analisis sumber daya fungsi reskrim

17
STRATEGI MEMBANGUN KOMPETENSI FUNGSI RESKRIM POLRI DALAM RANGKA MENINGKATKAN KUALITAS PELAYANAN PUBLIK I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Tujuan Renstra Polri 2005-2009 adalah membangun kepercayaan (trust) dari masyarakat dengan menjadikan Polri sebagai organisasi yang peduli dan kredibel 1 . Seiring dengan berakhirnya tahun 2009 sebagai tahun terakhir penentuan pencapaian Renstra dimaksud, Polri akan melaksanakan tahapan “Membangun Polri sebagai Penegak Hukum terdepan didukung komponen masyarakat dan aparat penegak hukum” 2 yang harus didukung dengan segala daya dan upaya oleh seluruh tingkat kesatuan mulai dari Mabes Polri sampai dengan tingkat Polsek sebagai ujung tombak operasional. Fungsi Reskrim sebagai salah satu unsur pelayanan Polri di bidang penegakan hukum memiliki beban yang cukup berat dalam mewujudkan sasaran Renstra tersebut karena dihadapkan pada keterbatasan sumber daya pada fungsi Reskrim dan realitas dukungan pemerintah terhadap pemenuhan kesejahteraan personel yang relatif belum memadai sehingga masih memungkinkan terjadinya penyimpangan seiring dengan pelaksanaan kegiatan penyelidikan dan penyidikan. Menurut catatan Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), sepanjang tahun 2008, pengaduan masyarakat paling banyak berdasar satuan fungsi Polri jatuh pada fungsi Reskrim yaitu berjumlah 296 pengaduan. Dari lima hal yang diawasi oleh Kompolnas selaku lembaga independen yang mengawasi kinerja Polri, yaitu 1 Peraturan Kapolri No. Pol. : 9 tahun 2007 tanggal 26 April 2007 tentang Rencana Strategis Polri Tahun 2005-2009 (Perubahan). 2 Surat Edaran Kapolri Nomor : SE / 1 / I / 2008 tanggal 18 Januari 2008 tentang Pedoman Perencanaan Kapolri Tahun 2009.

Upload: handik-zusen

Post on 13-Jun-2015

2.730 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Analisa Sumber Daya Fungsi Reskrim Polri

TRANSCRIPT

Page 1: Analisis Sumber Daya Fungsi Reskrim

STRATEGI MEMBANGUN KOMPETENSI FUNGSI RESKRIM POLRI DALAM RANGKA MENINGKATKAN KUALITAS PELAYANAN PUBLIK

I. PENDAHULUAN.

1. Latar Belakang.

Tujuan Renstra Polri 2005-2009 adalah membangun kepercayaan (trust) dari

masyarakat dengan menjadikan Polri sebagai organisasi yang peduli dan kredibel1. Seiring

dengan berakhirnya tahun 2009 sebagai tahun terakhir penentuan pencapaian Renstra

dimaksud, Polri akan melaksanakan tahapan “Membangun Polri sebagai Penegak Hukum

terdepan didukung komponen masyarakat dan aparat penegak hukum”2 yang harus

didukung dengan segala daya dan upaya oleh seluruh tingkat kesatuan mulai dari Mabes

Polri sampai dengan tingkat Polsek sebagai ujung tombak operasional.

Fungsi Reskrim sebagai salah satu unsur pelayanan Polri di bidang penegakan hukum

memiliki beban yang cukup berat dalam mewujudkan sasaran Renstra tersebut karena

dihadapkan pada keterbatasan sumber daya pada fungsi Reskrim dan realitas dukungan

pemerintah terhadap pemenuhan kesejahteraan personel yang relatif belum memadai

sehingga masih memungkinkan terjadinya penyimpangan seiring dengan pelaksanaan

kegiatan penyelidikan dan penyidikan. Menurut catatan Komisi Kepolisian Nasional

(Kompolnas), sepanjang tahun 2008, pengaduan masyarakat paling banyak berdasar satuan

fungsi Polri jatuh pada fungsi Reskrim yaitu berjumlah 296 pengaduan. Dari lima hal yang

diawasi oleh Kompolnas selaku lembaga independen yang mengawasi kinerja Polri, yaitu

penyalahgunaan wewenang, diskriminasi, pelayanan buruk, diskresi yang keliru dan

korupsi, jumlah terbanyak pengaduan masyarakat terhadap Polri tersebut terfokus pada dua

hal, yaitu mengenai penyalahgunaan wewenang dan pelayanan yang buruk3. Belum lagi data

yang dimiliki oleh Ombudsman RI bahwa sepanjang tahun 2008, telah terjadi pengaduan

masyarakat yang tidak puas terhadap kinerja Polri yang mencapai prosentase sebanyak

30,73 % dari jumlah keseluruhan 1.244 pengaduan masyarakat terhadap kinerja instansi

pemerintah4. Namun demikian, publik, baik nasional maupun internasional, memiliki

apresiasi tersendiri terhadap Polri atas keberhasilannya mengungkap “kasus-kasus besar”

seperti pengungkapan kasus-kasus terorisme (Bom Bali 1 dan 2, Bom Kedubes Australia,

Bom Hotel J.W. Marriot 1 dan 2, dan lain-lain), kasus produksi narkoba (pabrik narkoba

Cikande, Banyuwangi, Surabaya dan lain-lain), dan lain-lain.

1 Peraturan Kapolri No. Pol. : 9 tahun 2007 tanggal 26 April 2007 tentang Rencana Strategis Polri Tahun 2005-2009 (Perubahan).2 Surat Edaran Kapolri Nomor : SE / 1 / I / 2008 tanggal 18 Januari 2008 tentang Pedoman Perencanaan Kapolri Tahun 2009.3 Diakses dari situs : http://www.surya.co.id/2009/01/21/kompolnas-reskrim-masih-banyak-dikeluhkan.html, tanggal 23 Oktober 2009.4 Diakses dari situs : http://www.ombudsman.go.id/index.php/berita/items/catatan-ombudsman-polisi-paling-banyak-dilaporkan.html, tanggal 23

Oktober 2009.

Page 2: Analisis Sumber Daya Fungsi Reskrim

Dengan berbagai kekurangan yang ada, sementara kinerja fungsi Reskrim tetap

dituntut untuk memberikan hasil yang prima dalam melayani publik terkait dengan bidang

penegakan hukum, maka melalui paper ini, penulis mencoba melakukan analisa terhadap

faktor-faktor sumber daya manajemen5 pada fungsi Reskrim meliputi unsur orang (men),

anggaran (money), peralatan (material), teknik dan taktik (method) serta pengguna jasa

pelayanan fungsi Reskrim (market) beserta fungsi manajemennya6 yang meliputi unsur

perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pelaksanaan (actuating) dan

pengendalian (controlling). Tujuan dari analisa dimaksud adalah mengidentifikasi kondisi

riil fungsi Reskrim saat ini sehingga diketahui faktor-faktor yang menghambat optimalisasi

kinerja fungsi Reskrim. Hasil dari identifikasi tersebut selanjutnya akan digunakan sebagai

landasan dalam menyusun suatu strategi guna membangun kompetensi fungsi Reskrim

secara optimal dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan publik.

2. Permasalahan.

Berdasarkan uraian diatas, yang menjadi permasalahan dalam pembahasan NKP ini

adalah : “Bagaimana strategi membangun kompetensi fungsi Reskrim dalam rangka

meningkatkan kualitas pelayanan publik ?”.

3. Persoalan-persoalan.

a. Bagaimana kondisi riil kinerja fungsi Reskrim saat ini ?

b. Faktor-faktor apa yang menghambat kinerja fungsi Reskrim ?

c. Bagaimana strategi yang harus ditempuh untuk membangun kompetensi fungsi

Reskrim secara optimal dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada masyarakat?

II. PEMBAHASAN.

1. Kondisi riil kinerja fungsi Reskrim

Berdasarkan pengalaman penulis selama berdinas di fungsi Reskrim kurang lebih 3

(tiga) tahun, dapat digambarkan hasil observasi singkat penulis tentang kondisi riil dalam

pelaksanaan kegiatan penyelidikan dan penyidikan pada fungsi Reskrim meliputi unsur

orang (men), anggaran (money), peralatan (material), teknik dan taktik (method) serta

pengguna jasa pelayanan fungsi Reskrim (market) , antara lain :

a. Penyidik maupun penyidik pembantu pada fungsi Reskrim belum seluruhnya memiliki

kompetensi di bidang penyelidikan dan penyidikan sehingga seringkali proses

penyelidikan dan penyidikan tidak berjalan sebagaimana yang seharusnya dengan

hasil yang optimal. Sebagai contohnya antara lain yaitu dalam penentuan suatu

perkara merupakan pidana atau bukan, penentuan tersangka maupun penentuan pasal

yang dipersangkakan kepada tersangka belum dapat dilaksanakan secara optimal oleh

5 Sumber daya manajemen menurut G. R. Terry, terdiri dari a). Men; b). Materials; c). Methods; d). Money dan e). Market, diakses dari situs : http://pustaka.ut.ac.id/puslata/online.php?menu=bmpshort_detail2&ID=17, tanggal 23 Oktober 2009.

6 G. R. Terry dan Stephen G. Franklin, “Principles of Management”, dalam J. Winardi, Manajemen Perilaku Organisasi (Cet. I; Jakarta: Prenada Media, 2004), h. 23.

2

Page 3: Analisis Sumber Daya Fungsi Reskrim

penyidik maupun penyidik pembantu akibat tidak dikuasainya metode analisa perkara

yang baik, sehingga tidak jarang mengakibatkan konflik antara pelapor, tersangka

beserta penasehat hukumnya dengan penyidik dan/atau penyidik pembantu ketika

terjadi perbedaan pendapat antara pihak-pihak tersebut tentang kategori suatu perkara

memenuhi unsur pidana atau tidak, seseorang layak dijadikan tersangka atau tidak

maupun pasal yang dipersangkakan terpenuhi unsur-unsur pidananya atau tidak.

Disamping itu belum dikuasainya teknik maupun taktik penyelidikan dan penyidikan

dengan baik oleh sebagian besar penyidik maupun penyidik pembantu, seringkali

mengakibatkan kesalahan-kesalahan dalam penanganan suatu perkara pidana, antara

lain dalam hal penangkapan terhadap tersangka yang perkaranya tidak termasuk

kategori “tertangkap tangan” tidak dilengkapi surat perintah penangkapan,

terlambatnya pengajuan surat perintah perpanjangan penahanan bagi tersangka yang

proses penyidikannya belum selesai, tidak dilengkapinya penyitaan terhadap barang

bukti tindak pidana dengan ijin dari pengadilan negeri setempat, dan lain-lain.

b. Dukungan anggaran terhadap pelaksanaan kegiatan penyelidikan dan penyidikan saat

ini memang sudah lebih baik, khususnya semenjak era kepemimpinan Kapolri

Jenderal Pol. Drs. Sutanto, dimana dalam penanganan perkara dilakukan kategorisasi

perkara dengan tingkat kesulitan ringan, sedang dan berat dengan jumlah anggaran

sesuai porsi masing-masing kategori dimaksud. Namun demikian, faktanya di

lapangan, tetap saja dukungan anggaran tersebut dirasakan belum optimal dalam

mendukung kegiatan penyelidikan dan penyidikan. Hal ini diperparah pula dengan

adanya penyimpangan distribusi anggaran oleh oknum-oknum tertentu dengan

berbagai alasan, sebagaimana yang terjadi di beberapa Polres di Polda Jawa Timur

bahwa anggaran penyelidikan dan penyidikan yang diterima oleh penyidik maupun

penyidik pembantu, berkisar antara 50% sampai dengan 60%, sedangkan sisanya tidak

diserahkan kepada penyidik dan/atau penyidik pembantu dengan alasan dipergunakan

untuk “kepentingan komando”. Sehingga upaya-upaya penyalahgunaan wewenang

untuk memenuhi kebutuhan anggaran secara swadaya dengan cara-cara yang

melanggar aturan pun masih kerap dilakukan oleh penyidik.

c. Dukungan sarana maupun prasarana penyelidikan dan penyidikan pada fungsi

Reskrim saat ini secara umum dapat dikatakan belum optimal. Contoh riilnya antara

lain : 1) Perangkat komputer, printer, meja, kursi, alat tulis kantor (ATK) dan lain-lain

masih disediakan secara swadaya oleh penyidik dan penyidik pembantu mengingat

dukungan dari dinas tidak memadai, baik secara kuantitas maupun kualitas; 2)

Peralatan Olah TKP yang tidak lengkap dan tidak terdukung anggaran dengan optimal,

sehingga pemenuhannya masih perlu didukung secara swadaya oleh satuan fungsi

3

Page 4: Analisis Sumber Daya Fungsi Reskrim

Reskrim sendiri, misalnya pengadaan film kamera, cd, dvd, kartu sidik jari danlain-

lain untuk keperluan identifikasi; 3) Kendaraan dinas untuk fungsi Reskrim di tiap

satuan kerja (Satker) sangat minim bahkan banyak Satker yang tidak memiliki

kendaraan dinas sehingga hal ini pun menjadi pemicu penyalahgunaan wewenang oleh

penyidik dan penyidik pembantu dengan menggunakan kendaraan bermotor yang

merupakan barang bukti untuk keperluan pribadi maupun kedinasan; 4) Tidak

tersedianya ruangan penyimpanan berkas perkara dan barang bukti yang representatif

seringkali menimbulkan masalah-masalah klasik yang selalu berulang seperti

hilanganya berkas perkara atau barang bukti, jumlah barang bukti yang berkurang atau

berubah bentuk; dan lain-lain.

d. Beragam latar belakang dan karakteristik pribadi yang dimiliki para penyidik dan

penyidik pembantu, turut mempengaruhi tingkat kualitas kinerja masing-masing

penyidik dan penyidik pembantu tersebut, ada yang tinggi dan ada yang rendah, yang

pada akhirnya sebagai akumulasi akan mempengaruhi tingkat kualitas kinerja fungsi

Reskrim, baik latar belakang pendidikan, adat istiadat yang dianut, termasuk

beragamnya karakter kualitas emosional dan intelejensia setiap penyidik/penyidik

pembantu, kualitas mental dan keimanan setiap orang yang juga sangat beragam,

belum meratanya tingkat profesionalisme anggota polisi dalam segala tingkatan serta

masih ditemukan penempatan anggota polisi yang tidak sesuai dengan bidang

keahliannya, dalam hal ini kemampuan di bidang penyelidikan dan penyidikan.

e. Tingkat kepuasan masyarakat yang relatif masih rendah terhadap kualitas pelayanan

yang didapat dari kinerja fungsi Reskrim. Hal tersebut dibuktikan dengan masih

banyaknya pengaduan-pengaduan masyarakat melalui berbagai lembaga publik yang

terkait dengan pengawasan kinerja Polri seperti Kompolnas maupun Ombudsman

sebagaimana diuraikan pada bagian latar belakang tersebut diatas.

2. Analisa faktor-faktor penghambat kinerja fungsi Reskrim

Berdasarkan fakta-fakta kondisi riil fungsi Reskrim tersebut diatas, perlu dilakukan

suatu analisa guna mengidentifikasikan faktor-faktor yang menjadi kendala dalam

peningkatan kualitas kinerja fungsi Reskrim. Konsep analisa yang akan dipergunakan

adalah “Konsep Analisa Lingkungan Organisasi”7 yang merusmuskan bahwa keadaan

lingkungan suatu organisasi dapat dipahami melalui analisa terhadap segmen-segmennya,

yaitu bagian-bagian dari dari lingkungan organisasi yang berpengaruh terhadap perilaku

maupun performansi organisasi. Menurut Djasmin Saladin, lingkungan organisasi dapat

dibagi menjadi dua bagian, yaitu lingkungan eksternal dan lingkungan internal. Dalam

7 Djasmin Saladin, “Manajemen Strategi dan Kebijakan Perusahaan”, dalam Said Saile dkk, Himpunan Teori/Pendapat Para Sarjana yang Berkaitan dengan Kepolisian, (Jakarta : PTIK, 2009), h. 90.

4

Page 5: Analisis Sumber Daya Fungsi Reskrim

lingkungan ekternal maupun internal itulah terdapat faktor-faktor yang dapat digunakan

untuk menganalisa secara mikro terhadap kondisi fungsi Reskrim, yaitu sebagai berikut :

a. Lingkungan Internal :

1) Penyidik/Penyidik Pembantu (Man)

Kegiatan penyelidikan dan penyidikan memiliki karakteristik dan tingkat

kesulitan tersendiri khususnya dalam hal pengungkapan suatu perkara,

dilanjutkan dengan mekanisme pembuktian sampai dengan hasil penyidikan

tindak pidana dinyatakan lengkap oleh jaksa/penuntut umum sehingga

diperlukan sumber daya manusia yang handal untuk dapat melaksanakan

kegitan tersebut termasuk dalam hal ini memiliki motivasi kerja yang tinggi.

Handal berarti memiliki tingkat kualitas intelektual di atas rata-rata sehingga

memiliki wawasan luas tentang berbagai pengetahuan terkait kegiatan

penyelidikan dan penyidikan, khususnya tentang hukum formil dan materiil

yang terkait dengan pidana. Disamping itu perlu memiliki etos kerja yang tinggi

agar tidak mudah putus asa dalam melakukan pengungkapan dan pembuktian

suatu perkara tindak pidana. Belum cukup itu saja, seorang penyidik maupun

penyidik pembantu seyognyanya dipilih dari personel Polri yang memiliki

tingkat pengendalian emosi yang baik sehingga dapat tetap tenang dan berpikir

jernih dalam segala situasi yang dihadapi.

2) Anggaran Penyelidikan dan Penyidikan Tindak Pidana (Money)

Upaya pemerintah untuk memenuhi anggaran penyelidikan dan

penyidikan saat ini dapat diapresiasi sebagai kemajuan yang positif walaupun

tetap saja belum dapat memenuhi secara riil kebutuhan dimaksud. Namun

tindakan oknum-oknum tertentu yang tidak bertanggung jawab khususnya

pimpinan pada satuan wilayah Polri termasuk satuan fungsi Reskrim yang tidak

mendistribusikan anggaran sesuai dengan jumlah/nominal yang seharusnya

diterima masing-masing penyidik maupun penyidik pembantu. Oleh karena itu

perlu diupayakan suatu mekanisme monitoring dan kontrol yang lebih baik

dalam distribusi anggaran dimaksud agar hak-hak penyidik maupun penyidik

pembantu dapat sampai kepada mereka sesuai dengan porsi tugas yang berhasil

dikerjakan masing-masing.

3) Sarana dan prasarana penunjang (Materiil)

Keterbatasan sarana dan prasarana penunjang penyelidikan dan

penyidikan tentunya tidak dapat diatasi secara optimal oleh penyidik maupun

penyidik pembantu sendiri, sehingga disini diperlukan kepedulian pimpinan

satuan wilayah Polri seperti Kapolres untuk turut memikirkan dan

5

Page 6: Analisis Sumber Daya Fungsi Reskrim

mengusahakan pemenuhannya, tentunya dengan cara-cara yang sesuai dengan

aturan. Apabila faktor sarana dan prasarana ini tidak terdukung dengan optimal

sebagaimana juga faktor anggaran dan mengakibatkan kinerja fungsi Reskrim

tidak maksimal, maka pimpinan tentu tidak dapat serta merta menuntut kinerja

yang optimal pula dari para penyidik maupun penyidik pembantu. Misalnya

dengan melakukan subsidi silang menggunakan pos-pos anggaran penyelidikan

dan penyidikan pada unit Reskrim Polsek tertentu yang tidak terserap habis

pada suatu tahun anggaran untuk dialihkan kepada unit Reskrim Polsek lainnya

maupun Sat Reskrim Polres dikarenakan porsi kerja yang lebih tinggi sehingga

anggaran yang dialokasikan tidak memadai.

4) Tehnik dan taktik penyelidikan dan penyidikan (Methode)

Penguasaan terhadap teknik dan taktik penyelidikan dan penyidikan yang

optimal mutlak diperlukan dalam pelaksanaan kegiatan penyelidikan dan

penyidikan. Kesalahan-kesalahan penyidik maupun penyidik pembantu dalam

pelaksanaan teknik dan taktik penyelidikan dan penyidikan senantiasa perlu

dievaluasi serta dilakukan pelatihan-pelatihan secara konsisten dan

berkesinambungan sehingga tidak berakibat fatal seperti terjadinya tuntutan-

tuntutan secara hukum terhadap kesalahan-kesalahan dimaksud yang berimbas

menurunnya kredibilitas Polri di hadapan publik, khususnya terkait tugas pokok

Polri dalam penegakan hukum.

b. Lingkungan Eksternal (Meliputi Market, yaitu masyarakat pengguna jasa Polri)

1) Banyaknya beban tugas polisi yang diamanatkan oleh peraturan perundang-

undangan;

2) Tingkat kejahatan secara kualitas semakin canggih dengan memanfaatkan

tehnologi (cyber crime, kasus bom dan terorisme);

3) Perkembangan kejahatan dengan kekerasan seperti pembunuhan, curas,

penganiayaan semakin signifikan dan meresahkan masyarakat;

4) Relatif rendahnya kepercayaan masyarakat terhadap penegakan hukum dapat

dilihat dari masih maraknya tindakan main hakim sendiri yang dilakukan oleh

masyarakat terhadap pelaku kejahatan yang tertangkap tangan;

5) Rendahnya tingkat disiplin masyarakat secara umum, dan rendahnya

pemahaman dan ketaatan masyarakat terhadap hukum

6) Keengganan masyarakat untuk menjadi saksi atau melaporkan suatu peristiwa

kejahatan. Keadaan tersebut diperburuk dengan adagium bahwa “melapor

kehilangan ayam kepada Polri, akan menyebabkan hilangnya kambing”

6

Page 7: Analisis Sumber Daya Fungsi Reskrim

anggapan ini merupakan tantangan yang harus dibuktikan melalui kinerja dalam

mengungkap setiap perkara kejahatan secara profesional oleh penyidik Polri;

7) Masyarakat masih larut dalam suasana efuoria reformasi yang kebablasan;

8) Terjadi tumpang tindih dalam hal kewenangan penyidikan (seperti halnya

kewenangan penyidikan di perairan, di pabean, dan lain-lain);

9) Kemajuan tehnologi secara global yang menyulitkan sulit untuk dibendung,

khususnya jaringan terorism internasional.

10) Adanya sikap ambivalen masyarakat, dimana pada saat dirinya jadi

pelaor/korban suatu tindak pidana menghendaki penegakkan hukum secara

tegas, terukur dan tidak pandang bulu, tetapi pada saat posisinya sebagai

tersangka maka sikapnya berubah menghendaki adanya toleransi dalam

penegakan hukum baik melalui jalan damai, menyuap, mengintervensi dengan

menggunakan kekuatan pejabat atau stake holder yang dianggap berpengaruh.

3. Strategi membangun kompetensi

Berdasarkan hasil analisa diatas, maka penulis berupaya menyajikan formulasi strategi

untuk membangun kompetensi fungsi Reskrim sebagai berikut :

a. Identifikasi kemampuan.

Identifikasi kemampuan ini dapat dilakukan dengan menggunakan metode yang

dikemukakan Dr. Meredith Belbin tentang 8 (delapan) tipe peranan dominan dalam

suatu organisasi8 sehingga didapatkan orang yang tepat pada posisi yang tepat untuk

melakukan pekerjaan tertentu dalam periode waktu tertentu (right man on the right

job and the right time). Misalnya untuk melakukan pekerjaan sebagai Kasat Reskrim

diperlukan tipe Chairman sehingga dapat memimpin satuannya dengan baik,

sementara untuk melakukan pekerjaan lapangan (Unit Buser = Buru Sergap)

diperlukan orang-orang dengan tipe Company Worker yang memiliki etos kerja

tinggi, tidak kenal lelah dan putus asa sehingga pengungkapan kasus dilakukan

dengan upaya-upaya penyelidikan dan penyidikan secara optimal. Identifikasi

kemampuan ini harus dilaksanakan dalam suatu mekanisme recruitment yang

transparan, akuntabel dan obyektif sehingga tidak ada lagi anggota Polri yang

menjadi penyidik maupun penyidik pembantu berdasarkan sistem “titipan” atau

“lobi”. Dengan identifikasi kemampuan secara optimal, diharapkan kinerja fungsi

Reskrim pun akan optimal karena setiap penyidik maupun penyidik pembantu

mengerahkan segala daya upayanya untuk meraih hasil kerja yang optimal sesuai

dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam rangka pencapaian

8 Dr. Meredith Belbin, dalam Sugeng Nugroho Hadi, “Chemistry SBY-‘?’” (diakses dari situs : http://public.kompasiana.com/2009/05/10/chemistry-sby/, tanggal 23 Oktober 2009). Meredith Belbin dalam penelitiannya tentang management team menyatakan, pada dasarnya orang atau anggota tim dapat dikelompokkan dalam delapan peran dominan yakni: (1) Company worker; (2) Chairman; (3) Shaper; (4) Plan; (5) Resource investigator; (6) Monitor evaluator; (7) Team worker; dan (8) Complete finisher.

7

Page 8: Analisis Sumber Daya Fungsi Reskrim

tujuan organisasi Polri untuk dapat menjadi penegak hukum yang profesional, dengan

cara-cara yang legal, tidak melanggar hukum dan aturan yang berlaku serta sesuai

dengan moral maupun etika. Hal tersebut sesuai dengan “Konsep Kinerja”9 yang

dikemukakan Russel.

b. Regenerasi SDM Reskrim

Regenerasi pada fungsi Reskrim harus dilakukan secar berkelanjutan melalui

mekanisme mutasi yang transparan, akuntabel dan obyektif. Personel yang telah lama

bertugas di fungsi Reskrim, misalnya diatas 10-15 tahun, perlu dilakukan pengalihan

ke fungsi kepolisian lainnya sebagai proses penyegaran dan menggantinya dengan

para Bintara yang baru lulus dari pendidikan pertama Polri. Kemudian para Bintara

tersebut dilakukan coaching10 tentang teknik dan taktik penyelidikan dan penyidikan

oleh para penyidik maupun penyidik pembantu senior terpilih secara melekat.

Coaching tersebut dimaksudkan untuk membantu individu-individu penyidik maupun

penyidik pembantu agar dapat bekerja dengan metode kerja tim (team work) sehingga

didapat hasil yang optimal apabila kinerja dilakukan berdasarkan potensi-potensi

masing-masing individu penyidik maupun penyidik pembantu. Dari hasil coaching

tersebut selanjutnya diseleksi terhadap para Bintara yang dinilai mampu bekerja di

fungsi Reskrim untuk ditempatkan sebagai penyidik pembantu pada fungsi Reskrim.

c. Anggaran berbasis kinerja (performance based budgetting)

Penganggaran berbasis kinerja adalah cara untuk mengalokasikan sumber daya

untuk mencapai tujuan tertentu. Polri saat ini telah menganut sistem anggaran

berbasis kinerja dimana dukungan anggaran terhadap pelaksanaan kegiatan

penyelidikan dan penyidikan disesuaikan dengan bobot kerja pada tiap-tiap Satker

fungsi Reskrim sehingga memang ada perbedaan jumlah anggaran antara Satker

fungsi Reskrim pada suatu wilayah dengan yang lainnya mengingat bobot kerjanya

pun berbeda, misalnya anggaran penyidikan untuk Sat Reskrim Polrestro di Polda

Metro Jaya tentu saja lebih besar dibanding dengan daerah lainnya karena intensitas

kegiatan penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan pun tinggi sebagai akibat

dinamika masyarakat metropolitan yang tinggi. Oleh karena itu, suatu Satker harus

dapat memperhitungkan anggaran yang diperlukan untuk mendukung kegiatan

penyelidikan dan penyidikan pada tahun anggaran berikutnya seproporsional

mungkin berdasarkan hasil evaluasi kinerja pada tahun anggaran sebelumnya dan

tahun anggaran berjalan. Dengan sistem anggaran berbasis kinerja diharapkan

9 Sedarmayanti, ”Good Governance Dalam Rangka Otonomi Daerah”, dalam Said Saile dkk, Himpunan Teori/Pendapat Para Sarjana yang Berkaitan dengan Kepolisian, (Jakarta : PTIK, 2009), h. 93.

10 Prof. Dr. Wibowo, S.E., M. Phil., Manajemen Kinerja, PT. Rajagrafindo, Jakarta, 2007, h. 188. Dalam Coaching yang baik membantu tim dengan cara : (a) meningkatkan tingkat usaha yang dilakukan individu dalam pekerjaan; (b) menjamin bahwa pekerjaan dilakukan dengan tepat; dan (c) membantu anggota tim menggunakan bakat terbaiknya.

8

Page 9: Analisis Sumber Daya Fungsi Reskrim

dukungan sarana dan prasarana penunjang kegiatan penyelidikan dan penyidikan pun

dapat terpenuhi secara optimal. Menurut Segal dan Summer penganggaran kinerja

terdiri dari 3 (tiga) unsur11 : 1) the result / final outcome (hasil akhir); 2) the strategy

(strategi berupa cara yang berbeda untuk mencapai hasil akhir); dan 3)

activity/outputs (kagiatan apa yang sebenarnya dilakukan untuk mencapai hasil

akhir). Dengan mempertimbangkan ketiga unsur tersebut maka kegiatan dapat

didukung dengan biaya yang hemat dan hasil yang diinginkan pun dapat tercapai.

c. Kepemimpinan

Intensitas kerja yang tinggi pada fungsi Reskrim membawa dampak psikologis

tersendiri bagi para penyidik maupun penyidik pembantu seperti meningkatnya kadar

stress, penurunan motivasi kerja, penurunan produktivitas kerja dan lain-lain. Oleh

karena itu, guna mengatasi permasalahan-permasalahan tersebut diperlukan

penerapan model kepemimpinan yang tepat. Menurut penulis model kepemimpinan

yang tepat diterapkan pada fungsi Reskrim adalah gaya kepemimpinan situasional 12yang dikemukakan oleh Hersey dan Blancard. Dengan gaya kepemimpinan

situasional, seorang kepala satuan fungsi Reskrim akan dapat lebih sensitiv dan

fleksibel menerapkan model kepemimpinan yang sesuai dengan tipikal penyidik dan

penyidik pembantu yang dipimpinnya terkait dengan tingkat kematangan mereka,

antara lain : 1) Orang yang tidak mampu dan tidak mau atau tidak yakin => gaya

otokratik; 2) Orang yang tidak mampu tetapi mau => gaya demokratik. 3) Orang yang

mampu tetapi tidak mau atau kurang yakin gaya kepemimpinan partisipasi => gaya

kepemimpinan partisipasi; 4) Orang yang mampu dan mau atau yakin => gaya

kepemimpinan delegasi.

d. Mekanisme kontrol

Untuk mengetahui sejauh mana pencapaian sasaran pembangunan kemampuan

yang diselenggarakan dilakukan pengendalian meliputi kegiatan : Gelar Perkara,

untuk mengetahui proses penyelenggaraan penyidikan apakah sudah optimal dalam

pembuktian atau belum dan apakah ada penyimpangan atau tidak serta untuk

mendapatkan masukan, solusi apabila penyidikan mengalami hambatan; Anev

Mingguan/bulanan/insidentil untuk mengetahui sejauh mana kegiatan penyidikan

yang dilakukan setiap minggu/bulan sebagai bahan evaluasi; dan Buku Kontrol

Perkara, sebagai bentuk kontrol perjalanan penanganan kasus.

III. KESIMPULAN DAN SARAN

Secara umum kondisi kemampuan SDM Reskrim saat ini relatif cukup profesional banyak

kasus-kasus besar dapat diungkap, pengungkapan jumlah kejahatan cukup tinggi, namun dibalik

11 Diakses dari situs : http://en.wikipedia.org/wiki/Performance_Based_Budgeting, pada tanggal 23 Oktober 2009.12 Diakses dari situs : http://www.sabda.org/lead/-pdp/skill-kepemimpinan-pdp, pada tanggal 23 Oktober 2009.

9

Page 10: Analisis Sumber Daya Fungsi Reskrim

keberhasilan tersebut masih ada beberapa keluhan masyarakat terhadap kinerja Reskrim antara

lain : aparat yang tidak profesional sehingga semakin banyak kasus tak terungkap dan daerah

rawan kejahatan semakin bertambah, penyelesaian perkara kejahatan yang rendah, Perilaku

aparat yang menyimpang dan penyalahgunaan wewenang dirasakan semakin meresahkan, Aparat

dinilai ragu-ragu bertindak apalagi terhadap kasus-kasus tertentu yang justru memiliki derajat

keresahan tinggi.

Faktor dominan yang menghambat pengembangan sumber daya manusia reskrim adalah

minimnya kualitas mental dan keimanan anggota fungsi Reskrim, tingkat kesejahteraan yang

dianggap masih kurang, anggaran operasional yang belum secara konsisten sampai ke unit

operasional terdepan, rendahnya tingkat disiplin masyarakat secara umum, dan rendahnya

pemahaman dan ketaatan masyarakat terhadap hukum dan adanya sikap ambivalen masyarakat

terhadap proses penegakan hukum.

Strategi membangun kompetensi fungsi Reskrim dapat ditempuh dengan melaksanakan

Identifikasi kemampuan (latar belakang pendidikan, masa dinas, kuantitas dan kualitas

pengungkapan, jumlah komplain), regenerasi SDM Reskrim serta menerapkan sistem anggaran

berbasis kinerja, menerapkan model kepemimpinan situasional dan mekanisme kontrol yang

efektif. Upaya-upaya tersebut harus dilaksanakan manurut fungsi manajemen, yaitu : 1) dalam

hal identifikasi kemampuan dan penyusunan anggaran berbasis kinerja dilaksanakan dalam tahap

perencanaan (planning); 2) tahapan pengorganisasian (organizing) dapat dilakukan dengan

metode team working sehingga pembagian kerja dapat disesuaikan dengan kuantitas dan kualitas

sumber daya personel yang ada; 3) pada tahapan pelaksanaan (actuating) khususnya dalam

menggerakkan personel fungsi Reskrim oleh kepala satuan fungsi Reskrim diperlukan metode

kepemimpinan yang tepat yaitu gaya kepemimpinan situasional sehingga operasionalisasi

kegiatan fungsi Reskrim dapat terlaksana sesuai dengan teknik dan taktik penyelidikan dan

penyidikan tindak pidana yang tepat13, tidak boleh terjadi kesalahan karena kesalahan dalam

penyelidikan dan penyidikan berimplikasi secara hukum; dan 4) tahapan pengendalian

(controlling) dapat dilakukan dengan mekanisme pengendalian kegiatan penyelidikan dan

penyidikan yang ada14, seperti gelar perkara, anev mingguan/bulanan/insidentil, buku kontrol

perkara, dan lain-lain.

Jakarta, 23 Oktober 2009Penulis

HANDIK ZUSENNO. MHS. 6877

13 Surat Keputusan Kapolri No. Pol. : Skep/1205/IX/2000, tanggal 11 September 2000, tentang Revisi Himpunan Juklak dan Juknis Proses Penyidikan Tindak Pidana.

14 Ibid.

10