analisis wacana toleransi beragama pada akun …
TRANSCRIPT
ANALISIS WACANA TOLERANSI BERAGAMA
PADA AKUN TWITTER @NEGATIVISME
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh :
AFRIZAL ROSIKHUL ILMI
NIM : 1112051000017
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1438 H / 2017 M
Scanned by CamScanner
i
ABSTRAK
Afrizal Rosikhul Ilmi
NIM: 1112051000017
Analisis Wacana Toleransi Beragama pada Akun Twitter @Negativisme
Akun Twitter @negativisme adalah salah satu akun anonim dengan
banyak followers. Cuitannya dalam Twitter cukup menarik perhatian para
pengguna. Bahasa satir sebagai ciri khas seorang penyair menjadi caranya untuk
menyampaikan pesan, bahkan tidak jarang juga ia menggunakan bahasa yang
vulgar. Akun @negativisme rutin membuat catatan mingguan setiap hari Jumat
dengan menggunakan tanda pagar Prakhotbah. Catatan tersebut sudah dimulai
sejak tahun 2013. Catatan-catatan tersebut memiliki kecenderungan pembahasan.
Yakni tentang kebhinekaan, persamaan ras dan toleransi antarumat beragama.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka pertanyaan mayornya adalah
bagaimana wacana toleransi beragama pada catatan Prakhotbah dilihat dari segi
teks? Kemudian pertanyaan minornya adalah bagaimana wacana toleransi
beragama pada catatan Prakhotbah dilihat dari segi kognisi sosial? Dan bagaimana
wacana toleransi beragama pada catatan Prakhotbah dilihat dari segi konteks
sosial?
Pendekatan penelitian yang digunakan adalah kualitatif deskriptif dengan
paradigma kritis. Kemudian metode penelitian yang digunakan adalah analisis
wacana Teun A. Van Dijk. Analisis wacana Van Dijk membagi analisis wacana
menjadi tiga bagian, yaitu level teks, kognisi sosial dan konteks sosial. Teknik
pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi teks, yakni catatan-catatan
yang rutin dibuat @negativisme pada media sosial Twitter, dan wawancara
kepada pemilik akun.
Penelitian ini menemukan bahwa Herman Rhadeya adalah orang yang
berada di baik akun @negativisme dan dalam catatan mingguan Prakhotbah,
Herman lebih dominan membahas tentang kebhinekaan, persamaan ras dan
toleransi beragama. Pembahasan tentang hal tersebut menjadi hal utama Herman
membuat akun @negativisme, dengan tujuan untuk menyadarkan seluruh lapisan
masyarakat khususnya kelompok radikal yang merusak persatuan dan kesatuan
Indonesia. Selain itu Herman resah melihat realita bahwa banyak tindak
kerusuhan yang dilatarbelakangi urusan agama. Semua keresahan yang dirasakan
Herman, dituangkan dalam catatan mingguan Prakhotbah seperti pada judul Duo
Mulia, Berbalas, dan Purwakarta Untuk Indonesia. Pada level teks terdapat tiga
tema besar yang berkaitan dengan wacana toleransi beragama, yaitu; Menghargai
Kebebasan Eksistensial Agama, Menerima Perbedaan, dan Etika Antar Umat
Beragama. Dilihat dari segi kognisi sosial, ditemukan bahwa Herman memiliki
pemahaman bahwa setiap penganut agama harus memiliki sifat toleran.
Selanjutnya dari segi konteks sosial ditemukan bahwa kehidupan bertoleransi di
Indonesia sedang mengalami penurunan, terutama dalam aktifitas di sosial media.
Kesimpulannya, catatan mingguan Prakhotbah syarat dengan wacana
toleransi beragama. Hal tersebut tergambar dalam teks, kognisi sosial dan konteks
sosial.
Keywords: Prakhotbah, Akun anonim, wacana, toleransi beragama dan
kelompok radikal.
ii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim, segala puji dan syukur peneliti panjatkan kepada
Allah SWT karena atas nikmat dan karuniaNya penelitian skripsi ini dapat
berjalan dengan baik tanpa halangan yang berarti. Shalawat serta salam juga tidak
lupa peneliti jujungkan kepada nabi besar Muhammad SAW.
Begitu banyak kesan dan manfaat yang dirasakan oleh peneliti saat
menyelesaikan skripsi ini. Peneliti tidak hanya mendapatkan ilmu tetapi juga
mendapatkan pelajaran bahwa tidak ada kesuksesan tanpa usaha dan kerja keras. Selain
itu, peneliti menjadi lebih terbuka dalam berpikir baha Islam adalah agama yang begitu
menjunjung tinggi perbedaan serta penuh cinta kepada seluruh manusia.
Penelitian skripsi ini tentu memiliki beragam tantangan dalam pengerjannya.
Namun, dengan adanya dukungan dan semangat dari berbagi pihak, peneliti dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik-baiknya. Karena itu, dalam kesempatan ini
peneliti ingin mengucapkan terimakasih yang tak terhingga kepada:
1. Orangtua tercinta, Yuyun & Siti Aminah yang sangat luar biasa
memerjuangkan peneliti untuk bisa meraih pendidikan setinggi-
tingginya, memberikan kasih sayang dan do’a yang tak terhingga
sehingga peneliti bisa menyelesaikan skripsi ini dengan baik serta
Adik tercinta Nadia Putriu Khaifa yang menjadi salah satu alasan
agar peneliti tetap semangat untuk menyelesaikan skripsi
2. Dr. H. Arief Subhan, M.A. sebagai Dekan Fakultas Ilmu dakwah dan
Ilmu Komunikasi.
3. Dr. Suparto, M.Ed, Ph.D sebagai Wakil Dekan I, Dr. Roudhonah M.A
sebagai Wakil Dekan II, dan Dr. Suhaimi M.Si sebagai Wakil Dekan III,
iii
Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
4. Drs. Masran, M.A. sebagai Ketua Jurusan Komunikasi dan Penyiaran
Islam, Fita Fathurokhmah, M.Si sebagai Sekertaris Jurusan Komunikasi
dan Penyiaran Islam Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi.
5. Drs. Rulli Nasrullah M.Si. sebagai Dosen Pembimbing yang telah begitu
bijaksana memberikan ilmunya kepada peneliti di tengah kesibukan yang
padat, serta membimbing peneliti dengan sabar agar skripsi ini selesai
dengan baik dan juga manfaat.
6. Seluruh Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah
mengajari dan memberi Ilmu kepada peneliti. Mohon maaf apabila ada
kesalahan kata atau sikap yang menyinggung selama perkuliahan.
7. Seluruh karyawan dan staf Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
serta pengelola perpustakaan yang telah memberikan layanan yang baik
kepada peneliti.
8. Pemilik akun twitter @negativisme, Herman Rhadea yang telah
bersedia membantu peneliti untuk menyelesaikan skripsi ini di
tengah kesibukan yang sangat padat.
9. Khuwairul Jimmy (Alm) “uyuy” yang telah memberikan banyak
pengalaman, pengetahuan serta menitipkan cita dan cerita yang tidak
tergantikan, semoga melalui skripsi ini menjadi sutau kebanggaan
bersama. Semoga Allah SWT memberikan tempat terindah di alam
sana.
10. Sahabat Autis Agita Surya Pertiwi, Firdha Muftiha, Rizkika Utami,
Ajeng Eka NKP Abitu Rohmansyah, Ahmad Budi Setiawan(Achiw), Isna
Rifka, Deby Novia, Gustaf Maulana, M kasyif Fuad dan Ahmad
iv
Miftahudin, Ramdhan Hidayat yang selalu ada dalam suka dan duka serta
memberikan canda tawa juga kebahagiaan kepada peneliti.
11. KKN SIAP Arlia Sari Artana, Haryati Indah, Agita Surya, Isna
Rifka, Dewi Nuraini, Ari Permana, Aditya Saputra, Muhammad
Zainuddin, Reza Pakhlevi, Rizky Abdullah, Abdurrahman, dan
Ajeng Eka NKP yang bersama-sama mengabdi di Desa Pekayon dan
menjadi keluarga baru selama satu bulan lamanya.
12. Teman-teman Lembaga Pers Mahasiswa Islam (LAPMI) Rahma Sari,
Agustina Permatasari, Irfan Ma’ruf, Tanto Fadly, Muhammad Zikri,
Agita Surya, Rendy Iskandar, Melky Amirus Soleh, Khoriroh
Maknunah, Ajeng Eka NKP, Alfani Roosy, Deni Hidayat yang telah
bersama belajar dan berproses bagaimana menjadi jurnalis sejati.
13. Sahabat shalawat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah
menginspirasi tidak hanya dalam ilmu dunia tapi juga akhirat.
14. Keluarga Besar HMJ KPI, DEMA FIDKOM, dan HMI
KOMFAKDA 2012 yang menjadi tempat untuk berposes dan belajar
dalam segala hal terutama organisasi.
15. Teman-teman KPI A 2012 yang menjadi tempat berbagi dan belajar
di dalam kelas selama kuliah.
16. Semua orang yang terlibat dalam penyelesaian skripsi ini yang tidak
dapat disebutkan satu persatu. Semoga Amal dan kebaikan kalian
selalu diijabah oleh Allah SWT.
Dengan segala kekurangan dan keterbatasan peneliti dalam menyelesaikan
skripsi ini, semoga apa yang telahpeneliti lakukan dan hasilan dapat membuahkan
v
manfaat serta memberikan nilai kebaikan khususnya bagi peneliti maupun
pembaca sekalian. Dan semoga dapat menjadi suatu amalan kebaikan dalam
bidang dakwah dan komunikasi di kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Jakarta, 07 April 2017
Afrizal Rosikhul Ilmi
vi
DAFTAR ISI
ABSTRAK ................................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ................................................................................................ ii
DAFTAR ISI .............................................................................................................. vi
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................... viii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ...................................................................... 1
B. Fokus Penelitian .................................................................................. 8
C. Rumusan Masalah ............................................................................... 8
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ........................................................... 9
E. Tinjauan Pustaka ............................................................................... 10
F. Metodologi Penelitian ....................................................................... 13
G. Sistematika Penulisan........................................................................ 17
BAB II LANDASAN TEORI ............................................................................. 19
A. Toleransi Beragama .......................................................................... 19
1. Pengertian Toleransi.................................................................... 19
2. Landasan Toleransi Beragama .................................................... 22
3. Unsur-unsur Toleransi Beragama ............................................... 28
4. Toleransi Beragama dalam Islam ................................................ 31
B. Wacana dalam Media Sosial Twitter ................................................ 33
1. Pengertian Wacana ...................................................................... 33
2. Pengertian Media Sosial .............................................................. 35
3. Twitter ......................................................................................... 45
C. Analisis Wacana ................................................................................ 48
vii
1. Pengertian Analisis Wacana ........................................................ 48
2. Analisis Wacana Teun A. Van Dijk ............................................ 52
BAB III GAMBARAN UMUM........................................................................... 58
Akun Negativisme ................................................................................... 58
BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS DATA ..................................................... 65
A. Temuan Penelitian ............................................................................. 65
B. Analisis Data ..................................................................................... 66
1. Analisis Teks Prakhotbah ............................................................ 66
2. Analisis Kognisi Sosial ............................................................. 105
3. Analisis Konteks Sosial............................................................. 110
C. Interpretasi....................................................................................... 112
BAB V PENUTUP ............................................................................................ 114
A. Kesimpulan ..................................................................................... 114
B. Saran ................................................................................................ 116
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 118
LAMPIRAN ............................................................................................................ 122
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Contoh cuitan akun @negativisme....................................................... 4
Gambar 2.1 Letak Esoterisme dan Elsoterisme ..................................................... 30
Gambar 3.1 Tampilan Profil Akun Twitter @Negativisme ................................... 58
Gambar 3.2 Contoh Konten Cuitan Akun @Negativisme ..................................... 60
Gambar 3.3 Tampilan Profil Akun Instagram @Negativisme ............................... 62
Gambar 3.4 Tampilan Profil Akun Kaskus @Negativisme ................................... 63
Gambar 4.1 PraKhotbah 203: "Duo Mulia" ........................................................... 69
Gambar 4.2 PraKhotbah 207 : Purwakarta untuk Indonesia .................................. 70
Gambar 4.3 PraKhotbah 203: "Duo Mulia" ........................................................... 74
Gambar 4.4 PraKhotbah 204: Berbalas .................................................................. 75
Gambar 4.5 PraKhotbah 204: Berbalas .................................................................. 77
Gambar 4.6 Lead pada judul “Duo Mulia” ............................................................ 80
Gambar 4.7 Bait ke-1 pada judul “Duo Mulia” ..................................................... 82
Gambar 4.8 Bait ke-2 pada judul “Duo Mulia” ..................................................... 83
Gambar 4.9 Bait ke-3 pada judul “Duo Mulia” ..................................................... 83
Gambar 4.10 Bagian terpenting pada judul “Duo Mulia”...................................... 84
Gambar 4.11 Bagian terakhir pada judul “Duo Mulia” ......................................... 85
Gambar 4.12 Lead pada judul “Berbalas”.............................................................. 87
Gambar 4.13 Bait ke-1 pada judul “Berbalas” ....................................................... 88
Gambar 4.14 Bait ke-2 pada judul “Berbalas” ....................................................... 88
Gambar 4.15 Bagian terpenting pada judul “Berbalas” ......................................... 90
Gambar 4.16 Bagian terakhir pada judul “Berbalas” ............................................. 91
Gambar 4.17 Lead pada judul “Purwakarta Untuk Indonesia” .............................. 92
Gambar 4.18 Bait ke-1 pada judul “Purwakarta Untuk Indonesia” ....................... 93
Gambar 4.19 Bait ke-2 pada judul “Purwakarta Untuk Indonesia” ....................... 94
Gambar 4.20 Bagian terpenting pada judul “Purwakarta Untuk Indonesia” ......... 95
Gambar 4.21 Bagian terakhir pada judul “Purwakarta Untuk Indonesia” ............. 96
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam sosial media Twitter, terdapat salah satu akun Twitter yang mampu
menarik perhatian karena memiliki materi dan cara penyampaian (metode yang
digunakannya) yang unik adalah akun @negativisme. Akun tersebut adalah akun
anonim, yang mana tidak ada satupun yang tahu siapa sebenarnya orang dibalik
akun tersebut. Keunikannya dalam berdakwah adalah dengan gaya satir dan
bahasa yang santai atau bahkan cukup sarkastis. Metode seperti itu membuat akun
tersebut berhasil mendapatkan banyak perhatian dari para pengguna Twitter. Saat
ini akun tersebut diikuti oleh 118.000 pengguna Twitter. Akun tersebut juga giat
memposting catatan mingguan setiap sebelum Shalat Jumat dengan Tanda Pagar
(Tagar) #PraKhotbah sejak tahun 2013. Isi dari catatan tersebut tidak terlepas dari
situasi nasional yang sedang terjadi di Indonesia. Kumpulan catatan tersebut juga
diposting melalui media sosial lain seperti KASKUS, Facebook, dan juga
Instagram oleh akun dengan nama yang sama yaitu @negativisme, juga dengan
menggunakan Tagar yang sama. Di bawah ini adalah contoh cuitan dari akun
@negativisme:
Gambar 1.1 Contoh cuitan akun @negativisme
2
Maraknya penggunaan internet dalam kehidupan sehari-hari merupakan
fenomena baru yang terjadi pada abad-21. Internet menyediakan fasilitas seperti
mailing list, web dan berbagai macam jejaring sosial, seperti facebook, twitter,
BBM, Line, instagram dan lain sebagainya yang sudah terintegrasi dengan
aplikasi pada mobile phone, hal ini merupakan indikasi betapa pesatnya
perkembangan media siber. Bagi umat Islam, keberadaan fasilitas tersebut
membuka peluang besar aktifitas dakwah. Pilihan dakwah dengan
mengedepankan pendekatan akomodatif terhadap perkembangan teknologi
sesungguhnya sejalan dengan semangat penyebarluasan agama Islam.1
Jaringan internet yang begitu luas dan menjangkau hampir ke-seluruh
penjuru dunia ini, dapat dijadikan alat yang sangat membantu umat Islam untuk
menyebarkan ajarannya. Podium-podium yang bisa digunakan untuk menyerukan
dakwah Islam telah bertebaran dimana-mana, melalui jaringan internet dakwah
dapat dilaksanakan lebih efektif, efisien dan berpotensi besar keberhasilannya.
Hal ini dikarenakan internet memiliki kelebihan sebagai berikut;
1. Mampu menembus batas ruang dan waktu dengan biaya yang relatif
murah.
2. Melalui internet masyarakat bebas memilih materi dakwah yang diminati.
1Prof. Dr. Asep Saeful Muhtadi. Komunikasi Dakwah (Bandung: Simbiosa Rekatama
Media, 2012) h. 61
3
3. Cara penyampaiannya bervariasi, sehingga dakwah bisa menjangkau
segmen yang luas. 2
Fenomena penggunaan internet memberikan peluang besar bagi
terlaksananya tanggung jawab dakwah yang dibebankan kepada setiap muslim.
Melalui internet hubungan antar individu masyarakat dapat berjalan dengan
mudah tanpa dibatasi ruang dan waktu. Internet memberikan ruang yang universal
sebagai sarana konektivitas antar individu, berbagi informasi dan saling
menuangkan gagasan. Para pengguna internet akan saling berinteraksi dan
bertukar pikiran sehingga dapat membentuk sebuah masyarakat informasi global
yang cerdas.
Sehubungan dengan aktifitas keagamaan melalui internet, dapat dikatakan
bahwa dalam dunia siber derajat seorang pemuka agama tidaklah berbeda dengan
derajat para pengikutnya. Kajian-kajian tentang keagamaan tidak lagi dilakukan
dengan cara-cara formal, dimana pemuka agama menjadi pusat di antara para
pengikutnya. Dalam dunia siber setiap orang bebas bertanya dan menyampaikan
pendapat masing-masing sesuai dengan apa yang telah dipelajari sebelumnya dan
akan membuat proses pertukaran pikiran berjalan dengan baik tanpa adanya
batasan-batasan formal. Komunikasi yang terjadi bersifat desentral, tidak lagi
berjalan satu arah atau hanya dari pemuka agama kepada para pengikut saja.
Pemahaman yang masuk akal lebih dapat diterima oleh para pengikutnya, ini akan
lebih mencerdaskan pemeluk agama dengan pemahaman yang tuntas.3
2 Drs. Zulkarimein Nasution, M.A. Perkembangan Teknologi Komunikasi (Jakarta:
Universitas Terbuka, 2008) h. 4.24 3 Jeff Zaleski, Spiritiualitas Cyberspace: Bagaimana Teknologi Komputer Mempengaruhi
Keberagamaan Kita (Bandung: Mizan, 1999) h. 27
4
Kenyataannya adalah bahwa kemajuan teknologi memberikan ruang
terbuka bagi siapa saja yang ingin melaksanakan aktifitas dakwah. Dakwah bisa
dilakukan oleh setiap muslim yang ingin berbagi pengetahuan yang dimilikinya
tentang Islam. Selain itu, dalam Islam, dakwah bukan hanya kewenangan para
pemuka agama, melainkan tanggung jawab seluruh umat Islam. Kemunculan
internet mempermudah umat Islam untuk melaksanakan tugasnya, yaitu
menyampaikan pesan dakwah walau hanya satu ayat. Setiap muslim yang
mengerti cara menggunakan internet dapat memanfaatkannya untuk berdakwah
sesuai dengan perintah Rasulullah SAW.
Dengan memanfaatkan media online, netizen memiliki peluang yang sama
untuk berdakwah melalui berbagai konten, mulai dari gambar, video, atau sekedar
tulisan. Internet memperluas jangkauan dakwah walau hanya dengan duduk di
tempat masing-masing tanpa harus beranjak keluar rumah dan mencari sasaran
dakwah. Semakin banyak peminat atas konten yang disebarkan maka semakin
besar juga peluang pengaruhnya, tentu saja hal ini berkaitan dengan pendekatan
yang dilakukan untuk menyampaikan materi atau konten dakwah.4
Twitter adalah salah satu media sosial populer yang banyak digunakan
oleh pengguna internet. Tingginya popularitas Twitter menjadikan layanan ini
banyak dimanfaatkan untuk berbagai keperluan dalam berbagai aspek, misalnya
sebagai penyebar informasi, sarana protes, kampanye politik, sarana
pembelajaran, dan juga sebagai sarana dakwah. Penggunaan kicauan pada twitter
memang terbatas pada 140 karakter, tapi para pengguna bisa mengatasinya dengan
4 Ali Aziz, Ilmu Dakwah: (Jakarta: Kencana, 2009) h. 2
5
„kultwit‟ (kicauan yang bersambung). Dengan demikian, penyampaian materi
dapat dilakukan secara tuntas.
Aktifitas dakwah bisa dilakukan melalui tulisan, lisan, dan perbuatan, hal
inilah yang kemudian memperluas kategori pendakwah. Maka, penulis keislaman,
penceramah islam, mubaligh, guru mengaji, pengelola panti asuhan islam dan
sejenisnya termasuk pendakwah. Oleh karena itu, dengan memiliki akun Twitter
dan berdakwah di dalamnya, baik dengan kicauan-kicauan atau dengan gambar
dan video, maka orang tersebut sudah dikategorikan sebagai pendakwah. Dari
pengertiannya, pendakwah adalah orang mukmin yang menjadikan Islam sebagai
agamanya, Al-Quran sebagai pedomannya, Nabi Muhammad Rasulullah SAW.
sebagai pemimpin dan teladan baginya. Dari segi keahlian yang dimiliki, Toto
Tasmara menyebutkan juga dua macam pendakwah:
1. Secara umum adalah setiap muslim yang mukalaf (sudah dewasa).
Kewajiban dakwah kepada setiap muslim sebagai realisasi perintah
Rasulullah SAW. untuk menyampaikan Islam kepada semua orang.
2. Secara khusus adalah muslim yang telah mengambil spasialisasi di
bidang agama Islam, yaitu ulama dan sebagainya. 5
Oleh karena itu, setiap muslim yang sudah dewasa memiliki kewajiban
untuk berdakwah. Hal itu sesuai dengan hadits Rasulullah SAW. untuk
menyebarkan agama Islam yang berbunyi:
“Sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat” (HR. Bukhari)
6
5Ali Aziz, Ilmu Dakwah: (Jakarta: Kencana, 2009) h. 216
6 www.hisbah.net diakses pada Rabu, 25 Januari 2017 pukul 14.32 WIB
6
Selain itu, pendakwah juga harus memiliki strategi dalam menyampaikan
ajaran atau ilmu yang ingin disebarkan agar ilmu tersebut dapat diterima dengan
baik dan memberikan dampak positif bagi yang mendengar, melihat atau
membacanya. Oleh karema itu, ajaran yang benar dan baik haruslah disebarkan
dengan cara yang baik pula. Sebagaimana pepatah arab mengatakan:
الطريقة اهم من المادة“Teknik lebih penting daripada materinya.”
7
Tidak sedikit ajaran yang sesat tetapi memperoleh respons yang luar biasa,
karena disampaikan dengan kemasan yang menarik dan dengan cara yang
menyenangkan. Ini menggambarkan bahwa pelayanan lebih strategis dari pada
produk. Bisa dikatakan bahwa metode lebih penting daripada pesannya.
Selain dari metode yang digunakan akun tersebut dalam berdakwah, hal
menarik lain adalah tentang aktifitas dakwah dengan menggunakan akun anonim
seperti ini, yang mana tanpa harus dikenal oleh orang banyak, bahkan tanpa
pamrih, dia tetap melakukan hal tersebut dengan rutin setiap minggu menjelang
pelaksanaan sholat Jumat. Kicauan akun @negativisme selalu ditunggu oleh para
followers, karena besar kemungkinan kicauan tersebut dirasa cukup mewakili
keresahan para followers atas situasi sekitar. Dari kicauan tersebut, sang pemilik
akun dapat mengundang berbagai macam komentar, baik yang pro maupun
kontra. Berkaitan dengan proses pertukaran informasi, hal seperti inilah yang
dapat menambah khazanah pengetahuan para followers, dimana sang da‟i
mungkin tidak selalu benar dan memiliki pemahaman yang masih perlu
diluruskan.
7Ali Aziz, Ilmu Dakwah: (Jakarta: Kencana, 2009) h. 345
7
Akun tersebut mengicaukan apa saja, mulai dari kritik terhadap situasi
sosial agama, budaya, maupun politk. Namun, akun tersebut terlihat lebih
konsisten dalam menyuarakan toleransi dalam beragama. Kritik akun tersebut
sangat tajam terhadap umat beragama yang tidak toleran, khususnya terhadap
golongan umat Islam yang selalu merasa paling benar. Melihat banyaknya
peristiwa kerusuhan yang terjadi dengan latar belakang agama membuat sang
pemilik akun gerah dan menganggap golongan tersebut menyimpang dari apa
yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW. dalam proses penyebaran agama
Islam. Bagi pemilik akun Negativisme, keberadaan kelompok radikal malah akan
mendiskreditkan Islam dari pandangan khalayak.
Salah satu aktifitas yang dilakukan akun @negativisme adalah menulis
catatan mingguan setiap sebelum shalat Jumat dan diberi nama #PraKhotbah,
aktifitas tersebut sudah dimulai sejak tahun 2013. Artinya, ada sekitar 207 catatan
mingguan. Seperti yang disampaikan di atas bahwa catatan tersebut adalah tentang
berbagai hal dan situasi yang terjadi di Indonesia ini. Namun tentunya dalam
penelitian ini tidak akan meneliti seluruh catatan mingguan tersebut, melainkan
dibatasi hanya pada catatan mingguan yang dibuat dalam dua bulan terakhir. Hal
tersebut dilakukan penulis untuk menjaga aktualitas dan kebaruan informasi yang
masih hangat dan pantas untuk dibahas.
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis akan menganalisis wacana
toleransi dalam beragama yang dilakukan akun @negativisme pada Tagar
#PraKhotbah. Untuk itu, penulis memberi judul ”ANALISIS WACANA
TOLERANSI BERAGAMA PADA AKUN TWITTER @NEGATIVISME.”
8
B. Fokus Penelitian
Untuk menghindari meluasnya pembahasan, maka ruang lingkup yang
akan diteliti dibatasi pada bahasan tentang toleransi dalam beragama yang
terdapat pada masing-masing catatan mingguan akun @negativisme dengan Tagar
#Prakhotbah yang ada pada bulan Desember 2016 – Januari 2017. Hal ini
dikarenakan isu pada dua bulan tersebut masih terbilang hangat dari pada bulan-
bulan sebelumnya. Terdapat 7 (tujuh) catatan mingguan yang dibuat oleh akun
@negativisme pada bulan Desember 2016 – Januari 2017. Dan terdapat 3 (tiga)
judul yang membahas tentang toleransi dalam beragama, yaitu; Duo Mulia,
Berbalas dan Purwakarta Untuk Indonesia. Selain itu, penelitian yang dilakukan
dibatasi dengan model analisis wacana Teun A. Van Dijk (Critical Discourse
Analysis) yang membahas tentang tiga struktur dalam suatu teks, yaitu struktur
makro, superstruktur, dan struktur mikro, serta dilihat dari level kognisi sosial dan
konteks sosial.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan batasan masalah diatas maka peneliti merumuskan masalah
sebagai berikut:
1. Bagaimana wacana toleransi beragama dilihat dari analisis Teks yang
terdapat dalam #Prakhotbah akun @negativisme?
2. Bagaimana wacana toleransi beragama dilihat dari Kognisi sosial yang
terdapat dalam #Prakhotbah akun @negativisme?
3. Bagaimana wacana toleransi beragama dilihat dari Konteks sosial yang
terdapat dalam #Prakhotbah akun @negativisme?
9
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas maka tujuan dan
manfaat yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah:
1. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini
adalah sebagai berikut :
a. Untuk mengetahui bagaimana wacana toleransi beragama dilihat dari
analisis Teks yang terdapat dalam #Prakhotbah akun @negativisme.
b. Untuk mengetahui bagaimana wacana toleransi beragama dilihat dari
analisis Teks yang terdapat dalam #Prakhotbah akun @negativisme.
c. Untuk mengetahui bagaimana wacana toleransi beragama dilihat dari
Konteks sosial yang terdapat dalam #Prakhotbah akun @negativisme.
2. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah :
a. Manfaat Akademis
Penulis mengharapkan penelitian ini dapat memperkaya literatur-
literatur tentang kajian analisis wacana terutama analisis wacana terhadap
catatan mingguan pada Twitter, sehingga secara umum dapat bermanfaat
dan memberikan kontribusi bagi kajian komunikasi penyiaran Islam.
b. Manfaat Praktis
Penulis mengharapkan hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi
praktisi dan pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan dakwah dapat
menyiarkan nilai-nilai pada ajaran Islam dengan cara yang sesuai. Dan
dapat membuka pandangan audiens dalam memaknai pesan yang
10
terkandung dalam catatan mingguan akun @negativisme pada
#PraKhotbah.
E. Tinjauan Pustaka
Tinjauan pustaka digunakan untuk menghindari adanya kesamaan judul,
objek, pembahasan dalam proses penyusunan skripsi. Penelitian mengenai
Analisis Wacana yang diangkat mahasiswa Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi cukup bervariatif, baik tema maupun objek penelitiannya, yaitu :
1. Musik Sebagai Media Perlawanan Dan Kritik Sosial (Analisis Wacana
Kritis Album Musik 32 Karya Pandji Pragiwaksono). Skripsi ini di tulis
oleh mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif Hidayahtullah Fakultas
Dakwah dan Komunikasi, Muharram Yuliansyah. Skripsi ini menjelaskan
tentang bagaimana musik bisa menjadi media komunikasi untuk
menyampaikan sesuatu yang ada di benak sang musisi, dalam hal ini
peneliti menguraikan bagaimana kritik dan kegelisahan atas situasi
nasional dikemas dan disuarakan melalui musik.
Dalam penelitian ini, Muharram Yuliansyah melakukan analisis wacana kritis dengan menggunakan model Van
Dijk, hal yang menarik dari penelitian ini adalah objek kajian yang berupa sebuah album yang dibuat oleh salah
satu aktivis 98 yang juga berprofesi sebagai penulis dan stand up comedian, yaitu Panji Pragiwaksono memiliki
gagasan yang menarik dan pandangan yang luas atas kondisi sosial masyarakat Indonesia. Menyadari hal itu,
maka Muharram Yuliansyah berusaha membuktikan bahwa terdapat kritik sosial terhadap pemerintah yang
berkuasa selama 32 tahun. Tema-tema perlawanan dapat ditemukan pada bagian analisis Teks, kemudian untuk
mengetahui bagaimana keadaan Pandji saat teks/wacana ini dibuat dapat dilihat pada bagian analisis kognisi
11
sosial, yang terkahir adalah analisis konteks sosial yang menjeleaskan bagaimana keadaan masyarakat pada saat
teks/wacana tersebut dibuat.8
2. Kritik Sosial Kepemimpinan Dan Perubahan Sosial Pada Naskah
Demonstran Karya N. Riantiarno (Studi Analisis Wacana Kritis). Skripsi
ini di tulis oleh mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif Hidayahtullah
Fakultas Dakwah dan Komunikasi, Tri Amrullah. Skripsi ini mengupas
wacana kritik dari sebuah karya seni yang berbentuk drama dari Teater
Koma pada naskah “Demonstran”, peneliti melihat bahwa keberadaan seni
tersebut tidak bisa hanya dilihat melalui satu aspek saja (sekedar hiburan
semata), melainkan ada nilai-nilai yang perlu digali lebih dalam lagi dari
naskah tersebut, dimana terdapat kritik yang tajam di dalamnya.
Pada naskah yang berjudul “Demonstran” yang dimainkan dalam sebuah
festival teater ini membuat Tri tertarik untuk menelitinya, dalam hal ini Tri
berusaha membuktikan bahwa setiap karya sangatlah bernilai, dan jika
dipahami lebih jauh lagi, maka akan ditemukan pesan tersirat di dalamnya.
Dalam hal ini, Tri membuktikan bahwa terdapat kritik atas kepemimpinan
yang terkandung di dalam naskah tersebut. Dengan menggunakan analisis
wacana kritis model Teun A. Van Dijk, Tri dapat menemukan bahwa dari
segi teks, kognisis sosial, dan konteks sosial terdapat wacana kritik dalam
naskah tersebut.9
8Muharam Yuliansyah, Musik Sebagai Media Perlawanan Dan Kritik Sosial (Analisis
Wacana Kritis Album Musik 32 Karya Pandji Pragiwaksono), (Jakarta: Fakultas Dakwah dan Ilmu
Komunikasi,2015) 9Tri Amrullah, Kritik Sosial Kepemimpinan Dan Perubahan Sosial Pada Naskah
Demonstran Karya N. Riantiarno (Studi Analisis Wacana Kritis), (Jakarta: Fakultas Dakwah dan
Ilmu Komunikasi,2014)
12
3. Analisis Wacana Perlawanan Korupsi Dalam Film Selamat Siang, Risa!!
Karya Ine Febrianti. Skripsi ini ditulis oleh mahasiswa Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi,
Muhammad Iman Saputra. Skripsi ini menganalisa tentang wacana
perlawanan terhadap korupsi yang dilakukan Ine Febrianti melalui film
“Selamat Siang, Risa!!”, Iman menemukan bahwa sebagai sebuah karya
film, seseorang dapat menyampaikan pesan-pesan yang tidak kalah
penting dengan pesan-pesan melalui buku karya ilmiah, dalam hal ini Iman
menemukan bahwa film karya Ine tersebut memiliki wacana perlawanan
terhadap korupsi mulai dari analisis terhadap teks, konteks sosial, maupun
kognisi sosial.
Dalam penelitian ini, Iman menggunakan analisis wacana kritis model
Teun A. Van Dijk, yang mana pada model analisis wacana tersebut,
penelitian tidak dilakukan hanya sebatas pada teks, melainkan juga kognisi
sosial dan konteks sosial. Iman menemukan bahwa terdapat nilai-nilai
potisif dalam film ini yang dapat menggugah masyarakat agar selalu
menanamkan sikap kejujuran. Selain itu, kasus suap-menyuap yang
diangkat dalam film tersebut hanya bisa dihentikan jika disadari oleh
setiap Individu.10
4. Analisis Wacana Pesan Toleransi Antarumat Beragama dalam Novel Ayat-
Ayat Cinta 2, karya Habiburrahman El-Shirazy. Skripsi ini ditulis oleh
mahasiswi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Fakultas Ilmu
Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Ricca Junia Ilprima. Dalam skripsi ini,
10
Muhammad Iman Saputra, “Analisis Wacana Perlawanan Korupsi Dalam Film Selamat
Siang, Risa!! Karya Ine Febrianti”, (Jakarta: Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi,2016)
13
Ricca berusaha menganalisa wacana toleransi antarumat beragama yang
terkandung dalam film Ayat-ayat Cinta 2 dengan menggunakan analisis
wacana kritis model Teun A. Van Dijk.
Dalam penelitian tersebut, yang mana terdapat tiga tahap analisis yaitu
teks, kognisi sosial, dan konteks sosial, Ricca menemukan bahwa terdapat
empat chapter yang memiliki pesan toleransi antarumat beragama pada
analisis teks, kemudian pada bagian kognisis sosial Ricca menemukan
bahwa penulis novel (Habiburrahman El Shirazy) dipengaruhi oleh latar
belakang akademisi dan nonakademisi yang pernah digeluti sebelumnya,
bahwa dalam menjalani kegiatan beragama adalah hak dari setiap individu.
Kemudian yang terakhir adalah bagian konteks sosial, pada konteks sosial,
Ricca menemukan bahwa pembuatan novel ini berangkat dari keadaan
sosial yang terdapat diskriminasi atas umat Islam di Eropa. Penemuan
penelitian tersebut membuktikan bahwa novel sekalipun memiliki pesan-
pesan yang begitu penting di dalamnya.11
F. Metodologi Penelitian
Sebagimana penulisan karya ilmiah pada umumnya, yang mana terdapat
aturan dan metode yang harus digunakan agar dapat dipertanggungjawabkan,
maka pada penelitian kali ini, metodelogi yang digunakan adalah sebagai berikut:
1. Metode Penelitian
Penelitian ini akan menggunakan metode kualitatif deskriptif dan
menggunakan metode analisis wacana. Paradigma yang digunakan dalam
penelitian ini adalah paradigma kritis dengan menggunakan analisis wacana
11
Ricca Junia Ilprima, “Analisis Wacana Pesan Toleransi Antarumat Beragama dalam
Novel Ayat-ayat Cinta 2 Karya Habiburrahman El Shirazy” (Jakarta: Fakultas Dakwah dan Ilmu
Komunikasi,2016)
14
model Teun A Van Dijk yang biasa disebut dengan sebutan “kognisi
sosial”.12
Analisis wacana merupakan salah satu alternatif dari analisis isi
selain kuantitatif yang dominan dan banyak digunakan dalam sebuah
penelitian. Jika analisis kuantitatif lebih memfokuskan pada sisi komunikasi
yang tampak (tersurat/tampak/nyata). Sedangkan untuk menjelaskan hal-hal
yang tersirat (latent), misalnya ideologi apa yang ada di balik suatu berita,
maka dilakukan riset analisis isi kualitatif. Dalam perkembangan Ilmu
Komunikasi, metode analisis isi kualitatif berkembang menjadi beberapa
varian metode, analisis wacana salah satunya di samping analisis framing dan
semiotik. Pretensi analisis wacana adalah pada muatan, nuansa dan makna
yang latent (tersembunyi) dalam teks media.13
Van Dijk menggambarkan wacana dalam tiga dimensi, yaitu: Teks,
kognisi sosial dan konteks sosial. Menurutnya penelitiannya atas wacana
tidak cukup hanya hasil dari suatu praktek produksi yang harus diamati. Bila
digambarkan maka skema penelitian dan metode yang bisa dilakukan dalam
kerangka Van Dijk adalah sebagai berikut: 14
Tabel 1.1
Skema Penelitian Teun A. Van Dijk
Struktur Metode
Teks
Menganalisa bagaimana strategi
wacana yang dipakai untuk
menggambarkan seseorang atau
Struktur makro:
Super struktur:
12 Alex Sobur, Analisis Teks Media, (Bandung: Rosdakarya:2004) h. 73 13
Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis : Riset Komunikasi. (Jakarta : Kencana, 2006). h.
62 14
Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media (Yogyakarta : LKis, 2001),
h. 221
15
peristiwa tertentu Struktur mikro:
Kognisi Sosial
Menganalisa bagaimana peritiwa
dipahami,
didefinisikan dan ditafsirkan dengan
memasukkan informasi yang
digunakan untuk menulis dari suatu
wacana tertentu. (alasan penulis)
Konteks Sosial
Menganalisa bagaimana wacana
menggambarkan teks dan konteks
secara bersama-sama dalam suatu
proses komunikasi.
2. Objek dan Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah pemilik akun @negativisme yaitu
Herman Fuhrer, sedangkan yang menjadi objek penelitiannya adalah pesan
dakwah yang terkandung dalam catatan mingguan akun tersebut pada setiap
hari Jumat dengan menggunakan Tagar (Tanda Pagar) #PraKhotbah pada
tahun 2016.
3. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, tekhnik pengumpulan yang digunakan adalah sebagai
berikut:
a. Observasi Teks
Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data Research
Document, yaitu analisis pada catatan mingguan #PraKhotbah oleh
akun @negativisme. Sebagai metode ilmiah, observasi adalah suatu
16
cara penelitian untuk memperoleh data dalam bentuk pengamatan dan
pencatatan dengan sistematis fenomena yang diselidiki.15
Penelitian ini melakukan observasi teks yaitu pengamatan untuk
menganalisis makna pesan dakwah yang terdapat dalam teks tersebut.
Peneliti menghimpun data-data dan literatur, baik buku-buku, internet,
yang berkaitan dengan penulisan skripsi ini melalui penelitian
kepustakaan. Pengolahan data akan disesuaikan dengan kerangka
analisis wacana model Teun A. Van Dijk, yaitu menganalisis wacana
toleransi beragama dilihat dari analisis teks, kognisi sosial dan konteks
sosial. Dalam dimensi teks yang diteliti adalah struktur dari teks yang
masing-masing bagian saling mendukung, dalam dimensi kognisi sosial
difokuskan bagaimana sebuah teks diproduksi, sedangkan konteks
sosial melihat bagaimana suatu teks dihubungkan lebih jauh dengan
struktur sosial dan pengetahuan yang berkembang dalam public atas
suatu wacana. Kemudian dari ketiga dimensi di atas peneliti akan
melakukan interpretasi berdasarkan temuan data yang terdapat dalam
teks, kognisi sosial, dan konteks sosial.
b. Wawancara
Teknik ini dilakukan untuk mengumpulkan dan menguatkan data
dengan cara mengajukan beberapa pertanyaan kepada pemilik akun
@negativisme yaitu Herman Rhadeya dan juga kepada beberapa
pengikut akun tersebut.
15
Sutrisno, Metodologi Research, (Yogyakarta : Andi Offset, 1989), h. 192
17
4. Teknik Analisis Data
Setelah data terkumpul, kemudian diklarifikasikan sesuai pertanyaan yang
terdapat pada rumusan masalah. Kemudian, dilakukan dengan menggunakan
teknik analisis data dengan menggunakan teknis analisis wacana kritis (critical
discourse analysis) Teun A. Van Dijk.
G. Sistematika Penulisan
Dalam membahas suatu penelitian diperlukan sistematika penulisan yang
bertujuan untuk memudahkan penelitian, langkah – langkah penulisan sebagai
berikut:
BAB I : PENDAHULUAN, pada bab ini terdiri atas enam sub bab antar
lain latar belakang masalah, fokus penelitian, rumusan masalah,
tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metodologi
penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II : LANDASAN TEORI, pada bab ini diuraikan tentang konsep-
konsep dan metode penelitian dari teori yang digunakan, bab ini
terdiri dari tiga sub bab, sub bab pertama yaitu toleransi beragama
dan sub bab kedua yakni wacana dalam media sosial dan yang
ketiga adalah analisis wacana.
BAB III : GAMBARAN UMUM @NEGATIVISME, dalam bab ini akan
diuraikan gambaran umum dari subjek dan objek penelitian.
BAB IV : TEMUAN DAN ANALISIS DATA, di dalamnya akan
diuraikan tentang data yang dimiliki dan hasil penelitian yang
dilakukan terhadap akun twitter @negativisme dengan analisis
wacana dari segi teks, kognisi sosial dan konteks sosial.
18
BAB V : PENUTUP, berisi kesimpulan yang ditutup dengan saran.
19
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Toleransi Beragama
1. Pengertian Toleransi
Secara etimologi toleransi berasal dari kata tolerare (dalam bahasa Latin)
yang berarti kelonggaran, kelembutan hati, keringanan dan kesabaran.1 Dalam
bahasa Inggris, toleransi (tolerance) berarti sikap sabar dan kelapangan dada.2
Padanan kata dalam bahasa Arab, kata toleransi biasa disebut ikhtimal atau
tasamuh, yang artinya sikap membiarkan, lapang dada atau murah hati
(samuha-yasmuhu-samhan).3 Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia, toleransi berasal dari kata “toleran” yang berarti bersifat atau
bersikap menenggang (menghargai, membiarkan, membolehkan), pendirian
(pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan, dan sebagainya) yang berbeda
dan atau bertentangan dengan pendiriannya.4
Pada umumnya, toleransi diartikan sebagai pemberian kebebasan kepada
sesama manusia atau kepada sesama warga masyarakat untuk menjalankan
keyakinan atau mengatur hidup dan menentukan nasib sesuai kehendak
masing-masing, selama di dalam menjalankan dan menentukan sikap tersebut
tidak bertentangan dengan syarat-syarat atas terciptanya ketertiban dan
perdamaian dalam masyarakat.5 Dengan demikian dapat dipahami bahwa
1 Zuhairi Miswari, Al-Qur‟an Kitab Toleransi (Jakarta: Pustaka Oasis, 2007), h. 161 2John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris-Indonesia (Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama, 2003), h. 595 3 Syahrin Harahap, Toleransi Kerukunan, (Jakarta: Prenada, 2011), h. 3 4 DEPDIKBUD, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), h. 124
5 Umar Hasyim, Toleransi dan Kemerdekaan Beragama dalam Islam Sebagai Dasar
Menuju Dialog dan Kerukunan Antar Agama, (Surabaya: PT. Bina Ilmu: 1979), h. 22.
20
toleransi adalah sebuah sikap dengan kebesaran hati untuk menghargai dan
menghormati perbedaan keyakinan yang dianut oleh orang lain.
Di bawah ini adalah pandangan beberapa tokoh tentang toleransi,
khususnya tentang toleransi dalam beragama yaitu:
a. Harun Nasution dalam buku “Islam Rasional Gagasan dan Pemikiran”
menyatakan bahwa toleransi beragama hanya akan terwujud setelah
terlaksananya 5 (lima) hal berikut: Pertama, mencoba melihat kebenaran
yang terdapat pada agama lain. Kedua, memperkecil perbedaan di antara
agama-agama. Ketiga, menonjolkan persamaan-persamaan yang ada
dalam agama-agama. Keempat, memupuk rasa persaudaraan se-Tuhan.
Kelima, menjauhi praktik serang-menyerang antar-agama.6
b. Sarjuni dan Didiek dalam buku “Pengantar Studi Islam” menyatakan
bahwa toleransi antar-umat beragama dapat direalisasikan dengan;
Pertama, pengakuan terhadap eksistensi agama-agama lain dan pemberian
hak asasi kepada para pengikutnya. Kedua, dalam kehidupan
bermasyarakat antar-umat beragama menekankan sikap saling mengerti,
menghormati dan menghargai. Dengan itu toleransi akan tumbuh bersama
kesadaran yang terbebas dari segala macam bentuk tekanan dan hipokrisi.7
c. Nurcholish Madjid membedakan penafsiran konsep toleransi menjadi dua
macam penafsiran, penafsiran yang pertama adalah penafsiran negatif
(negative interpretation of tolerance) yaitu penafsiran yang menyatakan
bahwa toleransi mensyaratkan hanya cukup dengan membiarkan dan tidak
menyakiti orang/kelompok lain. Sedangkan penafsiran konsep toleransi
6 Harun Nasution, Islam Rasional Gagasan dan Pemikiran (Bandung: Mizan, 2000), h. 275.
7 Sarjuni dan Didiek Ahmad Supadie, Pengantar Studi Islam (Jakarta: Rajawali Press,
2011), h 57.
21
yang kedua adalah penafsiran positif (positve interpretation of tolerance),
yang menyatakan bahwa toleransi membutuhkan lebih dari sekedar
membiarkan. Lebih dari itu, toleransi perlu akan adanya pemberian
bantuan dan dukungan terhadap keberadaan orang/kelompok lain. Namun,
interpretasi positif ini hanya boleh terjadi dalam situasi di mana objek dari
toleransi itu tidak tercela secara moral dan merupakan sesuatu yang tak
dapat dihapuskan, seperti dalam kasus toleransi rasial.8
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa toleransi dapat
diartikan sebagai suatu sikap mengakui, menghormati dan menghargai suatu
perbedaan yang bentuknya prinsipil seperti halnya agama, suku dan ras.
Karena perbedaan-perbedaan tersebut tidak bisa dihindari dan melekat pada
diri seseorang sejak ia dilahirkan.
Sikap toleransi ini harus diwujudkan dalam hal kemasyarakatan atau
kemaslahatan umum agar masyarakat dapat menyikapi keberagaman dan
pluralitas agama, suku dan ras. Pelaksanaan sikap toleransi ini harus didasari
sikap kelapangan dada terhadap orang lain dengan memperhatikan prinsip-
prinsip yang dipegang sendiri, yakni tanpa mengrobankan prinsip-prinsip
tersebut.9
2. Landasan Toleransi Beragama
Kebebasan memeluk suatu agama adalah sebagai salah satu hak yang
paling essensial bagi kehidupan manusia, karena kebebasan untuk
memilih/menentukan/memutuskan adalah sebuah hakekat manusia sebagai
8 Nurcholish Madjid, Pluralitas Agama (Kerukunan dalam Keragaman), (Jakarta: Penerbit
Buku Kompas, 2001), h. 13. 9 H.M. Daud Ali, dkk, Islam Untuk Disiplin Ilmu Hukum Sosial dan Politik, (Jakarta: Bulan
Bintang, 1989), h. 80
22
makhluk ciptaan Allah SWT. yang diberikan akal untuk berfikir. Karenanya
untuk memeluk atau meyakini kebenaran suatu agama tidak dapat dipaksakan
bahkan oleh seseorang yang paling berkuasa sekalipun. Berikut ini adalah
dasar-dasar yang mewajibkan kita agar memiliki sikap toleran terhadap
sesama umat manusia:
a. Konstitusi
Indonesia adalah salah satu negara yang melindungi hak-hak
penduduknya melalui konstitusi, termasuk di dalamnya adalah kebebasan
beragama yang tercantun dalam Undang-undang Dasar tahun 1945 pada
BAB XI tentang Agama, Pasal 29 ayat (1) Negara berdasar atas Ketuhanan
Yang Maha Esa. (2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk
untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut
agamanya dan kepercayaan itu.10
Pasal tersebut dengan jelas menyatakan bahwa negara menjamin
kebebasan penduduknya dalam memilih dan memeluk suatu agama sesuai
dengan keyakinannya masing-masing. Negara juga menjamin dan
melindungi penduduknya di dalam menjalankan peribadatan menurut
agama dan kepercayaannya masing-masing.
b. Agama
1) Agama Islam
Salah satu firman Allah SWT. tentang toleransi beragama terdapat
dalam Al-Qur‟an Surat Al-Baqarah ayat 256:
10
http://www.dpr.go.id/jdih/uu1945 diakses pada Selasa, 25 Oktober 2016 pukul 12.51
WIB.
23
ف م ا ا فم فالله ا ر م ف ا ر فالطكل ر فك م ى ف ف فم غم فاط م ا ف ش ر فاط م ا ف ف فقم فتكبميك اهم فاى فاط م فااك
فلم
ف ف ف﴿۶۵۲﴾ اي م ف ي ا م ر فلله م فطمهمل ف ف ف ف لمم اصم ى فان ه ث ر فاط ةا م عر فالط سمكم تم ا
yang artinya:
“Tidak ada paksaan untuk (menganut) agama (islam),
sesungguhnya telah jelas jalan yang benar dari jalan yang sesat,
karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thagut dan beriman
kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada
buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha
Mendengar lagi Maha Mengetahui.”11
Dalam firman-Nya tersebut, Allah SWT. menyatakan bahwa tidak
ada paksaan dalam menganut sebuah agama, dalam hal ini berarti
agama Islam. Hal tersebut didasari dengan kenyataan bahwa sudah
jelas antara jalan yang benar dan jalan yang sesat. Karena setiap
manusia yang memilih jalan tersebut pastilah memiliki akal untuk
membedakan mana yang benar dan mana yang salah.
Sebagaimana telah dinyatakan dalam Al-Qur‟an:
ف ف م ي ا ا ه نمل فطا تم ف فاانكل فام ر يم فم فشملءم م ك ف ا ير فم لءم فشم م ف فم ر فرك ا ف ـق حم
فاط قرلا م ف
ف م هم ف ف فا ر را فاط فم لا ه ر
لط فكم لء م ا فا لثر ا فرغم ر ي تمغا فكس اا م قرهمل ف ف ف ادا م ر ف لطم فاها نملرا ف فامحم
ل ف ف﴿۶۲﴾ م تم ر ف لءم م م ف ابر م ك اط
yang artinya:
“Dan katakanlah: “kebenaran itu datang dari Tuhanmu; maka
barangsiapa yang ingin beriman hendaklah ia beriman, dan
barangsiapa yang ingin kafir biarlah ia kafir..” (QS. Al-Kahfi 18:
29)”.12
2) Agama Kristen
Beberapa ayat dalam Al-Kitab milik umat Kristiani yang
mengajarkan penganutnya untuk menanamkan sikap toleransi yaitu
11
Al-Qur‟an, Surat Al-Baqarah, Ayat 256 12
Al-Qur‟an, Surat Al-Kahfi, Ayat 29
24
saling menghargai, menghormati, tolong-menolong dan lain
sebagainya adalah:13
a) Memang mengasihi Dia dengan segenap hati dan dengan segenap
pengertian dan dengan segenap kekuatan, dan juga mengasihi
sesama manusia seperti diri sendiri adalah jauh lebih utama dari
pada semua korban bakaran dan korban sembelihan (Markus 12:
33)
b) Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri (Matius 22:
39)
c) Dalam tugasnya memupuk kesatuan dan cinta kasih antara
manusia, malah antara bangsa-bangsa, gereja memandang terutama
apa yang sama pada manusia dan yang membawa manusia kepada
persamaan hidup (NA ps 2)
Ayat-ayat tersebut di atas mengajarkan umat Kristiani untuk
berbuat baik kepada seluruh makhluk ciptaan Allah. Karena persatuan
dan kesatuan hanya akan timbul ketika manusia lebih melihat kepada
kesamaan yang dimiliki dari pada mempermasalahkan perbedaan yang
ada.
3) Agama Hindu
Begitupun Agama Hindu mengajarkan tetang toleransi kepada
umatnya, sebagaimana yang tertulis dalam sloka-sloka yang terdapat
13
http://www.alkitab.me/ diakses pada sabtu, 29 Oktober 2016 pukul 11.38 WIB.
25
dalam pustaka suci Hindu yang memerintahkan manusia untuk saling
mencintai satu sama lain, sebagai berikut:
a) Samo „ham sarvabhutesa, na medewsyo „sti na priyah, ye bhajanti
tu mam bhaktya, mayite besu ca‟pyaham, (Bhagavadgita IX.29)
Artinya: “Aku tidak pernah iri dan selalu bersikap adil terhadap
semua makhluk. Bagi-Ku tidak ada yang paling Aku benci dan
tidak ada yang paling Aku kasihi, tetapi yang berbakti kepadaku,
Dia berada pada-Ku dan Aku bersamanya.”14
b) Apapun bentuk kepercayaan yang ingin dipeluk oleh penganut
agama, Aku (Brahma) memperlakukan kepercayaan mereka sama,
supaya tetap teguh sejahtera (Bhagawadgita Sloka 21)
Dalam ajarannya tersebut, umat Hindu diperintahkan untuk
bersikap adil kepada seluruh manusia, tanpa memandang perbedaan
keyakinan yang terdapat pada orang lain. Karena Brahma sekalipun
tidak mempermasalahkan agama yang dianut oleh para pemeluk
agama, dan Ia akan selalu bersama orang yang berbakti kepada-Nya.
4) Agama Budha
a) Janganlah kita hanya menghormati agama sendiri dan mencela
agama orang lain tanpa suatu dasar yang kuat. Sebaliknya agama
orang lain pun hendaknya dihormati atas dasar-dasar tertentu.
Dengan berbuat demikian kita telah membantu agama kita sendiri,
untuk berkembang di samping menguntungkan pula orang lain.
Dengan berbuat sebaliknya kita telah merugikan agama kita
14
http://dharmagupta.blogspot.co.id/2012/12/kerukunan-dan-toleransi-umat-beragama.html
diakses pada Kamis, 26 Oktober 2016 pukul 23.45 WIB.
26
sendiri, di samping merugikan agama orang lain. Oleh karena itu
kerukunan yang dianjurkan dengan pengertian bahwa semua orang
hendaknya mendengarkan dan bersedia mendengarkan ajaran yang
dianut orang lain (Prasasti Kalinga No. XXII dari Raja Asoka, abad
3 SM)15
b) Kebencian tak akan berakhir apabila dibalas dengan kebencian.
Tetapi, kebencian akan berakhir bila dibalas dengan tidak
membenci. Inilah satu hukum abadi (Dhammapada 5)16
c) Sebagian orang tidak mengetahui bahwa dalam pertengkaran
mereka akan binasa, tetapi mereka yang dapat menyadari
kebenaran ini akan mengakhiri semua pertengkaran (Dhammapada
5)
Sudah semestinya setiap penganut agama memiliki rasa toleransi
sebagaimana diajarkan oleh pedoman yang terdapat pada agama yang
dianut. Bahkan secara konstitusi, negara juga menjamin kemerdekaan
penduduk untuk memeluk agama sesuai keyakinan masing-masing.
Sehingga perbedaan keyakinan tersebut tidak menjadi sebab-sebab
terjadinya pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM).
Dengan adanya ajaran toleransi di setiap agama, yang mana sesuai
dengan pedoman-pedoman di atas seharusnya membuat para pemeluk
agama hidup damai dan tenteram. Namun tidak jarang media
memberitakan gesekan, keributan, bahkan peperangan yang terjadi
15
https://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=20331.0;wap diakses pada Sabtu, 29
oktober 2016 pukul 22.30 WIB 16
http://www.dhammapada.ws/ diakses pada Minggu, 30 Oktober 2016 pukul 04.35 WIB
27
dengan mengatasnamakan agama atau Tuhan.17
Hal ini membuktikan
bahwa toleransi antar umat beragama belum sepenuhnya berhasil
direalisasikan dalam kehidupan bermasyarakat dengan keberadaan
masyarakat yang majemuk dan terdiri dari berbagai macam suku dan
agama.18
Atas permasalahan tersebut Nurcholish Madjid menjelaskan
bahwa setiap agama memiliki standar kebenarannya masing-masing,
yang mana setiap agama memiliki ajaran klaim eksklusif yaitu
mengaku bahwa agama yang dipeluknya adalah suatu agama yang
paling benar (truth claim),19
namun sayangnya jika melebar memasuki
wilayah sosial hal tersebut akan meninmbulkan sikap saling
menghakimi.
Frithjof Schuon dalam bukunya “Mencari Titik Temu Agama-
Agama” mengungkapkan bahwa semua agama pada dasarnya
(esoteris) sama, yang berbeda adalah dalam bentuknya (eksoteris).
Schuon menjelaskan, esoteris adalah hal-hal yang hanya boleh
diketahui dan dilakukan beberapa orang saja dari suatu kelompok
penganut paham tertentu. Sedangkan eksoteris adalah hal-hal yang
boleh diketahui dan dilakukan oleh semua anggota kelompok penganut
17
Terhadap aksi-aksi kekerasan dengan dalil agama, KH Mustofa Bisri atau Gus Mus
membayangkan bahwa jika Nabi hidup hari ini, “niscaya akan sangat bersedih hati melihat
umatnya yang mengaku sangat mencintainya dan dengan dalih membelanya, melakukan tindakan-
tindakan yang sama sekali tidak pernah beliau ajarkan serta contohkan.” Lihat Husein Muhammad,
Mengaji Pluralisme, h. 65. 18
Syamsul Ma‟arif, Pendidikan Pluralisme, (Yogyakarta: Logung Pustaka, 2005), h. 5. 19
Nurcholish Madjid, Islam Kerakyatan dan Keindonesiaan Pemikiran Nurcholis Muda,
(Bandung: Mizan: 1993), h. 237.
28
suatu paham tertentu.20
Schuon menarik garis pemisah horizontal
antara yang esoteris dan yang eksoteris seperti berikut;
Gambar 2.1 Letak Esoterisme dan Eksoterisme menurut Huston Smith merujuk
karya Frithjof Schuon. Sumber Utama: Frithjof Schuon, The Transcendent Unity
of Religions, Harper Torchbooks, Harper & Row, Publisher New York,
Evanston, San Francisco, London, 1975.
Dari segi metafisik, tingkatan tertinggi setiap agama berada pada
titik temu yang sama yaitu kepada Tuhan Yang Maha Esa, sedangkan
pada tingkat bawah, agama-agama tersebut memiliki perbedaan dan
terpecah-pecah. Dikatakan tingkat tertinggi adalah karena inti dari
agama adalah untuk menemukan Tuhan Yang Maha Esa, inilah yang
dinamakan esoteris. Sedangkan eksoteris adalah jalan ritual yang
merupakan hasil reduksi manusia, sebab itulah terdapat berbagai ritual,
dogma, ajaran dan tradisi yang kemudian membedakan agama satu
dengan lainnya.21
3. Unsur-unsur Toleransi Beragama
Toleransi beragama antar masyarakat adalah sikap memahami, mengakui
dan menghargai perbedaan prinsip dalam kehidupan bermasyarakat, menurut
20
Frithof Schuon, Mencari Titik Temu Agama-Agama, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1987), h.
ix 21
Frithof Schuon, Mencari Titik Temu Agama-Agama, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1987)
29
Masykuri Abdullah untuk mengekspresikan hal tersebut setidaknya terdapat
empat unsur yang harus ditekankan, yaitu: 22
a. Memberikan kebebasan atau kemerdekaan
Kebebasan adalah keistimewaan yang hakekatnya diberikan oleh
Tuhan Yang Maha Esa kepada manusia. Termasuk juga di dalamnya
kebebasan untuk berfikir dan mengambil keputusan dalam memilih suatu
agama atau kepercayaan yang diyakini. Kebebasan tersebut diberikan oleh
Tuhan Yang Maha Esa sejak manusia dilahirkan sampai ia meninggal
tanpa bisa diganti atau direbut oleh orang lain.
Kebebasan untuk menganut suatu agama ini sejalan dengan salah satu
tujuan Islam, yaitu untuk memberikan ketenangan jiwa bagi mereka yang
menganut ajarannya dengan jaminan kebebasan masing-masing dan
melakukan ibadahnya dengan aman dan tenang.23
b. Mengakui Hak Setiap Orang
Suatu sikap mental yang mengakui keberadaan hak orang lain yang
bebas menentukan perilaku dan nasibnya masing-masing. Tentu saja sikap
ini berbatas pada pengakuan atas perilaku yang dijalankan tanpa
melanggar hak orang lain, karena kalau demikian kehidupan di
masayarakat akan kacau.
Islam sangat menjunjung tinggi nilai kemanusiaan, selain bertujuan
untuk mengajarkan nilai tauhid ketuhanan, Nabi Muhammad tidak
menghilangkan agama samawi dan tradisi budaya lokal yang telah ada.
22
Masykuri Abdullah, Pluralisme Agama dan Kerukunan dalam Keragaman (Jakarta:
Penerbit Buku Kompas, 2001), h. 13. 23
Nurcholis Madjid, dkk, Fiqih Lintas Agama: Membangun Masyarakat Inklusif-Pluralis
(Jakarta: Paramadina, 2004) h. 112.
30
Nabi sangat menghormati peradaban Arab pada saat itu dan menanamkan
nilai akhlak secara damai.24
c. Menghormati Keyakinan Orang Lain
Salah satu sikap yang dapat membawa pada toleransi adalah
menghormati dan membiarkan setiap pemeluk agama untuk melaksanan
ibadah mereka menurut ajaran dan ketentuan agama masing-masing yang
diyakini tanpa ada yang mengganggu atau memaksakan baik kepada orang
lain atau kepada keluarga sekalipun.
d. Saling Mengerti
Sikap ini adalah salah satu sikap yang diperlukan demi terwujudnya
masyarakat yang damai dan toleran di mana setiap masyarakat memiliki
rasa penuh pengertian terhadap orang lain, juga sebagai sarana untuk
menjaga pluralitas masyarakat yang sifatnya heterogen. Karena
keberagaman adalah dekrit Allah atas umat manusia.Sikap saling mengerti
juga didukung dengan adanya sikap keterbukaan yaitu kerendahan hati
untuk tidak merasa selalu benar, kemudian kesedian mendengar pendapat
orang lain untuk diambil dan diikuti mana yang terbaik.25
Hakikatnya toleransi beragama adalah sebuah bentuk pengakuan atas
kebebasan yang dimiliki setiap warga untuk memeluk suatu agama yang
diyakininya dan memberinya kebebasan dalam menjalankan ibadah. Toleransi
beragama meminta kejujuran, kebesaran jiwa, kebijaksanaan dan tanggung
24
Nurcholis Madjid, dkk, Fiqih Lintas Agama: Membangun Masyarakat Inklusif-Pluralis
(Jakarta: Paramadina, 2004) h. 176-178 25
Ngainun Naim, Membangun Toleransi dalam Masyarakat Majemuk Telaah Pemikiran
Nurcholis Madjid, Harmoni, Jurnal Multikultural dan Makna Vol. 121 No. 2 Mei-Agustus 2013, h
37.
31
jawab, sehingga menumbuhkan rasa solidaritas dan mengeliminir egoistis
golongan.26
4. Toleransi Beragama dalam Islam
Dalam Islam toleransi beragama sudah muncul sejak zaman Nabi
Muhammad SAW. sebagaimana sejarah mencatat saat Rasulullah SAW. tiba
di Yasthrib (sebutan kota Madinah sebelum Islam), di mana beliau membuat
landasan konstitusional masyarakat kota ini yang kemudia dikenal dengan
“Piagam Madinah” atau “Konstitusi Madinah”. Piagam ini memberikan
teladan tentang keadilan dan toleransi yang luar biasa indah bagi pola
hubungan bermasyarakat yang pluralistik.27
Meskipun dalam bentuk
sederhana, tetapi piagam tersebut telah menjamin sebuah kebebasan kepada
pemeluk agama yang berbeda untuk menjalankan keyakinannya sesuai dengan
ajaran agamanya masing-masing.28
Sikap melindungi dan saling tolong-
menolong tanpa mempersoalkan perbedaan keyakinan juga muncul dalam
sejumlah Hadis dan praktik Nabi, hal ini membuktikan bahwa toleransi
bukanlah hal baru dalam sejarah Islam, tapi sudah ada dan dipraktekkan oleh
Nabi Muhammad SAW. sebagai pembawa ajaran ini.
Islam mengajarkan umatnya untuk berbuat baik dan bertindak adil kepada
siapapun. Allah memerintahkan untuk berbuat adil dan mengajak kepada budi
pekerti mulia meskipun kepada orang non muslim.29
Toleransi beragama harus
dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari agar setiap pemeluk agama dapat
26
Said Agil Husain Al-Munawar, Fikih Hubungan Antar Agama (Jakarta: PT. Ciputat
Press, 2005) h. 17. 27
Nurdinah Muhammad, Pesan Piagam Madinah dalam Pluralisme di Indonesia, Jurnal
Substantia Vol. 12 No. 1, April 2011, h. 93. 28
Ma‟ruf Amin, Melawan Terorisme Dengan Iman, (Jakarta: Tim Penanggulangan
Terorisme, 2007), h. 141. 29
Nurcholis Madjid, dkk., Fiqih Lintas Agama: Membangun Masyarakat Inklusif-Pluralis
(Jakarta: Paramadina, 2004) h. 215.
32
hidup berdampingan dengan agama lain dalam kedamaian, dan memberikan
kebebasan bagi setiap pemeluk agama untuk menjalankan prinsip
keagamaannya masing-masing. Dalam ajaran Islam toleransi tidak hanya pada
soal keagamaan saja, melainkan juga pada semua segi kehidupan, seperti;
bahasa, budaya, suku, ras dan bangsa.
Sebagaimana firman Allah:
ف ك ا ف ف فاا ر لرم فطاتمعم قمبملٮ الم ك ل ف عر فشر رنه عم م م ى ف ه ارن ك ف كم فذم ف ر نه
م فاانكل فخم لمهمل فاطنكلسره
ف ف ف﴿۳۱﴾ باي فخم اي م م ف فلله ك ف ف ف فاا ر ٮ ه ا فام فت
فلله ن م ا ف ر م م امك
Artinya:
“Hai manusia. Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang
laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-
bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal.
Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah
ialah orang yang paling taqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah
Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (Q.S. Al-Hujuraat: 13).”30
Ayat tersebut dengan jelas menyatakan bahwa perbedaan adalah sebuah
hakekat yang diberikan Allah SWT. kepada umat manusia. Bahwa yang
membedakan manusia di mata Allah SWT. adalah dari nilai taqwa yang
dimiliki setiap manusia itu sendiri. Dalam sudut pandang Islam, perbedaan itu
dianggap sunnatullah atau hukum alam yang harus kita hargai dan kita biarkan
berkembang sesuai dengan kodratnya masing-masing.31
Perkembangan Islam ke wilayah-wilayah luar Jazirah Arabia yang begitu
cepat menunjukkan bahwa Islam dapat diterima sebagai agama yang rahmatan
lil‟alamin (pengayom semua manusia dan alam semesta). Perluasan wilayah
sekaligus penyebaran nilai-nilai Islam selalu dilakukan dengan jalan damai
30
Al-Qur‟an, Surat Al-Hujuraat, Ayat 13 31
Maria Ulfah, ed., Nilai-Nilai Pluralisme dalam Islam: Bingkai Gagasan Yang Berserak
(Bandung: Penerbit Nuansa: 2005), h. 13.
33
dan tanpa paksaan. Islam tidak memaksakan agama kepada mereka (penduduk
yang ditaklukan), sampai akhirnya mereka menyadari sendiri kebenaran
Agama Islam. Namun juga perlu diakui bahwa dalam perluasan wilayah
tersebut kerap menimbulkan peperangan, tapi perlu ditegaskan bahwa hal itu
dilakukan semata-mata untuk melakukan pembelaan agar Islam tidak
mengalami kekalahan. Peperangan yang terjadi pun bukan untuk memaksakan
keyakikan kepada mereka, tapi karena ekses-ekses politik sebagai konsekuensi
logis dari sebuah pendudukan.32
B. Wacana Dalam Media Sosial Twitter
1. Pengertian Wacana
Wacana berasal dari bahasa sansekerta yaitu wac/wak/vak yang artinya
berkata atau berucap. Kata tersebut kemudian berkembang menjadi wacana.
Penambahan kata „ana‟ dibelakangnya adalah sebagai bentuk sufiks (akhiran)
yang bermakna membedakan (nominalisasi).33
Dengan keberadaan tekhnologi
yang sudah berkembang saat ini, membuat wacana tidak terbatas hanya pada
ucapan, melainkan juga bisa melalui tulisan atau simbol, bahkan gambar
sekalipun. Istilah wacana diperkenalkan dan digunakan oleh para linguis di
Indonesia sebagai terjemahan istilah dari bahasa Inggris discourse. Kata ini
diturunkan dari dis (dan/dalam arah yang berbeda) dan currere (lari).34
Terdapat berbagai perbedaan dalam mendefinisikan wacana, banyak ahli
yang memberikan definisi dan batasan yang berbeda mengenai wacana
32
Aslati,Toleransi Anta Umat Beragama dalam Perspektif Islam, Jurnal Universitas Islam
Negeri Sultan Syafir Kasim Riau, Vol.4 No.1 (2012): Januari – Juni 2012h. 6 33
Dedy Mulyana, Kajian Wacana: Teori, Metode dan Aplikasi Prinsip-prinsip Analisis
Wacana, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2005), h. 3 34
Dede Oetomo, Kelahiran dan Perkembangan Analisis Wacana, (Yogyakarta: Kanisius,
1993), h. 3
34
tersebut. Dalam studi linguistik, wacana menunjuk pada kesatuan bahasa yang
lengkap, yang umumnya lebih besar dari kalimat, baik disampaikan secara
lisan atau tertulis. Dalam ranah sosiologi, wacana merujuk pada hubungan
antara konteks sosial dari pemakaian bahasa. Analisis wacana dalam lapangan
psikologi sosial diartikan sebagai pembicaraan, yang tidak jauh beda dengan
bentuk wawancara dan praktik dari pemakainya. Sementara di ranah politik,
wacana adalah praktik pemakaian bahasa, karena melalui bahasa tersebut
ideologi terserap di dalamnya.35
Ismail Marahimin, sebagaimana dikutip oleh Alex Sobur dalam bukunya
“Analisis Teks Media (Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis
Semiotik dan Analisis Framing)”, mengartikan wacana sebagai suatu
kemampuan berbahasa dengan urut-urutan kata yang teratur dan semestinya.
Wacana juga menjadi bentuk komunikasi dari buah pikiran seseorang, baik
yang berupa lisan maupun tulisan yang resmi dan teratur. Berdasarkan definisi
ini maka setiap tulisan yang teratur dan sesuai dengan urut-urutan yang
semestinya atau logis dapat dikategorikan sebagai wacana. Karena itu, sebuah
wacana harus mempunyai dua unsur penting, yakni kesatuan (unity) dan
kepaduan (coherence).36
Secara istilah, wacana dapat didefinisikan sebagai struktur kata yang
bermakna atau sebuah bentuk sajian yang memuat gagasan dengan
menggunakan bahasa (verbal dan/atau nonverbal). Wacana juga dapat
digunakan sebagai upaya untuk menggambarkan realitas dengan
menggunakan bahasa. Karenanya akan terdapat sebuah hubungan dialektis
35
Eriyanto, AnalisisWacana: PengantarAnalisisTeks Media,(Yogyakarta :LkiS, 2001), h. 3 36
Alex Sobur, Analisis Teks Media (Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis
Semiotik dan Analisis Framing), (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012), cet. Ke-6, h. 10
35
antara peristiwa yang diwacanakan dengan konteks sosial, budaya, ideologi
tertentu.37
2. Pengertian Media Sosial
a. Definisi Media
Secara sederhana media dapat diartikan sebagai alat komunikasi
sebagaimana sudah diketahui selama ini. Namun, tidak jarang media
diartikan artikan media sesuai dengan tekhnologi atau alat yang digunakan
dalam proses produksi dan distribusi pesan melalui alat tersebut.
Contohnya Koran yang merupakan representasi dari media cetak,
sementara radio yang merupakan media audio dan televisi sebagai media
audio-visual merupakan representasi dari media elektronik, begitupun
internet sebagai representasi dari media online (dalam jaringan).38
Terlepas dari cara pandang tersebut, yaitu mendefinisikan media dari
bentuk dan teknologinya, media dapat diartikan sebagai sarana terjadinya
proses komunikasi itu sendiri. Menurut Meyrowitz, Moores, dan Williams
sebagaimana dikutip oleh Rulli Nasrullah dalam buku Media Sosial
Perspektif Komunikasi, Budaya dan Sosioteknologi, Proses terjadinya
komunikasi memerlukan tiga hal, yaitu objek, organ, dan medium. Saat
menyaksikan program di televisi, televisi adalah objek dan mata adalah
organ. Perantara antara televisi dan mata adalah gambar atau visual.
37
Rachmat Kriyantono, Teknik dan Praktik Riset Komunikasi, (Jakarta: Kencana, 2006), h.
258 38
Rulli Nasrullah, Media Sosial (Perspektif Komunikasi, Budaya, dan Sosioteknologi),
(Bandung: Simbiosa Rekatama Media: 2015), h. 3
36
Contoh sederhana ini membuktikan bahwa media merupakan wadah untuk
membawa pesan dari proses komunikasi.39
Media juga dapat diartikan melalui berbagai krtiteria. Seperti di awal
pembahasan tadi, terdapat beberpa pandangan yang mengartikan media
melalui teknologi yang digunakannya, begitupun dari bagaimana cara
mendapatkan atau bagaimana kode-kode pesan itu diolah. Ada pula yang
mengartikan media berdasarkan pada bagaimana pesan itu disebarkan.
Seperti media penyiaran (broadcast) di mana media merupakan pusat dari
produksi pesan, seperti stasiun televisi yang menyiarkan program melalui
pesawat televisi dan bisa diakses oleh siapa saja yang memiliki pesawat
televisi. Atau berdasarkan teknologi, pola penyebaran, sampai pada
bagaimana khalayak mengakses media, seperti media lama (old media)
dan media baru (new media).40
Tentu pembagian media sesuai kriteria ini akan memudahkan siapa
saja untuk memahami arti media, hanya saja pembagian ini menempatkan
media hanya sebatas alat atau perantara dalam proses distribusi pesan.
Padahal jauh dari itu, media juga memiliki kontribusi besar dalam
menciptakan makna dan budaya. Sebagaimana ungkapan “the medium is
the message” milik McLuhan setengah abad lalu, yang dikutip oleh Rulli
Nasrullah dalam buku “Media Sosial (Perspektif Komunikasi, Budaya, dan
Sosioteknologi)”, memberikan kesadaran bahwa media tidak lagi hanya
membawa konten semata, tetapi juga membawa konteks di dalamnya yaitu
39
Rulli Nasrullah, Media Sosial (Perspektif Komunikasi, Budaya, dan Sosioteknologi),
(Bandung: Simbiosa Rekatama Media: 2015), h. 3 40
Rulli Nasrullah, Media Sosial (Perspektif Komunikasi, Budaya, dan Sosioteknologi),
(Bandung: Simbiosa Rekatama Media: 2015), h. 4
37
sebagai pesan yang bisa mengubah pola komunikasi, budaya komunikasi,
sampai bahasa dalam komunikasi antarmanusia.41
Rulli Nasrullah mengutip ungkapan Meyrowitz, guna memahami
bagaimana media beroperasi;42
1. Medium sebagai saluran (medium-as-vessel/conduit)
layaknya sebuah saluran air, pipa merupakan alat yang dibutuhkan
sebagai sarana yang membawa air ke tempat yang dituju. Medium
adalah saluran yang membawa pesan, contohnya adalah suara, sebagai
konten yang dibawa oleh radio. Namun untuk mendapatkan suara
tersebut, seseorang harus memiliki radio dan terhubung kepada saluran
yang diinginkan (sinyal dari stasiun radio). Hanya saja dalam konteks
ini, konten harus dimaknai berbeda dengan bagaimana medium
membawanya. Memang betul bahwa suara atau audio adalah pesan
yang dibawa oleh perangkat radio, namun yang menibulkan reaksi
adalah isi pesan. Rekasi pendengar akan berbeda, sesuai dengan isi
pesan yang didengarnya, bukan karena radio atau perangkatnya.
2. Medium adalah bahasa (medium-as-language)
Medium adalah bahasa itu sendiri. Meyrowitz, sebagaimana
dikutio oleh Rulli memberikan keterangan bahwa media memiliki
sesuatu yang unik dan bisa mewakili ekspresi atau mengandung suatu
pesan. Emosi dan ekspresi yang muncul melalui perantara medium
bisa jadi sama ataupun berbeda antara pembuat pesan dengan penerima
41
Rulli Nasrullah, Media Sosial (Perspektif Komunikasi, Budaya, dan Sosioteknologi),
(Bandung: Simbiosa Rekatama Media: 2015), h. 4 42
Rulli Nasrullah, Media Sosial (Perspektif Komunikasi, Budaya, dan Sosioteknologi),
(Bandung: Simbiosa Rekatama Media: 2015), h. 5
38
pesan. Tidak dapat dipungkiri bahwa konten lebih diperhatikan dari
pada alat yang membawa konten tersebut, tapi perlu diketahui juga
bahwa kreasi yang dilakukan terhadap konten tersebut tidak terlepas
dari pengaruh alat. Contohnya adalah scene yang bertujuan untuk
mendramatisir suatu keadaan dalam sinetron harus disertai dengan
audio visual yang mendukung sebagai latar tempat dan latar suara.
Contoh lainnya adalah sebuah pertandingan sepakbola yang dilaporkan
oleh komentator televisi akan lebih mengundang emosi jika melibatkan
intonasi dan pilihan kata yang tepat serta pengulangan adegan-adegan,
seperti saat memasukan bola ke gawang.
3. Medium sebagai lingkungan (medium-as-environment)
Dalam hal ini, Meyrowitz berusaha memiliki pandangan bahwa
teks tidaak bisa dipandang sebagai teksa semata, lebih dari itu teks
juga harus dilihat melalui segi konteks saat teks itu digunakan.
Meyrowitz juga menanyakan bagaimana pemilihan konten dan
gramatikal membuat karakteristik medium menjadi berbeda antara satu
dengan medium lainnya, baik cara penampilan, psikologis maupun
sosiologis. Perspektif medium sebagai lingkungan ini memuat
beberapa kondisi, yakni:
a) Bagaimana bentuk informasi yang bisa atau tidak bisa
ditransmisikan oleh medium?
b) Bagaimana kecepatan dan tingkat komunikasinya?
c) Bagaimana medium itu menyalurkan pesan, apakah
unidirectional, bidirectional, atau multidirectional?
d) Apakah interaksi komunikasinya simultan (simultaneous)
atau berurutan (sequential)?
e) Bagaimana kebutuhan fisik untuk menggunakan media?
f) Apakah mempelajari serta menggunakan medium untuk
menghasilakan (code) dan menerima (decode) pesan relatif
39
mudah atau sulit? Apakah medium itu digunakan sekaligus
atau dalam kondisi tertentu saja?43
Perspektif terakhir milik Meyrowitz ini menegaskan bahwa medium
bisa dilihat dari level mikro maupun level makro. Level mikro merujuk
pada bagaimana pemilihan medium yang dilakukan khalayak dalam
melakukan interaksi atau dalam situasi tertentu. Memilih antara Twitter
dan Facebook dengan perangkat media yang ada tentu memiliki
konsekuensi yang berbeda. Twitter sebagai sebuah media sosial dengan
tipe microblogging memberikan batasa jumlah huruf yang bisa diunggah
oleh penggunanya. Hal ini berbeda dengan kapasitas yang bisa diunggah di
status (wall) milik Facebook. Sementara level makro merujuk pada
bagaimana medium baru itu memberikan pengaruh pada interaksi dan
struktur sosial secara umum.44
Dengan adanya tiga perspektif dalam melihat medium yang
dikemukakan oleh Meyrowitz, maka hal tersebut dapat memberikan
gambaran bahwa medium bisa dilihat dari berbagai macam aspek.
Medium tidak hanya bisa dilihat dari persoalan teknis atau teknologi apa
yang terkandung di dalamnya, apakah cetak, audio, visual, analog, digital,
dan sebagainya.
Pada tahap selanjutnya, medium bisa mengandung nilai-nilai yang
lebih dari sekedar menjadi sarana dalam penyampaian pesan, tetapi juga
memberikan pengaruh pada segi sosial, budaya, politik, bahkan ekonomi.
Hal ini memperlihatkan bahwa media tidak hanya sebatas dalam makna
43 Rulli Nasrullah, Media Sosial (Perspektif Komunikasi, Budaya, dan Sosioteknologi),
(Bandung: Simbiosa Rekatama Media: 2015), hl m. 5 44
Rulli Nasrullah, Media Sosial (Perspektif Komunikasi, Budaya, dan Sosioteknologi),
(Bandung: Simbiosa Rekatama Media: 2015), hl m. 6
40
(sense) perangkat teknologi sebagaimana yang terkandung dalam
penyebutan media, tetapi juga dimaknai secara historis, teknologi, sosial,
budaya, hingga politik.45
b. Definisi Sosial
Alangkah baiknya jika mencari definisi kata “sosial” dalam media
sosial secara teori didekati melalui ranah sosiologi, dan pertanyaan dasar
Fuchs terhadap definisi sosial sebagaimana dikutip Rulli dalam buku
“Media Sosial”, adalah seperti apakah individu itu, apakah individu adalah
manusia yang selalu berkarakter sosial atau individu itu baru dikatakan
sosial ketika secara sadar melakukan interaksi? Para sosiolog memiliki
kesepahaman bahwa sebagai manusia, individu tidak bisa terlepas dari
komunikasi dan komunitasnya. Komunikasi merupakan sarana interaksi
antara induvidu dengan individu lain, sedangkan komunitas merupakan
satu bentuk relasi sosial yang melibatkan emosi perasaan dan bentuk-
bentuk lainnya.46
Fuchs, seperti yang dikutip oleh Rulli Nasrullah, menyatakan bahwa
dalam komunitas, individu tidak dapat dikatakan bersosial dengan hanya
berada dalam lingkungan tersebut, melainkan ada hal yang ditekankan
yakni anggota komunitas harus berkolaborasi hingga bekerja sama karena
inilah karakter dari sosial itu sendiri. Oleh karena itu, perlu kerja keras
untuk memahami sosial dalam kaitannya dengan media sosial. Untuk
45
Rulli Nasrullah, Media Sosial (Perspektif Komunikasi, Budaya, dan Sosioteknologi),
(Bandung: Simbiosa Rekatama Media: 2015), h. 6 46
Rulli Nasrullah, Media Sosial (Perspektif Komunikasi, Budaya, dan Sosioteknologi),
(Bandung: Simbiosa Rekatama Media: 2015), h. 6
41
mendapatkan definisi yang matang, Rulli Nasrulullah telah menghimpun
beberapa definisi sosiolog tentang sosial:47
1. Durkheim menjelaskan bahwa definisi sosial merujuk pada kenyataan
sosial (the social as social facts) bahwa setiap individu melakukan aksi
yang memberikan kontribusi kepada masyarakat. Pernyataan ini
menegaskan bahwa pada kenyataannya media dan semua perangkat
lunak (software) merupakan sosial dalam makna bahwa keduanya
merupakan produk dari proses sosial dan juga berkontribusi dalam
kehidupan sosial masyarakat.
2. Sedangkan bagi Weber yang mencoba mendefinisikan secara
sederhana, kata sosial merujuk pada relasi sosial. Sedangkan relasi
sosial itu sendiri bisa dilihat dalam kategori aksi sosial (social action)
dan relasi sosial (social relation). Kategori ini mampu membawa
penjelasan tentang apa yang dimaksud dengan aktivitas sosial dan
aktivitas individual, yang mana terdepat perbedaan antara kedua hal
tersebut. Namun, diperlukan simbol-simbol yang bermakna di antara
individu yang menjadi aktor dalam relasi tersebut.
3. Sejalan dengan itu Tonnies mengungkapkan bahwa sosial merujuk
pada kata “komunitas” (community). Dalam hal eksistensi komunitas,
Tonnies menjelaskan bahwa komunitas akan memiliki eksistensinya
jika terdapat kesadaran yang dimiliki oleh anggota komunitas bahwa
mereka saling memiliki dan afirmasi dari kondisi tersebut, yang
kemudian akan menumbuhkan rasa kebersamaan dan ketergantungan
47
Rulli Nasrullah, Media Sosial (Perspektif Komunikasi, Budaya, dan Sosioteknologi),
(Bandung: Simbiosa Rekatama Media: 2015), h. 7
42
antara satu dengan yang lain. Komunitas baru bisa terjadi jika
kebersamaan yang ada di antara anggota komunitas itu memiliki
kesepakatan akan nilai-nilai dan yang lebih penting adalah keinginan
untuk bersama.
4. Sementara itu, Marx juga memiliki definisi yang berbeda tentang
sosial, bagi Marx makna sosial itu merujuk pada kegiatan saling
bekerja sama (co-operative work) antar individu maupun kelompok.
Dengan melihat fakta bahwa kata sosial bisa dipahami dari bagaimana
setiap individu saling bekerja sama, apa pun kondisinya, sebagaimana
yang terjadi dalam proses produksi di mana setiap mesin saling bekerja
dan memberikan kontribusi terhadap produk. Dalam kajian Marx ini,
ada penekanan bahwa sosial berarti terdapatnya karakter kerja sama
atau saling mengisi di antara individu dalam rangka membentuk
kualitas baru dari masyarakat.
Dari berbagai definisi atau pendapat di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa definisi sosial adalah berbagai bentuk lingkungan tempat individu
menetap yang menuntut setiap individu tersebut untuk berinteraksi dan
berkontribusi penuh dalam lingkungan yang ditempatinya.
c. Definisi Media Sosial
Media sosial merupakan bentuk dari perkembangan tekhnologi yang
beroperasi dengan memanfaatkan internet yang menghubungkan manusia di
dunia baru atau biasa disebut dengan dunia maya dan telah merubah proses
komunikasi manusia. Kehadiran media sosial merubah proses komunikasi,
yang sebelumnya terjadi hanya sebatas komunikasi tatap muka, komunikasi
43
kelompok, komunikasi massa, kini berubah total. Tentu saja perubahan
tersebut membawa konsekuensi di tingkat individu, organisasi, dan
kelembagaan.48
Keberadaan media sosial ini memberikan kesempatan bagi penggunanya
agar bisa lebih mengekspresikan diri, berbagi dengan pengguna lain,
menemukan teman baru, membentuk jaringan, bahkan menjalin kerja sama.
Hal seperti ini tentu saja akan sangat memudahkan para pengguna dalam
bersosialisasi di dunia virtual tersebut.49
Namun perlu pernyataan yang tepat dari para tokoh untuk memberikan
definisi tentang media sosial. Disini Rulli Nasrulullah mencoba untuk
memberikan definisi media sosial dari berbagai literatur penelitian yang telah
dilakukan sebelumnya:50
1. Mandibergh mendefinisikan bahwa media sosial adalah media ataupun
tempat dimana tempat tersebut dapat mejadi wadah yang menumbuhkan
kerja sama di antara pengguna yang menghasilkan konten (user-generated
content).
2. Shirky mengungkapkan bahwa media sosial dan perangkat lunak sosial
merupakan alat yang mampu meningkatkan kemampuan pengguna untuk
berbagi (to share), dengan demikian memudahkan para pengguna untuk
mendapatkan informasi, lebih jauh lagi para pengguna dapat bekerja sama
(to co-operate) dengan pengguna lain dan melakukan tindakan secara
48
Nurudin, Media Sosial dan Munculnya Revolusi Proses Komunikasi, (Jurnal
Komunikator, Vol. 5, 2010) h. 83 49
Dan Zarella, The Social Media Marketing Book (Canada: O‟Reilly Media, 2010), h.2-3. 50
Rulli Nasrullah, Media Sosial (Perspektif Komunikasi, Budaya, dan Sosioteknologi),
(Bandung: Simbiosa Rekatama Media: 2015), h. 11
44
kolektif yang semuanya berada di luar kerangka institusional maupun
organisasi.
3. Dalam hal ini Boyd menjelaskan media sosial adalah sekumpulan
perangkat lunak yang diciptakan untuk memungkinkan individu maupun
komunitas untuk berkumpul, berbagi, berkomunikasi, dan dalam kasus
tertentu saling berkolaborasi atau bermain. Media sosial memiliki
kekuatan pada user-generated content (UGC) di mana konten dihasilkan
oleh pengguna, bukan oleh editor sebagaimana institusi media massa. Hal
ini memungkinkan pengguna mendapat informasi secara pure tanpa ada
yang disembunyikan seperti yang biasa dilakukan oleh media massa
mainstream.
4. Secara sederhana Van Dijk mengatakan bahwa media sosial adalah
platform media yang memfokuskan pada eksistensi pengguna untuk
memperkuat ikatan yang ada dengan cara memfasilitasi mereka dalam
beraktivitas maupun berkolaborasi. Karena itu, media sosial dapat dilihat
sebagai medium (fasilitator) online yang menguatkan hubungan
antarpengguna sekaligus sebagai sebuah ikatan sosial.
5. Terakhir adalah pandangan dari Meike dan Young tentang media sosial,
Meike dan Young mengartikan kata media sosial sebagai konvergensi
antara komunikasi personal dalam arti saling berbagi di antara individu (to
be shared one-to-one) dan media publik untuk berbagi kepada siapa saja
tanpa ada kekhususan individu. Dengan demikian dapat dikartakan bahwa
media sosial mampu menghilangkan batas-batas induvidu yang selama ini
sulit untuk ditembus.
45
Dari definisi atau keterangan para ahli di atas, penulis mengambil
kesimpulan bahwa media sosial adalah sebuah perangkat lunak yang
memberikan ruang baru bagi penggunanya untuk membuka jaringan, saling
mengenal, bertukar informasi secara langsung antara satu individu dengan
individu lain tanpa ada filter dan batasan atau aturan-aturan yang ada pada
kerangka institusi layaknya media massa yang memiliki editor sebagai pintu
terakhir sebelum informasi itu disebarkan ke khalayak.
Dengan demikian, bisa dikatakan bahwa wacana yang beredar di akun
pribadi media sosial adalah wacana hasil buah pikir individu tersebut tanpa
adanya aturan yang membatasinya selain diri sendiri. Tidak berlebihan jika
dikatakan bahwa wacana-wacana tersebut merupakan wacana yang murni.
Setiap individu memiliki kebebasan untuk membagikan apa yang ia rasakan
selama tidak menyebarkan fitnah, SARA, hoax dan sebagainya yang bisa
merugikan orang lain. Dengan adanya media sosial, para pengguna tidak lagi
membutuhkan kolom opini dalam media massa untuk menyampaikan
pendapat atau keresahannya. Opini dan keresahannya tersebut bisa
disampaikan melalui akun pribadinya, bahkan tanpa melalui proses editing.
3. Twitter
Twitter adalah situs mikroblog dan situs web jejaring sosial yang
memberikan fasilitas bagi pengguna untuk mengirimkan sebuah pesan teks
dengan jumlah maksimal 140 karakter.51
Twitter pertama kali muncul pada
bulan Maret 2006, didirikan oleh perusahaan rintisan Obvious Corp. Istilah
Twitter secara harfiah disebut tweet yang berarti berkicau. Situs ini
51 Mulya Hadi, Twitter untuk Orang Awam, (Palembang: Penerbit Maxicom, 2010), h. 2-8.
46
mempunyai konsep mikro blog dalam penggunaannya. Hal tersebut terlihat
pada tampilan dalam kolom untuk mengetweet yang berisi pertanyaan
sederhana “Apa yang anda lakukan saat ini?”. Keunggulan dari situs ini
adalah jangkauan yang tidak terbatas, yang mana jika layanan pesan berbasis
Short Message Service (SMS) hanya mampu mengirimkan informasi kepada
pengguna yang dikenal, maka Twitter bisa digunakan sebagai sarana
penyebar informasi kepada semua orang baik yang dikenal mauapun tidak.
Dalam aplikasi Twitter, ada beberapa istilah yang wajib diketahui oleh para
pengguna, dengan mengetahui istilah-istilah tersebut akan memudahkan
pengguna untuk menggunakan aplikasi Twitter dengan efektid dan efisien.
Istilah-istilah tersebut antara lain:52
Tweet
Tweet merupakan sebutan untuk melakukan pembaharuan status, atau
sering disebut dengan update. Hal ini biasa dilakukan oleh pengguna
Twitter saat hendak memberikan informasi atau pesan kepada pengguna
lainnya.
Followers
Followers adalah sebutan bagi orang yang mengikuti aktifitas pada
akun Twitter kita.
Following
Following adalah orang yang aktifitas pada akun Twitternya kita ikuti.
Ini merupakan kebalikan dari follower.
52 Mulya Hadi, Twitter untuk Orang Awam, (Palembang: Penerbit Maxicom, 2010), h.
47
Re-tweet
Re-tweet atau RT adalah memposting ulang tweet yang telah diposting
oleh orang lain melalui akun milik kita.
Trending Topic
Trending Topic adalah daftar topic yang sedang ramai dibicarakan oleh
para pengguna Twitter.
Direct Message
Direct Message atau DM adalah pesan pribadi yang secara langsung
tertuju pada satu pengguna Twitter.
Mention
Mention dalam Twitter diberi simbol “@”. Fungsi dari mention ini
adalah untuk membuat tag atau mengkhususkan tweet kepada pengguna
lain.
Hash Tags (#)
Hash Tag dalam Twitter diberi simbol “#”. Tanda pagar tersebut biasa
digunakan untuk mempermudah pencarian topik.
Favorites
Favorites adalah tweet yang disimpan karena merasa tweet tersebut
spesia atau penting.
48
C. Anasilis Wacana
1. Pengertian Analisis Wacana
Analisis wacana berasal dari dua kata yakni analisis dan wacana. Kata
analisis dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia terdapat dalam beberapa
pengertian yakni: 53
1) Kata analisis sebagai penyelidikan terhadap suatu peristiwa (karangan,
perbuatan, dan sebagainya) untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya
(sebab musabab, duduk perkaranya, dsb).
2) Penguraian suatu pokok atas berbagai bagiannya dan penelaahan bagian
itu sendiri serta hubungan antar bagian untuk memperoleh pengertian
yang tepat dan pemahaman arti keseluruhan.
3) Penjabaran sesudah dikaji sebaik-baiknya.
Analisis memiliki arti mencari pengertian yang tepat dan menyeluruh atas
suatu pokok dengan menelaah setiap bagian yang sebelumnya telah diurai
terlebih dahulu.
Sedangkan istilah wacana secara etimologis berasal dari bahasa sansekerta
wac/wak/vak artinya 'berkata' atau „berucap'. Kata tersebut mengalami
perkembangan menjadi wacana. Jadi kata wacana dapat diartikan sebagai
perkataan atau tuturan. Istilah wacana diperkenalkan dan digunakan oleh para
linguis di Indonesia sebagai terjemahan istilah dari bahasa Inggris discourse.
Kata ini diturunkan dari dis (dan/dalam arah yang berbeda) dan currere
(lari).54
53
DEPDIKNAS, KamusBesarBahasa Indonesia, (Jakarta: BalaiPustaka, 2005). Edisi ke-3,
h.43 54
Dede Oetomo, Kelahiran dan perkembanganan alisis wacana, (Yogyakarta :
Kanisius,1993), h. 3
49
Makna istilah di atas berkembang sehingga kemudian memiliki arti
sebagai pertemuan antar bagian yang membentuk satu kepaduan. Analisis
wacana menekankan bahwa wacana adalah juga bentuk interaksi. Analisis
wacana adalah ilmu baru yang muncul beberapa puluh tahun belakangan ini,
aliran-aliran linguistic selama ini membatasi penganalisisannya hanya pada
soal kalimat, dan barulah belakangan ini sebagian ahli bahasa memalingkan
perhatian kepada penganalisisan wacana.55
Alex Sobur berupaya merangkum pengertian wacana dari berbagai
pendapat, ia memandang wacana sebagai rangkaian ujar atau rangkaian tindak
tutur yang mengungkapkan suatu hal (subjek) yang disajikan secara teratur,
sistematis, dalam suatu kesatuan yang koheren, dibentuk oleh unsur segmental
maupun non segmental bahasa.Dari segi analisisnya, ciri dan sifat wacana itu
dapat dikemukakan sebagaiberikut:
1) Analisis wacana membahas kaidah memakai bahasa di dalam masyarakat
(rule of use – menurut Winowson).
2) Analisis wacana merupakan usaha memahami makna tuturan dalam
konteks, teks dan situasi (Firth).
3) Analisis wacana merupakan pemahaman rangkaian tuturan melalui
intepretasi semantik (Beller).
4) Analisis wacana berkaitan dengan pemahaman bahasa dalam tindak
berbahasa (what is said front what is done – menurut Labov).
55
Hamid Hasan Lubis, Analisis Wacana Pragmatik. (Bandung :Angkasa, 1993), h. 121
50
5) Analisis wacana diarahkan kepada masalah memakai bahasa secara
fungsional (functional use language – menurut Coulyhard).56
Ada tiga pandangan mengenai analisis wacana dalam bahasa. Pandangan
pertama diwakili kaum positivism-empisris, menurutnya analisis wacana
menggambarkan tata tuturan kalimat, bahasa, dan pengertian bahasa.
Pandangan kedua disebut sebagai kontruktivisme, yang menempatkan analisis
wacana sebagai suatu analisis untuk membongkar maksud-maksud dan
makna-makna tertentu. Pandangan ketiga, disebut sebagai pandangan kritis
yang menekankan pada konstelasi kekuatan yang terjadi pada proses produksi
dan reproduksi makna, dimana bahasa dipahami sebagai representasi yang
berperan dalam membentuk subjek tertentu, tema-tema wacana tertentu,
maupun strategi-strategi di dalamnya.57
Awal perkembangan analisis wacana kritis dikemukakan oleh Van Dijk
(1985), yaitu tahun 1970-an dengan menunjukkan dua kecenderungan.
Kecenderungan pertama, analisis structural teks atau analisis percakapan
menjadi kajian abstrak dan terlepas dari penggunaan bahasa yang aktual
(formal). Kecenderungan kedua, kajian bahasa dalam konteks sosial
mengambil perhatian pada contoh-contoh penggunaan bahasa dalam
komunikasi. Analisis wacana ini mendapat pengaruh dari teori linguistic kritis,
teorikritis Frankfurt, dan teori pascastrukturalisme yang berkembang di
Perancis.58
56
Alex Sobur, AnalisisTeks Media,(Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis
Semiotik dan Analisis Framing), (Bandung: Rosdakarya:2004), h. 72 57
YoceAliahDarma, AnalisisWacanaKritis, (Bandung :YramaWidya, 2009), Cet. Ke-I.h.
68-69. 58
Yoce Aliah Darma, Analisis Wacana Kritis, (Bandung : Yrama Widya, 2009), Cet. Ke-I.
h. 69
51
Dalam hal ini, ada berbagai varian teori analisis wacana kritis yang
dilahirkan oleh para ahli di dunia, di antaranya analisis wacana Michel
Foucault, Roger Fowler, dkk., Théo Van Leeuwen, Sara Mills yang
mengedepankan feminisme, dan lainnya. Riyono Pratiknyo sebagaimana
dikutip Alex Sobur dalam bukunya Analisis Teks Media menjelaskan bahwa
wacana adalah sebuah proses berpikir seseorang yang mempunyai ikatan
dengan ada tidaknya sebuah kesatuan dan koherensi dalam tulisan yang
disajikannya. Menurutnya, makin baik cara atau pola pikir seseorang, maka
akan terlihat jelas adanya kesatuan dan koherensi itu.59
Alex Sobur dalam
bukunya tersebut menggambarkan wacana dalam berbagai aspek makna
kebahasaan, di antaranya:
1) Komunikasi pikiran dengan kata-kata, ekspresi ide-ide atau gagasan
gagasan konversasi atau percakapan.
2) Komunikasi secara umum, terutama sebagai suatu subjek studi atau pokok
telaah.
3) Risalat tulis, disertasi formal, kuliah, ceramah, khotbah.60
Dari berbagai pengertian analisis dan wacana di atas, peneliti
menyimpulkan bahwa analisis wacana merupakan suatu kegiatan mengkaji
dan menelaah suatu produk komunikasi dari perspektif kebahasaan dengan
melihat teks kemudian dikaitkan dengan ideologi di balik terbentuknya teks
tersebut dengan melihat kognisi dan kontekssosial.
59
Alex Sobur, AnalisisTeks Media,(Bandung: Rosdakarya:2004), h. 10 60
Alex Sobur, AnalisisTeks Media, (Bandung: Rosdakarya:2004), h. 10
52
2. Analisis Wacana Teun A. Van Dijk
Dari sekian banyak model analisis wacana yang diperkenalkan dan
dikembangkan oleh para ahli, model yang paling banyak digunakan adalah
model Teun A. Van Dijk. Intianalisis Van Dijk menghubungkan tiga dimensi
wacana kedalam satu kesatuan analisis. Dimensi tersebut adalah dimensi teks,
kognisi sosial dan konteks sosial.61
Dijk melihat suatu wacana terdiri atas
berbagai struktur/tingkatan, yang masing-masing bagian saling mendukung.62
Menurut Van Dijk, sebagaimana yang dikutip Eriyanto penelitian atas wacana
tidak cukup hanya didasarkan pada analisis teks atas teks semata, karena teks
hanya hasil dari suatu proses praktik produksi yang juga harus diamati, dan
harus dilihat juga bagaimana suatu teks bisa semacam itu.63
Berikut ini analisis wacana sesuai dengan model Van Dijk:
1) Analisis Teks
Van Dijk melihat suatu teks terdiri atas beberapa struktur/tingkatan
yang masing-masing bagian saling mendukung. Ia membaginya ke dalam
tiga tingkatan. Pertama, struktur makro. Ini merupakan makna
global/umum dari suatu teks yang dapat diamati dengan melihat topik atau
tema yang dikedepankan dalam suatu berita. Kedua, superstruktur. Ini
merupakan struktur wacana yang berhubungan dengan kerangka suatu
teks, bagaimana bagian-bagian teks tersusun ke dalam berita secara utuh.
Ketiga, struktur mikro adalah makna wacana yang dapat diamati dari
61
Eriyanto, AnalisisWacana, PengantarAnalisis Teks Media (Yogyakarta :LkiS, 2001), h.
224. 62
Alex Sobur, AnalisisTeks Media, (Bandung: Rosdakarya:2004), h. 77 63
Eriyanto, AnalisisWacana: PengantarAnalisisTeks Media,(Yogyakarta :LkiS, 2001), h.
221
53
bagian kecil dari suatu teks yakni kata, kalimat, proposisi, anak kalimat,
parafrase, dan gambar.64
a) Struktur Makro (Mengamati Hal Tematik)
Elemen tematik merupakan gambaran umum dari suatu teks. Disebut
juga sebagai gagasan inti, ringkasan, atau yang utama dari sebuah teks.
Topik menunjukan informasi yang paling penting atau inti pesan yang
ingin disampaikan oleh komunikator. Dari topik ini kita bisa
mengetahui masalah dan tindakan yang diambil oleh komunikator
dalam mengatasi suatu masalah. Tindakan, keputusan, atau pendapat
dapat diamati pada struktur makro dari suatu masalah.65
Tema sebuah wacana akan tampak dalam pengembangan wacana.
Temapun akan memadu alur pengembangan sebuah wacana lisan
maupun tulisan. Intinya, tematik merupakan struktur yang menjelaskan
tentang tema yang diambil dari sebuah film.
b) Superstruktur (Mengamati hal Skematik)
Teks atau wacana umumnya mempunyai skema atau alur dari
pendahuluan sampai akhir. Alur tersebut menunjukan bagaimana
bagian-bagian dalam teks disusun dan diurutkan sehingga membentuk
kesatuan arti. Jadi, jika topik menunjukan makna umum dari suatu
wacana, maka struktur skematik atau suprastruktur menggambarkan
bentuk umum dari suatu teks.66
64
Eriyanto, AnalisisWacana: PengantarAnalisisTeks Media,(Yogyakarta :LkiS, 2001), h.
226 65
Eriyanto, Analisis Wacana: PengantarAnalisisTeks Media,(Yogyakarta :LkiS, 2001), h.
230 66
Eriyanto, Analisis Wacana: PengantarAnalisisTeks Media,(Yogyakarta :LkiS, 2001), h.
231
54
c) Struktur Mikro Mengamati Hal:
(1) Semantik
Pengertian umum semantik adalah disiplin ilmu bahasa yang
menelaah makna suatu bahasa. Sematik dalam skema Van Dijk
dikategorikan sebagai makna lokal, yakni makna yang muncul dari
hubungan antar kalimat, hubungan antar proposisi yang
membangun makna tertentu dalam suatu bangunan teks. Semantik
tidak hanya mendefinisikan bagian mana yang terpenting dari
struktur wacana, tetapi juga yang mengiringi kearah sisi tertentu
dari suatu peristiwa. Pada intinya, semantik membahas tentang
hubungan antar kalimat yang mempunyai makna tertentu dalam
sebuah teks yang mempunyai makna tersirat.67
(2) Sintaksis
Secara terminologi, kata sintaksis berasal dari bahasa Yunani (sun
= dengan + tattei = menempatkan), berarti menempatkan bersama-
sama kata-kata menjadi kelompok kata atau kalimat. Dapat
dikatakan bahwa sintaksis adalah bagian atau cabang dari ilmu
bahasa yang membicarakan seluk beluk wacana, kalimat, kalusa,
dan frase. Inti dari sintaksis adalah mengelompokan kata-kata
menjadi sebuah kalimat.68
(3) Stilistik
67
Alex Sobur, Analisis Teks Media Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis
Semiotik, dan Analisis Framing, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), h.78. 68
Alex Sobur, Analisis Teks Media Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis
Semiotik, dan Analisis Framing, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), h. 80
55
Pusat perhatian stlistika adalah Style, yaitu cara yang digunakan
seorang pembicara atau penulis untuk menyatakan maksud dengan
menggunakan bahasa sebagai sarana. Apa yang disebut gaya
bahasa itu sesungguhnya terdapat dalam segala ragam bahasa:
ragam lisan dan tulisan, ragam sastra dan ragam non sastra, karena
gaya bahasa adalah cara menggunakan bahasa dalam konteks
tertentu oleh orang tertentu untuk maksud tertentu. Akan tetapi
secara tradisional gaya bahasa selalu ditautkan dengan teks sastra,
khususnya teks secara tertulis. Intinya, stilistik merupakan kata
yang digunakan untuk mengkonstruksi wacana, atau gaya bahasa
yang digunakan oleh penulis.69
(4) Retoris
Strategi dalam level retoris merupakan gaya yang diungkapkan
ketika seseorang berbicara atau menulis. Misalnya dengan
pemakaian kata yang berlebihan (hiperbolik) atau bertele-tele.
Retoris mempunyai fungsi persuasif, dan berhubungan erat dengan
bagaimana pesan itu ingin disampaikan kepada khalayak.70
2) Kognisi Sosial
Analisis wacana tidak hanya membatasi perhatiannya pada struktur
teks, tetapi bagaimana suatu teks diproduksi. Dalam pandangan Van Dijk
perlu ada penelitian mengenai kognisi sosial yang meneliti kesadaran
mental wartawan, dalam hal karya sastra maka bisa dikatakan kesadaran
69
Alex Sobur, Analisis Teks Media Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis
Semiotik, dan Analisis Framing, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), h. 82 70
Alex Sobur, Analisis Teks Media Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis
Semiotik, dan Analisis Framing, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), h. 83-84
56
mental pengarangnya dalam membentuk teks dalam karyanya. Analisis
wacana tidak dibatasi hanya pada struktur teks, karena struktur wacana itu
sendiri menunjukkan atau menandakan sejumlah makna, pendapat, dan
ideologi. Untuk membongkar bagaimana makna tersembunyi dari teks,
maka dibutuhkan suatu analisis kognisi dan kontek ssosial. Pendekatan
kognitif didasarkan pada asumsi bahwa teks tidak mempunyai makna,
tetapi makna itu diberikan oleh pemakai bahasa. Kognisi sosial itu penting
dan menjadi kerangka yang tidak terpisahkan untuk memahami teks
media.71
3) Konteks Sosial
Dimensi ketiga dari analisis Van Dijk adalah analisi sosial. Wacana
adalah bagian dari wacana yang berkembang dalam masyarakat, sehingga
untuk meneliti teks perlu dilakukan analisis intertekstual dengan meneliti
bagaimana wacana tentang suatu hal diproduksi dan dikontruksi dalam
masyarakat. Titik penting dari analisis ini adalah untuk menunjukkan
bagaimana makna yang dihayati bersama, kekuasaan sosial diproduksi
lewat praktik diskursus dan legitimasi. Menurut Van Dijk, dalam analisis
mengenai masyarakat ini, ada dua poin yang penting: kekuasaan (power)
dan akses (acces).72
Berikut ini akan dijelaskan masing-masing faktor
tersebut:
a) Praktik Kekuasaan
71
Alex Sobur, Analisis Teks Media Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis
Semiotik, dan Analisis Framing, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), h. 221 72
Eriyanto, AnalisisWacana: PengantarAnalisisTeks Media,(Yogyakarta :LkiS, 2001), h.
271
57
Van Dijk mendefinisikan kekuasaan tersebut sebagai kepemilikan
yang dimiliki oleh suatu kelompok (atau anggotanya), satu kelompok
untuk mengontrol kelompok (atau anggotanya) dari kelompok lain.
Selain kontrol yang bersifat langsung dan fisik, kekuasaan itu
dipahami oleh Van Dijk, juga berbentuk persuasif: tindakan seseorang
untuk secara tidak langsung mengontrol dengan jalan mempengaruhi
kondisi mental, seperti kepercayaan, sikap dan pengetahuan.
b) Akses Mempengaruhi Wacana
Dalam pemahaman Van Dijk kelompok elit diyakini mempunyai
akses yang lebih besar dibandingkan dengan kelompok yang tidak
berkuasa. Oleh karena itu mereka yang lebih berkuasa mempunyai
kesempetan lebih besar untuk mempunyai akses pada media, dan
kesempatan lebih besar untuk mempengaruhi kesadaran khalayak.73
73
Eriyanto, AnalisisWacana: PengantarAnalisisTeks Media,(Yogyakarta :LkiS, 2001), h.
272
58
BAB III
GAMBARAN UMUM
Akun Negativisme
Akun @negativisme (https://twitter.com/negativisme)1 adalah akun anonim
yang muncul sejak tahun 2009. Kemunculan akun anonim ini terinspirasi dari
buah pikir Pidi Baiq yang dikenal sebagai penulis juga sebagai musisi.2
Gambar 3.1 Tampilan Profil Akun Twitter @Negativisme
Herman Rhadeya, adalah orang yang berada di balik akun Negativisme ini,
Herman mendapatkan ide untuk membuat akun anonim yang diberi nama
Negativisme setelah membaca salah satu buku karya Pidi Baiq, buku yang
menginspirasi Herman adalah buku Pidi Baiq yang berjudul “Al-Asbun
Manfaatulngawur”. Di dalam buku tersebut terdapat istilah “Pesimisme Positif”,
yang memiliki makna bahwa fungsi pesimis sesungguhnya adalah untuk
menurunkan ekspektasi seseorang terhadap sesuatu, hal ini dikarenakan
banyaknya kekecawaan yang timbul apabila realita tidak sesuai atau kurang dari
ekspektasi yang sudah diperkirakan. Oleh karena itu, untuk menghindari rasa
1 https://twitter.com/negativisme diakses pada Rabu, 03 Maret 2017. Pukul 08.15 WIB. 2 Wawancara Peneliti dengan Herman Radheya melalui Email, pada 23 Maret 2017
59
kecewa maka Pidi Baiq mengajak pembaca untuk pesimis terhadap sesuatu
sebagai bentuk antisipasi, juga agar timbul rasa syukur disaat realita melebihi
ekspektasi yang sudah diperkirakan. Pesimis yang diajarkan Pidi Baiq adalah
pesimis yang positif, yaitu tanpa mengurangi usaha untuk mencapai sesuatu hanya
saja menghindari harapan berlebih atas sesuatu. Buah pikir inilah yang kemudian
menginspirasi pemilik akun untuk membuat akun Negativisme dengan nama
lengkap Negativisme Optimispus yang memiliki gambaran makna tidak jauh
berbeda dengan Pesimisme Positif milik Pidi Baiq.3
Herman Rhadeya, pemilik akun Negativisme ini memiliki latar belakang
sebagai berikut; bekerja di perusahaan swasta dan berpendidikan terkahir S1
jurusan Sejarah. Herman menganut agama Islam yang tergolong dalam kategori
Islam moderat, bahkan lebih mendekati plural. Hal ini dikarenakan lingkungan
tempat Herman tinggal saat ini, yaitu di Purwakarta, terjalin hubungan yang
harmonis antar umat beragama, di mana terdapat forum lintas agama yang isinya
dialog, kegiatan bakti sosial, bahkan ketika ada kegiatan suatu agama, agama lain
ikut melibatkan diri (bukan dari segi ibadahnya tapi kegiatan sosialnya), misalnya
ketika takbir keliling para pemuka agama lain (Hindu-Buddha, Kristen, dan
Konghucu) ikut terlibat. Begitupun saat merayakan hari natal, siswa-siswi SMP
kerja bakti untuk membersihkan gereja, masjid, wihara dll. yang dekat dengan
sekolahnya.4
Sebagai seorang sarjana sejarah dan juga penggemar buku bacaan karya Pidi
Baiq, Derrida, Dante Allighieri dan banyak lagi, hal ini menjadi dasat bahwa tentu
saja Herman memiliki wawasan yang cukup luas dan pemahaman yang baik atas
3 Wawancara Peneliti dengan Herman Radheya melalui Email, pada 23 Maret 2017 4 Wawancara Peneliti dengan Herman Radheya melalui Email, pada 23 Maret 2017
60
kejadian-kejadian sosial yang terjadi di lingkungan sekitar. Oleh sebab itu isu-isu
yang menjadi sorotan Negativisme bukanlah isu-isu sederhana, kebanyakan dari
kicauan-kicauannya tersebut lebih cenderung kepada permasalahan kebhinekaan,
persamaan ras, sosial politik dan agama. Herman lebih tertarik pada isu-isu di atas
dan memilih untuk mengekspresikannya melalui media sosial yang sedang
populer saat ini. Hal ini menjadi pilihannya karena Herman meyakini bahwa
ruang publik yang paling efektif dan efisien saat ini terdapat pada media sosial.5
Gambar 3.2 Contoh Konten Cuitan Akun @Negativisme
Sebagai seorang muslim, Herman sangat percaya bahwa Islam yang dibawa
oleh Rasulullah SAW adalah Islam yang rahmatan lil’alamiin, yaitu Islam yang
membawa kedamaian bagi seluruh umat manusia bahkan seluruh alam. Hal inilah
yang membuat Herman gusar, yaitu ketika terdapat beberapa golongan yang tidak
sesuai dengan Islam yang selama ini diyakininya. Di mana golongan tersebut
merasa paling benar dan menyebarkan kebencian dengan melabeli kafir, musyrik,
dan banyak lagi sebutan yang dirasa kurang pantas untuk dilontarkan kepada
orang yang berada di luar golongannya. Bagi Herman, hal ini akan merusak
5 Wawancara Peneliti dengan Herman Radheya melalui Email, pada 23 Maret 2017
61
hubungan yang harmonis antar umat beragama, bahkan akan meghasilkan
pandangan yang negatif terhadap umat Islam di Indonesia pada umumnya. Selain
itu, jika melihat sejarah ketika Indonesia masih berjuang untuk memperoleh
kemerdekaan, bukan hanya umat Islam yang berjuang pada saat itu, terdapat
agama-agama lain yang juga ikut mengacungkan senjata untuk mengusir para
penjajah dari tanah air Indonesia. Jadi, Indonesia bukan hanya milik umat Islam.
Karenanya, penganut agama lain juga memiliki hak yang sama untuk menjalankan
ibadah sesuai dengan ajaran masing-masing tanpa gangguan, karena hal itu telah
diatur dalam undang-undang.6
Keresahan yang dirasakan Herman tersebut disalurkan melalui akun
Negativisme yang telah dibuat sejak tahun 2009. Herman berkicau melalui media
sosial Twitter untuk menanggapi dan mengomentari berbagai macam isu sosial
atau situasi nasional yang sedang hangat diperbincangkan oleh berbagai kalangan.
Dari kicauan-kicauannya tersebut, akun Negativisme mendapatkan banyak
followers yang sampai saat ini jumlahnya mencapai 118.000, hal ini membuktikan
bahwa keresahan yang dikicaukan oleh Herman melalui akun Negativisme
mewakili keresahan yang dirasakan oleh follorwers dan juga pengguna lain.
Kicauan pada media sosial Twitter memang memiliki batasan maksimal yaitu 140
karakter, namun hal ini tidak terlalu menjadi masalah bagi para pengguna, karena
pengguna bisa mengatasinya dengan membuat sebuah kultwit, yaitu berkicau
secara terus menerus dan memberikan nomor pada setiap kicauannya tersebut.
Para followers yang ingin membacanya hanya perlu mencari nomor urut pertama
6 Wawancara Peneliti dengan Herman Radheya melalui Email, pada 23 Maret 2017
62
dari setiap kicauan yang ada. Hal ini tentu tidak jadi masalah, dan pesan yang
disampaikan bisa dilakukan dengan tuntas.7
Gambar 3.3 Tampilan Profil Akun Instagram @Negativisme
Tidak berhenti sampai disitu, selain membuat akun anonim yang bernama
Negativisme Optimispus pada media sosial Twitter, Herman juga membuat akun
dengan nama yang sama pada media sosial lain seperti Facebook, Kaskus dan
Instagram. Hal ini dilakukannya agar bisa menjangkau para pengguna yang
memiliki kecenderungan menggunakan salah satu di antara media sosial tersebut.8
Dari data yang penulis himpun, terdapat 25.800 followers pada akun Instagram
Negativisme,9 sebagai pengguna baru, jumlah followers yang dimilikinya sudah
terbilang banyak dibanding akun-akun lain. Selain itu, pada media sosial Kaskus
akun Negativisme memiliki viewers sebanyak 100.093 pada thread yang diberi
Tagar Prakhotbah.10
Prakhotbah adalah kumpulan catatan mingguan yang rutin dibuat pada hari
Jumat oleh Herman dan kemudian dipublikasikan melalui semua media sosial
yang sudah Herman buat dan diberi nama Negativisme.
7 Wawancara Peneliti dengan Herman Radheya melalui Email, pada 23 Maret 2017 8 Wawancara Peneliti dengan Herman Radheya melalui Email, pada 23 Maret 2017 9 https://www.instagram.com/negativisme/ diakses pada 03 Maret 2017 pukul 11.17 WIB
10 https://www.kaskus.co.id/search?q=prakhotbah&forumchoice diakses pada 03 Maret
2017 pukul 11.18 WIB
63
Gambar 3.4 Tampilan Profil Akun Kaskus @Negativisme
Kumpulan catatan mingguan yang diberi nama Prakhotbah ini dimulai sejak
tahun 2013, sampai saat ini terdapat 207 catatan yang sudah dibuat oleh Herman
pada setiap hari Jumat. Tema dari catatan mingguan tersebut sangatlah beragam
dan disesuaikan dengan fenomena sosial yang terjadi di Indonesia, umumnya yang
berkaitan dengan keagamaan, politik, dan apapun itu yang berkaitan dengan
kehidupan sosial maupun kehidupan bermedia sosial. Catatan mingguan yang
dibuat oleh Herman melalui akun Negativisme tersebut dihimpun dengan rapih
dalam forum Kaskus, dengan itu setiap pembaca bisa dengan mudah memilih
judul yang ingin dibaca sesuai dengan kebutuhan.
Secara garis besar, tema yang diangkat oleh Negativisme melalui
Prakhotbah adalah isu tentang toleransi beragama. Dari total 207 catatan yang
sudah dibuat, terdapat 166 catatan yang membahas dan ada kaitannya dengan
toleransi antar umat beragama. Hal ini menunjukkan kecenderungan dan intensitas
pembahasan yang dibuat oleh Herman melalui akun Negativisme.
Dilihat dari beragai konten/catatan yang Herman buat, Herman cenderung
mengkritisi kaum muslimin yang menurutnya radikal dan intoleran terhadap
64
penganut kepercayaan lain. Terlebih ketika terdapat golongan yang membela
kelompok teroris. Hal ini sangat tidak masuk akal baginya, karena siapapun
orangnya, perbuatan teror tidaklah dapat dibenarkan dengan alasan apapun.
Bagi Herman, segala bentuk fanatisme yang berlebihan sangatlah berbahaya.
Seperti yang sudah diketahui bahwa terdapat berbagai macam suku dan budaya di
Indonesia, yang mana hal tersebutlah yang menjadikan Indonesia kaya.
Keragaman adalah ciri khas yang dimiliki Indonesia. Karena itu ketika ada suatu
kelompok yang muncul dan merasa diri paling benar dan hebat di antara
kelompok lain, bagi Herman hal tersebut akan memecah belah persatuan yang
selama ini dimiliki Indonesia. Inilah yang membuat Herman cenderung membuat
catatan mingguan yang bertemakan kesetaraan, kebhinekaan, dan toleransi.11
11 Wawancara Peneliti dengan Herman Radheya melalui Email, pada 23 Maret 2017
65
BAB IV
TEMUAN DAN ANALISIS DATA
A. Temuan Penelitian
Dalam kerangka analisis model Van Dijk, struktur teks, kognisi sosial, dan
konteks sosial adalah bagian yang saling berintegrasi dan tidak dapat dipisahkan.
Kalau suatu teks mempunyai ideologi tertentu, maka itu berarti menandakan dua
hal, Pertama, teks tersebut merefleksikan struktur model si pembuat teks ketika
memandang suatu peristiwa atau persoalan. Kedua, teks tersebut merefleksikan
pandangan sosial secara umum, skema kognisis masyarakat atas suatu persoalan.
Untuk itu diperlukan analisis yang luas yang mencakup konteks dan kognisi sosial
individu pembuat teks dan masyarakat, tidak terbatas hanya pada teksnya saja.1
Setelah dilakukannya analisis wacana kritis model Teun A. Van Dijk
terhadap catatan mingguan yang dibuat Herman melalui media sosial Twitter
dengan menggunakan hastag Prakhotbah, ditemukan pandangan yang dimiliki
Herman terhadap kehidupan umat beragama di Indonesia secara umum. Catatan-
catatan mingguan Prakhotbah yang dibuat oleh Herman tidak lepas dari kritiknya
terhadap kehidupan sosial umat beragama, di mana sudah banyak situasi dan
kondisi dari berbagai peristiwa baik sosial, politik, pertahanan dan keagamaan
yang mengusik kondusifitas yang sudah terjaga selama ini. Tentu saja hal ini
menimbulkan kekhawatiran bagi seluruh komponen anak bangsa yang berjuang
demi perdamaian dan berupaya untuk bersatu walau dalam perbedaan,
sebagaimana semboyan “bhineka tunggal ika” yang begitu masyhur dan begitu
1Teun Van Dijk, “The InterdiciplinaryStudy Of News as Discourse”,
http://www.discourses.org/journals/dac/ diakses pada Rabu, 22 Februari 2017, pukul 11.06 WIB
66
kuat untuk dijadikan pegangan bagi bangsa Indonesia yang memang lahir dari
kebhinekaan namun harus tetap menjaga pesatuan.
Kebhinekaan atau keberagaman yang menjadi karakter bangsa Indonesia
ini, menuntut semua elemen masyarakat untuk terlibat dalam membangun
kehidupan yang harmonis. Terdapat berbagai macam perbedaan yang berpotensi
untuk mengkotak-kotakkan kehidupan bangsa Indonesia, mulai dari keberagaman
mata pencaharian, keberagaman ras, keberagaman suku bangsa, keberagaman
agama dan keberagaman budaya. Oleh karena itu, telah menjadi tugas seluruh
elemen masyarakat untuk mengesampingkan perbedaan yang ada dan
mengedepankan persatuan dan kerukunan dalam bermasyarakat.
B. Analisis Data
1. Analisis Teks Prakhotbah
Dalam dimensi teks, analisis diarahkan pada struktur dari teks wacana itu
sendiri. Struktur sebuah wacana tekstual menurut Van Dijk terbagi dalam tiga
tingkatan, dimana ketiga tingkatan tersebut saling berkaitan dan saling
mempengaruhi yang pada akhirnya membentuk makna wacana secara
menyeluruh. Tiga tingkatan tersebut yaitu struktur makro, superstruktur dan
struktur mikro. Struktur makro berupa tematik, suprastruktur berupa skematik dan
struktur mikro terdiri dari skematik, sintaksis, stilistik dan retoris.
Analisis yang dilakukan pada dimensi teks ini dapat dilakukan secara
murni hanya dengan menyandarkan penelitiannya pada data primer (teks) yakni
setiap catatan mingguan karya Negativisme (Herman) yang memiliki kandungan
pesan toleransi antarumat beragama pada tahun 2017 yaitu, “Duo Mulia”,
“Berbalas” dan “Purwakarta Untuk Indonesia”.
67
a. Struktur Makro/Tematik
Unsur global yang menjadi gambaran umum dan mendominasi suatu
tulisan atau wacana disebut elemen tematik.2 Tema merupakan gagasan inti
dari suatu teks yang menggambarkan apa yang ingin disampaikan oleh
seorang penulis kepada pembaca melalui tulisannya dalam melihat atau
memandang suatu peristiwa. Dapat dikatakan bahwa gagasan inti dari suatu
tulisan hanya akan didapatkan setelah membaca keseluruhan teks. Tema
menggambarkan apa yang ingin diungkapkan oleh pembuat teks (dalam hal ini
Herman Rhadeya) dalam catatan mingguan “Prakhotbah”.
Melalui catatan mingguan yang dibuat Herman tersebut, jika diteliti
lebih jauh lagi maka akan ditemukan pandangan yang dimiliki Herman
terhadap kehidupan umat beragama di Indonesia secara umum. Dalam analisis
wacana teks yang dikemukakan oleh Van Dijk, teks tidak hanya
menggambarkan suatu topik tertentu, melainkan akan terdapat beberapa
subtopik yang saling berkaitan dan mendukung terbentuknya topik umum.
Begitupun subtopik terbentuk dari subbagian yang saling mendukung untuk
membentuk subtopik. Dengan kata lain, setiap isi teks secara keseluruhan
saling dukung membentuk satu pengertian umum yang koheren.3
Catatan-catatan mingguan Prakhotbah yang dibuat oleh Herman tidak
lepas dari kritiknya terhadap kehidupan sosial umat beragama, selain itu erat
juga kaitannya dengan kebhinekaan atau keberagaman yang menjadi karakter
bangsa Indonesia. Terdapat berbagai macam perbedaan yang berpotensi untuk
2 Eriyanto, AnalisisWacana: PengantarAnalisisTeks Media,(Yogyakarta :LkiS, 2001), h
229. 3 Eriyanto, AnalisisWacana: PengantarAnalisisTeks Media,(Yogyakarta :LkiS, 2001), h
230.
68
memecah-belahkan kehidupan bangsa Indonesia, mulai dari perbedaan mata
pencaharian, perbedaan ras, perbedaan suku bangsa, perbedaan agama,
perbedaan budaya dan yang paling merusak adalah perbedaan kepentingan.
Oleh karena itu, telah menjadi tugas seluruh elemen masyarakat untuk
mengesampingkan perbedaan yang ada dan mengedepankan persatuan dan
kerukunan dalam bermasyarakat.
Dari sekian banyak keberagaman yang dimiliki oleh warga Indonesia
tersebut, catatan mingguan Herman lebih fokus kepada keberagaman agama,
yang mana terdapat beberapa subtopik yang ditemukan dalam catatan
mingguan tersebut, antara lain;
1) Menghargai Kebebasan Eksistensial Agama
Salah satu topik yang mendukung tema utama dalam catatan
mingguan Prakhotbah yang dibuat oleh Herman ini adalah tentang
kebebasan umat beragama, salah satunya adalah dalam merayakan hari
besar. Pada penghujung tahun 2016, tepatnya di bulan Desember,
terdapat dua perayaan hari besar dari dua agama yang berbeda, yakni
perayaan peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW. Pada tanggal 12
Desember 2016 dan perayaan hari kelahiran Nabi Isa As. atau biasa
dikenal dengan Hari Natal pada tanggal 25 Desember 2016.
Momentum perayaan hari besar ini sangatlah penting bagi kedua
agama tersebut. Tentu perayaannya harus dilandasi sikap saling
menghormati antar umat yang berbeda keyakinan satu sama lain. Umat
Nasrani harus menghormati Umat Muslim saat sedang merayakan
setiap peringatan hari besar sesuai dengan ajaran yang berlaku,
69
begitupun sebaliknya, Umat Muslim harus menghormati setiap
perayaan hari besar yang diperingati oleh Umat Nasrani. Tidak hanya
sebatas itu, bahkan setiap elemen masyarakat harus menghormati
kebebasan beragama dengan segala macam ritualnya yang mana hal
tersebut sudah diatur dalam UUD 1945 pada BAB XI tentang Agama,
Pasal 29 ayat satu (1) dan ayat dua (2) yang berbunyi, Negara berdasar
atas Ketuhanan Yang Maha Esa dan Negara menjamin kemerdekaan
tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan
untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaan itu.4
Mengenai pemberian kebebasan atau kemerdekaan dalam
menganut sebuah agama termasuk menjalankan ibadat sesuai dengan
ajaran suatu agama ini, Herman menulis dalam catatan mingguan
Prakhotbah sebagai berikut:
Gambar 4.1 PraKhotbah 203: "Duo Mulia"
4 http://www.dpr.go.id/jdih/uu1945 diakses pada Selasa, 25 Oktober 2016 pukul 12.51
WIB.
70
Gambar 4.2 PraKhotbah 207 : Purwakarta untuk Indonesia
71
Bagi Nurcholis Madjid, memberikan kebebasan tidak hanya
sebatas pada membiarkan dan tidak menyakiti orang/kelompok lain,
tapi juga harus bertindak lebih dari sekedar membiarkan, akan lebih
baik lagi jika pemberian kebebasan dalam beragama tersebut dibarengi
dengan perbuatan saling mendukung dan membantu dalam hal meraih
kebebasan yang telah diatur dalam UUD 1945 tadi. Seperti halnya
catatan mingguan Herman di atas bahwa, di Purwakarta telah terjadi
kegiatan saling tolong-menolong antar umat beragama. Hal ini akan
menjadi bukti keberhasilan atas praktik toleransi antarumat beragama
yang selama ini diimpikan. Kehiduapan bermasyarakat akan lebih
harmonis jika mengesampingkan perbedaan yang ada pada setiap
individu atau kelompok. Karena selain hubungan antara Manusia dan
Tuhan, juga ada hubungan antara manusia dan manusia yang harus
diperhatikan.5
Herman memberikan contoh kehidupan toleransi antar umat
beragama yang terjadi di Purwakarta, bahwa dengan adanya perbedaan
tidak membuat para warga menjadi terkotak-kotakkan satu sama lain.
Warga Purwakarta bahkan bisa menjadi teladan dalam hal ini, karena
dalam kehidupan sosial, warga Purwakarta terbiasa untuk membantu
satu sama lain tanpa harus memandang latar belakang agama, bahkan
di Purwakarta secara rutin mengadakan acara agar antar umat
beragama memiliki waktu untuk duduk bersama, berdiskusi sampai
makan bersama. Tidak hanya sampai di situ, ketika salah satu agama
5Nurcholish Madjid, Pluralitas Agama (Kerukunan dalam Keragaman), (Jakarta: Penerbit
Buku Kompas, 2001), h. 13.
72
sedang merayakan hari-hari besar, kelompok agama lain pun turut
membantu untuk mempersiapkan acara tersebut.
2) Menerima Perbedaan
Topik selanjutnya adalah tentang menerima perbedaan dan
keberagaman. Keberagaman atau perbedaan adalah sebuah
keniscayaan yang ada di bumi Indonesia. Perbedaan tersebut muncul
mulai dari mata pencaharian, keberagaman ras, keberagaman suku
bangsa, keberagaman agama dan keberagaman budaya. Hal tersebut
menjadi sesuatu yang mutlak adanya. Sebagaimana firman Allah SWT.
dalam surat Al-Hujuraat ayat 13:
انثى وجعلنكم ن ذكز و بيهب النبس انب خلقنكم م قببٮ ل لتعبرفىاي ن شعىبب و ا اكزمكم
ا تقٮكم ز الل م خب ل
﴾۱﴿ ا الل
Artinya:
“Hai manusia. Sesungguhnya Kami menciptakan kamu
dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan
menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku
supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang
yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang
yang paling taqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah
Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (Q.S. Al-
Hujuraat: 13).”6
Ayat al-Quran di atas membuktikan bahwa perbedaan yang terjadi
merupakan sebuah kesengajaan yang dibuat oleh Allah SWT. agar
manusia bisa saling mengenal dan memahami satu sama lain.
Perbedaan tercipta agar bisa dijadikan pelajaran bagi manusia yang
hidup di muka bumi. Dengan ini, jelas bahwa orang-orang yang tidak
bisa menerima perbedaan adalah orang-orang yang belum siap dan
harus belajar lebih banyak lagi.
6Al-Qur‟an, Surat Al-Hujuraat, Ayat 13
73
Gus Mus, sebagaimana dikutip oleh Kompas,7 menyatakan bahwa
ketidakmampuan menerima perbedaan adalah dasar dari semua kasus
kekerasan, khususnya dalam perbedaan agama. Kekurangan tersebut
akhirnya membuat seseorang menjadi intoleran dan menghalalkan
kekerasan terhadap mereka yang berbeda. Bahkan yang lebih parahnya
lagi adalah ketika mayoritas merasa berhak mengatur minoritas.
Kekerasan terjadi bukan hanya antar agama yang berbeda, bahkan
banyak juga yang terjadi karena perbedaan “aliran” dalam suatu agama
tertentu.
Begitu banyak konflik yang terjadi dengan latar belakang agama
dalam beberapa tahun kebelakang, antara lain; pembakaran gereja di
Aceh Singkil,8 kerusuhan yang terjadi pada hari Raya Idul Fitri di
Tolikara, Papua,9 penyegelan masjid Ahmadiyah di Tebet,
10 ancaman
serangan kepada kelompok Syiah di Yogyakarta,11
dan masih banyak
lagi konflik lain yang terjadi karena perbedaan agama atau perbedaan
“aliran” dalam suatu agama. Namun dari beberapa konflik yang terjadi
7 Susi Ivvaty, Belajar Menerima Perbedaan, Harian Kompas edisi 17 Desember 2015.
http://nasional.kompas.com/read/2015/12/17/15090901/Belajar.Menerima.Perbedaan?page=all
diakses pada tanggal 09 Maret 2017. Pukul 11.45 WIB. 8 Imran M.A, Aceh Singkil Mencekam, Satu Gereja dibakar Dua Tewas, Tempo.co. 13
Oktober 2015. https://nasional.tempo.co/read/news/2015/10/13/058709127/aceh-singkil-
mencekam-satu-gereja-dibakar-2-tewas diakses pada Selasa, 14 Maret 2017 pukul 12.50 WIB. 9 Hari Raya Idul Fitri Ada Serangan di Tolikara, Sindonews. 17 Juli 2015.
https://daerah.sindonews.com/read/1024524/174/hari-raya-idul-fitri-ada-serangan-di-tolikara-
1437150841 diakses pada Selasa, 14 Maret 2017 pukul 12.47 WIB. 10
Anggi Kusumadewi, Jemaah Ahmadiyah Protes Penyegelan Rumah Ibadah, CNN
Indonesia, 10 Juli 2015. http://www.cnnindonesia.com/nasional/20150710122353-20-
65668/jemaaat-ahmadiyah-protes-penyegelan-rumah-ibadah-di-tebet/ diakses pada Selasa, 14
Maret 2017 pukul 12.43 WIB. 11
Addi MAwahibun Idhom dan Muh Syaifullah, Kelompok Syiah di Yogya diancam
diserang, Tempo.co 22 November 2013. Pukul 14.20 WIB.
https://nasional.tempo.co/read/news/2013/11/22/058531705/kelompok-syiah-di-yogya-diancam-
diserang diakses pada Selasa, 14 Maret 2017 pukul 12.40 WIB.
74
di atas menggambarkan arogansi warga pemeluk agama mayoritas
yang merasa memiliki kekuatan dan hak untuk menindas minoritas.
Haedar Nashir menjelaskan bahwa di zaman modern seperti
sekarang ini, banyak orang yang merasa perlu untuk kembali kepada
ajaran agama. Namun, jalan yang ditempuh dan jarak pandangnya
berbeda-beda. Haedar mengisyaratkan bahwa orang-orang yang jarak
pandangnya dekat hanya akan menemukan serpihan-serpihan ilmu
sehingga membuat Islam menjadi eksklusif.12
Sesungguhnya boleh-
boleh saja ketika terdapat perbedaan jarak pandang seperti yang
dikatakan Haerdar di atas, tapi semestinya tidak perlu saling ganggu
sehingga menumbuhkan sikap intoleran. Mengenai itu Herman
menulis dalam catatan mingguan Prakhotbah sebagai berikut:
Gambar 4.3 PraKhotbah 203: "Duo Mulia"
12
Susi Ivvaty, Belajar Menerima Perbedaan, Harian Kompas edisi 17 Desember 2015.
http://nasional.kompas.com/read/2015/12/17/15090901/Belajar.Menerima.Perbedaan?page=all
diakses pada Selasa, 14 Maret 2017 pukul 12.33 WIB.
75
Gambar 4.4 PraKhotbah 204: Berbalas
Perbedaan, sebagaimana telah dijelaskan di atas adalah sebuah
rahmat dari Allah SWT. agar manusia bisa saling mengenal dan
mengambil pelajaran. Sebagai salah satu orang yang peduli, melalui
catatan mingguan Prakhotbah, Herman berusaha menjadi penerus para
pejuang terdahulu yang mampu mengesampingkan perbedaan yang ada
demi tujuan yang ingin dicapai bersama. Dengan catatan mingguan
76
Prakhotbah ini pula Herman berusaha memerangi orang/kelompok
yang berusaha memecah-belah persatuan dan kesatuan Indonesia.
3) Etika Antar Umat Beragama
Topik selanjutnya yakni mengenai etika antar umat beragama yang
mana dalam hal ini setiap agama memiliki klaim bahwa ajaran yang
dianut adalah ajaran yang paling benar. Hal tersebut menjadi hal yang
paling mendasar atas terjadinya singgungan antar agama. Karena efek
dari doktrin agama tersebut membuat para pengikutnya mempunyai
pandangan yang subjektif terhadap agama, baik terhadap agama yang
dianut ataupun agama lainnya. Sejatinya untuk mengklaim bahwa
agama yang dianut adalah agama yang paling benar bukanlah hal yang
perlu dihindari, bahkan klaim seperti itu sangatlah penting untuk
meyakinkan para penganutnya begitupun penting untuk dapat
mengajak orang lain agar ikut menganut agama tersebut. Tapi yang
perlu ditanamkan adalah bahwa kebenaran hanyalah milik Allah SWT.
dan ketika suatu ajaran merasa bahwa ajaran tersebut adalah ajaran
yang benar, harus disadari juga bahwa ajaran lain belum tentu salah,
karena itu adalah salah satu konsekuensi dari perbedaan.
Setiap agama memiliki sebutan bagi golongan yang berada di luar
dari agama tersebut, dalam agama Islam, orang yang tidak mengikuti
ajaran Islam dengan sebutan „kafir‟, begitupun di agama-agama lain,
agama Kristen menyebutnya „domba-domba tersesat‟, „nastika‟ untuk
orang-orang yang meninggalkan ajaran Weda dalam Hindu, dan lain
sebagainya. Namun, sangatlah tidak etis jika sebutan tersebut
77
disampaikan secara langsung kepada yang bersangkutan. Jika memang
memiliki niat untuk mengajak orang lain untuk ikut menganut agama
tertentu, maka penting kiranya untuk memperhatikan metode
penyampaian yang baik agar hati orang tersebut terbuka dan mau
menerima ajaran agama yang sedang dijelaskan. Bukan malah memaki
orang tersebut dengan sebutan „kafir‟, „domba tersesat‟, „nastika‟,
apalagi sampai menghina apa yang disembah orang tersebut. Cara
seperti itu tidak akan bisa mengambil hati orang yang sedang diajak,
tapi sebaliknya, hal tersebut mungkin akan membuatnya marah karena
merasa diolok-olok. Seperti firman Allah SWT. dalam Al-Quran:
ف ى من دو ٱلل لم ول تسبىا ٱلذين ي ز ا بغ و لهم م سبىا ٱلل سينب لكل م كذلل
لى ) ب كبنىا يع زجعهم فنبئهم ب (١إلى ربہم م
Artinya:
"Janganlah kamu mengolok sembahan-sembahan yg mereka
sembah selain Allah, karena mereka nanti akan mengolok
Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan" (Al An'am
108)13
Sejalan dengan ayat tersebut, Herman menulis dalam Prakhotbah
sebagai berikut:
Gambar 4.5 PraKhotbah 204: Berbalas
13 Al-Qur‟an Surat Al-An‟am ayat 108.
78
79
b. Superstruktur/Skematik
Selanjutnya, Van Dijk menggunakan analisis cara penceritaan
(skematik/superstruktur) yang mendukung tema suatu wacana, yakni melihat
bagaimana mengaitkan satu peristiwa dengan peristiwa lain agar terangkai
menjadi satu teks utuh.14
Penyusunan bagian yang terdapat dalam suatu
teks/wacana merupakan strategi untuk mengedepankan bagian mana yang
dianggap penting, kemudian mengakhirkan bagian yang kurang penting atau
bahkan bagian yang berusaha untuk disembunyikan. Dalam pembagian suatu
teks/wacana umumnya terdapat judul yang merupakan summary dari sebuah
teks/wacana, selanjutnya disusul oleh lead yang berfungsi sebagai pengantar
ringkasan suatu teks/wacana, kemudian story yakni isi dari teks/wacana secara
keseluruhan, kemudian kesimpulan dari teks/wacana tersebut, dan yang
terkahir adalah penutup.
Dalam istilah lain, skema/superstruktur juga dapat diartikan sebagai
bangunan teks yang runut dari awal sampai akhir sehingga menjadi satu
kesatuan arti yang koheren dan padu. Superstruktur merupakan kerangka suatu
susunan dan rangkaian struktur suatu wacana atau skematika, hal tersebut
14
Eriyanto, AnalisisWacana: PengantarAnalisisTeks Media,(Yogyakarta :LkiS, 2001), h
231.
80
sangatlah lazim digunakan dalam sebuah percakapan atau tulisan yang diawali
dengan pendahuluan, dilanjutkan dengan isi pokok, diikuti kesimpulan dan
diakhiri dengan penutup.
1) PraKhotbah 203: Duo Mulia
Herman memberikan judul “Duo Mulia” untuk menekankan bahwa
terdapat dua sosok manusia yang kedudukannya diangkat dan
dimuliakan, bagaimana tidak, kedua orang ini adalah orang yang
membawa dan menyebarkan dua agama besar. Selain itu, keberadaan
kedua orang tersebut di muka bumi adalah untuk tujuan dan
tanggungjawab yang sangat berat, yaitu untuk membawa manusia
menuju jalan kebenaran, selain itu agar manusia hidup damai dan
saling berdampingan di muka bumi. Dalam catatan ini, Herman ingin
menyampaikan bahwa merayakan hari kelahiran kedua orang yang
dimulaikan ini merupakan hal yang memang sudah sepantasnya untuk
dilakukan.
Dalam catatan ini, Herman menggunakan lead sebagai berikut:
Gambar 4.6 Lead pada judul “Duo Mulia”
Bait pembuka dalam catatan ini memberikan pendahuluan yang
baik untuk para pembaca, yang mana dari pendahuluan tersebut
pembaca sudah mendapatkan sedikit gambaran tentang isi keseluruhan
teks/wacana. Dalam pendahuluan tersebut, Herman ingin
81
menyampaikan tentang keistimewaan bulan Desember pada tahun
2016, yang mana terdapat dua peringatan hari besar dari dua agama
besar yang terdapat di Indonesia. Peringatan hari besar yang ditujukan
untuk dua manusia mulia dari dua agama yang berbeda ini menjadi
ujian bagi kesadaran bertoleransi antarumat beragama.
Herman menyatakan bahwa bulan Desember pada tahun tersebut
adalah bulan yang spesial, karena dengan ini maka akan terlihat
seberapa jauh bangsa Indonesia khususnya penganut kedua agama
tersebut dapat menyikapi perbedaan yang ada, karena tidak menutup
kemungkinan terjadinya bentrok saat perayaan tersebut dilaksanakan,
ditambah lagi kedua agama memiliki cara yang berbeda dalam
memperingati hari besar tersebut. Karena itulah Herman menyebut
bahwa ini adalah bulan spesial untuk menguji kebesaran hati penganut
kedua agama untuk saling menghargai perbedaan yang ada.
Skema selanjutnya yaitu bait penjelas dari tema yang dibahas
dalam catatan mingguan ini. Dalam catatan “Duo Mulia” terdapat 4
(empat) bait penjelas, guna melengkapi alur dari sebuah catatan dan
melengkapi isi pesan yang dirasa perlu untuk disampaikan. Pembagian
bait yang berfungsi untuk melengkapi isi pesan catatan ini adalah
sebagai berikut:
Bait pertama, dalam memperingati hari kelahiran umumnya
terdapat pemberian kado sebagai hadiah. Di sini Herman mengajak
para pembaca untuk memberikan kado terbaik dalam perayaan
82
kelahiran kedua orang yang dimulaikan tersebut berupa kedamaian
dari para pengikutnya.
Gambar 4.7 Bait ke-1 pada judul “Duo Mulia”
Perdamaian antara kedua penganut agama yang berbeda ini pasti
akan menjadi kado terindah bagi pembawanya yakni Nabi Muhammad
SAW. dan Nabi Isa As. karena pada hakikatnya Tuhan dari kedua
orang tersebut adalah Tuhan yang sama.
Bait kedua, sudah menjadi sebuah kewajaran bahwa setiap adanya
perbedaan pasti terdapat rasa saling curiga, perbedaan tersebut yang
akhirnya menciptakan pengkotak-kotakkan yang memisahkan setiap
kubu yang tercipta dari perbedaan tersebut. Dalam catatan ini Herman
menegaskan bahwa perbedaan adalah sebuah keniscayaan, maka
sudahilah kecurigaan satu sama lain dan ambilah pelajaran dari
perbedaan yang ada.
Gambar 4.8 Bait pada ke-2 judul “Duo Mulia”
Pada bait di atas Herman menitikberatkan pesan pada jaminan yang
diberikan oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia kepada seluruh
umat beragama agar dapat memeluk agama yang diyakini dengan rasa
83
aman melalui Undang-Undang Dasar (UUD) dan Pancasila. Dengan
ini jelas bahwa seluruh bangsa Indonesia memiliki hak yang sama
untuk memeluk agama dan melaksanakan kegiatan keagamaan sesuai
dengan ajaran yang diyakini, maka tidak dibenarkan jika ada orang
yang menghalangi atau berusaha merebut hak yang diberikan oleh
Negara kepada penduduknya.
Bait ketiga, pengucapan selamat kepada pihak yang sedang
memiliki perayaan adalah hal yang sangat wajar, namun terdapat
beberapa pandangan yang membatasi pengucapan ini dengan alasan
bahwa dengan mengucapkan „selamat‟ atas perayaan agama lain maka
secara otomatis akan membuat orang tersebut keluar dari agama yang
dianut. Sebagai respon dari pandangan tersebut, Herman menulis
sebagai berikut:
Gambar 4.9 Bait ke-3 pada judul “Duo Mulia”
Herman melihat bahwa terdepat perbedaan pendapat atas masalah
pengucapan selamat ini, dan hal itu merupakan sesuatu yang wajar,
namun Herman menyayangkan jika perbedaan pandangan tersebut
melahirkan sebuah paksaan kepada pemilik pemahaman yang lain
dengan didasari sikap merasa paling benar. Bagi Herman, hal tersebut
akan merusak kerukunan yang sudah dijaga selama ini. Perbedaan
84
akan selalu ada, yang terpenting adalah bagaimana manusia menyikapi
perbedaan yang ada.
Dalam catatan mingguan “Duo Mulia” bagian terpenting yang
merupakan inti dari catatan ini diletakkan pada pertengahan
teks/wacana, yang mana bagian terpenting itu adalah sebagai berikut;
Gambar 4.10 Bagian terpenting pada judul “Duo Mulia”
Herman mengulas sedikit sejarah para pahlawan yang berjuang
untuk kemerdekaan Indonesia, yang mana para pahlawan tersebut
berjuang bersama tanpa mempermasalahkan perbedaan dan bersatu
untuk kemerdekaan Indonesia. Indonesia lahir dari perbedaan yang
kemudian disatukan dengan tujuan yang sama, yakni tujuan untuk
merdeka, sehingga perbedaan suku dan agama yang ada pada saat itu
ditiadakan. Bagi Herman, perbedaan suku, agama dan budaya yang
terdapat di Indonesia adalah karakter yang dimiliki Indonesia sejak
lahir, sehingga sudah sepantasnya hal tersebut tidak berusaha untuk
dihilangkan. Tugas bangsa Indonesia saat ini hanyalah untuk menjaga
apa yang sudah diperjuangkan oleh para pahlawan, yaitu persatuan dan
kesatuan Indonesia.
85
Bagian terakhir adalah bait yang berisi kesimpulan dari
teks/wacana catatan mingguan ini. Kesimpulan dari catatan ini adalah
bahwa perayaan hari lahir dari pembawa kedua agama besar yang ada
di Indonesia pada bulan yang sama ini perlu disadari dengan sikap
saling toleran antar kedua penganut agama tersebut. Herman berusaha
menarik kesamaan yang terdapat dalam kedua agama tersebut, bahwa
kedua agama ini sama-sama memiliki tujuan yang sama yaitu
menyebarkan kedamaian kepada seluruh alam. Pada bait ini Herman
menulis sebagai berikut;
Gambar 4.11 Bagian terakhir pada judul “Duo Mulia”
Herman menyadari bahwa di dalam setiap kelompok pasti terdapat
beberapa oknum yang bertindak gegabah dan dampaknya dapat
mencoreng nama baik dari kelompok tersebut. Begitu juga dalam
sebuah agama, yang mana terdapat oknum dari suatu agama yang
dapat merusak kredibilitas agama tersebut di mata khalayak umum,
terlebih di mata orang awam yang tidak mengerti keadaan di dalam
agama tersebut. Dalam hal ini, Herman menyayangkan bahwa terdapat
86
suatu kelompok dalam sebuah agama yang menamakan dirinya „front
pembela‟ dan membuat kerusuhan, menggunakan kekerasan dengan
mengatasnamakan agama yang kemudian malah memberikan dampak
perpecahan dan merusak citra agama tersebut.
Dalam akhir kalimat, Herman menambahkan “maha benar Tuhan
maha kadang-kadang kita”, dalam kalimat tersebut Herman berusaha
mengingatkan kepada para pembaca bahwa hanya Tuhan-lah yang
memiliki sifat maha benar, manusia tidak pernah luput dari salah,
karena itu Herman mengembalikan apa yang ditulisnya kepada Yang
Maha Kuasa, bahwa tidak menutup kemungkinan terdapat kesalahan
dari apa yang ditulis sebelumnya, manusia hanya bisa berusaha
semampunya, dan kebenaran hanya milik-Nya.
2) Prakhotbah 204: Berbalas
Pada catatan ke-204 Herman memberi judul “Berbalas”,
sebenarnya dalam judul ini terdapat kata yang dihilangkan, bahwa kata
yang sebenarnya ingin digunakan oleh Herman adalah “berbalakasih”,
hal ini didasarkan pada isi dari keseluruhan teks/wacana, penghilangan
kata „kasih‟ pada judul bertujuan untuk menarik perhatian pembaca,
bahwa dengan pemotongan atau penghilangan kata „kasih‟ pada judul
tersebut akan menimbulkan multimakna, dalam artian bisa saja isi dari
teks/wacana tersebut adalah tentang kegiatan saling balas yang positif
atau sebaliknya. Dengan penghilangan kata „kasih‟ pada judul tersebut,
bisa memberikan kebebesan kepada pembaca untuk memilih kata yang
tepat sebagai lanjutannya.
87
Lead pada teks/wacana ini menggambarkan bahwa setiap agama
memiliki ajaran yang sama tentang rasa kemanusiaan, Islam
mengajarkan kepada umatnya untuk menyebarkan kasihsayang kepada
seluruh alam, Kristes yang menunjukkan jalan hidup dengan penuh
cinta dan kasih, Hindu Budha yang menyikapi segala hal dengan bijak,
terlihat bahwa tidak ada agama yang mengajarkan kekerasan dalam
ajarannya.
Gambar 4.12 Lead pada judul “Berbalas”
Herman mengajak kepada pembaca untuk bersama-sama menjaga
kedamaian yang ada sesuai dengan ajara agama-agama, karena hal
tersebut telah diatur dalam Undang-Undang Dasar dan Pancasila.
Artinya, menghalangi dan menghentikan orang-orang yang betujuan
untuk merusak kedamaian tersebut adalah tindakan yang dapat
dibenarkan.
Selanjutnya, penjelasan dari lead di atas dibagi menjadi beberapa
bagian, dalam bagian pertama, Herman menjelaskan bahwa akan ada
beberapa oknum yang dapat merusak kedamaian tersebut, yaitu dengan
sikap merasa paling benar sehingga merasa berhak memaksakan
88
kehendaknya kepada orang lain dan menimbulkan perpecahan yang
sudah terjaga selama ini. Hal ini ditulis Herman sebagai berikut;
Gambar 4.13 Bait ke-1 pada judul “Berbalas”
Pada kenyataannya, benar bahwa setiap agama memiliki klaim atas
kebenaran ajarannya. Tapi yang perlu diperhatikan adalah bahwa akan
timbul masalah besar jika hal tersebut turun ke dalam ranah sosial, di
mana terdapat berbagai agama yang memiliki klaim kebenaran yang
sama, kemudian saling menyalahkan satu sama lain, jika ini sampai
terjadi maka akan terjadi perpecahan di mana-mana. Pada bagian
kedua, Herman menulis sebagai berikut;
Gambar 4.14 Bait ke-2 pada judul “Berbalas”
Seharusnya, cukuplah bahwa kebenaran sebuah agama yang dianut
itu tertanam dalam keyakinan masing-masing, karena setiap orang
memiliki pandangan yang berbeda atas kebenaran yang dipilih. Setiap
orang memiliki kebebasan yang sama untuk memilih dan menjalani
kehidupan beragama. Seperti yang ditulis Herman pada bagian pertama
89
bahwa tindak memaksakan kehendak bukanlah sesuatu yang dapat
dibenarkan. Jika memang bertujuan untuk mengajak penganut agama
lain agar berpindah agama dan menuju jalan yang benar, maka hal itu
harus dilakukan dengan cara yang baik, bukan melalui paksaan,
apalagi kekerasan.
Herman meletakkan bagian terpenting pada bagian ketiga, yaitu
tentang etika antarumat beragama dengan menganalogikan sikap
manusia terhadap penyandang disabilitas, yang mana tidak dapat
dibenarkan bahwa kenyataan pahit yang dialami oleh penyandang
disabilitas itu menjadi bahan olok-olok. Tentu saja hal tersebut akan
membuat mereka marah, walaupun pada kenyataannya hal itu memang
benar terjadi dan dialaminya. Hal ini berkaitan dengan pe-label-an
umat beragama terhadap orang-orang yang berada di luar agama
tersebut, contohnya adalah „kafir‟ dalam agama Islam dan „domba
tersesat‟ dalam agama Kristen. Kenyataan bahwa orang-orang tersebut
kafir atau tersesat sebagaimana dinyatakan oleh agama adalah benar
adanya, tapi mengungkapkan hal tersebut di muka yang bersangkutan
adalah tindakan yang amoral dan tidak etis. Dampaknya, hal tersebut
akan menghilangkan rasa simpati dari orang yang disebut kafir atau
domba tersesat tadi, yang akhirnya menghilangkan peluang dapat
diterimanya ajaran agama tersebut. Herman menegaskan ini dalam
tulisannya sebagai berikut;
90
Gambar 4.15 Bagian terpenting pada judul “Berbalas”
Selanjutnya, sebagai kesimpulan dan penutup dari teks/wacana ini,
Herman menambahkan pembahasan tentang keangkuhan sikap dari
kelompok yang merasa mayoritas, di mana dengan jumlah yang paling
banyak sehingga merasa berkuasa untuk bersikap semaunya dan tidak
menghargai kelompok yang minoritas. Padahal jika ditarik lebih jauh
lagi, kelompok yang mayoritas di Indonesia belum tentu mayoritas
juga di negara lain, oleh karena itu agar saudara-saudara satu
kelompok yang berada di negara lain dilindungi dan dihargai maka
mayoritas di sini pun harus menghargai minoritas. Herman
menegaskan bahwa tidak ada kelompok yang lebih superior dari
kelompok lain, akan lebih baik jika antarkelompok agama tersebut
saling bekerjasama membangun kedamaian di negeri ini. Herman
menulis sebagai berikut dalam kesimpulan teks/wacana kali ini;
Gambar 4.16 Bagian terakhir pada judul “Berbalas”
91
3) PraKhotbah 207: Purwakarta Untuk Indonesia
Judul “Purwakarta Untuk Indonesia” yang digunakan oleh Herman
pada catatan ke-207 adalah untuk menceritakan kehidupan antarumat
beragama yang terjadi di Purwakarta, di mana masyarakat Purwakarta
menjunjung tinggi kebhinekaan yang ada Indonesia. Menurut Herman,
Purwakarta adalah kota kecil yang dapat memberikan contoh
kerukunan antarumar beragama. Ketika di daerah tertentu terjadi
kerusuhan antarumat beragama, tapi yang terjadi di Purwakarta adalah
sebaliknya. Toleransi antarumat beragama berjalan dengan baik di
Purwakarta, dan hal tersebut tidak terlepas dari peran pemimpinnya,
92
yaitu Dedi Mulyadi yang saat ini sedang menjabat sebagai Bupati
Purwakarta.
Sebagai pendahuluan pada teks/wacana kali ini, Herman membuat
lead seperti berikut;
Gambar 4.17 Lead pada judul “Purwakarta Untuk Indonesia”
Dari lead tersebut, Herman memberikan gambaran bahwa
Purwakarta adalah kota kecil yang pantas untuk dikagumi dari segi
toleransinya, yang mana terdapat kasus intoleransi di wilayah lain tapi
tidak di Purwakarta.
Bait-bait yang dapat memaparkan lebih jelas tentang keadaan di
Purwakarta dibagi menjadi beberapa bagian, bagia pertama adalah
dilihat dari segi pelaksanaan aktifitas keagamaan, yang mana ketika di
tempat lain terdapat pemblokiran kegiatan keagamaan tertentu oleh
agama lainnya, di Purwakarta justru sebaliknya, masyarakat saling
membantu dan bergotong-royong demi terlaksananya kegiatan
keagamaan tersebut, hal ini digambarkan oleh Herman seperti berikut;
93
Gambar 4.18 Bait ke-1 pada judul “Purwakarta Untuk Indonesia”
Hal ini menjelaskan bahwasanya kerukanan beragama berjalan
dengan baik di Purwakarta. Para panganut agama yang berbeda
memiliki kebesaran hati untuk saling menghormati, yang mana saat
ada kegiatan dari salah satu agama, agama yang lain ikut membantu
membersihkan tempat yang akan dijadikan lokasi pelaksanaan kegiatan
tersebut. Kerukunan ini didasari dengan kesadaran akan pentingnya
hidup damai dan tenteram tanpa harus mempermasalahkan agama yang
dianut, karena sejatinya terdapat nilai-nilai kemanusiaan yang harus
dijalani dalam ajaran agama. Nilai-nilai kemanusiaan ini yang akhirnya
perlu diimplementasikan dalam kehidupan sosial.
Selanjutnya keistimewaan Purwakarta yang berusaha Herman
sampaikan ini ditulisnya dalam poin kebhinekaan yang terdapat pada
bagian kedua, yang mana ketika di tempat lain kebhinekaan terasa
sudah mulai retak oleh berbagai kepentingan, tapi tidak di Purwakarta.
94
Bagi Herman, retaknya kebhnekaan yang sudah terjaga selama ini
muncul dikarenakan kepentingan politik, pada bagian tersebut Herman
menulis sebagai berikut;
Gambar 4.19 Bait ke-2 pada judul “Purwakarta Untuk Indonesia”
Bagi Herman tentu saja kelebihan yang dimiliki Purwakarta ini
tidak lepas dari peran sang pemimpin, yakni Dedi Mulyadi. Kesadaran
Bupati Purwakarta akan kebhinekaan yang sudah mulai terkoyak ini
melahirkan formulasi yang tepat untuk daerah kekuasaaanya.
Kebijakan yang diambil pun tidak keluar dari tujuan untuk menjaga
persatuan dan kesatuan warga Purwakarta. Keterlibatan seorang
pemimpin untuk menjaga kedamaian yang ada pada warganya sangat
diperlukan. Hal ini lah yang menjadi poin terpenting dari teks/wacana
yang dibuat Herman kali ini. Di mana peran pemimpin sangatlah
penting untuk menjaga stabilitas dan kondusifitas yang terjadi di
lingkungan hidup warga.
Dedi Mulyadi sadar akan kehadiran kelompok radikal yang
mengatasnamakan agama untuk melakukan kekerasan dan bertindak
95
sewenang-wenang. Dengan bermodalkan kesiapan itu akhirnya
Purwakarta dapat terhindar dari kerusuhan yang terjadi atas nama
agama. Lebih dari itu, tidak hanya sekedar terhindar, melainkan Dedi
berhasil menyatukan umat yang berbeda agama dalam satu kesatuan
dan kedamaian. Diskusi antaragama yang berlangsung di Purwakarta
dapat membuktikan kerukunan yang terjadi. Beginilah seharusnya
seorang pemimpin mengambil tindakan untuk mengantisipasi
terjadinya perpecahan antarwarga dengan berlatarbelakang berbagai
kepentingan. Untuk menegaskan peran tersebut, Herman menulis
sebagai berikut;
Gambar 4.20 Bagian terpenting pada judul “Purwakarta Untuk Indonesia”
Selanjutnya adalah bagian kesimpulan dan penutup, pada
kesimpulan teks/wacana kali ini Herman berharap agar apa yang sudah
dicapai oleh Purwakarta saat ini bisa terus terjaga, bahkan alangkah
lebih baik lagi jika kerukunan tersebut dapat menjadi contoh bagi
daerah lain yang ada di Indonesia. Hal ini menjadi harapan bersama
bahwa setiap warga memiliki kesadaran untuk tetap hidup damai dan
saling menghormati satu sama lain.
96
Dalam kesimpulan catatan yang diberi judul “Purwakarta Untuk
Indonesia” ini, Herman menulis sebagai berikut;
Gambar 4.21 Bagian terakhir pada judul “Purwakarta Untuk Indonesia”
c. Struktur Mikro
Pada analisis struktur mikro elemen semantik digunakan untuk melihat
wacana dari suatu teks. Semantik adalah makna yang ingin ditekankan dalam
teks dari hubungan antarkalimat, hubungan antarpreposisi yang membangun
makna tertentu dalam bangunan teks. Elemen semantik merupakan elemen
terkecil dalam teks wacana, namun tetap memiliki keterkaitan dan porsi yang
sama dengan elemen lain (tematik dan skematik) dalam menentukan arah
makna suatu teks wacana.
1) PraKhotbah 203: Duo Mulia
Berkaitan dengan wacana utama dalam catatan Prakhotbah yang
diteliti, yakni tentang toleransi antar umat beragama, latar pada catatan
PraKhotbah ke-203 yang diberi judul “Duo Mulia” ini adalah tentang
perayaan hari kelahiran 2 (dua) orang istimewa, yaitu Nabi Muhammad
SAW. yang bertepatan pada tanggal 12 Desember 2016 dan Nabi Isa As.
pada tanggal 25 Desember 2016, selain itu kedua orang tersebut adalah
pembawa 2 (dua) agama besar di Indonesia. Sebagiamana yang ditulis
Herman sebagai berikut;
97
Bulan Desember bulan yang spesial, bagaimana tidak,
bulan ini ada dua peringatan manusia mulia dari dua
agama besar di Indonesia
Latar tersebut menegaskan kemuliaan para Nabi yang berkat
perjuangannya agama yang dibawakan olehnya menjadi agama dengan
penganut terbanyak di Indonesia. Kemuliaan dua Nabi tersebut menjadi
salah satu alasan bahwa sudah sepantasnya memperingati hari
kelahirannya. Setiap agama memiliki hak yang sama untuk
memperingati hari kelahiran ini, selain itu menjadikan hari tersebut
sebagai hari libur adalah sebagai sebuah penghormatan pemerintah
kepada penganut agama yang dimaksud agar dapat merayakannya sesuai
dengan ajaran dari kedua agama tadi.
Bagian yang menjadi elemen detil dari catatan Prakhotbah kali ini
terdapat pada bagian;
Hentikan saling curiga apalagi menghalangi kegiatan
ibadah agama yang beda, karena itu hak beragama yang
dijamin UUD dan Pancasila
Pada bagian tersebut Herman berusaha menegaskan bahwa hak
dalam melaksanakan kegiatan ibadah sudah dijamin dalam konstitusi
Indonesia, sehingga tidak ada yang berhak untuk menghalangi kegiatan
tersebut, bahkan curiga sekalipun. Penonjolan yang dilakukan Herman
ini adalah agar masyarakat bisa saling menghormati satu sama lain
terutama dalam urusan keagamaan.
Selanjutnya, elemen maksud wacana toleransi beragama bisa
dilihat melalui cara Herman menguraikan kata „beragam‟ dari„beragama‟
untuk menegaskan bahwa keberagaman pastilah ada dan harus dihargai,
98
dan disampaikan pula tentang perilaku dari oknum penganut agama yang
dapat merusak keharmonisan kehidupan umat beragama dengan perilaku
yang sewanang-wanang, dalam catatan ini Herman menulis sebagai
berikut;
Ada kata "Beragam" dlm "Beragama",Beragama itu harus
menghormati keberagamaan, bukan malah berusaha
menghilangkannya, apalagi dgn pemaksaan.
Mari beragama dengan Rahmatan lil alamin & cinta kasih,
seperti dicontohkan Nabi. Jangan seperti kelompok yg
mengaku front pembela, tapi justru malah merusaknya...
Maha benar Tuhan maha kadang-kadang kita, buktikan
kalo agama mengajarkan cinta kasih dan rahmat sekalian
alam
Kemudian sebagai bentuk kalimat yang terdapat unsure kausalitas
antara peringatan dari kedua agama tersebut dengan kehidupan toleransi
antarumat beragama adalah dengan mengangkat permasalahan hak,
dalam hal ini adalah hak untuk mengucapkan selamat kepada penganut
agama lain, Herman menyadari bahwa terdapat perbedaan pandangan
dalam hal ini , tapi Herman menegaskan kembali bahwa perbedaan itu
selalu ada, yang tidak dibenarkan adalah memaksakan kehendak kepada
orang yang memiliki pandangan berbeda dan yang lebih parahnya lagi
adalah dengan merasa paling benar, dalam catatan ini tertulis sebagai
berikut;
Yang mau mengucapkan selamat silakan yg tidak ya tidak
apa-apa, jangan sampai karena perbedaan lalu saling
memaksakan kehendak dan merasa paling benar
Toleransi adalah karakter Indonesia, para pahlawan dulu
tak permasalahkan agama, semua rakyat dari berbagai
suku dan agama adalah sama
99
Selanjutnya, pada elemen leksikon Herman menggunakan kata
“kado terbaik” dalam catatan ini untuk menarik hubungannya dengan
hari kelahiran seseorang, yang mana bahwa setiap perayaan ulang tahun
pasti terdapat kado yang diberikan kepada orang yang merayakan hari
ulang tahun, dank ado terindah yang dimaksud Herman di sini adalah
berupa kerukunan antar umat dari kedua Nabi teserbut. Heman menulis
sebagai berikut;
Peringatan lahir dua manusia Mulia, Maulid Nabi
Muhammad SAW & Natal Isa Almasih, Mari berikan kado
terbaik dengan berdamai antar umatnya
2) PraKhotbah 204: Berbalas
Latar dalam catatan mingguan ini bisa dilihat pada bait awal, yaitu
sebagai berikut;
Islam yang rahmatan lil alamin, Kristen yang cinta kasih,
Hindu Budha yang bijak bestari, Konghucu yang penuh
khidmat
Begitulah agama-agama yang dijamin oleh undang-undang
dan pancasila harusnya, jangan biarkan ada yang
merusaknya
Latar tersebut menggambarkan tentang ajaran-ajaran kemanusiaan
yang diajarkan suatu agama kepada umatnya. Bahwa pada kenyataannya
setiap agama mengajarkan kebaikan antar sesama manusia. Jika hal
tersebut disadari bersama oleh seluruh pemeluk agama yang ada di
Indonesia, maka tidak akan pernah terjadi kerusuhan dengan latar
belakang agama. Hal itulah yang diharapkan Herman dalam catatan
mingguan ini. Selain itu, Herman berulangkali menyatakan bahwa
100
keberadaan agama-agama tersebut dilindungi oleh undang-undang maka
dari itu tidak ada yang berhak merusak apalagi menghilangkannya.
Elemen detil pada catatan ini Herman mendukung pesan bahwa
terdapat beberapa oknum yang sengaja merusak keharmonisan
kehidupan umat beragama terdapat pada bagian berikut ini;
Tapi pasti ada beberapa umat yang egois, memaksakan
kehendak dan menghasut umat lainnya agar kedamian
antar umat menjadi retak
Bahwa terdapat beberapa kelompok yang egois dan merasa paling
benar sehingga memaksakan kehendaknya kepada kelompok lain
sehingga akhirnya dapat mencoreng nama baik kelompok yang lebih
besar dan akan menimbulkan keretakan antarumat beragama.
Selanjutnya, untuk mendukung elemen detil di atas, pada elemen
maksud Herman berusaha menjelaskan secara eksplisit bagaimana
tindakan dari oknum kelompok tertentu itu terjadi di kalangan
masyarakat, elemen maksud tersebut adalah sebagai berikut;
Kebiasaaan ngafir-ngafirin, sesat-sesatin, murtad-
murtadin, domba tersesat-domba tersesatin harusnya bisa
di minimalisir
Betul itu ada dalam ajaran agama masing-masing tapi
cukuplah diyakini tak perlu keluar tersebar, jadi label atau
jadi kata olok-olok dan cacian
Si a bukan Islam betul dia kafir, tapi tak elok ngata-ngatain
"eh dasar kafir!, haram nazis dan sebagainya dikatakan.
Pada elemen koherensi Herman berusaha melakukan pengingkaran
dengan menggunakan kata „walaupun‟ yang bertujuan untuk
mengingkari kebenaran di atas bahwa terdapat pelabelan yang dilakukan
101
suatu agama terhadap orang-orang yang berada di luar agama tersebut,
pengingkaran itu Herman tulis sebagai berikut;
Walaupun itu bener tapi tak etis, sama seperti kita
memperlakukan orang disabilitas, tak perlu menyebutnya
"dasar buntung, dasar buta dll" walupun kenyataannya iya.
Karena kata-kata itu akan menyakiti atau menyinggung,
mari tegakan tenggang rasa saling menghargai karena kita
tak akan jadi lebih mulia dgn menghina
Tak perlu gembar gembor anti ini itu, apalagi pasang
spanduk, menujukan keangkuhan karena merasa mayoritas,
kalo mereka membalas di tempat mereka sebagai mayoritas
gimana?
Pada potongan catatan di atas juga terdapat penggunaan kata
„mayoritas‟ sebagai kata ganti umat Islam, yang mana dalam kasus ini
Herman melihat bahwa beberapa oknum dari penganut agama Islam
bertindak sewenang-wenang karena merasa memiliki jumlah terbanyak
di Indonesia. Tindak sewenang-wenang yang dilakukan oleh oknum dari
umat Islam itu juga termasuk ujaran kebencian yang dapat menyinggung
perasaan penganut agama lain, Herman merasa bahwa hal tersebut tidak
pantas dilakukan. Herman menganalogikannya dengan penyandang
disabilitas, bahwa dengan mengatakan kekurangan yang dimiliki
penyandang disabilitas tersbut di hadapan orang yang bersangkutan akan
membuatnya tersinggung.
Pada elemen leksikon, pemilihan kata yang dilakukan Herman
terdapat pada kata „superior‟ dan „imperior‟ untuk mengisyaratkan
bahwa terdepat perbedaan tingkat antara mayoritas dan minoritas, lebih
dari itu hal ini mengisyaratkan penguasaan mayoritas atas minoritas.
102
Kata „superior‟ dan „imperior‟ yang dimaksud terdapat pada potongan
catatan berikut;
Mayoritas jangan berasa diatas harus mengayomi
minoritas, minoritas jangan culas harus menghormati
mayoritas, semua setara tak ada superior atau imperior
Terakhir adalah pada elemen metafora yang dapat mendukung
wacana toleransi beragama dalam catatan mingguan Prakhotbah yang
dibuat Herman adalah pada bagian terakhir catatan, yang mana Herman
selalu menggunakan kiasan „Maha Benar Tuhan maha kadang-kadang
kita‟ yang artinya bahwa kebenaran hanyalah milik Tuhan semata,
manusia hanya mampu mendekatinya, atau bahkan hanya dapat
dibenarkan pada suatu kelompok semata. Oleh karena itu, manusia tidak
berhak merasa paling benar di antara yang lain. Seperti yang ditulis
Herman sebagai berikut;
Maha benar Tuhan maha kadang-kadang kita, bekerjasama
lebih baik daripada saling cela, saling menghormati akan
mendamaikan, saling menyakiti akan menghancurkan.
Balas membalaslah dalam kebaikan, bukan sebaliknya.
3) Prakhotbah 207: Purwakarta Untuk Indonesia
Pada catatan mingguan kali ini, Herman menggunakan latar yang
menggambarkan tentang keadaan kehidupan toleransi beragama di
Purwakarta. Bahwa dari segi luas, Purwakarta adalah kota terkecil kedua
di Jawa Barat, namun dapat dijadikan contoh dalam menjalani kehidupan
antar umat beragama, di mana para penganut agama yang berbeda dapat
hidup rukun dalam bertetangga. Latar yang dimaksud adalah sebagai
berikut;
103
Purwakarta kota kecil sejuta cerita, kabupaten terkecil
kedua di Jawa Barat ini kiprahnya tak sekecil ukurannya,
Ketika di Jawa Barat banyak terjadi kasus intoleransi,
Purwakarta seperti anomali, yang seakan punya anti virus
penangkalnya
Herman mengatakan bahwa keadaan kehidupan antarumat
beragama di Purwakarta sangatlah berbeda di tempat lain khususnya di
Jawa Barat.
Untuk mendukung latar tersebut, Herman menggambarkan detail
dari perbedaan yang ada antara Purwakarta dengan wilayah lainnya.
Yaitu disaat terdapat pelanggaran hak umat beragama di wilayah lain
baik berupa penghadangan atau pemblokiran atau pemboikotan atas
suatu kebijakan atau produk yang berkaitan dengan agama tertentu, di
Purwakarta yang terjadi adalah sebaliknya, dimana antarumat beragama
saling bantu dalam urusan yang berkaitan dengan agama tertentu seperti
pembersihan gereja dan masjid, bahkan Herman mengatakan bahwa
terdapat acara makan bersama antarumat beragama, yang mana hal
tersebut akan menjaga rasa kesatuan dan kebhinekaan. Elemen detil pada
catatan Herman terdapat pada bagian berikut;
Di daerah tertentu ada penghadangan dan pemblokiran
acara keagamaan, di Purwakarta malah duduk bersama-
sama, makan bersama lintas agama.
Saat diberbagai tempat tolak ini itu, di Purwakarta malah
saling berbalas kebaikan, gereja dan mesjid gotong royong
dibersihkan.
Saat kebhinekaan terkoyak karena gesekan kepentingan,
kepentingan politik, di Purwakarta kebersamaan dalam
kebhinnekaan terus terjaga
104
Atas keberhasilan Purwakarta dalam membangun hubungan yang
harmonis antar umat beragama ini, berhubungan dengan elemen
koherensi yang sedang dianalisis, dapat ditemukan bahwa Herman
berusaha menarik koherensi antara kerukunan umat beragama di
Purwakarta dengan pemimpin yang memiliki kewenangan di kota
tersebut, yakni Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi. Agar teks/wacana ini
memiliki hubungan kausalitaa satu sama lain Herman menggunakan
kalimat sebagai berikut;
Formulasi ini tak lepas dari kiprah @DediMulyadi71 yang
sadar betul hari ini Indonesia sedang dicoba disusupi
radikalisme berbalut agama
Pada bagian leksikon, yakni pemilihan kata yang digunakan
Herman dalam wacana ini adalah kata „mereduksi‟, yang berarti
mengurangi, dalam konteks kali ini yang dikurangi adalah kebhinekaan,
yaitu mengurangi rasa persatuan dan kesatuan masyarakat Indonesia.
Selanjutnya Herman menggunakan kata „fanatik‟ yang memiliki arti
meyakini secara kuat, dalam hal ini kefanatikan yang dimaksud adalah
fanatik dalam beragama. Sebagaimana yang ditulis Herman berikut;
Banyak pihak yang ingin mereduksi kebhinnekaan dengan
memanfaatkan kefanatikan, semoga negara ini bisa tetap
teguh pendirian.
Pada elemen terakhir yakni elemen metafora yang berupa bahasa
kiasan „menularkan virusnya‟, yang memiliki maksud menyebarkan
keberhasilan Purwakarta dalam membangun keharmonisa hidup
beragama ke wilayah lain. Penekanan tersebut terdapat pada akhir
catatan sebagaimana berikut;
105
Semoga dari Purwakarta, bisa menularkan virusnya ke
seantero Jawa Barat bahkan untuk Indonesia. Semoga.
Maha benar Tuhan maha kadang-kadang kita, kota kecilku
purwakarta teruslah bercerita.
Herman berharap dengan sedikit ulasan tentang Purwakarta dalam
membangun kerukunan antarumat beragama ini dapat memotivasi
wilayah lain agar berusaha sekeras mungkin demi terwujudnya toleransi
antar umat beragama.
2. Analisis Kognisi Sosial
Analisis kognisi sosial adalah analisis yang digunakan dalam penelitian ini
untuk mengetahui kognisi atau kesadaran mental pembuat catatan mingguan
Prakhotbah, yang dalam hal ini adalah Herman Radheya. Kesadaran mental ini
akan mempengaruhi suatu wacana teks. Pendekatan kognitif ini didasarkan pada
asumsi bahwa teks tidak memiliki makna, namun makna itu diberikan oleh
pengguna bahasa.
Terkait dengan kognisi sosial, pemahaman Herman sangat berpengaruh
terhadap keseluruhan catatan yang rutin dibuat setiap minggunya. Dalam kognisi
sosial, peristiwa dipahami dan dimengerti didasarkan pada skema. Van Dijk
menyebut skema ini sebagai model. Eriyanto mengungkapkan bahwa model yang
tertanam dalam ingatan tidak hanya berupa gambaran pengetahuan, tetapi juga
pendapat atau penilaian tentang peristiwa. Skema ini kemudian
dikonseptualisasikan sebagai struktur mental di mana tercakup di dalamnya
penjelasan tentang bagaimana seseorang memandang manusia, peranan sosial dan
peristiwa.15
15
Eriyanto, AnalisisWacana: PengantarAnalisisTeks Media,(Yogyakarta :LkiS, 2001), h
262
106
Dari hasil penelitian pada catatan mingguan ini, dapat ditemukan beberapa
skema/model yang menjadi landasan bagaimana Herman menciptakan catatan
mingguan Prakhotbah, sesuai dengan macam-macam skema/model yang terdapat
pada buku Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media karya Eriyanto
bahwa dalam analisis kognisi sosial terdapat beberpa skema/model yang dapat
digambarkan. Skema pertama adalah skema person, yang mana dalam skema ini
dapat dilihat bagaimana seorang pembuat teks/wacana memandang dan
menggambarkan orang lain. Skema kedua adalah skema diri, skema ini
berhubungan dengan bagaimana pembuat teks/wacana memandang, memahami
dan menggambarkan diri sendiri. Skema ketiga adalah skema peran, skema ini
berhubungan dengan bagaimana pembuat teks/wacana memandang dan
menggambarkan peranan dan posisi yang ditempati seseorang dalam masyarakat.
Skema keempat adalah skema peristiwa, skema peristiwa ini adalah skema yang
menjadi ukuran seorang pembuat teks/wacana, karena peristiwa adalah hal yang
selalu dilihat dan didengar. 16
Berdasarkan wawancara kepada Herman sebagai seorang penulis catatan
mingguan Prakhotbah, dapat ditemukan skema pertama yaitu skema person,
bagaimana Herman memandang suatu kelompok yang fanatik terhadap agama,
yang mana kefanatikan tersebut melahirkan sebuah tindakan yang radikal.
Herman sangat sinis melihat kenyataan bahwa banyak kelompok radikal yang
mengatasnamakan agama untuk membenarkan tindakan yang bisa dikatakan tidak
manusiawi. Karena dengan keberadaan kelompok tersebut, yang mana kelompok
tersebut hanyalah segelintir oknum yang melakukan tindakan sewenang-wenang,
16
Eriyanto, AnalisisWacana: PengantarAnalisisTeks Media,(Yogyakarta :LkiS, 2001), h
262
107
dapat merusak citra agama tersebut secara lebih luas lagi, keberadaan kelompok
ini dipandang Herman sebagai benalu, karena bagi Herman (sebagai penganut
agama yang sama dengan kelompok yang dimaksud), agama Islam tidak
menjadikan tindak kekerasan sebagai satu-satunya solusi untuk menyelesaikan
masalah, bahkan hal tersebut adalah jalan terakhir yang digunakan Rasulullah
SAW. hal ini tercakup dalam wawancara bersama Herman sebagai berikut;
“sebagai seorang muslim, apapun alasannya saya tidak
membenarkan segala tindak kekerasan, ditambah lagi hal itu
mengatasnamakan agama. Masalahnya adalah tindak sewenang-wenang
yang dilakukan sekelompok orang ini dikarenakan pemahaman yang
dangkal atas agama Islam. Mereka tuh kaya benalu, soalnya ga menutup
kemungkinan gara-gara orang-orang ini, Islam dipandang radikal dan
kasar, tidak bersahabat dan lain sebagainya. Jika kamu seorang muslim,
coba bayangkan kalo suatu hari nanti, Islamofobia yang terjadi di Inggris
akan terjadi juga di Indonesia. Sebagai seseorang yang berada di dalam
agama yang sama, saya merasa ini bagian dari tanggung jawab saya
untuk mengingatkan orang-orang ini.”17
Skema kedua yaitu skema diri. Dalam setiap catatan yang dibuat, Herman
lebih cenderung mengusung tema-tema kebhinekaan dan toleransi agama. Dapat
dikatakan bahwa hal tersebut adalah hal yang sama-sama dirasakan oleh kalangan
masyarkat, hal ini lah yang kemudian menjelaskan bagaimana Herman dengan
akun anonim @negatvisime bisa memiliki ratusan ribu followers, bahkan tanpa
perlu memperkenalkan identitas pribadi, keterlibatan para followers (baik berupa
retweet, reply, atau like) adalah murni karena isi dari tweet yang diposting
@negativisme yang tidak pernah dikenal siapa orang dibaliknya. Berikut adalah
hasil wawancara yang berkaitan dengan hal tersebut;
“Awal saya buat akun ini tuh setelah saya baca bukunya Pidi Baiq,
pada saat itu buku yang saya baca judulnya Al-asbun: Manfaatul
Ngawur,di buku itu ada istilah „pesimisme positif‟, dari situ akhirnya saya
17
Wawancara Penulis dengan Herman Rhadeya melalui Email, pada 23 Maret 2017
108
iseng bikin akun dengan nama negativisme optimispus, kemudian seiring
berjalannya waktu saya lebih tertarik untuk bahas soal kebhinekaan,
persamaan ras dan toleransi beragama. Itu karena saya ngeliat baik di
media maupun di kehidupan nyata, banyak orang-orang yang egois dan
berusaha merusak kesatuan Indonesia. Saya akui saya sengaja
menggunakan bahasa yang satir dan cukup sarkas saat mengkritik,
mungkin itu yang bikin followers saya banyak, walaupun mungkin banyak
yang pengen ngebully saya juga hehe. Tapi kebanyakan mereka juga
sependapat dengan keresahan yang saya rasakan.”18
Skema ketiga adalah skema peran, dalam penelitian ini ditemukan bahwa
peran yang diambil Herman dengan cara membuat catatan mingguan yang berupa
kritik atau hanya sekedar pengingat kepada para pembaca untuk kembali
menyuarakan toleransi dan kerukunan antar umat beragama, bahwa jangan mudah
terpengaruh dengan propaganda-propaganda yang dilakukan untuk memecahbelah
persatuan bangsa Indonesia, sebagai seorang yang peduli terhadap keutuhan
negara Indonesia dengan kebhinekaannya, maka Herman cenderung
memanfaatkan akun @negativisme untuk menyuarakan hal tersebut. Berikut
adalah hasil wawancara yang berkaitan dengan hal tersebut:
“saya sengaja menggunakan bahasa satir dan sarkas, karena
target saya adalah pengguna twitter yang kebanyakan anak muda. Saya
paham betul kalo masa-masa muda itu masanya mencari jati diri, dan
yang saya khawatirkan, pemuda yang mencari jalan kebenaran tapi malah
kecebur di kelompok yang radikal kaya gini, mereka akan jadi sasaran
empuk untuk didoktrin habis-habisan yang akhirnya bikin mereka jadi
fanatis dan radikal.karena itu saya berusaha mengingatkan mereka
sebelum terlambat, yang paling buruk itu mereka bakal jadi agen-agen
intoleransi dalam kehidupan sosial bermasyarakat di kehidupan sehari-
hari.”19
Skema keempat yaitu skema peristiwa. Dalam skema ini, Herman melihat
banyaknya konflik yang terjadi dengan latar belakang agama. Konflik tersebut
merupakan bukti bahwa kerukunan antar umat beragama di Indonesia sudah mulai
terganggu dengan adanya oknum-oknum yang sengaja dan bertujuan untuk
18
Wawancara Penulis dengan Herman Rhadeya melalui Email, pada 23 Maret 2017. 19
Wawancara Penulis dengan Herman Rhadeya melalui Email, pada 23 Maret 2017
109
memecah-belah bangsa Indonesia. Indonesia yang terdiri dari berbagaimacam
suku dan budaya ini perlu dijaga keragamannya, tidak boleh ada satu kelompok
yang merasa pantas untuk menghilangkan keberagaman tersebut. Hal yang
berkaitan dengan ini, Herman menggunakan contoh saat terjadi perusakan
terhadap patung-patung tokoh pewayangan yang terdapat di Purwakarta, ormas
Islam yang melakukan perusakan tersebut berpendapat bahwa pendirian patung
merupakan tindakan syirik yang dapat menggugurkan keimanan seorang muslim.
Dalam kasus tersebut, Herman merasa bahwa tidak sepantasnya keimanan
seseorang di zaman yang sudah berkembang ini dapat terganggu hanya dengan
keberadaan patung, yang mana patung adalah benda mati dan tidak ada hal yang
perlu ditakuti dari keberadaannya. Berikut adalah hasil wawancara bersama
Herman:
“Awal-awal tahun 2016 sempet ada tindakan anarkis dari ormas
Islam yang merusak patung-patung tokoh pewayangan yang ada di
Purwakarta. Kata mereka itu adalah perbuatan syirik. Padahal kita juga
sama-sama tahu kalo patung itu gabisa apa-apa. Gimana kita syirik sama
hal yang begituan, siapa yang bodoh disini? Keimanan mereka yang
terlalu lemah sampe takut musyrik Cuma karena patung, saya mengutip
dari perkataan Gus Mus, dia bilang “bukan keyakinan agama yang
membuat orang merasa benar sendiri dan suka menyesatkan orang lain,
tapi justru kekurangyakinannya”waktu jaman kemerdekaan, orang-orang
dari berbagai suku dan agama berjuang bersama demi kemerdekaan,
sekarang pas giliran sudah merdeka, banyak orang yang lupa sama
perjuangan mereka. Orang-orang terdahulu rela bersatu demi
kemerdekaan, kenapa orang sekarang yang tinggal nikmatin malah mau
ngehancurin? Bisa dibilang mereka ini egois.”.20
Berdasarkan hasil wawancara di atas, dapat dilihat bahwa memori atau
pengalaman pribadi yang selama ini dialami Herman memunculkan sikap kritis
terhadap setiap tindakan yang masuk kategori intoleran, hal ini Herman lakukan
20
Wawancara Penulis dengan Herman Rhadeya melalui Email, pada 23 Maret 2017
110
demi menjaga apa yang sudah diperjuangkan oleh para pendahulu agar Indonesia
tetap satu.
3. Analisis Konteks Sosial
Analisis konteks sosial dimaksudkan untuk melihat konteks atau latar
belakang terbentuknya teks tersebut. Menurut Eriyanto, wacana adalah bagian dari
wacana yang berkembang dalam masyarakat, sehingga untuk meneliti teks perlu
dilakukan analisis intertekstual dengan meneliti bagaimana wacana tentang suatu
hal diproduksi dan dikontruksi dalam masyarakat.21
Dalam penelitian ini akan
dibahas mengenai wacana toleransi dalam beragama yang terdapat dalam
kehidupan sosial ataupun kehidupan bermediasosial. Catatan yang dibuat Herman
melalui Twitter dengan Hastag Prakhotbah ini tidak lepas dari kritik terhadap
sekelompok orang yang mengatasnamakan agama untuk melakukan tindakan
sewenang-wenang.
Dalam wawancara yang telah dilakukan, Herman mengungapkan bahwa
catatan Prakhotbah ini dibuat sebagai bentuk respon terhadap kehidupan sosial
masyarakat juga kehidupan bermediasosialnya. Herman melihat bahwa
keberadaan media sosial saat ini sangat membantu, tapi selain dampak positif juga
terdapat dampak negatif, seperti penyebarluasan informasi yang belum terbukti
benar atau tidaknya (hoax). 22
Untuk menanggapi hal itu Herman pun menulis
dalam salah satu catatan mingguannya dan diberi judul “Hoaxer”, pada catatan
tersebut Herman berusaha menyadarkan para pengguna media sosial agar jangan
terlalu mudah percaya dengan informasi yang beredar di media sosial sebelum
21
Eriyanto, AnalisisWacana: PengantarAnalisisTeks Media,(Yogyakarta :LkiS, 2001), h.
271 22 Wawancara Penulis dengan Herman Rhadeya melalui Email, pada 23 Maret 2017
111
terbukti kebenerannya. Dalam catatannya tersebut, Herman menulis sebagai
berikut:
“sekarang zaman serba canggih, infornasi nyaris tak terbatas dan
terus menerus datang. Tentu saja kemajuan ini berdampak baik kalo
dipergunakan dengan baik dan juga buruk jika dipakai keburukan.
Fenomena sekarang, orang gampang banget percaya kabar-kabar yang
belum jelas sumbernya. Ini dimanfaatkan para ahlul fitnah untuk
menyebar hoax yang bertendensi memancing amarah masyarakat. Apalagi
jika menyangkut SARA, masyarakat gampang percaya dan mudah dihasut,
akibatnya rebut. Sebagai makhluk berakal, jangan mau dikadalin
provokator ya, cek dan ricek dan tabayun sebelum ikut nyebarin. Hoax
disebarkan si tukang fitnah, bertujuan untuk mengacaukan dan bikin
rusuh, dipercaya oleh si tolol. Semoga kita tak temasuk”23
Dalam catatan tersebut menujukkan bagaimana Herman melihat keadaan
masyarakat modern dengan kehadiran media sosial dan perkembangan teknologi
yang memudahkan jalan untuk mendapatkan informasi, namun disayangkan jika
kemudahan itu malah menjadi petaka bagi para pencari informasi yang
mendapatkan informasi palsu, khususnya dalam hal yang dapat memancing
amarah masyarakat, seperti hal menyangkut Suku Agama Ras Antargolongan
(SARA). Oleh karena untuk menjaga keseimbangan informasi, dengan kata lain
adalah untuk mengajak para pengguna media sosial untuk memastikan kebenaran
sebuah informasi sebelum akhirnya ikut menyebarkan informasi tersebut melalui
media sosial yang dimiliki. Penyebaran informasi yang tidak terbatas ini yang
kemudian bisa dimanfaatkan untuk menggiring opini masyarakat.
Permasalahannya adalah saat opini yang disebarkan adalah opini yang dapat
menghasut dan memancing amarah masyarakat dan parahnya lagi adalah saat
masyarakat percaya begitu saja terhadap isu yang belum jelas kebenarannya.
23
Catatan Prakhotbah pada Kaskus
https://www.kaskus.co.id/show_post/568f35aa14088dfb468b4568/350/- diakses pada 31 Maret
2017 pukul 14.28 WIB.
112
C. Interpretasi
Setelah dilakukannya analisis wacana kritis model Teun A. Van Dijk
terhadap catatan mingguan Prakhotbah yang dibuat Herman Radheya ini, terbukti
bahwa Herman Rhadeya sebagai pemilik akun @negativisme memiliki
kepedulian atas kehidupan toleransi antar umat beragama. Selain itu, Herman juga
melihat bahwa kemajuan tekhnologi, dalam hal ini adalah kehadiran media sosial
memberi pengaruh yang cukup kuat atas opini yang beredar di masyarakat, oleh
karena itu Herman mencoba terjun di dalamnya dan menggunakan cara yang sama
untuk menyebarkan wacana tentang toleransi antar umat beragama.
Sebagai seorang muslim, Hernan merupakan muslim yang yakin bahwa
Rasulullah tidak mengejarkan kekerasan, hal tersebut sering disampaikan melalui
catatan yang dibuat Herman, redaksi yang sering digunakan tidak jauh dari “Islam
Ramah bukan Islam Marah”. Herman melihat bahwa bagaimana mungkin orang
lain (nonmuslim) akan mencintai dan berkeinginan untuk masuk ke agama Islam,
jika perilaku umat Islam yang diketahuinya (baik melalui media atau melihat
secara langsung) bertindak sewenang-wenang dan jauh dari kata damai. Hal ini
lah yang membuat Herman mengkritik secara terang-terangan Ormas Front
Pembela Islam (FPI) yang belakangan ini melakukan tindakan kekerasan demi
menegakkan syariat yang diyakininya. Herman melihat bahwa gerakan yang
dilakukan oleh FPI ini banyak menyebarkan kebencian, hal ini yang paling
dikhawatirkan, yaitu ketika banyak masyarakat yang terhasut omongan dan ikut
bertindak sewenang-wenang karena merasa sebagai mayoritas di Negara
Indonesia.
113
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan tentang wacana toleransi beragama pada media
sosial Twitter oleh akun @negativisme yang sudah diuraikan pada bab-bab
sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa proses pemaknaan atas pesan yang
disampaikan, yaitu melalui struktur teks (struktur makro, superstruktur, dan
struktur mikro), kognisi sosial dan konteks sosial adalah pesan mengenai toleransi
antarumat beragama. Wacana toleransi beragama tersebut dibuat oleh Herman
dengan menggunakan bahasa satire (berbentuk sindiran), selain itu juga kritik
Herman terhadap para penganut agama yang merasa paling benar dalam
kehidupan sosial begitu sarkastis (mengejek) dalam setiap catatan mingguanya.
Dengan menggunakan analisis wacana kritis model Teun A. Van Dijk
yaitu dengan tiga level analisis, maka data-data yang ditemukan adalah sebagai
berikut:
1. Dilihat dari level teks, catatan mingguan Prakhotbah menunjukkan
wacana toleransi beragama dengan mengidentifikasikan isi dari catatan
mingguan tersebut yang mengandung pesan toleransi antarumat
beragama, seperti Duo Mulia, Berbalas, dan Purwakarta Untuk
Indonesia dengan penekanan makna dan pemilihan kata atau kalimat
yang mendukung wacana tersebut. Seperti bisa dilihat dalam unsur
makro dalam teks pada catatan mingguan Prakhotbah tersebut, topik-
topik yang dibahas untuk mendukung tema sentral dalam catatan
mingguan Prakhotbah ini adalah, menghargai kebebasan eksistensial
114
agama, menerima perbedaan dan etika antaumat beragama. Selain itu,
tema sentral dalam catatan mingguan Prakhotbah ini seperti latar, detil,
maksud, leksikon, koherensi, kata ganti, metafora, dan retoris.
2. Dari level kognisi sosial, pembuat catatan mingguan Prakhotbah ini
yaitu Herman Rhadeya memiliki peran penting dalam menentukan
wacana yang ingin disampaikan pada catatan Prakhotbah tersebut. Dari
hasil wawancara yang sudah dilakukan kepada Herman Rhadeya, maka
dapat ditemukan bahwa pada skema person, Herman memandang para
penganut agama yang fanatik terhadap agamanya dapat melahirkan
sikap intoleransi terhadap penganut agama lain. Pada skema diri,
Herman melihat bahwa keberadaannya sebagai orang dibalik akun
anonim @negativisme ini adalah cara untuk melindungi diri dari
orang-orang yang tidak suka dengan ulahnya di media sosial. Bagian
terakhir adalah skema peran, sebagai seseorang yang aktif di media
sosial, dan melihat bagaimana informasi sangat mudah untuk didapat
dan disebarkan, Herman berusaha mengambil peran untuk
mengingatkan para pengguna media sosial agar tidak mudah
terprovokasi oleh informasi yang belum jelas kebenarannya.
3. Pada level konteks sosial, bisa dilihat dari wacana yang berkembang di
masyarakat pada saat catatan mingguan Prakhotbah ini dibuat. Wacana
yang berkembang di masyarakat pada waktu itu adalah tentang
maraknya tindakan yang dapat merusak persatuan dan kesatuan
Indonesia. Selain itu, terdapat banyak kasus kerusuhan atau konflik
yang dilatarbelakangi oleh perbedaan suku dan agama. Perpecahan
115
yang terjadi di Indonesia tersebut dibantu dengan kemajuan tekhnologi
yang memudahkan masyarakat untuk menyebar informasi.
Penggiringan opini berjalan dengan mudah melalui media sosial
sehingga banyak orang yang mudah terprovokasi. Oleh karena itu,
Herman memanfaatkan kemudahan tersebut untuk melakukan hal
sebaliknya, yaitu agar masyarakat tidak mudah terprovokasi oleh opini
yang belum tentu benar.
B. Saran
Berdasarkan dari penelitian yang telah dilakukan, ada beberapa hal yang
dapat menjadi saran baik untuk segenap akademisi Fakultas Dakwah dan Ilmu
Komunikasi, khususnya Program Studi Komunikasi dan Penyiaran Islam UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta yang ingin melakukan penelitian analisis wacana
terhadap media sosial, yaitu sebagai berikut:
1. Untuk penelitian selanjutnya disarankan untuk menggunakan metode
analisis wacana yang beragam di Fakultas Dakwah dan Ilmu
Komunikasi agar bisa mengkaji lebih dalam dan mendapat perhatian
lebih guna memperkaya khasanah keilmuan komunikasi.
2. Bagi masyarakat, ini bisa menjadi gambaran mengenai media sosial
yang bisa dijadikan sebagai sarana dakwah dan kritik, agar media
sosial tidak hanya menjadi tempat untuk urusan pribadi dan hiburan
semata.
Semoga hal-hal baik dalam penelitian ini menjadi masukan yang dapat mengajak
para pengguna media sosial untuk memanfaatkan kemajuan tekhnologi dengan
baik sehingga terdapat nilai-nilai yang bisa diambil dari kehidupan
bermediasosial.
116
DAFTAR PUSTAKA
BUKU DAN JURNAL
Abdullah, Masykuri, Pluralisme Agama dan Kerukunan dalam Keragaman.
Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2001.
Ali, M. Daud dkk, Islam Untuk Disiplin Ilmu Hukum Sosial dan Politik. Jakarta:
Bulan Bintang, 1989.
Al-Munawar, Said Agil Husain, Fikih Hubungan Antar Agama. Jakarta: PT.
Ciputat Press, 2005.
Amin, Ma’ruf, Melawan Terorisme Dengan Iman. Jakarta: Tim Penanggulangan
Terorisme.
Amrullah, Tri, Kritik Sosial Kepemimpinan Dan Perubahan Sosial Pada Naskah
Demonstran Karya N. Riantiarno (Studi Analisis Wacana Kritis). Jakarta:
Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi,2014.
Aslati,Toleransi Anta Umat Beragama dalam Perspektif Islam, Jurnal Universitas
Islam Negeri Sultan
Syafir Kasim Riau, Vol.4 No.1 (2012): Januari – Juni 2012.
Aziz, Ali, Ilmu Dakwah. Jakarta: Kencana, 2009.
Darma, Yoce Aliah, AnalisisWacanaKritis. Bandung :YramaWidya, 2009. Cet.
Ke-I.
DEPDIKBUD, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 2005.
Echols, John M. dan Hassan Shadily, Kamus Inggris-Indonesia. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama, 2003
Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta : LKis,
2001.
Hadi, Mulya, Twitter untuk Orang Awam. Palembang: Penerbit Maxicom, 2010.
Harahap, Syahrin, Toleransi Kerukunan. Jakarta: Prenada, 2011
Hasyim, Umar, Toleransi dan Kemerdekaan Beragama dalam Islam Sebagai
Dasar Menuju Dialog dan Kerukunan Antar Agama, (Surabaya: PT. Bina
Ilmu: 1979.
Kriyantono, Rachmat, Teknik Praktis : Riset Komunikasi. Jakarta : Kencana,
2006.
Lubis, Hamid Hasan, Analisis Wacana Pragmatik.. Bandung :Angkasa, 1993.
Ma’arif, Syamsul, Pendidikan Pluralisme. Yogyakarta: Logung Pustaka, 2005.
117
Madjid, Nurcholish, Pluralitas Agama (Kerukunan dalam Keragaman). Jakarta:
Penerbit Buku Kompas, 2001.
Madjid, Nurcholish, Islam Kerakyatan dan Keindonesiaan Pemikiran Nurcholis
Muda. Bandung: Mizan: 1993.
Madjid, Nurcholis, dkk, Fiqih Lintas Agama: Membangun Masyarakat Inklusif-
Pluralis. Jakarta: Paramadina, 2004.
Miswari, Zuhairi, Al-Qur’an Kitab Toleransi. Jakarta: Pustaka Oasis, 2007.
Muhtadi, Asep Saeful, Komunikasi Dakwah. Bandung: Simbiosa Rekatama
Media, 2012.
Muhammad, Nurdinah, Pesan Piagam Madinah dalam Pluralisme di Indonesia,
Jurnal Substantia Vol. 12 No. 1, April 2011.
Mulyana, Dedy, Kajian Wacana: Teori, Metode dan Aplikasi Prinsip-prinsip
Analisis Wacana. Yogyakarta: Tiara Wacana, 2005.
Nasution, Harun, Islam Rasional Gagasan dan Pemikiran. Bandung: Mizan,
2000.
Naim, Ngainun, Membangun Toleransi dalam Masyarakat Majemuk Telaah
Pemikiran Nurcholis Madjid, Harmoni, Jurnal Multikultural dan Makna
Vol. 121 No. 2 Mei-Agustus 2013.
Nasrullah, Rulli, Media Sosial (Perspektif Komunikasi, Budaya, dan
Sosioteknologi). Bandung: Simbiosa Rekatama Media: 2015.
Nasution, Zulkarimein, Perkembangan Teknologi Komunikasi. Jakarta:
Universitas Terbuka, 2008.
Nurudin, Media Sosial dan Munculnya Revolusi Proses Komunikasi. Jurnal
Komunikator, Vol. 5, 2010.
Oetomo, Dede, Kelahiran dan Perkembangan Analisis Wacana. Yogyakarta:
Kanisius, 1993.
Schuon, Frithof, Mencari Titik Temu Agama-Agama. Jakarta: Pustaka Firdaus,
1987..
Sobur, Alex, Analisis Teks Media (Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana,
Analisis Semiotik dan Analisis Framing). Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2009.
Sutrisno, Metodologi Research. Yogyakarta : Andi Offset, 1989.
Supadie, Didiek Ahmad dan Sarjuni, Pengantar Studi Islam (Jakarta: Rajawali
Press, 2011.
Ulfah, Maria, ed., Nilai-Nilai Pluralisme dalam Islam: Bingkai Gagasan Yang
Berserak. Bandung: Penerbit Nuansa: 2005.
118
Zaleski, Jeff, Spiritiualitas Cyberspace: Bagaimana Teknologi Komputer
Mempengaruhi Keberagamaan Kita. Bandung: Mizan, 1999.
Zarella, Dan, The Social Media Marketing Book. Canada: O’Reilly Media, 2010.
SKRIPSI
Yuliansyah, Muharam, Musik Sebagai Media Perlawanan Dan Kritik Sosial
(Analisis Wacana Kritis Album Musik 32 Karya Pandji Pragiwaksono),
(Jakarta: Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi,2015).
Saputra, Muhammad Iman, Analisis Wacana Perlawanan Korupsi Dalam Film
Selamat Siang, Risa!! Karya Ine Febrianti, (Jakarta: Fakultas Dakwah dan
Ilmu Komunikasi,2016).
Ilprima, Ricca Junia, Analisis Wacana Pesan Toleransi Antarumat Beragama
dalam Novel Ayat-ayat Cinta 2 Karya Habiburrahman El Shirazy” (Jakarta:
Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi,2016).
INTERNET
Addi MAwahibun Idhom dan Muh Syaifullah, Kelompok Syiah di Yogya diancam
diserang, Tempo.co 22 November 2013. Pukul 14.20 WIB.
https://nasional.tempo.co/read/news/2013/11/22/058531705/kelompok-
syiah-di-yogya-diancam-diserang diakses pada Selasa, 14 Maret 2017 pukul
12.40 WIB.
Anggi Kusumadewi, Jemaah Ahmadiyah Protes Penyegelan Rumah Ibadah, CNN
Indonesia, 10 Juli 2015.
http://www.cnnindonesia.com/nasional/20150710122353-20-
65668/jemaaat-ahmadiyah-protes-penyegelan-rumah-ibadah-di-tebet/
diakses pada Selasa, 14 Maret 2017 pukul 12.43 WIB.
Catatan Prakhotbah pada Kaskus
https://www.kaskus.co.id/show_post/568f35aa14088dfb468b4568/350/-
diakses pada 31 Maret 2017 pukul 14.28 WIB.
http://www.dpr.go.id/jdih/uu1945 diakses pada Selasa, 25 Oktober 2016 pukul
12.51 WIB.
http://www.alkitab.me/ diakses pada sabtu, 29 Oktober 2016 pukul 11.38 WIB.
http://dharmagupta.blogspot.co.id/2012/12/kerukunan-dan-toleransi-umat-
beragama.html diakses pada Kamis, 26 Oktober 2016 pukul 23.45 WIB.
https://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=20331.0;wap diakses pada Sabtu,
29 oktober 2016 pukul 22.30 WIB
www.hisbah.net diakses pada Rabu, 25 Januari 2017.
http://www.dhammapada.ws/ diakses pada Minggu, 30 Oktober 2016 pukul 04.35
WIB
119
https://twitter.com/negativisme diakses pada Rabu, 03 Maret 2017. Pukul 08.15
WIB.
https://www.instagram.com/negativisme/ diakses pada 03 Maret 2017 pukul 11.17
WIB
https://www.kaskus.co.id/search?q=prakhotbah&forumchoice diakses pada 03
Maret 2017 pukul 11.18 WIB
http://www.dpr.go.id/jdih/uu1945 diakses pada Selasa, 25 Oktober 2016 pukul
12.51 WIB.
https://daerah.sindonews.com/read/1024524/174/hari-raya-idul-fitri-ada-serangan-
di-tolikara-1437150841 diakses pada Selasa, 14 Maret 2017 pukul 12.47
WIB.
Imran M.A, Aceh Singkil Mencekam, Satu Gereja dibakar Dua Tewas, Tempo.co.
13 Oktober 2015.
https://nasional.tempo.co/read/news/2015/10/13/058709127/aceh-singkil-
mencekam-satu-gereja-dibakar-2-tewas diakses pada Selasa, 14 Maret 2017
pukul 12.50 WIB.
Susi Ivvaty, Belajar Menerima Perbedaan, Harian Kompas edisi 17 Desember
2015.
http://nasional.kompas.com/read/2015/12/17/15090901/Belajar.Menerima.P
erbedaan?page=all diakses pada Selasa, 14 Maret 2017 pukul 12.33 WIB.
Teun Van Dijk, “The InterdiciplinaryStudy Of News as Discourse”,
http://www.discourses.org/journals/dac/ diakses pada Rabu, 22 Februari 2017,
pukul 11.06 WIB.
LAMPIRAN
Daftar Catatan Mingguan Prakhotbah
1) Tahun 2013
No. Judul No. Judul
1 Korupsi 27 Mandiri Sendiri
2 Hakekat Jumatan 28 Puasa
3 Banjir Hujan 29 Iri
4 Benar Jujur 30 Sibuk
5 Tanpa Narkoba dan Korupsi 31 Lebaran
6 Tetap Tenang 32 Maaf-Maafan
7 Kasih Sayang 33 Waktu
8 HandPhone Oh... 34 Uang
9 Kebenaran Relatif 35 Hiburan
10 Wanita dan Pria 36 Suporter
11 Idola Idiotika 37 Keluarga
12 Negaraku, Oh... 38 Doa
13 Ibadah 39 Cinta Kasih Sayang
14 Kemalasan 40 Copy Paste = Mencuri
15 Kesalahan 41 Resiko
16 Kegalauan 42 Ragu
17 Kehilangan (untuk Uje) 43 Gagal
18 Nafsu 44 Manusia
19 Ayo Korupsi 45 Toilet
20 Memaki-Meki 46 Bingung
21 Kegagalan 47 Jodoh
22 Poligami.. 48 parTAI
23 Jangan Kasari Wanita 49 Bye Nelson...
24 Kemarahan 50 Televisi
25 Toleransi Beragama... 51 Hari Raya
26 Sabar 52 Psikoanalisa
2) Tahun 2014
No. Judul No. Judul
53 Jangan Suuzon 79 Oh Media
54 Standar Ganda 80 Presiden Baru
55 Malas 81 Gaza
56 Anugerah Bencana 82 Mudik
57 Belajar 83 Rokok
58 Binatang 84 Jilboobs
59 Valentine 85 Kurikulum 2013
60 Anak (untuk Keira) 86 Kembali berSATU
61 Proses 87 Oh, BBM
62 Pengendara 88 Demonkrat
63 Caleg 89 Filosofi Makanan
64 Senyuman 90 Sadar Diri
65 Pikiran 91 Paradoks
66 Sekolah 92 Wakil Rakyat
67 Ujian Nasional 93 Bahluliyah
68 Beda bikin Suka 94 Lama & Baru
69 Pasangan 95 Perjuangan
70 Pendidikan 96 Kritik
71 Sex 97 Negeri Ajaib
72 Koalisi 98 Kolom Agama
73 Capres 99 Paradok Ironi
74 Kampanye 100 Fanatism
75 Memilih Presiden 101 Tandingan
76 Piala Dunia 102 Oplosan
77 Oh Kelamin 103 Raport
78 Selamat Ramadhan 104 Ramah/Marah?
3) Tahun 2015
No. Judul No. Judul
105 Resolusi 131 Narsis
106 Je Suis... 132 Konsumeris
107 Lebih Baik 133 Lebaran
108 Selfie 134 Konflik
109 Iqra 135 Azab
110 Batu 136 Ospek
111 V for... 137 RI 70
112 Zombies 138 Ahok Salah!
113 Tetangga 139 Karakter
114 Barbarasism 140 Nama
115 Maling 141 Inlander
116 Gila Kolektif 142 Asap
117 Game 143 Qurban
118 Blokir 144 G30S
119 Anti 145 OrInd
120 Imajinasi 146 Bela Negara
121 Bumi 147 Hari Santri
122 Ingat! 148 Sumpah
123 Pengorbanan 149 Hate Speech
124 Cari Duit 150 Pahlawan
125 Sintetis 151 Ngeheaktip
126 Agama Cinta 152 Repeat!
127 Cerdas/Dungu 153 Sampurasun
128 Gila Hormat 154 Siklus
129 Shaum 155 re-Problems
130 Insecure 156 Berbagi Berkah
4) Tahun 2016
No. Judul No. Judul
157 Tahun Baru 183 Raya
158 Hoaxer 184 Purwakarta Toleran
159 Syirik apa Sirik? 185 Lupa Esensi
160 TerorIs 186 Gasadar
161 Goblokisasi 187 Tidak
162 Pangan 188 Sayang
163 Budaya 189 Full Day School
164 Phobia Patung 190 Merdeka
165 Sunda Toleran 191 Khilaf ah
166 Busana 192 Bhinneka
167 Gerhana 193 Bencana?
168 Pelecehan Pancasila 194 Zombie Digital
169 Oh Banjir 195 STOP!
170 Diet Plastik 196 Peparnas 2016
171 Ujian 197 Sumpah Pemuda
172 Puncak Agama 198 Pion
173 Nadzar 199 Pahlawan
174 Penista? 200 Salah Arah
175 Damai dalam Beda 201 Bersatu
176 Perkosa 202 Boikot
177 Bakar Buku 203 Duo Mulia
178 Sosies Effect 204 Berbalas
179 Pancasila Kita
180 Puasa Manja
181 Jabar Juara
182 Ironi Puasa
5) Tahun 2017
No. Judul
205 Hoaxer
206 Pengeluh, Pemprotes, Peminta
207 Purwakarta Untuk Indonesia