analisis tax audit coverage ratio indonesia dalam

20
1 ANALISIS TAX AUDIT COVERAGE RATIO INDONESIA DALAM PENINGKATAN EFEKTIVITAS PEMERIKSAAN PAJAK Freddy S, Rini Yulius 1. Program Ekstensi Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, Jakarta 2. Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, Jakarta E-mail: [email protected] ABSTRAK Pemeriksaan pajak merupakan bentuk penegakan hukum oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang bertujuan untuk mengamankan penerimaan pajak dan meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Salah satu faktor yang mempengaruhi kepatuhan wajib pajak adalah persepsi kemungkinan diperiksa. Jika kemungkinan diperiksa tinggi, maka kemungkinan ketidakpatuhan terdeteksi juga tinggi. Untuk meningkatkan kemungkinan wajib pajak diperiksa tinggi, maka DJP seharusnya memperluas lingkup pemeriksaan atau biasa yang disebut dengan rasio cakupan pemeriksaan pajak. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan bertujuan untuk menganalisis faktor penyebab rendahnya rasio tersebut dan sektor yang seharusnya menjadi fokus pemeriksaan. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa rasio cakupan pemeriksaan rendah karena masalah pemilihan bahan baku dan kurang berbasis risiko dan potensi penerimaan. Analyze of Indonesia Tax Audit Coverage Ratio to Increase Tax Audit Effectivity ABSTRACT Tax audit as one of the law enforcements is conducted by Directorate General of Taxes (DGT) Indonesia to achieve tax national revenue targeted and increase voluntary compliance. One cause of taxpayer’s compliance is the probability of being audited. The higher taxpayer’s probability is audited, the higher of non-compliance will be detected. To ensure that taxpayer’s probability of being audited is high, DGT should enlarge the scope of audit or audit coverage ratio. This study uses qualitative approach and analyzes the factor that cause audit coverage ratio in Indonesia is low, and primary sector that should become the focus of tax audit. The result of this research indicates that low of audit coverage ratio because of the selection of taxpayer’s that has less risk- based assessment and less potential revenue keyword: tax audit, tax compliance, tax audit coverage ratio, focus of tax audit Pendahuluan Dalam rangka pencapaian tujuan negara, pemerintah sebagai penyelenggara negara melakukan kegiatan dengan menggunakan anggaran yang dituangkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Pengeluaran dalam rangka penyelenggaraan negara yang dilakukan oleh pemerintah dalam melaksanakan APBN adalah belanja negara yang bersumber dari pendapatan negara. Salah satu pendapatan di dalam APBN adalah Pendapatan Analisis tax ..., Freddy S, FEB UI, 2016

Upload: others

Post on 23-Oct-2021

7 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: ANALISIS TAX AUDIT COVERAGE RATIO INDONESIA DALAM

 

1  

ANALISIS TAX AUDIT COVERAGE RATIO INDONESIA DALAM PENINGKATAN EFEKTIVITAS PEMERIKSAAN PAJAK

Freddy S, Rini Yulius

1. Program Ekstensi Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, Jakarta

2. Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, Jakarta

E-mail: [email protected]

ABSTRAK

Pemeriksaan pajak merupakan bentuk penegakan hukum oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang bertujuan untuk mengamankan penerimaan pajak dan meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Salah satu faktor yang mempengaruhi kepatuhan wajib pajak adalah persepsi kemungkinan diperiksa. Jika kemungkinan diperiksa tinggi, maka kemungkinan ketidakpatuhan terdeteksi juga tinggi. Untuk meningkatkan kemungkinan wajib pajak diperiksa tinggi, maka DJP seharusnya memperluas lingkup pemeriksaan atau biasa yang disebut dengan rasio cakupan pemeriksaan pajak. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan bertujuan untuk menganalisis faktor penyebab rendahnya rasio tersebut dan sektor yang seharusnya menjadi fokus pemeriksaan. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa rasio cakupan pemeriksaan rendah karena masalah pemilihan bahan baku dan kurang berbasis risiko dan potensi penerimaan.

Analyze of Indonesia Tax Audit Coverage Ratio to Increase Tax Audit Effectivity

ABSTRACT

Tax audit as one of the law enforcements is conducted by Directorate General of Taxes (DGT) Indonesia to achieve tax national revenue targeted and increase voluntary compliance. One cause of taxpayer’s compliance is the probability of being audited. The higher taxpayer’s probability is audited, the higher of non-compliance will be detected. To ensure that taxpayer’s probability of being audited is high, DGT should enlarge the scope of audit or audit coverage ratio. This study uses qualitative approach and analyzes the factor that cause audit coverage ratio in Indonesia is low, and primary sector that should become the focus of tax audit. The result of this research indicates that low of audit coverage ratio because of the selection of taxpayer’s that has less risk-based assessment and less potential revenue keyword: tax audit, tax compliance, tax audit coverage ratio, focus of tax audit Pendahuluan  

Dalam rangka pencapaian tujuan negara, pemerintah sebagai penyelenggara negara

melakukan kegiatan dengan menggunakan anggaran yang dituangkan dalam Anggaran

Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Pengeluaran dalam rangka penyelenggaraan negara

yang dilakukan oleh pemerintah dalam melaksanakan APBN adalah belanja negara yang

bersumber dari pendapatan negara. Salah satu pendapatan di dalam APBN adalah Pendapatan

Analisis tax ..., Freddy S, FEB UI, 2016

Page 2: ANALISIS TAX AUDIT COVERAGE RATIO INDONESIA DALAM

2  

Perpajakan. Porsi pendapatan perpajakan (yang menjadi domain DJP) dalam pendapatan

negara semakin meningkat. Hal ini menunjukkan Pendapatan Negara semakin bergantung

terhadap Pendapatan Pajak dan menjadikan DJP sebagai insitusi terbesar pengemban

pendapatan negara.

DJP memberikan kepercayaan kepada wajib pajak dalam melaksanakan hak dan

kewajiban perpajakannya dengan menganut sistem self assessment. Self assessment system

adalah sistem yang memberikan kepercayaan kepada wajib pajak untuk menghitung,

memperhitungkan, dan membayar sendiri pajak yang terutang. Untuk itu dalam rangka

menguji pelaksanaan hak dan kewajiban perpajakan oleh wajib pajak telah sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, DJP menempuh jalan penegakan

hukum dengan pemeriksaan.

Berdasarkan data yang bersumber dari Aplikasi Laporan Pemeriksaan dan Penagihan

(ALPP), dalam realisasinya pemeriksaan pajak berhasil mencapai target penerimaan hasil

pemeriksaan yang telah ditetapkan. Namun, dinilai dari tren tax ratio dari 2011-2014 pada

Grafik 2, pemeriksaan pajak tidak menunjukkan efektivitasnya pada peningkatan kepatuhan

Wajib Pajak. Bahkan pada tahun 2014 terjadi penurunan tax ratio yang merupakan indikasi

penurunan kepatuhan perpajakan. Seharusnya pemeriksaan pajak mempunyai semangat untuk

meningkatkan kepatuhan wajib pajak dan merealisasikan potensi pajak menjadi penerimaan

pajak melalui pembayaran pajak secara sukarela sesuai dengan prinsip self assessment.

Prosedur pemeriksaan pajak yang diterapkan oleh DJP harus mencakup potensi

perpajakan yang masih belum direalisasikan karena ketidakpatuhan. Alat yang digunakan

dalam menghitung lingkup pemeriksaan pajak adalah Tax Audit Coverage Ratio. Tax Audit

Coverage Ratio merupakan perbandingan antara jumlah pemeriksaan dibandingkan dengan

wajib pajak yang wajib melaporkan SPT. Semakin tinggi Tax Audit Coverage Ratio maka

semakin tinggi kemungkinan ketidakpatuhan terdeteksi dan pada akhirnya mempengaruhi

peningkatan kepatuhan perpajakan masyarakat.

Berdasarkan keterangan Gunadi pada situs web dengan alamat

http://www.pajak.go.id/content/article/gunadi-tax-audit-coverage-indonesia-perlu-diperbesar,

Tax Audit Coverage Ratio Indonesia masih sangat rendah yaitu pada tingkat 0.34%. Ukuran

ini sangat rendah karena berarti kemungkinan masyarakat yang wajib SPT kemungkinan

diperiksa sebesar 0.34%. Menurut beliau untuk pemeriksaan dapat memberikan detterent

effect, Tax Audit Coverage Ratio (ACR) harus ditingkatkan.

Analisis tax ..., Freddy S, FEB UI, 2016

Page 3: ANALISIS TAX AUDIT COVERAGE RATIO INDONESIA DALAM

3  

Untuk meningkatkan ACR, DJP memiliki keterbatasan yaitu sumber daya manusia.

Karena itu, pemeriksaan pajak harus difokuskan pada potensi penerimaan pajak dan risiko

ketidakpatuhan yang tinggi. Hal ini yang mendorong peneliti untuk menganalisis Analisis Tax

Audit Coverage Ratio Indonesia Dalam Peningkatan Efektivitas Pemeriksaan Pajak.

Rumusan Masalah

Penelitian ini melingkup periode tahun 2013 sampai dengan 2014 dan merumuskan beberapa

masalah sebagai berikut

1. Bagaimana gambaran umum pengelolaan pemeriksaan pajak oleh DJP?

2. Bagaimana kondisi Tax Audit Coverage Ratio?

3. Bagaimana efektivitas pemeriksaan pajak?

4. Bagaimana perbandingan tax audit coverage ratio DJP dengan kepatuhan perpajakan?

5. Bagaimana perbandingan antara tax audit coverage ratio dengan efektivitas

pemeriksaan pajak?

Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk:

1. Mengetahui gambaran umum pengelolaan pemeriksaan pajak oleh DJP.

2. Mengetahui kondisi tax audit coverage ratio

3. Mengetahui efektivitas pemeriksaan pajak.

4. Mengetahui perbandingan tax audit coverage ratio DJP dengan kepatuhan perpajakan

5. Mengetahui gambaran perbandingan antara tax audit coverage ratio dengan efektivitas

pemeriksaan pajak

Teori Dan Tinjauan Pustaka

Pajak

Pajak merupakan kewajiban untuk berkontribusi kepada negara dalam bentuk iuran

oleh orang pribadi dan badan yang sifatnya memaksa berdasarkan undang-undang, tidak

disertai imbalan langsung, dan digunakan untuk membiayai pembangunan nasional demi

kemakmuran rakyat yang sebesar-besarnya. Dalam menjalankan administrasi perpajakan, DJP

memberikan kepercayaan kepada wajib pajak untuk menghitung, memperhitungkan dan

melapor kewajiban perpajakannya sendiri. Sistem ini dikenal dengan self assessment system.

Analisis tax ..., Freddy S, FEB UI, 2016

Page 4: ANALISIS TAX AUDIT COVERAGE RATIO INDONESIA DALAM

4  

Kepatuhan Pajak

Menurut Ken Devos (2004) mengutip definisi oleh Roth et al, kepatuhan pajak

merupakan kesadaran pembayar pajak untuk melaporkan semua penghasilan kena pajak

secara tepat waktu dan berdasarkan penghasilan tersebut, secara akurat melaporkan kewajiban

perpajakan sesuai dengan Internal Revenue Code (arsip aturan-aturan perpajakan di Amerika

Serikat), peraturan-peraturan dan putusan pengadilan yang diterapkan pada saat penghasilan

tersebut dilaporkan. Berdasarkan OECD, kepatuhan pajak dilihat dari pemenuhan kewajiban

berupa mendaftarkan ke sistem perpajakan, mengisi dan melaporkan informasi perpajakan

yang ditetapkan secara tepat waktu, melaporkan informasi secara lengkap dan akurat,

membayar kewajiban pajak dengan tepat waktu.

Dalam sistem perpajakan di Indonesia, wajib pajak yang patuh harus mendaftarkan

diri (orang pribadi/badan) untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), mengisi

dan melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) dengan benar dan tepat waktu, melampirkan

informasi-informasi lain yang lengkap dan akurat seperti laporan keuangan fiskal/komersil,

bukti potong, daftar bukti potong, dan lain-lain membayar kewajiban perpajakan melalui

sistem pemotongan/pemungutan pajak dan menyetorkan ke kas negara dengan Surat Setoran

Pajak (SSP). Apabila subjek pajak tidak memenuhi salah satu kriteria di atas, maka wajib

pajak tersebut dianggap tidak patuh.

Dalam aturan perpajakan yang dikenal dengan Wajib Pajak Patuh adalah Wajib Pajak

yang memenuhi kriteria tertentu berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor

192/PMK.03/2007 sebagaimana telah diubah terakhir dengan PMK-74/PMK.03/2012.

Kriteria tersebut adalah wajib pajak yang tepat waktu dalam menyampaikan Surat

Pemberitahuan, tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali

tunggakan pajak yang telah memperoleh izin mengangsur atau menunda pembayaran pajak,

Laporan Keuangan diaudit oleh Akuntan Publik atau lembaga pengawasan keuangan

pemerintah dengan pendapat Wajar Tanpa Pengecualian selama 3 (tiga) tahun berturut-turut,

dan tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan berdasarkan

putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dalam jangka waktu 5

(lima) tahun terakhir.

Menurut Benno Torgler (2007) kepatuhan atau ketidakpatuhan pajak merupakan

fungsi dari kesempatan (celah pada sistem dan aturan), tarif pajak, kemungkinan terdeteksi,

dan keinginan untuk patuh atau menghindar (tax morale).

Analisis tax ..., Freddy S, FEB UI, 2016

Page 5: ANALISIS TAX AUDIT COVERAGE RATIO INDONESIA DALAM

5  

Dalam model yang dibuat oleh Allingham and Sandmo (1972), penghasilan yang

dilaporkan merupakan fungsi dari pendapatan, tarif pajak, kemungkinan diperiksa, dan tarif

sanksi.

Tax Ratio dan Tax Buoyancy Ratio

Tax ratio adalah perbandingan antara penerimaan perpajakan dengan Pendapatan

Domestik Bruto (PDB). Secara matematis, tax ratio dapat dirumuskan sebagai berikut :

Tax Buoyancy Ratio mengukur respon kenaikan penerimaan pajak terhadap setiap

persen pertumbuhan PDB. Tax buoyancy mengeliminasi efek dari perubahan tarif dan dasar

pengenaan pajak. Secara matematis, tax buoyancy dapat dirumuskan sebagai berikut :

Tax Buoyancy Ratio tahun x =  

dimana :

T : Total penerimaan pajak

Y : Total PDB

Pemeriksaan Pajak

Berdasarkan OECD, pemeriksaan pajak merupakan pengujian kepatuhan dan

ketepatan penilaian dan pelaporan pajak, serta pemenuhan kewajiban perpajakan yang lain.

Pemeriksaan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan nomor 184/PMK.03/2015 merupakan

kegiatan yang dilakukan dengan mengumpulkan dan mengolah data dan informasi, serta

keterangan dan bukti yang terkait secara objektif, profesional berdasarkan pada standar

pemeriksaan dalam rangka menguji kepatuhaan wajib pajak dalam pemenuhan kewajiban

perpajakannya dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanaan ketentuan perundang-

undangan.

Menurut Liucija BirskyteI dalam jurnal tahun 2013 yang berjudul “Effects Of Tax

Auditing: Does The Deterrent Deter?”, ada 2 efek dari pemeriksaan pajak yaitu :

1. Direct effect yaitu penambahan penerimaan pajak dari hasil pemeriksaan

Analisis tax ..., Freddy S, FEB UI, 2016

Page 6: ANALISIS TAX AUDIT COVERAGE RATIO INDONESIA DALAM

6  

2. Indirect effect yaitu efek pencegahan, dengan peningkatan pemahaman dan kepatuhan

Wajib Pajak.

Peran Pemeriksaan

Berdasarkan buku yang berjudul Risk-Based Tax Audits: Approaches and Country

Experiences yang disusun oleh The World Bank, ada tiga peran yang dimiliki oleh

pemeriksaan pajak yaitu:

1. pemeriksaan digunakan untuk mendeteksi dan memperbaiki kasus ketidakpatuhan

individu

2. meningkatkan kepatuhan sukarela dengan meningkatkan kemungkinan terdeteksi dan

diberikan sanksi atas ketidakpatuhan.

3. merupakan administrasi perpajakan dalam mendapatkan informasi kesehatan sistem

perpajakan dan teknik yang digunakan oleh wajib pajak untuk menghindari pajak.

Berdasarkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-15/PJ/2014 salah satu

indikator pengukuran kinerja pemeriksaan adalah Audit Coverage Ratio (ACR). Berdasarkan

Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak nomor 28/PJ/2013 tentang Kebijakan Pemeirksaan,

ruang lingkup pemeriksaan pajak dibedakan menjadi dua yaitu: 1) Pemeriksaan untuk

menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan Pemeriksaan rutin dan khusus); dan 2)

Pemeriksaan tujuan lain. Jenis pemeriksaan menurut SE tersebut adalah: 1) Pemeriksaan

lapangan (di tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak, tempat kegiatan usaha atau

pekerjaan bebas Wajib Pajak, dan/atau tempat lain yang dianggap perlu oleh Pemeriksa Pajak)

dan 2) Pemeriksaan kantor (di kantor DJP).

Berdasarkan Surat Direktur Jenderal Pajak nomor SE-65/PJ/2013 tentang Pedoman

Penggunaan Metode dan Teknik Pemeriksaan, ada dua metode dalam melakukan pemeriksaan

yaitu: 1) metode langsung; dan 2) metode tidak langsung. Pada metode langsung,

pemeriksaan dilakukan dengan langsung menguji atau meninjau pada pos-pos yang dapat

ditelusuri bukti transaksinya. Sementara pada metode tidak langsung dilakukan apabila

pemeriksa pajak tidak dapat melakukan pemeriksaan langsung, sehingga untuk memperoleh

keyakinan dari kewajaran nilai yang dilaporkan, mengacu pada pendekatan tertentu.

Dalam rangka memberikan pedoman untuk pemeriksa pajak dalam menjalankan tugas

pemeriksaan, Dirjen Pajak telah menyusun serangkaian pedoman teknik pemeriksaan pajak

dan dituangkan dalam Surat Edaran nomor SE-65/PJ/2013. Di antaranya adalah konfirmasi,

sampling, dan teknik lainnya.

Analisis tax ..., Freddy S, FEB UI, 2016

Page 7: ANALISIS TAX AUDIT COVERAGE RATIO INDONESIA DALAM

7  

Tax Audit Coverage Ratio

Berdasarkan model yang dibuat oleh Allingham and Sandmo (1972) sebagaimana

telah dijabarkan sebelumnya, yang menjadi indikator kemungkinan terperiksanya wajib pajak

adalah Tax Audit Coverage Ratio (ACR). ACR adalah tingkat keterperiksaan Wajib Pajak

yang memiliki kewajiban penyampaian SPT.

Menurut Plumley (1996), melalui penelitian yang berjudul The Determinant of

Individual Income Tax Compliance, variabel utama dalam penegakan hukum untuk

meningkatkan kepatuhan sukarela wajib pajak adalah tingkat ketercakupan pemeriksaan.

Dalam penelitian tersebut, disebutkan banyak observasi yang telah dilakukan selama dua

dekade sebelumnya sejak 1996 kepatuhan secara sukarela oleh wajib pajak tampaknya turun

seiring dengan penurunan ACR. Untuk itu pemerintah perlu mengendalikan pergerakan

tingkat ketercakupan pemeriksaan untuk membentuk persepsi wajib pajak akan kemungkinan

ketidakpatuhan terdeteksi.

Pemerintah Indonesia, dalam hal ini DJP, telah mempunyai misi untuk meningkatkan

nilai ACR menjadi 5% sejak tahun 2006 melalui Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-

19/PJ./2006. Tetapi ACR baru menjadi salah satu indikator dalam menilai efektivitas kinerja

pemeriksaan sejak tahun 2014 dalam rencana dan strategi pemeriksaan melalui Surat Edaran

Dirjen Pajak nomor SE-15/PJ/2014. DJP menargetkan ACR untuk tahun 2014 yaitu sebesar

5% untuk wajib pajak badan dan 0.1% untuk wajib pajak orang pribadi.

Penelitian yang membahas tentang ACR belum banyak dilakukan. Salah satu

penelitian terdahulu yang relevan dengan ACR adalah disertasi yang berjudul “The

Determinants of Individual Income Tax Compliance” oleh Plumley (1996) seperti yang telah

dijelaskan sebelumnya pada teori. Pada penelitian ini, peneliti tidak menguji kebenaran dari

penelitian Plumley (1996) tersebut tentang hubungan antara ACR dengan kepatuhan wajib

pajak. Hubungan tersebut menjadi teori yang melatarbelakangi dari penelitian ini yaitu

membandingkan ACR berdasarkan wilayah dan sektor usaha dengan efektivitas pemeriksaan

khususnya dari sisi kepatuhan wajib pajak pada masing-masing wilayah dan sektor usaha.

Metodologi Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif dengan

tujuan untuk meningkatkan pengetahuan mendasar tentang sesuatu. Berdasarkan dimensi

waktu, penelitian ini merupakan cross sectional research yaitu menyandingkan data antara

Analisis tax ..., Freddy S, FEB UI, 2016

Page 8: ANALISIS TAX AUDIT COVERAGE RATIO INDONESIA DALAM

8  

tahun 2013-2014. Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data

primer yang bersumber dari wawancara dengan pihak-pihak yang memiliki kompetensi dalam

kebijakan pemeriksaan dan pemilihan wajib pajak yang akan diperiksa, dan data sekunder

yang bersumber dari skripsi, jurnal, dan buku yang relevan dengan pembahasan pada

penelitian ini.

Dalam pengumpulan data, peneliti menggunakan beberapa metode yaitu penelitian

lapangan dan studi kepustakaan. Sampling yang digunakan pada penelitian ini tidak seperti

sampling yang digunakan dalam penelitian kuantitatif.

Wawancara pada penelitian ini dilakukan terhadap:

1. Yustinus Prastowo (Akademisi - Pengajar di Fakultas Ekonomi Universitas Katholik

Atmajaya; Direktur Eksekutif CITA –Center of Indonesia Taxation Center) – R1

2. Night Li (Fungsional Pemeriksa Pajak di KPP Pratama Gambir; Trainer Diklat

Fungsional Pemeriksa Pajak) – R2

3. Sri Indriyanta (Kepala Seksi Perencanaan Pemeriksaan Wajib Pajak Orang Pribadi,

Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan DJP; Mitra Manajer Kerjasama Organisasi –

bagian Audit Coverage Ratio) – R3

Analisis Data dan Pembahasan

Dalam rangka pencapaian target pemeriksaan, Kepala Sub Direktorat Perencanaan dan

Pemeriksaan dan Tim menyusun ulang proses bisnis pemeriksaan dalam rangka peningkatan

fokus pemeriksaan yang lebih realistis dibandingkan dengan rencana dan strategi pemeriksaan

yang telah ditetapkan.

Gambar 1 merupakan ringkasan kegiatan yang dilaksanakan Dit.P2 yang dirancang

oleh Kepala Sub Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan dan tim yaitu merupakan proses

bisnis dalam pengelolaan kegiatan pemeriksaan pajak di DJP melibatkan:

• Input bersumber dari: 1) bahan baku yang dipilih berdasarkan analisis data antara lain

data tax gap, diagram kepatuhan dan pengawasan atas wajib pajak; 2) Sumber Daya

Manusia yaitu fungsional pemeriksa pajak; dan 3) Peraturan perpajakan di bidang

teknis dan bidang pemeriksaan merupakan salah satu input dalam meningkatkan

standarisasi kualitas pemeriksaan. Jumlah fungsional pemeriksa pajak pada tahun 2013

dan 2014 berturut-turut adalah 4.192 (13% dari total pegawai DJP) dan 4.587 (12%

dari total pegawai pajak)

Analisis tax ..., Freddy S, FEB UI, 2016

Page 9: ANALISIS TAX AUDIT COVERAGE RATIO INDONESIA DALAM

9  

• Proses dalam pengelolaan pemeriksaan merupakan pelaksanaan pemeriksaan itu

sendiri. Pelaksanaan pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan audit tools, teknik

dan metode pemeriksaan, dan berdasarkan tata cara prosedur yang telah distandarisasi.

• Output

Output dari pemeriksaan adalah LHP dan Surat Ketetapan Pajak.  

Gambar 1 Refine Proses Bisnis Pemeriksaan

Sumber: wawancara dengan narasumber

Analisis Tax Audit Coverage Ratio

Dari cara perhitungan yang diatur dalam rencana dan strategi (renstra) pemeriksaan

2014, ACR dihitung dengan membandingkan SKP yang diterbitkan sebagai indikator dari

jumlah Wajib Pajak yang diperiksa dengan SPT Tahunan (satu tahun pajak sebelum tahun

pajak dilakukannya perhitungan ACR) yang disampaikan sebagai indikator dari Wajib Pajak

yang wajib menyampaikan SPT Tahunan. Perhitungan ini berbeda dengan teori pada

umumnya yang membandingkan antara jumlah wajib pajak yang diperiksa dengan jumlah

wajib pajak yang wajib menyampaikan SPT. Perbedaan ini karena ada perbedaan intensitas

antar jenis pajak yang diperiksa dan master file wajib pajak yang masih banyak terdapat data

yang bias.

Dari sejak ditetapkan tingkat ACR 5% pada tahun 2006, DJP tidak pernah

mencapainya. Termasuk pada tahun 2013 dan 2014, ACR tidak mencapai target sebesar 5%.

Analisis tax ..., Freddy S, FEB UI, 2016

Page 10: ANALISIS TAX AUDIT COVERAGE RATIO INDONESIA DALAM

10  

Perbandingan ACR 2013 dan 2014 seperti pada Tabel 4.2 menunjukkan fokus

pemeriksaan pada tahun-tahun tersebut adalah wajib pajak badan. Hal ini menggambarkan

bahwa tingkat keterperiksaan wajib pajak badan lebih tinggi dibandingkan dengan orang

pribadi.

Tabel 2 ACR 2013 dan 2014

2014 2013

ACR Badan 4,65% 1,58%

ACR Orang pribadi 0,12% 0,03% sumber: Analisis Deskriptif Pemeriksaan 2013-2014 (telah diolah kembali)

Porsi jumlah wajib pajak badan hanya sekitar 8,3% sementara wajib pajak orang

pribadi 89,67%. Dengan denominator ACR (jumlah wajib pajak) yang begitu rendah, tetapi

kontribusi penerimaan pajak yang tinggi, adalah hal yang tepat untuk memfokuskan

pemeriksaan pada wajib pajak badan.

ACR berdasarkan wilayah yang dianalisa dari data yang bersumber dari Sistem

Informasi Direktorat Jenderal Pajak (SIDJP), terlihat bahwa untuk pemeriksaan wajib pajak

orang pribadi, kontribusi cakupan terbesar adalah dari Kanwil DJP Jawa Tengah I dan II yaitu

sebesar 10.41% dan 10.15% (total Jawa Tengah 20.56%) pada tahun 2013 dan sebesar 8.31%

dan 8.01% (total Jawa Tengah 16.32%) pada tahun 2014. Sementara jika jumlah pemeriksaan

kantor-kantor wilayah digabungkan berdasarkan provinsi, wilayah Jakarta kecuali Jakarta

Khusus memberikan kontribusi sebesar sekitar 20.01% pada tahun 2013 dan 17.18% pada

tahun 2014. Dengan demikian, Jakarta dan Jawa Tengah saja sudah memberikan kontribusi

pemeriksaan orang pribadi sebesar 40.57% pada 2013 dan 33.5% pada tahun 2014.

Pemeriksaan selama 2013 dan 2014 banyak difokuskan pada wilayah Jawa Tengah

dan Jakarta selain Jakarta. Selain karena jumlah penduduk Jawa Tengah yang cukup besar

yaitu sekitar 13.7% penduduk Indonesia dan perekonomian yang cukup maju yaitu

memberikan kontribusi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) sebesar 8.23% pada tahun

2013. Sementara Jakarta dengan jumlah penduduk yang tidak terlalu besar yaitu sebesar

3.85% penduduk Indonesia, perekonominya paling baik yaitu memberikan kontribusi PDRB

sebesar 16.57% pada tahun 2013, sehingga potensi pajak yang tergali dari kegiatan

pemeriksaan juga diharapkan tinggi.

Analisis tax ..., Freddy S, FEB UI, 2016

Page 11: ANALISIS TAX AUDIT COVERAGE RATIO INDONESIA DALAM

11  

Sementara untuk pemeriksaan wajib pajak badan, kontribusi terbesar dari DKI Jakarta

yaitu 21.85% pada tahun 2013 dan 21.05% pada tahun 2014. Sementara untuk pulau Jawa,

kontribusi pemeriksaan pajak badan adalah sebesar 35.49% pada tahun 2013 dan 36.68%

pada tahun 2014. Dari data tersebut, pemeriksaan pajak badan pada tahun 2013-2014

difokuskan pada DKI Jakarta dan Pulau Jawa. Sama halnya dengan pemeriksaan pajak orang

pribadi, alasan pemeriksaan pajak yang fokus pada DKI Jakarta dan Pulau Jawa adalah karena

wilayah ini yang paling besar memberikan kontribusi PDB yaitu pada tahun 2013 sebesar

16.57% untuk DKI Jakarta dan 41.42% untuk pulau Jawa.

Untuk wilayah di luar DKI Jakarta dan pulau Jawa, kontribusi jumlah pemeriksaan

terbesar adalah Sumatera. Untuk pemeriksaan wajib pajak orang pribadi Sumatera

memberikan kontribusi sebesar 9.21% pada tahun 2013 dan 11.05% pada tahun 2014. Untuk

pemeriksaan wajib pajak badan Sumatera memberiksan kontribusi sebesar 15.56% pada tahun

2013 dan 15.50% pada tahun 2014. Jika dilihat dari PDRB tahun 2013, Sumatera memberikan

kontribusi sebesar 23.81% terhadap PDB secara nasional.

ACR berdasarkan jenis usaha dan dianalisas dari data yang bersumber dari SIDJP

dibagi berdasarkan kategori Klasifikasi Lapangan Usaha (KLU) berdasarkan Keputusan

Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-321/PJ/2012 tentang Perubahan Atas Keputusan

Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP- 233/PJ/2012 Tentang Klasifikasi Lapangan Usaha

Wajib Pajak. Berdasarkan data yang diperoleh dari Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan,

pemeriksaan yang paling banyak memberikan kontribusi jumlah pemeriksaan pajak adalah

sektor Jasa (orang pribadi), Perdagangan (orang pribadi dan badan), industri pengolahan

(badan) dan konstruksi (badan).

Analisis Efektivitas Pemeriksaan Pajak

Tabel 3 menggambarkan penerimaan pajak dari kegiatan pemeriksaan selama tahun

2013 dan 2014

Tabel 3 Target dan Realisasi Penerimaan dari Kegiatan Pemeriksaan

Tahun Target

(triliun rupiah)

Realisasi

(triliun rupiah)

Pencapaian (%)

2014 24 24,723 103.01%

2013 18,462 21,265 115.18% Sumber: Aplikasi Laporan Pemeriksaan dan Penagihan DJP

Analisis tax ..., Freddy S, FEB UI, 2016

Page 12: ANALISIS TAX AUDIT COVERAGE RATIO INDONESIA DALAM

12  

Pada Tabel 3, terlihat persentase realisasi pemeriksaan pada 2013 lebih tinggi daripada

tahun 2014. Walaupun demikian, penerimaan pemeriksaan secara nominal mengalami

pertumbuhan pada tahun 2014, yaitu sebesar 16.26%. Selain rencana penerimaan dari

pembayaran atas surat ketetapan pajak hasil pemeriksaan juga menghasilkan refund

discrepancy. Refund discrepancy merupakan nilai nominal restitusi yang tidak dikabulkan

oleh Dirjen Pajak berdasarkan hasil pemeriksaan. Untuk refund discrepancy pada tahun 2013

sebesar Rp 5.2 trilyun dan pada tahun 2014 sebesar Rp 8.1 triliun.

Penerimaan dari kegiatan pemeriksaan dapat dirinci berdasarkan wilayah dan jenis

usaha. Penerimaan dari kegiatan pemeriksaan berdasarkan wilayah dan diolah dari data SIDJP

bahwa pemeriksaan selama 2013 - 2014 berpotensi pada wilayah Jakarta dan Jawa. Untuk

analisis penerimaan pemeriksaan berdasarkan wilayah ini, tidak diperhitungkan Kanwil

Khusus dan Wajib Pajak Besar karena wajib pajaknya tidak dikategorikan dalam wilayah

melainkan berdasarkan skala usaha. Sementara berdasarkan jenis usaha terlihat penyumbang

terbesar dari sisi pemeriksaan adalah pertambangan, industri pengolahan dan perdagangan

besar motor dan sepeda motor.  

Efektivitas pemeriksaan pajak dari sisi kepatuhan

Kepatuhan yang akan dianalisis pada penelitian ini menggunakan indikator tax gap

yaitu tax ratio dan tax buoyancy ratio. Berdasarkan data yang diperoleh melalui Dit.P2 yang

merupakan hasil analisis Centre for Tax Analysis (CTA), tax buoyancy ratio dapat

digambarkan dengan Grafik 1.

Grafik 1 Tax Buoyancy Ratio 2011-2014

Sumber: CTA melalui Dit.P2

Analisis tax ..., Freddy S, FEB UI, 2016

Page 13: ANALISIS TAX AUDIT COVERAGE RATIO INDONESIA DALAM

13  

Secara umum, tax buoyancy Indonesia cukup menurun drastis selama tahun 2012 dan

2014. Selain faktor perekonomian yang sedang menurun, beberapa faktor lain terkait struktur

perpajakan layak untuk dikaji, misalnya seperti penerapan PP 46, penyesuaian PTKP,

registrasi ulang PKP dan penurunan batasan PKP. Sehingga tren penurunan tax buoyancy ini

bukan hanya akibat dari penurunan tingkat kepatuhan pajak tetapi juga ketidakefisienan

administrasi perpajakan.

Dari Grafik 4.3 secara umum, tax buoyancy beberapa sektor dominan mengalami

penurunan, kecuali jasa keuangan dan asuransi. Sektor Industri, konstruksi, real estate dan

pertambangan turun drastis pada tahun 2014, hanya sektor perdagangan yang tidak begitu

turun secara signifikan.

Sementara berdasarkan tax ratio, kepatuhan wajib pajak di Indonesia juga relatif

rendah. Tax ratio Indonesia pada tahun 2013 sebesar 11,86% dan pada tahun 2014 sebesar

11,4%. Namun tax ratio ini masih dapat diperkecil lagi dengan mengganti pembaginya

dengan potensi pajak yang seharusnya diterima. Perbandingan antara penerimaan pajak yang

berhasil dihimpun dengan potensi pajak disebut dengan tax coverage ratio.

Analisis Perbandingan Antara Tax Audit Coverage Ratio Dengan Efektivitas Pemeriksaan

Pajak

Berdasarkan penjelasan sebelumnya, dapat disampaikan peringkat fokus pemeriksaan

dan peringkat penerimaan pemeriksaan pada Grafik 2. Grafik 2 diolah untuk peringat 7 besar

provinsi dengan kontribusi jumlah pemeriksaan pajak tertinggi. Dari tabel-tabel tersebut

terlihat adanya hubungan yang tidak konsisten antara fokus pemeriksaan dengan peringkat

penerimaan pemeriksaan pajak. Hal ini disebabkan oleh banyaknya SKP dengan nilai yang

rendah dan banyaknya SKP yang tidak berhasil direalisasikan menjadi penerimaan melalui

pembayaran oleh wajib pajak.

Demikian halnya dengan perbandingan peringkat penerimaan dan peringkat ACR

berdasarkan KLU (Daftar Kategori KLU berdasarkan KEP-321/PJ/2012). Berdasarkan Grafik

3, tampak bahwa intensitas pemeriksaan yang tinggi pada suatu KLU tidak selalu

menghasilkan penerimaan pajak hasil pemeriksaan yang tinggi pula. Jika dilihat dari bentuk

grafik tersebut, kesenjangan yang lebar antara peringkat jumlah pemeriksaan dan penerimaan

pajak hasil pemeriksaan terjadi pada pemeriksaan WP Badan. Pada tahun 2014 penerimaan

pemeriksaan pajak badan dari KLU pertambangan dan penggalian menempati posisi pertama

sementara peringkat intensitas pemeriksaanya berada pada peringkat ke-6. Pada tahun 2013,

Analisis tax ..., Freddy S, FEB UI, 2016

Page 14: ANALISIS TAX AUDIT COVERAGE RATIO INDONESIA DALAM

14  

penerimaan pemeriksaan pajak badan dari KLU Jasa Keuangan dan Asuransi menempati

posisi pertama sementara peringkat intensitas pemeriksaannya berada pada peringkat ke-4.

Grafik 2 Perbandingan Peringkat Penerimaan dan Peringkat ACR Berdasarkan

Wilayah

Sumber: Diolah dari data SIDJP

Analisis tax ..., Freddy S, FEB UI, 2016

Page 15: ANALISIS TAX AUDIT COVERAGE RATIO INDONESIA DALAM

15  

Grafik 3 Perbandingan Peringkat Penerimaan dan Peringkat ACR Berdasarkan KLU

Sumber: Diolah dari data SIDJP

Untuk menganalisa hubungan ACR dengan kepatuhan berdasarkan wilayah, perlu

diketahui tingkat kepatuhan wilayah tersebut. Pada penelitian ini, analisa kepatuhan

berdasarkan wilayah menggunakan konsep tax ratio yaitu membandingkan antara penerimaan

pajak berdasarkan wilayah yang diperoleh dari aplikasi berbasis internet milik DJP yang

disebut dengan approweb, dengan PDRB yang diperoleh dari situs resmi Badan Pusat

Statistik.

Data data yang dihitung dengan membandingkan penerimaan per kanwil dengan

PDRB seperti konsep pada tax ratio. Dengan mengasumsikan tax ratio yang ideal adalah

seperti yang ditetapkan dalam APBN 2014, maka seharusnya tax ratio Indonesia adalah

12,4%. Selisih dari 12.4% tax ratio adalah tax gap yang dapat menggambarkan potensi dan

tingkat ketidakpatuhan dari suatu wilayah. 5 wilayah kerja Kanwil DJP dengan tingkat

Analisis tax ..., Freddy S, FEB UI, 2016

Page 16: ANALISIS TAX AUDIT COVERAGE RATIO INDONESIA DALAM

16  

potensi paling tinggi yaitu di Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah, Riau dan Kepulauan

Riau, dan Kalimantan Timur dan Utara. Tetapi terlihat ACR pada tahun 2013 dan 2014 yang

telah dibahas sebelumnya, fokus pemeriksaan ada pada DKI Jakarta, Jawa Timur, Jawa

Tengah, Jawa Barat, dan Sumatera Utara. Dengan demikian terlihat bahwa pemeriksaan pajak

tahun 2013- 2014 sudah fokus pada beberapa wilayah dengan potensi yang tertinggi kecuali

Riau dan Kepualaun Riau, Kalimantan Timur dan Utara.

Berdasarkan analisa kepatuhan yang sudah dibahas sebelumnya, sektor-sektor yang

tax coverage ratio-nya masih rendah, berarti potensi penerimaan pajak yang belum dipenuhi

masih tinggi. Sektor yang masih tinggi potensi pajak yang belum diterima selama 2013 s.d.

2014 adalah sektor pertambangan dan penggalian, industri, dan konstruksi. Hal ini

merupakan indikasi bahwa sektor-sektor tersebut memiliki kepatuhan pajak yang rendah.

Namun sektor yang tinggi kontribusi ACR nya adalah perdagangan besar dan eceran; reparasi

dan perawatan mobil dan sepeda motor, industri pengolahan, dan konstruksi. Fokus

pemeriksaan tidak sejalan dengan potensi yang tersedia. Seharusnya perdagangan besar dan

eceran; reparasi dan perawatan mobil dan sepeda motor tidak mendapatkan konsentrasi

pemeriksaan yang begitu tinggi. Sebaliknya pertambangan dan penggalian seharusnya

diperiksa lebih intens lagi.

Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kuantitas dan Kualitas ACR

Berdasarkan wawancara yang dilakukan, faktor-faktor yang mempengaruhi kuantitas

ACR adalah:

1. Jumlah SDM Pemeriksa yang sedikit

Berdasarkan data yang bersumber dari analisis deskriptif pemeriksaan tahun 2013-

2014 jika diilustrasikan dengan asumsi semua wajib pajak diperiksa selama 5 tahun (sesuai

dengan daluarsa penetapan pajak) maka setiap pemeriksa harus memeriksa minimal 20% dari

jumlah WP/pemeriksa yaitu sebesar 1184 wajib pajak pada tahun 2013 dan 1221 pada tahun

2014. Bahkan jika mengikuti rencana ACR berdasarkan SE-19/PJ./2006 yaitu ACR sebesar

5%, maka setiap pemeriksa harus memeriksa 296 wajib pajak di tahun 2013 dan 306 wajib

pajak di tahun 2014.

2. Jangka waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pemeriksaan

Berdasarkan dijelaskan sebelumnya, untuk melakukan pengujian dalam rangka

pemeriksaan lapangan diberikan jangka waktu 6 bulan untuk pemeriksaan lapangan dan 4

bulan untuk pemeriksaan kantor. Jangka waktu pengujian ini dapat diperpanjang s.d. 2 bulan.

Analisis tax ..., Freddy S, FEB UI, 2016

Page 17: ANALISIS TAX AUDIT COVERAGE RATIO INDONESIA DALAM

17  

Apabila dalam rangka pemenuhan target ACR 5% dengan asumsi semua pemeriksaan

dilakukan dengan pemeriksaan kantor dan dapat diselesaikan tepat waktu tanpa melakukan

perpanjangan jangka waktu pengujian, maka pemeriksa pajak harus menyelesaikan

pemeriksaan setiap 4 bulan sekali secara bersamaan sebanyak 99 wajib pajak pada tahun 2013

dan 102 wajib pajak pada tahun 2014. Padahal berdasarkan fakta yang terjadi pada tahun

2013, setiap pemeriksa berhasil menyelesaikan 15 pemeriksaan pada tahun 2013 dan 9

pemeriksaan pada tahun 2014. Tingkat penyelesaian pemeriksaan tepat waktu selama 2013

hanya sebesar 69% dan selama 2014 sebesar 67%. Artinya apabila setiap tahun melakukan

100 pemeriksaan, 31 di antaranya terlambat di tahun 2013 dan 33 terlambat di tahun 2014.

Sementara faktor yang mempengaruhi kualitas ACR adalah banyaknya pemeriksaan

yang dilakukan karena pelayanan dalam rangka pemenuhan hak dan/atau pelaksanaan

kewajiban atau tujuan lain oleh wajib pajak yaitu pemeriksaan rutin dan tujuan lain.

Berdasarkan data yang bersumber dari Aplikasi Laporan Pemeriksaan dan Penagihan,

pemeriksaan rutin dan tujuan lain sudah mendominasi pemeriksaan selama tahun 2013 dan

2014. Pemeriksaan ini adalah pemeriksaan yang harus dilakukan oleh DJP tanpa melihat

potensi dan risiko ketidakpatuhan. Sehingga untuk DJP menyalurkan sumber daya

pemeriksaannya pada sektor-sektor dan wilayah yang berpotensi atau berisiko memiliki batas

dengan memperhatikan beban kerja tenaga pemeriksa.

Kesimpulan

Dari penelitian ini dapat diambil beberapa kesimpulan:

1. Pemeriksaan pajak sebagai bagian dari kegiatan DJP dalam usaha peningkatan

penerimaan pajak diberikan target atas dasar ukuran-ukuran kuantitatif.

2. Sampai dengan saat ini, DJP belum dapat mencapai target ACR sebesar 5% seperti

yang diamanatkan sejak tahun 2006 melalui Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-

19/PJ./2006 yang kemudian dijadikan pengukuran kinerja pemeriksaan berdasarakan

15/PJ/2014

3. Selama 2013-2014, ACR difokuskan pada wajib pajak Badan

4. Selama tahun 2013 dan 2014, pemeriksaan pajak yang dilakukan oleh DJP dinilai

efektif dari sisi target penerimaan hasil pemeriksaan pajak namun kurang efektif dari

sisi peningkatan kepatuhan pajak berdasarkan tax ratio dan tax buoyancy ratio.

5. Berdasarkan wilayah, selama 2013 dan 2014, ACR tinggi pada wilayah Jakarta dan

Pulau Jawa. Di luar Jakarta dan Pulau Jawa, Riau/Kepulauan Riau dan Sumatera Utara

Analisis tax ..., Freddy S, FEB UI, 2016

Page 18: ANALISIS TAX AUDIT COVERAGE RATIO INDONESIA DALAM

18  

yang tingkat ACR nya tinggi. Hal ini terlihat sejalan dengan kontribusi wilayah dalam

PDB.

6. Berdasarkan Jenis Usaha, sektor yang memberiksan kontribusi besar dalam ACR

adalah jasa lain orang pribadi, industri pengolahan, konstruksi, dan Perdagangan Besar

dan Eceran; Reparasi dan Perawatan Mobil dan Sepeda Motor.

7. Dari sisi penerimaan yang dihasilkan kegiatan pemeriksaan, wilayah yang Kantor

Wilayah DJP-nya berkontribusi besar dalam ACR memberikan kontribusi penerimaan

hasil pemeriksaan yang besar juga. Wilayah tersebut adalah Jakarta, Jawa, dan

Sumatera. Tetapi berdasarkan jenis usaha, sebagian jenis usaha yang berkontribusi

besar dalam ACR tidak menunjukkan kontribusi hasil penerimaan dari kegiatan

pemeriksaan yang signifikan.

8. Pemeriksaan pajak selama 2013-2014 sudah fokus pada wilayah dengan potensi

ketidakpatuhan perpajakan yang tinggi kecuali untuk Riau dan Kepulauan Riau dan

Kalimantan Timur dan Utara.

9. Permasalahan yang terjadi pada pemeriksaan pajak yang dilakukan oleh DJP adalah

kurangnya kapasitas DJP untuk mengarahkan pemeriksaan pajak.

Saran

Berdasarkan kesimpulan yang didapatkan, peneliti dengan segala keterbatasan

penelitian, memberikan saran untuk DJP dalam pelaksanaan pemeriksaan, khususnya untuk

mencapai target ACR yang baik dan dalam rangka meningkatkan penerimaan dan kepatuhan

pajak, yaitu:

1. Melakukan penelitian tentang analisis komposisi PDB sektoral dalam batasan wilayah

dan jenis usaha untuk memproyeksikan potensi perpajakan yang seharusnya diterima

dari sektor-sektor tersebut.

2. Meningkatkan analisis atas risiko dan potensi perpajakan sektoral dalam rangka

pemilihan wajib pajak yang akan diperiksa.

3. Pemeriksaan rutin dan wajib pajak kecil dialihkan ke petugas dengan kompetensi

tertentu yang diberikan wewenang memeriksa untuk menambah sumber daya manusia,

dan memfokuskan fungsional pemeriksa pajak untuk pemeriksaan khusus yang lebih

memberikan efek penggentar dan potensi pajak yang besar.

4. Meningkatkan efisiensi pemeriksaan pajak, salah satunya dengan meningkatkan

kualitas audit plan, dan peningkatan kualitas pertukaran data melalui konfirmasi

dengan pihak ketiga

Analisis tax ..., Freddy S, FEB UI, 2016

Page 19: ANALISIS TAX AUDIT COVERAGE RATIO INDONESIA DALAM

19  

5. Memfokuskan dan memperluas cakupan (ACR) pemeriksaan pajak pada sektor-sektor

yang masih tinggi risiko dan potensi perpajakannya.

Daftar Referensi

Allingham, M.G.,& Sandmo, A. (1972). Income Tax Evasion: A Theoretical Analysis.

Journal of Public Economics 1 (1972), 323-338

Alm, J., Jackson, B.R., & McKee,M. (2004). Audit Information Dissemination, Taxpayer

Communication And Tax Compliance: An Experimental Investigation Of Indirect Audit

Effects. Minneapolis: 97th Annual Conference of the National Tax Association.

Anciūtė,A.,& Kropienė, R.(2010). The Model Of Tax Evasion Its Corrrrections And

Coherence To The Practical Tax Administration. Ekonomika Vol. 89(4), 49-65

Birskyte, L. (2013). Effect of Tax Auditing : Does The Deterrent Deter? Research Journal of

Economic and ICT.

Bernasconi, M. (1997). Tax evasion and orders of risk aversion. Journal of Public Economics

67, 123-134

Devos, Ken.(2004). Penalties and Sanctions for Taxation Offences in Anglo Saxon Countries

: Implications for Tax Payer Compliance and Tax Policy. Revenue Law Journal, 14, 32-91.

Direktorat Jenderal Pajak. (2011). Laporan Tahunan 2010 Direktorat Jenderal Pajak. Jakarta:

Direktorat Jenderal Pajak.

Direktorat Jenderal Pajak (2012). Laporan Tahunan 2011 Direktorat Jenderal Pajak. Jakarta:

Direktorat Jenderal Pajak.

Direktorat Jenderal Pajak (2013). Laporan Tahunan 2012 Direktorat Jenderal Pajak. Jakarta:

Direktorat Jenderal Pajak.

Direktorat Jenderal Pajak (2014). Laporan Tahunan 2013 Direktorat Jenderal Pajak. Jakarta:

Direktorat Jenderal Pajak.

Lethbridge, C. (2013). Detailed Guidelines for Improved Tax Administration in Latin America

and the Caribbean.Amerika Serikat: Deloitte Consulting LLP

Murray, M.N. (1995). Sales Tax Compliance And Audit Selection. National Tax Journal

Vol.48, No.4, 515-530

Plumley. A.H. (1996). The Determinants of Individual Income Tax Compliance. Washington,

DC: Internal Revenue Service

Rosemarie A. Rhines, Scott M. Bennett and Silke Bacht. (2003). Tax Audits in Germany: a

Primer and a Plan. The International Lawyer, 997-1008.

Analisis tax ..., Freddy S, FEB UI, 2016

Page 20: ANALISIS TAX AUDIT COVERAGE RATIO INDONESIA DALAM

20  

Tagkalakis, A. O. (2015). Estimating The Elasticity Of Personal Income Tax To Gross

Earnings From. Public Finance and Management, 47-64.

The World Bank.(2011). Risk-Based Tax Audits: Approach and Country Experiences.

Washington DC: The World Bank.

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 tentang Perubahan Kedua Atas

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara

Perpajakan.

-----------, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 74/PMK.03/2012 tentang Tata Cara Penetapan

Dan Pencabutan Penetapan Wajib Pajak Dengan Kriteria Tertentu Dalam Rangka

Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak.

-----------, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.03/2015 tentang Perubahan atas

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pemeriksaan.

-----------, Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor 19/PJ/2006 tentang Penataan Ulang

Fungsi Pemeriksaan Pajak.

-----------, Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor 65/PJ/2013 tentang Pedoman

Penggunaan Metode dan Teknik Pemeriksaan.

-----------, Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor 28/PJ/2013 tentang Kebijakan

Pemeriksaan.

-----------, Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor 65/PJ/2013 tentang Pedoman

Penggunaan Metode Dan Teknik Pemeriksaan.

-----------, Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor 11/PJ/2013 tentang Rencana dan

Strategi Pemeriksaan Tahun 2013.

-----------, Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor 15/PJ/2014 tentang Rencana dan

Strategi Pemeriksaan Tahun 2014.

Direktorat Jenderal Anggaran. (2015, April 07). Kementerian Keuangan Republik Indonesia.

Retrieved from http://www.kemenkeu.go.id/Publikasi/budget-brief-apbn-p-2015

OECD (2004). Compliance Risk Management: Managing and Improving Tax Compliance.

Paris: OECD Publishing

OECD (2006). Strengthening Tax Audit Capabilities: General Principles and Approaches.

Paris: OECD Publishing  

Analisis tax ..., Freddy S, FEB UI, 2016