analisis spf kel.3 gol 4

19
PENETAPAN SUN PROTECTIVE FACTORS (SPF) PADA SUNBLOCK I. TUJUAN Dapat menetapkan nilai SPF pada sunblock (Nivea® Sun Kids SPF 25) II. PENDAHULUAN Fungsi kulit adalah sebagai sawar utama antara tubuh dan lingkungan hidup yang terdiri atas berbagai macam agen, baik fisik maupun kimia yang dapat menimbulkan kerusakan pada jaringan kulit. Pada umumnya kulit resisten terhadap efek toksik dari sebagian besar agen lingkungan tersebut, tetapi perlindungan tersebut tidak sempurna dilakukan oleh kulit sendiri. Banyak pengaruh lingkungan hidup secara cepat atau lambat masih dapat merusak jaringan kulit manusia, misalnya tekanan, tarikan, goresan, kelembaban, panas, dingin, zat kimia, jasad renik dan lainnya lagi. Radiasi solar adalah agen fisik utama yang dapat membahayakan kulit kita. Kerusakan kulit tersebut terjadi akibat adanya komponen sinar ultraviolet dari sinar matahari yang mencapai bumi kita. Indonesia adalah negara yang terletak di daerah tropis dengan paparan sinar matahari sepanjang musim. Sebagian penduduknya bekerja di luar ruangan, sehingga mendapat banyak paparan sinar matahari bahkan pada saat matahari sedang terik. Radiasi sinar matahari dapat memengaruhi kesehatan kulit semua individu. Untuk mencegah efek buruk pajanan sinar matahari dapat dilakukan dengan cara meng-hindari pajanan berlebihan sinar surya, yaitu tidak berada di luar rumah pada jam 10:00-16:00, memakai pelindung fisik seperti pakaian tertutup, payung, caping, dan memakai tabir surya topikal apabila memang kegiatan mengharuskan berada di bawah terik matahari (Perwitasari dkk, 1999).

Upload: fechlyes

Post on 22-Jan-2016

849 views

Category:

Documents


24 download

DESCRIPTION

Analisis SPF dalam Sunscreen laporan AOKM

TRANSCRIPT

Page 1: Analisis SPF Kel.3 Gol 4

PENETAPAN SUN PROTECTIVE FACTORS (SPF) PADA

SUNBLOCK

I. TUJUAN

Dapat menetapkan nilai SPF pada sunblock (Nivea® Sun Kids SPF 25)

II. PENDAHULUAN

Fungsi kulit adalah sebagai sawar utama antara tubuh dan lingkungan hidup yang terdiri

atas berbagai macam agen, baik fisik maupun kimia yang dapat menimbulkan kerusakan pada

jaringan kulit. Pada umumnya kulit resisten terhadap efek toksik dari sebagian besar agen

lingkungan tersebut, tetapi perlindungan tersebut tidak sempurna dilakukan oleh kulit sendiri.

Banyak pengaruh lingkungan hidup secara cepat atau lambat masih dapat merusak jaringan kulit

manusia, misalnya tekanan, tarikan, goresan, kelembaban, panas, dingin, zat kimia, jasad renik dan

lainnya lagi. Radiasi solar adalah agen fisik utama yang dapat membahayakan kulit kita.

Kerusakan kulit tersebut terjadi akibat adanya komponen sinar ultraviolet dari sinar matahari yang

mencapai bumi kita.

Indonesia adalah negara yang terletak di daerah tropis dengan paparan sinar matahari

sepanjang musim. Sebagian penduduknya bekerja di luar ruangan, sehingga mendapat banyak

paparan sinar matahari bahkan pada saat matahari sedang terik. Radiasi sinar matahari dapat

memengaruhi kesehatan kulit semua individu. Untuk mencegah efek buruk pajanan sinar matahari

dapat dilakukan dengan cara meng-hindari pajanan berlebihan sinar surya, yaitu tidak berada di

luar rumah pada jam 10:00-16:00, memakai pelindung fisik seperti pakaian tertutup, payung,

caping, dan memakai tabir surya topikal apabila memang kegiatan mengharuskan berada di bawah

terik matahari (Perwitasari dkk, 1999).

Paparan sinar matahari yang melimpah dengan intensitas tinggi dapat mengganggu

terhadap kesehatan kulit, seperti: hiperpigmentasi, kanker kulit, dan menyebabkan kulit hitam dan

bersisik. Efek tersebut disebabkan oleh adanya radiasi sinar ultraviolet, terutama radiasi sinar UV-

A dan UV-B. Dalam American Cancer Society (2001) sinar surya yang sampai di permukaan bumi

dan mempunyai dampak terhadap kulit, dibedakan menjadi sinar ultraviolet A atau UV-A (λ 320-

400 nm), sinar UV-B (λ 290-320 nm) dan sinar UV-C (λ 200-290 nm). Menurut Satiadarma (1986)

sebenarnya sinar UV hanya merupakan sebagian kecil saja dari spektrum sinar matahari namun

sinar ini paling berbahaya bagi kulit karena reaksi-reaksi yang ditimbulkannya berpengaruh buruk

terhadap kulit manusia baik berupa perubahan-perubahan akut, seperti eritema, pigmentasi, dan

fotosensitivitas, maupun efek jangka panjang berupa penuaan dini dan keganasan kulit. Seseorang

dapat terkena paparan sinar UV-C dari lampu-lampu buatan dan akibatnya adalah kemerahan kulit,

peradangan mata, dan merangsang pigmentasi. Sinar UV-B sering disebut sebagai sinar sunburn

spectrum dan juga paling efektif menyebabkan pigmentasi. Sinar UV-A biasanya hanya

Page 2: Analisis SPF Kel.3 Gol 4

menyebabkan pencoklatan walaupun dapat juga menimbulkan sunburn namun lebih lemah

dibanding dengan UV-B. Meskipun demikian efek kumulatif jangka panjang sinar UV-A sama

dengan sinar UV-B karena intensitas sinar UV-A yang sampai ke bumi kira-kira 10 kali UV-B.

Efek buruk sinar UV dipengaruhi oleh faktor individu, frekuensi, lama pajanan serta intensitas

radiasi UV.

Keadaan di atas dapat diatasi dengan menggunakan sediaan tabir surya. Sediaan tabir surya

adalah sediaan kosmetika yang digunakan dengan maksud menyerap secara efektif cahaya

matahari terutama pada daerah emisi gelombang ultraviolet, sehingga dapat mencegah terjadinya

gangguan kulit karena cahaya matahari. Bahan aktif yang banyak digunakan sebagai tabir surya

adalah senyawa turunan sinamat, octocrylene, senyawa PABA (para amino benzoic acid) dan

salisilat. Bahan aktif tersebut banyak digunakan karena dapat menghindarkan seseorang dari

hiperpigmentasi dan serangan kanker kulit. Lembaga kanker kulit di Amerika memperkirakan

bahwa terdapat setengah juta kasus kanker kulit per tahun dan 90 % diantaranya disebabkan oleh

paparan sinar matahari. Dengan banyaknya kebutuhan terhadap sediaan tabir surya, maka perlu

dilakukan penelitian sintesis senyawa aktif tabir surya dari bahan alam yang banyak terdapat di

Indonesia.

Berdasarkan struktur kimia tabir surya, ada dua bagian pada senyawa p-metoksi oktil

sinamat yang dimungkinkan berperan penting yaitu bagian rantai alkil dan bagian rantai benzil.

Berdasarkan struktur kimia senyawa tersebut, maka terdapat bagian benzena aromatis dan sisi alkil

yang bersifat relatif non polar. Efek perlindungan sinar UV dari senyawa diakibatkan bagian cincin

benzena, sedangkan bagian sisi alkil digunakan untuk kontribusi sifat non polar senyawa yang

berakibat senyawa tak larut dalam air (Tahir dkk, 2000). Salah satu contoh senyawa tabir surya

yang saat ini banyak digunakan adalah senyawa p-metoksi oktil sinamat yang merupakan turunan

dari ester sinamat. Berdasarkan struktur kimia senyawa tersebut, maka pengembangan senyawa-

senyawa turunannya dapat dilakukan untuk mencari senyawa lain yang lebih efektif dan jika

mungkin disintesis dari bahan-bahan alam yang banyak terdapat di Indonesia.

Pengukuran dan pengujian aktivitas senyawa-senyawa tabir surya dapat dilakukan dengan

banyak cara yakni pengujian secara in vitro dan in vivo. Pengujian aktivitas serapan sinar UV

secara in vitro dapat dilakukan dengan teknik spektroskopi UV yang diukur pada rentang panjang

gelombang sinar UV (200-400 nm). Metode yang digunakan adalah seperti yang digunakan oleh

Walters dkk (1997). Pengukuran lain yang langsung diujikan pada sel biologis adalah teknik

analisis secara in vivo. Teknik ini dapat dilakukan dengan berbagai macam cara dan salah satunya

adalah dengan pengamatan eritema akibat terkena paparan sinar UV dan dibandingkan dengan

suatu kontrol. Eritema merupakan salah satu tanda terjadinya proses inflamasi akibat pajanan sinar

tersebut dan terjadi apabila volume darah dalam pembuluh darah dermis meningkat hingga 38% di

atas volume normal.

Salah satu bentuk sediaan tabir surya yaitu handbody lotion. Lotion adalah sediaan cair

berupa suspensi atau dispersi yang digunakan sebagai obat luar dapat berbentuk suspensi zat padat

Page 3: Analisis SPF Kel.3 Gol 4

dalam serbuk halus dengan bahan pensuspensi yang cocok, emulsi tipe o/w dengan surfaktan yang

cocok. Ciri-ciri lotion :

1. Lebih mudah digunakan (penyebaran lotion lebih merata daripada krim)

2. Lebih ekonoms (lotion menyebar dalam lapisan tipis)

Kemampuan menahan sinar ultraviolet dinilai dalam faktor proteksi sinar (Sun Protecting

Factor/SPF) yaitu perbandingan antara dosis minimal yang diperlukan untuk menimbulkan

eritema pada kulit yang diolesi oleh tabir surya dengan yang tidak. Nilai SPF ini berkisar antara 0

sampai 100 (Wasitaatmadja, 1997). Sediaan dikatakan dapat memberikan perlindungan apabila

memiliki nilai SPF 2 – 8 (Shaat, 1990). Kemampuan sunscreen yang dianggap baik berada di atas

15. Tingkat kemampuan sunscreen sebagai berikut:

a. Minimal, bila SPF antara 2-4, contoh salisilat, antranilat.

b. Sedang, bila SPF antara 4-6, contoh sinamat, bensofenon.

c. Ekstra, bila SPF antara 6-8, contoh derivat PABA.

d. Maksimal, bila SPF antara 8-15, contoh PABA.

e. Ultra, bila SPF lebih dari 15, contoh kombinasi PABA, non-PABA

(Wasitaatmadja, 1997)

SPF hanya menunjukkan daya perlindungan terhadap UV-B dan bukan terhadap UV-A.

Hal ini berbeda dengan UVB yang bekerja pada permukaan kulit dan menyebabkan kulit terbakar,

sedangkan UV-A meresap masuk ke dalam kulit dan merusak DNA. Ini membuat kekuatan UV-A

tidak bisa diukur dengan mudah karena efeknya tidak segera terlihat.

III. ALAT DAN BAHAN

ALAT

- Neraca analitik

- Beker glass

- Labu takar 50, 25, 100 ml

- Pipet volume 5 ml

- Pipet tetes

- Gelas arloji

- Sendok sungu

- Pengaduk kaca

- Ultrasonic

BAHAN

- Lotion Nivea® Sun Kids SPF 25 1,00 gram

- Etanol 96% ±300 ml

Page 4: Analisis SPF Kel.3 Gol 4

IV. CARA KERJA

Ditimbang seksama 1,00 gram sampel

Dilarutkan dengan etanol 96% ad 100 ml

Diultrasonifikasi selama 5 menit hingga larut

Disaring dengan kertas saring

Diambil 5,0 ml larutan di ad 50 ml dengan etanol 96%

Diambil 5,0 ml larutan hasil pengenceran di atas, di ad 25 ml dengan etanol 96%

Direplikasi 2x

Dibaca absorbansi tiap sampel tiap 5 nm pada rentang panjang gelombang 290nm - 320nm

Dihitung nilai SPF dengan rumus:

SPFspectrophotometric = CF X ∑290

320

EE (λ) X I (λ) X Abs (λ)

dengan CF (Correction Factor) = 10

V. DATA DAN PERHITUNGAN

A. DATA

- Sampel

Merk : Nivea® Sunblock Kids SPF 25

Kandungan : Air, homosalat, Etilheksil metoksi sinamat, BHT, Etilheksil salisilat,

Alkohol Denat, Distarch fosfat, Cetearyl alkohol, PEG 40, Caster oil,

Sodium Steril Sulfat, Benzofenon 3 (Oksibenzon), Bisetilheksil metoksi

Page 5: Analisis SPF Kel.3 Gol 4

fenil triazin, Butil metoksi dibenzoil metan, fenil benzimidazol, Asam

sulfonat, Dimeticon, Glyserin, TrisodiumEDTA, glycirrhyza glabra,

Glyseril stearat, Etilalkohol, Etilheksil glyserin, hydrogenated coco glyseril,

Tokofenil asetat, xhantan gom, fenoksi etanol, NaOH, metil paraben, etil

paraben, propil paraben, parfum

No Batch : 24913048

Organoleptis

Warna : Putih

Bau : Harum

Tekstur : Krim agak kental

Data Penimbangan

Sampel I

-Berat gelas arloji +sampel : 22,0003 gram

Berat sampel : 1,1170 gram

Sampel II

-Berat gelas arloji+sampel : 22,9129 gram

Berat sampel : 1,1678 gram

Sampel III

-Berat gelas arloji+sampel : 30,5340 gram

Berat sampel : 1,1110 gram

Data Absorbansi

Panjang

gelombang

Percobaan

I II III

290 nm 1,677 1,788 1,406

295 nm 1,769 1,888 1,460

300 nm 1,821 1,935 1,531

305 nm 1,845 1,970 1,563

310 nm 1,763 1,890 1,505

315 nm 1,629 1,755 1,403

320 nm 1,377 1,495 1,201

SPFspectrophotometric = CF X ∑290

320

EE (λ) X I (λ) X Abs (λ)

dengan CF (Correction Factor) = 10

Page 6: Analisis SPF Kel.3 Gol 4

Panjang gelombang (λ nm) EE X I (normalisasi)

290 0,0150

295 0,0817

300 0,2874

305 0,3278

310 0,1864

315 0,0839

320 0,0180

TOTAL 1

Percobaan I

- Nilai ∑290

320

EE (λ) X I (λ) X Abs (λ)

Pada λ 290 nm = 0,0150 x 1,677 = 0,0252

Pada λ 295 nm = 0,0817 x 1,769 = 0,1445

Pada λ 300 nm = 0,2874 x 1,821 = 0,5234

Pada λ 305 nm = 0,3278 x 1,845 = 0,6048

Pada λ 310 nm = 0,1864 x 1,763 = 0,3286

Pada λ 315 nm = 0,0839 x 1,629 = 0,1367

Pada λ 320 nm = 0,0180 x 1,377 = 0,0248

∑ = 1,7880

SPFspectrophotometric = 10 x 1,7880 = 17,880

Recovery= kadar terukurkadar sebenarnya

x100 %=17,88025

x 100 %=71,520 %

Percobaan II

- Nilai ∑290

320

EE (λ) X I (λ) X Abs (λ)

Pada λ 290 nm = 0,0150 x 1,788 = 0,0268

Pada λ 295 nm = 0,0817 x 1,888 = 0,1542

Pada λ 300 nm = 0,2874 x 1,935 = 0,5561

Page 7: Analisis SPF Kel.3 Gol 4

Pada λ 305 nm = 0,3278 x 1,970 = 0,6458

Pada λ 310 nm = 0,1864 x 1,890 = 0,3523

Pada λ 315 nm = 0,0839 x 1,755 = 0,1472

Pada λ 320 nm = 0,0180 x 1,495 = 0,0269

∑ = 1,9093

SPFspectrophotometric = 10 x 1,9093 = 19,093

Recovery= kadar terukurkadar sebenarnya

x100 %=19,09325

x 100 %=76,372 %

Percobaan III

- Nilai ∑290

320

EE (λ) X I (λ) X Abs (λ)

Pada λ 290 nm = 0,0150 x 1,4061 = 0,0211

Pada λ 295 nm = 0,0817 x 1,460 = 0,1193

Pada λ 300 nm = 0,2874 x 1,531 = 0,4400

Pada λ 305 nm = 0,3278 x 1,563 = 0,5124

Pada λ 310 nm = 0,1864 x 1,505 = 0,2805

Pada λ 315 nm = 0,0839 x 1,403 = 0,1177

Pada λ 320 nm = 0,0180 x 1,201 = 0,0216

∑ = 1,5126

SPFspectrophotometric = 10 x 1,5126 = 15,126

Recovery= kadar terukurkadar sebenarnya

x100%=15,12625

x100 %=60,504 %

SPF rata-rata = 17,880+19,093+15,126

3=17,3663

Recovery rata-rata = 71,520+76,372+60,504

3=49,465 %

Page 8: Analisis SPF Kel.3 Gol 4

No SPF x ¿ x−x∨¿¿ ¿ x−x∨¿2¿

1. 17,880

17,3663

0,5137 0,2639

2. 19,093 1,7267 2,9815

3. 15,126 2,2403 5,0189

Jumlah 52,099 4,4807 8,2643

SD=√∑ ¿x−x∨¿2

(n−1)=√ 8,2643

2=2,0328¿

CV =SDx

x100 %= 2,032817,3663

x100 %=11,7054 %

SE= SD

√ N=2,0328

√3=1,1736

TE=±t x SE=± 4,01 x1,1736=± 4,7061

¿=x−TE ≤ x ≤ x+TE

¿17,3663−4,7061 ≤ x ≤17,3663+4,7061

¿12,6602 ≤ x ≤22,0724

Kesalahan absolut (d) = [μ-rerata] = [17,3663–25] = 7,6337

Kesalahan relatif (e) = [μ-rerata] x 100% = [ 17,3663 – 25 ] x 100% = 43,957 % μ 17,3663

VI. PEMBAHASAN

Analisis farmasi melibatkan penggunaan sejumlah teknik dan metode untuk memperoleh aspek

kualitatif, kuantitatif, dan informasi struktur dari suatu senyawa obat (Gandjar dan Rohman, 2007). Pada

umumnya, analisis sediaan farmasi dibagi menjadi dua yaitu analisis kualitatif dan analisis kuantitatif.

Analisis kualitatif merupakan analisis untuk melakukan identifikasi elemen, spesies, dan senyawa lain

yang berada dalam sampel. Analisis kualitatif adalah analisis untuk menentukan jumlah (kadar) absolut

dari suatu elemen atau spesies yang ada dalam sampel (Gandjar dan Rohman, 2007). Analisis sediaan

farmasi meliputi identifikasi sediaan secara menyeluruh antara lain identifikasi kemasan, organoleptis,

keseragaman bobot, penetapan kadar, serta uji lainnya yang terkait dengan sediaan farmasi tersebut.

Page 9: Analisis SPF Kel.3 Gol 4

Kosmetik adalah bahan atau preparat yang dimaksudkan untuk pemakaian bagian luar badan

(epidermis, rambut, kuku, bibir, dan organ genital bagian luar) atau gigi dan membran mukosa pada

rongga mulut. Kosmetik ini dapat digunakan untuk membersihkan, memberi keharuman, mengubah

penampilan, mengkoreksi bau tubuh, dan melindungi atau menjaga agar bagian tubuh yang diaplikasikan

kosmetik dalam kondisi yang baik. Perbedaan mendasar antara sediaan kosmetik dengan sediaan obat

yaitu, sediaan kosmetik tidak mengandung bahan aktif sedangkan sediaan obat mengandung bahan aktif.

Selain itu sediaan kosmetik tidak memiliki aksi farmakologi tetapi obat memiliki aksi farmakologi.

Pada praktikum kali ini, analisis farmasi dilakukan pada Lotion Nivea® Sun Kids SPF 25. Dari

komposisi sunblock di atas, yang termasuk uv filter adalah:

1. Etilheksil metoksi sinamat (EMC)

2. Etilheksil salisilat (ES)

3. Homosalat (HS)

4. Benzofenon 3 (BZ 3)

5. Butilmetoksi dibenzoilmeton ( BDM)

6. Phenylbenzimidazolensulphonic acid (PBS)

7. Bis etilheksil oksifenol metoksifenil triazin (EMC) (Salvador & Chisvert, 2007)

Analisis yang dilakukan adalah uji organoleptis, dan penetapan nilai SPF ( Sun Protecting Factor).

Sunblock digunakan untuk melindungi kulit dari kerusakan akibat terpapar sinar UV. Sinar UV dapat

menyebabkan terjadinya mutasi pada sel sehingga berbahaya jika kulit terpapar radiasi sinar UV yang

berlebihan. Suatu sediaan mampu melindungi kulit dari radiasi sinar UV dengan dua cara, yaitu dengan

melapisi kulit sehingga tidak terkena radiasi sinar UV, dan dengan menyerap sinar UV kulit tidak terpapar

radiasi sinar UV. Mekanisme yang pertama biasa disebut secara fisik dan metode yang kedua adalah

mekanisme seara kimia.

Di dalam sunblock terdapat nilai SPF (Sun Protecting Factor) yang dapat menunjukkan

kemampuan dari suatu sunblock dalam melindungi kulit dari sinar UV. Suatu sunblock dikatakan mampu

melindungi kulit dengan baik apabila memiliki nilai SPF lebih dari 15. Maksud dari suatu nilai SPF,

misalnya SPF 15 yaitu jika kita telah terpapar sinar matahari selama 10 menit, maka SPF 15 akan

melindungi kulit kita dari kerusakan (akibat terbakar sinar matahari) selama 150 menit.

Pada praktikum ini dilakukan analisis kuantitatif berupa penentuan nilai SPF pada sediaan

sunblock dengan menggunakan metode spektrofotometri UV-Vis. Metode yang digunakan untuk

menentukan nilai SPF dalam praktikum kali ini adalah dengan menghitung kemampuan sediaan dalam

menyerap sinar UV, karena zat aktif (sunscreen agent) dalam sediaan ini yaitu Ethylhexyl Salicylate dan

Butyl Methoxydibenzoylmethane bekerja dengan menyerap sinar UV.

Ethylhexyl Salicylate Butyl Methoxydibenzoylmethane

Page 10: Analisis SPF Kel.3 Gol 4

Prinsipnya adalah sediaan dilarutkan dalam pelarut yang sesuai, kemudian dibaca absorbansinya

pada panjang gelombang sinar UV yaitu 290-320 nm dengan spektrofotometer UV. Lalu dihitung SPF nya

dengan rumus yang telah diketahui dari literatur. Senyawa yang memiliki gugus kromofor dan memiliki

ausokrom akan mampu menyerap sinar UV. Kelebihan metode ini adalah mudah untuk dilakukan dan

cepat karena tidak memerlukan blangko dalam prosesnya. Namun, metode ini juga memiliki kelemahan.

Pertama, metode ini akan menghitung SPF total dari sediaan, jadi tidak selektif pada zat tertentu. Kedua,

nilai SPF tidak terbatas hanya menyerap sinar UV saja. Sebagaimana dikatakan di atas ada zat yang

melindungi kulit secara fisik. Pada metode ini berarti zat tersebut tidak bisa ditetapkan dengan

spektrofotometer karena tidak memiliki gugus kromofor dan ausokrom. Dan yang ketiga, kemungkinan

ada senyawa yang mampu menyerap sinar UV tetapi tidak larut dalam pelarut yang digunakan, sehingga

zat tersebut tidak ikut tertetapkan. Metode terbaik untuk menghitung nilai SPF adalah secara in vivo

dengan menggunakan probandus manusia, karena dapat menggambarkan nilai SPF secara total dari

sediaan tanpa adanya batasan kondisi.

Pertama-tama dilakukan preparasi sampel. Sampel ditimbang seksama sebanyak 1,00 gram.

Kemudian dilarutkan dalam etanol 97% di labu takar 50,0 ml. Tujuan penggunaan etanol adalah karena

dapat melarutkan sampel dengan baik. Dilakukan ultrasonikasi selama 5 menit agar sampel lebih larut.

Gelombang ultrasonik yang dihasilkan alat dapat memperkecil ukuran parikel yang ada pada sampel

sehingga sampel akan terlarut dalam pelarut. Sampel yang telah larut disaring menggunakan kertas saring

yang telah dijenuhkan terlebih dahulu dengan etanol. Tujuan penjenuhan ini adalah untuk meminimalisir

terjadinya pengurangan kadar karena terserap oleh kertas saring. Filtrat diambil sebanyak 5,0 ml

kemudian diencerkan ad 50,0 ml dengan etanol. Hasil pengenceran tersebut diambil 5,0 ml dan diencerkan

ad 25,0 ml. Larutan dibaca absorbansinya tiap 5 nm pada rentang λ 290nm-320nm. Panjang gelombang

yang digunakan pada pengukuran dipilih karena merupakan kisaran panjang gelombang UVB sehingga

dapat menggambarkan kemampuan sampel dalam menyerap UVB. Replikasi dilakukan sebanyak 2 kali.

Data absorbansi yang didapat dianalisis menggunakan persamaan Mansur yaitu:

SPFspectrophotometric = CF X ∑290

320

EE (λ) X I (λ) X Abs (λ)

dengan CF (Correction Factor) = 10, EE (I) yaitu erythemal effect spectrum, I (I) yaitu solar intensity

spectrum. Persamaan ini telah dideterminasi sehingga suatu formula sunscreen standar yang mengandung

8% homosalat menghasilkan nilai SPF sebesar 4, dideterminasi dengan spektrofotometri UV (Mansur

et.al., 1986). Nilai EE x I adalah konstan, dideterminasi oleh Sayre et al ( 1979) dan dapat dilihat pada

tabel (ada di bagian perhitungan).

Hasil perhitungan menunjukkan nilai SPF sebesar 17,880; 19,093; dan 15,126 sehingga diperoleh

nilai rata – rata SPF sebesar 17,3663. Setelah dilakukan perhitungan statistika didapatkan nilai SD =

2,0328 ; CV = 11,7054% , Nilai SE = 1,1736, dan rentang kadar antara¿15,126 ≤ x≤ 19,093

Dalam analisis kuantitatif, perlu dilakukan validasi metode. Menurut United States Pharmacopeia

(USP) Validasi metode perlu dilakukan untuk menjamin bahwa metode analisis akurat, spesifik,

reprodusibel, dan tahan pada kisaran analit yang akan dianalisis. Menurut International Conference on

Page 11: Analisis SPF Kel.3 Gol 4

Harmonization (ICH), karakteristik validasi adalah presisi, akurasi, limitation of detection (LOD),

limitation of quantitation (LOQ), spesifisitas, linieritas, kisaran (range), ketahanan (robutness), dan

kesesuaian sistem (Gandjar dan Rohman, 2007). Namun, dalam praktikum ini yang dilakukan adalah

akurasi dan presisi.

Akurasi menunjukkan derajat kedekatan hasil analisis dengan kadar analit yang sebenarnya.

Akurasi dapat digambarkan dan ditentukan dengan uji perolehan kembali. Terdapat tiga cara yang dapat

digunakan untuk menentukan akurasi metode yaitu membandingkan dengan standar baku, uji perolehan

kembali dengan memasukkan analit ke dalam matriks dan penambahan baku pada analit (Utami 2010 cit.

Snyder dkk., 1997). Penyimpangan persentase perolehan kembali yang masih diperbolehkan tergantung

pada besar konsentrasi analit dalam sampel. Akurasi diukur sebagai banyaknya analit yang diperoleh

kembali pada suatu pengukuran dengan melakukan spiking pada suatu sampel. ICH merekmomendasikan

pengumpulan data dari 9 kali penetapan kadar dengan 3 konsentrasi yang berbeda, namun dalam

praktikum ini hanya digunakan satu konsentrasi dengan 2 kali replikasi dilakukan terhadap 1 sampel. Nilai

perolehan kembali yang didapat adalah 71,520 %, 76,72 %, dan 60,504 % dengan rata-rata 46,29%.

Menurut Gonzales dan Herrador (2007), persentase perolehan kembali yang diperbolehkan pada studi

akurasi dengan rerata kadar 10 ppm adalah 80 -110 % sehingga nilai perolehan kembali yang didapat pada

percobaan tidak masuk rentang nilai percobaan yang diperbolehkan.

Selain nilai perolehan kembali, perlu dihitung standar deviasi (SD), coefficient of variance (cv),

dan standar error (SE). Standar deviasi merupakan akar jumlah kuadrat deviasi masing-masing hasil

penetapan terhadap rerata dibagi dengan derajat kebebasannya. Semakin kecil SD, maka metode yang

digunakan semakin tepat. SD dalam praktikum ini yaitu 2,0328. Nilai CV dalam praktikum ini cukup

besar yaitu 11,7054 %. Karena menurut European Pharmacopea nilai CV yang baik yaitu kurang dari 2%,

dapat disimpulkan data kadar yang diperoleh belum presisi. Apabila dilihat dari segi statistika, data

percobaan juga tidak presisi karena lebih dari 5%. Presisi adalah metode dapat menghasilkan suatu hasil

analisis yang sama atau hampir sama dalam satu seri pengukuran. Nilai SE dalam praktikum ini adalah

1,1736.

Pada dasarnya setiap pengukuran dalam analisis kimia selalu mengandung kesalahan. Pada

umumnya, 3 macam kesalahan dalam analisis kimia adalah kesalahan gamblang (gross error), kesalahan

acak (random error), dan kesalahan sistemik (systematic error) (Gandjar dan Rohman, 2007). Kesalahan

gamblang merupakan kesalahan besar seperti menumpahkan sampel atau pereaksi dan alat yang rusak.

Dalam praktikum ini, tidak dilakukan kesalahan gamblang. Kesalahan acak merupakan kesalahan yang

nilainya tidak dapat diramalkan serta nilainya berfluktuasi. Kesalahan acak merupakan jenis kesalahan

yang selalu terjadi dalam analisis akibat adanya sedikit variasi yang tidak dapat ditentukan atau

dikontrol,misalnya pada praktikum ini adalah terjadinya perubahan tegangan listrik pada spektrofotometer

uv sehingga nilai absorbansinya menjadi fluktuatif.

Kesalahan sistematis merupakan kesalahan yang mempunyai nilai definitif sehingga hasil analisis

yang mengandung kesalahan ini dapat mengarah ke arah yang lebih kecil atau lebih besar dari rata-rata.

Beberapa faktor yang mempengaruhi kesalahan sistematik adalah kesalahan kesalahan personil dan

operasi ; kesalahan alat dan pereaksi, dan kesalahan metode (Gandjar dan Rohman, 2007). Dalam

Page 12: Analisis SPF Kel.3 Gol 4

praktikum ini, yang terjadi adalah kesalahan operasi bersifat fisik, misalnya kurang lama dan kuat dalam

penggojogan sehingga sampel belum terlarut dengan sempurna sehingga perlu dilarutkan dengan bantuan

sonifikasi . Kesalahan operasi lainnya diakibatkan tidak tepatnya pengambilan sejumlah sampel.

Kesalahan alat disebabkan karena adanya pipet ukur misal yang belum terkalibrasi. Kesalahan metode

dapat disebabkan karena penggojogan yang kurang sempurna sehingga tidak semua sampel sunblock larut

dalam pelarutnya. Hal ini yang menyebabkan rerata nilai SPF dalam sampel menjadi lebih kecil dari nilai

yang sebenarnya. Walaupun kesalahan ini tidak mungkin dihindari secara mutlak, tetapi dengan cara

tertentu dapat diperkecil sehingga hasil yang diperoleh tidak terlalu menyimpang dari nilai sebenarnya.

Untuk memperkecil kesalahan sistematik dapat dilakukan dengan beberapa cara, misalnya kalibrasi

instrumen seperti kalibrasi pipet ukur atau pipet volume ,neraca analitik, serta labu takar. Garis di labu

takar yang akan digunakan perlu dicek apakah benar menunjukkan volume yang tertera dengan tepat.

Propipet yang digunakan masih baik digunakan.

Kesalahan hasil analisis dapat diuraikan dengan dua cara yaitu kesalahan absolut dan kesalahan

relatif. Kesalahan absolut menyatakan perbedaan antara hasil analisis dengan nilai sebenarnya. Nilai

kesalahan absolut dalam praktikum ini adalah , artinya selisih nilai percobaan dan sebenarnya tidak jauh.

Kesalahan relatif merupakan perbandingan antara kesalahan absolut dengan nilai sebenarnya. Nilai

kesalahan relatif dalam praktikum ini adalah 43,957% artinya kesalahan relatif besar.

Ada banyak faktor yang mempengaruhi penentuan nilai SPF sebagai contoh penggunaan solven

yang berbeda untuk melarutkan sunblock, kombinasi dan konsentrasi dari sunblock, tipe emulsi dan efek

serta interaksi dari komponen pembawa seperti ester, emolient dan emulsifier yang digunakan pada

formulasi, interaksi dengan kulit, interaksi pembawa dengan kulit, penambahan zat aktif lain, sistem pH

dan sifat rheologi dari berbagai faktor yang dapat menaikkan atau menurunkan absorbsi uv pada sunblock.

( Riegelman, et al., 1960; Agrapidis-paloympis, et al., 1987).

VII. KESIMPULAN

1. Nilai SPF dalam sunblock dapat dianalisis secara kuantitatif menggunakan spektrofotometri

uv.

2. Prinsip penatapan nilai SPF ini adalah senyawa-senyawa yang berfungsi sebagai uv filter dapat

menyerap sinar uv sehingga bisa dibaca menggunakan spektrofotometri uv.

3. Penetapan nilai SPF pada sunblock menunjukkan rerata SPFnya sebesar 17,3663.

4. Metode spektrofotometri uv dalam penetapan nilai SPF kurang akurat karena nilai perolehan

kembali rata-rata hanya sebesar 69,465 %.

5. Metode spektrofotometri uv dalam penetapan nilai SPF kurang presisi menurut EP karena CV

yang dperoleh sebesar 11,7054 % .

VIII. DAFTAR PUSTAKA

Page 13: Analisis SPF Kel.3 Gol 4

Agrapidis-Paloympis, L.E., Nash,R.B., Shaanth, N.A., 1987, The effect of solvents on the

ultravioletabsorbance of sunscreens v. 38, p. 209-221, J. Soc. Cosmet. Chem.,

NewYork.

Alamsyah, A, 1994, Analisis Kuantitatif Beberapa Senyawa Obat, Universitas Sumatera Utara Press,

Medan.

Anonim, 1995, Farmakope Indonesia, Edisi IV, Departemen Kesehatan, Jakarta.

Anonim, 2010, ISO Volume 46, PT. ISFI Penerbitan, Jakarta.

Gandjar, I.G & Rohman, A., 2007, Kimia Farmasi Analisis, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

Mansur, J.S., Breder, M.N.R., Mansur, M.C.A., Azulay, R.D., 1986, Determinação do fator de

proteção solarpor espectrofotometria. , v. 61, p. 121-124, An. Bras. Dermatol., Rio

de Janeiro.

Riegelmen, S., Penna,R.P., 1960, Effect of vehicle components on the absorption characteristics

ofsunscreens compounds. J. Soc. Cosmet. Chem., NewYork.

Salvador, A & Chisvert, A., 2007, Analysis of Cosmetic Products , Elsevier B.V, Oxford UK.

Skoog. D.A.,1996, Fundamental of Analytical Chemistry, Seventh Edition, Saunders College,

Publishing USA.

Snyder, L.R., Kirkland, J.J. & Glajch, J.L., 1997, Practical HPLC Method Development, Second

Ed., 691-695, John Wiley & Sons, Inc., New York.

Utami, F.N., 2010, Validasi Metode Analisis Residu Pestisida Tiametoksam pada Sampel Buah

Jeruk Siam (Citrus nobilis), Skripsi, Fakultas Farmasi UGM, Yogyakarta.

Yogyakarta, 20 Mei 2013

Praktikan,

Yoce Aprianto FA/08846

Dea Nurma Septia FA/08849

Harjanti Penjawi Siwi FA/08855

Lathifa Nabila FA/08858