another story

106
ANOTHER STORY written by @iravyraa “Rey……” seorang wanita paruh baya menggedor pintu kamar beraksen kayu itu dengan gusar. Bolak balik wanita itu menggedor-gedor pintu kamar itu. Sampai akkhirnya sebuah suara kunci yang dibuka terdengar dari dalam. “Rey….. kamu itu mandi berapa lama sih ?” ucap wanita itu masih gusar dan buru buru masuk ke kamar gadis itu. “kenapa sih maaa ?” gadis yang masih mengenakan pakaian mandinya itu memandang heran ke wanita –yang ternyata ibunya- itu heran. “ehm…. Gaada sih. Cuma mau make sure aja kamu udah selesai mandi” ucap wanita itu salah tingkah. Jelas saja gadis itu bisa membaca gelagat ibunya yang sudah tinggal dengannya selama 16 tahun ini. Dan gadis itu yakin ada yang disembunyikan ibunya dari dirinya. Gadis itu beranjak menuju lemarinya, mengeluarkan satu buah tshirt dan celana pendek. Lalu mengenakan pakaiannya itu. “ada apa sih ma, sebenernya ? mama aneh banget tau gak hari ini. Gak biasanya mama heboh begini pagi pagi. Hari libur pula” ucap gadis itu sambil memakain tshirtnya. “gaada. Yaudah deh, mama tunggu di bawah ya, sarapan bareng” ucap wanita itu sambil beranjak turun. Setelah sebelumnya sempat melemparkan senyuman menenangkan khas seorang ibu ke anak gadisnya itu. “hah ? okay okay, maa” balas gadis itu heran. Tapi tetap mengiyakan walaupun masih sangat ga ngerti kenapa ibunya tiba tiba bersikap sangat aneh. Tapi gadis itu yakin hal aneh itu membuat ibunya senang. Karna dari tadi ibunya ga berhenti tersenyum dan memancarkan binar binar dari matanya. Dan itu cukup membuat gadis itu senang. “wow, it`ll be the greatest Sunday, I think” gumam gadis itu sambil mengeringkan rambutnya asal. Sementara itu, diruang makan……………… “lama banget sih anak itu mandi” seorang cowok duduk dengan gusar. Kedua tangannya memainkan garpu dan pisau yang terletak di depannya. “dia memang gitu, ran. Mandinya lama. Persis mama kamu” seorang laki laki paruh baya menjawab kegusaran cowok tadi. Disebelahnya tampak seorang cowok lagi yang wajahnya persis cowok gusar tadi. Namun, cowok itu terlihat lebih santai. Hanya tatapannya yang menerawang. “lo ga penasaran sama reyna ?” cowok gusar tadi menyikut cowok yang wajahnya sama dengan dirinya itu. “harus ?” ucap cowok itu dingin. Cowok gusar itu nyaris melancarkan jawabannya namun batal begitu melihat ibunya turun dan berjalan kearah meja makan. “masih mandi ?” tebak laki laki paruh baya tadi

Upload: adrian-haning

Post on 10-Aug-2015

70 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: Another Story

ANOTHER STORY

written by @iravyraa

“Rey……” seorang wanita paruh baya menggedor pintu kamar beraksen kayu itu dengan gusar. Bolak balik wanita itu menggedor-gedor pintu kamar itu. Sampai akkhirnya sebuah suara kunci yang dibuka terdengar dari dalam.“Rey….. kamu itu mandi berapa lama sih ?” ucap wanita itu masih gusar dan buru buru masuk ke kamar gadis itu.“kenapa sih maaa ?” gadis yang masih mengenakan pakaian mandinya itu memandang heran ke wanita –yang ternyata ibunya- itu heran.“ehm…. Gaada sih. Cuma mau make sure aja kamu udah selesai mandi” ucap wanita itu salah tingkah.Jelas saja gadis itu bisa membaca gelagat ibunya yang sudah tinggal dengannya selama 16 tahun ini. Dan gadis itu yakin ada yang disembunyikan ibunya dari dirinya. Gadis itu beranjak menuju lemarinya, mengeluarkan satu buah tshirt dan celana pendek. Lalu mengenakan pakaiannya itu. “ada apa sih ma, sebenernya ? mama aneh banget tau gak hari ini. Gak biasanya mama heboh begini pagi pagi. Hari libur pula” ucap gadis itu sambil memakain tshirtnya.“gaada. Yaudah deh, mama tunggu di bawah ya, sarapan bareng” ucap wanita itu sambil beranjak turun. Setelah sebelumnya sempat melemparkan senyuman menenangkan khas seorang ibu ke anak gadisnya itu.“hah ? okay okay, maa” balas gadis itu heran. Tapi tetap mengiyakan walaupun masih sangat ga ngerti kenapa ibunya tiba tiba bersikap sangat aneh. Tapi gadis itu yakin hal aneh itu membuat ibunya senang. Karna dari tadi ibunya ga berhenti tersenyum dan memancarkan binar binar dari matanya. Dan itu cukup membuat gadis itu senang. “wow, it`ll be the greatest Sunday, I think” gumam gadis itu sambil mengeringkan rambutnya asal.Sementara itu, diruang makan………………“lama banget sih anak itu mandi” seorang cowok duduk dengan gusar. Kedua tangannya memainkan garpu dan pisau yang terletak di depannya.“dia memang gitu, ran. Mandinya lama. Persis mama kamu” seorang laki laki paruh baya menjawab kegusaran cowok tadi.Disebelahnya tampak seorang cowok lagi yang wajahnya persis cowok gusar tadi. Namun, cowok itu terlihat lebih santai. Hanya tatapannya yang menerawang.“lo ga penasaran sama reyna ?” cowok gusar tadi menyikut cowok yang wajahnya sama dengan dirinya itu.“harus ?” ucap cowok itu dingin.Cowok gusar itu nyaris melancarkan jawabannya namun batal begitu melihat ibunya turun dan berjalan kearah meja makan.“masih mandi ?” tebak laki laki paruh baya tadi“sudah selesai, pa. masih pakaian dia. Paling sebentar lagi turun” ucap wanita itu lalu duduk persis di depan cowok santai tadi.“lama banget sih maa” cowok gusar tadi makin gusar. Lalu meminum susu yang ada di hadapannya.“lo tenang dikit gabisa apa ? ntar juga dia turun” ucap cowok santai disebelahnya itu sambil juga menegak susunya.“sentimen abis deh lo. Gua tau lo juga kangen ama dia. Gaya deh” ucap cowok gusar tadi“udah udah, masa iya pagi pagi kalian mau berantem gara gara masalah sepele. Bener kata randa, nanti reyna kan turun juga. Udah tunggu aja deh” ucap laki laki paruh baya itu menengahi. Membuat cowok gusar yang ternyata bernama randy itu terdiam dan menghempaskan tubuhnya ke kursi meja makan. Dia benar benar rindu sosok adiknya itu. Reyna. Reyna Tamara Wijatmiko. Gadis satu satunya keluarga wijatmiko yang sudah lebih dari 4 tahun dia tinggalkan demi memperoleh gelar sarjana Harvard University.

Page 2: Another Story

***Introducing***

Wijatmiko. Siapa yang tidak mengenal keluarga Wijatmiko. Pengusaha kaya yang sukses di negri ini. Harris Wijatmiko adalah ayah dari Erin Wijatmiko. Istri dari Edwin Anggara Wijatmiko. Laki laki beruntung yang bisa mendapatkan gadis satu satunya keluarga Wijatmiko, Erin yang notabene adalah ibu dari Reyna Tamara Wijatmiko dan Randy juga Randa Anggara Wijatmiko. Edwin adalah laki laki beruntung yang juga dari keluarga berada yang bertemu dan menjalin hubungan dengan Erin semenjak kuliah di Oxford. Dan Edwin 2 tahun diatas Erin. Dan sekarang, mereka menikah dan Edwin mau tidak mau juga ditugaskan oleh Harris –kakek reyna- untuk mengurus segala sesuatu tentang perusahaan mereka kepada edwin. Dan otomatis, nama Wijatmiko juga tersemat di belakang nama Edwin.Dan sekarang, mereka mempunyai anak kembar, Randa yang lahir lebih awal. Dan Randy setelahnya. Randa dan Randy sama sama kuliah dia Harvard dan memilih meninggalkan Indonesia untuk mengejar cita citanya dan menetap di sana dengan kakek mereka, Harris. Yang membedakan mereka adalah sikapnya. Randa adalah tipe orang yang lebih kalem dan pendiam. Dengan sejuta rahasia yang dia simpan sendiri. Sementara Randy, cowok itu lebih supel dan juga terkesan playboy. Namun intinya, mereka adalah tipe cowok yang menarik. Bahkan sangat menarik. Tanpa ataupun dengan embel embel Wijatmiko di belakangnya.Dan Reyna, gadis manis berambut ikal panjang itu adalah gadis kesayangan keluarga Wijatmiko. Harris sangat menyayangi cucunya itu. Entah kenapa, sepertinya keluarga Wijatmiko benar benar sulit memperoleh keturunan perempuan. Dan dari abang dan adik Erin yang laki laki, hanya adiknya Jerry yang berhasil mempunyai anak perempuan. Dan itupun masih berumur 2 tahun.Reyna adalah sosok gadis yang benar benar manis. Walaupun dia tidak sepintar 2 kakaknya itu, dia tetap bisa mencerna pelajaran dengan baik. Reyna juga merupakan gadis yang supel. Persis Randy. Hanya saja, reyna bukan tipe gadis playgirl. Walau banyak cowok yang crush on Reyna. Tapi cewek yang biasa di panggil Rey itu bener bener ga ambil pusing soal itu.

***back to story***

Reyna, gadis itu berjalan sambir menyenandungkan lagu kiss and tell – justin bieber – yang sedang senang dia dengarkan. Menuruni tangga rumahnya yang megah. Sesekali gadis itu membenarkan rambut ikalnya yang dibiarkan terurai. Gadis itu lalu berjalan kearah ruang makan dan gadis itu terlihat begitu terpana. Matanya membulat dan mulutnya ternganga. Sosok yang dia tunggu tunggu selama 4 tahun kini ada di hadapannya.“kak randa, kak randy ?” ucap rey histeris. Tangannya menutup mulutnya yang setengah ternganga.Sementara randy, cowok itu sudah beranjak dari kursinya. Dan berjalan kearah gadis manis itu. Gak kalah terpananya. Mendapati adiknya yang sudah nyaris 4 tahun gak dia temui beranjak dewasa dan cantik benar benar diluar kendalinya. Dia lalu berjalan kearah rey dan memeluk gadis itu.“rey……” ucapnya lalu memeluk gadis itu erat. Nyaris membuat gadis mungil itu terangkat. “kak randy…..” gadis itu balas memeluk kakaknya itu erat. Sangat erat. “gua kangen banget sama lo, kak” ucap rey lagi melepaskan pelukannya dan menatap kakaknya itu. Nyaris tidak ada yang berubah. Kecuali perawakannya yang semakin dewasa. Wajahnya tetap sama, mempesona dan matanya tetap seperti selalu mengerling jahil.“gua lebih lebih ke elo. Udah gede aja lo sekarang. Walaupun tetep kecil begini” ucap randy sambil mengusap kepala adiknya itu. Membuat rey memajukan bibirnya manis.“tetep ya lo ngejekin mulu” gadis itu masih manyun lalu meninju pelan lengan kakaknya. Dan tertawa kecil. Lalu pandangannya beralih ke satu cowok lain yang rey sadar mengamatinya sedari tadi. Sosok randa yang lebih dia rindukan. Dia benar benar benar ingin berlari kearah cowok itu dan menangis karna sangat merindukan cowok itu. Kakaknya yang entah kenapa seperti sulit dia capai. Walau dia tau kakaknya itu juga sangat menyayanginya.“sana, ke Randa” ucap randy yang menyadari kemana arah mata adiknya itu.Rey lalu tersenyum dan berjalan kearah meja makan. Menatap kearah randa yang terlihat sibuk

Page 3: Another Story

dengan roti nya. Seperti pura pura tidak acuh. Dan itu membuat keadaan di meja makan menjadi canggung. Erin juga seolah menyembunyikan sesuatu dengan menyibukkan diri mengolesi selai kacang ke roti edwin. Dan edwin, laki laki itu hanya menatap kearah Randy yang seolah meminta ayahnya menegur Randa. Tapi jelas, edwin juga seperti menutup mata akan kejadian di hadapannya. Entah apa yang disembunyikan mereka.“hi kak” tegur rey ke randa. Keadaan bener bener canggung. Randy yang berdiri di belakang rey menatap kearah Randa.“oh… hi” balas randa singkat. Seolah hal ini biasa terjadi. Dan rey, tentu saja gadis itu sedih. Tapi dia sudah biasa menghadapi randa yang seperti itu. Walaupun sebenarnya dia gak tau alasan apa randa begitu dingin dengannya. Yang rey tau, randa selalu seperti itu. Seperti tidak mengacuhkan dirinya. Namun, dilain sisi, rey sadar betul randa menyayanginya. Dan randa peduli.“kapan sampe kak ?” tanya rey lagi. Mengarahkan pertanyaannya ke randa. Sedetik dua detik, gadis manis itu masih menunggu jawaban dari kakaknya itu dengan mata yang berbinar cerah.“tadi subuh” balas randa singkat. Masih berkutat dengan roti di hadapannya.“udah ayo makan dulu. Ntaran aja temu kangennya” ucap erin menyadari bahwa randa mulai memperlihatkan sikap tertutupnya itu. Yang jelas erin tau alasan anaknya itu.Reyna lalu mengambil bangku persis di depan randy. Masih menatap ke arah randa yang tampak sibuk dengan rotinya. Ada yang berbeda dengan kakaknya itu. Randa terlihat lebih kurus dan pucat. Tapi reyna langsung berasumsi bahwa kakaknya itu hanya capek setelah menempuh perjalanan udara berjam jam.“rey udah punya cowok dong ya sekarang” ucap randy usil sambil kemabli duduk ke tempatnya. Matanya tidak lepas dari sosok imut adik semata wayangnya itu. Adik yang sangat dia sayangi.“apaan sih. Ga penting banget pertanyaannya. Nanyain kabar kek. Ini malah nanyain hal ga penting” ucap rey manyun lagi. Randy emang suka banget ngusilin rey yang emang gampang banget BT.“hahaha. Banyak cowok yang dateng, tapi tetep aja rey bilang Cuma temen” ucap edwin menyela pembicaraan kakak adik itu.“dih, papa apaan sih. Orang emang Cuma temen doang juga. Kenapa heboh banget”balas rey lagi. Makin manyun. Ngebuat randy tersenyum penuh kemenangan. “masih nungguin orang yang gak jelas sih” cecar randa. Membuat rey terdiam. Menatap nanar kearah randa. Dan randy, cowok itu menoleh kearah randa dengan tatapan yang sulit diartikan. Sementara erin dan edwin, mereka hanya bertukar pandang satu sama lain.“lo harus berusaha ngelupain orang yang gak bakal dateng lagi ke kehiudpan lo. You may have buried or repressed your own power for so long a time that you feel incapable of moving on without the strength and support of a lover, even the lover you just left behind” ucap randa lalu meninggalkan meja makan. Dan meninggalkan rey yang menatap punggung randa yang semakin menjauh. Punggung yang semakin tidak terjamah olehnya.

“rey………..” randy menepuk pundak rey yang sedang duduk di halaman belakang rumah mereka.“hei kak. Ga istirahat ?” tanya rey berusaha menutupi kegelisahannya. Jujur semenjak mendengar perkataan randa saat sarapan tadi, rey jadi uring-uringan sendiri.“engga. Entaran aja. Masih kangen sama kamu sih” ucap randy mengelus punggung rey dan duduk disebelahnya. Memandang adiknya yang memainkan rambut ikalnya itu.Reyna ga menjawab. Gadis itu hanya tersenyum masam. Kata kata randa tadi benar benar mengganggunya. Jelas reyna tau randa marah. Reyna tau randa peduli. Tapi dia benar benar tidak menyangka randa bakal mengungkit masalah itu lagi. Dan itu tandanya, randa mengetahui soal itu. Dan itu yang membuat reyna semakin heran dengan sikap randa.“rey……” tegur randy lagi. Otomatis mengejutkan reyna yang sibuk dengan pikirannya.“hmm…” balas rey sambil menoleh kearah randy.“omongan randa gausah diinget inget lagi ya. Kamu tau sendiri kan dia begitu” randy mencoba meyakinkan adiknya itu. Reyna terlihat memutar bola matanya. Berfikir. Lalu mengangguk. Dan menghela nafas panjang.

Page 4: Another Story

Seolah berusaha menghindari beban berat yang menghimpit dadanya.“aku heran kak. Kenapa kak randa itu tau semuanya tentang aku. Kakak tau sendiri kan, kami itu jarang ngomomg. Kak randy tau kan gimana kak randa ke aku. Yang aku heranin, kenapa dia tau semuanya. Aku bahkan ga pernah cerita apapun soal……….” Reyna terdiam lalu “angga” ucapnya.Randy terdiam, sebenarnya dia malas membahas ini dengan reyna. Karna mereka sudah pernah membahas ini sebelumnya. Dan randy benci harus terus dan terus berbohong tentang segalanya ke reyna. Tapi demi randa, dia masih berusaha menyimpan semuanya rapat rapat. Dan lebih memilih berbohong.“rey, kamu sendiri kan tau gimana randa. Dan kakak juga udah pernah bilang ke kamu kan ? randa itu emang begitu. Dia banyak tau karna dia diam diam ngedengerin semuanya. Dia diam, karna dia nyimak semuanya. Dia sayang sama kamu, kakak yakin itu. Cuma dia bukan tipe orang yang bisa ngungkapin semua secara terbuka” jawab randy panjang lebar. Rey mengangguk tanda setuju. Walaupun entah kenapa dia merasa tetap ada alasan lain yang membuat randa bersikap begitu berbeda dengannya.“iya kak. Aku tau kak randa juga sayang sama aku. Yang aku heranin itu Cuma kenapa aku gabisa sedeket aku ke kakak sama kak randa” balas laura lagi sambil memainkan ujung tshirtnya,“ya itu tadi, rey. Dia itu bukan orang yang terbuka, intinya, dia ga segaul gue” balas randy lagi. Berusaha mengalihkan pembicaraan. Dengan kembali menggunakan gue elu.Sedikit berhasil, rey tertawa kecil. Memamerkan sederetan gigi putihnya. Lalu rey meninju lengan randy pelan. Lalu menyandarkan kepalanya di pundak randy. Dan mengalungkan tangannya di lengan randy. Lengan yang mulai berotot. “kak…” tegur reyna rendah.“hm…. Kenapa ? lengan gue udah gak krempeng lagi ?” ucap randy ngaco. Dia tau bener kalo rey bakal mulai termehek mehek lagi. Gimanapun, rey ini emang manja ga ketolongan. Dan itu yang terkadang ngebuat randy gemas.“dih. Apaan deh lo kak. Gak banget” ucap rey sambil lagi lagi memukul lengan randy.“terus kenapa ? jangan bilang lo mau termehek mehek sama gue. Lo tau kan gue paling gasuka” ucap randy jujur.“bomat deh. Gua kangen lo, tau. Pokoknya, lo ga boleh balik ke amrik lagi. Ntar gua bilang ke kakek. Lo tau, gua nyaris lupa kalo gua punya kakak tauuuu” ucap reyna masih bergelayutan di lengan randy.Randy terkekeh. Sadar kalau memang sudah terlalu lama dia meninggalkan Indonesia. Orangtuanya, adiknya, dan teman temannya. Dan dia memang merindukan saat saat itu. Tapi dia tidak punya pilihan lain. Dia tidak bisa membiarkan randa sendiri di Amerika. Bagaimanapun, randy akan terus ada untuk randa.“lo tuh bego ya. Atau apaan sih. IQ lo kerendahan buat seoarang Wijatmiko” ucap randy usil.Reyna paling sebel kalau randy ngebawa bawa IQ. Reyna memang bukan tipe cewek yang pinter banget. Cewe rata rata sih. Tapi buat di keluarga Wijatmiko reyna emang keliatan rada kurang. Dan itulah satu hal yang terkadang bisa ngebuat reyna manyun seharian.“lo ga punya perasaan banget sih kak. Terus ngejekin gua. Apa banget coba” ucap rey melepaskan lingkaran tangannya dan menoleh sinis kearah randy yang tersenyum senyum usil.“becanda tamaraaaaaaa” ucap randy sambil melingkarkan tangannya ke pundak adiknya itu. Membuat rey tersenyum sumringah. Dia senang kalau randy memanggil nama tengahnya itu. Tanpa alasan yang jelas. Hanya suka. Dan randy, setiap kali reyna memohon agar dipanggil tamara, cowok itu menolak. Karna menurut randy reyna ga ada cocok cocoknya di panggil tamara. Alasan khas anak usil.Mereka akhirnya tertawa tawa sambil menghabiskan waktu ditaman belakang. Diabawah matahari yang beranjak naik.Sementara itu, dikamarnya Randa terlihat mencari cari sesuatu. Sampai akhirnya erin masuk dan menanyakan apa yang dia cari.“engga ma, Cuma nyari paket tadi yang aku bawa” kata randa seperti enggan memberitahukannya.“paket apa ?” tanya erin lagi.Randa terlihat berfikir “paket someday ma” ucap randa

Page 5: Another Story

“someday apa ? mama ga ngerti deh” balas erin lagi. Bener bener ga ngerti sama apa yang dicari anaknya itu.“itu ma, parfume yang baru dikeluarin justin bieber. Tadi randa ngeletakin disini nih” ucpa randa sambil menunjuk drawer di samping tempat tidurnya.“kamu pake parfumenya si justin ?” tanya erin seolah gak percaya.Otomatis randa menegakkan badannya yang sedang mencari paketnya itu. Dan melotot kearah ibunya itu.“maaaaaaa. Ga mungkin aku make parfume cowok gay itu” ucap randa geli. Lalu berlaih menuju tempat tidurnya dan duduk disebelah ibunya.“itu buat reyna,maaaa. Mama tau sendiri kan gimana anak itu tergila-gila sama justin bieber. Dan waktu randa cek, ternyata parfume itu belum sampe di Indo. Makanya randa bawain dia itu” ucap randa. Matanya sesekali masih jelalatan mencari paket itu.“randa…” ucap erin sambil menyentuh pundak randa. Membuat cowok itu menoleh kearah ibunya.“kenapa sih kamu ga bersikap biasa aja sama rey ? mama tau kamu sayang sekali sama dia. Dan mama yakin kamu tau dia sayang sama kamu. Dan kamu harusnya bisa lebih membuka diri kamu ke dia. Ingat randa, dia adik kamu dan kamu gabisa memperlakukan dia seperti itu terus menerus” ucap erin rendah. Nada suaranya benar benar rendah. Tenggorokannya soerti tercekat.“maa….” Randa bersuara. Kali ini nada suaranya juga rendah. Seolah tidak ingin ada yang mendengar pembicaraan mereka.“kita udah pernah ngebicarain soal ini sebelumnya kan? Mama harusnya gausah menanyakan hal ini ke randa lagi. Randa sayang sama rey, ma. Sayang banget. Tapi biarin randa ngasih sayang yang berbeda sama dia ma. Randa ga siap kalau dia akan terluka gara gara randa ma. Randa gamau. Dan biarin randa nunjukin rasa sayang randa dengan cara lain, ma. Mama gausah khawatir soal itu” ucap randa. Kali ini nada suaranya sedikit serak. Entah rasa sakit apa lagi yang dia rasakan kali ini.“randa, mama tau ini ga mudah buat kamu. Juga buat reyna. Tapi mama harap, kamu jangan terlalu ketus ke rey, ya. Mama takut dia……” “ma, rey gaakan terluka ma. Randa gaakan ngebiarin dia terluka Cuma gara gara randa. Mama tenang aja ya” ucap randa memotong pembicaraan erin.“dan soal sarapan tadi, randa ga suka rey masih terus ngingat cowok macam angga yang mungkin ga bakal nginget dia lagi. Cuma itu, ma” ucap randa lagi.“iya mama ngerti. Yaudah. Kamu istirahat aja. Ntar tanya ke randy aja. Mungkin dia tau dimana paketnya itu” ucap erin menepuk punggung randa.“iya ma. Gausah khawatir. Nanti randa tanya ke randy aja” ucap randa sambi; bangkit dari tempat tidurnya.“yaudah, istirahat. Jangan lupa minum vitaminnya ya” ucap erin lagi.“siap mamaku tersayang” ucap randa sambil tersenyum kearah erin. Senyum yang nyaris tidak pernah dia hadiahkan ke rey. Adik kesayangannya.

Malamnya, saat makan malam keluarga, keadaan jauh lebih baik dari saat sarapan dan makan siang tadi. Randa memilih diam dan tidak melontarkan kata kata yang akan merusak suasana makan malam. Sementara randy, seperti biasa. Tetap dengan segudang kekonyolan dan keusilannya untuk menjahili reyna yang nyaris manyun selama makan malam.Dan setelah menyantap makanan mereka, mereka masih duduk di meja makan karna Edwin ingin membicarakan sesuatu.“jadi, papa Cuma mau bilang kalau besok kita bakal makan malam bersama. Kita bakal makan bareng temen papa yang dari Brisbane. Om, Arya. Dan anak om arya itu bakal ngurus sekolahnya disini dan bakal tinggal bareng kita buat sebulan ini” ucap Edwin.“apa pa ? tinggal disini ?” Tanya rey terkejut“biasa aja dong ekspresinya” balas randy yang menggeleng melihat ekspresi kaget reyna. Sontak membuat randy terkena tatapan tajam dari erin dan reyna. Tapi itu benar benar tidak membuat randy jera. Dia malah tertawa tawa.“iya, dia bakal tinggal disini buat sebulan ini. Untuk ngurus kuliahnya. Jadi papa harap, kalian bisa bersikap baik sama dia nanti” tambah Edwin lagi

Page 6: Another Story

“cewek cowok pa ?” Tanya rey penasaran“cowok” jawab randy dan randa nyaris barengan. Membuat mata reyna menoleh tajam ke arah mereka.“jadi kak randy sama kak randa udah tau ? ga seru banget sih” ucap reyna manja. Lagi lagi masalah sepele yang dibesar-besarkan. “iya, papa sempat bilang ke mereka tadi pagi” ucap Edwin mencoba member pengertian pada anak perempuan manjanya itu.“tapi kan tetep aja ga seru. Cuma rey sendiri yang belakangan tau” ucap rey lagi. Mukanya ditekuk, dan badannya menyandar di sandaran kursi.“lagian, lo mandi lama banget, ngalahin Cleopatra lu” balas randy ngasal.“bodo`” ucap rey lagi.“itu aja di permasalahin sih. Harusnya lo lebih bisa bersikap sedikit lebih dewasa” ucap randa menyela randy yang hendak melancarkan serangannya lagi.Rey terdiam. Diangkatnya kepalanya dan menatap kearah randa yang menatapnya. Lagi lagi atmosfir kelam dan lembab yang tercipta. Entah kenapa randa selalu bersikap ketus. Mengeluarkan kata kata sinis. Dan tidak tersenyum. Itu benar benar membuat rey heran.“randa” tegur randy pelan“udah saatnya lo bersikap lebih dewasa. Lo bukan anak anak yang harus terus dijagain sama orang orang sekitar lo. Ada saatnya orang disekitar lo gabakal ada buat lo lagi” ucap randa rendah, dan pelan. Seolah-olah dia mengatakan kalimat itu juga untuk dirinya. Membuat rey terbelalak. Dan bukan hanya rey, tapi juga semua orang yang ada disana.Mereka lalu mengalihkan pandangannya ke rey. Menunggu reaksi gadis itu. Mereka bisa melihat rey masih menatap randa yang juga menatapnya. Lalu rey menyahut….“sorry. Rey emang ga bisa dewasa. Rey masih kaya anak anak. Dan rey bakal tetep kaya gini. Karna mungkin Cuma dengan jadi kekanak kanakan dan bersikap bodoh kak randa bakal ngomong sinis ke rey” ucap rey pelan. Lalu gadis itu beranjak cepat melesat menaiki tangga dan masuk ke kamarnya.Sementara itu, randa dan yang lainnya tertegun dengan perkataan rey.“randa….” Tegur erin. Randa tidak menyahut. Dia masih mematung. Dan setelah teguran kedua dari erin, randa tersadar. Namun dia sama sekali gak menggubris teguran ibunya. Dia beranjak dair kursinya dan menuju ke taman belakang. Dia perlu mengistirahatkan otaknya. Dia masih ga percaya rey bakal membalasnya dengan jawaban seperti itu.Randy menghela nafas dibangkunya. Dia benar benar bingung dengan apa yang harus dia perbuat. Abangnya yang keras kepala, dan adiknya yang manja. Dua kutub yang saling berlawanan, namun justru harusnya sangat gampang di satukan.“mama ke rey ya ma. Biar aku coba ngobrol sama randa” ucap randy beranjak dari tempatnya. Disusul anggukan dari erin.“randa terlalu ketus ke rey” ucap erin ke Edwin.“papa tau ma. Randa punya alas an yang kuat. Papa juga bingung mesti gimana” ucap Edwin. “sekarang mama ke rey aja deh. Papa mau ngelanjutin kerjaan dikit” ucap Edwin sambil beranjak menuju ruang kerjanya.“bik, mejanya udah bisa diberesin” ucap erin memanggil beberapa orang yang membantu pekerjaannya di rumah.

***otherside***

“randa……” tegur randy yang berjalan dari arah belakang randa yang sedang tercenung di gazebo belakang rumah mereka. Membuat randa menoleh kebelakang.“eh lo” ucap randa santai lalu menyandarkan tubuhnya ke pagar pagar pembatas gazebo.“randa, lo………..”“randy, udah la. Gua tau lo sayangnya kelewatan ke rey. Gitu juga gua. Gua harap lo gausah mojokin gua lagi. Gua juga udah cukup kaget sama respon dia tadi” ucap randa menyandarkan kepalanya yang mulai pusing.

Page 7: Another Story

“gua tau ran. Yang gua harap lo jangan terlalu sinis ke dia ran. Yang ada ntar dia malah sedih dan ngerasa lo itu ga sayang dan ga peduli sama dia” ucap randy mencoba menyadarkan randa yang keras kepala.“gua lebih peduli dari yang lo fikir, ndy” ucap randa menghela nafas panjang. Matanya menatap ke langit malam yang bertabur bintang malam itu.“lo tau kan alasan gua kenapa gua begini. Jadi gua harap lo ga mempersulit gua. Gua udah cukup terdesak sama semuanya. Gua juga ga sanggup negliat dia terus. Padahal gua kepengen bisa kaya elu. Cerita, becanda, meluk dia, jagain dia. Tapi gua tau itu semua ga mudah” cecar randa panjang lebar. Ada beban berat yang menyangkut diulu hatinya. Membuat semua terasa begitu sulit belakangan ini.“nda, itutu mudah kalo lo emang punya niat buat……………..”“ndy, itu ga semudah yang lo fikirin. Apa gunanya gua deket sama dia, sayang, ngejagain dia kalo akhirnya gua ga akan buat dia” potong randa nanar. Nada suaranya begitu hampa. Benar benar tidak bersemangat.“lo akan selalu ada buat dia, nda. Lo gaakan ninggalin dia. Engga sampe dia bener bener bisa menjadi sedikit lebih dewasa. Dan gua benci omongan bodoh lo itu” cecar randy. Matanya menyiratkan kepedihan juga kegelisahan.“randy, yang lo omongin itu harusnya ditujukan ke elo. Bukan gua. Udah deh, bukan masalah serius buat gua. Satu yang mesti lo tau, gua sayang rey. Bukan Cuma rey. Juga lo, mama dan papa. Dan semua. Jangan buat gua semakin susah ngejalanin semua rey. Gua tau apa yang harus gua lakuin” ucap randa lalu berdiri dan meninggalkan randy yang tercenung di gazebo.Randy masih terdiam mencerna kembali setiap kata kata kembarannya itu. Kembarannya yang juga sangat dia sayangi. Kembarannya yang nyaris kehilangan semangat hidupnya. Dan itu semakin membuat randa tidak ingin menyia-nyiakan semuanya. Dia tau apa yang diperbuat randa tidak sepenuhnya benar. Tapi, melihat randa yang memohon dengan alasannya melakukan hal itu, randy tidak punya keputusan lain kecuali menyetujuinya.Sementara itu, di kamar rey yang bernuansa kuning gelap. Rey terlihat memainkan jam pasir di meja belajarnya. Wajahnya disandarkan dilengannya yang tergeletak diatas meja. Matanya menatap kosong kearah jam pasir yang bergerak lambat itu. Pikirannya masih mengambang. Percakapannya tadi benar benar diluar kendali. Dia benar benar tidak habis pikir kenapa randa benar benar tidak bisa sedikit lebih bersikap manis dengannya. Dia tidak pernah mendapatkan alasan yang bisa dia percaya atas pertanyaannya itu. Dia terus memainkan jam pasirnya sampai tiba tiba erin masuk ke kamarnya.“rey….” Tegur erin lembut. Sambil berjalan kearah rey. Lalu mengelus pundak anaknya itu.Rey lalu mengakkan duduknya dan menatap ibunya yang duduk di pinggiran ranjangnya.“are you okay?” Tanya erin pelan. Tidak mau salah ucap dan membuat rey semakin uring-uringan.“am I look okay, ma ?” Tanya rey cemberut. Dia heran kenapa orang masih sering berbasa-basi. Bahkan ibunya sekalipun.“mama tau. Mama juga heran kenapa randa begitu banget sama kamu, rey. Tapi mama yakin, dia sayang sama kamu rey” ucap erin berusaha tidak terdengar gugup.“jujur ma, rey yakin ada alasan lain kenapa kak randa bersikap kaya gitu ke rey. Kak randa seolah magarin hubungan rey sama dia. Seolah dia gama kalau rey terlalu dekat ke dia” ucap rey sedih. Kata kata yang keluar dari bibir tipisnya terasa seperti menyayat hati erin. Dia tau persis bagaimana perasaan rey. Perasaan heran dicampur sedih yang mendalam.“tapi rey gabisa benci kak randa. Mama tau kan, dia selalu beicara ketus ke rey. Tapi dia selalu benar ma. Dia ngomongin yang sebenernya. Rey terima, ma. Rey ga masalah” gadis itu mulai terisak. Matanya memanas. Dan wajahnya memerah. Dia benar benar tidak bisa untuk tidak menangis. Dia memang begitu lemah.“yang jadi masalah itu adalah kenapa kak randa seolah magerin semuanya. Seolah gamau rey masuk ke kehidupan dia. Rey ga pernah buat kak randa ketawa. Rey ga pernah buat kak randa senyum. Rey ga yakin kak randa itu memang dingin ma. Kak randa tetap bisa ketawa dan becanda sama mama, papa, bahkan kak randy. Kenapa engga bisa sama rey maa ? kenapa?” kali ini gadis itu menangis. Bulir bulir air matanya jatuh membasahi jiwanya. Selama ini rey memang memendam semua pertanyaan pertanyaannya itu. Pertanyaan yang memang

Page 8: Another Story

sudah sepantasnya dia tu jawabannya. Dan sekaranglah saat dimana dia harus tau apa yang sebenarnya terjadi.“rey…” erin mengusap punggung anaknya yang sudah di rengkuhnya dalam dekapan.“mama tau ini sulit buat kamu. Dan mama yakin kamu sudah tau alasannya. Masih sama seperti dulu, rey. Alasannya tetap sama. Randa bukan tipe cowok yang bisa bersikap wajar dengan perempuan, rey. Dia hanya ga bisa mengekspresikan rasa sayangnya dengan benar. Dia sayang sama kamu dia…….”“rey tau ma. Rey tau. Rey tau kak randa sayang sama rey. Tapi alasan itu benar benar ga masuk akal maaa. Jangan mama kira rey ga tau soal Natalie, temen deket kak randa di Harvard. Rey tau ma. Rey tau kak randa suka sama cewek itu. Rey denger semuanya. Rey denger kak randa bilang gaakan ada guna menjalin suatu hubungan kalau ujungnya akan berakhir. Dan randa gabisa membiarkan orang orang sayang ke randa terlalu jauh” ucap rey mengutip pembicaraan yang sempat di dengar rey beberapa bulan lalu lewat telfon parallel rumahnya.“apa maksudnya, ma ? sebenernya kak randa kenapa ?” ucap rey masih terisak. Dia merasa sudah saatnya dia menanyakan ini ke ibunya.Erin terlihat menahan nafasnya. Matanya meliar. Menghindari tatapan menyelidik rey. Erin bingung harus menjawab apa. Dia merasa rey juga sepantasnya tau apa yang terjadi dengan randa. Beberapa detik, tidak ada jawaban yang keluar dari bibir erin. Membuat rey menyadari benar benar ada yang tidak beres dan ada yang mereka sembunyikan dari rey.“ma… pasti ada yang ga beres kan ma ? mama bilang dong ke rey. Kenapa harus rey yang jadi paling belakang tahu sesuatu ma” ucap rey mendesak erin yang memang sudah terdesak.Erin menghela nafas panjang. Lalu menunduk “randa itu…………….” Omongannya terhenti saat tiba tiba pintu kamar rey terbuka. Dan sosok yang mereka bicarakan ada disana. Dengan tatapan yang sulit dideskripsikan.“gua GAY !!” ucap randa member penekanan pada kata gay.

“GAY” “Gua GAY” kata kata itu masih berputar di pikiran rey. Kata kata yang dikatakan randa beberapa jam yang lalu. Kata kata yang sukses membuat rey tidak bisa memejamkan matanya dan mengistirahatkan pikirannya. Dia masih susah untuk mempercayai itu. Mungkin hal itu biasa tejadi di negara paman sam itu. Tapi itu terlalu mengejutkan rey. Tidak ada tanda tanda homoseksual sama sekali. Randa bukan tipe cowok yang hobi berdandan. Atau apalah yang menandakan dia gay. Rey masih benar benar tidak percaya akan hal itu. Dia memang ingin semuanya jelas, tapi dia benar benar tidak bisa terima kalau kenyataannya adalah randa seorang gay. Itu benar benar membuat rey tidak habis pikir.Dia kembali mengingat-ingat saat randa yang tiba tiba masuk ke kamarnya dan mengatakan bahwa dirinya gay. Erin sama terkejutnya dengan rey. awalnya rey tahu randa mencoba menutupi sesuatu. Sesuatu yang sebenarnya. Tapi setelah itu rey langsung tersadar bahwa radar benar benar mengatakan yang sebenarnya.“gua gay. Dan gua gasuka sama cewek. Kecuali mama. Lo ade gua. Tapi tetap, lo cewek. Dan sorry gua ga bisa bersikap manis sama lo” rey mengingat setiap kata yang sepertinya sangat susah untuk keluar dari bibir randa.Rey lalu beranjak dari turun dari tempat tidurnya. Lalu beranjak ke kulkas kecil dipojok ruang kamarnya. Dan mengambil sekotak susu strawberry dingin. Lalu beranjak keluar. Menuruni tangga rumahnya yang sepi pada pukul 1 dini hari. Menuju ke ruang keluarga lalu menyalakan tivi disana. Mencari channel mtv dan dia bia ngeliat v-clip terbaru katy perry sedang diputar disana. Gadis itu lalu membaringkan tubuhnya di sofa depan tivi. Suara katy perry bergema disekelilingnya, namun fikirannya masih melayang entah kemana. Kata kata gay masih berseliweran difikirannya. Membuat dia tidak menyadari bahwa randy yang sedang berjalan kearahnya menatap gadis itu sendu. “tamara” ucap randy yang sudah berdiri ujung kaki rey yang tergolek di sofa depan tv.Reyna sontak duduk dan tersenyum menye kearah randy yang sudah duduk di sofa satunya.“kok belum tidur lo ?” kata randy menyandarkan tubuhnya sambil memainkan bb keluaran terbarunya.

Page 9: Another Story

“ga ngantuk” ucap rey sambil beranjak ke sebelah randy. Membuat randy mengalihkan pandangannya.“lo ngefans abis ya sama gua. Sampe gabisa lepas dari gua” kata randy kumat uslinya.“oh, jadi gua ga boleh kangen-kangenan ama lo? Lo juga mau jauhin gua sekarang ?” cecar rey manyun. Membuat randy terdiam. Lalu menarik pundak gadis itu dan merangkulnya.“engga la rey. Gua gabakal ngejauhin lo. Gua…. Gua bukan gay, bego” ucap randy seloroh. Tapi rey tau randy berat mengucapkan kata kata gay itu.Reyna terdiam. Mengerjap-ngerjapkan matanya “sejak kapan sih kak randa begitu ?” tanya rey pelan. Seolah masih tidak bisa menerima kenyataan bahwa randa adalah seorang gay.Randy menghela nafasnya. Dia benci ada disaat-saat seperti ini. Tapi dia tidak punya pilihan. Dan dia harus menghadapi ini. Randy lalu menoleh kearah rey yang memainkan remote di tangannya.“gua gatau rey. Dan please, jangan tanya gua. Gua gamau ngomongin masalah itu. Bisa kan ?” ucap randy berharap agar rey gak mengungkit masalah itu lagi.Rey terdiam. Mencerna kata kata randy. Rey berfikir memang dia ga seharusnya menanyakan hal itu lagi. Rey tau randy juga pasti sulit menerima kenyataan itu. Hanya saja, randy sudah sedikit terbiasa, mungkin.“maaf kak. Aku ga maksud……..”“udah la ren. Gapapa. Yang penting lo udah tau yang sebenarnya, jadi lo ga perlu nanya nanya lagi kenapa” balas randy. Mengusap kepala adiknya itu. “gua Cuma ga nyangka ternyata kak randa itu kaya gitu. Sampe sekarang gua masih gaabis pikir soal itu” ucap rey gusar. “sekarang udah abisin deh pikiran lo. Lo udah tau. Dan lo harus terima semuanya,rey” ucap randy menjelaskan. Berusaha menenangkan kegusaran adiknya.“entah kenapa gua tetep ga yakin ka. Jujur aja” balas reyna pelan. Randy nyaris tidak mendengar perkataan rey yang nyaris seperti gumaman itu.“lo harus yakin. Karna lo udah denger dari mulut dia langsung kan? Jadi udah jelas. Dia itu….. gay” ucap randy lagi. Seolah menegaskan kembali kenyataan pahit yang harus ditelan bulat bulat oleh rey.Rey mengangguk tanda setuju. Dia memang sudah mendengar langsung dari randa. Dan itu kenyataan yang harus dia terima. Bagaimanapun randa adalah kakak yang akan selalu dia sayang.“iya kak. Rey terima. Dan akan selalu rey terima. Apapun keadaan kak randa atau kak randy. Selama itu masih tetap ngebuat rey punya kalian, rey bakal terima kenyataannya walaupun pait” ucap rey lalu membenamkan wajahnya di pundak randy. Membuat randy lagi lagi menghela nafas berat. Dan meraangkul adiknya kedalam pelukannya.

***SKIP***

Besoknya, randy dan randa sudah siap dengan setelan kemejanya. Jelas kemeja yang berbeda. Mereka sedikit berbeda dalam soal fashion. Randy cenderung casual khas anak muda banget. Kaya malam ini dia make daleman putih yang dilapis kemeja abu abu bermotif kotak kotak yang dibiarkan unbotton di badannya. Sementara randa, cowok itu terkesan lebih dewasa dengan kemeja yang terkancing rapi.Mereka memenuhi undangan teman papanya itu. Om Arya. Yang akan menitipkan anaknya untuk tinggal bersama mereka selama anaknya mengurus berkas kuliahnya. Mereka sudah menunggu dengan sedikit bosan di ruang tamu. Menunggu edwin dan erin, dan tentu saja si ratu kecil rey yang kalo dandan butuh waktu seminggu.“kalian udah siap ?” tanya erin yang berjalan dengan dress simpel manggonya kearah anak anaknya.“mama ga liat kita berdua nyaris karatan ?” ucap randy mengundang kekehan randa.“udah la ma. Mama sama papa aja yang lama banget” jawab randa lagi sambil tersenyum kearah mamanya yang terlihat cantik malam ini.“rey mana ?” tanya edwin sambil membenarkan kemejanya.“paa…. Please deh pa. papa jangan purapura ga ngerti anak satu itu deh. Jelas banget dia itu masih dandan abis abisan. Padahal gimanapun hasilnya sama aja” ucap randy terkekeh.“apanya yang sama aja ?” tiba tiba sebuah suara muncul mengagetkan mereka. Dan benar saja. Rey

Page 10: Another Story

dengan mini dress hitamnya dan flat shoes merahnya. Ditambah kalung berlogo peace yang menjuntai di lehernya. Dan clutch bag yang senada dengan sepatunya.“duileee. Pooool abis dandanannya” ucap randy sambil mengerling nakal kearah rey.“randy, bisa gak sih kamu sebentar aja gausah ngusilin adik kamu ?” ucap erin sambil mengelus rambut ikal rey.“tau nih. Kaya gada kerjaan. Bilang cantik kek, apa kek.” ucap rey. Lagi lagi manyun. Membuat randa yang menatap kearahnya sedari tadi tersenyum simpul.“iya cantik adek gua deh. Randa aja sampe kesengsem. Liat tuh sampe senyum senyum gajelas” ucap randy sambil mengarahkan pandangannya ke randa.Otomatis semua mata tertuju pada randa yang mulai salah tingkah karna di tembak begitu mudah dengan randy. Rey menoleh kearah randa dan sempat mendapati kakaknya itu tersenyum kearahnya. Randa menjadi salah tingkah dan mengambil bbnya dari kantong celananya. Pura pura sibuk dengan handphonenya itu. Membuat randy terkekeh. Disusul senyuman rey yang mengembang.“yaudah, ayo. Ntar keburu telat. Kejebak macet” ucap erin sambil berjalan keluar beriringan dengan edwin.Dan randa berjalan dibelakang mereka. Disusul randy dan rey yang tersenyum senyum usil membicarakan randa. Mereka lalu masuk ke mobil mewah yang sudah menunggu mereka di pekarangan rumah mereka dan melesat menuju Orient8.Sesampainya disana, restoran itu cukup ramai. Dengan orang orang berstelan necis di dalamnya. Rey mendapati segerombolan cewek cewek dengan pakaian sexy yang sedang menoleh kearah mereka. Rey yakin mereka tertarik denagn kakak kakaknya. Memang tidak bisa dipungkiri, kedua kakaknya ini memang eye catchy banget. Randy dengan kerlingan kerlingan nakalnya, dan randa dengan tatapan dalamnya. Mereka berdua juga punya badan yang bagus. Dan perawakan yang sedikit bule. Yang rey rasa di dapat karna mereka besar di lingkungan barat. Karna mereka sama sekali tidak memiliki darah asing.Gadis gadis itu masih berbisik bisik sambil menatap dengan tatapan mupeng kearah rey. Rey yang saat itu berjalan di gandeng randy benar benar merasa tidak enak dilihat seperti itu. Dan itu cukup ngebuat rey salah tingkah.“biasa aja dong lo” ucap randy. Lalu mengalihkan tangannya dari tangan rey menuju pundak gadis itu. Merangkulnya sambil terseyum penuh arti.Rey sadar bener kakaknya satu ini ngerasa kalo diliatin. Dan itu negbuat rey meninju lengan kakaknya gemas. Menampilkan efek mesra yang mungkin, orang yang tidak mengetahuinya akan menyangka mereka adalah pasangan yang dimabuk cinta.“hahha. Lo kira gua gatau apa. Udah gua bilang, gua itu cukup ganteng” ucap randy mengacak rambut rey.“heeey. Ganteng sih ganteng. Gausah ngacakin rambut gue lo” ucap rey sambil membenarkan rambutnya. Sambil manyun.Dan gerombolan gadis itu masih menatap dan tidak melepaskan tatapan sinis mereka dari arah randy dan rey. Walaupun randy dan rey sudah nyaris berbaur dengan om arya dan keluarganya.“ini rey, dan yang ini randy” ucap edwin memperkenalkan rey dan randy setelah sebelumnya terlebih dulu mengenalkan randa.“rey, om” ucap rey menjabat hangat tangan arya. Lalu beralih mengenalkan dirinya ke ambar, istri arya yang tersenyum manis kearahnya.“cantik sekali kamu” ucap ambar masih menatap kearah rey. Membuat rey bersemu merah dan menunduk malu setelah sebelumnya mengucapkan terimakasih.Lalu mereka duduk disalah satu meja yang sudah dipesan oleh arya. Rey belum melihat anak arya yang diceritakan oleh edwin sampai saat itu. Sampai akhirnya tiba tiba seseorang cowok berperawakan tinggi dengan rambut rada spikenya, dan gaya yang khas anak muda jaman sekarang. Statement t-shirt, jaket, jeans, dan sneakers. “nah, ini dia adit” ucap arya sambil memperkenalkan anaknya ke keluarga wijatmiko itu. Adit benar benar tidak bisa melepaskan pandangannya dari rey. Bahkan semenjak orangtuanya mengenalkannya dengan anggota keluarga rey yang lain. Dan saat giliran rey yang berkenalan

Page 11: Another Story

dengan adit, cowok itu terlihat tersenyum dengan sangat manis ke gadis itu.“adit” ucapnya dengan suara rendahnya yang ngebass. Bener bener khas cowok.“rey. Reyna” balas rey lagi. Entah kenapa dia merasa seperti kepiting rebus. Jantungnya berdegup dan dia bisa merasakan pipinya memerah.Lalu mereka duduk bersebrangan dan saling mencuri pandang satu sama lain. Sementara keluarga mereka terlibat sedikit pembicaraan yang rey tidak tahu benar apa yang mereka bicarakan. Rey hanya menjawab setiap pertanyaan yang ditujukan oleh dirinya. Begitu juga adit. Sementara randy dan randa, mereka bisa dengan mudah ikut berbaur dalam pembicaraan laki laki itu.Rey merasakan sesuatu bergetar dari clutch nya. Dan dia langsung mengeluarkan blackberrynya. ternyata bbm. Dan dari “Randy W” : “pandangin aja terus” tulisnya.Membuat rey menelan ludahnya susah. Dan menoleh kearah randy. Yang terlihat memasukkan sesuatu ke kantong kemejanya dan kembali berbicara seperti tidak ada kejadian apapun. Otomatis membuat rey menoleh sinis kearah randy yang sempat mencuri pandang dan mengerling singkat kearah adiknya itu. Membuat rey gondok setengah mapus.

“GAY” “Gua GAY” kata kata itu masih berputar di pikiran rey. Kata kata yang dikatakan randa beberapa jam yang lalu. Kata kata yang sukses membuat rey tidak bisa memejamkan matanya dan mengistirahatkan pikirannya. Dia masih susah untuk mempercayai itu. Mungkin hal itu biasa tejadi di negara paman sam itu. Tapi itu terlalu mengejutkan rey. Tidak ada tanda tanda homoseksual sama sekali. Randa bukan tipe cowok yang hobi berdandan. Atau apalah yang menandakan dia gay. Rey masih benar benar tidak percaya akan hal itu. Dia memang ingin semuanya jelas, tapi dia benar benar tidak bisa terima kalau kenyataannya adalah randa seorang gay. Itu benar benar membuat rey tidak habis pikir.Dia kembali mengingat-ingat saat randa yang tiba tiba masuk ke kamarnya dan mengatakan bahwa dirinya gay. Erin sama terkejutnya dengan rey. awalnya rey tahu randa mencoba menutupi sesuatu. Sesuatu yang sebenarnya. Tapi setelah itu rey langsung tersadar bahwa radar benar benar mengatakan yang sebenarnya.“gua gay. Dan gua gasuka sama cewek. Kecuali mama. Lo ade gua. Tapi tetap, lo cewek. Dan sorry gua ga bisa bersikap manis sama lo” rey mengingat setiap kata yang sepertinya sangat susah untuk keluar dari bibir randa.Rey lalu beranjak dari turun dari tempat tidurnya. Lalu beranjak ke kulkas kecil dipojok ruang kamarnya. Dan mengambil sekotak susu strawberry dingin. Lalu beranjak keluar. Menuruni tangga rumahnya yang sepi pada pukul 1 dini hari. Menuju ke ruang keluarga lalu menyalakan tivi disana. Mencari channel mtv dan dia bia ngeliat v-clip terbaru katy perry sedang diputar disana. Gadis itu lalu membaringkan tubuhnya di sofa depan tivi. Suara katy perry bergema disekelilingnya, namun fikirannya masih melayang entah kemana. Kata kata gay masih berseliweran difikirannya. Membuat dia tidak menyadari bahwa randy yang sedang berjalan kearahnya menatap gadis itu sendu. “tamara” ucap randy yang sudah berdiri ujung kaki rey yang tergolek di sofa depan tv.Reyna sontak duduk dan tersenyum menye kearah randy yang sudah duduk di sofa satunya.“kok belum tidur lo ?” kata randy menyandarkan tubuhnya sambil memainkan bb keluaran terbarunya.“ga ngantuk” ucap rey sambil beranjak ke sebelah randy. Membuat randy mengalihkan pandangannya.“lo ngefans abis ya sama gua. Sampe gabisa lepas dari gua” kata randy kumat uslinya.“oh, jadi gua ga boleh kangen-kangenan ama lo? Lo juga mau jauhin gua sekarang ?” cecar rey manyun. Membuat randy terdiam. Lalu menarik pundak gadis itu dan merangkulnya.“engga la rey. Gua gabakal ngejauhin lo. Gua…. Gua bukan gay, bego” ucap randy seloroh. Tapi rey tau randy berat mengucapkan kata kata gay itu.Reyna terdiam. Mengerjap-ngerjapkan matanya “sejak kapan sih kak randa begitu ?” tanya rey pelan. Seolah masih tidak bisa menerima kenyataan bahwa randa adalah seorang gay.Randy menghela nafasnya. Dia benci ada disaat-saat seperti ini. Tapi dia tidak punya pilihan. Dan dia harus menghadapi ini. Randy lalu menoleh kearah rey yang memainkan remote di tangannya.“gua gatau rey. Dan please, jangan tanya gua. Gua gamau ngomongin masalah itu. Bisa kan ?” ucap

Page 12: Another Story

randy berharap agar rey gak mengungkit masalah itu lagi.Rey terdiam. Mencerna kata kata randy. Rey berfikir memang dia ga seharusnya menanyakan hal itu lagi. Rey tau randy juga pasti sulit menerima kenyataan itu. Hanya saja, randy sudah sedikit terbiasa, mungkin.“maaf kak. Aku ga maksud……..”“udah la ren. Gapapa. Yang penting lo udah tau yang sebenarnya, jadi lo ga perlu nanya nanya lagi kenapa” balas randy. Mengusap kepala adiknya itu. “gua Cuma ga nyangka ternyata kak randa itu kaya gitu. Sampe sekarang gua masih gaabis pikir soal itu” ucap rey gusar. “sekarang udah abisin deh pikiran lo. Lo udah tau. Dan lo harus terima semuanya,rey” ucap randy menjelaskan. Berusaha menenangkan kegusaran adiknya.“entah kenapa gua tetep ga yakin ka. Jujur aja” balas reyna pelan. Randy nyaris tidak mendengar perkataan rey yang nyaris seperti gumaman itu.“lo harus yakin. Karna lo udah denger dari mulut dia langsung kan? Jadi udah jelas. Dia itu….. gay” ucap randy lagi. Seolah menegaskan kembali kenyataan pahit yang harus ditelan bulat bulat oleh rey.Rey mengangguk tanda setuju. Dia memang sudah mendengar langsung dari randa. Dan itu kenyataan yang harus dia terima. Bagaimanapun randa adalah kakak yang akan selalu dia sayang.“iya kak. Rey terima. Dan akan selalu rey terima. Apapun keadaan kak randa atau kak randy. Selama itu masih tetap ngebuat rey punya kalian, rey bakal terima kenyataannya walaupun pait” ucap rey lalu membenamkan wajahnya di pundak randy. Membuat randy lagi lagi menghela nafas berat. Dan meraangkul adiknya kedalam pelukannya.

***SKIP***

Besoknya, randy dan randa sudah siap dengan setelan kemejanya. Jelas kemeja yang berbeda. Mereka sedikit berbeda dalam soal fashion. Randy cenderung casual khas anak muda banget. Kaya malam ini dia make daleman putih yang dilapis kemeja abu abu bermotif kotak kotak yang dibiarkan unbotton di badannya. Sementara randa, cowok itu terkesan lebih dewasa dengan kemeja yang terkancing rapi.Mereka memenuhi undangan teman papanya itu. Om Arya. Yang akan menitipkan anaknya untuk tinggal bersama mereka selama anaknya mengurus berkas kuliahnya. Mereka sudah menunggu dengan sedikit bosan di ruang tamu. Menunggu edwin dan erin, dan tentu saja si ratu kecil rey yang kalo dandan butuh waktu seminggu.“kalian udah siap ?” tanya erin yang berjalan dengan dress simpel manggonya kearah anak anaknya.“mama ga liat kita berdua nyaris karatan ?” ucap randy mengundang kekehan randa.“udah la ma. Mama sama papa aja yang lama banget” jawab randa lagi sambil tersenyum kearah mamanya yang terlihat cantik malam ini.“rey mana ?” tanya edwin sambil membenarkan kemejanya.“paa…. Please deh pa. papa jangan purapura ga ngerti anak satu itu deh. Jelas banget dia itu masih dandan abis abisan. Padahal gimanapun hasilnya sama aja” ucap randy terkekeh.“apanya yang sama aja ?” tiba tiba sebuah suara muncul mengagetkan mereka. Dan benar saja. Rey dengan mini dress hitamnya dan flat shoes merahnya. Ditambah kalung berlogo peace yang menjuntai di lehernya. Dan clutch bag yang senada dengan sepatunya.“duileee. Pooool abis dandanannya” ucap randy sambil mengerling nakal kearah rey.“randy, bisa gak sih kamu sebentar aja gausah ngusilin adik kamu ?” ucap erin sambil mengelus rambut ikal rey.“tau nih. Kaya gada kerjaan. Bilang cantik kek, apa kek.” ucap rey. Lagi lagi manyun. Membuat randa yang menatap kearahnya sedari tadi tersenyum simpul.“iya cantik adek gua deh. Randa aja sampe kesengsem. Liat tuh sampe senyum senyum gajelas” ucap randy sambil mengarahkan pandangannya ke randa.Otomatis semua mata tertuju pada randa yang mulai salah tingkah karna di tembak begitu mudah dengan randy. Rey menoleh kearah randa dan sempat mendapati kakaknya itu tersenyum kearahnya. Randa menjadi salah tingkah dan mengambil bbnya dari kantong celananya. Pura pura

Page 13: Another Story

sibuk dengan handphonenya itu. Membuat randy terkekeh. Disusul senyuman rey yang mengembang.“yaudah, ayo. Ntar keburu telat. Kejebak macet” ucap erin sambil berjalan keluar beriringan dengan edwin.Dan randa berjalan dibelakang mereka. Disusul randy dan rey yang tersenyum senyum usil membicarakan randa. Mereka lalu masuk ke mobil mewah yang sudah menunggu mereka di pekarangan rumah mereka dan melesat menuju Orient8.Sesampainya disana, restoran itu cukup ramai. Dengan orang orang berstelan necis di dalamnya. Rey mendapati segerombolan cewek cewek dengan pakaian sexy yang sedang menoleh kearah mereka. Rey yakin mereka tertarik denagn kakak kakaknya. Memang tidak bisa dipungkiri, kedua kakaknya ini memang eye catchy banget. Randy dengan kerlingan kerlingan nakalnya, dan randa dengan tatapan dalamnya. Mereka berdua juga punya badan yang bagus. Dan perawakan yang sedikit bule. Yang rey rasa di dapat karna mereka besar di lingkungan barat. Karna mereka sama sekali tidak memiliki darah asing.Gadis gadis itu masih berbisik bisik sambil menatap dengan tatapan mupeng kearah rey. Rey yang saat itu berjalan di gandeng randy benar benar merasa tidak enak dilihat seperti itu. Dan itu cukup ngebuat rey salah tingkah.“biasa aja dong lo” ucap randy. Lalu mengalihkan tangannya dari tangan rey menuju pundak gadis itu. Merangkulnya sambil terseyum penuh arti.Rey sadar bener kakaknya satu ini ngerasa kalo diliatin. Dan itu negbuat rey meninju lengan kakaknya gemas. Menampilkan efek mesra yang mungkin, orang yang tidak mengetahuinya akan menyangka mereka adalah pasangan yang dimabuk cinta.“hahha. Lo kira gua gatau apa. Udah gua bilang, gua itu cukup ganteng” ucap randy mengacak rambut rey.“heeey. Ganteng sih ganteng. Gausah ngacakin rambut gue lo” ucap rey sambil membenarkan rambutnya. Sambil manyun.Dan gerombolan gadis itu masih menatap dan tidak melepaskan tatapan sinis mereka dari arah randy dan rey. Walaupun randy dan rey sudah nyaris berbaur dengan om arya dan keluarganya.“ini rey, dan yang ini randy” ucap edwin memperkenalkan rey dan randy setelah sebelumnya terlebih dulu mengenalkan randa.“rey, om” ucap rey menjabat hangat tangan arya. Lalu beralih mengenalkan dirinya ke ambar, istri arya yang tersenyum manis kearahnya.“cantik sekali kamu” ucap ambar masih menatap kearah rey. Membuat rey bersemu merah dan menunduk malu setelah sebelumnya mengucapkan terimakasih.Lalu mereka duduk disalah satu meja yang sudah dipesan oleh arya. Rey belum melihat anak arya yang diceritakan oleh edwin sampai saat itu. Sampai akhirnya tiba tiba seseorang cowok berperawakan tinggi dengan rambut rada spikenya, dan gaya yang khas anak muda jaman sekarang. Statement t-shirt, jaket, jeans, dan sneakers. “nah, ini dia adit” ucap arya sambil memperkenalkan anaknya ke keluarga wijatmiko itu. Adit benar benar tidak bisa melepaskan pandangannya dari rey. Bahkan semenjak orangtuanya mengenalkannya dengan anggota keluarga rey yang lain. Dan saat giliran rey yang berkenalan dengan adit, cowok itu terlihat tersenyum dengan sangat manis ke gadis itu.“adit” ucapnya dengan suara rendahnya yang ngebass. Bener bener khas cowok.“rey. Reyna” balas rey lagi. Entah kenapa dia merasa seperti kepiting rebus. Jantungnya berdegup dan dia bisa merasakan pipinya memerah.Lalu mereka duduk bersebrangan dan saling mencuri pandang satu sama lain. Sementara keluarga mereka terlibat sedikit pembicaraan yang rey tidak tahu benar apa yang mereka bicarakan. Rey hanya menjawab setiap pertanyaan yang ditujukan oleh dirinya. Begitu juga adit. Sementara randy dan randa, mereka bisa dengan mudah ikut berbaur dalam pembicaraan laki laki itu.Rey merasakan sesuatu bergetar dari clutch nya. Dan dia langsung mengeluarkan blackberrynya. ternyata bbm. Dan dari “Randy W” : “pandangin aja terus” tulisnya.Membuat rey menelan ludahnya susah. Dan menoleh kearah randy. Yang terlihat memasukkan sesuatu ke kantong kemejanya dan kembali berbicara seperti tidak ada kejadian apapun. Otomatis

Page 14: Another Story

membuat rey menoleh sinis kearah randy yang sempat mencuri pandang dan mengerling singkat kearah adiknya itu. Membuat rey gondok setengah mapus.

“semuanya bener bener aneh. Gue yakin banget itu someday bukan dari randy. Kenapa sih semua bener bener berubah jadi aneh” rey menggumam. Seolah merutuki dirinya.Rey bener bener ga habis pikir sama kelakuan randa. Randa suka seenaknya menyela pembicaraan orang. Dan kakaknya satu itu benar benar sulit ditebak. Entah kenapa rey justru merasa randa lah yang membawakannya sepaket parfum dari penyanyi yang sedang rey suka itu. Karna kalau randy, dia ga bakal diam aja. Dan ga bakal sok ngasih surprise. Karna randy bukan tipe cowok yang suka ngasih surprise. Dan randy pasti udah ngasih ke rey dari jauh jauh hari.Rey menekukkan kakinya dan memeluk lututnya. Menenggelamkan kepalanya dan menghela nafas berat. Pikirannya mengawang entah kemana mana. Dadanya serasa terhimpit dan ditimpa beban yang sangat berat. Membuatnya terasa sangat sesak. Berkali kali rey menarik nafas panjang dan menghelanya berat. Dia berusaha menenagkan diri dan pikirannya yang benar benar kacau. Matanya terasa panas. membuat cewek itu beberapa kali mengerjap-ngerjapkan matanya. Rey lalu menyangga tubuhnya dengan kedua tangannya yang diletakkannya membelakang. Dan menengadahkan kepalanya menatap langit siang itu yang tidak begitu terik. Cenderung mendung. Matanya menatap awan yang berpindah nanar. Pandangannya kosong. Randa, kakaknya itu terlalu menguasai pikirannya. Randa yang sejujurnya lebih dia sayang dari randy. Rey memang lebih menyayangi randa. Randa yang bahkan tidak pernah mendengar keluh kesah dan curhatan curhatan rey. tapi justru itu yang membuat rey sangat menyayangi randa. Randa memang sama sekali tidak pernah mendengar cerita rey. tapi randa tau banyak hal tentang rey. dan terkadang itu yang membuat rey terkesima dan membuat rey sadar bahwa kakaknya itu diam diam mengamatinya. Itu yang membuat rey sayang kepada randa. Dan entah kenapa itu seperti tak terdeskripisikan. Rey terkadang ingin memeluk kakaknya itu. Merasakan dekapannya. Membiarkan kakanya memeluknya dan memeberi perlindungan padanya. Tapi itu tidak pernah terjadi. Membuat rey semakin sedih menerima kenyataan itu.“reyna….” Suara seseorang yang masih terdengar asing di telinganya menyapanya. Namun reyna tau siapa yang sedang berdiri di sampingnya itu tanpa harus menoleh kearahnya.Cowok itu duduk persis di sebelah reyna. Memberi sensasi yang lagi lagi menggelitik cewek itu. Reyna jelas bisa mencium aroma tubuh cowok itu. Aroma maskulin. Bercampur aroma parfum hugo boss yang meremang. Membuat rey merasakan sedikit ketenangan.“boleh gua duduk disini ?” tanya cowok itu. Membuat reynya yang memejamkan matanya merasakan sensasinya itu membulatkan matanya. Lalu menoleh kearah cowok di sebelahnya dan tersenyum.“pertanyaan bodoh banget” ucap rey tersenyum simpul.“bodoh ?” cowok itu terheran. Tapi justru mengekspresikan ekspresi lucu yang membuat reyna terkekeh.“haha. Iya. Persis muka lo” jawab reyna. Sambil mengalihkan wajahnya yang memerah. Kernyitan kening adit yang terheran, matanya yang menyipit, hidungnya yang sedikit terangkat dan mulutunya yang sedikit ternganga benar benar menguasai rey. membuat pipinya panas dan bersemu merah.Adit yang masih terheran disebelah rey justru balik menikmati keindahan disebelahnya itu. Reyna yang terkekeh dan rey bisa melihat semburat merah jambu menghiasi pipinya yang putih. Entah itu karna tertawa atau karna hal yang diharapkan adit. Dan itu cukup membuat adit terlena.Rey yang merasa diperhatikan langsung menjadi salah tingkah. Beberapa kali cewek itu menggaruk tengkuknya yang gatal dan menggigit bibirnya. Jantungnya berdebar lebih kencang. Sampai sampai rey khawatir adit bisa mendengar degupan jantungnya yang diluar kendali.Rey lalu memberanikan diri menoleh kearah adit “kenapa lo liatin gua kaya gitu ? ada yang salah ?” ucap rey sedikit ketus. Mencoba menyembunyikan kegugupannya.Kali ini giliran adit yang salah tingkah. Cowok itu lalu membuang pandangannya seraya tersenyum malu ke gap sedang memandangi rey “eh.. haha. Engga. Heran aja. Ternyata mood lo cepat berubah ya” balas adit. Rey terdiam. Sebenarnya dia bukan tipe cewek moody yang gampang berubah ubah moodnya. Hanya orang orang tertentu yang bisa membuatnya sedikit merasa baikan. “ga begitu juga sih. Gua

Page 15: Another Story

Cuma heran aja kenapa lo harus minta izin dulu Cuma buat duduk” ucap rey“yah, siapa tau lo gamau diganggu atau lagi pengen semedi sendirian disini” balas adit sambil menggerak-gerakkan kakinya.“awalnya sih gitu. Lo udah terlanjur duduk sih. Ga mungkin juga gua usir” jawab rey sambil lagi lagi tersenyum. Menahan gelinya. Entah kenapa dia bisa merasa sedekat ini. Bahkan dengan orang yang baru tadi malam dikenalnya.“jadi gua harus menyingkir, nih ?” tanya adit dengan nada yang rey ga bisa artiin. Entah tersinggung atau apa. “ya engga juga sih” balas rey singkat. Lalu cewek itu memeluk lututnya lagi. Menyandarkan dagunya disela sela tangan yang melingkari lututnya. Menatap lurus kedepan. Lagi lagi pikirannya melayang entah kenapa.“lo keliatan kaya anak kucing yang ilang kalo lagi begitu” gumam adit yang menyilangkan kakinya. Dan mengusap ngusap kedua telapak tangannya. Seolah saat itu adalah malam yang sangat dingin.Rey menoleh kearah adit. Mengernyit. “apa lo bilang ? anak kucing ? sialan lo” ucap rey meninju pelan lengan adit. Diluar kendalinya. Membuat adit menoleh kearahnya.“eh sorry….” Ucap rey gugup. Lalu membenarkan letak tangannya.Adit tersenyum simpul. “santai aja” jawab adit. Sejujurnya adit juga ga bisa sesantai itu. Pukulan ringan di lengannya tadi seolah berasa sampai ke jantungnya. Membuat adit berdebar.“kalo itu ngebuat lo ngerasa baikan. Lo masih punya sisa satu tangan lagi” ucap adit lagi. Kata kata itu keluar begitu aja dari bibirnya. Rey cukup terkejut dengan perkataan adit barusan. Cewek itu menoleh dan hanya bisa melemparkan senyum kearah cowok itu. “gua serius reyna. Gua gatau apa yang sebenernya terjadi. Tapi, kalo lo ngerasa atau butuh seseorang buat dengerin lo. Gua juga bisa” jawab adit. Kali ini dia tidak merutuki kata kata yang keluar dari bibirnya itu. Dia sadar betul ada yang tidak beres dengan cewek itu. Cewek itu terlihat sangat kacau.“lo keliatan kacau tau gak. Kaya anak kucing yang tersesat dan gatau arah. Gak beres” ucap adit. Dia ga peduli kalau rey akan marah atau tersinggung. Rey menundukkan kepalanya. Dia gatau seberapa kacaunya dia. Yang dia tau dia benar benar ngerasa ada yang gak beres. “gua emang gak beres. Dan emang gaada yang beres,dit” ucap rey rendah.Adit sedikit lega mendengar jawaban reyna. Artinya cewek itu ga tersinggung. “apanya yang ga beres rey ?” tanya adit lagi.Rey menghela nafas berat. Pikirannya kacau mengingat ingat kejadian tadi. Emosinya seperti membuncah mengingat apa yang dikatakan randa tadi. “lo liat ga sih tadi? Lo disana kan? Lo harusnya ga perlu nanya ke gua apanya yang ga beres” balas rey dengan nada yang sedikit meninggi dan terdengar ketus.Adit menoleh ke cewek itu. Kepalanya menunduk dan jari jari tangannya memainkan ujung tshirtnya. “sorry……….. gua..” Rey sontak menoleh ke adit. Sadar omongannya terlalu ketus. Dan dia ga seharusnya seperti itu. “gak dit. Gua yang lose control. Maaf” rey lalu bergerak beranjak. Tapi adit sempat mencegahnya.“gua tau ada yang ga beres. Tapi gua gatau apa. Lo mau ngasi tau gua ? maksud gua, cerita ke gua. Siapa tau gua bisa sedikit ngurangin beban lo. Jadi lo ga perlu kaya anak kucing yang ilang lagi” ucap adit menatap lurus kemata dark coklat itu tajam. Seolah meyakinkan cewek manis itu untuk membagi masalahnya.Rey membatalkan niatnya beranjak. Cewek itu sekarang balik menekuk lututnya lagi. Tapi kali ini tangannya dikebelakangkannya. Menyangga tubuhnya. Lalu tersenyum menengadah kearah langit. Membuat adit bertanya-tanya tentang apa yang sedang dipikirkan cewek itu. Sampai tiba tiba rey bersuara.“gua yakin kak randa yang ngebawain gua someday. Dan bukan randy. Randy gaakan seribet itu. Randy juga ga hobi ngasih surprise. Jadi gua pastiin randa yang beliin gua someday” ucap rey menarawang. Cewek itu seolah berceloteh pada langit. Bukan pada adit yang diam diam menatapnya. Menjengkali wajah cewek itu dari samping.

Page 16: Another Story

“mungkin gak sih lo yang bawain gua someday ?” tanya rey ngaur. Suaranya mengambang. Cewek itu menoleh kearah adit yang terlebih dulu mengalihkan pandangannya. Dan membuat adit tertawa.“gua aja gatau lo setergila-gila itu sama bieber. So… lo udah tau jawaban gua” balas adit mencoba tertawa menyembunyikan kekalutannya.“tanpa gua tanya gua juga tau kalo itu ga mungkin elo” balas rey lagi rendah. Sangat rendah. Seakan suara cewek itu bergetar.“gua Cuma heran kenapa kak randa tega ke gua” kata kata itulah yang memulai semua cerita rey ke adit. Semuanya. Mulai dari betapa dia sayang ke randa, randa yang gak pernah bersikap baik, sampai soal randa yang gay. Dan sama seperti rey, adit sama sekali ga percaya. Adit benar benar gak bisa percaya gitu aja. Adit setuju dengan rey soal gaada tanda tanda atau ciri apapun yang bisa ngeyakinin mereka kalau randa adalah gay. Dan itu cukup membuat adit ikut merasakan kekacauan yang dirasakan rey. kakaknya yang sangat dia sayangi justru menyembunyikan sesuatu. Dan dari semua cerita rey, adit setuju dengan rey bahwa sebenarnya keluarga itu menyembunyikan sesuatu. Sesuatu yang mereka tidak ingin rey tau.“gua gatau kenapa semua terlihat tertutup ke gua. Seakan-akan ada yang mereka rahasian ke gue. Dan gue bener bener ga ngerti.” Ucap rey lagi. Masih dengan suara lirih“rey, mungkin mereka emang nyembunyiin sesuatu dari lo. Tapi lo tetep gabisa gini terus. Lo kaya anak kehilangan arah yang tiba tiba suka nyendiri sendiri ga jelas. Apapun itu yang mereka sembunyiin dari lo, lo harus yakin mereka sayang sama lo. Mungkin mereka memang belum mau lo tau” ucap adit sambil mengelus punggung cewek itu. Berusaha menenangkan cewek itu.“tapi sampe kapan dit ? gua gabisa gini terus. Gua ngerasa ini bener bener gaadil” balas rey lagi. Cewek itu kembali memainkan ujung t-shirtnya.“atau jangan-jangan gua bukan keturunan wijatmiko ya dit ?” ucapan rey itu benar benar membuat adit tersentak. Menyadari betapa kacaunya cewek disebelahnya itu sampai sampai mengira bahwa dia bukan dari keluarganya sendiri.“rey.. lo apa apaan sih” tegur adit keras. Dia gasuka dengan pertanyaan bodoh rey tadi“lo boleh marah, lo boleh kecewa. Tapi lo gabisa mikir seenaknya gitu. Lo itu keturunan wijatmiko. Gua yakin kok” ucap adit lagi. Entah kenapa dia juga merasa tidak yakin dengan kalimatnya.“haha. lo tau, gua itu ga sepintar wijatmiko wijatmiko lain. Dan………..” rey belum sempat menyelesaikan kalimatnya. Saat ekor matanya menangkap randy yang berjalan kearahnya.“siapa yang ga sepintar wijatmiko yang lain ?” ucap randy ketus. Menatap kearah rey yang tertunduk. “lo ngomong apa sih ? jangan gara gara masalah sepele, lo jadi mikir yang ga bener, rey” ucap randy lagi. Nadanya masih tinggi. Dan tetap ketus. Dia marah. Dia marah dengan keadaan. Dia marah karna dia tetap tidak bisa berterus terang. Dia marah karna dia tidak bisa meyakinkan adiknya. Dia marah karna kenapa harus rey.Rey terdiam. Menatap tanah. Dia tau randy marah. Tapi dia ga punya pilihan. Dia benar benar kecewa. Dan kalau memang dia seorang wijatmiko, dia akan sangat kecewa dengan keluarganya.“emang randa yang bawain lo parfum itu” ucap rey sedikit lebih tenang. “lo tau dia gimana, dan gua harap lo gausah permasalahin itu lagi. Dan satu lagi. Lo itu Wijatmiko. Sama kaya gua. Sama kaya randa. Dan lo jangan pernah mikir macem macem lagi. Gua kecewa lo mikir yang enggak-enggak” ucap randy lalu berbalik. Nyaris pergi. Namun tertahan oleh kata kata yang tiba tiba aja keluar dari bibir rey.“lo fikir Cuma lo yang kecewa, kak ? lantas, lo ga mikirin gua ? lo fikir gua apa ?” ucap rey gak kalah ketus. Cewek itu kehilangan kendali atas dirinya. Adit menoleh kearah rey menyentuh pundak cewek itu pelan. “reey” ucapnya mencoba menegur gadis itu. Sementara randy, cowok itu menoleh kearah rey dengan tatapan yang sulit di deskripsikan“kak…. Lo harus tau, gua juga kecewa. Bukan sama kak randa aja. Tapi sama lo, mama, bahkan papa. Atau mungkin semua Wijatmiko. Gua yakin lo semua nyembunyiin sesuatu dari gua. Sesuatu yang mungkin bener bener rahasia. Dan mungkin aja kan itu adalah kenyataan bahwa gua bukan seorang wijatmiko” ucap rey sinis. Cewek itu benar benar lelah dengan semua.“REYNA !!!” ucap randy keras. Membuat rey sedikit menciut. Belum pernah randy semarah ini dengan dirinya.“rey…. udah rey” ucap adit lebih menenangkan reyna. 

Page 17: Another Story

“gua gabisa dit. Gua udah kehilangan kepercayaan gua sama mereka. Gua tau, gua emang ga sepintar wijatmiko lain. Tapi gua cukup tau kalo ada sesuatu yang disembunyikan disini. Dan Cuma gua yang gatau itu” ucap reyna. Lebih menjawab himbauan adit. Randy terdiam menatap adiknya yang kini serasa benar benar jauh dari jangkauannya. Bahkan adikanya itu tidak lagi percaya padanya. Tangan randy mengepal. Membuat buku buku jarinya mengeras. Dia menggertakkan rahangnya. Dia benar benar marah. Dia gamau rey berfikir macam macam tentang dirinya, dia ga mau rey kehilangan kepercayaannya pada dirinya. Dia gamau semua berubah.Randy berjalan mendekat kearah rey. membuat rey mundur selangkah. Nyalinya sedikit ciut melihat sisi lain dari seorang randy anggara wijatmiko. Kakaknya sendiri.Randy berdiri tepat di depan rey. menatap gadis itu lekat lekat. Menarik rey kasar. Membuat cewek itu sedikit meringis.“sakit ?” tanya randy sinis. Membuat adit nyaris mencegah randy. “sakit ? gua tanya ke elo, sakit gak ?” tanya randy sedikit mengencangkan cengkramannya. Membuat rey mengaduh.“sakit yang lo rasain, ga sebanding sama yang gua rasain. Lo itu terlalu labil. Dan segitu labilnya sampe lo sendiri bilang lo bukan wijatmiko. Karna jelas jelas lo itu wijatmiko” ucap randy geram. Tapi tangannya sudah sedikit mengendur. Dia tidak akan tega menyakiti adiknya sendiri.“sekali lagi lo bilang lo bukan wijatmiko, gua bersumpah gaakan anggap lo wijatmiko lagi” randy menghempaskan tangan rey yang bergetar itu. Dan pergi meninggalkan rey dan adit yang terpaku di tempatnya. Tubuh rey bergetar. Lalu cewek itu terduduk di lantai. Memegangi lengannya yang masih terasa panas dan sakit. Cengkaraman randy tadi memang tidak sesakit apa yang dia rasakan di dalamnya. Dia terluka. Terluka karna kekecewaannya, dan terluka karna dia telah menyakiti kakaknya sendiri.Adit menoleh iba ke arah cewek kecil disebelahnya itu. Duduk disebelahnya, lalu tanpa malu merangkul lengan rey, dan membiarkan cewek itu menangis dipundaknya. membiarkan air mata gadis itu jatuh dan membasahi pundaknya dalam diam. Membiarkan air mata membasahi jiwa yang terluka.“nangis sepusnya, rey. jangan biarin ada yang tertinggal di hati lo. Biarin semua keluar. Gua akan ada disini nemenin lo. Sampe lo selesai” ucap adit mengusap kepala rey pelan.“thanks dit. Mungkin tuhan emang ngirimin elo buat gue” jawab reyna jujur. Dia sedikit tertolong oleh keberadaan adit dirumahnya. Membuatnya merasa memiliki seseorang yang setidaknya tidak akan berbohong dan menyembunyikan apapun dari dirinya…..

Sementara itu, randy mengetuk pintu kamar randa yang terkunci. Beberapa kali dan tetap tidak ada jawaban. Dan ketukan itu menjadi gedoran keras. Gedoran yang disusul dengan panggilan cemas. Seketika randy pucat pasi. Menyadari ada sesuatu yang tidak beres. Randy lalu berlari kebawah. Ke kamar ibunya. “ma, kunci serap kamar randa dimana ?” ucapnya kalut.Erin yang sedang membaca majalah sontak pucat pasi. Lalu tanpa diperintah berjalan ke laci mejanya dan mengorek ngorek isi laci. Mencari sesuatu. Lalu menemukannya. Beberapa kunci yang tergantung dalam sebuah gantungan kunci. Lalu berjalan terburu-buru kearah kamar randa.Randy mengambil kunci dari tangan erin dan membuka pintu kamar randa dengan gusar. Dan benar saja……………“randa !!” randy nyaris berteriak dan berlari masuk. Mendapati randa terbujur di lantai kamarnya………………………"telfon dokter, ma" ucap randy sambil mengangkat kakak kembarnya itu ke tempat tidurnya.

“gimana keadaannya, dok?” tanya erin khawatir.“keadaannyaga parah. Cuam butuh istirahat. Dia Cuma kecapean. Mungkin masih kurang istirahat begitu sampe dari amerika kemaren. Dan obat sama vitaminnya jangan lupa diminum” kata dokter keluarga wijatmiko itu ke erin.“iya dok. Tapi bener gak kenapa kenapa kan dia, dok ?” tanya erin meyakinkan.

Page 18: Another Story

“tenang aja bu. Selama dia dalam pengawasan yang baik dan obat sama vitaminnya di minum, dia akan berangsur-angsur sembuh kok. Satu lagi, jangan terlalu memberi tekanan. Dan jangan biarin randa mikir mikir yang berat dulu. Dia benar benar butuh istirahat” kata dokternya menerangkan. Mencoba meyakinkan erin tidak ada yang perlu di khawatirkan. “terimakasih ya dok” ucap erin sambil mengantarkan dokter itu keluar.Rey duduk di ruang keluarga lantai dua. Adit duduk di sebelahnya, dan randy di depannya. Randy terlihat begitu kalut tadi. Bahkan sampai saat ini wajahnya masih terlihat begitu khawatir.Rey dan adit bergegas ke kamar randa begitu mendengar erin heboh menelfon dokter dan meminta beberapa pembantu dirumahnya melihat keadaan randa diatas. Rey merasakan denyutan dikepalanya. Semua terjadi begitu cepat dan benar benar diluar kendali. Sekarang kakak satunya malah terbujur pingsan di kamarnya sendiri. Selama dokter memeriksa randa, rey gabisa lepas dari adit. Cewek itu benar benar butuh seseorang untuk tetap menyangganya berdiri. Untuk menyeimbangkan pijakannya. Dan adit benar benar melakukannya dengan baik. Adit mengusap usap punggung tangan rey. dan berulang kali mengatakan bahwa semua baik baik saja. Benar benar membuat rey lebih kuat. Rey jadi mengira-ngira apa jadinya kalau adit tidak ada saat itu. “mama… kak randa kenapa ?” tanya rey begitu melihat ibunya.“hm… kata dokter, randa Cuma kecapean. Masih kurang tidur semenjak dari amerika kemarin. Dan mungkin terlalu banyak pikiran” ucap erin mengurut kepalanya. “mama yakin kak randa ga kenapa kenapa ? akhir akhir ini kak randa memang keliatan pucat. Bahkan kurusan” ucap rey jujur.Rey memang menyadari ada yang berubah dari kakaknya itu. Semenjak ke pulangannya dari amerika.“dia ga papa. Lo ga perlu repot repot ngekhawatirin dia. Kaya yang mama bilang, dia Cuma kecapean. Gausah ngelebih-lebihin” sentil randy dari kursinya.“randy….” Tegur erin. Membuat erin mengernyit heran. Ga biasanya randy bertingkah seperti itu ke reyna.“rey boleh ngeliat kak randa ma ?” tanya rey ga meduliin kata kata randy.Randy erin dan adit menoleh kearah rey. rey benar benar bersikap seperti dia bukan keluarga itu. Membuat randy menghempaskan punggungnya di sandaran kursi.“kenapa kamu nanya gitu rey ?” tanya erin heran.“dia takut ngeganggu itu tan” potong adit. Cowok itu berusaha menetra keadaan.Rey menatap adit dengan tatapan terimakasih. Rey benar benar bersyukur ada adit saat ini. Adit benar benar membantunya.“yaudah. Kalian liat randa. Mama kebawah dulu. Mau telfon papa kamu” ucap erin menepuk pundak rey pelan lalu berjalan turun. Meninggalkan rey dan adit yang beranjak masuk ke kamar randaRey masuk dengan diikuti adit dibelakangnya. Seketika paru paru rey terisi oleh udara kamar randa yang bercampur dengan parfume yang biasa dipakai randa. Memberi kesan hangat sekaligus maskulin. Membuat rey menarik nafas dalam menghirup sebanyak mungkin udara yang menenangkannya itu.Rey lalu berjalan kearah ranjang berukuran besar itu. Mendapati randa terbaring lemas dengan selimut warna khaki yang menyelimuti nyaris seluruh badannya. Entah kenapa pipi rey memanas. Dia merasakan sesak di dadanya. Dan matanya seolah kabur. Dia nyaris menangis. Menangis karna dia tidak pernah mendapati kakaknya selemah ini.Adit lalu menuntun rey duduk di sisian ranjang. Dan lebih milih bungkam dan membiarkan rey mengekspresikan kesedihannya.“dit…” panggil rey parau. “kenapa rey ?” tanya adit mendekatkan dirinya. Sedikit sulit mendengar perkataan rey.“gua boleh gak megang tangan kak randa ?” tanya rey masih menoleh kearah randa. Randa terbaring lemah. Dadanya naik turun seraya bernafas. Wajahnya pucat, dan badannya mengurus. Benar benar terlihat lemah. Rey sampai tidak yakin kalau kakaknya ini benar benar baik baik saja.“rey… dia kakak lo. Gimanapun lo tetap berhak atas dia. Lo pegang tangannya, lo kasih dia kekuatan.

Page 19: Another Story

Gua yakin dia bisa denger lo” jawab adit pelan sambil mengusap kepala rey.Rey terlihat canggung. Tangannya terangkat hendak memegang tangan randa. Dan adit bisa melihat tangan itu gemetar. Rey benar benar gemetar. Lalu perlahan, rey memegang punggung tangan randa. Merasakan telapak tangan randa yang dingin. Darah rey berdesir. Ini kali pertama dia menyentuh kakaknya. Mereka tidak pernah sedekat ini sebelumnya. Rey benar benar terharu. Airmatanya nyaris jatuh membasahi pipinya yang memerah.“kak randa….. kakak kenapa sih ?” suara rey terdengar tercekat. Seperti ada yang mengganjal di tenggorokannya.“rey….. randa ga kenapa kenapa. Percaya sama gua. Yang dia butuhin itu bukan lo yang sedih. Tapi justru lo yang kuat. Lo harusnya jangan nangis didepan dia” ucap adit sambil menatap nanar cewek di hadapannya itu.“dit… gua ga pernah ngerasa kaya gini dit. Gua bener bener ngerasa random. Disaat yang bersamaan, gua marah sama semua. Tapi keadaan justru berbalik nyerang gua” Sekarang rey justru ga bisa marah sama siapapun. Randa terbaring lemah di depannya, randy kecewa dengan fikiran bodohnya. Dan semua benar benar diluar kendali rey.Adit tetap diam tak bergeming. Dibiarkannya matanya menatap lurus kearah rey yang mengaitkan tangannya dengan tangan rey. Cewek itu menangis. Menangis untuk hal yang mungkin pantas untuk dia tangisi. Adit sadar betul semua ynag dirasakan rey memang benar benar rumit. Itu seperti benang kusut yang tidak akan pernah rapi. Dan adit juga yakin adahal lain yang disembunyikan keluarga ini dari wijatmiko kecil ini.“kak..” rey terbata. Di bungkukkannya badannya sehingga bibir mungilnya mendekat ke telinga randa.“kalo kakak denger aku, aku Cuma pengen kakak tau. Gimana pun kakak, apapun dan siapapun kakak, rey bakal tetep jadi rey yang akan selalu sayang sama kakak. Maaf rey ga pernah bisa nyampein itu di depan kakak. I`ve no chance kak. Rey sayang sama kakak” ucap rey terbata. Suaranya terdengar sangat parau. Sepertinya pita suaranya mengering. Dan air mata jatuh membasahi ujung bantal randa. Rey lalu menggengam tangan randa dan membiarkan tangan itu dalam dekapannya. Dan air mata rey jatuh membasahai buku buku jari randa yang mendingin.“ayo rey, mendingan lo istirahat. Dan biarin randa istirahat juga. Semua bakalan baik baik aja. Lo harus percaya sama gua” ucap adit memegang pundak reyna.Rey menoleh kearah adit. Lalu mengangguk lemas. Dia tau tidak baik menangis di depan orang yang sedang sakit. Karna itu justru akan semakin membuat orang itu sedih. Akhirnya rey meletakkan tangan randa setelah sebelumnya sempat mengusapnya. Lalu rey pergi meninggalkan kamar randy dan randy yang membuka matanya tepat saat rey menutup pintu kamarnya. Tercenung. Masih bisa merasakan wangi gadis itu. Wangi parfume yang randa bisa pastikan parfume penyanyi kesayangannya itu. Bercampur dengan wangi rambut ikalnya.Randa jelas masih bisa merasakan hangatnya air mata yang jatuh di tangannya. Membuatnya ingin berteriak dan memeluk gadis itu. Menghentikan tangisnya. Randa sejujurnya terjaga saat rey dan adit disana. Dan dia benar benar merasa buruk. Kepalanya yang berputar hebat, nafasnya yang belum stabil juga membuatnya kerap dilanda sesak. Ditambah rey yang menangis karnanya.Randa meraba ujung bantalnya. Dia yakin gadis itu menangis saat membisikkan kata kata yang membuat randa bergetar hebat tadi. Kata kata yang justru harusnya dia katakan ke reyna. Reyna tamara wijatmiko. Adik perempuannya satu satunya. Dan adiknya yang sangat dia sayang.Rasanya dia ingin berteriak, dan mengalahkan gengsinya, berlari ke kamar rey dan memeluk adiknya itu. Namun itu sama sekali tidak dia lakukan. Membiarkan rey menyayanginya sama dengan membiarkan gadis itu tersiksa. Dan randa tidak akan membiarkan adiknya tersiksa hanya karna kebodohannya……….“Its hard to hold on to something that you know would never be yours in any way you think of, you just have to learn to let go and face the fact that while good things never last….better you don't even start, Rey” randa bergumam. Dan tanpa bisa dia cegah, air matanya mengalir tanpa bisa dia cegah lagi…………………………….

Page 20: Another Story

Rey berbaring menatap langit langit kamarnya. Tangan menengadah keatas menyangga kepalanya. Kakinya ditekuk dan dibiarkan tertutup oleh selimut putihnya. Malam itu udara terasa begitu dingin. Entah memang pendingin rey yang begitu dingin, udara, atau karna hanya rey yang merasa dingin ? Entahlah, yang jelas rey merasa begitu dingin, sepi, dan sendiri.Sudah nyaris seminggu sejak kejadian randa ditemukan pingsan dikamarnya. Namun nyaris seminggu juga randa menjadi semakin tidak terjangkau oleh rey. Randa seolah menghindari rey yang acap kali mencoba menegur atau menanyakan keadaannya. Sementara randy, randy dan rey yang sama sama punya sifat keras kepala dan gengsi yang berlebihan justru menjadi semakin canggung. Dan rey kerap mendapati randy menoleh kearahnya dengan tatapan sedih. Membuat rey semakin merasa bersalah. Suasana meja makan kerap menjadi dingin. Karna tidak ada pembicaraan yang biasa terjadi seperti sebelumnya. Hal itu cukup membuat erin dan edwin khawatir. Khawatir dengan keadaan randa, juga keadaan randy dan rey yang ga pernah kaya gini sebelumnya. Dan itu cukup membuat erin dan edwin memutar otak. Hingga mereka yang sempat bicara dengan randa juga randy, akhirnya mencapai kesimpulan yang mungkin akan sangat menyakiti rey. Bukan hanya rey, tapi mungkin semuanya. Karna itu tidak mudah. Sangat tidak mudah. Sementara itu, rey malah semakin dekat dengan adit. Adit selalu ada di dekatnya akhir akhir ini. Membuat rey sedikit banyak memiliki tempat untuk bersandar.Rey menoleh kearah pintu kamarnya mendengar suara ketukan yang tiba tiba terdengar. Disusul suara erin yang memanggilnya."Rey.... Bisa turun sebentar. Mama mau bicara" ucap erin dengan nada yang gak bisa rey mengerti."Iya ma. Ntar rey nyusul" ucap rey dari dalam kamarnya. Terheran heran. Rey menoleh kearah jam dinding bulatnya yang tergantun disisi kanan tempat tidurnya. Nyaris jam 10 malam. Dan ibunya memanggilnya untuk membicarakan sesuatu. Dan itu cukup membuat rey merasa was was. Dia yakin ini adalah masalah serius. Atau mungkin ibunya bakal mengatakan yang sebenarnya. Hal yang bahkan sama sekali tidak ingin rey tau. Seperti "rey, kamu sebenarnya bukan keluarga wijatmiko" membayangkannya saja rey sudah merasa mual. Perutnya bergejolak. Dan seketika dia diserang perasaan yang benar benar tidak bisa di kendalikannya. Pikirannya seketika di gentayangi hal hal buruk. Namun rey berusaha untuk tetap tenang. Apapun yang akan dikatakan oleh keluarganya nanti, dia harus terima. Dan dia tidak boleh mengeluarkan airmata.Rey menghela nafas panjang dan mensugesti dirinya bahwa semua akan baik baik saja. Seperti yang biasa dilakukan adit dengannya.Rey lalu beranjak keluar dari kamarnya dan turun menuruni tangga rumahnya. Dari atas, dia bisa melihat ibunya, ayahnya, juga randa dan randy. Minus adit. Rey teringat bahwa setelah makan malam tadi adit sempat bbm rey yang udah masuk kamar duluan bahwa dia akan pergi dengan beberapa temannya disini. Membuat rey semakin mual menyadari suatu hal bahwa tidak akan ada adit yang minimal akan menenangkannya.Mau tidak mau rey melesat turun. Dan tatapan erin yang gelisah menyambutnya begitu rey menuruni anak tangga terakhir."Ada apa, ma?" Ucap rey berusaha sedikit tenang.Randa dan randy duduk di sofa yang sama. Di samping kiri edwin dan erin. Randa dan randy hanya menunduk. Bungkam. Membuat rey menerka nerka apa yang sebenarnya terjadi. Atau mungkin lebih tepatnya akan terjadi."Duduk sayang" ucap erin menepuk nepuk sofa di sampingnya.Rey lalu duduk di sofa tepat di depan randa. Matanya sempat bertemu dengan mata randa yang terlihat kosong. Nanar.Untuk beberapa saat. Hanya dentingan suara peralatan dapur yang terdengar. Mungkin beberapa pembantunya sedang membereskan dapur atau semacamnya. Keadaan benar benar canggung. Semua bungkam. Erin beberapa kali terlihat meremas kedua tangannya. Randy menyangga kepalanya dengan tangannya. Edwin hanya menunduk. Dan randa, cowok itu menatap rey. Dalam. Tidak peduli sekalipun rey menoleh kearahnya. Tatapan tajam, namun tetap terasa begitu melindungi. Begitu hangat. Dan itu cukup membuat rey salah tingkah."Rey...." Tegur edwin. Suaranya masih seperti biasa. Terdengar berwibawa. Namun rey tau itu suara

Page 21: Another Story

yang susah payah ayahnya keluarkan."Papa mau bilang kalau......." Edwin menoleh kearah erin yang masih meremas kedua tangannya."3 hari lagi papa, mama dan randa bakal ke LA" ucap edwin.Rey terdiam. Heran. Kenapa ini terlalu di besar-besarkan. Batin rey.Rey mengerjapkan matanya "Los Angeles ? Papa mama bukan emang biasa ngadain penerbangan ke luar negri ? Terus kenapa harus jadi secanggung dan seaneh ini sih ma ?" Tanya rey menghela nafas berat. Menyadari kalau yang sebenarnya terjadi tidak seburuk yang dia bayangkan."Masalahnya bukan itu sayang" ucap erin lembut. Wanita paruh baya itu lalu berpindah. Duduk tepat disebelah rey. Mengelus rambut anak perempuan satu satunya itu."Masalah ?" Tanya rey terbata. Menyadari benar benar ada yang tidak beres."Mama, papa, juga gua bakal pindah ke LA dan menetap disana" ucap randa geram. Dia tidak bisa membiarkan adiknya itu terheran heran. Karna tidak satupun dari erin atau edwin yang tampak siap mengucapkan itu.Seketika rey berkunang kunang. Ulu hatinya seperti dihantam dan ditimpa benda berat. Nafasnya sesak. Paruparunya seolah kosong. Semua terjadi begitu saja. "A.. Apa ?" Rey nyaris berteriak. Ini lebih buruk dari kenyataan bahwa dia bukan wijatmiko. Mamanya, papanya, juga randa akan tinggal terpisah bermil-mil jauhnya dari dia. Dan meninggalkan dia disini."Rey....." Erin mengelus punggung anak perempuannya itu."Ini udah keputusan papa. Papa akan ngebantu kakek disana, dan randa juga akan ngebantu bantu disana" jawab erin. Tampak air mata juga menggenang di matanya.Rey menoleh kearah ibunya itu. Menatap ibunya dalam diam. Hatinya perih. Seolah tercabik-cabik. Menyadari bahwa nyaris seluruh keluarganya akan meninggalkannya. Dan saat rey menatap ibunya itulah dia sadar dia wijatmiko. Dia begitu mirip dengan ibunya. Rey ingin memeluk wanita di hadapannya itu. Tapi egonya terlalu tinggi. Dia terlalu marah dan terluka."Semua bener bener gaadil buat rey. Kenapa sih mama, papa, bahkan kak randa tega kaya gini. Gimana bisa rey tinggal disini tanpa mama, juga papa. Dan bahkan......" Rey terdiam sesaat. Menoleh kearah randa."Dan bahkan tanpa kak randa yang baru balik kesini" ucap rey mengalihkan pandangannya ke edwin.Semua terdiam. Melihat iba kearah rey. Kecuali randy. Cowok itu hanya diam, dan masih menyangga kepalanya dengan satu tangannya."Randy bakal tetap disini sama kamu, sayang" ucap edwin berusaha menenangkan anaknya itu."Rey bukan cuma butuh kak randy. Rey butuh mama, papa juga kak randa. Kenapa sih kita harus tinggal pisah pisah gini?" Nada suara rey terdengar lelah. Dia benar benar kehilangan nyaris seluruh tenaganya.Randa terlihat menyandarkan tubuhnya di sofa tempatnya duduk. Juga terluka."Dan kak randa" ucap rey. Membuat randa kembali terduduk. Gak pernah menyangka adiknya itu akan berbicara pada dirinya."Apa kak randa bener bener ga punya perasaan ? Kenapa kakak harus milih ke LA lagi ? Kenapa kakak ga tetap disini ? Kakak kan bisa bantu kak randy ngurus perusahaan yang disini ? Kenapa harus LA ?" Ucap rey dengan sisa sisa tenaganya."Apa kak randa ga punya sedikit aja keinginan buat ngabisin waktu kakak sama aku ? Ngebiarin aku ngerasa kalau kakak itu kakak aku. Aku sayang sama kak randa. Aku gatau kenapa kak randa terlihat magarin semuanya. Gak ngebiarin rey peduli sama kakak. Gak ngebiarin rey sayang sama kakak. Rey pengen bisa meluk kakak. Rey pengen kakak terus disini. Ngejagain rey. Bareng kak randy. Cuma itu kak. Rey ga mau apapun. Cuma itu yang rey harapin" rey udah gabisa nahan semuanya. Kata kata itu keluar begitu saja dan rey menangis. Menangis nyaris di depan seluruh keluarganya.Randa membatu di tempatnya duduk. Menyadari betapa rey sangat menyayanginya dan betapa dia menyakiti, bahkan melukai adiknya itu. Erin dan edwin hanya bisa membatu. Bungkam. Tidak ada yang bisa dia lakukan. Dan randy. Cowok itu berdiri dengan kalut. Lalu beranjak menuju taman belakang. Dia ga sanggup melihat dan mendengar semuanya. Dia gabisa ngeliat rey sebegitu kacaunya.Randa menyadari itu semua. Semua menjadi kacau. Lalu, mengalahkan semuanya. Randa mendekat kearah rey yang terisak. Lalu menunduk di depan rey yang terduduk sambil menenggelamkan

Page 22: Another Story

kepalanya dalam pangkuannya sendiri."Ini udah jadi keputusan bulat. Gimanapun, lo harus terima. Kakek udah ngurus semuanya. Dan kakek sangat berharap akan ini. Lo tau kan kakek udah tua. Dan gak bakal bisa nyelesain semuanya sendiri. Gua harap lo bisa lebih dewasa ngadepin ini" ucap randa lirih. Dia berada begitu dekat dengan adiknya ini. Dia bisa merasakan wangi khas adiknya ini. Wangi bunga chamomile yang bercampur wangi strawberry yang begitu lembut.Rey mengangkat kepalanya. Dan melihat randa di depannya."Kalo emang ini keputusan yang kak randa ambil, dan bakal buat kak randa senang. Rey terima kak. Rey akan coba jadi dewasa. Kalo emang itu yang ngebuat kak randa senang. Yang bakal ngebuat kak randa bangga sama rey. Rey terima. Walaupun rey tau ini ga mudah" ucap rey berusaha terlihat lebih tegar. Padahal hatinya begitu terluka.Rey lalu berdiri dari tempatnya. Dan hendak beranjak meninggalkan ruang keluarga. Namun randa tiba tiba mencegah rey. Lalu randa menarik adiknya itu dalam pelukannya. Untuk pertama kalinya. Merasakan kerapuhan adiknya itu. Menyadari betapa kecilnya rey. Dan betapa dia sangat menyayangi adiknya itu."Maafin gua rey. Gua bukan kakak yang baik buat lo" randa membatin. Berusaha menahan tangisnya. Sementara itu tangis rey pecah dalam pelukan randa...........

Rey menggeliat di ranjangnya dan membuka matanya perlahan. Merasakan hawa kamarnya yang tidak lagi begitu dingin. Rey menyadari sesuatu. Lalu rey melirik ke jam dindingnya. "Jam 9 ?" Serunya sedikit panik. Lalu rey hanya menghela nafas. Karna sudah sangat tidak memungkinkan dia untuk berangkat sekolah. Rey lalu melangkahkan kakinya ke arah kamar mandi yang terletak di dalam kamarnya. Berdiri di depan wastafel dan mengamati pantulan dirinya dari cermin di hadapannya. Kantung mata menggantung dibawah matanya. Menghitam. Rambutnya kusut. Seperti tidak beraturan. Rey lalu menundukkan wajahnya dan membungkukkan badannya. Membasuh wajah kacaunya dengan air dingin. Membuatnya merasa sedikit lebih segar. Lalu menyikat giginya sambil mengingat kejadian tadi malam. masih terasa cengkraman randa dibahunya. Rey masih bisa merasakan pelukan yang gak akan bisa dia lupakan itu. Pelukan dari kakaknya. Randa yang ternyata mempunyai dada yang cukup bidang, juga lengan yang kokoh. Dan rey tentu masih bisa merasakan kata kata tajam randa yang menusuknya. Membuat hatinya lagi lagi terluka. Menyadari bahwa randa menyayanginya, namun tidak akan ada untuknya.Rey lalu beranjak keluar kamarnya. Menyeret sendal tidurnya turun menuruni tangga yang disinari cahaya matahari yang masoh bisa menembus dinding kaca rumahnya.Rey mendapati adit dan randa sedang duduk di ruang keluarga. Menonton acara olahraga sambil terlihat berbincang-bincang. Dua cangkir teh mengepul di meja di depan mereka."Rey..." Tegur erin dari arah berlawanan."Mama baru mau bangunin kamu. Ayo sarapan" erin menunggu rey di ujung tangga.Rey lalu mengikuti erin berjalan kearah meja makan. Lalu duduk di kursi yang biasa dia duduki. Lalu termenung. Membiarkan nasi goreng kesukaannya itu mendingin."Rey... Ayo dimakan" seru erin dari arah dapur. Wanita paruh baya itu terlihat sedang mencuci sayuran."Iya ma" ucap rey sambil menyendokkan nasi goreng itu ke mulutnya."Mama kenapa gak bangunin rey dari tadi ? Rey kan jadi ga sekolah" ucap rey sambil mengunyah sarapannya."Mam udah telfon pihak sekolah. Kamu udah mama izinin, kok. Lagian apa kamu mau sekolah dengan tampang kaya gitu?" Tanya erin meletakkan sayurnya dan berjalan kearah rey.Rey lalu bungkam dan melanjutkan makannya. Lalu dia menyadari masih ada satu piring yang belum tersentuh di hadapannya. Tempat yang biasa di duduki randy. Mmebuat rey sedikit mengernyit heran. Artinya, randy juga belum sarapan."Ma... Itu, kak randy....." Rey belum sempat menyelesaikan kalimatnya. Tapi erin sudah mendapatkan kemana arah pembicaraan rey.

Page 23: Another Story

Erin menghela nafas "randy pergi. Dia belum pulang dari tadi malam" ucap erin jujur. Dia tidak bisa dan tidak ingin membohongi anaknya itu lagi. Anak kesayangannya."Hah ? Belum pulang ?" Rey nyaris berteriak. Erin mengangguk "iya. Tadi malam.... Ehm, randy pamit sama mama. Katanya mau kerumah temannya. Dan.... Belum balik sampai sekarang" jawab erin."Yaudah, kamu lanjutin makannya ya. Mama ke kamar dulu" erin lalu meninggalkan rey yang bener bener bingung. Rey gabisa mngelakuin apa apa lagi. Rey cuma menghela nafas panjang dan kembali melanjutkan makannya.Gak lama, tiba tiba seseorang duduk di depannya. Membuat rey terkejut. Cowok di depannya itu masih mengenakan kaosnya yang semalam. Dengan leather jacket yang membalut tubuhnya. Wajahnya terlihat begitu kacau. Entah apa yang mengganggu pikiran randy. Rey sendiri tidak sanggup memandang kearah randy. Dia merasa kakaknya yang satu itu begitu berbeda pagi itu. Tidak ada senyuman, apalagi tingkah tingkah konyol seperti biasa. Yang rey tau, randy makan dengan cepat tanpa menegakkan kepalanya, lalu menegak habis minumannya dan bergegas naik. Menuju kamarnya. Meninggalkan rey yang terpaku dengan sejuta pertanyaan yang berkeliling di kepalanya.Rey yang sudah menyelesaikan makannya mengak habis susu coklatnya, dan menyeret langkahnya gontai kearah taman belakang. Melewati ruang tivi dan rey tidak mendapati randa di sana. Hanya ada adit."Rey..." Tegur adit sambil menoleh ke rey."Taman" kata rey sambil terus menyeret langkahnya. Dan membiarkan adit menyusulnya di belakang.Mereka lalu duduk di pinggiran kolam sambil menyilangkan kaki mereka. Terdiam untuk beberapa saat."Lo kenapa ?" Tanya adit heran. "Kenapa apanya ?" Rey balas bertanya. "Kenapa ga masuk, dan kenapa kacau gitu ?" Tanya adit lagi.Rey menghela nafas. Dan tanpa babibu rey langsung menceritakan kejadian tadi malam. Awalnya adit sedikit heran kenapa rey begitu mempermasalahkan kepindahan orangtuanya. dan itu membuat adit sadar bahwa rey bukan cewek kuat. Dia bener bener butuh orang lain untuk nyokong hidupnya. Adit juga nyoba buat jelasin ke rey kalau itu biasa terjadi di keluarga keluarga seperti keluarga mereka. Terlebih wijatmiko yang juga punya perusahaan di amerika. Adit juga jelasin ke rey bahwa dia masih punya randy. Randy yang justru peduli sama dia. Dan itu ngebuat rey langsung nyela pembicaraan adit."Kak rey beda sekarang dit. Gua ga ngerti kenapa. Yang jelas, dia kacau. Gua pikir, sama kacaunya sama gua" Rey lantas balik menceritakan keadaan randy yang kembali kerumah seperti seorang yang kurang tidur, lalu wajahnya yang terlihat kusut, dan sikapnya yang mendingin. Rey juga menyalahkan dirinya sendiri atas itu. Rey menerka-nerka, mungkin aja randy begitu karna tingkahnya."Randy ga mungkin marah sama lo, rey... Lo sendiri tau kan, gimana sayangnya dia ke lo. Mungkin dia punya masalah lain, rey" balas adit mencoba menenagkan rey. Cewek yang duduk di sebelahnya itu mulai gak stabil lagi."Gua tau, dit. Tapi.... Kak randy itu ga biasanya gitu. Dia selalu cerita ke gua. Apapun itu" balas rey. Nada suaranya mulai meninggi."Mungkin dia cuma lagi butuh waktu buat nenangin dirinya" balas adit."Mungkin" ucap rey sambil menengadahkan tatapannya ke langit.Lalu mereka hanya menghabiskan waktu bercerita satu sama lain. Mencoba lebih mengakrabkan diri. Dan mencoba mengalihkan pikiran rey tentang masalah masalah yang belakangan menimpa dirinya.Sementara itu, randa mengetuk pintu kamar randy dan membukanya. Randa mendapati randy sedang berbaring di ranjangnya."Randy....." Tegurnya dengan suara rendahnya.Randy mengalihkan pandangannya menatap kearah kakak kembarnya yang pagi itu terlihat lebih segar. Tidak terlalu pucat. Membuat randy sedikit lega. Namun masih tetap diliputi rasa kecewa yang

Page 24: Another Story

mendalam."Dari mana lo semalam ?" Tanya randa duduk di kursi belajar randy."Nyari ketenangan" balas randy pendek. Ada nada malas disana. Malas berbicara dengan orang yang jelas jelas menyembunyikan hal penting darinya selama bertahun tahun.Randa menyandarkan punggungnya. Memutar mutar pena di tangannya."Lo harus terima ini ndy. Gua tau lo kecewa. Ke gue, mama, bahkan mungkin papa. Tapi ini bukan akhir dari segalanya, randy" ucap randa lalu beranjak duduk tepat disebelah randy."Lo denger.....lo harus terima kenyataan ini. Lo harus bersikap kaya biasa ndy. Jangan buat rey makin sakit. Cukup gua aja yang ngebiarin dia. Setidaknya....lo bakal ada terus buat dia" ucap randa lalu menepuk pundak kembarannya itu. Dia tau ini gak mudah. Engga buat dia, buat randy, bahkan rey."Gua keluar ya. Gua tau lo bisa atasi ini semua" ucap randa lalu pergi meninggalkan randy yang kembali bergelut dengan ingatannya. Kejadian tadi malam yang benar benar membalik-balikkan dunianya. Kenyataan yang benar benar tidak pernah dia sangka.

***flashback***

Randy bisa melihat kejadian di depannya. Randa yang memeluk rey untuk pertama kalinya. Randy bisa melihat itu dengan jelas dari bangku taman belakang yang mengarah keruang keluarga. Sedikit rasa senang membuncah dari dadanya. Randa yang bertahun tahun menahan keinginannya memeluk adiknya itu akhirnya memeluk rey untuk yang pertama kalinya. Randy berjalan masuk dan mendekat dan langkahnya terhenti saat dia mendengar perkataan randa yang jelas ditujukan ke rey."Lo harus bisa terima kalau gua ga bisa terus terus sama lo. Dan lo harus tau, gua meluk lo terpaksa. Mungkin ini pelukan terakhir gua buat lo. Dan gua tetap gabisa bersikap manis ke lo. Dan gua rasa lo tau alasannya" ucap randa melepas pelukannya. Menatap rey yang menunduk sambil meremas kedua tangannya."Dan satu yang lo ingat. Gua sayang lo. Bukan berarti gua harus selalu ada buat lo" sambung randa lagi.randy benar benar tidak habis pikir mendengar perkataan randa. Dia tau benar rey terluka. Dan rey hanya menatap randa dalam diam. Menatap randa dengan air mata yang menggenang di pelupuk matanya. Lalu rey berlari meninggalkan semua yang terdiam di ruangan itu. Menangis. Dan itu cukup membuat randy tidak bisa menahan emosinya lagi.Randy berjalan kearah randa dengan tangan terkepal. Randy tidak bisa membiarkan randa bertingkah seenaknya. Terlebih itu menyangkut rey. Adiknya."Randa !!" Panggil randy keras saat randa akan beranjak meninggalkan ruang keluarga.Erin dan edwin saling bertukar pandang mengurut dada."Gua perlu bicara sama lo. Juga sama papa, sama mama" ucap randy ketus. Dia juga menyalahkan orangtuanya. Mereka tidak seharusnya membiarkan randa melakukan itu ke rey. Walaupun mereka tau apa yang disembunyikan randa dari rey."Gaada yang perlu dibicarain ndy. Semua jelas. Gua bakal pindah ke la dan ngikutin semuanya, lo bakal tinggal dan lo yang akan jagain rey" ucap randa sambil berbalik meninggalkan randy beranjak menuju kamarnya.Randy terdiam. Menatap kedua orangtuanya "mama sama papa ga bisa ngebiarin randa kaya gitu. Lama kelamaan, rey bisa ngebenci randa" randy lalu melangkah gusar masuk ke dalam kamar randa. Kamar yang sengaja tidak randa kunci. Karna randa tau randy akan mengejarnya dan meminta sesuatu yang gaakan mungkin dia lakukan."Randa" randy menegurnya keras dengan nada dingin. Randa menyesali perbuatannya. Bukan hanya rey yang tersakiti. Bahkan adiknya randa pun tersakiti oleh tingkahnya."Lo harus minta maaf ke rey. Rey itu terlalu sering lo gituin. Dia sayang lo. Dia butuh lo. Salah lo sedikit aja bersikap baik ke dia ? Minimal sebelum lo balik ke amerika. Gabisa ?" Randy nyaris berteriak. Rahangnya mengatup keras. Matanya membulat. Randy benar benar marah dengan kelakuan randa.

Page 25: Another Story

"Lo tau, gara gara kelakuan bodoh lo, dan semua rahasia yang disimpan keluarga wijatmiko dari dia, dia mikir kalo dia bukan adek lo. Kalo dia bukan wijatmiko".....Randa menegang. Menelan ludah. Jantungnya berdetak dua kali lebih cepat. Keringat dingin mengucur di keningnya.Kata kata "bukan wijatmiko" mendenging di kupingnya dan berputar-putar di pikirannya. "Kenapa diam ? Ngerasa salah ? Rey, adek lo. Dan dia ngira dia bukan wijatmiko gara gara lo yang sama sekali ga peduli ke dia. Ga pernah anggap dia. Dan karna kebodohan lo, permintaan lo untuk........""CUKUP RANDY !!! CUKUP" randa berteriak. Membuat randy memundurkan langkahnya. "Lo itu cuma anak kecil yang gak tau apa apa. Lo itu anak ingusan yang gak tau apa apa" ucap randa masih dengan nada tingginya. Matanya memerah. Kepalanya berputar hebat."Apa ? Apa yang gua gatau randa.. Apa ?" Randy balas menatap randa tajam."Gua gatau apa ? Apa lagi yang lo sembunyiin dari gua ? Apa ? Lo, memang penuh sama kebohongan. Dan permintaan lo ke mama, papa, bahkan kakek, bener bener ngebuat adek lo sendiri terluka. Lo ngebuat adek lo sendiri nangis gara gara lo. Lo buat adek lo sendiri cuma bisa mandangin lo dari jauh, berharap lo akan ngeliat dia, dan nanyain keadaan dia. Lo buat...........""CUKUP !!! Dia bukan ade gua !! Bukan ade gua, bukan juga ade lo. Kita bukan wijatmiko. Bukan wijatmiko !!!!" Randa berteriak tepat di depan wajah randy. Mencengkram kedua pundak randy keras. Mengguncang tubuh randy. Membuat randy seolah kehilangan pijakan atas dirinya.Lututnya melemas. Otaknya berusaha mencerna kata kata randa. "Bukan wijatmiko" randa kembali menyebutkan kata kata itu. Membuat randy semakin kehilangan akalnya."Gak, gak mungkin. Lo becanda kan ? Lo...." Randy melepaskan cengkraman randa. Dan mundur beberapa langkah."Tepat saat 17 tahun, kakek mama dan papa bilang semua ke gua. Gua, sama lo cuma 2 anak panti yang di adopsi keluarga wijatmiko" ucap randa menjelaskan semuanya. Randa terduduk di tempat tidurnya. Dan berbicara dengan sisa sisa tenaganya. Sementara randy, dia hanya bisa berdiri mendengar semuanya.Randa mengatakan bahwa mereka hanya anak adopsi yang diambil erin dan edwin karna menurut dokter erin tidak bisa memiliki keturunan. Dan karna itu mereka memutuskan untuk mengadopsi randa dan randy. Sampai 5 tahun kemudian erin mengandung. Dan melahirkan rey. Randa menjelaskan semuanya. Dan randa juga tetap menjelaskan kepada randy bahwa tidak akan ada yang berubah. Mereka akan tetap mendapat perlakuan yang sama. Dan randy tau itu benar. Hanya saja, dia begitu shock akan semuanya. Dia tidak pernah menyangka bahwa rey yang selama ini diusilinya justru bukan adik kandungnya. Dan "gua bukan wijatmiko" ucap randy seolah menjelaskannya pada dirinya sendiri."Lo harus tetep jaga rahasia ini dari rey. Anggap lo gatau apa apa. Dan gaakan ada yang berubah, randy. Lo inget. Gaakan ada yang berubah" randa mencoba mensugesti randy. Namun randy hanya mendengarnya sambil lalu. Dia terlalu sulit mencerna semuanya. Sampai akhirnya dia berjalan keluar dan berpamitan pergi. Pergi menenangakan dirinya. Dirinya yang bukan wijatmiko.

***back to story***

Randy mencoba memejamkan matanya, berusaha menenagkan pikirannya. Mensugesti bahwa semua akan baik baik saja, dan tidak akan ada yang berubah.Dia tau kedua orangtuanya tidak pernah membeda-bedakan dia dengan rey. Bahkan randy juga mendapatkan segalanya. Pendidikan yang bagus, mobil sport keluaran terbaru, dan apapun yang dia inginkan. Dan itu membuatnya sadar akan satu hal "gua gaakan ngebiarin rey disakiti siapapun. Gimanapun, dia rey yang gua sayang. Walaupun mungkin dia gaakan sayang ke gua kalau dia tau gua bukan wijatmiko" gumam randy sambil memejamkan matanya. Berusaha mengistirahatkan pikirannya yang semakin kacau.....

Page 26: Another Story

Malamnya, diluar hujan turun. Tidak begitu deras, namun udara yang masuk begitu dingin. Dan rey terlihat beranjak turun menuruni tangga rumahnya dengan celana pendek dan kaos kesayangannya. Malam itu keadaan di rumahnya sepi. Hanya ada rey dan adit. Orangtuanya pergi menghadiri acara bisnis, sementara itu randa sama randy pergi ngumpul sama beberapa temen mereka buat ngerayain semacam farewell partynya randa."Bi.. Adit mana ?" Tanya rey sambil berjalan kearah kulkas"Apaa ? Kangen ?" Tanya adit yang tiba tiba muncul di belakang rey.Rey seketika mengatupkan bibirnya. Lagi lagi darahnya berdesir. Dan dia merasakan pipinya memanas. Malu ketauan mencari cari adit.Adit lalu berjalan melewati rey membuka pintu kulkas dan mengambil sekaleng coke."You want one ?" Tanya adit sambil mengacungkan kaleng cokenya.Rey mengangguk sambil membalikkan badannya berjalan kearah luar dapurnya. Menyembunyikan senyum yang mengambang di wajahnya. "Kenapa gua jadi aneh gini" batin rey sambil menggaruk tengkuknya canggung.Dibelakangnya, adit berjalan mengikuti rey sambil menggenggam 2 kaleng coke dan juga dengan senyum di wajahnya. Memandangi rey adalah salah satu hal yang membuat adit bisa tersenyum. Walaupun hanya memandangi gadis itu dari kejauhan. Dan adit rasa adit tau ada yang salah dengan dirinya.Rey lalu beranjak duduk di sofa di depan tivi dan menyilangkan kakinya. Mengambil nitendo ds yang tergeletak di meja. Nitendo milik randy."Nih" ucap adit memberikan sekaleng coke dari tangannya dan duduk tepat disebelah rey."Thanks" balas rey menerima kaleng coke dari tangannya. Lalu kembali berkutat dengan nitendo di tangannya. Entah kenapa dia jadi gugup ga nentu. Rey gak sepenuhnya berkonsentrasi sama nitendo dihadapannya. Pikirannya justru melayang ke adit. Adit yang duduk di sebelahnya.Adit mendekatkan wajahnya ke arah screen nitendo rey. membuat rey menoleh kearah adit."Kenapa ?" Tanya rey sedikit ketus. Lagi lagi mencoba menyembunyikan kegugupannya.Adit memundurkan wajahnya dan tersenyum "cuma pengen tau lo main apa. Ternyata mario bross" kata adit terkekeh.Rey mengernyit kearah adit yang terkekeh "kenapa ? ada yang salah ?" UcapnyaAdit menggeleng. Matanya menyipit karna terkekeh melihat ekspresi rey yang manyun. Ekspresi yang biasanya rey ekspresikan saat dia dijahili randy."Cuma heran aja. Masih suka main mario bros aja umur segini" ucap aditReyna mendengus kesal "salah ya emang ? Jadi lo mau gua main apa ? Need for speed? Call of duty? Atau apa? Mana gua ngerti main begituan" ucap rey balik memainkan nitendonya. Mencoba berkonsentrasi pada permainan di hadapannya dan mencoba mengabaikan jantungnya yang serasa mau copot."Sial, gua bisa meninggal lebih cepat kalo gini" umpat rey"Haha iya sih" kata adit sambil menyenderkan punggungnya di sofa tempatnya duduk.Mereka lalu terdiam dan berkutat dengan pikiran masing masing. Sampai rocketeer mengalun dan mengejutkan keduanya.Adit merogoh saku celananya lalu meletakkan hanphonenya di telinganya. Dan berbicara dalam bahasa inggris. Rey menoleh kearah adit memandangi adit yang berbicara dengan nada rendah dan menenangkan. Entah kenapa membuat rey diselimuti cemburu. Rey menerka nerka siapa yang menelfon adit. Mengharapkan sesuatu.Rey bisa menangkap saat adit mengatakan "yeah, I'll be back really soon ofcourse. Don't worry. I'll be there" dengan wajah penuh senyum.Rey terus mengamati adit dari ekor matanya. Berusaha untuk tidak ketauan. Rey bisa mendengar sesekali adit bertanya tentang keadaan gadis itu. Gadis yang dipanggil adit dengan nama nicole.Rey seketika memalingkan wajahnya. Mendengar adit berbicara dengan nada mesra benar benar membuatnya jengah. Perasaannya diliputi rasa cemburu yang entah kenapa seperti berlebihan. Dan rey semakin menekuk wajahnya. Rey lalu menyambar kaleng coke nya dan beranjak naik ke lantai dua. Tidak memungkinkan buat rey untuk ketaman belakang. Ke tempat favoritnya. Karna rintik hujan

Page 27: Another Story

masih bisa terdengar diluar. Walau tidak sederas sebelumnya.Adit mengalihkan pandangannya dan mengikuti arah langkah rey. Lalu kembali berbicara dengan gadis yang menelfonnya itu."I'll call you later, nicole. I need to go. And remember, when it hurts to look back, and you're scared to look ahead, you can look beside you. Cuz I'll be there" ucap adit sambil tersenyum. "Don't cry again. Your world won't end just because he left you" tambah adit sambil tersenyum. Lalu adit mengucapkan selamat tinggal dan menjauhkan handphonenya dari telinganya. Membayangkan wajah nicole, sahabat terbaiknya yang baru saja menangis karna di tinggalkan pacarnya."Girls problem are complicated" gumam adit sambil beranjak keatas. Berusaha menemukan rey.Adit menemukan rey duduk di balkon lantai 2 yang menghadap ke taman belakang. Menaikkan kedua kakinya dan memegang kaleng cokenya. Tidak lagi memainkan nitendonya. Rey menengadahkan wajahnya menatap langit yang masih menangis. Sama kelamnya seperti rey. "Reyna..." Panggil adit pelan. Membuat rey mengerjap dan menoleh kaget keasal suara. Lalu menurunkan kakinya. Adit berjalan kearah rey dan berdiri di sisian balkon. Menatap kelangit yang gelap. "Telfon dari siapa,tadi ?" Tanya rey ga bisa menahan keingin tahuannya. Adit menoleh kearah rey, ga menyangka rey akan melontarkan pertanyaan seperti itu. Dan itu cukup membuat adit mengangguk dan tersenyum simpul. Penuh arti.Rey menatap adit heran. Dan seketika memaki dirinya karna telah melontarkan pertanyaan bodoh tadi. Rey berfikir pasti adit sedang mengira dirinya mau tau urusan orang. Tapi saat itu juga rey tau dia salah. "Itu nicole. Satu dari orang yang ngebuat gua betah di brisbane" ucap adit misterius. Rey manyun. Spontan. "Cewe lo?" Tanya rey dengan nada yang jelas menunjukkan kekesalannya.Adit tertawa "cemburu?" Tembaknya.Rey merasakan pipinya memanas. Ditembak begitu tepat membuatnya mati kutu. Rey langsung mengalihkan pandangannya. Menyadari rey yang terlihat salah tingkah, adit seakan begitu puas. Adit tersenyum lebar, lalu membalikkan badannya. Menyandarkan punggungnya di sisi pagar balkon. Dan mengusap kedua tangannya."Iya. Dia cewe gua" jawab adit. Lalu memberi jeda diam. Penasaran dengan ekspresi rey.rey yang menoleh kearah lain membulatkan matanya. Merasa begitu buruk. "Dulunya...." Sambung adit lagi.Rey langsung menoleh menatap adit yang tersenyum senyum. Persis orang yang kehilangan akalnya."Maksud lo?" Entah kenapa rey terlihat berseri-seri lagi."Setahun yang lalu. Dia cewek gua. Kita berdua pacaran selama nyaris 2 tahun. Dan gua putus sama dia cuma gara gara I don't wanna makin love with her" kata adit tertawa. Seolah menertawai bodohnya hal itu."Emang cewek bego" sambung adit lagi.Rey menggigit bibir bawahnya "lo masih sayang sama dia dong kalo gitu" tembak rey lagi.Adit terbelalak. Menyadari bahwa rey memang cewek yang susah ditebak.Adit tersenyum. Membayangkan wajah nicole yang acap kali tersenyum manis kearahnya "ya, gua sayang. sayang banget. Tapi itu semua udah selesai. Dan gua lebih sayang dia sebagai sahabat gua" jawab adit"She can't live without a boy on her bed I think" ucap adit tertawa hampa."Sorry" ucap rey menyadari kalau dia sudah menbuka luka lama adit. Rey sadar adit jadi hampa tiba tiba. Pasti dia teringat gadis gila cowok itu. Batin rey."Ga masalah. Toh gua rasa gua udah nemuin seseorang yang bisa gua sayang. Mungkin gua cinta" ucap adit sambil mengalihkan pandangannya dari rey. Rey yang membuat dadanya berdebar beberapa kali lebih kencang.Dan entah kenapa, rey merasa pipinya memerah. Dan lagi lagi ada jeda diantara mereka."Lo tau rey.... Cewek itu bener bener punya banyak masalah. Dan karna cewek selalu berusaha menyelesaikan semuanya dengan perasaan, itu yang ngebuat cewek lebih banyak disakiti" ucap adit

Page 28: Another Story

mengambang.Rey bener bener ga ngerti maksud pembicaraan adit. Dia bener bener ga bisa mencernanya."Gua benci liat cewek nangis. Dan gua benci liat cewek sedih. Dan pertama kali gau ketemu lo, gua langsung tau lo tipikal cewek manja yang gampang banget nangis. Tapi, gua ga nyangka kalo apa yang lo alamin, bener bener seribet ini, rey" ucap adit sambil berbalik kearah rey yang menunduk."Sejauh yang gua tau, lo itu cukup kuat dibalik semua yang lo alami. Gua mungkin ga cukup tau apapun tentang lo,rey. Tapi.. Lo harus tau saat lo ga berani liat kebelakang, atau lo terlalu takut buat ngeliat ke depan, lo bisa ngeliat ke samping lo. Karna gua bakal ada buat lo. Lo bisa ceritain semuanya ke gua. Apapun itu" adit memegang kedua pundak rey. Berusaha meyakinkan gadis itu. Rey mengangkat kepalanya. Menatap adit dalam. Lalu tersenyum. Saat itu juga dia sadar. Adit benar benar menguasainya sekarang. Adit benar benar memberikannya kehangatan dan perlindungan yang benar benar sudah lama ga dia dapatkan.Adit balas tersenyum menatap rey. Matanya bertemu dengan mata gelap rey yang tampak berkaca kaca. Ditatapnya wajah rey lekat lekat dan adit yakin. Dia jatuh cinta pada rey. Hanya saja dia masih butuh waktu. "Boleh gua peluk lo ?" Ucap rey lirih. "Pertanyaan macam apa itu ?" Adit menoleh kearah rey. Menatap rey lembut. Lalu perlahan rey merentangkan tangannya. Membawa rey masuk kedalam dekapannya. Kedalam rengkuhannya membiarkan rey merasakan kehangatannya. Rey mencengkram lengan kokoh adit menenggelamkan wajahnya di dada bidang adit dan menghirup aroma tubuh adit. Aroma khas cowok yang menenangkan."Gua cuma butuh waktu untuk nata semuanya rey... Gua janji, gua akan balik dan menyelesaikan semua dengan nicole, dan gua akan bilang ke elo. Bahwa gua sayang lo. Dan gua gaakan ngebiarin lo nangis lagi. Gua harap, lo akan nunggu gua" batin adit.Adit memang butuh waktu memantapkan semuanya. Masih ada yang perlu dia selesaikan dengan nicole."Thanks dit. Lo buat semuanya berasa ringan di gua" ucap rey melepaskan pelukannya. Masih bisa dirasakannya hembusan nafas adit yang teratur meremang di tengkuknya. Memberi sensasi yang benar benar tidak bisa rey ungkapkan dengan kata kata.Adit hanya tersenyum kearah rey. Penuh arti.Lalu mendekatkan wajahnya dan mencium kening rey."Gua akan ada selalu buat lo" ucap adit pelan.Rey lalu menghambur lagi ke pelukan adit. Dan saat itu juga rey menyadari satu hal "udah saatnya gua ngeluapin lo, ngaa" ucap rey dalam hati."Thanks ya dit... Gua gatau gimananya gua kalo gaada lo" kata rey lagi. Gak berhenti mengucapkan terimakasih."Iya reyna tamara wijatmiko. Lo ga perlu sungkan ke gua. Gua seneng ko di repotin sama tukang manyun kaya lo" ucap adit terkekeh geli.Rey langsung cemberut. Menyadari kalau dia di ledek. "Oh, jadi lo baik karna lo anggap gua lucu manyun manyun ga jelas ? Sialan" rey menepuk pundak adit pelan. Membuat adit tersenyum."Gua menikmati pemandangan saat saat lo manyun. Lucu sih. Kaya anak kecil yang permennya jatoh" adit mengacak rambut rey.Membuat rey makin kesal. Namun tidak bisa dipungkiri dia senang. Senang karna adit menjahilinya. Artinya, dia akan semakin dekat dengan adit. Adit yang akan membantunya melupakan orang yang selalu membayanginya dari masa lalunya.Mereka lalu saling melontarkan ejekan satu sama lain. Dan jelas rey yang terlihat sering kalah. Karna rey memang ga berbakat ngejek. Hasilnya, rey harus puas dibuat manyun beberapa kali oleh adit.Mereka terus bergelut sampai jam dinding di ruangan atas berdentang. Menandakan sudah tengah malam. "Lo ga ngantuk ?" Tanya adit menoleh kearah rey yang masih manyun karna di panggil manyun oleh adit."Lumayan. Cuma males aja" ucapnya"Bilang aja lo masih mau bareng gua" kata adit senyum senyum ga jelas

Page 29: Another Story

"Dih, pede amat lu. Males" kata rey lalu menyandarkan kepalanya ke pagar balkon. Mereka berdua duduk di lantai balkon sambil menekuk kedua lutut mereka. Bersisian."Biarin. Dari pada minder" balas adit lagi dan gak sengaja bertemu pandang dengan rey. Dan seketika mereka terdiam. Membiarkan hawa dingin menyusupi tulang dan menaikkan bulu kuduk mereka. Untuk beberapa saat, mereka terdiam dan saling bertukar pandang.Lalu adit tersenyum lembut kearah rey "lo cantik, reyna. Gua gaakan ngebiarin lo sedih lagi" ucap adit pelan. Tapi rey jelas bisa mendengarnya.Seketika pipi rey memerah. Seraya adit meraih tubuh rey dan membiarkan gadis itu menyandarkan kepalanya di pangkuannya. Rey memegang tangan adit dan menyembunyikan wajahnya disana. Pipinya memerah. Dan senyuman ga bisa di lepas dari wajahnya."You’re the boy of my dreams and you know it, every time I see you, I blush and I show it. So, can you see how much you mean to me? Just give me one chance to make it true, let it always be me and you" gumam rey disela sela senyumnya.......

Rey menyeret langkahnya gontai. Keluar dari kamarnya dan beranjak ke kamar randy yang persis ada di depan kamarnya. Membuka pintu kamarnya dan mendapati kakaknya itu masih tertidur lelap. Dengan selimut yang menyelimuti hampir seluruh bagian tubuhnya. Rey menaiki ranjang randy dan duduk menyilangkan kakinya di hadapan kakaknya. Tubuh kecilnya menggeretak merasakan suhu yang begitu dingin di kamar kakanya itu. Tubuh mungilnya yang hanya berbalut tanktop ungu dan hotpants yang nyaris tidak kelihatan itu benar benar kedinginan. Sedingin hatinya yang seperti masih tidak bisa merelakan kepergian orangtuanya dan juga randa.Rey mengamati randy yang masih tertidur lelap. Tidak menyadari keberadaanya. Ada sisa sisa kesedihan yang masih bisa rey rasakan. Sisa sisa bulir airmata masih bisa rey rasakan di pipinya yang menghangat. Menahan tangisnya lagi.Rey balik menatap randy. Dan pikirannya kembali melayang ke beberapa jam yang lalu. Semua masih membekas diingatan rey. Mulai dari kedatangan mereka di bandara, sampai adit yang merangkulnya, saat rey hanya bisa memandang punggung orang orang tersayangnya menjauh. "Perfect nightmare" gumam rey menghela nafas.Pikirannya kembali melayang.......

***flashback***

"udah, jangan nangis lagi, rey. Kan ada randy. Kamu baik baik ya disini. Pokoknya jangan bandel bandel" kata erin dengan suara bergetar. Menahan matanya yang sudah berkaca kaca.Sementara itu rey udah nangis di rangkulan randy.Edwin menatap. Anaknya itu dengan mata sendu. Seolah masih berat meninggalkan anak semawata wayangnya itu. Sementara randa, randa membuat rey semakin berat melepasnya. Randa hanya terdiam seperti tidak peduli. Seperti dia hanya akan pergi hanya untuk beberapa saat.Randa berjalan kearah randy. Menepuk pundak adiknya itu."Jaga diri lo. Jangan buat kekacauan" kata randa sambil melancarkan pandangan yang susah diartikan rey. Yang randy jelas tau apa artinya.Randa lalu menoleh ke rey. Tersenyum singkat. Sangat singkat. Membuat rey masih sulit mencernanya. Menerka apakah randa benar benar tersenyum kearahnya atau tidak.Randa lalu beranjak ke adit "take care" ucap adit menepuk pundak randa."Thanks. Good luck buat kuliah lo. Titip rey ya" ucapnya penuh arti. Matanya melirik rey saat dia menyebutkan nama rey. Membuat rey yang berdiri cukup jauh dari mereka tidak menyadarinya. Gadis itu masih menangis dalam rangkulan randy. Erin tampak membelai rambut rey lembut."Pasti" balas adit mantap. Jawaban yang membuat randa lega dan merasa tenang.Randa edwin dan erin akhirnya berpamitan begitu mendengar panggilan masuk untuk ke berangkatan los angeles.Rey sesegukan saat gilirannya memeluk erin dan edwin. Dia menoleh kearah randa. Menerka nerka, apakah randa mau dipeluknya.Tapi, randa lebih dulu menarik tangan rey dan memeluknya untuk kedua kalinya.

Page 30: Another Story

Tapi tidak ada sepatah kata pun yang terucap dari randa. Hanya rey yang menangis sesegukan dalam pelukan randa.Rey mendekap randa erat. Seolah tidak akan membiarkan randa melepasnya. Meninggalkannya. Kakaknya itu akan semakin jauh darinya.randa bisa merasakan punggung adiknya yang bergetar itu. Menyadari hal itu, randa melepaskan pelukannya. Dia tidak akan membuat semuanya menjadi lebih sulit. Untuknya, juga untuk rey.Rey sedikit terkejut saat randa tiba tiba melepaskan pelukannya. Membuat rey mersa begitu miris.Akhirnya randa erin juga edwin berjalan meninggalkan rey randy dan adit yang menatap kepergian mereka dalam diam.Rey menatap punggung randa yang semakin menjauh. Menjauh darinya. Lalu dengan spontam rey berjalan kearah randa."Kak randa" panggil rey dengan suara tertahan. Begitu dia sampai di belakang randa.Randa tertegun. Menyadari kalau adiknya itu ada di belakangnya.Erin dan edwin sudah berjalan di depan. Dan tidak menyadari rey menyusul mereka. Menyusul randa tepatnya.Randa membalikkan badannya. Dan benar saja. Dia mendapati rey yang masih terisak menatap kearahnya. Sedetik dua detik, mereka hanya bisa saling berpandangan. Dan setelahnya, tanpa bisa di cegah, rey menghambur ke pelukannya.Randa hany terpekur menatap ga percaya. Rey yang selama ini hanya diam dan menatapnya seakan tidak berani mengganggunya, kini seperti ada di titik puncak dari kelemahannya. Dia memberanikan diri memeluk dan mendekati randa. Randa yang tidak pernah membiarkan rey masuk terlalu jauh kedalam hidupnya."Biarin rey peluk kakak sekali lagi. Biarin rey bentar aja kak. Rey sayang sama kakak. Rey gamau kakak pergi. Tapi rey harus terima. Rey harus jadi dewasa, rey gamau kak randa anggap rey anak kecil. Rey...." "Rey.... Tenang" ucap randa melepas pelukannya dan mencengkram kedua bahu adiknya itu.Rey masih tersedu. Tapi berusaha untuk menenangkan dirinya. Beberapa pasang mata memang sedari tadi menoleh. Entah itu ke adit, rey, randy, atau bahkan randa."Tenang rey. Gua tau ini berat. Buat lo. Tapi....." Randa belum selesa berbicara saat rey mengangkat wajahnya dan membelalak tajam."Buat rey kak ? Jadi gak berat buat kakak ?" Tanya rey dengan tatapan tajamnya. Entah kenapa mendengar perkataan randa tadi, rey menjadi tersulut emosinya. Dia merasa randa benar benar tidak peduli padanya.Randa terlihat salah tingkah. Matanya bergerak gerak liar. Merasa salah."Take care kak" sambung rey singkat lalu membalikkan tubuhnya. Tanpa menoleh kearah randa lagi. Membiarkan randa kali ini yang menatap punggungnya menjauh. Dan randa sadar. Dia kembali menyakiti rey.......

***back to story***

Rey mengusap air matanya yang lagi lagi jatuh. Menyadari bahwa bukan masalah buat randa meninggalkannya adalah hal yang paling menyakitkan buatnya.Rey kembali mengingat saat randy memeluknya. Saat dia enggan menoleh lagi kebelakang. Saat dia membiarkan adit menggenggam tangannya berjalan ke parkiran. Dan saat itu masih tersimpan jelas dalam memorinya. Rey menghela nafasnya panjang. Lalu menoleh ke randy yang tiba tiba menggeliat. Membuat rey tersenyum. Randy memang sudah lebih baik semenjak semalam. Rey beranggapan bahwa randy sudah memaafkan tingkahnya yang kekanak-kanakan dengan menyangka dirinya bukan wijatmiko.Rey lalu mendekatkan wajahnya ke randy. Lalu sambil tersenyum jahil dan menahan tawanya rey menjerit di kuping randy "kak randyyyyyyy.................." Jeritnya.Membuat randy terkejut dan terjaga 100 persen. Rey terkekeh sambil memegangi perutnya. Sementara randy yang sadar sedang dikerjai hanya

Page 31: Another Story

mengerang sambil mengusap ngusap wajahnya. "Gila" ucap randy sambil menarik ujung rambut rey. Membuat gadis itu makin terkekeh."Bangun doooong. Gua lapeeeer. Ga punya temen buat sarapaan" rengek rey mengguncang guncang tubuh randy yang masih berbalut selimut."Aaaaaah............" Randy mengerang lagi. Membalikkan tubuhnya dan membenamkan kepalanya di balik selimut.Tangan satunya menggapai gapai mulut rey untuk membungkam adiknya yang masih berceloteh.Rey grasak grusuk menyingkirkan tangan randy dari wajahnya. Lalu tertawa tawa."Ayolaaaa sarapan. Rey laper banget kaaaak" rey menarik narik selimut randy."Panggil adit aja deh sanaaa. Gua ngantuk banget" randy memeluk gulingnya dan membalikkan badannya.Rey merengut lalu dia memutuskan untuk merebahkan tubuhnya di samping randy. Rey memamng merasa lapar. Namun rey terlalu canggung untuk sarapan berdua adit.Randy menyadari kalau rey tiduran di sebelahnya. Lalu randy membalikkan tubuhnya, menghadap rey."Kenapa ?" Tanya randy heran mendapati rey udah diem.Rey tersenyum simpul. Usil."Gua gaenak badan kak" ucapnya lirih."Kenapa ? Sakit ? Lo kok baru bilang ?" Randy sudah terlihat khawatir.Rey tersenyum usil "gua sakit. Sakit lapeeeeeeeeeeeeer" ucapnya memegang perutnya. "Ayolaaa makaaaan" rengek rey lagi. Membuat randy menghela nafas. Bingung menghadapi adiknya satu itu."Iiih, lo yaaaa. Ntar. Gua kamar mandi dulu. Ribet aja. Ga kebayang kalo tiap pagi harus digangguin ama lo" kata randy lalu duduk di pinggiran ranjangnya.Rey terdiam. Mencerna kata kata randy. Lagi lagi pikirannya mengambang ke kata kata randa tadi malam.Randy sempat menoleh kearah rey. Dan mendapati rey yang tercenung. Seketika dia menyadari ada yang tidak beres."Oh not again tamaraaa" ucap randy berjalan kembali kearah tempat tidurnya. Lalu mengusap kepala rey yang duduk di pinggiran ranjang."Sorry. Gua ga bermaksud buat......."Rey menggeleng. "Gapapa kak. Udah sana cuci muka, rey laper" balasnya rendah. Dia mencoba untuk tidak berlarut-larut mengingat semuanya.Randy duduk di samping rey "lo inget, tadi malam kita sepakat buat ga kenapa kenapa. Dan kita sepakat kalo lo gaakan nangis lagi. Dan gausah inget inget yang udah lewat. Bisa ?" Kata randy serius.Dia malas melihat rey sedih. Karna rey gak seharusnya sedih karna kelakuan bodoh kakaknya itu. Kakaknya yang sangat disayangi rey. Rey yang bahkan bukan siapa siapanya.Rey mengangguk. Lalu tersenyum. "Udaaaah. Sana cepetaaan. Sebelum gua beneran nangis gara gara kelaperan" kata rey mendorong randy. Membuat randy tersenyum dan mengacak rambut rey."Jangan ngintip" ucapnya sambil terkekeh usil."Malesan ngintipin lo. Jelek" rey menjulurkan lidahnya. Tertawa.Randy hanya tertawa sambil melangkah ke kamar mandi. "Lo ga seharusnya kaya gini rey. Kalo pun ada yang harus tersakiti dan disakiti. Itu gua. Lo gaakan mungkin disakiti. Lo terlalu baik" gumam randy.Lalu dia berjalan ke kamar mandi meninggalkan rey yang terlihat mengusap air matanya. "Bego. Kenapa gua masih aja nangis" ucap rey pelan.Rey menghela nafas lalu merebahkan dirinya lagi.Rey menerka nerka apa yang menyebabkan randa menjadi seperti itu. Rey tidak pernah benar benar bisa mengerti apa yang sebenarnya di sembunyikan randa dari dirinya.Satu yang rey tau. Randa gay. Tapi harusnya bukan itu yang menjadikan alasan randa menjauhi dirinya. Dan harusnya tidak ada alasan untuk itu.Rey lalu menghela nafas beranjak menuju meja kaca di kamar randy. Rey bisa melihat beberapa

Page 32: Another Story

parfume cowok dan deodorant disana. Bahkan dompet, kunci mobil berserakan disana.Sampai mata rey tertuju pada sebuah amplop rumah sakit dengan tulisan "randa anggara wijatmiko"."Rumah sakit ?" Rey terheran. Menyadari bahwa dia tidak pernah mengetahui bahwa randa kerumah sakit.Rey mengambil amplopnya, membuka dan membaca isinya. Matanya bergerak gerak meneliti setiap huruf dalam surat itu. Terbelalak. Nafasnya tertahan. Bayangan randa berseliweran di fikirannya. "Kak randa....." Gumamnya tidak percaya.

Randy berjalan keluar kamar mandi sambil mengusap usap wajahnya dengan handuk di tangannya. Sambil bersiul siul rendah. Kebiasaannya yang sulit di hilangkan. Lalu beranjak kearah rey yang terduduk di pinggir ranjangnya. Mengernyit heran. Rey tampak menunduk, namun terasa begitu dingin. Sampai akhirnya randy sadar, amplop di tangannya lah yang membuat rey tiba tiba berubah diam.Rey mendapati randy berdiri di hadapannya. Menatapnya dalam diam. Seolah menunggunya berbicara terlebih dahulu."Apa ini ?" Tanya rey dingin. Nada suaranya dibuat sebegitu rendah dan dingin. Sehingga randy bisa mendengar getaran suaranya.Randy mengambil alih amplop di tangan rey. Membukanya dan membaca isinya. Seketika sedikit lega. Namun ada sebuncah perasaan kecil yang merutuki keteledorannya."Ini cuma hasil cek darah randa kemaren. Sebelum berangkat" jawab randy santai, lalu berjalan kearah kamar mandi. Meremas amplop tadi dan menyampakkannya asal kedalam keranjang sampah."Kenapa ga bilang ke rey ?" Rey sudah berdiri tepat di belakang randy. Dengan tatapannya yang menghujam. Ada kilatan emosi disana. Rey merasa semua benar benar tidak adil untuknya."Harus ?" Randy tersulut. Entah kenapa emosinya seperti terpancing. Nada suaranya meninggi. Membuat rey sedikit ciut menyadari hal itu.Tapi rey adalah gadis keras kepala. Dan dia tidak akan peduli soal itu. Yang ingin dia tau adalah kenapa randy harus menyembunyikan hal itu darinya. Rey mengangkat dagunya angkuh. Sisi buruknya itu kembali terlihat. Rey yang keras kepala. "Harus !! Gua berhak tau. Dan gua masih heran kenapa lo semua nyembunyiin itu dari gua. Ada apa sih sebenernya!!" Rey berseru dengan nada yang tidak kalah tinggi.Randy mendengus. Menyadari betapa angkuh dan keras kepalanya wijatmiko satu ini. "Lo ga perlu tau karna itu memang bukan masalah besar. Cuma hasil lab yang nunjuki randa kena gejala tifus. Dan buat gua, itu ga harus di besar-besarin. Randa sendiri juga gamau lo tau. Bahkan mama papa, mereka juga nyembunyiin ini dari lo. Dan gua rasa, lo juga ga seharusnya besar-besarin masalah kecil begini. Childish" ucap randy sinis.Rey terbelalak, mengernyit heran. Randy benar benar aneh. Tidak seperti biasanya. Seketika rey sadar, dia baru baikan dengan randy. Dan dia gaakan punya siapapun untuk di jadiin tempat curhat. dan itu cukup membuat rey mengurungkan niatnya untuk balas menyerang randy dengan sejuta keheranan yang masih menggelayutinya."Oke, sorry. Gua emang terlalu childish" ucap rey rendah. Seraya berjalan kearah pintu kamar randy. Dalam diam. Membiarkan keheningan diantara mereka.Randy sedikit terperangah, menyadari rey yang secepat itu berubah moodnya. Merasa sedikit aneh sekaligus merasa bersalah. Dia merasa telah menyakiti perasaan rey. Rey yang sudah terlalu banyak di sakiti olehnya, juga randa. Mereka yang seharusnya tidak menyakiti rey."Rey" randy mencegah rey yang akan beranjak. Mencegah tangan kecil rey yang siap membuka knob pintu kamar randy."gausah difikirin soal itu ya. Randa ga kenapa, kenapa. Dan mama papa randa juga gua, kita punya alasan kenapa nyembunyiin ini dari lo. Dan satu satunya alasan itu adalah, kita gamau lo sedih dan khawatir berlebihan soal ini. Ngerti ?" Tanya rey pelan. Berusaha menenangkan rey yang walaupun bukan adik kandungnya, tapi sudah terlanjur dia sayangi.Rey menarik nafas panjang dan menghelanya perlahan. Lalu tersenyum kearah randy. Dan mengangguk.

Page 33: Another Story

Randy balas tersenyum dan mengacak rambut adik kecilnya itu. "Gua ke bawah duluan. Cepetan ya" ucap rey lucu. Entah kenapa nadanya terdengar lucu dan manja di telinga randy. Membuatnya tidak bisa membenci atau menjauhi rey-nya itu.Lalu dia tersenyum geli dan mengangguk. melayangkan pandangannya. Mengantar punggung rey keluar dari kamarnya.Randy duduk di depan meja belajarnya. Menyandarkan punggungnya ke kursi belajarnya. Randy benar benar tidak bisa menjauhi rey. Awalnya, randy benar benar berencana untuk sedikit menjaga jarak ke rey. Karna dia merasa rey tidak harus terluka suatu saat karnanya. Tapi randy sadar, dia ga akan bisa menjauhi rey. Bagaimanapun, rey adiknya. Dan dia tidak akan bisa melepas apa lagi menjauhi rey yang sudah sangat dia sayang. Randy sadar itu adalah hal terberat dan tersulit di bayangkan. Bahkan randy sama sekali tidak pernah membayangkan bahwa dia bukan wijatmiko. Keluarga wijatmiko benar benar berlaku adil dan memberikan segalanya. Semua kebutuhan randy. Dan randy sadar, sudah saatnya dia berterimakasih. Dan salah satu caranya adalah dengan mengorbankan apapun demi rey. Reyna Tamara Wijatmiko. Gadis lucu yang keras kepala.Randy meletakkan handuk kecil yang masih di pegangnya dan berjalan keluar. menyusul rey yang terlebuh dulu turun.Lalu mendapati rey sudah duduk manis di bangku meja makan berhadapan dengan adit yang tampak meneguk air putihnya. Mereka terlihat saling memandang dan tertawa kecil. Sampai adit mendapati randy turun dan langsung menyapa randy. Mengajaknya bergabung."Udah bangun dari tadi ?" Tanya randy ke adit sambil mengambil tempat tepat di sebelah adit.Adit mengangguk sambil menggapai selai dihadapannya. Namun lebih dulu di berikan rey. Menyadari bahwa selai coklat itu jauh dari jangkauan adit."Thanks" jawab adit sambil tersenyum.Randy terkekeh geli. Lalu berdehem. Dan otomatis memancing tatapan sinis rey."Mesra banget ya pagi pagi" ucap randy usil. Lalu dengan santainya dan dengan mengabaikan tatapan sinis rey, randy meneguk the hangatnya. Membiarkan cairan hangat itu mendinginkan tubuhnya di pagi yang cukup dingim itu."Ga penting banget sih lo pagi pagi" kata rey lalu menyantap rotinya yang sudah dia olesi selai coklat kesukaannya. Menunduk. Menyembunyikan pipinya yang memerah. Randy benar benar paling jago ngebuat orang orang mati kutu.Randy cuma bisa terkekeh geli. Lalu beralih ke adit yang senyum senyum tanpa berkata sepatah katapun."Gimana urusan kampus lo, dit ? Kapan tesnya ?" Ucap randy sambil menoleh centil kearah rey yang menatap mereka. "Lusa gua tes. 3 hari. Baru 2 minggu kedepan pengumuman" jawab adit sambil mengunyah roti-nya."Kalau seandainya ga masuk lo gimana, dit ?" Rey tiba tiba nyeletuk. Sedikit ingin tahu. Jauh dalam hatinya, rey harap apapun hasil ujiannya, adit bakal kuliah di jakarta. Setidaknya, rey punya satu orang lagi tempat dia berbagi semuanya.Randy menoleh cepat kearah rey. Melancarkan tatapan menyelidik. Yang tentunya dibalas rey dengan pelototan sadis.Adit tersenyum melihat tingkah dua kakak beradik dihadapannya itu "gua belum tau rey. Mungkin gua bakal kuliah di brisbane aja" jawab adit gamang.Rey menatap adit ga percaya. Benar benar bukan jawaban yang dia inginkan. Tapi rey hanya bisa membalasnya dengan senyuman. Lalu menyembunyikan perasaan anehnya dengan memainkan pisau roti di tangannya. "Gua yakin lo lulus kok" cetus randy. Entah kenapa rey merasa kalimat itu ditujukan randy untuknya."Do the best aja dit. Lo udah juara gitu di sekolah lo disana, masa iya ujian disini aja lo gagal" sambung randy lagi. Kali ini dia terlihat begitu serius.Adit tertawa mendengar perkataan randy. Memang tidak ada yang salah dari perkataan randy. Adit memang juara di sekolahnya di brisbane. Dan termasuk siswa berprestasi di segala bidang. Tapi adit sendiri bahkan kurang yakin akan kemampuannya."Haha. Bisa aja lo, ran. Beda tau apa yang gua pelajari di sana sama pelajaran disini. Lagian, lo tau sendiri universitas itu gimana kalo ngadain ujian" kata kata itu keluar begitu saja dari bibir adit.

Page 34: Another Story

Membuat rey sedikit ciut. Rey merasa adit sedikit pesimis soal ujiannya. Dan membuat rey sedikit gelisah. Dan berharap keras agar adit bisa lulus dalam ujiannya."Pesimis gitu sih lo. Haha, gua yakin kok lo bakal lulus" randy menyenggol lengan adit dan tersenyum kearah rey. Seolah meminta persetujuan atau apalah. Rey kurang bisa mendeskripsikannya.Adit hanya tersenyum dan menatap rey. Seolah menunggu rey berbicara. Entah apa yang di harapkan adit.Rey yang berdegup ditatap seperti itu langsung salah tingkah. Rey lalu menjatuhkan garpunya tanpa sengaja. Dan otomatis memicu kejahilan randy. Randy tidak habis habisnya meledek rey yang selama sarapan lebih banyak menunduk karna menyembunyikan wajah merahnya. Pipinya terasa panas, dan jantungnya berdegup kencang. Sementara adit, objek lain yang jadi bahan kejahilan randy malah terlihat lebih santai. Dia hanya melayangkan senyum, bahkan terkekeh saat randy menjahili dirinya dan rey. Membuat rey semakin tidak betah ada disana.Rey menyuapkan potongan roti terakhirnya. Menuangkan air kedalam gelasnya, dan menegaknya. Lalu tanpa babibu rey beranjak dari meja makan. Meninggalkan randy dan adit yang saling pandang. Lalu tersenyum."Lo itu usil banget, ndi" kata adit tanpa melepas pandangannya dari punggung rey yang menjauh dan berbelok kearah ruang keluarga.Randy tersenyum simpul "tapi lo menikmati setiap keisengan gua kan ?" Randy menembak. Randy sadar betul ada hal yang terjadi antara rey dan adit sejauh ini. Cara rey menatap adit, persis sama seperti beberapa tahun lalu. Saat rey menatap angga. Angga pacar pertama sekaligus mungkin cinta pertama rey. Cinta pertamanya yang pergi demi cita citanya. Angga yang sampai saat itu, detik itu, masih rey tunggu.Adit balas tersenyum. Senyum yang randy artikan sebagai sebuah anggukan. Sebuah pengiyaan."Gua harap lo gaakan pernah mainin perasaan dia. Kalo lo cuma mau mainin dia, atau lo sebenernya ga serius ke dia, mendingan lo jangan ngasih harapan ke dia" ucap randy serius.Adit menoleh kearah randy "gua ga berniat buat mainin dia. Apalagi ga serius. Gua serius, ndi. Cuma, belum sekarang. Masih ada yang harus gua selesaikan di brisbane" balas adit tidak kalah serius.Dia benar benar gak mau randy menganggapnya tidak serius. Karna dia merasa benar benar menyayangi, bahkan mencintai rey. Hanya saja urusannya dengan nicole belum selesai. Ada hal yang harus dia tuntaskan disana."Make sure lo bener bener selesain semua. She’s not going to wait around for you forever" ucap randy menepuk pundak adit dan beranjak meninggalkan meja makan dan adit dengan sejuta pikiran yang mengambang di kepalanya. "I want to tell you what I'm feeling, but I don't know where to start. I want to tell you everything. Why would something so easy, be so hard to do? When all I have to say is that "I love you." Adit bergumam. Entah kenapa dia masih belum bisa menentukan hatinya sendiri.Adit menemukan sosok yang bisa dia sayangi, sosok cewek lucu, yang baik, keras kepala, namun begitu lemah. Sosok yang selalu ingin dia jaga. Namun disisi lain, sosok nicole masih dengan beribu memori tentang mereka masih merajai hati adit. Dan hal itu yang membuat adit bimbang. Dia merasa perlu menyelesaikan semuanya. Adit tau ini tidak akan memakan waktu yang singkat, tapi adit merasa dia harus benar benar memikirkannya. Sebelum dia kehilangan orang yang seharusnya dia dapatkan."There's just something about her that grabs my heart.................." Ucap adit sambil tersenyum dan meninggalkan meja makan.Malamnya, rey mengulum bibirnya. Tersenyum kecut saat melihat adit berjalan masuk sambil menenteng jaket kulitnya."Sendirian ?" Tanya adit Rey hanya mengangguk malas. Sambil kembali memainkan remote di tangannya. Kakinya yang menjuntai di gerak gerakkannya. Sementara matanya tidak lepas dari tv."Randy kemana ?" tanya adit sambil berjalan kearah dapur. "Pergi. Dari tadi sore. Katanya sih mau jalan bareng beberapa temennya" jawab rey menoleh kearah adit. 

Page 35: Another Story

"Mau ?" Tanya adit sambil menyodorkan sekaleng coke. Entah kenapa membuat rey berdebar. Teringat malam itu. Saat rey dan adit sangat terbawa suasana. Seketika rey merasakan darahnya berdesir, jantungnya berdegup, dan pipinya memanas. Seolah dia masih bisa merasakan kokohnya tangan adit yang menyangganya. Dan betapa lembutnya tatapan adit merasuki jiwanya melalui matanya."Coke?" Adit sudah berdiri diatas kepala rey dan menempelkan kaleng coke dingin itu di pipi rey.Rey terkejut dan mendudukkan badannya. Sementara adit, dia hanya tertawa melihat ekspresi rey itu. Dan mengambil tempat tepat di sebelah rey yang sudah bangkit dari tidurnya. Di sofa yang sama.Rey membenarkan letak duduknya sambil berusaha membuka kaleng cokenya. Dia seperti tidak bertenaga untuk membuka kaleng cokenya. Entah kara tidak bertenaga, atau justru karna lemas dipandangi oleh adit, rey sendiri kurang mengerti."Sini, gua bukain" adit menyambar kaleng coke dari tangan rey. Lalu membukakan coke itu untuknya."Thanks" rey tersipu. Perlakuan adit memang tidak seterang-terangan randy. Tapi justru itu yang ngebuat rey berdesir. Tiap perbuatan adit seperti memberikan kehangatan yang akan menjalar kesetiap tubuhnya. Dan sepertinya darah rey selalu menggelegak saat adit menatapnya. Benar benar sensasi yang diluar kendali."Lo udah makan malam?" Tanya adit lagi. Tidak ingin membuat keadaan semakin canggung diantara mereka. Padahal jauh dalam diri adit, kata kata apapun itu, begitu sulit diucapkan saat dia bersama rey. Hanya saja, adit berusaha sekuatnya untuk membuat rey nyaman dan tidak canggung dengannya."Ehm, kebetulan udah. Tapi makan donat doang sih. Gua ga begitu laper" kata rey lalu meminum cokenya. Berusaha menyembunyikan semburat merah jambu dipipinya."Donat ? Lo kelamaan tinggal di amerika ya sampe makan malam cuma roti begitu" kata adit dengan nada setengah mengejek."Gua belum sempat makan kenyang juga sih. Keluar yuk" ajak adit sambil menoleh ke rey. Menunggu jawaban rey dengan jantung yang meledak ledak. Sampai sampai adit khawatir rey bisa ngedenger jangtungnya.Sementara itu, rey masih berusaha mencerna ajakan adit tadi. Kata kata adit tadi berputar putar di kepalanya, dan terdengar berulang ulang di telinganya. Masih setengah tidak percaya, rey mengangguk. Entah dorongan apa yang membuatnya mengangguk."Yaudah ayo" adit udah berdiri dan menoleh kearah rey."Gua ganti baju dulu" ucap rey sambil berdiri."Udah gausah, nih pake" adit memberikan jaketnya ke rey.Beberapa detik, nyaris gaada respon dari rey. Sampai adit sendiri yang memakaikan jaket itu ke rey. membuat rey tertegun dan kembali merasakan rasa hangat yang menjalari tubuhnya."Gua harap lo gak alergi makanan pinggir jalan. Karna gua berniat makan pecel lele. Dan gua harap, lo oke kalo gua bawa motor" ucap adit. Lalu diam menunggu jawaban rey.Rey benar benar bingung. Rey masih belum bisa mencerna semuanya. Semua seperti berjalan begitu cepat. Dan akhirnya "ga masalah" jawab rey lalu memakai jaket adit dengan benar. Dan saat itu juga rey kembali teringat saat dia ada dalam dekapan adit. Parfum hugo bossnya menyeruak mengisi paru paru rey. Adit lalu dengan spontan meraih tangan rey dan menuntunnya keluar. rey terdiam. Dadanya sekarang benar benar sesak. Dan dari tangannya seperti dialiri aliran listrik yang menyebar keseluruh tubuhnya.Mereka lalu beranjak ke luar dan pergi, melesat kejalanan kota yang masih cukup ramai malam itu.Motor sport adit berhenti di satu tenda makanan pinggir jalan yang cukup ramai. Di salah satu bagian tendanya bertuliskan pecel lele pak wanto.Adit menggandeng rey masuk ke dalam tenda. Otomatis beberapa pasang mata menoleh kearah mereka. Adit dan rey memang terlihat begitu mencolok diantara mereka mereka yang disana.Merek mengambil tempat tepat di sebelah beberapa muda mudi yang sedang menikmati makanannya. Seorang cewek di kerumunan itu terlihat menatap sinis kearah rey. Dan berganti tatapan mupeng saat melihat ke adit.Rey memegang tengkuknya. Sedikit risih ditatap seperti itu. Dan kerisihan rey berhasil ditangkap adit.

Page 36: Another Story

Namun dengan pikiran yang berbeda."Lo ga suka makan di tempat beginian ya ? Dari tadi gua ngerasa lo gelisah gitu" ucap adit setelah mereka duduk dan memesan makanan. Rey menggeleng cukup keras "engga dit. Bukan ga biasa. Gua cuma...""Kalo lo risih, kita bisa cari tempat lain. Daripada lo ga makan" potong adit Rey mengulum senyumnya. "Gua gaada bilang gua gasuka adit. Gua cuma risih diliatin kaya gua itu alien yang dateng dari uranus" jawab rey pelan. Kepalanya menunduk dan wajahnya mendekat ke adit. Membuat adit terkekeh melihat ekspresi rey yang lucu."Biarin aja kalau itu. Emang lo ga terbiasa jadi tontonan orang orang ? Gua sih udah biasa" ucap adit sok serius.Rey sontak memundurkan wajahnya dan menampilkan ekspresi seolah ingin muntah "pede abis lo" ucap rey meninju pelan lengan adit. Lalu mereka terkekeh bersama.Gak lama mereka hanyut dalam perbincangan ringan seputar kehidupan masing masing. Sambil menyantap makanan merekam dan tentu saja tanpa memperdulikan sekeliling mereka yang menoleh bahkan melihat mereka secara terang terangan.Dari pembicaraan mereka, rey bisa mneyimpulkan bahwa adit adalah sosok orang yang lebih bertanggung jawab, baik, juga pintar. Dan adit menangkap kalau rey adalah gadis baik yang lucu, polos, dan sedikit keras kepala.Nyaris 2 jam mereka menghabiskan waktu mereka di tenda pinggiran itu. Sampai akhirnya mereka memutuskan untuk pulang."Lo pernah naik motor sebelumnya ?" Tanya adit saat mereka berhenti di lampu merah. "Hm.... Honestly, gua belum pernah sih. Hehe" rey malu sendiri menyadari diumurnya yang nyaris 17 tahun itu dia belum pernah sekalipun naik motor."Jadi gua nih yang pertama kali ngajakin lo naik motor ?" Tanya adit sedikit kaget bahwa ternyata memang keluarga wijatmiko benar benar menjaga anak kecil mereka satu itu.Rey mengangguk, lalu berucap "iya" menyadari bahwa mungkin adit gaakan bisa melihat anggukannya.Adit lalu tersenyum seraya menoleh kearah angka di traffic light jalan itu. 15.."Pegangan ya rey" kata adit meraih tangan rey lalu mengeratkan rangkulan rey di pinggangnya. Membuat rey sedikit terkejut menyadari tindakan adit itu.Adit tersenyum simpul. Menggas motornya sedikit lebih kencang. Membuat rey mau tidak mau mengeeratkan pegangannya. Jantung rey berdegup lebih kencang. Entah karna was was adit memacu motornya kencang, atau entah karna rey yang sudah merapat dengan adit. Rey sampai takut kalau kalau adit bisa merasakan detak jantung rey di punggungnya. Namun tidak bisa dipungkiri, rey menikmati saat itu. Diterpa angin malam yang cukup dingin di tengah kota, dalam balutan jaket dengan aroma hugo boss yang menggoda, dan begitu dekat dengan adit. Cowok yang belakangan ini sering mengganggu pikirannya.Rey lalu menyingkirkan semua gengsinya, kembali mengencangkan pegangannya dan membiarkan kepalanya menempel di punggung adit. Menrasakan setiap sensasi yang dia rasakan...."there is no surprise more magical than the surprise of being loved. its God's finger on man's shoulder" gumam rey.Adit makin tersenyum. Tanpa disadari rey, adit mendengar kata kata yang keluar dari mulut rey dan membalasnya."the most beautiful view is the one I share with you. and you know what ? How lucky I am to have something that makes saying goodbye so hard" ucap adit........

"the most beautiful view is the one I share with you. and you know what ? How lucky I am to have something that makes saying goodbye so hard" kata kata itu masih berputar di kepala rey. Semua seperti terjadi begitu cepat. Nyaris 4 minggu lalu, saat adit mengucapkan kalimat itu. Namun semua seperti benar benar tidak bisa rey lupakan. Setiap kata yang keluar dari bibir adit seperti terpatri di pikiran rey. Bahkan rey masih bisa menyium wangi hugo boss maskulin adit samar samar. Dan merasakan punggung adit

Page 37: Another Story

tempatnya bersandar.Namun kini semua terasa begitu mengambang. Seperti khayalan yang tak tentu akhirnya. Semua seperti digantung begitu saja. Rey yakin dia memiliki sesuatu yang berbeda. Sesuatu perasaan yang disebut sayang. Atau mungkin cinta untuk adit. Dan entah kenapa rey merasa yakin. Yakin bahwa adit memiliki perasaan yang sama. Hanya saja, kenyataan bahwa adit akan bertolak ke Brisbane lusa membuat rey sadar. Bahwa semua akan berakhir sampai disini.

***flashback***

"Ya, mau gimana lagi. Gua memang harus balik ke Brisbane gimanapun caranya,"ucap adit sambil menyantap makan siangnya.Rey yang duduk tepat di depan Adit tercenung.Siang itu mereka sedang menikmati makan siang mereka di salah satu resto di kawasan dekat sekolah rey. Kebetulan adit yang menjemput rey siang itu."Gua dari awal emang kurang yakin soal keputusan bokap buat kuliah di Indo. Gua bilang ke bokap supaya gua tes dulu. Dan ternyata, gua emang ga lulus. Jadi gua harus balik ke Brisbane dan kuliah disana" adit seolah bercerita pada dirinya sendiri. Karna rey yang ada dihadapannya benar benar tidak menggubrisnya. Gadis itu sibuk menunduk menatap makanannya."Rey..." Tegur adit. Ada perasaan tidak enak bergulat di dadanya. Ada perasaan berat untuk meninggalkan gadis dihadapannya itu.Rey menegakkan kepalanya. Berusaha menatap mata adit. Seketika jantung rey berdebar sangat kencang. Dan darahnya kembali memompa cepat. Rey tersenyum. Berusaha untuk tersenyum tepatnya. Berusaha menyembunyikan semua kegelisahannya."Jadi, kuliah di Indonesia itu bukan sepenuhnya keinginan lo ?" Tanya rey dingin. Entah kenapa suaranya terdengar sedikit bergetar. Rey benar benar ga nyangka kalau selama ini keinginan untuk kuliah di Indo bukan sepenuhnya keinginan adit. Dan satu satunya yang ada di fikiran rey adalah adit memang tidak berusaha keras untuk lulus dalam ujiannya. Rey merasa adit sengaja membuat dirinya tidak lulus sehingga dia bisa kembali ke Brisbane dan tidak harus kuliah di Indonesia."Awalnya...,"ucap adit rendah. Matanya menatap dalam mata rey. Seolah mencoba membaca pikiran rey. Menelanjangi pikirannya."Awalnya ?" Tanya rey heran.Randy mengangguk "awalnya gua emang ga begitu tertarik buat kuliah disini. Tapi belakangan gua sadar. Gua berubah fikiran. Seseorang udah ngerubah fikiran gua," ucap adit sambil menghela nafas panjang.Seseorang yang membuatnya berubah fikiran. Kata kata itu jelas menjadi kata yang perlu di tebalkan dan digaris bawahi di fikiran rey. Kalimat itu jelas terasa begitu rancu dan mengganjal di fikiran rey.Sampai akhirnya adit mengutarakan maksudnya. Adit mengatakan ke rey bahwa rey lah yang menjadi alasannya untuk berusaha keras kuliah di Indonesia. Rey lah alasan kenapa malam itu, saat rey keluar dengan piyamanya, adit masih terlihat berkutat dengan bukunya. Adit juga mengatakan bahwa dia kecewa dan sedih. Sama dengan apa yang rey rasakan saat dia mengetahui bahwa semua usahanya sia sia. Usahanya untuk mendapatkan tempat di universitas di indonesia. Tapi adit sadar, gaada hal lain yang bisa dia lakuin selain merelakan semuanya."Gua nyesal rey. Bener bener nyesel. Gua telat nyadarin semuanya," ucapan adit terdengar lirih di telinga rey.Rey sendiri terdiam. Tak bergeming. Semua benar benar tidak dia harapkan. Dia selalu berharap bahwa adit akan selalu ada disini. Di negaranya. Serumah dengannya. Bersebelahan kamar dengannya. Bukannya pergi jauh bermil-mil dan terpisah oleh samudera darinya."Bisa kita pulang sekarang, dit?" Rey membenarkan letak sendok dan garpu di piringnya. Dan menyeruput jus strawberry yang dipesannya.Adit terkejut mendengar respon rey. Sekaligus tidak bisa berbuat apa apa. Adit hanya mengikut rey yang terlebih dulu berjalan meninggalkannya dalam diam.Nyaris satu jam perjalanan menuju rumah rey, mereka tidak bergeming sama sekali. Rey lebih memilih untuk bungkam. Mencoba memutar kembali memori memori yang mneggelitik relungnya.

Page 38: Another Story

Memori kecil tentang betapa adit selalu ada untuk menyokongnya dan memberi kekuatan untuknya.Mungkin rey memang masih punya randy. Tapi entah kenapa, rey terlalu sadar bahwa itu akan menjadi berbeda. Keberadaan adit akan sangat dia rindukan. Rey turun dari mobil dan beranjak masuk. Meninggalkan adit yang masih belum menyelesaikan semuanya. Adit sadar betul ada yang berbeda dengan rey. Hanya saja adit terlalu malas untuk menyadarinya. Atau lebih tepatnya, malas untuk berharap dan mengira-ngira."Rey...tunggu," ucap adit setengah berlari. Berusaha mensejajarkan langkahnya.Rey masih bungkam dan berjalan menuju kamarnya di lantai atas."Rey...gua masih perlu ngomong sama lo. Please, jangan buat ini makin susah buat gua" adit masih berbicara di samping rey yang masih saja bungkam.Perasaan rey benar benar tidak bisa di deskripsikan. Di satu sisi dia benar benar marah pada adit. Tapi disisi lain, dia merasa begitu sedih."Ini tentu gaakan mudah buat lo. Dan juga buat gua" ucap rey datar.Rey lalu berlalu dan berlari kecil menuju kamarnya. Meninggalkan adit yang tercenung menatap ujung sepatu yang masih melekat di kakinya.***back to story***

"Rey..." Seseorang memanggilnya dari luar kamarnya. Randy."Masuk," ucap rey sambil memutar kursi meja belajarnya dan benar saja, dia mendapati randy berjalan kearahnya."Belajar apa ?" Randy melongok melihat meja belajar rey dan tidak mendapati satu buku pun yang terbuka disana.Rey hanya menggeleng lemah sambil melihat ke Randy."Adit ?" Tembak randy. Sebenarnya randy tidak harus menanyakannya lagi. Jelas dia sudah mengetahui hal itu. Gelagat Rey terbaca sangat jelas.Rey mengangguk. Matanya masih nanar. Entah kenapa rey merasa begitu sedih.Randy menarik tangan rey. Membawa adiknya itu duduk di sampingnya. Di pinggiran ranjang. Rey hanya bisa nurut. Mengikuti randy."Adit udah cerita sama gua. Ini juga bukan hal yang mudah buat dia,Rey" randy mencoba menenangkan adiknya itu.Adit memang telah menceritakan semuanya. Persis seperti apa yang adit katakan pada Rey. Hanya saja Adit berbicara lebih banyak ke Randy. Tentang perasaannya."Awalnya dia emang ga pengen di Indonesia. Gua yakin dia udah bilang ke elo. Dan semakin kesini dia sadar, dia nyesal. Dia juga kecewa dia ga bisa lulus, rey. Dan lo ga seharusnya ngediemin dia," ucap Randy.Rey terdiam. Mencerna setiap kata kata Randy. Dan dia mendapat satu kesimpulan bahwa randy benar. Rey gak seharusnya bertingkah terlalu kekanak-kanakan."Lo harus coba ngomong baik baik ke dia. Dia jadi ngerasa bersalah. Dan lo tau, dia juga sedih. Sama sedihnya kaya lo. Mungkin lebih" sambung Randy lagi.Rey mengangkat wajahnya dan melihat ke arah randy. "Mungkin lebih" kata kata randy itu seolah menghantam benteng terkuatnya. Gengsi terbesarnya untuk menemui adit. Dadanya serasa sesak mendengar kenyataan kalau Adit lebih sedih dari pada dirinya."Lebih ?" Rey bergumam. Kata kata itu sebenarnyaa hanya dia tujukan kepada dirinya sendiri tapi randy menerangkan semuanya.Rey hany bisa terdiam mencerna setiap kata yang keluar dari bibir randy. Semua seperti menusuk dan mencabik cabik hatinya. Randy menjelaskan bahwa mungkin saja adit lebih merasa sedih dan kecewa. Adit yang tidak lulus dalam ujiannya, adit yang terlalu menyianyiakan waktunya, adit yang dulunya tidak ingin bersekolah disini, adit yang sudah berusaha tapi tidak mendapatkan hasil yang dia inginkan, dan yang lebih membuat rey tercengang adalah saat randy mengatakan "dan hal yang paling buat adit sedih adalah lo" kata kata itu seperti panah terakhir yang di tembakkan tepat di jantung rey. Menghancurkan.Rey terdiam. menyesali semuanya. Dan dia sadar, dia harusnya gak bertindak sepihak seperti ini. Dia harusnya lebih menguatkan adit. Dan bukan marah dan kecewa seperti ini.

Page 39: Another Story

"Jadi, gua harus gimana, kak ?" Rey bertanya dengan nada lirih. Nada penyesalan begitu ketara di suaranya.Randy menoleh kearah rey. Tersenyum dan menepuk pundak adiknya itu."Lo tau apa yang harus lo lakuin, reyna. Lo cuma perlu ngilangin gengsi lo yang kelewat besar" randy masih tersenyum. Lalu setelah itu dia meninggalkan rey sendirian. Di kamarnya.Rey tertunduk. Matanya panas. Dia ingin menangis. Tapi bukan dia yang seharusnya menangis. Saat ini yang harus dia lakukan adalah bicara dengan Adit.Rey lalu turun dari ranjangnya dan beranjak keluar kamarnya.Rey melihat ke pintu kamar disebelahnya. Menerka-nerka apakah mungkin adit dikamar atau tidak.Rey berjalan dan mengetuk pintu kamar adit. Menunggu beberapa menit, tapi tetap tidak ada jawaban.Rey lalu bergegas turun dan dia hanya mendapati randy yang duduk di depan tv. Randy hanya tersenyum kearah rey saat pandangan mereka bertemu. Dan rey hanya bisa mmebalasnya dengan senyuman kecut."Dia ada di belakang" kata randy sambil mengganti channel televisi di hadapannya.Dan rey, dia langsung bergegas menuju taman belakang tempatnya biasa menyendiri.Dan benar saja, rey bisa mendapati adit yang sedang duduk di gazebo. Di hadapannya ada cangkir dengan asap yang mengepul di atasnya. Adit tampak sedang memainkan smartphonenya. Sambil sesekali terdiam, lalu kembali memainkannya. Rey akhirnya menarik nafas panjang dan memberanikan diri untuk mendekati Adit.Rey berjalan sampai akhirnya dia berdiri di depan gazebo.Adit menoleh kearahnya. Sedikit terkejut. Tapi beberapa detik kemudian, adit langsung tersenyum. Senyuman canggung yang rey sadar betul sebuah senyuman yang di paksakan. Membuat rey semakin miris."Ada apa rey ?" Ucap adit sambil membenarkan posisi duduknya.Rey masuk ke gazebo dan duduk di sebelah Adit."Sorry, dit..." Ucap rey pelan. Rey seperti kehilangan tenaganya untuk berbicara dengan adit.Adit terkejut. "Sorry ? Buat ?" Adit balas bertanya. Dia menerka nerka apa yang sebenarnya dipikirkan rey. Hanya saja dia kurang yakin kalau rey membahas soal kejadian tadi siang."Buat semua. Gua ga seharusnya bertindak kaya gini. Gua harusnya tau lo udah berusaha. Cuma, gua sedikit gabisa terima kalo lo harus balik ke Brisbane. Gua udah terbiasa dengan adanya lo disini". Rey akhirnya berbicara jujur. Awalnya dia sedikit ragu untuk mengatakan hal yang satu itu. Tapu dia rasa adit harus tau.Adi lagi lagi terkejut. Matanya membulat menatap rey dalam. Entah kenapa ada kelegaan yang menyusup buat adit.Sunyi menyelimuti keduanya untuk beberapa saat. Tidak ada yang bersuara. Hanya desiran angin malam yang menusuk dan nyanyian jangrik yang terdengar pelan meramaikan suasana."Lo ga perlu minta maaf segala. Gua aja yang kelewat bego. Masa gua gabisa lulus gitu doang" adit berusaha tertawa. Tapi tentu saja tawanya terdengar begitu garing buat rey.Rey hanya menoleh sinis kearah adit. Membuat adit menghentikan tawanya. Lalu terdiam lagi untuk beberapa saat."Rey..." Tegur adit rendah. Suaranya nyaris tak terdengar.Rey menengadah. Menatap adit."Gua janji gua bakal balik, rey. Gua akan ke Indonesia lagi. Gua emang gatau kapan, tapi gua janji. Dan sekarang, gua belum bisa mutusin apa apa. Gua masih punya sesuatu yang harus gua selesain di sana. Gua harap lo mau sedikit lebih bersabar dan nunggu gua" Adit masih bicara dengan nada pelan. Tapi rey masih bisa menyimak setiap kata yang diucapkan adit.Adit terkesan enggan memberitahukan semua secara detail. Tapi rey tau semua maksud adit. Rey mengerti maksudnya.Rey tahu ini menyangkut nicole, dan perasaan mereka. Bukan cuma rey dan adit, tapi juga nicole."Lo bisa kan nunggu sebentar aja buat gua?" Adit mendekatkan wajahnya. Berusaha menatap mata rey.

Page 40: Another Story

Rey tersenyum kecut. Lalu mengangguk."Gua butuh jawaban. Bukan anggukan, reyna" ucap adit serius."iya dit, gua bakal nungguin lo. Tapi, gua gatau sampai kapan gua bisa betah nungguin lo. Gua ga bisa janjiin ke elo" ucap Rey pelan.Kata kata itu menusuk buat adit. Itu seolah memberi tanda ke adit bahwa rey gaakan bisa menunggu lama. Membuat adit merasa sedikit gamang."Tapi, kalo lo bisa menjanjikan sesuatu saat lo balik, gua rasa gua akan nunggu lo semampu gua. Sampe lo nepatin janji lo itu" sambung rey lagi.Adit sedikit terperangah. Otaknya memutar cepat. Dia ingin meyakinkan rey. Dia ingin rey menunggunya. Menunggunya sampai dia benar benar siap dan kembali.Adit lalu mendekatkan wajahnya ke rey. Menatap dalam mata Rey. Dan terdiam. Lalu semakin mendekatkan wajahnya. Jarak mereka semakin dekat. Adit bisa merasakan hembusan nafas rey diwajahnya. Lalu adit menghilangkan jarak diantara mereka. Bibirnya mendarat di bibir mungil rey dan membungkamnya. Membungkam semuanya. Rey sedikit terkejut, tapi tidak ada yang bisa dia lakukan. Adit benar benar membungkamnya.Adit menyingkirkan bibirnya dari bibir Rey dan memeluk gadis di hadapannya itu. Dia tidak bisa menahan keinginannya untuk tidak memeluk gadis itu. Dia terlalu menyayangi Rey. "Gua janji, gua akan bawa balik semua rasa tadi saat gua datang. Lebih dari itu" ucap adit saat dia melepaskan pelukannya. Dia mendapati mata rey yang memerah. Pipi gadis itu memerah menahan tangisnya."Jadi, lo mau nunggu gue kan, Rey ?" Tanya adit lagi.Rey ga bisa menahan tangisnya lagi. Seketika tangisnya pecah. Perasaannya campur aduk. Benar benar diluar kendalinya. Rey lalu menghambur lagi ke pelukan adit. Membiarkan tubuhnya direngkuh oleh adit. Membiarkan paruparunya di sesaki aroma tubuh adit yang masih tetap sama. Wangi yang menyejukkan dan menenangkan, tapi akan sangat dia rindukan."Gua... Gua bakal nunggu lo dit. Gua bakal nunggu lo bawa lagi rasa itu. dengan lebih" rey lalu nangis sesegukan di pelukan adit. Adit lalu tersenyum lega. Tidak ada lagi perasaan yang mengganjal."Gua janji, rey. Gua pasti balik. dan selama gua pergi, separuh hati gua bakal tetap disini. Jagain lo. Dan gua harap, lo jangan jadi cewe cengeng keras kepala lagi" ucap Adit seraya melepas pelukannya. Dia tersenyum menatap rey sambil menghapus air matanya.Rey hanya bisa mengangguk. Tapi ada senyuman kecil yang terselip diujung bibirnya. Adit balas tersenyum dan berbisik "Soul meets soul on lovers' lips" adit terkekeh sambil merangkul pundak rey yang pipinya memerah karna mengingat ciuman adit tadi.Adit tersenyum. Lalu menatap mata rey dan berkata "don't be afraid. You cannot be lonely if you like the person you're alone with"...

Dua bulan nyaris berlalu. Dan Rey masih merasa kehilangan. Beberapa kali Rey masuk ke kamar di sebelah kamarnya, menghirup udara dalam di kamar itu. Berharap dia akan bisa menghirup sisa sisa wangi Adit untuk kesekian kalinya. Awalnya dia masih bisa merasakannya, tapi belakangan, wangi itu tidak lagi tercium. Menghilang seiring dengan rasa rindu Rey yang semakin membuncah.Siang itu, Rey baru saja kembali dari sekolahnya. Mendapati tidak ada siapapun dirumahnya. Hanya beberapa orang pembantunya yang ada. Rey semakin terbiasa dengan ini. Randy yang sering diluar dan mengurus perusahaan yang ditinggalkan ayahnya disini membuat Rey semakin jarang menghabiskan waktu dengan Randy. Bahkan di akhir pekan. Sekarang rey lebih sering menghabiskan waktunya sendiri. "Non, tadi den randy pesan kalau non reyna pulang, non disuruh langsung makan" seorang pembantunya menyampaikan pesan randy tadi saat dia melihat rey langsung beranjak naik menuju ke kamarnya. Belakangan rey memang malas makan. Dan itu cukup membuat randy khawatir."Iya bi. Gapapa. Rey udah makan tadi bareng temen. Ntar kalo laper rey makan" ucap rey sambil

Page 41: Another Story

langsung mempercepat langkahnya menaiki tangga rumahnya.Sesampainya diatas, rey bukannya langsung masuk ke kamarnya, dia masuk ke kamar adit. Dan melihat ke sekeliling. Tempat tidur itu masih sama. Semua masih terlihat sama. Hanya saja, aroma dan bahkan bayangan adit tidak tampak disana. Saat itu juga rey merasa begitu kesepian. seketika itu juga dia merasa begitu rapuh. Pipinya dengan tak tertahan kembali memanas. Dia bisa merasakan sesuatu mengganjal di pelupuk matanya. Dia yakin sebentar lagi airmatanya akan jatuh.Rey duduk di meja yang dulu biasa digunakan adit untuk belajar. Dan menelungkupkan kepalanya disana. Menangis. Mengingat kata kata adit di bandara, cukup membuat rey terisak. Mendengar setiap janji yang terucap. Janji bahwa dia akan kembali dengan keyakinan yang lebih dari hari itu. Dan dengan rasa yang akan jauh lebih dari hari itu.Rey juga merasa belakangan semua seperti menjauh. Adit yang sebulan pertama sering mengabarinya, belakangan menjadi nyaris kehilangan kontak dengannya. Rey tau adit sibuk mengurus kuliahnya disana, tapi rey sedih karna adit tidak mengabarinya lagi.Randy. Kakaknya itu menjadi semakin sibuk ketika mendapat perintah dari ayahnya untuk mengambil alih sementara perusahaan. Karna utusan ayah mereka sedang melakukan perjalanan kerja ke California. Rey juga ada di titik terendah di batas kerinduannya dengan angga. Orang yang sampai sekarang masih dia tunggu. Orang yang dulu juga berjanji akan kembali. Hanya saja angga seperti lupa akan janjinya. Dan itu yang membuat rey semakin kalut.Belum lagi randa. Randa yang sama sekali tidak mengabarinya. Dan bahkan tidak ingin berbicara dengannya. Randa hanya beberapa kali menitipkan salam ke rey lewat randy. Atau terkadang mama. Dan saat rey ingin bicara, randa selalu punya sejuta alasan untuk menolaknya. Itu membuat rey semakin terluka.Rey masih menangis disana. Dan terus menangis. Sampai akhirnya lelah, dan tertidur.

***otherside***

"Gimana keadaan randa, ma ?" Randy berbicara dengan nada pelan. Randy masih mengenakan kemejanya saat dia turun dari mobil sesampainya dirumah."Mama yakin ?" Ucap randy lagi. Dari nada suaranya randy benar benar cemas.Randy lalu berjalan masuk ke rumah dan duduk di sofa ruang tengah sambil berusaha melepas sepatunya dengan tangannya yang bebas."Yaudah ma. Kalau ada apa apa, mama kabarin randy" randy lalu berjalan sambil membuka kancing lengan kemejanya dan menggulung lengan kemejanya."Rey baik baik aja kok. Gausah khawatir ma. Iya oke. Bye ma. Salam ke papa sama randa" randy lalu menjauhkan smartphonenya dari telinganya."Bi, rey mana ?" Randy bertanya kepada salah seorang pemvantunya sambil mengisi gelasnya dengar air dingin dari dispenser. "Tadi non rey pulang sekolah langsung ke kamar den. Sampe sekarang belum ada turun. Mungkin ketiduran" jawab pembantunya itu."Dia gak makan siang ?" Tanya randy lagi.Pembantunya itu hanya bisa menggeleng pasrah.Randy menghela nafas sambil meneguk minumnya. Lalu bergegas keatas. Mencari adiknya yang keras kepala itu."Rey.." Randy mengetuk pintu kamar rey dan langsung membukanya tanpa menunggu jawaban. Dan langsung masuk mencari rey. Tapi dia tidak menemukan siapapun disana."Rey..." Panggilnya lagi dan berjalan menuju kamar mandi yang terletak di dalam kamar. Dan tetap kosong.Randy sedikit panik. Pikirannya langsung dihantui kemungkinan kemungkinan buruk. Dia lalu bergegas ke kamarnya, dan masih tidak menemukan rey. Sampai dia masuk ke kamar yang dulu di tempati adit dan mendapati adik kesayangannya itu tertidur dengan kepala terkulai di meja

Page 42: Another Story

disudut dekat pintu balkon.Randy seketika menghela nafas panjang. Lega. Dan hanya bisa menggeleng pelan.detik berikutnya, dia sadar. Rey masih mengenakan seragamnya. Dan tasnya masih tersandang di pundaknya. Dan sekarang...Randy menoleh ke arah jam yang tergantung di dekat meja itu. Jam 8 malam. Itu tandanya, nyaris 4 jam rey tertidur disana.Randy lalu berjalan kearah rey. Dan dia bisa melihat mata rey yang sembab. Dan dia langsung menangkap bahwa gadis ini baru saja menangis.Dan belum sempat randy melepas ranselnya dari punggung rey, rey menggeliat dan terbangun. Matanya mengerjap."Kakak ?" Rey terkejut karna tiba tiba mendapati randy dihadapannya."Kenapa ?" Tanya randy dengan nada menyelidik. Rey salah tingkah. Rey sadar betul randy sadar ada yang aneh pasti dari dirinya. Dan rey sadar, pasti saat ini matanya bengkak karna menangis."Apanya kenapa ?" Rey berusaha mengalihkan pembicaraan.Namun randy masih diam. Menunggu jawaban rey."Kok udah pulang kak, tumben ?" Rey masih berusaha mengalihkan pembicaraannya. Membuat randy sadar kalau rey benar benar belum mau cerita.Randy memasukkan satu tangannya ke saku celananya. "Liat sekarang udah jam berapa" ucap randy sambil mengisyaratkan rey untuk melihat ke jam yang tergantung di atas meja itu.Dan dari ekspresinya, rey tampak terkejut mendapati dia tertidur begitu lama. Nyaris 4 jam."Mandi, ganti baju sana. Gua tunggu di meja makan" randy mengeluarkan sikap tegasnya. Dia ngerasa rey sudah kelewat cengeng akhir akhir ini. Dan sebelum rey sempat merespon, randy sudah berbalik dan meninggalkan rey yang terdiam. Menyadari kalau randy akan kembali menjadi sosok yang menyebalkan.

***skip***

Rey berjalan ke meja makan dengan celana pendek dan kaos ungu kesayangannya. Matanya gak lepas dari randy yang terlihat memainkan jari jarinya diatas keyboard laptopnya.Rey menarik kursi dan duduk tepat di hadapan randy."Sejak kapan lo jadi gila kerja gini ?" Entah kenapa rey tiba tiba berubah menjadi begitu sinis. Randy mendongakkan kepalanya. Terkejut dengan sikap rey."Papa ga bakal senang kalo tau lo ngebawa kerjaan ke meja makan" ucap rey lagi.Randy tau itu menyalah. Tapi dia benar benar di kejar deadline. Dan dia harus nemenin rey makan. Dia tau, rey paling benci kalau makan sendiri."Dan kalo alesan lo adalah mau nemenin gua makan, itu salah banget. Gua udah biasa makan sendirian kok" rey makin nyolot. Dia bener bener kehilangan kendali atas dirinya sendiri."Rey!!" Randy sedikit membentak. Menyadari bahwa sikap rey mulai keterlaluan.rey tidak menggubrisnya. Dia tetap menyendokkan makanannya ke piringnya. Kepalanya tetap tegak. Tidak menunduk. Sifat wijatmikonya keluar. Keangkuhan, dan sikap keras kepalanya.Rey menyendokkan makanannya ke mulutnya perlahan. Berusaha untuk tidak menggubris randy yang menatapnya tajam."Lo kenapa ?" Tanya randy singkat, padat, dan tajam."Kenapa apanya?" Rey masih bertahan dengan nada suara sinisnya."Ya lo kenapa ? Kenapa jadi sinis ga jelas gitu ? Kalau lo punya masalah, lo bisa omongin baik baik. Bukan jadi sinis ga jelas gini" randy mencoba menahan emosinya. Dia memang gampang terpancing akhir akhir ini. Pekerjaan yang membuatnya sedikit kelelahan benar benar membuatnya tidak stabil.Rey terlihat melengos. Dia meletakkan sendok dan garpunya asal "omongin baik baik ? Sama siapa ? Tembok ?" Rey sudah diluar kendali. Emosinya benar benar memuncak. Bercampur dengan kesedihannya. Juga kesepian. Dan semua yang dia rasakan."Reyna !!" Randy berseru keras saat rey berdiri dengan kasarnya dan berlari menaiki tangga rumah mereka, dan meninggalkan makanannya.

Page 43: Another Story

Randy bersandar di kursi makan. Nafasnya memburu. Dia sadar dia tidak seharusnya terpancing. Dia harusnya tau bahwa adiknya itu kesepian. Dan dia tidak harusnya begini.Randy lalu membereskan laptop dan beberapa berkas di meja makan dan meletakkannya diatas meja ruang tengah. Lalu bergegas keatas. Menyusul reyna.Dan Sumi, salah seorang pembantu dirumah itu yang berusia 50an tahun hanya bisa menghela nafas sambil melihat punggung randy yang semakin menjauh.

Randy mengetuk ngetuk pintu kamar rey, tapi rey enggan menjawab. Rey merasa perlu menenangkan dirinya. "Rey.. Ayolah, kita perlu bicara. Gua tau gua salah. Tapi lo juga ga sepenuhnya bener dengan cara lo ini. Jangan buat semua makin susah buat gua, rey..." Randy masih berusaha agar rey membukakan pintu untuknya. Atau minimal berbicara. Meresponnya.Tapi rey, gadis itu memang persis ayahnya. Tidak bisa dibantah, terkadang angkuh, dan sangat keras kepala.Randy akhirnya menyerah, lalu turun. Kembali ke ruang tengah dan menghempaskan tubuhnya di sofa empuk berwarna kuning gading tersebut.Semua terasa begitu berat buatnya.Randy memejamkan matanya. Sampai sebuah suara mengagetkannya."Minum, den ?" Suara itu benar benar mengagetkan randy yang sedang berkutat dengan pikirannya.Ternyata bi sumi. Pembantu keluarga wijatmiko yang telah mengabdi bertahun tahun.Randy membenarkan posisi duduknya dan mengambil cangkir dari tangan bi sumi."Makasih, bi" randy lalu menegak the hangat yang diberikan bi Sumi tadi."Non rey kesepian den. Bibi bisa ngerasain itu. Non rey belakangan sering uring-uringan. Den randy tau sendiri kan, non rey itu sendirian sekarang. Dulu masih ada ibu. Nah, sekarang ? Yang non rey punya itu cuma den randy" bi sumi bicara panjang lebar.Bi sumi ngerasa dia harus ikut campur. Karna kalau tidak semua akan menjadi semakin susah.Randy terdiam mendengar kata kata bi sumi. Dia tidak marah. Dia justru mencerna semuanya. Dan dia sadar. Bi sumi benar."Iya bi. Randy juga ngerasa gitu. Rey jadi lebih uring-uringan sekarang. Randy terlalu sibuk belakangan ini. Randy jadi kasian sama rey" randy terlihat begitu bingung dan menyesal."Yaudah den. Gausah terlalu dipikirin. Ntar den randy jadi sakit. Coba aja ngertiin non rey dan bicara baik baik. Bibi yakin non rey pasti bisa ngerti" ucap bi sumi sambil menepuk pulan pundak randy. Seolah mentransfer sedikit kekuatan yang ada di tubuh ringkihnya.Randy lalu tersenyum "makasi ya bi" ucapnya.Bi sumi cuma tersenyum dan berlalu. Membawa kembali nampannya.

Randy lalu kembali bersandar. Dan dia menyimpulkan bahwa dia memang harus bicara ke rey. Secepatnya...

Besoknya, Randy terlihat terburu buru turun dari kamarnya, meneguk habis minumnya, tanpa memakan sarapannya. Sumi yang melihat semuanya hanya bisa menggeleng lemah. Dia tau, tuannya satu itu pasti terlambat ke kantor."Bi sumi, bilang ke rey saya pergi duluan' bi sumi ingin mengatakan sesuatu. Tapi randy keburu pergi dan melesat tanpa membiarkan bi sumi bicara.Bi sumi lagi lagi hanya bisa menghela nafas.Jam menunjukkan pukul 7. Dan tidak ada tanda tanda Rey akan keluar dari kamarnya. Bi Sumi menjadi sedikit cemas. Dan sampai jarum jam berhenti di angka 7 dan 3 pun, rey masih belum menampakkan batang hidungnya.Akhirnya bi sumi tergopoh gopoh naik dan mengetuk pintu kamar rey."Non... Non reyna... Non..." Sumi mengetuk pintu kamar reyna dan terdiam sebentar. Menunggu jawaban reyna. Dan tidak ada.Sumi menjadi semakin cemas. Dan kembali mengetuk pintu kamarnya, dan tetap tidak mendapat

Page 44: Another Story

jawaban. Sumi berubah pucat. Pikirannya di hantui kemungkinan kemungkinan buruk tentang rey. Akhirnya dengan langkah yang di percepat sumi mengambil kunci cadangan di laci meja dekat kamar randy.Lalu membuka pintu kamar rey. Dan ternyata...."Non reynaa...!!!" 

Randy memacu mobilnya kencang. Berputar arah kembali menuju rumahnya. Dia bahkan belum sampai ke kantornya. Dan saat itu juga Randy mengancel semua pertemuannya. Keadaan Rey lebih penting dari pada pertemuan pertemuan yang akan dia lakukan.Randy begitu kalut dan memutuskan untuk memutar balik arah kembali ke rumahnya begitu mendapat telfon dari bi Sumi yang mengabarkan bahwa Rey pingsan di kamarnya dengan sebotol obat di tangannya. Seketika pikiran Randy berputar membayangkan hal hal buruk. Setelahnya Randy mencoba menenangkan dirinya dan menelfon dokter keluarganya dan meminta dokter itu untuk segera kerumahnya.Sesampainya dirumah, Randy berlari masuk dan menaiki tangga rumahnya dengan cepat. Dia benar benar tidak habis piker bahwa Rey akan bertindak bodoh. Randy masih menerka nerka obat apa sebenarnya yang diminum Rey itu. Bi Sumi hanya menyebutkan bahwa Rey tergeletak di tempat tidur. Pingsan, dengan sebotol obat di tangannya. Randy hanya berharap Rey tidak sebegitu desperate sampai mencoba ingin bunuh diri.Randy sampai di depan pintu kamar Rey yang terbuka. Randy bisa melihat bi Sumi ada di dalam menemani dokter Erik. Dokter yang biasa menangani keluarga Wijatmiko. Dokter yang juga sempat menangani Randa.Dokter Erik tampak sedang memeriksa keadaan Rey dan tidak menyadari kedatangan Randy. Karna dokter itu terkejut saat mendapati randy yang tiba tiba bertanya bagaimana keadaan adiknya.“Rey, baik baik saja. Dia Cuma butuh sedikit istirahat. Sepertinya dia sedikit kelelahan. Dan terlalu banyak yang mengganggu pikirannya. Saya tetap akan member beberapa resep vitamin. Make sure dia minum vitaminnya. Kondisinya memang sedikit lemah,” ucap dokter Erik sambil mengeluarkan buku notesnya untuk menuliskan resep vitamin yang harus di minum Rey.Randy menoleh kearah Rey yang masih terkulai lemas di tempat tidurnya. Sepertinya dia belum sadar. Dan bi Sumi duduk di pinggiran ranjang Rey sambil membenarkan letak selimut Rey.“obat apa yang dia minum, dok?” Tanya Randy sedikit penasaran.Dokter itu lalu terdiam dan menghela nafas berat “obat penenang. Semacam Dormicum dan Lithium. Saya kurang tau darimana Rey mendapatkan obat tersebut. Yang jelas Rey belum terlalu lama mengkonsumsi obat-obatan tersebut,” ucap dokter Erik menjelaskan.Randy sama terkejutnya dengan Bi Sumi. Mereka sama sama menoleh dengan kening berkerut kearah dokter Erik. Mereka tidak habis piker tentang Rey yang mengkonsumsi obat penenang.“obat penenang ? apa dokter yakin ?” Randy masih kurang percaya dengan apa yang dokter Erik katakan.Dokter Erik mengangguk yakin “obat semacam itu biasa digunakan oleh psikiater. Gunanya untuk menenagkan pasiennya. Sebenarnya kalau dipergunakan sesuai dosis, itu tidak akan menimbulkan efek samping. Hanya saja kalau diteruskan kemungkinan akan terjadi beberapa efek samping seperti pandangan kabur, pusing, kejang, tremor, atau bahkan kehilangan kesadaran,” ucap dokter Erik.“tapi pada kasus Reyna, saya tidak menemukan gejala gejala berbahaya. Mungkin Reyna baru mengkonsumsi obatnya sekali atau dua kali. Tapi, untuk menjaga hal hal yang tidak diinginkan, saya harap kamu bisa menjelaskan ke Rey bahwa dia tidak perlu mengkonsumsi obat tersebut,” sambu dokter Erik lagi.Randy menghela nafas panjang. Pikirannya kalut gak menentu. Dia harusnya sadar bahwa 2 bulan belakangan ini Rey benar benar kesepian. Dan dia seharusnya bisa lebih mengerti.“iya. Saya akan bicarakan hal itu ke Rey,” jawab Randy pelan. Dia seolah kehilangan tenaganya.“jangan terlalu keras ke dia. Dia sepertinya begitu banyak pikiran. Dan ini bukan hal mudah buat dia,” pesan dokter Erik yang disusul anggukan cepat dari Randy. Tentu dia tidak akan keras kepada Rey. Dia tidak ingin Rey sampai bertindak macam macam lagi. 

Page 45: Another Story

Dokter Erik lalu keluar kamar di temani oleh Randy yang mengantarkannya sampai kebawah. Sementara itu bi Sumi ikut turun di belakangnya dan membiarkan Rey istirahat terlebih dulu.“pastikan Rey mendapat istirahat yang cukup. Lebih baik kalau dia tidak masuk sekolah untuk beberapa hari” ucap dokter Erik saat dokter itu akan masuk ke dalam mobilnya dan pergi meninggalkan kediaman Wijatmiko.Randy mengangguk sambil mengucapkan terimakasih ke dokter erik dan menatap mobil dokter Erik yang menjauh.Randy lalu berbalik dan mendapati bi Sumi disana.“den, tadi pas bibi nemuin non Rey pingsan. Bibi nemuin kertas di samping tempat tidur non rey. Ini” bi Sumi lalu menyodorkan kertas itu kepada Randy. Yang kemudian langsung dia baca.“it`s crazy how I can go months without talking to someone but he still cross my mind everyday” gumam Randy. Dan Randy bisa mendapati coretan coretan kecil nama Adit, Randa, bahkan dirinya disana. Membuatnya sesak.“bibi gatau artinya den. Kira kira itu artinya apa ?” Tanya bi Sumi penasaran.Lalu Randy menjelaskan bahwa Rey masih mengingat dan merindukan seseorang. Hanya itu yang sanggup Randy katakan. Dan Bi sumi sepertinya mengerti. Lalu bi Sumi hanya berbalik setelah sempat menepuk pundak Randy. Seperti ikut terluka. Rey sadar betul bi Sumi sudah merupakan bagian dari keluarga ini. Bi Sumi sudah mengabdi dengan keluarga Wijatmiko lebih dari 20 tahun. Dan Bi sumi tau mengenai semuanya. Semuanya. Dan satu yang benar diyakini Randy. Bahwa bi Sumi sangat menyayangi Rey.Randy lalu memanggil salah seorang supir dirumahnya dan menyuruhnya menebus obat Rey. Dan langsung beranjak ke atas. Ke kamarnya. Membasuh wajahnya dan mengganti bajunya. Lalu mengambil laptopnya dan membawanya ke kamar Rey.Dia bisa mendapati adiknya itu terbaring lemah. Seketika Randy teringat e-mail dari Randa yang belum sempat dia baca tadi malam. Randy dan Randa memang masih tetap berkomunikasi satu sama lain. Setiap hari. Mereka selalu saling bertukar e-mail. Saling mengabari satu sama lain.Rey lalu duduk di meja belajar Rey dan menyalakan laptopnya. Dan mulai membuka e-mailnya. Benar saja. Ada satu e-mail dari Randa yang dikirim 10 jam yang lalu. Dan Randy langsung membacanya.“kabar gua gak oke. Sama kaya biasa. Gua gatau apa lagi yang salah. Cuma gua ngerasa gua semakin ga guna. Sekarang alat alat malah udah dipasang di tubuh gua. Ngerasa ga guna banget. Gua Cuma bisa nyusahin semua aja. Mama, papa, lo, bahkan Rey. Haha. Jadi mewek gini sih gua.Lo sendiri apa kabar ? masih sibuk ngurusin audit keuangan disana ? hebat dong lo yaa. Udah jadi ngegebet cewek di sana ga ? cepat cepat deh lo cari cewek sebelum Rey ngira lo homo juga kaya gua.Rey gimana kabarnya ? masih suka manyun ? kirimin gua foto dia lagi dong. Gua kangen berat sama dia. Dia pernah nanyain gua gak, ndy ? gua suka mimpiin dia belakangan. Mimpi dia kesini. Tapi pastinya gua ga berharap dia bakal kesini. Gua ga mau dia ngeliat keadaan gua yang kaya gini.Lo jagain dia ya ndy. Cuma lo yang bisa gua titipin dia. Jangan suka usilin dia mulu. Kasian dia ntar. Manyun manyun mulu.Yaudah deh, lo bales cepetan e-mail gua. Sekalian kirimin foto Rey yang terbaru. Inget ya. Terbaru. Gua harus terapi lagi. Doain gua cepat sembuh ya. Hehe.Oiya, soal foto gua. Lo beneran mau ? hahah ini, gua minta tolong suster cantik disini buat fotoin kabel kabel penyambung hidup gua. Hehe. Semoga lo suka ;D”Randy lalu melihat sebuah foto dari Randa. Foto dirinya. Tepatnya tubuhnya yang di tempeli kabel kabel yang disebutnya kabel penyambung hidupnya. Dan di foto itu Randa sempat mengedit tulisan. Yang berbunyi : “kabel penyambung hidup gua. Haha. Gua harus berterima kasih sama ini ;D”Randy memandangi foto itu. Dadanya benar bnear penuh sesak. Dan terkadang seperti di hantam hantam. Mendapati dua orang yang dia sayangi terbaring lemah. Randy menundukkan kepalanya. Merenungi semuanya. Untuk beberapa saat tidak ada yang terdengar. Hanya jarum jam yang berdetak yang memenuhi ruangan itu. Sampai sebuah suara serak dengan nada tinggi mengejutkan Randy. Suara penuh emosi. Penuh kekecewaan. Suara gadis yang dia sayang. 

Page 46: Another Story

“HARUSNYA GUA TAU. LO ITU JUGA PEMBOHONG !!” kata kata itu jelas terdengar oleh Randy yang masih belum bisa menatap kebelakang karna dia yakin Rey sudah melihat semuanya. Rey bisa melihat dengan jelas foto yang terpampang di layar latop Randy. Foto Randa dengan kabel penyambung hidupnya…

Randy membelai rambut Rey yang terkulai lemah di ranjangnya. Randy benar benar lelah. Dia masih bisa mengingat dengan jelas tatapan sinis Rey yang dihujamkan tepat di jantungnya. Tatapan sinis yang menyimpan berjuta kekecewaan. Tatapan yang menyaratkan kesedihan yang begitu mendalam.Randy juga masih bisa merasakan pukulan lemah Rey di tubuhnya. Pukulan emosi dari seorang gadis yang lemah atas segala permasalahannya. Randy masih bisa merasakan semuanya.Dia tau rey begitu terluka. Begitu terluka atas segala kenyataan yang coba mereka simpan begitu rapat. Randy lalu kembali menatap rey. Randy masih belum menjelaskan semuanya ke Rey. Rey masih begitu lemah. Hingga akhirnya kembali jatuh pingsan. Keadaan ini membuat randy seperti ingin memaki dirinya sendiri. Dia tidak seharusnya membaca emailnya di kamar rey. Atau setidaknya dia tidak harus menundukkan kepalanya hingga tidak menyadari kalau rey sadar dan memperhatikannya. Randy rasanya ingin melenyapkan dirinya saat itu juga. Menanggung semuanya benar benar tidak mudah. Randa yang keadaannya semakin memprihatinkan, permintaan orangtuanya untuk membantu audit keuangan kantor, dan tentu saja keadaan rey yang semakin buruk. Nyaris setengah jam randy menunggui rey. Sampai akhirnya rey menggerakkan tangannya. Membuat randy sedikit lega sekaligus khawatir."Rey..." Ucapnya lembut sambil memegang tangan adiknya itu. Berharap rey lupa ingatan dan melupakan apa yang dia lihat tadi.Tapi tentu saja itu tidak akan terjadi. Karna setelahnya rey menarik kasar tangannya."Lo gak perlu sok baik ke gua kalau perhatian lo itu juga sebenarnya palsu" ucap rey sinis. Suaranya masih terdengar lemah. Tapi dari nada yang keluar randy sadar baner kalau rey benar benar marah sekaligus terluka.Emosi randy sedikit tersulut mendengar kata kata rey. Tapi kali ini randy mencoba untuk menahannya sekuat tenaga."Rey... Gua mohon, dengerin dulu penjelasan gua" ucap randy getir. "APA ? Penjelasan apa ? Alesan lo paling cuma alesan klise. Lo pasti mau bilang kalo lo juga mama papa bahkan kak randa nyembunyiin itu karna lo semua gamau gua sedih. Iya kan ? Alesan lo basi" ucap reyRandy mengepalkan kedua tangannya. Emosinya seperti benar benar sudah diubun-ubun. Darahnya seperti mendidih."STOP reyna !! STOP !!" Randy mencengkram pundak rey dengan kedua tangannya. Mengguncang tubuh gadis yang menangis di depannya itu. Lalu memeluknya. Emosinya melebur menjadi perasaan sensitive yang begitu mengganggunya.Randy memeluk rey erat. Mencoba menenangkan hati adiknya yang terlanjur terluka itu."Gua mohon, stop rey. Stop" randy mengencangkan pelukannya. Menahan rey yang meronta. Tubuh rey panas. Randy yakin benar itu.Beberapa detik kemudian, reyna tidak lagi meronta. gadis itu kelelahan. Yang terdengar hanya isakan tangis rey. Tangis yang begitu menyakitkan. "Gua ga habis pikir kak... Lo semua tega bener nyimpan semua dari gua" ucap rey terbata. Hatinya benar benar tidak menentu. Dia benar benar kecewa dengan randy.Dan masih dengan terbata, rey mengatakan ke randy bahwa selama ini yang bisa dia percaya hanya randy. Tapi rey mengatakan bahwa dia begitu kecewa dengan randy. Dia tidak menyangka bahwa ini akan menjadi seburuk ini."Gua kecewa kak... Gua sakit" rey lalu menghela nafasnya. Semakin melemah. Randy bisa merasakan hawa panas di tangannya. Hembusan nafas rey.

Page 47: Another Story

"Mendingan kamu istirahat dulu rey. Nanti kita bicarain semua. Ingat satu hal, akan ada sebuah alasan kenapa kami nyembunyiin ini dari kamu. Dan jelas ini bukan alasan klise seperti yang kamu kira" ucap Randy melepaskan pelukannya dan menatap rey yang menunduk. Dia tau, semua harus segera diakhiri...

***skip***

Keesokan paginya, keadaan Rey sudah sedikit membaik. Tubuhnya tidak lagi panas. Tapi rey masih belum bersekolah. Dia masih menunggu randy menjelaskan semuanya padanya. Pikirannya benar benar terganggu. Mendapati kenyataan bahwa kakaknya randa, sedang sakit keras. Bahkan rey sampai detik itu tidak mengetahui sakit apa randa sebenarnya.Rey turun dari ranjangnya begitu mendengar seseorang mengetuk pintu kamarnya."Udah bangun, non ?" Bi sumi datang ke kamar Rey dengan sebuah nampan berisi bubur dengan asap yang mengepul diatasnya beserta susu, air putih, dan beberapa obat disana.Rey hanya mengangguk. Lalu berjalan lagi ke ranjangnya. Ternyata kepalanya masih belum bisa diajak berkompromi."Gimana keadaannya, non ? Udah mendingan kan ?" Tanya bi Sumi lagi. Ada nada khawatir tersimpan disana.Rey berusaha tersenyum. Enggan menyusahkan bi Sumi yang sudah dianggapnya bibi sendiri. "Udah mendingan, bi. Bibi gausah khawatir" ucap Rey sambil menarik selimutnya menutupi badannya.Hawa kamar rey pagi itu benar benar dingin. Dan ternyata diluar sedang turun hujan."Mendingan ac nya di matiin non. Diluar hujan" sambung bi Sumi lagi.Rey lalu menggeleng "gausah bi. Gapapa. Rey suka"Bi sumi lalu menghela nafas panjang. Anak majikannya ini benar benar keras kepala. Dan bi Sumi tau benar akan hal itu.Bi Sumi lalu akan beranjak keluar setelah meyakinkan rey untuk memakan buburnya. Tapi rey mencegahnya dengan sebuah panggilan kecil."Bi sumi..." Panggil Rey lemah.Bi sumi berbalik dan menanyakan keperluan apa yang dibutuhkan rey.Rey terlihat menimbang. Lalu kemudian menggeleng dan tersenyum. Sampai akhirnya hanya sebuah ucapan terimakasih yang canggung yang keluar dari bibir rey.Bi Sumi mengerti ada hal lain yang akan diceritakan rey padanya. Dan bi Sumi tau itu hal menyangkut kakak kakaknya. Randy sempat menceritakan hal itu padanya tadi malam.Bi sumi lalu tersenyum lagi dan berjalan berbalik ke arah rey yang sudah duduk di ranjangnya."Bibi tau sesuatu yang tidak beres terjadi antara kamu dan kakak kamu. Tapi bibi bisa kan bilang satu hal ke kamu?" Tanya bi Sumi tidak ingin bicara lancang dan terkesan sok tau.Rey hanya mengangguk. Dia tau dia tidak akan menjadi salah kalau bercerita dengan bi sumi."Den Randy itu sayang sekali ke kamu. Bibi harap kamu gaakan ngeraguin itu" bi sumi mengelus rambut anak majikannya yang sudah dianggapnya seperti cucunya sendiri.Tidak bisa dipungkiri rey sedikit terkejut mendengar perkataan bi sumi. "Tadi malam den randy ga tidur sama sekali. Bibi solat tahajud terus keluar dan bibi bisa ngeliat den randy di taman belakang. Jam 3 malam" ucap bi sumi masih mengelus rambut rey.Rey terbelalak. Dadanya seketika sesak. Rey tau benar randy bukan tipe orang yang bisa tidur tengah malam. Apalagi dini hari. Rey yakin randy akan terserang sakit kepala hebat.Bi sumi lalu melanjutkan ceritanya. Bi sumi menjelaskan semuanya. Tanpa terkecuali.

***flasback***

"Den Randy..." Bi Sumi mengagetkan Randy yang termenung dengan tegurannya.Randy sedikit gelagapan. Tapi detik berikutnya dia berusaha untuk tersenyum."Kenapa belum tidur, den ?""Belum ngantuk bi" jawab randy. Tentu saja bohong.

Page 48: Another Story

Bi Sumi tertawa kecil "bibi bukan baru setahun dua tahun kerja disini, den. Dan bibi cukup tau kalau den randy benar benar tidak bisa terlambat tidur. Ada apa ?" Ucap bi sumi mencoba menegaskan ke randy bahwa dia bisa di percaya.Randy menghela nafas dan mengusap kedua telapak tangannya satu sama lain. Lalu mengalirlah semua kekalutan randy. Jadilah randy berkeluh kesah dengan bi Sumi. Dia menceritakan semuanya. Tentang Rey yang begitu kecewa dengannya."Saya gatau mesti gimana, bi. Bibi tau sendiri walaupun saya bukan wijatmiko, rey itu tetap adik saya" kata randy mencoba menegaskan.Bi sumi menggeleng. Hatinya ikut kalut. Pergulatan antara dua kakak beradik yang sudah terpikirkan akan terjadi dirumah ini."Den randy jangan mengungkit soal den randy wijatmiko atau bukan. Semua keluarga wijatmiko tidak mempermasalahkan itu. Mereka tetap menganggap kalian sama" bi Sumi menepuk pelan punggung tuan mudanya yang kalut itu.Randy hanya mampu mengangguk lemah. Membenarkan kata kata bi Sumi. Selama ini dia memang tidak pernah merasa dibeda-bedakan."Kalau menurut bibi, lebih baik kalau den randy kasih tau no rey semuanya. Gak mungkin den randy nyembunyiin semua lagi. Bibi juga kasian sama non rey" ucap bi Sumi."Mungkin awalnya bakalan berat, den. Tapi bibi yakin semua bakal jadi lebih baik lagi"....

***back to story***

"Jadi, bibi harap non rey bisa mendengar alasan den randy. Mereka semua, termasuk den randy punya alasan yang jelas soal itu" ucap Bi Sumi tersenyum ke rey. Rey terdiam. Lalu mengangguk. Sadar betul kalau apa yang dikatakan bi sumi benar. Mungkin mereka memang punya alasan kuat. Mungkin mereka memang takut rey sedih.Seketika perasaan tidak enak mengambang di fikiran rey. Semua terasa semakin memilukan. Semua ingatan tentang betapa marahnya dia tadi malam kembali melayang diingatannya."Yaudah non. Mendingan non cuci muka dulu, terus sarapannya dimakan ya. Abis itu vitaminnya di minum" bi Sumi menjelaskan sambi beranjak keluar.Rey hanya bisa manggut manggut sambil beranjak dari ranjangnya menuju kamar mandi yang terletak di dalam kamarnya.Rey berdiri di depan wastafel dan menbasuh wajahnya. Lalu menyikat giginya. Fikirannya masih tertuju pada Randy. Kakaknya yang walaupun sudah membohonginya tapi tidak bisa dia benci. Rey bertekad untuk menemui randy sehabis makan. Rey sedikit khawatir mendengar kakaknya itu begadang semalaman. Rey lalu meraih handuk kecil dekat wastafel lalu berjalan keluar sambil mengeringkan wajahnya."Morning" sebuah suara mengagetkannya.Rey terpaku. Mendapati randy sudah duduk manis di kursi meja belajar rey. Wajahnya benar benar terlihat kelelahan.Rey tidak menggubrisnya. Entah kenapa gengsinya membuncah saat itu.Rey hanya berjalan melewati randy dan beranjak ke meja dekat pintu balkon. Meneguk susunya.Randy memandangi punggung rey yang berjalan melewatinya. Lagi lagi randy merasakan sesak yang begitu sakit. Dia tidak akan siap memulai semuanya.Rey lalu duduk di pinggiran tempat tidurnya mengarah pintu kaca balkon. Pintu yang masih memampangkan mendungnya hari diluar sana. Dengan butiran butiran air hujan yang menetes turun. Dan tangannya masih memegang gelas susunya.Randy lalu berjalan kearah rey. Tapi tidak duduk disebelahnya. Randy berdiri diambang pintu. Menghadap keluar."Kita butuh bicara, reyna" randy kali itu terlihat begitu serius.Reyna menelan bulat bulat ludahnya sendiri. Yang didengarnya tadi bukan randy. Bukan randy kakaknya yang usil. Dan seketika rasa takut menjalar kesekujur tubuh rey. Rey benar benar merasakan firasat buruk tentang itu."Aku mau kamu tau satu hal" randy memasukkan satu tangannya ke saku celananya. Suaranya

Page 49: Another Story

keluar dengan lancar. Hanya saja intonasinya menjadi begitu dingin.Reyna menyentak. Kepalanya terangkat. Menyadari ada yang berbeda dengan cara randy bicara."Dan gua rasa alasan ini akan cukup ngebuat lo paham kenapa gua harus susah susah nyakitin gua sendiri, nambahin dosa sendiri" randy masih mempertahankan nada bicaranya yang dingin dan terkesan jauh.Rey hanya bisa terdiam. Bergulat dengan pikirannya sendiri. Semua tampak begitu aneh sekaligus menyeramkan."Dan persis yang kaya lo bilang, gua memang punya alasan lain" Randy berbalik menyandarkan tubuhnya di dinding. Dan berdiri menghadap rey."Gua, juga randa, bahkan mama papa. Emang gamau lo tau karna kita gamau lo itu sedih" ucap Randy memberi jeda.rey masih terdiam. Dan menunduk. Dia tidak sanggup menatap randy yang terdengar begitu berbeda."Alasan klise ?" Randy berucap sinis."Tentu menurut lo. Tapi gak buat gua. Masalahnya, kalo lo sampe tau randa sakit, dan lo sedih, itu sangat ga wajar" randy menyambung kata katanya dengan sedikit mendengus.Rey membulatkan matanya "apa ? Ga wajar ? Gua ga wajar kalo gua sedih ?" Rey menjadi terpancing. Dia benar benar ga habis pikir. Bagaimana bisa randy berfikir seperti itu."Tentu aja. Lo itu ga pantes pantesnya sedih. Apa lagi karna gua ataupun randa. Bener bener ga pantes sama sekali" randy berbicara semakin sinis. Di satu sisi, dia juga berusaha menahan emosinya.Rey bangkit dan berjalan kearah randy. "Lo bener bener gila. Gimana bisa gua ga sedih ngeliat foto kakak gua dengan kabel kabel sialan di badannya, dan tau kalau selama ini gua dikibulin. Gimana bisa !!" Rey berujar cepat. Emosinya tidak terkendali lagi. Dia benar benar kehilangan akalnya. Randy benar benar kelewatan."Lo gak seharusnya sedih karna itu. Gak juga karna kami berdua. Lo gak pantes sedih !!" suara randy semakin meninggi. Atmosfer di dalam kamar itu benar benar tidak terkendali."Randa itu udah parah dan dia gak pantes lo tangisin !!" PLAK !! Sebuah tamparan keras mendarat di pipi randy. Tamparan keras tangan adiknya sendiri tamparan yang menyadarkan randy.Dia langsung berbalik menghindari rey. Sementara itu rey hanya terdiam menyadari tindakannya. Dia terpancing. Teriakan terakhir randy benar benar membuatnya tidak habis pikir. Randy tidak seharusny bicara seperti itu.Randy lalu berbalik. Menatap kearah rey dalam. Mencabik semua pertahanan rey. Rey merasa begitu bersalah telah menampar randy.Randy lalu mencengkram kedua pundak rey. Cukup keras hingga membuat rey meringis."Gua pantes ngedapetin itu. Gua pantes" ucapan randy terdengar sangat mengerikan di telinga rey. Suaranya seperti pisau tajam yang ditusuk tusukkan tepat di dadanya."Lo, ga seharusnya nangisin dia. Dia gak pantes dapat tangisan lo. Karna dia bukan apa apa" ucap randy pelan, namun terdengar menggema di pikiran rey.Rey meronta. Mencoba melepaskan cengkraman randy. Tapi randy malah mengencangkan cengkramannya."Randa itu bukan gay. Dia ngejauhin lo karna dia sakit. Limfoma" randy berusaha menjelaskan semuanya.Lalu dia mengendurkan cengkramannya. "Dan satu yang perlu lo tau, lo gausah nangisin dia. Karna dia bukan siapa siapa lo" sambung randy lagi. Kali ini kata katanya tidak keluar selancar tadi.Rey membelalakkan matanya. Kakinya sekan lemas. Tidak mampu menopang tubuhnya lagi. Dia benar benar kehilangan keseimbangannya.Rey mencengkram tangan randy "apa maksud lo ? Lo lagi ga becanda kan ? Becandaan lo ga lucu" Randy melepas cengkramannya "sorry, tapi gua lagi gak mood bercanda" ucapnya sambil berjalan meninggalkan rey yang terlihat begitu tidak berdaya. Seperti kehilangan tumpuannya."Randy !! Tunggu !!!" Rey berseru keras. Membuat randy menahan langkahnya."Kalo dia bukan siapa siapa gua, lantas lo...." 

Page 50: Another Story

"Randa dan gua sedarah. Tapi gua juga randa, bukan wijatmiko" ucap randy tanpa berbalik memandang rey. Dia benar benar tidak sanggup.Rey membekap mulutnya dengan kedua tangannya. Seakan tidak percaya dengan apa yang di dengarnya.Dia terduduk di samping ranjangnya. Air matanya sudah tidak terbendung lagi. Terkadang kenyataan memang lebih menyakitkan ....

Sebulan telah berlalu sejak Rey mengetahui semuanya. Sebulan itu juga Rey seperti kehilangan pijakannya. Randy yang selama ini ada untuknya semakin memberi ruang antara mereka. Menjauhkan diri. Randy menyibukkan diri dengan urusan perusahaan. Bahkan beberapa kali menginap di kantor. Berusaha untuk menghindar dari Rey.Rey sendiri akhirnya mengetahui semuanya dari ibunya. Dia menelfon ibunya dan membicarakan semuanya. Rey benar benar tidak menyangka bahwa Randy dan Randa bukan saudara kandungnya.Ibunya juga menjelaskan bahwa keadaan Randa semakin parah. Dan lebih parahnya lagi, Randa masih enggan untuk berbicara dengan Rey. Membuat Rey menjadi semakin kalut.Malam itu tepat pukul 9 malam, Rey bisa mendengar Randy masuk ke kamarnya. Rey yakin betul kakaknya itu baru saja pulang. Rey sedikit menimbang-nimbang, lalu memberanikan diri untuk menemui Randy. Membicarakan keberangkatan ke Los Angeles lusa.Rey lalu mengetuk pintu kamar Randy. Dua kali ketukan sampai akhirnya wajah lelah Randy muncul dari balik pintu kamarnya."Ada apa ?" Ucapnya. Suara Randy masih sama. Sama seperti sebulan yang lalu. Begitu dingin.Rey memelintir ujung bajunya. Dia benar benar canggung. "Bisa ngobrol bentar, kak?" Ucap rey pelan. Ada rasa takut terdengar dari suaranya yang bergetar.Sejujurnya Rey bukan takut. Dia hanya sedikit canggung dan masih merasa bersalah. Dan kalau Rey bisa mengulang semuanya, Rey bersumpah lebih baik dia tidak mengetahui semuanya. Dan Rey sadar Randy benar. Ini hanya akan menciptakan jarak diantara mereka."Gua ganti baju sebentar. Tunggu gua aja dibawah," ucap Randy lalu dengan cepat kembali menutup pintu kamarnya. Membiarkan Rey ternganga di depan pintu kamarnya.Rey lalu menghela nafas berat dan perlahan berjalan turun menuruni tangga rumahnya. Pikirannya kembali mengambang. Randy benar benar seperti menjaga jarak. Memberi ruang yang begitu jauh antara mereka. Membuat segalanya menjadi jauh lebih rumit bagi rey.Rey lalu berjalan kearah taman belakang dan duduk di gazebo belakang. Menatap bintang di langit yang memancarkan cahaya indahnya. Suasana malam itu benar benar cerah. Sangat berbanding terbalik dengan suasana hati Rey yang murung. Tapi rey sedikit merasa tertolong, karna suasana malam itu tidak menambah ke gundahannya."Non rey, mau minum sesuatu ?" Bi Sumi tiba tiba datang dan mengagetkan Rey yang sedang menengadah menatap bintang.Rey menoleh kearah Sumi "satu coklat anget aja, bi" ucap Rey pelan sambil tersenyum."Buat non Rey ?" Tanya Sumi sedikit keheranan. Majikannya yang satu itu tidak biasanya mau minum coklat hangat. Dan itu cukup membuat Sumi mengernyit keheranan."Buat kak Randy, bi" jawab Reyna sambil kembali tersenyum.Bi Sumi lalu membulatkan bibirnya dan mengangguk mengerti. Sebuncah perasaan lega menyelimuti pembantu rumah tangga keluarga Wijatmiko itu.Selama sebulan belakangan setelah perkelahian itu Sumi memang sedikit khawatir dengan majikan-majikannya. Terlebih kepada Rey yang terlihat begitu linglung saat Randy seperti enggan mendekatkan diri lagi ke Rey.Dan sekarang, Sumi bisa sedikit bernafas lega."Baiklah non. Bibi buatin" Sumi lalu berlalu dan beranjak masuk. Dan saat itu juga Randy berjalan kearah gazebo. Dengan kaos hitam dan celana pendeknya.Rey memelintir ujung bajunya. Benar benar merasa canggung."Udah makan malam ?" Tanya Randy masih dengan nada dingin. Namun ada sedikit rasa rindu yang

Page 51: Another Story

tersalur lewat ucapannya itu.Rey terkesima beberapa detik, lalu mengangguk."Mau bicara apa ?" Tanya Randy lagi.Rey menarik nafas lalu menghembuskannya dengan cepat. Dia berusaha sekuat tenaga untuk bersikap biasa."Soal keberangkatan kita ke LA, kak" ucap Rey cepat.Rey memang sudah mengetahui perihal itu. Ibunya memberitahukannya.Randy tidak merespon sama sekali. Dan Rey terdiam untuk beberapa saat. Menunggu."Kakak bener gaakan ikut ?" Sambung Rey lagi setelah sadar bahwa sepertinya Randy gaakan menggubrisnya.Randy seperti sudah bisa membaca pikiran Rey. Dia sudah menerka bahwa masalah inilah yang dibicarakan Rey.Randy menoleh kearah Rey "gua rasa mama udah bilang semua ke elo. Dan gua ga harus nerangin semuanya ke elo lagi" randy lalu mengalihkan pandangannya kearah lain. Mencoba tidak terlalu sentimen. Berusaha untuk tidak menunjukkan kerinduannya kepada Rey yang sudah diujung kuku.Rey lalu terdiam. Menundukkan kepalanya dalam. Kata kata Randy yang tanpa basa-basi itu seperti menegaskan kepada Rey bahwa Randy memang memberi ruang antara mereka."Apa....apa kakak gamau ketemu kak Randa ?" Ucap Rey pelan. Rey masih begitu takut untuk menyinggung perasaan Randy. Dia takut semua menjadi semakin rumit."Gu punya banyak urusan disini. Dan harus gua selesain. Ada dan gaada gua, Randa bakal tetep kaya gitu" ucap Randy sambil bangkit dari tempatnya."Tunguu !!" Rey terpancing. Tangannya spontan menarik tangan Randy yang akan beranjak. Dan seketika itu juga Randy merasakan sesuatu seperti menghantam dadanya. Menusuk tepat dijantungnya. Perasaan bersalah yang bercampur dengan rasa pedih yang menggelayutinya."Kak...lo ga boleh ngomong gitu. Kak Randa juga butuh elo. Dia pasti senang lo kesana. Dia bakal senang kalo tau lo ada disana juga" ucap Rey pelan. Ada rasa bersalah yang teramat sangat menganggu hatinya.Randy terdiam. Rasa gengsinya sedikit menurun. Tapi dia tetap tidak bisa menahan suatu rasa yang sulit dia definisikan. Rasa yang sebulan ini begitu menganggunya. Rasa sakit yang sesungguhnya belum dia rasakan."Sorry. Gua gabisa" Randy melepas tangan Rey dan berjalan masuk. Meninggalkan rey dengan tangan terkulai dan air mata yang menggenang di pelupuk matanya.Sesuatu yang sangat menyakitkan.Rey terduduk ditempatnya dan merenung. Terdiam. Berusaha mengingat setiap ekspresi Randy tadi. Tidak ada yang berbeda seperti terakhir kali mereka berbicara. Bahkan masih sama seperti sebulan lalu. Saat semuanya terbongkar.Air mata Rey tidak bisa ditahan lagi. Pertahanannya runtuh seketika.Randy yang menoleh dari balik jendela dalam juga menunduk. Menyadari betapa kejam dirinya. Sanggup menyakiti Rey. Yang bukan adiknya tapi begitu menyayanginya.Randy sadar, Rey tidak merubah sedikitpun sikapnya. Dia masih seperti Rey yang dulu. Memanggilnya kak, dan semuanya. Tidak ada yang berbeda."Maaf Rey. Gua janji akan ngebayar semuanya. Semuanya" gumam Randy lalu beranjak ke kamarnya.

Tepat Minggu pagi pukul 9 waktu Los Angeles, Rey mendarat di LAX. Ibunya telah menunggunya disana."Sayaaaaaang" mom langsung memeluk Rey begitu melihat anaknya itu menggeret kopernya."How are you, dear ?" "Not too good, mom" balas Rey datar.Pikirannya masih begitu di kacaukan oleh sikap Randy tadi pagi yang begitu mengacuhkannya."Udah, jangan terlalu difikirin lagi. Mendingan kita kerumah aja sekarang biar kamu bisa istirahat" ucap mom sambil merangkul gadis kesayangannya itu.Ada rasa sedikit menyesal menyembul di perasaannya saat dia sadar betapa jauhnya dia dengan

Page 52: Another Story

anak kandungnya ini. Menyadari bahwa dia sibuk mengurusi Randa yang bukan anak kandungnya."Tapi Rey laper ma. Kita bisa makan sebentar ?" Rengek Rey manja. Dia udah lama ga manja manja dengan mom-nya. Dan dia benar benar rindu dengan mom-nya ini."Pancake ?" Tanya mom-nya"Good idea,mom" balas Rey sumringah. Lalu Rey tersenyum dan merangkul mom-nya berjalan menuju mobil yang sudah menunggu mereka.Gak berapa lama mereka sampai di sebuah restaurant unik di Manhattan Beach. Tepatnya di 1305 Highland Ave, Manhattan Beach, yang bernama 'Uncle Bill's Pancake House'Mereka lalu langsung mengambil tempat disisi luar. Gak jarang beberapa pasang mata menoleh kearah mereka. Termasuk beberapa pasang mata bule keren yang duduk di sudut halaman Uncle Bill's mereka seperti menoleh kearah Rey lalu berbisik bisik. Entah apa yang mereka bicarakan. Membuat Rey sedikit risih."Pesan apa ?" Tanya momnya sambil membalik halaman menu."Mom, is there something wrong with me ? My clothes maybe ?" Tanya rey tidak menggubris pertanyaan mom-nya.Pelayan cantik yang berdiri di samping Rey menahan senyum.pelayan itu sepertinya sadar Rey kurang nyaman dengan pandangan dan kegrasak-grusukan pemuda pemuda di meja sudut.Momnya tersenyum "nothing wrong, baby" ucapnya sepintas. Lalu memesan sebuah Istambul omelette dan susu low fat."And you miss ?" Tanya pelayan cantik tadi kearah Rey yang masih sibuk melihat lihat menu."Butter milk pancake and apple juice, please" ucap Rey sambil menutup buku menu dan memberikannya kepada pelayan cantik tadi.Lalu pelayan itu tersenyum dan meninggalkan meja mereka.Rey masih risih dengan tatapan beberapa pemuda disana. Namun dia berusaha mengacuhkannya."So... Kak Randa gimana, ma ?" Tanya Rey langsung tanpa babibu.Mom-nya (erin) sedikit terkejut begitu mendegar Rey menyebut nama Randa. Seketika dia kembali teringat bahwa tujuan Rey kemari adalah menemui Randa. "Semakin buruk Rey. Dia sering kesakitan dan terkadang keadaanya drop" ucap erin.Rey menunduk dan menghela nafas. Dia tau kemungkinan besar jawaban erin akan seperti itu. Tapi sejujurnya dia berharap Erin akan mengatakan keadaan Randa semakin membaik.Gak lama pesanan mereka datang dan mereka terlarut dengan kelezatan makana restoran tersebut.Rey juga terlihat memakan makanannya dengan lahap.Erin meneguk susu yang dia pesan dan menengadah memandangi Rey yang memotong pancakenya dan menyuapkannya ke mulutnya."Rey..." Panggil Erin. Membuat Rey membatalkan suapannya."Kenapa ma ?" Tanyanya sedikit heran."Mama minta maaf sayang. Mama selama ini sibuk ngurusin Randa. Kamu tau dia bukan......""Ma... Stop, ma. Jangan ungkit masalah siapa kak Randa atau... Siapapun dia. Dia tetap kak Randa. Kakak Rey. Tetap Wijatmiko. Begitu juga kak Randy. Mereka pantes dapat perhatian mama juga." jawab Rey sedikit emosi. Perasaannya masih terlalu sensitif untuk mengungkit masalah itu.Erin terdiam. Lalu tersenyum. Tersenyum menyadari bahwa anaknya ini sudah semakin dewasa."Maafin mama, sayang. Mama cuma sedikit khawatir sama keadaan kamu disana" jawab Erin.Rey berusaha tersenyum "Rey ga kenapa napa,ma. Nothing wrong there. Lagian ada kak Randy kan ?" "Iya. Randy pasti ngejagain kamu. Kalian baik-baik aja kan ? Apa dia masih sering ngusilin kamu ?"Rey terdiam tak bergeming untuk beberapa saat. Mengundang fikiran aneh di benak Erin."Eh... Pasti la ma. Kak Randy ngejagain aku la" jawab rey sedikit gugup. Membuat Erin sadar sesuatu hal terjadi disana."Something wrong. I know that. Ada apa ?" Tanya Erin menyelidik. Membuat Rey merasa ciut ditatap seperti itu.Otak Rey berputar cepat untuk mencari alasan. Apapun itu. Yang penting dia tidak akan

Page 53: Another Story

memberitahukan bahwa dia bertengkar hebat dengan Randy."Eh... Ehm.... Kak Randy... Kak Randy...."Rey semakin berfikir keras."Kenapa ? Kalian berantam ? Atau ?""Ah... Engga ma. Kak Randy cuma sedikit sibuk sama kerjaannya aja. Iya. Sibuk. Jadi, kadang suka pulang malem. Iya. Iya bener" ucap Rey sedikit terbata. Tapi dia harap Erin akan percaya.Erin mengernyitkan dahinya "sebegitu sibukkah ?" Tanyanya lagi. Masih dengan tatapan menyelidik."Iya ma. Mama tau sendiri lah pasti. Audit keuangan perusahaan" balas Rey meyakinkan.Akhirnya Erin mengangguk sambil menyuapkan potongan terakhir omellete nya.Rey bisa sedikit bernafas lega menyadari ibunya sudah bisa percaya.Mereka lalu terdiam untuk beberapa saat menunggu makanan Rey habis. Lalu pergi meninggalkan Uncle Bill's menuju hollywood hills.Setelah menempuh perjalanan yang diisi dengan perbincangan kecil antara Erin dan Rey, akhirnya mereka sampai di Hollywood hills. Tepatnya di 7975 Oceanus Dr, Los Angeles CA .Rey turun dari mobil lalu terpana melihat pemandangan rumah mereka. Begitu mengagumkan. Rey tau rumah mereka disana ada di kawasan Hollywood hills. Tapi dia tidak menyangka akan seasri dan seasik ini.Rey lalu berjalan masuk menyusul Erin yang sudah mendahuluinya.Rey terpana melihat hamparan pohon pinus yang mengelilingi pekarangan rumahnya dan kolam renang di taman belakang. Ruang tidur dengan skala besar, ruang makan, sebuah perpustakaan, satu ruang kerja dan ruang meditasi.Ada juga beberapa balkon dan teras teras dengan pemandangan kota ngarai yang terang. Dan juga sebuah perapian yang tampak begitu hangat sangat cocok dengan lantai kayu dan pintu bergaya prancis. Benar benar menakjubkan.Rey lalu mengikuti Erin keatas. Mengira Erin akan membawanya ke kamar yang akan dia tempati. Dan ternyata Erin membawanya ke kamar dimana Randa sedang beristirahat.Rey mengatupkan mulutnya dengan kedua tangannya. Seakan tidak percaya bahwa dia melihat Randa sedang tertidur disana. Tubuhnya mengurus. Benar benar menyedihkan."Kak Randa ga di rumah sakit, ma ?" Tanya Rey berusaha menahan tangisnya.Erin menggeleng. "Keadaannya memang memburuk, tapi dia sedang dalam keadaan baik beberapa hari ini. Sehingga permintaannya untuk kembali kerumah dikabulkan dokter" jawab Erin.Rey lalu berjalan pelan ke dalam kamarnya. Seketika bau obat-obatan menyengat. Membuat Rey menerka nerka berapa macam obat-obatan yang di konsumsi Randa.Rey lalu beranjak ke pinggir tempat tidur Randa. Ingin sekali rasanya gadis itu memeluk kakaknya itu. Membrikan kekuatan sebisanya. Randa terlihat begitu lemah. Wajahnya pucat. Bahkan saat dia tertidur."Kak randa ga kedinginan, ma ?" Tanya rey begitu menyadari bahwa kakaknya itu tidur dengan bertelanjang dada. "Randa kadang ngerasa kepanasan, Rey. Jadi dia tidur kaya gitu" jawab Erin sambil membenarkan letak selimut Randa."Mama tinggal dulu ya. Kamar kamu ada di sana" ucap Erin sambil menunjuk sebuah pintu tepat di depan kamar Randa.Rey tersenyum lalu mengangguk. Pikirannya masih tertuju pada Randa. Kakak yang sangat dia rindukan itu.Randa benar benar sangat panas. Rey bisa merasakan itu saat dia duduk di pinggiran ranjang Randa dan menggenggam tangan Randa.Rey lalu mendekatkan wajahnya. Meletakkan tangannya yang menggegam tangan Randa di pipinya. Dia benar benar merindukan kakaknya itu.Air mata lalu menggenang di pelupuk matanya. Dan dengan satu kedipan, air mata itu turun menetes di pipinya. Semua terasa begitu menyakitkan. Mata Rey tertuju pada setabung oksigen di sudut kamar. Rey menerka-nerka berapa sering Randa dibantu alat tersebut. Rey ga bisa membayangkan bagaimana jadinya dia melihat kakaknya itu di pasangi oksigen atau bahkan kabel kable yang disebutnya kabel penyambung hidupnya. Rey benar benar tidak akan sanggup.

Page 54: Another Story

Rey lalu kembali memandangi wajah teduh Randa. Wajah yang benar benar pucat."Kak... Ini rey kak. Kakak kangen gak sama Rey ?" Tanya rey lirih.Tidak ada jawaban. Sepertinya Randa ada dibawah pengaruh obat.Rey mengusap kening Randa dan melingkarkan tangannya di dada Randa. Memeluk kakaknya yang terbujur lemas diranjangnya sendiri."I bloody miss you,kak" ucap Rey sedikit terisak. Dadanya benar benar sakit melihat kenyataan yang begitu pahit ini. Kenyataan yang bahkan tidak pernah ada dan menjadi mimpi buruknya.Kenyataan yang sulit dia terima."Rey akan disini kak. Nemenin kakak. Kakak harus sembuh. Rey selalu doain kakak" rey menjatuhkan air matanya tepat di dada Randa."I sent my cares to the wind, kak. Everyday... And I ask the wind to pass them to you" ucap Rey terbata."Apa kakak pernah ngerasain angin menerpa wajah kakak ?" Tanya Rey dengan polosnya."You do kak. And at that time, When you feel the wind blowing towards your face, that’s me. Saying take care to you" rey semakin terisak. Tubuhnya berguncang. Membuat Randa ikut terguncang."I pray all the happiness surrounds you. Get Well Soon, kak. I'll be here. With you..." Ucap Rey sambil melepaskan pelukannya. Mengusap air matanya dan berdiri. Lalu membenarkan letak selimut Randa, dan meninggalkan kamar Randa. Beranjak ke kamarnya untuk beristirahat. Dan mungkin mengirimi Randy sebuah e-mail yang mengabarkan bahwa dia telah sampai. Walaupun Rey tidak yakin Randy akan peduli atau tidak.Sebelum Rey menutup pintu kamar Randa, Rey sempat bergumam "you'll always be here" ucapnya sambil menutup pintu kamar Randa.Dan bertepatan pada saat itu juga, sebuah suara menyahut "it's not easy to stay here with all of these disease" ucap suara tersebut."I miss you too, Reyna..."

Reyna terbangun di kamarnya dengan masih mengenakan pakaian yang sama dengan pakaian yang dia kenakan saat tiba di LAX. Begitu keluar dari kamar Randa, Rey berjalan ke kamarnya dan langsung terlelap sampai pukul 7 malam.Rey lalu menyeret langkahnya gontai menuju kamar mandi didalam kamarnya. Mengambil handuk dan mandi.Nyaris sejam Rey mandi dan akhirnya dia berjalan turun ke bawah menuju ruang keluarga. Dia bisa ngeliat Randa duduk di situ dengan ayahnya. Kalau saja tidak ada Randa disana, Rey pasti sudah berlari memeluk ayahnya.Dan berhubung ada Randa, Rey melambatkan langkahnya. Berfikir apa yang harus dia katakan, atau bagaimana sikap sewajarnya jika dia bertemu Randa. Rey takut semua akan berubah menjadi semakin canggung dan aneh."Nah... Itu Rey" suara Erin mengagetkan Rey yang berjalan pelan nyaris setengah melamun.Rey tersenyum masam ke arah Erin. Seperti dipaksakan."Reyna...ayo sini. Papa udah kangen sekali sama kamu" ucap Edwin merentangkan tangannya menyambut putri kesayangannya itu.Rey berjalan kearah Edwin (ayahnya) dan tenggelam dalam pelukan ayahnya itu. Rey selalu senang dalam pelukan ayahnya tanpa perlu membalas pelukan itu. Dia merasa begitu terlindungi."Gimana keadaan kamu ? Baik baik aja kan ?" Tanya edwin merangkul pundak anaknya itu."Baik kok, pa. Everything is okay. No need to worry" ucap Rey tersenyum kearah ayahnya yang walaupun tampak kelelahan masih saja berusaha tersenyum menyambutnya."You'll go, dad ?" Tanya rey saat dia sadar erin dan edwin terlihat memakai stelan formal malam itu."Yah.. As usual sayang. Dinner sama kolega. Kamu makan malam sama kakak kamu aja, ya. Mama sama papa pergi dulu" ucap Erin lalu mencium kening Rey.Rey hanya bisa mengangguk pasrah saat kedua orangtuanya itu pergi meninggalkan Rey dan Randa di ruang keluarga yang cukup luas itu berdua.Rey lalu menoleh kearah Randa yang juga melihat kearahnya."Hey kak" ucap Rey hangat sambil melemparkan senyumnya.

Page 55: Another Story

Randa balas tersenyum lemah. Kepalanya kembali terserang rasa sakit. Tapi, masih bisa dia tahan."Hey... How's your flight ?" Tanya Randa lemah. Suaranya terdengar begitu lirih.Tapi Rey, gadis itu nyaris menangis terharu. Dia tidak menyangka Randa akan meresponnya. Dan bertanya soal penerbangannya. Itu benar benar diluar kendali Rey.Randa masih menunggu jawaban Rey saat dia sadar ada yang tidak beres dengan Rey. Randa seperti melihat genangan air mata di mata adiknya itu.Dan saat itu juga Randa sadar bahwa Rey merasakan sesuatu yang menyentuh hatinya. "You okay ?" Tanya Randa lagi. Menegakkan duduknya. Lalu sedikit meringis merasakan kepalanya yang terasa berat..Rey mengangguk lalu bersuara "exhausted and long journey, kak" ucapnya pelan dan sedikit terbata.Randa tidak balas menjawab apapun. Dia hanya tersenyum. Sakit dikepalanya semakin menjadi.Rey mengernyit heran saat melihat Randa meringis. Dan menyadari sesuatu terjadi pada kakaknya "kak... Kakak ga kenapa kenapa ?" Tanya Rey khawatir dan spontan pindah ke samping Randa."Gak... Gapapa" ucap Randa menepis tangan Rey.Lalu seorang suster yang digaji untuk membantu menjaga Randa datang membawa beberapa obat yang harus diminum Randa."I got headache" ucap Randa"Take it" ucap suster itu sambil menyodorkan 3 tablet obat yang rey tidak tau obat apa itu.Randa lalu meminumnya dan menyenderkan tubuhnya lagi ke sofa marun itu. Tampak begitu lemah."Is he okay ?" Tanya rey mengikuti suster itu menuju pantry.Suster itu berbalik "he isn't. But he's in good condition for now" ucap suster itu.Rey sadar betul bahwa Randa sudah semakin parah. Dan Rey kecewa karna dia baru mengetahuinya sekarang.Rey kembali menuju ruang keluarga dengan dua gelas teh hangat di tangannya."Ini kak. Minum" ucap Rey sambil menyodorkan teh hangat itu ke Randa."Makasi Rey. Kamu ga harus repot repot gini" ucapnya lirih. Ada rasa hangat menjalar ditubuhnya. Ini yang dia inginkan. Dan dia akan mencoba menyayangi gadis ini. Sebelum dia tidak akan pernah mendapatkan kesempatan untuk itu.Rey lagi lagi terdiam. Menyadari perbedaan dalam diri Randa. Randa terlihat berubah dan lebih menerima Rey di sampingnya. Sebagai adiknya."Rey gak repot. Rey disini untuk itu kok" ucap Rey tersenyum."Gimana kak ? Udah mendingan ?" Tanya Rey lagi.Randa hanya mengangguk sambil terus tersenyum. Menyadari betapa ini membuatnya lebih baik.Rey adalah gadis satu satunya yang paling dia sayang. Randa pernah menyukai seorang gadis keturunan belanda. Begitu juga gadis itu menyukai Randa. Tapi itu berakhir begitu saja saat Randa mengetahui penyakitnya. Dia tidak ingin gadis itu terlibat begitu jauh.Begitu juga dengan Rey. Gadis yang dari dulu dia sayang. Gadis yang ingin terus dia jaga. Dan sekarang Randa akan membiarkannya. Membiarkan dirinya merasakan sedikit kebahagian, sebelum dia tidak akan pernah lagi mendapat kesempatan untuk berbahagia."Gimana sekolah kamu ?" tanya Randa lagi. Mencoba mencairkan suasana yang belum begitu cair diantara mereka."Baik kak. Belum libur. Tapi ujian udah selesai" balas Rey.Randa lalu tersenyum dan menegak teh nya lagi."Kak..." Panggil Rey canggung.Randa menoleh sambil meletakkan cangkirnya diatas meja."Kenapa ?" Tanya Randa saat Rey belum juga mengutarakan maksudnya.Rey terdiam. Dia memainkan jarinya di bibir cangkir tehnya. "You'll be okay, right ?" Rey berbicara lirih. Sangat pelan. Wajahnya menunduk dan tangannya masih memainkan bibir cangkir.Randa tertegun mendongakkan kepalanya menatap Rey yang tertunduk. Dia bisa merasakan getaran suara Rey. Suaranya bergetar menahan tangis.Seketika itu juga Randa merasakan sesak di dadanya. Bukan sesak karna penyakitnya. Tapi karna mengetahui adiknya itu mengkhawatirkan dia. Dia tidak menyangka ini akan terjadi di depan matanya.

Page 56: Another Story

Selama ini hanya Randy yang mengiriminya e-mail menceritakan bahwa betapa khawatirnya Rey dengan keadaannya, seringnya gadis itu menangis dalam doa-nya, betapa sayang gadis itu padanya, namun sekarang gadis itu ada di depannya. Mengekspresikan kekhawatirannya. Membuat Randa lagi lagi merasakan sesak di dadanya.Ini yang dia benci. Ini yang tidak dia inginkan. Melihat Rey menangis karnanya.Randa lalu mencoba berdiri dan duduk di sebelah Rey. Membuat Rey mendongak dan menatap Randa tidak percaya."For now, I will Rey..." Ucap Randa berusaha meyakinkan adiknya."Not just for now. For long time ?" Tanya Rey miris. Suaranya terdengar begitu menyakitkan. Nada khawatir dan pedih berbaur menjadi satu.Randa terdiam. Lalu merangkul Rey dalam pelukannya "I don't know" jawabnya.Jawaban yang sangat tidak diinginkan Rey. Dan saat itu juga tangis Rey pecah dalam dekapan Randa."You know. You'll okay, right ? Tell me !!" Rey mengguncang tubuh Randa. Membuat Randa harus menahan gadis itu. Terselip emosi dari kata yang keluar dari bibir Rey.Randa mengencangkan pelukannya. Ini yang dia benci sekaligus dia inginkan. Dia ingin memeluk Rey. Menenangkan adiknya itu. Tapi dia benci karna justru dia yang menyakiti adiknya sendiri."Semuanya Tuhan yang atur, Rey. Kita gabisa buat apa apa" ucap Randa lalu mengelus pucuk kepala Rey. Mengusap kepala Rey. Membuat Rey merasa senyaman mungkin. "Rey... Rey sayang kak Randa. Rey gamau liat kak Randa sakit. Rey... Rey mau sama kakak terus. Rey sayang...." Sekarang Rey sudah benar benar terisak. Dia tidak lagi bisa menahan semuanya. Perasaan lega bercampur dengan kecemasan meledak begitu saja dengan isakan tangis."Rey gamau kehilangan kakak. Rey gamau, kak. Janji ke Rey kalau kakak akan baik baik aja" ucap Rey memohon. Isakannya terdengar begitu sendu.Randa memejamkan matanya. Merasakan sakit yang berkali kali lipat. Keringat kembali muncul di sekujur tubuhnya. Kepalanya kembali berputar hebat. Tapi perasaan dan hatinya dijalari perasaan hangat. Kata kata dari bibir Rey yang dia dengar itu seperti memberi secercah harapan untuknya."Reyna..." Panggil Randa pelan. Dia berusaha untuk terdengar baik baik saja.Rey lalu beranjak dari dekapan Randa dan menatap kakaknya itu. Wajahnya terlihat memucat."Kakak gak papa ?" Tanya Rey spontan.Randa tersenyum simpul dan menggeleng."Kakak gabisa janji apapun sama kamu. Karna kakak sendiri gatau apa yang bakal terjadi kedepannya. Kakak gabisa janjiin apapun ke kamu" kata kata Randa begitu mengusik pikiran Rey.Rey benar benar takut."Kalaupun semua harus selesai, itu.......""Engga !! Gaakan ada yang selesai. Kakak akan terus disini sama Rey. Karna Rey mau. Jadi kakak.....""Argh...." Randa tiba tiba mengerang memegangi kepalanya.Rey langsung kalut "kak... Kakak kenapa...."Gak lama seorang suster dan pembantu keluarga disana datang dan suster itu langsung memeriksa keadaan Randa."Call the ambulance, please" ucapnya sigap.Lalu pembantu rumah tersebut menelfon ambulans dengan cepat."What happen ? What's goin on with him ?" Tanya Rey memegang tangan suster itu."Drop again" hanya kata kata itu yang keluar dari mulut suster itu. Setelahnya yang bisa Rey lihat hanya Randa yang mengerang kesakitan sambil sesekali melontarkan kata kata kasar.Membuat rey menggigit bibir bawahnya. Dia sadar betul Randa sedang kesakitan. Beberapa kali dia terlihat menjambaki rambutnya sendiri. Dan Rey hanya bisa menatapnya saat suster itu menyuntikkan obat penenang kedalam tubuh Randa.Entah berapa banyak obat penenang yang sudah disuntikkan disana.Tak terasa air mata mengalir di pipi Rey saat melihat Randa mulai berhenti menjambaki rambutnya dan terkulai lemah. Dan saat itu juga, sebelum Randa tertidur dibawah pengaruh bius, Randa

Page 57: Another Story

tersenyum kearah Rey. Senyuman lemah di wajah pucat Randa. Senyuman yang membuat Rey takut. takut kalau itu akan menjadi senyuman terakhir Randa. Senyuman bahkan yang Randa sendiri pun tidak tau akan bisa dia lemparkan lagi atau tidak.......

Pukul satu tengah malam waktu LA. Saat itu pula Rey mendapat kabar bahwa keadaan Randa menjadi semakin parah. Penyakitnya seperti sudah tidak terobati lagi.Dan saat itu pula Randy mengambil penerbangan menuju Los Angeles.Rey menahan tangisnya. Berusaha untuk tidak memperkeruh keadaan. Dia tau benar Erin sudah cukup terluka menyadari 'anaknya' sudah begitu tidak berdaya melawan penyakitnya.Rey juga berusaha menenangkan Erin. Walaupun dia tidak bisa menenangkan hatinya sendiri.Edwin terlihat mondar-mandir di lorong rumah sakit. Menunggu kabar selanjutnya dari dokter yang menangani Randa.Wangi rumah sakit benar benar membuat Rey muak. Dia benci mencium bau obat bius bercampur dengan karbol lantai rumah sakit. Seperti bau kematian.Belum lagi orang orang berseragam putih yang lalu lalang, dan orang orang yang menangis, yang tampak saling menguatkan satu sama lain. Benar benar membuat Rey merasa seperti diambang kematian.Akhirnya dokter yang menangani Randa keluar dari ruang ICU dan berbicara ke Edwin. Sepertinya semua tampak begitu mengkhawatirkan."Gimana kak Randa, pa ?" Tanya Rey saat dokter itu berlalu."Semakin parah. Dia ada di kondisi terburuknya" jawab Edwin berat. Ada rasa khawatir terpancar di wajahnya."Mama sama papa sebaiknya pulang aja, biar Rey yang nungguin kakak disini" ucap Rey saat dia menyadari wajah lelah kedua orangtuanya.Awalnya Erin dan Edwin sama sama menolak. Mereka merasa Rey-lah yang harus beristirahat. Namun Rey bersikeras untuk tetap disana. Dan memberi penjelasan bahwa dia tertidur cukup lama tadi pagi. Sampai akhirnya Erin dan Edwin setuju dan kembali kerumah meninggalkan si keras kepala Rey sendiri disana.Rey lalu mengeluarkan blackberry-nya dan ngecek kontak bbm nya. Melihat lihat Recent Updatenya. Dan tiba tiba bayangan Adit kembali melintas. Membuatnya kembali teringat akan semuanya. Semua kenangan yang pernah mereka lalui. Rey mendongakkan kepalanya. Melihat kesekitar. Dan menarik nafas panjang. saat itulah sebuah bayangan mendekat. Sosok yang sangat Rey kenali. Membuatnya kembali menahan nafasnya.Seketika sekelebat memori berputar dan meraung raung di pikirannya. Dadanya seketika sesak mendapati ternyata tidak hanya ada sosok seorang laki laki yang begitu dia rindukan disana. Tapi seorang perempuan cantik yang berjalan di belakangnya."Rey...." Ucapnya terbata. Tidak menyangka sama sekali akan bertemu gadis itu.Rey hanya tersenyum kecut tidak membalas apapun. Semua terasa begitu aneh buatnya.Dia bertemu cowok itu di tempat yang tidak seharusnya.Cowok itu terlihat masih menatap Rey dalam. Lalu duduk di sebelah Rey.Disusul gadis itu yang duduk dalam diam di sebelah cowok itu."Gimana keadaan Randa ?" Tanyanya pelan. Nyaris berbisik di telinga Rey.Rey terdiam. Lalu berbicara sebisanya. Perasaan begitu gak menentu. Dia belum habis pikir bagaimana bisa dia ada disini. Dan mengetahui ada sesuatu yang tidak beres dengan Randa."Parah" hanya itu yang keluar dari bibir Rey.Dan keadaan kembali terdiam. Sampai gadis cantik yang sexy itu membuka suara "how's his condition ?" Tanya nya ke cowok itu."Bad" Cewek itu lalu mengangguk mengerti. "And she's his sister ?" Tanyanya lagi.Cowok itu mengangguk "Rey... ini Nicole. And Nicole, it's Rey" ucapnya canggung.Rey menoleh kearah Nicole yang menyodorkan tangannya. Dengan senyum tulus tersungging di wajahnya.

Page 58: Another Story

Keras kepala Rey dan rasa gengsinya hancur seketika. Dia balas tersenyum dan menjabat tangan gadis itu."Glad to know you" ucap Nicole masih dengan senyumnya."Too" jawab Rey dingin sambil melepas tangannya."It's too late. I need to go back" tiba tiba Nicole bersuara setelah beberapa menit keheningan dan kecanggungan menggelayuti mereka.Adit tersentak dan menoleh ke jam yang melingkar di tangannya. Pukul 1.36 malam waktu LA."I'll drive you back" ucap cowok itu."No... You don't need to do that. I can go back home by myself. Accompany her" ucap Nicole sambil menunjuk Rey dengan dagunya."But....""No but. You know me and it's totally okay" bantah gadis itu.Rey hanya melengos melihat pembicaraan mereka dengan ekor matanya.Dadanya masih sakit. Perasaan rindu membuncah disana.."Okay then, stubborn. Take care" ucap cowok itu sambil menepuk pundak Nicole."Get well for your brother" ucapnya sambil tersenyum kearah Rey."Thanks" balas Rey dingin."Bentar ya. Gua anter Nicole dulu" ucap cowok itu sambil berjalan menjauh. Bersisian dengan Nicole. Terlihat begitu serasi.Diam diam Rey menghapus air matanya yang mulai tumpah. Menyadari betapa dia benar benar jatuh cinta pada laki-laki itu. Betapa dia sangat merindukan cowok itu. Dan betapa dia ingin memeluk cowok itu dan berkeluh kesah dengannya.Tapi harapan itu hancur ketika dia melihat cowok itu dengan Nicole. Seseorang dari masa lalunya.Rey lalu menghelas nafas. Berfikir kenapa semua menjadi begituu berat dan menyakitkan buatnya. Semua seperti tidak berpihak padanya. Dan semua seperti berbalik dan mundur perlahan meninggalkannya.Rey menundukkan kepalanya dalam diam. Mencoba menang dari pergerumulan hatinya. Dia benci menjadi begitu lemah. Tapi keadaan benar benar memaksanya untuk terlihat lemah.Rey masih menekuk dalam wajahnya saat Adit duduk disampingnya.Ya, Adit. Adit yang sangat Rey rindukan."Rey..." Tegurnya pelan. Membuat Rey tersadar dan mengusap air matanya cepat.Adit tau Rey nangis. Adit tau Rey akan bertanya-tanya soal keberadaannya. Dan Adit juga bergerumul dengan perasaannya. Dimana dia begitu merindukan gadis ini dan dia yang harus menahan rasanya karna dia yakin Rey akan salah paham.Beberapa menit mereka terlarut dalam kecanggungan. Sampai akhirnya Adit kembali bersuara."Sorry..." Ucapnya.Rey tertegun. Namun tidak menggubris. Menunggu lanjutan kata kata Adit. Dia yakin Adit akan menjelaskan semuanya."Nicole hamil, Rey....." ucap Adit pelan."Dan gua disini buat nemenin dia...." 

2 hari berlalu. Dan keadaan Randa semakin membaik. Kabel kabel yang biasa membantu Randa sudah tidak lagi terpasang di tubuhnya. Membuat Rey sedikit bernafas lega mendapati kakaknya itu semakin membaik.Pagi itu Rey sudah di Rumah Sakit. Sendirian tanpa siapapun. Termasuk Adit yang biasa menemaninya. Adit sempat mengirimi Rey sebuah sms, mengatakan bahwa dia tidak bisa menemanin Rey karna harus pergi dengan Nicole.Dan berhubung mendapati nama Nicole disana, rey hanya membalas sms tersebut dengan beberapa huruf 'nvm' never mind.Perasaannya langsung campur aduk begitu membayangkan Adit akan berjalan dengan Nicole yang dalam keadaan hamil. Walaupun kandungannya masih berumur 2 bulan.Rey gabisa membayangkan Adit akan berjalan, menggandeng tangan Nicole, membantunya

Page 59: Another Story

menyebrang, dan hal hal kecil lain yang tentu akan menimbulkan rasa rasa yang berbeda. Dan itu semakin membuat Rey gondok."Kenapa melamun ?" Tanya Randa mengagetkan Rey yang memang sedang melamun."Kakak, udah bangun ?" Rey balik bertanya. Ga ngegubris pertanyaan awal Randa."That's not an answer" ucap Randa sambil membenarkan letak jarum infusnya.Rey hanya tersenyum kecil "udah mendingan, kak ?" Randa hanya mengangguk dalam diam.Tapi detik berikutnya Randa tertawa kecil. Membuat Rey bergidik heran."Kakak kenapa tiba tiba ketawa gitu ?"Randa masih terkekeh "enggak, cuma kalo di fikir-fikir kamu melamun lucu juga ya" ucapnya pelan.Rey tertunduk malu. Entah kenapa dia merasa itu seperti pujian. Belum pernah sedikit pun Randa membicarakan hal-hal gak penting seperti ini dengan Rey."Sayang kakak baru sadar sekarang" tambah Randa.Rey mendongak menatap Randa dengan keningnya yang mengerut."Maafin kakak ya Rey. Kakak terlalu keras ke kamu dulu" kalimat itu keluar begitu saja dari bibir Randa. Membuat Rey menggigit bibir bawahnya. Menahan tangisnya.Rey memang terharu mengingat betapa dulu Randa sangat menjaga jarak dengannya. Tidak sedikitpun membiarkannya masuk kedalam kehidupannya. Namun sekarang, disaat semua menjadi semakin rumit, Randa justru membiarkannya masuk. Dan satu hal yang Rey harapkan adalah waktu yang lebih lama."Udah, jangan mewek gitu ah. Makin jelek" ucap Randa sambil mengacak rambut Rey yang duduk di sebelah ranjangnya."Yang penting, sekarang kamu udah tau semuanya. Dan makasih buat rasa sayang kamu ke kakak, juga ke Randy. It means a lot for us" tambah Randa sambil tersenyum kearah Rey.Rey memelintir ujung bajunya. Berusaha menahan tangisnya. Tapi tetap, air mata itu keluar begitu saja tanpa bisa dibendung.Akhirnya, Randa yang selama ini ingin dia raih ada dalam genggamannya."Aaah.... Malah mewek. Udah udah ah. Ga lucu. Ntar dikira suster kenapa kenapa lagi" Randa jadi senyum sendiri melihat tingkah Rey."Emang ga lucu kak. Kakak sih nyebelin" ucap Rey sambil meninju pelan lengan Randa.Randa lagi lagi tertawa kecil melihat tingkah Rey. Ada rasa sedih menyembul di perasaannya. Sedih karna bertahun-tahun dia membiarkan Rey menjauhi dirinya. Padahal dia tau, Rey dan bahkan dirinya sendiri saling menyayangi.Rey balas tersenyum ke arah Randa sambil menghapus air matanya."Sekarang yang penting kakak isitirahat dan nurut apa kata dokter" ucap Rey."Termasuk kemo sama radiasi ?" tanya Randa dengan nada usil."Termasuk" jawab Rey cepat.Randa hanya tersenyum penuh arti menanggapi jawaban Rey.Tepat saat itu pula Randy masuk dan langsung mengembalikan keheningan diantara mereka. Menciptakan atmosfer yang lebih berbeda."Gimana keadaan lo ?" Tanya Randy berjalan ke sisi lain ranjang Randa."As you see, gua mendingan" balas Randa tanpa mengalihkan pandangannya dari Rey yang tertunduk.Randa menyadari ada yang berbeda antara kedua adiknya itu. Randy memang memberitahukan bahwa Rey sudah mengetahui semuanya. Termasuk soal mereka yang bukan Wijatmiko. Tapi Randy tidak memberitahukan Randa bahwa Randy menjaga jarak dengan Rey. Randy hanya tidak ingin Randa mempermasalahkan soal itu."Rey..." Panggil Randa pelan.Rey mendongakkan wajahnya menatap Randa yang pucat."Bisa tolong panggilin suster ?" Rey semakin mendongak. Matanya membulat. Begitu juga Randy."Lo kenapa ? Kan bisa di bel aja" tanya Randy cemas."Gapapa. Ada yang pengen gua tanya ke susternya. Lagian kalo di bel ntar lama" jawab Randa

Page 60: Another Story

memandang Randy dingin.Dan detik itu juga Randy sadar bahwa Randa mengetahui ada yang tidak beres antara dirinya dan Rey."Mau nanya apa kak ? Biar Rey tanyain." upanya pelan. Suaranya nyaris tak terdengar."Soal jadwal minum obat" sambut Randa setelah berpikir sepersekian detik.Rey mengangguk sambil beranjak dari tempatnya. Dalam diam. Dia hanya melontarkan senyuman tipis saat matanya bertemu mata dengan Randy. Kakak yang dia rindukan. Membuat perasaan Randy semakin terkoyak menyadari betapa dia merindukan Rey."Nyesal ?" Tembak Randa begitu Rey menghilang di balik pintu kamar rawat Randa.Randy menyandarkan tubuhnya di sofa sudut ruangan itu. Menghela nafas panjang."Lo gausah menjadi bodoh dengan ngelakuin kesalah yang udah gua buat. Dia ga salah. Dan lo ga harusnya memper.....""Stop, Ran. Lo itu gatau apa apa. Udahla. Semua gak seperti yang lo bayangin" potong Randy sedikit emosi.Perasaannya begitu sensitif kalau membahas soal Rey.Randa membuang wajahnya dari tatapan Randy. Adiknya itu masih keras kepala. Seperti Rey. Sama seperti Rey."lo ga usah pikir macem macem. Gua tau apa yang gua buat. Dan gua gaakan pernah nyakitin Rey" jawab Randy yakin.Entah kenapa Randa sedikit ngeri dengan jawaban Randy. Ada rasa yang mengganjal jauh di lubuk hatinya. Seperti sesuatu yang buruk.Randa kembali menoleh kearah Randy "bagaimana bisa ?" tanyanya menyelidik."Gua tau apa yang terbaik. Dan sekarang, yang terbaik buat dia adalah jauh dari gua" ucap Randy sambil beranjak dari tempatnya."Tunggu...!!" cegah Randa.Namun itu tak membuat Randy berbalik.Dan hanya satu kata yang keluar dari bibirnya "jangan pernah lo raguin rasa sayang gua ke dia" ucap Randy lalu berlalu.Meninggalkan Randa dalam diam. Dan saat itu juga Rey masuk. Terdiam diujung kamar. Mendengar kata terakhir Randy tadi. Tubuhnya bergetar hebat. Matanya memanas mendengar setiap kata yang keluar dari bibir Randy. Randy berhasil mendobrak batas diri Rey. Menguliti dadanya. Tidak ada paru paru untuk bernafas, tak ada jantung yang berdetak. Semua terasa dingin dan menyesakkan buat Rey. Terlebih saat Randy berjalan pelan melewatinya. Menyinggung tangan Rey dengan tangannya pelan. Hanya sepersekian detik. Menyinggungnya sambil lalu. Namun berhasil membuat airmata Rey jatuh. Menyadari bahwa kakaknya itu sekarang begitu jauh dari genggamannya.

Rey terduduk dalam diam di taman rumah sakit. Membiarkan angin dingin membelai wajahnya lembut. Menyapu wajah sendunya.Langit sore itu terlihat begitu mendung. Entah sudah berapa lama Rey terduduk di bangku taman itu. Yang jelas Rey berusaha mencari sedikit kedamaian dan ketentraman.Pikirannya kembali pada kejadian beberapa jam lalu. Kejadian dimana Rey merasa begitu jauh dari Randy.Rey lalu memegang tangannya yang sempat di senggol Randy. Rey seolah masih bisa merasakan kulit Randy menyentuh kulitnya. Mengalirkan elektron elektron listrik yang menjalari tubuhnya seketika. Memberi rasa hangat dan rindu yang begitu mendalam. Sekaligus mendorong air mata Rey untuk terjatuh.Rey menarik nafas panjang. Berusaha untuk tidak membiarkan airmatanya jatuh lagi lalu bangkit dari bangku taman dan beranjak menuju kamar Randa..Rey tidak ingin terlihat lemah. Setidaknya tidak di depan Randa.

***otherside***

Page 61: Another Story

Randy terduduk dengan secangkir espresso yang tidak lagi mengepul di hadapannya. Matanya terlihat begitu sibuk menoleh dan melirik kesana kemari. Seperti menunggu.Tangan kanannya menggenggam ponselnya. Sementara tangan kirinya yang bebas mengetuk ngetuk sandaran tangan sofa coffe shop di wilshire boulevard.Sudah nyaris satu jam Randy menunggu sampai akhirnya seorang cowok dengan kemeja biru datang menghampirinya."Sorry. Tadi gua nganter Nicole dulu. Ga mungkin gua biarin dia sendiri" ucap cowowk itu sambil duduk di hadapan Randy.Randy hanya terdiam mengangguk memandang sosok di hadapannya. Adit.Adit mengernyit heran. Karna tentu saja itu bukan Randy yang dikenalnya. Randy tidak akan pernah seanteng itu jika membicarakan masalah rey."So ? Ada masalah apa sama Rey ?" Tanya Adit.Sejujurnya Adit tau ada sesuatu yang tidak beres. Dan tentu saja Adit penasaran soal hal itu. "Hubungan lo sama Nicole apa ?" Tanya Randy tanpa basa basi.Adit tertegun heran. Bukan karna pertanyaan Randy. Tapi lebih ke nada bicara Randy yang terkesan dingin dan tidak bersahabat."Dia temen gua. Udah gua anggap ade sendiri" jawab Adit cepat. Menghindari tuduhan lain yang mungkin bakal dituduhkan ke dirinya soal hubungannya dengan Nicole.Randy terdiam. Mengamati Adit. "Rey ?" tanya Randy singkat, cepat, dan tepat.Ucapannya terdengar tegas. Tapi penuh selidik. Dan Adit jelas tahu kemana maksud pertanyaan Randy."Gua ingetin ke lo. Kalo lo cuma mau nyakitin dia dan ga berniat serius ke dia, mendingan mulai detik ini lo jangan....""Tunggu! Ini maksud lo apa ?" Sanggah Adit cepat.Randy melengos sambil membenarkan letak duduknya."Jelas lo tau maksud gua" jawab Randy sengit."Lo kenapa sih ? Kenapa lo jadi ga jelas gini ? Lo jelas tau gua suka sama ade lo. Dan.....""dia bukan ade gua. Lo keliru" potong Randy sinis.Adit terdiam. Melempar dengusannya. Adit benar benar gak ngerti ada apa sebenarnya dengan Randy.Randy benar benar terlihat aneh belakangan ini."Randy..." Panggil Adit dengan mimik heran yang masih terbaca di wajahnya."Lo kenapa sih ? Lo lagi ada masalah ? Atau apa ? Kenapa lo jadi gini ?" Tanya Adit sedikit emosi.Randy mendongak menatap Adit."Ini bukan urusan lo" jawab Randy sambil berdiri dari tempatnya duduk."Mau kemana lo ?" Tanya Adit benar benar heran melihat tingkah Randy."Jangan pernah sakitin Rey. Cuma lo yang bisa jagain dia sepenuhnya" jawab Randy cepat lalu meninggalkan Coffe Shop di ujung Wilshire Boulevard itu dengan cepat. dengan Adit yang terdiam di dalamnya.Adit menggeleng tidak percaya dengan kelakuan Randy yang benar benar aneh. Membuat Adit menerka-nerka masalah apa yang sebenarnya terjadi antara Rey dan Randy.Dan itu membuat adit meninggalkan Coffe Shop itu juga dan beranjak menuju St.Vincent Medical Center tempat Randa dirawat.

***skip***

Sesampainya disana, Adit mendapati Rey tertidur di sofa pojok ruangan dengan kepala tersandar di dinding ruangan."Gimana keadaan lo ?" Tanya Adit ke Randa yang terlihat mengamati Rey."Not too good, honestly. Gua ngerasa makin ga beres" jawab Randa pelan. Takut kalau Rey bisa mendengarnya.Adit mendekat lalu duduk di kursi samping ranjang Randa.

Page 62: Another Story

"Apaan sih lo. Kenapa lo ngomongnya gitu" sambung Adit cepat.Adit merinding mendengar kata kata Randa. Bulu kuduknya meremang. Dia merasa benar benar akan ada yang tidak beres dengan dua kembar yang di temuinya itu. Mereka berdua berbicara ngelantur dan ga jelas. Membuat Adit semakin berfikir apa yang sebenarnya terjadi atau mungkin yang akan terjadi."Engga. Gua cuma ngerasa makin hari keadaan gua makin buruk" jawab Randa sambil mengalihkan pandangannya dari Rey.Adit terdiam. Merasa tidak tau lagi apa yang harus dia katakan. Pikirannya terlalu dipenuhi dengan perubahan sikap Randa dan Randy yang membuatnya sedikit ngeri membayangkan hal buruk yang mungkin akan terjadi. Terlebih dampaknya terhadap Rey."Dit..." Tegur Randa"Lo ga berniat balik ke Nicole kan ?" Sambung Randa lagi.adit menggeleng cepat "gaada niat gua nyakitin Rey. Dan gua terlalu sayang sama dia" jawab Adit yakin.Dia benar benar lelah di sangka akan menyakiti Rey. Padahal tidak pernah terlintas sedikitpun di benaknya."Dit..." Tegur Randa lagi. Suaranya terdengar sedikit bergetar. Entah apa yang dia rasakan. "Gimana pun hasil akhirnya nanti, bantuin gua buat jagain Rey ya" sambung Randa pelan. Berusaha menjaga desibel suaranya agar menjauhkan kemungkinan Rey yang sedang tertidur itu mendengarnya.Adit lagilagi terbebelalak. Dia benar benar merasa sesuatu yang tidak beres akan terjadi. Sesuatu yang mungkin akan menyakitinya. Menyakitinya karna melihat orang yang dia sayang akan menjadi begitu sedih.Adit tidak mampu berkata lagi. Pikirannya sudah begitu terkontaminasi dengan perubahan Randy dan Randa. Dan hal lain adalah tepat saat itu Rey menggeliat dan terbangun.

***Skip***

3 hari berlalu. Dan 3 hari itu juga Rey ada dalam keadaan yang tidak begitu nyaman buatnya. Cenderung membuatnya khawatir dan takut. Perasaan itu di dominasi oleh kesehatan Randa yang semakin memburuk. Juga beberapa kalimat kalimat aneh yang di lontarkan Randa. Rey juga khawatir dengan keadaan Randy. Randy terlihat lelah dan sedikit pucat.Pernah sekali Rey menanyakan keadaan Randy secara langsung, tapi Randy hanya menatapnya lama dalam diam dan berlalu. Benar benar membuat Rey tidak mengerti.Dan yang lebih mengherankan adalah kejadian aneh yang dialami Rey.Seperti tadi malam. Saat Rey menginap di rumah sakit menemani Randa.Rey tidak bisa tertidur. Bahkan saat semua lampu kamar tempat Randa di rawat itu di padamkan. Hanya cahaya temaram dari koridor rumah sakit yang memberi penerangan.Dan tepat pukul 1 malam, Rey mendapati sesosok bayangan yang mendekat dan berdiri beberapa menit di depan pintu kamar Randa. Awalnya Rey ingin menghampiri. Namun tertahan begitu mengetahui orang itu adalah Randy.Ya, Randy datang tengah malam ke Rumah sakit. Dan hanya duduk di samping ranjang Randa dalam diam.Rey mempertahankan posisi tidurnya. Tentunya purapura tidurnya.Dia tetap membiarkan tubuhnya terselimuti bed cover rumah sakit dan terbaring di sofa sudut ruangan.Dan dari tempat itu dia mengamati Randy yang tampak kelelahan menyandarkan tubuhnya di kursi samping ranjang Randa.Lalu Randy terlihat menengadahkan kepalanya. Membuat kepalanya terkulai lemah.Yang bisa Rey dengar malam itu hanya suara monitor yang menunjukkan keadaan Randa. Juga detik jam yang berdetak jelas malam itu. Dan hembusa nafas Randy yang terdengar begitu tidak beraturan.Dan satu hal yang membuat Rey tidak bisa berkata kata adalah saat Randy beranjak dari tempat duduknya pukul 2 lebih, Rey bisa melihat Randy menangis.

Page 63: Another Story

Rey bisa dengan jelas melihat kakaknya itu menyeka air matanya dalam gelapnya kamar rumah sakit malam itu.Hal itu membuat Rey tertegun. Lalu Rey melihat Randy berbalik dan melihat kearahnya. Membuat Rey menahan nafasnya dan lebih memejamkan matanya.Randy berjalan mendekat kearah Rey. Dan Rey bisa semakin jelas mendengar deru nafas kakaknya itu.Dan sekarang Rey tidak lagi mengintip. Karna Randy sudah ada tepat di hadapannya. Berlutut sambil mengusap keningnya.Seketika hati Rey berdesir hebat. Dia bisa merasakan kehangatan yang mengalir dari pangkal kepalanya. Kehangatan yang dia yakini berasal dari jari jari Randy yang mengusap kepalanya. Hal yang begitu dia rindukan.Lalu Rey bisa merasakan hembusan nafas Randy begitu nyata. Semakin mendekat. Dan menghembuskan hawa panas. Saat itu juga Rey yakin kakaknya itu demam. Rey ingin bicara, memberitahukan bahwa dia sadar. Dia masih terjaga. Tapi semua terhalang saat kata kata meluncur dari bibir Randy."Gua sayang sama lo, Rey. Makasih buat semuanya. Gua berhutang banyak sama lo. Makasi buat lo yang udah sayang ke gua, juga Randa. Maaf" ucap Randa pelan. Tepat di ujung telinga Rey. Membuat Rey bisa mendengar jelas setiap isakan Randy sekaligus hawa panas yang dia sapukan.Lalu sepersekian detik berikutnya, Randy mengecup kening Rey erat. Sangat erat. Dan dalam waktu yang cukup lama. Membuat Rey tanpa bisa di kontrol mengeluarkan air matanya. Namun tetap berusaha tidak terisak.Lalu Randy melepas kecupannya dan berlalu dalam heningnya malam. Dan saat Randy menutup pintu kamar Randa, saat itu pula Randa seperti memberi reaksi. Bisa terlihat di monitornya. Dan cukup membuat Rey terjaga sepenuhnya. Namun kembali terdiam saat garis garis di monitor itu kembali seperti awalnya. Menunjukkan Randa yang melemah.Rey tersentak saat sebuah erangan muncul dari Randa.Rey langsung terduduk dari tempatnya dan beranjak menghampiri Randa."Kakak kenapa ?" Tanya Rey panik.Randa terlihat sesak dan mengerang kesakitan.Rey langsung menekan nekan tombol darurat di sisi tempat tidur."Kak.... Bentar ya susternya pasti datang" ucap Rey sambil menggenggam tangan Randa. Berharap akan memberi sedikit kekuatan pada Randa.Dan beberapa detik kemudian 2 orang suster datang dengan dokter O'neil yang biasa menangani Randa.Lalu Randa terdengar kembalu mengerang. Kali ini erangannya terdengar begitu memilukan."go out please, miss" ucap salah seorang suster mengisyaratkan Rey untuk keluar dari ruangan,"But...""No but. Sorry, miss" ucap suster itu sambil menggiring Rey keluar."Ada apa ?" Tanya Adit yang terlihat di luar. Tampaknya dia baru saja datang.Tanpa basa basi lagi, Rey menghambur ke pelukan Adit. Dia benar benar merasa takut sesuatu yang buruk akan menimpa Randa. Sesuatu yang mungkin memang akan datang. Sesuatu yang sangat Rey takutkan."Ada apa, Rey ?" Tanya Adit membalas pelukan Rey erat. Berusaha menenangkan gadis yang sangat dia sayangi.Rey hendak berbicara saat dia melihat sosok Nicole berdiri diujung koridor. Menatapnya yang memeluk Adit.lalu tersenyum ke arah Rey dan berjalan pelan.Rey melepaskan pelukannya dan menunduk. Masih dalam tangisnya."Rey..." Tegur adit.Dan saat itu juga Nicole menghampiri mereka."What's goin on ?" Tanyanya dengan aksen australinya yang begitu ketara.Adit hanya menoleh kearah Nicole, lalu menoleh kearah Rey.Rey lalu berjalan dalam diam menuju tempat duduk di koridor tersebut. Dan menghempaskan

Page 64: Another Story

tubuhnya disana.Nicole menoleh kearah Adit. Dan dia bisa melihat Adit terlihat begitu khawatir. Membuat rasa sedih di hatinya kembali menyerangnya.Tapi saat itu juga dia sadar. Adit terlalu baik untuk dirinya yang hina. Dan saat itu juga Nicole berusaha menghiraukan perasaannya."I think, she's isn't comfort with me" ucap Nicole pelan. Membuat Adit menoleh cepat kearah gadis yang pernah dia cintai itu."No.. How can you say that stupid words" balas Adit tidak suka.Nicole tersenyum. Senyuman yang dulu sering dia hadiahkan untuk Adit."I didn't say she hate me or anything bad. I think, she's jealous and feel uncomfort" jawab Nicole lagi."Go on. She need you. I'll go" sambungnya lagi."Go ? But where ?" Adit terlihat begitu keberatan. Ada nada khawatir dalam kalimatnya. Membuat Rey melirik dengan ekor matanya. Karna perubahan nada bicara Adit.Nicole kembali tersenyum "don't make it hard for me. You love her, and she does. So, don't let her sad" Nicole lalu menepuk pundak Adit pelan. Lalu berbalik kearah Rey."Get well for your brother, Reyna" ucap Nicole dari tempatnya. Berusaha melafalkan nama Reyna dengan baik."Don't be afraid. God know the best for y'all" ucapnya lagi sambil melempar senyum kearah Rey yang menatapnya.Lalu kembali menoleh kearah Adit. Dan detik berikutnya, Nicole berbalik hendak meninggalkan mereka.Tapi, "Nicole..." Panggil Adit sambil menahan tangan Nicole.Membuat Nicole berbalik dan sedikit tidak setuju dengan tindakan Adit yang mungkin akan menyakiti Rey.Nicole berusaha melepas tangan Adit. Tapi Adit terlalu menahannya.Adit menatapnya lalu menggerakkan tangannya yang bebas kearah kepala nicole. Mengacak rambut gadis itu dan berkata "take care" ucapnya.Nicole lalu tersenyum. Dadanya sesak seketika. Merasakan bahwa dia sudah terlalu menyianyiakan cowok dihadapannya itu. Dan berandai andai jika dia tidak mempermainkan perasaan Adit.Nicole lalu mengangguk dan melambai kearah Adit. Lalu berbalik. Meninggalkan Adit yang menatap punggungnya menjauh. Meninggalkan orang yang akhirnya dia tau betapa sangat menyayanginya dengan air mata yang tidak lagi sanggup dia tahan.

Adit menghela nafasnya dan berbalik ke arah Rey.Lalu duduk di samping gadis itu. Canggung.Dan satu hal yang bisa di lakukan Adit hanya menarik gadis itu dalam dekapannya, dan mengenggam tangannya. Memberi kekuatan kepada Rey.Adit lalu mengecup pangkal kepala Rey "gua ada disini. Semua akan baik baik aja Rey. Jangan nangis. Berdoa buat Randa" ucap Adit.Tubuh Rey seketika berguncang. Kembali menangis."Tapi... Gua takut dit. Gua takut" rey terisak dalam dekapan Adit.Adit tidak sanggup berkata apa apa lagi. Karna sejujurnya dia juga khawatir dengan semuanya.Dan saat itu juga Erin dan Edwin juga Randy terlihat datang dan berjalan kearah mereka."Ada apa ini ?" Tanya Edwin heran.Rey langsung beranjak ke Erin dan memeluk Erin.Gadis itu semakin meraung. Rey benar benar takut semuanya akan seperti yang dia bayangkan."Kenapa Rey, kenapa ?" Tanya Erin sambil mengusap punggung Rey.Saat itu juga dokter O'Neil dan seorang suster keluar dari kamar Randa di rawat. Dokteritu terlihat cemas. Dan suster itu terlihat bergegas meninggalkan ruangan."What happen with him ?" Tanya Edwin."Spinal cord transplantation. We need spinal cord that matches with him" ucap dokter O'neil. Menjelaskan bahwa Randa memerlukan sumsum tulang belakang. Dan operasi transplantasi itu harus segera di lakukan.

Page 65: Another Story

"And we'll try to find that faster" ucap dokter itu.Dan saat dokter itu akan berbalik "wait.. I'm his twin and I'll give mine" ucap Randy yakin.Rey terbelalak menoleh kearah Randy.Dokter itu menoleh kearah Randy dan ada secercah harapan terpancar di mata dokter tersebut."You're his twin ? Then.. That's better" ucap dokter itu lagi."But... Wait! No. He can't" rey berseru.Semua mata kini tertuju padanya."He isn't well enough. He's sick. He got fever. He can't do that transplantation with that condition" cecar Rey tidak setuju.Membuat Randy menundukkan kepalanya."You don't need to do that if you aren't well. We can try to find.....""No. I will" ucap Randy keras memotong ucapan Edwin.Dan edwin tau betul sifat Randy yang keras kepala. Karna itu persis dirinya. Juga Rey. Dan tidak ada yang bisa Edwin lakukakan lagi."But......"Adit menahan Rey saat Rey akan beranjak kearah Randy yang berbalik mengikuti dokter O'neil menuju tempat pemeriksaan setelah persetujuan itu."Dia tau semua konsekuensinya Rey" ucap Adit."Is that okay ?" Tanya Rey pelan. Dengan mata yang masih mengarah pada orangtuanya dan Randy yang beranjak ke ruangan dokter O'neil.Adit terdiam. Lalu menjawab saat Rey menatapnya. "He'll be okay" sambut Adit gamang.

Berjam-jam Rey habiskan waktunya hanya untuk berdoa kepada Tuhan demi keselamatan kedua kakaknya. Operasi tranplantasi sumsum tulang belakang itu sudah terjadi begitu lama. Dan dalam kurun waktu tersebutlah Rey merasa semakin gelisah tiap detiknya.Rey terduduk di kursi tunggu dengan kedua tangannya yang saling menggenggam satu sama lain. Terkadang menopangkan dagunya pada tangannya.Adit terlihat menunduk. Berdoa dalam diam untuk semua. Sementara Erin dan Edwin, sepasang paruh baya itu terlihat saling menguatkan satu sama lain. Bagaimana pun mereka sudah berusah yang terbaik untuk mereka.Rey mendongakkan kepalanya kembali mengingat ingat setiap kenangan bersama Randa. Entah kenapa semua seperti dingin dan tidak lagi terjamah.Semuanya berputar, berserakan di pikiran Rey. Semuanya terasa begitu nyata dan dekat. Seperti film lama yang kembali diputar dengan potongan potongan memori indah. Semua lambat laun tampak mengabur beriringan dengan air mata yang meluncur dari mata indah milik Rey.Rey kembali terisak keras. Membuat Adit dan orangtuanya menoleh kearahnya.Erin hanya bisa menatap anaknya itu dengan tatapan redupnya. Enggan mendekat karna dia sama hancurnya dengan Rey. Begitu juga Edwin. Lelaki paruh baya itu tampak begitu berusaha untuk tegar. Untuk menjaga istrinya, menguatkan istrinya, dan juga anaknya.Hanya Adit yang dengan sigapnya menarik Rey dalam dekapannya. Dalam rengkuhan hangatnya. Membiarkan gadis itu menumpahkan segala risaunya dalam pelukannya.Rey kembali mengingat saat dia pertama kali bertemu Randa di Los Angeles. Saat dia nyaris menangis mendapati Randa berlaku sangat baik padanya. Dan saat itu semua terasa manis dan berpihak kepadanya.Tidak hanya itu, Rey juga teringat saat dia melihat dengan mata kepalanya sendiri Randa yang meraung kesakitan dan melontarkan kata kasar. Rey kembali membayangkan bagaimana sakitnya Randa saat itu.Rey ingat saat dia memamndangi wajah damai randa saat dia tertidur, rambutnya yang menipis karna kemo masih bisa diterbangkan angin yang menyapu wajahnya. Hembusan nafasnya yang teratur, rona merah di pipinya, semua tampak begitu menentramkan.

Page 66: Another Story

"Rey..." Sebuah panggilan kecil Adit menghempaskan Rey kembali ke dunia nyata.Rey beranjak dari rengkuhan Adit dan menoleh dalam diam. Seoalah enggan membalas panggilan tersebut, tapi tampak menunggu.Adit hanya balas menatap mata sendu yang dulu membuatnya jatuh hati itu. Rey yang ditatap seperti itu langsung mengalihkan wajahnya. Jantungnya kembali berdebar mendapati pandangan Adit."Sorry" ucap Adit lirih begitu sadar Rey menghindari pandangannya.Rey menggeleng lemah mendengar ucapan Adit."You don't have to, dit" jawab Rey. Dia merasa butuh memberikan jawaban.Rey menghel nafas panjang. Pikirannya kembali tertuju pada Randa dan Randy saat matanya teronggok pada pintu kamar operasi. Seketika itu juga sebuah bayangan yang tampak nyata menghampirinya.Sosok Randa dan Randy yang berjalan kearahnya. Rey seperti tertarik dalam imajinasinya sendiri. Tertarik kedalam satu dimensi lain. dimana Randa dan Randy tampak begitu pucat.Dan dalam bayangannya itu Randa tampak mendekat kearahnya. Sementara Randy hanya berdiri jauh di belakang Randa. Randy hanya berdiri dalam diam. Seolah membiarkan Randa mendekati Rey. Lalu lambat laun bayangan Randy menghilang. Seperti membiarkan Randa dan Rey berdua. Merelakan mereka menghabiskan waktu lebih lama. Rey hanya menoleh menatap Randa. Namun Randa hanya menunduk sama sekali enggan menoleh ke arah Rey. Menghindari tatapannya.Dan saat Rey ingin menggapai tangan Randa, perlahan bayangan itu mengabur dan berganti dengan wajah Adit."Rey, lo kenapa ?" Tanya Adit sambil menatap Rey yang terlihat melamun.Rey tersentak dan kembali menggeleng lemah. Perasaannya kembali gak nentu. Semuanya benar benar mengganggunya. Dan membuatnya bergidik ngeri."Dit..." Tegur Rey pelan.Adit menoleh kearahnya dan berujar "kenapa, Rey?" Rey menarik nafasnya "gua takut, dit. Gua takut kalo...."Adit langsung memotong omongan gadis itu. "Semua bakal baik baik aja Rey" ucapnya.Dan kata kata itu berhasil membungkam Rey. Setidaknya meredam sedikit ketakutan dihatinya.

Detik detik berlalu berganti menit dan semakin merisaukan. Tidak ada tanda tanda orang akan keluar dari ruangan yang Rey benci itu. Semua tampak sama. Keadaan juga begitu dingin. Atmosfer aneh seolah menyelimuti ruangan itu. Seperi membungkus mereka dalam suatu perasaan khawatir yang sangat dalam. Membuat Rey semakin cemas dan tidak hentinya berdoa.Sampai di setengah jam kemudian, seorang perawat keluar dari ruangan tempat Randa dan Randy di operasi. Dan sontak semua yang ada disana berdiri dan menanti kata apa yang akan keluar dari perawat itu.Namun perawat itu hanya menoleh dan menatap keluarga itu redup. Entah apa yang disimpan perawat itu sambil berlalu. Meninggalkan Rey dengan sejuta pertanyaan di pangkal lidahnya.Lalu saat Rey berusaha menyegah perawat itu, dokter o'neil keluar dari ruang operasi beserta seorang dokter lain.Dokter yang membantu operasi itu. Namun lagi lagi semua terlihat tidak puas. Dan itu terjawab saat dokter O'Neil berkata "sorry..."

"gak... ga mungkin..." Rey berseru sambil menggeleng pelan. Matanya meredup. Tidak lagi membulat setelah mendengar pernyataan dokter bahwa keadaan justru berbalik. "He's in really bad condition now. We'll try to do the best for him. Keep on praying" ucap dokter O'Neil sambil menepuk pundak Edwin. Lalu berjalan meninggalkan keluarga kecil itu.Erin berjalan kesudut koridor. Dan mengarah ke dinding rumah sakit. Menembus kaca memandangi kota LA dari lantai 16. Merenung dan berusaha berkonsentrasi untuk berfikir positif. Sementara itu, Edwin mengeluarkan selularnya berjalan menjauh. Dan Adit cowok itu merapat ke Rey. Menggenggam tangan Rey dan menuntunnya kembali ke kursi

Page 67: Another Story

tunggu.Rey kembali kehilangan pijakannya. Semua kembali berputar-putar dalam pikirannya. Bertabrakan satu sama lain. Di satu sisi Rey senang operasinya berhasil, tapi disisi lain Rey kembali terhempas saat dia mengetahui kondisi Randy yang melemah karna memaksakan dirinya mendonor sumsum tulangnya dalam kondisi buruk. Semua benar benar menyebalkan dan menyakitkan buat Rey.Adit meraih pundak Rey mendekat ke tubuhnya. Dengan tangannya yang bebas. Tangan lainnya menggenggam dan mengusap pangkal kepalan tangan Rey. Berusaha menenangkan Rey yang dia tau merasa sangat terpukul.10 menit berlalu sampai seorang suster keluar dari ruang operasi dan berbicara dengan Erin. Rey terlalu malas bergerak dan merasa belum siap untuk apappun.Namun ekor mata Rey masih menatap ibunya dan perawat tadi berbicara. Juga menajamkan telinganya. Berusaha mencuri dengar pembicaraan mereka. Tapi tidak berhasil.Erin terlihat mengangguk beberapa kali lalu seperti mengucapkan terima kasih kepada perawat itu. Lalu beranjak mendekat kearah rey."Reyna..." Panggilnya lirih.Suaranya bergetar. Begitu menyentuh perasaan Rey. Rey sadar mamanya itu menyimpan berjuta kekhawatiran yang dia coba simpan.Rey mendongak menatap Erin. Rey bisa melihat kantung mata yang menghitam di bawah mata ibunya."Kenapa ma?" tanyanya pelan. Seolah meminimkan kemungkinan sesuatu yang buruk akan dia dengar."kalau kamu mau, kamu bisa ngeliat kakak kamu di dalem" jawab Erin.Rey terdiam. Terlihat berfikir."Lo mau liat?" tanya Adit lagi.Rey berganti menoleh ke arah Adit. Lalu menggeleng pelan.Erin terlihat menghela nafas "mama liat mereka duluan ya" ucap Erin sambil menyentuh pelan pundak anaknya itu.Rey hanya bisa mengangguk lemah lalu kembali menundukkan wajahnya dalam diam."Gua gaakan rela kalau ada yang harus pergi" gumam Rey pelan.Adit yang terkejut mendengar perkataan Rey langsung menyela."Lo gabisa ngomong gitu, Rey. Gaakan ada yang ninggalin lo. Semua akan balik kaya dulu lagi. Bahkan akan jauh lebih baik lagi" ucap Adit berusaha menenangkan Rey.Rey terdiam, lalu menoleh kearah Adit dan memeluk cowok itu. Menangis di pelukan Adit adalah cara ampuh yang bisa membuat Rey merasa sedikit lebih baik. Merasakan kekuatan yang tidak bisa dia rasakan.Adit tersenyum pahit lalu balas merangkul Reynya. Rey yang sangat dia sayangi. "Gua disini. Gua akan ada buat lo" ucap adit pelan.Adit yakin, entah berapa kali dia melontarkan kata kata itu untuk Rey. Dan dia tidak akan berhenti mengingatkan Rey bahwa dia akan ada untuk Rey. Kapan pun dibutuhkan.

Besoknya, randa dan randy sudah dipindahkan ke ruang ICU. Tidak lagi di ruang operasi. Keadaan Randa sudah semakin membaik. Hanya Randy yang masih lemah dan masih dibantu dengan kabel kable penyambung nyawa.Rey masih enggan masuk dan bertemu kakaknya dan saat Erin keluar dari ruang ICU sambil mengusap air matanya. Rey menegakkan duduknya dan menahan nafasnya."Tante, kenapa?" Tanya Adit sambil berdiri dan menghampiri Erin.Erin hanya menggeleng. Berusaha menyembunyikan pedihnya.Erin beranjak duduk di kursi tunggu di hadapan Rey. Menatap Rey penuh arti. Rey memalingkan wajah dan pandangannya. Dia sadar ada yang tidak beres terjadi disana."Ayo.." Adit menyodorkan tangannya.Mengajak Rey masuk melihat kondisi Randa juga Randy.Rey menatap Adit ragu."Tunjukin ke mereka lo ada buat mereka" sambung Adit lagi.

Page 68: Another Story

Rey terlihat menunduk menimbang-nimbang."Ayo..." Adit meraih kedua pundak Rey.Rey hanya bisa terdiam. Membiarkan Adit menuntunnya kedalam ruang operasi. Apapun itu, Adit hanya tidak ingin Rey kehilangan kesempatannya kalaupun dia harus kehilangan satu dari randa ataupun randy.Rey menahan tangan Adit saat tangannya meraih gagang pintu ruang ICU.Tapi Adit sama sekali tidak berusaha untuk mengurungkan niatnya. Adit tetap membuka pintu ruangan itu.Dan seketika bau obat bius menyeruak menyesakki rongga dada Rey.Adit menarik pelan tangan Rey dan menuntun gadis itu masuk. Mereka lalu memasang mantel berwarna hijau tosca itu ketubuh mereka.Rey tidak bisa melepaskan tatapannya pada sosok Randy yang tertidur lemah dengan garis naik turun di monitor yang menunjukkan keadaannya itu.Keadaan berbalik sekarang. Kabel penyambung nyawa itu justru terpasang di tubuh Randy. Dan Randa terlihat baik dengan detak jantung dan garis normal di monitornya.Adit tampak selesai dengan mantelnya. Tapi rey masih sibuk memandangi Randy dari tempatnya beridiri. Walaupun jubahnya telah terpasang di tubuhnya.Adit mendekat ke arah Rey. Menyentuh pelan lengan gadis itu. Berusaha mengembalikan gadis itu pada pijakannya. Rey benar benar terlihat mengambang.Adit kembali menarik tangan Rey mendekat. Dan semakin mendekat kearah benda mati yang mengeluarkan bunyi kecil yang beraturan namun terdengar mengerikan itu."Tamara," Sebuah suara lirih yang begitu hangat mengagetkannya.Ternyata suara itu datang dari Randa.Rey mendekap mulutnya yang ternganga. Dia ga menyangka Randa siuman. "Kakak...." Rey nyaris menjerit kalau saja dia tidak menahan suaranya.Randa berusaha tersenyum mendapati Rey yang semula menoleh redup kearah Randy mendekat kearahnya dan memeluknya."Are you okay?" tanya Randa saat Rey melepas pelukannya.Rey menoleh tajam kearah Randa "itu harusnya jadi pertanyaan, Rey kaaak" ucapnya manja.Entah kenapa sifat manjanya akan selalu terdengar dan terlihat saat dia berhadapan dengan kakaknya.Randa dan Adit hanya tertawa bersamaan. Membuat Rey hanya mampu tersenyum lirih.Pikirannya kembali melayang pada sosok seseorang yang begitu dia rindukan. Sosok yang terbaring lemah di ranjang sampingnya."Ayo sana" ucap Randa mengisyaratkan Rey buat mendekat ke arah Randy."dia pasti kangen sama kamu" sambung Randa.Rey terlihat enggan menoleh ke arah Randy. Tapi kerinduan dan kepedihannya memaksanya untuk memalingkan wajahnya dan menatap wajah pucat Randy secara langsung.Rey terdiam beberapa saat. Memandang selang oksigen yang teronggok di hidung Randy benar benar membuat Rey terdiam. "Rey ga pernah liat kak Randy selemah ini" ucapnya pelan. Nyaris tak terdengar.Detik berikutnya gadis itu terisak.Adit langsung bertukar pandang dengan Randa. Namun tidak ada yang mereka lakukan. Mereka akan membiarkan Rey menyampaikan semuanya.Beberapa menit berlalu sampai akhirnya Rey menarik kursi kecil dan mendudukkan tubuhnya diatas kursi itu. Tepat disamping ranjang Randy."Randy, ini gue Rey. Lo bisa denger gue kan?" tampaknya Rey belum cukup kuat untuk memulainya. Itu terdengar dari isakan Rey yang semakin terdengar."Lo kenapa bego sih jadi orang? Lo itu sakit, Randy. Kenapa lo bela-belain buat donorin sumsum lo. Kenapa?" rey tidak meledak kali ini. Dia berbicara pelan. Bahkan nyaris berbisik. Tapi nada suaranya terdengar begitu memilukan."Harusnya lo disini bukan untuk terkapar kaya gini. Lo harusnya disini buat seneng seneng sama kita. Kak Randa udah siuman. Dan dia bakal pulih, Randy..." Rey terdengar semakin menyedihkan.

Page 69: Another Story

Setiap kata yang keluar dari bibirnya diikuti dengan air mata yang jatuh membasahi pipinya yang memerah.Adit mendekat dan menyentuh punggung Rey "randy bakal sehat Rey, percaya sama gua. Randa aja sembuh, kenapa randy enggak. Udah,... Lo jangan nangis kaya gini, Rey" ucap Adit sambil mengusap punggung Rey pelan."Randy... Buka mata lo. Please... Tolong bilang ke gua lo bakal sembuh. Gua takut, Ran. Gua takut kehilangan lo" kali ini tangis Rey memecah.Randa memalingkan wajahnya. Mengingat malam yang memilukan yang baru dia lalui.Adit berusaha menenangkan Rey yang mulai mengguncangkan tubuh Randy."Reyna... Lo gabisa ngelakuin itu ke Randy" adit sedikit meninggikan nada suaranya."Biarin!! Gua mau dia bangun, gua mau dia sadar. Gaakan ada satu pun yang akan ninggalin gua. Gak kak Randa, gak juga Randy" ucapnya dalam tangis.Reyna sampai pada batas kekuatannya. Reyna yang sesungguhnya benar benar muncul. Muncul dengan sejuta pilu dan pedih yang dia rasakan. Reyna yang menyimpan semua keresahan dan tanya di pikirannya. Reyna yang menyayangi Randy. Yang sangat menyayangi Randy.Semua terdiam saat bunyi monitor keadaan itu sedikit berubah randy seperti memberi respon. Reyna langsung menyalak dan menoleh cepat kearah Randy."Randy... Gua tau lo denger gua. Tolong buka mata lo. Bilang gua cuma perlu nunggu lo sembuh. Bilang Ran... Bilaang ke guaa" Reyna kembali mengguncang tubuh Randy."REYNA!" Randa terdengar membentak Rey yang seperti kehilangan kendalinya.Membuat Rey bahkan Adit terdiam. Membiarkan suara dari monitor itu kembali merayapi keheningan."Kalau lo sayang sama dia, bukan gitu cara lo. Lo kira dia gak kesakitan? Kalo lo emang tau dia dengerin lo, harusnya lo omongin apa yang harus lo bilang. Bukan bertingkah kaya anak anak" cecar Randa dengan nada tinggi.Rey terdiam. Lalu Adit kembali memecah suasana "ngomong gih" ucapnya."Sorry" ucap Randa merasa sedikit bersalah."Omongin apa yang harus kamu omongin" ucap Randa dingin.Rey berbalik menatap Randa tajam. Omongan Randa benar benar membuatnya semakin risau.Karna tidak mendapatkan mata Randa untuk ditatapnya, dia berbalik kearah Randy dan menghela nafas panjang."Gua heran kenapa orang bertingkah seperti akan kehilangan lo..." ucap Rey sambil menggantung kalimatnya. Membuat Randa dan Adit membelalak gak percaya."Gua gaakan ngomong apapun. Karna gua bakal ngomongin semuanya saat lo sadar. Saat lo buka mata lo. Saat lo ada di hadapan gua, natap mata gua. Saat itu gua akan cerita semua ke elo. Gua akan omongin apa yang mau omongin. Gua gaakan ngomong saat lo kaya gini. Karna gua, gaakan ngebiarin lo ninggalin gua. Gaakan" ucap Rey panjang. Nafasnya tersengal. Perasaan emosi, marah, sedih, semua bercampur menjadi satu. Menyesakkan dadanya.Detik berikutnya Rey berdiri dari kursinya dan bersiap berbalik. Namun tertahan saat sebuah tangan dingin menahannya...........

"gak... ga mungkin..." Rey berseru sambil menggeleng pelan. Matanya meredup. Tidak lagi membulat setelah mendengar pernyataan dokter bahwa keadaan justru berbalik. "He's in really bad condition now. We'll try to do the best for him. Keep on praying" ucap dokter O'Neil sambil menepuk pundak Edwin. Lalu berjalan meninggalkan keluarga kecil itu.Erin berjalan kesudut koridor. Dan mengarah ke dinding rumah sakit. Menembus kaca memandangi kota LA dari lantai 16. Merenung dan berusaha berkonsentrasi untuk berfikir positif. Sementara itu, Edwin mengeluarkan selularnya berjalan menjauh. Dan Adit cowok itu merapat ke Rey. Menggenggam tangan Rey dan menuntunnya kembali ke kursi tunggu.Rey kembali kehilangan pijakannya. Semua kembali berputar-putar dalam pikirannya. Bertabrakan satu sama lain. Di satu sisi Rey senang operasinya berhasil, tapi disisi lain Rey kembali terhempas saat dia mengetahui kondisi Randy yang melemah karna memaksakan dirinya mendonor sumsum

Page 70: Another Story

tulangnya dalam kondisi buruk. Semua benar benar menyebalkan dan menyakitkan buat Rey.Adit meraih pundak Rey mendekat ke tubuhnya. Dengan tangannya yang bebas. Tangan lainnya menggenggam dan mengusap pangkal kepalan tangan Rey. Berusaha menenangkan Rey yang dia tau merasa sangat terpukul.10 menit berlalu sampai seorang suster keluar dari ruang operasi dan berbicara dengan Erin. Rey terlalu malas bergerak dan merasa belum siap untuk apappun.Namun ekor mata Rey masih menatap ibunya dan perawat tadi berbicara. Juga menajamkan telinganya. Berusaha mencuri dengar pembicaraan mereka. Tapi tidak berhasil.Erin terlihat mengangguk beberapa kali lalu seperti mengucapkan terima kasih kepada perawat itu. Lalu beranjak mendekat kearah rey."Reyna..." Panggilnya lirih.Suaranya bergetar. Begitu menyentuh perasaan Rey. Rey sadar mamanya itu menyimpan berjuta kekhawatiran yang dia coba simpan.Rey mendongak menatap Erin. Rey bisa melihat kantung mata yang menghitam di bawah mata ibunya."Kenapa ma?" tanyanya pelan. Seolah meminimkan kemungkinan sesuatu yang buruk akan dia dengar."kalau kamu mau, kamu bisa ngeliat kakak kamu di dalem" jawab Erin.Rey terdiam. Terlihat berfikir."Lo mau liat?" tanya Adit lagi.Rey berganti menoleh ke arah Adit. Lalu menggeleng pelan.Erin terlihat menghela nafas "mama liat mereka duluan ya" ucap Erin sambil menyentuh pelan pundak anaknya itu.Rey hanya bisa mengangguk lemah lalu kembali menundukkan wajahnya dalam diam."Gua gaakan rela kalau ada yang harus pergi" gumam Rey pelan.Adit yang terkejut mendengar perkataan Rey langsung menyela."Lo gabisa ngomong gitu, Rey. Gaakan ada yang ninggalin lo. Semua akan balik kaya dulu lagi. Bahkan akan jauh lebih baik lagi" ucap Adit berusaha menenangkan Rey.Rey terdiam, lalu menoleh kearah Adit dan memeluk cowok itu. Menangis di pelukan Adit adalah cara ampuh yang bisa membuat Rey merasa sedikit lebih baik. Merasakan kekuatan yang tidak bisa dia rasakan.Adit tersenyum pahit lalu balas merangkul Reynya. Rey yang sangat dia sayangi. "Gua disini. Gua akan ada buat lo" ucap adit pelan.Adit yakin, entah berapa kali dia melontarkan kata kata itu untuk Rey. Dan dia tidak akan berhenti mengingatkan Rey bahwa dia akan ada untuk Rey. Kapan pun dibutuhkan.

Besoknya, randa dan randy sudah dipindahkan ke ruang ICU. Tidak lagi di ruang operasi. Keadaan Randa sudah semakin membaik. Hanya Randy yang masih lemah dan masih dibantu dengan kabel kable penyambung nyawa.Rey masih enggan masuk dan bertemu kakaknya dan saat Erin keluar dari ruang ICU sambil mengusap air matanya. Rey menegakkan duduknya dan menahan nafasnya."Tante, kenapa?" Tanya Adit sambil berdiri dan menghampiri Erin.Erin hanya menggeleng. Berusaha menyembunyikan pedihnya.Erin beranjak duduk di kursi tunggu di hadapan Rey. Menatap Rey penuh arti. Rey memalingkan wajah dan pandangannya. Dia sadar ada yang tidak beres terjadi disana."Ayo.." Adit menyodorkan tangannya.Mengajak Rey masuk melihat kondisi Randa juga Randy.Rey menatap Adit ragu."Tunjukin ke mereka lo ada buat mereka" sambung Adit lagi.Rey terlihat menunduk menimbang-nimbang."Ayo..." Adit meraih kedua pundak Rey.Rey hanya bisa terdiam. Membiarkan Adit menuntunnya kedalam ruang operasi. Apapun itu, Adit hanya tidak ingin Rey kehilangan kesempatannya kalaupun dia harus kehilangan satu dari randa

Page 71: Another Story

ataupun randy.Rey menahan tangan Adit saat tangannya meraih gagang pintu ruang ICU.Tapi Adit sama sekali tidak berusaha untuk mengurungkan niatnya. Adit tetap membuka pintu ruangan itu.Dan seketika bau obat bius menyeruak menyesakki rongga dada Rey.Adit menarik pelan tangan Rey dan menuntun gadis itu masuk. Mereka lalu memasang mantel berwarna hijau tosca itu ketubuh mereka.Rey tidak bisa melepaskan tatapannya pada sosok Randy yang tertidur lemah dengan garis naik turun di monitor yang menunjukkan keadaannya itu.Keadaan berbalik sekarang. Kabel penyambung nyawa itu justru terpasang di tubuh Randy. Dan Randa terlihat baik dengan detak jantung dan garis normal di monitornya.Adit tampak selesai dengan mantelnya. Tapi rey masih sibuk memandangi Randy dari tempatnya beridiri. Walaupun jubahnya telah terpasang di tubuhnya.Adit mendekat ke arah Rey. Menyentuh pelan lengan gadis itu. Berusaha mengembalikan gadis itu pada pijakannya. Rey benar benar terlihat mengambang.Adit kembali menarik tangan Rey mendekat. Dan semakin mendekat kearah benda mati yang mengeluarkan bunyi kecil yang beraturan namun terdengar mengerikan itu."Tamara," Sebuah suara lirih yang begitu hangat mengagetkannya.Ternyata suara itu datang dari Randa.Rey mendekap mulutnya yang ternganga. Dia ga menyangka Randa siuman. "Kakak...." Rey nyaris menjerit kalau saja dia tidak menahan suaranya.Randa berusaha tersenyum mendapati Rey yang semula menoleh redup kearah Randy mendekat kearahnya dan memeluknya."Are you okay?" tanya Randa saat Rey melepas pelukannya.Rey menoleh tajam kearah Randa "itu harusnya jadi pertanyaan, Rey kaaak" ucapnya manja.Entah kenapa sifat manjanya akan selalu terdengar dan terlihat saat dia berhadapan dengan kakaknya.Randa dan Adit hanya tertawa bersamaan. Membuat Rey hanya mampu tersenyum lirih.Pikirannya kembali melayang pada sosok seseorang yang begitu dia rindukan. Sosok yang terbaring lemah di ranjang sampingnya."Ayo sana" ucap Randa mengisyaratkan Rey buat mendekat ke arah Randy."dia pasti kangen sama kamu" sambung Randa.Rey terlihat enggan menoleh ke arah Randy. Tapi kerinduan dan kepedihannya memaksanya untuk memalingkan wajahnya dan menatap wajah pucat Randy secara langsung.Rey terdiam beberapa saat. Memandang selang oksigen yang teronggok di hidung Randy benar benar membuat Rey terdiam. "Rey ga pernah liat kak Randy selemah ini" ucapnya pelan. Nyaris tak terdengar.Detik berikutnya gadis itu terisak.Adit langsung bertukar pandang dengan Randa. Namun tidak ada yang mereka lakukan. Mereka akan membiarkan Rey menyampaikan semuanya.Beberapa menit berlalu sampai akhirnya Rey menarik kursi kecil dan mendudukkan tubuhnya diatas kursi itu. Tepat disamping ranjang Randy."Randy, ini gue Rey. Lo bisa denger gue kan?" tampaknya Rey belum cukup kuat untuk memulainya. Itu terdengar dari isakan Rey yang semakin terdengar."Lo kenapa bego sih jadi orang? Lo itu sakit, Randy. Kenapa lo bela-belain buat donorin sumsum lo. Kenapa?" rey tidak meledak kali ini. Dia berbicara pelan. Bahkan nyaris berbisik. Tapi nada suaranya terdengar begitu memilukan."Harusnya lo disini bukan untuk terkapar kaya gini. Lo harusnya disini buat seneng seneng sama kita. Kak Randa udah siuman. Dan dia bakal pulih, Randy..." Rey terdengar semakin menyedihkan.Setiap kata yang keluar dari bibirnya diikuti dengan air mata yang jatuh membasahi pipinya yang memerah.Adit mendekat dan menyentuh punggung Rey "randy bakal sehat Rey, percaya sama gua. Randa aja sembuh, kenapa randy enggak. Udah,... Lo jangan nangis kaya gini, Rey" ucap Adit sambil

Page 72: Another Story

mengusap punggung Rey pelan."Randy... Buka mata lo. Please... Tolong bilang ke gua lo bakal sembuh. Gua takut, Ran. Gua takut kehilangan lo" kali ini tangis Rey memecah.Randa memalingkan wajahnya. Mengingat malam yang memilukan yang baru dia lalui.Adit berusaha menenangkan Rey yang mulai mengguncangkan tubuh Randy."Reyna... Lo gabisa ngelakuin itu ke Randy" adit sedikit meninggikan nada suaranya."Biarin!! Gua mau dia bangun, gua mau dia sadar. Gaakan ada satu pun yang akan ninggalin gua. Gak kak Randa, gak juga Randy" ucapnya dalam tangis.Reyna sampai pada batas kekuatannya. Reyna yang sesungguhnya benar benar muncul. Muncul dengan sejuta pilu dan pedih yang dia rasakan. Reyna yang menyimpan semua keresahan dan tanya di pikirannya. Reyna yang menyayangi Randy. Yang sangat menyayangi Randy.Semua terdiam saat bunyi monitor keadaan itu sedikit berubah randy seperti memberi respon. Reyna langsung menyalak dan menoleh cepat kearah Randy."Randy... Gua tau lo denger gua. Tolong buka mata lo. Bilang gua cuma perlu nunggu lo sembuh. Bilang Ran... Bilaang ke guaa" Reyna kembali mengguncang tubuh Randy."REYNA!" Randa terdengar membentak Rey yang seperti kehilangan kendalinya.Membuat Rey bahkan Adit terdiam. Membiarkan suara dari monitor itu kembali merayapi keheningan."Kalau lo sayang sama dia, bukan gitu cara lo. Lo kira dia gak kesakitan? Kalo lo emang tau dia dengerin lo, harusnya lo omongin apa yang harus lo bilang. Bukan bertingkah kaya anak anak" cecar Randa dengan nada tinggi.Rey terdiam. Lalu Adit kembali memecah suasana "ngomong gih" ucapnya."Sorry" ucap Randa merasa sedikit bersalah."Omongin apa yang harus kamu omongin" ucap Randa dingin.Rey berbalik menatap Randa tajam. Omongan Randa benar benar membuatnya semakin risau.Karna tidak mendapatkan mata Randa untuk ditatapnya, dia berbalik kearah Randy dan menghela nafas panjang."Gua heran kenapa orang bertingkah seperti akan kehilangan lo..." ucap Rey sambil menggantung kalimatnya. Membuat Randa dan Adit membelalak gak percaya."Gua gaakan ngomong apapun. Karna gua bakal ngomongin semuanya saat lo sadar. Saat lo buka mata lo. Saat lo ada di hadapan gua, natap mata gua. Saat itu gua akan cerita semua ke elo. Gua akan omongin apa yang mau omongin. Gua gaakan ngomong saat lo kaya gini. Karna gua, gaakan ngebiarin lo ninggalin gua. Gaakan" ucap Rey panjang. Nafasnya tersengal. Perasaan emosi, marah, sedih, semua bercampur menjadi satu. Menyesakkan dadanya.Detik berikutnya Rey berdiri dari kursinya dan bersiap berbalik. Namun tertahan saat sebuah tangan dingin menahannya...........

Upacara pemakaman berlangsung penuh haru. Upacara yang dilangsungkan di Memory Garden Memorial Park & Mortuary dipenuhi isakan tangis dan awan mendung yang menyelimuti pemakaman semakin menambah pilu keluarga yang ditinggalkan.Di 455 W Central Ave, Brea inilah jenazah satu dari si kembar Wijatmiko beristirahat. Seseorang yang begitu besar hati.Rey yang terlihat begitu terpukul dituntun menjauhi pusara oleh Adit. Masih dalam tangisnya. Seolah tidak percaya semua akan berakhir seperti ini. Dia tidak akan pernah bisa percaya."Reyna..." Panggil seseorang. Dan itu sontak membuatnya berbalik."Kenapa pa?" jawab gadis itu begitu lirih. Suaranya parau terlalu banyak menangis."Kalian berdua bawa aja mobil. Mungkin kalian mau pergi kemana, dulu?" ucap Edwin sambil memberikan kunci mobil ke Adit.Rey hanya menunduk. Tidak menyahut. Tapi Edwin cukup tau bagaimana terpukulnya anaknya itu. Dan itu membuatnya memberi isyarat ke Adit untuk mencoba sedikit menyenangkan anak kesayangannya itu. Dan tentu saja disusul anggukan dari Adit.

"Ayo Rey..." ucapnya sambil menggandeng tangan Rey yang terasa begitu dingin.

Page 73: Another Story

"Kamu kedinginan?" tanya Adit lagi. Cuaca saat itu memang mendung dan berangin. Dan memang cukup dingin.Tanpa suara, Rey hanya menggeleng pelan. Melepas gandengannya dari Adit dan berjalan pelan menyusuri pusara pusara yang entah sudah berapa lama ada disana.Adit melangkahkan kakinya setelah menghela nafas pendek dan kembali mensejajarkan langkahnya dengan Rey. Dan berjalan dalam diam menuju parkiran. Hanya suara gemersik dedaunan di pohon yang terdengar. Tidak ada yang lain. Sesekali terdengar kicauan burung yang terbang rendah di area pemakaman.Mereka sampai di hadapan mobil sedan mewah milik Edwin. Adit lalu beranjak ke pintu penumpang. Mendahului Rey.Tapi gadis itu masih berdiri menghadap pemakaman. Area pemakaman yang begitu luas. Tempat raga yang tidak lagi bernyawa berkumpul. Melebur dengan tanah.Rey berdiri dalam diam. Memejamkan matanya. Membuat berbulir air mata kembali jatuh bersamaan dengan separuh rasanya yang seperti ikut lenyap bersamaan dengan kakaknya yang begitu dia sayang."Selamat jalan kakak. Lo akan selamanya disini" gumam Rey sambil meletakkan tangannya di dadanya. Menunduk dan membiarkan angin dingin menerpa wajahnya. Merasakan sapuan angin. Angin yang mungkin saja di titipkan oleh kakaknya. Randy Wijatmiko....