perkembangan industri gula di klaten, jawa tengah: …
TRANSCRIPT
PERKEMBANGAN INDUSTRI GULA DI KLATEN, JAWA TENGAH: STUDI KASUS PT. PABRIK GULA GONDANG BARU 1957-1969
Aisyah Alexandra Adriana, Yuda B. Tangkilisan
Ilmu Sejarah, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, Depok
Abstrak
Pada tahun 1957 Pabrik Gula Gondang Winangoen menjadi milik Pemerintah RI, dan
pengawasannya diserahkan kepada Pusat Perkebunan Negara (PPN) Baru unit Semarang, dan
nama Pabrik Gula (PG.) ini berganti nama menjadi PG. Gondang Baru. Buruh berperan sebagai
motor penggerak nasionalisasi pada PG. Gondang Gondang Baru sepanjang tahun 1958-an.
Sesuai PP No. 164/1964 tanggal 1 Juli tahun 1964, PG. Gondang Baru beralih di bawah naungan
PPN Jawa Tengah V Surakarta. Selanjutnya PPN dibubarkan berdasarkan PP No.14/1968, dan
diganti Perusahaan Negara Perkebunan (PNP) XVI yang berkedudukan di Solo. Perkembangan
selanjutnya tahun 1969 terjadi perubahan dari PNP XVI yang menyebabkan perusahaan ini
kemudian masuk menjadi PT. Pabrik Gula Gondang Baru.Skripsi ini bertujuan untuk
menunjukkan pergerakan industri gula pada masa pemerintahan Republik Indonesia, dari tahun
1957 sampai 1969, khususnya yang terjadi pada pabrik gula ini. Metode penelitian yang
digunakan dalam menunjang penelitian ini adalah metode sejarah yaitu heuristik, kritik,
interpretasi dan historiografi. Data tambahan diperoleh melalui wawancara dengan narasumber
yang mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan PG. Gondang Baru.
Kata kunci : Nasionalisasi; Pabrik Gula; Klaten; Buruh; Perseroan Terbatas.
Perkembangan industri ..., Aisyah Alexandra Adriana, GIB UI, 2017
THE DEVELOPMENT OF SUGAR INDUSTRY IN KLATEN, CENTRAL JAVA: A CASE STUDY IN PT. GONDANG BARU SUGAR FACTORY
1957-1969
Abstrack
In 1957 the Gondang Winangoen Sugar Factory belonged to the Government of Indonesia, and
its supervision was handed over to the New Plantation Enterprise of the State (Pusat Perkebunan
Negara/PPN Baru) unit of Semarang. The name Gondang Winangoen Sugar Factory was
changed to Gondang Baru Sugar Factory. The Labourers had a role as a driving force of
nationalization at the Gondang Baru Sugar Factory during the 1958’s. According to Government
Regulation No. 164/1964 July 1 1964, PG. Gondang Baru was registered and placed under the
auspices of the PPN V Surakarta, Central Java. Subsequently the PPN was dissolvedbased on
Government Regulation No.14 / 1968 and in the end of 1968 replaced to State Plantation
Company (Perusahaan Negara Perkebunan/PNP) XVI based in Solo. In this case PG. Gondang
Baru was included under the auspices of PNP XVI.In 1969 PNP XVI underwent changes and was
then registered as PT. Gondang Baru Sugar Factory. This thesis aims to show the movement of
the sugar industry during the Republic of Indonesia, from 1957 to 1969, especially what
happened to this sugar factory. The research methods used in this paper are historical method that
is heuristics, critics, interpreting and historiography. Additional data was obtained through
interviews with informants who are able to relate the history of Gondang Baru Sugar Factory.
Keywords: Nationalization; Sugar Factory; Klaten; Labour; Limited Company.
Pendahuluan Selama periode revolusi kemerdekaan (1945-1949) para pemimpin politik Indonesia
telah mulai mencoba merumuskan konsep tentang ekonomi nasional dan mengartikulasikannya
untuk menggantikan warisan ekonomi kolonial.1 Dalam tahun 1950-an, hampir seluruh pemimpin
politik mendukung penguasaan negara atas sektor-sektor ekonomi yang vital.2 Dalam pernyataan
1 Bondan Kanumoyoso. Nasionalisasi Perusahaan Belanda di Indonesia: Menguatnya Peran Ekonomi Negara. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2001, hlm. 1-2. 2 Ibid., hlm. 3.
Perkembangan industri ..., Aisyah Alexandra Adriana, GIB UI, 2017
yang menentukan mengenai kebijakan ekonomi luar negeri, pada bulan Februari 1950 Presiden
Soekarno menyatakan bahwa nasionalisasi merupakan soal bagi masa depan yang jauh di muka.
Dan penciptaan perekonomian nasional terlebih dahulu menuntut mobilisasi sumber modal, dari
dalam maupun luar negeri. Meski demikian, terdapat keinginan yang kuat diantara para
pemimpin politik untuk terus memajukan para pengusaha pribumi. Semua kekuatan politik yang
ada di Indonesia mendukung pribumisasi pemilikan sektor-sektor ekonomi yang penting.
Namun, ada satu hal yang patut digarisbawahi yaitu, kehadiran perusahaan-
perusahaan asing (terutama milik Belanda) yang mengeruk keuntungan terbanyak sejak masa
kolonial, tidak dapat dipungkiri telah menyakitkan bagi para pemimpin Indonesia. Karenanya,
intervensi negara dalam dunia ekonomi tahun 1950-an, disamping bertolak dari keinginan untuk
membentuk kelas menengah pribumi yang tangguh, juga bersumber dari sikap antipasti terhadap
modal asing itu sendiri.3 Seperti diketahui, pada waktu terjadi krisis moneter di Indonesia, banyak
pabrik gula yang menghentikan produksinya. Sampai saat ini belum diperoleh data yang tepat
jumlah pabrik gula yang masih berproduksi, karena pada saat penelitian sebelumnya ditemukan
ada pabrik gula yang beroperasi kembali. Salah satunya yang masih beroperasi adalah Pabrik
Gula Gondang Baru.
Masa pemulihan perkebunan dan nasionalisasi perusahaan Belanda di Indonesia,
dapat ditilik bahwa ini sebagai dampak Perang Dunia II, perkebunan pada umumnya mengalami
kerusakan berat, sehingga diperlukan upaya-upaya untuk memulihkan kembali keadaan tanah-
tanah perkebunan. Sementara itu berdasarkan ketentuan Konferensi Meja Bundar tahun 1949,
perkebunan milik asing perlu dikembalikan, sedang perkebunan milik pemerintah kolonial
diambilalih oleh pemerintah Republik Indonesia, begitu pula milik orang asing yang tidak akan
dieksploitasi lagi oleh pemiliknya. Pemulihan perkebunan mulai dilaksanakan sekitar tahun 1951,
dan sejak itu beberapa perusahaan perkebunan, baik di Jawa maupun di luar Jawa, sudah mulai
beroperasi lagi. Dalam perkembangan selanjutnya, pada tahun 1958 terjadi peristiwa
pengambilalihan perusahaan-perusahaan swasta Belanda yang ada di Indonesia, termasuk
perusahaan-perusahaan perkebunannya. Peristiwa ini dikenal dengan istilah “Nasionalisasi”
perusahaan swasta Belanda.4
3 Ibid., hlm. 4. 4 Mubyarto., op cit., hlm. 25-26.
Perkembangan industri ..., Aisyah Alexandra Adriana, GIB UI, 2017
Pabrik Gula Gondang Baru merupakan satu-satunya pabrik gula yang masih
menggunakan mesin-mesin tua. Selain itu, di area pabrik gula ini terdapat museum gula yang
juga merupakan satu-satunya museum pabrik gula di Indonesia, bahkan satu-satunya museum
pabrik gula yang ada di Asia Tenggara. Selain itu, di dalam area Pabrik Gula ini masih
mempergunakan kereta Lori untuk mengangkut tebu sehabis dipanen hingga ke tempat
penyimpanan tebu. Pabrik gula ini juga berpotensi untuk dikembangkan sebagai kepentingan
dalam ilmu pengetahuan sejarah dan menjadi daerah tujuan wisata. Oleh karena letaknya yang
strategis tersebut, perlu adanya kerja sama antara pemerintah daerah agar pabrik gula ini dapat
dilestarikan dan dimanfaatkan serta dapat memberdayakan masyarakat sekitar pabrik.5
Berdasarkan penjelasan tersebut, menarik untuk membahas mengenai salah satu
perkembangan pabrik gula yang didirikan pada waktu berakhirnya Sistem Tanam Paksa oleh
pemerintah kolonial hingga masa setelah revolusi kemerdekaan, serta perkebunan tebu yang
dikelola kelompok petani tebu yang menjalin kerjasama dengan pabrik gula ini dan mampu
bertahan hingga sekarang, yaitu Pabrik Gula Gondang Baru, tepatnya di Daerah Kabupaten
Klaten, DI. Yogyakarta. Pabrik ini sarat akan nilai sejarah. Pabrik Gula yang berdiri pada tahun
1860 ini merupakan salah satu pabrik gula yang produktif di zamannya hingga masa sekarang.
Selain itu, keunikan pabrik gula ini masih menggunakan mesin-mesin uap buatan Prancis yang
dibuat pada tahun 1884 yang digunakan untuk memproduksi gula bermutu tinggi serta mesin-
mesin lain peninggalan abad 19 yang masih dapat dikatakan baik kondisinya, sehingga perlu
dilakukan pelestarian dengan memanfaatkan tinjauan historis untuk kepentingan ilmu
pengetahuan di masa yang akan datang.
Metode Penelitian
Sebagaimana penulisan sejarah maka metode penelitian yang digunakan adalah
metode sejarah yaitu heuristik, kritik, interpretasi dan historiografi. Dalam pengumpulan sumber-
sumber sejarah (heuristik) dikumpulkan sumber-sumber sejarah primer dan sekunder. Di dalam
penelitian ini dijadikan sumber primer beberapa diantaranya adalah, Adresboek Voor De Java-
Suikerindustrie 4ͤ Jaargang: Java Suiker Industrie Namen en Fabriken uitgave 1927; uitgaver C.
Huysman – Soerabaia, Jaarboek Voor Suikerfabrikanten in Ned-Indie 22ͤ Jaargang 1917/1918,
5 Didit Dwi Subagio, Penilaian Monumen Hidup Pabrik Gula Gondang Baru Sebagai Cagar Budaya (Tesis), Program Studi Arkeologi. Program Pascasarjana, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, UI, 2007. hlm. 2-3, 5-6.
Perkembangan industri ..., Aisyah Alexandra Adriana, GIB UI, 2017
Lainnya ada arsip yang telah diterbitkan, sepertiIchtisar Angka-Angka Perusahaan
Pabrik Gula PNP XVI Tahun 1957 s/d 1961 (BP3G Pasuruan, oleh Ir. Tan Hong Tjhen dan Kho
Hian Lok). Selain itu, surat kabar terbitan tahun 1959-1960, yaitu koran Berita Pembangunan,
Kompas, membantu untuk memperlihatkan khususnya dinamika ekonomi pertanian yang muncul
di masyarakat pada masa itu. Sementara sumber sekundernya adalah dari buku, artikel jurnal
yaitu seperti Artikel Museum Gula Jawa Tengah (MGJT), Koleksi Arsip MGJT, Kabupaten
Klaten, maupun hasil-hasil penelitian yang pernah dilakukan mengenai Pabrik Gula ini.
Salah satunya hasil penelitian yang dilakukan oleh Hiroyoshi Kano (1996) tentang
peranan pabrik gula di daerah Jawa Tengah sepanjang abad ke-20 serta masyarakat desanya.
Buku dari Anne Booth (1988), George D. Larson (1990) dan Suhartono (1991), untuk
menjelaskan beberapa hal mengenai masa perekonomian Indonesia zaman kolonial serta keadaan
politik sekitar tahun 1900-1920 di Surakarta sampai proses reorganisasi.
Selain itu, ada berbagai buku lain mengenai petani Jawa dan masa kolonial industri
gula diantaranya R.E. Elson (1984), Jan Breman (1986), serta Cornelis Fasseur (1992) mengenai
politik dari eksploitasi kolonial di Jawa mengenai peran pemerintah kolonial dan dampak dari
Cultuutrstesel di Jawa dan gula dan kontrak gula dan buku mengenai nasionalisasi perusahaan
Belanda terhadap ekonomi nasional diantaranya J. Thomas Linblad (2000), Bondan
Kanumoyoso (2001), R. Z. Leirissa (1996) serta beberapa data yang dimilikinya sangat
membantu dalam penelitian proposal ini untuk mendapatkan gambaran industri gula dari masa
kolonial hingga pemerintahan Republik Indonesia.
Kemudian pengumpulan data yang mendukung penelitian ini dilakukan melalui studi
kepustakaan yang didapatkan dari Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (PNRI).
Perpustakaan Pusat Universitas Indonesia, Perpustakaan Universitas Gadjah Mada (UGM),
Perpustakaan Museum Gula Jawa Tengah dan juga data tambahan diperoleh melalui metode
wawancara dan dari beberapa bahan sumber seperti dari sumber internet untuk melihat dan
mengumpulkan sumber lain yang sezaman saat periode tersebut.
Setelah berbagai sumber didapatkan, kemudian penulis melakukan kritik. Pada
tahapan ini merupakan tahap pengujian akurasi dan kredibilitas sumber yang didapatkan. Dalam
tahap ini penulis dapat memilih dan memilah serta mempertimbangkan sumber tersebut layak
atau tidak dijadikan sumber penelitian ini.
Perkembangan industri ..., Aisyah Alexandra Adriana, GIB UI, 2017
Kemudian tahap selanjutnya adalah interpretasi. Dalam tahapan ini sumber-sumber
yang ditemukan diberi pemaknaan oleh penulis sehingga sumber-sumber tersebut benar-benar
menggambarkan jiwa atau suasana zaman yang memiliki relevansi dengan topik penelitian.
Berbagai sumber yang ada diberikan pemaknaan ekspresi secara grafis dari suatu opini atau kritik
yang ada kaitannya dengan berita mutakhir (ketidakadilan politik yang menimbulkan perhatian
publik), sesuai dengan data yang ditemukan. Lalu tahapan selanjutnya adalah historiografi.
Tahapan ini merupakan tahapan terakhir dari metode sejarah, yaitu tahap penulisan sebuah
peristiwa menjadi sebuah karya sejarah.
Hasil Penelitian
Langkah baru dalam proses Indonesianisasi berlangsung pada bulan Desember 1957
ketika Pemerintah Indonesia mulai mengambil alih terhadap usaha warga negara Belanda.
Namun, penyebab yang lebih besar itu justru berasal dari pembalasan terhadap kontrol Belanda
yang terus berlanjut atas Irian Barat.6 Namun, proses Indonesianisasi di luar wilayah terus
mendapat banyak perhatian dari pemerintah, partai politik, dan berbagai segmen dari
masyarakat.7 Dapat dikatakan pada masa ini situasi ekonomi masih terpengaruh oleh
perekonomian perang yang diintroduksi oleh pemerintah pendudukan Jepang.
Menuju gerbang nasionalisasi perusahaan-perusahaan Belanda oleh pemerintah
Indonesia hal ini dapat terlihat pada tanggal 5 Desember dengan keluarnya perintah pengusiran
oleh Departemen Kehakiman terhadap puluhan ribu warga negara Belanda yang ada di Indonesia.
Hal ini pun dipertegas dan dilandasi dalam SK Penguasa Militer/Menhankam No.
1063/PM.T/1957 tertanggal 9 Desember tahun 1957, diikuti SK Menteri Pertanian No.
229/UM/57 tertanggal 10 Desember tahun 1957, pemerintah Indonesia mengambil alih sekitar
500 perusahaan perkebunan Belanda.8 Selanjutya, pada tanggal 13 Desember hampir semua
perusahaan Belanda benar-benar telah diambil alih oleh Angkatan Darat (AD). Tindakan ini
dilakukan untuk menghindari jatuhnya perusahaan-perusahaan tersebut ke tangan komunis.9
6 John O. Sutter, Indonesianisasi : Politics in a Changing Economy 1940-1955. Vol.1 . New York : Cornell University, 1959, hlm. 1. 7 Ibid., hlm. 1. 8 Direktorat Jenderal Perkebunan, op. cit., hlm. 79. 9 Bondan Kanumoyoso, Nasionalisasi Perusahaan Belanda di Indonesia, op.cit, hlm. xv.
Perkembangan industri ..., Aisyah Alexandra Adriana, GIB UI, 2017
Pelaksanaan pengambilalihan perusahaan-perusahaan asing tersebut pada masa itu
menyebabkan pemerintah Indonesia dihadapkan pada keharusan untuk mengelola perusahaan-
perusahaan yang tadinya dimiliki dari modal Belanda. Oleh karena itu, pemerintah kemudian
membentuk badan koordinasi dengan tugas membina perusahaan-perusahaan yang sudah diambil
alih. Dengan demikian, maka didirikanlah Badan Nasionalisasi Perusahaan-perusahaan Belanda
(BANAS) yang di dalamnya bernaung empat badan usaha, yaitu Badan Usaha Dagang (BUD);
Badan Penguasaan Perusahaan Pharmasi (BAPPHAR); Pusat Perkebunan Negara Baru (PPN
Baru); Badan Penguasaan Industri dan Tambang (BAPPIT).
PG. Gondang Baru yang saat itu menjadi pemilik NV. Klatensche Cultuur
Maschappij, dalam operasionalnya sehari-hari, pabrik dikelola oleh NV. Mirandelle Voute & Co
yang berkedudukan di Semarang. Awal mulanya pendirian pabrik ini masih menggunakan turbin
air sebagai penggerak mesinnya. Setelah James Watt menemukan mesin uap, maka pabrik ini
mulai menggunakan dan mengganti turbin air menjadi mesin uap sebagai penggerak utama untuk
memperbesar kapasitas penggilingan. Mesin uap tertua di PG. Gondang Baru adalah B Lahaye
dan Brissoneant buatan Perancis tahun 1884 yang sampai saat ini masih bisa berfungsi dengan
baik. Demikian juga mesin-mesin tua peninggalan abad 19 yang masih baik dan menghasilkan
gula bermutu tinggi sehingga merupakan daya tarik bagi wisatawan.10 Pada masa pendudukan
Jepang, pengelolaan pabrik gula ini tidak lepas dari penguasaan Jepang. Pengelolaanya dilakukan
oleh orang Jepang bernama Niskio dan Inogaki, dan dibantu oleh MFH Breermers.
Setelah proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia tahun 1945, perusahaan diambil
oleh alih bangsa Indonesia dibawah naungan Badan Penyelenggara Perusahaan Gula Negara
(BPPGN). Maka pada tahun 1945 pabrik gula ini bisa kembali ke tangan Indonesia. Kemudian
pimpinan beralih ke tangan Indonesia dan dipegang oleh Bapak Doekoet. Pada saat itu pabrik
gula ini kesulitan teknis, maka pada tahun 1950 perusahaan kembali ke tangan NV. Mirandelle
Voute & Co. yang dipimpin oleh MFH Bremmers. Dan setelah beberapa kali mengalami keadaan
pasang surut, kemudian pada bulan Desember tahun 1957, pabrik gula ini kemudian diserahkan
kepada Perusahaan Perkebunan Negara (PPN) Semarang dan dipimpin oleh Bapak R. Imam
Supeno. Sejak saat itulah pabrik gula Gondang Winangoen berganti nama menjadi PG. Gondang
Baru dan dimiliki oleh BUMN.11 PG.Gondang Baru dikenakan dinasionalisasi menjadi di bawah
10 Lihat artikel tentang Museum Gula Jawa Tengah, Terbitan Arsip MGJT, hlm. 1. 11 Buletin Sanskerta Ilmu Sejarah UNY (Jelajah Waktu dan Peradaban), disusun oleh Fahmi Aji, Hernantya Devi, dkk : “Menapaki Manisnya Industri Gula”, Ed. Khusus Ekspedisi, Oktober 2016, hlm. 5.
Perkembangan industri ..., Aisyah Alexandra Adriana, GIB UI, 2017
pengurusan dan milik Pemerintah/Negara RI sesuai Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 1959;
dengan mengingat berdasarkan Undang-Undang No.86 tahun 1958 (Lembaran Negara 1958 No.
162). Sesudah dinasionalisasi, PG. Gondang Baru berada di bawah pengurusan Pusat Perkebunan
Negara Baru (PPN-Baru) dan Perusahaan Perkebunan Republik Indonesia (PPRI).
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.141 tahun 1961 tentang pembentukan Badan
Pimpinan Umum Perusahaan Perkebunan Negara (BPU-PPN), mengakibatkan pula silih berganti
badan hukum bagi perusahaan perkebunan. Sesuai PP No. 164/1964 tanggal 1 Juli 1964 PG.
Gondang Baru beralih dibawah naungan Pusat Perkebunan Negara Jawa Tengah V Surakarta.
Selanjutnya Pusat Perkebunan Negara (PPN) dibubarkan berdasarkan Peraturan Pemetintah
No.14/1968 dan tahun 1968 terjadi peleburan menjadi Perusahaan Negara Perkebunan (PNP)
XVI yang berkedudukan di Solo. Dalam hal ini PG. Gondang Baru termasuk di bawah naungan
PNP XVI. Dan perkembangan selanjutnya, awal mula tahun 1969 perusahaan ini masuk dalam
PT. Pabrik Gula Gondang Baru.
Membahas mengenai buruh di Pabrik Gula ini, dikatakan bahwa buruh berperan
sebagai motor penggerak nasionalisasi pada Pabrik Gula Gondang Baru. Berbagai upaya yang
dilakukan oleh kaum buruh sepanjang tahun 1950-an tidak hanya untuk kepentingan ekonomi
kelas bawah saja tetapi juga untuk kepentingan nasional. Pada permulaan tahun 1958 jumlah
pegawai staf termasuk administratur dan tiga orang penasehat bangsa Belanda (Tn. G. C. de
Jongh bekas employe I, Tn. J. J. Thijssen bekas sinder kebun kepala dan Tn. J. B. Ruben bekas
masinis II) ada 26 orang, maka setelah diadakan mutasi-mutasi sepanjang tahun, jumlah tadi pada
akhir tahun 1958 menjadi 29 orang, kesemuannya Warga Negara Indonesia, yang perinciannya
adalah sebagai berikut : 1 administratur (R. Imam Soepeno); 1 employe I (C. Soegijo); 1
pemegang buku (Sarlim); 1 pembantu pemegang buku (W. S. Brassinga); 1 employe kantor
(Sudjani); 1 volontair kantor (Sukarno);1 montir mobil (J. O. Smith), 1 kepala keamanan (bekas
letnan I T. N. I. Darmoatmodjo); 1 sinder kebun kepala (Parhuno); 4 sinder kebun
(Kirnowardojo, Somosastro, Sumanto dan Suratmin); 1 pembantu sinder kebun (Hartono); 1
masinis I (mahid); 2 masinis II (R. M. Sugandi dan Sumardi); 1 masinis III (W. Soekono); 2
pembantu sinder pabrik (Bambang Tedjowalujo dan Soegito); 1 sinder gudang (Djarwo); 1
kepala pabrikasi (Budihardjo); 3 chemiker I (Ardiwirjono, Sukardi dan Sumbardjo); 1 pembantu
sinder gudang gula (Kusjadi); 1 pemimpin angkutan (R. M. Suhardi); 1 sinder timbang
(Mangkusardjono); 1 pembantu sinder angkutan (Sugijo A). Mutasi-mutasi tersebut diatas adalah
Perkembangan industri ..., Aisyah Alexandra Adriana, GIB UI, 2017
sebagai berikut : Pindah dari Pabrik Gula Gondang Baru tiga orang, yakni : Pembantu pemegang
buku Abdulrachman ke kantor M. V. C. Smg., dan Kepala gudang F. J. Reeb ke kantor M. V. C.
Semarang, serta Masinis III Suparwi ke PG. Rendeng.
Adapun tiga penasehat bangsa Belanda tersebut diatas masing-masing telah
meninggalkan Indonesia (repatrieren) dalam bulan Februari (J. B. Ruben), Maret (J. J. Thijssen)
dan Agustus (G. C. de Jongh) sebagai pelaksanaan dari rencana tahun 1957 untuk Indonesianisasi
dan dipercepat oleh ambil alih ke II dalam rangka P.P.N Baru.
Sebagian besar dari pegawai staf tergabung dalam organisasi P. A. G. I (Persatuan
Ahli Gula Indonesia) cabang Gondang Baru. Sampai sebegitu jauh belum pernah terdapat
kesulitan dengan organisasi tersebut. Yang perlu mendapat perhatian ialah kenyataan, bahwa
sampai akhir tahun 1958 masih belum ada I. A. O. (individueel arbeids-overeenkomst) atau
Kontrak Kerja antara staf PG.Gondang Baru dengan Direksi PG. Gondang Baru, begitu juga
ketentuan mengenai peraturan tantieme.12 Kedua hal ini sudah sering-sering disinggung oleh
organisasi P.A.G.I. tersebut diatas dan sudah beberapa kali oleh PG. Gondang Baru maupun oleh
M. V. C. Semarang dikemukakan kepada Direksi. Menurut pendirian Direksi yang pernah
dikemukakan ialah, bahwa mulai 1 Januari tahun 1958 akan berlaku kontrak kerja baru diantara
Staf PG. Gondang Baru dan Direksi PG. Gondang Baru.
Menurut laporan tahunan pabrik ini juga memiliki pegawai subalteen, dalam arti yang
dimaksudkan adalah Pegawai Subaltern.13 Formasi buruhtetap selama tahun 1958 hanya
mengalami perubahan sedikit sekali, dan pada akhir tahun 1958 jumlah seluruhnya ada 683
orang, terdiri dari 323 orang buruh bulanan dan 360 orang buruh harian. Jumlah buruh kampanye
yang dipekerjakan dalam giling tahun 1958 seluruhnya ada 2.914 orang, ialah 979 orang dalam
emplasemen dan tahun 1933 orang buruh tebangan dan tarikan.
Mengenai pengaturan tentang buruh, terdapat dalam Perjanjian Perburuhan
P3.G.I/S.B.G tahun 1958. Pada bagian Umum, ditegaskan bahwa perjanjian perburuhan bersifat
mengikat, di satu pihak bagi pabrik-pabrik gula yang pengurusnya menjadi anggota P3.G.I. dan
di lain pihak bagi para anggota Serikat Buruh Gula. Perjanjian perburuhan hendaknya
dilaksanakan secermat-cermatnya. Penyimpangan-penyimpangan, baik yang melebihi apapun 12 Peraturan Tantieme, yaitu tambahan gaji sesuai dengan keuntungan perusahaan. (Lihat Susi Moeimam dan Hein Steinhauer, Kamus Belanda-Indonesia (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008) hlm. 1000). 13 Pegawai Subaltern, yaitu pegawai/buruh rendahan. Menurut kamus Belanda-Indonesia: (yang berperingkat) rendahan; subaltern officeren perwira rendah; de subalternen orang-orang bawahan. (Lihat Susi Moeimam dan Hein Steinhauer, Kamus Belanda-Indonesia (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008) hlm. 988).
Perkembangan industri ..., Aisyah Alexandra Adriana, GIB UI, 2017
yang mengurangi ketentuan-ketentuan yang ada supaya dihindarkan. Penjelasan pasal demi pasal
yang tercantum dalam perjanjian tersebut merupakan sekadar pedoman bagi para petugas untuk
melaksanakan ketentuan-ketentuan yang ada. Oleh karena perjanjian-perjanjian perburuhan ini
diadakan oleh P3.G.I. sebagai wakil dari para anggotanya, maka pertanggungan jawab tentang
pelaksanaan ketentuan ini menjadi beban P3.G.I.
Menurut perjanjian perburuhan seperti halnya pengaturan tentang sokongan
meninggal dunia, ditegaskan bahwa keluarga buruh borongan tidak berhak mendapat sokongan
pemakaman. Sokongan sekaligus yang dimaksud dalam ayat (huruf) e hanya diberikan, jika
buruh meninggal dunia bukan karena kecelakaan perusahaan. Jika buruh meninggal karena
kecelakaan perusahaan, maka diberlakukan ketentuan-ketentuan dalam Undang-undang
kecelakaan tahun 1947. Sokongan sekaligus juga tidak diberikan bila janda buruh yang
meninggal dunia berhak mendapat pensiun, menurut Peraturan Pensiun Buruh Perindustrian
Gula. Berdasarkan surat-surat keputusan P4P (Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan
Pusat) (Keputusan P4P No. 3209, tanggal 31 Mei tahun 1955) mengenai pemberian sokongan
kematian yang berlaku di PG. Gondang Winangoen. Ditegaskan bahwa Buruh menuntut dengan
memberikan penjelasan bagi Pengusaha untuk berkewajiban membayar kerugian kepada keluarga
buruh yaitu cucu almarhum dari Mangundimedjo. Perselisihan ini kemudian diserahkan kepada
Panitia Pusat untuk diselesaikan. Hal lainnya, menurut perjanjian perburuhan seperti pengaturan tentang buruh yang
hanya berhak mendapat penggantian uang jalan dan penginapan bila perusahaan tidak
menyediakannya. Dalam melaksanakan pekerjaannya, perusahaan yang menentukan seorang
buruh memerlukan sepeda atau tidak dan juga apakah sepeda-sepeda milik perusahaan dapat
dibawa pulang oleh buruh yang bersangkutan. Uang penggantian untuk pemakaian sepeda milik
buruh sendiri hanya diberikan jika melakukan pekerjaannya dengan baik. Berdasarkan surat-surat
keputusan P4P mengenai tuntutan buruh di PG. Gondang Winangoen adalah perselisihan antara
buruh dan pengusaha tentang pemberian uang sepeda. Buruh menuntut agar uang sepeda
diberikan kepada semua buruh yang telah dipekerjakan di luar daerah areal pabrik. Namun,
Pengusaha menegaskan bahwa pemberian uang sepeda hanya diperuntukkan bagi masndor-
mandor, hal ini dipandang sesuai putusan Panitia Pusat.
Dalam pabrik gula ini terdapat tiga organisasi buruh, Pertama ialah S. B. G
(P3.G.Imengakui S.B.G. sebagai organisasi yang memiliki sebagian terbesar dari kaum buruh
Perkembangan industri ..., Aisyah Alexandra Adriana, GIB UI, 2017
gula pada waktu persetujuan ini diperbuat). Kedua adalah K. B. K. I. (Konsentrasi Buruh
Kerakyatan Indonesia), dan S. B. S. I. (Serikat Buruh Seluruh Indonesia) Sekalipun demikian,
namun yang berlaku di PG. Gondang Baru hanya satu perjanjian perburuhan, ialah perjanjian
perburuhan ASSI-SBG. Dengan K. B. K. I. ataupun S. B. I. I. selama tahun 1958 tidak pernah
terjadi sesuatu perselisihan, artinya semua perbedaan pendapat antara pimpinan pabrik dengan
kedua organisasi tersebut dapat diselesaikan dengan sebaik-baiknya atas dasar saling pengertian
yang sehat.
Sangat disayangkan, S. B. G. selama tahun 1958 ini masih banyak persoalan-
persoalan. Meskipun telah mendapatkan kompromi dengan jalan perundingan dengan tujuan
saling mendekati, tetap mengalami jalan buntu dan terpaksa harus dicarikan penyelesaiannya
melalui P4D/P4P. Jumlah perselisihan tersebut selama tahun 1958 seluruhnya sebanyak 11. Dari
sebelas perselisihan tersebut diatas lima telah dapat diselesaikan, sedangkan yang enam lainnya
masih ditangan P4P. Selama tahun 1957 (terhitung mulai setelah pengoperasian PG. Gondang
Winangoen oleh PP. Gondang., yakni 25 April tahun 1957) hanya terjadi tiga perselisihan.
Bertambahnya jumlah perselisihan dalam tahun 1958 ini tidak berarti tambahnya ketegangan
diantara pimpinan pabrik dengan SBG. Hubungan dengan organisasi tersebut tetap baik dan tetap
ada saling pengertian yang sedalam-dalamnya. Hal ini terbukti dapat dilakukannya giling tahun
1958 yang extra panjang, dengan sebaik-baiknya tiada gangguan atau hambatan yang berarti dari
pihak S. B. G. dan rencana permulaan giling dapat ditepati pula.
Perubahan mengenai kinerja awal produksi pada pabrik gula ini setelah masuk dalam
lingkungan PNP XVI di Solo adalah selain penanaman tebu di areal pabrik, ukuran jaringan got
kemudian disesuaikan dengan luas tanah dan situasi setempat. Penggalian lacen dan sebagainya
sangat memerhatikan ukuran, seperti penggalian dengan cangkul sampai sedalam 30 centimeter
(cm), dan pekerjaan ini dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama digali 15 cm, dan tahap kedua
diperdalam 30 cm. Lebar lubang penggalian harus mencapai 45 cm – guludan 66 cm, sehingga
jarak lacen dari pusat ke pusat adalah 111 cm.
Sejak lama PG. Gondang Baru menggunakan proses pemurnian nira dengan cara
karbonatasi.14 Sejak diperkenalkan di Jawa pada tahun 1836, cara ini dipakai secara meluas di
14 Proses Karbonatasi merupakan reaksi yang terjadi akibat interaksi susu kapur (Ca(OH)²) dan gas CO² membentuk endapan senyawa kalsium karbonat (CaCO³) melalui mekanisme. Dalam karbonatasi, akan terjadi adsorpsi bahan pengotor, bahan penyebab warna, gum, asam organik, dan lain-lain. Proses ini diawali dengan terbentuknya senyawa intermediet antara sukrosa dan kalsium hidroksida. Agung Ardiansah, “Optimasi Karbonatasi Untuk Pemucatan Raw
Perkembangan industri ..., Aisyah Alexandra Adriana, GIB UI, 2017
Jawa dan masih tetap dipakai sampai sekarang. Ketika, dimulai era mesin uap, penggunaan mesin
uap menjadi penggerak utama dimulai dengan dibelinya sebuah mesin uap pada tahun 1884, hal
tersebut seterusnya untuk menyesuaikan penggantian teknologi ini sampai sekarang. Sementara
pembangkit listrik dalam masa giling menggunakan sebuah pembangkit tenaga listrik tenaga uap
buatan tahun 1923 di bantu dua buah PLT Diesel yang dipasang tahun 1965. Di luar giling
digunakan PLTD buatan tahun 1953 untuk keperluan penerangan. Sampai dengan tahun 1965
untuk penerangan masih digunakan PLTA (turbin air) untuk penerangan, dan karena debit air
tidak mencukupi.
Di dalam perkembangannya pabrik gula ini juga memiliki Laboratorium Gula.
Terdapat beberapa koleksi di dalam koleksi Museum Gula Jawa Tengah seperti Alat Destilasi,
Sugar Sieve Shaker, Cutto Meter Dengan Rekorder, Alat Kontrol Masakan, Pengering Ampas,
Moffel Oven, Peti Pengering, Penera Manometer, Neraca Analitik, Wesphal Balans, Pengukur
Brix, Labu Takar, Labu Vakum, Labu Erlenmeyer, Bezink Glass, Pesawat Orsat, Tabung Moll
Glass, Polarimeter, puteran mini, timbangan dari berbagai kurun waktu, timbangan alat-alat
laboratorium, seperti Bascul dan Tokok, alat-alat pengukur tanah. Bahkan terdapat generator
listrik tenaga air digunakan sampai tahun 1966. Namun, sejak tahun itu tidak digunakan lagi
karena debit air yang tidak tetap dan tidak mencukupi. Kemudian, tahun 1910 di pabrik ini
ditemukan suatu cara kerja yang lebih baik untuk proses karbonatasi, yang kemudian dipatenkan
dan terkenal sebagai “Procede De Haan”. Penghematan nira karbonatasi menjadi amat populer.
Walaupun semua perkebunan Belanda di Indonesia diambil alih oleh Pemerintah dan PG.
Gondang Winangoen diubah namanya menjadi PG. Gondang Baru, selama ini hanya sedikit
perubahan pada mesin-mesin baru di pabrik ini, sehingga masih dapat disaksikan mesin-mesin
tua yang masih dapat bekerja dengan baik. Bahan baku atau bahan dasar adalah faktor yang
menjadi proses produksi yang paling penting, karena tanpa bahan baku ini produksi tidak dapat
berjalan.Di PG. Gondang Baru, bahan baku yang dipergunakan sebagai bahan baku pembuatan
gula adalah tebu.Dalam pemakaian varietas tebu yang digunakan pada zamannya adalah POJ
3016, POJ 3067 dan POJ 2827 yang merupakan tebu jenis utama yang digunakan pabrik ini.
Diluar harapan semula, dalam tahun 1958 PG. Gondang Baru mengalami pencurian
atau perusakan tanaman tebu mencapai 35 persen. Pencurian yang terjadi dari mulai bulan
Sugar dengan Menggunakan Reaktor Venturi Bersikulasi”. https://core.ac.uk/download/pdf/32339243.pdf, diunduh pada 20 Mei 2016, pukul 6:55 WIB.
Perkembangan industri ..., Aisyah Alexandra Adriana, GIB UI, 2017
Januari dan memuncak dalam bulan-bulan selama waktu giling, untuk jelasnya dibagi menjadi
tiga periode, yakni Periode ke I (dari permulaan bulan Januari s/d akhir bulan Mei 1958), Periode
ke II (dari tanggal 1 s/d 15 Juni 1958) dan Periode ke III (selama masa giling). Pada periode
pertama, dalam laporan ini banyaknya tebu yang dicuri sebanyak 118.641 batang atau sama
dengan k.l. 356 dari seluruh tanaman tebu PG. Gondang Baru 1957/58. Cara yang dipergunakan
untuk menetapkan angka-angka tersebut jalan dengan jalan menghitung sisa-sisa batang tebu
yang dipotong oleh pencuri dan batang-batang tebu yang setelah dipotong oleh pencurinya
kemudian dilemparkan begitu saja dikebun.
Perseroan Terbatas Negara (Persero) PT merupakan salah satu bentuk perusahaan
milik Negara yang sebelumnya bernama Perusahaan Negara (PN). Umumnya Persero ini terjadi
dari Perusahaan Negara yang kemudian diadakan penambahan modal yang ditawarkan kepada
pihak swasta. Pada nama perusahaan, PT-PT semacam ini biasanya diberi tanda kurung Persero
dibelakangnya. Sebagai contoh adalah PT (Persero) Aneka Gas dan Industri, dan sebagainya.
Tujuan Persero adalah mencari keuntungan maksimum dengan menggunakan faktor-faktor
produksi yang ada secara efisien. Adapun, dasar hukum yang menciptakan perubahan bentuk
dari Perusahaan Negara menjadi Persero ini adalah menurut Instruksi Presiden Republik
Indonesia Nomor 17 tahun 1967.15
Untuk mengkoordinasikan kegiatan PNP serta memecahkan masalah yang timbul di
dalamnya, maka dibentuk BKSD (Badan Kerja Sama Direksi) yang terbagi atas tiga kelompok,
yaitu Sumatera dan Aceh, Sumatera Selatan dan Jawa, serta khusus yang menangani gula.
Selanjutnya, sesuai dengan UU No. 9/1969 dan PP No. 12/1969 dilaksanakan pengalihan bentuk
dari Perusahaan Negara (PN) menjadi Perseroan Terbatas (PT). Permodalan PN seluruhnya milik
negara dan tidak dapat dipindah tangankan. Adapun dalam PT permodalan tidak perlu
sepenuhnya dimiliki negara. Bertindak sebagai wakil pemilik adalah Menteri Keuangan dan
pembinaan perusahaan diserahkan kepada departemen teknis. Organ baru dalam perusahaan juga
dibentuk, yaitu Dewan Komisaris.
Sesuai Instruksi seperti yang disebutkan sebeumnya, maka permodalan PN
seluruhnya milik negara dan tidak dapat dipindah tangankan. Adapun dalam PT permodalan tidak
perlu sepenuhnya dimiliki negara. Proses pengalihan bentuk dijalankan secara selektif menurut
kesiapan 28 PNP yang ada. Hingga tahun 1968-an jumlah PNP yang disetujui menjadi PT
15 Sumitro Djojohadikusumo. Perdagangan dan Industri dalam Pembangunan. Jakarta: LP3ES, 1985, hlm. 38-39.
Perkembangan industri ..., Aisyah Alexandra Adriana, GIB UI, 2017
sebanyak 13 buah. Dan agar dapat memberikan manfaat yang lebih besar maka di masa Kabinet
Ampera diletakkan dasar bagi kelangsungan pembangunan perkebunan, yaitu Tri Dharma
Perkebunan. Isinya, Pertama, menghasilkan devisa sebanyak-banyaknya bagi negara dengan cara
seefisiensinya. Kedua, memenuhi fungsi sosial, di antaranya berupa mempertahankan dan
memperbesar lapangan kerja bagi warganegara Indonesia. Ketiga, memelihara kekayaan alam
serta peningkatan kesuburan tanah dan tanamannya.
Perkembangan produksi gula PG. Gondang Baru dari tahun 1963 sampai tahun 1969
yang digambarkan oleh tabel data angka-angka produksi di bawah ini menunjukkan bahwa
adanya perkembangan yang cukup fluktuatif terjadi pada pabrik gula ini ketika perubahan dari
PNP hingga menjadi PT. Hal lainnya dapatkita lihat pada perayaan acara selamatan giling antara
tahun 1965, 1967, dan 1968 yang dapat menggambarkan kejayaan pabrik ini pada masanya.
Penutup
Dalam perkembangan industri gula di Klaten, dapat kita lihat dari studi kasus pada
pabrik gula ini, khususnya tentang Nasionalisasi PG. Gondang Baru ini yang telah dimulai sejak
tahun 1957. Pada masa itu PG. Gondang Winangoen yang dimiliki oleh N.V. Klatensche Cultuur
Maatschappij tahun 1860, kemudian berganti nama menjadi PT. PG. Gondang Baru dan dimiliki
oleh BUMN. PG.Gondang Baru kemudian resmi dikenakan dinasionalisasi menjadi di bawah
pengurusan dan milik Pemerintah/Negara RI sesuai Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 1959.
Adanya silih bergantibadan hukum bagi perusahaan-perusahaan perkebunan, maka sesuai PP No.
164/1964 tanggal 1 Juli 1964 PG. Gondang Baru beralih dibawah naungan PPN Jawa Tengah V
Surakarta. Selanjutnya PPN dibubarkan berdasarkan PP No.14/1968 dan akhir tahun 1968 diganti
menjadi Perusahaan Negara Perkebunan (PNP) XVI yang berkedudukan di Solo. Dengan
demikian PG. Gondang Baru berada di bawah naungan PNP XVI. Pada perkembangan
selanjutnya awal mula tahun 1969 perusahaan ini masuk menjadi PT. Pabrik Gula Gondang Baru.
Sebagai Pabrik Gula yang turut ikut dikenakan nasionalisasi, Gondang Baru dapat menunjukkan
eksistensinya pada industri gula dewasa ini. Mesin-mesinnya belum pernah diganti, kecuali salah
satu ketel uap yang diganti pada 1979. Selain itu, di area pabrik gula ini terdapat museum gula
yang juga merupakan satu-satunya museum pabrik gula di Indonesia, bahkan satu-satunya
museum pabrik gula yang ada di Asia Tenggara.
Perkembangan industri ..., Aisyah Alexandra Adriana, GIB UI, 2017
Perkembangan awal kinerja produksi gula PG. Gondang Baru dari tahun 1963 sampai
tahun 1969 yang digambarkan oleh tabel data angka-angka produksi dan terlihat pada perayaan
acara selamatan giling tahun 1965, 1967, dan 1968 seperti dikemukakan pada bab-bab
sebelumnya telah menunjukkan bahwa adanya kejayaan pabrik ini pada masanya. Dalam
perjalanannya pabrik gula ini memiliki organisasi-organisasi buruh yang berperan sebagai
penggerak nasionalisasi PG.Gondang Baru. Pada permulaan tahun 1958 jumlah pegawai staf
termasuk administratur masih berada dibawah kekuasaan bangsa Belanda. Namun, para pegawai
bangsa Belanda yang ada tersebut masing-masing telah meninggalkan Indonesia (repatrieren),
konsekuensi sebagai pelaksanaan dari rencana tahun 1957 untuk Indonesianisasi yang harus
segera dilaksanakan. Berdasarkan laporan tahunan pabrik gula ini juga memiliki landasan atau
pedoman pengaturan tentang buruh, yaitu terdapat dalam Perjanjian Perburuhan P3.G.I/S.B.G
tahun 1958.
Selain itu, di dalam area Pabrik Gula ini masih mempergunakan kereta Lori. Pabrik
Gula yang terletak di Jalan raya Yogya-Solo yang berpotensi untuk dikembangkan pula menjadi
daerah tujuan wisata. Oleh karena letaknya yang strategis tersebut, perlu adanya kerja sama
antara pemerintah daerah agar pabrik gula ini dapat dilestarikan dan dapat bermanfaat bagi
masyarakat sekitar pabrik dan kepada Pemerintah Daerah Jawa Tengah terhadap potensi-potensi
yang dimiliki Pabrik Gula Gondang Baru.
Keberadaan industri gula dapat kita lihat sebagai keberuntungan yang besar untuk
pemiliknya dan memberikan pajak untuk pemerintah kolonial pada zamannya. Melalui
perkebunan tebu, masyarakat Pulau Jawa mengenal upah yang diberikan dalam bentuk alat
pembayaran yang sah atau uang. Namun, arti penting dari sumbangsih perkebunan dan pabrik
gula adalah memberikan contoh tentang organisasi-organisasi buruh, kekuatan keuangan,
kemajuan teknik, efisiensi dan laba yang melahirkan kemajuan pesat dalam pertanian terhadap
bidang usaha lainnya yang kemudian berkembang pesat hingga melampaui perkembangan
industri gula.
Daftar Referensi
Arsip dan Dokumen:
Perkembangan industri ..., Aisyah Alexandra Adriana, GIB UI, 2017
Adresboek Voor De Java-Suikerindustrie Zesde Jaargang: Java Suiker Industrie Namen en
Fabriken uitgave 1927; uitgaver C. Huysman – Soerabaia. Koleksi Arsip Museum Gula
Jawa Tengah
Adresboek Voor De Java-Suikerindustrie 4ͤ Jaargang: Java Suiker Industrie Namen en Fabriken
uitgave 1927; uitgaver C. Huysman – Soerabaia. Koleksi Arsip Museum Gula Jawa
Tengah.
Afstanden Van Een Suikerfabriek-Centrum tot de in dat centrum gelegen Suikerfabrieken.
Koleksi Arsip Museum Gula Jawa Tengah.
Ichtisar Angka-Angka Perusahaan Pabrik Gula PNP XVI Tahun 1957 s/d 1966 (BP3G Pasuruan,
oleh Ir. Tan Hong Tjhen dan Kho Hian Lok).Koleksi Arsip Museum Gula Jawa Tengah.
Jaarboek Voor Suikerfabrikanten in Ned-Indie 22ͤ Jaargang 1917/1918. Koleksi Arsip Museum
Gula Jawa Tengah.
Laporan Tengah Bulanan P. G. Gondang Baru Tahun 1958. Koleksi Arsip Museum Gula Jawa
Tengah.
Laporan Tahunan P. G. Gondang Baru Tahun 1958.Koleksi Arsip Museum Gula Jawa Tengah.
Laporan Tahun Pembukuan Bank Indonesia Tahun 1958 – 1959.Koleksi Arsip Museum Gula
Jawa Tengah.
Penjelasan dan Pedoman Pelaksanaan Perjanjian Perburuhan P3.G. I. / S. B. G. Tahun 1958
Dihimpun Oleh M. Soenjoto (Pegawai Staf P3. G. I. (A.S.S.I)) Surabaya.Koleksi Arsip
Museum Gula Jawa Tengah.
Proefstation Voor de Java-Suikerindustrie Jaarverslag 1910; TYP. J. D. DE BOER, Tegal-
Cheribon-Tjilatjap.Koleksi Arsip Museum Gula Jawa Tengah.
Surat Kabar/Majalah:
Berita Pembangunan, “Muker Pertanian Rakyat Bebas : Berdikari Pangan dan Bahan-bahan
Ekspor Pertanian”. 3 Desember 1965.
Buletin Ilmiah Litbang Perdagangan oleh Tjetjep Nurasa dan Iwan Setiaji A, Dampak Kebijakan
Perdagangan Gula Terhadap Profitabilitas Usahatani Tebu: Kasus di Kabupaten Klaten,
Jawa Tengah, Vol. II, No.02 2008.
Perkembangan industri ..., Aisyah Alexandra Adriana, GIB UI, 2017
Buletin Sanskerta Ilmu Sejarah UNY (Jelajah Waktu dan Peradaban), disusun oleh Fahmi Aji,
Hernantya Devi, dkk : “Menapaki Manisnya Industri Gula”, Ed. Khusus Ekspedisi,
Oktober 2016.
Artikel “Museum Gula Jawa Tengah”, Koleksi Arsip Museum Gula Jawa Tengah, Kabupaten
Klaten.
Buku:
Boomgaard, Peter, Colombijn, Freek, and Henley, David. Paper Landscapes: Explorations in the
Environmental History of Indonesia. Leiden: KITLV Press. 1997.
Booth, Anne.Sejarah Ekonomi Indonesia. Jakarta: LP3ES. 1988.
Breman, Jan. Penguasaan Tanah dan Tenaga Kerja: Jawa di Masa Kolonial. Jakarta: LP3ES.
1986.
Burger, D.H. Sejarah Ekonomis Sosiologis Indonesia. Terj. Prajudi. Jakarta: P. N. Pradnja
Paramita. 1960.
. Industri Perkebunan di Indonesia: Profil dan Petunjuk. Jakarta: Deptan dan PT
Alogo Sejahtera. 1989.
Creutzberg, Pieter, dan van Laanen, J.T.M. Sejarah Statistik Ekonomi Indonesia. Jakarta:
Yayasan Obor Indonesia. 1987.
Daldjoeni, N. Geografi Kesejarahan Indonesia. Bandung: Alumni. 1992.
De Vries, E. Pertanian dan Kemiskinan di Jawa. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. 1985.
Djojohadikusumo, Sumitro. Perdagangan dan Industri dalam Pembangunan. Jakarta: LP3ES.
1985.
Elson, R.E. Javanese Peasants and the Colonial Sugar Industry: Impact and Change in an East
Java Residency, 1830-1940. Singapore: Oxford University Press. 1984.
Fasseur, Cornelis. The Politics of Colonial Exploitation: Java, the Dutch, and the Cultivation
System. New York: Southeast Asia Program. 1992.
Furnivall, J.S. Hindia-Belanda: Studi Tentang Ekonomi Majemuk. Jakarta: Freedom Institute.
2009.
Geertz, Clifford. Involusi Pertanian Proses Perubahan Ekologi di Indonesia. (Terj. oleh
S.Soepomo). Jakarta: Bhratara K.A. 1976.
Perkembangan industri ..., Aisyah Alexandra Adriana, GIB UI, 2017
Glassburner, Bruce, dkk. Macroeconomic Policies, Crises, and Long-Term Growth in Indonesia,
1965-90. Washington, D.C: The World Bank. 1994.
Higgins, Benjamin H. Indonesia: The Crisis of the Millstones. New Jersey: D. Van Nostrand Co.
1963.
Kano, Hiroyoshi. Dibawah Asap Pabrik Gula :Masyarakat Desa di Pesisir Jawa Sepanjang
Abad Ke-20. Yogyakarta: Akatiga dan Gadjah Mada University Press. 1996.
Kanumoyoso, Bondan. Nasionalisasi Perusahaan Belanda di Indonesia: Menguatnya Peran
Ekonomi Negara. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. 2001.
Kartodirdjo, Sartono dan Suryo, Djoko. Sejarah Perkebunan di Indonesia: Kajian Sosial
Ekonomi. Yogyakarta: Aditya Media. 1991.
Kunio, Yoshihara. Konglomerat Oei Tiong Ham: Kerajaan Bisnis Pertama di Asia Tenggara.
Jakarta: Pustaka Utama Grafiti. 1991.
Khudori, Gula Rasa Neoliberalisme : Pergumulan Empat Abad Industri Gula. Jakarta: LP3ES.
2005.
Kian Wie, Thee. Industrialisasi Indonesia : Analisis dan Catatan Kritis. Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan. 1988.
Kian Wie, Thee. Industrialisasi di Indonesia : Beberapa Kajian. Jakarta: LP3ES. 1994.
Larson, George D. Masa Menjelang Revolusi: Keraton dan Kehidupan Politik di Surakarta,
1912-1942. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. 1990.
Leirissa, R. Z. dkk. Sejarah Perekonomian Indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan RI. 1996.
Linblad, J.Thomas. Fondasi Historis Ekonomi Indonesia. Yogyakarta: Yogyakarta Pustaka
Pelajar. 2002.
Linblad, J. Thomas. Bridges to New Business: the Economic Decolonization of Indonesia.
Singapore: NUS Press. 2009.
Mackie, J.A.C. Problems of the Indonesian Inflation. Ithaca: Department of Asian Studies,
Cornell University. 1967.
Maharani A. Tandjung, Krisnina, Jejak Gula: Warisan Industri Gula di Jawa. Jakarta: Yayasan
Warna Warni Indonesia. 2010.
Moeimam, Susi dan Hein Steinhauer. Kamus Belanda-Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama. 2008.
Perkembangan industri ..., Aisyah Alexandra Adriana, GIB UI, 2017
Mubyarto dan Daryanti.. Gula: Kajian Sosial Ekonomi. Yogyakarta: Aditya Media. 1991.
Mubyarto, dkk. Tanah dan Tenaga Kerja Perkebunan: Kajian Sosial Ekonomi. Jakarta:
Kepustakaan Populer Gramedia. 1996.
Munandar, Agus Aris. Indonesia Dalam Arus Sejarah. Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve dan
Kemendikbud RI. 2012.
Niel, R. van. The Regulation of Sugar Production in Java: 1830-1840. Dalam R. van Niel (eds.),
Economics Factors in Southeast Asian Social Change.Honolulu: Asian Studies at Hawaii.
1968.
Pelzer, Karl J. Sengketa Agraria : Pengusaha Perkebunan Melawan Petani. Jakarta: Pustaka
Sinar Harapan. 1991.
Padmo, Soegijanto. Landreform dan Gerakan Protes Petani Klaten 1959-1965. Yogyakarta:
Media Pressindo. 2000.
Poesponegoro, Marwati Djoened dan Notosusanto, Nugroho. Sejarah Nasional Indonesia V:
Zaman Kebangkitan Nasional dan Masa Hindia Belanda, cet.2, (eds. Pemutakhiran),
Jakarta: Balai Pustaka. 2008.
Rahardjo, Iman Toto K. Bung Karno dan Ekonomi Berdikari: Kenangan 100 Tahun Bung Karno.
Jakarta: PT Grasindo. 2001.
Rajagukguk, Erman. Indonesianisasi Saham. Jakarta: PT. Bina Aksara.1985.
Rosadi, Husni Y. Manajemen Industri Gula Nasional. Jakarta: Badan Pengkajian dan Penerapan
Teknologi. 2004.
Siagian, Renville. 182 tahun Perkebunan di Indonesia (1830-2012). Yogyakarta: Yayasan
Cempaka Kencana. 2014.
Simbolon, Parakitri T.. Menjadi Indonesia. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.2007.
Soemardjan, Selo. Perubahan Sosial di Yogyakarta. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
1991.
Suhartono. Apanage dan Bekel: Perubahan Sosial di Pedesaan Surakarta 1830-1920.
Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya. 1991.
Suhartono. The Impact of The Sugar Industry on Rural Life: Klaten, 1850-1900, Agrarian
Industry, Sartono Kartodirdjo (ed.) Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. 1986.
Sutter, John O. Indonesianisasi : Politics in a Changing Economy 1940-1955. Vol.1 . New York :
Cornell University. 1959.
Perkembangan industri ..., Aisyah Alexandra Adriana, GIB UI, 2017
Tjwan Ling, Liem. Raja Gula Oei Tiong Ham. Surabaya: Liem Tjwan Ling. 1979.
Hasil Penelitian dan Karya Ilmiah yang telah dipublikasikan:
B. D. Dhawan. “Nationalisation of the Sugar Industry: An Economic Perspective” dalam,
Economic and Political Weekly, Vol. 7, No. 49 (Dec. 2, 1972), pp. 2381+2383-2386.
Diakses dari http://www.jstor.org/stable/436209, pada 31 Mei 2016, pukul 15:20 WIB.
Niel, Robert van. “The Effect of Export Cultivations in Nineteenth-Century Java”dalam Modern
Asian Studies, Vol. 15, No. 1 (1981), pp. 25-58. Diakses dari
http://www.jstor.org/stable/312104 pada 1 Juni 2016, pukul 10:50 WIB.
Disertasi/Tesis:
Loekman Soetrisno. 1980. The Sugar Industry and Rural Development: The Impact of Cane
Cultivation for Export on Rural Java 1830-1934. Disertasi. New York: Cornell University.
Harto Juwono. 2011. Kontrak sewa tanah di Kesunanan Surakarta dan Kesultanan Yogyakarta,
1818-1912: Penerapan Prinsip Konkordansi di Wilayah Projo Kejawen. Disertasi Program
Studi Ilmu Sejarah, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia.
Didit Dwi Subagio. 2007. Penilaian Monumen Hidup Pabrik Gula Gondang Baru sebagai Cagar
Budaya, Tesis Program Studi Ilmu Arkeologi, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya,
Universitas Indonesia.
Agus Setyo Budi Rahardjo. 1995. Perencanaan dan Pengawasan Pengadaan Bahan Baku pada
PG. Gondang Baru di Klaten. Tesis Program Studi Magister Manajemen. UGM, Yogyakarta.
Sumber Internet :
www.ppsp.nawasis.info/dokumen/perencanaan/sanitasi/pokja/bp/kab.klaten/DraftBABIIBPSKlat
en.pdf. (diunduh pada 9 November 2016, pukul 9:12 WIB).
http://klatenkab.go.id/peta-kabupaten-klaten/(diunduh pada 15 Mei 2017, pukul 14:51 WIB).
http://www.negeripesona.com/2013/04/kabupaten-kota-di-provinsi-jawa-tengah.html, (diunduh
pada 17 Mei 2017, pukul 14:47 WIB).
http://www.organisasi.jatengprov.go.id/assets/doc/20160315083708.pdf. (diunduh pada 21 Juni
2016, pukul 22:40 WIB).
Perkembangan industri ..., Aisyah Alexandra Adriana, GIB UI, 2017