analisis struktur dan kinerja industri gula

Upload: fariza-riani

Post on 07-Jul-2018

230 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

  • 8/18/2019 Analisis Struktur Dan Kinerja Industri Gula

    1/75

     

    ANALISIS STRUKTUR DAN KINERJA INDUSTRI GULA

    INDONESIA : PERIODE 1982-2011

    MARIA MONTESORI

    SEKOLAH PASCASARJANA

    INSTITUT PERTANIAN BOGOR

    BOGOR

    2014

  • 8/18/2019 Analisis Struktur Dan Kinerja Industri Gula

    2/75

     

  • 8/18/2019 Analisis Struktur Dan Kinerja Industri Gula

    3/75

    PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

    SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

    Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Struktur dan KinerjaIndustri Gula di Indonesia: Periode 1982-2011 adalah benar karya saya dengan

    arahan dari komisi pembimbing dan belum dianjurkan dalam bentuk apa pun

    kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip

    dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah

    disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir

    tesis ini.

    Dengan ini saya melimpahkan hak cifta dari karya tulis saya kepada Institut

    Pertanian Bogor

    Bogor, Juli 2014

     Maria Montesori NIM H451100081

  • 8/18/2019 Analisis Struktur Dan Kinerja Industri Gula

    4/75

    RINGKASAN

    MARIA MONTESORI. Analisis Struktur dan Kinerja Industri Gula Indonesia:

    Periode 1982-2011. Dibimbing oleh RATNA WINANDI, dan ANDRIYONOKILAT ADHI.

    Sub sektor perkebunan merupakan salah satu agroindustri yang paling

    mampu bertahan selama krisis ekonomi, di tahun 2009 hanya sub sektor

     perkebunan yang bernilai plus, sedangkan sektor lain bernilai minus (BPPP 2011).

    Dekade terakhir kinerja industri gula belum terlihat membaik, terdapat gap antara

     produksi dan konsumsi gula nasional, sehingga impor selalu menjadi konsekuensi

    dari gap yang terjadi, sementara itu struktur industri gula yang terindikasi tidak

    kompetitif menyebabkan turunnya daya saing industri dan kinerja industri

    (GAPPMI 2010). Sehingga dibutuhkan upaya yang integratif agar industri ini

    kembali kompetitif.Penelitian ini menganalisis bagaimana variabel-variabel independen

    seperti concentration ratio  empat perusahaan besar (CR4), concentration ratio 

    delapan perusahaan besar (CR8), dan keterbukaan pasar/pasar bebas (OPEN) yang

    merupakan variabel-variabel struktur pasar, serta variabel efisiensi industri (X-

    eff), rasio input tenaga kerja atau unit labour cost   (ULC), dan rasio input bahan

     baku atau unit material cost (UMC) yang merupakan variabel-variabel kinerja

     pasar, mempengaruhi variabel dependen yakni keuntungan industri atau  price

    cost-margin (PCM) merupakan variabel kinerja pasar.

    Hasil Penelitian menunjukkan bahwa pada taraf nyata 15%, hanya variabel

    X-eff dan CR8 berkorelasi positif terhadap PCM, yakni mampu meningkatkan

    PCM sebesar 0.091% dan 0.08%. Sedangkan variabel lain seperti CR4, ULC, danUMC berkorelasi negatif terhadap PCM, yakni mampu menurunkan PCM dengan

    masing-masing sebesar 0.10%, Rp 337.329 ribu , dan Rp 12.835 ribu. Sementara

    itu variabel OPEN tidak signifikan terhadap PCM.

    Industri gula Indonesia periode 1982-2011, memiliki rata-rata konsentrasi

    rasio CR4 sebesar 32.46%, dan rata-rata konsentrasi delapan perusahaan besar

    (CR8) sebesar 51.41%, menurut klasifikasi Shepherd (1992), struktur pasar

    termasuk oligopoli kuat, sedangkan menurut Baye (2010) struktur pasar termasuk

     pasar weak oligopsony market structure.

    Industri gula periode 1982-2011, memiliki rata-rata PCM industri gula

     putih 57.62 %. Nilai PCM terendah bernilai negatif yaitu sebesar -18.20 % pada

    tahun 1991, sedangkan PCM tertinggi mencapai 147.21 % pada tahun 2011.

    Berdasarkan nilai rata-rata, , margin keuntungan yang diperoleh rata-rata masih

    tinggi. Artinya untuk berinvestasi di sektor industri ini masih menguntungkan

    karena masih memiliki return yang tinggi.

    Implikasi kebijakan yang diambil pemerintah terkait kebijakan mendorong

     peningkatan efisiensi industri gula, disertai dengan kebijakan yang saling

    mendukung tentang kebijakan pasar, produksi, tenaga kerja dan bahan baku

    industri.

    Kata kunci: SCP, konsentrasi rasio, efisiensi, industri gula

  • 8/18/2019 Analisis Struktur Dan Kinerja Industri Gula

    5/75

    SUMMARY

    MARIA MONTESORI. Analysis of Structure and Performance of Indonesian

    Sugar Industry: The period from 1982 to 2011. Supervised by RATNA

    WINANDI, and Andriyono KILATADHI.

    Plantation sub-sector is one of the most agro-industry can survive during

    the economic crisis, in 2009 only estates valued sub-sectors plus, while the other

    sector is minus (BPPP 2011). The last decade has not been shown to improve the

     performance of the sugar industry, there is a gap between national production and

    consumption of sugar, so it imports has always been a consequence of the gap,

    while the structure of the sugar industry which indicated uncompetitive cause a

    decline in the competitiveness of the industry and the performance of the industry

    (GAPPMI 2010). So it takes an integrative effort to make this industry

    competitive again.

    This study analyzes how the independent variables such as the ratioConcentratión four large companies (CR4), eight large companies Concentratión

    ratio (CR8), and the openness of the market / free trade (OPEN) which is a market

    structure variables, as well as the efficiency of the industries (X-eff), the ratio of

    labor input or unit labor cost (ULC), and the ratio of raw material inputs or

    material unit cost (UMC), which is the market performance variables, which

    affect the dependent variable industry profits or price-cost margins (PCM) is a

    variable market performance.

    Research results showed that the 15% significance level, only the variable

    X-eff and CR8 positively correlated to the PCM, the PCM increase by 0.091%

    and 0.08%. While other variables such as CR4, ULC, UMC and negatively

    correlated to the PCM, the PCM can decrease respectively by 0.10%, 337.329thousand rupias and 12.835 thousand rupias. Meanwhile OPEN variable is not

    significant to the PCM.

    Indonesian sugar industry 1982-2011 period, had an average concentration

    ratio CR4 at 32.46%, and the average concentration of eight large companies

    (CR8) amounted to 51.41%, according to the classification of Shepherd (1992),

    including an strong oligopoly market structure, while according to Baye (2010)

    market structure including weak oligopsony market structure.

    The sugar industry 1982-2011 period, had an average PCM 57.62%. The

    lowest of PCM negative value that is equal to -18.20% in 1991, while the highest

    PCM reached 147.21% in 2011 Based on the average value, profit margins earned

    on average is still high. That is to invest in the industrial sector is still beneficial

     because it still has a high return.

    Implications of measures taken by relevant government policies encouraging

    increased efficiency of the sugar industry, coupled with policies that are

    supportive of policy markets, production, labor and raw materials industries.

    Keywords: SCP, the concentration ratio, the efficiency, the sugar industry

  • 8/18/2019 Analisis Struktur Dan Kinerja Industri Gula

    6/75

     

    © Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

    Hak Cipta Dilindung Undang-Undang

     Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan

    atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya unutk kepentingan pendidikan,

     penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau

    tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan

     IPB

     Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini

    dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

  • 8/18/2019 Analisis Struktur Dan Kinerja Industri Gula

    7/75

     

    ANALISIS STRUKTUR DAN KINERJA INDUSTRI GULA

    INDONESIA: PERIODE 1982-2011 

    MARIA MONTESORI

    Tesis

    Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

    Magister Sains

     pada

    Program Studi Agribisnis

    SEKOLAH PASCASARJANA

    INSTITUT PERTANIAN BOGOR

    BOGOR

    2014

  • 8/18/2019 Analisis Struktur Dan Kinerja Industri Gula

    8/75

     

    Penguji Luar Komisi : Dr Ir Suharno, MAdev

    Penguji Program Studi : Dr Ir Amzul Rifin

  • 8/18/2019 Analisis Struktur Dan Kinerja Industri Gula

    9/75

    Judul Tesis : Analisis Struktur dan Kinerja Industri gula Indonesia:

    Periode 1982- 2011

     Nama : Maria Montesori

     NIM : H451100081

    Disetujui oleh

    Komisi Pembimbing

    Dr Ir Ratna Winandi, MS

    Ketua

    Dr Ir Andriyono Kilat Adhi, MSc

    Anggota

    Diketahui oleh

    Ketua Program Studi

    Agribisnis

    Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS

    Dekan Sekolah Pascasarjana

    Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

    Tanggal Ujian: Tanggal Lulus:

  • 8/18/2019 Analisis Struktur Dan Kinerja Industri Gula

    10/75

  • 8/18/2019 Analisis Struktur Dan Kinerja Industri Gula

    11/75

    ix

    DAFTAR ISI

    DAFTAR TABEL ix

    DAFTAR GAMBAR x

    DAFTAR LAMPIRAN xi

    1 PENDAHULUAN 1Latar Belakang 1

    Perumusan Masalah 4

    Tujuan Penelitian 6

    Manfaat Penelitian 6

    Ruang Lingkup Penelitian 7

    2 TINJAUAN PUSTAKA 7

    Konsep Structure, Conduct, Performance (SCP)  7

    Struktur Pasar dan Pengukurannya 9

    Kinerja Pasar 12

    Konsep Keuntungan 14

    Rasio Biaya Input Unit labor Cost (ULC) dan Unit MaterialCost (UMC) 15

    Konsep Efisiensi 15

    Karakteristik Produk 15

    Klasifikasi Gula di Indonesia 16

    Gula Kristal Putih 16

    Perkembangan Produksi Tebu di Indonesia 16

    Perkembangan Konsumsi Gula di Indonesia 17

    Perkembangan Impor Gula di Indonesia 17

    Perkembangan Harga Gula di Indonesia 19

    Struktur Industri Gula di Indonesia 20

    Struktur Industri Gula Kristal Putih 20

    Pusat dan Jalur Distribusi Gula di Indonesia 21

    Kebijakan Industri Gula di Indonesia 23

    Penelitian Terdahulu 27

    3 KERANGKA PEMIKIRAN 28

    Kerangka Pemikiran Teoritis 28

    Konsep Structure-Conduct-Performance  (SCP) 28

    Konsep Structure-Performance  (SP) 30

    Struktur Pasar 31

    Kinerja Pasar 31

    Kerangka Pemikiran Operasional 324 METODE PENELITIAN 33

    Ruang Lingkup Penelitian 33

    Jenis dan Sumber Data 33

    Teknik Pengolahan dan Analisa Data 33

    Analisis Struktur Industri 34

    Analisis Rasio Konsentrasi (Concentration Ratio) 34

    Analisis Kinerja Industri  35

    Analisis Price cost—margin (PCM) 35

    Analisis Efisiensi  35

    Rasio Unit Labour Cost  (ULC) dan Unit Material Cost  (UMC) 35

    Analisis Hubungan Struktur dan Kinerja 35

  • 8/18/2019 Analisis Struktur Dan Kinerja Industri Gula

    12/75

    x

    Perumusan Model 36

    Hipotesis 37

    Analisis Time Series (Runtun Waktu) 37

    Analisis Regresi 38

    Uji Statistika dan Ekonometrika 395 HASIL DAN PEMBAHASAN 42

    Perkembangan Industri Gula Indonesia Tahun 1982-2011 42

    Analisis Struktur Industri 44

    Analisis Kinerja Industri 45

    Hubungan Struktur dan Kinerja Industri Gula Indonesia 45

    Implikasi Kebijakan 48

    6 SIMPULAN DAN SARAN 49

    Simpulan 49

    Saran 49

    DAFTAR PUSTAKA 50

    LAMPIRAN 53RIWAYAT HIDUP 60

    DAFTAR TABEL

    1 Regim kebijakan dan dampaknya terhadap impor dan kinerja

     pergulaan nasional 2

    2  Karakteristik suatu pasar 10

    3  Perkembangan produksi tebu Indonesia (Ton) tahun 2010-2012 16

    4 Perkembangan impor gula Indonesia tahun 2010-2012 18

     Negara pemasok gula impor Indonesia 19

    6 Alokasi impor gula kristal putih wewenang bulog 19

    7 Serapan gula oleh lini distribusi 21

    8  Kebijakan Industri gula Indonesia regim stabilisasi 24

    9 Regim kebijakan dan dampaknya terhadap impor dan kinerja

     pergulaan nasional 24

    10 

    Kebijakan industri gula Indonesia regim liberalisasi 25

    11Kebijakan industri gula Indonesia regim terkendali 26

    12 Hasil estimasi dengan model ordinary least square 

    ( Least Square Model) struktur dan kinerja gula di Indonesia

    tahun 1982-2011 46

    DAFTAR GAMBAR

    1 Perkembangan produksi konsumsi dan impor gula Indonesia Tahun

    2005-2012 3 

    2 Perbandingan harga bulanan gula domestik tahun 2009-2012

    3 Pengaruh struktur pasar yang tidak kompetitif terhadap terhadap

    harga 5

    4 Hubungan kekuatan pasar dengan kemampuan memaksimumkan

    keuntungan maksimum 13

  • 8/18/2019 Analisis Struktur Dan Kinerja Industri Gula

    13/75

    xi

    5 Kondisi MR=MC untuk memperoleh laba maksimum  14

    6 Negara pengimpor gula di dunia dan volume impor gula  18

    7 Komposisi produksi gula kristal putih Indonesia tahun 2009 20

    8 Pusat distribusi gula di Indonesia 21

    9 Jalur distribusi gula kristal putih di Indonesia 2310 Hubungan struktur, perilaku dan kinerja berdasarkan konsep SCP 30

    11 Kerangka pemikiran operasional 31

    12 Perkembangan nilai input, nilai output dan nilai tambah industri gula

    Indonesia periode 1982-2011 42

    13 Perkembangan biaya input industri gula Indonesia periode

    1982-2011 43

    14 Perkembangan perusahaan besar dan sedang industri gula Indonesia

    Periode 1982-2011 43

    DAFTAR LAMPIRAN

    1 Unit labour Cost  (ULC) industri gula Indonesia tahun

    1982-2011(Rupiah) 53 

    2 Unit material cost  (UMC) industri gula Indonesia tahun

    1982-2011(Rupiah) 54

    3 Price cost  margin (PCM) industri gula Indonesia tahun

    1982-2011(Rupiah) 55 

    4 Tingkat efisiensi (X-eff) industri gula Indonesia tahun

    1982-2011(Rupiah) 56

    5 Output hasil etimasi OLS 57

    6 Matriks korelasi variabel eksogen yang terdapat pada model

    analisis PCM 57

    6  Data mentah total nilai input, total nilai otput, nilai tambah, total upah

    tenaga kerja, nilai input tenaga kerja, nilai input bahan baku,

    PCM, X-eff, ULC, dan UMC industri gula besar dan sedang

    tahun 1982-2011 58

    7  Data mentah output empat perusahaan terbesar, delapan perusahaam

    terbesar, nilai CR4, dan CR8 industri gula besar dan sedang

    tahun 1982-2011 59

  • 8/18/2019 Analisis Struktur Dan Kinerja Industri Gula

    14/75

  • 8/18/2019 Analisis Struktur Dan Kinerja Industri Gula

    15/75

    PENDAHULUAN

    Latar Belakang

    Sektor industri merupakan leader-sector  bagi sektor-sektor laindalam kemajuan ekonomi di Indonesia. Produk-produk industrimenciptakan nilai tambah yang lebih dibandingkan produk-produk sektorlain. Hal ini karena sektor industri memiliki variasi produk yang sangat

     beragam dan mampu memberikan manfaat marjinal yang tinggi kepadakonsumennya (BPS 2011). Sektor Pertanian mempunyai peranan yangcukup penting dalam perekonomian, dilihat dari kontribusinya terhadapProduk Domestik Bruto (PDB) yang cukup besar sekitar 14.44% padatahun 2012 atau urutan kedua setelah sektor industri pengolahan (BPS2012).

    Subsektor perkebunan memiliki potensinya yang cukup besar,meskipun kontribusi terhadap PDB belum begitu besar yaitu sekitar 1.94

     persen pada tahun 2012 (urutan ketiga di sektor pertanian setelah subsektor tanaman bahan makanan dan perikanan) akan tetapi sub sektor inimerupakan penyedia bahan baku untuk sektor industri, penyerap tenagakerja, dan penghasil devisa (BPS 2012). Subsektor perkebunan merupakansalah satu subsektor pertanian yang paling mampu bertahan selama krisisekonomi, di tahun 2009 subsektor perkebunan memberikan kontribusi

     positif (US$ 19.967.000) pada neraca perdagangan, sedangkan subsektorlain bernilai minus (BPPP 2011).

    Tebu sebagai bahan baku industri gula merupakan salah satu komoditi

     perkebunan yang mempunyai peran strategis dalam perekonomian. Denganluas areal sekitar 450 ribu hektar pada tahun 2012, industri yang berbahan

     baku tebu merupakan salah satu sumber pendapatan bagi ribuan petani tebudan pekerja di industri gula. Gula juga merupakan salah satu kebutuhan

     pokok bagi sebagian besar masyarakat dan kalori yang relatif murah (BPS2012).

    Peningkatan konsumsi gula di Indonesia dari tahun ke tahunmemberikan peluang luas bagi peningkatan kapasitas produksi pabrik gula.Selain itu dari jumlah produksi gula di dalam negeri saat ini dirasakan

     belum mampu memenuhi kebutuhan gula (BPS 2012). Kebutuhan nasional

    hanya dapat dipenuhi sekitar 55% oleh industri gula, sedangkan 45%sisanya dipenuhi dengan mengimpor gula dari negara lain (Sudradjat 2010).Secara historis industri gula Indonesia mengalami pasang-surut,

    dalam menyikapi hal ini berbagai kebijakan dilakukan pemerintah untukmenghadapi situasi tersebut. Menurut Susila WR (2005), terdapat tiga

     periode kebijakan gula yang diterapkan di Indonesia (Lihat Tabel 1.1),kebijakan tersebut terdiri dari kebijakan stabilisasi, kebijakan liberalisasi,dan kebijakan terkendali.

  • 8/18/2019 Analisis Struktur Dan Kinerja Industri Gula

    16/75

     

    2

    Tabel 1 Regim kebijakan dan dampaknya terhadap impor dan kinerja pergulaan nasional

    Regim Periode Pertumbuhan (%)Produksi Konsumsi Impor

    Stabilisasi 1984-1996 1.0 4.2 17.5

    Liberalisasi 1997-2001 -5.8 -0.6 2.4Terkendali 2002-2004 8.1 1.5 -5.2

    Volume Rata-rata (Juta Ton)Produksi Konsumsi Impor

    Stabilisasi 1984-1996 2 207 2 573 0 312Liberalisasi 1997-2001 1 718 3 060 1 519Terkendali 2002-2004 2 034 2 800 0 762

    Sumber: Susila (2005)

    Berdasarkan Tabel 1, setiap kebijakan yang diterapkan memilikidampak yang berbeda terhadap kinerja gula nasional. Pada periodestabilisasi produksi nasional mengalami peningkatan dengan laju 1.0%, dan

    impor bersifat residual. Adapun pada periode liberalisasi ditandai dengandibukanya pasar impor Indonesia secara dramatis, dimana impor guladilakukan dengan tarif impor 0% dan pelaku dilakukan oleh perusahaanimportir. Akibatnya, impor gula meningkat yang puncaknya sebesar 1.73

     juta ton pada tahun 1998, serta terjadi penurunan produksi nasional sebesar5.8% pada periode ini.Sedangkan pada periode terkendali yang bertujuanuntuk mengendalikan impor, dengan membatasi importir hanya menjadiimportir produsen dan importir terdaftar, kebijakan ini mampu mendorong

     produksi dengan peningkatan sebesar 8.1% dan impor turun sebesar 5.2%.Berdasarkan Tabel 1, meskipun pada periode terkendali industri gula

    nasional menunjukkan peningkatan, namun secara umum pada dekadeterakhir kinerjanya mengalami penurunan, baik dari sisi produksi maupuntingkat efisiensi (Sudradjat 2010), sedangkan proporsi impor gula nasionalmasih bersifat residual dan masih menjadi kendala dalam industri. Besarnya

     proporsi impor diakibatkan oleh adanya kecenderungan penurunan produksinasional yang tidak seimbang dengan kenaikan konsumsi domestik (baikrumah tangga maupun industri) terus mengalami peningkatan. (Sudradjat2010).

    Menurut BPS (2012), berdasarkan perkembangan produksi, konsumsi,dan impor gula Indonesia (Lihat Gambar 1), terdapat gap antara produksidan konsumsi gula nasional, dari 2005-2012 (lihat Gambar 1), dimana

     produksi nasional Produksi gula nasional berfluktuatif dengan variasi yangkecil, hal ini tidak sebanding dengan konsumsi dan impor yang justrucenderung meningkat sepanjang tahun. Pada tahun 2010 mencapai 2.29 jutaton dan turun 1.95 persen pada tahun 2011 menjadi 2.24 juta ton. Padatahun 2012 produksi mengalami peningkatan sebesar 15.87% atau menjadi2.60 juta ton.

  • 8/18/2019 Analisis Struktur Dan Kinerja Industri Gula

    17/75

     

    3

    Gambar 1 Perkembangan produksi konsumsi dan impor gula Indonesia

    Tahun 2005-2012(Sumber : BPS 2012).Kondisi struktur gula nasional yang tercermin dari harga gula

    domestik juga masih fluktuatif dan cenderung meningkat. BerdasarkanGambar 2, jika dibanding pada Juni 2012 dengan Juni 2011, terjadi

     peningkatan harga sebesar 20.2%. Begitu juga pada Juni 2012 dengan Juni2010, peningkatan terjadi sebesar 25.3%. Sedangkan harga bulan Juni 2012dengan Juni 2009 terjadi peningkatan sebesar 45.9% (Disperindag 2012).Berdasarkan keterangan di atas, fluktuasi harga domestik erat kaitannyadengan perubahan struktural dan peran kebijakan. Ketidaksiapan strukturaldan pengaruh perubahan kebijakan berimplikasi terhadap harga guladomestik dan tingkat ketergantungan impor gula di masa mendatang(Kemenperin 2013).

    Gambar 2 Perbandingan harga bulanan gula domestik Tahun 2009-2012(Sumber: Disperindag 2012)

    Menurut Sudradjat (2010), Struktur pasar gula Indonesia bersifatoligopolistik. Dimana dalam setiap lelang gula yang dilakukan oleh AsosiasiPetani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) atau PT. Perkebunan Nusantara

    (PTPN) hanya beberapa pedagang yang terlibat, kondisi ini menggambarkan

  • 8/18/2019 Analisis Struktur Dan Kinerja Industri Gula

    18/75

     

    4

     bahwa hanya beberapa produsen saja sebagai penentu harga di pasar. Padatahun 2009 hanya ada 4 perusahaan yang memimpin pasar dan berikut, PTPermata Dunia Sukses Utama dan PT Sentra Usahatama sebesar 20%, PT

     Angels Product 16%, serta PT Jawamanis 15% (GAPPMI 2010).

    Perumusan Masalah

    Industri gula masih menjadi sektor yang potensial untukdikembangkan, dengan tingkat efisiensi yang masih belum memadai serta

     pasar yang terdistorsi, revitalisasi pada industri gula perlu melakukan berbagai perubahan dan penyesuaian guna meningkatkan produktivitas, danefisiensi, sehingga menjadi industri yang kompetitif, mempunyai nilaitambah yang tinggi (BPPP 2007).

    Gula merupakan salah satu kebutuhan primer yang dibutuhkan olehsetiap manusia. Peningkatan jumlah penduduk, pendapatan dan

     perkembangan industri makanan dan minuman mengakibatkan permintaangula meningkat dari waktu ke waktu. Sementara ketersediaan yang berasaldari produksi dalam negeri belum mampu memenuhi kebutuhan, hal inimenjadi daya tarik impor gula baik yang legal maupun yang ilegal. Kondisiini menghantarkan industri gula menghadapi banyak persoalan, diantaranyayang paling menonjol dalam hal kinerja (gap produksi, konsumsi dan impornasional) serta dalam hal struktur industri (persaingan, distorsi pasar, sertafluktuasi dan trend kenaikan harga domestik).

    Dekade terakhir kinerja industri belum terlihat membaik, terdapat gap

    antara produksi dan konsumsi gula nasional, sehingga impor selalu menjadikonsekuensi dari gap yang terjadi, sementara itu struktur industri gula yangterindikasi tidak kompetitif menyebabkan turunnya daya saing industri dankinerja industri (GAPPMI 2010). Sehingga dibutuhkan upaya yangintegratif agar industri ini kembali kompetitif.

    Berdasarkan keterangan di atas, industri gula penting untuk diteliti,terutama terkait struktur dan kinerjanya, dikarenakan upaya mengembalikankejayaan industri gula tidak dapat dilepaskan dari pembahasan mengenaiorganisasi industri, dimana industri merupakan bagian dari disiplin ekonomimikro yang khusus mengkaji tentang perusahaan, pasar, dan interaksi antarakeduanya. Banyak paradigma yang berkembang untuk menjelaskan interaksitersebut, diantaranya yang paling poluler adalah konsep Structure-Conduct -Performance (SCP).

    Paradigma SCP pertama kali dikenalkan oleh Edward S. Mason(1939) yang kemudian dikembangkan oleh oleh Joe S. Bain (1941).Perspektif dalam SCP adalah bahwa struktur industri mempengaruhi

     perilaku pelaku usaha, dan selanjutnya interaksi antara struktur pasar dan perilaku pengusaha akan berdampak pada kinerja industry (Baye 2010).

    Adapun menurut model Carlton dan Perloff (2000), struktur, perilakudan kinerja merupakan hubungan yang bersifat simultan. Sehingga konsepstruktur industri juga bisa digunakan untuk mengetahui kinerja. Dalam

    struktur pasar terdapat tiga elemen pokok yaitu pangsa pasar (market share),

  • 8/18/2019 Analisis Struktur Dan Kinerja Industri Gula

    19/75

     

    5

    konsentrasi (concentration), dan hambatan (barriers of entry). Pangsa pasarmerupakan tujuan perusahaan, peranannya adalah sebagai sumberkeuntungan bagi perusahaan. Sedangkan konsentrasi merupakan kombinasi

     pangsa pasar dari perusahaan-perusahaan oligopolis dimana terdapat adanya

    saling ketergantungan diantara perusahaan-perusahaan tersebut. Kombinasi pangsa pasar perusahaan-perusaaan tersebut membentuk suatu tingkat kon-sentrasi dalam pasar (Wihana Kirana 2001).

    Menurut Church dan Ware (2000), ada beberapa cara mengamatikaitan antara struktur, perilaku dan kinerja. Pertama; hanyamemperhatikan secara mendalam dua aspek, yaitu kaitan antara strukturdan kinerja industri, sedangkan aspek perilaku kurang ditekankan. Kedua;

     pengamatan kinerja dan perilaku, dan kemudian dikaitkan lagi denganstruktur. Ketiga; menelaah kaitan struktur terhadap perilaku dan kemudiandiamati kinerjanya. Keempat; kinerja tidak perlu diamati lagi, oleh karenatelah dijawab dari hubungan struktur dan perilakunya.

    Dalam penelitian ini akan digunakan cara yang pertama. Dengan katalain lebih menekankan aspek struktur dan kinerja industri gula. Sedangkan

     pertanyaan penting dalam penelitian tentang apakah struktur industrimempengaruhi kinerja dengan menggunakan metode rasio konsentrasi.Metode rasio konsentrasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah CR-4(concentration ratio-4) dan CR-8 (concentration ratio-8).

    Secara teoritis, pasar yang tidak kompetitif karena adanya perilakuoligopoli dapat menyebabkan kenaikan harga gula di atas harga pasar (P2 >P1) (lihat Gambar 3), meningkatnya suplus produsen dan berkurangnyasurplus konsumen. Kondisi ini berimplikasi pada struktur industri gulamenjadi tidak kompetitif dan terjadinya inefisiensi teknis (P2 > AC > MC)dan inefisiensi alokatif (Q2 < Q1). Kondisi ini tidak bisa dibiarkan, apalagimengingat industri gula sebagai industri yang strategis dan sekaliguskomoditas yang protektif. Sehingga kajian bagaimana struktur terhadapkinerja menjadi perlu untuk dilakukan.

    Gambar 3 Pengaruh struktur pasar oligopoli terhadap terhadap harga

    AC

    Q2

    MC

    MR

    D

    Q1

    P1

    P2

  • 8/18/2019 Analisis Struktur Dan Kinerja Industri Gula

    20/75

     

    6

    Berdasarkan Gambar 3, ketidaksempurnaan struktur pasar produkmempengaruhi kinerjanya, di antara yang paling penting adalah efek pada

     penetapan harga perusahaan. Pasar produk yang tidak kompetitifmenyebabkan perusahaan melakukan strategi harga (mark- up)  atas biaya

    marjinal mereka dan melakukan praktik monopoli. Jika praktik ini bertahandari waktu ke waktu dan menyebabkan hambatan kompetisi, maka hargalebih tinggi bisa terjadi pada kondisi yang seharusnya harga output bisalebih rendah. Tindakan kebijakan mungkin bertujuan untuk mendorong

     persaingan yang lebih kuat, untuk mengurangi praktik mark- up  harga(Martin 1996). Oleh karena itu perlu juga menganalisis bagaimanaimplikasi hasil analisis penelitian ini dengan kebijakan industri terutama

     pada variabel-variabel yang diamati.Berdasarkan latar belakang dan uraian permasalahan di atas, maka

     perlu dilakukan suatu kajian sebagai berikut:1.

     

    Bagaimana kondisi struktur dan kinerja industri gula di Indonesia.

    2. 

    Bagaimana keterkaitan hubungan antara struktur dan kinerja dalamIndustri gula di Indonesia.

    3.  Bagaimana implikasi analisa terhadap kebijakan untuk mendorongkembalinya industri gula yang kompetitif.

    Tujuan Penelitian

    Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis keterkaitan strukturstruktur industri terhadap kinerja industri gula di Indonesia dan implikasinyaterhadap kebijakan. Sedangkan secara spesifik tujuan penelitian adalah

    sebagai berikut:1.  Mengidentifikasi kondisi struktur dan kinerja industri gula diIndonesia.

    2.  Menganalisis hubungan antara struktur dan kinerja dalam Industrigula di Indonesia

    3.  Menganalisis implikasi kebijakan untuk mendorong kembalinyaindustri gula yang kompetitif

    Manfaat Penelitian

    Penelitian ini diharapkan menjadi kontribusi pemikiran dalam kajianindustri gula. Kajian ini juga diharapkan memberi pemahaman yang lebih

     baik tentang perkembangan dan permasalahan industri gula dan kebijakan pemerintah terhadap industri gula di Indonesia. Selain itu diharapkan bisamenjabarkan ketahanan pangan dengan konteks yang lebih luas sistem pasardan menggabungkan banyak unsur struktur dan kinerja, sehinggamemungkinkan untuk lebih mengantisipasi respon pasar, lebih lengkapmenentukan skenario yang relevan dan komprehensif sehingga dapatmembantu mengarahkan waktu intervensi pemerintah, melengkapi danmengubah skenario kebijakan.

  • 8/18/2019 Analisis Struktur Dan Kinerja Industri Gula

    21/75

     

    7

    Ruang Lingkup Penelitian

    Ruang lingkup penelitian ini dibatasi pada industri gula gula pasir diIndonesia, dengan Kode ISIC ( Internasional Standard of Industrial

    Classification) 31181dan 15421.Menitik beratkan kepada analisa keterkaitan struktur industri terhadapkinerja industri gula di Indonesia, serta bagaimana implikasi kebijakan gunamendorong kembalinya industri gula yang kompetitif.

  • 8/18/2019 Analisis Struktur Dan Kinerja Industri Gula

    22/75

     

    8

    TINJAUAN PUSTAKA

    Konsep Structure, Conduct, Performance (SCP) 

    Industri dapat dikaji menggunakan pendekatan organisasi industriyang mencakup struktur (structure),  perilaku (conduct), kinerja(performance). Aspek yang diterapkan dalam konsep SCP salah satunyadapat mengkaji struktur pasar dan kaitannya dengan kinerja perusahaan(Shepherd 1992).

    Struktur dan perilaku akan memengaruhi kinerja seperti yangditunjukkan dalam harga pasar dan efisiensi dan tingkat inovasi. Industrididefinisikan sebagai kumpulan dari perusahaan-perusahaan yangmenghasilkan barang-barang yang homogen, atau barang-barang yangmempunyai sifat saling mengganti secara erat (Hasibuan 1994).

    Sedangkan secara mikro, industri didefinisikan sebagai kegiatan ekonomiyang menciptakan nilai tambah (Hasibuan 1993). Dalam arti luas industriadalah kumpulan perusahaan yang memproduksi barang atau jasa yangmempunyai elastisitas permintaan silang (cross elasticities of demand )yang positif dan tinggi.

    Mengkaji hubungan antara struktur dan kinerja industri, tidak bisadilepaskan dengan teori organisasi industri, dikarenakan aspek ini bagiandari disiplin ilmu ekonomi mikro yang khusus mengkaji tentang

     perusahaan, pasar, dan interaksi antara keduanya. Konsep SCP adalah teoriyang popular untuk menjelaskan interaksi antara struktur pasar dan kinerjaindustry. Konsep SCP pertama kali dikenalkan oleh Edward S. Mason

    (1939) yang kemudian dikembangkan oleh oleh Joe S. Bain (1941).Perspektif dalam SCP adalah bahwa struktur industri mempengaruhi

     perilaku pelaku usaha, dan selanjutnya interaksi antara struktur pasar dan perilaku pengusaha akan berdampak pada kinerja industri (Baye 2010).

    Kinerja suatu industri menunjukkan bagaimana pengaruh kekuatan pasar terhadap keuntungan, nilai dan efisiensi. Kinerja secara lebih rincidapat dilihat dari tingkat keuntungan, nilai tambah dan efisiensi (Hasibuan1994). Sedangkan menurut model Silvester (1993), dalam penelitian

     perilaku terhadap kinerja industri, hubungan ini dapat diukur dari nilai price cost-margin (PCM), yang dihitung melalui perbandingan antara nilaitambah dan upah dan nilai output total dalam industri.

    Berdasarkan keterangan tentang kinerja di atas, maka alam penelitiankinerja industri gula akan dianalisis dengan melibatkan variabel efisiensi,rasio input produksi, dan kondisi kekuatan pasar dengan variabelkonsentrasi rasio industri dan variabel dummi keterbukaan pasar.Diharapkan beberapa variabel ini dapat menjelaskan kinerja industri gulalebih lengkap.

    Daryanto (2004) mengungkapkan yang dimaksud dengan kinerjaadalah:1) Apakah perusahaan-perusahaan meningkatkan kesejahteraanekonomi?; 2) Apakah mereka bekerja secara efisien, menghindari

     pemborosan faktor-faktor produksi yang langka sifatnya?; 3) Apakah

    alokasi faktor-faktor produksi telah efisien secara ekonomis?;4) Apakah

  • 8/18/2019 Analisis Struktur Dan Kinerja Industri Gula

    23/75

     

    9

     perusahaan-perusahaan secara efektif meningkatkan kesempatan kerja dan pertumbuhan ekonomi?

    Ada beberapa pertimbangan yang digunakan untuk menjadikan perusahaan tertentu mempunyai kinerja yang baik sebagai barometer harga.

    Pertama, jika terjadi persaingan yang kurang sehat dalam suatu industrioligopoli. Kedua, dapat mengurangi kerja administrasi, karena perhitunganongkos-ongkos yang berulang-ulang. Ketiga, perusahaan yang menjadi

     barometer itu telah menunjukkan prestasi yang bagus, yang hampir tidakmeleset ramalan-ramalannya (Hasibuan, 1994). Dalam kinerja pasarterdapat konsekuensi dan kekuatan pasar yaitu kemampuan perusahaan-

     perusahaan untuk mempengaruhi harga produk-produk yang mereka jualkepada konsumen. Pada kenyataannya kekuatan pasar dapat mempengaruhisecara mencolok terhadap harga, keuntungan, dan nilai-nilai lainnya. Dalamkinerja juga memperhatikan pertumbuhan dan kemungkinan pengaruh-

     pengaruh monopoli yang ditimbulkannya (Jaya 2001).

    Berdasarkan keterangan tentang kinerja di atas, maka dalam penelitiankinerja industry gula bisa melibatkan variabel efisiensi, rasio input produksi,dan kondisi kekuatan pasar dengan variabel rasio konsentrasi industri danvariabel keterbukaan pasar. Dengan harapan dapat menjelaskan kinerjaindustri gula lebih lengkap.

    Struktur Pasar dan Pengukurannya

    Struktur pasar merupakan kunci penting dari pola konsepkonvensional dalam ekonomi industri. Menurut Shepherd (1992), struktur

     pasar terwujud dengan melihat ukuran distribusi perusahaan-perusahaan

    yang bersaing. Jika perusahaan semakin banyak jumlahnya maka dapatmenurunkan pangsa pasarnya. Untuk memperluas pangsa pasar, suatu

     perusahaan menghadapi sejumlah rintangan. Setiap struktur pasar beradadi antara pasar monopoli dan persaingan.Setiap perusahaan memilikistruktur pada masing-masing keadaan tertentu.

  • 8/18/2019 Analisis Struktur Dan Kinerja Industri Gula

    24/75

     

    10

    Tabel 2 Karakteristik suatu pasar berdasarkan pangsa pasar

     No Tipe pasar Kondisi UtamaHambatanMasuk

    Efisiensi

    1 Natural Monopoli Menguasai 100% pangsa pasar Sangat

    tinggi

    Kurang baik

    2 Oligopoli ketat empat perusahaan yangtergabung dan memiliki pangsa pasar 60-100% persen,sehingga mudah menentukankesepakatan harga relatif

    Tinggi Kurang baik

    3 Perusahaan dominan Menguasai min 50-100% pangsa pasar tanpa pesaingkuat

    Tinggi Kurang baik

    4 Oligopoli longgar Gabungan empat perusahaanyang menguasai pangsa pasar40%

    Tinggi Kurang baik

    5 Persainganmonopolistic

    Banyak pesaing efektifdan tidak satupun yangmemiliki pangsa pasar bih dari10%

    Rendah Cukup baik

    6 Persaingan murni Pesaing > dari 50 dan tidakada satupun yangMemiliki pangsa pasaryang berarti.

    Sangatrendah

    Baik

    Sumber: Shepherd (1992)

    Berdasarkan Tabel 2, karakteristik suatu pasar ditinjau dari tipe pasarnya, kondisi utama, hambatan masuk dan efisiensi pasar (Shepherd1992). Karakteristik ini yang dapat dijadikan acuan dalam penelitian iniuntuk menentukan struktur industri gula yang diketahui dari besarnyakonsentrasi industri gula.Dasar pengelompokkan berdasarkan pangsa pasar terbagi menjadi tujuh.Pertama; termasuk monopoli murni (natural monopoly), jika menguasai100% pangsa pasar. Kedua; oligopoli penuh (tight oligopoly), jika empat

     perusahaan terbesar menguasai 60%, atau delapan perusahaan menguasai99% pasar. Ketiga; termasuk perusahaan dominan, jika 4 empat

     perusahaan terbesar menguasai 72% pasar atau delapan perusahaanterbesar menguasai 88% pasar. Keempat; termasuk oligopoli longgar, jika

    4 empat perusahaan terbesar menguasai 61% atau delapan perusahaanterbesar menguasai 77% pasar. Kelima; termasuk oligopsoni, jika 4 empat perusahaan terbesar menguasai 33% atau delapan perusahaan terbesarmenguasai 45% pangsa pasar. Kelima; jika 4 empat perusahaan terbesarmenguasai 32% pasar. Keenam; termasuk persaingan monopolistik, jikatidak satu pun yang memiliki pangsa pasar lebih dari 10 persen. Danketujuh; termasuk persaingan murni, jika lebih besar dari 50% dan tidaksatu pun yang memiliki pangsa pasar yang berarti (Shepherd 1992)

    .Struktur ini mempengaruhi perilaku perusahaan. Struktur dan perilaku mempengaruhi kinerja pasar. Kinerja yang baik mencakup hargayang rendah dan efisien. Struktur pasar juga menggambarkan ukuran

    distribusi perusahaan-perusahaan yang berkompetisi di suatu pasar yang

  • 8/18/2019 Analisis Struktur Dan Kinerja Industri Gula

    25/75

     

    11

    terdiri dari pangsa pasar dan tingkat konsentrasi. Struktur pasar juga dapatdilihat dari jumlah penjual dan pembeli dan entry condition. Hal utama daristruktur, perilaku dan kinerja adalah determinan-determinan yangmembentuk struktur itu sendiri.

    Stuktur pasar didefinisikan sebagai kumpulan berbagai faktor yangmempengaruhi tingkat kompetisi di pasar. Struktur pasar sendiri dipengaruhioleh berbagai faktor seperti tingkat penguasaan teknologi, elastisitas

     permintaan terhadap suatu produk, lokasi, ada atau tidaknya hambatanmasuk pasar (entry barrier ) ataupun keterbukaan pasar, tingkat efisiensiserta beberapa faktor lainnya. Jenis struktur pasar bervariasi, namun padadasarnya secara ekstrim bisa dikelompokkan ke dalam dua bentuk yaitu,

     pasar pasar persaingan sempurna dan pasar persaingan tidak sempurna.Yang termasuk kedalam pasar persainagn tidak sempurna adalah pasarmonopoli, oligopoli, dan pasar persaingan monopolistik.

    Ukuran biasa digunakan untuk menjelaskan struktur pasar adalah rasio

    konsentarasi. Selain rasio konsentrasi, struktur pasar juga dapat diukurdengan variabel nilai tambah, rasio tenaga kerja dan bahan baku, modalyang dimiliki perusahaan atau lebih luas lagi dengan variabel aset

     perusahaan (Fitriani 2005).Perlu dipahami bahwa konsep struktur pasar bersifat dinamis, artinya

    struktur pasar yang tadinya mengarah ke persaingan sempurna, dapat saja berubah menjadi monopolistis karena adanya intervensi pemerintah atauaksi dari produsen. Kondisi struktur pasar selanjutnya akan mempengaruhi

     perilaku perusahaan dalam menentukan harga jual, promosi produk, jugadalam strategi interaksi dengan perusahaan lain. Terdapat dua jenis strategiinteraksi antara pelaku usaha, yaitu (1) interaksi yang bersifat non-kooperatif, dimana strategi yang diambil akan menguntungkan dirinyasendiri atau bahkan merugikan pesaingnya, dan (2) interaksi yang bersifatkooperatif, dimana terjadi berbagai kesepakatan antara pelaku usaha dalam

     bentuk kartel dan kesepakatan harga. Pilihan strategi oleh pelaku usahasangat penting karena akan berdampak pada penetapan harga. Interaksiantara struktur pasar dan perilaku perusahaan pada akhirnya akanmelahirkan keputusan pelaku usaha dalam hal penetapan harga jual (Baye2010).

    Ukuran biasa yang digunakan untuk menjelaskan struktur pasar adalahrasio konsentarasi. Selain rasio konsentrasi, struktur pasar juga dapat diukur

    dengan variabel nilai tambah, rasio tenaga kerja dan bahan baku, modalyang dimiliki perusahaan atau lebih luas lagi dengan variabel aset perusahaan (Fitriani 2005). Menurut Jaya (2001), konsentrasi adalahkombinasi pangsa pasar dari perusahaan-perusahaan oligopolis dimanamereka menyadari adanya saling ketergantungan. Kombinasi pangsa pasarmembentuk suatu tingkat pemusatan dalam pasar. Untuk menentukankonsentrasi suatu perusahaan dapat menggunakan metode rasio konsentrasiempat atau delapan perusahaan terbesar (CR4 dan CR8)) dan Indeks

     Hirschmann-Herfindahl  (HHI). CR4 memerlukan ukuran pasar secarakeseluruhan dan ukuran perusahaan yang memimpin pasar, sedangkanHHI merupakan penjualan kuadrat pangsa pasar semua perusahaan dalam

    suatu industri.

  • 8/18/2019 Analisis Struktur Dan Kinerja Industri Gula

    26/75

  • 8/18/2019 Analisis Struktur Dan Kinerja Industri Gula

    27/75

     

    13

    harga dan biaya yang dihitung dari nilai tambah dikurangi biaya tenagakerja dibagi nilai output.

    Berdasarkan Culha dan Yihan (2005) variabel rasio biaya inputmerupakan variabel pelengkap dan berdasarkan ketersediaan data, maka

    model ini bisa diadopsi. Efisiensi digunakan untuk melihat perbandinganantara input yang dipakai dengan output yang dihasilkan. Efisiensi terdiriatas dua jenis, yaitu efisiensi internal dan efisensi alokatif.

    Berdasarkan teori kekuatan pasar terdapat hubungan antara struktur pasar dengan kinerjanya, hubungan ini dapat diukur dari perolehan margin  perusahaan dalam industri yang merupakan salah satu ukuran kinerja pasar.

    Gambar 4 Hubungan kekuatan pasar dengan kemampuan memaksimumkan

    keuntungan maksimum) (Sumber: Koch dalam Robiani 2002)

    Berdasarkan Gambar 4 a, terlihat bahwa P1 > AC > MC dan output perusahaan yang memaksimumkan keuntungan adalah Q1, pada kondisistruktur pasar monopolis. Sedangkan Pada Gambar 4 b, terlihat bahwa P2 =AC > MC dan output perusahaan yang memaksimumkan keuntunganadalah Q2, pada kondisi tidak ada kekuatan pasar karena P2 = AC ataustruktur pasar kompetitif (Robiani 2002).

    Konsep Keuntungan

    Teori yang digunakan dalam mengetahui kondisi keuntungan perusahaan adalah marginal cost pricing melalui maksimisasi biaya.Motivasi bagi produsen untuk melakukan kegiatan ekonomi adalahmemperoleh keuntungan, yang merupakan kepentingan perusahaánindividual/pribadi (self interest). Harga merupakan petunjuk yang sangat

     berguna dalam mengalokasikan sumber-sumber ekonomi yang jumlahnyatertentu sehingga dapat di perkirakan apakah biaya produksi rata-rata masihmemberikan keuntungan, baik keuntungan ekonomi (supernormal profit)atau keuntungan yang normal. Bila perusahaan memutuskan untukmenghasilkan output pada saat menghasilkan 1 unit output tambahan

    MC

    AC

    Q1 

    P2

    Q2

    ACMC

    MRD

    Q

    P1 

    4a 4b

  • 8/18/2019 Analisis Struktur Dan Kinerja Industri Gula

    28/75

     

    14

    akan menghasilkan MR yang lebih besar dari biaya yang harus dikeluarkan.Begitu juga jika MR

  • 8/18/2019 Analisis Struktur Dan Kinerja Industri Gula

    29/75

     

    15

    Rasio Biaya Input Unit labor Cost (ULC) dan Unit Material Cost (UMC)

    Variabel rasio Unit labor Cost   (ULC) dan Unit Material Cost  (UMC) merupakan rasio antara input/biaya tenaga kerja dan biaya bahan

     baku per nilai output. Berdasarkan Culha dan Yihan (2005) variabel rasio biaya input merupakan variabel pelengkap dan berdasarkan ketersediaandata, maka model ini bisa diadopsi, dimana model tersebut dimodifikasidari model berikut ini:

    PCM = f (CR4, ULC, UMC, OPEN….……(5)

    Konsep Efisiensi

     Nilai output suatu industri pengolahan merupakan nilai keluaran yangdihasilkan dari proses kegiatan industri yang berupa barang yang dihasilkan,tenaga listrik yang dijual, jasa industri, keuntungan jual beli, pertambahanstok barang setengah jadi dan penerimaan lain. Sedangkan biaya inputadalah biaya yang dikeluarkan dalam proses industri yang berupa bahan

     baku, bahan bakar, barang lainnya diluar bahan baku/bahan penolong, jasaindustri, sewa gedung, dan biaya jasa non industri (Statistik Indonesia,2009). Menurut Baye (2010) dan ketersediaan data, efisiensi dapat dihitungmelalui pendekatan nilai tambah, sehingga dirumuskan:

     Nilai Tambah

    Efisiensi = X100% .......... (6)  Nilai Output

    Menurut Badan Pusat Statistik (2000), efisiensi merupakan hasil dari biaya input yang dibagi dengan nilai output. Efisiensi ini digunakan untukmelihat perbandingan antara input yang dipakai dengan output yangdihasilkan. Efisiensi terdiri atas dua jenis, yaitu efisiensi internal danefisensi alokatif. Efisiensi internal menunjukkan perusahaan dikelola dengan

     baik dan ada usaha maksimum dari dari para pekerja. Efisensi alokatifmenggambarkan sumber daya ekonomi yang dialokasikan sedemikian rupasehingga tidak ada lagi perbaikan dalam berproduksi yang dapat menaikkannilai dari output.

    Karakteristik Produk

    Tebu merupakan bahan baku industri gula. Dilihat dari aspekagronomis tebu merupakan tanaman perkebunan/industri berupa rumputtahunan. Tanaman ini merupakan komoditi penting karena di dalam

     batangnya terkandung 20% cairan gula. Tanaman ini diperkirakan berasaldari India, di Jawa Barat tebu dikenal dengan naman tiwu sejak 400 tahunyang lalu. Adapun klasifikasi tanaman tebu adalah sebagai berikut:

    Divisi : Spermatophyta

    Sub Divisi : Angiospermae

  • 8/18/2019 Analisis Struktur Dan Kinerja Industri Gula

    30/75

     

    16

    Kelas : MonocotyledonaeKeluarga : PoaceaeGenus : SaccharumSpesies : Saccharum officinarum

    Klasifikasi Gula di Indonesia

    Gula terdiri dari beberapa jenis berdasarkan standar ICUMSA(International Commission for Uniform Methods of Sugar Analysis).Semakin putih gula maka semakin kecil nilai ICUMSA dalam skalainternational unit (IU), berdasarkan standar tersebut gula dibedakan seperti

     berikut ini.

    Gula Kristal Putih

    Kementerian Perindustrian mengelompokkan gula kristal putih inimenjadi tiga bagian yaitu Gula kristal putih 1 dengan nilai ICUMSA 250,Gula kristal putih 2 dengan nilai ICUMSA 250-350 dan Gula kristal putih 3dengan nilai ICUMSA 350-4507. Semakin tinggi nilai ICUMSA makasemakin coklat warna dari gula tersebut serta rasanya pun yang semakinmanis. Gula tipe ini umumnya digunakan untuk rumah tangga dandiproduksi oleh pabrik-pabrik gula didekat perkebunan tebu dengan caramenggiling tebu dan melakukan proses pemutihan, yaitu dengan tekniksulfitasi.

    Perkembangan Produksi Tebu Indonesia

    Perkembangan produksi tebu di Indonesia selama tiga tahun terakhirterus mengalami penurunan. Tahun 2010 mencapai 2.29 juta ton dan turun1.95 persen pada tahun 2011 menjadi 2.24 juta ton. Pada tahun 2012

     produksi tebu mengalami peningkatan sebasar 15.87% atau menjadi 2.60 juta ton. Adapun komposisi produksi secara lengkap dapat dilihat pada tabel berikut ini:

    Tabel 3 Perkembangan produksi tebu Indonesia tahun (Ton) 2010-2012

    Tahun PerkebunanRakyat (PR)

    PerkebunanBesar Negara

    (PBN)

    PerkebunanBesar Swasta

    (PBS)

    Jumlah Pertumbuhan

    (%)2010 1.208.897 331.400 748.438 2.288.735 -1.932011 1.191.161 314.228 621.280 2.126.669 -7.082002 1.450.720 410.068 739.564 2.600.352 15.86

    Sumber : BPS (2012)

    Produksi tebu (setara gula) terbesar berasal dari propinsi jawa timur.Pada tahun 2012 produksi tebu jawa timur sebesar 1.24 juta ton atau sekitar48.40% dari total produksi tebu Indonesia. Sementara itu propinsi lainnyayang juga merupakan penghasil tebu yang cukup besar yakni Lampung

  • 8/18/2019 Analisis Struktur Dan Kinerja Industri Gula

    31/75

     

    17

    sebesar 747.08 ribu ton (28.7%), Jawa Tengah sebesar 247.48 ribu ton (9.52%), dan Jawa Barat sebesar 114.48 ribu ton (4.40%).

    Persentase produksi tebu yang diusahakan oleh perkebunan rakyat(PR) selama periode 2010-2012 yakni berkisar 52.82 – 57.23%, sedangkan

     perkebunan besar negara (PBN) berkisar 14.48-16.71%, dan untuk perkebunan besar swasta (PBS) berkisar 29.21-32.70%. Produksi tebuIndonesia tahun 2012 sebesar 2.60 juta ton yang berasal dari PR sebesar1.45 juta ton (55.79%), PBN sebesar 0.41 juta ton (15.77%), dan PBSsebesar 0.74 juta ton (28.44%).

    Perkembangan Konsumsi Gula di Indonesia 

    Berdasarkan Gambar 1, Gula pasir Indonesia mengalami kenaikansetiap tahunnya. Di tahun 2012 konsumsi nasional sebesar 5.34 juta ton(BPS, 2012). Sebagai salah satu komoditas startegis di Indonesia. secara

    historis, kebutuhan gula per kapita relatif stagnan sekitar 12 kg per tahunsejak tahun 1990 dengan tren pertumbuhan yang meningkat pertambahan

     jumlah penduduk. Sebaliknya, perkembangan konsumsi gula industri dalamkurun waktu 1990-2007 cenderung berfluktuatif mengikuti perkembangankinerja industri penggunanya. Pada periode krisis, konsumsi gula industrimenurun secara signifikan hingga di bawah level konsumsi tahun 1990sejalan dengan penurunan kinerja industripenggunannya. Namun demikian,sejak 2000 konsumsi gula industri mulai mengalami peningkatan hinggamencapai 1 juta ton di 2007. Diantara industri pengguna gula, industryminuman merupakan konsumen terbesar (7%), disusul oleh industri

     pengolahan susu (6%) dan industri roti dan biskuit (3%) (GAPPMI 2010).

    Perkembangan Impor Gula Indonesia 

    Indonesia merupakan negara pengimpor gula terbesar kelima didunia setelah Eropa Timur, Timur Tengah, Afrika, dan Uni Eropa (lihatGambar 6) dengan volume lebih dari 2 juta ton per tahun.

  • 8/18/2019 Analisis Struktur Dan Kinerja Industri Gula

    32/75

     

    18

    Gambar 6 Negara pengimpor gula di dunia dan volume impor gula (Sumber:GAPPMI 2010)

    Secara historis, perkembangan impor gula sangat jelas dipengaruhi

    oleh kebijakan pemerintah. Periode 1996-1998, impor gula mengalami peningkatan sangat tajam karena pemberlakuan tarif impor 0%, hilangnyahak monopoli impor Bulog sejak tahun 1998, sehingga jumlah importirtumbuh pesat dan harga gula dunia yang lebih rendah daripada biaya

     produksi dalam negeri. Selain mempengaruhi impor, kebijakan pemerintah juga berperan penting dalam stabilisasi harga gula di tingkat eceran.Sepanjang 1993-2007 perkembangan harga gula di tingkat konsumencenderung stabil di bawah Rp 1000/kg. relatif stabilnya harga gula tidakterlepas dari peran Bulog sebagai stabilisator harga gula melalui penetapanharga jual gula di tingkat petani (harga  provenue) yang didasarkan atastarget harga eceran pemerintah, tingkat inflasi sebagai representasi biaya

     produksi dan transportasi, dan harga pupuk sebagai representasi biaya produksi. Sebaliknya, pada periode setelah krisis di mana Bulog sudah tidakmemiliki wewenang untuk mengatur harga di tingkat petani, tren harga ditingkat konsumen cenderung meningkat dengan tingkat volatilitas yanglebih tinggi mengikuti perkembangan pasar (GAPPMI 2010).

    Berdasarkan Tabel 4, Selama periode 2010-2012 impor gula tebuIndonesia memiliki pola yang cenderung meningkat. Pada tahun 2010volume impor gula mencapai 1.38 juta ton (US$ 803 juta), pada tahun 2011mengalami peningkatan sebesar 71.52% menjadi 2.37 juta ton dengan nilaisebesar US$ 1.64 miliar. Kemudian meningkat kembali di tahun 2012menjadi 2.74 atau naik sekitar 15.71% dan mencapai nilai sebesar US$1.62miliar.

    Tabel 4 Perkembangan impor gula Indonesia Tahun 2010-2012Tahun Volume (Ton) Nilai (000US$) Pertmbuhan (%)2010 1 382 525 803 114 0.662011 2 371 250 1 638 729 71.522012 2 743 778 1 618 307 15.71

    Sumber: BPS (2012)

    Tahun 2011 lima Negara terbesar yang menjadi pemasok gulaIndonesia berturut-turut dengan volume dan persentase yaitu Thailand

    sebesar 1.09 juta ton atau sebesar 46.24%, Brazil sebesar 757 ribu ton atau32.93%, Australia sebesar 315 ribu ton atau 13.27%, Guatemala sebesar 50ribu ton atau 2.12%, dan India sebesar 49 ribu ton atau 2.06% seperti yangtertera dalam tabel berikut ini:

  • 8/18/2019 Analisis Struktur Dan Kinerja Industri Gula

    33/75

     

    19

    Tabel 5 Negara pemasok gula impor IndonesiaNo Negara Asal Volume (ton) Persentase Volume (%)

    Thailand 1 096 392 46.242 Brazil 757 220 31.933 Australia 314 584 13.27

    4 Guatemala 50 350 2.125 India 48 750 2.066 Lain-lain 103 954 4.38Jumlah 3 371 250 100.00

    Sumber: BPS (2011)

    Selain itu Perum Bulog juga berperan dalam impor gula kristal putihsesuai dengan ijin impor yang diberikan oleh pemerintah cq. KementrianPerdagangan RI. Pada tahun 2010 kuota impor yang diberikan kepadaPerum Bulog sebanyak 50.000 ton dengan rincian sebagai berikut.

    Tabel 6 Alokasi impor gula kristal putih wewenang BulogPelabuhanBongkar

    Tujuan/Lokasi Kuantum (Ton)

    Tanjung Priok DKI 7 000Jabar 21 000

    Panjang Lampung 5 000Boom Baru Sumatera

    Selatan5 000

    Pulai Bai Bengkulu 2 000Teluk Bayur Sumatera Barat 5 000Dumai Riau 5 000

    Sumber: GAPPMI ( 2010) 

    Perkembangan Harga Gula Indonesia 

    Harga gula domestik selama tiga dekade terakhir cenderungmengalami peningkatan setiap tahunnnya, pada tahun 2011 saja kenaikanharga gula domestic meningkat sebesar 20.2% (lihat Gambar 1.2).Perkembangan harga gula di tingkat eceran dipengaruhi harga pembelian

     pemerintah (HPP) tingkat petani. Namun demikian, pengaruh dari HPPterhadap harga eceran gula di tingkat konsumen relatif kurang dominandibandingkan pengaruh harga impor terutama sejak 1998 ketika pemerintah

    menyerahkan pembentukan harga di tingkat petani pada mekanisme pasar,sehingga Bulog sudah tidak memiliki wewenang tunggal dalam pembeliangula petani. Kondisi tersebut diperburuk lagi dengan struktur pasar gulayang sejak 2002 hanya dikuasai oleh 8 perusahaan besar. Kedelapan

     perusahaan tersebut memiliki peran ganda sebagai pembeli gula di tingkat petani dan sebagai importir terdaftar. Dengan demikian, kedelapan perusahaan tersebut dapat menguasai pasokan dalam negeri baik yang berasal dari domestik maupun lokal dan imbasnya berpengaruh pula pada pembentukan harga gula di tingkat konsumen.

    Permasalahan gula lainnya adalah tidak ada perhitungan neraca gulayang akurat. Pada Desember 2009 diperkirakan ada shortage sebanyak 500

    ton sehingga Bulog sebagai buffer kemudian membeli gula. Akan tetapi

  • 8/18/2019 Analisis Struktur Dan Kinerja Industri Gula

    34/75

     

    20

    kemudian harga gula menurun tiba-tiba pada Maret 2010 setelahsebelumnya sempat mencapai angka Rp.12.000/Kg (GAPPMI 2010).

    Struktur Industri Gula Indonesia

    Industri gula lokal pada awalnya hanyalah industri gula kristal putih.Sementara untuk gula rafinasi masih dilakukan impor. Akan tetapi sekitartahun 2000-an, ketika harga raw sugar   meningkat tajam, pemerintahmengeluarkan kebijakan pembangunan pabrik gula rafinasi.

    Struktur Industri Gula Kristal Putih

    Industri gula kristal putih pada awalnya didominasi oleh BUMN, yaitu

    PTPN dan RNI. Jumlahnya mencapai hampir 10 perusahaan yang tersebardi Pulau Jawa dan Sumatera. Dimana mulai dari produsen gula hinggadistributor gula hanya dikuasai oleh beberapa pemain besar saja. Pasokangula kristal putih di dalam negeri sebagian besar berasal dari enam pelakuusaha saja yakni PTPN IX, PTPN X, PTPN XI, RNI, Gunung Madu danSugar Group Companies. Secara keseluruhan komposisi pasokan gulakristal putih dapat dilihat dalam Gambar 7 berikut.

    Gambar 7 Komposisi produksi gula kristal putih Indonesia Tahun 2009(Sumber: GAPPMI 2010)

    Berdasarkan komposisi di atas, PTPN X, PTPN XI dan sugar groupmerupakan tiga pemain utama yang masing-masing pangsa produksinya ditahun 2009 yaitu 18.72%, 15.64% dan 18.96%. Sugar group mampumenjadi leader dalam industri ini karena perusahaan tersebut merupakan

    satu-satunya perusahaan yang telah efisien dalam industri gula ini.

  • 8/18/2019 Analisis Struktur Dan Kinerja Industri Gula

    35/75

     

    21

    Struktur industri gula kristal putih dalam negeri pada saat musimgiling pada umumnya bersifat oligopsoni sehingga produsen (petani tebudan pabrik gula, PTPN/RNI) tidak menerima harga yang wajar. Sebaliknyadi luar musim giling, struktur industri gula kristal putih bersifat oligopoli

    sehingga harga di tingkat konsumen relatif tinggi dan produsen tidakmenikmati kenaikan harga tersebut. Hal ini disebabkan karena sebagian

     besar stok gula kristal putih dikuasai oleh hanya beberapa pedagang besar(Arifin 2008).

    Memecahkan persoalan tersebut dan dalam rangka memperkuatsinergi BUMN, pada tahun 2008 pemerintah menunjuk Perum Bulogmenjadi agen pemasaran gula kristal putih milik PTPN/RNI, dengan pangsa

     pasar hanya sekitar 14%. Pemasaran yang dilakukan oleh Perum Bulogdinilai berhasil meningkatkan peran segmen pasar distributor tingkat 2 (D2)dan D3 yang sebelumnya didominasi oleh D1 Peran Bulog dinilaimemberikan dua dampak positif yaitu efisiensi margin akibat rantai

     pemasaran yang lebih pendek serta distribusi margin yang lebih merata pada pelaku usaha, khususnya D2 dan D3 sebagaimana digambarkan dalam tabel berikut.

    Tabel 7. Serapan gula oleh lini distribusiPembeli (Distributor) Jumlah % Jumlah Volume (Ton) % Volume

    D1 12 9.50 204.600 40.70D2 10 15.90 169.550 33.70D3 94 74.60 128.613 25.60

    Total 126 100 502.763 100

    Sumber: GAPPMI (2010) 

    Pusat dan Jalur Distribusi Gula di Indonesia

    Berdasarkan peta penyebaran (Gambar 8), distribusi gula Indonesiahanya terpusat di Jakarta dan Surabaya.

    Gambar 8. Pusat distribusi gula di Indonesia (Sumber: GAPMI 2010)

    Dengan produsen utama yang berada di Lampung dan Surabaya, makatidak heran jika pusat distribusi gula hanya berada di sekitar dua wilayahtersebut. Lampung dan Jakarta menjadi satu pusat distribusi sedangkanSurabaya dan Semarang menjadi satu untuk wilayah timur. Jalur distribusi

    antara gula kristal putih dan gula rafinasi berbeda. Secara lengkap jalur

  • 8/18/2019 Analisis Struktur Dan Kinerja Industri Gula

    36/75

  • 8/18/2019 Analisis Struktur Dan Kinerja Industri Gula

    37/75

     

    23

    Gambar 9 Jalur Distribusi Gula Kristal Putih di Indonesia (Sumber: GAPMI2010)

    Kebijakan Industri Gula di Indonesia

    Gula merupakan komoditi yang harganya dikontrol oleh pemerintahsehingga harga yang terjadi sangat tergantung pada kebijakan gula yang ada.Bagian ini akan menjabarkan kebijakan-kebijakan pemerintah dalamindustri gula. Kebijakan pergulaan secara garis besar dapat dibagi menjaditiga regim yaitu (i) periode stabilisasi (1971-1996); (ii) perdagangan

     bebas/liberalisasi (1997-2001); dan (iii) pengendalian impor (2002-sekarang) (DGI 2005).

    Periode regim stabilisasi ditandai oleh berbagai kebijakan pemerintah untuk mendorong produksi dalam negeri, stabilitas persediaandan harga di pasar domestik (Gambar 8). Pada periode ini, kebijakan yangditerapkan pemerintah sangat intensif baik pada sisi produksi, distribusi, dan

    harga. Sebagai langkah awal, pemerintah mengeleluarkan Keppres No.43/1971 yang pada dasarnya memberi wewenang kepada Bulog untukmenjaga stabilitas harga dan pasokan gula pasir. Surat Keputusan inimenandai era dimulainya peran Bulog sebagai lembaga stabilisator.

  • 8/18/2019 Analisis Struktur Dan Kinerja Industri Gula

    38/75

     

    24

    Tabel 8 Kebijakan industri gula Indonesia regim stabilisasiRegim

    KebijakanNomor

    SK/Keppres/KepmenPerihal Tujuan

    Suportif

    danStabilisasi

    Keppres No. 43/1971, 14

    Juli1971

    Pengadaan, penyaluran,

    dan pemasaran gula

    Menjaga

    stabilitas gulasebagai bahan pokok

    Surat mensekneg No.B.136/ABNSEKNEG/33/74, 27Maret 1974

    Penguasaan, pengawasan,dan penyaluran gula pasirnon PNP

    Penjelasan mengenaiKeppres No. 43/1971 yangmeliputi gula PNP

    Inpres No. 9/1975, 22April 1975

    Intensifikasi tebu (TRI) Peningkatan produksi gulaserta peningkatan petanitebu

    Kepmen Perdagangandan koperasi No.122/kp/III/81, 12 Maret1981

    Tataniaga gula pasirdalam negeri

    Menjamin kelancaran pengadaan dan penyalurangula pasir serta peningkatan pendapatan petani

    Kepmenkeu No.342/KMK.011/1987 Penetapan harga gula pasir produksi dalamnegeri dan impor

    Menjamin stabilitas harga,devisa, serta kesesuian pendapatan petani dan pabrik

    Sumber: Susila (2005)

    Pada periode stabilisasi ini, secara umum kinerja industri gulaIndonesia menunjukkan stabilitas dan kemajuan yang gradual. Pada periodetersebut, areal meningkat dengan laju 2.2% per tahun, dengan rata-rata luasareal mencapai 381.341 ribu ha. Pada akhir periode ini (1997), areal tebunasional mencapai 386.878 ribu ha. Produksi juga mengalami peningkatandengan laju 1.0% per tahun, dengan rata-rata produksi mencapai 2.207 juta

    ton dengan produksi nasional pada akhiri periode ini mencapai 2.191 jutaton.

    Tabel 9 Periode kebijakan dan dampaknya terhadap impor dan kinerja pergulaan nasional

    Periode Tahun Pertumbuhan (%)Produksi Konsumsi Impor

    Stabilisasi 1984-1996 1.0 4.2 17.5Liberalisasi 1997-2001 -5.8 -0.6 2.4Terkendali 2002-2004 8.1 1.5 -5.32

    Volume Rata-rata (Juta Ton) Produksi Konsumsi Impor

    Stabilisasi 1984-1996 2.207 2.573 0.312Liberalisasi 1997-2001 1.719 3.060 1.519Terkendali 2002-2004 2.034 2.800 0.762

    Sumber: Susila 2005)

    Karena periode ini adalah periode stabilisasi, maka impor menjadi bersifat residual. Bulog sebagai lembaga yang mengelola impor gulamenjadikan impor sebagai selisih antara konsumsi dengan produksidomestik. Karena bersifat residual, maka volume impor cenderung fluktuatif

     pada periode tersebut. Pada periode 1984-1991, impor cenderungmeningkat. Kemudian menurun mencapai titik terendah pada tahun 1994

    dimana impor gula hanya 15 ribu ton. Pada posisi ini, Indonesia sudah dapat

  • 8/18/2019 Analisis Struktur Dan Kinerja Industri Gula

    39/75

     

    25

    mengklaim mencapai swasembada gula. Akhir periode stabilisasi ditandaioleh meningkatnya kembali impor.

    Tabel 10 Kebijakan industri gula Indonesia regim liberalisasi

    RegimKebijakan NomorSK/Keppres/Kepmen Perihal Tujuan

    Liberalisasi Inpres No. 5/1997, 29 Desember1997

    Program pengembangan teburakyat

    Pemberian peranan pada pelaku bisnis dalamrangka perdagangan bebas

    Inpres No. 5/1998, 21 Januari 1998 Penghentian pelaksanaan Inpres No. 5 tahun 1997

    Kebebasan kepada petani untuk memilihkomoditas sesuai Inpres No. 12//1992

    Kepmen perindag No.25/MPP/Kep/1/1998

    Komoditas yang diatur tata niagaimpornya

    Mendorong efisiensi dan kelancaran arus barang

    Kepmenhutbun No. 282/Kpts-IX/1999, 7 Mei 1999

    Penetapan harga provenue gula pasir produksi petani

    Menghindari kerugian petani dan mendorong peningkatan produksi

    Kepmen Perindag No.363/MPP/Kep/8/1999, 5 Agustus1999

    Tataniaga impor gula Pengurangan anggaran pemerintah melaluiimpor gula oleh produsen

    Kepmen perindag No.320/MPP/Kep/6/1999, 5 Juni 1999

    Kepmen Perindag No.363/MPP/Kep/8/1999, 5 Agustus1999

    Pembebanan tarif impor gula untukmelindungi industri dalam negeri

    Sumber: Susila (2005)

    Berdasarkan Tabel 10, pada periode perdagangan bebas/liberalisasi(1997-2002), pemerintah membuka pasar impor Indonesia secara dramatis.Dalam hal ini, pelaku impor dibebaskan, atau tidak dimonopoli oleh Bulog.Dengan argumen untuk peningkatan efisiensi ekonomi, pemerintahmengeluarkan Kepmenperindag No. 25/MPP/Kep/1/1998 yang tidak lagimemberi monopoli pada Bulog untuk mengimpor komoditas strategis,termasuk mengimpor gula. Era ini merupakan akhir dari peran Bulogsebagai lembaga yang memonopoli impor, sekaligus dimulainya era

     perdagangan bebas untuk gula di pasar Indonesia. Karena tidak ada tarifimpor pada periode ini, maka impor gula dilakukan dengan tarif impor 0%dan pelaku dilakuakn oleh perusahaan importir. Akibatnya, impor gula

    melonjak pesat pada periode ini. Jika pada tahun 1996 impor masih dibawah1 juta ton, maka pada tahun 1977 sudah mencapai 1.36 juta ton danmencapai puncaknya menjadi 1.73 juta ton pada tahun 1998.

    Banjirnya gula impor dengan harga murah membuat industri guladalam negeri mengalami kontraksi/kemunduran. Pada periode ini areal turundrastis dari 446 ribu ha pada tahun 1996 menjadi sekitar 350 ribu ha pada

     periode liberalisasi. Sebagai akibatnya, produksi menurun dari lebih diatas 2 juta ton pada akhir periode stabilisasi menjadi sekitar 1.5 juta ton pada periode liberalisasi.

    Kebijakan tersebut yang diduga berkaitan dengan tekanan IMFmerupakan suatu perubahan kebijakan yang sangat drastis sehingga

    mempunyai dampak yang cukup luas terhadap industri gula Indonesia. Halini diperkuat lagi oleh krisis ekonomi Indonesia yang semakin parah yangmenyebabkannya terjadinya kenaikan biaya produksi. Pada tingkatusahatani tebu, kenaikan biaya produksi tersebut terutama sebagai akibatkenaikan upah dimana usaha tani tebu memerlukan tenaga kerja yang cukup

     besar yaitu 600 HOK/ha untuk lahan sawah dan 400 HOK/ha untuk lahankering. Pada tingkat pabrik, biaya tenaga kerja mencapai sekitar 30% darikeseluruhan biaya produksi (Susmiadi 1998).

    Ketika krisis ekonomi Indonesia mulai berkurang pada tahun 1999,harga gula di dalam negeri justru mengalami penurunan yang signifikan.Penurunan tersebut disebabkan tiga faktor yaitu harga gula dunia terus

    menurun, nilai tukar Rupiah yang menguat, serta tidak adanya tarif impor.

  • 8/18/2019 Analisis Struktur Dan Kinerja Industri Gula

    40/75

     

    26

    Pada tahun 1999, rata-rata harga dunia di pasar internasional adalah US$137.3/ton, sedangkan nilai tukar Rupiah pada saat tersebut rata-ratamencapai Rp 7100/US$. Sebagai akibatnya, harga paritas impor gula padasaat itu mencapai titik terendah yaitu antara Rp 1800-1900 per kg. Hal ini

    membuat harga gula dalam negeri mengalami tekanan. Untuk melindungi produsen, maka pemerintah mengeluarkan SK Menhutbun No. 282/KPTS-IV/1999 yang kembali menetapkan harga provenue gula sebesar Rp 2500

     per kg.Kebijakan harga  provenue  tersebut ternyata merupakan kebijakan

    yang tidak efektif karena tidak didukung oleh rencana tindak lanjut yangmemadai. Sebagai contoh, untuk mengimplementasikan kebijakan tersebut,

     pemerintah tidak memiliki dana yang memadai. Di sisi lain, BUMN perkebunan yang mengelola gula juga tidak memiliki dana yang memadaiuntuk melaksanakan kebijakan tersebut. Sebagai akibatnya, kebijakantersebut menjadi tidak dapat diwujudkan sehingga harga gula petani masih

    tetap mengalami ketidak-pastian.Mengatasi masalah tersebut, maka pemerintah melalui Departemen

    Perindustrian dan Perdagangan mengeluarkan SK Menperindag No.364/MPP/Kep/8/1999. Instrumen utama dari kebijakan tersebut adalah

     pembatasan jumlah importir dengan hanya mengijinkan importir produsen.Dengan kebijakan ini, pemerintah dapat membatasi dan mengendalikanvolume impor di samping memiliki data yang lebih valid mengenai volumeimpor dan stok. Dengan demikian, harga gula dalam negeri dan harga guladi tingkat petani dapat ditingkatkan.

    Kebijakan importir produsen tersebut ternyata masih kurang efektif, baik untuk mengangkat harga gula di pasar domestik maupun mengontrolvolume impor. Walau tidak ada data pendukung yang memadai, kegagalantersebut terutama disebabkan oleh stok gula dalam negeri sudah terlalu

     banyak serta masih adanya gula impor ilegal. Situasi ini membuat hargagula di pasar domestik tetap melemah. Desakan petani dan pabrik gulaterhadap pemerintah untuk melindungi industri gula dalam negeri semakinkuat (DGI 1999). Menanggapi tekanan ini, pemerintah mengeluarkankebijakan tarif impor dengan SK Menperindag No.230/MPP/Kep/6/1999yang memberlakukan tarif impor gula sebesar 20% untuk raw sugar   dan25% untuk white sugar .

    Tabel 11 Kebijakan industri gula Indonesia regim terkendaliRegimKebijakan

    NomorSK/Keppres/Kepmen

    Perihal Tujuan

    Terkendali Kepmenkeu No.324/KMK.01/2002

    Perubahan beamasuk

    Peningkatan efektifitas bea masuk

    Kepmen perindag No.643/MPP//Kep/9/2002, 23September 2002

    Tataniaga imporgula

    Pembatasan pelaku impor gula hanya menjadiimportir gula produsen dan importir gula te rdaftaruntuk meningkatkan pendapatan petani/produsen

    Kepmen Perdag No.527/MPP/Kep/2004 joKepmen perindag No.02/M/Kep/XII/2004 joKepmen perindag No. 08/M-Dag/Per/4/2005

    Pengaturan impor,kualitas gula, danharga referen gula petani

    Pembatasan pelaku impor gula; waktu impor, danharga penyangga/jaminan

    Sumber: Susila (2005)

  • 8/18/2019 Analisis Struktur Dan Kinerja Industri Gula

    41/75

     

    27

    Ketika harga gula domestik terus merosot dan industri gula sudahdiambang kebangkrutan dan tekanan produsen (PG dan petani) semakinkuat, pemerintah mengeluarkan kebijakan yang bertujuan untukmengendalikan impor, dengan membatasi importir hanya menjadi importir

     produsen dan importir terdaftar. Era ini merupakan era dimulainya regim pengendalian impor. Gula yang diimpor oleh importir produsen hanyadimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan industri dari IP tersebut, bukanuntuk diperdagangkan. Di sisi lain untuk menjadi IT, bahan baku dari PGmilik IT minimal 75% berasal dari petani. Kebijakan ini dituangkan dalamKepmenperindag No. 643/MPP/Kep/9/ 2002, 23 September 2002. Esensilainnya yang penting dari kebijakan tersebut adalah bahwa impor gula akandiijinkan bila harga gula di tingkat petani mencapai minimal Rp 3100/kg.Kebijakan ini diharapkan mampu meningkat harga di dalam negeri sehinggamemperbaiki pendapatan produsen.

    Kebijakan tataniaga gula tersebut dinilai masih memiliki beberapa

    kelemahan seperti belum jelas spesifikasi mutu gula, waktu impor, dan jaminan harga untuk petani. Untuk itu, pemerintah menyempurnakankebijakan tersebut dengan Kep Menperindag No. 527/MPP/Kep/2004 joKep Menperindag No. 02/M/Kep/XII/2004 jo Kep Menperindag No. 08/M-DAG/Per/4/2005. Esensi kebijakan adalah ketentuan ICUMSA yang secaranyata membedakan gula kristal putih, gula rafinasi, dan raw sugar ;kejelasan waktu dan pelabuhan impor, serta kenaikan harga referensi ditingkat petanui menjadi Rp 3800/kg. Jika kebijakan ini diikuti oleh

     perbaikan efisiensi di tingkat usahatani dan PG, kebijakan ini diperkirakanakan efektif untuk mendorong perkembangan industri gula nasional.

    Kebijakan-kebijakan pada periode ini cukup efektif untukmembangkitkan kembali industri gula nasional, walaupun faktor eksternalseperti kenaikan harga gula di pasar internasional juga turut menolongindustri gula nasional. Dari sisi areal, dampaknya mulai tampak dan padatahun 2005 areal diperkirakan mulai meningkat secara signifikan.

    Produksi mulai meningkat dan mulai tahun 2004 produksi sudahkembali diatas 2 juta ton. Sebagai akibatnya, impor mulai menurun darisekitar 1.5 juta ton menjadi sekitar 1.3 juta ton. Jika kebijakan-kebijakan inidipertahankan dan didukung oleh program revitalisasi pembangunanindustri gula nasional, Indonesia dapat berharap mencapai swasembada gula

     pada tahun 2010 (proporsi impor adalah sekitar 90% dari konsumsi

    nasional). Paling tidak, kebijakan-kebijakan tersebut akan memberilandasan yang memadai untuk kebangkitan industri gula nasional.

    Penelitian Terdahulu 

    Terdapat beberapa penelitian yang menggunakan metode SCP.Indiani (2006) meneliti Analisis Struktur, Perilaku, dan Kinerja IndustriSusu di Indonesia. Data yang digunakan adalah sekunder time-series daritahun 1983-2002 dengan analisis OLS (Ordinary Least Square). Dari

     penelitian tersebut diperoleh bahwa struktur pasar yang dimiliki oleh

  • 8/18/2019 Analisis Struktur Dan Kinerja Industri Gula

    42/75

     

    28

    industri susu di Indonesia adalah oligopoli ketat dengan rasio konsentrasisebesar 73.79 %. Hasil pengujiannya menunjukkan bahwa semuavariabel (CR4, prod, growth, X-EFF) signifikan pada taraf nyata 10%.

    Darmayanti (2007) Analisis Struktur, Kinerja dan Kluster Industri

    Logam Dasar Besi dan Baja di Indonesia. Jenis data yang digunakan datasekunder time-series selama tahun 1995-2004 dengan metode OLS, analisiscluster dengan SIG (Sistem Informasi Geografis). Analisis kinerja dalamindustri ini diamati dari kontribusi tenaga kerja, nilai tambah, dan jumlahunit usaha industri logam dasar besi dan baja Indonesia terhadap totalindustri manufaktur. Selain itu, kinerja industri ini juga dilihat dari sudut

     profit yang diperoleh. Hasil penelitian menunjukkan bahwa struktur industrilogam dasar besi dan baja Indonesia adalah oligopoli ketat dengan rata-ratarasio konsentrasinya (CR4) sebesar 71.15%.

    Agustina (2009) Analisis StrukturPerilaku-Kinerja Industri PakanTernak di Indonesia. Penelitian ini menggunakan data time-series dengan

    metode OLS selama tahun1981-2005. Untuk pendekatan struktur, penelitian ini menggunakan analisis konsentrasi pasar (CR4), Indeks HHI.Dalam pendekatan perilaku industri menggunakan strategi produk, promosi,kemitraan, dan distribusi. Untuk kinerja industri, penelitian inimenggunakan indikator keuntungan dengan Price Cost Margin(PCM). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa struktur pasarmerupakan oligopoli longgar dengan pangsa pasar sebesar 41.33 % dan nilaiMES sebesar 16.61 % yang berarti hambatan untuk masuk pasar termasuktinggi. Tingkat keuntungan pada industri pakan ternak dikatakan masih kecildengan rata-rata 19.56 %. Hal ini disebabkan oleh biaya input yangterlampau besar terutama besarnya biaya untuk bahan baku. Dari hasilanalisis regresi dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang memengaruhiPCM industri pakan ternak adalah CR4, MES, GROWTH, dan Xeff.

    Kuncoro dkk (2002) dalam penelitian yang berjudul Struktur, Kinerja,dan Kluster Industri Rokok Kretek Indonesia 1996-1999. Hasil penelitianmenyimpulkan bahwa struktur pasar mampu menjelaskan perilaku industri,hal ini ditunjukkan oleh adanya indikasi semakin tingginya rasio konsentrasiindustri, maka pasar semakin mengarah pada perilaku oligopoli.

    GAPPMI (2010) indikator inefisiensi pemasaran adalah margin pemasaran sangat besar sehingga meskipun harga gula dunia rendah, denganmonopolisasi impor, harga eceran akan dapat membumbung tinggi. Adanya

    kebijakan pemerintah dengan SK 643 mampu menurunkan margin pemasaran dan mengontrol perilaku produsen di pasar domestik.Deaton dan Laroque (1992) dan Tomek (2000) menyimpulkan faktor

    yang sangat berpengaruh terhadap pembentukan harga komoditas pangan,yakni faktor produksi/panen (harvest disturbance) dan perilaku

     penyimpanan (storage/inventory behavior).Yang dan Hwang (2001), mengkaji dampak liberalisasi perdagangan

    terhadap harga barang industri domestik Korea. Dengan model proksi PCMsebagai pelaku monopoli, maka harga domestik tergantung pada tingkatkompetisi industri tersebut dan pangsa impor. Indikator liberalisasi

     perdagangan terhadap perilaku perusahaan yang tercermin dari kinerja

  • 8/18/2019 Analisis Struktur Dan Kinerja Industri Gula

    43/75

     

    29

    marjin keuntungannya. Model PCM baik digunakan pada industri domestikyang lebih terkonsentrasi.

    Penelitian Hall (1988) terhadap industri di Amerika Serikat dan Small(1997) terhadap industri manufaktur dan jasa di Inggris, menyimpulkan

     bahwa PCM industri menunjukkan perilaku harga produsen bersifat  pro-cyclical. Sedangkan penelitian Martins et al (1996) terhadap industri di 15negara OECD, menyimpulkan bahwa PCM industri menunjukkan perilakuharga produsen bersifat counter-cyclical.

    Studi empiris yang mengidentifikasi kekuatan pasar seperti Geroskiet al (1996), menjelaskan penelitian perilaku produsen dengan model siklus

     bisnis merupakan metodologi untuk memperkirakan mark-up  harga ditingkat agregat/industri. Metode ini menggunakan fluktuasi jangka pendekdari perbedaan antara tingkat pertumbuhan output dan input produksi.

    Roeger (1995) menyatakan metode perkiraan mark-up  denganmenambahkan terkait dengan struktur pasar yang berlaku dalam suatu

    industri, diharapkan mampu menilai tingkat mark- up  harga, dan menilaiapakah sebuah kasus dapat dibuat untuk aksi kebijakan, karena itu pentinguntuk menetapkan jenis kompetisi yang berlaku pada industri danmenyediakan gambaran yang komprehensif untuk mempertahankan prosesyang industri yang kompetitif.

    Secara tradisional struktur pasar terkait dengan kondisi teknologi,seperti skala ekonomi dan ruang lingkup (Panzar 1989), sehingga

     perusahaan mungkin dapat mempengaruhi permintaan untuk produk merekadi bawah rezim persaingan monopolistik ( Dixit dan Stiglitz 1977), di manakekuatan pasar yang terbatas dapat timbul dari kombinasi atas skala dandiferensiasi produk horisontal.

  • 8/18/2019 Analisis Struktur Dan Kinerja Industri Gula

    44/75

     

    30

    3 KERANGKA PEMIKIRAN

    Kerangka Pemikiran Teoritis

    Konsep Structure-Conduct-Performance (SCP)

    Menurut Baye (2010), konsep SCP terdiri dari tiga aspek yang berhubungan. Berdasarkan dasar konsep SCP Mason (1939),mengemukakan bahwa struktur suatu industri akan menentukan perilakuindustri, yang pada akhirnya menentukan kinerja industri. Karena konsepSCP merupakan hubungan yang timbale balik diantara variabel—variabelSCP, sehingga pendekatan ini menunjukkan bahwa struktur, perilaku, dankinerja dalam satu waktu berada pada system, dimana struktur dan

     perilaku adalah penentu kinerja, dilain waktu struktur dan perilakuditentukan oleh kinerja. Adapun hubungan antara struktur, perilaku, dan

    kinerja dapat dilihat pada Gambar 10. Berdasarkan hubungan konsep dasarSCP, maka memungkinkan melakukan analisa keterkaitan antara strukturdan kinerja industri gula di Indonesia.

    Gambar 10 Hubungan Struktur, Perilaku, dan Kinerja BerdasarkanKonsep SCP Mason (1939) (Sumber: Baye (2010))

    Konsep Structure-Performance (SP)

    Terkait konsep struktur terhadap kinerja (SP), dalam penelitian ini,struktur pasar diidentifikasi dari variabel rasio konsentrasi empat dandelapan perusahaan besar industri gula dan variabel keterbukaan industri.Sedangkan kinerja pasar diidentifikasi dari variabel keuntungan, efisiensidan rasio input. Kedua komponen ini akan membentuk hubungan S-P yangselanjutnya digunakan untuk mengetahui keterkaitan antar faktor-faktor inidalam Industri gula Indonesia.

    Analisa struktur pasar dalam industri gula di Indonesia yang padaakhirnya akan mempengaruhi kinerja melalui perilaku perusahaan. Hal

     pertama yang akan dilakukan adalah menganalisis struktur pasar denganmelihat konsentrasi rasio empat perusahaan besar (CR4) dan rasiokonsentrasi delapan perusahaan besar (CR8) industri gula. Selain itu jugamengidentifikasi variabel keterbukaan pasar (OPEN) yang merupakanvariabel dummy.

    Menggunakan pendekatan SP diharapkan mampu mengidentifikasi

    dan mengantisifasi respon kinerja pasar terhadap struktur pasar atau

    Kinerja Industri Kinerja Industri

    Kinerja Industri

  • 8/18/2019 Analisis Struktur Dan Kinerja Industri Gula

    45/75

     

    31

    sebaliknya, serta lebih membantu dalam menentukan arah intervensi pemerintah yang tepat dan relevan.

    Struktur Pasar

    Analisa struktur pasar dalam industri gula di Indonesia yang padaakhirnya akan mempengaruhi kinerja melalui perilaku perusahaan. Hal

     pertama yang akan dilakukan adalah menganalisis struktur pasar denganmelihat konsentrasi rasio empat perusahaan besar (CR4) dan rasiokonsentrasi delapan perusahaan besar (CR8) industri gula. Selain itu jugamengidentifikasi variabel keterbukaan pasar (OPEN) yang merupakanvariabel dummy.

    Kinerja Pasar

    Analisa kinerja pasar dalam industri gula di Indonesia merupakanmanifestasi karena adanya hubungan dengan struktur pasar. Dalam analisisini yang akan dilakukan adalah menganalisis miabel-variabel kinerja pasaryang nilai memiliki saling keterkaitan dengan struktur. Adapun

     berdasarkan teori dan studi literatur, variabel-variabel yang dianggapmewakili antara lain: variabel keuntungan yang diukur dengan PCM,variabel efisiensi yang diukur dengan tingkat efisiensi (X-eff), dan rasio

    input yang diukur dengan rasio biaya tenaga kerja (ULC), dan rasio penggunaan bahan baku (UMC). Mengadopsi model Silvester (1993),dalam analisa kinerja,variabel price cost-margin (PCM), X-eff, rasio input(ULC dan UMC) dijadikan ukuran untuk menilai kinerja dalam industrigula.

  • 8/18/2019 Analisis Struktur Dan Kinerja Industri Gula

    46/75

     

    32

    Kerangka Pemikiran Operasional

    Gambar 11 Kerangka Pemikiran Operasional

  • 8/18/2019 Analisis Struktur Dan Kinerja Industri Gula

    47/75

     

    33

    METODE PENELITIAN

    Ruang Lingkup Penelitian

    Ruang lingkup penelitian ini dibatasi pada industri gula gula pasir diIndonesia, dengan Kode ISIC ( Internasional Standard of IndustrialClassification) 31181dan 15421. Dipilihnya industri gula dikarenakan gulamerupakan salah satu komoditas pertanian yang telah ditetapkan Indonesiasebagai komoditas khusus (special products) dalam forum perundinganOrganisasi Perdagangan Dunia (WTO), bersama beras, jagung dan kedelai.Selain itu indusri gula juga merupakan industri dengan tingkat kegagalan

     pasar terbesar kedua setelah beras. Penelitian menganalisa ini struktur, perilaku dan kinerja industri gula dan hubungan keterkaitannya.

    Jenis dan Sumber Data

    Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunderyang menggunakan data time-series tahun 1982-2011. Sebagian besar datadiperoleh dari terbitan data Statistik Industri Besar dan Sedang dari BadanPusat Statistik (BPS). Data yang digunakan adalah industri gula skala besardan sedang dengan menggunakan Klasifikasi Baku Lapangan UsahaIndonesia (KBLI) yang berbasis pada  Internasional Standard of IndustrialClassification (ISIC) lima digit dengan kode ISIC 31181, 15421, dan 10721.Data tersebut memuat berbagai indikator variabel struktur industri dan

    kinerja industri yang dibutuhkan untuk analisis, seperti seperti jumlah perusahaan, nilai tambah, nilai tenaga kerja, nilai bahan baku, nilai sertanilai input dan output industri. Akan tetapi, agar penjelasan lebih terarahdigunakan juga data pendukung dari berbagai sumber, antara lain berasaldari berbagai referensi berupa jurnal penelitian, surat kabar warta pertanian,

     buletin ilmiah, website, dan literatur-literatur yang relevan dengan penelitianini.

    Teknik Pengolahan dan Analisis Data 

    Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini secara umum bersifatdeskriptif kualitatif dan deskriptif kuantitatif. Teknik analisis deskriptifkualitatif yaitu dengan menggunakan tabulasi, grafik, dan deskripsi tentangindustri gula dan teori yang melandasi. Sedangkan analisis deskriptifkuantitatif yaitu dengan melakukan analisis regresi metode ordinary least-square  (OLS) terhadap variabel yang diamati, untuk melihat hubunganantara variabel yang dianalisis. Kemudian melakukan pengujian hipotesissesuai dengan teori, serta melakukan intepretasi hasil analisis untukmemecahkan dan menjawab permasalahan penelitian. Dalam analisiskuantitatif pengolahan data dilakukan dengan bantuan perangkat lunak

     Microsoft Excel dan E-Views 6. 

  • 8/18/2019 Analisis Struktur Dan Kinerja Industri Gula

    48/75

     

    34

    Analisis Struktur Industri

    Analisis Rasio Konsentrasi (Concentration Ratio)

    Metode yang umum yang dipakai untuk mengukur konsentrasiindustri adalah rasio konsentrasi (CR). Dalam penelitian ini akandianalisis rasio konsentrasi empat perusahaan besar (CR4) dan delapan

     perusahaan besar (CR8). CR4 dan CR8 digunakan untuk menunjukkan pangsa pasar empat dan delapan perusahaan terbesar. Rasio konsentrasiyang standar memerlukan data mengenai ukuran pasar secara keseluruhandan ukuran perusahaan-perusahaan yang memipin pasar terutama empatdan delapan perusahaan terbesar yang menguasai pasar.

    Menurut Baye (2010) rasio konsentrasi adalah jumlah pangsa pasar (market share) dari sejumlah perusahaan terbesar. Akan tetapi berdasarkan data yang dimiliki BPS, untuk mengukur rasio konsentrasi

     bisa diperoleh dari persentase antara total output empat dan delapan perusahaan terbesar dengan total output industri. Sehingga pengukuranrasio konsentrasi untuk empat dan delapan perusahaan terbesar adalahsebagai berikut:

    CRi = (Qi/TQ) x 100 %.....…………………………..(7)Dimana 

    CR : Rasio konsentrasii : empat atau delapan perusahaan terbesar

    Q : Nilai outputTQ : Total nilai ouput industri Nilai CR4 berkisar antara 0-100. Nilai konsentrasi perusahaan yang

    mendekati nol menunjukkan bahwa pangsa pasar perusahaan kecil (menuju persaingan sempurna). Sedangkan jika nilai rasio konsentrasi mendekati 100mengindikasikan adanya monopoli dari perusahaan terbesar.

     Nilai CR ≤  33% menunjukkan pasar tergolong competitive marketstructure, 33-50% menunjukkan pasar weak oligopsony market structure,dan jika ≥  50% maka menunjukkan pasar strongly oligopsony marketstructure (Baye 2010).

    Menurut Shepherd (1992), dasar pengelompokkan berdasarkan pangsa pasar terbagi menjadi tujuh. Pertama; termasuk monopoli murni (naturalmonopoly), jika menguasai 100% pangsa pasar. Kedua; oligopoli penuh(tight oligopoly), jika empat perusahaan terbesar menguasai 60%, ataudelapan perusahaan menguasai 99% pasar. Ketiga; termasuk perusahaandominan, jika 4 empat perusahaan terbesar menguasai 72% pasar ataudelapan perusahaan terbesar menguasai 88% pasar. Keempat; termasukoligopoli longgar, jika 4 empat perusahaan terbesar menguasai 61% ataudelapan perusahaan terbesar menguasai 77% pasar. Kelima; termasukoligopsoni, jika 4 empat perusahaan terbesar menguasai 33% atau delapan

     perusahaan terbesar menguasai 45% pangsa pasar. Kelima; jika 4 empat perusahaan terbesar menguasai 32% pasar. Keenam; termasuk persainganmonopolistik, jika tidak satu pun yang memiliki pangsa pasar lebih dari 10

     persen. Dan ketujuh; termasuk persaingan murni, jika lebih besar dari 50%

    dan tidak satu pun yang memiliki pangsa pasar yang berarti.

  • 8/18/2019 Analisis Struktur Dan Kinerja Industri Gula

    49/75

     

    35

    Analisis Kinerja Industri

    Analisis Price Cost-margim (PCM)

    Analisa PCM dinyatakan sebagai indikator kemampuan perusahaanuntuk meningkatkan harga diatas biaya produksi (mark up ratio), PCM jugadidefenisikan sebagai persentase keuntungan dari kelebihan penerimaan atas

     biaya langsung (Robiani 2002). 

    PCM = (Nilai Tambah – Upah Total)/Nilai Input x 100 %……..…..(8) 

    Analisis Efisiensi

    Analisis efisiensi industri gula di Indonesia ini dilakukan dengan

    menggunakan analisis rasio efisiensi (Baye 2010), dengan rumus sebagai berikut:X-eff = (Nilai Tambah/Nilai Input) x 100 %…………..………….…..(9) 

    Rasio Unit labor Cost (ULC) dan Unit Material Cost (UMC)

    Variabel rasio Unit labor Cost   (ULC) dan Unit Material Cost  (UMC) merupakan rasio antara input/biaya tenaga kerja dan biaya bahan

     baku per nilai output (Culha dan Yihan 2005).ULC = (Nilai input tenaga kerja/nilai output)………………………….(10)

    UMC = (Nilai input bahan baku/nilai ouput)…………………………..(11)

    Analisis Hubungan Struktur dan Kinerja

    Struktur suatu pasar dapat menjelaskan bagaimana kinerja pasar,dimana setiap industri memiliki struktur dan kinerja yang berbeda-beda.Struktur pasar yang optimal dapat memberikan atau menciptakan suatukombinasi yang baik bagi suatu kinerja. Sedangkan struktur yang alami(natural structure) adalah struktur yang hanya terdapat dalam pasar yangnyata, struktur alami cenderung ke arah oligopoli yang ketat.

    Adapun untuk melihat hubungan struktur dan kinerja dalam

     penelitian ini, digunakan model regresi berganda. Variabel dependenadalah variabel kinerja pasar yaitu ukuran keuntungan yang diukur denganPCM (%). Sedangkan variabel independen ada yang merupakan strukturyang diukur dengan CR4 (%) dan CR8 (%), serta OPEN (Dummy 0-1) 0merupakan tahun sebelum pasar bebas dan 1 tahun setelah pasar bebas.Sedangkan variabel-variabel eksogen lainnya merupakan unsur kinerja,yang diukur dengan tingkat efisiensi (X-eff (%)), serta rasio input tenagakerja (ULC (Rp 000), dan rasio input bahan baku (UMC (Rp 000)).

    Penggunaan variabel PCM sebagai variabel endogen telahdilakukan oleh Collins dan Preston (1968,1969), lalu kemudiandigunakan pula oleh Shepherd (1972) dan kini PCM semakin banyak

    digunakan dalam penelitianpenelitian ilmiah.

  • 8/18/2019 Analisis Struktur Dan Kinerja Industri Gula

    50/75

     

    36

    Rasio konsentrasi (CR) juga telah banyak digunakan Shepherd (1992)sebagai variabel struktur yang akan d