analisis terhadap kegiatan impor serta praktik perpajakan
TRANSCRIPT
Analisis Terhadap Kegiatan Impor Serta Praktik Perpajakan Terkait
Kegiatan Impor Pada PT Kewalram Indonesia
Dina Rahmanur Fajarwati, Eko Wisnu Warsitosunu
Progam Studi Akuntansi Program Ekstensi Fakultas Ekonomi Universitas Indoneia
E-mail : [email protected]
Abstrak
Skripsi ini membahas mengenai kegiatan impor serta praktik perpajakan atas kegiatan impor yang dilakukan oleh PT
Kewalram Indonesia serta menganalisis masalah dan kendala yang dihadapai oleh perusahaan terkait kegiatan impor
dan praktik perpajakannya. Dari analisis hasil penelitian, diperoleh kesimpulan bahwa dalam melaksanakan kegiatan
impor dan praktik perpajakan, PT Kewalram Indonesia selain telah mengikuti peraturan mengenai penghitungan PPh
22 impor, PPN dan PPnBM yang berlaku umum, juga telah mengikuti Peraturan Menteri Keuangan No.
147/PMK.04/2011 dan Peraturan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai No. 57/BC/2011 tentang Kawasan Berikat,
terkait status perusahaan sebagai PDKB.
Analisys of Import Activity and Taxation Practice Related to Import Transaction at PT
Kewalram Indonesia
Abstract
The focus on this study is import activity and taxation practice related to import transaction conducted by PT
Kewalram Indonesia and also analize the problem and constraints faced by the company. From the research, we
conclude that PT Kewalram Indonesia has followed the rules regarding the calculation of income tax 22 import,
VAT and VAT on Luxury Goods and also followed regulation of Ministry of Finance No. 147/PMK.04/2011 and
Directorate General of Custom and Excise No. 57/BC/2011 about Bonded Zone, related to company’s status as a
PDKB.
Keyword : Income tax 22 import, VAT dan VAT on Luxury Goods, Bonded Zone
Pendahuluan
Perkembangan ekonomi dunia telah menyebabkan meningkatnya hubungan perdagangan
antara beberapa negara. Di satu pihak, hal ini menyebabkan tantangan dan kendala yang harus
dikendalikan. Di pihak lain hal tersebut merupakan suatu peluang baru yang dapat dimanfaatkan
untuk mendorong keberhasilan pelaksanaan pembangunan nasional. Perdagangan dua negara atau
lebih ini berasal dari timbulnya kebutuhan di suatu negara dan adanya kelebihan suplai di negara
lain sehingga terjadi mekanisme pasar antara pembeli dan penjual yang merupakan dua negara
yang berbeda dimana banyak faktor yang mempengaruhi perdagangan tersebut, antara lain
Analisis terhadap..., Dina Rahmanur Fajarwati, FE UI, 2013
stabilitas politik, nilai tukar, tingkat permintaan dan penawaran, dan lain sebagainya. Suatu
negara melakukan impor karena mengalami defisiensi dalam menyelenggarakan produksi atas
barang dan jasa bagi kebutuhan konsumsi penduduknya. Ada dua macam defisiensi (kekurangan)
yang mungkin terjadi dalam memproduksi barang dan jasa, yaitu defisiensi kuantitas dan
defisiensi kualitas. Defisiensi kuantitas mungkin saja terjadi dikarenakan faktor-faktor alamiah.
Sehingga wajar saja melakuakan impor dengan alasan defisiensi kuantitas. Berbeda halnya
apabila suatu negara melakukan impor dikarenakan defisiensi kualitas. Penyebab utama hal ini
adalah faktor selera yang sangat bersifat psikologikal. Dalam hal perpajakan, kegiatan impor ini
dikenakan 3 (tiga) kewajiban perpajakan yaitu Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) serta Pajak Penghasilan (PPh) 22 Impor.
Namun, terkadang praktik perpajakan yang dilakukan oleh perusahaan berbeda dengan
teori yang ada. Seperti penelitian yang pernah dilakukan oleh Fajarwati (2011) terhadap praktik
perpajakan terkait impor pada perusahaan yang bergerak dalam bidang impor tekstil/garmen di
Provinsi Jawa Barat. Dalam teorinya, perusahaan harus menghitung PPh 22 Impornya
berdasarkan harga yang terdapat dalam dokumen Impor. Namun dalam praktiknya perusahaan
yang menjadi objek penelitian tersebut menghitung PPh 22 Impor berdasarkan harga jual
kembali barang yang diimpor tersebut ke pasar domestik. Penghitungan Perpajakan Dalam
Rangka Impor (PDRI) berdasarkan harga jual barang yang diimpor ke pasar domestik ini hanya
boleh dilakukan oleh importir/pengusaha yang berada di kawasan berikat (PDKB), terkait
fasilitas PDRI yang didapat perusahaan selaku PDKB yaitu penangguhan PDRI ketika
melakukan impor barang. Sedangkan perusahaan yang menjadi objek penelitian Fajarwati ini
merupakan importir biasa dan bukan PDKB sehingga seharusnya perusahaan tersebut
menghitung perpajakan impornya berdasarkan nilai impor yang tertera dalam dokumen impor.
Salah satu perusahaan yang melaksanakan kegiatan impor dan menjalankan kewajiban
perpajakan terkait kegiatan impor adalah PT Kewalram Indonesia. PT Kewalram Indonesia
adalah perusahaan tekstil terkemuka di Asia Tenggara. PT Kewalram Indonesia memproduksi
bordir benang sintetis yang berkualitas tinggi. Produk ini diekspor ke lebih dari 40 negara di
seluruh dunia. PT Kewalram Indonesia ini juga merupakan PDKB, sehingga penghitungan PDRI-
nya berbeda dari penghitungan yang dilakukan oleh importir biasa meskipun tetap menggunakan
tarif perpajakan yang berlaku umum. Dalam menjalankan kegiatan produksinya, PT Kewalram
Analisis terhadap..., Dina Rahmanur Fajarwati, FE UI, 2013
Indonesia melakukan impor yang utama untuk bahan baku berupa fiber rayon, fiber polyester,
kapas asli (cotton), kain, dan benang serta barang modal.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian untuk
menganalisis praktik perpajakan atas impor yang dilakukan oleh PT Kewalram Indonesia yang
akan disajikan dalam bentuk skripsi dengan judul “ANALISIS TERHADAP KEGIATAN
IMPOR SERTA PRAKTIK PERPAJAKAN TERKAIT KEGIATAN IMPOR PADA PT
KEWALRAM INDONESIA”.
Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana kegiatan impor serta praktik
perpajakan yang dilakukan oleh PT Kewalram Indonesia terkait kegiatan impor dan fasilitas
PDRI yang didapatkan perusahaan selaku PDKB. Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi
pemenuhan kewajiban perpajakan di bidang impor serta menemukan kendala yang dihadapi oleh
PT Kewalram Indonesia dalam melakukan kewajiban perpajakan di bidang impor dan
memberikan alternatif solusi atas kendala yang dihadapi oleh PT Kewalram Indonesia.
Tinjauan Teoritis
Sebagaimana yang telah disebutkan dalam Undang-Undang No. 10 Tahun 1995 tentang
Kepabeanan, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 17 Tahun 2006, Impor
adalah kegiatan memasukkan barang ke dalam Daerah Pabean. Daerah Pabean adalah wilayah
Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan, dan ruang udara di atasnya, serta
tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan landas kontinen yang di dalamnya
berlaku Undang-Undang Kepabeanan. Barang yang dimasukkan ke dalam Daerah Pabean
diperlakukan sebagai barang impor dan terutang Bea Masuk. Sedangkan pengertian Barang
Impor menurut Peraturan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (Ditjen Bea Cukai) No. P-
42/BC/2008 tentang Petunjuk Pelaksanaan Barang Impor Untuk Dipakai adalah barang yang
dimasukkan kedalam Daerah Pabean. Pengertian importir adalah orang perseorangan atau badan
hukum yang melakukan kegiatan impor.
Dalam kegiatan impor, terdapat tiga kewajiban perpajakan yang harus dilaksanakan oleh
Importir, yaitu PPh 22 Impor, PPN, dan PPnBM, yaitu:
1. Pajak Penghasilan 22 Impor
Analisis terhadap..., Dina Rahmanur Fajarwati, FE UI, 2013
PPh 22 Impor diatur dalam Pasal 22 Undang-Undang Pajak Penghasilan No. 7 Tahun 1983
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 36 Tahun 2008. Pemungutnya adalah
Bendaharawan Ditjen Bea Cukai atau Bank Devisa. Subjek PPh 22 Impor adalah importir,
sedangkan objek pajaknya adalah pembelian barang-barang tertentu dari luar negeri (impor
barang). Besarnya PPh 22 Impor:
Yang menggunakan Angka Pengenal Impor (API) tarif pemungutanya adalah 2,5% dari Nilai
Impor.
Yang tidak menggunakan API tarif pemungutannya adalah 7,5% dari Nilai Impor.
Yang tidak dikuasai tarif pemungutannya adalah 7,5% dari Harga Jual Lelang.
Nilai Impor adalah nilai berupa nominal uang yang menjadi dasar penghitungan bea masuk
yaitu Cost, Insurance, and Freight ditambah dengan Bea Masuk dan pungutan lainnya yang
dikenakan berdasarkan ketentuan Perundang-Undangan Pabean di bidang impor.
2. Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Menurut Muljono (2008) PPN adalah pajak penjualan yang dipungut atas dasar nilai tambah yang
timbul pada setiap transaksi. Nilai tambah adalah setiap tambahan yang dilakukan penjual atas
barang atau jasa yang dijual, karena pada prinsipnya setiap penjual menghendaki adanya
tambahan tersebut yang bagi penjual merupakan keuntungan. PPN diatur dalam Undang-Undang
Republik Indonesia No. 8 Tahun 1983 tentang PPN Atas Barang dan Jasa dan PPnBM
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Republik Indonesia No. 42 Tahun
2009 yang mulai berlaku bulan April tahun 2010.
Di dalam pasal 1 ayat 27 UU PPN, disebutkan Pemungut PPN adalah Bendaharawan
Pemerintah, Badan, atau Instansi Pemerintah yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk
memungut, menyetor dan melaporkan pajak yang terutang oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP)
atas penyerahan BKP dan/atau penyerahan JKP kepada bendaharawan pemerintah, badan, atau
instansi pemerintah tersebut. Subjek PPN yaitu:
1. Pengusaha Kena Pajak (PKP)
Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apapun yang dalam kegiatan usaha
atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan
usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar daerah pabean,
melakukan usaha jasa termasuk mengekspor jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar daerah
pabean.
Analisis terhadap..., Dina Rahmanur Fajarwati, FE UI, 2013
PKP adalah pengusaha yang melakukan penyerahan BKP/JKP, mengekspor BKP,
menyerahkan aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan yang
dikenakan PPN tidak termasuk pengusaha kecil yang batasannya ditetapkan dengan
Keputusan Menteri Keuangan, kecuali pengusaha kecil yang memilih dikukuhkan sebagai
Pengusaha Kena Pajak.
Kriteria pengusaha kecil yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.
68/PMK.03/2010 tanggal 23 Maret 2010 adalah:
a. Pengusaha kecil adalah pengusaha yang menyerahkan BKP/JKP dalam satu tahun buku
memperoleh peredaran bruto tidak lebih dari Rp. 600.000.000,00.
b. Meskipun peredaran bruto dalam 1 tahun buku tidak lebih dari Rp. 600.000.000,-
pengusaha kecil dapat memilih untuk dikukuhkan menjadi PKP.
c. Pengusaha kecil yang peredaran brutonya telah melampaui Rp. 600.000.000,- dalam suatu
masa pajak wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP paling lambat
akhir bulan setelah bulan terlampauinya batasan tersebut.
d. Jika pelaporan tidak tepat waktu, maka saat pengukuhan adalah awal bulan berikutnya
setelah akhir bulan seharusnya kewajiban pelaporan usaha dilakukan.
e. Jika pengukuhan PKP dilakukan secara jabatan, maka saat pengukuhan adalah awal bulan
berikutnya setelah akhir bulan seharusnya kewajiban pelaporan usaha dilakukan.
2. Bukan PKP (Non PKP) yang melakukan kegiatan impor BKP, yang memanfaatkan BKP
tidak berwujud atau JKP dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean, dan yang
membangun sendiri tidak dalam lingkungan usaha/pekerjaannya.
Jenis barang dan jasa yang dikenakan PPN dapat dikelompokkan menjadi:
1. Penyerahan BKP di dalam daerah pabean yang dilakukan oleh pengusaha
2. Impor BKP
3. Penyerahan JKP yang dilakukan oleh pengusaha di dalam daerah pabean.
4. Pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean.
5. Pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean.
6. Ekspor BKP berwujud oleh PKP.
7. Ekspor BKP tidak berwujud oleh PKP.
8. Ekspor JKP oleh PKP
Analisis terhadap..., Dina Rahmanur Fajarwati, FE UI, 2013
Tarif PPN adalah 10%, dikenakan atas DPP berupa harga jual, penggantian, nilai impor.
Namun tarif PPN 0% diterapkan atas:
1. Ekspor BKP berwujud
2. Ekspor BKP tidak berwujud
3. Ekspor JKP
Pengenaan tarif 0% bukan berarti pembebasan dari pengenaan PPN, tetapi Pajak Masukan yang
telah dibayar dari barang yang di ekspor dapat dikreditkan. Berdasarkan pertimbangan
perkembangan ekonomi dan atau peningkatan kebutuhan dana untuk pembangunan, dengan
peraturan pemerintah tarif PPN dapat diubah serendah-rendahnya 5% dan setinggi-tingginya 15%
dengan tetap memakai prinsip tarif tunggal. Terutangnya PPN terjadi pada saat:
1. Penyerahan BKP;
2. Impor BKP;
3. Penyerahan JKP;
4. Pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dari luar daerah pabean;
5. Pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean;
6. Ekspor BKP Berwujud;
7. Ekspor BKP Tidak Berwujud;
8. Ekspor JKP.
Dalam rangka menentukan besarnya PPN yang terutang dalam satu masa pajak, perlu
diperhatikan pajak masukannya terlebih dahulu. Berdasarkan Pasal 1 Ayat 24 UU PPN, Pajak
Masukan adalah PPN yang seharusnya sudah dibayar oleh PKP karena perolehan BKP dan atau
penerimaan JKP dan atau pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar daerah pabean dan atau
pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean dan atau impor BKP.
3. Pajak Penjualan atas Barang Mewah
Disamping pengenaan PPN, dikenakan juga PPnBM terhadap:
1. Penyerahan BKP yang tergolong mewah yang dilakukan oleh pengusaha yang menghasilkan
barang tersebut di dalam daerah pabean dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya. Yang
termasuk ke dalam pengertian menghasilkan adalah kegiatan:
a. Merakit, yaitu menggabungkan bagian-bagian lepas dari suatu barang menjadi barang
setengah jadi atau barang jadi seperti merakit mobil, barang elektronik, dan perabotan
rumah tangga.
Analisis terhadap..., Dina Rahmanur Fajarwati, FE UI, 2013
b. Memasak, yaitu mengolah barang dengan cara memanaskan baik dicampur bahan lain
maupun tidak.
c. Mencampur, yaitu mempersatukan dua atau lebih unsur (zat) untuk menghasilkan satu
atau lebih barang lain.
d. Mengemas, yaitu menempatkan suatu barang ke dalam suatu benda untuk melindunginya
dari kerusakan dan/atau untuk meningkatkan pemasarannya.
e. Membotolkan, yaitu memasukkan minuman atau benda cair ke dalam botol yang ditutup
menurut cara tertentu.
2. Impor BKP yang tergolong mewah.
PPnBM dikenakan hanya satu kali pada waktu penyerahan BKP yang tergolong mewah
oleh pengusaha yang menghasilkan atau pada waktu impor BKP yang tergolong mewah. Yang
dimaksud dengan BKP yang tergolong mewah adalah:
1. Barang yang bukan merupakan kebutuhan pokok.
2. Barang yang pada umumnya dikonsumsi oleh masyarakat berpenghasilan tinggi.
3. Barang yang dikonsumsi oleh masyarakat tertentu.
4. Barang yang dikonsumsi untuk menunjukkan status.
Pengenaan PPnBM atas impor BKP yang tergolong mewah tidak memperhatikan siapa
yang mengimpor BKP tersebut serta tidak memperhatikan apakah impor tersebut dilakukan
secara terus menerus atau hanya sekali saja. Selain itu, pengenaan PPnBM terhadap suatu
penyerahan BKP yang tergolong mewah tidak memperhatikan apakah suatu bagian dari BKP
tersebut telah dikenai atau tidak dikenai PPnBM pada transaksi sebelumnya. Tarif PPnBM dapat
ditetapkan dalam beberapa kelompok tarif, yaitu tarif paling rendah 10% dan paling tinggi 200%.
Perbedaan kelompok tarif tersebut didasarkan pada pengelompokan BKP yang tergolong mewah
yang dikenai PPnBM. PPnBM adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi BKP yang tergolong
mewah di dalam daerah pabean. Oleh karena itu, BKP yang tergolong mewah yang diekspor atau
dikonsumsi di luar daerah pabean dikenai PPnBM dengan tarif 0% (nol persen). PPnBM yang
telah dibayar atas perolehan BKP yang tergolong mewah yang diekspor tersebut dapat diminta
kembali.
Praktik Perpajakan Dalam Rangka Impor Pada Kawasan Berikat
Kawasan Berikat, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia
No. 147/PMK.04/2011 sebagaimana telah diubah terakhir dengan PMK No. 44/PMK.04/2012
Analisis terhadap..., Dina Rahmanur Fajarwati, FE UI, 2013
tentang Kawasan Berikat dan Peraturan Ditjen Bea Cukai No. 57/BC/2011 sebagaimana telah
diubah terakhir dengan Per-17/BC/2012 tentang Kawasan Berikat adalah tempat penimbunan
berikat untuk menimbun barang impor dan/atau barang yang berasal dari tempat lain dalam
daerah pabean guna diolah atau digabungkan, yang hasilnya terutama untuk diekspor. Tempat
Penimbunan Berikat adalah bangunan, tempat, atau kawasan yang memenuhi persyaratan tertentu
yang digunakan untuk menimbun barang dengan tujuan tertentu dengan mendapatkan
penangguhan Bea Masuk. Pengusaha di Kawasan Berikat (PDKB) adalah badan hukum yang
melakukan kegiatan pengusahaan kawasan berikat. Pengeluaran dan pemasukan barang ke dan
dari kawasan berikat dilakukan dengan menggunakan pemberitahuan pabean yang disampaikan
oleh PDKB melalui Pertukaran Data Elektronik (PDE). Pengeluaran barang hasil produksi
kawasan berikat ke tempat lain dalam daerah pabean dapat dilakukan dengan jumlah maksimal
25% dari nilai realisasi ekspor tahun sebelumnya. Jika PDKB melanggar hal tersebut, untuk
PDKB yang bersangkutan akan diberlakukan pengurangan jumlah persentase penjualan ke
tempat lain dalam daerah pabean untuk periode tahun berikutnya. Jika PDKB masih melakukan
pelanggaran mengenai batas pengeluaran hasil produksi ini akan dilakukan pembekuan izin
kawasan berikat untuk jangka waktu tiga bulan.
Perlakuan kepabeanan, cukai, dan PDRI atas barang yang dimasukkan ke dalam kawasan
berikat diatur dalam PMK No. 147/PMK.04/2011 tentang Kawasan Berikat, yaitu:
1. Penangguhan Bea Masuk, Cukai dan PDRI diberikan terhadap barang yang dimasukkan ke
dalam kawasan berikat berupa:
a. Bahan baku dan bahan penolong yang diimpor dan kemudian diolah lebih lanjut.
b. Barang modal impor dan barang modal asal kawasan berikat lain yang dipergunakan di
kawasan berikat.
c. Peralatan perkantoran asal luar daerah pabean yang digunakan oleh PDKB.
d. Barang hasil produksi kawasan berikat lain untuk diolah lebih lanjut atau dijadikan barang
modal untuk proses produksi.
e. Barang hasil produksi kawasan berikat yang dimasukkan kembali dari luar daerah pabean
ke kawasan berikat.
f. Barang hasil produksi kawasan berikat yang dimasukkan kembali dari TPPB ke kawasan
berikat.
Analisis terhadap..., Dina Rahmanur Fajarwati, FE UI, 2013
g. Barang jadi asal luar daerah pabean yang dimasukkan ke kawasan berikat untuk
digabungkan dengan barang hasil produksi kawasan berikat yang semata-mata untuk
diekspor.
h. Pengemas dan alat bantu pengemas asal luar daerah pabean dan/atau kawasan berikat
lainnya yang dimasukkan ke kawasan berikat untuk menjadi satu kesatuan dengan barang
hasil produksi kawasan berikat.
2. PPN dan PPnBM tidak dipungut atas:
a. Pemasukan barang dari tempat lain dalam daerah pabean ke kawasan berikat untuk diolah
lebih lanjut.
b. Pemasukan kembali barang dan hasil produksi kawasan berikat dalam rangka subkontrak
dari kawasan berikat lain atau perusahaan industri di tempat lain dalam daerah pabean ke
kawasan berikat.
c. Pemasukan kembali mesin dan/atau cetakan (moulding) dalam rangka peminjaman dari
kawasan berikat lain atau perusahaan di tempat lain dalam daerah pabean ke kawasan
berikat.
d. Pemasukan hasil produksi kawasan berikat lain atau perusahaan di tempat lain dalam
daerah pabean yang bahan baku untuk menghasilkan hasil produksi berasaa dari tempat
lain dalam daerah pabean untuk diolah lebih lanjut oleh kawasan berikat.
e. Pemasukan hasil produksi yang berasal dari kawasan berikat lain atau perusahaan di
tempat lain dalam daerah pabean yang bahan baku untuk menghasilkan hasil produksi
tersebut berasal dari tempat lain dalam daerah pabean yang semata-mata akan
digabungkan dengan barang hasil produksi kawasan berikat untuk diekspor.
f. Pemasukan pengemas dan alat bantu pengemas dari tempat lain dalam daerah pabean ke
kawasan berikat untuk menjadi satu kesatuan dengan hasil produksi kawasan berikat.
g. Pengeluaran hasil produksi kawasan berikat ke kawasan berikat lainnya yang bahan
bakunya berasal dari tempat lain dalam daerah pabean.
h. Pengeluaran bahan baku dan bahan penolong, moulding, dan mesin dalam rangka
subkontrak dari kawasan berikat kepada kawasan berikat lainnya atau perusahaan industri
di tempat lain dalam daerah pabean.
Analisis terhadap..., Dina Rahmanur Fajarwati, FE UI, 2013
i. Pengeluaran barang yang rusak dan/atau apkir (reject) asal tempat lain dalam daerah
pabean yang sama sekali tidak diproses di kawasan berikat ke tempat lain dalam daerah
pabean sepanjang barang tersebut dikembalikan ke perusahaan tempat asal barang.
j. Pengeluaran mesin dan/atau moulding dalam rangka peminjaman ke perusahaan industri
di tempat lain dalam daerah pabean dan kawasan berikat lainnya sepanjang barang
tersebut digunakan untuk memproduksi barang hasil produksi yang akan diserahkan
kepada pemberi pinjaman.
Pada saat melakukan kegiatan impor, seluruh PDRI yang harus dibayar oleh PT
Kewalram Indonesia ditangguhkan terkait fasilitasnya sebagai PDKB. Namun PDRI ini akan
dipungut atas barang serta hasil produksi yang bahan bakunya diimpor, yang dikeluarkan dari
kawasan berikat ke tempat lain dalam daerah pabean dengan DPP berupa harga transaksi atau
harga jual pada saat pengeluaran barang tersebut dari kawasan berikat ke tempat lain dalam
daerah pabean. Sedangkan jika barang serta hasil produksi yang bahan bakunya diimpor ini
kemudian dijual secara ekspor, semua PRDI akan dibebaskan.
Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan penulis dalam melaksanakan penelitian ini adalah metode
penelitian observasi langsung dan studi literatur yaitu penelitian yang menggambarkan apa yang
dilakukan oleh PT Kewalram Indonesia berdasarkan fakta yang ada dan selanjutnya diproses
menjadi data yang benar dan dapat dipercaya kemudian data tersebut dikumpulkan, dijelaskan,
dan dianalisa.
Dalam melakukan penelitian ini penulis menggunakan dua sumber data yaitu data primer dan
data sekunder
1. Data primer: data yang diperoleh langsung dari tempat penelitian baik melalui pengamatan
maupun wawancara.
2. Data sekunder: data yang diperoleh dari buku-buku penunjang dalam penyusunan laporan,
seperti UU Perpajakan, catatan perkuliahan yang berhubungan dengan penelitian.
Pengumpulan data dilakukan dengan cara :
Analisis terhadap..., Dina Rahmanur Fajarwati, FE UI, 2013
1. Studi Kepustakaan (Library Research)
Yaitu teknik pengumpulan data dengan mengadakan studi penelaahan terhadap buku-buku,
literatur-literatur, catatan-catatan, dan laporan-laporan yang ada hubungannya dengan
masalah yang akan dipecahkan
2. Studi Lapangan (Field Research)
Cara mengumpulkan data dengan mengadakan penelitian langsung ke lokasi dengan cara :
Wawancara (Interview)
Cara memperoleh data dengan mengadakan tanya jawab atau dialog langsung dengan
pihak yang berhubungan dengan PT Kewalram Indonesia.
Observasi
Penulis melakukan pengamatan langsung terhadap objek yang diteliti namun tidak ikut terlibat
dalam kegiatan yang dilakukan oleh objek, yaitu dengan datang langsung ke PT Kewalram
Indonesia untuk mendapatkan data dan informasi yang berhubungan dengan masalah yang
diteliti.
PT Kewalram Indonesia merupakan Perusahaan Penanaman Modal Asing (PMA), yang bergerak
dibidang industri tekstil. Perusahaan yang berbentuk Perseroan Terbatas ini berlokasi di Jalan
Raya Rancaekek Km. 25 Desa Sukadana, Kecamatan Cimanggung, Kabupaten Sumedang,
Provinsi Jawa Barat. PT Kewalram Indonesia didirikan berdasarkan Akta Notaris Soelaeman
Ardjasasmita No. 36 tanggal 29 Oktorber 1971. Pendirian perusahaan tersebut kemudian
mendapat persetujuan dari Menteri Kehakiman dengan dikeluarkannya Surat Keputusan No.
5/305/24 dan diumumkan dalam berita Negara Republik Indonesia No. 1 tanggal 2 Januari 1974.
PT Kewalram Indonesia menjadi Pengusaha di Kawasan Berikat (PDKB) sejak Agustus 2003
berdasarkan Surat Keputusan Kementerian Keuangan Republik Indonesia No. 367/KMK.04/2003
tanggal 21 Agustus 2003.
Hasil Penelitian
Kegiatan impor pada PT Kewalram Indonesia diawali dengan membuat perencanaan impor per-4
bulan berdasarkan kapasitas produksi mesin yang dimiliki perusahaan. Karena perusahaan
melakukan proses produksi atas setiap pesanan yang datang, maka impor benar-benar dilakukan
Analisis terhadap..., Dina Rahmanur Fajarwati, FE UI, 2013
jika sudah ada pesanan atas barang yang akan diproduksi oleh perusahaan dari pembeli. Impor
barang pada PT. Kewalram Indonesia dilakukan dengan dua cara yaitu pemesanan secara
langsung ke negara eksportir (Direct Import) dan impor melalui Trading Company, tergantung
barang yang akan diimpor. Direct import adalah kegiatan impor yang dilakukan perusahaan
langsung kepada perusahaan eksportir di negara tujuan pembelian. Sedangkan impor melalui
Trading Company dilakukan dengan memesan barang melalui perusahaan trading yang ada di
kawasan Asia Tenggara dan kemudian perusahaan trading tersebut nantinya yang akan
meneruskan order impor PT Kewalram Indonesia ke negara eksportir. Tetapi, prosedur impor
yang digunakan sama yaitu diawali dari pemesanan barang dengan menggunakan Purchase
Order (PO) dan selanjutnya melakukan pembayaran dengan menggunakan Telegraphic Transfer
(TT) atau Letter of Credit (L/C) , tergantung kesepakatan perusahaan dengan eksportir.
Setelah barang tersebut siap dikirim oleh eksportir, perusahaan menerima proforma
invoice, sales order, dokumen kepastian keberangkatan barang dan estimasi kedatangan barang di
pelabuhan Tanjung Priuk atau di Bandar udara Soekarno-Hatta. Setelah perusahaan menyetujui
dokumen tersebut, kemudian barang diberangkatkan lewat laut atau lewat udara dan eksportir
mengirim Packing List, Invoice, dan Bill of Lading atau Air Waybill. Setelah barang tersebut
sampai di Indonesia, PT. Kewalram Indonesia akan mendapat Arrival Notice dari
forwarder/Perusahaan Pengurusan Jasa Kepabeanan (PPJK) yang dipakai perusahaan kemudian
perusahaan harus membuat dokumen Pemberitahuan Impor Barang (PIB) yang nantinya akan
dikirimkan ke pihak Bea Cukai melalui program Pertukaran Data Elektronik (PDE) dan akan
mendapat respon berupa Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB).
Karena PT Kewalram Indonesia adalah Pengusaha di Kawasan Berikat (PDKB), maka
dokumen PIB yang dibuat adalah PIB untuk ditimbun di Tempat Penimbunan Berikat (TPB) BC
2.3. Setelah itu, dokumen PIB dan SPPB akan dikirim ke forwarder untuk proses penyerahan ke
pihak Bea Cukai (proses custom clearance) dengan melampirkan packing list, invoice, bill of
lading atau air waybill, dan surat kuasa ke forwarder. Setelah dokumen-dokumen tersebut
disahkan oleh petugas Bea Cukai yang ada di pelabuhan bongkar, maka barang impor tersebut
dapat diproses untuk pengeluaran barang ke gudang perusahaan. Sebagai PDKB, barang yang
diimpor oleh PT Kewalram Indonesia tidak akan mendapatkan pemeriksaan fisik di pelabuhan,
tetapi akan dilakukan pengecekan fisik dan dokumen di gudang perusahaan oleh petugas bea
cukai yang memang ditempatkan di PT Kewalram Indonesia.
Analisis terhadap..., Dina Rahmanur Fajarwati, FE UI, 2013
Penghitungan Pajak Atas Impor
Karena PT. Kewalram Indonesia berada di Kawasan Berikat, maka pada dasarnya PT. Kewalram
Indonesia mendapat fasilitas berupa ditangguhkannya pembayaran pajak yang berkaitan dengan
kegiatan impornya yaitu PPh 22 Impor, PPN, BM, serta pungutan lainnya berdasarkan Undang-
Undang Kepabeanan yang belaku di Indonesia. Pajak yang ditangguhkan ini nantinya akan
dilunasi apabila barang yang di impor tersebut dijual secara lokal setelah diproses menjadi barang
jadi atau setengah jadi. Namun, apabila barang tersebut akan dijual secara ekspor, maka PPh
Pasal 22, PPN, BM serta pungutan lainnya yang berlaku sesuai Undang-Undang di bidang
Kepabeanan akan dibebaskan. Untuk impor bahan baku, perusahaan diperbolehkan untuk tidak
menggunakan fasilitas sebagai PDKB apabila perusahaan bisa memastikan bahwa bahan baku
yang diimpor ini seluruhnya akan dijual di pasar lokal ketika sudah diproses menjadi barang jadi
atau setengah jadi.
Untuk menghitung penggunaan bahan baku yang diimpor dan bahan baku yang dibeli
secar lokal dalam barang jadi yang dihasilkan, perusahaan menggunakan metode rasio yaitu
dengan membandingkan persentase penggunaan bahan baku impor dengan bahan baku lokal.
Misalnya perusahaan menghasilkan barang jadi sebanyak 15000 Kg kain dengan bahan baku
yang digunakan sebanyak 12.000 Kg serat kapas dan benang impor dan 3000 Kg serat kapas dan
benang lokal, maka rasio penggunaan bahan baku impor dengan bahan baku lokal adalah 80:20.
Rasio ini tergantung penggunaan bahan baku yang dipakai perusahaan dalam proses produksi dan
akan berpengaruh pada penghitungan pajak impor yang harus dibayar oleh perusahaan jika terjadi
penjualan hasil produksi secara lokal.
PPN masukan terkait impor dan pembelian dalam negeri dapat dikreditkan dengan PPN
keluaran terkait penjualan di pasar domestik sepanjang telah dilaporkan ke Kantor Pelayanan
Pajak (KPP) dimana PT Kewalram Indonesia terdaftar. Jika perusahaan tidak melaporkan, maka
PM tidak bisa dikreditkan dengan PK dan biaya atas PPN tersebut tidak bisa dibiayakan dan
dijadikan pengurang laba bersih perusahaan. Namun, karena PT Kewalram Indonesia merupakan
PDKB, maka pada saat mengimpor, seluruh PPN akan ditangguhkan dan akan terutang ketika
terjadi penjualan secara lokal atas hasil produksi bahan baku yang diimpor tersebut. Selain itu,
semua transaksi pembelian barang dari dalam daerah pabean lain tidak dikenakan PPN sehingga
PPN atas pembelian secara lokal adalah nol. Berdasarkan wawancara yang telah dilakukan,
seluruh transaksi penyerahan yang dilakukan PT Kewalram Indonesia terutang PPN dan
Analisis terhadap..., Dina Rahmanur Fajarwati, FE UI, 2013
perusahaan menerbitkan faktur pajak atas PPN yang dipungut tersebut sehingga bisa dikredikan
dengan PM yang dimiliki perusahaan.
Pembahasan
Permasalahan Keadaan di perusahaan dan yang
seharusnya dilaksanakan
Saran
Mekanisme
impor.
Salah satu mekanisme impor yang
dijalani perusahaan adalah impor
melalui trading company yang
berakibat biaya yang harus dikeluarkan
oleh PT Kewalram Indonesia menjadi
lebih besar dan waktu untuk impor
menjadi lebih lama. seharusnya,
dengan mekanisme impor yang ada
memudahkan importir dari segi waktu
serta biaya.
1. Mencari eksportir dari negara
lain yang memiliki kualitas
serta harga barang yang sama
dan tidak mengharuskan
perusahaan untuk melakukan
kegiatan impor melalui
trading company.
2. Melakukan pembelian bahan
baku secara lokal dengan
mempertimbangkan kualitas
bahan baku yang dijual
dalam pasar domestik serta
harganya.
Metode
pengepakan dan
pengiriman.
Salah satu metode yang digunakan
adalah Less Than Container Load
yang menyebabkan biaya yang harus
dikeluarkan oleh PT Kewalram
Indonesia menjadi lebih besar.
Menggunakan alternatif metode
lain seperti Free on Board (FOB)
yang dapat meminimalisir biaya
yang harus dikeluarkan oleh
perusahaan karena perusahaan
hanya akan menanggung biaya
pengiriman. Sedangkan biaya
pengepakan akan ditanggung
oleh eksportir. Dan perusahaan
Analisis terhadap..., Dina Rahmanur Fajarwati, FE UI, 2013
bisa menentukan sendiri jasa
pengangkutan yang akan
digunakan.
Petugas Bea
Cukai.
Petugas Bea Cukai yang bertugas
mengawasi kegiatan impor pada PT
Kewalram Indonesia tidak setiap saat
berada di perusahaan sehingga proses
pembongkaran barang dan
penyimpanan barang ke gudang
menjadi terhambat karena semua
barang yang diimpor harus diperiksa
fisik dan dokumen oleh petugas bea
cukai tersebut. Seharusnya, petugas
bea cukai tersebut bisa mengawasi
secara menyeluruh kegiatan impor
yang dilakukan oleh PT Kewalram
Indonesia tanpa menyebabkan
terhambatnya proses produksi yang
akan dilakukan oleh perusahaan.
1. Perusahaan bisa
menggunakan alat
komunikasi dan teknologi
yang ada untuk
mendokumentasikan proses
pembongkaran barang dan
penyimpanan barang ke
gudang sebagai bukti untuk
pemeriksaan oleh petugas
bea cukai sehingga walaupun
petugas bea cukai tidak
berada di perusahaan, PT
Kewalram Indonesia bisa
langsung membongkar dan
menyimpan barang yang
diimpor.
2. Penambahan petugas bea
cukai oleh Ditjen Bea Cukai
mengingat perusahaan yang
berstatus PDKB sangat
sering melakukan kegiatan
impor dan harus
mendapatkan pengawasan.
Analisis terhadap..., Dina Rahmanur Fajarwati, FE UI, 2013
Penghitungan
pajak atas impor
Saat ini perusahaan masih
menggunakan metode rasio untuk
menghitung penggunaan bahan baku
impor dalam proses produksi.
Seharusnya sebagai PDKB dengan
reputasi baik, PT Kewalram Indonesia
mengikuti metode yang telah
ditetapkan oleh Ditjen Bea Cukai.
Sebaiknya PT Kewalram
Indonesia menggunakan metode
konversi mengikuti metode yang
telah ditetapkan oleh Ditjen Bea
Cukai untuk menghindari
masalah dalam penghitungan
PDRI yang ditanggung. Selain
itu, dari pihak Ditjen Bea Cukai
harus memberikan sanksi yang
tegas bagi PDKB yang tidak
menerapkan metode tersebut.
Tidak adanya
stok atas bahan
baku yang
diimpor.
PT Kewalram Indonesia tidak
menginginkan memiliki stok atas
bahan baku yang mereka impor karena
jika terdapat stok akan menyebabkan
biaya yang tinggi di inventori untuk
persediaan bahan baku. Dan tidak mau
menanggung resiko kerugian akibat
rusaknya bahan baku yang mereka
impor. Hal ini menyebabkan sedikit
terhambatnya proses produksi.
Seharusnya sebagai perusahaan yang
bahan baku utamanya berasal dari
negara lain, perusahaan harus memiliki
stok atas bahan baku.
Seharusnya, perusahaan memiliki
stok atas bahan baku impor
mengingat pemakaian atas bahan
baku impor sangat besar jika
dibandingkan pemakaian bahan
baku dari pasar domestik.
Namun, jika perusahaan memang
tidak mau memiliki stok atas
bahan baku tersebut, mereka bisa
saja membeli bahan baku yang
sama dalam pasar domestik jika
tersedia, tentu saja dengan
mempertimbangkan kualitas serta
harga dari bahan baku tersebut.
Kesimpulan
Analisis terhadap..., Dina Rahmanur Fajarwati, FE UI, 2013
Dalam kesimpulan ini, penulis menyimpulkan bahwa kegiatan impor serta praktik perpajakan
atas kegiatan impor yang dilakukan oleh perusahaan adalah sebagai berikut:
1. Dalam penghitungan Pajak Dalam Rangka Impor (PDRI), PT Kewalram Indonesia memiliki
penghitungan yang berbeda dari penghitungan pajak impor pada umumnya meskipun tetap
menggunakan tarif pajak yang sama dengan penghitungan PPh 22 impor serta PPN dan
PPnBM yang berlaku karena perusahaan ini merupakan Pengusaha di Kawasan Berikat
(PDKB) sehingga penghitungan dilakukan dengan merujuk pada Peraturan Menteri
Keuangan No. 147/PMK.04/2011 dan Peraturan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai No.
57/BC/2011 tentang Kawasan Berikat. Selain itu, dalam hal penetapan penggunaan bahan
baku impor yang digunakan oleh perusahaan dalam proses produksi yang nanti akan
digunakan untuk menghitung PDRI, PT Kewalram harus mengikuti metode yang harus
diterapkan oleh Ditjen Bea Cukai yaitu metode konversi.
2. Dalam hal kegiatan impor, fasilitas yang diperoleh oleh PT Kewalram Indonesia selaku
PDKB adalah berupa penangguhan perpajakan terkait kegiatan impor, baik impor bahan baku
maupun impor barang modal. PDRI yang ditangguhkan ini nantinya harus dibayar apabila
terjadi penjualan secara lokal dari bahan baku dan barang modal yang diimpor tersebut dan
akan dibebaskan apabila bahan baku, baik yang telah diolah maupun yang belum diolah serta
barang modal tersebut diekspor. Fasilitas yang didapat oleh perusahaan terkait praktik impor
sendiri adalah tidak diperlukan pengecekan dokumen dan pengecekan fisik barang yang
diimpor perusahaan di pelabuhan dan barang impor tersebut akan diperiksa oleh perugas bea
cukai ketika barang impor tersebut telah sampai di PT Kewalram Indonesia.
3. Dalam melakukan kegiatan impornya, perusahaan hanya dikenakan Bea Masuk (BM), PPh 22
Impor dan PPN dan tidak dikenakan PPnBM karena PT Kewalram Indonesia tidak
mengimpor luxury goods. Namun, karena PT. Kewalram Indonesia berada di Kawasan
Berikat, maka pada dasarnya PT. Kewalram Indonesia mendapat fasilitas berupa
ditangguhkannya pembayaran pajak yang berkaitan dengan kegiatan impornya yaitu PPh 22
Impor, PPN, BM, serta pungutan lainnya berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan yang
belaku di Indonesia. Pajak yang ditangguhkan ini nantinya akan dilunasi apabila barang yang
diimpor tersebut dijual secara lokal setelah diproses menjadi barang jadi atau setengah jadi
dan PDRI yang harus dibayarkan oleh perusahaan hanya sebesar kandungan bahan baku
impor yang dijual secara lokal tersebut. PDRI tersebut akan dibebaskan apabila barang
Analisis terhadap..., Dina Rahmanur Fajarwati, FE UI, 2013
tersebut kemudian diekspor. Dari hasil penelitian penulis, PT Kewalram Indonesia telah
melakukan penghitungan perpajakan impor sebagaimana mestinya, baik dalam segi tarif
berdasarkan tarif perpajakan impor yang berlaku maupun dari segi penetapan dasar
pengenaan pajak impor terkait perusahaan sebagai PDKB.
Daftar Referensi
Barata, Atep Adya. 2011. Panduan Lengkap Pajak Penghasilan. Jakarta: Visimedia.
Direktorat Jenderal Pajak. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1983 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009.
Direktorat Jenderal Pajak. Undang-Undang No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 36 Tahun 2008.
Direktorat Jenderal Pajak. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1983 tentang
Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009.
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Peraturan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Nomor
57/BC/2011 tentang Kawasan Berikat sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Nomor17/BC/2012.
http://www.nct-cargo.com/2011/03/istilah-istilah-dalam-transportasi.html
http://rusdiharahap.wordpress.com/2012/10/30/beberapa-pengertian-istilah-mengenai-export-
import/.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 147/PMK.04/2011 tentang Kawasan Berikat sebagaimana
telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 255/PMK.04/2011.
Sukardji, Untung. 2012. Pokok-Pokok PPN Pajak Pertambahan Nilai Indonesia Edisi Revisi
2012. PT Rajagrafindo Persada. Jakarta.
Waluyo. 2011. Perpajakan Indonesia. Jakarta: Penerbit Salemba Empat.
Analisis terhadap..., Dina Rahmanur Fajarwati, FE UI, 2013