repositori.unud.ac.id · “terima kasih atas partisipasi anda dalam menghitung, membayar dan...

35

Upload: others

Post on 07-Dec-2020

11 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: repositori.unud.ac.id · “Terima kasih atas partisipasi Anda dalam menghitung, membayar dan melaporkan SPT Tahunan. PAJAK untuk pembangunan Bangsa.” Kutipan diatas tertera pada
Page 2: repositori.unud.ac.id · “Terima kasih atas partisipasi Anda dalam menghitung, membayar dan melaporkan SPT Tahunan. PAJAK untuk pembangunan Bangsa.” Kutipan diatas tertera pada
Page 3: repositori.unud.ac.id · “Terima kasih atas partisipasi Anda dalam menghitung, membayar dan melaporkan SPT Tahunan. PAJAK untuk pembangunan Bangsa.” Kutipan diatas tertera pada
Page 4: repositori.unud.ac.id · “Terima kasih atas partisipasi Anda dalam menghitung, membayar dan melaporkan SPT Tahunan. PAJAK untuk pembangunan Bangsa.” Kutipan diatas tertera pada
Page 5: repositori.unud.ac.id · “Terima kasih atas partisipasi Anda dalam menghitung, membayar dan melaporkan SPT Tahunan. PAJAK untuk pembangunan Bangsa.” Kutipan diatas tertera pada
Page 6: repositori.unud.ac.id · “Terima kasih atas partisipasi Anda dalam menghitung, membayar dan melaporkan SPT Tahunan. PAJAK untuk pembangunan Bangsa.” Kutipan diatas tertera pada

BAB IV

AZAS, HUKUM DAN KETENTUAN PERPAJAKAN

“Terima kasih atas partisipasi Anda dalam menghitung, membayar dan

melaporkan SPT Tahunan. PAJAK untuk pembangunan Bangsa.”

Kutipan diatas tertera pada kertas tanda terima SPT Tahunan setelah kita menyetorkan

bukti SPT Tahunan di Kantor Pajak atau unit lain yang ditunjuk. Makna yang tersirat dalam

kalimat tersebut bahwa warga negara sebenarnya telah diberikan keleluasaan penuh untuk

menghitung, membayar sekaligus melaporkan perkiraan pajak yang dikenakannya secara

mandiri. Pertanyaan yang kemudian muncul apakah Negara bisa menjamin kejujuran seratus juta

lebih warganya untuk melaporkan pajaknya secara jujur, transparan dan bertanggungjawab?

Apakah warga negara kita benar-benar sudah terbuka kesadarannya bahwa pajak bermakna

penting bagi penyelenggaraan pembangunan? Bagaimana urgensi pemungutan pajak yang

berkeadilan serta bagaimana kemudian menjelaskan munculnya negara yang berada pada posisi

bangkrut seperti Yunani akibat perilaku warga sekaligus birokratnya yang bertindak sewenang-

wenang atas pajak yang dipungutnya? Akankah suatu saat negara kita bernasib sama dengan

kebangkrutan Yunani yang akhirnya menciderai demokrasi yang telah dibangunnya selama

ribuan tahun ? Pertanyaan pertanyaan diatas akan dijawab dalam pemaparan bab IV ini.

Tuntutan dalam pelaksanaan demokrasi substansial adalah terdapatnya partisipasi yang

terbuka dan transparan dalam proses politik, khususnya dalam pembuatan kebijakan publik.

Proses ini memberikan ruang bagi elemen masyarakat untuk menjalankan peran sesuai kapasitas

guna melakukan pilihan atas hak politiknya untuk penentuan kehidupannya ke depan. Proses

demokrasi yang menyertakan akomodasi atas partisipasi politik secara ideal menjamin

teraktualisasinya kesejahteraan warganya. Studi Kahin dan Catatan Hatta menyatakan bahwa

regulasi yang jelas dan netral akan mewujudkan wealth of nation (kemakmuran negara) dan pada

gilirannya menciptakan social welfare (kesejahteraan sosial). Pada konteks ini, komitmen

negara untuk melaksanakan kesejahteraan searah dengan pemberian rasa aman kepada warganya

untuk bebas dari segala bentuk ancaman termasuk saat menggunakan hak politik serta

kesempatan sama dalam berusaha dengan jaminan hukum yang berjalan konsisten dan tidak pilih

kasih. Setiap warga negara dianggap memiliki hak dan kebebasan yang sama.

Pada situasi ini, Negara tidak sekedar mewujudkan demokrasi pada konteks prosedural

semata, melainkan pada tata kerja demokrasi deliberatif dengan memberikan ruang pemenuhan

hak-hak dasar seluruh warga Negara. Robert Dahl mendefinisikan demokrasi prosedural sebagai

sikap tanggap pemerintah secara konsisten akan mengakomodasi preference (pilihan) serta

keinginan warganya. Imbangan atas demokrasi ini adalah demokrasi deliberatif dimana

keinginan / gagasan warga tersebut terekspresikan pada bentuk keikusertaan warga dalam proses

pengambilan kebijakan politik atas kepentingan mereka. Pada tataran praktis-instrumentatif

proses ini salah satunya teraktualisasikan melalui politik perpajakan.

Studi Irianto (2009) memperkuat alasan bahwa politik perpajakan adalah instrumen

penting dalam memperkuat pondasi demokrasi modern. Pertama, mengacu pada pendapat Herb

yang menegaskan bahwa pajak merupakan elemen bagi berlangsungnya pelembagaan

perwakilan formal. Pada konsep pemerintahan awal mula, pajak berkaitan dengan seberapa besar

kepentingan warga terakomodasikan pada badan-badan perwakilan politik yang dimilikinya.

Pada tataran modern lembaga perwakilan pada berbagai negara lahir dari hasil negosiasi antara

Pemerintah dengan pembayar pajak, yang tak lain adalah warganya sendiri. Pada konteks ini

Page 7: repositori.unud.ac.id · “Terima kasih atas partisipasi Anda dalam menghitung, membayar dan melaporkan SPT Tahunan. PAJAK untuk pembangunan Bangsa.” Kutipan diatas tertera pada

Pemerintah memberikan ruang keterwakilan bagi pembayar pajak sebagai imbalan atas

pembayaran pajak yang dilakukan warganya. Pajak menjadi instrumen penting untuk

memastikan berjalannya elemen dasar demokrasi modern, seperti hak memilih sekaligus dipilih

sebagai wakil dalam lembaga perwakilan. Kedua, pajak merupakan salah satu instrumen

kebijakan dan bukan sekedar instrumen ekonomi bagi revenue policy atau kebijakan menarik

pendapatan semata (Irianto, 2009:9).

Adanya aktualisasi pajak pada negara modern, dikemukakan pula oleh Tumakaka (dalam

Materi Pemagangan Buku Ajar bagi Mahasiswa Program Studi Ilmu Administrasi Negara dan

Program Studi Ilmu Politik FISIP Universitas Udayana, 2015) pada alur historis sebagai berikut :

Modern Taxation

Tahun 1773

Inggris memaksaAmerika sebagaikoloninya untukmembeli teh danmembayar pajak

Warga Boston membuangkargo berisiteh kapalInggris ke laut

PelabuhanBoston ditutup,

DPR akandipilih olehInggris

Tahun 1776, 13 negara bagianAmerikamenandatanganiDeclaration of Independence

No Taxation Without Representation

Sumber : Tumakaka (2015) disampaikan dalam materi Pemagangan Mahasiswa Prodi Ilmu Adminsitrasi

Negara FISIP Unud

Pendapat B. Guy Peters (dalam Irianto, 2009:9) mengungkapkan bahwa pajak merupakan

instrumen bagi pemerintah guna melaksanakan pemenuhan fungsi dasarnya guna mencapai

tujuan substantif dari kebijakan. Pajak menjadi ruang politik bukan disebabkan terjadinya proses

tawar-menawar politik antara negara dengan warganya dalam hal angka saja, melainkan yang

jauh lebih penting adalah adanya kebutuhan negara akan pengakuan politik masyarakat terhadap

berbagai instrumen pajak yang dijalankan negara. Harapan yang diinginkan negara adalah

timbulnya kepatuhan sosial sehingga berbagai tujuan substantif lainnya bisa diraih.

Irianto (2009) lebih lanjut mencatat pula bahwa kebijakan perpajakan bisa menjadi salah

satu cerminan dari demokratis atau tidaknya sebuah Negara. Meskipun bukan satu-satunya faktor

yang menentukan, mekanisme pengelolaan pajak di sebuah Negara memberikan kontribusi yang

berarti bagi terciptanya mekanisme-mekanisme demokrasi dalam penyelenggaraan

pemerintahan. Hal ini salah satunya teraktualisasikan pada pengalaman Negara Eropa Barat

dengan jargon No Representation Without Taxation yang sangat mengakar dalam kesadaran

Page 8: repositori.unud.ac.id · “Terima kasih atas partisipasi Anda dalam menghitung, membayar dan melaporkan SPT Tahunan. PAJAK untuk pembangunan Bangsa.” Kutipan diatas tertera pada

Negara penganut demokrasi liberal dan menunjukkan sedemikian penting peranan pajak dalam

proses kelahiran dan penguatan lembaga-lembaga perwakilan yang tidak lain merupakan pilar

utama dari demokrasi.

4.1. Asas dan Rasio Pajak

4.1.1. Asas Pajak

Pemungutan pajak oleh Negara dalam kerangka penguatan demokrasi harus dilaksanakan

sejalan dengan asas-asas yang disepakati bersama dalam kerangka regulasi negara. Hal ini

mengingat hakikat pemungutan pajak adalah pengaturan kehidupan masyarakat secara adil

termasuk mengakomodasikan keseimbangan antara kepentingan yang dilindungi sehingga setiap

orang mendapat apa yang menjadi haknya masing-masing sebagaimana mestinya. Sutedi

(2013:22) mencatat terdapat beberapa dasar atau asas pemungutan pajak.

1. Asas Sumber;

Pada asas ini tata cara pemungutan pajak bergantung pada sumber penghasilan suatu

negara. Apabila terdapat sumber penghasilan pada negara tertentu, maka Pemerintah

berhak memungut pajak tanpa melihat domisili wajib pajak bersangkutan. Pemerintah

mengenakan pajak pada penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau

badan apabila penghasilan yang dikenakan pajak tersebut diperoleh atau diterima oleh

orang pribadi atau badan bersangkutan dengan sumber-sumber yang berada di Negara

tersebut. Asas ini tidak mempersoalkan siapa dan apa status dari orang atau badan yang

memperoleh penghasilan tersebut, sebab yang menjadi landasan pengenaan pajak adalah

objek pajak yang timbul atau berasal dari Negara itu. Contoh dari asas ini adalah tenaga

kerja asing yang bekerja di Indonesia, maka penghasilan yang didapat di Indonesia akan

dikenakan pajak oleh Pemerintah Indonesia.

2. Asas Domisili;

Pada asas ini Negara mengenakan pajak atas suatu penghasilan yang diterima atau

diperoleh orang pribadi atau badan, apabila untuk kepentingan perpajakan, orang pribadi

tersebut merupakan penduduk (resident) atau berdomisili di Negara itu atau apabila

badan yang bersangkutan berkedudukan di Negara itu. Untuk itulah asas ini disebut pula

asas kependudukan (domicile/residence principle). Asas ini tidak mempersoalkan dari

mana penghasilan yang akan dikenakan pajak berasal. Negara yang menganut asas ini,

dalam sistem pengenaan pajak terhadap penduduknya, akan menggabungkan asas

domisili penduduk dengan konsep pengenaan pajak atas penghasilan baik yang diperoleh

di Negara itu, maupun penghasilan yang diperoleh di luar negeri (world-wide income

concept). Intinya, Negara di mana wajib pajak itu bertempat tinggal, maka Negara

tersebut yang berhak mengenakan pajak atas segala penghasilan yang diperoleh dari

manapun sumbernya.

3. Asas Nasional;

Pada asas ini pengenaan pajak didasarkan pada status kewarnegaraan dari orang atau

badan yang memperoleh penghasilan. Asas ini tidak mempersoalkan asal penghasilan dan

seperti asas domisili, sistem pengenaan pajaknya berdasarkan asas nasionalitas ini

dilakukan dengan cara menggabungkan asas nasionalitas dengan konsep pengenaan pajak

atas world wide income. Berdasarkan hal ini maka asas nasional disebut pula sebagai asas

kewarganegaraan (nationality/citizenship principle). Asas nasional menganut cara

pemungutan pajak yang dihubungkan dengan kebangsaan dari suatu Negara. Terdapat

perbedaan prinsipil antara asas domisili (kependudukan) dengan asas nasionalitas

(kewarganegaraan) di satu pihak, dengan asas sumber di pihak lainnya. Pertama, pada

Page 9: repositori.unud.ac.id · “Terima kasih atas partisipasi Anda dalam menghitung, membayar dan melaporkan SPT Tahunan. PAJAK untuk pembangunan Bangsa.” Kutipan diatas tertera pada

kedua asas tersebut kriteria landasan kewenangan Negara mengenakan pajak adalah

status subjek yang dikenakan pajak. Pada konteks ini apakah subyek bersangkutan

berstatus penduduk atau berdomisili (dalam asas domisili) atau berstatus sebagai warga

Negara (dalam asas nasionalitas). Pada asas ini pula, asal-muasal penghasilan yang

menjadi objek pajak tidak dianggap penting. Sedangkan pada asas sumber, landasan

pemungutannya adalah status objek pajak, apakah objek yang akan dikenakan pajak

bersumber dari Negara bersangkutan atau tidak. Status orang atau badan yang

memperoleh atau menerima penghasilan tidak begitu penting. Kedua, pada kedua asas

tersebut pajak yang akan dikenakan terhadap penghasilan yang diperoleh dimana saja

(world wide income). Sedangkan pada asas sumber, pungutan dilakukan pada penghasilan

yang diperoleh dari sumber-sumber pada Negara bersangkutan. Biasanya, kebanyakan

Negara tidak hanya mengadopsi salah satu asas saja, melainkan mengadopsi lebih satu

asas atau gabungan diantara ketiganya. Untuk konteks Indonesia, berdasarkan regulasi

perpajakan yang ada, sistem perpajakannya menganut dua asas sekaligus yaitu asas

domisili dan asas sumber. Pada konteks ini, Indonesia juga menganut asas

kewarganegaraan parsial, khususnya dalam ketentuan yang mengatur pengecualian

subjek pajak untuk orang pribadi.

Pengalaman Negara lain seperti di Jepang, individu yang merupakan penduduk (resident

individual) menggunakan asas domisili, di mana berdasarkan asas ini seorang penduduk

Jepang berkewajiban membayar pajak penghasilan atas keseluruhan penghasilan yang

diperolehnya, baik yang diperoleh di Jepang maupun di luar Jepang. Sedangkan bagi

bukan penduduk (non resident) Jepang serta badan-badan usaha luar negeri berkewajiban

membayar pajak penghasilan atas setiap penghasilan yang diperoleh dari sumber-sumber

di Jepang. Di Australia, semua badan usaha milik Negara maupun swasta yang

berkedudukan di Australia, dikenakan pajak atas seluruh penghasilan yang diperoleh dari

seluruh sumber penghasilan. Sementara itu, untuk badan usaha luar negeri hanya

dikenakan pajak atas penghasilan dari sumber yang ada di Australia (Sutedi, 2013:24).

4. Asas Yuridis

Asas ini mempertegas bahwa pemungutan pajak harus didasarkan pada adanya jaminan

hukum atau undang-undang sehingga keadilan bisa ditegakkan. Asas ini merujuk pada

Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa segala pajak

untuk kegunaaan kas Negara berdasarkan undang-undang. Pada penjelasan atas ayat ini

ditegaskan mengenai hakikat pajak yang berasal dari uang rakyat sehingga pungutannya

harus dapat dipertanggungjawabkan. “betapa caranya rakyat, sebagai bangsa akan hidup

dan dari mana didapatnya belanja untuk hidup, harus ditetapkan oleh rakyat itu sendiri,

dengan perantaraan Dewan Perwakilan Rakyat. Rakyat menentukan nasibnya sendiri,

karena itu juga cara hidupnya. Oleh karena penetapan belanja mengenai hak rakyat untuk

menentukan nasibnya sendiri, maka segala tindakan yang menetapkan beban kepada

rakyat, seperti pajak dan lain-lain, harus ditetapkan dengan undang-undang, yaitu dengan

persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Demikian halnya dengan yang sudah menjadi

kelaziman (karena keharusan) di Negara Hukum”.

Pada konteks ini, Negara dalam merumuskan kebijakan mengenai pajak tidak boleh

melupakan hal-hal umum. Pertama, para perumus kebijakan khususnya pajak, harus bisa

menjamin kelancaran pungutannya. Termasuk antisipasi atas perilaku wajib pajak yang

bertindak legal maupun tidak, seperti perilaku penghindaran atas pengenaan pajak

sehingga sebagai antisipasinya perlu diadakan penyempurnaan atas peraturan undang-

Page 10: repositori.unud.ac.id · “Terima kasih atas partisipasi Anda dalam menghitung, membayar dan melaporkan SPT Tahunan. PAJAK untuk pembangunan Bangsa.” Kutipan diatas tertera pada

undang, lengkap dengan sanksinya. Kedua, wajib pajak juga harus mendapatkan jaminan

hukum agar ia tidak diperlakukan dengan sewenang-wenang oleh aparatur pemungutnya.

Pengaturan dalam regulasi tentang pajak tidak hanya penegasan dari sisi kewajiban,

melainkan juga hak wajib pajak, seperti pada tingkat pertama pengajuan keberatan

kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak dalam upaya penatapan pajaknya, termasuk hak

wajib pajak mengajukan banding ke pengadilan pajak apabila keberatan atas penetapan

pajaknya tertolak.

Ketiga, terdapat jaminan tersimpannya rahasia-rahasia mengenai diri atau perusahaan-

perusahaan wajib pajak yang disampaikan kepada instansi pemungut pajak dan tidak

boleh disalahgunakan oleh para pejabat pemungutnya. Terjaganya kerahasiaan ini akan

meningkatkan kepercayaan rakyat, terkecuali pemberian informasi tentang data untuk

kepentingan saksi dalam peradilan. Seperti di Australia, pihak yang memiliki wewenang

untuk mengadakan pemeriksaan sampai pada berkas-berkas individual wajib pajak di

kantor-kantor Inspeksi Pajak adalah Auditor General (Badan Pemeriksa Keuangan).

Pada pembuatan regulasi perpajakan harus berdasarkan pada prinsip keadilan. Pada

konteks ini terkadang seringkali terlewatkan hal-hal penting yang akhirnya berujung pada

tindakan yang kurang adil. Misalnya pada ordonansi Pajak Pendapatan tidak diatur

tentang kelonggaran-kelonggaran yang diberikan kepada wajib pajak karena beban-beban

istimewa. Orang yang berpenghasilan bersih sejuta rupiah setahunnya dan karena

menderita suatu penyakit, sehingga setiap bulannya harus mengeluarkan ongkos dokter

dan obat-obatan, tetapi tidak mendapat potongan untuk perhitungan pajaknya (Sutedi,

2013). Hal berbeda berlaku di Nederland, bahwa beban biaya ini terintegrasi dalam

buitengenewone lasten yang tercantum dalam Besluit Inkomstenbelasting 1941 Pasal 51

ayat (1) dan (2) sub 2.

5. Asas Ekonomi;

Pada asas ini ditekankan agar pemungutan pajak jangan sampai menghalangi produksi

dan perekonomian rakyat. Pajak selain mempunyai fungsi budgeter juga pengaturan

politik perekonomian. Pada politik pemungutan pajaknya diusahakan agar jangan sampai

menghambat lancarnya produksi dan perdagangan; serta diusahakan supaya tidak

menghalangi rakyat dalam usahanya menuju kebahagiaan dan tidak merugikan

kepentingan umum.

6. Asas Keuangan;

Asas ini menekankan supaya pengeluaran-pengeluaran untuk memungut pajak harus

lebih rendah dari jumlah pajak yang dipungut. Sesuai dengan fungsi budgeter, maka

biaya pengenaan dan pemungutan pajak harus diusahakan sekecil-kecilnya dibandingkan

dengan pendapatannya, terlebih pada perbandingan pendapatannya. Hasil ini yang

selanjutnya digunakan sebagai sumbangan untuk menutup pengeluaran Negara, termasuk

biaya-biaya dalam upaya pemungutan pajaknya sendiri.

Untuk menghindarkan tertimbunnya tunggakan-tunggakan pajak, harus selalu diteliti,

apakah syarat-syarat penting telah dipenuhi untuk dapat memungut pajak dengan efektif.

Syarat ini antara lain adalah pengenaan pajak harus dilakukan pada saat yang terbaik bagi

yang harus membayarnya, yaitu harus sedekat-dekatnya saat terjadinya perbuatan,

peristiwa ataupun keadaan yang menjadi dasar pengenaan pajak itu, sehingga sangat

mudah dibayar oleh orang-orang bersangkutan.

Sesuai pula dengan asas financial, bahwa bilamana pembuat undang-undang (pajak) ingin

menghapuskan satu macam pajak, ia menilik terlebih dahulu, bagaimana keadaan

Page 11: repositori.unud.ac.id · “Terima kasih atas partisipasi Anda dalam menghitung, membayar dan melaporkan SPT Tahunan. PAJAK untuk pembangunan Bangsa.” Kutipan diatas tertera pada

keuangan Negara. Bilamana anggaran belanja itu mengizinkan, maka ini akan mendapat

gelar bijaksana jika pajak tadi dipertahankan dulu untuk sementara waktu.

Dalam asas finansial sesuai dengan fungsi budgeter, maka biaya pemungutan pajak harus

seminimal mungkin dan hasil pemungutan pajak hendaknya cukup untuk menutupi

pengeluaran Negara. Harus pula diperhatikan saat pengenaan pajak hendaknya sedekat

mungkin dengan terjadinya perbuatan, peristiwa dan keadaan yang menjadi dasar

pengenaan pajak.

4.1.2. Rasio Pajak

Beberapa asas pemungutan pajak yang terjabarkan di atas tentunya akan memperlihatkan

kemampuan Negara dalam mengupayakan pemungutan pajak. Ukuran untuk menilai kemampuan

pemerintah dalam memungut pajak inilah yang disebut dengan rasio pajak. Pada konteks ini, rasio pajak yang bisa kita cermati adalah

Indonesia. Menurut Studi Welfare Initiative for Better Societes Policy Review (2012) mencatat bahwa pajak merupakan sumber

penerimaan terbesar dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Pada tahun 2012, misalnya, proyeksi penerimaan pajak

berkontribusi sebesar Rp 1.033 triliun atau hampir empatperlima penerimaan negara. Meski terlihat besar, penerimaan tersebut

sebenarnya masih rendah ditinjau dari nilai rasio pajak terhadap Product Domestic Bruto (PDB).

Pada umumnya, negara yang lebih maju memiliki rasio pajak lebih tinggi. Rasio pajak Indonesia masih berkisar 12% terhadap

PDB. Rasio ini termasuk dalam kategori rendah, apabila dibandingkan dengan negara-negara setara. Indonesia saat ini termasuk dalam

kategori negara pendapatan menengah bawah (lower middle income) dan rata-rata rasio pajak pada negara dalam kategori ini adalah

sebesar 19%. Kapasitas penggalian pajak di Indonesia bahkan masih lebih buruk dibandingkan rata-rata rasio pajak negara miskin (low

income) yang mencapai 14,3%. Hal ini seperti terjabar dalam grafik sebagai berikut :

Sumber : Prakarsa, Policy Review (2012)

Tabel diatas memperlihatkan bahwa sebenarnya rasio penerimaan pajak Indonesia lebih rendah dari rata-rata negara miskin. Hal

ini mengindikasikan adanya persoalan mendasar dalam kapasitas pemungutan pajak. Hanya saja apabila kondisi ini ditinjau dari sudut

pandang positif, ragam persoalan tersebut bisa dibenahi karena potensi penerimaan pajak di Indonesia sangatlah tinggi. Faktanya, dalam

setiap Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), Indonesia senantiasa kehilangan potensi pajaknya. Pada APBN 2012,

misalnya, penerimaan pajak di Indonesia diproyeksikan mencapai Rp. 1,033 triliun. Berdasarkan kategori negara yang berpendapatan

menengah, jumlah ini mengindikasikan bahwa Indonesia kehilangan potensi pajak sekitar Rp. 512 triliun atau hampir 50%. Perkir aan

konservatif International Monetary Fund (IMF), potensi pajak yang hilang juga lebih dari 40%.

Keliat (2014:110) mencatat bahwa ketidakmampuan negara memungut pajak yang lebih

besar daripada yang seharusnya akhirnya membawa posisi Indonesia untuk memilih jalan utang

sebagai satu-satunya untuk membiayai pembelanjaan negara. Kebijakan utang yang

Page 12: repositori.unud.ac.id · “Terima kasih atas partisipasi Anda dalam menghitung, membayar dan melaporkan SPT Tahunan. PAJAK untuk pembangunan Bangsa.” Kutipan diatas tertera pada

“ditradisikan” sebagai pilihan akhirnya harus mengalahkan atau meninggalkan pilihan “yang

sebenarnya” harus dijalankan yaitu meningkatkan penerimaan pajak.

Apabila pada satu tahun anggaran jumlah utangnya maka utang tersebut hampir selalu lebih

besar dari cicilan hutang. Pada suatu tahun anggaran misalnya kalkulasi akumulasi utang

mencapai 132,633 miliar dollar AS. Hal ini berarti menyiratkan bahwa setiap penduduk

Indonesia menanggung utang Rp. 10 juta rupiah. Akumulasi utang dan pendapatan rendah akan

membawa Indonesia terjebak dalam perangkap utang atau debt trap (Keliat, 2014:11). Rasio

penerimaan pajak di Indonesia kondisinya bahkan lebih rendah dari rata-rata penerimaan pajak

negara miskin. Hal ini sekaligus menunjukkan bahwa terdapat masalah mendasar dalam

kapasitas pemungutan pajak yang dilakukan oleh Negara.

4.2. Keadilan, Pembukuan dan Cara Pemungutan Pajak

Pada proses pemungutan pajak, Negara mengedepankan asas-asas pemungutan pajak

terutama prinsip keadilan. Prinsip keadilan menjadi sangat penting di saat ketimpangan ekonomi

masih resisten mendominasi kehidupan perekonomian masyarakat Indonesia.

Mengenai prinsip keadilan ini beberapa ahli mengemukakan beberapa definisi, antara lain

Adam Smith dalam bukunya Wealth of Nations (Sari, 2013). Pada buku ini, Smith

mengemukakan ajarannya yang terkenal The Four Maxims. Terdapat beberapa hal penting dalam

pemungutan pajak.

Asas Equality (asas keseimbangan dengan kemampuan atau asas keadilan) artinya

pada setiap pemungutan pajak negara harus melihat kemampuan dan penghasilan

wajib pajak. Pada konteks ini negara tidak boleh bertindak diskriminatif terhadap

wajib pajak;

Asas Certainty (asas kepastian hukum) artinya pungutan pajak harus berdasarkan

regulasi yang berlaku, sehingga bagi yang melanggar akan dapat dikenai sanksi

hukum;

Asas Convinience of Payment (asas pemungutan pajak yang tepat waktu atau asas

kesenangan artinya pemungutan pajak harus dilakukan pada saat yang tepat / baik

bagi wajib pajak misalnya disaat wajib pajak baru menerima penghasilannya atau

disaat wajib pajak menerima hadiah.

Asas Effeciency (asas efesien atau asas ekonomis) artinya segala bentuk

pembiayaan pemungutan pajak diusahakan sehemat mungkin, jangan sampai

terjadi biaya pemungutan pajak lebih besar dari hasil pemungutan pajak.

Pendapat lain dikemukakan W.J. Langen yang menekankan beberapa asas dalam

pemungutan pajak, seperti :

Asas daya pikul artinya besar kecilnya pajak yang dipungut harus berdasarkan

besar kecilnya penghasilan wajib pajak. Semakin tinggi penghasilan maka

semakin tinggi pajak yang dibebankan;

Asas manfaat artinya pajak yang dipungut oleh negara harus digunakan untuk

kegiatan-kegiatan yang bermanfaat untuk kepentingan umum.

Asas kesejahteraan artinya pajak yang dipungut oleh negara digunakan untuk

meningkatkan kesejahteraan rakyat;

Asas kesamaan artinya dalam kondisi yang sama antara wajib pajak yang satu

dengan yang lain harus dikenakan pajak dalam jumlah yang sama (diperlakukan

sama);

Page 13: repositori.unud.ac.id · “Terima kasih atas partisipasi Anda dalam menghitung, membayar dan melaporkan SPT Tahunan. PAJAK untuk pembangunan Bangsa.” Kutipan diatas tertera pada

Asas beban yang sekecil-kecilnya artinya pemungutan pajak diusahakan sekecil-

kecilnya (serendah-rendahnya) jika dibandinglan sengan nilai obyek pajak.

Sehingga tidak memberatkan para wajib pajak.

Sedangkan tokoh lainnya, Adolf Wagner mengemukakan asas pemungutan pajak antara

lain :

Asas politik finalsial yaitu pajak yang dipungut negara jumlahnya harus memadai

sehingga dapat membiayai atau mendorong semua kegiatan negara;

Asas ekonomi yaitu penentuan obyek pajak harus tepat, misalnya pajak

pendapatan, serta pajak untuk barang-barang mewah;

Asas keadilan yaitu pungutan pajak berlaku secara umum tanpa diskriminasi,

untuk kondisi yang sama diperlakukan sama pula;

Asas administrasi yaitu menyangkut masalah kepastian perpajakan (kapan,

dimana harus membayar pajak), keluwesan penagihan (bagaimana cara

membayarnya) dan besarnya biaya pajak;

Asas yuridis yaitu pungutan pajak harus berdasarkan Undang-Undang.

Jelas kiranya dari definisi yang dikemukakan para ahli sebagian besar menyatakan bahwa

asas pemungutan pajak harus memperhatikan dan menekankan aspek keadilan. Pada konteks ini,

pengenaan pajak harus sebanding dengan kemampuan dan penghasilan wajib pajak. Equality

pembagian beban pajak di antara masing-masing subjek pajak hendaknya dilakukan seimbang

dengan kemampuannya yaitu seimbang dengan penghasilan yang diterima oleh setiap subjek

pajak.

Terdapat kajian kasus menarik mengenai Negara Yunani. Kajian ini memperlihatkan

mengenai pengingkaran atas prinsip-prinsip pemungutan pajak yang disebutkan diatas dimana

berujung pada situasi krisis ekonomi (disarikan dari berbagai sumber www.viva.co.id, Senin, 17

Desember 2012 dan diplomatmudahiuinsyarifhidayatullah.blogspot.com). Yunani dan Krisis Keuangan

Negara Yunani semenjak awal tahun 2011 mengalami krisis keuangan yang parah. Krisis ini berimbas

pada kondisi ekonomi Yunani yang benar-benar lumpuh. Munculnya berbagai aksi demo dan mogok

massal yang dilakukan ratusan ribu pekerja dan pegawai pemerintah telah mengakibatkan berbagai sektor di Yunani lumpuh total. Puncaknya aksi demo dan mogok masal ini menelan 3 koban jiwa yang tebunuh

akibat ledakan dan kebakaran yang terjadi di Bank Marfin Athena.

Aksi yang dilakukan masyarakat Yunani ini merupakan bentuk perlawanan terhadap keputusan

pemerintah yang mengeluarkan kebijakan sinering terhadap gaji pegawai negeri, menaikkan beberapa

Page 14: repositori.unud.ac.id · “Terima kasih atas partisipasi Anda dalam menghitung, membayar dan melaporkan SPT Tahunan. PAJAK untuk pembangunan Bangsa.” Kutipan diatas tertera pada

jenis pajak, menunda dana pensiun, dan memangkas anggaran militer sebagai upaya meningkatkan

cadangan devisa negaranya. Untuk mengurangi dampak krisis ini, Yunani melakukan reformasi pemungutan pajak dan sekaligus menindak kecurangan pajak. Hal ini mengingat sebelumnya banyak

pajak yang dikemplang oleh oknum pegawai pajak melakukan pemilik usaha. Pendapatan yang hilang

dari sektor pajak bisa mencapai lima persen dari output nasional negara Yunani.

Perekonomian Yunani yang tidak terpantau sistem pajak berjumlah lebih dari seperempat dari output tahunan pada tahun 2011 dan kondisi ini merupakan level tertinggi di kalangan anggota Uni Eropa.

Di Yunani sudah dianggap lumrah bagi para pelaku usaha kecil melaporkan penjualan yang lebih rendah

dari sebenarnya sehingga membayar pajak pertambahan nilai yang lebih rendah dari seharusnya. Para wirausaha seperti tukang ledeng dan tukang listrik memilih dibayar secara tunai biasanya tidak disertai

dengan pembuatan tanda terima.

Akibatnya sebesar 53 miliar euro pajak yang jatuh tempo kepada negara Yunani, 15 hingga 20 persen

seharusnya bisa dipungut, namun menjadi nihil ketika perilaku korupsi merajalela. Pada upaya mereduksi dampak resiko krisis, sistem pajak Yunani akhirnya dirombak dengan peraturan

yang lebih ringkas dan mudah. Peraturan baru mencabut sejumlah pengecualian pajak dan menaikkan

pajak properti, korporat dan rumah tangga yang berpendapatan di atas rata-rata. Pemerintah juga memungut pajak atas pendapatan modal dari harga saham yang diperdagangan di bursa Athena. Langkah-

langkah ini diharapkan bakal menambah pemasukan negara Yunani dari sektor pajak sekitar 2,5 miliar

euro selama 2013-2014. Menggenjot pendapatan dari sektor pajak perlu bagi Yunani untuk mengatasi krisis utang.

Belajar dari kasus diatas tentunya terdapat tiga penyebab krisis ekonomi di Yunani

(Tumakaka, Disampaikan dalam Materi Pemagangan Mahasiswa Prodi Ilmu Administrasi

Negara dan Program Studi Ilmu Politik FISIP Unud 2015:Mei). Pertama, yaitu korupsi berupa

maraknya fakelaki (amplop kecil) untuk suap. Kedua, naiknya hutang dengan besarnya utang

160% PDB. Ketiga, adanya defisit neraca perdagangan, dimana nilai impor yang melampaui

nilai ekspor. Hal ini mempengaruhi angka pertumbuhan ekonomi di Yunani sempat terpuruk

sebagai berikut :

Sumber : Tumakaka (2015) disampaikan dalam materi Pemagangan Mahasiswa Prodi Ilmu Adminsitrasi Negara FISIP Unud

Kegagalan sistem perpajakan di Yunani mengakibatkan adanya turunnya Tax Ratio

sebesar 2.8% dari 2001-2009. Kontribusi pajak akhirnya hanya dipikul sebagian kecil

masyarakat. Penyebab lain adalah terdapatnya besaran tax evasion sebesar 30% total

Page 15: repositori.unud.ac.id · “Terima kasih atas partisipasi Anda dalam menghitung, membayar dan melaporkan SPT Tahunan. PAJAK untuk pembangunan Bangsa.” Kutipan diatas tertera pada

penerimaan. Pada kondisi ini kontribusi pajak turun dan utang terus meningkat. Potensi Pajak

banyak yang hilang sebesar 33% sehingga aktifitas ekonomi lebih banyak dikuasai pedagang

black market yg tidak membayar pajak. Legarde list menyatakan bahwa 2.000 rekening jumbo

terparkir di Bank Swiss. Kondisi terakhir yang terjadi di negara Yunani hingga kini untuk

memulihkan perekonomiannya, negara ini melakukan beberapa langkah. Langkahnya antara lain

pemotongan gaji pegawai dan pensiunan, pengurangan subsidi rakyat, serta langkah lainnya

dalam mengatasi pengangguran.

Refleksi Awal Lumpuhnya kehidupan ekonomi di Yunani akibat tidak bisa membayar hutang kepada IMF yang

sudah jatuh tempo pada akhirnya menyertakan sedikit imbas bagi Indonesia (Metrotvnews.com 10 Juli

2015). Awalnya tercatat oleh beberapa pengamat, meski Indonesia dan Yunani memiliki kerjasama namun tidak banyak nilai ekspornya USD200 juta atau Rp. 2,6 triliun dan sebagian besar adalah kelapa

sawit dan pertanian. Begitu pula sekitar 1000 warga negara Indonesia yang sebagian besar bekerja di

sektor informal kehilangan pekerjaannya akibat krisis ini. Negara terdampak justru di negara-negara Uni Eropa (UE).

Terdapat tawaran dana talangan dari kreditor Internasional pemerintahan zona mata uang euro

yang dipimpin Jerman sebesar US 95 miliar dollar Amerika. Hanya saja tuntutannya Perdana Menteri

Alexis Tsipras harus melakukan paket pengetatan menyeluruh dengan menyerahkan sebagian kewenangannya kepada pengawasan pihak asing. Kewajiban Tsipiras adalah mengakhiri pengetatan

ekonomi, mengesahkan legislasi terkait pemotongan dana pensiun, penaikan pajak pertambahan nilai dan

kebijakan penjualan aset sektor publik senilai 50 miliar euro dibawah pengawasan kreditur asing (Bisnis.com, 15 Juli 2015).

Hal inilah yang memaksa PM Yunani mengadakan referendum ke masyarakat. Hasilnya 38,69%

warga menerima bantuan asing dan 61,31% menolak bantuan asing. Hasil referendum ini tentu membuat

kaget seluruh menteri zona euro dan segera menimbang ulang persyaratannya. Di sisi lain para penentang kebijakan penghematan yang datang dari petinggi partai politik menyanjung langkah dari hasil

referendum ini sebagai kemajuan demokrasi bagi Yunani (Kompas.com 6 Juli 2015).

Refleksi bagi kita tentunya teladan di balik krisis Yunani ini adalah adanya penghargaan Negara (baca : pemerintah) atas kedaulatan rakyat. Negara sangat mengakui bahwa rakyat adalah pihak yang tak

boleh diabaikan dalam penentuan kebijakan meski harus langkah cepat dan tepat untuk keluar dari situasi

krisis. Pengalaman rejim Orde Baru maupun pemimpin negara sesudahnya yang terkesan sepihak dalam menerima bantuan keuangan dari kreditur lembaga (negara) asing / internasional tanpa menimbangkan

secara matang akibat atau konsekuensinya adalah pelajaran berharga betapa kearifan dalam pengambilan

kebijakan terkait penerimaan bantuan asing perlu menjadi perhatian. Akibatnya tercatat banyak kasus

besar ekonomi terjadi di negara kita seperti Krisis Ekonomi Tahun 2007-2008 serta kasus-kasus yang menyeret oknum mantan menteri kita di meja pengadilan akibat terjerat kasus tindak korupsi di dalamnya.

Pada kasus ini Yunani telah memberikan teladan betapa Pemerintah masih memberikan ruang

bagi warganya untuk menentukan sikapnya secara langsung sebagai imbalan atas kesetiaan warganya dalam membayar pajak. Warga yang telah membayar pajak tidak sekedar dipandang sebagai obyek atas

instrumen revenue policy atau kebijakan menarik pendapatan semata, melainkan dilibatkan pula dalam

penentuan kebijakan strategis bagi negaranya.

4.3. Pembukuan dan Pencatatan Pajak

Mengaca dari pengalaman negara Yunani diatas maka dalam menjamin berjalannya asas

keadilan dalam pemungutan pajak tentunya sangat dibutuhkan adanya pencatatan atau

pembukuan perpajakan secara benar dan terarah. Pembayaran pajak merupakan kewajiban

masyarakat kepada negara yang harus dipatuhi. Di sisi lain, negara harus memberikan

kepercayaan penuh kepada masyarakat untuk menghitung sendiri besarnya pajak yang harus

Page 16: repositori.unud.ac.id · “Terima kasih atas partisipasi Anda dalam menghitung, membayar dan melaporkan SPT Tahunan. PAJAK untuk pembangunan Bangsa.” Kutipan diatas tertera pada

dibayar (Burton, 2014:29). Pemberian kepercayaan ini salah satunya tertuang dalam aktifitas

pembukuan pajak.

Pembukuan pajak digunakan sebagai dasar penghitungan pajak terutang pada suatu tahun

pajak. Pada upaya ini dibutuhkan adanya informasi yang benar dan lengkap mengenai

penghasilan wajib pajak guna pengenaan pajak yang adil dan wajar senilai dengan kemampuan

ekonomi masing-masing wajib pajak. Untuk dapat menyajikan informasi tersebut, maka

diperlukan adanya aktifitas pembukuan pajak yang mana pada proses pembukuan ini wajib pajak

dapat mengetahui sendiri berapa besanya pajak terutang yang harus dilaporkan dan disetorkan.

Secara harafiah, pembukuan memiliki arti proses pencatatan secara teratur untuk

mengumpulkan data dan informasi tentang keadaan harta, kewajiban atau utang, modal,

penghasilan dan biaya serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa yang

ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca dan perhitungan laba rugi pada setiap

periode tahun pajak tersebut (Sari, 2013:222).

Pencatatan pajak memiliki arti pengumpulan data secara teratur tentang peredaran atau

penerimaan bruto dan atau penghasilan bruto sebagai dasar untuk menghitung jumlah pajak yang

terutang termasuk penghasilan yang bukan obyek pajak dan atau yang dikenai pajak yang

bersifat final.

Aktifitas pembukuan pajak wajib diselenggarakan oleh wajib pajak (WP) badan serta

Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan atau pekerjaan bebas dengan peredaran

bruto kurang dari Rp. 4.800.000.000,00 setahun. Pada aktifitas pembukuan pajak diawali dengan

pencatatan yaitu pengumpulan data secara teratur tentang peredaran bruto dan atau penerimaan

penghasilan sebagai dasar untuk menghitung jumlah pajak yang terutang. Pencatatan dapat

dilakukan oleh WP Orang Pribadi yang diperkenankan norma perhitungan penghasilan neto,

yaitu WP Orang Pribadi yang peredaran brutonya di bawah Rp. 4.800.000.000,00 (empat miliar

delapan ratus juta rupiah) dalam setahun (Sari, 2013:222).

Terdapat beberapa syarat penyelenggaraan pembukuan (Sari, 2013:223). Pertama,

diselenggarakan secara teratur dan mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya

dengan menggunakan huruf latin, angka arab, satuan mata uang rupiah, dan disusun dalam

Bahasa Indonesia. Kedua, pencatatan dalam satu tahun harus diselenggarakan secara kronologis.

Ketiga, buku, catatan, dan dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan

dokumen lain termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan yang dikelola secara elektronik

atau secara progam aplikasi online wajib pajak, harus disimpan selama 10 tahun di tempat

tinggal wajib pajak atau tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas. Keempat, pencatatan terdiri

atas data yang dikumpulkan secara teratur tentang peredaran atau penerimaan bruto dan atau

penghasilan bruto sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terutang, termasuk penghasilan

yang bukan objek pajak dan atau yang dikenakan pajak yang bersifat final. Kelima, pembukuan

sekurang-kurangnya terdiri dari catatan yang dikerjakan secara teratur tentang catatan mengenai

harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta penjualan dan pembelian sehingga dapat

dihitung besarnya pajak yang terutang. Keenam, bagi wajib pajak yang mempunyai lebih dari

satu jenis usaha dan atau tempat usaha, pencatatan harus dapat menggambarkan secara jelas

untuk masing-masing jenis usaha dan atau tempat usaha yang bersangkutan. Ketujuh, selain

menyelenggarakan pencatatan di atas, Wajib Pajak Orang Pribadi harus menyelenggarakan

pencatatan atas harta dan kewajiban.

Wajib pajak yang dikecualikan dari kewajiban menyelenggarakan pembukuan dan

melakukan pencatatan adalah Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak wajib menyampaikan Surat

Page 17: repositori.unud.ac.id · “Terima kasih atas partisipasi Anda dalam menghitung, membayar dan melaporkan SPT Tahunan. PAJAK untuk pembangunan Bangsa.” Kutipan diatas tertera pada

Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan. Tujuan penyelenggaraan pembukuan dan pencatatan

antara lain untuk mempermudah pengisian SPT, perhitungan penghasilan kena pajak,

penghitungan PPN dan PPN, serta mengetahui posisi keuangan dan hasil kegiatan usaha atau

pekerjaan bebas. Pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain termasuk hasil pengolahan data

dari pembukuan yang dikelola secara elektronik atau secara progam aplikasi online wajib pajak,

harus disimpan selama sepuluh tahun di Indonesia dengan ketentuan wajib pajak adalah orang

pribadi, di tempat kegiatan atau tempat tinggal serta wajib pajak badan dengan tempat

kedudukannya yang jelas (Sari, 2013:224).

Pembukuan diselenggarakan dengan prinsip taat asas dan dengan stelsel akrual atau

stelsel kas. Perubahan tahun buku dan perubahan metode pembukuan harus mendapat

persetujuan Direktur Jenderal Pajak. Wajib pajak yang dapat menyelenggarakan pembukuan

dalam bahasa asing dan mata uang selain rupiah adalah wajib pajak dalam rangka penanaman

modal asing; wajib pajak dalam rangka kontrak karya; wajib pajak dalam rangka kontrak bagi

hasil; bentuk usaha tetap, serta wajib pajak yang berafiliasi dengan perusahaan induk di luar

negeri. Pembukuan yang diselenggarakan oleh wajib pajak bersifat rahasia. Pada saat dilakukan

pemeriksaan oleh pihak pemeriksa pajak, maka kerahasiaan untuk merahasiakan pembukuan itu

ditiadakan atau gugur.

Dalam hal tata cara pemungutan pajak pada warganya, dalam pemungutannya negara

harus berpegang pada beberapa karateristik pemungutan. Beberapa karakteristik tersebut antara

lain (Sari, 2013:76):

1. Stelsel nyata atau riil, yaitu pengenaan pajak didasarkan pada objek penghasilan

nyata sehingga pemungutannya baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak,

yakni setelah penghasilan yang sesungguhnya diketahui. Kelebihan model ini

pajak dikenakan lebih realistis, sedangkan kelemahannya pajak baru dikenakan

pada akhir periode;

2. Stelsel anggapan, yaitu pengenaan pajak didasarkan pada anggapan yang diatur

undang-undang. Kelebihan model ini pajak dibayar selama tahun berjalan, tanpa

harus menunggu sampai akhir tahun. Sedangkan kelemahannya adalah pajak

dibayarkan tidak berdasarkan keadaan sesungguhnya;

3. Stelsel campuran yaitu pada awal tahun, besarnya pajak dihitung berdasarkan

suatu anggapan,kemudian pada akhir tahun pembayaran didasarkan dan

disesuaikan dengan keadaan sebenarnya.

Negara juga memiliki sistem pemungutan pajak tertentu. Negara pada kondisi ini

menjalankan beragam metoda bagaimana mengelola utang pajak yang terutang oleh Wajib Pajak

dapat mengalir ke kas negara (Sari, 2013:78). Pertama, official assesment system yaitu sistem

pemungutan yang memberi wewenang kepada pemerintah/fiskus untuk menentukan besarnya

pajak yang terutang oleh wajib pajak. Cirinya adalah wewenang untuk menentukan besarnya

pajak terutang ada pada pemungut; wajib pajak bersifat pasif; serta utang pajak yang timbul

setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh pemungut. Kedua, self assesment system adalah

sistem pemungutan pajak yang memberikan wewenang pada wajib pajak untuk menentukan

sendiri besaran pajak yang terutang. Cirinya wewenang untuk menentukan besarnya pajak

terutang ada wajib pajak sendiri, dari proses penghitungan, setor dan pelaporan pajak yang

terutang. Pada posisi ini fiskus hanya mengawasi dan tidak campur tangan. Ketiga, with holding

system adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga,

bukan foskus dan bukan wajib pajak yang bersangkutan untung menentukan besarnya pajak

Page 18: repositori.unud.ac.id · “Terima kasih atas partisipasi Anda dalam menghitung, membayar dan melaporkan SPT Tahunan. PAJAK untuk pembangunan Bangsa.” Kutipan diatas tertera pada

terutang oleh wajib pajak. Cirinya wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang ada

pada pihak ketiga.

4.4. Tarif Pajak Tarif merupakan area sensitif karena didalam pengenaannya mencerminkan aspek

keadilan. Seseorang akan melaksanakan atau menjalankan kesukarelaan membayar pajak jika

lingkungannya menjamin keadilan. Ukuran keadilan ini menjadi ukuran pribadi sehingga

sifatnya sangat relative atau subyektif (Sari, 2013:46). Mardiasmo (2011:312) mengemukakan

pula bahwa tarif pajak merupakan dasar pengenaan pajak terhadap objek pajak yang menjadi

tanggungannya. Tarif pajak biasanya dinyatakan dalam bentuk persentase (%). Dasar pengenaan

pajak merupakan nilai berupa uang yang dijadikan dasar untuk menghitung pajak yang terutang.

Tarif pajak yang besarnya harus dicantumkan dalam undang-undang pajak merupakan

salah satu unsur yang menentukan rasa keadilan dalam pemungutan pajak. Penentuan besarnya

suatu tarif adalah hal yang krusial dimana kesalahan persepsi dalam penentuannya dapat

merugikan berbagai pihak termasuk Negara. Terdapat beberapa jenis pemungutan pajak (Sari,

2013:46).

Tarif progresif (progressive tax rate) merupakan tarif pemungutan pajak yang

persentasenya semakin besar atau meningkat apabila jumlah yang dijadikan dasar pengenaan

pajak juga semakin besar. PEnerapan tariff progresif untuk menghitung pajak terutang dilakukan

dengan menerapkan lapisan pajak. Dasar tariff progresif adalah sewajarnya artinya seseorang

membayar pajak sesuai dengan kemampuannya. Contoh : Kategorisasi Pajak sesuai Pasal 17 ayat

(1) huruf a Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008. Beberapa kategorinya antara lain :

Pendapatan Pengenaan Tarif

Rp. 0 – Rp. 50.000.000,- Tarif 5 %

Rp. 50.000.000,00 – Rp. 250.000.000,00 Tarif 15%

Rp. 250.000.000,00 – Rp. 500.000.000,00 Tarif 25%

Di atas Rp. 500.000.000,00 Tarif 30%

Tarif degresif (degressive tax rate) merupakan kebalikan dari tarif progresif. Tarif

degresif adalah tarif pemungutan pajak yang persentasenya semakin kecil bila jumlah yang

dijadikan dasar pengenaan pajak semakin besar. Namun, tidak berarti jika persentasenya semakin

kecil kemudian jumlah pajak yang terutang juga menjadi kecil. Angka ini bisa menjadi lebih

besar karena jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajaknya juga semakin besar.

Misalnya, terlihat pada tabel ini dibawah :

Pajak yang Terhutang Pengenaan Prosentase Jumlah Terhitung

Rp. 10.000.000,- 15% Rp. 1.500.000,-

Rp. 25.000.000,- 13% Rp. 3.250.000,-

Rp. 50.000.000,- 11% Rp. 5.500.000,-

Rp. 60.000.000,- 10% Rp. 6.000.000,-

Jadi menurut pengenaan tarif degresif besaran jumlah pajak yang terutang adalah sebesar

Rp.16.250.000

Tarif proporsional (proportional tax rate) atau tarif sebanding. Pengenaan tarif tidak lagi

dipengaruhi oleh naik turunnya dasar objek yang dikenakan pajak, karena tarifnya telah berlaku

secara sebanding. Tarif proporsional adalah tarif pemungutan pajak yang menggunakan

persentase tetap tanpa memerhatikan jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajak. Semakin

besar jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajak, akan semakin besar pula jumlah pajak

Page 19: repositori.unud.ac.id · “Terima kasih atas partisipasi Anda dalam menghitung, membayar dan melaporkan SPT Tahunan. PAJAK untuk pembangunan Bangsa.” Kutipan diatas tertera pada

terutang (yang harus dibayar). Tarif ini diterapkan dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun

2000 mengenai Tarif PPN dan PPnBM dengan pengenaan tarif proporsional sebesar 10%.

Misalnya terdapat pajak yang terutang sebagai berikut :

Pajak yang Terhutang Pengenaan Prosentase Jumlah Terhitung

Rp.15.000.000,- 10% Rp.1.500.000,-

Rp.25.000.000,- 10% Rp.2.500.000,-

Rp.40.000.000,- 10% Rp.4.000.000,-

Rp.60.000.000,- 10% Rp.6.000.000,-

Tarif tetap (fixed tax rate) adalah tarif pemungutan pajak yang besar nominalnya tetap

tanpa memperhatikan jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajak. Pengenaan atas tarif ini

didasarkan pada Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai (BM). Dengan

adanya PP No. 24 Tahun 2000, tarif yang digunakan adalah Bea Meterai dengan nilai nominal

sebesar Rp.3.000,00 dan Rp.6.000,00.

Hal yang digarisbawahi disini adalah bahwa partisipasi perpajakan sangat ditentukan oleh

kepemilikan warga. Tidak semua warga diberi beban berpartisipasi yang sama dalam

pembayaran pajak. Pada konteks ini, pajak dipandang sebagai sarana untuk membatasi yang kuat

dan melindungi yang lemah sekaligus penyeimbang antara kelompok masyarakat kaya dengan

kelompok masyarakat miskin menjadi titik tekan dalam soal partisipasi perpajakan rakyat. Pada

pengertian ini, pajak hanya dibebankan kepada kalangan yang memiliki sumber penghasilan,

sumber kekayaan dan harta benda yang diwajibkan oleh aturan perundang-undangan negara.

Pada penjelasan ini Tumakaka (2015 dalam Materi Pemagangan Mahasiswa Prodi Ilmu

Administrasi Negara dan Program Studi Ilmu Politik FISIP Unud) menggambarkannya sebagai

berikut :

Publik

PartisipasiPublik

PartisipasiPublik

Legislatif Eksekutif

Dewan Perwakilan Rakyat Presiden/Gubernur/Bupati

KebutuhanPublik

PartisipasiFinansial

11

APBN/APBD

Keuangan Negara

Page 20: repositori.unud.ac.id · “Terima kasih atas partisipasi Anda dalam menghitung, membayar dan melaporkan SPT Tahunan. PAJAK untuk pembangunan Bangsa.” Kutipan diatas tertera pada

Sumber : Tumakaka (2015) disampaikan dalam materi Pemagangan Mahasiswa Prodi

Ilmu Adminsitrasi Negara dan Program Studi Ilmu Politik FISIP Unud

Partisipasi warga dalam membayar pajak merupakan aktualisasi pengakuan

mereka atas kekuasaan yang terpilih dari proses demokrasi. Pada alur ini, warga

membayar pajak sebagai bentuk partisipasi finansial. Pajak inilah yang kemudian

pengalokasiannya diwujudkan dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) di

level Pemerintah Pusat maupun Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) di level

Pemerintah Daerah. Proses penyusunan hingga penetapan APBD ini melibatkan peran

Presiden dan DPR sebagai Pemerintah Pusat; serta Gubernur, Bupati atau Walikota dan

DPRD sebagai Pemerintah Daerah. Alokasi penerimaan APBN atau APBD inilah yang

salah satunya berasal dari pajak warga kemudian diperuntukkan sebagai belanja daerah.

Komponen belanja ini yang kemudian diperuntukkan bagi pendanaan atas program-

program kesejahteraan masyarakat. Aktualisasi atas komponen belanja ini seperti

terjabar dalam program-program populis Kartu Indonesia Sehat atau Kartu Indonesia

Pintar yang digencarkan pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo. Segenap

komponen belanja atas pelaksanaan program di bidang pendidikan dan bidang kesehatan

ini bersumber dari pendanaan APBN.

Pada contoh kasus program yang bersumber dari pendanaan APBD, seperti pada

program Jaminan Kesehatan Bali Mandara (JKBM), Bedah Rumah, Simantri, dan

program lain yang dijalankan Gubernur Bali Made Mangku Pastika. Pada pelaksanaan

program ini warga sebenarnya tetap bisa memiliki akses partisipasi untuk mengontrol

pelaksanaannya. Tidak hanya memilih wakil-wakilnya sebagai representasi kepentingan

di lembaga dewan, warga juga masih bisa mengontrol pelaksanaan atas program-program

yang dijalankan Pemerintah melalui saluran-saluran publik seperti media massa, media

sosial, hingga penyampaian petisi ke lembaga dewan. Substansi atas akses partisipasi

publik ini merupakan tuntutan warga agar bisa tetap mengontrol pajak yang telah

dibayarkannya terhadap pelaksanaan program-program pembangunan yang dijalankan

oleh Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah agar benar-benar berkomitmen pada

kebutuhan publik. Refleksi Diri

Pada akhir 2014 negara berhasil mengembalikan uang negara Rp. 2,6 Triliun dari

berbagai kasus penyimpangan pajak di level Pusat maupun Daerah. Pengembalian itu berbentuk uang tunai maupun sejumlah aset berdasarkan pengusutan kasus yang dilakukan selama tiga

tahun terakhir . Hasil kerja Tim Instruksi Presiden yang dibentuk saat maraknya kasus

penyimpangan pajak, termasuk kasus Gayus Tambunan. Uang ini masih terus nertambah sering dengan masuk berjalannya banyak proses hukum di sejumlah perkara. Tim ini bekerja dibawah

Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengedalian Pembangunan (UKP4). Misalnya,

untuk kasus Gayus Tambunan secara khusus negara berhasil menyita Rp. 74 miliar, 31 batang

logam mulia seberat @100 gram, satu rumah, satu apartemen dan dua mobil. Mantan Wakil Presiden Budiono saat itu menyatakan atas koordinasi dari berbagai

instansi pada tingkat Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah selama kurun tahun 2012-

2014 sebanyak 2.647 pegawai dan staf dari berbagai instansi telah mendapat sanksi dari paling ringan hingga diproses pidana karena terlibat penyimpangan pajak, baik Pajak Pusat maupun

Pajak Daerah (beritasatu.com tanggal 14 Oktober 2014).

Pada sisi yang sama, untuk mensiasati peningkatan Pajak Daerah yang transparan dan

bebas dari praktek korupsi maupun kolusi, beberapa daerah di Indonesia melakukan terobosan,

Page 21: repositori.unud.ac.id · “Terima kasih atas partisipasi Anda dalam menghitung, membayar dan melaporkan SPT Tahunan. PAJAK untuk pembangunan Bangsa.” Kutipan diatas tertera pada

salah satunya DKI Jakarta dengan menerapkan sistem Pajak Online. Pajak Online ini diterapkan

pada pajak hiburan, pajak hotel, pajak restoran dan pajak parkir. Untuk mencapai target pendapatan pajak daerah ini, Gubernur Basuki Tjahaya Purnama menerpakan enam langkah.

Pertama, memberlakukan peraturan tentang standarisasi alat transaksi elektronik. Kedua,

mewajibkan wajib pajak untuk menggunakan alat transaksi elektronik termasuk pelaporannya.

Ketiga, melakukan audit sistem informasi wajib pajak. Keempat, menggunakan fiber optic untuk mengganti wireless network. Kelima, melakukan standarisasi sistem informasi bagi wajib pajak.

Keenam, melakukan pembangunan sistem aplikasi sesuai spesifikasi mesin cash register. Melalui

langkah ini, Pemerintah DKI Jakarta akan menarrgetkan penerimaan Pajak Daerah sebesar Rp. 45,32 triliun dengan 10.951 wajib pajak dalam setahun (beritasatu.com tanggal 20 Januari 2015).

4.5.Koreksi Pajak

Pengertian koreksi pajak adalah koreksi atau penyesuaian yang harus dilakukan oleh

wajib pajak sebelum menghitung Pajak Penghasilan (PPh) bagi wajib pajak badan dan wajib

pajak orang pribadi (yang menggunakan pembukuan dalam menghitung penghasilan kena pajak).

Koreksi fiskal terjadi karena adanya perbedaan perlakuan/pengakuan penghasilan maupun biaya

antara akuntansi komersial dengan akuntansi pajak (https://herlinamargareta.wordpress.com).

Perbedaan tersebut dikategorikan menjadi beda tetap, yaitu penghasilan dan biaya yang

diakui dalam penghitungan laba neto untuk akuntansi komersial tetapi tidak diakui dalam

penghitungan akuntansi pajak. Contoh beda tetap adalah penghasilan berupa sumbangan dan

penghasilan bunga deposito. Biaya dalam konteks ini merupakan biaya sumbangan dan biaya

sanksi perpajakan. Sedangkan beda waktu adalah penghasilan dan biaya yang dapat diakui saat

ini oleh akuntansi komersial atau sebaliknya, tetapi tidak dapat diakui sekaligus oleh akuntansi

pajak, biasanya karena perbedaan metode pengakuan. Contoh beda waktu adalah penghasilan

pendapatan laba selisih kurs. Sedangkan contoh biaya pada beda waktu adalah biaya penyusutan

dan biaya sewa.

Terdapat beberapa jenis koreksi fiskal antara lain koreksi fiskal positif merupakan

koreksi fiskal yang menyebabkan penambahan penghasilan kena pajak dan PPh terutang. Pada

konteks ini contohnya adalah Biaya PPh. Selain itu terdapat pula koreksi fiskal negatif yang

merupakan koreksi dimana mengakibatkan pengurangan penghasilan kena pajak dan PPh

terutang. Pada konteks ini contohnya adalah penghasilan bunga deposito

Pengertian koreksi fiskal positif yaitu koreksi fiskal yang menyebabkan penambahan

penghasilan kena pajak dan PPh terutang. Terdapat tiga jenis koreksi fiskal positif

(www.wibowopajak.com/2012/01/jenis-koreksi-fiskal-positif.html). Pertama, pembagian laba

dengan nama dan dalam bentuk apapun seperti dividen, termasuk dividen yang dibayarkan oleh

perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi. Kedua,

biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu,

atau anggota. Ketiga, pembentukan atau pemupukan dana cadangan. Hanya saja disini yang

dikecualikan terdapat beberapa hal, yaitu ; cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan

badan usaha lain yang menyalurkan kredit, sewa guna usaha dengan hak opsi, perusahaan

pembiayaan konsumen, serta perusahaan asuransi termasuk cadangan bantuan sosial yang

dibentuk oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS); cadangan penjaminan untuk

Lembaga Penjamin Simpanan (LPS); cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan;

cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan; serta cadangan biaya penutupan dan

pemeliharaan tempat pembuangan limbah industri untuk usaha pengolahan limbah industri.

4.6. Hukum Perpajakan

Page 22: repositori.unud.ac.id · “Terima kasih atas partisipasi Anda dalam menghitung, membayar dan melaporkan SPT Tahunan. PAJAK untuk pembangunan Bangsa.” Kutipan diatas tertera pada

Pajak merupakan pungutan yang dilakukan negara atas warganya, sehingga menyangkut

seluruh rakyat yang berada di lingkup wilayah Republik Indonesia. Atas kondisi inilah maka

pada setiap pungutan pajak harus didasarkan pada dasar regulasi (hukum) tertentu. Hukum pajak

atau disebut pula sebagai hukum fiskal adalah keseluruhan dari peraturan-peraturan yang

meliputi wewenang pemerintah untuk mengambil kekayaan seseorang dan menyerahkannya

kembali kepada masyarakat melalui kas negara. Hukum perpajakan merupakan bagian hukum

publik yang mengatur hubungan antara negara dan orang-orang serta badan hukum yang

berkewajiban membayar pajak. Atas kondisi inilah maka hukum pajak seringkali disebut pula

sebagai cabang dari hukum administrasi (Sutedi, 2013:6).

4.6.1. Hukum Pajak Material dan Formal

Pada hakikatnya, hukum pajak mengatur hubungan antara pemerintah (fiscus) selaku

pemungut pajak dengan rakyat sebagai Wajib Pajak. Terdapat dua macam hukum pajak yaitu

(hukum-pajak.blogspot.com) :

1. Hukum pajak materil, yaitu memuat norma-norma yang menerangkan antara lain;

keadaan, perbuatan atau peristiwa hukum yang dikenai pajak (objek pajak), siapa yang

dikenakan pajak (subjek), berapa besar pajak yang dikenakan (tarif), segala sesuatu

tentang timbul dan hapusnya utang pajak, dan hubungan hukum antara pemerintah dan

Wajib Pajak. Contohnya adalah Undang-undang Pajak Penghasilan.

2. Hukum pajak formil memuat bentuk atau tata cara untuk mewujudkan hukum materil

menjadi kenyataan (cara melaksanakan hukum pajak materil). Hukum ini memuat antara

lain:

a. Tata cara penyelanggaraan (prosedur) penetapan suatu utang pajak.

b. Hak fiskus untuk mengadakan pengawasan terhadap para Wajib Pajak mengenai

keadaan, perbuatan dan peristiwa yang menimbulkan utang pajak.

c. Kewajiban Wajib Pajak misalnya menyelenggarakan pembukuan/pencatatan, dan hak-

hak Wajib Pajak misalnya mengajukan keberatan atau banding. Contoh: Ketentuan

Umum dan Tata Cara Perpajakan.

4.6.2. Klasifikasi Pajak

Klasifikasi Pajak dapat dibagi berdasarkan golongan sifat dan lembaga pemungut.

Klasifikasi pajak berdasarkan golongan antara lain pajak langsung dan pajak tidak langsung.

Pajak langsung merupakan pajak yang harus ditanggung sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat

dibebankan kepada pihak lain. Contohnya adalah Pajak Penghasilan (PPh). Pajak tidak

langsung merupakan pajak yang dapat dibebankan kepada pihak lain. Contohnya adalah Pajak

Pertambahan Nilai (PPN).

Klasifikasi pajak berdasarkan dua bentuk, yaitu pajak subyektif dan pajak obyektif. Pajak

subjektif merupakan pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak tanpa memperhatikan objek

pajak. Contoh pajak subyektif adalah PPh. Pajak objektif merupakan pajak yang dikenakan

terhadap objek pajak tanpa memperhatikan subjek pajak. Contoh pajak obyektif adalah PPN.

Klasifikasi pajak berdasarkan lembaga pemungut terdiri atas Pajak Daerah dan Pajak Pusat.

Mengenai Pajak Pusat dan Pajak Daerah ini, Tumakaka (2015 dalam Materi Pemagangan

Mahasiswa Prodi Ilmu Administrasi Negara dan Program Studi Ilmu Politik FISIP Unud)

menggambarkan sebagai berikut :

Page 23: repositori.unud.ac.id · “Terima kasih atas partisipasi Anda dalam menghitung, membayar dan melaporkan SPT Tahunan. PAJAK untuk pembangunan Bangsa.” Kutipan diatas tertera pada

Alur Penerimaan dan Penggunaan Pajak

Masyarakat

Bank

bayar

setor

Kantor Kas Negara

setor

APBN

APBDsetor

disalurkan • Kementerian• Lembaga• Instansi Vertikal• Masyarakat

disalurkan

• Dinas-Dinas• Masyarakat

Sumber : Tumakaka (2015) disampaikan dalam materi Pemagangan Mahasiswa Prodi Ilmu Adminsitrasi Negara

dan Prodi Ilmu Politik FISIP Unud

Pajak Daerah merupakan pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah dan digunakan

untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran daerah. Contohnya adalah : Pajak Kendaraan

Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor,

Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Reklame, Pajak Parkir, Pajak Penerangan

Jalan, Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan, dan Bea Perolehan Hak atas Tanah

dan Bangunan (BPHTB).

Pajak Pusat merupakan pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk

membiayai pengeluaran negara. Contohnya adalah Pajak Penghasilan (UU No. 36 Tahun 2008),

Pajak Pertambahan Nilai (UU No. 42 Tahun 2009), Bea Meterai (UU No.13 Tahun 1985), Bea

Masuk atau Kepabeanan (UU No. 17 Tahun 2006), dan Cukai (UU No.39 Tahun 2007).

4.6.3. Ketentuan dan Tata Cara Perpajakan

Ketentuan dan tata cara perpajakan di Indonesia diatur secara formal dalam

Undang-Undang Perpajakan. Pada Undang-Undang ini diatur mengenai prosedur atau

tata cara pemenuhan hak dan kewajiban perpajakan serta sanksi-sanksi bagi yang

melanggar kewjiban perpajakan. Pada Undang-Undang ini diatur pula ketentuan formal

dalam melaksanakan hukum pajak materil seperti UU Pajak Penghasilan (PPh), UU Pajak

Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPN dan PPnBM), UU

Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), UU Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan

(BPHTB), UU Bea Meterai dan UU Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (PPSP).

Pemungutan pajak dilaksanakan sesuai dengan ketentuan perundangan kecuali apabila

ketentuan perpajakan atau undang-undang pajak yang lain secara khusus menentukan

sendiri tata cara pemungutannya.

Page 24: repositori.unud.ac.id · “Terima kasih atas partisipasi Anda dalam menghitung, membayar dan melaporkan SPT Tahunan. PAJAK untuk pembangunan Bangsa.” Kutipan diatas tertera pada

Terdapat beberapa istilah penting dalam undang-undang perpajakan, khususnya

yang diatur dalam UU No. 28 Tahun 2007

(www.dpr.go.id/dokjdih/document/uu/UU_2007_28.pdf). Mengenai definisi pajak

merupakan kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan

yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan

secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya

kemakmuran rakyat. Pada pajak ini dibayarkan oleh wajib pajak adalah orang pribadi

atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang

mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan

perpajakan.

Badan merupakan sekumpulan orang dan/atau modal yang menjadi kesatuan baik

yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha, meliputi perseroan terbatas,

perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara dan badan usaha

milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana

pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik,

atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi

kolektif dan bentuk usaha tetap.

Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apa pun yang dalam

kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor

barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar

daerah pabean, melakukan usaha jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar daerah pabean.

Pengusaha kena pajak merupakan pengusaha yang melakukan penyerahan barang kena

pajak dan/atau penyerahan jasa kena pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-

Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya. Nomor Pokok Wajib Pajak

merupakan nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi

perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak

dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.

Masa Pajak merupakan jangka waktu yang menjadi dasar bagi wajib pajak untuk

menghitung, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang dalam suatu jangka waktu

tertentu sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang. Tahun pajak merupakan jangka

waktu 1 (satu) tahun kalender kecuali bila wajib pajak menggunakan tahun buku yang

tidak sama dengan tahun kalender. Bagian tahun pajak merupakan bagian dari jangka

waktu 1 (satu) tahun pajak.

Pajak yang terutang merupakan yang harus dibayar pada suatu saat, dalam masa

pajak, tahun pajak, atau bagian tahun pajak sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Surat pemberitahuan merupakan surat

yang oleh wajib pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran

pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/ atau harta dan kewajiban sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Surat pemberitahuan masa

adalah surat pemberitahuan untuk suatu masa pajak. Surat pemberitahuan tahunan adalah

surat pemberitahuan untuk suatu tahun pajak atau bagian tahun pajak.

Surat Setoran Pajak merupakan bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah

dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas

negara melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan. Surat

ketetapan pajak adalah surat ketetapan yang meliputi Surat Ketetapan Pajak Kurang

Page 25: repositori.unud.ac.id · “Terima kasih atas partisipasi Anda dalam menghitung, membayar dan melaporkan SPT Tahunan. PAJAK untuk pembangunan Bangsa.” Kutipan diatas tertera pada

Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Nihil, atau

Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar.

Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar adalah surat ketetapan pajak yang

menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan

pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah pajak yang masih

harus dibayar. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan adalah surat ketetapan

pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan. Surat

Ketetapan Pajak Nihil adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah pokok pajak

sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit

pajak. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar adalah surat ketetapan pajak yang menentukan

jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar daripada

pajak yang terutang atau seharusnya tidak terutang.

Surat Tagihan Pajak adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi

administrasi berupa bunga dan/atau denda. Surat Paksa adalah surat perintah membayar

utang pajak dan biaya penagihan pajak. Kredit Pajak untuk Pajak Penghasilan adalah

pajak yang dibayar sendiri oleh Wajib Pajak ditambah dengan pokok pajak yang terutang

dalam Surat Tagihan Pajak karena Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau

kurang dibayar, ditambah dengan pajak yang dipotong atau dipungut, ditambah dengan

pajak atas penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri, dikurangi dengan

pengembalian pendahuluan kelebihan pajak, yang dikurangkan dari pajak yang terutang.

Kredit Pajak untuk Pajak Pertambahan Nilai adalah Pajak Masukan yang dapat

dikreditkan setelah dikurangi dengan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak atau

setelah dikurangi dengan pajak yang telah dikompensasikan, yang dikurangkan dari pajak

yang terutang.Pekerjaan bebas adalah pekerjaan yang dilakukan oleh orang pribadi yang

mempunyai keahlian khusus sebagai usaha untuk memperoleh penghasilan yang tidak

terikat oleh suatu hubungan kerja.

Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data,

keterangan, dan/ atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional

berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban

perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan

perundang-undangan perpajakan.Bukti Permulaan adalah keadaan, perbuatan, dan/atau

bukti berupa keterangan, tulisan, atau benda yang dapat memberikan petunjuk adanya

dugaan kuat bahwa sedang atau telah terjadi suatu tindak pidana di bidang perpajakan

yang dilakukan oleh siapa saja yang dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan

negara.

Kredit Pajak untuk Pajak Pertambahan Nilai adalah Pajak Masukan yang dapat

dikreditkan setelah dikurangi dengan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak atau

setelah dikurangi dengan pajak yang telah dikompensasikan, yang dikurangkan dari pajak

yang terutang. Pekerjaan bebas adalah pekerjaan yang dilakukan oleh orang pribadi yang

mempunyai keahlian khusus sebagai usaha untuk memperoleh penghasilan yang tidak

terikat oleh suatu hubungan kerja. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun

dan mengolah data, keterangan, dan/ atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan

profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan

kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan

peraturan perundang-undangan perpajakan.

Page 26: repositori.unud.ac.id · “Terima kasih atas partisipasi Anda dalam menghitung, membayar dan melaporkan SPT Tahunan. PAJAK untuk pembangunan Bangsa.” Kutipan diatas tertera pada

Bukti permulaan adalah keadaan, perbuatan, dan/atau bukti berupa keterangan,

tulisan, atau benda yang dapat memberikan petunjuk adanya dugaan kuat bahwa sedang

atau telah terjadi suatu tindak pidana di bidang perpajakan yang dilakukan oleh siapa saja

yang dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara. Pemeriksaan Bukti

Permulaan adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk mendapatkan bukti permulaan

tentang adanya dugaan telah terjadi tindak pidana di bidang perpajakan. Penanggung

Pajak adalah orang pribadi atau badan yang bertanggung jawab atas pembayaran pajak,

termasuk wakil yang menjalankan hak dan memenuhi kewajiban Wajib Pajak sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk

mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal,

penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa,

yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca, dan laporan laba rugi

untuk periode Tahun Pajak tersebut. Penelitian adalah serangkaian kegiatan yang

dilakukan untuk menilai ke!engkapan pengisian Surat Pemberitahuan dan lampiran-

lampirannya termasuk penilaian tentang kebenaran penulisan dan penghitungannya.

Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan adalah serangkaian tindakan yang

dilakukan oleh penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu

membuat terang tindak pidana di bidang perpajakan yang terjadi serta menemukan

tersangkanya. Penyidik adalah pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan

Direktorat Jenderal Pajak yang diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk

melakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan.

Surat Keputusan Pembetulan adalah surat keputusan yang membetulkan

kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan/atau kekeliruan penerapan ketentuan tertentu

dalam peraturan perundang-undangan perpajakan yang terdapat dalam surat ketetapan

pajak, Surat Tagihan Pajak, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan,

Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi, Surat Keputusan Penghapusan

Sanksi Administrasi, Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak, Surat Keputusan

Pembatalan Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan

Pajak, atau Surat Keputusan Pemberian Imbalan Bunga.

Surat Keputusan Keberatan adalah surat keputusan atas keberatan terhadap surat

ketetapan pajak atau terhadap pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga yang

diajukan oleh Wajib Pajak.

Putusan Banding adalah putusan badan peradilan pajak atas banding terhadap

Surat Keputusan Keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak. Putusan Gugatan adalah

putusan badan peradilan pajak atas gugatan terhadap hal-hal yang berdasarkan ketentuan

peraturan perundang-undangan perpajakan dapat diajukan gugatan.

Putusan Peninjauan Kembali adalah putusan Mahkamah Agung atas permohonan

peninjauan kembali yang diajukan oteh Wajib Pajak atau oleh Direktur Jenderal Pajak

terhadap Putusan Banding atau Putusan Gugatan dari badan peradilan pajak.

Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak adalah surat keputusan

yang menentukan jumlah pengembalian pendahuluan kelebihan pajak untuk Wajib Pajak

tertentu. Surat Keputusan Pemberian Imbalan Bunga adalah surat keputusan yang

menentukan jumlah imbalan bunga yang diberikan kepada Wajib Pajak.

Page 27: repositori.unud.ac.id · “Terima kasih atas partisipasi Anda dalam menghitung, membayar dan melaporkan SPT Tahunan. PAJAK untuk pembangunan Bangsa.” Kutipan diatas tertera pada

Tanggal dikirim adalah tanggal stempel pos pengiriman, tanggal faksimili, atau

dalam hal disampaikan secara langsung adalah tanggal pada saat surat, keputusan, atau

putusan disampaikan secara langsung. Tanggal diterima adalah tanggal stempel pos

pengiriman, tanggal faksimili, atau dalam hal diterima secara langsung adalah tanggal

pada saat surat, keputusan, atau putusan diterima secara langsung.

4.7. Kasus Pajak Fiktif dan Pengemplang Pajak

Pada tataran praktis pemungutan pajak, senantiasa terdapat penyimpangan. Salah satu

diantaranya adalah terdapatnya kasus pajak fiktif. Kasus pajak fiktif adalah pelaporan pajak tidak

dalam kondisi sesungguhnya. Identik dengan kasus ini terdapat kasus pengemplangan pajak.

Sedangkan kasus pengemplang pajak adalah kasus yang melibatkan kelompok

masyarakat yang tidak peduli kepada keadilan dan kesejahteraan. Melalui tindakan

mengemplang pajak ini, wajib pajak sama saja telah membiarkan pemerintah kehilangan

kemampuan membangun ekonomi dan mendistribusikan kemakmuran pada sebuah negara.

Untuk memahami kondisi ini, harap dibaca beberapa studi kasus berikut ini : Kasus I Pajak Fiktif dari Berita Kompas, 30 Oktober 2014

PEMERINTAH RINGKUS PELAKU PAJAK FIKTIF

KOMPAS – Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan dan Bareskrim Mabes POLRI berhasil

meringkus tersangka penerbit faktur pajak fiktif. Tersangka yang berinisial SH alias RM merupakan komisaris PT

Mitra Solusi Lintasindo, yang menerbitkan faktur pajak yang tidak berdasar transaksi yang sebenarnya.

Dalam kasus itu, tersangka menggunakan tiga modus. Modus pertama yakni menerbitkan faktur pajak pertambahan nilai (pajak keluaran) atas nama PT Mitra Solusi Lintasindo tanpa adanya kegiatan atau transaksi yang

sebenarnya. Modus kedua yaitu menggunakan faktur pajak pertambahan nilai (pajak masukan) dari pihak ketiga

tanpa didasarkan pada kegiatan atau transaksi yang sebenarnya.

Sedangkan modus ketiga adalah menyampaikan surat pemberitahuan pajak, tapi isi pajak pertambahan nilainya tidak

benar. Akibat tindakan tersangka dan jejaringnya dalam kurun waktu 2010-2012 negara diperkirakan merugi sebesar

Rp 16,19 miliar. Sesuai dengan Undang-Undang perpajakan, tersangka diancam hukuman pidana penjara 2-6 tahun

penjara, serta denda sebesar 2-6 kali jumlah pajak dalam faktur pajak. (Baca: Mantan Petugas Cleaning Service

Kantor Pajak Jadi Tersangka Faktur Fiktif)

Setelah penangkapan tersebut, tersangka langsung diserahkan kepada PPNS (Penyidik Pegawai Negeri Sipil) Ditjen

Pajak untuk dilakukan pemeriksaan lanjut. Sebelumnya, PPNS Ditjen Pajak telah melakukan pemanggilan terhadap

SH alias RM untuk diperiksa sebagai tersangka. Namun tersangka tersebut melarikan diri, sehingga dimasukkan

dalam Daftar Pencarian Orang (DPO). Penyidikan atas tersangka SH alias RM merupakan pengembangan dari kasus penyidikan sebelumnya dengan

tersangka Muhammad Kamil alias Emka Tony (MK alias ET). Tersangka yang merupakan Direksi Mitra Solusi

Lintasindo ini sudah divonis bersalah melakukan tindak pidana pajak oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. MK

alias ET hukuman 1 tahun 6 bulan penjara, serta denda sebesar Rp 44 Milyar subsider kurungan 3 bulan.

Direktur Penyidikan dan Intelejen Ditjen Pajak Yuli Kritiyono membenarkan adanya hubungan antara tersangka SH

alias RM dengan jejaring pengemplan pajak Muhammad Kamil. "Betul sekali (ini merupakan salah satu

jejaringnya)," tutur Yuli kepada Katadata, Kamis 30/10).

Pelaku pengemplangan pajak dengan bermodus faktur pajak fiktif ini cukup banyak. Penanganan kepada penerbit

selama ini ternyata tidak menghilangkan minat pasar untuk meminta atau membeli faktur pajak. (Baca: Kasus

Faktur Fiktif, Ditjen Pajak Melawan Putusan Pengadilan)

Hal ini membuat potensi penerimaan negara hilang hingga triliunan Rupiah. Catatan Ditjen Pajak, sejak 2008 lebih dari 100 kasus faktur pajak fiktif yang berhasil dibongkar bersama kepolisian.

Meski demikian, Ditjen Pajak mengaku punya beberapa metode mengungkap kejahatan perpajakan tersebut.

Terutama dari aktivitas jual beli yang tidak lazim, sebab rata-rata penerbitan faktur bodong dilakukan perusahaan

bidang perdagangan.

Kondisi diatas terjadi sebagai konsekuensi atas pungutan pajak di Indonesia. Menurut

catatan Burton (2014:162) secara awal pemungutan pajak di Indonesia mengacu pada sistem

Page 28: repositori.unud.ac.id · “Terima kasih atas partisipasi Anda dalam menghitung, membayar dan melaporkan SPT Tahunan. PAJAK untuk pembangunan Bangsa.” Kutipan diatas tertera pada

official assessment dimana penghitungan pajak yang mesti dibayar oleh wajib pajak menjadi

kewenangan penuh pemerintah. Hanya saja semenjak tahun 1983 dilakukan perubahan dengan

memberikan kepercayaan penuh kepada wajib pajak untuk menghitung, menyetor dan

melaporkan sendiri pajak yang harus dibayar (self assessment). Pada saat sistem pemungutan

pajak ini ditetapkan dalam Undang-Undang Pajak maka secara otomatis regulasi ini menjadi

politik perpajakan yang disepakati bersama. Pada saat terjadi penyimpangan atas pemungutan

pajak, seperti terjadinya kasus pajak fiktif, maka kesalahan ini menjadi tanggungjawab bersama

yang harus diantisipasi.

Untuk mendalami pengertian ini lebih lanjut, terdapat kasus kedua sebagai berikut :

Kasus 2 : Pengemplang Pajak dari Berita Dirjen Pajak berita dari

www.mediaindonesia.com/editorial/view/293

PENGEMPLANG PAJAK DIMANA-MANA

Pengemplang pajak ialah kelompok masyarakat yang tidak peduli kepada keadilan dan kesejahteraan. Dengan

mengemplang, wajib pajak sama saja telah membiarkan pemerintah kehilangan kemampuan membangun ekonomi

dan mendistribusikan kemakmuran. Perlakuan paling tepat bagi mereka ialah tindakan tegas dan keras. Salah satu

contohnya ialah tindakan penyegelan Mal Green Tebet, kemarin. Mal yang terletak di Jl MT Haryono, Tebet,

Jakarta Selatan, itu disegel petugas pajak karena mengemplang pajak bumi dan bangunan selama 4 tahun.

Jumlah tunggakan pajak mal itu dilaporkan telah mencapai Rp1,8 miliar. Kita sangat mengapresiasi langkah petugas

pajak atas penyegelan mal itu. Tindakan tersebut sangat tepat momentumnya. Selama ini, kita jarang melihat pesan sekuat itu disampaikan aparat pajak kepada wajib pajak yang bandel. Tindakan penyegelan mal itu juga sejalan

dengan pernyataan Wapres Jusuf Kalla di depan Rapat Pimpinan Nasional Kamar Dagang dan Industri beberapa

waktu lalu. Dalam kesempatan itu, JK mengingatkan para pengusaha untuk taat membayar pajak.

Perilaku mengemplang, menurut JK, merupakan tindakan egoistis. Dengan mengemplang, pengusaha berarti tidak

peduli kepada kehidupan masyarakat. Karena itu, penyegelan mal pengemplang pajak menjadi pesan kuat bagi wajib

pajak lain yang masih dan atau berniat mengemplang pajak. Kita ingin tindakan tegas dan keras semacam itu

diteruskan dan diperluas. Diteruskan untuk membuat efek jera bagi pengemplang pajak benar-benar terbangun.

Diperluas agar tindakan tegas semacam itu dilakukan ke semua sektor, bukan hanya di sektor perdagangan ritel atau

mal-mal.

Salah satu sektor yang wajib diberi tindakan tegas ialah sektor pertambangan dan migas. Data Direktorat Jenderal

Pajak menyebutkan ketaatan pajak perusahaan di sektor pertambangan sangat rendah. Dari 11 ribu perusahaan

pemegang izin usaha pertambangan yang tercatat, hanya 2.000 yang tercatat memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP). Artinya, ada 9.000 perusahaan yang tidak membayar pajak.

Padahal, jika 9.000 perusahaan pertambangan itu semuanya taat membayar pajak, kita mungkin tidak perlu berutang

ke luar negeri untuk membiayai pembangunan. Karena itu, tindakan tegas dan keras semestinya juga diberlakukan

kepada para pengemplang pajak di sektor pertambangan dan migas. Sudah kerap kita mendengar pengemplangan

pajak secara masif oleh perusahaan-perusahaan besar di sektor itu, tetapi tindakan tegas dan keras terhadap mereka

masih nihil. Kita ingin penyegelan seperti yang dilakukan terhadap Mal Green Tebet, dalam bentuknya yang setara

juga diterapkan di sektor pertambangan.

Rasio pajak kita selama ini berkisar hanya 12% hingga 13%. Angka rasio itu baru separuh dari standar rasio

pembangunan milenium Perserikatan Bangsa-Bangsa, yakni sebesar 24%. Angka 12% hingga 13% itu bahkan

sangat jauh di bawah rata-rata rasio pajak negara maju anggota Organisasi untuk Kerja Sama Ekonomi dan

Pembangunan (OECD), yakni 35%. Karena itu, peningkatan rasio pajak tersebut harus digenjot. Tindakan tegas yang konsisten dari aparat pajak kepada pengemplang merupakan jalan menuju sasaran itu, bukan patgulipat seperti

yang selama ini kerap kita dengar.

Pajak menjadi penopang dominan pembiayaan APBN maupun APBD, sehingga berbagai

jenis pajak yang dipungut, pola pembayaran serta pengawasannya menjadi tanggungjawab

seluruh warga negara maupun pemerintah. Fungsi pajak secara ideal untuk membiayai

pembangunan, keadilan, pemerataan dan kesejahteraan seluruh warga negara.

Apabila membicarakan mengenai pajak sebagai instrument kesejahteraan dan keadilan,

sebenarnya terjadi kejanggalan di negara kita. Akumulasi kekayaan 40 orang terkaya di

Page 29: repositori.unud.ac.id · “Terima kasih atas partisipasi Anda dalam menghitung, membayar dan melaporkan SPT Tahunan. PAJAK untuk pembangunan Bangsa.” Kutipan diatas tertera pada

Indonesia yang setara dengan 10,3% PDB atau kekayaan 60 juta penduduk. (Policy Review,

2011). Melihat kesenjangan yang tinggi, sesuai asa keadilan maka besarnya beban pajak

seharusnya mengikuti tingginyua pendapatan atau kekayaan yang dimiliki seseorang. Maknanya,

semakin mampu dan kaya seseorang maka proporsi pajak yang dipungut seharusnya lebih tinggi.

Hanya saja secara praktek, yang terjadi sebaliknya. Kelompok kaya justru membayar pajak jauh

lebih kecil dari kelompok menengah bawah.Kondisi ini seperti terlihat pada realisasi APBN

2010 (Keliat, 2014:115).Penerimaan pajak yang berasal dari pajak penghasilan

pegawai/karyawan (PPh pasal 21) mencapai Rp. 55,3 triliun. Sedangkan pajak penghasilan

pribadi non pegawai/karyawan atau pengusaha hanya Rp. 3,6 triliun (PPh pasal 25/29). Hal

inilah yang dinilai tidak adil karena para pemilik usaha yang masuk kategori orang kaya justru

membayar pajak yang jauh lebih kecil. Kondisi ini juga ditengarai sebagai penyebab makin

timpangnya kesenjangan yang terjadi di Indonesia dan menjadi celah bagi maraknya kasus pajak

fiktif atau kasus pengemplang pajak.

Pada sisi yang sama rendahnya pemungutan pajak di Indonesia salah satunya juga

disebabkan antipati warga negara yang melihat buruknya tata kelola pajak dan kasus-kasus

penyimpangan pajak yang mempengaruhi ketidakpercayaan masyarakat terhadap institusi yang

melakukan pemungutan pajak. Studi Keliat (2014:117) menegaskan untuk membangun sistem

perpajakan yang kuat dibutuhkan konstruksi sistem yang mampu menyakinkan warganegara

bahwa mereka dilindungi dari praktik korupsi dan ketidakefisienan birokrasi. Studi yang

dilaksanakan pada 30 negara maju dan berkembang menunjukkan fakta bahwa terjadi korelasi

positif antara kepatuhan pajak dengan rendahnya tingkat korupsi dan efisiensi birokrasi.

Refleksi Akhir

Integritas menjadi kunci penting dalam setiap penyelenggaraan pelayanan publik di negara kita. Hasil temuan Komisi XI DPR menyatakan ada 12 titik rawan penyalahgunaan kewenangan dalam

perpajakan yang terjadi di seluruh jajaran Direktorat Jenderal Pajak mulai dari Daerah sampai ke Pusat.

Beberapa titik rawan tersebut antara lain terletak pada aktifitas proses pemeriksaan, penagihan dan pengadilan pajak, proses keberatan pajak, proses banding pajak, proses pemeriksaan bukti permulaan dan

penyidikan pajak, proses penuntutan (kejaksaan), proses persidangan (pengadilan negeri), oknum wajib

pajak (termasuk oknum konsultan pajak), oknum pejabat pajak, oknum pengadilan pajak, rekayasa

akuntansi pajak, rekayasa fasilitas pajak, serta rekayasa melalui peraturan perpajakan. Temuan lainnya adalah banyak pemeriksa pajak masih tidak profesional dan tidak berintegritas

dalam menjalankan kinerjanya. Petugas pajak merasa terbiasa memainkan proses penagihan dan

pembayaran yang hasilnya masuk ke kantong pribadi petugas pajak termasuk menghilangkan kohir. Pada proses account representative juga seringkali ditemukan tindak negosiasi melalui proses himbauan seperti

kasus “menjual” data. Titik rawan inilah yang berpotensi merugikan keuangan negara (Viva News. Com

tanggal 25 Januari 2011). Integritas masih ditafsirkan secara terbatas akan berjalan apabila aparat

pemungut pajak diberikan kompensiasi gaji atau tunjangan mencukupi. Sejalan dengan hal ini, pada Maret 2015, Jokowi menaikkan tunjangan kinerja bagi pegawai Direktorat Jenderal Pajak, sebesar 2,5 kali

lipat (Tribunnews.com 13 Februari 2015). Para aparatur negara diberikan tunjangan kinerja sesuai

peringkat jabatan (grade) dengan mempertimbangkan realisasi penerimaan pajak pada tahun sebelumnya yang besarannya, antara lain : Dirjen Pajak (grade 27) besarannya Rp. 117.375.000/bulan; Eselon II

(grade 20-23) besarannya Rp. 56.780.00-Rp. 81.940.000/bulan; Untuk Eselon III (grade 17-19)

besarannya Rp. 37.219.800-Rp. 46.478.000/bulan; serta untuk Eselon IV (grade 14-16) besarannya Rp. 22.935.765-Rp. 28.757.200/bulan

Maksud dari pemberian tunjangan ini tentunya untuk mengurangi tindak korupsi di lembaga ini.

Selain itu, terdapat pula wacana Dirjen Pajak akan menjadi badan langsung dibawah kendali tanggung

jawab presiden yang bernama Badan Penerimaan Pajak. Hal ini didasarkan beberapa pertimbangan. Kurang lebih 78% penerimaan negara berasal dari pajak yang kelak penerimaan ini digunakan mensubsidi

Page 30: repositori.unud.ac.id · “Terima kasih atas partisipasi Anda dalam menghitung, membayar dan melaporkan SPT Tahunan. PAJAK untuk pembangunan Bangsa.” Kutipan diatas tertera pada

kebutuhan pokok seperti BBM, listrik, menaikkan gaji aparat negara termasuk TNI Polri, mencicil hutang

luar negeri, bantuan desa, peningkatan taraf layanan pendidikan dan kesehatan, peningkatan kualitas alutsista serta kemakmuran rakyat lainnya. Hanya saja upaya pemenuhan atas pekerjaan peningkatan

penerimaan pajak tersebut tidak diimbangi dengan jumlah aparatur pemungut pajak yang masih kecil

dibandingkan dengan pihak yang harus dipungut yang tak lain adalah warga negara Indonesia sendiri.

Kalaupun Dirjen Pajak masih bernaung di Kementerian Keuangan, selain hambatan koordinasi kinerja, selama ini permintaan alokasi kebutuhan pegawai perpajakan juga masih terbatasi oleh formasi di

tingkat kementerian (Tumakaka, 2015). Dari sisi administrasi kepegawaian, Dirjen Pajak selama ini juga

merupakan institusi di bawah Kementerian Keuangan yang membawahi 32 ribu pegawai di bawah pimpinan pejabat eselon I. Sedangkan pejabat eselon II sebanyak 49 orang dan merupakan jumlah

terbesar dari seluruh kementerian sebab kementerian lainnya jumlahnya maksimal 10 orang. Berdasarkan

kondisi inilah dianggap pantas apabila pegawai dari Dirjen Pajak diberikan tunjangan kinerja yang

lumayan tinggi tentu guna meniadakan praktek kecurangan dalam pemungutan pajak. Dengan adanya badan ini maka target penerimaan pajak sebesar 1,439,7 triliun dari non migas serta pajak migas sebesar

139,3 triliun menjadi beban tersendiri sehingga perlu konsentrasi dalam pencapaian atas target ini

(Liputan 6.com, 17 Februari 2015).

4.8. Pajak Penghasilan (PPh)

Pajak Penghasilan (PPh) merupakan Pajak yang dikenakan terhadap Subjek Pajak

Penghasilan atas Penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak.

4.8.1. Landasan Historis

Pungutan Pajak Penghasilan memiliki latar belakang sejarah tersendiri di negara kita

(www.dispenda.tasikmalayakota.go.id). Sejarah pengenaan Pajak Penghasilan di Indonesia

dimulai dengan adanya tenement tax (huistaks) yang berlaku pada tahun 1816. Pajak ini

dikenakan sebagai sewa terhadap mereka yang menggunakan bumi sebagai tempat berdirinya

rumah atau bangunan. Hingga tahun 1908 terdapat perbedaan perlakuan perpajakan antara

penduduk pribumi dengan orang Asia dan Eropa. Pada saat itu, pengenaan pajak terdapat banyak

perbedaan dan tidak ada uniformitas perlakuan pajak. Tercatat beberapa jenis pajak yang hanya

diperlakukan kepada orang Eropa seperti "patent duty". Sebaliknya business tax atau

bedrijfsbelasting dikenakan bagi orang pribumi. Sejak tahun 1882 hingga 1916 dikenal adanya

Poll Tax yang pengenaannya didasarkan pada status pribadi, pemilikan rumah dan tanah.

Pada 1908 terdapat Ordonansi Pajak Pendapatan yang diperlakukan untuk orang Eropa,

dan badan-badan yang melakukan usaha bisnis tanpa memperhatikan kebangsaan pemegang

sahamnya. Dasar pengenaan pajak penghasilan yang berasal dari barang bergerak maupun

barang tidak bergerak, penghasilan dari usaha, penghasilan pejabat pemerintah, pensiun serta

pembayaran berkala. Tarifnya bersifat proporsional dari 1%, 2% dan 3% atas dasar kriteria

tertentu. Pada tahun 1920 dianggap sebagai tahun unifikasi, dimana dualistik yang sebelumnya

ada, dihilangkan dengan diperkenalkannya General income tax yakni Ordonansi pajak

pendapatan yang diperbaharui pada tahun 1920 (Ordonantie op de Herziene Inkomstenbelasting

1920, Staatsblad 1920 1921, No.312) yang berlaku baik bagi penduduk pribumi, orang Asia

maupun orang Eropa. Sesuai Ordonansi, pungutan atas pajak pendapatan telah menerapkan asas-

asas pajak penghasilan yakni asas keadilan domisili dan asas sumber.

Berdasarkan desakan kebutuhan serta makin banyaknya perusahaan yang didirikan di

Indonesia seperti perkebunan (ondememing) pada tahun 1925, ditetapkan Ordonasi pajak

perseroan tahun 1925 (Ordonantie op de Vennootschapbelasting). Melalui ordonansi ini Pajak

yang dikenakan terhadap laba perseroan dikenal dengan nama PPs (Pajak Perseroan). Ordonansi

mengalami beberapa kali perubahan dan penyempurnaan antara lain dengan Undang-Undang

Page 31: repositori.unud.ac.id · “Terima kasih atas partisipasi Anda dalam menghitung, membayar dan melaporkan SPT Tahunan. PAJAK untuk pembangunan Bangsa.” Kutipan diatas tertera pada

Nomor 8 Tahun 1970 tentang Perubahan dan Penyempurnaan Tatacara Pemungutan Pajak

Pendapatan 1944, Pajak Kekayaan 1932 dan Pajak Perseroan tahun 1925 yang dikenal dengan

UU MPO dan MPS. Perubahan penting lain adalah UU No. 8 tahun 1970 dimana fungsi pajak

dimasukkan dalam Ordonansi PPs 1925, khususnya ketentuan tentang cuti pajak (tax holiday).

Ordonasi PPs 1925 berlaku sampai dengan tanggal 31 Desember 1983, yakni saat

diadakannya reformasi pajak. Pada awal tahun 1925 bersamaan dengan mulai berlakunya

Ordonansi Pajak Perseroan 1925 dan dengan perkembangan pajak pendapatan di Negeri

Belanda, maka timbul kebutuhan merevisi Ordonansi Pajak Pendapatan 1920, yaitu

ditetapkannnya Ordonasi Pajak Pendapatan tahun 1932 (Ordonantie op de Incomstenbelasting

1932, Staatsblad 1932, No.111) yang dikenakan kepada orang pribadi (Personal Income Tax).

Asas-asas pajak penghasilan telah diterapkan kepada penduduk Indonesia; kepada bukan

penduduk Indonesia hanya dikenakan pajak atas penghasilan yang dihasilkannnya di Indonesia;

Ordonansi ini juga telah mengenal asas sumber dan asas domisili.

Makin banyaknya perusahaan yang mulai berdiri di Indonesia maka kebutuhan akan pengenaan

pajak terhadap pendapatan karyawan perusahaan muncul. Pada tahun 1935 ditetapkan Ordonansi

Pajak Pajak Upah (loonbelasting) yang memberi kewajiban kepada majikan memotong Pajak

Upah/gaji pegawai yang mempunyai tarif progresif dari 0% sampai dengan 15%. Pada saat

Perang Dunia II diberlakukan Oorlogsbelasting (Pajak Perang) menggantikan ordonansi yang

ada dimana tahun 1946 diganti dengan Overgangsbelasting (Pajak Peralihan). Regulasi ini

kemudian berlanjut Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1957 yang mengganti Pajak Peralihan

dengan nama Pajak Pendapatan pada tahun 1944 dengan singkatan Ord. PPd. 1944. Sedangkan

pajak pendapatan disingkat dengan PPd. saja.

Ord. PPd. 1944 mengalami beberapa kali perubahan hingga diterbitkannya Undang-

Undang Nomor 8 tahun 1968 tentang Perubahan dan Penyempurnaan Tatacara Pemungutan

Pajak Pendapatan 1944, Pajak Kekayaan 1932 dan Pajak Perseroan 1925, yang lebih terkenal

dengan "UU MPO dan MPS". Pada masa-masa sesudahnya regulasi ini disempurnakan dengan

Undang-Undang No. 9 tahun 1970 yang berlaku hingga 31 Desember 1983 dan kemudian

digantikan kembali saat diadakannya reformasi perpajakan di Indonesia.

4.8.2. Subyek Pajak Penghasilan

Pajak Penghasilan (PPh) merupakan jenis pajak subjektif yang kewajiban pajaknya

melekat pada Subjek Pajak yang bersangkutan (www.pajak.go.id). Kewajiban pajak pada pajak

penghasilan ini dimaksudkan untuk tidak dilimpahkan kepada Subjek Pajak lainnya. Dalam

rangka memberikan kepastian hukum, penentuan saat mulai dan berakhirnya kewajiban pajak

subjektif menjadi penting. Subjek PPh adalah orang pribadi; warisan yang belum terbagi sebagai

satu kesatuan, menggantikan yang berhak; badan; dan bentuk usaha tetap (BUT).

Subjek Pajak terdiri dari, Subjek Pajak Dalam Negeri dan Subjek Pajak Luar Negeri.

Terdapat beberapa subjek pajak dalam negeri. Orang pribadi yang bertempat tinggal di

Indonesia atau yang berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam

jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan

mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia.

Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, meliputi Perseroan

Terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah

dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan,

perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik atau organisasi yang sejenis,

lembaga, bentuk usaha tetap dan bentuk badan lainnya termasuk reksadana. Warisan yang belum

terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak.

Page 32: repositori.unud.ac.id · “Terima kasih atas partisipasi Anda dalam menghitung, membayar dan melaporkan SPT Tahunan. PAJAK untuk pembangunan Bangsa.” Kutipan diatas tertera pada

Untuk subjek pajak luar negeri antara lain adalah orang pribadi yang tidak bertempat

tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh t iga)

hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak

bertempat kedudukan di Indonesia yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui

badan usaha tetap yang ada atau domisilinya di Indonesia. Orang pribadi yang tidak bertempat

tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12

bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang dapat

menerima atau memperoleh panghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau

melakukan kegiatan dalam badan usahda yang ada di Indonesia.

Terdapat beberapa badan atau perorangan yang tidak termasuk subjek pajak. Pertama,

badan perwakilan negara asing. Kedua, pejabat perwakilan diplomatik, dan konsulat atau

pejabat-pejabat lain dari negara asing dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang

bekerja pada dan bertempat tinggal bersama-sama mereka. Hanya saja persyaratannya bukan

warga Negara Indonesia di Indonesia yang tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain di

luar jabatan atau pekerjaannya tersebut dan negara bersangkutan memberikan perlakuan timbal

balik.

Untuk organisasi-organisasi internasional yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri

Keuangan harus memiliki persyaratan, antara lain Indonesia menjadi anggota organisasi

tersebut, serta yang bersangkutan tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh

penghasilan dari Indonesia selain pemberian pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal

dari iuran para anggotanya. Sedangkan untuk pejabat-pejabat perwakilan organisasi

internasional yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan harus memiliki persyaratan

bukan warga negara Indonesia, serta tidak menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain

untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia.

Mengenai pajak penghasilan ini, terdapat pertanyaan dari salah satu peserta pemagangan

buku ajar Program Studi Ilmu Administrasi Negara dan Program Studi Ilmu Politik FISIP

Universitas Udayana mengenai kategori usaha yang dikenakan pajak penghasilan. Pada

pertanyaan ini dilontarkan pula mengenai pengenaan pajak atas usaha-usaha bisnis online yang

semakin marak di masyarakat. Jawaban yang diberikan Kepala Kanwil Direktorat Jenderal Pajak

Provinsi Bali atas pertanyaan tersebut ditegaskan mengenai hakikat dasar pengenaan pajak. Pajak

penghasilan tidak melihat pada jenis usahanya, melainkan pengenaannya didasarkan pada si

pelaku usaha yang mendapatkan penghasilan atas nilai transaksi atas usaha yang dijalankannya

itu, termasuk usaha bisnis online (E-commerce) yang marak belakangan ini. Pada kesempatan ini

pula, Kepala Kanwil DJP Bali mengajak mahasiswa sebagai salah satu komponen masyarakat

berperan aktif dalam mengawal penggunaan pajak.

4.9. Penutup

Kebijakan perpajakan bisa menjadi salah satu cerminan dari demokratis atau tidaknya

sebuah Negara. Mekanisme pengelolaan pajak di suatu negara akan memberikan kontribusi yang

berarti bagi terciptanya mekanisme-mekanisme demokrasi terutama dalam penyelenggaraan

pemerintahan. Pemungutan pajak oleh Negara dalam kerangka penguatan demokrasi harus

dilaksanakan sejalan dengan asas-asas yang disepakati bersama dalam kerangka regulasi negara.

Hal ini mengingat hakikat pemungutan pajak adalah pengaturan kehidupan masyarakat secara

adil termasuk mengakomodasikan keseimbangan antara kepentingan yang dilindungi sehingga

setiap orang mendapat apa yang menjadi haknya masing-masing sebagaimana mestinya.

Page 33: repositori.unud.ac.id · “Terima kasih atas partisipasi Anda dalam menghitung, membayar dan melaporkan SPT Tahunan. PAJAK untuk pembangunan Bangsa.” Kutipan diatas tertera pada

Pada proses pemungutan pajak, negara mengedepankan asas-asas pemungutan pajak

terutama prinsip keadilan. Prinsip keadilan menjadi sangat penting di saat ketimpangan ekonomi

masih resisten mendominasi kehidupan perekonomian masyarakat Indonesia. Tidak hanya

sebatas ini, pekerjaan rumah terbesar bagi Indonesia adalah melaksanakan reformasi perpajakan.

Reformasi perpajakan ini menjalankan dimensi modernisasi administrasi perpajakan yang

meliputi reformasi struktur organisasi, reformasi proses bisnis, dan reformasi administrasi

sumber daya manusia. Dimensi lainnya yang juga dijalankan adalah amandemen Undang-

Undang Perpajakan serta mengintesifkan paradigma perubahan kinerja, yang berpijak pada

prinsip-prinsip client oriented, equal treatment, simplification, certainty, justifiable, efficiency,

IT based system dan good governance (Tumakaka : 2015).

Kelembagaan pemungut yang berintegritas dengan disertai pengawasan sekaligus

partisipasi yang intensif dari warga negara tentunya akan mempercepat berjalannya reformasi

perpajakan di Indonesia. Muara dari komitmen ini tentunya adalah kesejahteraan dan

kemakmuran seluruh rakyat Indonesia yang berkeadilan.

4.10. Latihan Soal

Jelaskan potensi pajak daerah yang ada di wilayah Anda! Sebutkan pula apa saja faktor

pendorong dan penghambat dalam pemungutannya!

Jelaskan peran politik perpajakan dalam penguatan elemen demokrasi modern!

Jelaskan pemetaan potensi persoalan kasus-kasus dalam pemungutan perpajakan!

Bagaimana menurut Anda, apakah kasus-kasus ini bisa menyebabkan kondisi negara

bangkrut seperti yang dialami negara Yunani, jelaskan!

Seluruh jawaban atas soal diatas harus didukung oleh sumber jurnal online minimal tiga

artikel. Beberapa jurnal bisa diakses pada alamat web sebagai berikut :

1. http://www.jurnal.lipi.go.id/

2. www.oxfordjournals.org/

3. http://www.sciencedirect.com/

4. https://doaj.org/

Pedoman Penilaian:

Pedoman penilaian di kelas yaitu berdasarkan lembar jawab atas latihan soal serta hasil

temuan saat pemagangan.

Pedoman penilaian di tempat magang (10 jam dengan Tim Pendamping Pemagangan)

Pedoman Penilaian di kelas dan di tempat magang {+ 10 jam, 2 hari @ 5 jam dengan penilaian

dari tim pendamping setiap harinya sesuai indikator dalam Lembar Penilaian Magang

Mahasiswa}.

Tempat Magang, kantor:

Kanwil Direktorat Jenderal Pajak Provinsi Bali

Tim Pendamping:

Kepala Kanwil Direktorat Jenderal Pajak Provinsi Bali

Tim Dosen Pengajar:

1. Tedi Erviantono

2. Kepala Kanwil Direktorat Jenderal Pajak Provinsi Bali

Page 34: repositori.unud.ac.id · “Terima kasih atas partisipasi Anda dalam menghitung, membayar dan melaporkan SPT Tahunan. PAJAK untuk pembangunan Bangsa.” Kutipan diatas tertera pada

Sumber Bacaan :

- Burton, Richard. 2014. Kajian Perpajakan dalam Konteks Kesejateraan dan

Keadilan. Jakarta: Mitra Wacana Media ;

- Irianto, Edi Slamet. 2012 (Cet.2). Kebijakan Fiskal dan Pengelolaan Pajak di

Indonesia. Yogyakarta : CV Aswaja Pressindo;

- Keliat, Makmur, dkk. 2014. Tanggung Jawab Negara. Jakarta : Friedrich-Ebert-

Stiftung ;

- Mardiasmo, 2011. Perpajakan Edisi Revisi. Yogyakarta : Yayasan Andi ;

- Prakarsa, Welfare Initiative for Better Societes Report, dalam

http://theprakarsa.org/new/in/press-release, diakses 25 Juni 2015;

- Sari, Diana. 2013. Konsep Dasar Perpajakan. Bandung : Refika Aditama;

- Sutedi, Adrian. 2013 (Cet.2). Hukum Pajak. Jakarta : Sinar Grafika;

- Tumakaka, Wahju J. 2015. Materi Pemagangan Buku Ajar FISIP Universitas

Udayana : Pajak adalah Keniscayaan Negara Demokratis. Denpasar.

Sumber Web dan Media :

- https://herlinamargareta.wordpress.com diakses pada 16 Mei 2015;

- www.beritasatu.com tanggal 14 Oktober 2014 diakses pada 4 Juni 2015;

- www.beritasatu.com tanggal 20 Januari 2015 diakses pada 4 Juni 2015;

- www. Bisnis.com, 15 Juli 2015 dengan judul Bailout Yunani : Tsipiras Didesak

Jual Aset Senilai US50 Dollar Miliar diakses pada 17 Juli 2015;

- www.wibowopajak.com/2012/01/jenis-koreksi-fiskal-positif.html diakses pada 16

Mei 2015;

- www.hukum-pajak.blogspot.com diakses pada 17 Mei 2015;

- www.dpr.go.id/dokjdih/document/uu/UU_2007_28.pdf diakses pada 1 Juni 2015

- www.dispenda.tasikmalayakota.go.id/index.php?...sejarah...pajak-penghasilan

diakses pada 1 Juni 2015;

- www.pajak.go.id/ diakses pada 3 Juni 2015;

- Harian Kompas, 30 Oktober 2014;

Page 35: repositori.unud.ac.id · “Terima kasih atas partisipasi Anda dalam menghitung, membayar dan melaporkan SPT Tahunan. PAJAK untuk pembangunan Bangsa.” Kutipan diatas tertera pada

- www.Kompas.com 6 Juli 2015 dengan judul Referendum Yunani: 61 Persen

memilih “Tidak” pada Kreditor diakses pada 17 Juli 2015;

- www.mediaindonesia.com/editorial/view/293 diakses pada 30 Mei 2015;

- www.metrotvnews.com 10 Juli 2015 denagn judul Situasi Yunani Krisis, WNI

belum Dipulangkan, diakses pada 17 Juli 2015;

- www.viva.co.id, Senin, 17 Desember 2012 diakses pada 30 Mei 2015;

- www.viva.co.id. 25 Januari 2011 diakses pada 30 Mei 2015;

- www. diplomatmudahiuinsyarifhidayatullah.blogspot.com diakses pada 30 Mei

2015.

- Liputan 6.com, 17 Februari 2015 dengan Judul Pemerintah restui Ditjen Pajak PIsah

dari Kemnetreian Keuangan diakses pada 3 Juni 2015.

- Tribunnews.com 13 Februari 2015. Gaji Seluruh Pegawai Pajak akan Naik 2,5

Kali Lipat. Diakses pada 3 Juni 2015.