penelitian terbaru 9 agustus 14.doc

34
Proposal Penelitian : “Pengaruh Konsentrasi Karagenan dari Rumput Laut terhadap Daya Tahan Edible Film BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kebutuhan masyarakat Indonesia akan penggunaan plastik semakin meningkat, seperti untuk kebutuhan kemasan pangan, kemasan dari peralatan rumah tangga, dan lain sebagainya. Sifat ketergantungan masyarakat terhadap penggunaan plastik dapat membahayakan lingkungan karena plastik bersifat non-biodegradable, yaitu tidak mudah terdegradasi oleh mikroorganisme. Akibatnya limbah plastik semakin lama semakin banyak. Penggunaan plastik juga banyak digunakan sebagai pembungkus makanan. Hal ini bertujuan agar dapat terjaga kebersihan serta daya tahan dari makanan itu sendiri. Namun karena banyaknya limbah plastik yang tidak mudah terurai maka dibuatlah bioplastik yang dapat dipakai sebagai pelapis makanan yaitu edible film. Edible film merupakan suatu lapisan tipis dari bahan yang dapat dimakan (edible), yang dibentuk pada pangan sebagai pelapis atau diletakkan (para-pembentukan) pada atau diantara komponen-komponen pangan dan bertujuan untuk menghambat migrasi uap air, oksigen, karbondioksida, aroma, dan lipida membawa bahan tambahan pangan (misalnya antioksidan, antimikrobia, flavor) dan atau memperbaiki integritas mekanisme atau 1

Upload: yudha-zuldhan-nurmansyah

Post on 02-Oct-2015

64 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

Proposal Penelitian : Pengaruh Konsentrasi Karagenan dari Rumput Laut terhadap Daya Tahan Edible Film

BAB 1

PENDAHULUAN1.1 LATAR BELAKANG

Kebutuhan masyarakat Indonesia akan penggunaan plastik semakin meningkat, seperti untuk kebutuhan kemasan pangan, kemasan dari peralatan rumah tangga, dan lain sebagainya. Sifat ketergantungan masyarakat terhadap penggunaan plastik dapat membahayakan lingkungan karena plastik bersifat non-biodegradable, yaitu tidak mudah terdegradasi oleh mikroorganisme. Akibatnya limbah plastik semakin lama semakin banyak.

Penggunaan plastik juga banyak digunakan sebagai pembungkus makanan. Hal ini bertujuan agar dapat terjaga kebersihan serta daya tahan dari makanan itu sendiri. Namun karena banyaknya limbah plastik yang tidak mudah terurai maka dibuatlah bioplastik yang dapat dipakai sebagai pelapis makanan yaitu edible film.Edible film merupakan suatu lapisan tipis dari bahan yang dapat dimakan (edible), yang dibentuk pada pangan sebagai pelapis atau diletakkan (para-pembentukan) pada atau diantara komponen-komponen pangan dan bertujuan untuk menghambat migrasi uap air, oksigen, karbondioksida, aroma, dan lipida membawa bahan tambahan pangan (misalnya antioksidan, antimikrobia, flavor) dan atau memperbaiki integritas mekanisme atau penanganan krakteristik pangan (Krochta, 1992). Edible film biasanya digunakan untuk membungkus beberapa jenis buah agar buah-buahan lebih tahan lama, terutama untuk buah buahan yag mudah busuk atau mudah berubah warna, seperti buah apel. Edible film menggunakan bahan dasar polisakarida, terutama yang terdapat pada buah dan sayuran. Adapun jenis polisakarida lainnya yang dapat dijadikan bahan pembuatan plastik biodegradable adalah ekstrak rumput laut.

Sebagian besar wilayah Indonesia berupa perairan yang menyimpan potensi hasil kelautan yang cukup besar. Salah satu potensi tersebut adalah rumput laut yang memiliki nilai ekonomi tinggi, khususnya rumput laut merah jenis Eucheuma cottonii yang dapat menghasilkan karagenan.

Karagenan telah banyak dalam industri farmasi, kosmetika, non pangan (seperti tekstil, cat) dan pangan (makanan dan minuman) yaitu sebagai pengental, pengemulsi, pensuspensi, pembentuk gel, dan stabilisator. Karagenan juga dapat digunakan sebagai pelapis bahan pangan atau bahan pembentuk edible film (Meyer et al., 1959). Karagenan merupakan polisakarida linier yang mengandung sulfat dan tersusun dari unit D-galaktosa dan 3,6-anhidro-D-galaktosa, yang diekstraksi dari rumput laut merah (Glicksman, 1983). Dalam pembuatan edible film juga ditambahkan plasticizer untuk mengurangi kerapuhan, meningkatkan fleksibilitas dan ketahanan film terutama jika disimpan pada suhu rendah (Teknopangan dan Agroindustri, 2008). Salah satu plasticizer yang digunakan adalah CMC. Carboxy Methyl Cellulose (CMC) adalah turunan dari selulosa dan ini sering dipakai dalam industri makanan untuk mendapatkan tekstur yang baik. Fungsi CMC ada beberapa terpenting, yaitu sebagai pengental, stabilisator, pembentuk gel,sebagai pengemulsi, dan dalam beberapa hal dapat merekatkan penyebaran antibiotik (Winarno, 1985).

1.2 RUMUSAN MASALAHBahan pengemas yang bersifat non-biodegradable dapat meningkatkan beban pencemaran lingkungan karena tidak mudah terurai oleh mikroba, sehingga perlu alternatif bahan pengemas alami yang bersifat biodegradable dari rumput laut agar tidak menambah limbah plastik.

1.3 TUJUAN PENELITIAN

1.3.1. Mengetahui pengaruh waktu ekstraksi karagenan terhadap hasil berat karagenan yang dihasilkan.1.3.2. Menentukan konsentrasi campuran karagenan dan CMC yang menghasilkan edible film dengan daya tahan buah terbaik (waktu warna buah menjadi coklat).

1.4 BATASAN MASALAH

Kajian karakteristik plastik biodegradable meliputi daya tahan dari edible film untuk mencegah buah mengalami oksidasi yaitu ditandai dengan berubahnya warna buah menjadi coklat serta berkurangnya berat buah dibandingkan pada awalnya.1.5 TINJAUAN PUSTAKA

1.5.1. Plastik Biodegradable

Plastik merupakan salah satu bahan yang paling umum kita lihat dan gunakan terutama untuk kebutuhan sehari-hari. Bahan plastik secara bertahap mulai menggantikan kaca, kayu, dan logam. Hal tersebut disebabkan bahan plastik mempunyai beberapa keunggulan, yaitu ringan, kuat, dan mudah dibentuk, anti karat dan tahan terhadap bahan kimia, mempunyai sifat isolasi listrik yang tinggi serta dapat dibuat berwarna maupun transparan dan biaya proses yang lebih murah. Keanekaragaman plastik memberikan banyak pilihan dalam penggunaannya.

Plastik pada umumnya dibuat dari minyak bumi dan bersifat non-biodegradable. Plastik sinstetik mempunyai kestabilan fisika-kimia yang sangat kuat sehingga plastik sangat sukar terdegradasi secara alami. Plastik tersebut dianggap tidak ramah lingkungan dan dapat mencemari lingkungan (Tegar, 2008).

Umumnya sampah plastik ditangani dengan cara dikubur atau dibakar dalam incinerator. Namun, kedua cara tersebut belum menyelesaikan masalah. Plastik yang dikubur tidak akan membusuk sementara lahan tempat mengubur plastik semakin lama semakin sulit, sedangkan pembakaran plastik akan menyebabkan polusi udara. Sehingga ada beberapa cara yang dipertimbangkan untuk menangani plastik, sebagai berikut :a. Daur ulang Plastik termoplas dapat dibentuk ulang melalui pemanasan. Dapat juga didepolimerisasi sehingga diperoleh kembali monomernya. Akan tetapi, sulit sekali memilah sampah plastik menurut jenisnya. Sampah plastik seringkali merupakan campuran dari berbagai jenis. Dengan demikian juga mengandung plasticiser, pigmen warna, dan campuran bahan lainnya. Akibatnya, hasil daur ulangnya paling merupakan plastik dengan mutu yang lebih rendah dan kurang nilai ekonomisnya. Di negara maju yang penduduknya sadar lingkungan, produsen mencantumkan kode yang menyatakan jenis plastik. Lalu di tempattempat umum disediakan tempat sampah dengan berbagai kode, sehingga masyarakat dapat membuang sampah plastik menurut jenisnya.

b. Membuat plastik yang biodegradable Dengan membuat plastik yang biodegradable, maka plastik akan hancur dalam beberapa tahun.c. Pirolisis Apabila plastik dipanaskan hingga 7000C tanpa udara, maka molekul plastik akan terurai membentuk molekul-molekul sederhana. Campuran plastik yang biasa, seperti politena, polipropilena atau polistirena, ketika dipirolisis akan menghasilkan hidrokarbon sederhana serti etena atau propena atau benzena. Senyawa tersebut dapat dipisahkan melalui destilasi bertingkat. Hasilnya kemudian dapat digunakan untuk membuat berbagai bahan kimia termasuk plastik. Untuk sekarang ini, pirolisis dinilai tidak ekonomis, karena masih tersedia bahan baku yang lebih murah, yaitu dari minyak bumi dan gas alam (Azizah, 2009)Plastik biodegradable didefinisikan sebagai lapisan tipis yang digunakan untuk melapisi makanan (coating) atau diletakkan diantarakomponen makanan yang berfungsi sebagai penahan terhadap transfer massa seperti kadar air, oksigen, lemak, dan cahaya, atau berfungsi sebagai bahan tambahan pangan (Gandhiasari, 2009). Komponen utama penyusun plastik dapat dikelompokan menjadi tiga, yaitu hidrokoloid, lemak dan komposit. Hidrokoloid yang dapat digunakan untuk pembuatan plastik biodegradable adalah karbohidrat dan protein, sedangkan lemak yang digunakan adalah lilin (wax) dan asam lemak (Purtranto, 2005)Biodegradable berarti mampu terurai menjadi gas karbon dioksida, metana, air, inorganic compounds atau biomassa yang dihasilkan dari aktifitas bakteri. Biodegradabilitas plastik tergantung pada struktur kimia material bahan bakunya dan konstitusi dari produk akhirnya, oleh karena itu, plastik biodegradable dapat berbasis dari alami dan sintetis. Plastik biodegradable alami berasal dari sumber daya terbarukan seperti pati, kitosan, agar atau alginat, dan lain sebagainya (NIR, 2006).

Istilah plastik meliputi produk hasil proses polimerisasi baik yang sintesis maupun semisintesis. Plastik dapat dibentuk menjadi suatu objek plastik ataupun serat (Anonim, 2006). Plastik biodegradable juga dapat dibuat dengan mencampurkan polimer sintetik dengan polimer alami seperti pati dan juga plastik tersebut dapat dibuat dengan bahan baku yang 100% biodegradable (Tegar, 2009).Pembentukan plastik biodegradable dapat melalui dua teknik dasar yang berbeda, yaitu solution casting, atau molten polymer. Pada pembuatan plastik dengan teknik solution casting, bahan polimer dilarutkan kedalam pelarut yang cocok untuk menghasilkan larutan yang viskos. Larutan yang dihasilkan dituang pada suatu permukaan yang rata (cetakan) yang bersifat non-adesif dan pelarut dibiarkan sampai habis. Film plastik yang sudah kering kemudian diangkat dari cetakannya. Sedangkan teknik molten polymer dilakukan dengan cara pemanasan polimer sampai diatas titik lelehnya. Teknik solution casting menjadi pilihan yang cepat dan mudah dilakukan pada skala laboratorium. Pengadukan diperlukan untuk mempercepat kelarutan, misal pengadukan menggunakan stirrer. Larutan polimer perlu disaring sebelum proses casting, maka dapat dilakukan penyaringan vakum karena larutan terlalu viskos Allcock dan Lampe, 1981).Keuntungan dari plastik biodegradable apabila dibandingkan dengan pengemas plastik lainnya yaitu edible film dapat dimakan bersamaan dengan produk yang dikemas, sehingga tidak ada pembuangan kemasan. Dan juga jika edible film tidak dikonsumsi, plastik tersebut tidak mengakibatkan pencemaran lingkungan karena plastik tersebut dibuat dari bahan bahan alami yang dapat diolah kembali, sehingga mudah diuraikan daripada bahan plastik biasanya. Serta edible filmdapat berfungsi sebagai suplemen gizi pada makanan. Edible filmjuga sangat baik digunakan untuk mikrornkapsulasi aroma makanan dana dapat memperbaiki sifat sifat organoleptik makanan yang dikemas dengan variasi komponen yang menyatu dengan bahan makanannya. Serta edible filmdapat digunakan sebagai bahan pengemas satuan individu dari bahan makanan yang berukuran kecil. Edible film dapat diterapkan pada sistem pengemas berlapis dengan edible plastik sebagai pengemas bagian dalam non-edible dibagian luar (Setiahadi, 2005).Beberapa makanan kadangkadang dibungkus atau dilapisi dengan suatu lapisan film yang dapat dimakan yang disebut edible film, misalnya permen dan sosis. Lapisan film ini dapat melindungi makanan terhadap penguapan atau reaksi dengan makanan lainnya. Beberapa bahan pelapis tersebut, misalnya gelatin dan gum arab dapat dilapiskan pada makanan (Winarno, dkk, 1980). Prinsip pembentukan edible film adalah interaksi rantai polimer menghasilkan agregat polimer yang lebih besar dan stabil. Penelitian edible filmsecara spesifik dilakukan untuk mencari pengganti plastik pembungkus bumbu kering, yang akan menjadi sampah. Dengan plastik biodegradable, bungkus ini dapat langsung dimasak dan tidak menjadi sampah (Pikiran Rakyat, 2009).1.5.2. Rumput Laut

Sebagian besar wilayah Indonesia berupa perairan yang menyimpan potensi hasil kelautan yang cukup besar. Salah satu potensi tersebut adalah rumput laut yang memiliki nilai ekonomi tinggi (Handito, 2011). Pertumbuhan dan penyebaran rumput laut tergantung faktor faktor oseanografi (fisik, kimia dan dinamika air laut) serta jenis substrat dasarnya. Rumput laut sebenernya adalah gulma laut, sejenis ganggang atau alga yang hidup di laut diantara karang mati di perairan pantai. Sejak lama jenis ganggang laut ini banyak dimanfaatkan masyarakat dunia sebagai bahan kosmetik dan makanan kesehatan. Rumput laut biasanya hidup di dasar samudra yang dapat tertembus cahaya matahari. Seperti umumnya tanaman lain, rumput laut juga memiliki klorofil atau pigmen warna yang lain. Warna itulah yang menggolongkan jenis rumput laut.Perkembangbiakan rumput laut dapat secara generatif dan dapat juga secara vegetatif. Rumput laut disebut sebagai sumber gizi karena memiliki kandungan karbohidrat gula atau vegetable-gum), protein, sedikit lemak dan abu yang sebagian besar merupakan senyawa garam natrium dan kalium, oleh karena itu rumput laut banyak diolah dalam penggunaan obat, bahan makanan, dan bahan-bahan industri Anggadiredja dkk, 2006). Tumbuhan penghasil devisa ini dibudidayakan di perairan-perairan yang tenang, dengan mengikatkan atau mengaitkan bibitnya pada sistem rentang tali-temali ataupun jaring yang mengapung dan ditambatkan di bawah permukaan laut, dengan masa tanam sekitar 45 hari sebelum dipanen. Hasil panen disiangi dari ganggang atau biota karang yang ikut menempel, lalu dijemur hingga kering antara 7 14 hari. Rumput laut kering dalam kemasan inilah yang biasa kita temukan di pasaran sebagai rendam rumput laut kering tersebut satu atau dua jam dengan air bersih, untuk menjadikannya mekar kembali.

Rumput laut juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan mentah pembuatan agar-agar, keragenan, dan algin. Semakin berkembangnya ilmu pengetahuan, pemanfaatan rumput laut tidak hanya terbatas untuk dibuat makanan saja, tetapi juga digunakan sebagai bahan baku industri obat-obatan, minuman, kosmetik, pasta gigi, dan lain lain (Aslan, 2009).

Jenis rumput laut yang telah berhasil dibudidayakan di Indonesia adalah :a. Eucheuma cottoniRumput laut Eucheuma cottoni merupakan jenis rumput laut yang banyak dibudidayakan di wilayah perairan indonesia. Perkembangan budidayanya cukup menggembirakan. Hal ini tidak terlepas dari mudahnya membudidayakan rumput laut jenis ini dan permintaan pasar yang sangat tinggi. Sentra wilayah budidaya rumput laut jenis ini terdapat di Sulawesi Tengah, Nusa Tenggara Timur,Bali,Jawa Timur,Sulawesi Tenggara, dan Nusa Tenggara Barat. Eucheuma cottonii dibudidayaka untuk bahan baku industri. Rumput laut Eucheuma cottonii dibudidayakan untuk memenuhi kebutuhan pasar ekspor yang digunakan untuk industri kosmetik dan farmasi.b. Eucheuma spinosumEucheuma spinosum masih satu jenis dengan Eucheuma cottonii dan sama-sama penghasilan karaginan. Perbedaannya Eucheuma spinosum menghasilkan karaginan jenis iota, Karaginan berupa jelly yang bersifat lembut, fleksibel dan lunak. Sedangkan Eucheuma cottoni menghasilkan karaginan jenis kappa. Karaginan jelly yang bersifat kaku,getas,dan keras. Bali adalah salah satu provinsi yang membudidayakan rumput laut jenis ini.

c. Gracilaria spRumput laut Gracilaria sp dapat tumbuh baik di perairan payau. Gracilaria sp adalah jenis rumput laut yang bersifat agrofit yaitu jenis rumput laut penghasil agar-agar. Perkembangan budidaya rumput laut jenis ini sama halnya budidaya rumput laut jenis-jenis Eucheuma cottonii. Sentra produksi Gracilaria sp terletak di Sulawesi Selatan, Jawa Timur dan Nusa Tenggara Timur.d. Sargassum spSargassum sp merupakan jenis rumput lau yang sangat potensial untuk dikembangkan. Sargassum sp adalah jenis rumput laut penghasil alginat. Di Indonesia Sargassum sp satu-satunya rumput laut penghasil alginat selain Turbinaria sp, Perkembangan budidaya rumput laut jenis ini masih sangat terbatas. Oleh karena permintaannya yang masih rendah, perkembangan budidaya rumput lain jenis ini tidak sepesat rumput laut Eucheuma cottonii dan Gracilaria sp. Berikut adalah gambar dari jenis jenis rumput laut.

Eucheuma cottonii

Eucheuma spinosum

Glaciaria sp

Sargassum sp

Ganggang laut jenis Euchema cottonii dan Gracilaria spp. banyak dibudidayakan karena ragam manfaatnya. Beberapa daerah di Indonesia yang masyarakat pesisirnya banyak melakukan usaha budi daya rumput laut, antara lain di pesisir Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu Provinsi DKI Jakarta, Provinsi Kepulauan Riau, Pulau Bali, pesisir Nunukan Kalimantan Timur, Pulau Lombok, Kabupaten Wakatobi Sulawesi Tenggara, Kepulauan Togean Sulawesi Tengah, Maluku Utara, dan Papua Barat.

Ciri ciri umum Eucheuma sp. adalah mempunyai thallus yang silindris, berduri kecil kecil dan menutupi thallus, percabangannya teratur sehingga merupakan lingkaran, ujungnya runcing berwarna coklat ungu atau hijau kuning (Anonim, 1992). Komposisi kimia rumput laut jenis E. cottonii bervariasi, dan sangat dipengaruh oleh asal rumput laut (lokasi dan kondisi tempat budidaya rumput laut), umur panen rumput laut, baik tidaknya proses pengeringan rumput laut, dan kondisi cuaca selama pengeringan (Tambunaan dkk., 1987; Suryaningrum dkk., 1991). Komposisi rumput laut Eucheuma cottoni tercantum pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi kimia rumput laut Eucheuma cottonii

1.5.3. Karagenan

Karagenan merupakan polisakarida linier yang mengandung sulfat dan tersusun dari unit D-galaktosa dan 3,6-anhidro-D-galaktosa, yang diekstraksi dari rumput laut merah (Glicksman, 1983). Polisakarida ini merupakan senyawa polimer dengan berat molekul yang tinggi, yaitu sekitar 3,6 x 5 (Towle, 1973).

Pada dasarnya fraksi karagenan ada tiga, yaitu kappa, iota, dan lamda. Karagenan masing - masing dibedakan berdasarkan kandungan 3,6-anhidro-D-galaktosa dan jumlah serta posisi grupester sulfatnya (Glicksman, 1983). Menurut Klose dan Glicksman (1972) perbandingan molar antara D-galaktosa dan 3,6-anhidro-D-galaktosa di dalam kappa karagenan berkisar antara 1,1 : 1 sampai 1,5 : 1. Kappa karagenan memiliki gugus sulfat pada posisi empat, kondisi tersebut akan menyebabkan larutan karagenan membentuk gel yang kuat, transparan, dan thermoreversible.Karagenan dihasilkan dari pengolahan rumput laut secara ekstraksi panas dalam suasana basa yang terdiri atas beberapa tahap proses pengolahan, yaitu pencucian, perebusan, penyaringan, pengendapan filtrat dengan isopropil alkohol, pengeringan, dan penepungan (Peranginangin dan Yurizal, 1999). Menurut Glikcksman (1983) karagenan dengan kualitas terbaik diperoleh melalui metode pengendapan dengan alkohol. Jenis alkohol yang digunakan untuk pemurnian karagenan hanya terbatas pada metanol, etanol, dan isopropanol (isopropil alkohol). Cara yang banyak digunakan untuk menghasilkan karagenan yang bermutu tinggi adalah pemisahan karagenan dengan isopropil alkohol (Peranginangin dan Yunizl, 1999). Namun menurut Siswanti (2008), pada percobaan yang dilakukannya menggunakan alkohol jenis etanol dengan konsentrasi 95 %.1.5.4. Carboxy Methyl Cellulose (CMC)

CMC adalah ester polimer selulosa yang larut dalam air dibuat dengan mereaksikan Natrium Monoklorasetat dengan selulosa basa (Fardiaz, 1987). Menurut Winarno (1991), Natrium karboxymethyl selulosa merupakan turunan selulosa yang digunakan secara luas oleh industri makanan.Carboxy Methyl Cellulose (CMC) adalah turunan dari selulosa dan ini sering dipakai dalam industri makanan untuk mendapatkan tekstur yang baik. Fungsi CMC ada beberapa terpenting, yaitu sebagai pengental, stabilisator, pembentuk gel,sebagai pengemulsi, dan dalam beberapa hal dapat merekatkan penyebaran antibiotik (Winarno, 1985).

Penggunaan CMC di Indonesia sebagai bahan penstabil, pengental, pengembang, pengemulsi dan pembentuk gel dalam produk pangan khususnya sejenis sirup yang diijinkan oleh Menteri Kesehatan RI, diatur menurut PP. No. 235/ MENKES/ PER/ VI/ 1979 adalah 1-2%.

Sebagai pengemulsi, CMC sangat baik digunakan untuk memperbaiki kenampakan tekstur dari produk berkadar gula tinggi. Sebagai pengental, CMC mampu mengikat air sehingga molekul-molekul air terperangkap dalam struktur gel yang dibentuk oleh CMC (Manifie, 1989).CMC merupakan merupakan eter polimer selulosa linear dan berupa senyawa anion, yang bersifat biodegradable, tidak berwarna, tidak berbau, tidak beracun, butiran atau bubuk yang larut dalam air namun tidak larut dalam larutan organik, memiliki rentang pH sebesar 6.5 sampai 8.0, stabil pada rentang pH 2 10, bereaksi dengan garam logam berat membentuk film yang tidak larut dalam air, transparan, serta tidak bereaksi dengan senyawa organik. Karboksimetil selulosa berasal dari selulosa kayu dan kapas yang diperoleh dari reaksi antara selulosa dengan asam monokloroasetat, dengan katalis berupa senyawa alkali. CMC juga dapat digunakan sebagai plasticizer dalam pembuatan edible film.Plasticizer didefinisikan sebagai bahan non volatil, bertitik didih tinggi jika ditambahkan pada material lain sehingga dapat merubah sifat material tersebut. Penambahan plasticizer dapat menurunkan kekuatan intermolekuler dan meningkatkan fleksibilitas film dan menurunkan sifat barrier film. Gliserol dan sorbitol merupakan plasticizer yang efektif karena memiliki kemampuan untuk mengurangi ikatan hidrogen internal pada ikatan intermolekuler, plasticizer ditambahkan pada pembuatan edible film untuk mengurangi kerapuhan, meningkatkan fleksibilitas dan ketahanan film terutama jika disimpan pada suhu rendah (Teknopangan dan Agroindustri, 2008). 1.5.5. Faktor faktor yang mempengaruhi proses pembuatan edible filmProses ekstraksi dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu pH, suhu dan waktu lama ekstraksi (Tambunan dkk ., 1987). Menurut hasil penelitian Sudarto (1987), suhu ekstraksi sangat mempengaruhi sedikit atau banyaknya polimer karagenan yang keluar dari dinding sel rumput laut, serta mempengaruhi sifat fungsional karagenan yang dihasilkan. Dikatakan juga bahwa peningkatan suhu ekstraksi menyebabkan peningkatan kekuatan gel karagenan. Menurut Sudaryi (1987) suhu ekstraksi juga mempengaruhi kadar sulfat karagenan, penggunaan suhu ekstraksi 85 C menghsilkan karagenan yang mengandung sulfat lebih tinggi, yaitu 30,5%, dibandingkan dengan suhu ekstraksi 75 C dan 95 C.Ekstraksi karagenan dilakukan untuk mendapatkaa polimer karagenan dari rumput laut dengan cara penambahan air pengekstrak sebanyak 30-40 kali berat rumput kering pada suhu 90-95 C selama 1-24 jam (Towle, 1973). Menurut Istini dkk. (1986) air pengekstrak yang digunakan sebanyk 20-40 kali berat tepung rumput laut kering, sedangkan menurut Peraningangin dan Yurizal (1999) menggunakan air pengekstrak sebanyak 40-50 kali berat rumput laut kering. Selama proses ekstraksi dibutuhkan suasana alkalis dengan cara menambahkan larutan basa seperti NAOH, CA(OH)2, KOH sehingga PH larutan mencapai 9-9,6 (Istini dkk. 1986)Untuk menghindarkan terjadinya degradasi karagenan akibat pemanasan, maka diusahakan agar polimer hidrokoloid lebih stabil, yaitu dengan cara pengaturan pH. Menurut Towle (1973), karagenan akan stabil pada pH sekitar 9. Lama ekstraksi akan menyebabkan perubahan kekuatan gel karagenan, yaitu semakin lama waktu ekstraksi, maka kekuatan gel akan mnurun (Sudarto, 1987). Serta ada yang mengatakan bahwa peningkatan waktu ekstraksi akan mendegradasi karagenan sehingga menurunkan kekuatan gel (Luthfy, 1998). Berdasarkan hasil penelitian Tambunan dkk. (1987) bahwa kondisi optimum yang baik untuk mengisolasi kappa karagenan dari rumput laut Eucheuma cottonii adalah pada suhu ekstraksi 80 C, waktu ekstraksi 0,5 jam dan pH 9.1.6 LANDASAN TEORI

Berdasarkan tinjauan pustaka, pembuatan edible film menggunakan bahan baku karagenan yang berasal dari rumput laut. Ekstraksi karagenan merujuk pada metode Peranginangin dan Yurizal yaitu bahwa karagenan dihasilkan dari pengolahan rumput laut secara ekstraksi panas dalam suasana basa yang terdiri atas beberapa tahap proses pengolahan, yaitu pencucian, perebusan, penyaringan, pengendapan filtrat dengan isopropil alkohol, pengeringan, dan penepungan. Pada proses ekstraksi mula mula mencampurkan 30 g rumput laut kering yang sebelumnya sudah di jemur hingga kering dan di blender sampai menjadi bubuk dengan air sebagai pelarutnya. Kemudian menggunakan larutan NaOH hingga pH menjadi 8 pada suhu antara 80C sampai 90C dengan variasi waktu. Setelah itu endapan yang tersaring direndam dalam larutan isopropil alkohol. Proses ini dilakukan dengan tujuan agar didapat serat karagenan yang dihasilkan lebih kaku. Kemudian selanjutnya masih dilakukan proses pengeringan dengan oven, dan diayak. Sedangkan pada proses pembuatan edible film mula-mula dilakukan dengan pencampuran bubuk karagenan berat tertentu dengan aquadest. Kemudian dipanaskan dan diaduk dengan pengaduk magnet agar tercampur seluruhnya dengan ditambahkan plasticizer nya CMC. Kemudian setelah dipanaskan hingga tercampur sempurna, dilakukan pencetakan larutan dan di oven.Edible film yang dihasilkan diuji daya ketahanannya untuk menghambat buah buahan mengalami oksidasi agar tidak mudah busuk dibandingkan tidak diberi edible film serta perubahan berat yang dialami buah.

Dalam penelitian ini digunakan buah apel sebagai sampel untuk menguji ketahanan dari edible film. Mula mula buah apel dikupas dan dipotong menjadi bagian yang lebih kecil, kemudian dibungkus dengan edible film dan didiamkan selama 5 hari. Sehingga dapat diambil kesimpulan mana edible yang lebih memiliki daya tahan melindungi buah paling baik berdasarkan variasi konsetrasi plasticizernya.Dalam proses pembuatan edible film terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhinya, yaitu suhu, konsentrasi karagenan, jenis serta konsentrasi plasticizer, penambahan aditif, waktu ekstraksi karagenan, dan ph ketika proses ekstraksi karagenan berlangsung. Pada penelitian ini dilakukan variasi terhadap waktu ekstraksi karagenan dan konsentrasi plasticizer untuk dianalisis. 1.7 HIPOTESISHipotesis dalam penelitian ini adalah semakin lama waktu ekstraksi karagenan, maka kekuatan dari edible film yang dihasilkan akan menurun. Serta semakin besar konsentrasi plasticizer yang digunakan, maka edible film yang dihasilkan akan semakin baik (dapat memperkecil terjadinya oksidasi pada buah).

BAB IIMETODE PENELITIAN2.1. Alat dan Bahan

2.1.1. Alat

1. pH meter

2. Wadah

3. Blender

4. Oven

5. Grinder

6. Ayakan 80mesh

7. Timbangan analitik

8. Cetakan9. Mangkuk alumunium2.1.2. Bahan1. Etanol 95%2. Air

3. NaOH 0,1 N

4. Aquades

5. Carboxy Methyl Cellulose (CMC)6. Buah apel7. Silika gel

8. Rumput laut Eucheuma cottonii

2.2. Rangkaian Alat2.2.1. Proses ekstraksi karagenan dan pembuatan edible film Keterangan :1. Termometer

2. Gelas Beker

3. Pengaduk magnet

4. Plat pemanas

2.2.2. Tahap aplikasi edible film pada buah apel

Keterangan :

1. Toples

2. Buah3. Edible film

4. Cawan2.3. Diagram Alir Penelitian

2.3.1. Proses ekstraksi karagenan

2.3.2. Proses pembuatan edible film

2.3.3. Tahap aplikasi edible film pada buah apel

2.4. Cara kerja2.4.1. Proses ekstraksi karagenan

Rumput laut kering yang telah dibersihkan kemudian di blender menjadi tepung rumput laut ( mesh). Tepung rumput laut kering sebanyak 30 g dimasukan ke dalam wadah dan ditambah air sebanyak 30 kali berat tepung (Liter). Ditambah larutan NaOH 0,1N sampai pH nya mencapai 9. Direbus (diekstraksi) selama 0,5 jam ; 1 jam; 1,5 jam; 2 jam pada suhu 80-90 C. Untuk diendapkan diaduk selama 15mnt, kemudian setelah endapan berbentuk serat karagenan disaring dengan kain saring. Endapan itu direndam lagi dalam etanol 95 % sampai terendam semua selama 15mnt agar diperoleh serat karagenan yang lebih kaku. Kemudian disaring kembali endapan dengan kain saring. Serat karagenan yang diperoleh dibentuk tipis - tipis (agar mudah kering) dan diletakkan dalam wadah tahan panas untuk dikeringkan dalam oven pada suhu 50C sampai kering. Serat karagenan kering di blender kemudian diayak menjadi berukuran 80 mesh.2.4.2. Proses pembuatan edible filmKaragenan sebanyak 0,8 g dicampurkan dengan aquades dalam gelas ukur sampai volume 100 mL. Kemudian dimasukkan dalam gelas beker, lalu diaduk dengan pengaduk magnet dan dipanaskan dengan plat pemanas (hot plate) sampai suhu 60 C. Ditambahkan CMC sebagai plasticizer sebanyak 0,25 % ; 0,5% ; 0,75% dan 1,0% (v/v larutan karagenan) sambil diaduk terus menerus. Kemudian dipanaskan sampai suhu 80 C dan dipertahankan selama 5 menit. Larutan film dituangkan ke dalam cetakan dan dikeringkan dengan oven pada suhu 50 C selama 12 jam. Film didinginkan sebentar pada suhu ruangan. Setelah dingin, edible film dipisahkan dari cetakannya dan dianalisis.2.4.3. Tahap aplikasi edible film pada buah

Buah apel segar dikupas lalu diambil deging buahnya dan dipotong potong menjadi ukuran tertentu kemudian dicuci sampai bersih. Selanjutnya setiap potong buah apel masing masing diberi perlakuan dikemas dengan lembaran edible film, dan tanpa pengemasan. Buah yang dikemas dengan edible film dan yang tidak dikemas masing masing diletakkan dalam toples yang berisi 20 gram silika gel. Toples disimpan pada suhu ruang 27 C selama 5 hari. Pengamatan perubahan warna buah apel dan susut berat dilakukan setiap 1 hari. 2.5. Analisis Hasil

Parameter pengujian daya tahan edible film dengan bahan baku rumput laut yaitu terhadap berapa lama daya tahan film melindungi buah apel sehingga tidak mudah rusak dibandingkan dengan buah apel yang tidak sama sekali dilapisi oleh edible film. Rusaknya buah apel ditandai dengan berubahnya warna dan terjadi susut berat pada buah apel.2.6. Model Rancangan Penelitian2.6.1. Pengaruh waktu ekstraksi terhadap berat karagenan yang dihasilkan.Pada percobaan dilakukan dengan kondisi :

Berat rumput laut kering: 30 g

Suhu ekstraksi

: 80 C

PH

: 8NoWaktu EkstraksiBerat karagenan dihasilkan

10,5 jam g

21 jamg

31,5 jamg

42 jamg

2.6.2. Pengaruh Konsentrasi CMC dan waktu ekstraksi karagenan terhadap daya ketahanan edible film Pada percobaan dilakukan dengan kondisi :Berat karagenan

: 0,8 g

Suhu Pemanasan

: 80 C

2.6.2.1. Karagenan dengan waktu ekstraksi 0,5 jamNoKonsentrasi CMCKondisi buah pada hari ke-Berat buah pada hari ke-

1234512345

10,25 ml

20,5 ml

30,75 ml

41,0 ml

2.6.2.2. Karagenan dengan waktu ekstraksi 1 jamNoKonsentrasi CMCKondisi buah pada hari ke-Berat buah pada hari ke-

1234512345

10,25 ml

20,5 ml

30,75 ml

41,0 ml

2.6.2.3. Karagenan dengan waktu ekstraksi 1,5 jamNoKonsentrasi CMCKondisi buah pada hari ke-Berat buah pada hari ke-

1234512345

10,25 ml

20,5 ml

30,75 ml

41,0 ml

2.6.2.4. Karagenan dengan waktu ekstraksi 2 jamNoKonsentrasi CMCKondisi buah pada hari ke-Berat buah pada hari ke-

1234512345

10,25 ml

20,5 ml

30,75 ml

41,0 ml

2.7. Jadwal Penelitian

KegiatanMinggu ke-

Pembuatan Proposal :12345678910111213141516

a. Studi Pustaka

b. Pembuatan

c. Revisi

Pelaksanaan Penelitian

Olah data

Pembuatan laporan

Seminar

Revisi Laporan

3

4

2

1

1

3

2

5

4

6

Silika gel

Penyangga

Analisa kadar :

Air

Abu

Rumput laut kering

30 g

Memblender sampai menjadi tepung ( 80 mesh)

Mengekstraksi pada suhu 80 C - 90 C, PH 9 dengan penambahan NaOH 0,1 N

Air

Menyaring

Filtrat

Endapan direndam dengan etanol 95 %

Menyaring

Filtrat

Analisa % karagenan

Membentuk dan meletakkan karagenan dalam wadah

Mengeringkan serat karagenan di oven selama 12 jam

Memblender serat karagenan

Mengayak serbuk karagenan (80 mesh)

Mencampurkan 0,8 g karagenan dengan aquades sampai volume campuran 100 ml lalu dipanaskan pada suhu 60 C dan diaduk sampai homogen

Menambahkan CMC dengan konsentrasi tertentu dan dipanaskan sampai suhu 80 C

Dicetak dan dikeringkan di oven pada suhu 50 C selama 12 jam

Mendinginkan film pada suhu ruangan, lalu memisahkannya dari cetakan.

Mengupas dan memotong buah apel menjadi ukuran tertentu

Buah dibungkus dengan edible film

Memasukkan buah apel dan disimpan selama 5 hari dalam toples

Melakukan pengamatan terhadap perubahan warna dan perubahan susut berat buah apel.

2