkan akan semakin tinggi pula rendemen biodiesel

yang diperoleh.

8

Katalis yang dapat digunakan pada proses transesterifikasi in situ adalah katalis

basa atau asam. Penelitian ini menggunakan katalis basa kuat (KOH) yang

ditambahkan pada metanol untuk mempercepat reaksi. Katalis basa akan

menghasilkan rendemen biodiesel yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan katalis

asam (Leung et al. 2010). Adapun alasan lain dipilihnya KOH sebagai katalis pada

penelitian ini karena harganya murah, proses produksi biodiesel dapat dilakukan pada

suhu yang lebih rendah, lebih efektif jika dibandingkan dengan katalis asam, dan

memiliki aktivitas katalitik yang tinggi. Berdasarkan penelitian Shuit et al. (2010),

transesterifikasi in situ minyak jarak pagar menggunakan katalis asam (H2SO4)

membutuhkan waktu 24 jam untuk memperoleh rendemen sebanyak 99.8%.

Penelitian ini mengoptimasikan 4 faktor kondisi proses yaitu rasio heksan/total

pelarut, suhu reaksi, waktu reaksi, dan kecepatan pengadukan. Faktor-faktor perlakuan

tersebut digunakan untuk menentukan titik optimum rendemen dan mutu biodiesel

(viskositas, bilangan asam, bilangan penyabunan, dan bilangan ester). Dengan

menggunakan RSM dapat diperoleh kondisi proses terbaik untuk menghasilkan nilai

respon yang optimum

Rendemen Biodiesel

Rendemen biodiesel yang dihasilkan pada penelitian ini sebesar 70.6-82.5%.

Berdasarkan hasil analisis SMSS, lack of fit, R2, dan adjusted R2 (Tabel 3), model yang

sesuai untuk mengoptimasi kondisi proses dengan respon rendemen adalah model

polinomial orde satu atau linier.

Tabel 3 Nilai parameter-parameter optimasi untuk respon rendemen

SMSS Lack of Fit Adjusted Keterangan

Parameter Prob>F Prob>F R2 R2

Linier 0.0418 0.8749 0.3281 0.2161 Cocok

2FI 0.7596 0.8237 0.4331 0.1181

Kuadratik 0.7307 0.7595 0.5050 0.0099

Kubik 0.7461 0.4317 0.7669 -0.3051

Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat bahwa model linier memiliki nilai SMSS

yang signifikan (P<0.05), sedangkan untuk model-model lainnya nilai SMSS tidak

signifikan (P>0.05). Hal tersebut berarti bahwa model linier lebih cocok dibandingkan

dengan model kuadratik ataupun model kubik. Hal tersebut didukung dengan nilai lack

of fit yang tidak signifikan dan lebih tinggi nilainya dibandingkan dengan nilai lack of

fit dari model-model lainnya. Berikut adalah model polinomial orde satu yang

diperoleh:

y = 76.19 – 1.81X1 + 0.63X2 + 0.84X3 – 0.28X4

Nilai R2 menunjukkan konstribusi faktor regresi terhadap respon (Lina 2013).

Semakin besar nilai R2, maka semakin besar konstribusi atau pengaruh faktor terhadap

respon. Adjusted R2 digunakan untuk menentukan kesesuaian nilai R2 yang diperoleh,

dimana semakin kecil selisih antara nilai R2 dengan adjusted R2 maka nilai R2 tersebut

semakin baik. Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat bahwa nilai R2 untuk model linier

adalah 32.18%. Walaupun nilai tersebut lebih rendah dibandingkan dengan model-

model lainnya, tetapi selisih dengan nilai adjusted R2 adalah yang paling rendah

(11.2%). Hal ini menegaskan bahwa model linierlah yang paling cocok digunakan

untuk mengoptimasi kondisi proses produksi biodiesel dengan respon rendemen.

9

X1:Rasio Heksan/Total Pelarut

X3:W

aktu

Rea

ksi

X4:K

ecep

atan

P

engad

ukan

X1:Rasio Heksan/Total Pelarut

X1:Rasio Heksan/Total Pelarut

Berdasarkan hasil analisis signifikansi pengaruh variabel-variabel terhadap

respon (Lampiran 5) diperoleh hasil bahwa hanya variabel rasio heksan/total pelarut

yang berpengaruh secara signifikan terhadap respon rendemen biodiesel. Variabel-

variabel lainnya (suhu reaksi, waktu reaksi, dan kecepatan pengadukan) tidak

berpengaruh secara signifikan terhadap rendemen biodiesel. Gambar 2 menunjukkan

kontur pengaruh rasio heksan/total pelarut terhadap rendemen biodiesel pada berbagai

suhu reaksi, waktu reaksi, dan kecepatan pengadukan.

Gambar 2 Kontur pengaruh rasio heksan/total pelarut terhadap rendemen pada

berbagai kondisi proses

Berdasarkan Gambar 2 dapat dilihat bahwa rendemen biodiesel meningkat

seiring dengan penurunan rasio heksan/total pelarut. Berdasarkan penelitian Pujiastuti

(2012), peningkatan heksan sebagai co-solvent tidak meningkatkan rendemen

biodiesel secara signifikan. Hal tersebut dapat terjadi karena penggunaan heksan

sebagai co-solvent hanya dapat meningkatkan ekstraksi minyak dari biji jarak, namun

tidak memiliki kemampuan untuk mentransformasi minyak jarak menjadi biodiesel.

Metanol berfungsi sebagai ekstraktan dan reaktan yang berperan penting di dalam

proses transesterifikasi. Minyak jarak yang telah terekstrak akan bereaksi dengan

metanol pada proses transesterifikasi sehingga dapat terbentuk metil ester dan gliserol.

X2:S

uhu

Rendemen (%) Rendemen (%)

Rendemen (%)

10

Berdasarkan Gambar 2 juga dapat diketahui pengaruh faktor suhu reaksi, waktu

reaksi, dan kecepatan pengadukan terhadap rendemen. Semakin tinggi suhu reaksi

akan meningkatkan rendemen biodiesel, namun peningkatan yang terjadi tidak

signifikan. Suhu diperlukan untuk mencapai kondisi reaksi. Pemanasan menyebabkan

molekul-molekul minyak terdispersi dan terdistribusi ke dalam metanol dan bereaksi

sehingga terjadi pemutusan ikatan gliserida dan membentuk metil ester. Suhu dapat

menurunkan energi reaksi aktivasi, yaitu energi minimum yang digunakan untuk

memulai reaksi. Semakin tinggi suhu, maka semakin banyak energi yang dapat

digunakan reaktan untuk mencapai energi aktivasi. Berdasarkan penelitian Teng et al.

(2010), pada suhu reaksi antara 35-65 C akan terjadi peningkatan rendemen biodiesel.

Namun suhu yang terlalu tinggi juga akan menurunkan rendemen biodiesel sesuai

dengan penelitian Kartika et al. (2013), dimana pada peningkatan suhu dari 50-60 C

terjadi penurunan rendemen biodiesel.

Pengaruh suhu dapat diketahui melalui hasil persamaan linier yang diperoleh,

dimana suhu memiliki koefisien faktor yang positif. Nilai positif tersebut menandakan

kesesuaian antara peningkatan faktor dan respon. Semakin tinggi nilai faktor maka

akan semakin tinggi pula respon yang dihasilkan. Hal tersebut juga berlaku untuk

waktu reaksi yang memiliki nilai koefisien faktor yang positif.

Waktu reaksi adalah lamanya proses yang digunakan pada proses

transesterifikasi tersebut, dimana berhubungan dengan banyaknya konversi minyak di

dalam biji jarak menjadi biodiesel. Waktu reaksi yang lebih lama pada proses

transesterifikasi memfasilitasi molekul-molekul reaktan bertumbukan lebih lama

sehingga konversi trigliserida menjadi metil ester dapat meningkatkan (Ozgul 2002).

Namun waktu reaksi yang terlalu lama akan menurunkan rendemen biodiesel yang

disebabkan oleh reaksi balik transesterifikasi (Kartika et al. 2013).

Kecepatan pengadukan yang digunakan, berdasarkan Gambar 2 ternyata tidak

memiliki pengaruh signifikan terhadap nilai rendemen. Hal tersebut sesuai dengan

penelitian Kartika et al. (2013), dimana kecepatan pengadukan tidak berpengaruh

terhadap rendemen biodiesel yang dihasilkan. Sehingga dengan menggunakan

kecepatan pengadukan terendah (200 rpm), biodiesel sudah terbentuk dengan baik.

Akan tetapi berdasarkan persamaan linier yang diperoleh dapat diketahui bahwa

penurunan kecepatan pengadukan dapat meningkatkan rendemen. Hal tersebut karena

kecepatan pengadukan memiliki koefisien faktor yang negatif. Nilai negatif tersebut

menandakan jika nilai faktor semakin tinggi maka nilai respon akan semakin rendah.

Pengadukan dapat meningkatkan pencampuran antara pelarut dengan bahan

baku, dimana rendemen biodiesel akan tinggi jika fase minyak dan alkohol telah

tercampur menjadi satu fase homogen (Korus et al. 2000). Hal tersebut memerlukan

pengadukan yang sangat kuat pada awal reaksi. Bila waktu reaksi dan konversi

biodiesel telah mencapai tingkat konversi maksimum sehingga campuran reaksi

homogen, maka tidak bergantung lagi pada pengadukan.

Berdasarkan model polinomial orde satu atau model linier yang diperoleh pada

penelitian ini dapat diestimasi kondisi proses optimum untuk memproduksi biodiesel

jarak pagar melalui transesterifikasi in situ adalah rasio heksan/total pelarut (X1)= 0,

suhu reaksi (X2)= 57.9 °C, waktu reaksi (X3)= 5.4 jam, dan kecepatan pengadukan

(X4)= 206.6 rpm. Pada kondisi proses tersebut, rendemen biodiesel optimum yang

diperoleh sebesar 82.6%. Hasil eksperimen menunjukkan rendemen biodiesel terbaik

(82.5%) diperoleh pada kondisi proses X1= 0.33, X2= 50 °C, X3= 4 jam, dan X4= 400

rpm.

11

Rendemen biodiesel hasil pemodelan memiliki nilai sama dengan hasil

eksperimen, dimana rendemen tersebut diperoleh pada kondisi proses rasio

heksan/total pelarut dan kecepatan pengadukan lebih rendah, tetapi suhu reaksi dan

waktu reaksi lebih tinggi. Perbedaan kondisi proses optimum yang diperoleh melalui

optimasi dengan hasil penelitian dapat terjadi karena beberapa hal. Salah satunya

karena nilai R2 yang rendah.

Kondisi proses hasil optimasi dianggap lebih menguntungkan untuk diterapkan

pada industri dengan pertimbangan rendemen yang diperoleh dan minimasi biaya

produksi. Pada kondisi proses berdasarkan optimasi penggunaan pelarut heksan yang

memiliki harga yang lebih mahal dibandingkan dengan metanol. Harga metanol saat

ini Rp 10.000/L, sedangkan heksan Rp 12.500/L. Selain itu kecepatan pengadukan

dapat diturunkan dari 400 rpm menjadi 206.6 rpm. Walaupun suhu reaksi yang

digunakan lebih tinggi dan waktu reaksi lebih lama, namun peningkatan tersebut tidak

terlalu tinggi. Sehingga tidak memerlukan tambahan biaya yang terlalu mahal.

Viskositas

Viskositas biodiesel yang dihasilkan pada penelitian ini sebesar 3.28-12.64 cSt.

Berdasarkan hasil analisis SMSS, lack of fit, R2, dan adjusted R2 (Tabel 4), model yang

sesuai untuk mengoptimasi kondisi proses dengan respon viskositas adalah model

polinomial orde ketiga atau kubik.

Tabel 4 Nilai parameter-parameter optimasi untuk respon viskositas

SMSS Lack of Fit Adjusted Keterangan

Parameter Prob > F Prob > F R2 R2

Linier 0.0003 < 0.0001 0.5764 0.5058

2FI 0.0003 < 0.0001 0.7248 0.5719

Kuadratik 0.0440 < 0.0001 0.8573 0.7147

Kubik < 0.0001 0.2980 0.9998 0.9989 Cocok

Berdasarkan Tabel 4 dapat dilihat bahwa model kubik memiliki nilai SMSS

yang signifikan (P<0.05) yang paling rendah bila dibandingkan dengan model-model

lain. Hal tersebut berarti bahwa berdasarkan nilai SMSS model kubik memiliki

kemungkinan lebih sesuai dibandingkan dengan model lainnya, walaupun model lain

juga memiliki nilai SMSS yang signifikan. Hal tersebut didukung dengan nilai lack of

fit yang tidak signifikan dan lebih tinggi nilainya dibandingkan dengan nilai lack of fit

dari model-model lainnya. Berikut adalah model polinomial orde ketiga yang

diperoleh:

y = 9.54 + 196.64X1 - 0.062X2 - 0.067X3 + 0.046X4 + 0.96X1X2 - 0.40X1X3

+ 0.45X1X4 - 0.099X2X3 - 0.52X2X4 - 0.78X3X4 + 0.85X12 - 4.46X2

2 + 0.040X32

+ 0.054X42 - 0.079X1X2X3 - 0.54X1X2X4 - 0.75X1X3X4 + 0.045X2X3X4

+ 1.00X12X2 - 0.33X1

2X3 + 0.44 X12X4 - 146.28X1X2

2 - 47.96X13

Berdasarkan Tabel 4 dapat dilihat bahwa nilai R2 untuk model kubik adalah

99.98%. Nilai tersebut paling tinggi dibandingkan dengan model-model lainnya, serta

selisih dengan nilai adjusted R2 adalah yang paling rendah (0.09%). Berdasarkan nilai

R2 diketahui bahwa variabel yang digunakan dapat menjelaskan respon sebesar

99.98%, sedangkan sisanya 0.02% dijelaskan oleh variabel lain. Nilai R2 dan adjusted

R2 yang diperoleh menegaskan bahwa model kubiklah yang paling cocok digunakan

untuk mengoptimasi kondisi proses produksi biodiesel dengan respon viskositas.

12

X3:W

aktu

Rea

ksi

X2:S

uhu

X1:Rasio Heksan/Total Pelarut X1:Rasio Heksan/Total Pelarut

X1:Rasio Heksan/Total Pelarut

Berdasarkan hasil analisis signifikansi pengaruh variabel-variabel terhadap

respon (Lampiran 6) diperoleh hasil bahwa hanya variabel rasio heksan/total pelarut

yang berpengaruh secara signifikan terhadap respon viskositas, sedangkan variabel-

variabel lainnya (suhu, waktu reaksi, dan kecepatan pengadukan) tidak berpengaruh

secara signifikan terhadap viskositas. Gambar 3 menunjukkan kontur pengaruh rasio

heksan/total pelarut terhadap viskositas pada berbagai suhu reaksi, waktu reaksi, dan

kecepatan pengadukan.

Gambar 3 Kontur pengaruh rasio heksan/total pelarut terhadap viskositas pada

berbagai kondisi proses

Berdasarkan Gambar 3 dapat dilihat bahwa viskositas meningkat seiring

dengan kenaikan rasio heksan/total pelarut. Hal tersebut juga sesuai dengan persamaan

yang diperoleh dimana pada rasio heksan/total pelarut (X1), menghasilkan nilai

koefisien yang positif. Semakin tinggi nilai viskositas, semakin rendah kualitas

biodiesel tersebut. Viskositas biodiesel akan mempengaruhi kinerja biodiesel terhadap

mesin diesel. Viskositas biodiesel yang terlalu tinggi dapat memperlambat aliran

bahan bakar melalui injektor dan menurunkan daya pembakaran, sedangkan viskositas

X4:K

ecep

atan

P

engad

ukan

Viskositas (cSt) Viskositas (cSt)

Viskositas (cSt)

13

biodiesel yang terlalu rendah dapat menyebabkan kebocoran yang akan mengurangi

daya pembakaran (Setyaningsih et al. 2008).

Proses transesterfikasi dapat menurunkan viskositas minyak nabati sehingga

memenuhi SNI (2.6-6 cSt, pada suhu 40 °C). Penelitian ini menghasilkan nilai

viskositas yang umumnya telah memenuhi SNI, akan tetapi pada perlakuan rasio

heksan/total pelarut 0.5 dan 0.67 terdapat beberapa nilai viskositas yang tidak sesuai.

Hal tersebut terjadi karena penggunaan heksan dalam jumlah tinggi akan

meningkatkan jumlah minyak yang terekstrak, akan tetapi minyak tersebut tidak dapat

terkonversi seluruhnya menjadi biodiesel. Hal tersebut didukung dengan penelitian

Pujiastuti (2012), dimana nilai viskositas yang diperoleh pada rasio heksan/total

pelarut 0.5 benilai 10.76 cSt dan 12.64 cSt. Biodiesel yang tidak terkonversi dengan

sempurna umumnya masih berbentuk minyak jarak yang kental, sehingga nilai

viskositasnya tinggi.

Suhu reaksi yang semakin tinggi akan menurunkan viskositas, namun

penurunannya tidak signifikan. Menurut Kartika et al. (2013), suhu reaksi yang lebih

tinggi dapat menurunkan viskositas minyak, meningkatkan kelarutan reaktan, dapat

meningkatkan laju reaksi, dan mempercepat waktu reaksi. Hal tersebut juga dapat

diketahui melalui hasil persamaan kubik yang diperoleh menghasilkan koefisien faktor

bernilai negatif untuk suhu. Nilai negatif menandakan hasil yang bertolak belakang

antara faktor dengan respon, dimana peningkatan faktor akan menurunkan nilai

respon. Hal tersebut juga berlaku untuk waktu reaksi yang memiliki nilai koefisien

faktor yang negatif.

Kecepatan pengadukan yang digunakan berdasarkan Gambar 3 tidak memiliki

pengaruh yang signifikan terhadap viskositas. Akan tetapi berdasarkan persamaan

kubik yang diperoleh dapat diketahui bahwa peningkatan kecepatan pengadukan yang

dilakukan akan meningkatkan viskositas. Hal tersebut karena nilai koefisien dari

kecepatan pengadukan adalah positif, dimana peningkatan nilai faktor akan menaikan

nilai respon.

Berdasarkan model polinomial orde ketiga atau model kubik yang diperoleh

pada penelitian ini dapat diestimasi kondisi proses optimum untuk viskositas adalah

X1 sebesar 0.33, X2 sebesar 55.8 °C, X3 sebesar 3.2 jam, dan X4 sebesar 367 rpm. Pada

kondisi proses tersebut, viskositas biodiesel optimum yang diperoleh sebesar 3.86 cSt.

Hasil eksperimen menunjukkan viskositas biodiesel terbaik (3.28 cSt) diperoleh pada

X1 sebesar 0.33, X2 sebesar 60 °C, X3 sebesar 4 jam, dan X4 sebesar 400 rpm. Optimasi

pada viskositas adalah minimasi, sehingga semakin kecil nilainya semakin baik

Viskositas biodiesel hasil pemodelan memiliki nilai yang lebih tinggi daripada

hasil eksperimen, namun masih sesuai dengan SNI 04-7182-2006 mengenai biodiesel.

Viskositas optimum berdasarkan model dan eksperimen diperoleh pada kondisi proses

yang hampir sama, hanya waktu reaksi yang memiliki selisih cukup tinggi (1 jam).

Perbedaan kondisi proses tersebut yang menyebabkan adanya selisih nilai viskositas

yang diperoleh.

Bilangan Asam

Bilangan asam yang dihasilkan pada penelitian ini sebesar 0.17-1.41 mg

KOH/g. Berdasarkan hasil analisis SMSS, lack of fit, R2, dan adjusted R2 (Tabel 5),

model yang sesuai untuk mengoptimasi kondisi proses dengan respon bilangan asam

adalah model polinomial orde ketiga atau kubik.

14

Tabel 5 Nilai parameter-parameter optimasi untuk respon bilangan asam

SMSS Lack of Fit Adjusted Keterangan

Parameter Prob > F Prob > F R2 R2

Linier 0.0738 0.2870 0.2897 0.1713

2FI 0.8675 0.2149 0.3738 0.0259

Kuadratik 0.3625 0.2143 0.5315 0.0630

Kubik 0.1064 0.8399 0.9308 0.6124 Cocok

Berdasarkan Tabel 5 dapat dilihat bahwa model linier dan kubik memiliki nilai

SMSS yang signifikan (P<0.05). Akan tetapi berdasarkan nilai lack of fit, model kubik

merupakan model yang paling tidak signifikan (P>0.05) dibandingkan dengan nilai

lack of fit pada model-model lainnya. Berikut adalah model polinomial orde ketiga

yang diperoleh:

y = - 0.33 - 23.60X1 - 0.025X2 + 0.009716X3 + 0.021X4 - 0.012X1X2 + 0.07X1X3

+ 0.031X1X4 - 0.029X2X3 + 0.0075X2X4 - 0.03X3X4 + 0.11X12 + 0.54X2

2

+ 0.029X32 + 0.033X4

2 + 0.05X1X2X3 - 0.031X1X2X4 + 0.00625X1X3 X4

- 0.055 X2X3X4 + 0.099X12X2 - 0.021X1

2X - 0.031X12X4 + 17.77X1X2

2

+ 5.87762X13

Berdasarkan Tabel 5 juga dapat dilihat bahwa nilai R2 untuk model kubik

adalah 93.08%. Nilai tersebut paling tinggi dibandingkan dengan model-model

lainnya, walaupun selisih dengan nilai adjusted R2 cukup besar (31.84%). Berdasarkan

nilai R2 yang diperoleh dapat diketahui bahwa variabel yang digunakan menjelaskan

respon sebesar 93.1%, sedangkan sisanya 6.9% dijelaskan oleh variabel lain. Nilai R2

dan adjusted R2 yang diperoleh menegaskan bahwa model kubiklah yang paling cocok

digunakan untuk mengoptimasi kondisi proses produksi biodiesel dengan respon

bilangan asam.

Berdasarkan hasil analisis signifikansi pengaruh variabel-variabel terhadap

bilangan asam (Lampiran 7) diperoleh hasil bahwa hanya variabel rasio heksan/total

pelarut yang berpengaruh secara signifikan terhadap respon viskositas, sedangkan

variabel-variabel lainnya (suhu reaksi, waktu reaksi, dan kecepatan pengadukan) tidak

berpengaruh secara signifikan terhadap bilangan asam.

Berdasarkan Gambar 4 dapat dilihat bahwa bilangan asam menurun seiring

dengan kenaikan rasio heksan/total pelarut. Hal tersebut juga sesuai dengan persamaan

yang diperoleh dimana pada rasio heksan/total pelarut (X1), menghasilkan nilai

koefisien yang negatif. Semakin tinggi bilangan asam, semakin rendah kualitas

biodiesel tersebut. Bilangan asam dapat digunakan untuk mengetahui tingkat

korosifitas biodiesel, dimana bilangan asam yang tinggi akan bersifat korosif yang

akan menyebabkan kerusakan pada komponen-komponen mesin diesel (Knothe 2006).

Gambar 4 menunjukkan kontur pengaruh rasio heksan/total pelarut terhadap bilangan

asam pada berbagai suhu reaksi, waktu reaksi, dan kecepatan pengadukan.

Berdasarkan SNI 04-7182-2006 mengenai biodiesel, bilangan asam adalah

jumlah miligram KOH yang dibutuhkan untuk menetralkan asam-asam bebas dalam 1

gram biodiesel. Standar Nasional Indonesia mensyaratkan bilangan asam maksimal

sebesar 0.8 mg KOH/g. Pada penelitian ini terdapat satu bilangan asam yang tidak

memenuhi SNI, yaitu pada rasio heksan/ total pelarut 0.67, suhu reaksi 50 °C, waktu

reaksi 4 jam, dan kecepatan pengadukan 400 rpm. Hal tersebut terjadi karena

transformasi biodiesel pada kondisi proses tersebut tidak berlangsung dengan

15 X

2:S

uhu

X3:W

aktu

Rea

ksi

X1:Rasio Heksan/Total Pelarut X1:Rasio Heksan/Total Pelarut

X1:Rasio Heksan/Total Pelarut

sempurna, sehingga hasil yang diperoleh masih berupa minyak jarak. Proses

transformasi yang tidak sempurna tersebut membuat kandungan asam lemak bebas

tinggi, karena bilangan asam menunjukkan jumlah asam lemak bebas yang masih

tersisa pada proses transesterifikasi (Pujiastuti 2012).

Gambar 4 Kontur pengaruh rasio heksan/total pelarut terhadap bilangan asam pada

berbagai kondisi proses

Berdasarkan Gambar 4 juga dapat diketahui faktor suhu reaksi, waktu reaksi,

dan kecepatan pengadukan tidak berpengaruh signifikan terhadap bilangan asam. Suhu

reaksi yang semakin tinggi akan menurunkan bilangan asam, namun penurunan tidak

signifikan. Hal tersebut juga dapat diketahui melalui hasil persamaan kubik yang

diperoleh, dimana untuk suhu raksi koefisien faktor bernilai negatif. Waktu reaksi dan

kecepatan pengadukan yang digunakan berdasarkan Gambar 4 juga tidak memiliki

pengaruh yang signifikan terhadap bilangan asam. Akan tetapi berdasarkan persamaan

kubik yang diperoleh dapat diketahui bahwa waktu reaksi dan kecepatan pengadukan

memiliki nilai koefisien faktor positif. Sehingga bila waktu reaksi dan kecepatan

pengadukan meningkat, maka akan terjadi peningkatan bilangan asam.

Berdasarkan model polinomial orde ketiga atau model kubik yang diperoleh

pada penelitian ini dapat diestimasi kondisi proses optimum untuk bilangan asam

X4:K

ecep

atan

P

engad

ukan

Bilangan Asam (mg KOH/g)

Bilangan Asam (mg KOH/g)

Bilangan Asam (mg KOH/g)

16

adalah X1 sebesar 0.33, X2 sebesar 55.8 °C, X3 sebesar 4.2 jam, dan X4 sebesar 382

rpm. Adapun hasil optimasi dari bilangan yang diperoleh sebesar 0.34 mg KOH/g.

Berdasarkan eksperimen nilai bilangan asam biodiesel terbaik (0.17 mg KOH/g)

diperoleh pada dua kondisi proses yaitu X1 sebesar 0.17, X2 sebesar 45 °C, X3 sebesar

5 jam, dan X4 sebesar 500 rpm serta pada kondisi proses X1 sebesar 0.33, X2 sebesar

50 °C, X3 sebesar 4 jam, dan X4 sebesar 400 rpm. Bilangan asam biodiesel hasil

pemodelan memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan hasil eksperimen,

namun masih sesuai dengan SNI.

Bilangan Penyabunan

Bilangan penyabunan yang dihasilkan pada penelitian ini sebesar 180.9-196. 3

mg KOH/g. Berdasarkan hasil analisis SMSS, lack of fit, R2, dan adjusted-R2 (Tabel 6),

model yang sesuai untuk mengoptimasi kondisi proses dengan respon bilangan

penyabunan adalah model polinomial orde ketiga atau kubik.

Tabel 6 Nilai parameter-parameter optimasi untuk respon bilangan penyabunan

SMSS Lack of Fit Adjusted Keterangan

Parameter Prob > F Prob > F R2 R2

Linier 0.6997 0.1026 0.0842 -0.0684

2FI 0.8178 0.0750 0.2095 -0.2297

Kuadratik 0.7751 0.0540 0.2984 0.4031

Kubik 0.0176 0.8876 0.9538 0.7410 Cocok

Berdasarkan Tabel 6 dapat dilihat bahwa model kubik memiliki nilai SMSS

yang signifikan (P<0.05), sedangkan untuk model-model lainnya nilai SMSS tidak

signifikan (P>0.05). Hal tersebut berarti bahwa model kubik lebih cocok dibandingkan

dengan model linier maupun model kuadratik. Hal tersebut didukung dengan nilai lack

of fit yang tidak signifikan dan lebih tinggi dibandingkan dengan nilai lack of fit dari

model-model lainnya. Berikut adalah model polinomial orde ketiga yang diperoleh:

y = 214.05 + 915.54X1 - 0.25X2 - 0.66X3 + 1.22X4 + 0.79X1X2 + 0.45X1X3

- 0.50X1X4 + 1.48X2X3 + 0.11X2X4 + 0.93X3X4 - 0.25X12 - 21.25X2

2 - 0.9X32

- 0.08X42 + 0.66X1X2X3 - 0.56X1X2X4 + 0.94X1X3X4 - 1.7X2X3X4 + 0.04X1

2X2

- 0.14X12X3 - 0.70X1

2X4 - 689.82X1X22 - 225.94X1

3

Nilai R2 yang diperoleh untuk model kubik adalah 95.4%. Nilai tersebut paling

tinggi dibandingkan dengan model-model lainnya, serta nilai adjusted-R2 bernilai

positif dengan selisih (21.3%). Selisih tersebut cukup rendah dibandingkan dengan

model lainnya. Nilai R2 dan adjusted R2 yang diperoleh menegaskan bahwa model

kubiklah yang paling cocok digunakan untuk mengoptimasi kondisi proses produksi

biodiesel dengan respon bilangan penyabunan.

Berdasarkan hasil analisis signifikansi pengaruh variabel-variabel terhadap

respon bilangan peyabunan (Lampiran 8) diperoleh hasil bahwa hanya variabel rasio

heksan/total pelarut yang berpengaruh secara signifikan terhadap respon bilangan

penyabunan, sedangkan variabel-variabel lainnya (suhu reaksi, waktu reaksi, dan

kecepatan pengadukan) tidak berpengaruh secara signifikan terhadap bilangan

penyabunan. Gambar 5 menunjukkan kontur pengaruh rasio heksan/total pelarut

terhadap bilangan penyabunan pada berbagai suhu, waktu reaksi, dan kecepatan

pengadukan.

17 X

2:

Su

hu

X3:W

aktu

Rea

ksi

X1:Rasio Heksan/Total Pelarut

X1:Rasio Heksan/Total Pelarut X1:Rasio Heksan/Total Pelarut

Gambar 5 Kontur pengaruh rasio heksan/total pelarut terhadap bilangan penyabunan

pada berbagai kondisi proses

Berdasarkan Gambar 5 dapat dilihat bahwa bilangan penyabunan meningkat

seiring dengan kenaikan rasio heksan/total pelarut. Hal tersebut juga sesuai dengan

persamaan kubik yang diperoleh dimana pada rasio heksan/total pelarut untuk

bilangan penyabunan menghasilkan nilai koefisien yang positif. Bilangan penyabunan

dapat digunakan untuk menunjukkan tingkat kemurnian dari biodiesel. Menurut

Knothe (2004), semakin tinggi bobot molekul dari trigliserida yang diuji maka

bilangan penyabunan akan semakin rendah dan sebaliknya. Tinggi rendahnya bilangan

penyabunan dipengaruhi oleh proses konversi trigliserida menjadi metil ester, dimana

bila konversi berjalan sempurna maka bilangan penyabunan akan tinggi dan bobot

molekul ester akan lebih rendah dan sebaliknya. Hal tersebut karena pada proses

konversi yang tidak sempurna terdapat tri-, di-, dan monogliserida sisa transesterifikasi

yang menyebabkan bobot molekul tinggi.

Bilangan penyabunan yang rendah dapat menandakan tingginya senyawa

pengotor di dalam biodiesel. Senyawa pengotor memiliki bobot molekul yang tinggi,

sehingga bilangan penyabunan menjadi rendah. Senyawa pengotor di dalam biodiesel

dapat menyebabkan timbulnya kerak pada mesin dan penyumbatan saluran injeksi,

sehingga kinerja biodiesel tidak maksimal (Kartika et al. 2011).

X4:K

ecep

atan

P

engad

ukan

Bilangan Penyabunan (mg KOH/g)

Bilangan Penyabunan (mg KOH/g) Bilangan Penyabunan (mg KOH/g)

18

Suhu reaksi yang semakin tinggi akan menurunkan bilangan penyabunan, namun

penurunan yang terjadi tidak signifikan. Hal tersebut juga dapat diketahui melalui hasil

persamaan kubik yang diperoleh, dimana untuk suhu koefisien faktor bernilai negatif.

Hal tersebut juga berlaku untuk waktu reaksi yang memiliki nilai koefisien faktor yang

negatif.

Kecepatan pengadukan yang digunakan berdasarkan Gambar 5 tidak memiliki

pengaruh yang signifikan terhadap bilangan penyabunan. Pada penelitian Fajarani

(2011), menunjukkan bahwa faktor waktu reaksi, kecepatan pengadukan tidak

berpengaruh secara nyata terhadap bilangan penyabunan. Akan tetapi berdasarkan

persamaan kubik yang diperoleh dapat diketahui bahwa peningkatan kecepatan

pengadukan yang dilakukan akan meningkatkan bilangan penyabunan. Hal tersebut

karena nilai koefisien dari kecepatan pengadukan adalah positif, dimana peningkatan

nilai faktor akan menaikan nilai respon.

Berdasarkan model polinomial orde ketiga atau model kubik yang diperoleh

pada penelitian ini dapat diestimasi kondisi proses optimum untuk bilangan

penyabunan adalah X1 sebesar 0.33, X2 sebesar 55.8 °C, X3 sebesar 5.2 jam, dan X4

sebesar 300 rpm. Adapun hasil optimasi dari bilangan penyabunan sebesar 185.6 mg

KOH/g.

Bilangan Ester

Bilangan ester yang dihasilkan pada penelitian ini sebesar 179.5-196 mg

KOH/g. Berdasarkan hasil analisis SMSS, lack of fit, R2, dan adjusted-R2 (Tabel 7),

model yang sesuai untuk mengoptimasi kondisi proses dengan respon bilangan ester

adalah model polinomial orde ketiga atau kubik.

Tabel 7 Nilai parameter-parameter optimasi untuk respon bilangan ester

SMSS Lack of Fit Adjusted Keterangan

Parameter Prob > F Prob > F R2 R2

Linier 0.5843 0.1283 0.1076 -0.0411

2FI 0.7968 0.0959 0.2361 -0.1882

Kuadratik 0.7408 0.0713 0.3305 -0.3390

Kubik 0.0251 0.8839 0.9485 0.7117 Cocok

Berdasarkan Tabel 7 dapat dilihat bahwa model kubik memiliki nilai SMSS

yang signifikan (P<0.05), sedangkan untuk model-model lainnya nilai SMSS tidak

signifikan (P>0.05). Hal tersebut berarti bahwa model kubik lebih cocok dibandingkan

dengan model linier maupun model kuadratik. Hal tersebut didukung dengan nilai lack

of fit yang tidak signifikan dan lebih tinggi nilainya dibandingkan dengan nilai lack of

fit dari model-model lainnya. Berikut adalah model polinomial orde ketiga yang

diperoleh:

y = 212.51 + 877.76X1 - 0.27X2 - 0.91X3 + 1.47X4 + 0.80X1X2 + 0.38X1X3

- 0.53X1X4 + 1.51X2X3 + 0.098X2X4 + 0.96X3X4 - 0.35X12 - 20.19X2

2

- 0.81X32 + 0.02X4

2 + 0.61 X1X2X3 - 0.53X1X2X4 + 0.94X1X3X4 - 1.65X2X3X4

- 0.014X12X2 + 0.13X1

2X3 - 0.95X12X4 - 661.32X1X2

2 - 216.71X13

Nilai R2 untuk bilangan ester pada model kubik adalah 94.9%. Nilai tersebut

paling tinggi dibandingkan dengan model-model lainnya, serta memiliki nilai adjusted

R2 yang positif sebesar 71.2%. Selisih nilai R2 dengan adjusted R2 cukup rendah bila

19 X

2:S

uhu

X3:W

aktu

Rea

ksi

X1:Rasio Heksan/Total Pelarut X1:Rasio Heksan/Total Pelarut

X1:Rasio Heksan/Total Pelarut

dibandingkan dengan model-model lainnya (23.7%). Nilai R2 dan adjusted R2 yang

diperoleh menegaskan bahwa model kubiklah yang paling cocok digunakan untuk

mengoptimasi kondisi proses produksi biodiesel dengan respon bilangan ester.

Berdasarkan hasil analisis signifikansi pengaruh variabel-variabel terhadap

respon (Lampiran 9) diperoleh hasil bahwa hanya variabel rasio heksan/total pelarut

yang berpengaruh secara signifikan terhadap respon bilangan ester, sedangkan

variabel-variabel lainnya (suhu, waktu reaksi, dan kecepatan pengadukan) tidak

berpengaruh secara signifikan terhadap rendemen bilangan ester. Gambar 6

menunjukkan kontur pengaruh rasio heksan/total pelarut terhadap bilangan ester pada

berbagai suhu, waktu reaksi, dan kecepatan pengadukan.

Gambar 6 Kontur pengaruh rasio heksan/total pelarut terhadap bilangan ester pada

berbagai kondisi proses

Berdasarkan Gambar 6 dapat dilihat bahwa bilangan ester meningkat seiring

dengan kenaikan rasio heksan/total pelarut. Hal tersebut juga sesuai dengan persamaan

kubik yang diperoleh dimana pada rasio heksan/total pelarut untuk bilangan ester

menghasilkan nilai koefisien yang positif. Hasil pada bilangan ester tidak jauh berbeda

dengan bilangan penyabunan. Hal tersebut karena bilangan ester merupakan selisih

bilangan penyabunan dengan bilangan asam (Ketaren 2012).

X4:K

ecep

atan

Pen

gad

ukan

Bilangan Ester (mg KOH/g) Bilangan Ester (mg KOH/g)

Bilangan Ester (mg KOH/g)

20

Suhu reaksi yang semakin tinggi akan menurunkan nilai bilangan ester, namun

penurunan yang terjadi tidak signifikan. Hal tersebut juga dapat diketahui melalui hasil

persamaan kubik yang diperoleh, dimana untuk suhu koefisien faktor bernilai negatif.

Hal tersebut juga berlaku untuk waktu reaksi yang memiliki nilai koefisien faktor yang

negatif.

Kecepatan pengadukan yang digunakan berdasarkan kontur tidak memiliki

pengaruh yang signifikan terhadap nilai bilangan ester. Sesuai dengan penelitian

Fajarani (2011), Aprilyanti (2012), Lina (2013) bahwa bilangan ester tidak

dipengaruhi oleh faktor waktu reaksi dan kecepatan pengadukan. Akan tetapi

berdasarkan persamaan kubik yang diperoleh dapat diketahui bahwa peningkatan

kecepatan pengadukan yang dilakukan akan meningkatkan bilangan ester. Hal tersebut

karena nilai koefisien dari kecepatan pengadukan adalah positif, dimana peningkatan

nilai faktor akan menaikan nilai respon.

Berdasarkan model polinomial orde ketiga atau model kubik yang diperoleh

pada penelitian ini dapat diestimasi kondisi proses optimum untuk bilangan ester

adalah X1 sebesar 0.33, X2 sebesar 55.8 °C, X3 sebesar 4.6 jam, dan X4 sebesar 600

rpm. Adapun hasil optimasi dari bilangan ester sebesar 187.8 mg KOH/g.

Optimasi Kondisi Proses Multi Respon dan Validasinya

Hasil optimasi multi respon diperoleh melalui pengolahan data dengan software

Design Expert 7.0.0. Pada respon rendemen, optimasi yang dilakukan adalah

maksimasi sedangkan untuk viskositas dan bilangan asam optimasi yang dilakukan

adalah minimasi. Hal tersebut karena pada respon rendemen semakin tinggi nilai yang

diperoleh semakin baik, sedangkan untuk viskositas dan bilangan asam semakin kecil

nilai yang diperoleh semakin baik. Pada formulasi ini respon yang dioptimalkan adalah

rendemen (y1), viskositas (y2), dan bilangan asam (y3). Adapun formulasi yang

diberikan sebagai berikut:

Max y1

Subject to

3 < y2 < 6

y3 < 0.8

Formulasi tersebut diperoleh dengan memberikan nilai batas bawah dan batas

atas terhadap respon viskositas serta nilai batas atas untuk respon bilangan asam. Hal

tersebut dilakukan agar hasil optimasi yang dilakukan sesuai dengan SNI 04-7182-

2006 untuk biodiesel. Hal tersebut berbeda dengan optimasi yang dilakukan untuk

respon bilangan asam saja, dimana nilai optimasi diperoleh berdasarkan hasil

pengolahan data penelitian. Bila formulasi sesuai dengan SNI diterapkan untuk

optimasi dengan respon bilangan asam saja, maka data yang diperoleh tidak akan

mencukupi untuk dilakukan optimasi.

Berdasarkan formula yang dilakukan, diperoleh kondisi proses optimum

dengan nilai X1 sebesar 0.06, X2 sebesar 53 °C, X3 sebesar 6 jam, dan X4 sebesar 392

rpm. Berdasarkan nilai X1, X2, X3, dan X4 tersebut dapat diperoleh nilai y1 sebesar

81.3%, y2 sebesar 3.23 cSt, dan y3 sebesar 0.14 mg KOH/g. Nilai hasil optimasi

tersebut selanjutnya divalidasi untuk mengetahui kesesuaian nilai rendemen,

viskositas, dan bilangan asam yang diperoleh dari pemodelan dengan hasil

21

eksperimen. Hasil validasi terhadap nilai X1, X2, X3, dan X4 diperoleh nilai y1 sebesar

77.6%, y2 sebesar 3.6 cSt, dan y3 sebesar 0.16 mg KOH/g. Terdapat selisih <5% antara

nilai respon hasil pemodelan dengan hasil validasi. Akan tetapi pada bilangan asam

nilai respon hasil pemodelan dan validasi yang diperoleh berada di luar range dari nilai

penelitian yang dilakukan (<0.17 mg KOH/g). Hal tersebut terjadi karena pada

optimasi multirespon, formulasi untuk bilangan asam tidak memiliki batasan nilai

bawah.

Selisih nilai pemodelan dengan validasi <5% dapat menunjukkan bahwa

pemodelan yang dilakukan dengan RSM terhadap kondisi proses dan respon biodiesel

dapat menggambarkan hasil yang sebenarnya. Namun perlu dilakukan perbaikan

dalam penetapan formulasi, agar hasil pemodelan dan validasi yang dilakukan dapat

lebih baik. Adapun selisih nilai hasil pemodelan dengan validasi dapat terjadi karena

terdapat faktor lain di luar faktor yang digunakan yang mempengaruhi respon.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Kondisi proses yang optimum untuk respon rendemen diperoleh pada kondisi

proses X1= 0, X2= 57.91 °C, X3= 5.42 jam, dan X4= 206.56 rpm, dengan model

polinomial yang dipilih adalah model polinomial orde satu atau linier. Variabel yang

berpengaruh signifikan terhadap rendemen adalah rasio heksan/total pelarut. Kondisi

proses yang optimum untuk respon viskositas diperoleh pada X1= 0.33, X2= 55.8 °C,

X3= 3.16 jam, dan X4= 367 rpm, dengan model polinomial yang dipilih adalah model

polinomial orde ketiga atau kubik. Variabel yang berpengaruh signifikan terhadap

viskositas adalah rasio heksan/total pelarut. Kondisi proses yang optimum untuk

respon bilangan asam diperoleh pada X1= 0.33, X2= 55.75 °C, X3= 4.20 jam, dan X4=

382 rpm, dengan model polinomial yang dipilih adalah model polinomial orde ketiga

atau kubik. Variabel yang berpengaruh signifikan terhadap bilangan asam adalah rasio

heksan/total pelarut. Kondisi proses yang optimum untuk respon bilangan penyabunan

diperoleh pada X1= 0.33, X2= 55.75 °C, X3= 5.15 jam, dan X4= 300 rpm, sedangkan

kondisi proses yang optimum untuk respon bilangan ester diperoleh pada X1= 0.33,

X2= 55.75 °C, X3= 4.60 jam, dan X4= 600 rpm. Model polinomial yang dipilih untuk

kedua respon tersebut adalah model polinomial orde ketiga atau kubik. Variabel yang

berpengaruh signifikan terhadap bilangan penyabunan dan bilangan ester adalah rasio

heksan/total pelarut.

Kondisi proses yang optimum untuk multi respon diperoleh pada X1= 0.06, X2=

53.25 °C, X3= 6 jam, dan X4= 392.42 rpm dengan hasil rendemen 81.3%, bilangan

asam 0.14 mg KOH/g, dan viskositas 3.23 cSt. Setelah dilakukan validasi terhadap

kondisi proses tersebut diperoleh nilai rendemen 77.5%, bilangan asam 0.16 mg

KOH/g, dan viskositas 3.58 cSt. Dapat disimpulkan bahwa pemodelan yang dilakukan

sudah baik dan telah mampu memberikan gambaran terhadap nilai respon yang

sesungguhnya, dimana selisih dengan nilai validasi <5%. Akan tetapi perlu dilakukan

perbaikan dalam formulasi sehingga hasil pemodelan dan validasi yang dilakukan

dapat lebih baik. Selain itu formulasi untuk respon bilangan asam perlu diberikan batas

nilai bawah, sehingga hasil pemodelan dan validasi yang dilakukan sesuai dengan SNI

dan range yang diperoleh pada penelitian untuk bilangan asam.

22

Saran

Berdasarkan hasil penelitian ini, diperlukan pengujian lengkap untuk biodiesel

berdasarkan SNI 04-7182-2006. Selain itu diperlukannya bahan baku berupa biji jarak

pagar dengan mutu yang baik dan seragam agar rendemen dan kualitas biodiesel yang

didapat juga lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA

Aprilyanti AF. 2012. Pengaruh waktu reaksi dan rasio heksan/total pelarut terhadap

rendemen dan kualitas biodiesel pada transesterifikasi in situ biji jarak pagar

[skripsi]. Bogor (ID): Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas

Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Achten WMJ, Verchot L, Franken YJ, Mathijs E, Singh VP, Aerts R, Muys B. 2008.

Jatropha biodiesel production and use. Biomass and Bioenergy 32(12): 1063-

1084.

BSN - Badan Standarisasi Nasional. 2006. Biodiesel. SNI 04-7182-2006.

Corro G, Tellez N, Ayala AM. 2010. Two-step biodiesel production from jatropha

curcas crude oil using SiO2 HF solid catalyst for FFA esterification step. Fuel

89: 2815-2821.

Fajarani AN. 2011. Transformasi biji jarak pagar (Jatropha curcas L.) menjadi

biodiesel melalui transesterifikasi in situ [skripsi]. Bogor (ID): Departemen

Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian

Bogor.

Gubitz GM, Mittelbach M, Trabi M. 1999. Exploitation of the tropical oil seed plant

Jatropha curcas L. Bioresource Technology 67: 73-82.

Haas MJ, Karen MS, William NM, Thomas AF. 2004. In situ alkaline

transesterication: an effective method of the production of fatty acid esters from

vegetable oils. J. Am. Oil Chem. Soc. 81: 83-89.

Hambali E, Mudjalifah S, Sulistiyanto G, Timotheus L. 2007. Jarak Pagar Tanaman

Penghasil Biodiesel. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.

Kartika IA, Yuliani D Ariono, Sugiarto. 2009. Rekayasa Proses Produksi Biodiesel

Berbasis Jarak Pagar Melalui Transesterifikasi In Situ. Laporan Akhir Hibah

Kompetitif Penelitian sesuai Prioritas Nasional Batch II-DIKTI. Bogor (ID):

Institut Pertanian Bogor

Kartika IA, Yani M, Hermawan D. 2011. Transesterifikasi in situ biji jarak pagar:

pengaruh jenis pereaksi, kecepatan pengadukan dan suhu reaksi terhadap

rendemen dan kualitas biodiesel. J. Tek. Ind. Pert. 21: 24-33.

Kartika IA, Yuliani S, Ariono D, Sugiarto. 2011. Transesterifikasi in situ biji jarak

pagar: pengaruh kadar air dan ukuran partikel bahan terhadap rendemen dan

kualitas biodiesel. AGRITECH. 31: 242-249.

Kartika IA,Yani M, Ariono D, Evon Ph, Rigal L. 2013. Biodiesel production from

jatrophas seed: solvent extraction and in situ tarnsesterification in single step.

Fuel. 106: 111-117.

Ketaren S. 2012. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta (ID): UI

Press.

23

Korus RA, Hoffman DS, Bam N, Peterson CL, Drown DC. 2000. Transesterification

Process to Manufacture Ethyl ester of Rape Oil. Moscow (RU): Departemen of

Chemical Engineering, University of Idaho. Knothe G, Kenar JA. 2004. Determination of the fatty acid profile by H-NMR

spectroscopy. European Journal of Lipid Science and Technology. 106(2): 88–

96.

Knothe G. 2006 Analyzing Biodiesel: Standards and Other Methods. J Am Oil Chem

Soc. 83:823-833

Leung DYC, Wu X, Leung MKH. 2010. A review on biodiesel production using

catalyzed transesterification. Applied energy. 87: 1083-1095

Lina AD. 2013. Optimasi proses transformasi biji jarak pagar menjadi biodiesel

dengan metode transesterifikasi in situ [skripsi]. Bogor (ID): Departemen

Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian

Bogor.

Montgomery DC. 2001. Design and Analysis of Experimental 5th Edition. New York

(US): John Wiley & Son.

Ozgul Y, Turkay S. 2002. Variables affecting the yields of methyl ester derived from

in situ transesterification of rice bran oil. J. Am. Oil Chem Soc. 79:611-614. Pujiastuti Y. 2012. Pengaruh suhu reaksi dan rasio heksan/total pelarut pada proses

produksi biodiesel dari biji jarak pagar melalui transesterifikasi in situ [skripsi].

Bogor (ID): Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi

Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Qian J, Fei W, Sen L, Zhi Y. 2008. In situ alkaline transesterification of cotton seed

oil for production of biodiesel and non toxic cotton seed meal. Bioresource

Technology. 99: 9009-9012.

Setyaningsih D, Hambali E, Yuliani S, Sumangat D. 2008. Peningkatan Kualitas

Biodiesel Jarak Pagar Melalui Sintesis Gliserol Eter Sebagai Aditif Penurunan

Titik Awan dan Titik Tuang. Dalam: Laporan Akhir Hasil Penelitian - Lembaga

Penelitian dan Pengabdian Masyarakat IPB 4 Maret 2008. Jakarta (ID): Bogor.

Shuit SH, Lee KT, Kamaruddin AH, Yusup S. 2010. Reactive extraction and in situ

transesterification of Jatropha curcas L seeds for the production of biodiesel.

Fuel. 89: 527-530.

Utami SW. 2010. Kajian proses produksi biodiesel melalui transesterifikasi in situ biji

jarak pagar (Jatropha curcas L.) pada berbagai kondisi operasi [skripsi]. Bogor

(ID): Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor.

Yulianingtyas P. 2011. Kajian proses produksi biodiesel melalui transesterifikasi in

situ biji jarak pagar (Jatropha curcas L.) pada skala pilot [skripsi]. Bogor (ID):

Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut

Pertanian Bogor.

24

LAMPIRAN

25

w

a

Lampiran 1 Prosedur Analisa Bahan Baku (Analisa Proksimat)

1. Kadar Air (AOAC 1995, 950.46)

Cawan yang sudah dibersihkan dan dikeringkan dalam oven bersuhu 105 °C

selama 15 menit didinginkan dalam desikator, lalu ditimbang. Sampel ditimbang

sebanyak 5 gram dan dimasukkan ke dalam cawan tersebut. Cawan yang sudah diisi

sampel kemudian dimasukkan ke dalam oven bersuhu 105 °C selama 6 jam. Cawan

dikeluarkan dari oven dan didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang.

Apabila bobot masih berubah, maka pengeringan diulangi dengan suhu dan waktu

yang sama. Pengeringan dilakukan sebanyak 3-4 kali atau lebih sampai didapatkan

bobot yang konstan sebagai bobot akhir sampel. Kadar air dapat dihitung

berdasarkan kehilangan berat, yaitu selisih antara bobot awal sampel dan bobot

akhir sampel, dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Keterangan:

a = bobot awal sampel (gram)

b = bobot akhir sampel (gram)

2. Kadar Lemak (SNI 01-2891-1992)

Sampel dari analisa kadar air ditimbang dalam kertas saring, kemudian

dipasang dalam labu soxhlet dan kondensor. Reflux dilakukan dengan pelarut lemak

selama 5 jam. Setelah itu, sampel dikeluarkan dari labu soxhlet, dikeringkan, dan

didinginkan dalam desikator. Selanjutnya ditimbang sampai bobotnya konstan.

Kadar lemak dihitung dengan menggunakan rumus berikut:

Keterangan:

a = berat sampel + kertas saring sebelum diekstrak (gram)

b = berat sampel + kertas saring setelah diekstraksi (gram)

w = berat sampel (gram)

3. Kadar Serat Kasar (SNI 01-2891-1992)

Sampel sebanyak 1 gram dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer 300 ml

kemudian ditambahkan 100 ml H2SO4 0.325 N. Bahan selanjutnya dihidrolisis di

dalam autoklaf bersuhu 105 °C selama 15 menit. Bahan didinginkan, kemudian

ditambahkan 50 ml NaOH 1.25 N dan dihidrolisis kembali di dalam autoklaf

bersuhu 105 °C selama 15 menit. Bahan disaring dengan menggunakan kertas

saring yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya. Setelah itu kertas saring

dicuci berturut-turut dengan menggunakan air panas, 25 ml H2SO4 0.325 N, air

panas lagi kemudian 25 ml aseton atau alkohol. Residu dan kertas saring

dikeringkan dalam oven bersuhu 110 °C selama 1-2 jam. Kadar serat kasar dapat

dihitung dengan menggunakan rumus berikut ini:

Kadar air (%) = x 100 %

Kadar lemak = a – b

x 100%

a - b

26

w1 – w2

Keterangan :

a = bobot residu dalam kertas saring yang telah dikeringkan (g)

b = bobot kertas saring kosong (g)

w = bobot sampel (g)

4. Kadar Abu (AOAC 1995, 923.03)

Sampel ditimbang sebanyak 2-3 gram, kemudian dimasukkan ke dalam cawan

porselen yang telah diketahui bobot tetapnya. Sampel diarangkan di atas pemanas

lalu diabukan dalam tanur listrik pada suhu 550 °C selama 5-6 jam sampai

pengabuan sempurna. Cawan kemudian didinginkan dalam desikator, lalu

ditimbang sampai bobot tetap. Kadar abu dapat dihitung dengan menggunakan

rumus berikut ini:

Keterangan:

w = bobot sampel sebelum diabukan (g)

w1 = bobot sampel + cawan sesudah diabukan (g)

w2 = bobot cawan kosong (g)

5. Kadar Protein (AOC 1995, 991.20)

Sampel sebanyak 0.1 gram dimasukkan ke dalam labu Kjedhal. Katalis

ditimbang sebanyak 1 gram yang terdiri dari CuSO4 : Na2SO4 = 1:1.2. Selanjutnya

ditambahkan 2.5 ml H2SO4 pekat dan didekstruksi sampai cairan bewarna hijau

jernih, ekstraksi dilanjutkan selama 30 menit. Labu beserta isinya didinginkan

sampai suhu kamar, kemudian isinya dipindahkan ke dalam alat destilasi dan

ditambahkan 15 ml NaOH 50% (sampai larutan menjadi basa). Hasil sulingan

ditampung ke dalam erlenmeyer 200 ml yang berisi HCl 0.02 N sampai tertampung

tidak kurang dari 50 ml destilat, kemudian hasilnya didestilasi dengan NaOH 0.02

N disertai penambahan indikator mensel (campuran metil red dan metil blue) 3-4

tetes. Perlakuan tersebut juga dilakukan terhadap blanko. Kadar protein dapat

dihitung dengan menggunakan rumus berikut ini:

Keterangan :

a = selisih ml NaOH yang digunakan untuk menitrasi blanko dengan sampel

N = normalitas larutan NaOH

w = berat sampel (mg)

6. Kadar Karbohidrat

Kadar karbohidrat dihitung dengan cara by difference seperti rumus berikut ini:

Kadar karbohidrat (%) = kadar total (100%) – (kadar air + kadar abu + kadar

lemak + kadar serat + kadar protein )

w x 100%

a – b

w x 100% Kadar serat kasar =

Kadar abu =

Kadar protein (%) = a x N x 14 x 6.25

x 100% w

27

Lampiran 2 Diagram Alir Proses Produksi Biodiesel Melalui Transesterifikasi In

Situ (Kartika et al. 2009)

Evaporasi

Pemisahan

Transesterifikasi

in situ

Pendinginan

Penyaringan

Pengeringan

Penghancuran

Pencampuran

Pencucian

Buah jarak pagar

Larutan KOH

metanolik

KOH

MeOH

Serbuk biji jarak pagar

(kadar air ± 10%, 20 mesh

Air

Biodiesel

Campuran minyak,

Metil Ester dan

Gliserol

Filtrat

Metanol dan

Heksan

Ampas

Heksan

Air

Gliserol

28

Lampiran 3 Prosedur Analisis Biodiesel

1. Uji Viskositas (SNI 04-7182-2006)

Aquades dipanaskan di dalam water bath dengan suhu 40 °C, kemudian

dimasukkan ke dalam tabung viskosimeter Ostwald. Waktu yang diperlukan untuk

mencapai tanda tera dicatat. Selanjutnya biodiesel dipanaskan di dalam water bath

dengan suhu 40 °C, kemudian dimasukkan ke dalam tabung viskosimeter Ostwald.

Waktu yang diperlukan untuk mencapai tanda tera dicatat. Viskositas biodiesel

dihitung dengan menggunakan rumus berikut:

viskositas = 𝜇 ×𝑑2 × 𝑡2

𝑑1 × 𝑡1

Keterangan:

µ = viskositas aquades suhu 40 °C

d2 = densitas aquades suhu 40 °C (g/ml)

t1 = waktu yang diperlukan aquades untuk mengalir (detik)

d2 = densitas biodiesel suhu 40 °C (g/ml)

t2 = waktu yang diperlukan untuk biodiesel mengalir (detik)

2. Uji Bilangan Asam (SNI 04-7182-2006)

Sampel ditimbang sebanyak 2 gram dalam erlenmeyer, kemudian ditambahkan

10 ml etanol netral 95% dan dipanaskan selama 10 menit dalam penangas air sambil

diaduk. Larutan kemudian dititrasi dengan KOH 0.1 N dengan indikator larutan

phenolphthalein 1% dalam etanol, sampai terlihat warna merah jambu. Bilangan

asam sampel dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Keterangan:

AV = bilangan asam

VKOH = banyaknya larutan KOH yang digunakan untuk titrasi sampel (ml)

NKOH = normalitas larutan KOH

Wsampel = bobot sampel (gram)

3. Uji Bilangan Penyabunan (SNI 04-7182-2006)

Sampel ditimbang sebanyak 2 gram dalam erlenmeyer yang bertutup basah.

Kemudian ditambahkan 25 ml KOH 0.5 N secara perlahan dengan pipet. Labu

erlenmeyer dihubungkan dengan pendingin tegak dan contoh dididihkan dengan

hati-hati hingga contoh tersabunkan dengan sempurna, yaitu jika larutan yang

dihasilkan bebas dari butir-butir minyak. Larutan didinginkan dan bagian dalam

dari pendingin tegak dibilas dengan sedikit air. Selanjutnya, larutan ditambahkan 1

ml larutan indikator phenolphthalein, kemudian dititrasi dengan HCl 0.5 N sampai

warna merah jambu menghilang. Titrasi dilakukan juga untuk blanko, yaitu pelarut

KOH 0.5 N. Bilangan penyabunan sampel dihitung dengan rumus sebagai berikut:

AV = (VKOH × NKOH × 56.1)

Wsampel

29

(VHCl blanko − VHCl sampel) × 28.5

Wsampel

w1 – w2

Keterangan:

SV = bilangan penyabunan

VHCl blanko = banyaknya larutan HCl yang digunakan untuk titrasi blanko (ml)

VHCl sampel = banyaknya larutan HCl yang digunakan untuk titrasi sampel (ml)

Wsampel = bobot sampel (gram)

4. Uji Kadar Abu (AOAC 1995, 950.46)

Sampel ditimbang sebanyak 2-3 gram, kemudian dimasukkan ke dalam sebuah

cawan porselen yang telah diketahui bobot tetapnya. Sampel diarangkan di atas

pemanas dan diabukan dalam tanur listrik pada suhu 550 °C selama 5-6 jam sampai

pengabuan sempurna. Cawan kemudian didinginkan dalam desikator, lalu

ditimbang sampai bobot tetap. Kadar abu dapat dihitung dengan menggunakan

rumus sebagai berikut:

Keterangan:

w = bobot sampel sebelum diabukan (gram)

w1 = bobot sampel + cawan sesudah diabukan (gram)

w2 = bobot cawan kosong (gram)

SV =

Kadar abu = w

x 100%

30

Lampiran 4 Kombinasi 4 Variabel Perlakuan

No

X1 X2 X3 X4

Heksan/Total

Pelarut

Suhu Waktu

reaksi

Kecepatan

Pengadukan

1 0.17 45 3 300

2 0.17 45 3 500

3 0.17 45 5 300

4 0.17 45 5 500

5 0.17 55 3 300

6 0.17 55 3 500

7 0.17 55 5 300

8 0.17 55 5 500

9 0.50 45 3 300

10 0.50 45 3 500

11 0.50 45 5 300

12 0.50 45 5 500

13 0.50 55 3 300

14 0.50 55 3 500

15 0.50 55 5 300

16 0.50 55 5 500

17 0.33 50 4 400

18 0.33 50 4 400

19 0.33 50 4 400

20 0.33 50 4 400

21 0.33 50 4 400

22 0 50 4 400

23 0.67 50 4 400

24 0.33 40 4 400

25 0.33 60 4 400

26 0.33 50 2 400

27 0.33 50 6 400

28 0.33 50 4 200

29 0.33 50 4 600

31

Lampiran 5 Hasil Uji Signifikansi Rendemen

Sum of Mean F p-value

Source Squares df Square Value Prob>F Model 107.66 4 26.91 2.93 0.0418

X1-Heksan 79.21 1 79.21 8.62 0.0072

X2-Suhu 9.63 1 9.63 1.05 0.3162

X3-Waktu Reaksi 17.00 1 17.00 1.85 0.1863

X4-Kecepatan Pengadukan 1.82 1 1.82 0.20 0.6607

Residual 220.46 24 9.19

Lack of Fit 156.24 20 7.81 0.49 0.8749

Pure Error 64.22 4 16.05

Cor Total 328.12 28

Lampiran 6 Hasil Uji Signifikansi Viskositas

Sum of Mean F p-value

Source Squares df Square Value Prob > F Model 236.81 23 10.30 1119.63 < 0.0001

X1-Heksan 11.51 1 11.51 1251.69 < 0.0001

X2-Suhu 0.031 1 8.83 3.33 0.1278

X3-Waktu Reaksi 0.036 1 2.02 3.86 0.1066

X4-Kecepatan Pengadukan 0.017 1 2.74 1.82 0.2347

X1X2 14.67 1 14.98 1595.14 <0.0001

X1X3 2.51 1 2.51 273.19 <0.0001

X1X4 3.29 1 3.29 358.22 <0.0001

X2X3 0.16 1 0.16 16.97 0.0092

X2X4 4.31 1 4.31 468.21 <0.0001

X3X4 9.80 1 9.80 1065.34 <0.0001

X12 17.10 1 17.10 1859.85 <0.0001

X22 10.03 1 10.03 1090.63 <0.0001

X32 0.037 1 0.037 4.08 0.0995

X42 0.067 1 0.067 7.32 0.0425

X1X2X3 0.099 1 0.099 10.79 0.0218

X1X2X4 4.73 1 4.73 514.42 <0.0001

X1X3X4 8.88 1 8.88 965.68 <0.0001

X2X3X4 0.032 1 0.032 3.52 0.1193

X12X2 5.34 1 5.34 580.93 <0.0001

X12X3 0.60 1 0.60 64.77 0.0005

X12X4 1.02 1 1.02 110.97 0.0001

X1X22 11.21 1 11.21 1218.60 <0.0001

X1X32 0.000 0

X1X42 0.000 0

X22X3 0.000 0

X22X4 0.000 0

32

X2X32 0.000 0

X2X42 0.000 0

X32X4 0.000 0

X3X42 0.000 0

X13 11.29 1 11.29 1228.24 <0.0001

X23 0.000 0

X33 0.000 0

X43 0.000 0

Residual 0.046 5 9.196E-003

Lack of Fit 0.12 1 0.012 1.43 0.2980

Pure Error 0.034 4 8.470E-003

Cor Total 236.86 28

Lampiran 7 Hasil Uji Signifikansi Bilangan Asam

Sum of Mean F p-value

Source Squares df Square Value Prob > F Model 1.43 23 0.062 2.92 0.1180

X1-Heksan 0.17 1 0.17 7.77 0.0386

X2-Suhu 5.178E-003 1 5.178E-003 0.24 0.6432

X3-Waktu Reaksi 7.535E-004 1 7.535E-004 0.035 0.8583

X4-Kecepatan Pengadukan 3.512E-003 1 3.512E-003 0.16 0.7018

X1X2 2.500E-003 1 2.500E-003 0.12 0.7461

X1X3 0.084 1 0.084 3.94 0.1039

X1X4 0.016 1 0.016 0.73 0.4313

X2X3 0.013 1 0.013 0.62 0.4668

X2X4 9.000E-004 1 9.000E-004 0.042 0.8454

X3X4 0.014 1 0.014 0.67 0.4488

X12 0.28 1 0.28 13.21 0.0150

X22 0.15 1 0.15 6.85 0.0473

X32 0.020 1 0.020 0.92 0.3824

X42 0.025 1 0.025 1.17 0.3295

X1X2X3 0.040 1 0.040 1.87 0.2293

X1X2X4 0.016 1 0.016 0.73 0.4313

X1X3X4 6.250E-004 1 6.250E-004 0.029 0.8708

X2X3X4 0.048 1 0.048 2.27 0.1924

X12X2 0.052 1 0.052 2.45 0.1779

X12X3 2.339E-003 1 2.339E-003 0.11 0.7540

X12X4 5.106E-003 1 5.106E-003 0.24 0.6454

X1X22 0.17 1 0.17 7.75 0.0387

X1X32 0.000 0

X1X42 0.000 0

33

X22X3 0.000 0

X22X4 0.000 0

X2X32 0.000 0

X2X42 0.000 0

X32X4 0.000 0

X3X42 0.000 0

X13 0.17 1 0.17 7.95 0.0371

X23 0.000 0

X33 0.000 0

X43 0.000 0

Residual 0.11 5 0.021

Lack of Fit 1.225E-003 1 1.225E-003 0.046 0.8399

Pure Error 0.11 4 0.026

Cor Total 1.54 28

Lampiran 8 Hasil Uji Signifikansi Bilangan Penyabunan

Sum of Mean F p-value

Source Squares df Square Value Prob > F Model 507.88 23 22.08 4.48 0.0512

X1-Heksan 249.51 1 249.51 50.66 0.0008

X2-Suhu 0.48 1 0.48 0.098 0.7667

X3-Waktu Reaksi 3.46 1 3.46 0.70 0.4400

X4-Kecepatan Pengadukan 11.79 1 11.79 2.39 0.1825

X1X2 9.94 1 9.94 2.02 0.2147

X1X3 3.27 1 3.27 0.66 0.4524

X1X4 4.05 1 4.05 0.82 0.4061

X2X3 35.19 1 35.19 7.15 0.0442

X2X4 0.18 1 0.18 0.036 0.8565

X3X4 13.97 1 13.97 2.84 0.1530

X12 1.42 1 1.42 0.29 0.6148

X22 227.16 1 227.16 46.13 0.0011

X32 18.55 1 18.55 3.77 0.1100

X42 0.16 1 0.16 0.033 0.8627

X1X2X3 7.06 1 7.06 1.43 0.2848

X1X2X4 4.98 1 4.98 1.01 0.3606

X1X3X4 14.23 1 14.23 2.89 0.1499

X2X3X4 46.27 1 46.27 9.40 0.0279

X12X2 6.716E-003 1 6.716E-003 1.364E-003 0.9720

X12X3 0.11 1 0.11 0.021 0.8894

X12X4 2.64 1 2.64 0.54 0.4967

X1X22 249.21 1 249.21 50.60 0.0009

X1X32 0.000 0

34

X1X42 0.000 0

X22X3 0.000 0

X22X4 0.000 0

X2X32 0.000 0

X2X42 0.000 0

X32X4 0.000 0

X3X42 0.000 0

X13 250.73 1 250.73 50.91 0.0008

X23 0.000 0

X33 0.000 0

X43 0.000 0

Residual 24.62 5 4.92

Lack of Fit 0.14 1 0.14 0.023 0.8876

Pure Error 24.49 4 6.12

Cor Total 532.50 28

Lampiran 9 Hasil Uji Signifikansi Bilangan Ester

Sum of Mean F p-value

Source Squares df Square Value Prob > F Model 508.75 23 22.12 4.00 0.0643

X1-Heksan 229.34 1 229.34 41.53 0.0013

X2-Suhu 0.58 1 0.58 0.11 0.7580

X3-Waktu Reaksi 6.66 1 6.66 1.21 0.3221

X4-Kecepatan Pengadukan 17.36 1 17.36 3.14 0.1365

X1X2 10.26 1 10.26 1.86 0.2311

X1X3 2.30 1 2.30 0.42 0.5469

X1X4 4.57 1 4.57 0.83 0.4048

X2X3 36.57 1 36.57 6.62 0.0498

X2X4 0.15 1 0.15 0.028 0.8739

X3X4 14.88 1 14.88 2.69 0.1616

X12 2.96 1 2.96 0.54 0.4969

X22 205.10 1 205.10 37.14 0.0017

X32 14.90 1 14.90 2.70 0.1614

X42 0.012 1 0.012 2.095E-003 0.9653

X1X2X3 6.04 1 6.04 1.09 0.3436

X1X2X4 4.44 1 4.44 0.80 0.4109

X1X3X4 14.04 1 14.04 2.54 0.1717

X2X3X4 43.33 1 43.33 7.85 0.0380

X12X2 9.914E-004 1 9.914E-004 1.795E-004 0.9898

X12X3 0.084 1 0.084 0.015 0.9068

X12X4 4.84 1 4.84 0.88 0.3920

X1X22 229.05 1 229.05 41.47 0.0013

35

X1X32 0.000 0

X1X42 0.000 0

X22X3 0.000 0

X22X4 0.000 0

X2X32 0.000 0

X2X42 0.000 0

X32X4 0.000 0

X3X42 0.000 0

X13 230.65 1 230.65 41.76 0.0013

X23 0.000 0

X33 0.000 0

X43 0.000 0

Residual 27.62 5 5.52

Lack of Fit 0.17 1 0.17 0.024 0.8839

Pure Error 27.45 4 6.86

Cor Total 536.36 28

36

37

Riwayat Hidup

Penulis dilahirkan di kota Jakarta,15 Januari 1992

sebagai anak kedua dari pasangan Sugeng Hartadi dan Heryati.

Penulis lulus dari SMAN 54 Jakarta pada tahun 2010 dan pada

tahun yang sama diterima di Departemen Teknologi Industri

Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian

Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB). Saat

TPB (Tingkat Persiapan Bersama), penulis aktif dalam

kepengurusan UKF (Uni Konservasi Fauna).

Penulis juga aktif sebagai asisten praktikum mata kuliah Bioproses, Analisis Bahan

dan Pengantar Agroindustri, Teknologi Bahan Penyegar, serta Teknologi Minyak,

Emulsi, dan Oleokimia pada tahun 2014. Penulis melaksanakan kegiatan Praktik

Lapangan di PT. Sinar Sosro dengan judul “Studi Proses Produksi dan Pengawasan

Mutu Teh dalam Kemasan di PT. Sinar Sosro Cakung, Bekasi.