antosianin rosela

10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. ROSELLA 1. Morfologi Rosella mempunyai nama ilmiah “Hibiscus sabdarifa linn” merupakan anggota famili Malvaceae. Rosella dapat tumbuh baik di daerah beriklim tropis dan sub tropis. Tanaman ini mempunyai habitat asli di daerah terbentang dari India hingga Malaysia. Saat ini rosella telah tersebar luas di seluruh daerah tropis maupun sub trobis. Rosella memiliki nama berbeda-beda di setiap negara. Rosella merupakan herba tahunan yang bisa mencapai ketinggian 0,5 - 3 meter. Batangnya bulat, tegak, berkayu dan berwarna merah. Daunnya tunggal, berbentuk bulat telur, pertulangannya menjari, ujung tumpul namun bergerigi, pangkal berlekuk, panjang daun 6-15 cm dan lebarnya 5-8 cm, tangkai daun bulat berwarna hijau. Bunga rosella yang keluar dari ketiak daun merupakan bunga tunggal artinya pada setiap tangkai hanya terdapat satu bunga. Bunga itu mempunyai 8-11 helai kelopak yang berbulu, panjangnya 1 cm, pangkalnya saling berlekatan dan berwarna merah. Bagian inilah yang sering dimanfaatkan sebagai bahan makanan dan minuman (Maryani dan Kristiana, 2005). Gambar 1. Kelopak bunga rosella 2. Senyawa kimia kelopak rosella

Upload: alahzab

Post on 29-Dec-2015

25 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

antosianin rosela kering

TRANSCRIPT

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. ROSELLA

1. Morfologi

Rosella mempunyai nama ilmiah “Hibiscus sabdarifa linn” merupakan

anggota famili Malvaceae. Rosella dapat tumbuh baik di daerah beriklim tropis dan

sub tropis. Tanaman ini mempunyai habitat asli di daerah terbentang dari India

hingga Malaysia. Saat ini rosella telah tersebar luas di seluruh daerah tropis maupun

sub trobis. Rosella memiliki nama berbeda-beda di setiap negara.

Rosella merupakan herba tahunan yang bisa mencapai ketinggian 0,5 - 3

meter. Batangnya bulat, tegak, berkayu dan berwarna merah. Daunnya tunggal,

berbentuk bulat telur, pertulangannya menjari, ujung tumpul namun bergerigi,

pangkal berlekuk, panjang daun 6-15 cm dan lebarnya 5-8 cm, tangkai daun bulat

berwarna hijau.

Bunga rosella yang keluar dari ketiak daun merupakan bunga tunggal artinya

pada setiap tangkai hanya terdapat satu bunga. Bunga itu mempunyai 8-11 helai

kelopak yang berbulu, panjangnya 1 cm, pangkalnya saling berlekatan dan

berwarna merah. Bagian inilah yang sering dimanfaatkan sebagai bahan makanan

dan minuman (Maryani dan Kristiana, 2005).

Gambar 1. Kelopak bunga rosella

2. Senyawa kimia kelopak rosella

Bagian bunga yang dapat dijadikan dan makanan adalah kelopaknya. Bagian

itu mengandung vitamin C, vitamin A, dan asam amino termasuk arginin dan legnin

yang berperan dalam proses peremajaan sel tubuh. Tiap 100 gram kelopak bunga

rosella mengandung 260 – 280 mg vitamin C (Hidayat, 2008)

Kandungan penting lain yang terdapat dalam kelopak bunga rosella adalah

pigmen antosianin yang membentuk flavonoid yang berperan sebagai anti oksidan.

Flavonoid rosella yang terdiri dari flavonols dan pigmen antosianin. Pigmen

antosianin ini membentuk warna ungu kemerahan menarik dikelopak rosella.

Antosianin diyakini sebagai antioksidan yang yang diyakini dapat menyembuhkan

berbagai penyakit degeneratif (Mardiah et al, 2009).

Antosianin terbagi atas tiga kelompok yaitu antosianidin, aglikon dan

glukosida. Antosianidin yang merupakan inti aglikon dari antosianin menyebabkan

terbentuknya warna merah, biru, dan kuning pada sayuran dan buah- buahan.

Antosianidin dengan stuktur orto hidroksifenil pada cincin beta dapat menginduksi

apoptosis (kematian sel). Elphinidin merupakan antosianidin dengan dua gugus

orto-dihidroksifenol yang dapat menginduksi produksi hidrogen peroksida pada sel

leukimia manusia.

Kestabilan antosianin di dalam makanan tergantung pada banyak faktor.

Proses pemanasan merupakan faktor terbesar yang menyebabkan kerusakan

antosianin proses pemanasan terbaik untuk mencegah kerusakan antosianin adalah

pengolahan dengan suhu yang tinggi, tetapi dalam jangka waktu yang

pendek(Astawan dan Kasih, 2008).

Antosianin merupakan molekul yang tidak stabil, warna ungu, merah atau biru

yang pada antosianin dapat berubah karena beberapa faktor antara lain yaitu faktor

suhu, pH, oksigen, oksigen, penambahan gula, asam, dan adanya ion logam.

Antosianin merupakan pigmen yang larut dalam air, yang terakumulasi sel

epidermis buah- buahan pada akar dan daun (Tensiska et al, 2007).

Menurut Muchtadi dan Sugiyono ( 1992 ) bahwa pengaruh pH pada

antosianin sangat besar terutama pada penentuan warnanya, pada pH rendah

(asam) Antosianin memiliki warna merah. pH netral memiliki warna biru dan pada

pH tinggi ( basa ) antosianin memiliki warna putih.

B. SIRUP

Sirup adalah sejenis minuman berupa larutan yang kental dengan citarasa

yang beraneka ragam. Berbeda dengan sari buah penggunaan sirup tidak langsung

diminum tapi harus diencerkan terlebih dahulu. Pengenceran diperlukan karena

kadar gula dalam sirup yang terlalu tinggi yaitu antara 55 % - 65 %. Pembuatan

sirup dapat ditambah pewarna dan asam sitrat untuk menambah warna dan cita rasa

( Satuhu, 2004 ).

Berdasarkan bahan baku utama sirup dibedakan menjadi 3, yaitu : Sirup

essence, sirup yang citarasanya ditentukan oleh essence yang ditambahkan,

misalnya essence jeruk, essence mangga, essence nanas; Sirup glukosa, hanya

mempunyai rasa yang manis saja. Sering juga disebut gula encer. Sirup ini biasanya

tidak langsung dikonsumsi tapi merupakan bahan baku industri minuman sari buah.

Sirup glukosa dapat dibuat dari tepung kentang, tepung beras dan lain – lain; Sirup

buah, sirup yang citarasanya ditentukan oleh bahan dasarnya yaitu buah segar.

Misalnya : jambu, markisa, nanas, mangga dan lain – lain ( Satuhu, 2004 ).

Beberapa hal yang ikut menentukan kualitas sirup antara lain adalah : gula,

Kadar gula dalam sirup akan menentukan kualitas sirup tersebut. Penggunaan

sakarin atau siklamat akan sangat merugikan ( berkaitan dengan akibat yang

ditimbulkan ); Endapan, Adanya endapan dalam sirup akan menimbulkan kesan

negative. Misalnya: sirup terkesan kotor (dibuat melalui proses yang kurang

higienis) atau sirup telah melewati masa simpannya (sudah rusak, kadaluarsa); Cita

rasa dan Aroma, Cita rasa dan sirup akan menunjukkan tingkat kesegaran dan

keaslian dari bahan baku yang digunakan; Kualitas bahan baku, kualitas bahan baku

yang digunakan dalam pembuatan sirup akan sangat menentukan kualitas sirup

yang dihasilkan; Kemasan produk, Jenis dan cara pengemas akan sangat

mempengaruhi penilain kualitas sirup dengan cara pengemas yang tepat (baik,

bersih, benar) akan dapat meningkatkan penilaian (image) konsumen terhadap

kualitas sirup yang dikemas didalamnya ( Haryoto, 1998 ).

Syarat mutu sirup berdasarkan Standar Nasional Indonesia adalah sebagai

berikut:

Tabel 1. Syarat mutu sirup

No Uraian Persyaratan

1 kadar gula minimum Mutu I 65% Mutu II 55 %

2 Zat warna untuk makanan Yang diperbolehkan 3 Pemanis buatan Negatif 4. Bahan pengawet ( asam benzoat ) Maximal 250 mg / kg 5. Asam salisilat Negatif 6 Logam berbahaya ( Cu, Hg, Pb, As ) Negatif 7. Bakteri coli Negatif 8. Jamur ragi Negatif

Sumber : SNI 01-3544-1994

Proses pembutan sirup dapat dilakukan dengan 2 cara, pembuatan sirup

secara umum yaitu buah yang matang optimal disortasi, kemudian buah dicuci

dan dikupas. Pada saat pengupasan buah hanya diambil daging buahnya saja.

Daging buah kemudian dihancurkan. Setelah menjadi bubur buah kemudian

disaring dengn dilakukan pengepresan. Ekstrak dari buah kemudian ditambahkan

gula setelah itu dipanaskan sampai mengental. Setelah itu produk sirup

dimasukkan dalam botol yang telah disterilkan (Satuhu, 2004).

Kelopak rosella segar disortasi kemudian dicuci, setelah pencucian

kelopak rosella dipotong kecil – kecil. Sementara rosella dipotong – potong, gula

dan air dipanaskan dalam panci dan diaduk – aduk sampai semua gula larut.

Setelah mendidih, irisan rosella dimasukkan. Api dikecilkan dan aduk sampai 2 /

3 dari volume awal. Setelah itu diangkat dari api dan didinginkan dan disaring

kemudian sirup dimasukkan dalam botol yang telah disterilkan (Maryani dan

Kristiana, 2005).

C. EKSTRAKSI

Ekstraksi merupakan salah satu cara pemisahan satu atau lebih komponen dari

suatu bahan yang merupakan sumber komponen tersebut. Sebagai contoh adalah

ekstraksi minyak dari kopra atau biji – bijian, ekstraksi nira dari batang tebu,

ekstraksi karoten dari buah – buahan, ekstraksi cairan buah dari buah – buahan dan

sebagainya. Komponen yang dipisahkan dengan ekstraksi dapat berupa padatan dari

suatu sistem campuran padat – cair, berupa cairan dari suatu sistem campuran cair –

cair (Suyitno, et al. 1989).

Pemisahan atau pengambilan komponen dari bahan sumbernya pada dasarnya

dapat dilakukan dengan penekanan atau pengempaan, pemanasan dan menggunakan

pelarut. Ekstraksi dengan pengempaan atau pemanasan dikenal dengan cara

mekanis. Ekstraksi cara mekanis hanya dapat dilakukan untuk pemisahan

komponen dalam sistem campuran padat – cair. Sebagai contoh adalah ekstraksi

minyak dari biji – bijian. Dalam hal ini minyak adalah cair dan ampasnya sebagai

padatan (Suyitno, et al. 1989).

Ekstraksi dengan pengempaan, tekanan yang diberikan selama pengempaan

akan mendorong cairan terpisah dan keluar dari sistem campuran padat-cair.

Tekanan yang diberikan terhadap campuran padat-cair akan menimbulkan beda

tekanan antara cairan dalam bahan dan campuran dalam sutau wadah dengan

tekanan diluar campuran atau diluar wadah. Beda tekanan akan mengakibatkan

cairan terekstrak. Jumlah ekstrak yang dihasilkan dengan ekstraksi menggunkan

penekanan atau pengempaan, dipengaruhi beberapa faktor antara lain besar kecilnya

hancuran bahan, waktu yang disediakan pada saat tekanan maksimum, besarnya

tekanan yang diberikan, kekentalan yang diekstrak, cara pengempaan yang

dilakukan (Suyitno, et al. 1989).

Ekstraksi menggunakan pelarut berdasarkan sifat kelarutan dari komponen di

dalam pelarut yang digunakan. Komponen yang larut dapat berbentuk padat

maupun cair, dipisahkan dari benda padat atau cair. Ekstraksi padat cair, komponen

yang dipisahkan berasal dari benda padat. komponen yang diekstraksi dapat berupa

protein, vitamin, minyak atsiri, zat warna, dan sebagainya yang berasal dari bahan.

Ekstraksi bertujuan untk mengambil komponen yang larut dalam pelarut, maka

perlu dilakukan pemilihan pelarut yang selektif, yaitu pelarut yang dapat

melarutkan komponen yang akan diambil atau dipisahkan. (Suyitno, et al. 1989).

Ekstraksi menggunakan pelarut air komponen lain yang ikut terekstrak tidak

dapat dihindarkan, akibatnya komponen yang terekstrak bukan merupakan

komponen yang murni. Pelarut yang dipilih harus memiliki viskositas yang cukup

rendah sehingga mudah disirkulasikan. Semakin lama proses ekstraksi berlangsung

konsentrasi komponen yang terlarut dalam pelarut makin besar, akibatnya

kecepatan ekstraksi makin menurun. Kecepatan ekstraksi menunjukkan kecepatan

perpindahan solut dari satu fase kefase yang lain. Ekstraksi tergantung dari

beberapa faktor antara lain yaitu ukuran partikel, jenis zat pelarut, suhu dan

pengadukan (Suyitno, et al. 1989).

Cara ekstraksi pada pembuatan sirup yang berasal dari buah dilakukan

sebelum pemanasan yaitu buah dihancurkan kemudian di ekstraksi (satuhu, 2004).

Pembuatan sirup rosella cara eksraksi dilakukan setelah pemanasan akan tetapi

rosella tidak dihancurkan hanya dipotong dan dipanaskan bersama dengan air gula

kemudian setelah jadi sirup dilakukan ekstraksi dan pengepresan (Maryani dan

Kristiana, 2005).

D. VITAMIN C

Vitamin C adalah kristal putih yang mudah larut dalam air dan dalam

keadaan kering vitamin C cukup stabil, tetapi dalam keadaan larut vitamin C mudah

rusak karena bersentuhan dengan udara (oksidasi) terutama bila terkena panas.

Oksidasi dipercepat dengan kehadiran tembaga dan besi. Vitamin C tidak stabil

dalam dalam larutan alkali, tetapi cukup stabil dalam larutan asam. Vitamin C

adalah vitamin yang paling labil. (Almatsier, 2001)

Aktivitas air akan berpengaruh terhadap stabilitas asam askorbat.

Kecepatan kerusakan asam askorbat dalam bahan pangan akan meningkat dengan

meningkatnya aktivitas air karena memudahkan terjadinya pembusukan sehingga

dapat merusak vitamin C pada buah dan sayur.

Pengaruh cara memasak (perebusan, pengukusan) termasuk cara

pemotongan, volume air yang digunakan serta suhu berpengaruh terhadap

kerusakan vitamin C (Andarwulan dan Koswara, 1992). Selama pemasakan terjadi

perubahan flavour, warna dan tekstur meningkatnya daya cerna komponen pangan

terjadi destruksi mikroorganisme dan toksin serta inoktivasi enzim yang tidak

dikehendaki adalah penurunan nilai gizi (Marliyati et al.1992).

E. MUTU FISIK SIRUP

a. Total padatan terlarut

Total padatan terlarut disebut juga kadar gula, Total padatan terlarut

digunakan untuk mengetahui mutu fisik sesuai dengan standar nasional indonesia.

Kadar gula pada sirup adalah tinggi yaitu sekitar 55%– 65 %, dengan kadar gula

yang tinggi sirup akan lebih awet sesuai dengan sifat dan fungsi gula yaitu sebagai

pengawet jika dalam konsentrasi tinggi. (Norman, 1998).

Total padatan terlarut atau kadar gula dapat ditentukan dengan hand

refraktometer dengan satuan brix. Hand refractometer adalah sebuah alat yang

biasa digunakan untuk mengukur padatan yang terlarut dalam suatu larutan. Alat ini

mudah diperoleh dan mudah cara pengunaannya. Pengukuran dilakukan dengan

meneteskan produk pada kaca sensor dan angka brix dapat segera dibaca.

b. Kekentalan

Kental digunakan untuk menyatakan hambatan (resistensi) terhadap

pengaliran produk. Istilah kental digunakan untuk lebih diutamakan untuk produk

pangan cair atau yang encer, seperti air, minuman, sirup, minyak goreng.

Kekentalan atau konsistensi disebabkan oleh gaya kohesi antar partikel atau antar

molekul yang mengikat mereka menjadi satu.

Dalam pengujian mutu kekentalan produk pangan dapat secar fisik dengan

instrumen atau secara organoleptik oleh penguji mutu atau panelis. Instrumen fisik

yang digunakan untuk mengukur kekentalan secara umum yaitu viskosimeter (

Soekarto, 1990 ).

c. Warna

Faktor warna akan tampil lebih dahulu dalam penentuan mutu bahan makanan

dan kadang – kadang sangat menentukan, suatu bahan makanan yang dinilai

bergizi, enak dan teksturnya sangat baik dan tidak akan dimakan apabila memiliki

warna yang tidak sedap dipandang atau memberi kesan telah menyimpang dari

warna yang seharusnya. Selain itu warna juga dapat digunakan sebagai indicator

kesegaran dan kematangan. Baik atau tidaknya cara pencampuran atau pengolahan

dapat ditandai dengan adanya warna yang seragam dan merata.Warna merah yang

dihasilkan pada sirup rosella merupakan hasil dari warna kelopak bunga rosella

yang larut ketika proses pengolahan dan ekstraksi (Winarno, 2004) .

F. pH

pH merupakan salah satu factor utama pengendali pertumbuhan mikroba pada

bahan pangan. Pada umumnya nilai pH pada bahan pangan berkisar antara 3-8,

karena kebanyakan mikroorganisme tumbuh pada pH 5-8. (Supriadi et al,1999). pH

merupakan derajat keasaman digunakan untuk menyatakan tingkat keasaman atau

kebasaan yang dimiliki oleh suatu larutan. keasaman adalah konsentrasi ion

hidrogen (H+) dalam pelarut air. Nilai pH berkisar dari 0 hingga 14. Suatu larutan

dikatakan netral apabila memiliki nilai pH sama dengan 7. Nilai pH lebih dari 7

menunjukkan larutan memiliki sifat basa, sedangkan nilai pH kurang dari 7

menunjukan keasaman. Nilai pH 7 dikatakan netral karena pada air murni ion H+

terlarut dan ion OH- terlarut (sebagai tanda kebasaan) berada pada jumlah yang

sama, yaitu 10-7 pada kesetimbangan

Penambahan senyawa ion H+ terlarut dari suatu asam akan mendesak

kesetimbangan ke kiri (ion OH- akan diikat oleh H+ membentuk air). Akibatnya

terjadi kelebihan ion hidrogen dan meningkatkan konsentrasinya. Umumnya

indikator sederhana yang digunakan adalah kertas lakmus yang berubah menjadi

merah bila keasamannya tinggi dan biru bila keasamannya rendah. Selain

mengunakan kertas lakmus indikator asam basa dapat diukur dengan pH meter yang

bekerja berdasarkan prinsip elektrolit atau konuktivitas suatu larutan (Nodstrom et

al,2000).

G. MUTU ORGANOLEPTIK

Mutu organoleptik sirup secara umum adalah sebagai berikut : rasa sirup pada

umumnya adalah manis yang ditimbulkan dari gula, akan tetapi sirup ada yang

memiliki rasa asam yang ditimbulkan dari buah yang memiliki rasa asam atau

penambahan asam sitrat, pada dasarnya sirup yang dibuat dari buah-buahan rasa

yang dihasilkan dari sirup ditimbulkan dari buah yang digunakan sebagai bahan

baku pembuatan sirup.

Aroma sirup pada umumnya tergantung pada aroma pada buah yang

dugunakan. Buah memiliki kandungan zat-zat volatil yang menimbulkan aroma

pada buah segar, maka sirup yang dibuat dari buah memiliki aroma sesuai dengan

sesuai dengan buah yang digunakan sebagai bahan baku misalnya sirup jeruk

keprok aroma yang dihasilkan adalah aroma jeruk keprok (Marta et al, 2007).

Warna sirup secara umum tergantung dari buah yang digunakan sebagai bahan

baku pembuatan sirup, buah memiliki pigmen warna tertentu misalnya saja pigmen

warna hijau klorofil, pigmen warna merah antosianin dan likopen. Maka sirup yang

dibuat dari buah akan memiliki warna sesuai dengan bahan baku yang digunakan

untuk pembuatan sirup misalnya sirup stroberi, stroberi memiliki warna merah

sehingga sirup stroberi juga berwarna merah. Akan tetapi sirup essence biasanya

menggunakan pewarna makanan yang sengaja ditambahkan dalam sirup (Manoi,

2007).

Tekstur sirup secara umum yaitu kental, kekentalan suatu zat cair dengan

penambhan gula tergantung pada lama waktu pemanasan semakin lama pemnasan

dilakukan sirup yang dihasilkan akan semakin kental. Daya larut dari gula yng

tinggi akan memengurangi keseimbangan relative (ERH) dan akan mengikat air,

sehingga jika semakin lama proses pemanasan akan terjadi karamelisasi. Senakin

tinggi daya suhu pemanasan maka semakin tinggi daya larut dari gula (Buckle ,

1985).

H. KERANGKA KONSEP

Variabel yang dikendalikan

- Jenis rosella - kelopak rosella - Lama perebusan - Suhu perebusan - Penambahan air

Variabel yang mempengaruhi Variabel yang di pengaruhi

Sirup

- -

cara ekstraksi ( tanpa pemanasan dan dengan pemanasan )

I. HIPOTESA

Ada pengaruh cara ekstraksi terhadap kadar vitamin

mutu organoleptik pada sirup rosella.

- - -

kadar Vitamin C total padatan terlarut pH kekentalan mutu organoleptik

C, mutu fisik, pH dan