apikoektomi (9-27).doc

29
APIKOEKTOMI I. PENDAHULUAN Apikoektomi menurut Miller (1957) adalah suatu prosedur pembedahan dimana bagian apikal gigi nonvital dipotong dan jaringan granulasi dibawah periapikal diambil dengan cara dikuret. Grossman (1974) memakai istilah reseksi akar, yaitu suatu pembedahan dimana bagian apeks akar gigi diambil dan jaringan periapikal dikuret. Sailer (1999) mendefinisikan apikoektomi adalah suatu pengambilan jaringan patologis secara bedah yang dekat dengan akar gigi, pengeliminasi ramifikasi apikal dari saluran akar dan penutupan saluran akar secara simultan dari masuknya bakteri Tehnik apikoektomi pertama kali dikenalkan oleh Partsch 1899 dan menjadi salah satu tindakan yang sering dilakukan dalam tindakan bedah mulut. Macam-macam tehnik apikoektomi (Barnes, 1991): 1. Tehnik orthograde Tehnik ini digunakan bila pengambilan segmen apikal dari akar secara bedah diikuti dengan perawatan dan pengisian saluran akar dari arah korona gigi. 2. Tehnik orthograde + tehnik retrograde 9

Upload: olivia-avriyanti-hanafiah

Post on 24-Sep-2015

17 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

APIKOEKTOMI

PAGE 27

APIKOEKTOMI

I. PENDAHULUAN

Apikoektomi menurut Miller (1957) adalah suatu prosedur pembedahan dimana bagian apikal gigi nonvital dipotong dan jaringan granulasi dibawah periapikal diambil dengan cara dikuret.

Grossman (1974) memakai istilah reseksi akar, yaitu suatu pembedahan dimana bagian apeks akar gigi diambil dan jaringan periapikal dikuret.

Sailer (1999) mendefinisikan apikoektomi adalah suatu pengambilan jaringan patologis secara bedah yang dekat dengan akar gigi, pengeliminasi ramifikasi apikal dari saluran akar dan penutupan saluran akar secara simultan dari masuknya bakteri

Tehnik apikoektomi pertama kali dikenalkan oleh Partsch 1899 dan menjadi salah satu tindakan yang sering dilakukan dalam tindakan bedah mulut.

Macam-macam tehnik apikoektomi (Barnes, 1991):

1. Tehnik orthograde

Tehnik ini digunakan bila pengambilan segmen apikal dari akar secara bedah diikuti dengan perawatan dan pengisian saluran akar dari arah korona gigi.

2. Tehnik orthograde + tehnik retrograde

Bila bagian apikal dari akar gigi mempunyai penampang yang tidak teratur, penutupan apikal dengan penambalan amalgam sebagai tambahan mungkin dibutuhkan sebagai tambahan dalam pengisian saluran akar dengan semen saluran akar dan guta perca point dan point pengisi saluran akar lainnya.

3. Tehnik retrograde

Tehnik sederhana retrograde digunakan sebagai jalan terakhir ketika bagian koronal dari saluran akar tidak dapat dicapai atau tidak dapat dilalui dengan konsekwensi pengisian saluran akar secara konvensional tidak dapat dilakukan.

II. INDIKASI DAN KONTRA INDIKASI

Indikasi apicoektomi (Barnes, 1991):

Pada keadaan dimana saluran akar dapat dilakukan perawatan dan diisi melalui korona setelah pengambilan segmen apikal (Orthograde atau Orthograde + Retrograde)

Dalam hal ini meliputi a.l:

1. Kegagalan pengisian saluran akar yang dapat diambil dari saluran akar.

Apikoektomi seringkali diindikasikan pada kasus-kasus dimana terjadi pengisian saluran akar yang berlebih karena penutupan apikal yang rusak akibat instrumentasi dan penutupan yang baik tidak dapat dicapai dengan metoda konvensional. Pengisian saluran akar terlihat secara radiografi berada pada tempat yang baik dengan panjang yang tepat tetapi gagal akibat penutupan apeks yang berbetuk ovoid, berbentuk corong atau berbentuk delta sehingga penutupan yang sempurna tidak dapat dilakukan atau karena foramen apikal berada lebih koronal daripada ujung akar sehingga ujung instrument yang terlihat tepat pada radigrafi ternyata berlebih.

2. Dimana jarum endodontik patah pada bagian ujung akar atau ketika terjadi kesalahan pengisian saluran akar secara seksional.

3. Bila bentuk ujung saluran akar jelas terlihat berbentuk delta atau berbentuk corong.

4. Bilamana ujung dari akar terlihat melengkung tajam.

5. Seringkali pada kasus fraktur akar dimana fragmen akar berpindah tempat dengan atau tanpa penempatan penguat endodontik.

6. Bilamana terjadi kegagalan dalam irigasi saluran akar atau terjadi infeksi yang berulang kali sehingga perawatan endodontik yang normal tidak dapat dilakukan.

Pada keadaan dimana saluran akar tidak dapat dirawat atau diisi mencapai ketinggian yang penuh setelah pengambilan apeks akar (Retrograde)

Dalam hal ini termasuk di dalamnya:

1. Bilamana saluran akar telah diisi dengan pasak metal yang panjang dimana sulit dilakukan pengambilannya atau seperti terlihat adanya fraktur dari akar.

2. Bilamana intrument endodontik yang patah tidak dapat diambil dengan tehnik endodontik yang modern.

3. Bilamana pengisian saluran akar gagal tidak dapat diambil kembali.

4. Bilamana saluran akar telah tertutup dengan dentin sekunder.

5. Bilaman terdapat satu atau lebih lengkung-lengkung pada akar.

Pada keadaan dimana pengisian saluran akar secara konvensional dengan ketinggian yang penuh dapat dilakukan tetapi penutupan apikal tidak dapat dicapai hanya dengan pengisian saluran akar itu sendiri (Orthograde + Retrograde)

Dalam hal ini bila gigi menjadi nonvital sebelum pembentukan akar selesai. Penutupan saluran akar dilakukan dengan calsium hydroxide secara retrograde dan diikuti dengan perawatan saluran akar secara konvensional. Tindakan bedah dilakukan sebagai langkah terakhir bila metoda konservatif mengalami kegagalan.

Kontraindikasi perawatan apikoektomi (Walton, 1996):

1. Faktor anatomis.

Bila letak gigi tidak dapat dicapai dengan pembedahan karena dekat dengan sinus maksilaris, nasal fossa, adanya konfigurasi tulang yang tidak umum atau dekat dengan vaskularisasi saraf.

2. Komplikasi sistemik dan medis.

Bila penderita mempunyai masalah dalam sistemik seperti kelainan darah, diabetes yang tidak terkontrol, penyakit jantung yang tidak terkontrol, penderita dengan immunocompromise atau penderita pada stadium terminal.

3. Bila terdapat alternatif lain selain tindakan bedah.

Tindakan bedah tidak merupakan indikasi bila pendekatan nonbedah dapat berhasil.

4. Kegagalan perawatan yang tidak dapat diidentifikasi.

III. TEHNIK OPERATIF

A. PERSIAPAN PREOPERATIF

Sebelum dilakukan tindakan apikoektomi, kita harus mempersiapkan pasien sebelumnya dengan al (Barnes, 1991; Walton, 1996):

1. Mengerjakan perawatan persiapan yang dibutuhkan.

2. Mendapatkan riwayat penyakit pasien.

3. Melakukan pemeriksaan dan membuat rencana perawatan.

4. Memberikan penjelasan pada pasien rencana perawatan yang akan diberikan dan memberikan instruksi preoperatif.

Pemeriksaan-pemeriksaan yang diperlukan antara lain(Barnes, 1991; Walton, 1996) :1. Pemeriksaan visual

a. Sinus

Orifis dari sinus dapat terletak dekat dengan area patologis. Sinus kadang dapat diidentifikasi dengan melewatkan gutaperca point secara hati-hati melalui saluran sinus dan dipastikan posisinya dengan radiografis.

b. Pembengkakan dari mukosa dan tulang dibawahnya.

c. Perubahan warna mukosa.

Adanya amalgam tatoo kadang merupakan indikasi adanya debris metal pada jaringan dari apekreksesi sebelumnya.

d. Perubahan warna gigi.

e. Kegoyangan gigi yang berlebih.

f. Poket periodontal.

Adanya poket periodontal pada celah gingival dari gigi yang dicurigai dapat diperiksa secara hati-hati dengan menggunakan probe. Adanya poket yang dalam merupakan akibat dari drainase pus lesi apikal. Dalam hal ini insisi envelope merupakan indikasi agar dapat dilakukan pembersihan dan debridement pada permukaan akar.

2. Pemeriksaan radiologis

Pemeriksaan radiologis dilakukan untuk dapat melihat panjang akar, bentuk saluran akar dan keadaan akar itu sendiri.

3. Test vitalitas

Gigi yang akan dilakukan perawatan harus ditest apakah vital atau nonvital. Demikian juga dengan gigi tetangganya. Test vitalitas merupakan suatu hal yang penting bila pada gambar radiologis terlihat adanya lesi pada periapikal.

Selain itu pada penderita harus diberikan persiapan preoperatif al:

1. Kontrol infeksi.

Pada penananganan infeksi apikal yang akut, kontrol terhadap infeksi harus dilakukan dengan drainase, dressing dan antibiotik.

2. Persiapan pada saluran akar

Misalnya pada gigi molar atas, akar gigi yang dirawat dengan perawatan konvensional, misalnya akar palatinal harus dirawat dan diisi terlebih dahulu. Atau jika akan dilakukan metoda orthograde pada saat dilakukan apikoektomi, kavitas harus dipersiapkan preoperatif dan jalan masuk saluran akar harus dapat diidentifikasi.

3. Persiapan lanjutan, misalnya pasak dan inti dari logam cor yang harus dipersiapkan dan restorasi sementara yang akan dibuat.

4. Instruksi-instruksi preoperatif.

IV. PROSEDUR OPERATIF Tehnik apikoektomi dapat didiskripsikan dalam beberapa tahap yaitu al (Barnes, 1991; Walton, 1996):

1. Persiapan jalan masuk kavitas pada mahkota gigi (bila diperlukan)

Bila akan dilakukan apikoektomi dengan orthograde atau orthograde + retrograde, jalan masuk ke dalam kavitas gigi harus dibuat melalui mahkota gigi. Selain itu dressing yang ada di dalam kavitas harus dikeluarkan sebelum dilakukan.

2. Anestesi

Anestesi dapat dilakukan baik dengan anestesi umum maupun anestesi lokal. Anestesi lokal dapat dilakukan dengan tehnik infiltrasi atau dengan blok anestesi.

3. Tehnik flap atau insisi

Prinsip pembuatan flap yang baik adalah:

a. Suplai darah cukup pada jaringan lunak dengan membuat dasar flap yang lebar.

b. Hindari insisi di atas tulang yang rusak atau di atas lesi periapeks. Hal ini dapat mengakibatkan fenestrasi jaringan lunak pasca bedah atau tidak terjadinya penyatuan dari insisi

c. Membuat desain flap untuk akses maksimum dengan menghindari refleksi/pengangkatan jaringan yang terbatas. Resorpsi tulang periapeks yang sebenarnya lebih besar daripada ukuran radiolusennya.

d. Hindari sudut yang tajam pada flap. Sudut yang tajam sangat sukar direposisi dan dijahit, mengalami iskemi dan mengelupas, penyembuhan menjadi lambat dan kemungkinan terbentuk jaringan parut.

e. Lakukan insisi dan refleksi yang mencakup periosteum sebagai bagian dari flap.

f. Jangan memotong papila interdental.

g. Insisi vertikal diperluas meliputi paling tidak satu gigi pada kedua sisi daerah operasi.

Macam-macam tipe flap adalah (Petersen, 1998) Gambar 1:

semilunar flap/flap submarginal melengkung

mid level flap/flap submarginal rektangular/Leubke-Oschenbein

envelope flap/flap mukoperiosteum/Subkular

Flap semilunar

Flap ini berbentuk seperti bulan sabit dengan sedikit melengkung. Insisi horizontal dibuat pada gingiva cekat dengan bagian konveks paling dekat dengan tepi gingival bebas. Flap ini sederhana dan mudah dibuka dan memungkinkan akses ke apeks tanpa mengenai jaringan lunak disekitar mahkota.

Kerugiannya adalah terbatasnya akses dengan jarak pandang yang terbatas, sobeknya salah satu sudut insisi bila mencoba untuk memperbaiki akses dengan menarik jaringan dan meninggalkan insisi langsung di atas lesi apabila defek bedah lebih besar daripada yang diperkirakan. Tepi insisi sering sembuh dengan jaringan parut. Flap semilunar terbatas oleh adanya frenulum, perlekatan otot atau kaninus dengan tonjolan tulang yang lain. Flap jenis ini jarang digunakan karena banyaknya masalah yang timbul. (Petersen, 1998)

A. B.

C.

Gambar 1. Macam-macam flap (Petersen, 1998)

A. Semilunar B. Submarginal C.Subkular

Flap Submarginal

Flap segitiga atau rektangular ini merupakan modifikasi flap kurva semilunar. Insisi horizontal yang melengkung dibuat pada gingiva cekat dengan satu atau dua tambahan insisi vertikal. Penggunaan flap ini banyak digunakan pada rahang atas anterior. Flap dilakukan setinggi 4,0 mm dari gingiva cekat dan jaringan periodontium yang sehat.

Desain flap ini menghasilkan akses dan pandangan yang lebih baik daripada flap semilunar dan lebih sedikit resikonya saat menginsisi jaringan di atas tulang yang rusak.

Kerugiannya adalah kemungkinan penyembuhan dengan jaringan parut dan perdarahan dari tepi pemotongan ke dalam daerah operasi. Jika dibandingkan dengan flap mukoperiostal yang penuh, flap ini kurang memberikan pandangan yang luas. (Petersen, 1998)Flap Mukoperiostal Penuh

Flap mukoperiostal penuh merupakan insisi pada puncak gingiva dengan pengangkatan seluruh papila interdental, tepi gingiva bebas, gingiva cekat dan mukosa alveolar. Insisi vertikal untuk pembebasannya dapat tunggal (segitiga) atau ganda (segiempat). Insisi ini memungkinkan akses dan jarak pandang maksimal, menghindari insisi di atas kerusakan tulang, mempunyai paling sedikit kecenderungan perdarahan. Desain ini memudahkan kuretase periodontium, root planning, pembentukan kembali tulang, penyembuhan dengan sedikit jaringan parut.

Kerugiannya adalah sulit mengembalikan flap, menjahit dan membuat perubahan (ketinggian dan bentuk) ke tepi gingiva bebas serta kemungkinan terjadinya resesi gingiva setelah operasi sehingga tepi mahkota terbuka. (Petersen, 1998)

Cara melakukan insisi:

Insisi yang tepat dibuat dengan menggunakan pisau #15. Untuk menghindari sobeknya flap pada saat refleksi, insisi harus dibuat melalui periosteum sampai ke tulang. Jaringan diangkat dengan menggunakan elevator yang tajam mulai dari insisi vertikal kemudian naik ke bagian horizontal. Karena periosteum diangkat sebagai bagian dari flap, elevator harus benar-benar kontak dengan tulang pada saat jaringan dikelupas. Jaringan diangkat sampai akses dan pandangan ke daerah operasi memadai pada saat retraktor diletakkan pada tulang. (Petersen, 1998) Gambar 2.

Gambar 2. Refleksi jaringan. Flap diperluas ke arah apeks dari servikal ke batas mukogingiva (Petersen, 1998)4. Pengambilan cortical plate dan tulang alveolar untuk mendapatkan permukaan akar. Gambar 3

Gambar 3.Akses ke apeks. Pengambilan tulang harus cukup sehingga apeks dan perluasan lesi tulang jelas terlihat

A. Dari arah bukal B. Dari arah lateral. (Petersen, 1998)

Pada banyak kasus, tulang telah mengalami resorpsi dan letak daerah apeks dapat diketahui dari terlihatnya lesi jaringan lunak atau perabaan dengan eksplorer. Apabila pembukaannya kecil, batas-batasnya dapat diangkat dan diperlebar dengan menggunakan pahat tulang yang tajam atau bur bulat sampai apeks terlihat.

Jika kerusakan tulangnya sedikit, radiograf yang dikonfirmasikan dengan topografi akar dan tulang dapat membantu menemukan lokasi apeks. Pengeboran tulang dilakukan dengan disertai irigasi salin steril yang banyak. (Petersen, 1998)

5. Kuretase periradikuler

Tahap berikutnya dalah mengangkat jaringan lunak yang rusak dari sekitar apeks dengan kuretase. Gambar 4. Hal ini penting untuk:

Memperoleh akses dan pandangan yang cukup ke daerah apeks

Membuang jaringan yang terinflamasi

Memperoleh spesimen untuk pemeriksaan histologis

Memperkecil perdarahan

Gambar 4.Kuretase apeks A.dari arah bukal B. Dari arah lateral (Petersen, 1998)

Jaringan yang terambil dipakai untuk pemeriksaan histologis dan diagnosis, Jaringan harus dikelupas secara hati-hati. Idealnya dalam satu potongan digunakan kuret tajam yang sesuai. Proses dilakukan hingga mencapai rongga tulang yang bersih. Bagian-bagian jaringan dapat ditinggalkan tanpa membahayakan proses penyembuhan. Suplai darah ke gigi sebelahnya tidak boleh sampai terputus. Kemudian apeks diperiksa untuk mengetahui kebutuhan dan cara untuk amputasinya atau penyembuhan ujung akar. (Petersen, 1998)

6. Reseksi apeks akar

Reseksi apeks akar dilakukan sebagai langkah selanjutnya dengan tujuan :

Untuk memperoleh akses ke saluran akar bagi kepentingan pemeriksaan dan peletakkan restorasi ujung akar. Akar biasanya dibevel agar pandangan dan akses ke ujung akar baik

Untuk mengangkat bagian akar yang tidak dapat dirawat. Prosedur ini penting untuk pasien dengan akar yang bengkok, proyeksi potongan horizontal dari akar yang sempit, saluran akar yang tersumbat atau pada waktu membuka jaringan palatal atau lingual.

Gambar 5. Reseksi apeks A. Dari bukal B. Dari lateral (Petersen, 1998)

Reseksi apeks dilakukan dengan menggunakan bur fissur menguncup dengan kecepatan tinggi diiringi dengan irigasi cairan salin. Gambar 5. Bevel dibuat kira-kira 45o arah fasial-lingual.

Pengangkatan apeks akar harus cukup untuk:

Menyediakan akses ke permukaan akar palatal-lingual

Meletakkan saluran akar di tengah-tengah akar yang terpotong

Membuka saluran akar tambahan atau fraktur. Apabila saluran akar atau fraktur telah terbuka, apeks harus diambil lebih banyak untuk menghilangkannya

7. Menempatkan penutup apikal dengan cara:

a. Orthograde

Setelah dilakukan reseksi pada ujung akar, bagian apikal dari saluran akar harus ditutup untuk mencegah masuknya toksin ke dalam jaringan. Bila saluran akar terlihat jelas dapat diisi dengan gutta percha point atau point saluran akar lainnya. Preparasi kavitas telah dilakukan sebelum operasi. Persiapan saluran akar merupakan prosedur yang cepat dan sederhana dengan menginstrumentasi saluran akar melewati saluran akar sehingga mudah diobservasi dan dikontrol.

Bagian apeks dari saluran akar harus direaming dengan bentuk sirkular dan pada bagian koronal difilling untuk menghilangkan debris. Irigasi dapat dilakukan dengan larutan anestetikum dengan jarum. Saluran akar direaming dan difilling sampai tidak ada debris dan pada foramen apikal terlihat bentuk yang sirkular dan dibatasi oleh dentin yang sehat.

Setelah instrumentasi saluran akar selesai dilakukan, point untuk pengisian saluran akar dicoba dan ditekan sampai melewati foramen apikal. Bila point tidak dapat masuk ke dalam saluran akar dengan sempurna, dilakukan reaming kembali untuk mendapatkan bentuk foramen yang lebih sirkular. (Grossman, 1974; Bence, 1986)

Point pengisi saluran akar dikeluarkan dari saluran akar, diirigasi dan dikeringkan. Reamer saluran akar dengan menggunakan semen saluran akar yang cepat mengeras seperti Tubiseal (Kerr) secara rotasi sampai saluran akar terisi dan point yang telah terlapisi semen dimasukkan ke dalam saluran akar. Setelah semen mengeras, potong point pada permukaan akar dengan scalpel tajam. Bagian yang telah dipotong dapat diburnis untuk mendapatkan penutupan marginal yang optimal. Jangan gunakan instrumen yang dipanaskan karena point dapat terikut kembali, mengalami elongasi sehingga penutupan apikal menjadi kurang baik. Adaptasi dari potongan point pada saluran akar dicek kembali. Bila terdapat keraguan apakah penutupan cukup baik dapat dilakuakan penutupan secara retrograde. (Grossman, 1974; Bence, 1986)b. Orthograde + Retrograde

Jika diperlukan untuk menguatkan pengisian secara orthograde dapat dilakukan penutupan retrograde dengan kondisi sbb (Grossman, 1974; Bence, 1986):

Bilamana setelah instrumentasi dan percobaan pengisian dengan point, bagian akhir dari saluran akar tidak direaming secara sirkular.

Bila panjang saluran akar setelah dilakukan reseksi terdapat bentuk yang tidak teratur sehingga saluran akar tidak dapat direaming menjadi berbentuk sirkular

Bila pengisian saluran akar mengalami kegagalan lebih baik diperbaiki secara bedah daripada dirawat kembali.

Bila setelah dilakukan pengisian dengan tehnik orthograde point saluran akar tidak menutup secara sempurna maka tehnik kombinasi dengan retrograde dapat dilakukan.

Point yang telah dicobakan dan belum disemen ditarik dari saluran akar dan dipotong 3 mm dari ujung akar. Setelah itu disemen ke dalam saluran akar. Setelah semen mengeras, kavitas dari apeks saluran akar dipreparasi dengan bor bundar pada jarak 3 mm dari ujung akar. Bagian apikal dari saluran akar biasanya berbentuk corong sebagai hasil dari reaming sehingga tidak memerlukan undercut sebagai retensi penutupan dengan amalgam.

Setelah itu kavitas diisi dengan amalgam yang dikondensasikan ke arah point pengisi saluran akar yang telah dipotong. Sebagai alternatif pengganti amalgam dapat digunakan zinc free amalgam. (Grossman, 1974; Bence, 1986)

c. Retrograde

Tehnik retrograde dilakukan bila saluran akar tidak dapat diinstrumentasi dengan baik secara orthograde. Bagian ujung akar dilakukan preparasi kavitas untuk tempat penutupan amalgam. Preparasi kavitas dibuat dengan menggunakan undercut. Pada bagian saluran akar yang tidak terisi dibersihkan dan difile dengan file yang dibengkokkan. Dan dengan jarum yang dibengkokan saluran akar diirigasi. Kemudian setelah saluran akar dikeringkan saluran akar diisi dengan gutta percha yang termoplastis setelah itu baru ditutup dengan amalgam. (Grossman, 1974; Bence, 1986)

8. Debridement daerah luka

Kavitas tulang harus dibersihkan dari sisa-sia amalgam, pecahan tulang, debris dst dengan menggunakan larutan irigasi. Jangan menggunakan ekskavator atau kuret untuk membersihkan karena alat tsb dapat menyebabkan material yang digunakan makin terdesak ke dalam jaringan. (Petersen, 1998)

9. Penutupan flap dan penjahitan

Tindakan berikutnya adalah mengembalikan flap ke posisi semula dan menahannya selama 5 menit dengan menggunakan tekanan yang sedang dengan kain basah. Hal ini memungkinkan keluarnya darah dari bawah flap, adaptasi awal, mempermudah penjahitan dan mengurangi perdarahan dan pembengkakan setelah operasi.

Penjahitan umumnya dilakukan dengan benang silk, meskipun bahan lain juga dapat diterima termasuk benang yang dapat diresopsi. Penjahitan yang dapat digunakan a.l tehnik penjahitan terputus, matras bersambung dan penjahitan sling. Penjahitan terputus merupakan jenis penjahitan yang sering dipakai. Penjahitan dimulai dari jaringan yang direfleksi ke jaringan yang cekat. Benang diikat dengan simpul bedah dan tidak boleh diletakkan di atas garis insisi karena dapat menyebabkan iritasi, inflamasi dan menghambat proses penyembuhan. (Petersen, 1998)

B. POSTOPERATIF

1. Instruksi postoperatif (Barnes, 1991)Setelah operasi selesai dilakukan, pasien diberi petunjuk pasca operasi secara sederhana dan tidak bertele-tele baik secara lisan maupun tertulis.

Berikut ini adalah petunjuk untuk pasien:

Pembengkakan atau perubahan warna adalah hal biasa. Gunakan kompres es dengan tekanan ringan pada bagian luar wajah (20 menit ditekan, 5 menit diangkat) sampai waktu tidur.

Merembesnya darah adalah normal. Bila perdarahan bertambah, letakkan gulungan kasa bawah atau kertas muka di atas daerah perdarahan dan tekan dengan jari selama 15 menit. Jika perdarahan terus berlangsung hubungi dokter.

Jangan mengangkat bibir untuk melihat daerah operasi. Ikatan jahitan terletak di bawah bibir, sehingga pengangkatan bibir dapat merusak jahitan.

Kumur keesokan harinya dengan air hangat yang dicampur dengan garam 1 sendok teh sebanyak 3 sampai 4 kali sehari. Sikat gigi dengan hati-hati. Dental flos dapat digunakan kecuali di daerah operasi.

Makan makanan yang halus atau lunak dan menggunakan sisi yang lain. Minum banyak cairan dan makanan lunak seperti keju, yoghurt, telur dan es krim.

Adanya rasa tidak nyaman adalah normal. Minum obat anti rasa sakit yang diberikan sesuai petunjuk pemakaian.

Jangan merokok selama tiga hari pertama setelah operasi.

Kalau terjadi pembengkakan yang besar atau nyeri atau demam hubungi dokter segera.

2. Pengambilan jahitan

Pengambilan jahitan dilakukan setelah 3 6 hari postoperatif

3. Kontrol sehari-hari.

C. KEGAGALAN APIKOEKTOMI Meinfisch (1980) melakukan penelitian selama 3 sampai 6 tahun menunjukkan sebanyak 85% terjadi penyembuhan yang sempurna setelah apikoektomi. Penelitian ini berdasarkan pada pengamatan radiologis dimana terjadi pembentukan sempurna dari ligamen periodontal pada regio periapikal. Sebanyak 11% terjadi radiolusensi pada penyembuhan yang tidak sempurna walaupun pasien tidak memberikan keluhan. Dan kurang dari 4% terjadi kegagalan dimana tidak terjadi regenerasi tulang, terjadi pembentukan fistula dan inflamasi pada jaringan lunak (Sailer, 1999)D. KOMPLIKASI APIKOEKTOMI

Komplikasi apikoektomi dibagi dalam dua kategori yaitu:

1. Komplikasi waktu pembedahan.

2. Komplikasi pasca bedah.

Komplikasi waktu pembedahan meliputi:

a. Rasa nyeri

Rasa nyeri waktu pembedahan dapat terjadi karena dosis anestetikum kurang atau pasien sudah terbiasa minum obat analgetik sehingga efek anestesi berkurang. Dapat juga terjadi karena pemberian anestesi yang tidak tepat. (Petersen, 1998; Barnes 1991)

b. Perforasi antrum

Perforasi ini biasanya terjadi karena tehnik pembedahan kurang sempurna ataupun pengetahuan anatomi operator yang kurang cukup. Bila terjadi perforasi, maka penyembuhan akan lama. Hal ini dapat diatasi dengan mengisi gel foam dengan satu ujungnya masuk ke antrum dan ujung satunya pada daerah luka. Pasien dinasehatkan selama satu minggu pasca bedah tidak bersin, batuk dan berkumur keras-keras serta mulut harus dalam keadaan terbuka supaya tekanan dalam rongga sinus dan rongga mulut tetap sama sehingga tidak terjadi gangguan pada tempat perforasi. (Petersen, 1998; Barnes 1991)c. Perdarahan primer

Perdarahan primer dapat terjadi karena terputusnya pembuluh darah, atau karena adanya kelainan-kelainan darah. Untuk mengatasi perdarahan primer dapat diberikan:

dengan tampon basah adrenalin ditekan pada daerah tsb.

dengan obat-obat koagulan seperti trombose, adona, dst. (Petersen, 1998; Barnes 1991)Komplikasi pasca bedah meliputi (Petersen, 1998; Barnes 1991):

a. Rasa nyeri

Rasa nyeri setelah pembedahan terjadi setelah obat anestesi mulai hilang. Hal ini dapat ditanggulangi dengan pemberian obat-obat analgetik.

b. Pembengkakan

Besar kecilnya pembengkakan yang terjadi tergantung banyak sedikitnya trauma. Pasien dianjurkan mengompres dengan air dingin. Dapat juga diberikan obat antiinflamasi.

c. Ecchymosis

Yaitu terjadinya perdarahan dibawah mukosa berupa noda-noda, bercak warna kecoklatan sekitar daerah pembedahan. Hal ini terjadi karena tertusuknya pembuluh darah oleh alat suntik atau alat bedah lainnya. Biasanya akan sembuh sendiri dalam 3 4 hari. Bila belum hilang dapat diberikan kompres dingin selama 24 jam pertama kemudian dengan terapi panas.

d. Parestesia

Parestesia banyak terjadi pada daerah mandibula. Hal ini biasa terjadi karena terkenanya serabut saraf oleh jarum suntik sehingga terjadi kerusakan serabut saraf.

e. Infeksi

Hal ini dapat terjadi bila alat-alat kurang steril. Selain itu juga di dalam mulut sendiri terdapat bermacam-macam bakteri. Bila infeksi terjadi berikan antibiotik.

f. Perdarahan sekunder

Yaitu perdarahan yang terjadi setelah 24 jam. Hal ini biasanya terjadi karena pembuluh darah terbuka atau karena jahitan jaringan kurang sempurna, dapat juga terjadi akibat instruksi pada pasien tidak dipatuhi.

V. KESIMPULAN

Apikoektomi adalah suatu prosedur pembedahan dimana dilakukan pemotongan pada bagian apikal akar gigi yang terinfeksi dan kuretase jaringan patologis di daerah periapikal, pengeliminasi ramifikasi saluran akar dan penutupan saluran akar untuk mencegah masuknya bakteri.

Terdapat 3 metoda yaitu tehnik orthograde, kombinasi orthograde dan retrograde dan tehnik retrograde. Tehnik orthograde yaitu dilakukan pemotongan ujung akar dan setelah itu dilakukan pengisian saluran akar dari arah koronal. Tehnik kombinasi ortrhograde dan retrograde yaitu pemotongan ujung saluran akar dan dilakukan pengisian saluran akar dari koronal dan ditambah penutupan yang lebih sempurna pada ujung apeks yang telah diamputasi dengan amalgam atau dengan bahan lain. Sedangkan tehnik retrograde dilakukan bila pengisian saluran akar secara orthograde tidak dapat dilakukan, sehingga setelah ujung akar diamputasi, saluran akar yang tidak terisi diinstrumentasi dan diisi kemudian dilakukan penutupan pada bagian apikal.

Tehnik flap ada 3 macam yaitu semilunar, submarginal dan mukoperiostal penuh. Yang paling sering digunakan adalah flap mukoperiostal penuh, karena memberikan lapang pandang yang cukup, sedikit menimbulkan perdarahan dan tidak menyebabkan jaringan parut serta dapat dilakukan root planning pada daerah tsb.

Tahap-tahap apikoektomi adalah: persiapan preoperatif, anestesi, flap, pengambilan jaringan tulang untuk mendapatkan ujung akar, kuretase daerah apeks, penutupan saluran akar dengan ketiga tehnik di atas, debridement daerah luka dan pengembalian flap serta penjahitan. Setelah itu pasien diberi instruksi postoperasi dan dilakukan kontrol.

Komplikasi yang mungkin timbul selama pembedahan adalah rasa nyeri, perforasi antrum dan perdarahan primer. Sedangkan komplikasi pasca pembedahan yaitu rasa nyeri, parestesi, pembengkakan, infeksi, ecchymosis, dan perdarahan sekunder.

DAFTAR PUSTAKA

1. Barnes. I.E. 1991. Surgical Endodontics. 2nd.ed. London. Wright. 1991. H. 9 532. Bence. R. 1976.Handbook of Clinical Endodontics. St. Louis.C.V Mosby Company. 3. Grossman, L.J. 1974.Endodontic Practice. 8th.ed. Lea & Febiger, Philadelphia, 1974. H. 345 3764. Kruger, G.O.1984. Textbook of Oral Surgery. 6th ed. St. Louis, C.V Mosby Co., (h.195-219)5. Peterson, L. 1998. Contemporary Oral and Maxillofacial Surgery. 3th ed. St.Louis, C.V Mosby Co6. Sailer H.F and Gion F. Pajarola. 1999. Color Atlas of Dental Medicine. Oral Surgery for the General Dentist. Stuttgart.New York. Thieme. H. 160 1637. Walton and Torabinejad. 1996. Principles and Practice of Endodontic. 2nd ed. Philadelphia. W.B Waunders. 1996. H.402 414

9

2