anastesi pada pasien asma

32
Anastesi pada Pasien Asma Oleh : I Wayan Agus Wira Sentanu 10700338

Upload: wira-sentanu

Post on 27-Dec-2015

288 views

Category:

Documents


34 download

DESCRIPTION

Anastesi pada pasien asma

TRANSCRIPT

Page 1: Anastesi Pada Pasien Asma

Anastesi pada

Pasien Asma

Oleh :

I Wayan Agus Wira Sentanu

10700338

Page 2: Anastesi Pada Pasien Asma

Sistem RespirasiO Respirasi adalah pertukaran gas antara mahluk hidup

dengan lingkungan sekitarnya.

O Pertukaran gas pada manusia melalui sistem sirkulasi pulmonal yang kompleks, dimana oksigen didistribusikan dan CO2 dikeluarkan dari seluruh sel-sel tubuh.

O Respirasi pada manusia dibagi menjadi respirasi eksternal dan respirasi internal.

Page 3: Anastesi Pada Pasien Asma

Anatomi Sistem Respirasi

O Sistem pulmonal memiliki 2 bagian secara anatomis dengan fungsi berbeda, yaitu :

O Saluran nafas mulai dari hidung dan mulut, pharink, larynx, trachea, bronkus, hingga bronchiolus.

O Pars respiratoar, terdiri dari bronchiolus respiratorik, duktus alveolaris, saccus alveolaris, dan alveoli.

Page 4: Anastesi Pada Pasien Asma

Pengertian Asma

O Asma adalah suatu penyakit inflamasi kronis umum dari jalan nafas (airways) yang ditandai dengan variabel dan gejala yang berulang seperti obstruksi aliran udara reversibel, wheezing, tidak bisa bernafas, rasa sesak di dada, bronkospasme dan batuk-batuk terutama pada malam hari.

Page 5: Anastesi Pada Pasien Asma

Etiology AsmaO Asma bisa disebabkan oleh banyak hal,

diantaranya :1. Genetik2. Lingkungan3. Infeksi virus seperti rhinovirus4. Alergan seperti : debu, bulu anjing dan

kucing

Page 6: Anastesi Pada Pasien Asma

Patofisiologi Asma

O Pathofisiologi asma melibatkan pelepasan mediator

kimiawi ke jalan napas dan mungkin pula adanya

aktivitas yang berlebihan dari sistem saraf parasimpatis.

O Substansi yang terhirup dapat menimbulkan

bronkospasme melalui respon imun spesifik dan non

spesifik oleh daya degranulai sel mast bronkial.

Page 7: Anastesi Pada Pasien Asma

Epidemiologi AsmaODiperkirakan 300 juta orang di seluruh dunia

diduga mengidap penyakit asma. Kematian akibat asma di dunia dipekirakan mencapai 250 000 orang/tahun.

ODi Indonesia : prevalensi asma belum diketahui secara pasti, namun diperkirakan 2–5 % penduduk Indonesia menderita asma. Separuh dari semua kasus asma berkembang sejak masa kanak-kanak, sedangkan sepertiganya pada masa dewasa sebelum umur 40 tahun.

Page 8: Anastesi Pada Pasien Asma

Pembagian Asma1. Asma intrinsik

Asma yang tidak disebabkan oleh faktor lingkungan.

2. Asma ekstrinsik

Penyakit asma yang berhubungan dengan atopi, predisposisi genetik yang berhubungan dengan IgE sel mast dan respon eosinofil terhadap alergan.

Page 9: Anastesi Pada Pasien Asma

DERAJAT ASMA GEJALA GEJALA MALAM FUNGSI PARU

INTERMITEN

Mingguan

Gejala < 1x/minggu

Tanpa gejala di luar serangan

Serangan singkat

Fungsi paru asimtomatik dan normal di

luar serangan.

< 2 kali sebulan VEP1 atau APE > 80%

PERSISTEN

RINGAN

Mingguan

Gejala > 1x/minggu tapi < 1x/hari

Serangan dapat mengganggu aktivitas

dan tidur.

> 2 kali

seminggu

VEP1 atau APE > 80%

normal

PERSISTEN

SEDANG

Harian

Gejala harian

Menggunakan obat setiap hari

Serangan mengganggu aktivitas dan

tidur

Serangan 2x/minggu, bisa berhari – hari

> sekali

seminggu

VEP1 atau APE > 60%

tetapi < 80% normal

PERSISTEN

BERAT

Kontinu

Gejala terus menerus

Aktivitas fisik terbatas

Sering serangan

Sering VEP1 atau APE < 80%

normal

Page 10: Anastesi Pada Pasien Asma

Ditinjau Dari Gejala Klinis O Serangan asma ringan : dengan gejala batuk, mengi dan kadang-

kadang sesak, sesak nafas dapat dikontrol dengan bronkodilator dan faktor pencetus dapat dikurangi, dan penderita tidak terganggu melakukan aktivitas normal sehari-hari.

O Serangan asma sedang : dengan gejala batuk, mengi dan sesak

nafas walaupun timbulnya periodik, retraksi interkostal dan suprasternal, sesak nafas kadang mengganggu aktivitas normal sehari-hari.

 O Serangan asma berat : dengan gejala sesak nafas telah

mengganggu aktivitas sehari-hari secara serius, disertai kesulitan untuk berbicara dan atau kesulitan untuk makan, bahkan dapat terjadi serangan asma yang mengancam jiwa yang dikenal dengan status asmatikus.

Page 11: Anastesi Pada Pasien Asma

Manifestasi Klinis1. Tingkat pertama : secara klinis normal, tetapi

asma timbul jika ada faktor pencetus.

2. Tingkat kedua : Penderita asma tidak mengeluh dan pada pemeriksaan fisik tanpa kelainan tetapi fungsi parunya menunjukkan obstruksi jalan nafas. Disini banyak ditemukan pada penderita yang baru sembuh dari serangan asma

3. Tingkat ketiga : Penderita tidak ada keluhan tetapi pada pemeriksaan fisik maupun maupun fungsi paru menunjukkan tanda-tanda obstruksi jalan nafas

Page 12: Anastesi Pada Pasien Asma

4. Tingkat keempat : penderita mengeluh sesak nafas, batuk dan nafas berbunyi.Pada pemeriksaan fisik maupun spirometri akan dijumpai tanda-tanda obstruksi jalan napas.

5. Tingkat kelima : adalah status asmatikus, yaitu suatu keadaan darurat medik berupa serangan akut asma yang berat, bersifat refrakter terhadap pengobatan yang biasa dipakai.

Page 13: Anastesi Pada Pasien Asma

Diagnosa dan Pemeriksaan Penunjang

O Diagnosis asma tidak sulit, terutama bila dijumpai gejala yang klasik seperti sesak nafas, batuk dan mengi. Serangan asma dapat timbul berulang-ulang dengan masa remisi diantaranya. Serangan dapat cepat hilang dengan pengobatan, tetapi kadang-kadang dapat pula menjadi kronik sehingga keluhan berlangsung terus menerus.

Page 14: Anastesi Pada Pasien Asma

1. Spirometri untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversibel.

2. Cara yang paling cepat dan sederhana untuk diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan dengan bronkodilator. Pemeriksaan spirometri sebelum dan sesudah pemberian bronkodilator aerosol (inhaler atau nebulizer) golongan adrenergik. Peningkatan FEV1 atau FVC sebanyak > 20% menunjukkan diagnosis asma. Pemeriksaan spirometri tidak saja penting untuk menegakkan diagnosis, tetapi juga penting untuk menilai berat obstruksi dan efek pengobatan.

Page 15: Anastesi Pada Pasien Asma

O 3. Tes provokasi bronkial untuk menunjukkan adanya hiperreaktifitas bronkus. Jika pemeriksaan spirometri normal, untuk menunjukkan adanya hiperreaktifitas bronkus harus dilakukan tes provokasi histamin, metakolin, alergen, kegiatan jasmani, hiperventilasi dengan udara dingin bahkan inhalasi dengan aquadestilata. Penurunan FEV1 sebesar 20% atau lebih setelah tes provokasi adalah bermakna.

Page 16: Anastesi Pada Pasien Asma

4. Pemeriksaan tes kulit

Tujuan tes kulit yaitu menunjukkan adanya antibodi IgE yang spesifik dalam tubuh. Tes ini hanya menyokong anamnesa, karena alergen yang menunjukkann tes kulit yang positif tidak selalu merupakan penyebab asma; sebaliknya tes kulit yang negatif tidak selalu berarti tidak ada faktor kerentanan kulit.

5. Pemerikasaan kadar IgE total dan IgE spesifik dalam serum.Kegunaan pemeriksaan IgE total tidak banyak dan hanya untuk menyokong adanya penyakit atopi.

Page 17: Anastesi Pada Pasien Asma

6. Pemerikasaan radiologi

Pada umumnya pemeriksaan foto dada penderita asma adalah normal. Pemeriksaan tersebut dilakukan bila ada kecurigaan proses patalogik di paru atau komplikasi asma seperti pneumotoraks, pneumomediastinum, atelektasis dll.

Page 18: Anastesi Pada Pasien Asma

7. Pemeriksaan eosinofi dalam darah

Pada penderita asma jumlah eosinofil total dalam darah sering meningkat. Selain dapat dipakai sebagai patokan untuk menentukan cukup tidaknya dosis kortkosteroid yang diperlukan penderita asma, jumlah eosinofil total dalam darah dapat membantu untuk membedakan asma dari bronkitis kronik.

8. Pemeriksaan sputum: disamping untuk melihat adanya eosinofil, kristal Charcot, spiral Churschmann.

Page 19: Anastesi Pada Pasien Asma

Terapi dan PenatalaksanaanO Program penatalaksanaan asma, yang meliputi

7 komponen :1. Edukasi2. Menilai dan monitor berat asma secara berkala3. Identifikasi dan mengendalikan faktor pencetus4. Merencanakan dan memberikan pengobatan

jangka panjang5. Menetapkan pengobatan pada serangan akut6. Kontrol secara teratur7. Pola hidup sehat

Page 20: Anastesi Pada Pasien Asma

Evaluasi Preoperatif

1. Anamnesa dan Riwayat Penyakit

2. Faktor resiko

3. Pemeriksaan Fisik

4. Pemeriksaan Laboratorium

5. Penetapan Status ASA

Page 21: Anastesi Pada Pasien Asma

Pengelolaan Preoperatif

O Langkah pertama persiapan penderita dengan gangguan pernapasan yang menjalani pembedahan adalah menentukan reversibilitas kelainan. Proses obstruksi yang reversible adalah bronkospasme, sekresi terkumpul dan proses inflamasi jalan napas.

Page 22: Anastesi Pada Pasien Asma

Farmakoterapi1. β-agonis: Inhalasi β-agonis memberikan

bantuan jangka pendek dari bronkospasme. Long-acting inhalasi β-agonis juga dapat digunakan untuk manajemen asma kronis, tetapi hanya bila diberikan bersama dengan kortikosteroid inhalasi.

2. Kortikosteroid inhalasi adalah agen anti-inflamasi yang kuat yang merupakan andalan terapi untuk pasien dengan asma persisten

Page 23: Anastesi Pada Pasien Asma

3. Leukotrien diproduksi oleh sel-sel inflamasi seperti basofil, eosinofil, dan sel mast. Mediator inflamasi tersebut menghasilkan edema bronkial, merangsang sekresi saluran napas, dan menyebabkan proliferasi otot polos melalui mekanisme non-histamin.

Page 24: Anastesi Pada Pasien Asma

4. Cromones / Natrium kromolin dan nedokromil natrium menstabilkan sel mast dan mengganggu fungsi sel klorida.

5. Antikolinergik

Ipratropium bromida menghambat hiper-sekresi lendir dan mengurangi bronkokonstriksi refleksif dengan menargetkan reseptor napas muscarinic kolinergik. Obat ini dapat diberikan baik melalui dosis meteran inhaler (MDI) atau nebulizer

Page 25: Anastesi Pada Pasien Asma

Premedikasi1. Sedatif ( Benzodiazepin) adalah efektif untuk anxiolitik tetapi

pada pasien dengan asma berat dapat menyebabkan depresi pernapasan. Sedasi ini penting diberikan pada pasien dengan riwayat asma yang dipicu oleh emosional.

2. Narcotik(Opioid). Penggunaan sebagai analgesia dan sedasi sebaiknya dipilih yang tidak mempunyai efek pelepasan histamin misalnya fentanil, sufentanil

3. Agen antikolinergik tidak diberikan kecuali pemberian dilakukan jika terdapat sekresi berlebihan atau penggunaan ketamin sebagai agen induksi. Antikolinergik tidak efektif untuk mencegah reflek bronkospasme oleh karena tindakan intubasi.

Page 26: Anastesi Pada Pasien Asma

4. H2 antagonis (Cimetidin, Ranitidin) penggunaan agen pemblok H2 secara teori dapat mengganggu, karena aktivasi reseptor H2 secara normal akan menyebabkan bronkodilatasi dengan adanya pelepasan histamin, aktivitas H1 yang tanpa hambatan dengan blokade H2 dapat menimbulkan bronkokonstriksi.

5. Pada penderita asma intubasi dapat diberikan lidocain 1-1,5 mg/kgBB atau Fentanyl 1-2 mcg/kgBB dapat menurunkan reaktifitas laring terhadap ETT. Pemberian anestesi inhalasi menggunakan halothan/enfluran pada stadium dalam dapat mengatasi spasme bronkial berat yang refrakter.

Page 27: Anastesi Pada Pasien Asma

Penanganan Anestesi Intraoperatif

O Tujuan utama dalam anastesi pada pasien asma adalah untuk menghindari terjadinya bronkospasme dan mengurangi respon terhadap intubasi trakea.

O Sangat penting bahwa pasien harus berada pada tingkat anestesi yang dalam sebelum instrumenting jalan napas, seperti intubasi trakea karena selama dalam tingkat anestesi cahaya dapat memicu terjadinya bronkospasme.

Page 28: Anastesi Pada Pasien Asma

O Teknik anestesi regional harus dianggap saat yang tepat, untuk menghindari instrumentasi jalan napas.

O Propofol merupakan agen induksi pilihan pada hemodinamik pasien yang stabil karena kemampuannya untuk melemahkan respon bronchospastic intubasi baik pada penderita asma dan penderita non-asma.

Page 29: Anastesi Pada Pasien Asma

Penanganan Post Operatif

Kontrol nyeri post operasi yang bagus adalah epidural analgesia. NSAID harus dihindari karena dapat mencetus terjadinya bronkospasme. Oksigenasi harus tetap diberikan. Pasien asma yang selesai menjalani operasi pemberian bronkodilator dilanjutkan lagi sesegera mungkin pada pasca pembedahan. Pemberian bronkodilator melalui nebulator atau sungkup muka. Sampai pasien mampu menggunakan MDI (Meteroid Dose Inheler) sendiri secara benar.

Page 30: Anastesi Pada Pasien Asma

PENUTUP

O Asma adalah satu keadaan klinis yang ditandai dengan episode berulang penyempitan bronkus yang reversible, biasanya diantara episode terdapat pernapasan yang lebih normal.

O Penilaian terhadap reversibilitas penyakit penting dilakukan evaluasi pasien dengan anamnesa, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan radiologi, pemeriksaan AGD dan pemeriksaan tes fungsi paru-paru.

Page 31: Anastesi Pada Pasien Asma

O Pasien dengan riwayat asma frekuen atau kronis perlu dilakukan pengobatan sampai tercapai kondisi yang optimal untuk dilakukan operasi atau kondisi dimana gejala-gejala asma sudah minimal.

O Pencegahan bronkospasme pada saat operasi penting dilakukan terutama pada saat manipulasi jalan napas

O Pemilihan obat-obatan dan tindakan anestesi perlu dipertimbangkan untuk menghindari penggunaan obat-obatan dan tindakan yang merangsang terjadinya bronkospasme atau serangan asma.

Page 32: Anastesi Pada Pasien Asma

DAFTAR PUSTAKAO Applegate Richards et al, 2014. The Perioperative Management of

Asthma, Department of Anesthesiology, Loma Linda University School of Medicine, USA

O Bouquet J, Jeffery PK. Busse WW, Jhonson M, Vignola AM, 2000, Asthma. From bronchocontriction to airwy remondelling. Am J Respir Crit Care MedWilliam R. Solomon, 2002 : Pathologi, Konsep Klinis Proses-prose Penyakit

O Britta S, 2010. Risk assessment for respiratory complications in paediatric anaesthesia: a prospective cohort study

O Lenfant C, Khaltaev N. GINA. NHLBI/WHO Workshop Report 2002.O PDPI. 2003. Asma Pedoman dan Diagnosis Penatalaksaan di Indonesia

http://www.klikpdpi.com/konsensus/asma/asma.html diunduh 22 Juli 2014O Rahma Fitri Utami. Anastesi Preoperatif Pasien Asma.

http://www.scribd.com/doc/182067957/Referat-Anestesi-Pada-Asma#download diunduh 22 Juli 2014