analisis struktur, perilaku, dan kinerja industri … · sitorus dan ibu r. panjaitan. ... (mafia...

92
ANALISIS IN DEPARTEMEN FAK S STRUKTUR, PERILAKU, DAN KI NDUSTRI KAKAO DI INDONESIA SEPTIANA ULY A. S. SITORUS N EKONOMI SUMBERDAYA DAN LING KULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 201 INERJA GKUNGAN N

Upload: lycong

Post on 06-Mar-2019

228 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KINERJA INDUSTRI … · Sitorus dan Ibu R. Panjaitan. ... (Mafia Sartika Dewi, Adelina Anjani, Novianti, Anissa Saras waty, Rani Sumarni, Latifah

ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KINERJAINDUSTRI KAKAO DI INDONESIA

SEPTIANA ULY A. S. SITORUS

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGANFAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGORBOGOR

201

ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KINERJAINDUSTRI KAKAO DI INDONESIA

SEPTIANA ULY A. S. SITORUS

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGANFAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGORBOGOR

201

ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KINERJAINDUSTRI KAKAO DI INDONESIA

SEPTIANA ULY A. S. SITORUS

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGANFAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGORBOGOR

201

Page 2: ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KINERJA INDUSTRI … · Sitorus dan Ibu R. Panjaitan. ... (Mafia Sartika Dewi, Adelina Anjani, Novianti, Anissa Saras waty, Rani Sumarni, Latifah

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Analisis Struktur, Perilaku, dan Kinerja

Industri Kakao di Indonesia adalah karya saya dengan arahan dari komisi

pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi

manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya diterbitkan

maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan

dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Juli 2012

Septiana Uly A.S. SitorusH44080052

Page 3: ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KINERJA INDUSTRI … · Sitorus dan Ibu R. Panjaitan. ... (Mafia Sartika Dewi, Adelina Anjani, Novianti, Anissa Saras waty, Rani Sumarni, Latifah

RINGKASAN

SEPTIANA ULY A. S. SITORUS. Analisis Struktur, Perilaku, dan KinerjaIndustri Kakao di Indonesia. Dibimbing oleh ADI HADIANTO.

Kakao merupakan salah satu komoditas andalan perkebunan yangmemegang peranan cukup penting dalam perekonomian Indonesia, terutamasebagai penghasil devisa negara, penyedia lapangan kerja, mendorongpengembangan agribisnis dan agroindustri. Laju permintaaan kakao terusmeningkat setiap tahun seiring dengan meningkatnya konsumsi produk berbahandasar kakao. Menurut BPS (2010), konsumsi kakao Indonesia dibedakan ataskonsumsi cokelat instan dan cokelat bubuk. Perkembangan konsumsi kedua jeniscokelat tersebut dari tahun 1981-2008 relatif berfluktuatif namun cenderungmengalami peningkatan yaitu masing-masing sebesar 35.71 persen untuk konsumsicokelat instan dan 17.31 persen untuk konsumsi coklat bubuk.

Tingginya permintaan tersebut menciptakan persaingan di sektor industriproduk berbahan dasar kakao. Hal ini berdampak pada penetapan harga dan kinerjapada industri kakao di Indonesia yang selanjutnya akan mempengaruhi struktur,perilaku, dan kinerja industri itu sendiri.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis: 1) stuktur industri, 2) perilakuindustri, 3) kinerja industri kakao di Indonesia, dan 4) faktor-faktor yangmempengaruhi struktur, perilaku, dan kinerja industri kakao di Indonesia. Industrikakao yang dimaksud dalam penelitian ini adalah industri kakao dengan kode KBLI15314 yaitu industri pengupasan, pembersihan, dan pengeringan kakao menjadikonsumsi cokelat, dan waktu analisis yang dilakukan pada periode 2000-2009.Adapun metode yang digunakan untuk menganalisis tujuan 1,2,3 adalah metodeStructure, Conduct, Performance (SCP), sedangkan metode yang digunakan untukmenjawab tujuan ke-4 adalah Ordinary Least Square (OLS).

Struktur industri menggambarkan bagaimana keadaan industri kakao ini,yang dinilai dari beberapa elemen seperti konsentrasi ratio (CR4), hambatan masukpasar (MES), pangsa pasar, derajat perbedaan produk, dan informasi yang diperolehuntuk masuk dalam suatu industri. Hasil analisis menunjukkan bahwa rata-rata nilaiCR4 adalah sebesar 67.41 persen, besarnya nilai rata-rata MES adalah sebesar 45.12persen, produknya terdiferensiasi, dan akan sulit untuk memperoleh informasiuntuk memasuki industri, sehingga dapat disimpulkan bahwa industri kakao inibersifat oligopoli.

Perilaku industri kakao di Indonesia dilihat dari strategi harga, strategiproduk dan strategi promosi. Strategi harga dilihat dengan pertimbangan biayaproduksi, strategi produk dilihat dengan pengklasifikasian dari harga produk, danstrategi promosi dilakukan secara visual melalui iklan. Sedangkan untuk kinerjaindustri kakao dilihat dari besarnya PCM yaitu 21.29 persen, X-eff sebesar 122.10persen. Dilihat dari besarnya PCM, nilai ini tergolong rendah untuk kinerja suatuindustri. Rendahnya kinerja industri kakao ini diduga karena besarnya nilai tambahbelum bisa menutupi nilai input secara maksimal.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja industri digambarkan olehvariabel dependen yang dijelaskan dengan variabel Price Cost Margin (PCM),

Page 4: ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KINERJA INDUSTRI … · Sitorus dan Ibu R. Panjaitan. ... (Mafia Sartika Dewi, Adelina Anjani, Novianti, Anissa Saras waty, Rani Sumarni, Latifah

sedangkan yang menjadi variabel independen adalah CR4, MES, produktivitas(PROD), efisiensi internal (X-eff), dan jumlah perusahaan (JLP). Dari lima variabelindependen ini hanya ada satu variabel saja yang berpengaruh signifikan, yaituefisiensi internal (x-eff). Hal ini sesuai dengan hipotesa karena efisiensi internalmenggambarkan upaya untuk meminimumkan biaya produksi, hal ini dimanasemakin tinggi efisiensi internal akan meningkatkan PCM.

Berdasarkan hasil analisis, saran yang dapat diambil dari penelitian iniyaitu: industri diharapkan mampu menekan biaya produksi dan mampumeningkatkan nilai output menjadi lebih tinggi, sehingga nilai tambah ikutmeningkat dan dapat menutupi biaya input sehingga kinerja dari masing-masingindustri ikut meningkat dan semakin meningkatkan persaingan sehingga hanyaindustri yang mampu bertahanlah yang akan tetap ada dalam suatu persaingan.

Kata kunci : Struktur, Perilaku, Kinerja Industri Kakao

Page 5: ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KINERJA INDUSTRI … · Sitorus dan Ibu R. Panjaitan. ... (Mafia Sartika Dewi, Adelina Anjani, Novianti, Anissa Saras waty, Rani Sumarni, Latifah

ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KINERJAINDUSTRI KAKAO DI INDONESIA

SEPTIANA ULY A. S. SITORUSH44080052

Skripsisebagai salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Ekonomi padaDepartemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGANFAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGORBOGOR

2012

Page 6: ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KINERJA INDUSTRI … · Sitorus dan Ibu R. Panjaitan. ... (Mafia Sartika Dewi, Adelina Anjani, Novianti, Anissa Saras waty, Rani Sumarni, Latifah

Judul : Analisis Struktur, Perilaku, dan Kinerja Industri Kakao di IndonesiaNama : Septiana Uly A. S. SitorusNIM : H44080052

DisetujuiPembimbing

Adi Hadianto, SP, M.SiNIP. 19790615 200501 1 004

DiketahuiKetua Departemen

Dr. Ir. Aceng Hidayat, MTNIP. 19660717 199203 1 003

Tanggal :

Page 7: ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KINERJA INDUSTRI … · Sitorus dan Ibu R. Panjaitan. ... (Mafia Sartika Dewi, Adelina Anjani, Novianti, Anissa Saras waty, Rani Sumarni, Latifah

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 7 September 1990 di Medan, Sumatera

Utara. Penulis merupakan anak kelima dari enam bersaudara dari pasangan Bapak

TM. Sitorus dan Ibu R. Panjaitan. Penulis memulai pendidikan dari tingkat kanak-

kanak di TK Methodist 5 Medan dan menyelesaikannya pada tahun 1996,

menyelesaikan pendidikan dasar di SD Santa Maria Pekanbaru pada tahun 2002,

menyelesaikan pendidikan sekolah menengah di SMP Santa Maria Pekanbaru pada

tahun 2005, dan menyelesaikan pendidikan sekolah tingkat atas di SMAN12 Medan

pada tahun 2008. Pada tahun yang sama, penulis melanjutkan pendidikan ke

Pergururan Tinggi Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur USMI (Undangan

Seleksi Masuk IPB). Selama menempuh pendidikan di IPB, penulis aktif dalam

organisasi Persekutuan Mahasiswa Kristen (PMK) IPB dalam Komisi Pelayanan

Anak (KPA). Penulis juga pernah mengikuti kepanitian seperti IPB Art Contest

(IAC) dan beberapa pelatihan mengenai entrepreneur.

Page 8: ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KINERJA INDUSTRI … · Sitorus dan Ibu R. Panjaitan. ... (Mafia Sartika Dewi, Adelina Anjani, Novianti, Anissa Saras waty, Rani Sumarni, Latifah

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan berkat-Nya

yang telah dilimpahkan sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini

hingga selesai dengan baik. Skripsi yang berjudul “Analisis Struktur, Perilaku, dan

Kinerja Industri Kakao di Indonesia” ini ditulis sebagai syarat melakukan penelitian

dan tugas akhir dari Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan Fakultas

Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor.

Penulisan pada skripsi ini bertujuan untuk melihat bagaimana struktur,

perilaku, dan kinerja industri kakao yang ada di Indonesia sehingga dapat memberi

manfaat bagi para pembaca pada umumnya, selain itu dapat juga memberikan

masukan pada pihak stakeholder.

Penulis menyadari bahwa skripsi penelitian ini masih jauh dari sempurna.

Oleh karena itu, penulis menyampaikan permohonan maaf atas segala kesalahan

dan kekurangan dalam penyusunan skripsi ini. Akhir kata, penulis berharap agar

skripsi ini dapat bermanfaat bagi yang memerlukan.

Bogor, Juli 2012

Penulis

Page 9: ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KINERJA INDUSTRI … · Sitorus dan Ibu R. Panjaitan. ... (Mafia Sartika Dewi, Adelina Anjani, Novianti, Anissa Saras waty, Rani Sumarni, Latifah

UCAPAN TERIMA KASIH

Penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak yang telah

memberikan bantuan moril maupun materil hingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi ini sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan Yesus Kristus. Selain itu,

penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan kepada:

1. Adi Hadianto, SP, M.Si selaku dosen pembimbing atas arahan, bimbingan,

waktu, dan kesabaran yang diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi

ini. Terima kasih atas pelajaran dan pengalaman berharga yang telah diberikan.

2. Novindra, SP, M.Si dan Hastuti SP, MP, M.Si sebagai dosen penguji pada

sidang skripsi yang telah memberikan kritik dan saran yang sangat berharga

dalam penyempurnaan skripsi ini.

3. Orang tua tersayang (Drs.TM Sitorus dan Dra. R. Panjaitan) yang selalu

mendoakan dan menyemangati, serta kasih sayang yang telah diberikan.

4. Saudara-saudaraku tercinta Kak Emmy, Kak Teres, Kak Cima, Bang muel,

Daniel, Bang Gonmy, Bang Martin, dan Abbey yang selalu mendoakan,

memberikan dukungan dan semangat, serta kasih sayang.

5. Dinas terkait (BPS, Departemen Pertanian, Direktorat Jendral Perkebunan) yang

telah memberikan data dalam penelitian ini sehingga penulisan skripsi ini dapat

dilakukan dengan baik.

6. Teman-teman satu bimbingan (Mafia Sartika Dewi, Adelina Anjani, Novianti,

Anissa Saras waty, Rani Sumarni, Latifah Hanum, dan Vicky Amelia) atas

kerjasama dan semangatnya dalam memotivasi penyelesaian skripsi ini

Page 10: ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KINERJA INDUSTRI … · Sitorus dan Ibu R. Panjaitan. ... (Mafia Sartika Dewi, Adelina Anjani, Novianti, Anissa Saras waty, Rani Sumarni, Latifah

7. Teman-teman ESL 45 yang saling mendukung, terutama sahabat ESL 45

Riakantri Siregar, Tantri Sianturi, Dyah Puspitaloka, dan Pebri Antoni Sagala

yang saling memotivasi.

8. Teman-teman Pondok Putri yang juga turut mendukung dan saling memotivasi.

(Erti Sinaga, Fennyka Pratami Putri, Evi Sinaga, Satriani Situmorang, Gusti,

Dian Silalahi, Nikita, Febby Silalahi).

9. Staf dan dosen pengajar Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan,

serta seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Page 11: ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KINERJA INDUSTRI … · Sitorus dan Ibu R. Panjaitan. ... (Mafia Sartika Dewi, Adelina Anjani, Novianti, Anissa Saras waty, Rani Sumarni, Latifah

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ................................................................................... viii

DAFTAR GAMBAR ............................................................................... ix

DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................... x

I. PENDAHULUAN .......................................................................... 1

1.1. Latar Belakang ....................................................................... 11.2. Rumusan Masalah .................................................................. 81.3. Tujuan Penelitian .................................................................... 111.4. Manfaat Penelitian .................................................................. 121.5. Ruang Lingkup Penelitian ...................................................... 12

II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................ 13

2.1. Tinjauan Teoritis .................................................................... 132.1.1. Keseimbangan Pasar ..................................................... 212.1.2. Konsep Ekonomi Industri ........................................... 22

2.2. Pendekatan Struktur, Perilaku, dan Kinerja Pasar .................. 232.2.1. Struktur Pasar ............................................................ 232.2.2. Perilaku Pasar ............................................................ 262.2.3. Kinerja Pasar .............................................................. 27

2.3. Tinjauan Penelitian Terdahulu ............................................... 29

III. KERANGKA PEMIKIRAN ......................................................... 32

3.1. Kerangka Operasional ........................................................... 32

IV. METODE PENELITIAN .............................................................. 34

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................. 344.2. Jenis dan Sumber Data .......................................................... 344.3. Metode Analisis Data ............................................................. 34

4.3.1. Analisis Struktur Pasar ................................................ 354.3.2. Analisis Perilaku Pasar................................................. 374.3.3. Analisis Kinerja Pasar .................................................. 384.3.4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Industri

Kakao di Indonesia .................................................... 394.4. Uji Statistik ............................................................................ 40

4.4.1. Uji R-Squared (R2) .................................................... 414.4.2. Uji F .......................................................................... 414.4.3. Uji t ........................................................................... 42

4.5. Uji Ekonometrika .................................................................. 424.5.1. Uji Normalitas ............................................................ 424.5.2. Uji Multikolinearitas .................................................. 434.5.3. Uji Autokorelasi ........................................................ 44

Page 12: ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KINERJA INDUSTRI … · Sitorus dan Ibu R. Panjaitan. ... (Mafia Sartika Dewi, Adelina Anjani, Novianti, Anissa Saras waty, Rani Sumarni, Latifah

4.5.4. Uji Heteroskedastisitas .............................................. 44

V. GAMBARAN UMUM ................................................................... 46

5.1. Prospek Kakao di Indonesia .................................................... 465.1.1. Produksi Kakao di Indonesia ........................................ 475.1.2. Konsumsi Kakao di Indonesia ................................... . 48

5.2. Industri Kakao di Indonesia ................................................... 48

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................... 51

6.1. Analisis Struktur Industri Kakao di Indonesia ......................... 516.1.1. Konsentrasi Pasar ........................................................ 516.1.2. Hambatan Masuk Pasar .............................................. 536.1.3. Derajat Perbedaan Produk .......................................... 546.1.4. Informasi ................................................................. ... 55

6.2. Analisis Perilaku Pasar ........................................................... 556.2.1. Strategi Harga ............................................................. 556.2.2. Strategi Produk dan Promosi ...................................... 57

6.3. Analisis Kinerja Pasar ............................................................ 586.3.1. Analisis Price Cost Margin (PCM) ............................ 586.3.2. Analisis Efisiensi Internal (X-eff) ............................... 59

6.4. Hasil Uji Analisis Hubungan Struktur dan Faktor-Faktoryang Mempengaruhi Kinerja .................................................. 61

6.4.1. Uji R-Squared (R2) .................................................. 616.4.2. Uji F 616.4.3. Uji t ............................................................................. 626.4.4. Uji Multikolinearitas .................................................. 626.4.5. Uji Autokorelasi ........................................................... 626.4.6. Uji Heteroskedastisitas................................................. 636.4.7. Uji Normalitas ............................................................ 636.4.8. Hubungan Struktur dan Faktor-Faktor yang

Mempengaruhi Kinerja ................................................ 64

VII. KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................... 68

7.1. Kesimpulan ............................................................................. 687.2. Saran ........................................................................................ 69

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 71

LAMPIRAN .............................................................................................. 7

Page 13: ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KINERJA INDUSTRI … · Sitorus dan Ibu R. Panjaitan. ... (Mafia Sartika Dewi, Adelina Anjani, Novianti, Anissa Saras waty, Rani Sumarni, Latifah

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1 Perkembangan Luas Areal Kakao Indonesia Menurut StatusPenguasaannya Tahun 2005–2008 ......................................... 3

2 Produksi Kakao di Indonesia Menurut Status PengusahaanTahun 2000-2009 .................................................................... 4

3 Perkembangan Konsumsi Cokelat Instan dan Cokelat Bubuk diIndonesia Tahun 1981–2008 .................................................... 5

4 Proyeksi Permintaan Kakao Indonesia, 2010-2012 ................ 9

5 Jumlah Perusahaan Yang Masuk Dalam Industri Kakao, 2010-2012 .......................................................................................... 10

6 Perbedaan Pasar Berdasar Struktur Pasar ............................... 26

Page 14: ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KINERJA INDUSTRI … · Sitorus dan Ibu R. Panjaitan. ... (Mafia Sartika Dewi, Adelina Anjani, Novianti, Anissa Saras waty, Rani Sumarni, Latifah

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1 Perkembangan Harga Domestik Kakao Indonesia Tahun 1992-2008 ........................................................................................... 5

2 Klasifikasi Struktur Pasar .......................................................... 17

3 Penetapan Harga Pasar Persaingan Sempurna .......................... 18

4 Keuntungan Pasar Persaingan Sempurna .................................. 18

5 Penentuan Harga Pasar Monopoli ............................................. 18

6 Keuntungan Pasar Monopoli ..................................................... 19

7 Penetapan Harga Pasar Monopolistik ........................................ 20

8 Keuntungan Pasar Monopolistik ............................................... 20

9 Harga Keseimbangan Antara Permintaan dan Penawaran ........ 21

10 Alur Kerangka Pemikiran Penelitian ......................................... 33

11 Kurva CR4 Industri Kakao Tahun 2000-2009 ........................... 52

12 Kurva MES Industri Kakao Indonesia Tahun 2000-2009 ......... 54

13 Kurva Price Cost Margin Industri Kakao Tahun 2000-2009...... 59

14 Kurva Efisiensi Internal Industri Kakao Tahun 2000-2009 ...... 60

Page 15: ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KINERJA INDUSTRI … · Sitorus dan Ibu R. Panjaitan. ... (Mafia Sartika Dewi, Adelina Anjani, Novianti, Anissa Saras waty, Rani Sumarni, Latifah

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1 Nilai Input, Nilai Output, Nilai Tambah, Input TK, dan Barangyang dihasilkan Industri Kakao Tahun 2000-2009 (ribu Rp) .. 73

2 Rasio Konsentrasi Industri Kakao di Indonesia Tahun 2000-2009 ........................................................................................... 73

3 Minimum Efficiency Scale (MES) Industri Kakao di IndonesiaTahun 2000-2009 ....................................................................... 74

4 Price Cost Margin Industri Kakao di Indonesia Tahun 2000-2009 ........................................................................................... 74

5 Efisiensi Internal Industri Kakao di Indonesia Tahun 2000-2009 ........................................................................................... 75

6 Produktivitas Industri Kakao di Indonesia Tahun 2000-2009..... 75

7 Hasil Regresi Industri Kakao di Indonesia tahun 2000-2009dengan menggunakan software Minitab 14 .............................. 7

Page 16: ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KINERJA INDUSTRI … · Sitorus dan Ibu R. Panjaitan. ... (Mafia Sartika Dewi, Adelina Anjani, Novianti, Anissa Saras waty, Rani Sumarni, Latifah

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang memiliki kekayaan

sumberdaya alam, terutama dari hasil pertanian. Sektor pertanian menjadi sektor

penting sebagai penyedia input bagi sektor lain, sehingga sektor pertanian

dikatakan berpengaruh dalam struktur perekonomian Indonesia. Seiring dengan

berkembangnya perekonomian bangsa, maka Indonesia mulai mencanangkan masa

depan menuju era industrialisasi, dengan pertimbangan sektor pertanian akan

semakin kuat.

Sektor perkebunan merupakan bagian dari sektor pertanian yang dianggap

pertumbuhannya paling konsisten jika dilihat dari hasil produksi, luas areal lahan,

dan produktivitasnya. Sektor perkebunan merupakan salah satu subsektor yang

mempunyai kontribusi penting dalam hal penciptaan nilai tambah yang tercermin

dari kontribusinya terhadap produk domestik bruto (PDB). Berdasarkan harga yang

berlaku, subsektor perkebunan mempunyai kontribusi yang signifikan terhadap

perekonomian Indonesia. Sebagai negara berkembang dimana penyediaan lapangan

kerja merupakan masalah yang mendesak, subsektor perkebunan mempunyai

kontribusi yang cukup signifikan. Menurut BPS (2011), tanaman perkebunan

Indonesia mampu menghasilkan 153 884.70 miliar rupiah terhadap PDB Indonesia,

sedangkan untuk tenaga kerja sektor ini mampu menyerap 39 328 915 tenaga kerja.

Beberapa komoditas perkebunan yang dianggap penting di Indonesia,

seperti: karet, kelapa sawit, kelapa, kopi, kakao, teh, dan tebu merupakan

komoditas unggulan yang menyumbang devisa bagi negara secara rutin. Kelapa

sawit, karet dan kakao tumbuh lebih pesat dibandingkan dengan tanaman

Page 17: ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KINERJA INDUSTRI … · Sitorus dan Ibu R. Panjaitan. ... (Mafia Sartika Dewi, Adelina Anjani, Novianti, Anissa Saras waty, Rani Sumarni, Latifah

2

perkebunan lainnya dengan laju pertumbuhan lebih dari lima persen per tahun.

Pertumbuhan yang pesat dari ketiga komoditas tersebut pada umumnya berkaitan

dengan tingkat keuntungan pengusahaan komoditas tersebut relatif lebih baik dan

juga kebijakan pemerintah untuk mendorong perluasan areal komoditas tersebut

guna meningkatkan jumlah produksi.

Kakao merupakan salah satu komoditas andalan perkebunan yang

memegang peranan cukup penting dalam perekonomian Indonesia, yakni sebagai

penghasil devisa negara, penyedia lapangan kerja, mendorong pengembangan

agribisnis dan agroindustri, karena kakao dianggap sebagai salah satu komoditas

unggulan subsektor perkebunan dari 15 komoditas unggulan nasional yang

dicanangkan untuk dikembangkan secara besar-besaran di Indonesia karena ekspor

kakao Indonesia mampu membantu untuk meningkatkan devisa Indonesia, hal ini

dibuktikan dengan mampunya kakao sebagai penyumbang devisa Indonesia

peringkat keempat setelah kelapa sawit, karet, dan kelapa. Indonesia yang juga

dikenal sebagai negara penghasil kakao terbesar ketiga di dunia turut berperan aktif

dalam ekspor komoditas kakao dunia karena Indonesia menyumbang sebesar 15

persen kakao untuk dunia. (Direktorat Jendral Perkebunan , 2010).

Indonesia sebagai negara pengekspor dituntut untuk meningkatkan produksi

untuk memenuhi permintaan pasar internasional sehingga sering mengesampingkan

permintaan dalam negeri sendiri. Konsumsi kakao dalam negeri hanya berkisar

sepertiga dari total produksi kakao Indonesia. (Direktorat Jendral Perkebunan,

2010).

Kakao merupakan komoditas yang paling banyak dikelola oleh rakyat, pada

periode 1987-2009, luas areal kakao PR bertambah dengan laju rata-rata sebesar

Page 18: ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KINERJA INDUSTRI … · Sitorus dan Ibu R. Panjaitan. ... (Mafia Sartika Dewi, Adelina Anjani, Novianti, Anissa Saras waty, Rani Sumarni, Latifah

3

39.46 persen per tahun sedangkan pada tahun 1967-1986 rata-rata pertumbuhan

luas areal kakao PR hanya sebesar 21.56 persen per tahun. Sebaliknya luas areal

kakao PBN dan PBS tidak mengalami peningkatan yang cukup signifikan selama

periode 1987-2009, namun cukup besar peningkatannya pada periode sebelumnya

yakni pada tahun 1967-1986 yang mana besarnya masing-masing adalah 23.59

persen dan 37.97 persen.

Tabel 1 akan menunjukkan bahwa periode empat tahun terakhir yakni 2005-

2008, luas areal kakao PR dan PBN mengalami peningkatan masing-masing

sebesar 7.14 persen dan 11.06 persen, sementara luas areal kakao PBS relatif tidak

mengalami peningkatan luas areal yaitu sebesar 0.36 persen

Tabel 1. Perkembangan Luas Areal Kakao Indonesia Menurut StatusPenguasaannya Tahun 2005-2008

Tahun PR PBN PBS TotalLuas(Ha)

Growth(%)

Luas(Ha)

Growth(%)

Luas(Ha)

Growth(%)

Luas(Ha)

Growth(%)

2005 1 081 102 - 38 295 - 47 649 - 1 167 046 -

2006 1 219 633 12.81 48 930 27.77 52 257 9.67 1 320 820 13.18

2007 1 272 782 4.36 57 343 17.19 49 155 (5.94) 1 379 279 4.43

2008 1 326 784 4.24 50 584 (11.79) 47 848 (2.66) 1 425 216 3.33

2009* 1 372 705 3.46 55 165 9.06 47 473 (0.78) 1 475 343 3.52Rata-rata 6.22 10.56 0.07 6.11

Keterangan: * = angka sementaraSumber: Direktorat Jendral Perkebunan, 2010

Seiring dengan perkembangan luas areal maka produksi kakao Indonesia

juga terus mengalami peningkatan dari tahun 1967-2009 dengan rata-rata

pertumbuhan sebesar 18.15 persen. Peningkatan produksi yang cukup signifikan

terjadi pada PR periode 1987-2009 hingga mencapai 90.19 persen. Sementara itu,

produksi kakao untuk PBN dan PBS juga terus mengalami peningkatan walaupun

dalam kuantitas yang relatif kecil. Berikut ini produksi kakao periode 2000-2009

akan disajikan dalam tabel 2.

Page 19: ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KINERJA INDUSTRI … · Sitorus dan Ibu R. Panjaitan. ... (Mafia Sartika Dewi, Adelina Anjani, Novianti, Anissa Saras waty, Rani Sumarni, Latifah

4

Tabel 2. Produksi kakao di Indonesia Menurut Status Pengusahaan Tahun2000-2009

Tahun PR PBN PBS2000 363628 34790 227242001 476924 33905 259752002 511379 34083 256932003 634877 32075 318642004 636783 25830 290912005 693701 25494 296332006 702207 33795 333842007 671370 34643 339932008 740681 31130 317832009* 694783 32588 31070

Sumber: Direktorat Jendral Perkebunan, 2010

Tingginya permintaan kakao turut meningkatkan konsumsi kakao di

Indonesia. Menurut BPS (2010), konsumsi kakao Indonesia dibedakan atas

konsumsi cokelat instan dan cokelat bubuk. Perkembangan konsumsi kedua jenis

cokelat tersebut dari tahun 1981-2008 relatif berfluktuatif namun cenderung

mengalami peningkatan yaitu masing-masing sebesar 35.71 persen untuk konsumsi

cokelat instan dan 17.31 persen untuk konsumsi cokelat bubuk. Konsumsi cokelat

bubuk sangat berfluktuasi dan tertinggi terjadi pada tahun 1996 yang mencapai 20.8

gr/kapita. Perkembangan konsumsi cokelat instan juga berfluktuasi dan cenderung

meningkat sejak tahun 2004, hingga pada akhirnya tahun 2005 mencapai 31.2

gr/kapita, kemudian sejak tahun 2006 konsumsi cokelat instan berfluktuasi

cenderung menurun hingga pada tahun 2008 hanya mencapai 23.4 gr/kapita. Pada

tabel 3akan ditunjukkan besarnya konsumsi cokelat instan dan cokelat bubuk

masyarakat Indonesia dari tahun 1981 hingga tahun 2008.

Page 20: ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KINERJA INDUSTRI … · Sitorus dan Ibu R. Panjaitan. ... (Mafia Sartika Dewi, Adelina Anjani, Novianti, Anissa Saras waty, Rani Sumarni, Latifah

5

Tabel 3. Perkembangan Konsumsi Cokelat Instan dan Cokelat Bubuk diIndonesia Tahun 1981-2008

Cokelat Instan Cokelat BubukTahun Konsumsi Pertumbuhan Konsumsi Pertumbuhan

(gr/ kapita) (%) (gr/ kapita) (%)1981 - - 10.4 -1984 - - 5.2 -501987 - - 5.2 01990 - - 5.2 01993 - - 10.4 1001996 - - 20.8 1001999 7.8 - 5.2 -752002 15.6 100 10.4 1002003 7.8 -50 5.2 -502004 15.6 100 10.4 1002005 31.2 100 10.4 02006 15.6 -50 10.4 02007 23.4 50 10.4 02008 23.4 0 10.4 0

Rata-rata 35.71 17.31Sumber: Direktorat Jendral Perkebunan, 2010

Perkembangan harga domestik kakao juga ikut mengalami peningkatan sejak tahun

1992 hingga 2008 dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 24.64 persen. Peningkatan

yang cukup tajam terjadi pada tahun 1998 hingga mencapai 203.65 persen.

Sumber: Direktorat Jendral Perkebunan, 2010

Gambar 1. Perkembangan Harga Domestik Kakao IndonesiaTahun 1992-2008

02000400060008000

1000012000140001600018000

Har

ga d

omes

tik

(Rp)

Page 21: ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KINERJA INDUSTRI … · Sitorus dan Ibu R. Panjaitan. ... (Mafia Sartika Dewi, Adelina Anjani, Novianti, Anissa Saras waty, Rani Sumarni, Latifah

6

Disisi lain, pada kenyataannya harga kakao ini masih dianggap rendah

dibanding komoditas sawit dan karet, sehingga banyak perkebunana kakao yang

dikonversi menjadi sawit maupun karet. Hal ini menjadi salah satu alasan mengapa

butuh adanya perbaikan kinerja industri pada kakao. Menurut Badan Pengawas

Perdagangan Berjangka Komoditas (Bappebti, 2011), harga kakao pada tahun 2011

menurun dari tahun 2010 yaitu dari 3 400 dolar AS per ton menjadi 2 200 dolar AS

per ton. Hal ini juga diakibatkan dari nilai ekspor yang menurun dari tahun 2010 ke

tahun 2011 sebesar 40 persen, yakni dari 430 000 ton menjadi 207 000 ton,

sedangkan produksi kakao terus meningkat. Hal ini dipengaruhi karena terjadinya

krisis eropa pada tahun 2011, sedangkan tujuan utama ekspor kakao Indonesia

adalah Eropa. Selain itu pada penutupan perdagangan di Bursa ICE, harga kakao

terus melemah karena prediksi bahwa permintaan terhadap komoditas pangan akan

mengalami penurunan. Harga kakao berjangkan untuk kontrak pengiriman bulan

September mengalami penurunan sebesar 12 dolar AS (0.52 persen) dan ditutup

pada posisi 2 307 dolar AS per ton. Penurunan harga yang terjadi pada kakao ini

diprediksi karena permintaan akan komoditas pangan, termasuk kakao ikut

menurun sehingga berimbas pada pukulan harga yang melemah. (Kompas, 2012)

Namun, bagi industri pengolahan kakao masalah harga yang dipaparkan

diatas tidak menjadi satu hambatan yang menakutkan dalam pengolahan kakao. Hal

ini jelas terlihat kontras karena menurut BPS (2011), industri masih menjadi

konsumen terbesar kakao. Hal ini didukung karena industri lebih menghasilkan

nilai tambah yang lebih. Menurut Asosiasi Industri Kakao Indonesia (AIKI, 2009)

dalam Rahmanu (2009) menyatakan bahwa perusahaan pengolahan kakao yang ada

di Indonesia berjumlah 28 perusahaan, namun hingga sampai tahun 2006 hanya ada

Page 22: ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KINERJA INDUSTRI … · Sitorus dan Ibu R. Panjaitan. ... (Mafia Sartika Dewi, Adelina Anjani, Novianti, Anissa Saras waty, Rani Sumarni, Latifah

7

15 perusahaan yang tersedia dan dari 15 perusahaan pengolahan kakao hanya 10

perusahaan saja yang melakukan aktivitas produksi dan sisanya lima perusahaan

lagi tidak melakukan aktivitas produksi. Hal ini menggambarkan bahwa kondisi

pengolahan kakao di Indonesia belum berkembang dengan baik, namun pada

kenyataannya permintaan akan kakao terus mengalami peningkatan baik di pasar

domestik maupun pasar intenasional. Menurut data BPS (2011), terdapat beberapa

perusahaan baru yang masuk dalam industri kakao. Masuknya perusahaan baru

dalam pengolahan kakao menggambarkan bahwa produksi kakao Indonesia

mengalami peningkatan dan menjadi perhatian yang terus dikembangkan. Daerah-

daerah yang menjadi sentra pemasok kakao juga terus mengalami peningkatan

produksi sebagai penyumbang kakao Indonesia. Industri dinilai mampu

memperbaiki kondisi yang tidak stabil dalam perkebunan kakao. Melalui peran

industri maka dapat dilihat bagaimana persaingan kakao secara industrialisasi.

Selain itu dari struktur industri yang tercipta dapat ditentukan bagaimana kinerja

industri yang tepat dan faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi kinerja dari

masing-masing industri.

Berdasarkan uraian diatas, maka diperlukan adanya pendekatan Structure,

Conduct, Performance (SCP). Pendekatan SCP ini mampu menjelaskan bagaimana

langkah yang semestinya diambil, karena dengan mengetahui struktur, perilaku, dan

kinerja pasar maka dapat diketahui kebijakan mana yang paling tepat untuk

dilakukan. Antara struktur, perilaku, dan kinerja industri yang saling berhubungan

satu sama lain dan ketiga hal ini akan saling mempengaruhi. Oleh karena itu

penelitian dengan pendekatan SCP ini penting untuk dilakukan.

Page 23: ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KINERJA INDUSTRI … · Sitorus dan Ibu R. Panjaitan. ... (Mafia Sartika Dewi, Adelina Anjani, Novianti, Anissa Saras waty, Rani Sumarni, Latifah

8

1.2. Rumusan Masalah

Kakao merupakan salah satu komoditas sektor perkebunan yang memiliki

peran penting dalam sektor perekonomian Indonesia. Menurut Direktorat Jendral

Perkebunan (2010), kakao merupakan salah satu komoditas unggulan dalam

subsektor perkebunan yang dicanangkan untuk dikembangkan secara besar-besaran

di Indonesia karena kakao Indonesia mampu meningkatkan devisa negara.

Potensi kakao sebagai salah satu komoditas unggulan menyebabkan tingginya

permintaan akan kakao, tingginya permintaan yang meningkat setiap tahun diiringi

dengan meningkatnya konsumsi kakao di Indonesia.

Menurut Direktorat Jendral Perkebunan (2010), permintaan kakao untuk

tahun 2010-2012 diprediksi akan mengalami peningkatan. Selama periode 1969-

2009, ekspor total Indonesia mencapai lebih dari 70 persen dari total produksinya,

dan sisanya digunakan untuk konsumsi dalam negeri dengan industri sebagai

konsumen terbesar dalam konsumsi kakao. Hal ini disebabkan karena sangat

elastisnya harga ekspor rill kakao dalam mempengaruhi kakao nasional. Sedangkan

yang dikonsumsi oleh masyarakat dari konsumsi industri hanya sebesar 23.4

gr/kapita cokelat instan dan 10.4 gr/kapita cokelat bubuk pada tahun 2008.

Sementara itu, menurut Ketua Umum Asosiasi Industri Kakao Indonesia (AIKI)

pada tahun 2006, dari total kapasitas terpasang industri pengolahan nasional yang

mencapai 300 ribu ton, pemanfaatan kapasitas produksinya baru 50 persen saja atau

sekitar 150 ribu ton. Berikut proyeksi permintaan kakao Indonesia tahun 2010-2012

akan dipaparkan pada tabel 4.

Page 24: ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KINERJA INDUSTRI … · Sitorus dan Ibu R. Panjaitan. ... (Mafia Sartika Dewi, Adelina Anjani, Novianti, Anissa Saras waty, Rani Sumarni, Latifah

9

Tabel 4. Proyeksi Permintaan Kakao Indonesia, 2010-2012No Tahun Ekspor

(Ton)Industri

(Ton)Total permintaan

(Ton)1 2010 573 378 150 000 762 3782 2011 596 503 150 000 746 5033 2012 616 629 150 000 766 629

Rata-rata pertumbuhan(%) 0.43 0.00 0.73

Sumber: Direktorat Jendral Perkebunan, 2010

Selama periode tahun 2010-2012, permintaan kakao diproyeksikan akan naik

sebesar 0.73 persen. Kenaikan ini disebabkan karena volume ekspor 0.43 persen.

Pada tahun 2010 total permintaan biji kakao kering diproyeksikan mencapai 726.38

ribu ton, kemudian naik menjadi 746.50 ribu ton pada tahun 2011 dan

diproyeksikan naik kembali pada tahun 2012 menjadi sebesar 766.63 ribu ton.

Disamping karena faktor tingginya permintaan yang disebutkan diatas,

industri pengolahan kakao di Indonesia juga turut mengambil peran dalam

mengolah kakao dalam negeri. Adanya industri yang mengelola kakao karena

kakao memiliki potensi untuk bersaing sebagai komoditas perkebunan, selain itu

kakao juga mampu menghasilkan keuntungan dan sangat besar peluangnya untuk

dijadikan sebagai produk berbahan dasar kakao yang lebih baik. Tingginya

permintaan produk berbahan dasar kakao ini dinilai mampu menghasilkan

keuntungan yang lebih, sehingga tidak sedikit perusahaan yang masuk kedalam

industri pengolahan kakao ini. BPS (2011) mempublikasi bahwa jumlah perusahaan

yang masuk dari tahun 2000-2009 cenderung berfluktuatif. Jumlah perusahaan yang

masuk dalam industri pengolahan kakao tertinggi terjadi pada tahun 2002, yaitu

sebanyak 34 perusahaan, sedangkan jumlah perusahaan terendah terdapat pada

tahun 2009. Pada tabel 5 akan dicantumkan banyaknya jumlah perusahaan yang

masuk dalam industri pengolahan kakao.

Page 25: ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KINERJA INDUSTRI … · Sitorus dan Ibu R. Panjaitan. ... (Mafia Sartika Dewi, Adelina Anjani, Novianti, Anissa Saras waty, Rani Sumarni, Latifah

10

Tabel 5. Jumlah Perusahaan yang Masuk Dalam Industri Kakao, 2000-2009Tahun Jumlah Perusahaan Tahun Jumlah Perusahaan2000 24 2005 312001 26 2006 252002 34 2007 182003 25 2008 182004 17 2009 15

Sumber: Badan Pusat Statistik, 2011

Masuk dan keluarnya jumlah perusahaan ini membuktikan bahwa

persaingan akan kakao Indonesia cukup kompetitif, semakin sedikit jumlah

perusahaan dalam suatu industri menunjukkan bahwa tingginya hambatan untuk

masuk dalam industri, selain itu tingginya hambatan juga menggambarkan kinerja

yang baik dalam suatu industri. Sedangkan mudahnya suatu perusahaan baru untuk

masuk ke dalam industri kakao terjadi karena mudahnya memperoleh informasi,

rendahnya hambatan masuk indusri, banyaknya penjual, dan produk yang homogen.

Hal ini menjadi satu perhatian karena akan meninmbulkan suatu struktur pada

industri kakao Indonesia yang berdampak pada penetapan harga (perilaku industri)

dan kinerja industri kakao dalam negeri. Namun untuk memasuki suatu industri

kakao tidaklah mudah, industri kakao baru harus dapat memahami kondisi pasar

yang ada.

Struktur industri yang tercipta tidak dapat dihindari, namun untuk

menciptakan suatu persaingan yang diinginkan dalam industri dapat melakukan

perbaikan perilaku dan kinerja industri dengan meninjau struktur industri yang telah

tercipta, karena ketiga hal ini memang sangat erat hubungannya. Pada akhirnya

penelitian ini akan melihat bagaimana persaingan kakao dari segi industri dengan

melakukan analisis struktur, perilaku, dan kinerja dari masing-masing industri. Dari

Page 26: ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KINERJA INDUSTRI … · Sitorus dan Ibu R. Panjaitan. ... (Mafia Sartika Dewi, Adelina Anjani, Novianti, Anissa Saras waty, Rani Sumarni, Latifah

11

rumusan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa yang menjadi perumusan masala

dalam penelitian ini yaitu:

1. Bagaimana struktur industri kakao di Indonesia?

2. Bagaimana perilaku industri kakao di Indonesia?

3. Bagaimana kinerja industri kakao yang ada di Indonesia?

4. Bagaimana hubungan struktur, perilaku, dan kinerja industri kakao, serta

faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kinerja industri kakao di

Indonesia?

Dari keempat rumusan masalah ini penulis berharap dapat mengetahui hasil

yang menjadi penelitian penulis sehingga dapat memperoleh dan menyajikan hasil

yang tepat.

1.3. Tujuan Penelitian

Melihat dari rumusan masalah yang telah dipaparkan maka tujuan penelitian

dilakukan untuk menjawab rumusan masalah, yang akan dipaparkan dalam empat

poin yaitu:

1. Mengetahui struktur industri kakao yang ada di Indonesia

2. Mengetahui perilaku industri kakao yang ada di Indonesia

3. Mengetahui kinerja industri kakao yang ada di Indonesia

4. Mengetahui hubungan struktur, perilaku, dan kinerja industri kakao, serta

mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kinerja industri

kakao di Indonesia

Secara singkat penelitian ini akan membahas tentang struktur, perilaku, dan

kinerja industri kakao yang ada di Indonesia sehingga pada akhirnya dapat memberi

kebijakan yang paling tepat.

Page 27: ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KINERJA INDUSTRI … · Sitorus dan Ibu R. Panjaitan. ... (Mafia Sartika Dewi, Adelina Anjani, Novianti, Anissa Saras waty, Rani Sumarni, Latifah

12

1.4.Manfaat Penelitian

Penelitian yang dilakukan ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi

pembaca, pelaku usaha/industri kakao, maupun stakeholder yang berpartisipasi di

dalamnya sehingga dapat mengambil kebijakan yang sesuai, maka diharapkan dari

penelitian ini dapat :

1. Memberikan informasi mengenai persaingan kakao dari segi industri

melalui pendekatan struktur, perilaku, dan kinerja industri (SCP).

2. Membantu industri kakao dalam mengambil keputusan yang tepat dengan

melihat aspek SCP.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini membahas mengenai struktur, perilaku, dan kinerja industri

kakao di Indonesia dengan data yang digunakan bersifat time series pada tahun

2000-2009 melalui pendekatan SCP. Dalam penelitian ini akan dibatasi dengan

hasil olahan kakao menjadi cokelat, dalam arti penelitian ini lebih mengkerucutkan

pada cokelat. Data yang diperoleh untuk melanjutkan penelitian ini berasal dari

kode industri KBLI 15314 yaitu industri pengupasan, pembersihan, dan

pengeringan kakao menjadi konsumsi cokelat. Adapun penelitian ini dilakukan

untuk melihat bahwa kakao Indonesia juga bersaing didalam negeri. Disamping itu

penelitian mengenai SCP ini mampu melihat persaingan yang terjadi didalam

industri dengan melihat bagaimana struktur dan perilakunya. Dan melalui kinerja

mampu melihat keuntungan yang diperoleh sehingga dapat memprediksi produksi

cokelat kedepannya.

Page 28: ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KINERJA INDUSTRI … · Sitorus dan Ibu R. Panjaitan. ... (Mafia Sartika Dewi, Adelina Anjani, Novianti, Anissa Saras waty, Rani Sumarni, Latifah

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Teoritis

Ekonomi pertanian merupakan suatu aplikasi ilmu ekonomi dengan bidang

pertanian, dimana ilmu ini digunakan untuk memecahkan permasalahan-

permasalahan pertanian. Menurut Mubyarto (1989), ekonomi pertanian pertama

kali diperkenalkan oleh Adam Smith dalam bukunya yang berjudul Wealth of

Nations. Ilmu ekonomi pertanian didefinisikan sebagai bagian dari ilmu ekonomi

umum yang mempelajari fenomena-fenomena dan persoalan-persoalan yang

berhubungan dengan pertanian baik mikro maupun makro. Cramer and Jensen

(1994), mengemukakan bahwa ekonomi pertanian adalah pengaplikasian ilmu

sosial yang menghadapkan bagaimana manusia memilih untuk menggunakan teknik

ekonomi dengan kondisi sumberdaya yang semakin terbatas dan langka seperti

lahan, tenaga kerja, kapital, dan manajemen untuk memproduksi makanan dan serat

hingga untuk memproduksinya kepada masyarakat. Terjadinya permintaan kakao

merupakan jumlah dari seluruh permintaan individual, karena masing-masing

individu dihadapkan pada pilihan, seperti permintaan yang tidak terbatas dan

adanya keterbatasan sumberdaya.

Cramer and Jansen (1994), mengungkapkan bahwa dalam pasar terdapat

pelaku pasar yang mengendalikan keadaan pasar, hal ini dinyatakan sebagai

perilaku pasar. Perilaku pasar adalah pola tingkah laku para pelaku pasar dalam

melakukan penyesuaian dengan struktur pasar yang dihadapi dapat berupa praktek-

praktek penentu harga komoditi, seragamnya biaya pemasaran, praktek persaingan

bukan harga seperti kolusi, pasar gelap, praktek-praktek tidak jujur dan

Page 29: ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KINERJA INDUSTRI … · Sitorus dan Ibu R. Panjaitan. ... (Mafia Sartika Dewi, Adelina Anjani, Novianti, Anissa Saras waty, Rani Sumarni, Latifah

14

kebijaksanaan harga yang kurang mendorong perbaikan mutu. Keragaan pasar

sangat ditentukan oleh struktur pasar dan perilaku pasar. Keragaan pasar dapat

dilihat dari tingkat harga dan marjin pemasaran.

Cramer and Jensen (1994) juga mengungkapkan bahwa terdapat beberapa jenis

struktur pasar berdasarkan persaingan yang terjadi, yaitu:

(a) Persaingan Sempurna/Persaingan Murni (Pure Competition). Pasar ini ditandai

dengan banyaknya perusahaan dalam industri, produknya bersifat homogen,

dan terdapat kebebasan perusahaan secara individu dalam masuk atau keluar

industri.

(b) Monopoli Murni (Pure Monopoly). Pasar ini ditandai dengan hanya ada satu

perusahaan dalam industri serta produk perusahaan yang bersifat diferensiasi.

(c) Monopsoni (Monopsony), yaitu pasar dengan satu pembeli yang menghadapi

banyak penjual.

(d) Pasar persaingan tidak sempurna (Imperfect Competition). Beberapa struktur

pasar yang termasuk di dalamnya, yaitu pasar yang terdiri atas dua penjual

disebut duopoli dan pasar yang terdiri dari sejumlah kecil penjual (lebih dari

dua) disebut oligopoli. Sebaliknya, situasi pasar dengan dua pembeli disebut

duopsoni dan pasar dengan sejumlah kecil pembeli disebut oligopsoni.

(e) Persaingan Monopolistis (Monopolistic Competition). Pasar jenis ini

merupakan suatu organisasi pasar yang terdiri dari banyak perusahaan yang

menjual komoditi sangat serupa tetapi tidak identik.

Tomek (1990) mengemukakan bahwa struktur pasar adalah berbagai aspek

yang ada di pasar yang dapat mempengaruhi pelaku pasar, dimana pelaku pasar

Page 30: ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KINERJA INDUSTRI … · Sitorus dan Ibu R. Panjaitan. ... (Mafia Sartika Dewi, Adelina Anjani, Novianti, Anissa Saras waty, Rani Sumarni, Latifah

15

terdiri dari produsen dan konsumen. Struktur pasar dibedakan menjadi empat

kelompok. Adapun faktor-faktor dalam struktur pasar yaitu:

1. Banyaknya Penjual dan Pembeli

Penjual dan pembeli yang bertindak sebagai pelaku pasar akan

mempengaruhi pengambilan keputusan yang terjadi dalam sebuah pasar.

Banyaknya penjual dan pembeli tentu akan mempengaruhi penentuan harga dan

besarnya penguasaan pasar. Semakin sedikit jumlah penjual dalam suatu pasar

maka penguasaan terhadap pasar semakin kuat dan cenderung monopoli.

2. Derajat Perbedaan Produk (Homogen atau Terdiferensiasi)

Kondisi produk dibagi menjadi dua jenis, yaitu: produk yang homogen dan

heterogen. Perbedaan jenis produk dapat mempengaruhi perilaku produsen yang

berada didalam pasar untuk bersaing. Perbedaan corak produk (produk

differentiation) memberikan keluasan yang lebih besar bagi produsen guna

mengatur strategi pasar. Produk yang memiliki ciri khusus atau unik biasanya

cenderung digemari oleh konsumen tertentu. Melalui keunggulan produk tersebut

pihak produsen memiliki kekuatan tambahan guna mengendalikan keadaan pasar

sehingga mampu menjadi monopolis di wilayah-wilayah pasarnya sendiri.

Konsumen dihadapkan pada pilihan produk yang terbatas. Dengan

demikian, keadaan ini menciptakan kekuatan pasar bagi produsen yang

bersangkutan sehingga produsen tersebut pada gilirannya akan mampu

mengendalikan keadaan pasar. Sebaliknya bila produk yang ditawarkan produsen

bersifat homogen maka hal ini menyebabkan konsumen memiliki banyak alternatif

pilihan untuk berbelanja. Konsumen dapat memilih pada konsumen mana saja

sehingga hal tersebut memberikan alternatif yang terbatas bagi produsen dalam

Page 31: ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KINERJA INDUSTRI … · Sitorus dan Ibu R. Panjaitan. ... (Mafia Sartika Dewi, Adelina Anjani, Novianti, Anissa Saras waty, Rani Sumarni, Latifah

16

membuat keputusan pasar. Dengan demikian pasar cenderung kompetitif dan

produsen tidak dapat mengendalikan keadaan pasar guna menentukan harga dan

output di dalam pasar yang secara semena-mena. Selanjutnya, harga dan output

pasar akan tercipta melalui mekanisme pasar.

3. Hambatan Untuk Memasuki Pasar

Hambatan untuk memasuki sebuah pasar dapat dilihat dari mudah tidaknya

suatu pesaing untuk masuk ke dalam suatu pasar. Hambatan untuk memasuki

sebuah pasar dapat disebabkan oleh munculnya persaingan yang semakin ketat.

Hambatan ini dapat dilihat dari mudah atau tidaknya pesaing-pesaing potensial

untuk masuk ke pasar. Salah satu cara yang digunakan untuk melihat hambatan

masuk dalam penelitian ini adalah dengan mengukur skala ekonomi yang dillihat

melalui output perusahaan yang menguasai pasar.

4. Mudah atau Tidaknya Informasi yang Diperoleh

Adanya informasi yang tidak sempurna akan mempengaruhi kemampuan

pasar untuk menetapkan harga keseimbangan/ekuilibrium. Pembuktian efisiensi

dari harga persaingan mengasumsikan bahwa harga ekuilibrium ini diketahui oleh

semua pelaku ekonomi. Jika beberapa pelaku ekonomi tidak memiliki informasi

penuh tentang harga yang berlaku dan mutu produk tidak tersedia secara bebas,

tangan tak terlihat Adam Smith tidak akan sangat efektif. Keputusan-keputusan

yang tidak tepat yang didasari oleh informasi yang salah tentang harga atau mutu

dapat menghasilkan alokasi yang tidak efisien.

Pasar persaingan sempurna dicirikan dengan banyaknya jumlah penjual dan

pembeli yang berada dalam pasar, jenis produk yang dipasarkan bersifat homogen,

tidak ada hambatan untuk memasuki sebuah pasar bagi pesaing, dan informasi

Page 32: ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KINERJA INDUSTRI … · Sitorus dan Ibu R. Panjaitan. ... (Mafia Sartika Dewi, Adelina Anjani, Novianti, Anissa Saras waty, Rani Sumarni, Latifah

17

mengenai pasar mudah untuk diperoleh. Sebaliknya, pada pasar monopoli hanya

ada satu penjual dan berperan sebagai penentu harga, produk yang dipasarkan

terdiferensiasi, hambatan yang sulit untuk memasuki sebuah pasar karena sudah

ditentukan, seperti: modal teknologi, skala ekonomi, dan informasi mengenai pasar

sangat sulit untuk diperoleh. Tidak jauh berbeda dengan pasar monopoli, pasar

oligopoli juga hanya terdiri dari beberapa penjual, produk yang dipasarkan

homogen maupun terdiferensiasi, ada hambatan yang cukup besar untuk memasuki

sebuah pasar, dan sulit untuk memperoleh informasi mengenai pasar oligopoli.

Sedangkan, pada pasar monopolistik hampir sama dengan pasar persaingan dimana

banyak penjual dan pembeli dalam pasar, produk yang dipasarkan terdiferensiasi,

tidak ada hambatan untuk masuk dan keluar pasar, dan mudah untuk memperoleh

informasi. (Gambar 2)

Cenderung Perfect Competition Cenderung Monopoly

Sumber: Agricultural Product Prices (Tomek, 1990)

Gambar 2. Klasifikasi Struktur Pasar

Pasar PersainganSempurna

Pasar OligopoliPasarMonopolistik

PasarMonopoli

Banyakpenjualpembeli

Produkhomogen

Tidak adahambatan

masuk pasar

Informasimudah

diperoleh

Banyakpenjualpembeli

Produkterdiferensiasi

Informasimudah

diperoleh

Tidak adahambatan

masuk pasar

Terdapatbeberapapenjual

Produkhomogen &

terdiferensiasi

Terdapathambatan

masuk pasar

Informasisulit untukdiperoleh

satu penjualdan banyak

pembeli

Produkterdiferensiasi

Besarhambatan

masuk pasar

Informasisangat sulitdiperoleh

Page 33: ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KINERJA INDUSTRI … · Sitorus dan Ibu R. Panjaitan. ... (Mafia Sartika Dewi, Adelina Anjani, Novianti, Anissa Saras waty, Rani Sumarni, Latifah

18

Tomek (1990) mengungkapkan bahwa penetapan harga dan keuntungan

yang terjadi pada pasar persaingan sempurna berasal dari jumlah permintaan dan

penawaran yang terjadi di pasar sehingga terjadi harga keseimbangan pada titik

equilibrium. (Gambar 3 dan 4)

P P

S

P P MR= MC= P

D Q Q

i.) PPS pada pasar ii.) PPS pada perusahaan

Gambar 3. Penetapan Harga Pasar Persaingan Sempurna

P MC AC

P* AVC

AC*

Q* QGambar 4. Keuntungan Pasar Persaingan Sempurna

Menurut Nicholson (1999), penentuan harga pada pasar monopoli akan

memaksimalkan laba dengan berproduksi di tingkat dimana pendapatan marginal

sama dengan biaya marginal dan akan dijelaskan dalam gambar 5.

P

MC

P* AC

MR D QQ*

Page 34: ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KINERJA INDUSTRI … · Sitorus dan Ibu R. Panjaitan. ... (Mafia Sartika Dewi, Adelina Anjani, Novianti, Anissa Saras waty, Rani Sumarni, Latifah

19

Gambar 5. Penentuan Harga Pasar MonopoliGambar selanjutnya menunjukkan bahwa Q* akan menghasilkan harga

sebesar P* di pasar sehingga laba yang diperoleh pada perusahaan monopli adalah

sebesar P*EAC. (Gambar 6)

Harga, biaya MC

P* E AC

C A

MR D

Keluaran per periodeQ*Gambar 6. Keuntungan Pasar Monopoli

Penetapan harga pada pasar oligopoli terdiri dari empat model, yaitu:

1. Quasi-competitive model: mengasumsikan bahwa perilaku pengambilan

keputusan harga oleh semua perusahaan (harga diberlakukan tetap), dengan kata

lain tindakan perusahaan dalam oligopoli tidak mempengaruhi harga pasar dan

perusahaan lain. Perusahaan bertindak sebagai price taker.

2. Cartel model: mengasumsikan bahwa perusahaan-perusahaan yang ada dipasar

bergabung membentuk kartel, dimana kartel bertindak sebagai monopoli.

3. Cournot model: mengasumsikan bahwa perusahaan menganggap tindakannya

dapat mempengaruhi harga pasar, tetapi tidak berpengaruh pada tindakan

perusahaan lain.

4. Conjectural variations model: mengasumsikan bahwa perusahaan dalam

oligopoli menganggap bahwa tindakannya dapat mempengaruhi harga pasar dan

tindakan perusahaan lain. Perusahaan sebagai price leader.

Page 35: ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KINERJA INDUSTRI … · Sitorus dan Ibu R. Panjaitan. ... (Mafia Sartika Dewi, Adelina Anjani, Novianti, Anissa Saras waty, Rani Sumarni, Latifah

20

Penetapan harga pada pasar monopolistik yang dijelaskan oleh gambar

dibawah ini terjadi ketika kurva permintaan berpotongan dengan biaya rata-rata

sehingga tidak mungkin memperoleh laba yang lebih. Perusahaan hanya dapat

bertahan pada tingkat output dimana MR=MC. (Gambar 7)

P

P* MC

AC

MR DQ* Q

Gambar 7. Penetapan Harga Pasar Monopolistik

Keuntungan maksimum pada pasar monopolistik dapat dilihat dari kurva

permintaan yang terletak diatas kurva biaya rata-rata yang dijelaskan pada gambar

8.

P

MC

P* a AC

c b

MR D QQ*

Gambar 8. Keuntungan Pasar Monopolistik

Mubyarto (1989) mengemukakan bahwa dalam ekonomi pertanian terdapat

tiga hal yang saling berkaitan yaitu: harga, permintaan, dan penawaran. Salah satu

gejala ekonomi yang sangat penting yang berhubungan dengan perilaku petani baik

sebagai produsen maupun sebagai konsumen adalah harga. Harga merupakan

ukuran nilai dari barang-barang dan jasa-jasa. Suatu barang memiliki harga karena

Page 36: ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KINERJA INDUSTRI … · Sitorus dan Ibu R. Panjaitan. ... (Mafia Sartika Dewi, Adelina Anjani, Novianti, Anissa Saras waty, Rani Sumarni, Latifah

21

disebabkan oleh dua hal yaitu: barang itu berguna dan barang itu jumlahnya

terbatas. Barang-barang yang berguna bagi manusia dan jumlahnya terbatas ini

disebut barang-barang ekonomi.

2.1.1. Keseimbangan Pasar

Keseimbagan pasar terjadi karena adanya permintaan dan penawaran dalam

suatu pasar. Permintaan adalah Jumlah barang atau komoditas yang mampu dibeli

oleh seorang konsumen karena peningkatan pendapatan riil akan tergantung dari

efek substitusi dan efek pendapatannya. Penawaran dapat dilihat dari kurva

penawaran agregat yang merupakan merupakan penjumlahan secara horizontal

kurva penawaran individual di pasar. Kurva penawaran dapat didefinisikan sebagai

kurva tempat kedudukan hubungan antara jumlah barang atau komoditas yang

ditawarkan pada berbagai tingkat harga.

Mubyarto (1989) menyatakan bahwa inti dari teori permintaan dan

penawaran adalah terjadinya harga keseimbangan sebagai akibat permainan

bersama gaya-gaya permintaan dan penawaran. Teori keseimbangan ini akan

dijelaskan dalam gambar 9 berikut.

P S

P*

D Q

q*

Gambar 9. Harga Keseimbangan Antara Permintaan dan Penawaran

Page 37: ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KINERJA INDUSTRI … · Sitorus dan Ibu R. Panjaitan. ... (Mafia Sartika Dewi, Adelina Anjani, Novianti, Anissa Saras waty, Rani Sumarni, Latifah

22

Kondisi keseimbangan yang terjadi di pasar tentunya menjadi relatif tidak

stabil apabila ada kekuatan-kekuatan yang mendorong harga dan jumlah barang

atau komoditas yang pada akhirnya akan mencapai keseimbangan baru.

2.1.2. Konsep Ekonomi Industri

Jaya (2001) menyatakan bahwa konsep-konsep industri sangat penting

untuk diketahui dan dipahami. Konsep ekonomi industri berkaitan erat dengan

aspek ekonomi. Ekonomi industri merupakan seperangkat konsep dan analisis

mengenai persaingan dan monopoli dengan berbagai macam pasar yang berada

diantara keduanya. Ekonomi industri merupakan suatu keahlian khusus dalam ilmu

ekonomi yang membantu menjelaskan mengapa suatu pasar perlu diorganisir dan

bagaimana pengorganisasiannya mempengaruhi cara kerja pasar industri. Ekonomi

industri menelaah struktur pasar dan perusahaan yang secara relatif lebih

menekankan pada studi empiris dari faktor-faktor yang mempengaruhi struktur

pasar, perilaku, dan kinerja pasar.

Hasibuan (1993) dalam Sari (2011) mengemukakan bahwa pengertian

industri dapat dibedakan secara makro dan mikro. Secara mikro, pengertian industri

adalah kumpulan perusahaan-perusahaan yang menghasilkan barang- barang

homogen atau barang-barang yang mempunyai sifat saling mengganti yang sangat

erat. Pengertian industri secara makro adalah kegiatan yang menciptakan nilai

tambah, yakni semua produk barang maupun jasa. jadi dapat disimpulkan

pengertian industri secara luas yaitu suatu unit usaha yang melakukan kegiatan

ekonomi yang mempunyai tujuan untuk menghasilkan barang dan jasa yang terletak

pada satu bangunan atau lokasi tertentu serta memiliki catatan administrasi

Page 38: ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KINERJA INDUSTRI … · Sitorus dan Ibu R. Panjaitan. ... (Mafia Sartika Dewi, Adelina Anjani, Novianti, Anissa Saras waty, Rani Sumarni, Latifah

23

tersendiri mengenai produksi dan struktur biaya serta ada seseorang atau lebih yang

bertanggungjawab atas resiko usaha tersebut.

2.2. Pendekatan Struktur, Perilaku, dan Kinerja Pasar

Ekonomi industri menyebutkan bahwa para ahli ekonomi melakukan

pendekatan-pendekatan untuk melihat hubungan keterkaitan antara struktur,

perilaku, dan kinerja pasar yang masing-masing pendekatan memiliki pola

tersendiri di dalam mempelajari hubungan keterkaitan perilaku industri sehingga

mewarnai perbedaan dalam struktur analisis yang dilakukan, akan tetapi antara

struktur, perilaku, dan kinerja pasar memiliki hubungan ketergantungan satu

dengan yang lainnya. Teori Structure, Conduct, Performance (SCP) ini

menjelaskan bahwa kinerja suatu industri pada dasarnya sangat dipengaruhi oleh

struktur pasar. Struktur pasar (structure) dianggap akan mempengaruhi perilaku

dan strategi perusahaan dalam suatu industri dan perilaku (conduct) akan

mempengaruhi kinerja (performance), Paradigma SCP menyatakan bahwa

konsentrasi pasar yang tinggi akan membuat perusahaan lebih mudah untuk

menguasai pasar dan menghasilkan keuntungan atau marjin yang tinggi, dimana

srtuktur pasar mempengaruhi profitabilitas secara positif.

2.2.1. Struktur Pasar

Struktur pasar menunjukkan karakteristik pasar, seperti elemen sejumlah

pembeli dan pejual, keadaan produk, keadaan pengetahuan penjual dan pembeli,

serta keadaan rintangan/hambatan pasar. Perbedaan pada elemen-elemen itu akan

membedakan cara masing-masing pelaku pasar dalam industri berperilaku, yang

pada gilirannya akan menentukan perbedaan kinerja pasar yang terjadi. Keadaan

Page 39: ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KINERJA INDUSTRI … · Sitorus dan Ibu R. Panjaitan. ... (Mafia Sartika Dewi, Adelina Anjani, Novianti, Anissa Saras waty, Rani Sumarni, Latifah

24

jumlah dan distribusi penjual dalam pasar mempengaruhi harga jual yang berlaku

dan output yang terdapat di dalam pasar.

Pada struktur pasar persaingan sempurna ditandai oleh adanya sejumlah

besar penjual di dalam pasar dan masing-masing diantara mereka memiliki

kekuatan pasar yang relatif sama. Sebagai akibatnya para pesaing pasar tidak

memiliki kekuatan pasar yang berguna untuk mengendalikan keadaan pasar,

selanjutnya keadaan harga dan output pasar berjalan menurut mekanisme pasar.

Berbeda dengan kondisi pada pasar monopoli dimana jumlah penjual bersifat

tunggal sehingga keadaan pasar dapat dikendalikan sepenuhnya oleh monopolis,

baik dari segi penentuan harga maupun jumlah output. Menurut Jaya (2001),

elemen dalam struktur pasar terdiri dari: pangsa pasar, konsentrasi, dan hambatan.

1) Pangsa Pasar (Market Share)

Pangsa pasar menunjukkan besarnya persentase pendapatan perusahaan dari

total pendapatan industri yang dapat diukur dari 0-100 persen. Semakin tinggi

pangsa pasar maka semakin tinggi pula kekuatan pasar yang dimiliki perusahaan

tersebut. Perusahaan yang memiliki pangsa pasar yang sangat dominan akan

menciptakan monopoli yang bersandar pada profit yang maksimal, hal sebaliknya

juga jika pangsa pasar suatu perusahaan rendah maka persaingan yang tercipta yaitu

persaingan sempurna/persaingan efektif.

2) Konsentrasi (Concentration)

Konsentrasi atau pemusatan merupakan kombinasi pangsa pasar dari

perusahaan-perusahaan oligopolis dimana perusahaan tersebut menyadari adanya

saling ketergantungan. Kelompok perusahaan ini terdiri dari 2, 4, dan 8 perusahaan.

Jaya (2001) mengungkapkan bahwa suatu hubungan yang positif antara keuntungan

Page 40: ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KINERJA INDUSTRI … · Sitorus dan Ibu R. Panjaitan. ... (Mafia Sartika Dewi, Adelina Anjani, Novianti, Anissa Saras waty, Rani Sumarni, Latifah

25

dan tingkat konsentrasi ini adalah merupakan halangan masuk yang besar bagi

perusahaan baru karena dengan keuntungan yang diperoleh maka perusahaan-

perusahaan yang ada dalam industri akan berusaha untuk meningkatkan

konsentrasinya.

3) Hambatan Masuk Pasar (Barrier to Entry)

Hambatan untuk memasuki sebuah pasar dapat dilihat dari mudah tidaknya

suatu pesaing untuk masuk ke dalam suatu pasar. Hambatan untuk memasuki

sebuah pasar dapat disebabkan oleh munculnya persaingan yang semakin ketat.

Salah satu cara yang digunakan untuk melihat hambatan masuk dalam penelitian ini

adalah dengan mengukur skala ekonomi yang dillihat melalui output perusahaan

yang menguasai pasar. Nilai output tersebut kemudian dibagi dengan output total

industri. Data ini disebut dengan Minimum Efficiency Scale (MES).

Produsen yang efisien dalam berproduksi pada dasarnya memiliki kekuatan

alamiah untuk menghambat para pesaing potensial untuk memasuki pasar. Harga

jual produk yang ditawarkan oleh produsen kepada konsumen dapat diatur pihak

produsen yang mapan menurut selera yang diinginkan. Produsen yang mapan dapat

menentukan tingkat harga dan output yang diinginkan untuk menentukan

keuntungan. Sebaliknya pada produsen yang memiliki keputusan yang lemah dalam

memasuki pasar akan sulit menentukan tingkat harga dan output, hal ini pula yang

menyebabkan produsen lemah akan sering gagal melakukan penetrasi pasar dan

menguasai keadaan pasar.

Jaya (2001) mengemukakan bahwa masuknya hambatan dalam mencakup

segala sesuatu akan memungkinkan terjadinya kecepatan pesaing baru. Shepherd

(1990) dalam Sari (2001), menyatakan bahwa hambatan terdiri dari dua jenis, yaitu

Page 41: ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KINERJA INDUSTRI … · Sitorus dan Ibu R. Panjaitan. ... (Mafia Sartika Dewi, Adelina Anjani, Novianti, Anissa Saras waty, Rani Sumarni, Latifah

26

hambatan eksogen dan hambatn endogen. Hambatan eksogen merupakan hambatan

untuk masuk ke dalam suatu pasar yang berasal dari luar perusahaan, seperti:

modal, skala ekonomi, diferensiasi produk, diferensiasi intensitas penelitian dan

pengembangan, investasi yang besar dan integritas vertikal. Sedangkan hambatan

endogen dapat berupa kebijakan harga dari establish firm, strategi penguasaan

produksi, strategi penggunaan bahan baku, strategi pemasaran produk dan image

dari loyalitas merek produk itu sendiri. Pada tabel 4 akan dipaparkan perbedaan

mendasar dari masing-masing struktur pasar.

Tabel 4. Perbedaan Pasar Berdasar Struktur PasarTipe pasar Pangsa pasar Produk Hambatan Informasi

Persaingansempurna

Pesaing >50 persen dan tidaksatupun produsen yang dapatmenguasai pangsa pasar dandidalamnya banyak penjualdan pembeli

Homogen Tidak ada Mudahmemperolehinformasi

Monopoli Menguasai 100 persenpangsa pasar dan hanya adasatu penjual

Tidakmemilikipengganti

Sangat sulitmemasukipasar

Sangat sulitmemperolehinformasi

Monopolistik Tidak satupun produsen yangmenguasi pangsa pasar >10persen dan didalamnyabanyak penjual

Heterogen Mudah untukmemasukipasar

Mudah untukmemperolehinformasi

Oligopoli Menguasai pangsa pasarsekitar 60 persen danterdapat beberapa penjual

Homogendan

heterogen

Sulitmemasukipasar

Sulitmemperolehinformasi

Sumber: Ekonomi Industri (Jaya, 2001)

2.2.2. Perilaku Pasar

Tindakan produsen dalam menjalankan suatu pasar memiliki ciri tersendiri

untuk menjalankan usahanya dalam suatu pasar sehingga hal ini akan berpengaruh

pada perbedaan strategi yang dijalankan dalam melaksanakan penetrasi pasar.

Menurut Teguh (2010), pasar yang berstruktrur oligopoli cenderung memiliki

perilaku kolusi, meskipun perilaku ini juga dapat terjadi pada pasar monopoli.

Page 42: ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KINERJA INDUSTRI … · Sitorus dan Ibu R. Panjaitan. ... (Mafia Sartika Dewi, Adelina Anjani, Novianti, Anissa Saras waty, Rani Sumarni, Latifah

27

Setiap pesaing yang berada pada pasar oligopoli pada dasarnya memiliki dua

pilihan untuk berkolusi, yaitu menganut kolusi formal atau kolusi informal. Kolusi

formal ditandai dengan adanya perjanjian-perjanjian yang bersifat mengikat.

Perjanjian ini dapat meliputi persetujuan harga, produksi, wilayah pasar dan lainnya

yang sifatnya saling menguntungkan. Disamping itu pada persekutuan yang bersifat

formal diberlakukan pula ancaman-ancaman yang dikenakan kepada setiap anggota

yang melakukan pelanggaran perjanjian yang telah disepakati.

Berbeda dengan kolusi informal, anggota yang tergabung dalam

persekutuan ini tidak saling mengenal secara langsung satu dengan yang lainnya

secara tepat. Sebaliknya mereka akan bersekutu secara diam-diam guna

menciptakan situasi yang aman bagi masing-masing pesaing yang terdapat di dalam

pasar. (Teguh, 2010)

Pemimpin pasar (leader) biasanya akan menentukan harga dan output

menurut pandangannya yang menguntungkan dan terhindar dari ancaman

pemerintah dan persaingan pasar. Sebaliknya perusahaan-perusahaan kecil akan

mengikuti harga yang telah disepakati oleh pemimpin pasar. Perusahaan-

perusahaan kecil bebas menentukan pilihan apakah akan mengikuti keputusan

pemimpin pasar atau menentukan harga jual sesuai keputusan sendiri, namun

dengan konsekuensi yang diterima yaitu akan menghadapi ancaman kemungkinan

keluar dari pasar. (Teguh, 2010)

2.2.3. Kinerja Pasar

Teguh (2010) mengemukakan bahwa kinerja pasar merupakan hasil-hasil

atau prestasi yang muncul di dalam pasar sebagai reaksi akibat terjadinya tindakan-

tindakan para pesaing pasar yang menjalankan berbagai strategi dan menguasai

Page 43: ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KINERJA INDUSTRI … · Sitorus dan Ibu R. Panjaitan. ... (Mafia Sartika Dewi, Adelina Anjani, Novianti, Anissa Saras waty, Rani Sumarni, Latifah

28

kondisi pasar. Kinerja pasar dapat muncul dalam berbagai bentuk, seperti harga,

keuntungan, dan efisiensi.

Harga sering dijadikan sebagai faktor terpenting dalam pembedaan kinerja

pasar yang bersaing sempurna dengan pasar yang tidak bersaing. Pada pasar

persaingan sempurna harga jual yang terjadi di pasar cenderung lebih rendah karena

mengikuti gejolak pasar yang berlangsung dikarenakan di dalam pasar tidak ada

satupun produsen yang dapat mengendalikan pasar. Sebaliknya pada pasar yang

tidak bersaing seperti monopoli harga jual di pasaran cenderung tinggi karena

produsen monopolis memiliki kemampuan penuh guna mengendalikan pasar

sehingga monopolis dapat menentukan harga jual yang tinggi sesuai kehendaknya

dibanding harga jual yang ditentukan oleh persaingan pasar sempurna.

Dalam hal keuntungan, pasar persaingan sempurna akan menerima

keuntungan normal (normal profit). Produsen umumnya berproduksi pada situasi

harga sama dengan biaya marjinal dan biaya rata-rata. Sebaliknya pada pasar

monopoli, keuntungan yang diterima adalah super normal (extra profit) karena

produsen berproduksi pada tingkat harga diatas biaya rata-rata pada rentangan

kurva biaya rata-rata yang sedang menurun. Dengan kata lain, monopolis sengaja

berproduksi pada situasi kapasitas produksi yang rendah sehingga keuntungan yang

diperolah menjadi lebih tinggi. Akibat dari penentuan keuntungan ini akan

mempengaruhi efisiensi ekonomi.

2.3. Tinjauan Penelitian Terdahulu

Penelitian mengenai analisis Struktur, Perilaku, Kinerja telah banyak

dilakukan, terutama penelitian mengenai industri. Beberapa penelitian mengenai

analisis struktur, perilaku, kinerja industri diantaranya:

Page 44: ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KINERJA INDUSTRI … · Sitorus dan Ibu R. Panjaitan. ... (Mafia Sartika Dewi, Adelina Anjani, Novianti, Anissa Saras waty, Rani Sumarni, Latifah

29

1. Sari (2011) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Struktur, Perilaku,

Kinerja Industri Pengolahan Susu di Indonesia, menyimpulkan bahwa bentuk

struktur pasar industri susu di Indonesia adalah oligopoli ketat dengan rata-rata

ratio konsentrasi empat perusahaan terbesar (CR4) sebesar 72.68 persen,

hambatan masuk pasar dengan melihat nilai MES sebesar 29.05 persen yang

tergolong cukup tinggi. Perilaku industri pengolahan susu ini dapat dilihat dari

strategi penerapan harga, strategi produk, dan promosi. Kinerja industri ini

tergolong rendah dengan nilai PCM sebesar 25.10 persen, growth sebesar

37.62 persen, dan x-eff sebesar 20.32 persen. Hasil kinerja yang masih rendah

ini disimpulkan terjadi karena dalam proses produksi terjadi peningkatan biaya

dan industri belum mampu menekan biaya produksi dengan baik.

2. Sucianti (2011) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Struktur, Perilaku,

dan Kinerja Industri Pakan Ternak di Indonesia menyimpulkanbahwa struktur

industri pakan ternak di Indonesia tergolong dalam pasar oligopoli longgar

dengan rata-rata konsentrasi sebesar 38.33 persen. Penetapan harga bergantung

pada harga bahan baku pakan, peningkatan mutu produk ditingkatkan sesuai

dengan SNI, promosi yang dilakukan melalui iklan, majalah, dan internet.

Kinerja industri dilihat dari nilai rata- rata PCM sebesar 20.43 persen, x-eff

sebesar 31.96 persen, dan growth sebesar 25.17 persen. Hal ini menyimpulkan

bahwa kinerja perusahaan yang masih rendah belum dikelola dengan baik.

3. Is (2008) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Daya Saing Kakao di

Pasar Internasional menyimpulkan bahwa struktur pasar kakao dipasar

internasional menunjukkan kecenderungan ke arah pasar persaingan oligopoli

Page 45: ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KINERJA INDUSTRI … · Sitorus dan Ibu R. Panjaitan. ... (Mafia Sartika Dewi, Adelina Anjani, Novianti, Anissa Saras waty, Rani Sumarni, Latifah

30

namun sedikit memiliki kekuatan monopoli dengan nilai CR4 sebesar 82

persen dan nilai rata- rata Herfindahl Index sebesar 2.621.

4. Rahmanu (2009) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Daya Saing

Industri Pengolahan dan Hasil Olahan Kakao Indonesia menyimpulkan

bahwa kakao olahan Indonesia tidak memiliki keunggulan komparatif pada

tahun 1988 hingga tahun 1995 dengan nilai RCA dibawah satu dan memiliki

keungulan komparatif pada tahun 1996 sampai dengan tahun 2006 dengan

nilai RCA diatas satu. Hal ini dikarenakan pada tahun 1988 sampai dengan

tahun 1995 nilai ekspor hasil olahan kakao masih relatif sedikit dan mulai

meningkat pada tahun 1996 sampai dengan tahun 2006 seiring dengan

meningkatnya permintaan hasil olahan kakao dunia untuk memenuhi

kebutuhan konsumsi industri makanan dan minuman dunia.

5. Yuliati (2010) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Daya Saing Ekspor

Kakao Indonesia Tahun 2005-2009 menyimpulkan bahwa dengan hasil

perhitungan Revealed Comparative Advantage (RCA) komoditi kakao

Indonesia memiliki keunggulan komparatif yang tinggi. Pada periode tersebut

nilai RCAnya selalu lebih besar dari satu dan Indeks konsentrasi pasar kakao

berada pada kisaran 39.47- 44.45 persen.

Dari referensi penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, maka

dapat dibedakan bahwa penelitian yang dilakukan pada Analisis Struktur, Perilaku,

dan Kinerja Industri Kakao di Indonesia mampu bersaing secara industrialisasi

dengan hasil struktur industri yang tercipta adalah oligopoli selama periode 2000-

2009. Struktur oligopoli dinilai mampu menghasilkan keuntungan yang cukup

tinggi dan mampu menciptakan persaingan yang kondusif, sehingga dapat

Page 46: ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KINERJA INDUSTRI … · Sitorus dan Ibu R. Panjaitan. ... (Mafia Sartika Dewi, Adelina Anjani, Novianti, Anissa Saras waty, Rani Sumarni, Latifah

31

disimpulkan bahwa persaingan kakao di Indonesia akan lebih efektif jika dikelola

oleh industri pengolahan kakao. Penulis mengharapkan adanya keberlanjutan

mengenai penelitian Analisis Struktur, Perilaku, dan Kinerja Industri Kakao di

Indonesia yang lebih lanjut untuk melihat persaingan kakao di periode selanjutnya

Page 47: ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KINERJA INDUSTRI … · Sitorus dan Ibu R. Panjaitan. ... (Mafia Sartika Dewi, Adelina Anjani, Novianti, Anissa Saras waty, Rani Sumarni, Latifah

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Kerangka Operasional

Penelitian ini akan membahas tentang struktur, perilaku, dan kinerja industri

pasar kakao yang ada di Indonesiaselama periode 2000-2009. Penelitian ini berguna

untuk mengetahui bagaimana struktur, perilaku, dan kinerja industri kakao yang ada

di Indonesia. Berdasarkan kerangka pemikiran analisis struktur, perilaku, dan

kinerja industri kakao di Indonesia, penelitian ini bermula dari permintaan kakao

yang terus mengalami peningkatan, sehingga menciptakan persaingan pada sektor

industri. Disamping itu persaingan yang terjadi antar industri akan mempengaruhi

penerapan harga dan kinerja bagi masing-masing industri tersebut. Selanjutnya hal

ini akan mempengaruhi struktur, perilaku, dan kinerja industri kakao di Indonesia.

Masuknya industri baru juga menjadi salah satu faktor yang menyebabkan

persaingan dalam industri sehingga dapat menciptakan perbedaan dalam suatu

industri baru dapat menyebabkan persaingan yang baru bagi industri lainnya.

Struktur pasar akan dijelaskan dengan besarnya pangsa pasar, konsentrasi rasio

empat perusahaan terbesar, dan hambatan untuk memasuki pasar. Perilaku pasar

dapat dijelaskan secara deskriptif dengan melihat strategi harga dan strategi

promosi yang dijalankan oleh perusahaan pengolahan kakao. Sedangkan untuk

kinerja pasar dapat dinilai dengan analisis Price Cost Margin (PCM) dan nilai

efisiensi. Setelah diperoleh hasil penilaian struktur, perilaku, dan kinerja maka hal

yang dilakukan selanjutnya adalah melihat hubungan antara struktur, perilaku, dan

kinerja pasar ini. Selanjutnya hal yang dianalisis adalah faktor-faktor yang

mempengaruhi kinerja pasar kakao dengan melihat keterkaitan antara variabel-

variabel antara hambatan masuk pasar (MES), konsentrasi rasio (CR4),

Page 48: ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KINERJA INDUSTRI … · Sitorus dan Ibu R. Panjaitan. ... (Mafia Sartika Dewi, Adelina Anjani, Novianti, Anissa Saras waty, Rani Sumarni, Latifah

33

produktivitas (PROD), jumlah perusahaan dan efisiensi internal (X-eff) yang

ditetapkan sebagai variabel independen, dan PCM ditetapkan sebagai variabel

dependen. Pada akhirnya hasil yang diperoleh akan dapat menjelaskan kebijakan

yang seharusnya diambil.

Gambar 10. Alur Kerangka Pemikiran Penelitian

Tingginya permintaan kakao

Masuknya perusahaan baru dalamindustri pengolahan kakao

Struktur Pasar Pangsa pasar CR4,

Hambatan masukpasar

Perilaku pasar Strategi harga Strategi promosi

Kinerja Pasar PCM X-eff

Hubungan antara Struktur, Perilaku, danKinerja

Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerjapasar kakao di Indonesia

Rekomendasi saran

Persaingan industri terhadap produkberbahan dasar kakao

Berpengaruh terhadap penetapan hargadan kinerja masing-masing industri

Perbaikan struktur, perilaku, dankinerja

Page 49: ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KINERJA INDUSTRI … · Sitorus dan Ibu R. Panjaitan. ... (Mafia Sartika Dewi, Adelina Anjani, Novianti, Anissa Saras waty, Rani Sumarni, Latifah

IV. METODE PENELITIAN

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Bogor, Provinsi Jawa Barat dengan studi kasus

Struktur, Perilaku, dan Kinerja Industri Kakao di Indonesia. Kegiatan penelitian ini

dilakukan pada bulan Februari- Juli 2012.

4.2. Jenis dan Sumber Data

Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data

sekunder yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS), Kementrian Pertanian,

Direktorat Jendral Perkebunan seperti nilai input, nilai output, nilai tambah, input

tenaga kerja, barang yang dihasilkan dari seluruh perusahaan kakao yang ada di

Indonesia, dan data lainnya, serta referensi lain (perpustakaan, buku, penelitian

terdahulu, dan internet). Data yang diperoleh merupakan time series dari tahun

2000-2009.

4.3. Metode Analisis Data

Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode statistik

deskriptif dan metode kuantitatif. Metode deskriptif untuk menganalisis perilaku

industri kakao di Indonesia dilakukan dengan cara wawancara terhadap PT. Ceres

dan PT. Mayora sebagai salah satu perwakilan industri kakao di Indonesia untuk

mendapatkan informasi yang lebih pasti. Metode kuantitatif digunakan untuk

menganalisis struktur dan kinerja industri kakao dengan pendekatan SCP dan untuk

analisis faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja industri kakao di Indonesia

digunakan pendekatan OLS (Ordinary Least Square) dengan bantuan software

Microsoft Excel 2007, Minitab 14, dan Eviews 6.

Page 50: ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KINERJA INDUSTRI … · Sitorus dan Ibu R. Panjaitan. ... (Mafia Sartika Dewi, Adelina Anjani, Novianti, Anissa Saras waty, Rani Sumarni, Latifah

35

4.3.1. Analisis Struktur Pasar

Untuk mengetahui suatu struktur pasar maka ada komponen yang harus

diperhatikan seperti: pangsa pasar, derajat perbedaan produk, hambatan masuk

pasar, informasi yang diperoleh untuk memamsuki sebuah pasar, dan konsentrasi

rasio.

4.3.1.1. Pangsa Pasar

Penguasaan pasar bagi perusahaan memiliki pangsa pasar yang berbeda-

beda berkisar 0-100 persen dari total penjualan seluruh pasar. Secara ringkas

pangsa pasar menggambarkan keuntungan yang diperoleh perusahaan dari hasil

penjualan. Jaya (2001) merumuskan pangsa pasar sebagai berikut:

MSi = 100%Dimana:

Msi = Pangsa pasar perusahaan i (%)

Si = Penjualan perusahaan i (rupiah)

Stot = Penjualan total seluruh perusahaan (rupiah)

4.3.1.2. Derajat Perbedaan Produk

Derajat perbedaan produk dijelaskan secara deskriptif dengan tujuan untuk

melihat apakah suatu pasar komoditas produk menetapkan produknya sebagai

komoditas homogen ataupun heterogen, karena perbedaan jenis produk dapat

mempengaruhi perilaku produsen yang berada didalam pasar untuk bersaing.

Perbedaan corak produk (produk differentiation) memberikan keluasan yang lebih

besar bagi produsen guna mengatur strategi pasar.

Page 51: ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KINERJA INDUSTRI … · Sitorus dan Ibu R. Panjaitan. ... (Mafia Sartika Dewi, Adelina Anjani, Novianti, Anissa Saras waty, Rani Sumarni, Latifah

36

4.3.1.3. Hambatan Masuk Pasar

Hambatan dalam memasuki pasar dapat dilihat dengan munculnya berbagai

pesaing baru dalam suatu pasar guna mendapatkan keuntungan dan menguasai

pasar. Untuk melihat suatu hambatan dalam pasar dapat mengunakan pengukuran

skala ekonomis melalui pendekatan output peusahaan. Nilai ini disebut dengan

Minimum Efficiency Scale (MES) yang dirumuskan oleh Jaya (2001) sebagai

berikut:

MES = 100%4.3.1.4. Informasi

Informasi yang diperoleh oleh suatu pasar akan dijelaskan secara deskriptif

karena ketika informasi yang tidak sempurna terjadi maka akan mempengaruhi

kemampuan pasar untuk menetapkan harga keseimbangan/ ekuilibrium.

Pembuktian efisiensi dari harga persaingan mengasumsikan bahwa harga

ekuilibrium ini diketahui oleh semua pelaku ekonomi.

4.3.1.5. Rasio Konsentrasi (CR)

Tingkat konsentrasi dapat dihitung melalui rasio konsentrasi (CR). Rasio

konsentrasi merupakan presentase dari total output industri atau pendapatan

penjualan. Rasio sejumlah perusahaan mengukur pangsa pasar relatif dari total

output industri yang dipertanggungjawabkan oleh perusahaan-perusahaan itu. Jaya

(2001) merumuskan konsentrasi rasio sebagai berikut:

CRm = ∑Penelitian ini menggunakan rasio dari empat perusahaan (CR4) yang menunjukkan

pangsa pasar empat perusahaan terbesar dalam industri pengolahan kakao di

Indonesia yang dirumuskan dengan:

Page 52: ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KINERJA INDUSTRI … · Sitorus dan Ibu R. Panjaitan. ... (Mafia Sartika Dewi, Adelina Anjani, Novianti, Anissa Saras waty, Rani Sumarni, Latifah

37

CR4 = ∑ atau CR4 = ms1+ ms2+ ms3+ ms4

Dimana:

CR4 : Rasio konsentrasi sebanyak 4 perusahaan (%)

Msi : pangsa pasar perusahaan i (%)

Pangsa pasar diukur dari tingkat konsentrasi melalui rasio konsentrasi.

Rasio konsentrasi yang digunakan menunjukkan besarnya kontribusi nilai penjulan

output perusahaan terbesar terhadap total nilai produksi industri. Semakin besar

angka persentasinya (mendekati 100 persen) maka konsentrasi industri dari produk

tersebut semakin besar, yang menggambarkan bentuk pasarnya adalah monopoli.

Sebaliknya, jika empat perusahaan menguasai minimal 40 persen pangsa pasar

maka struktur industri tersebut adalah berbentuk oligopoli.

4.3.2. Analisis Perilaku Pasar

Perilaku pasar dianalisis secara deskriptif dengan tujuan untuk memperoleh

informasi mengenai perilaku perusahaan dalam industri itu sendiri. Perilaku

menganalisis tingkah laku dan penerapan strategi perusahaan dalam suatu industri

untuk merebut pangsa pasar dan mengalahkan pesaing. Perilaku industri kakao di

Indonesia akan dianalisis dengan melihat strategi harga, strategi produk dan

promosi yang dilakukan.

4.3.2.1. Strategi Harga

Strategi penerapan harga tergantung dari beberapa faktor produksi terutama

bahan baku. Dalam industri kakao ini penerapan harga dilihat dari apakah ada

kesepakatan yang terjadi dalam industri sesama pesaing yang dapat menimbulkan

persaingan yang tidak sehat. Strategi dalam penentuan harga ini merupakan unsur

Page 53: ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KINERJA INDUSTRI … · Sitorus dan Ibu R. Panjaitan. ... (Mafia Sartika Dewi, Adelina Anjani, Novianti, Anissa Saras waty, Rani Sumarni, Latifah

38

yang menghasilkan pendapatan bagi para produsen. Harga juga merupakan unsur

yang paling flexibel dimana unsur ini dapat berubah dengan cepat.

4.3.2.2. Strategi Produk dan Promosi

Strategi yang dilakukan oleh perusahaan ataupun industri- industri lain

dalam memproduksi suatu produk perlu melihat kondisi pasar karena dalam

memilih barang konsumen cenderung memperhatikan tiga hal, yaitu: nilai, biaya,

dan kepuasan. Selanjutnya akan dilihat pula apakah terdapat stategi khusus yang

perlu dilakukan seperti melakukan diversifikasi produk ataupun kesepakatan jumlah

penawaran produk. Selain itu ada pula strategi lain yang dilakukan oleh produsen

seperti promosi. Promosi merupakan suatu bagian yang penting dalam menjual

produk untuk mempertahankan keberlangsungan produksi, pengembangan inovasi,

dan mendapatkan keuntungan (profit).

4.3.3. Analisis Kinerja Pasar

Analisis kinerja industri kakao di Indonesia dilakukan dengan analisis Price

Cost Margin (PCM), efisiensi internal (X-eff) dan pertumbuhan output (Growth).

PCM didefinisikan sebagai indikator kemampuan perusahaan untuk meningkatkan

harga diatas biaya produksi dan juga sebagai persentase keuntungan dari kelebihan

penerimaan atas biaya langsung. Tingkat PCM yang tinggi pada umumnya dapat

tercipta jika konsentrasi rasio yang tinggi, artinya semakin tinggi nilai tambah

dalam suatu industri maka kinerja industri tersebut juga semakin efisien dalam

meminimumkan biaya sehingga keuntungan yang diperoleh akan semakin besar.

PCM dirumuskan sebagai rasio dari nilai tambah perusahaan atau industri dikurangi

dengan total seluruh pengeluaran upah dari perusahaan atau industri terhadap nilai

output industri tersebut. Secara ringkas PCM menggambarkan hubungan antara

Page 54: ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KINERJA INDUSTRI … · Sitorus dan Ibu R. Panjaitan. ... (Mafia Sartika Dewi, Adelina Anjani, Novianti, Anissa Saras waty, Rani Sumarni, Latifah

39

struktur pasar terhadap kinerja perusahaan, Jaya (2001) merumuskan PCM sebagi

berikut:

PCM = 100%Efisiensi internal (X-eff) menunjukkan kemampuan perusahaan dalam suatu

industri untuk menekan biaya produksi. Semakin efisien suatu industri maka

keuntungan yang diperoleh akan semakin besar pula. Untuk mengukur tingkat

efisiensi internal dirumuskan dengan: (Jaya, 2001)

Efisiensi-X = 100%Produktivitas menunjukkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan

output pada periode waktu dengan membandingan input tenaga kerja yang

dikeluarkan. Untuk mengukur produktivitas memerlukan rumus: (Jaya, 2001)Produktivitas = 100%4.3.4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Industri Kakao di

Indonesia

Analisis hubungan struktur dan faktor-faktor lain yang mempengaruhi

kinerja dapat dianalisis dengan menggunakan metode OLS (Ordinary Least

Square) atau metode kuadrat sederhana. Hal ini dilakukan karena penggunaan

metode OLS dianggap paling tepat untuk menggambarkan hubungan antara

variabel dan penggunaannya juga lebih mudah dibanding metode lainnya dalam

pendeskripsian hasil regresi. Bentuk umum dari persamaan dari regresi linear

sederhana ini yaitu:

Yi = β0 + β1Xi + εi

Nilai PCM dijadikan sebagai variabel dependen karena PCM

menggambarkan keuntungan dari suatu industri serta mewakili variabel kinerja itu

Page 55: ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KINERJA INDUSTRI … · Sitorus dan Ibu R. Panjaitan. ... (Mafia Sartika Dewi, Adelina Anjani, Novianti, Anissa Saras waty, Rani Sumarni, Latifah

40

sendiri, sedangkan nilai CR4, Minimum Efficiency Scale (MES), Growth,

produktivitas (PROD), efisiensi internal (X-eff), dan jumlah perusahaan (JLP)

menjadi variabel independen karena diduga dapat mempengaruhi variabel dependen

(PCM). Berdasarkan variabel dependen dan variabel independen maka bentuk

persamaan yang diduga yaitu:

PCMt = β0 + β1CR4 + β2MES + β3PROD + β4X-eff + β5JLP + εi

Dimana:

PCM : Proksi keuntungan perusahaan terbesar (%)

CR4 : Rasio konsentrasi empat perusahaan terbesar (%)

MES : Minimum Efficiency Scale (%)

X-eff : Efisiensi internal (%)

PROD : Produktivitas tenaga kerja (%)

JLP : Jumlah perusahaan

ε : Galat

β0 : Intersep (β0 > 0)

β1, β3, β4, β5, β6 : Koefisien kemiringan parsial (β0, β1, β3, β4, β5 > 0)

4.4. Uji Statistik

Uji statistik dilakukan untuk menganalisis hubungan-hubungan antar

variabel dengan menentukan parameter-parameter yang akan diestimasi dan

melakukan pengujian-pengujian sehingga model tersebut dapat dikatakan baik.

Pengujian dilakukan dengan uji statistik terhadap model penduga melalui uji F. Uji

t digunakan untuk parameter-parameter regresi serta melihat besarnya (persen)

variabel bebas (independen) dan dijelaskan oleh variabel dependen melalui

koefisien determinasi (R-Squared).

Page 56: ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KINERJA INDUSTRI … · Sitorus dan Ibu R. Panjaitan. ... (Mafia Sartika Dewi, Adelina Anjani, Novianti, Anissa Saras waty, Rani Sumarni, Latifah

41

4.4.1. Uji R- Squared (R2)

Menurut Gujarati (1978), besaran R2 atau yang dikenal sebagai koefisien

determinasi merupakan besaran yang paling lazim digunakan untuk mengukur

kebaikan-suai (goodness of fit) garis regresi.secara verbal, R2 mengukur proporsi

(bagian) atau prosentase total variasi dalam Y yang dijelaskan oleh model regresi.

R2 memiliki dua sifat, yaitu: R2 merupakan besaran yang nilainya selalu positif,

dan batas R2 adalah 0 ≤ R2 ≤1. Dengan kata lain, R2 digunakan untuk mengukur

tingkat keberhasilan model regresi yang digunakan dalam memprediksi nilai

keragaman yang dapat dijelaskan oleh variabel independen terhadap variabel

dependen. Nilai R2 akan bertambah besar sesuai dengan bertambahnya jumlah

variabel independen yang dimasukkan ke dalam model.

4.4.2. Uji F

Uji F digunakan untuk melihat apakah model penduga yang digunakan

sudah layak untuk menduga parameter yang ada dalam model, selain itu Uji F dapat

juga digunakan untuk mengetahui pengaruh seluruh variabel independen terhadap

variabel dependen.

Hipotesis:

H0: b1 = b2=...= bi = 0 (dimana tidak ada variabel independen yang berpengaruh

terhadap variabel dependen)

H1: minimal ada salah satu bi ≠ 0 (dimana terdapat variabel independen yang

berpengaruh terhadap variabel dependen)

Kriteria uji:

Probability F-Statistic < α, maka tolak H0 dan simpulkan minimal ada variabel

independen yang mempengaruhi variabel dependen.

Page 57: ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KINERJA INDUSTRI … · Sitorus dan Ibu R. Panjaitan. ... (Mafia Sartika Dewi, Adelina Anjani, Novianti, Anissa Saras waty, Rani Sumarni, Latifah

42

Probability F-Statistic > α, maka terima H0 dan simpulkan tidak ada variabel

independen yang mempengaruhi variabel dependen.

4.4.3. Uji t

Uji t digunakan untuk mengetahui tingkat signifikan variabel independen

atau untuk menguji apakah regresi dari masing- masing variabel independen yang

dipakai terpisah berpengaruh nyata atau tidak terhadap variabel dependen.

Hipotesis:

H0: b1 = b2 =...= bi= 0 (dimana variabel independen-i tidak mempengaruhi variabel

dependen)

H1: bi ≠ 0 (dimana variabel independen- i mempengaruhi variabel dependen)

Kriteria uji:

Probability t-Statistic < α, maka tolah H0 dan simpulkan variabel independen-i

berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen.

Probability t-Statistic > α, maka terima H0 dan simpulkan variabel independen-i

tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen.

4.5. Uji Ekonometrika

Pengujian ekonometrika dalam suatu penelitian dilakukan untuk mengetahui

perilaku atau kejadian dalam hal ekonomi dengan mengaji secara statistik atau

matematika. Dalam ekonometrika dilakukan empat pengujian, yaitu:uji

normalitas, uji autokorelasi, uji multikolinearitas, uji heterokedastisitas.

4.5.1. Uji Normalitas

Uji normalitas atau uji kenormalan sisaan Kolomogorov-Smirnov dilakukan

untuk memeriksa apakah sisaan mendekati distribusi normal. Uji ini bertujuan

untuk membandingkan distribusi data yang akan diuji normalitasnya dengan

Page 58: ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KINERJA INDUSTRI … · Sitorus dan Ibu R. Panjaitan. ... (Mafia Sartika Dewi, Adelina Anjani, Novianti, Anissa Saras waty, Rani Sumarni, Latifah

43

distribusi normal baku. Distribusi normal baku adalah data yang telah

ditransformasikan ke dalam bentuk Z-Score dan diasumsikan normal. Hipotesis

pada uji Kolmogorov-Smirnov adalah sebagai berikut (Lains, 2006):

H0 : Sisaan menyebar normal

H1 : Sisaan tidak menyebar normal

Uji statistik yang digunakan:

Z(X) =

Keterangan:

Z(X) = Angka baku

X = Angka pada data

S = Simpangan baku

Kaidah pengujian:

Jika Zhit < Ztabel maka tolak Ho

Jika Zhit > Ztabel maka terima Ho

Jika keputusan yang diperolah menolak Ho, artinya error term atau sisaan yang

diperolah tidak menyebar normal dan sebaliknya, jika keputusan menerima Ho

maka sisaan yang diperoleh telah menyebar normal.

4.5.2. Uji Multikolinearitas

Uji multikolinearitas didefinisikan dengan adanya korelasi yang kuat antara

variabel independen dalam model persamaan. Adanya multikolinearitas dalam

persamaan regresi akan berdampak pada varian koefisien regresi menjadi besar

yang akan menyebabkan standard error terlalu tinggi sehingga kemungkinan

penduga koefisien regresi menjadi tidak signifikan secara statistik. Pengujian

multikolinearitas dapat dilihat dari pengujian Variance Inflation Factor (VIF).

Page 59: ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KINERJA INDUSTRI … · Sitorus dan Ibu R. Panjaitan. ... (Mafia Sartika Dewi, Adelina Anjani, Novianti, Anissa Saras waty, Rani Sumarni, Latifah

44

Juanda (2009) mengemukakan bahwa pedoman regresi yang bebas dari

multikolinearitas adalah mempunyai nilai dibawah 10. Sebaliknya, nilai VIF yang

lebih besar dari 10 mengindikasikan terjadinya multikolinearitas.

4.5.3. Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi didefinisikan sebagai korelasi antara anggota serangkaian

observasi yang diurutkan menurut waktu. Adanya autokorelasi dalam persamaan

regresi dapat mengakibatkan bahwa penduga yang diperoleh dengan menggunakan

OLS tidak lagi bersifat BLUE. Untuk mendeteksi adanya autokorelasi dapat

dilakukan dengan uji Durbin-Watson. Dalam Firdaus (2004), untuk melihat

autokorelasi dapat menggunakan ketentuan sebagai berikut:

DW Kesimpulan

Kurang dari 1.101.10-1.541.55-2.462.46-2.90Lebih dari 2.91

Ada autokorelasiTanpa kesimpulanTidak ada autokorelasiTanpa kesimpulanAda autokorelasi

Sumber: Ekonometrika Suatu Pendekatan Aplikatif (Firdaus, 2004)

4.5.4. Uji Heteroskedastisitas

Heteroskedastisitas pada umumnya terjadi pada data cross-section. Jika

ragam sisaan tidak sama atau var (εi)=E(εi2)=σi

2 untuk setiap pengamatan dari

variabel bebas dalam model regresi, maka terjadi masalah heteroskedastisitas.

Untuk melihat terjadinya heteroskedastisitas adalah dengan melihat plot antar

sisaan dengan dugaan respon. Jika ragam sisaan homogen maka seharusnya plot

antar sisaan tersebut tidak memiliki pola apapun. Cara mengatasi

heteroskedastisitas adalah dengan transformasi peubah respon atau metode terkecil

terboboti (weight least square) dan dengan cara transformasi terhadap peubah

respon dilakukan dengan tujuan untuk menjadikan ragam menjadi homogen pada

Page 60: ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KINERJA INDUSTRI … · Sitorus dan Ibu R. Panjaitan. ... (Mafia Sartika Dewi, Adelina Anjani, Novianti, Anissa Saras waty, Rani Sumarni, Latifah

45

peubah respon hasil transformasi tersebut, atau dapat juga dilakukan dengan uji

White Heteroscedasticity. Hipotesis yang digunakan dalam pengujian ini yaitu:

Ho : Tidak terdapat heteroskedastisitas

H1 : Terdapat heteroskedastisitas

Kaidah pengujian yaitu:

Probabilitas observasi R-Squared < α maka tolak Ho

Probabilitas observasi R-Squared > α maka terima Ho

Jika keputusan yang diambil adalah menolak Ho maka dalam model terdapat

heteroskedastisitas, sebaliknya jika keputusan menerima Ho maka dalam model

tidak terdapat heteroskedastisitas.

Page 61: ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KINERJA INDUSTRI … · Sitorus dan Ibu R. Panjaitan. ... (Mafia Sartika Dewi, Adelina Anjani, Novianti, Anissa Saras waty, Rani Sumarni, Latifah

V. GAMBARAN UMUM

5.1. Prospek Kakao Indonesia

Indonesia telah mampu berkontribusi dan menempati posisi ketiga dalam

perolehan devisa senilai 668 juta dolar AS dari ekspor kakao sebesar ± 480 272 ton

pada tahun 2005. Mengingat kakao sebagai komoditas ekspor unggulan setelah

karet dan minyak sawit, maka pemerintah bertekad untuk menjadikan Indonesia

sebagai produsen utama dalam perkakaoan dunia. Hal ini bukan tanpa alasan, sebab

potensi lain lahan yang cukup dan sesuai untuk pertanaman kakao, juga didukung

fasilitas riset yang memadai dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Kakao

Indonesia, tersedianya SDM yang memadai sehingga mempunyai potensi untuk

menjadikan Indonesia mampu menghasilkan kakao selaras dengan pertumbuhan

dan permintaan dunia. (Departemen Pertanian, 2006)

Indonesia masih memiliki prospek yang sangat besar untuk pengembangan

perkakaoan baik dari tingkat hulu sampai dengan hilir. Negara maju lainnya seperti

Amerika Serikat, Singapura, dan Malaysia mampu membangun industri kakao yang

notabene tidak memiliki bahan baku. Industri kakao bukan hanya semata-mata

untuk industri makanan, tetapi industri kosmetika juga memerlukan bahan baku

hasil olahan kakao. (Departemen Pertanian, 2006)

Tercatat bahwa pada periode 1997-2002 laju pertumbuhan ekspor kakao

Indonesia mencapai 12 persen, sementara pertumbuhan ekspor kakao dunia hanya

3.51 persen. Disamping itu hingga pada tahun 2005 ekspor kakao Indonesia masih

berkembang dengan 3.30 persen, sementara rata-rata ekspor dunia mencapai 1.70

persen. Pertumbuhan permintaan dunia akan kakao dan produk olahannya seperti

yang terjadi di negara-negara maju Eropa dan Amerika meningkat 2-4 persen per

Page 62: ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KINERJA INDUSTRI … · Sitorus dan Ibu R. Panjaitan. ... (Mafia Sartika Dewi, Adelina Anjani, Novianti, Anissa Saras waty, Rani Sumarni, Latifah

47

tahun. Sementara tingkat konsumsi di negara berkembang seperti Indonesia

diperkirakan baru mencapai 0.06 kg/kapita/tahun juga akan meningkat sejalan

dengan tingkat kemajuan dan kesejahteraan masyarakat. (Departemen Pertanian,

2006)

Indonesia berhasil menjadi produsen kakao kedua terbesar dunia berkat

keberhasilan dalam program perluasan dan peningkatan produksi yang mulai

dilaksanakan sejak awal tahun 1980-an. Pada saat ini areal perkebunan kakao

tercatat seluas 914 ribu hektar, tersebar di 29 propinsi dengan sentra produksi

Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Utara, Sumatera Utara, Kalimantan

Timur, Nusa Tenggara Timur dan Jawa Timur. Sebagian besar (lebih dari 90

persen) areal perkebunan kakao tersebut dikelola oleh rakyat (Direktorat Jenderal

Bina Produksi Perkebunan, 2004).

5.1.1. Produksi Kakao di Indonesia

Produksi kakao Indonesia pada tahun 2005 dapat digambarkan sebagai

berikut: wilayah Sulawesi sebesar 439 167 ton (67.3 persen), wilayah Sumatera

sebesar 99 725 ton (15.3 persen), wilayah Jawa-Bali- Nusa Tenggara sebesar 47

910 ton (7.3 persen), wilayah Maluku dan Irian Jaya sebesar 37 673 ton (5.8

persen) dan wilayah Kalimantan sebesar 27 875 ton (4.3 persen). Hal tersebut

menunjukkan bahwa wilayah Sulawesi merupakan sentra kakao terbesar di

Indonesia dengan luas areal tanaman kakao 593 448 ha (59.8 persen). (Departemen

Pertanian, 2006)

Perkembangan produksi kakao secara nasional selama lima tahun terakhir

rata-rata adalah 5.9 persen per tahun, sementara itu untuk PR mengalami lonjakan

yang cukup signifikan yaitu 6.9 persen, sedangkan untuk PBN dan PBS cenderung

Page 63: ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KINERJA INDUSTRI … · Sitorus dan Ibu R. Panjaitan. ... (Mafia Sartika Dewi, Adelina Anjani, Novianti, Anissa Saras waty, Rani Sumarni, Latifah

48

konstan dan beberapa diantaranya mengalami penurunan. (Departemen Pertanian,

2006)

Sementara itu, disisi lain industri pengolahan kakao dalam negeri

menghasilkan semi dan final produk dengan jumlah perusahaan yang ada di

Indonesia sebanyak 16 perusahaan dengan kapasitas terpasang 325 000 ton/th dan

kapasitas terpakai baru mencapai 165 000 ton/th atau hanya 51 persen. Hal ini

dikarenakan keterbatasan untuk memperoleh bahan baku yang berkualitas di dalam

negeri. (Departemen Pertanian, 2006)

5.1.2. Konsumsi Kakao di Indonesia

Menurut data hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) yang

dipublikasikan oleh BPS (2010), konsumsi kakao Indonesia dibedakan atas

konsumsi cokelat bubuk dan cokelat instan. Perkembangan konsumsi kedua jenis

cokelat tersebut dari tahun 1982-2008 relatif berfluktuatif namun cenderung

mengalami peningkatan yakni masing-masing sebesar 35.71 persen untuk konsumsi

cokelat instan dan 17.31 persen untuk konsumsi cokelat bubuk. Konsumsi cokelat

bubuk sangat berfluktuatif dan tertinggi terjadi pada tahun 1996 yang mencapai

20.8 gr/kapita. Sementara data konsumsi cokelat instan hasil SUSENAS hanya

tersedia sejak tahun 1999-2008.

5.2. Industri Kakao di Indonesia

Industri hilir pengolahan kakao nasional memiliki potensi yang sangat besar

untuk dikembangkan mengingat ketersediaan bahan baku biji kakao yang cukup

melimpah di dalam negeri. Selama ini Indonesia tercatat sebagai produsen kakao

terbesar ketiga di dunia setelah Pantai Gading dan Ghana. Pada tahun 2010

produksi biji kakao Indonesia mencapai 600 000 ton. Pengembangan industri hilir

Page 64: ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KINERJA INDUSTRI … · Sitorus dan Ibu R. Panjaitan. ... (Mafia Sartika Dewi, Adelina Anjani, Novianti, Anissa Saras waty, Rani Sumarni, Latifah

49

kakao nasional yang kini sedang digalakkan pemerintah Kementerian Perindustrian

diharapkan mampu meningkatkan perolehan nilai tambah di dalam negeri yang

pada gilirannya akan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi di daerah,

meningkatkan penyediaan lapangan kerja dan mendongkrak perolehan devisa dari

kegiatan ekspor produk olahan biji kakao. (Kementerian Perindustrian, 2012)

Beberapa kebijakan yang kurang mendukung upaya pengembangan industri

hilir kakao dalam negeri sehingga industri hilir kakao nasional kurang berkembang,

antara lain adanya kebijakan pengenaan pajak produk primer dengan

diberlakukannya Undang-Undang No. 18 Tahun 2000 tentang PPN atas komoditi

primer. Pengenaan PPN sebesar 10 persen mengakibatkan beralihnya biji kakao

yang tadinya diolah di dalam negeri menjadi diekspor dalam bentuk biji, sehingga

industri pengolahan kakao tidak memperoleh bahan baku yang cukup. Akibatnya,

beberapa perusahaan pengolahan biji kakao tidak dapat beroperasi. (Kementerian

Perindustrian, 2012)

Dalam rangka menumbuhkan kembali industri pengolahan kakao, maka

tahun 2007 pemerintah mencabut kebijakan pengenaan PPN melalui PP No. 7

Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun

2001 Tentang Impor Dan/Atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu Yang

Bersifat Strategis Yang Dibebaskan Dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.

Namun kebijakan ini belum serta merta menghidupkan industri yang sudah

terlanjur tidak beroperasi. Pemerintah melakukan upaya peningkatan produksi biji

kakao melalui Program Gerakan Nasional Kakao pada tahun 2009 dan masih

berlanjut sampai sekarang. (Kementerian Perindustrian, 2012)

Page 65: ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KINERJA INDUSTRI … · Sitorus dan Ibu R. Panjaitan. ... (Mafia Sartika Dewi, Adelina Anjani, Novianti, Anissa Saras waty, Rani Sumarni, Latifah

50

Upaya lain yang dilakukan pemerintah adalah melakukan kebijakan

pengenaan Bea Keluar Biji Kakao pada bulan April 2010 melalui PMK No.

67/PMK.011/2010 tentang Penetapan Bea Keluar Kakao. Rangkaian kebijakan

tersebut diambil pemerintah dalam rangka menghidupkan kembali industri

pengolahan kakao dalam negeri. Keberhasilan kebijakan ini juga terlihat dari data

ekspor biji kakao yang menurun pada tahun 2010 dibandingkan tahun 2009.

Sedangkan ekspor biji kakao sampai dengan bulan Mei 2011 mencapai 97 265 ton,

turun dibandingkan dengan ekspor Januari-Mei 2010 sebesar 158 855 ton.

Sedangkan ekspor kakao olahannya meningkat pada periode Januari-Mei 2011

sebesar 55 651 ton dibandingkan Januari-Mei 2010 sebesar 35 508 ton.

(Kementerian Perindustrian, 2012)

Page 66: ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KINERJA INDUSTRI … · Sitorus dan Ibu R. Panjaitan. ... (Mafia Sartika Dewi, Adelina Anjani, Novianti, Anissa Saras waty, Rani Sumarni, Latifah

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

6.1. Analisis Struktur Pasar Industri Kakao di Indonesia

Struktur pasar dapat dianalisis dengan tiga pokok elemen, yaitu nilai pangsa

pasar, konsentrasi rasio empat perusahaan terbesar (CR4), dan hambatan masuk

pasar yang dianalisis dengan pendekatan Minimum Effisiency Scale (MES). Namun

dalam penelitian yang dilakukan terdapat keterbatasan data mengenai data

penjualan sehingga penentuan struktur pasar industri kakao ini akan dianalisis

melalui konsentrasi rasio empat perusahaan terbesar (CR4) dan Minimum Effisiency

Scale (MES).

6.1.1. Konsentrasi Pasar

Konsentrasi rasio empat perusahaan terbesar (CR4) menggambarkan

perwakilan dari empat perusahaan terbesar yang ada di Indonesia sehingga melalui

pendekatan CR4 akan digunakan untuk melihat persentase total output empat

perusahaan terbesar terhadap total output keseluruhan industri. Dalam industri

kakao yang ada di Indonesia diperoleh nilai rata-rata CR4 dari tahun 2000 hingga

2009 adalah sebesar 67.41 persen. Hal ini menunjukkan bahwa empat perusahaan

terbesar memiliki persaingan dalam pasar oligopoli. Menurut Jaya (2001) pasar

oligopoli dapat dibedakan atas dua jenis, yaitu oligopoli longgar dan oligopoli

ketat. Pembedaan ini didasarkan pada besarnya nilai konsentrasi pasar. Jika

konsentrasi pasar berkisar 40-60 persen maka dikelompokkan menjadi oligopoli

longgar, sedangkan konsentrasi pasar yang berkisar 60-100 persen digolongkan ke

dalam oligopoli ketat, maka dapat disimpulkan industri kakao yang ada di

Indonesia merupakan pasar oligopoli ketat. Dalam ekonomi industri sistem

oligopoli ini memang dianggap sebagai oligoli ketat, namun dalam pengertian teori

Page 67: ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KINERJA INDUSTRI … · Sitorus dan Ibu R. Panjaitan. ... (Mafia Sartika Dewi, Adelina Anjani, Novianti, Anissa Saras waty, Rani Sumarni, Latifah

52

harga pertanian sistem oligopoli ini digolongkan dalam quasi-competitive model

walaupun dalam pengertiannya kedua hal ini memiliki arti yang sama. Nilai CR4

yang berfluktuasi sepanjang tahun 2000-2009 cenderung mengalami peningkatan.

CR4 terbesar terjadi pada tahun 2006. Hal ini dapat disebabkan karena nilai output

yang melonjak drastis dari tahun 2005, sehingga menyebabkan nilai tambah juga

ikut meningkat drastis. Selain itu, akibat dari melonjaknya nilai output masing-

masing perusahaan akan meningkatkan total output industri secara keseluruhan. Hal

ini dapat disebabkan karena faktor input yang juga ikut meningkat seperti

meningkatnya jumlah produksi, bertambahnya luas lahan, dan tenaga kerja yang

ikut meningkat pula, sehingga persentase total output juga akan ikut meningkat

secara drastis.

Tingkat konsentrasi yang tinggi ini cukup menggambarkan bahwa jumlah

produsen yang relatif sedikit, hambatan yang cukup tinggi untuk memasuki pasar,

dan persaingan yang cukup tinggi. Struktur pasar oligopoli ketat ini akan

menciptakan kerjasama antar produsen untuk memperoleh keuntungan diatas harga

normal.

Sumber: Badan Pusat Statistik, 2000-2009 (diolah)

Gambar 11. Kurva CR4 Industri Kakao Tahun 2000–2009

38,96 43,9557,38

45,3755,6 70,13

99,28

80,67

92,39 95,56

0

20

40

60

80

100

120

2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009

Per

sen

CR 4

Page 68: ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KINERJA INDUSTRI … · Sitorus dan Ibu R. Panjaitan. ... (Mafia Sartika Dewi, Adelina Anjani, Novianti, Anissa Saras waty, Rani Sumarni, Latifah

53

6.1.2. Hambatan Masuk Pasar

Masuk dan keluarnya suatu industri dapat menggambarkan persaingan yang

terjadi dalam industri tersebut sehingga hambatan untuk masuk pasar dapat

terdeteksi. Melalui pendekatan Minimum Effisiency Scale (MES) dapat diketahui

besarnya persentase hambatan untuk masuk pasar. Nilai MES yang diperoleh

dengan cara membagi nilai output terbesar perusahaan dengan total output dalam

industri. Sepanjang tahun 2000 hingga 2009, rata- rata nilai MES industri kakao di

Indonesia adalah sebesar 45.12 persen. Semakin tinggi nilai MES, maka hambatan

untuk memasuki pasar akan semakin sulit pula. Menurut Comanous dan Wilson

(1967) dalam Sari (2011) nilai MES yang lebih dari 10 persen menggambarkan

hambatan masuk pasar yang tinggi pada suatu industri. Nilai MES terbesar terjadi

pada tahun 2006 yaitu sebesar 89.81 persen. Hal ini disebabkan karena

melonjaknya nilai output kakao pada tahun 2006. Tidak jauh berbeda dengan

pengaruh output pada nilai CR4, peningkatan nilai output ini dapat disebabkan

karena peningkatan nilai input. Disamping itu, banyaknya jumlah perusahaan yang

berada dalam pasar juga ikut berpengaruh karena semakin sedikit jumlah

perusahaan maka peluang untuk bersaing akan semakin besar. Jumlah industri pada

tahun 2006 berjumlah 25 industri, nilai ini berkurang dari tahun 2005 yang

berjumlah 31 industri kakao. Sebaliknya nilai MES terendah berada tahun 2003

yang hanya sebesar 15.51 persen. Hal ini dapat disebabkan karena menurunnya

nilai output kakao dari 590 290 435 menjadi 296 577 445 pada tahun 2002

sehingga persentase output industri ikut menurun.

Page 69: ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KINERJA INDUSTRI … · Sitorus dan Ibu R. Panjaitan. ... (Mafia Sartika Dewi, Adelina Anjani, Novianti, Anissa Saras waty, Rani Sumarni, Latifah

54

Sumber: Badan Pusat Statistik, 2000-2009 (diolah)

Gambar 12. Kurva MES Industri Kakao Tahun 2000-2009

6.1.3. Derajat Perbedaan Produk

Derajat perbedaan produk menjelaskan jenis produk yang dihasilkan oleh

produsen. Pada pasar oligopoli jenis produk yang dihasilkan yaitu terdiferensiasi.

Kakao yang diolah menjadi cokelat dijadikan dalam beberapa bentuk, seperti

cokelat batangan, cokelat pasta, wafer cokelat, biskuit cokelat, dan sebagainya.

Selain itu, adapula industri yang memang memproduksi kakao tidak hanya untuk

cokelat saja, ada yang bersifat konsumsi dan non konsumsi, tetapi dalam penelitian

ini hanya akan membahas kakao yang diolah menjadi cokelat saja. Pengalihan

produk coklat ini bertujuan untuk tetap mempertahankan loyalitas konsumen karena

konsuman akan sangat terpengaruh dengan berbagai pilihan produk. Beberapa

industri melakukan penganekaragaman produk untuk mempertahankan

eksistensinya. Hal yang dapat ditarik menjadi kesimpulan adalah ketika konsumen

merasa bosan dengan produk yang sering mereka konsumsi, maka konsumen akan

beralih pada produk yang lain namun masih dalam satu produsen.

23,5629,3

21,73 15,51

54,86

45,61

89,81

53,46

64,1353,18

0

20

40

60

80

100

2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009

Per

sen

MES

Page 70: ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KINERJA INDUSTRI … · Sitorus dan Ibu R. Panjaitan. ... (Mafia Sartika Dewi, Adelina Anjani, Novianti, Anissa Saras waty, Rani Sumarni, Latifah

55

6.1.4. Informasi

Sifat oligopoli pada industri ini memungkinkan sulitnya untuk memperoleh

informasi untuk memasuki pasar kakao ini karena adanya tekanan yang kuat dari

masing-masing industri. Salah satu sumber menyebutkan bahwa untuk informasi

yang sulit diperoleh adalah mengenai biaya mencakup dari biaya input, biaya

produksi, hingga pada biaya output. Adanya teknologi yang dilakukan juga bagian

yang sulit untuk diperolah pesaing lain, bagi pesaing baru yang ingin memasuki

pasar ini terlebih dahulu harus mengetahui strategi perusahaan lain yang sudah

bertahan sebelumnya. Ketika pesaing baru mendapatkan informasi yang tidak

sempurna maka akan dapat menyebabkan kesalahan dalam harga keseimbangan

sehingga pesaing baru ini harus mengetahui posisi harga keseimbangan yang ada

pada industri lain, sedangkan pada kenyataannya tidak ada satupun industri yang

mau memberikan informasi mengenai harga ini.

6.2. Analisis Perilaku Pasar

Perilaku pasar menggambarkan tingkah laku dan penerapan strategi yang

dilakukan perusahaan untuk menguasai pangsa pasar sebesar mungkin. Dalam

analisis perilaku pasar akan dibahas mengenai penerapan strategi harga, strategi

produk dan promosi yang dilakukan.

6.2.1 Strategi Harga

Harga merupakan unsur yang dapat menghasilkan pendapatan bagi suatu

industri karena harga juga merupakan unsur yang paling fleksibel, dimana harga

dapat berubah dengan cepat sehingga penting bagi suatu industri dalam menetapkan

harga dengan melihat kondisi pasar yang ada. Pada industri kakao ini, jenis pasar

yang terlihat adalah oligopoli ketat. Dalam oligopoli ketat tentu terjadi kolusi atau

Page 71: ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KINERJA INDUSTRI … · Sitorus dan Ibu R. Panjaitan. ... (Mafia Sartika Dewi, Adelina Anjani, Novianti, Anissa Saras waty, Rani Sumarni, Latifah

56

dengan yang biasa diartikan sebagai bentuk kerjasama, seperti melakukan

kesepakatan harga terhadap industri lain sehingga harga dari hasil pengolahan

kakao tidak akan jauh berbeda.

Hal pertama yang diperkirakan dalam penentuan harga dengan melihat

biaya produksi yang dikeluarkan. Hal ini bisa meliputi biaya input seperti bahan

baku, biaya teknologi, biaya pemasaran, dan biaya input lainnya. Namun perlu

diperhatikan ketika terjadi kenaikan biaya input tidak menutupi kemungkinan akan

terjadi kenaikan biaya output pula, selama biaya produksi masih dapat diatasi.

Bagi pelaku ekonomi, keunggulan produk juga tetap mempengaruhi harga

karena penentuan harga didasari dengan kualitas produk. Industri biasanya akan

melihat responden konsumen terhadap penerapan harga yang dilakukan, seperti

melakukan kuisioner acak untuk melihat kesesuain harga dengan cara

membandingkan preference pelanggan terhadap suatu produk. Hal ini tentu saja

menjadi strategi bagi beberapa industri untuk melihat peluang mereka berdasarkan

penerapan harga.

Kesepakatan penentuan harga yang dilakukan beberapa perusahaan ini tidak

menutup kemungkinan akan menyebabkan kerugian pada konsumen, pasalnya

masing-masing perusahaan akan menetapkan harga yang tinggi pada produknya.

Namun disisi lain pemberlakuan kesepakatan harga ini juga dilakukan untuk

mencegah terjadinya pemotongan harga atau dengan kata lain agar tidak ada pihak

produsen lain yang merasa dirugikan.

6.2.2. Strategi Produk dan Promosi

Industri yang memproduksi suatu barang tentu akan melakukan pendekatan

dengan jenis produk yang mereka hasilkan, disamping itu tak jarang pula

Page 72: ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KINERJA INDUSTRI … · Sitorus dan Ibu R. Panjaitan. ... (Mafia Sartika Dewi, Adelina Anjani, Novianti, Anissa Saras waty, Rani Sumarni, Latifah

57

perusahaan akan melakukan promosi guna menarik perhatian dari konsumen

sehingga konsumen akan membeli produk tersebut. Namun, pada dasarnya strategi

produk yang dilakukan oleh perusahaan ataupun industri bertujuan untuk

menghasilkan keuntungan. Akan tetapi perusahaan ataupun industri harus teliti

melihat keadaan pasar. Jenis pasar oligopoli ini memiliki produk terdiferensiasi

yang umumnya dilakukan oleh perusahaan untuk memberikan pilihan kepada

konsumen dalam menarik perhatian.

Strategi produk dinilai mampu memberi peningkatan kualitas seperti yang

dilakukan oleh suatu produsen yang mampu tetap mempertahankan kualitas

cokelatnya. Namun ada beberapa produsen yang memang senjaga mengurangi

volume produknya guna mempertahankan harga agar tetap diminati konsumen,

dalam arti hal ini dilakukan sebagi bentuk menekan biaya produksi. Strategi

promosi dilakukan produsen untuk meyakinkan konsumen bahwa produk yang

mereka hasilkan mampu bersaing di pasar. Berbagai cara dilakukan oleh produsen

untuk menarik perhatian konsumen, sebut saja penggunaan merek/ logo dalam

kemasan produk. Semakin mencolok suatu produk maka akan meningkatkan

keingintahuan konsumen. Strategi promosi pun dapat dilakukan melalui iklan. Iklan

biasanya didesain secara visual sehingga secara tidak langsung akan mempengaruhi

konsumen dan didukung pula dengan kesan yang persuasif. Selain iklan, promosi

yang dilakukan oleh produsen bisa dari pengaruh harga maupun produk itu sendiri,

seperti pemberian potongan harga sehingga harga yang akan dibeli oleh konsumen

menjadi lebih murah, pemberian gratis dengan syarat melakukan pembelian

minimum produk, dan adapula beberapa produsen yang mengadakan kuis

berhadiah. Langkah ini dilakukan produsen untuk mendapatkan konsumen sehingga

Page 73: ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KINERJA INDUSTRI … · Sitorus dan Ibu R. Panjaitan. ... (Mafia Sartika Dewi, Adelina Anjani, Novianti, Anissa Saras waty, Rani Sumarni, Latifah

58

semakin banyak konsumen dengan loyalitas, dan pada akhirnya mampu

memberikan keuntungan.

6.3. Analisis Kinerja Pasar

Analisis kinerja pasar akan tergambar pada besarnya nilai Price Cost

Margin (PCM), hal ini dikarenakan PCM dijadikan sebagai indikator kemampuan

perusahaan untuk meningkatkan harga diatas biaya produksi dan menggambarkan

keuntungan/ kelebihan penerimaan atas biaya langsung. Pada industri kakao yang

ada di Indonesia ini PCM dipengaruhi oleh variabel- variabel lain, seperti

konsentrasi rasio empat perusahaan terbesar (CR4), Minimum Efficiency Scale

(MES), efisiensi internal (X-eff), Produktivitas (PROD), dan jumlah perusahaan

(JLP).

6.3.1 Analisis Price Cost Margin (PCM)

Pendekatan dengan PCM dilakukan karena tingkat keuntungan yang

diperoleh suatu perusahaan bersifat rahasia dan tidak untuk dipublikasikan sehingga

PCM bertindak sebagai indikator keuntungan atas biaya langsung yang diperoleh

suatu perusahaan. Pada industri kakao ini nilai PCM memiliki nilai rata- rata

sebesar 21.29 persen, dengan nilai PCM tertinggi terjadi pada tahun 2006 yaitu

sebesar 87.68 persen dan PCM terendah terjadi pada tahun 2001 yaitu sebesar 2.06

persen.

Nilai PCM yang terjadi pada tahun 2006 tersebut dapat disebabkan karena

nilai tambah industri yang meningkat drastis diikuti dengan peningkatan biaya

tenaga kerja dan disertai dengan tingginya nilai barang yang dihasilkan. Tingginya

nilai PCM ini dapat pula disebabkan karena industri kakao yang terus mengalami

peningkatan permintaan sehingga produsen terus meningkatkan produksi pada

Page 74: ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KINERJA INDUSTRI … · Sitorus dan Ibu R. Panjaitan. ... (Mafia Sartika Dewi, Adelina Anjani, Novianti, Anissa Saras waty, Rani Sumarni, Latifah

59

tahun 2006 dengan nilai barang yang dihasilkan mencapai 10 291 943 973.

Disamping itu pula besarnya nilai output jauh melebihi nilai input sehingga tidak

diragukan nilai tambah yang juga ikut meningkat drastis, nilai tambah ini dinilai

masih dapat menutupi besarnya nilai input tenaga kerja sehingga pada tahun 2006

ini nilai PCM sangat tinggi.

Tahun 2001 dinilai memiliki nilai PCM yang terendah yaitu sebesar 2,06%.

Hal ini diduga karena besarnya nilai tambah dirasa masih sulit untuk menutupi

biaya input dengan membandingkan dari banyaknya barang yang dihasilkan.

SSumber: Badan Pusat Statistik, 2000-2009 (diolah)

Gambar 13. Kurva Price Cost Margin Industri Kakao Tahun 2000-2009

6.3.2 Analisis Efisiensi Internal (X-eff)

Analisis efisiensi kinerja yang dilakukan sebagai pendekatan kinerja pasar

digambarkan sebagai indikator suatu perusahaan dalam industri untuk menekan

biaya produksi, hal ini digunakan pula untuk menentukan keuntungan karena

semakin tinggi efisiensi internal maka keuntungan yang diperoleh akan semakin

besar pula. Nilai efisiensi internal pada pasar kakao ini cenderung berfluktuatif

setiap tahunnya dari tahun 2000-2009, dengan rata-rata nilai efisiensi internal

sebesar 122.10 persen.

13,062,06 5,71

26,34

12,98

35,32

87,68

10,41 12,06 7,310

20

40

60

80

100

2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009

pers

en

PCM

Page 75: ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KINERJA INDUSTRI … · Sitorus dan Ibu R. Panjaitan. ... (Mafia Sartika Dewi, Adelina Anjani, Novianti, Anissa Saras waty, Rani Sumarni, Latifah

60

Nilai efisiensi internal terbesar berada pada tahun 2006, yaitu sebesar

774.71 persen. Hal ini dapat disimpulkan bahwa perusahaan tersebut dapat

menekan biaya produksinya karena besarnya nilai tambah yang diperoleh mampu

menutupi biaya input yang dikeluarkan. Disamping itu pula nilai output yang sangat

tinggi juga dapat dijadikan sebagai faktor pendukung. Sebaliknya, nilai efisiensi

terkecil berada pada tahun 2007 yaitu sebesar 11.77 persen. Jika dilihat melalui

perbandingan, pada tahun ini selisih antara nilai output dengan nilai input relatif

kecil jumlahnya, sehingga nilai tambah yang dihasilkan mejadi lebih kecil.

Besarnya nilai tambah ini dinilai belum mampu untuk memenuhi biaya input

sehingga keuntungan yang diperoleh menjadi sangat kecil. Tingginya nilai input ini

dapat dipicu karena besarnya biaya teknologi yang digunakan untuk menghasilkan

output, tingginya biaya bahan baku, dan sebagainya.

Sumber: Badan Pusat Statistik, 2000-2009 (diolah)

Gambar 14. Kurva Efisiensi Internal Industri Kakao Tahun 2000-2009

6.4 Hasil Uji Analisis Hubungan Struktur dan Faktor-Faktor yangMempengaruhi Kinerja

Hubungan uji analisis struktur dan faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja

ini dapat dilakukan dengan menggunakan metode Kuadrat Terkecil Biasa atau

dengan yang sering disebut OLS (Ordinary Least Square). Suatu model dapat

72,12 52,46 29,49126,27

42,4482,02

774,71

11,77 13,76 15,99

0100200300400500600700800900

2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009

Per

sen

X-eff

Page 76: ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KINERJA INDUSTRI … · Sitorus dan Ibu R. Panjaitan. ... (Mafia Sartika Dewi, Adelina Anjani, Novianti, Anissa Saras waty, Rani Sumarni, Latifah

61

dikatakan baik apabila lulus uji statistik dan uji ekonometrika. Uji statistik meliputi

uji koefisiensi determinasi (R2), uji t, dan uji f. Sedangkan dalam uji ekonometrika,

suatu model harus terbebas dari pelanggaran asumsi-asumsi seperti

multikolinearitas, heteroskedastisitas, autokorelasi, dan uji normalitas. Alat analisis

yang digunakan dalam model ini adalah minitab 14 dan E-views 6.

6.4.1 Uji R-Squared (R2)

Berdasarkan nilai pada model regresi maka nilai R-Squared atau nilai

koefisien determinasi yang diperoleh adalah sebesar 91.8 persen yang artinya

sebesar 91.8 persen keragaman variabel dependen (PCM) dapat dijelaskan oleh

variabel independen pada model yang terdiri dari variabel MES, CR4, Produktivitas

(PROD), X-eff, Jumlah Perusahaan (JLP). Sedangkan sisa nilai koefisien

determinasi sebesar 8.2 persen dapat dijelaskan oleh variabel lain di luar model.

Sedangkan untuk uji R-adjusted, nilainya adalah sebesar 81,6%.

6.4.2 Uji F

Nilai Probability F-Statistic yang diperoleh dalam model adalah sebesar

0.027 dengan besarnya taraf nyata adalah lima persen atau sebesar 0.05. Hal ini

menunjukkan bahwa nilai Probability F-Statistic lebih kecil dibanding nilai taraf

nyata (0.027 < 0.05) sehingga dapat disimpulkan bahwa minimal terdapat satu

variabel independen yang berpengaruh nyata terhadap variabel dependen sehingga

model ini layak digunakan sebagai parameter penduga.

6.4.3 Uji t

Hasil uji t dapat dilihat dari nilai variabel independen yang nilai

probabilitasnya lebih kecil dari taraf nyata. Variabel MES, CR4, PROD, dan JLP

memiliki nilai masing-masing sebesar 0.722, 0.869, 0.920, dan 0.523 dimana

Page 77: ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KINERJA INDUSTRI … · Sitorus dan Ibu R. Panjaitan. ... (Mafia Sartika Dewi, Adelina Anjani, Novianti, Anissa Saras waty, Rani Sumarni, Latifah

62

nilainya lebih besar daripada taraf nyata lima persen atau sebesar 0.05 sehingga

variabel ini tidak beperngaruh nyata terhadap variabel dependen (PCM). Sedangkan

variabel efisiensi internal (x-eff) memiliki nilai sebesar 0.028 dimana nilainya lebih

kecil dari taraf nyata 0.05 sehingga variabel ini berpengaruh nyata terhadap PCM.

Dapat disimpulkan bahwa dalam model ini hanya variabel x-eff saja yang

berpengaruh nyata pada variabel dependen (PCM).

6.4.4 Uji Multikolinearitas

Uji multikolinearitas dilakukan untuk melihat apakah terdapat hubungan

linear antara variabel bebas didalam model regresi. Uji multikolinearitas dapat

dilihat dari nilai VIF dalam model, dengan ketentuan jika nilai VIF pada variabel

kurang dari 10 maka terdapat multikolinearitas. Dari hasil regresi dapat dilihat

bahwa tidak ada nilai VIF dari masing-masing variabel yang besarnya lebih dari 10

sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam model ini tidak terjadi multikolinearitas

sehingga model layak.

Predictor Coef SE Coef T P VIFConstant -13,47 26,94 -0,50 0,643MES 0,1630 0,4267 0,38 0,72 7,3CR4 0,0568 0,3242 0,18 0,869 4,2X-eff 0,08949 0,02639 3,39 0,028 2,9PROD -0,0000420 0,0003935 -0,11 0,920 1,8JLP 0,5553 0,7942 0,70 0,523 1,9

6.4.5 Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi dilakukan untuk mengetahui adanya hubungan antara

residual satu observasi dengan residual observasi lainnya. Uji autokorelasi dapat

dilihat dengan nilai Durbin-Watson. Pada lampiran 7 ditunjukkan bahwa hasil

estimasi menunjukkan nilai Durbin-Watson sebesar 1.96297. Nilai ini berada pada

batasan 1.55-2.46 sehingga dapat disimpulkan tidak ada autokorelasi.

Page 78: ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KINERJA INDUSTRI … · Sitorus dan Ibu R. Panjaitan. ... (Mafia Sartika Dewi, Adelina Anjani, Novianti, Anissa Saras waty, Rani Sumarni, Latifah

63

6.4.6 Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas dilakukan agar kesalahan penggangu tidak konstan

pada semua variabel independen. Uji heteroskedastisitas menggunakan uji White

yang digunakan untuk melihat apakah terdapat heteroskedastisitas dalam hasil

regresi. Dengan uji white diperoleh nilai probability chi-square sebesar 0.2471, nilai

ini lebih besar dari taraf nyata sebesar 0.05 sehingga dapat disimpulkan bahwa

model ini bebas dari pelanggaran heteroskedastisitas.

Heteroskedasticity Test: White

F-statistic 1.595952 Prob. F(5,4) 0.3356Obs*R-squared 6.661035 Prob. Chi-Square(5) 0.2471Scaled explained SS 0.817098 Prob. Chi-Square(5) 0.9759

6.4.7 Uji Normalitas

Uji normalitas digunakan untuk melihat apakah error term mendekati

distribusi normal karena data yang digunakan kurang dari 30. Hasil estimasi yang

ditunjukkan dalam hasil minitab 14 menunjukkan bahwa nilai probabilitasnya

adalah sebesar 0.106. Sedangkan dengan menggunakan analisis eviews 6 hasilnya

menunjukkan pada besaran 0.893522. Kedua nilai ini memperlihatkan hasil yang

lebih besar dari taraf nyata 5 persen yang artinya error term pada model tersebut

terdistribusi normal.

0

1

2

3

4

-15 -10 -5 0 5 10 15

Series: ResidualsSample 2000 2009Observations 10

Mean -3.02e-15Median 0.325383Maximum 12.85568Minimum -10.86246Std. Dev. 7.243494Skewness 0.284011Kurtosis 2.533354

Jarque-Bera 0.225170Probability 0.893522

Page 79: ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KINERJA INDUSTRI … · Sitorus dan Ibu R. Panjaitan. ... (Mafia Sartika Dewi, Adelina Anjani, Novianti, Anissa Saras waty, Rani Sumarni, Latifah

64

6.4.8. Hubungan Struktur dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja

Hasil regresi model pada lampiran 7, menunjukkan bahwa variabel MES,

CR4, X-eff, dan JLP berpengaruh positif terhadap PCM, sedangkan variabel PROD

berpengaruh negatif terhadap PCM. Keterkaitan antara PCM dengan variabel

independen dirumuskan dengan model berikut:

PCM = - 13.5 + 0.163 MES + 0.057 CR4 + 0.0895 X-eff – 0.000042 PROD +0.555 JLP + ε

Hal ini berarti menunjukkan bahwa peningkatan MES sebesar satu persen

akan meningkatkan PCM sebesar 0.163 persen, yang artinya semakin

meningkatnya hambatan untuk memasuki pasar maka besarnya keuntungan akan

meningkat. Hipotesis ini sesuai dengan hipotesis awal karena meningkatnya

hambatan masuk pasar menyebabkan persaingan semakin ketat karena hanya

industri yang kuatlah yang dapat bertahan dalam menghadapi pasar ini.

Peningkatan CR4 sebesar satu persen akan meningkatkan PCM sebesar 0.057 persen

pula. Selain itu, peningkatan x-eff sebesar satu persen akan turut meningkatkan

PCM sebesar 0.0895 persen, hal ini tentu saja didukung dengan semakin

meningkatnya efisiensi maka keuntungan yang diperoleh akan semakin besar. Hal

yang sama juga terjadi pada JLP, peningkatan JLP sebesar satu satuan akan

meningkatkan PCM sebesar 0.555 persen. Jumlah perusahaan akan mendukung

kinerja suatu industri, ketika jumlah perusahaan semakin meningkat maka kinerja

suatu industri akan turut meningkat dan ketika kinerja industri meningkat maka

dapat diartikan dengan semakin efisien industri tersebut yang berujung pada

peningkatan keuntungan, hal inilah yang menyebabkan nilai PCM ikut meningkat.

Model regresi juga menunjukkan bahwa dari lima variabel independen yang

ada, hanya ada satu variabel saja yang berpengaruh nyata yaitu x-eff. Dapat

Page 80: ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KINERJA INDUSTRI … · Sitorus dan Ibu R. Panjaitan. ... (Mafia Sartika Dewi, Adelina Anjani, Novianti, Anissa Saras waty, Rani Sumarni, Latifah

65

disimpulkan bahwa model regresi yang tepat untuk kasus industri kakao ini yaitu:

PCM = - 13.5 + 0.0895 X-eff + ε.

Hubungan antara x-eff dan PCM tentu jelas akan saling berpengaruh karena

efisiensi internal (x-eff) menggambarkan kemampuan suatu industri untuk menekan

biaya produksinya, semakin efisien maka semakin besar pula keuntungan yang

diperoleh. X-eff yang memiliki besar 0.028 ini terbukti lebih besar dari taraf nyata

0.05 sehingga dapat disimpulkan x-eff berpengaruh nyata dan sesuai dengan

hipotesis karena industri akan menekan biaya produksi mereka untuk tetap

memperhatikan keuntungan.

Empat variabel yang tidak signifikan seperti CR4, MES, PROD, dan JLP ini

dianggap tidak sesuai dengan hipotesis awal. Besarnya masing- masing variabel ini

adalah sebesar 0.869, 0.722, 0.920, 0.523 memiliki besar yang melebihi taraf nyata

0.05. CR4 tidak berpengaruh signifikan karena semakin tinggi konsentrasi industri

justru akan menurunkan persaingan yang menyebabkan perilaku industri kurang

efisien. Penurunan perilaku akan mempengaruhi kinerja industri yang

menyebabkan kinerja menurun. Dalam model estimasi nilai MES berpengaruh

positif terhadap PCM, namun pada kenyataannya nilai MES ini tidak berpengaruh

signifikan terhadap PCM. Hal ini diduga karena tingginya hambatan untuk masuk

dalam pasar akan mengakibatkan masing-masing industri untuk terus meningkatkan

persaingannya agar tetap bertahan. Ketika masing-masing industri saling

meningkatkan persaingan justru akan menurunkan keuntungan, karena share yang

diperoleh masing-masing industri semakin sedikit sehingga keuntungan yang

semakin menurun tidak dapat meningkatkan kinerja industri secara profit.

Page 81: ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KINERJA INDUSTRI … · Sitorus dan Ibu R. Panjaitan. ... (Mafia Sartika Dewi, Adelina Anjani, Novianti, Anissa Saras waty, Rani Sumarni, Latifah

66

Model estimasi yang menunjuk variabel produktivitas ternyata berpengaruh

negatif terjadap PCM. Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis karena semakin tinggi

produktivitas yang dihasilkan maka seharusnya akan meningkatkan keutungan pada

suatu industri. Namun pada kenyataannya peningkatan produktivitas sebesar satu

persen akan menurunkan keuntungan sebesar 0.000042 persen. Hal ini diduga

karena tingginya produktivitas akan meningkatkan output ataupun barang yang

dihasilkan juga ikut meningkat. Hal ini dapat dikatakan sebagai suatu supply, ketika

supply terlalu tinggi maka akan menurunkan harga dari yang semestinya.

Akibatnya, produk menjadi tidak bersaing dan tidak memberi keuntungan lebih.

Kondisi ini mampu dikatakan sebagai alasan mengapa produktivitas tidak

berpengaruh nyata terhadap PCM.

JLP yang diartikan dengan jumlah perusahaan memiliki pengaruh yang

positif terhadap PCM. Peningkatan JLP sebesar satu persen akan meningkatkan

PCM sebesar 0.555 persen. Peningkatan ini menunjukkan bahwa semakin banyak

jumlah perusahaan yang memasok dari suatu industri akan meningkatkan

keuntungan industri tersebut. Namun pada kenyataanya besarnya JLP tidak

berpengaruh signifikan pada PCM, karena semakin banyak jumlah perusahaan yang

memasuki pasar akan menurunkan keuntungan yang akan diterima dari masing-

masing perusahaan sehingga akibatnya keuntungan yang rendah tersebut tidak akan

mendukung kinerja yang lebih diartikan pada profit.

Page 82: ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KINERJA INDUSTRI … · Sitorus dan Ibu R. Panjaitan. ... (Mafia Sartika Dewi, Adelina Anjani, Novianti, Anissa Saras waty, Rani Sumarni, Latifah

VII. KESIMPULAN DAN SARAN

7.1. Kesimpulan

Hasil penelitian yang dilakukan pada industri kakao di Indonesia periode2000-2009 ini memiliki beberapa kesimpulan yaitu:

1. Struktur pasar pada industri kakao yang di Indonesia diperoleh melalui

pendekatan konsentrasi rasio dan hambatan masuk pasar. Struktur pasar

industri kakao di Indonesia bersifat oligopoli dengan besaran rata- rata

konsentrasi rasio sebesar 67.41 persen, dan rata-rata hambatan masuk pasar

sebesar 45.12 persen. Dengan besaran seperti ini, maka sifat oligopoli ini

dikelompokkan dalam oligopoli ketat atau quasi-competitive model, yaitu

dimana masing-masing pelaku industri melakukan kolusi atau adanya

kerjasama. Struktur pasar dapat pula dijelaskan secara deskriptif dengan

melihat banyaknya jumlah penjual dan derajat perbedaan produk. Banyaknya

industri dari tahun 2000-2009 berkisar antara 15-34. Jenis produk

terdiferensiasi, dan masing-masing industri sulit memperoleh informasi

terutama bagi industri baru.

2. Perilaku pasar pada industri kakao di Indonesia dapat dilihat dari strategi harga,

strategi produk dan promosi. Strategi harga dilakukan dengan kolusi antar

pelaku pasar yaitu menjadikan biaya produksi tertinggi sebagai pertimbangan

harga penjualan. Strategi produk dilakukan dengan cara mengklasifikasikan

produk berdasarkan ukuran, harga, dan manipulasi penawaran. Sedangkan

strategi promosi dilakukan melalui iklan secara visual.

3. Kinerja industri kakao dilihat dari tingkat keuntungan (PCM) dan nilai efisiensi

internal (X-eff). Nilai rata-rata PCM periode 2000-2009 adalah sebesar 21.29

Page 83: ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KINERJA INDUSTRI … · Sitorus dan Ibu R. Panjaitan. ... (Mafia Sartika Dewi, Adelina Anjani, Novianti, Anissa Saras waty, Rani Sumarni, Latifah

68

persen dengan nilai PCM terbesar terjadi pada tahun 2006 sebesar 87.68 persen

dan PCM terendah pada tahun 2001 sebesar 2.06 persen. Sedangkan untuk nilai

rata-rata pada x-eff periode 2000-2009 adalah sebesar 122.10 persen. Besarnya

efisiensi internal terbesar terjadi pada tahun 2006 yaitu sebesar 774.71 persen,

dan nilai x-eff terkecil terjadi pada tahun 2007 sebesar 11.77 persen.

4. Variabel-variabel independen yang dianggap mempengaruhi variabel dependen

(PCM) yaitu CR4, MES, X-eff, PROD, dan JLP. Namun hanya x-eff saja yang

berpengaruh signifikan terhadap PCM yaitu sebesar 0.028. Sisanya seperti

CR4, MES, PROD, dan JLP tidak berpengaruh nyata karena nilainya lebih

besar dari taraf nyata 0.05.

7.2. Saran

Data pada hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa kinerja industri

kakao masih tergolong rendah, dikarenakan persaingan yang tinggi sehingga

menyebabkan keuntungan yang diperoleh lebih rendah. Berdasarkan pertimbangan

ini, maka saran yang dianggap paling tepat yaitu:

1. Industri diharapkan mampu menekan biaya produksi, selain itu pula industri

kakao diharapkan mampu meningkatkan nilai output menjadi lebih tinggi

sehingga nilai tambah ikut meningkat dan dapat menutupi biaya input sehingga

kinerja dari masing-masing industri ikut meningkat.

2. Semakin meningkatkan persaingan antar industri sehingga hanya industri yang

dapat bersaing saja yang tetap berada dalam persaingan guna meningkatkan

kinerja industi karena semakin banyak perusahaan yang mampu masuk dalam

persaingan akan menggeser kurva permintaan, yang menyebabkan terjadinya

Page 84: ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KINERJA INDUSTRI … · Sitorus dan Ibu R. Panjaitan. ... (Mafia Sartika Dewi, Adelina Anjani, Novianti, Anissa Saras waty, Rani Sumarni, Latifah

69

penurunan kuantitas dan harga yang pada akhirnya menyebabkan laba sama

dengan nol.

Page 85: ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KINERJA INDUSTRI … · Sitorus dan Ibu R. Panjaitan. ... (Mafia Sartika Dewi, Adelina Anjani, Novianti, Anissa Saras waty, Rani Sumarni, Latifah

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik. 2000-2009. Statistik Industri Besar dan Sedang. 2000-2009.Badan Pusat Statistik, Jakarta.

________________. 2011. PDB Atas Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha.Badan Pusat Statistik, Jakarta.

________________. 2011. Penduduk 15 Tahun Keatas yang Bekerja MenurutLapangan Pekerjaan Umum. Badan Pusat Statistik, Jakarta.

Cramer, G.L and CW Jensen 1994. Agricultural Economics and Agribusiness. JohnWiley & Sons,Inc, New York.

Departemen Pertanian. 2006. Direktori dan Revitalisasi Agribisnis Kakao diIndonesia: Dalam Menghadapi Era Globalisasi. Komisi Kakao Indonesia,Jakarta.

Direktorat Jendral Perkebunan. 2010. Outlook Komoditas Pertanian Perkebunan.Pusat Data dan Informasi. Kementerian Pertanian, Jakarta.

Firdaus, M. 2004. Ekonometrika Suatu Pendekatan Aplikatif. Bumi Aksara,Jakarta.

Gujarati, D. 1978. Ekonometrika Dasar. Zaln, S. Erlangga, Jakarta.

Hasibuan, N. 1993. Ekonomi Industri: Persaingan, Monopoli dan Regulasi. LP3ES,Jakarta.

Iriawan, N dan AP Septin. 2006. Mengolah Data Statistik dengan MudahMenggunakan Minitab 14. Andi, Yogyakarta.

Is, I. 2008. Analisis Daya Saing Kakao di Pasar Internasional. Skripsi ProgramSarjana. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor,Bogor

Jaya, W.K. 2001. Ekonomi Industri. BPFE, Yogyakarta.

Juanda, B. 2008. Modul Kuliah Ekonometrika I. Departemen Ilmu EkonomiFakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Kementerian Perindustrian. 2012. Pengembangan Industri Pengolahan Kakao.http://www.kemenperin.go.id/artikel/427/Pengembangan-Industri-Pengolahan-Kakao. Diakses pada tanggal 17 Juni 2012.

Kompas. 11 Juli 2012. ‘Harga Kakao Terus Melemah’

Lains, A. 2003. Ekonometrika Teori dan Aplikasi. LP3ES, Jakarta.

Mubyarto. 1989. Pengantar Ekonomi Pertanian. LP3ES, Jakarta.

Nicholson, W. 1999. Teori Ekonomi: Prinsip Dasar dan Perluasan. Biarupa Aksara,Jakarta

Rahardja, P dan M Manurung. 1999. Teori Ekonomi Mikro. Edisi Revisi. LembagaPenerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta.

Page 86: ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KINERJA INDUSTRI … · Sitorus dan Ibu R. Panjaitan. ... (Mafia Sartika Dewi, Adelina Anjani, Novianti, Anissa Saras waty, Rani Sumarni, Latifah

71

Rahmanu, R. 2009. Analisis Daya Saing Industri Pengolahan dan Hasil OlahanKakao di Indonesia. Skripsi Program Sarjana. Fakultas Ekonomi danManajemen. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Sari, I.M. 2011. Analisis Struktur- Perilaku- Kinerja Industri Pengolahan Susu diIndonesia. Skripsi Program Sarjana. Fakultas Ekonomi dan Manajemen.Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Sucianti. 2011. Analisis Struktur, Perilaku, dan Kinerja Industri Pakan Ternak diIndonesia. Skripsi Program Sarjana. Fakultas Ekonomi dan Manajemen.Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Teguh, M. 2010. Ekonomi Industri. Rajawali Pers, Jakarta.

Tomek, W.G and KL Robinson. 1990. Agricultural Product Prices (third edition).Cornell University Press, Ithaca.

Wacana. 2009. Analisis Pasar Tembakau Besuki Voor-Oogst Dalam Upaya PeningkatanDaya Tawar Petani [Jurnal]. ISSN.1411-0199. vol 12. no.1:135-150.

Yuliati. 2010. Analisis Daya Saing Ekspor Kakao Indonesia Tahun 2005-2009.Skripsi Program Sarjana. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. InstitutPertanian Bogor, Bogor.

Page 87: ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KINERJA INDUSTRI … · Sitorus dan Ibu R. Panjaitan. ... (Mafia Sartika Dewi, Adelina Anjani, Novianti, Anissa Saras waty, Rani Sumarni, Latifah

LAMPIRAN

Page 88: ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KINERJA INDUSTRI … · Sitorus dan Ibu R. Panjaitan. ... (Mafia Sartika Dewi, Adelina Anjani, Novianti, Anissa Saras waty, Rani Sumarni, Latifah

73

Lampiran 1. Nilai Input, Nilai Output, Nilai Tambah, Input TK, dan Barang yangdihasilkan Industri Kakao Tahun 2000-2009

Tahun NilaiInput(Ribu

Rupiah)

NilaiOutput(Ribu

Rupiah)

NilaiTambah(Ribu

Rupiah)

InputTK

(RibuRupiah)

Barangyang

dihasilkan(ton)

2000 153 298 687 263853 460 110 554 773 76 043 610 264 170 855

2001 158 053 767 240 969 260 82 915 493 71 665 597 546 520 564

2002 455 844 889 590 290 435 134 445 546 79 858 653 956 036 285

2003 131 076 868 296 577 445 165 500 577 82 597 018 314 687 698

2004 246 589 397 351 244 265 104 654 868 68 672 660 277 234 625

2005 355 685 505 647 417 058 291 731 553 70 019 665 627 646 059

2006 117 760 132 10 301 956 289 9 124 196 157 99 664 514 10 291 943 973

2007 8 101 540 519 9 054 992 867 953 452 348 32 043 885 8 855 296 258

2008 7 661 293 147 8 715 613 643 1 054 320 496 27 304 429 8 512 405 877

2009 5 797 375 992 6 724 809 186 927 433 194 442 414 646 6 633 874 799Sumber: Badan Pusat Statistik, 2000-2009 (diolah)

Lampiran 2. Rasio Konsentrasi Industri Kakao di Indonesia Tahun 2000-2009

Tahun Nilai Tambah EmpatPerusahaan Terbesar

(Ribu Rupiah)

Total(Ribu Rupiah)

CR4

(%)

2000 43 069 087 110 554 773 38.96

2001 36 444 802 82 915 493 43.95

2002 70 187 085 134 445 546 52.20

2003 75 083 403 165 500 577 45.37

2004 58 191 358 104 654 868 55.60

2005 204 582 996 291 731 553 70.13

2006 9 058 460 649 9 124 196 157 99.28

2007 769 172 800 953 452 348 80.67

2008 974 073 121 1 054 320 496 92.39

2009 886 273 512 927 433 194 95.56

Rata- rata 67.41Sumber: Badan Pusat Statistik, 2000-2009 (diolah)

Page 89: ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KINERJA INDUSTRI … · Sitorus dan Ibu R. Panjaitan. ... (Mafia Sartika Dewi, Adelina Anjani, Novianti, Anissa Saras waty, Rani Sumarni, Latifah

74

Lampiran 3. Minimum Efficiency Scale (MES) Industri Kakao di Indonesia Tahun2000-2009

Tahun Output PerusahaanTerbesar

(Ribu Rupiah)

Total Output Industri(Ribu Rupiah)

MES(%)

2000 62 163 875 263 853 460 23.56

2001 70 614 320 240 969 260 29.3

2002 128 256 772 590 290 435 21.73

2003 46 007 587 296 577 445 15.51

2004 192 711 296 351 244 265 54.86

2005 295 311 225 647 417 058 45.61

2006 9 251 770 925 10 301 956 289 89.81

2007 4 841 127 279 9 054 992 867 53.46

2008 5 589 697 517 8 715 613 643 64.13

2009 3 576 317 200 6 724 8099 186 53.18

Rata- rata 45.12Sumber: Badan Pusat Statistik, 2000-2009 (diolah)

Lampiran 4. Price Cost Margin Industri Kakao di Indonesia Tahun 2000-2009

Tahun Nilai tambah Upah Barang yangdihasilkan

PCM(%)(Ribu Rupiah) (Ribu Rupiah)

2000 110 554 773 76043610 264 170 855 13.06

2001 82 915 493 71665597 546 520 564 2.06

2002 134 445 546 79858653 956 036 285 5.71

2003 165 500 577 82 597 018 314 687 698 26.34

2004 104 654 868 68 672 660 277 234 625 12.98

2005 291 731 553 70 019 665 627 646 059 35.32

2006 9 124 196 157 99 664 514 10 291 943 973 87.68

2007 953 452 348 32 043 885 8 855 296 258 10.41

2008 1 054 320 496 27 304 429 8 512 405 877 12.06

2009 927 433 194 442 414 646 6 633 874 799 7.31

Rata- rata 21.29Sumber: Badan Pusat Statistik, 2000-2009 (diolah)

Page 90: ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KINERJA INDUSTRI … · Sitorus dan Ibu R. Panjaitan. ... (Mafia Sartika Dewi, Adelina Anjani, Novianti, Anissa Saras waty, Rani Sumarni, Latifah

75

Lampiran 5. Efisiensi Internal Industri Kakao di Indonesia Tahun 2000-2009

Tahun Nilai tambah(Ribu Rupiah)

Nilai input(Ribu Rupiah)

X-eff(%)

2000 110554773 153298687 72.12

2001 82915493 158053767 52.46

2002 134445546 455844889 29.49

2003 165500577 131076868 126.27

2004 104654868 246589397 42.44

2005 291731553 355685505 82.02

2006 9124196157 117760132 774.71

2007 953452348 8101540519 11.77

2008 1054320496 7661293147 13.76

2009 927433194 5797375992 15.99

Rata- rata 122.10Sumber: Badan Pusat Statistik, 2000-2009 (diolah)

Lampiran 6. Produktivitas Industri Kakao di Indonesia

Tahun Nilai Output(Ribu Rupiah)

Nilai Input TenagaKerja

(Ribu Rupiah)

Produktivitas(%)

2000 263 853 460 76 043 610 350

2001 240 969 260 71 665 597 336.2

2002 590 290 435 79 858 653 739.2

2003 296 577 445 82 597 018 359.1

2004 351 244 265 68 672 660 511.5

2005 647 417 058 70 019 665 924.6

2006 10 301 956 289 99 664 514 10 336.5

2007 9 054 992 867 32 043 885 28 258.1

2008 8 715 613 643 27 304 429 31 920.2

2009 6 724 809 186 442 414 646 1 520

Rata- rata 7 525.54Sumber: Badan Pusat Statistik, 2000-2009 (diolah)

Page 91: ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KINERJA INDUSTRI … · Sitorus dan Ibu R. Panjaitan. ... (Mafia Sartika Dewi, Adelina Anjani, Novianti, Anissa Saras waty, Rani Sumarni, Latifah

76

Lampiran 7. Hasil Regresi Industri Kakao di Indonesia tahun 2000-2009 denganmenggunakan software Minitab 14

Regression Analysis: PCM versus MES; CR4; ...

The regression equation isPCM = - 13,5 + 0,163 MES + 0,057 CR4 + 0,0895 X-eff - 0,000042

Produktivitas + 0,555 Jumlah perusahaan

Predictor Coef SE Coef T P VIFConstant -13,47 26,94 -0,50 0,643MES 0,1630 0,4267 0,38 0,722 7,3CR4 0,0568 0,3242 0,18 0,869 4,2X-eff 0,08949 0,02639 3,39 0,028 2,9Produktivitas -0,0000420 0,0003935 -0,11 0,920 1,8Jumlah perusahaan 0,5553 0,7942 0,70 0,523 1,9

S = 10,8652 R-Sq = 91,8% R-Sq(adj) = 81,6%

PRESS = 51686,3 R-Sq(pred) = 0,00%

Analysis of Variance

Source DF SS MS F PRegression 5 5306,1 1061,2 8,99 0,027Residual Error 4 472,2 118,1Total 9 5778,3

Source DF Seq SSMES 1 2180,5CR4 1 188,3X-eff 1 2877,0Produktivitas 1 2,5Jumlah perusahaan 1 57,7

Unusual Observations

Obs MES PCM Fit SE Fit Residual St Resid7 89,8 87,68 89,59 10,82 -1,91 -1,85 X

X denotes an observation whose X value gives it large influence.

Durbin-Watson statistic = 1,96297

Page 92: ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KINERJA INDUSTRI … · Sitorus dan Ibu R. Panjaitan. ... (Mafia Sartika Dewi, Adelina Anjani, Novianti, Anissa Saras waty, Rani Sumarni, Latifah

77

-

Residual

Pe

rce

nt

20100-10-20

99

90

50

10

1

Fitted Value

Re

sid

ua

l

806040200

10

5

0

-5

-10

Residual

Fre

qu

en

cy

151050-5-10

4,8

3,6

2,4

1,2

0,0

Observation Order

Re

sid

ua

l

10987654321

10

5

0

-5

-10

Normal Probability Plot of the Residuals Residuals Versus the Fitted Values

Histogram of the Residuals Residuals Versus the Order of the Data

Residual Plots for PCM

RESI1

Pe

rce

nt

20100-10-20

99

95

90

80

70

60504030

20

10

5

1

Mean

0,106

-4,44089E-16StDev 7,243N 10KS 0,238P-Value

Probability Plot of RESI1Normal