analisis stabilitas dan sistem perbankan

34
Equity Tower Lt 20, 21 & 39 Sudirman Central Business District Jl. Jend. Sudirman Kav 52 - 53 Jakarta 12190 Analisis Stabilitas dan Sistem Perbankan Triwulan II 2017

Upload: others

Post on 21-Oct-2021

8 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Analisis Stabilitas dan Sistem Perbankan

Equity Tower Lt 20, 21 & 39

Sudirman Central Business District

(SCBD) Jl. Jend. Sudirman Kav 52 - 53

Jakarta 12190

Analisis Stabilitas dan Sistem Perbankan

Triwulan II 2017

Page 2: Analisis Stabilitas dan Sistem Perbankan

Kami memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 5,1% pada tahun 2017 dan

5,3% pada tahun 2018. Angka tersebut 0,2 ppt lebih rendah dari proyeksi sebelumnya.

Rata-rata nilai tukar rupiah diperkirakan mencapai Rp 13.350/US$ pada tahun ini dan Rp

13.450/ US$ pada tahun depan, lebih kuat dari perkiraan kami sebelumnya.

Kami mempertahankan proyeksi defisit neraca berjalan di level 1,9% PDB pada tahun 2017

dan 2,1% PDB pada tahun 2018.

Pasca kenaikan Fed rate, sentimen pasar relatif bergerak stabil. Hal ini sekaligus

mengindikasikan kenaikan Fed rate tersebut sesuai dengan ekspektasi dan dapat diantisipasi

oleh pelaku pasar sehingga tidak menimbulkan gejolak di pasar keuangan.

Pergerakan pasar keuangan Indonesia: valas, saham, dan obligasi masih menunggu beberapa

rilis data ekonomi menyusul minimnya sentimen positif dari dalam negeri. Namun demikian,

pasar keuangan Indonesia berpeluang untuk melanjutkan penguatan.

Pada periode April 2017, pertumbuhan kredit kembali meningkat ke level 9,47% (yoy), naik

23 bps dibanding pertumbuhan bulan sebelumnya.

Lambatnya penurunan rasio NPL diakibatkan oleh pertumbuhan kredit baru yang masih

rendah. Kehati-hatian perbankan dalam menyalurkan kredit membuat pertumbuhan

menjadi tertahan.

Angka Banking Stability Index (BSI) untuk periode bulan Mei 2017 mengalami sedikit

penurunan sebesar 1 bps, dari 99,62 di bulan April 2017 menjadi 99,61 di bulan Mei 2017.

Berdasarkan angka BSI tersebut, risiko industri perbankan Indonesia masih berada dalam

kondisi Normal.

Ringkasan Laporan

Page 3: Analisis Stabilitas dan Sistem Perbankan

Update Risiko serta Prospek

Perekonomian dan Sistem Keuangan

Page 4: Analisis Stabilitas dan Sistem Perbankan

3

Update Risiko serta Prospek Perekonomian dan Sistem Keuangan Mochammad Doddy Ariefianto, Seto Wardono

Kami memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 5,1% pada tahun 2017 dan 5,3%

pada tahun 2018. Angka tersebut 0,2 ppt lebih rendah dari proyeksi sebelumnya.

Rata-rata nilai tukar rupiah diperkirakan mencapai Rp 13.350/US$ pada tahun ini dan Rp 13.450/

US$ pada tahun depan, lebih kuat dari perkiraan kami sebelumnya.

Kami mempertahankan proyeksi defisit neraca berjalan di level 1,9% PDB pada tahun 2017 dan

2,1% PDB pada tahun 2018.

Hasil updating terbaru kami menunjukkan bahwa risiko perekonomian dan sistem keuangan

mengalami penurunan pada kuartal I 2017 dan secara kualitatif masih berada dalam kondisi normal.

Terdapat perbaikan kinerja pada tiga dari enam aspek yang kami pantau serta terdapat lima aspek

yang mengalami perbaikan prospek. Di antara enam aspek ini, hanya aspek aktivitas bisnis domestik

dan aspek kebijakan fiskal yang mengalami perbaikan kinerja dan perbaikan prospek. Di sisi lain, tak

ada satu pun aspek yang sekaligus mengalami pelemahan kinerja dan prospek.

Sumber: LPS Gambar 1. Peta Risiko Kualitatif Perekonomian dan Sistem Keuangan

NPNT

ABD

HKM

SPB

PKU

KBF

0

1

2

3

4

5

6

0 1 2 3 4 5 6

Kinerja

Outlook

4Q16

1Q17

NPNT: Neraca Pembayaran & Nilai Tukar

ABD: Aktivitas Bisnis Domestik

HKM: Harga & Kebijakan Moneter

KBF: Kebijakan Fiskal

PKU: Pasar Keuangan

SPB: Sistem Perbankan

Normal Waspada Siaga Ditengarai Krisis

Page 5: Analisis Stabilitas dan Sistem Perbankan

4

Aktivitas Bisnis Domestik

Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang mengalami rebound pada kuartal I 2017 menjadi faktor

penting yang mendorong perbaikan kinerja pada aspek aktivitas bisnis domestik. Produk domestik

bruto (PDB) tumbuh 5,01% y/y pada kuartal itu, melebihi pertumbuhan 4,94% pada kuartal IV 2016.

Penguatan pertumbuhan ekonomi ini terutama didukung oleh perbaikan kinerja perdagangan. Pada

kuartal I lalu, ekspor barang dan jasa meningkat 8,04% y/y, yang tertinggi sejak tahun 2014. Dengan

perkembangan ini, kontribusi ekspor neto (ekspor minus impor) terhadap pertumbuhan y/y PDB naik

dari 0,34 poin persentase (ppts) pada kuartal IV 2016 menjadi 0,73 ppts. Selain ekspor, pertumbuhan

konsumsi pemerintah dan investasi juga membaik sehingga ikut mendorong pemulihan

pertumbuhan ekonomi pada kuartal I lalu. Penguatan aktivitas ekonomi juga terlihat di sisi produksi,

di mana 12 dari 17 sektor ekonomi mengalami percepatan pertumbuhan.

Prospek aktivitas bisnis domestik juga membaik dalam jangka pendek ke depan, didasari oleh

ekspektasi berlanjutnya perbaikan ekspor yang sejalan dengan penguatan prospek ekonomi global.

Dana Moneter Internasional (IMF) pada April lalu memprediksi pertumbuhan ekonomi global tahun

ini sebesar 3,5%, 0,1 ppts lebih tinggi dari proyeksi yang dibuat pada Januari 2017. Publikasi

Consensus Economics pada Juni lalu juga menunjukkan proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun 2017

yang lebih tinggi dibanding tiga bulan sebelumnya untuk mitra dagang utama Indonesia seperti

China, Malaysia, Jepang, Singapura, Thailand, dan Zona Euro.

Sumber: CEIC, Consensus Economics, LPS Gambar 2. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Beberapa Negara dan Indikator Bulanan Indonesia

Ekonomi Indonesia diperkirakan tumbuh 5,1% pada tahun ini dan 5,3% pada tahun depan,

keduanya 0,2 poin persentase (ppt) lebih rendah dibandingkan proyeksi kami sebelumnya. Revisi ke

bawah terhadap angka proyeksi ini mencerminkan pemulihan permintaan domestik yang lebih

lambat dari perkiraan sebelumnya, meski di sisi lain terjadi pemulihan ekspor yang lebih cepat.

Perbaikan ekspor ini didukung oleh penguatan aktivitas ekonomi global. Di sisi lain, ketidakpastian

kebijakan ekonomi di negara maju yang masih cukup tinggi dan faktor geopolitik (seperti di

Semenanjung Korea dan Timur Tengah) menjadi downside risks yang dapat menekan aktivitas

ekonomi global, sehingga juga dapat berdampak pada ekspor dan pertumbuhan ekonomi Indonesia.

0 1 2 3 4 5 6 7 8

Thailand

Singapura

Filipina

Malaysia

India

China

Jepang

Zona Euro

AS

Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Tahun 2017

Proyeksi Maret 2017

Proyeksi Juni 2017

%-30

-15

0

15

30

45

60

-60

-30

0

30

60

90

120

May

-10

No

v-1

0

May

-11

No

v-1

1

May

-12

No

v-1

2

May

-13

No

v-1

3

May

-14

No

v-1

4

May

-15

No

v-1

5

May

-16

No

v-1

6

May

-17

3M Sum, % y/yPenjualan Sepeda Motor

Penjualan Mobil

Konsumsi Semen (Kanan)

Impor Barang Modal (Kanan)

Page 6: Analisis Stabilitas dan Sistem Perbankan

5

Harga dan Kebijakan Moneter

Peningkatan inflasi menjelaskan pelemahan kinerja aspek harga dan kebijakan moneter pada

kuartal I 2017. Inflasi indeks harga konsumen (IHK) mencapai 3,61% y/y pada Maret 2017, naik dari

3,02% pada Desember 2016. Di saat yang sama, inflasi inti juga naik dari 3,07% menjadi 3,3%. Selain

di tingkat konsumen, penguatan tekanan inflasi juga terjadi di tingkat pedagang. Inflasi indeks harga

perdagangan besar (IHPB) mencapai 8,32% pada Maret 2017, naik dari 8% pada Desember 2016.

Konsisten dengan kenaikan inflasi IHK dan IHPB, kenaikan deflator PDB (indikator tingkat harga yang

paling luas) juga terjadi pada kuartal I lalu. Pada kuartal itu, deflator PDB naik 4,84% y/y, yang

tertinggi sejak kuartal IV 2014.

Aspek harga dan kebijakan moneter mengalami perbaikan prospek, seiring dengan batalnya

penerapan subsidi tertutup untuk LPG tabung 3 kg pada tahun ini serta adanya komitmen

pemerintah untuk tidak menaikkan tarif listrik di semester II 2017. Di sisi lain, inflasi di kelompok

bahan makanan yang cukup terkendali selama bulan puasa tahun ini (+0,69% m/m pada Juni 2017)

menunjukkan adanya perbaikan pada rantai distribusi pangan, yang jika dapat berlanjut akan

menjadi downside risk bagi perkembangan inflasi ke depan. Dengan memperhatikan hal ini, rata-rata

inflasi diperkirakan mencapai 4,1% pada tahun ini dan tahun depan dengan posisi akhir tahun

masing-masing di level 4,4% dan 4%. Angka proyeksi terbaru ini lebih rendah dari perkiraan kami

sebelumnya.

Sumber: BI, BPS, CEIC, LPS Gambar 3. Perkembangan Inflasi dan Suku Bunga Kebijakan

Meski meningkat, inflasi IHK masih berada dalam koridor target dan dengan kondisi ekonomi

makro yang relatif stabil, Bank Indonesia (BI) pun mempertahankan BI 7-day reverse repo rate di

posisi 4,75% pada kuartal I 2017 dan bahkan pada kuartal berikutnya. Dengan perkiraan inflasi tahun

ini yang sesuai targetnya (4%±1%), kami pun kini tidak melihat adanya urgensi bagi bank sentral

untuk memperketat kebijakan moneternya. Meski demikian, target inflasi tahun depan yang lebih

rendah (3,5%±1%) dan potensi berlanjutnya normalisasi kebijakan moneter di negara maju memberi

ruang bagi pengetatan kebijakan di tahun 2018. Dengan demikian, kami merevisi proyeksi BI 7-day

reverse repo rate pada akhir tahun ini dari 5% menjadi 4,75%. Proyeksi bunga acuan pada akhir

tahun 2018 juga kami ubah dari 5,25% menjadi 5%.

-4

0

4

8

12

16

20

2

4

6

8

10

Jun

-10

Dec

-10

Jun

-11

Dec

-11

Jun

-12

Dec

-12

Jun

-13

Dec

-13

Jun

-14

Dec

-14

Jun

-15

Dec

-15

Jun

-16

Dec

-16

Jun

-17

% y/y% y/y

Inflasi Indeks Harga Konsumen

Inflasi Inti Inflasi Headline

Inflasi Volatile Food (Kanan) Inflasi Administered Price (Kanan)

0

3

6

9

12

15

18

Jun

-07

Jun

-08

Jun

-09

Jun

-10

Jun

-11

Jun

-12

Jun

-13

Jun

-14

Jun

-15

Jun

-16

Jun

-17

%Bunga Deposit Facility

Bunga Lending Facility

BI Rate

BI 7-Day Reverse Repo Rate

Page 7: Analisis Stabilitas dan Sistem Perbankan

6

Neraca Pembayaran dan Nilai Tukar

Kinerja aspek neraca pembayaran dan nilai tukar pada kuartal I 2017 secara kualitatif tidak

berbeda dari kinerja di kuartal IV 2016 mengingat surplus neraca pembayaran yang stabil dan nilai

tukar rupiah yang terkendali. Neraca pembayaran pada kuartal I lalu mengalami surplus sebesar US$

4,51 miliar, hanya meningkat US$ 8,8 juta dari surplus di kuartal sebelumnya. Lonjakan pembayaran

bunga utang luar negeri (ULN) menjadi faktor penting yang mendorong pelebaran defisit neraca

berjalan dari US$ 2,1 miliar (0,87% PDB) pada kuartal IV 2016 menjadi US$ 2,4 miliar (0,99% PDB)

pada kuartal I 2017. Pada periode yang sama, surplus neraca financial membesar dari US$ 7,6 miliar

menjadi US$ 7,86 miliar akibat maraknya pembelian surat berharga negara (SBN) rupiah dan saham

oleh investor asing.

Sumber: BI, BIS, LPS Gambar 4. Neraca Pembayaran dan Nilai Tukar Rupiah

Nilai tukar rupiah secara rata-rata mengalami depresiasi dari Rp 13.246/US$ pada kuartal IV

2016 menjadi Rp 13.346/US$ pada kuartal I 2017. Meski demikian, jika menggunakan indikator nilai

tukar efektif, rupiah sebenarnya mengalami penguatan terhadap satu keranjang mata uang, baik

secara nominal (nilai tukar efektif nominal atau NEER) maupun secara riil (nilai tukar efektif riil atau

REER setelah memperhitungkan inflasi). Menurut data Bank for International Settlements (BIS),

NEER Indonesia secara rata-rata menguat 0,15% pada kuartal I 2017 dari kuartal sebelumnya,

sedangkan REER menguat 1,23%. Pergerakan nilai tukar rupiah pada kuartal I lalu dipengaruhi oleh

derasnya arus modal masuk di pasar obligasi dan saham. Kepemilikan SBN rupiah oleh investor asing

meningkat Rp 57,41 triliun pada periode Januari–Maret, sedangkan pembelian bersih (net buy)

investor asing di pasar saham mencapai Rp 8,35 triliun. Di samping itu, hasil penerbitan sukuk global

senilai US$ 3 miliar pada bulan Maret juga menambah pasokan valas di dalam negeri dan

mendukung nilai tukar.

Potensi perbaikan ekspor dan masuknya arus modal pasca peningkatan rating utang Indonesia

ke level investment grade oleh Standard & Poor’s menjelaskan perbaikan prospek neraca

pembayaran dan nilai tukar. Kinerja ekspor yang tetap positif terlihat dari data periode April–Mei

2017 yang menunjukkan pertumbuhan sebesar 18,8% y/y sehingga mendukung terciptanya surplus

-16

-12

-8

-4

0

4

8

12

16

1Q

12

3Q

12

1Q

13

3Q

13

1Q

14

3Q

14

1Q

15

3Q

15

1Q

16

3Q

16

1Q

17

Miliar US$

Neraca Pembayaran

Basic Balance Neraca Pembayaran

Neraca Berjalan Neraca Finansial

65

70

75

80

85

90

95

100

1057.000

8.000

9.000

10.000

11.000

12.000

13.000

14.000

15.000

Jun

-10

Dec

-10

Jun

-11

Dec

-11

Jun

-12

Dec

-12

Jun

-13

Dec

-13

Jun

-14

Dec

-14

Jun

-15

Dec

-15

Jun

-16

Dec

-16

Jun

-17

2010 = 100

Rp/US$

NEER (Kanan)

REER (Kanan)

Page 8: Analisis Stabilitas dan Sistem Perbankan

7

perdagangan sebesar US$ 1,81 miliar. Sementara itu, kepemilikan asing atas SBN rupiah meningkat

Rp 47,33 triliun di sepanjang kuartal II 2017, dengan net buy di pasar saham senilai Rp 9,02 triliun.

Neraca pembayaran juga terindikasi masih mengalami surplus pada periode April–Mei, seiring

dengan kenaikan cadangan devisa Indonesia sebesar US$ 3,15 miliar di saat yang sama.

Defisit neraca berjalan kami perkirakan mencapai 1,9% PDB pada tahun 2017 dan 2,1% PDB

pada tahun 2018, sama dengan perkiraan kami sebelumnya. Meski demikian, proyeksi pertumbuhan

ekspor pada tahun ini kami revisi dari 2,7% menjadi 6,7%, sedangkan proyeksi pertumbuhan impor

berubah dari 2,4% menjadi 4,9%. Indonesia diperkirakan masih akan menjadi salah satu tujuan

utama investasi asing sehingga neraca modal dan finansial diprediksi masih mengalami surplus yang

besar. Neraca pembayaran diperkirakan mengalami surplus sebesar US$ 11,5 miliar pada tahun 2017

dan US$ 9,45 miliar pada tahun 2018. Dengan perkembangan ini, cadangan devisa kami perkirakan

akan mencapai US$ 128,79 miliar pada akhir tahun ini dan US$ 138,23 miliar pada akhir tahun

depan.

Sumber: BI, LPS Tabel 1. Neraca Pembayaran: Aktual dan Proyeksi (Juta US$)

Kami melihat nilai tukar rupiah yang lebih kuat dari perkiraan semula, terutama didukung oleh

prospek neraca pembayaran yang positif dan lebih baik dari perkiraan sebelumnya. Rata-rata nilai

tukar diprediksi mencapai Rp 13.350/US$ pada tahun 2017 dan Rp 13.450 pada tahun 2018, lebih

kuat dari perkiraan sebelumnya yang masing-masing berada di level Rp 13.450/US$ dan Rp

13.550/US$. Pada akhir tahun ini, rupiah diperkirakan mencapai Rp 13.300/US$ dengan posisi akhir

tahun 2018 di level Rp 13.450/US$. Potensi capital reversal akibat ketidakpastian di pasar keuangan

global yang tinggi masih menjadi downside risk utama bagi pergerakan rupiah ke depan. Sebaliknya,

yield surat utang Indonesia yang tetap tinggi dengan rating yang tergolong investment grade menjadi

upside risk bagi rupiah.

2012 2013 2014 2015 2016 2017P 2018P

Transaksi Berjalan -24,418 -29,109 -27,510 -17,519 -16,909 -19,338 -24,245

Barang 8,680 5,833 6,983 14,049 15,437 18,871 19,750

Ekspor 187,347 182,089 175,293 149,124 144,445 154,153 165,188

Impor -178,667 -176,256 -168,310 -135,076 -129,008 -135,282 -145,437

Jasa-Jasa -10,564 -12,070 -10,010 -8,697 -7,043 -8,176 -9,514

Pendapatan Primer -26,628 -27,050 -29,703 -28,379 -29,693 -33,103 -37,210

Pendapatan Sekunder 4,094 4,178 5,220 5,508 4,390 3,070 2,729

Transaksi Modal dan Finansial 24,909 21,971 44,943 16,860 28,369 31,777 33,691

Investasi Langsung 13,716 12,170 14,733 10,704 16,020 14,766 16,281

Investasi Portofolio 9,206 10,873 26,067 16,183 18,946 19,896 22,694

Transaksi Modal dan Finansial Lain 1,986 -1,072 4,143 -10,027 -6,598 -2,885 -5,283

Neraca Keseluruhan 215 -7,325 15,249 -1,098 12,089 11,495 9,447

Memorandum:

Cadangan Devisa (akhir periode) 112,781 99,387 111,862 105,931 116,362 128,787 138,233

Transaksi Berjalan (% PDB) -2.7 -3.2 -3.1 -2.0 -1.8 -1.9 -2.1

Page 9: Analisis Stabilitas dan Sistem Perbankan

8

Sistem Perbankan

Kualitas kredit yang kembali turun dan sedikit penurunan pada permodalan bank menjelaskan

pelemahan kinerja sistem perbankan. Rasio kredit bermasalah (NPL) bruto naik dari 2,93% pada

Desember 2016 menjadi 3,04% pada Maret 2017 setelah sempat mengalami penurunan dari 3,1%

pada September 2016. Sementara, rasio kecukupan modal (CAR) bank umum mengalami penurunan

dari 22,93% pada akhir tahun lalu ke 22,88% pada akhir Maret lalu. Di sisi lain, beberapa indikator

perbankan lain tampak membaik. Di waktu yang sama, rasio laba terhadap aset (ROA) naik dari

2,23% menjadi 2,5%, yang tertinggi selama hampir dua tahun. Pertumbuhan kredit juga naik dari

7,87% y/y menjadi 9,24%, sedangkan pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) meningkat dari 9,6% y/y

ke 10,02%.

Sumber: BI, CEIC, LPS Gambar 5. Kredit, DPK, dan NPL Perbankan

Perbaikan likuiditas perbankan dan ekspektasi pemulihan ekonomi domestik melatarbelakangi

perbaikan prospek sistem perbankan. Data terbaru masih menunjukkan pertumbuhan DPK yang

relatif tinggi (+9,87% y/y pada April 2017) sehingga menjaga rasio kredit terhadap simpanan (LDR)

tetap berada di bawah 90%. Kondisi likuiditas yang lebih baik ini memberi ruang bagi ekspansi kredit.

Pada April lalu, kredit bank umum tercatat tumbuh 9,47% y/y, yang tertinggi sejak Februari 2016.

Pada tahun ini, kredit diperkirakan tumbuh 9,2%, sama dengan prediksi kami sebelumnya. Kami juga

tidak mengubah proyeksi pertumbuhan DPK tahun ini dan tahun depan yang masing-masing berada

di level 7,2% dan 7,6%. Meski DPK tumbuh tinggi dalam beberapa bulan terakhir, pertumbuhannya

diprediksi melambat pada semester II 2017 akibat efek high base terkait masuknya dana repatriasi

program amnesti pajak pada paruh kedua tahun lalu.

Pasar Keuangan

Kinerja aspek pasar keuangan membaik cukup signifikan pada kuartal I 2017, selaras dengan

kenaikan harga saham dan penurunan yield obligasi. Indeks harga saham gabungan (IHSG) tercatat

40

50

60

70

80

90

100

0

7

14

21

28

35

42

Ap

r-0

5

Ap

r-0

6

Ap

r-0

7

Ap

r-0

8

Ap

r-0

9

Ap

r-1

0

Ap

r-1

1

Ap

r-1

2

Ap

r-1

3

Ap

r-1

4

Ap

r-1

5

Ap

r-1

6

Ap

r-1

7

% y/y%

Kredit DPK LDR (Kanan)-40

0

40

80

120

160

0

2

4

6

8

10

Ap

r-0

5

Ap

r-0

6

Ap

r-0

7

Ap

r-0

8

Ap

r-0

9

Ap

r-1

0

Ap

r-1

1

Ap

r-1

2

Ap

r-1

3

Ap

r-1

4

Ap

r-1

5

Ap

r-1

6

Ap

r-1

7

% y/y%

Rasio NPL

NPL Nominal (Kanan)

Page 10: Analisis Stabilitas dan Sistem Perbankan

9

naik 5,12% q/q pada kuartal I 2017 setelah mengalami penurunan 1,27% pada kuartal sebelumnya.

Di saat yang sama, yield SBN bertenor 5 dan 10 tahun turun masing-masing sebesar 73 basis poin

(bps) dan 93 bps menjadi 6,85% dan 7,04% akibat permintaan yang tinggi. Seiring dengan naiknya

harga saham dan SBN, persepsi risiko berinvestasi di Indonesia juga mengalami penurunan

sebagaimana terlihat dari pergerakan credit default swap (CDS). Spread CDS Indonesia bertenor lima

tahun tercatat turun dari 157,55 bps pada akhir tahun lalu menjadi 128,25 bps pada akhir Maret lalu.

Secara kualitatif, prospek pasar keuangan dapat dikatakan tidak mengalami perubahan akibat

masih adanya rencana normalisasi kebijakan moneter Amerika Serikat (AS) dan ketidakpastian di

pasar keuangan global yang masih tinggi. Hasil proyeksi yang dibuat para anggota komite pembuat

kebijakan (FOMC) di Federal Reserve menunjukkan ekspektasi kenaikan Fed rate sebesar 25 bps

pada semester II 2017 dan 75 bps di sepanjang tahun 2018. Selain menaikkan suku bunga, bank

sentral AS itu juga akan mengurangi kepemilikan surat berharganya. Sementara itu, ketidakpastian di

pasar keuangan global antara lain bersumber dari kebijakan ekonomi pemerintah AS serta

perkembangan geopolitik di beberapa kawasan seperti Semenanjung Korea dan Timur Tengah. Kami

merevisi proyeksi rata-rata yield SBN bertenor 10 tahun dari 7,7% pada tahun ini dan tahun depan

menjadi 7,1% dan 7,5%. Proyeksi rata-rata yield SBN bertenor 5 tahun juga kami pangkas dari 7,2%

menjadi 6,8% pada tahun 2017 dan 7% pada tahun 2018. Revisi proyeksi ini merespons realisasi yield

hingga Mei 2017 yang di bawah ekspektasi kami serta tekanan inflasi yang lebih lunak dari perkiraan

semula.

Kebijakan Fiskal

Kinerja aspek kebijakan fiskal membaik, didukung oleh eksekusi anggaran pendapatan dan

belanja negara (APBN) yang lebih cepat, realisasi defisit APBN yang kembali berada dalam tren

turun, serta perbaikan pada pendapatan pemerintah pusat. Selama tiga bulan pertama tahun ini,

pemerintah pusat telah merealisasikan 16,8% dan 19,2% dari pagu pendapatan dan belanjanya, lebih

baik dari 13,6% dan 18,7% pada kuartal I 2016. Sedangkan, realisasi defisit APBN selama setahun

hingga kuartal I 2017 mencapai 2,1% PDB, lebih rendah dari defisit kuartal sebelumnya yang sebesar

2,46% PDB. Penurunan defisit fiskal ini disebabkan oleh perbaikan di sisi penerimaan. Realisasi

penerimaan negara tumbuh 8,85% y/y selama setahun hingga kuartal I 2017, lebih tinggi dari

pertumbuhan 3,12% pada kuartal IV 2016. Meski demikian, di tengah berbagai perbaikan ini, rasio

utang pemerintah terhadap PDB membesar menjadi 28,73% pada kuartal I dari 27,94% pada kuartal

sebelumnya.

Prospek kebijakan fiskal juga membaik, didasari oleh realisasi harga minyak mentah Indonesia

(ICP) pada semester I tahun ini serta perkiraan inflasi yang berada di atas asumsi. Rata-rata ICP

selama Januari–Juni 2017 mencapai US$ 48,98/barel, masih melebihi asumsinya yang sebesar US$

45/barel. Menurut Kementerian Keuangan, jika realisasi ICP lebih tinggi US$ 1/barel dari asumsinya,

defisit APBN 2017 akan turun Rp 1,3 triliun–Rp 1,4 triliun. Selain itu, kami juga melihat kemungkinan

deviasi inflasi dari asumsinya. Rata-rata inflasi tahun ini diprediksi mencapai 4,1%, masih lebih tinggi

dari asumsi APBN yang sebesar 4%. Jika realisasi inflasi 1% lebih tinggi dari asumsinya, defisit APBN

juga akan turun sebanyak Rp 8,7 triliun–Rp 8,8 triliun.

Page 11: Analisis Stabilitas dan Sistem Perbankan

Pasar Keuangan: Sentimen

Ditengah Kenaikan Fed Rate

Page 12: Analisis Stabilitas dan Sistem Perbankan

11

Pasar Keuangan: Sentimen Ditengah Kenaikan Fed Rate Dienda Siti Rufaedah

Pasca kenaikan Fed rate, sentimen pasar relatif bergerak stabil. Hal ini sekaligus mengindikasikan

kenaikan Fed rate tersebut sesuai dengan ekspektasi dan dapat diantisipasi oleh pelaku pasar

sehingga tidak menimbulkan gejolak di pasar keuangan.

Pergerakan pasar keuangan Indonesia: valas, saham, dan obligasi masih menunggu beberapa rilis

data ekonomi menyusul minimnya sentimen positif dari dalam negeri. Namun demikian, pasar

keuangan Indonesia berpeluang untuk melanjutkan penguatan.

Di pertengahan tahun 2017, Federal Reserves (The Fed) menaikkan bunga acuan (Fed rate)

sebesar 25 bps ke level 1%-1,25% pada rapat FOMC tanggal 13-14 Juni 2017. Kenaikan Fed rate ini

sesuai ekspektasi pasar dimana sebelumnya implied probability dari Fed Funds Futures per tanggal

13 Juni 2017 telah menunjukkan probabilita kenaikan Fed rate mencapai lebih dari 90%. The Fed

menyatakan bahwa kenaikan Fed rate ini didasarkan pada perekonomian Amerika Serikat (AS) yang

terus menguat dan pasar tenaga kerja yang berada dalam kondisi yang solid.

Seperti diketahui, pertumbuhan ekonomi AS meningkat dari 1,6% y/y (triwulan I 2016)

menjadi 2% y/y (triwulan I 2017). Meskipun rilis data penambahan jumlah pekerja AS di bulan Mei

2017 tidak sesuai ekspektasi, namun tingkat pengangguran AS di bulan yang sama mencapai posisi

terendah dalam 16 tahun di level 4,3%. Selain itu, data jobless claims, yang mengukur jumlah tenaga

kerja yang sedang menganggur atau mencari pekerjaan serta mengajukan kompensasi untuk

memperoleh tunjangan dari pemerintah, menunjukkan penurunan. Pada tanggal 9 Juni 2017, jobless

claims turun ke level 237 ribu, dari 241 ribu pada akhir tahun 2016. Jumlah klaim yang rendah

mensinyalkan perekonomian yang menguat.

Sumber: Bloomberg Gambar 6. Perkembangan Indikator Perekonomian Amerika Serikat (AS)

Pasca kenaikan Fed rate, sentimen pasar yang ditunjukkan oleh indeks VIX dan EMBI relatif

bergerak stabil. Per tanggal 16 Juni 2017, indeks VIX berada pada level 10,38. Sementara itu, EMBI

terpantau hanya mengalami sedikit peningkatan ke level 324,62. Stabilnya sentimen global ini

0

2

4

6

8

10

12

-6

-4

-2

0

2

4

6

Mar

-03

No

v-03

Jul-

04

Mar

-05

No

v-05

Jul-

06

Mar

-07

No

v-07

Jul-

08

Mar

-09

No

v-09

Jul-

10

Mar

-11

No

v-11

Jul-

12

Mar

-13

No

v-13

Jul-

14

Mar

-15

No

v-15

Jul-

16

Mar

-17

PDB AS y/y (LHS) Tingkat Pengangguran AS (RHS)

Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi danTingkat Pengangguran AS

200

250

300

350

400

450

500

-300

-200

-100

0

100

200

300

400

500

600

May

-10

Sep

-10

Jan

-11

May

-11

Sep

-11

Jan

-12

May

-12

Sep

-12

Jan

-13

May

-13

Sep

-13

Jan

-14

May

-14

Sep

-14

Jan

-15

May

-15

Sep

-15

Jan

-16

May

-16

Sep

-16

Jan

-17

May

-17

Non-Farm Payroll (LHS) Jobless Claims (RHS)

Perkembangan Non-Farm Payroll dan Jobless Claims AS

Page 13: Analisis Stabilitas dan Sistem Perbankan

12

mengindikasikan kenaikan Fed rate sudah sesuai ekspektasi dan dapat diantisipasi oleh pelaku pasar

sebelumnya sehingga tidak menimbulkan gejolak di pasar keuangan.

Indeks dolar AS juga terpantau sedikit menguat terhadap sejumlah mata uang utama. Per

tanggal 16 Juni 2017, indeks Dolar AS hanya terapresiasi sebesar 0,25% mtd ke level 97,16. Jika kita

lihat, pergerakan mata uang sejumlah negara maju dan negara berkembang melemah terbatas

terhadap Dolar AS: Sterling (-0,83%), Euro (-0,41%), Yen (-0,09%), Real Brazil (2,01%), Rubel (-1,79%),

dan Peso (-0,23%). Namun, mata uang di sejumlah negara berkembang terpantau relatif stabil.

Pasca digelarnya pemilihan umum (pemilu) dini pada tanggal 8 Juni 2017, Partai Konservatif

yang dipimpin Perdana Menteri Theresa May mengalami kekalahan dan kehilangan suara mayoritas

di parlemen. Dengan suara minoritas tersebut, Perdana Menteri Theresa May tidak dapat

membentuk pemerintahan langsung dan diharuskan mencari dukungan dari partai-partai kecil

lainnya. Pasalnya, pemilu terkait negosiasi Brexit akan dimulai pada tanggal 19 Juni 2017. Negosiasi

diperkirakan akan berlangsung hingga tahun 2018 dan Inggris dijadwalkan akan resmi keluar dari Uni

Eropa pada Maret 2019. Ketidakpastian politik di Inggris disinyalir turut mendorong pelemahan

Sterling terhadap Dolar AS.

Euro terpantau mengalami koreksi terbatas menyusul kesepakatan bailout yang diperoleh

Yunani dan lembaga pemberi pinjaman senilai EUR7 miliar yang akan jatuh tempo pada bulan Juli

2017. Kesepakatan ini sekaligus menghapus risiko gagal bayar utang Yunani. Per tanggal 19 Juni

2017, Euro mengalami pelemahan tipis sebesar 0,41% mtd ke level 1,12% terhadap Dolar AS.

Di negara berkembang, mata uang Real Brazil masih menunjukkan pelemahan terhadap Dolar

AS. Pelemahan nilai tukar ini disinyalir akibat skandal suap dan korupsi yang diduga melibatkan

Presiden Michel Temer. Di sisi lain, Serikat Buruh di Brazil disebut-sebut akan melakukan pemogokan

dan menutup kota-kota besar sebagai bentuk protes terhadap perubahan UU Ketenagakerjaan dan

perubahan usia pensiun serta tuntutan terhadap pengunduran diri presiden Michel Temer.

Ekonomi Rusia mengalami penurunan menyusul didera berbagai permasalahan korupsi dan

kemerosotan harga energi serta sanksi Barat terkait konflik Ukraina. Di sisi lain, sebagian besar

warga Rusia meragukan upaya Presiden Vladimir Putin untuk meningkatkan kinerja ekonomi Rusia

dan mencegah korupsi yang merajalela, meskipun dukungan bagi kebijakan luar negerinya masih

kuat.

Sumber: Bloomberg Gambar 7. Perkembangan Bunga Acuan Fed dan Indikator Sentimen Pasar Global

0.0

1.0

2.0

3.0

4.0

5.0

6.0

Jun-

07

Feb-

08

Oct

-08

Jun-

09

Feb-

10

Oct

-10

Jun-

11

Feb-

12

Oct

-12

Jun-

13

Feb-

14

Oct

-14

Jun-

15

Feb-

16

Oct

-16

Jun-

17

Perkembangan Bunga Acuan Fed

240

300

360

420

480

540

600

0

7

14

21

28

35

42

Jun-

14

Aug

-14

Oct

-14

Dec

-14

Feb-

15

Apr

-15

Jun-

15

Aug

-15

Oct

-15

Dec

-15

Feb-

16

Apr

-16

Jun-

16

Aug

-16

Oct

-16

Dec

-16

Feb-

17

Apr

-17

Jun-

17

VIX (L) EMBI (R)

Perkembangan Indeks VIX dan EMBI

Page 14: Analisis Stabilitas dan Sistem Perbankan

13

Kenaikan Fed rate direspons cukup positif oleh para pelaku saham global. Harga saham telah

priced in dan investor di pasar saham telah menyesuaikan dengan kebijakan The Fed sehingga

mayoritas indeks saham utama cenderung menguat. Indeks Dow Jones dan S&P 500 menguat

masing-masing sebesar 1,79% dan 0,89% mtd ke level 21.384,28 dan 2.433,15. Indeks Nikkei 225

juga berada pada zona hijau pasca ditutup menguat sebesar 1,49% mtd ke level 19.943,26 pada

perdagangan tanggal 16 Juni 2017. Keputusan Bank Sentral Jepang (BoJ) yang mempertahankan

bunga acuan turut mendorong penguatan di pasar saham Jepang. Di sisi lain, pemerintah telah

menaikkan outlook terhadap perekonomian Jepang antara lain tingkat konsumsi swasta, tingkat

ekspor, dan belanja modal.

Secara keseluruhan, mayoritas pasar saham global menunjukkan penguatan, tercermin dari

indeks World MSCI yang naik sebesar 0,6% ke level 1.923,24. Pasar saham negara maju dan negara

berkembang juga meningkat masing-masing sebesar 0,15% dan 0,22%. Penguatan bursa saham

global ini dipicu optimisme terhadap pertumbuhan ekonomi global. Baru-baru ini, Bank Dunia

mengeluarkan proyeksi terbarunya dimana dalam laporan Global Economic Prospect edisi Juni 2017

Bank Dunia memperkirakan ekonomi global akan tumbuh mencapai 2,7% di tahun 2017. Kenaikan

pertumbuhan ekonomi global dipicu peningkatan di sektor manufaktur, perdagangan, dan

kepercayaan masyarakat, serta stabilnya harga komoditas.

Di sisi lain, ekonomi negara maju dan negara berkembang juga diperkirakan akan tumbuh

mencapai 1,9% dan 4,1% di tahun 2017. Pulihnya perekonomian negara maju diperkirakan akan

berdampak positif bagi perekonomian negara-negara yang menjadi mitra dagang. Menurut Bank

Dunia, pertumbuhan ekonomi pada tujuh negara terbesar pada kelompok negara emerging market

akan berdampak positif bagi pertumbuhan ekonomi di negara berkembang lainnya. Namun

demikian, Bank Dunia juga menyoroti beberapa potensi risiko antara lain rencana pembatasan

kegiatan perdagangan yang dapat menggagalkan kinerja perdagangan global serta ketidakpastian

kebijakan yang dapat menghambat kepercayaan masyarakat dan tingkat investasi.

Sumber: Bloomberg Gambar 8. Perkembangan Kinerja Pasar Keuangan Global: Nilai Tukar, Indeks Saham, Obligasi (mtd)

Merespons kenaikan Fed rate, pasar obligasi global mencatatkan kinerja positif dengan imbal

hasil obligasi negara maju dan negara berkembang yang mengalami penurunan di rentang -3 bps

hingga -24 bps mtd. Kenaikan Fed rate diikuti penurunan imbal hasil US Treasury tenor 10 tahun

sebesar 5 bps ke level 2,15% dan mendorong penurunan pada imbal hasil obligasi negara maju dan

2.00%

-0.23%

0.72%

0.31%

0.12%

2.32%

0.11%

0.12%

-1.79%

-2.01%

0.18%

-0.83%

-0.09%

-0.41%

-2.5% -2.0% -1.5% -1.0% -0.5% 0.0% 0.5% 1.0% 1.5% 2.0% 2.5% 3.0%

USD/SGD

USD/PHP

USD/TRY

USD/THB

USD/MYR

USD/ZAR

USD/CNY

USD/INR

USD/RUB

USD/BRL

USD/IDR

GBP/USD

USD/JPY

EUR/USD

Perkembangan Nilai Tukar Sejumlah Negara terhadap Dolar AS (mtd)

0.64%0.58%0.67%

0.96%1.44%

-5.10%-0.13%

3.19%0.19%

-0.29%-4.08%

-1.73%-0.25%

-0.75%1.49%

-0.36%0.89%

1.79%

-6.0% -4.0% -2.0% 0.0% 2.0% 4.0%

FSSTI (Singapura)

PCOMP (Filipina)

Borsa Istanbul (Turki)

SET (Thailand)

KLCI (Malaysia)

JALSH (Afrika Selatan)

Hang Seng (China)

Shenzhen (China)

Shanghai (China)

Sensex (India)

MICEX (Rusia)

Ibovespa (Brazil)

IHSG (Indonesia)

FTSE 100 (Inggris)

Nikkei 225 (Jepang)

Stoxx Europe 600 (Eropa)

S&P 500 (USA)

Dow Jones (USA)

Perkembangan Indeks Saham Utama Dunia (mtd)

-22

0

-11

-6

-17

-24

-13

-3

1

-3

-5

-30 -25 -20 -15 -10 -5 0 5 10

Thailand

Malaysia

Afrika Selatan

China

India

Brazil

Indonesia

Inggris

Jepang

Eropa

Amerika Serikat

Perkembangan Imbal Hasil Obligasi Global (mtd)

Page 15: Analisis Stabilitas dan Sistem Perbankan

14

negara berkembang lainnya. Investor di pasar obligasi telah mendiskon rencana kenaikan Fed rate

sehingga dapat menjadi sentimen positif bagi kinerja pasar obligasi global.

Naiknya Fed rate pada bulan Juni 2017 menandakan The Fed telah menaikkan bunga acuan

sebanyak dua kali di tahun 2017. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, pulihnya perekonomian

AS masih diiringi dengan beberapa rilis data ekonomi yang masih jauh dari ekspektasi, seperti data

Non Farm Payroll yang pada bulan Mei 2017 mengalami penurunan dari 174 ribu (April 2017)

menjadi 138 ribu serta angka inflasi yang juga menunjukkan penurunan dari 2,2% (April 2017)

menjadi 1,9%. Dengan demikian, The Fed diperkirakan tidak akan agresif untuk kembali menaikkan

Fed rate pada rapat FOMC bulan Juli 2017. Hal ini dinilai dapat menjadi sentimen positif bagi

investor untuk masuk ke pasar obligasi global.

Sumber: Bloomberg, data diolah Gambar 9. Perkembangan CDS Indonesia 5 Tahun dan Nilai Tukar Rupiah terhadap Dolar AS serta Volatilitas Nilai Tukar Rupiah

Di dalam negeri, kinerja nilai tukar Rupiah terpantau stabil dengan sedikit menguat sebesar

0,18% ke level 13.299 per Dolar AS. Positifnya nilai tukar Rupiah ini sejalan dengan kinerja mayoritas

nilai tukar global yang juga bergerak stabil. Di sisi lain, keputusan Bank Indonesia untuk

mempertahankan BI 7 days reverse repo di level 4,75% pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) tanggal

14-15 Juni 2017 dinilai cukup mampu untuk menahan laju pelemahan Rupiah ditengah kenaikan Fed

rate.

Menurut Bank Indonesia, keputusan untuk mempertahankan bunga acuan ini sejalan dengan

upaya bank sentral dalam menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan, serta mendukung

keberlanjutan pemulihan ekonomi domestik. Namun demikian, terdapat beberapa potensi risiko

yang perlu diwaspadai, seperti kenaikan lanjutan Fed rate, rencana penurunan besaran neraca The

Fed, hasil Pemilu di Inggris, potensi menurunnya harga komoditas dunia, dampak penyesuaian

administered prices terhadap inflasi dalam negeri, serta masih berlanjutnya konsolidasi korporasi

dan perbankan.

Ke depan, pergerakan Rupiah masih akan menunggu beberapa rilis data ekonomi, seperti

realisasi inflasi dan neraca perdagangan bulan Juni 2017. Pasalnya, minimnya sentimen positif dari

dalam negeri diperkirakan dapat berpotensi menekan nilai tukar Rupiah. Namun, paket kebijakan

ekonomi tahap XV yang diluncurkan pemerintah pada tanggal 15 Juni 2017 diperkirakan dapat

100

125

150

175

200

225

250

275

300

Jun

-15

Au

g-1

5

Oct

-15

Dec

-15

Feb

-16

Ap

r-1

6

Jun

-16

Au

g-1

6

Oct

-16

Dec

-16

Feb

-17

Ap

r-1

7

Jun

-17

Perkembangan CDS Indonesia 5 Tahun

-5.50

-4.50

-3.50

-2.50

-1.50

-0.50

0.50

1.50

2.50

3.50

4.50

5.50

6.50

7.50

Jun

-10

Dec

-10

Jun

-11

Dec

-11

Jun

-12

Dec

-12

Jun

-13

Dec

-13

Jun

-14

Dec

-14

Jun

-15

Dec

-15

Jun

-16

Dec

-16

Jun

-17

5 days Change

Batas Atas

Batas Bawah

Page 16: Analisis Stabilitas dan Sistem Perbankan

15

menjadi sentimen positif dan turut mengangkat kinerja Rupiah. Paket kebijakan ini dikeluarkan

untuk mengembangkan usaha dan daya saing penyedia jasa logistik nasional.

Di sisi lain, jika kita lihat dari premi risiko yang dicerminkan oleh Credit Default Swap (CDS) 5

tahun masih menunjukkan tren yang menurun dan berada pada level 113,62 pada tanggal 16 Juni

2017. Turunnya CDS ini mengindikasikan perekonomian Indonesia masih cukup solid dengan

persepsi risiko yang rendah. Jika kita lihat dari volatilitas nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS,

selama beberapa bulan terakhir volatilitas nilai tukar Rupiah relatif stabil cenderung menurun di

rentang 13.200-13.300 per Dolar AS.

Sumber: Bloomberg dan CEIC Gambar 10. Perkembangan Net Buy dan Valuasi Saham

Kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada perdagangan tanggal 16 Juni 2017

terpantau mengalami koreksi sebesar 0,25% mtd dan ditutup pada level 5.723,64. Koreksi pada IHSG

ini terkonfirmasi dari capital outflow yang terjadi di pasar saham. Selama bulan Mei 2017, investor

asing tercatat keluar dari pasar saham Indonesia dengan membukukan penjualan bersih (net sell)

mencapai Rp 1,48 triliun. Net sell berlanjut hingga tanggal 16 Juni 2017 yang mencapai Rp 1,96

triliun.

Namun demikian, net sell ini dinilai masih dalam batas yang wajar dan diperkirakan bersifat

sementara. Jika kita bandingkan dengan akhir tahun 2016, investor asing mencatatkan net sell yang

lebih besar hingga mencapai Rp 3,64 triliun. Di sisi lain, tekanan jual ini diperkirakan karena didorong

oleh indeks yang memiliki valuasi yang cukup tinggi. Seperti diketahui, valuasi P/E ratio (PER) IHSG

saat ini berada pada level 12,57 kali (Mei 2017) atau lebih tinggi dibandingkan beberapa negara

emerging market lainnya seperti Turki dengan PER sebanyak 12,31 kali. Dengan demikian, investor

asing diperkirakan akan mengambil aksi profit taking sehingga menekan kinerja IHSG.

Di pasar obligasi, investor asing masih mencatatkan pembelian bersih (net buy) dalam enam

bulan berturut-turut. Meskipun pada bulan Mei 2017, net buy menunjukkan penurunan

dibandingkan bulan sebelumnya yakni dari Rp 22,6 triliun (April 2017) menjadi Rp 10,33 triliun

namun net buy tersebut meningkat jika dibandingkan akhir tahun 2016 yang mencapai Rp 9,75

triliun. Pada rentang periode observasi 31 Mei 2017 hingga 16 Juni 2017, kepemilikan investor asing

juga terpantau meningkat mencapai Rp 7,69 triliun, dari Rp 756,15 triliun (39,15% dari total SBN

yang dapat diperdagangkan) menjadi Rp 763,84 triliun (39,31% dari total SBN yang dapat

diperdagangkan).

4,000

4,200

4,400

4,600

4,800

5,000

5,200

5,400

5,600

5,800

-25

-20

-15

-10

-5

0

5

10

15

20

Ma

y-1

4

Jul-

14

Se

p-1

4

No

v-1

4

Jan

-15

Ma

r-1

5

Ma

y-1

5

Jul-

15

Se

p-1

5

No

v-1

5

Jan

-16

Ma

r-1

6

Ma

y-1

6

Jul-

16

Se

p-1

6

No

v-1

6

Jan

-17

Ma

r-1

7

Ma

y-1

7

Net Buy Saham (LHS) IHSG (eop, RHS)

Mei '17IHSG (eop) : 5.738,2Net Buy Saham : -Rp 0,62 Tn

(IDR Tn)-2.5

-2.0

-1.5

-1.0

-0.5

0.0

0.5

1.0

1.5

2.0

2.5

3.0

Ap

r-0

7

Ap

r-0

8

Ap

r-0

9

Ap

r-1

0

Ap

r-1

1

Ap

r-1

2

Ap

r-1

3

Ap

r-1

4

Ap

r-1

5

Ap

r-1

6

Ap

r-1

7

Z +2.5% -2.5% +5.0% -5.0%

15.9

14.6

16.0

14.2

13.8

10.7

5.1

15.5

12.3

12.8

15.9

13.8

17.0

15.7

17.5

15.3

15.3

11.7

5.6

20.0

13.6

14.4

17.7

0.02

US

EU

JP

UK

ID

BR

RU

IN

CH

SA

MY

TH

2017F 2018F

Page 17: Analisis Stabilitas dan Sistem Perbankan

16

Sumber: Bloomberg dan DJPPR Gambar 11. Perkembangan Kepemilikan Asing di SBN, Net Buy SBN, dan Bid to Cover Ratio

Sejalan dengan peningkatan kinerja SBN, kurva imbal hasil obligasi pemerintah pada minggu

kedua bulan Juni 2017 mengalami penurunan pada keseluruhan tenor. Dalam rentang periode 31

Mei 2017 hingga 16 Juni 2017, imbal hasil obligasi seri FR menurun di kisaran 4 bps sampai dengan

14 bps. Imbal hasil obligasi FR0059 (tenor 10 tahun) mengalami penurunan paling tinggi ke level

6,8%. Sementara itu, peningkatan harga obligasi pemerintah seri FR tenor pendek hingga tenor

panjang relatif stabil.

Lelang SBN dan SBSN yang diselenggarakan pemerintah selama bulan Mei 2017 masih

mencatatkan bid to cover ratio yang tinggi. Meskipun bid to cover ratio bulan Mei 2017 cenderung

menurun dibandingkan bulan sebelumnya, namun dalam satu tahun terakhir bid to cover ratio

menunjukkan kenaikan yang cukup signifikan, dari 1,93 kali (Mei 2016) menjadi 2,4 kali (Mei 2017).

Tingginya bid to cover ratio ini mengindikasikan bahwa minat investor terhadap obligasi Indonesia

juga tinggi, terlebih pasca level investment grade yang diberikan S&P beberapa waktu lalu.

Di sisi lain, total penawaran yang masuk sepanjang Januari 2017-Mei 2017 tercatat mengalami

peningkatan dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, yakni dari Rp 394,18 triliun

menjadi Rp 594,43 triliun. Sementara itu, total dana yang dimenangkan pemerintah sepanjang

Januari 2017-Mei 2017 adalah sebesar Rp 246,67 atau lebih tinggi dibandingkan periode yang sama

tahun sebelumnya yang mencapai Rp 205,88 triliun.

Pasar obligasi Indonesia masih berpeluang melanjutkan penguatan menyusul kondisi ekonomi

domestik yang dapat dikatakan cukup solid dan di saat yang bersamaan probabilita kenaikan Fed

rate juga mengecil. Di sisi lain, setelah S&P menaikkan peringkat utang Indonesia ke level investment

grade maka Indonesia kembali berpeluang mendapatkan kenaikan peringkat dari Fitch dan Moody’s.

Sebelumnya, obligasi Indonesia memang telah mendapatkan level investment grade dengan outlook

positif dari kedua lembaga pemeringkat tersebut, namun bukan tidak mungkin Fitch dan Moody’s

akan meng-upgrade rating obligasi Indonesia menjadi satu level di atas investment grade.

0%

10%

20%

30%

40%

50%

0

100

200

300

400

500

600

700

800

Jan

-13

Ma

y-1

3

Se

p-1

3

Jan

-14

Ma

y-1

4

Se

p-1

4

Jan

-15

Ma

y-1

5

Se

p-1

5

Jan

-16

Ma

y-1

6

Se

p-1

6

Jan

-17

Ma

y-1

7

Amount Foreign Ownership

% Foreign Ownership

(IDR Tn) 11,000

11,500

12,000

12,500

13,000

13,500

14,000

14,500

15,000-20

-10

0

10

20

30

40

Jan

-14

Ma

y-1

4

Se

p-1

4

Jan

-15

Ma

y-1

5

Se

p-1

5

Jan

-16

Ma

y-1

6

Se

p-1

6

Jan

-17

Ma

y-1

7

Net Buy SBN (LHS) Nilai Tukar (eop, RHS)(IDR Tn)

Mei '17USDIDR (eop) : Rp 13,323Net Buy SBN : Rp +10.3 Tn

1.5

2.0

2.5

3.0

3.5

0.0

75.0

150.0

225.0

300.0

375.0

450.0

525.0

600.0

20

10

20

11

20

12

20

13

20

14

20

15

20

16

5M

16

5M

17

Incoming Bid Bid Accepted Bid to Cover RatioIDR Tn x

Page 18: Analisis Stabilitas dan Sistem Perbankan

Perbankan: Memanfaatkan

Momentum untuk Bangkit

Page 19: Analisis Stabilitas dan Sistem Perbankan

18

Perbankan: Memanfaatkan Momentum untuk Bangkit Seno Agung Kuncoro

Pada periode April 2017, pertumbuhan kredit kembali meningkat ke level 9,47% (yoy), naik 23 bps dibanding pertumbuhan bulan sebelumnya.

Lambatnya penurunan rasio NPL diakibatkan oleh pertumbuhan kredit baru yang masih rendah. Kehati-hatian perbankan dalam menyalurkan kredit membuat pertumbuhan menjadi tertahan.

Pertumbuhan ekonomi dunia diperkirakan membaik, meskipun beberapa political risk tetap

perlu dicermati. Sejalan dengan perbaikan pertumbuhan ekonomi dunia, volume perdagangan dunia

dan harga komoditas perlahan mulai mengalami peningkatan. Tantangan yang dihadapi oleh industri

perbankan saat ini adalah mampu membaca momentum gelombang baru pulihnya pertumbuhan

ekonomi global. Bank harus bisa menyeimbangkan antara target pertumbuhan yang tinggi dengan

ancaman kredit bermasalah yang juga masih tinggi.

Sektor perbankan Indonesia di awal kuartal II tahun 2017 menunjukkan perbaikan yang

menggembirakan yang diperlihatkan semakin meningkatnya pertumbuhan kredit serta dana pihak

ketiga. Hal tersebut didorong oleh kualitas aset yang semakin membaik dengan pengelolaan yang

intensif. Faktor siklus musiman puasa, hari raya Lebaran, dan tahun ajaran baru bisa memberikan

katalis positif.

Pada periode April 2017, pertumbuhan kredit kembali meningkat ke level 9,47% (yoy), naik 23

bps dibanding pertumbuhan bulan sebelumnya. Dibandingkan pertumbuhan bulanan (mom) tahun

sebelumnya terjadi peningkatan yang cukup menggembirakan meski dibanding bulan sebelumnya

terjadi penurunan yang cukup besar. Kami melihat hal ini cukup menggembirakan bagi industri

perbankan mengingat pada tahun-tahun sebelumnya perbankan menghadapi tantangan yang tidak

mudah, mulai dari permasalahan likuiditas, kredit bermasalah, hingga profitabilitas. Hal ini sejalan

dengan perkiraan konsensus dimana pada semester 2 tahun 2017, kinerja perbankan bisa mulai

membaik dengan tetap memperhatikan beberapa faktor seperti risiko global.

Dengan proyek infrastruktur pemerintah yang masih gencar dan kredit subsidi bunga, telah

menjadi faktor pendorong utama pertumbuhan kredit. Sementara untuk segmen individu, KPR

masih menjadi primadona. Saat ini kompetisi di segmen kredit korporasi dan konsumsi sudah cukup

ketat, yaitu dari perbankan asing dan BUMN, serta pasar modal melalui penerbitan surat hutang

ataupun saham. Yang menjadi tantangan bagi otoritas pengawasan dan pengaturan industri

keuangan serta otoritas moneter adalah bagaimana menciptakan ruang untuk mendorong kompetisi

di segmen kredit mikro, kecil, dan menengah. Karena pada segmen tersebut memerlukan tenaga

kerja yang besar (padat karya), teknologi canggih untuk menjangkau masyarakat, dan risiko

operasional yang tidak kecil.

Page 20: Analisis Stabilitas dan Sistem Perbankan

19

Sumber: OJK, diolah Gambar 12. Pertumbuhan Kredit, Dana Pihak Ketiga, dan LDR

Pertumbuhan sektor industri menunjukkan perkembangan yang variatif hingga April 2017.

Sektor industri rumah tangga memberikan peran yang tidak kecil dari segmen kredit industri

perbankan dengan pertumbuhan sebesar 8,63%. Sementara kredit sektor perdagangan mengalami

penurunan pertumbuhan yang signifikan dari akhir tahun 2014 hingga hanya tumbuh 6,50% (yoy)

pada April 2017, dibanding akhir tahun 2014 sebesar 18,7% (yoy). Dengan harga komoditas dan hasil

tambang yang semakin membaik dalam 2 bulan terakhir membuat kontraksi kredit sektor

pertambangan sedikit tertahan disamping kondisi ekonomi global yang menunjukkan perbaikan

serta meningkatnya permintaan ekspor.

Sumber: CEIC dan BI Gambar 13. Pertumbuhan Kredit Berdasarkan Sektor dan Jenis

Kredit Investasi masih memperlihatkan perlambatan dengan pertumbuhan di bulan April 2017

sebesar 9,99% (yoy). Sementara pertumbuhan Kredit Modal Kerja dan Kredit Konsumsi terlihat mulai

menunjukkan grafik yang meningkat dengan pertumbuhan masing-masing sebesar 6,64% (yoy) dan

Page 21: Analisis Stabilitas dan Sistem Perbankan

20

8,62% (yoy) di April 2017. Hal tersebut sejalan dengan banyaknya proyek infrastruktur dan stabilnya

inflasi membuat daya beli sedikit terjaga. Untuk komposisi berdasarkan jenisnya, kredit modal kerja

masih mendominasi dibanding jenis kredit konsumsi dan investasi.

Meski perekonomian masih terlihat bergerak lamban, perkembangan kredit sektor industri

dan perbankan secara umum hingga kuartal I tahun 2017 terlihat cukup menggembirakan dimana

pertumbuhan kredit masih mampu dijaga dari penurunan lebih dalam.

Data Non Performing Loan (NPL) yang kami pantau dari sisi rasio kembali menunjukkan sedikit

peningkatan dari bulan sebelumnya, dan mulai mendekati level rasio NPL di tahun 2010. Hal yang

sama juga terjadi untuk pertumbuhan dari sisi nominal masih tinggi di periode April 2017.

Pertumbuhan NPL nominal sebesar 9,47% (yoy) pada April 2017 naik 23 bps dari pertumbuhan bulan

sebelumnya (Gambar 3). Masih tingginya pertumbuhan nominal NPL, mayoritas disebabkan oleh

kenaikan pada kredit dengan kolektibilitas “Kurang Lancar” yang tumbuh sebesar 46,01% (yoy),

tercatat sebesar Rp30,5 triliun. Sementara kolektibilitas “Macet” pertumbuhannya mulai menurun

selama enam bulan terakhir menjadi sebesar 12,23% (yoy) menjadi sebesar Rp88,5 triliun.

Sumber: CEIC dan OJK Gambar 14. Rasio dan Pertumbuhan NPL

Lambatnya penurunan rasio NPL diakibatkan oleh pertumbuhan kredit baru yang masih

rendah. Kehati-hatian perbankan dalam menyalurkan kredit membuat pertumbuhan menjadi

tertahan. Dengan adanya kenaikan harga komoditas, pertambangan, dan minyak memberi harapan

adanya peluang kenaikan ekspor yang bisa ikut mengerek pertumbuhan kredit. Disamping itu

penyaluran kredit perbankan di luar kredit infrastruktur akan tertolong karena trickle down effect

dari meningkatnya penyaluran kredit infrastruktur.

Dengan akan berakhirnya relaksasi kebijakan restrukturisasi kredit yang dikeluarkan OJK pada

bulan Agustus 2017, perbankan perlu memikirkan strategi baru untuk bisa menekan pertumbuhan

kredit bermasalah dan menghindari penurunan kinerja. Relaksasi kebijakan restrukturisasi kredit

lebih dini yang dikeluarkan oleh OJK tersebut sejatinya lebih bersifat sementara guna mendorong

optimalisasi fungsi intermediasi perbankan dan pertumbuhan ekonomi. Berakhirnya kebijakan

Page 22: Analisis Stabilitas dan Sistem Perbankan

21

tersebut bisa berimplikasi pada lebih rendahnya pertumbuhan kredit, mengingat bank akan lebih

mengetatkan lagi penyaluran kredit baru untuk memitigasi risiko kredit.

Likuiditas perbankan hingga April 2017 belum terlihat ada tekanan yang berarti. Hal ini

ditandai dengan stabilnya rasio kredit terhadap simpanan atau LDR di level 89,50%. Stabilnya rasio

LDR didorong oleh pertumbuhan dana pihak ketiga yang lebih tinggi dari pertumbuhan kredit.

Kondisi ini diperkirakan akan bertahan hingga akhir tahun 2017.

Terdapat pola dinamis dimana pertumbuhan kredit akan mengalami deselerasi pada awal

kuartal 2 dan kembali meningkat di bulan berikutnya, namun dengan pertumbuhan DPK yang

diperkirakan masih di atas pertumbuhan kredit maka tekanan pada likuiditas masih terkendali.

Melonggarnya likuiditas juga terjadi pada mata uang valas, dimana pertumbuhan simpanan

valas mengikuti pertumbuhan kredit valas. Seiring dengan semakin membaiknya nilai tukar rupiah

dan neraca perdagangan, permintaan kredit valas juga ikut meningkat. Suksesnya program tax

amnesty juga ikut mendorong simpanan valas meningkat karena inflow dana tax amnesty serta

portofolio. Sampai dengan periode April 2017, rasio LDR valas berada pada level 87,11%.

Sumber: OJK Gambar 15. Dinamika Likuiditas

Tren pertumbuhan total dana pihak ketiga (DPK) di tahun 2017 memperlihatkan grafik yang

terus meningkat, meski pertumbuhan di periode April 2017 sebesar 9,87% (yoy) sedikit menurun 15

bps dibanding pertumbuhan bulan sebelumnya. Pertumbuhan tabungan di bulan April 2017 masih

mencatatkan angka relatif tertinggi yakni sebesar 10,26% (yoy) dibandingkan instrumen simpanan

lainnya. Meningkatnya pertumbuhan tabungan di tahun 2016 dibandingkan pertumbuhan tabungan

2 (dua) tahun terakhir cukup menggembirakan di tengah kondisi perekonomian yang belum bisa

melaju kencang.

Page 23: Analisis Stabilitas dan Sistem Perbankan

22

Sumber: CEIC dan OJK Gambar 16. Pertumbuhan Komponen Dana Pihak Ketiga dan Valuta Asing

Sementara dari segi komposisi terhadap dana pihak ketiga, deposito masih memiliki porsi

terbesar dengan kecenderungan menurun dibanding dengan alternatif pendanaan lainnya yakni

sebesar 46% pada posisi April 2017. Hal tersebut dikarenakan pertumbuhan deposito yang terus

menurun dari tahun 2014 sampai dengan periode September 2016 yang mulai kembali meningkat

hingga saat ini. Simpanan deposito di bulan April 2017 meningkat sebesar 9,20% (yoy) atau naik 63

bps dari pertumbuhan bulan sebelumnya.

Pertumbuhan giro pada bulan April 2017 kembali meningkat menjadi sebesar 10,72% (yoy)

setelah dalam 3 bulan terakhir dalam tren menurun. Diperkirakan meningkatnya kredit modal kerja

menjadi pendorong pertumbuhan giro. Para pelaku usaha sepertinya masih menahan likuiditas,

mengingat peningkatan kapasitas produksi tentunya belum akan bisa diserap oleh pasar sepenuhnya

yang memang sedang lesu.

Kami melihat adanya kebutuhan dana valas yang cukup besar yang tercermin dari naiknya

suku bunga pasar (SBP) rata-rata valas dan suku bunga maksimum valas dalam 2 bulan terakhir.

Stabilnya nilai tukar rupiah dengan banyaknya proyek infrastruktur pemerintah bisa jadi mendorong

kebutuhan valas yang meningkat. Meski demikian kami perkirakan potensi risiko likuiditas dana valas

cenderung stabil dengan potensi pengetatan yang terbatas.

Untuk suku bunga pasar simpanan rupiah masih dalam kecenderungan melandai dengan

penurunan yang terbatas. Untuk SBP rata-rata simpanan Rupiah turun sebesar 8 bps, dan untuk SBP

maksimum turun 11 bps. Masih berlanjutnya penurunan suku bunga simpanan rupiah diperkirakan

untuk mengimbangi kenaikan biaya provisi di perbankan yang masih tinggi.

Pertumbuhan laba perbankan di April 2017 sebesar 7,71% (yoy) cenderung flat dibanding

pertumbuhan bulan sebelumnya. Dengan tren penurunan suku bunga simpanan yang dilakukan

perbankan bisa menekan biaya bunga sebesar 3,8% (yoy), namun untuk keseluruhan biaya bunga di

April 2017 terjadi kenaikan yang cukup tinggi karena pos biaya bunga lain-lain yang naik cukup besar.

Walaupun pertumbuhan laba telah berada dalam teritori positif tetapi belum bisa dikatakan sustain,

karena masih tingginya biaya provisi.

Page 24: Analisis Stabilitas dan Sistem Perbankan

23

Sumber: LPS Gambar 17. Suku Bunga Pasar Rupiah dan Valas

Perlu menjadi perhatian juga adalah menurunnya margin penyaluran kredit yang hanya

tumbuh sebesar 1,4% (yoy) dibandingkan rata-rata 7% dalam 3 tahun terakhir. Kami perkirakan dari

tren penurunan suku bunga kredit hingga melambatnya pertumbuhan kredit menjadi sumber

turunnya marjin. Disamping itu kemungkinan pendapatan bunga yang tidak bisa di-accrue dari kredit

restrukturisasi bisa juga menjadi sumber penyebabnya.

Sumber: CEIC, OJK, diolah

Gambar 18. Profitabilitas Perbankan

Dengan melihat prospek bisnis kedepan yang masih rentan, terutama dari ketidakpastian

global political risk, perbankan diharapkan tetap memperhatikan segi pendanaan dan penyaluran

Page 25: Analisis Stabilitas dan Sistem Perbankan

24

kredit pada sektor industri yang memiliki nilai tambah tinggi bagi pertumbuhan perekonomian untuk

menjaga performa yang sustainable. Meningkatnya peringkat utang luar negeri Indonesia menjadi

investment grade bisa menjadi peluang bagi perbankan untuk menurunkan cost of fund sehingga

bisa menurunkan suku bunga pinjaman ke arah yang lebih optimal untuk menjaga kinerja.

Page 26: Analisis Stabilitas dan Sistem Perbankan

Update Indeks Stabilitas Perbankan

Page 27: Analisis Stabilitas dan Sistem Perbankan

26

Indeks Stabilitas Perbankan (Banking Stability Index) Hendra Syamsir

Angka Banking Stability Index (BSI) untuk periode bulan Mei 2017 mengalami sedikit penurunan

sebesar 1 bps, dari 99,62 di bulan April 2017 menjadi 99,61 di bulan Mei 2017. Berdasarkan angka

BSI tersebut, risiko industri perbankan Indonesia masih berada dalam kondisi Normal.

Angka sementara Banking Stability Index (BSI) untuk periode bulan Mei 2017 cenderung stabil.

BSI mengalami penurunan sebesar 1 bps, dari 99,62 di bulan April 2017 menjadi 99,61 di bulan Mei

2017. Sedikit penurunan yang terjadi pada BSI di bulan Mei 2017 dipicu oleh penurunan yang terjadi

pada Sub Indeks Market Pressure (MP), sementara Sub Indeks Credit Pressure (CP) dan Sub Indeks

Interbank Pressure (IP) mengalami peningkatan. Sub Indeks MP mengalami penurunan 8 bps dari

99,92 di bulan April 2017 menjadi 99,84 di bulan Mei 2017, sementara Sub Indek CP mengalami

peningkatan sebesar 19 bps dari 99,08 di bulan Maret 2017 menjadi 99,27 di bulan April 2017 dan

Sub Indeks IP mengalami peningkatan sebesar 46 bps dari 99,42 di bulan Maret 2017 menjadi 99,87

di bulan April 2017. Angka BSI pada bulan Mei 2017 yang berada pada level 99,61 menunjukkan

kondisi risiko industri perbankan Indonesia berada dalam kondisi “Normal”.

Sumber: LPS

Gambar 19. Banking Stability Index (BSI) dan Sub Indeks Credit Pressure (CP)

Rasio Gross NPL pada bulan April 2017 mengalami peningkatan sebesar 3 bps dari 3,04% pada

bulan Maret 2017 menjadi 3,07% pada April 2017. Angka NPL pada bulan April 2017 relatif masih

cukup tinggi jika dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun 2016 yang sebesar 2,93%.

Sektor komersial dan pertambangan tercatat masih menjadi penyumbang NPL sampai dengan bulan

April 2017. Meskipun NPL pada bulan April 2017 mengalami peningkatan, namun perbankan masih

dinilai cukup kuat karena rasio kecukupan modal yang masih tinggi yaitu sebesar 22,79% pada bulan

April 2017 atau masih di atas batas 8%.

Dari sisi likuiditas, LDR industri pada bulan April 2017 mengalami peningkatan sebesar 38 bps

dari 89,12% pada bulan Maret 2017 menjadi 89,50% pada bulan April 2017. Pada bulan April 2017 ini

terjadi kenaikan kredit MoM 0,38% sedangkan DPK MoM mengalami penurunan sebesar 0,04%.

Pertumbuhan kredit pada bulan April 2017 disumbang dari pertumbuhan kredit rupiah sebesar

9,67% dan kredit valas sebesar 7,25%. Adapun, berdasarkan sektor, peningkatan kredit dipicu oleh

Page 28: Analisis Stabilitas dan Sistem Perbankan

27

kenaikan permintaan kredit sektor pertanian, listrik, dan konstruksi. Sementara, segmentasinya

memperlihatkan kenaikan permintaan kredit korporasi dan konsumsi.

Pada bulan April 2017, ROE perbankan berada pada level 15,06% menurun sebesar 14 bps bila

dibandingkan dengan bulan Maret 2017 yang berada pada level 15,20%. Penurunan nilai ROE bulan

April 2017 didukung oleh menurunnya profit perbankan sebesar 1%. Penurunan nilai ROE juga dipicu

oleh peningkatan nilai NPL pada bulan April 2017. Meskipun mengalami penurunan, ROE pada bulan

April 2017 masih lebih tinggi dibandingkan dengan nilai ROE pada bulan April 2016 yang sebesar

14,84%.

Suku bunga kredit pinjaman untuk kredit modal kerja dan kredit investasi pada bulan April

2017 mengalami peningkatan, sedangkan untuk kredit konsumsi stabil di angka yang sama dengan

bulan Maret 2016. Suku bunga kredit modal kerja meningkat 1 bps dari 11,19% pada bulan Maret

2017 ke 11,20% pada bulan April 2017 dan suku bunga kredit pinjaman untuk investasi juga

mengalami peningkatan sebesar 5 bps dari 11,05% pada bulan Maret 2017 menjadi 11,10% pada

bulan April 2017. Sementara suku bunga kredit pinjaman untuk konsumsi pada bulan April 2017

stabil di angka 13,48%.

Penempatan dana antar bank riil pada bulan April 2017 mengalami peningkatan dari

122.808,52 di bulan Maret 2017 menjadi 129.844,62. Disisi Jibor O/N, meskipun ada sedikit trend

peningkatan namun masih relatif stabil pada kisaran level 4,30%.

Sumber: LPS

Gambar 20. Sub Indeks Interbank Pressure (IP) dan Market Pressure (MP)

Pada akhir Mei 2017, Sub Indeks MP mengalami penurunan. Penurunan pada Sub Indeks

MP disebabkan oleh peningkatan performa pada keseluruhan komponen pembentuk Sub Indeks

MP. Nilai kurs tengah Rupiah terhadap Dolar AS mengalami sedikit apresiasi dari 13.327 di bulan

April 2017 menjadi 13.321 di bulan Mei 2017, nilai ini jauh lebih baik jika dibandingkan dengan

nilai di bulan Mei 2016 yang menyentuh angka 13.615.

Di sisi pasar hutang, terjadi penurunan Imbal Hasil Obligasi Pemerintah bertenor 10 tahun

dari 7,048 di bulan April 2017 menjadi 6,953 di bulan Mei 2017. Penurunan Imbal Hasil obligasi

Pemerintah ini salah satunya disebabkan oleh meningkatnya sovereign credit rating Indonesia

menjadi BBB-/A-3 dengan outlook stabil. Dengan demikian, menurut Standard & Poor's (S&P)

Indonesia telah memperoleh peringkat “Investment Grade”. Mesikipun mengalami penurunan,

namun jika dibandingkan dengan negara-negara berperingkat sama yakni BBB- dengan outlook

stabil, Indonesia menawarkan yield surat utang yang paling tinggi.

Page 29: Analisis Stabilitas dan Sistem Perbankan

28

IHSG pada penutupan akhir bulan Mei 2017 mengalami peningkatan bila dibandingkan

dengan penutupan akhir bulan April 2017. Angka IHSG mengalami peningkatan sebesar 52.85 poin

dari level 5.685,30 pada akhir bulan April 2017 menjadi 5.738,16 pada akhir bulan Mei 2017.

Angka Indeks pada bulan Mei 2017 ini secara YoY naik 20% jika dibandingkan dengan bulan Mei

2016. Menguatnya IHSG seiring dengan capital inflow yang masih kuat di Indonesia.

Page 30: Analisis Stabilitas dan Sistem Perbankan

29

KOORDINATOR

Fauzi Ichsan, Didik Madiyono

Moch. Doddy Ariefianto, Hendra Syamsir, Seno Agung Kuncoro

Ahmad Subhan, Seto Wardono, Dienda Siti Rufaedah

ANALIS

Laporan Perekonomian dan Perbankan ini dipublikasikan dalam rangka pelaksanaan fungsi Lembaga

Penjamin Simpanan untuk turut aktif dalam memelihara stabilitas sistem perbankan. Tujuan

penerbitan laporan ini adalah untuk meningkatkan wawasan dan kewaspadaan publik terhadap

berbagai potensi risiko perekonomian dan sistem keuangan ke depan. Laporan Perekonomian dan

Perbankan ini memuat hasil monitoring dan analisis Lembaga Penjamin Simpanan mengenai

perkembangan ekonomi makro, pasar keuangan, perbankan, industri, dan indeks stabilitas

perbankan

Pendapat / Saran / Komentar dapat ditujukan kepada :

Group Risiko Perekonomian dan Sistem Keuangan

Direktorat Penjaminan dan Manajemen Risiko

Equity Tower lantai 39

Sudirman Central Business District (SCBD) Lot 9

Jalan Jend. Sudirman Kav. 52-53

Jakarta 12190

Telp : +62 21 515 1000 ext 340

Email : [email protected]

Website : www.lps.go.id

PENGARAH

Page 31: Analisis Stabilitas dan Sistem Perbankan

Lampiran

Page 32: Analisis Stabilitas dan Sistem Perbankan

31

Proyeksi Besaran Ekonomi Makro dan Perbankan Terpilih

Sumber: LPS

Variabel 2013 2014 2015 2016 2017P 2018P

Variabel Kunci

PDB Nominal (Triliun Rp) 9.546 10.570 11.532 12.407 13.800 15.366

PDB Nominal (Miliar US$) 916 890 861 933 1.036 1.144

PDB Riil (% y/y) 5,6 5,0 4,9 5,0 5,1 5,3

Inflasi (akhir periode, % y/y) 8,1 8,4 3,4 3,0 4,4 4,0

Inflasi (rata-rata, % y/y) 6,4 6,4 6,4 3,5 4,1 4,1

USD/IDR (akhir periode) 12.189 12.440 13.795 13.436 13.300 13.450

USD/IDR (rata-rata) 10.452 11.879 13.392 13.307 13.350 13.450

BI Rate (akhir periode) 7,50 7,75 7,50 - - -

BI 7-Day Reverse Repo Rate (akhir periode) - - 6,25 4,75 4,75 5,00

Surplus/Defisit Fiskal (% PDB) (2,2) (2,2) (2,5) (2,5) (2,5) (2,5)

Sustainabilitas Eksternal

Ekspor Barang (% y/y) (2,8) (3,7) (14,9) (3,1) 6,7 7,2

Ekspor Barang (Miliar US$) 182,1 175,3 149,1 144,4 154,2 165,2

Impor (% y/y) (1,3) (4,5) (19,7) (4,5) 4,9 7,5

Impor (Miliar US$) 176,3 168,3 135,1 129,0 135,3 145,4

Neraca Berjalan (Miliar US$) (29,1) (27,5) (17,5) (16,9) (19,3) (24,2)

Neraca Berjalan (% PDB) (3,1) (3,1) (2,0) (1,8) (1,9) (2,1)

Cadangan Devisa (Miliar US$) 99,4 114,3 105,9 116,4 128,8 138,2

Utang Luar Negeri (% PDB) 29,1 32,9 36,1 34,0 33,5 32,3

PDB Riil menurut Pengeluaran (% y/y)

Konsumsi Swasta 5,5 5,3 4,8 5,0 5,1 5,2

Konsumsi Pemerintah 6,7 1,2 5,3 (0,1) 6,2 7,0

Pembentukan Modal Tetap Bruto 5,0 4,4 5,0 4,5 5,2 6,0

Ekspor Barang dan Jasa 4,2 1,1 (2,1) (1,7) 5,6 6,1

Impor Barang dan Jasa 1,9 2,1 (6,4) (2,3) 3,5 5,1

PDB Riil menurut Industri (% y/y)

Sektor Primer 3,5 2,6 0,8 2,4 3,2 3,4

Sektor Sekunder 4,4 4,6 4,3 4,3 4,5 5,0

Sektor Tersier 6,3 6,2 5,5 5,5 5,8 6,3

Yield SUN Rupiah (rata-rata, %)

1 Tahun 5,7 6,9 7,3 6,7 6,1 6,1

3 Tahun 5,9 7,6 7,9 7,4 6,8 7,0

5 Tahun 6,0 7,9 8,1 7,4 6,8 7,2

10 Tahun 6,5 8,2 8,2 7,6 7,1 7,5

20 Tahun 7,3 8,7 8,5 8,0 7,7 8,1

Perbankan (% y/y)

Pinjaman 21,6 11,6 10,4 7,9 9,2 10,0

Dana Pihak Ketiga 13,6 12,3 7,3 9,6 7,2 7,6

Loan to Deposit Ratio (%) 89,9 89,3 92,0 90,5 92,1 94,1

Page 33: Analisis Stabilitas dan Sistem Perbankan

32

Jadwal Rilis Data dan Peristiwa Penting 1 Juli - 31 Juli 2017

Negara Tanggal Indikator/Peristiwa

Amerika Serikat 6-Juli-17 Rapat FOMC

7-Juli-17 Tingkat Pengangguran Juni 2017

14-Juli-17 Inflasi Juni 2017

Zona Euro 3-Juli-17 Tingkat Pengangguran Mei 2017

6-Juli-17 Rapat Bank Sentral

14-Juli-17 Neraca Perdagangan Mei 2017

18-Juli-17 Inflasi Juni 2017

Jepang 20-Juli-17 Neraca Perdagangan Juni 2017

20-Juli-17 Bunga Acuan

28-Juli-17 Inflasi Juni 2017

Brazil 3-Juli-17 Neraca Perdagangan Juni 2017

26-Juli-17 Bunga Acuan

28-Juli-17 Tingkat Pengangguran Juni 2017

Rusia 6-Juli-17 Inflasi Juni 2017

12-Juli-17 Neraca Perdagangan Mei 2017

19-Juli-17 Tingkat Pengangguran Juni 2017

28-Juli-17 Bunga Acuan

India 10-Juli-17 Neraca Perdagangan Juni 2017

12-Juli-17 Inflasi Juni 2017

China 10-Juli-17 Inflasi Juni 2017

13-Juli-17 Neraca Perdagangan Juni 2017

17-Juli-17 PDB 2Q17

Afrika Selatan 19-Juli-17 Inflasi Juni 2017

20-Juli-17 Bunga Acuan

25-Juli-17 Tingkat Pengangguran 2Q17

Indonesia 3-Juli-17 Inflasi Juni 2017

17-Juli-17 Neraca Perdagangan Juni 2017

20-Juli-17 Bunga Acuan

Sumber: LPS

Page 34: Analisis Stabilitas dan Sistem Perbankan

www.lps.go.id