analisis rantai pasokan rajungan studi kasus pt … · 4.4 logo perusahaan ... nomor teks halaman ....
TRANSCRIPT
ANALISIS RANTAI PASOKAN RAJUNGAN
STUDI KASUS PT WINDIKA UTAMA
SEMARANG, JAWA TENGAH
INDRI WIDHIASTUTI
C34050897
DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010
RINGKASAN
INDRI WIDHIASTUTI. C34050897. Analisis Rantai Pasokan Rajungan
Studi Kasus PT Windika Utama Semarang, Jawa Tengah. Dibimbing oleh
ANNA C. ERUNGAN dan BUSTAMI IBRAHIM.
Rajungan (Portunus pelagicus) merupakan komoditas perairan yang
ketersediaannya masih sangat tergantung pada hasil tangkapan di alam. Dalam
suatu industri, kontinuitas ketersediaan bahan baku dan kualitas produk sangat
penting untuk keberlangsungan produksi, oleh karena itu industri yang bergerak di
bidang rajungan perlu mempertimbangkan dengan cermat mengenai ketersediaan
bahan baku serta kualitas daging rajungan agar proses produksi dapat berjalan
dengan lancar.
Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus sampai dengan September
2009, bertempat di PT. Windika Utama, Semarang-Jawa Tengah, miniplant yang
menjadi mitra kerja dari PT Windika Utama seperti Mangkang, Rembang, Tuban,
dan Surabaya. Proses pengumpulan data primer dengan wawancara, observasi dan
kuisioner, sedangkan data sekunder dengan pengumpulan informasi perusahaan
dan studi literatur. Analisis anggota rantai pasokan dan pengendalian mutu dengan
analisis deskriptif sedangkan penentuan pasokan daging rajungan dianalisis
dengan program linier dan bantuan perhitungan program Solver.
Rantai pasokan rajungan pada studi kasus PT Windika Utama memiliki
anggota primer yaitu nelayan, bakul, pemilik miniplant dan perusahaan. Pemilik
miniplant yang memasok daging rajungan ke PT Windika Utama berasal dari
berbagai wilayah seperti Semarang, Rembang, Tuban, Surabaya, Bayuwangi,
Madura, dan Sumbawa. Dalam pengawasan mutu, nelayan dan bakul cenderung
kurang memperhatikan penanganan hasil tangkapan. Mutu daging rajungan dari
miniplant selalu disesuaikan dengan standar perusahaan. Pengawasan mutu yang
dilakukan perusahaan terhadap miniplant dengan penempatan manajer area.
Pengawasan mutu di tingkat perusahaan selalu menjadi prioritas dalam
melaksanakan proses produksi. Oleh karena itu, pada tiap tahapan proses produksi
selalu dilakukan pengujian mutu produk sesuai persyaratan mutu yang berlaku.
Pada penelitian ini terdapat 10 saluran pemasaran daging rajungan, dari
hasil perhitungan margin pemasaran, saluran pemasaran yang paling efisien
adalah saluran 4 (Nelayan Tuban – Miniplant Tuban – Perusahaan) dengan biaya
fungsional sebesar Rp 2.250,-. Sedangkan dari hasil perhitungan efisiensi biaya
transportasi, diketahui bahwa kebutuhan minimal produksi perusahaan diperoleh
dengan biaya transportasi minimal jika pasokan daging rajungan per hari
diperoleh dari miniplant Semarang 100 kg, miniplant Rembang 90 kg, miniplant
Tuban 50 kg, miniplant Surabaya 25 kg, miniplant Banyuwangi 85 kg dan
miniplant Madura 150 kg. Dengan jumlah pasokan daging dari miniplant, maka
jumlah daging dari pool Rembang berjumlah 140 kg sedangkan jumlah daging
dari pool Surabaya berjumlah 260 kg. Dengan alokasi pasokan seperti di atas
maka perusahaan dapat memenuhi minimal produksi dengan biaya transportasi
yang dikeluarkan adalah senilai Rp 1.867.500,-.
ANALISIS RANTAI PASOKAN RAJUNGAN
STUDI KASUS PT WINDIKA UTAMA
SEMARANG, JAWA TENGAH
INDRI WIDHIASTUTI
C34050897
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010
Judul Skripsi : ANALISIS RANTAI PASOKAN RAJUNGAN STUDI
KASUS PT WINDIKA UTAMA SEMARANG, JAWA
TENGAH
Nama : Indri Widhiastuti
NIM : C34050897
Menyetujui,
Tanggal Lulus : ...............................................
Pembimbing I,
(Ir.Anna C Erungan,MS)
NIP : 19620708 198603 2 001
Pembimbing II,
(Dr.Ir.Bustami Ibrahim,M.Sc.)
NIP : 19611101 198703 1 002
Mengetahui,
Ketua Departemen,
(Dr.Ir.Ruddy Suwandi,M.S,M.Phil)
NIP : 19580511 198503 1 002
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Analisis Rantai Pasokan
Rajungan Studi Kasus PT Windika Utama Semarang, Jawa Tengah” adalah
benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan
belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga
manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi.
Bogor, Februari 2010
Indri Widhiastuti
C34050897
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas berkat
rahmat serta hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan
judul ”Analisis Rantai Pasokan Rajungan Studi Kasus PT Windika Utama
Semarang, Jawa Tengah” ini dengan baik.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penulisan skripsi ini, terutama kepada :
1. Ir. Anna C. Erungan, MS selaku dosen pembimbing I, atas segala
masukan, bimbingan dan pengarahan yang diberikan kepada penulis
sejak persiapan penelitian hingga selesainya skripsi ini.
2. Dr. Ir. Bustami Ibrahim, M.Sc selaku dosen pembimbing II dan
Pembimbing Akademik atas segala masukan, bimbingan dan
pengarahan yang telah diberikan kepada penulis sejak persiapan
penelitian hingga selesainya skripsi ini.
3. Ir. Dadi R. Sukarsa dan Bambang Riyanto, S.Pi, M.Si selaku dosen
penguji yang telah memberikan saran dan masukan yang membangun
bagi penulis.
4. Dr. Ir. Agoes M Jacoeb, Dipl. Biol selaku komisi pendidikan
departemen Teknologi Hasil Perairan yang telah banyak membantu
penulis dalam kelancaran akademik.
5. Bapak Yulianto Widodo selaku Factory Manajer yang telah
memberikan kesempatan dan bantuan kepada penulis selama
melakukan penelitian di PT Windika Utama.
6. Bapak M. Yusuf selaku manajer produksi sekaligus pembimbing
lapang penulis. Terimakasih pak, atas semua bantuan dan waktu yang
diberikan kepada penulis.
7. Bapak Kuncoro Hariadi selaku Manajer Purchasing, atas segala
bantuan, penjelasan dan pengarahan selama penulis melakukan
penelitian di PT Windika Utama.
8. Bapak Herry Prasetya selaku Manajer General Affair, Bapak Andori
selaku kepala kendaraan, Bapak Lukas dan Bapak Jamzuri atas
penjelasan dan bantuan selama penulis melakukan penelitian alur
transportasi penjemputan daging rajungan di PT Windika Utama.
9. Ibu, Papa dan Andri untuk semua do’a, kasih sayang, kesabaran,
dukungan dan semangat yang tiada henti diberikan kepada penulis.
10. Malia Apriani, S.Si atas semua bantuan, kisah dan kenangan selama
penulis menuntut ilmu di IPB.
11. “all d member of THP 42” makasih buat semua bantuan, pengetahuan,
informasi, semangat, dorongan, dan cerita yang telah dibagi kepada
penulis. ”I luv you all guys!!!”
12. Stefanus Senoadi, S.Pi., Adnan Sharif, S.Pi., Steven Syahrinaldi, Deva
Chandra Fibrian, Vica Adriana, Fifi Gus Dwiyanti, S.hut dan Lia
Honata, S.Pi atas semua masukan dan bantuan yang telah diberikan
selama penulis menyelesaikan pembuatan skripsi.
13. Rekan-rekan BEM-C Jangkar Samudera, BEM-C Biru Pembaharu dan
BEM KM IPB Gemilang atas do’a motivasi dan kebersamaannya.
14. Civitas THP 40, 41, 43, 44 terutama Ka Dika (makasih motivasinya),
Ka Afid, Ka Dani, Ka Yogi (atas pembelajaran dan bantuannya).
15. Om Joko, Bulek titik, Pras dan Om Pur yang telah bersedia menerima
penulis di kediamannya selama penulis melaksanakan penelitian.
16. Semua pihak yang telah membantu penulis
Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan skripsi ini masih terdapat
banyak kekurangan. Penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat
membangun untuk perbaikan skripsi ini. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi
semua pihak yang memerlukannya.
Bogor, Februari 2010
Penulis
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Surakarta pada tanggal 16 Mei
1987 dari pasangan Dwi Sudjud Suryanto dan Widiyati Etty
Yunarsi, penulis merupakan anak pertama dari dua
bersaudara.
Pendidikan formal yang ditempuh penulis dimulai
dari TK Islam Darul Hikmah (1993), selanjutnya penulis
melanjutkan pendidikan dasar di SD Negeri 01 Pagi Kalibata (1999), SLTP
Negeri 41 Ragunan Jakarta (2002) kemudian melanjutkan ke pendidikan
menengah atas yang ditempuh di SMU Negeri 55 Jakarta dan lulus pada tahun
2005.
Pada tahun yang sama penulis diterima di IPB melalui jalur SPMB dan
pada tahun kedua kuliah, penulis diterima di Departemen Teknologi Hasil
Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Selama
kuliah, penulis aktif di Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan IPB periode 2006-2007 dan 2007-2008, Badan Eksekutif Mahasiswa
Keluarga Mahasiswa IPB periode 2009, Fisheries Processing Club periode 2008,
asisten mata kuliah Teknologi Pengolahan Hasil Perairan periode 2009 dan asisten
mata kuliah Avertebrata Air periode 2007 dan 2008.
Sebagai salah satu syarat dalam mendapatkan gelar Sarjana Perikanan,
penulis menyusun Skripsi dengan judul ”Analisis Rantai Pasokan Rajungan
(Portunus pelagicus) studi kasus PT Windika Utama Semarang, Jawa Tengah”.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ........................................................................................... i
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... ii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. iii
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................ 1
1.2 Tujuan ............................................................................................. 2
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Rajungan ......................................................................................... 3
2.1.1 Deskripsi dan Klasifikasi Rajungan ......................................... 3
2.1.2 Kemunduran mutu rajungan .................................................... 4
2.1.3 Persyaratan mutu rajungan ...................................................... 5
2.2 Proses Pengalengan Rajungan.......................................................... 6
2.2.1 Daging rajungan...................................................................... 9
2.2.2 Bahan Baku Penunjang .......................................................... 11
2.3 Pengawasan Mutu ........................................................................... 12
2.4 Manajemen Rantai Pasokan ............................................................ 13
2.5 Anggota Rantai Pasokan ................................................................. 15
2.6 Program Linier ............................................................................... 15
2.7 Model Transportasi ......................................................................... 16
3. METODOLOGI
3.1 Kerangka Pemikiran ........................................................................ 19
3.2 Waktu dan Tempat .......................................................................... 20
3.3 Jenis dan Sumber Data..................................................................... 20
3.4 Metode Penelitian ............................................................................ 21
3.4.1 Metode pengumpulan data ...................................................... 22
3.4.2 Metode analisis data ................................................................ 22
4. KEADAAN UMUM PERUSAHAAN
4.1 Lokasi Perusahaan ........................................................................... 25
4.2 Sejarah Perkembangan Perusahaan .................................................. 25
4.3 Visi dan Misi Perusahaan ................................................................ 28
4.4 Logo Perusahaan ............................................................................. 28
4.5 Struktur Organisasi dan Tenaga Kerja .............................................. 29
4.5.1 Struktur organisasi .................................................................. 29
4.5.2 Tenaga kerja ........................................................................... 29
4.6 Sarana dan Prasarana Perusahaan..................................................... 30
4.6.1 Sarana ..................................................................................... 30
4.6.2 Prasarana ................................................................................ 31
4.7 Dampak Keberadaan Perusahaan terhadap Mayarakat Sekitar.......... 33
5. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Identifikasi Anggota Rantai Pasokan ............................................... 34
5.1.1 Anggota primer ....................................................................... 34
5.1.2 Anggota sekunder ................................................................... 35
5.1.3 Aktifitas anggota primer rantai pasokan .................................. 35
5.2 Konfigurasi Jaringan Logistik .......................................................... 38
5.2.1 Pola aliran rantai pasokan ....................................................... 38
5.2.2 Metode transportasi ................................................................. 39
5.3 Pengawasan Mutu ............................................................................ 41
5.3.1 Pengawasan mutu di tingkat nelayan ....................................... 41
5.3.2 Pengawasan mutu di tingkat Bakul .......................................... 41
5.3.3 Pengawasan mutu di tingkat Miniplant .................................... 42
5.3.4 Pengawasan mutu di tingkat Perusahaan ................................. 44
5.4 Integrasi Rantai Pasokan .................................................................. 46
5.5 Margin Pemasaran ........................................................................... 47
5.6 Efisiensi Rantai Pasokan Rajungan .................................................. 50
5.6.1 Identifikasi persoalan .............................................................. 50
5.6.2 Penyusunan model .................................................................. 53
5.6.3 Analisis model ........................................................................ 54
6. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan ..................................................................................... 56
6.2 Saran ............................................................................................... 57
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 58
DAFTAR TABEL
Nomor Teks Halaman
1.Tanda-tanda kerusakan hasil perikanan seperti
udang,kepiting,rajungan dan sebagainya ........................................................ 5
2. ukuran jenis daging jumbo ............................................................................ 6
3. Aktifitas anggota primer rantai pasokan daging rajungan ............................. 36
4. Standar penerimaan daging PT Windika Utama ........................................... 44
5. Persyaratan mutu rajungan dalam kaleng ...................................................... 45
6. Biaya fungsional, keuntungan dan margin pemasaran saluran 1-5 ................ 49
7. Biaya fungsional, keuntungan dan margin pemasaran saluran 6-10............... 49
8. Variabel keputusan ....................................................................................... 51
9. Biaya transportasi pada tiap sumber ke tiap tujuan (Cij) ................................ 54
10. Hasil perhitungan biaya transportasi daging rajungan ................................. 55
i
DAFTAR GAMBAR
Nomor Teks Halaman
1. Rajungan ....................................................................................................... 4
2. Letak daging rajungan ................................................................................... 9
3. Daging colossal ............................................................................................. 9
4. Daging jumbo lump ..................................................................................... 10
5. Daging backfin............................................................................................. 10
6. Daging special ............................................................................................. 10
7. Daging claw meat ........................................................................................ 11
8. Daging claw fingers ..................................................................................... 11
9. Diagram tahapan metode penelitian efisiensi rantai pasok rajungan studi
kasus PT. Windika Utama, Semarang-Jawa Tengah ..................................... 21
10. Logo PT Windika Utama ........................................................................... 29
11. Aktifitas pembelian rajungan dari nelayan oleh bakul ................................. 37
12. Pola aliran pasokan rajungan ...................................................................... 38
13. Daging rajungan setelah proses pengupasan ............................................... 43
14. Skema jalur pasokan daging rajungan ......................................................... 50
ii
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Daftar pertanyaan anggota rantai pasokan .................................................... 62
2. Kuisioner miniplant...................................................................................... 63
3. Surat Izin Usaha Perikanan PT Windika Utama............................................ 64
4. Struktur Organisasi PT Windika Utama........................................................ 65
5. Peta rute pengiriman daging rajungan........................................................... 66
6. Gambar Saluran Pemasaran Rajungan PT Windika Utama ........................... 67
7. Rincian perhitungan biaya fungsional ........................................................... 68
8. Rincian hasil perhitungan margin pemasaran ................................................ 73
9. Tampilan perhitungan dengan program Solver ............................................. 74
10. Pasokan daging Rajungan PT Windika Utama Juli 2009 ............................ 75
11. Potensi persediaan daging rajungan dari miniplant Sumbawa ..................... 75
iii
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Potensi sumber daya perikanan (SDP) Indonesia mencapai 6,4 juta ton per
tahun dengan panjang pantai 95.181 km, jumlah pulau sebanyak 17.508 dan luas
laut 5,8 juta km2. Keadaan geografis tersebut membuat negara Indonesia kaya
akan sumber daya perairan dengan produktifitas yang cukup tinggi. Salah satu
sumber daya perairan yang telah banyak dieksplorasi adalah yang terletak di
Pulau Jawa, menurut DKP (2008) produksi penangkapan laut di Pulau Jawa pada
tahun 2007 mencapai angka 153.698,4 ton.
Dari hasil tangkapan tersebut, rajungan merupakan salah satu komoditas
perairan yang jumlahnya cukup melimpah. Hasil tangkapan rajungan Pulau Jawa
pada tahun 2007 mencapai angka 90,2 ton dengan nilai total Rp 1.982.715.000,-
(DKP, 2008). Harga rajungan yang mahal membuat komoditas perairan ini lebih
diarahkan untuk pasar ekspor dibandingkan untuk pasar lokal. Ekspor rajungan
memberikan kontribusi yang baik bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia dimana
kegiatan ekspor ini meningkatkan devisa negara, pendapatan nelayan, dan
penyediaan lapangan pekerjaan.
Permintaan akan rajungan yang tinggi membuat perusahaan yang bergerak
di bidang ini harus selalu memiliki pasokan yang kontinu dan selalu ada kapan
pun dibutuhkan. Mengingat rajungan merupakan komoditas dari alam yang belum
optimal pembudidayaannya, maka dibutuhkan suatu strategi yang dapat mengatur
pasokan rajungan agar sesuai dengan waktu dan jumlah yang dibutuhkan oleh
perusahaan.
Rantai pasokan adalah salah satu metode yang dapat digunakan untuk
mengorganisir pasokan bahan baku. Manajemen rantai pasokan atau yang lebih
dikenal dengan supply chain management merupakan integrasi aktivitas dalam
mendapatkan barang dan jasa termasuk juga menjaga hubungan dengan supplier
dan distributor. Dengan adanya manajemen rantai pasokan yang baik, perusahaan
akan dapat meningkatkan produktifitas, efisiensi dan juga eksistensinya dalam
persaingan pasar. Manajemen rantai pasokan memungkinkan perusahaan
bersaing dalam memberikan pelayanan yang terbaik bagi konsumen seperti harga
yang lebih murah, barang yang selalu ada ketika dibutuhkan konsumen dan
kualitas barang yang lebih baik daripada perusahaan pesaing.
Mutu produk menurut Feigenbaum (1986) diacu dalam Nasution (2004)
adalah kepuasan pelanggan sepenuhnya (full customer satisfaction). Suatu produk
berkualitas apabila dapat memberi kepuasan sepenuhnya kepada konsumen, yaitu
sesuai dengan apa yang diharapkan konsumen atas suatu produk. Menurut
Prawirosentono (2002), persaingan pasar saat ini lebih mengedepankan
persaingan mutu daripada persaingan harga, hal ini dikarenakan konsumen yang
berorientasi terhadap mutu memiliki loyalitas yang lebih tinggi daripada
konsumen yang berorientasi terhadap harga. Perusahaan yang mengedepankan
mutu perlu melakukan pengawasan mutu tidak hanya pada saat produk berada di
tempat produksi namun juga pada setiap tahapan rantai pasokan produk dari hulu
hingga hilir sehingga mutu produk tetap terjaga dan dapat memuaskan konsumen.
1.2 Tujuan
1. Mengidentifikasi rantai pasokan ranjungan di PT. Windika Utama,
Semarang-Jawa Tengah.
2. Mendeskripsikan pengawasan mutu di setiap tingkat dalam rantai pasokan
rajungan PT Windika Utama, Semarang-Jawa Tengah.
3. Menganalisis efisiensi biaya transportasi daging rajungan PT. Windika
Utama, Semarang-Jawa Tengah.
2
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Rajungan
2.1.1 Deskripsi dan Klasifikasi Rajungan (Portunus sp.)
Rajungan adalah salah satu anggota filum crustacea yang memiliki tubuh
beruas-ruas. Klasifikasi Rajungan (Portunus sp.) menurut Pratt (1953) adalah
sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Filum : Crustacea
Kelas : Malacostraca
Ordo : Decapoda
Sub ordo : Reptantia
Famili : Portunidae
Genus : Portunus
Spesies : Portunus sp.
Rajungan memiliki karapas yang sangat menonjol dibandingkan dengan
abdomennya. Lebar karapas pada rajungan dewasa dapat mencapai ukuran
18,5 cm. Abdomennya berbentuk segitiga (meruncing pada jantan dan melebar
pada betina), tereduksi dan melipat ke sisi ventral karapas. Pada kedua sisi muka
karapas terdapat 9 buah duri yang disebut sebagai duri marginal. Duri marginal
pertama berukuran lebih besar daripada ketujuh duri dibelakangnya, sedangkan
duri marginal ke- 9 yang terletak di sisi karapas merupakan duri terbesar. Kaki
rajungan berjumlah 5 pasang, pasangan kaki pertama berubah menjadi capit
(cheliped) yang digunakan untuk memegang serta memasukkan makanan ke
dalam mulutnya, pasangan kaki ke 2 sampai ke 4 menjadi kaki jalan, sedangkan
pasangan kaki jalan kelima berfungsi sebagai pendayung atau alat renang,
sehingga sering disebut sebagai kepiting renang (swimming crab). Kaki renang
pada rajungan betina juga berfungsi sebagai alat pemegang dan inkubasi telur
(Oemarjati dan Wisnu 1990).
Ukuran dan warna jantan berbeda dengan betina. Rajungan jantan
berukuran lebih besar dan berwarna biru serta terdapat bercak-bercak putih,
sedangkan rajungan betina berwarna hijau kecoklatan dengan bercak-bercak putih
kotor. Rajungan biasanya hidup membenamkan diri dalam pasir di daerah pantai
berlumpur, hutan bakau, batu karang atau terkadang dapat dijumpai sedang
berenang ke permukaan laut. Rajungan dewasa memakan mollusca, crustacea,
ikan atau bangkai pada malam hari. Larva rajungan bersifat planktonik,
berkembang menjadi dewasa melalui stadia zoea, megalopa dan rajungan dewasa
(Oemarjati dan Wisnu 1990). Bentuk umum rajungan dapat dilihat pada Gambar
1 di bawah ini.
Gambar 1. Rajungan (Portunus sp)
Sumber : dokumentasi pribadi
2.1.2 Kemunduran mutu rajungan
Rajungan segar memiliki ciri-ciri diantaranya yaitu bersih, berbau harum,
daging putihnya mengandung lemak berwarna kuning dan bebas dari pengawet
kimia, sedangkan daging rajungan yang sudah busuk dapat dilihat dari kulitnya
yang terbuka merenggang, daging telah mengering dan tidak terdapat lagi cairan
dalam kulit, sedangkan warna daging mungkin berubah agak asam dan berbau
busuk (Moeljanto 1992).
Rajungan yang kopong (rajungan yang memiliki badan tidak berisi) atau
padat dapat diketahui dengan menekan bagian dada rajungan, bila lunak maka
rajungan tersebut kopong. Rajungan yang berkulit lunak mempunyai ciri khas
yaitu seluruh bagian tubuhnya lunak. Kesegaran rajungan dapat dilihat pada
bagian dada, warna daging diantara ruas-ruas kaki dan capit, membuka karapas
dan melihat kondisi telur, insang dan lemi (lemak dari rajungan). Jika rajungan
tidak segar, bagian dada dan insang berwarna hitam sedangkan telur dan lemi
terlihat mencair (Muchtadi dan Sugiyono 1992). Ciri-ciri rajungan segar dapat
dilihat pada Tabel 1 di bawah ini.
4
Tabel 1. Tanda-tanda kerusakan hasil perikanan seperti udang,kepiting,rajungan
dan sebagainya
Keadaan Kodisi Segar Kondisi tidak segar
Terlihat Cerah dan cemerlang, warnanya belum
berubah menurut aslinya
Terdapat banyak warna merah
jambu terutama disekitar kepala dan
kaki serta terdapat banyak bintik-bintik hitam di kakinya
Mata
Mengkilat, hitam dan bulat
serta tidak terlalu menonjol
keluar
Pudar dan kelabu gelap serta
menonjol keluar. Bola mata
melekat pada tangkai mata
Kulit
tetap melekat kuat pada daging dan tak berlendir
mudah terkelupas dan berlendir
Ruas tubuh dan
kaki
tetap terhubung kuat dan kompak serta
tidak mudah terlepas
Mudah dipisahkan
Daging
Masih terasa padat dan lentur serta melekat kuat pada
kulitnya
Kendor dan mudah dilepas dari kulitnya dan terasa lengket bila
ditekan
Aroma Segar dan tidak tercampur bau
lainnya. Menyengat dan busuk
Sumber : Irawan 1995
2.1.3 Persyaratan mutu rajungan
Bahan baku daging rajungan dalam kaleng secara pasteurisasi adalah
rajungan segar dengan mutu yang baik. Jenis bahan baku yang digunakan adalah
rajungan (Portunus pelagicus). Bentuk bahan baku berupa rajungan segar yang
belum mengalami penyiangan atau pengolahan lain. Asal bahan baku dari perairan
yang tidak tercemar oleh pencemaran kimia, biologi dan fisika. Mutu bahan baku
harus bersih, bebas dari setiap bau yang menandakan pembusukan, bebas dari
tanda dekomposisi dan pemalsuan, bebas dari sifat-sifat alamiah lain yang dapat
menurunkan mutu serta tidak membahayakan kesehatan. Secara organoleptik
bahan baku harus mempunyai karakteristik kesegaran seperti kenampakan yang
utuh, bersih, cemerlang, cangkang keras, kokoh dan kuat. Selain itu juga harus
berbau segar spesifik jenis. Untuk mempertahankan mutu bahan baku, rajungan
harus secepatnya ditangani, apabila terpaksa harus menunggu proses lebih lanjut
maka bahan baku harus disimpan dalam wadah yang baik dan tetap dipertahankan
suhunya dengan metode pendinginan yang sesuai sehingga suhu pusat bahan baku
mencapai suhu maksimum 5 0C, saniter dan higienis (SNI 01-6929.2-2002).
5
2.2 Proses Pengalengan Rajungan
Proses pengalengan rajungan pasteurisasi melalui tahap–tahap sebagai
berikut (Ibrahim et al. 2007):
a) Penerimaan (Receiving)
Receiving merupakan proses penerimaan bahan baku rajungan yang berasal
dari pemasok (miniplant). Daging rajungan yang disuplay kepada industri sudah
berupa daging yang telah dipisahkan dari cangkangnya. Daging diterima dalam
kemasan toples plastik dan dimasukan dalam blong plastik yang diselimuti es
diangkut dari tempat asalnya dengan menggunakan truk atau pick up. Tahap
selanjutnya adalah pembongkaran dan pemisahan daging rajungan sesuai jenis
yang sama dari miniplant yang berbeda, proses pembongkaran harus dilakukan
dengan cepat dan hati–hati untuk menghindari terbukanya penutup toples
sehingga mengakibatkan daging rajungan keluar dari toples dan menyebabkan
kontaminasi.
b) Penyimpanan sementara (Temporary chill storage)
Apabila bahan baku melimpah atau penundaan proses, maka bahan baku
disimpan di dalam temporary chill storage.
c) Pengecekan mutu (Quality checking)
Pengecekan mutu dilakukan pada produk setelah keluar dari chill storage
untuk diproses. Quality checker bertugas melakukan uji organoleptik. Bahan baku
yang tidak sesuai standar yaitu : daging basi, bau amoniak, minyak tanah/solar,
dan lain – lain.
d) Sortasi
Sortasi adalah kegiatan pemisahan daging rajungan dari cangkang (shell)
dan benda asing (foreign material). Pada tahap sortasi ini diperlukan keterampilan
dan ketelitian karyawan agar tidak terjadi kesalahan dalam pemisahan jenis dan
ukuran daging rajungan, terutama karena aktifitas ini dilakukan secara manual.
Tabel 2. Ukuran daging jenis jumbo
Jenis daging Ukuran
Collosal > 10 g
Jumbo 4 – 10 g
Jus A 3,4 – 3,9 g
Jus B < 3,4 g
Sumber : Ibrahim et al (2007)
6
e) Pengecekan akhir (Final checking)
Final checking adalah tahap akhir dari sortasi untuk memastikan daging
sudah bersih dari sisa cangkang dan benda asing, serta daging lunak, basi dan bau
amoniak. Final checking dilakukan oleh QC organoleptik untuk memastikan lolos
atau tidaknya daging rajungan.
f) Pencampuran (mixing)
Mixing adalah proses pencampuran daging rajungan dari beberapa mini
plant. Pencampuran dilakukan pada semua jenis daging untuk mendapatkan
kualitas daging yang seragam baik warna, penampakan atau tekstur.
g) Pengisian daging (filling)
Setelah proses pencampuran, kemudian daging rajungan dimasukan ke
dalam wadah kaleng tin plate berukuran 401 x 301 inch. Pada filling ini juga
dilakukan penataan bentuk daging di dalam kaleng supaya terlihat rapid dan
menarik ketika konsumen membuka kemasannya.
h) Penimbangan (weighing)
Selanjutnya yaitu tahap penimbangan. Penimbangan dilakukan untuk
mencapai berat 454 g atau 16 oz.
i) Penutupan kaleng (seaming)
Seaming adalah proses penutupan kaleng secara hermetic, dilakukan oleh
operator seaming setelah kaleng diberi tutup sesuai jenis dagingnya. Penutupan
dilakukan dengan double seamer machine.
j) Pengkodean (coding)
Pengkodean dilakukan setelah kaleng ditutup. Pemberian kode dilakukan
dengan mesin coding jet print. Pemberian kode dilakukan untuk menunjukkan
tanggal produksi, nomor basket, kode suplier, nama/kode perusahaan dan jenis
daging.
k) Pasteurisasi
Pasteurisasi adalah perlakuan panas yang diterapkan pada bahan pangan
yang tidak sedrastis sterilisasi, akan tetapi cukup untuk membuat berbagai
organisme penghasil penyakit menjadi tidak aktif pada beberapa bahan pangan.
Pastuerisasi membuat hampir seluruh bentuk vegetatif jasad renik yang hidup,
menjadi tidak aktif, akan tetapi tidak demikian terhadap spora yang tahan panas.
7
Pada awalnya pasteurisasi timbul untuk membuat bakteri tuberkulosis tidak aktif
di dalam susu. Selain menginaktifkan bakteri, pasteurisasi dalam penerapannya
juga dapat dihubungkan dengan enzim yang terdapat di dalam bahan pangan yang
dapat diinaktifkan dengan pemanasan (Earle 1969). Metode pasteurisasi yang
umum digunakan adalah :
1. Pasteurisasi dengan suhu tinggi dan waktu singkat (High Temperature Short
Time/HTST), yaitu proses pemanasan susu selama 15 – 16 detik pada suhu
71,7 – 750C.
2. Pasteurisasi dengan suhu rendah dan waktu lama (Low Temperature Long
Time/LTLT), yaitu proses pemanasan susu selama 30 menit pada suhu 610C.
3. Pasteurisasi dengan suhu sangat tinggi (Ultra High Temperature) yaitu
memanaskan susu pada suhu 1310C selama 0,5 detik. Pemanasan dilakukan
dengan tekanan tinggi untuk menghasilkan perputaran dan mencegah
terjadinya pembakaran susu pada alat pemanas (Hidayat 2007).
Pasteurisasi rajungan kaleng dilakukan pada suhu 86,1 – 87,6oC (183 – 186
oF)
selama 2 jam (Ibrahim et al 2007).
l) Pendinginan (chilling)
Chiling merupakan perlakuan kejut yang segera dilakukan setelah basket
diangkat dari bak pasteurisasi, bertujuan untuk menginaktifkan bakteri yang tahan
panas dan supaya tidak terjadi overcooking. Selama proses chilling suhu
dipertahankan pada 00C (32
0F) selama 2 jam.
m) Pengemasan (Packing)
Pengemasan merupakan proses pengepakan setelah produk diangkat dari
chilling tank. Pengepakan dilakukan dengan menggunakan master carton yang
dilapisi lilin. Setiap master carton memuat 12 kaleng untuk ukuran 16 oz atau 454
gram.
n) Penyimpanan dingin (chill storage)
Setelah pengepakan, produk disimpan dalam chill storage. Penyimpanan
dilakukan pada suhu 0 – 40C.
o) Stuffing
Stuffing adalah proses pengangkutan produk akhir dari chill storage ke
container untuk ekspor. Stuffing dilakukan bila produk akhir di dalam chill
8
storage mencapai jumlah pesanan. Suhu container untuk ekspor diatur pada
0-6 0C (32 – 38
0F).
2.2.1 Daging rajungan
Daging rajungan dapat dikelompokkan menjadi beberapa jenis,
pengelompokkan daging rajungan berdasarkan letaknya pada tubuh rajungan
menurut Anonim 2007 dapat dilihat pada Gambar 2.
Letak daging Letak daging Letak daging
Colossal dan Jumbo lump Backfin Spesial
Letak daging Claw meat Letak daging Claw fingers
Gambar 2. Letak daging rajungan
a) Colossal dan Jumbo Lump
Merupakan daging berwarna putih cerah. Terdiri dari dua daging besar
yang tersambung pada kaki renang rajungan. Daging colossal biasanya berasal
dari rajungan yang berukuran lebih besar daripada daging jumbo lump. Daging
colossal dan jumbo lump dapat dilihat pada Gambar 3 dan 4.
Gambar 3. Daging colossal
9
Gambar 4. Daging jumbo lump
b) Backfin
Backfin merupakan campuran daging pecahan dari jenis daging jumbo
dan daging spesial. Daging backfin dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Daging backfin
c) Spesial
Spesial merupakan daging berwarna putih yang terdiri dari pecahan-
pecahan kecil yang berasal dari seluruh badan rajungan kecuali kaki. Daging
spesial dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Daging spesial
d) Claw meat
Claw meat merupakan daging berwarna merah yang berasal dari bagian
kaki rajungan. Daging claw meat dapat dilihat pada Gambar 7.
10
Gambar 7. Daging claw meat
e) Claw fingers
Claw fingers merupakan daging berwarna merah yang berasal dari
bagian kaki capit (cheliped) pada rajungan. Daging claw fingers dapat dilihat pada
Gambar 8.
Gambar 8. Daging claw fingers
2.2.2 Bahan Baku Penunjang
Bahan baku penunjang yang digunakan dalam proses pengalengan
rajungan adalah Sodium Acid Phyrophosphate (SAPP) atau disodium
phyrophosphate (Na2H2P207). SAPP berupa serbuk putih, licin dan larut dalam air.
SAPP merupakan bahan yang diijinkan pemakaiannya berdasarkan peraturan
Menteri Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/1988. SAPP berfungsi untuk
mempertahankan warna daging rajungan. SAPP merupakan bahan tambahan
pangan yang mudah menggumpal sehingga harus disimpan dalam tempat tertutup
(Ibrahim et al 2007).
Fungsi SAPP yang lain yaitu mencegah pembentukan struvites. Struvites
adalah rasa seperti berpasir pada daging rajungan. Hal ini disebabkan oleh
komponen magnesium pada daging rajungan yang dapat mengkristal. Kristal yang
terbentuk disebabkan oleh panas tinggi pada saat proses pasteurisasi. SAPP dapat
mengkompleks magnesium dan mencegah terjadinya pembentukan kristal–kristal
yang menyebabkan struvites (Ibrahim et al 2007).
11
2.3 Pengawasan Mutu
Mutu suatu produk adalah keadaan fisik, fungsi dan sifat suatu produk
bersangkutan yang dapat memenuhi selera dan kebutuhan konsumen dengan
memuaskan sesuai nilai uang yang telah dikeluarkan (Prawirosentono, 2002).
Sedangkan menurut Soekarto (1990), mutu suatu benda dapat didefinisikan
sebagai kelompok sifat atau faktor pada komoditas yang membedakan tingkat
pemuasan atau akseptabilitas dari komoditas tersebut bagi pembeli atau
konsumen.
Menurut Tarigan (2004), situasi pemasaran yang semakin ketat membuat
peran mutu produk perusahaan semakin besar dalam kaitannya dengan
perkembangan perusahaan tersebut. Untuk dapat bertahan dalam persaingan,
perusahaan dituntut melakukan tindakan-tindakan yang mengarah pada efisiensi.
Efisiensi harus tetap memperhatikan mutu barang atau jasa yang dihasilkan,
pelaksanaan efisiensi ini bertujuan untuk menekan biaya, sehingga dapat
memberikan harga yang terjangkau oleh konsumen. Salah satu cara efisiensi
adalah dengan pengawasan mutu. Pengawasan mutu mengandung dua pengertian
utama yaitu menentukan standar mutu untuk masing-masing produk yang
dihasilkan dan usaha perusahaan untuk dapat memenuhi standar mutu yang telah
ditetapkan dengan memperhatikan tujuan-tujuan sebagai berikut : kepuasan
konsumen dan harga produk serendah-rendahnya serta proses produksi yang dapat
menekan biaya dan waktu seminimal mungkin.
Menurut Olson (1990), mutu telah menjadi aspek mendasar dalam suatu
industri, untuk menjadi perusahaan yang lebih kompetitif dalam persaingan pasar,
diperlukan strategi tidak hanya dalam memproduksi barang dengan biaya yang
rendah tetapi juga dengan menghasilkan barang bermutu tinggi. Pengawasan mutu
yang fokus pengujiannya pada produk akhir saja saat ini sudah tergantikan dengan
pengawasan mutu yang memiliki fokus pengujian pada sepanjang proses
produksi.
Menurut Motarjemi & Kaferstein (1999), dalam era perdagangan bebas,
tuntutan akan kualitas dan keamanan pangan mutlak diperlukan, untuk
mendapatkan kualitas pangan yang baik, perlu diketahui mata rantai dalam
penyaluran bahan pangan mulai dari pertanian hingga transportasi yang biasa
12
disebut pre-harvest food safety program sampai pengolahan, pemasaran dan
penyajian kepada konsumen atau post harvest food safety program (Bahri et. al.,
2002). HACCP saat ini masih dianggap sebagai sistem terbaik dalam
pengendalian mutu pangan. Namun demikian jika tidak terdapat pengawasan
mutu pada level pertama bahan pangan dihasilkan, sistem HACCP tidak dapat
menjamin keamanan bahan pangan tersebut. Studi HACCP sistem pada setiap lini
rantai pasokan dapat memberi gambaran bahwa teknologi seperti radiasi pangan
dan pasteurisasi penting dalam menjaga keamanan pangan. Jika teknologi
pengolahan itu tidak diaplikasikan, maka konsumen sebaiknya tidak
mengonsumsi bahan pangan dalam keadaan mentah atau kurang matang dan perlu
waspada terhadap kemungkinan kontaminasi silang ke bahan pangan lainnya.
2.4 Manajemen Rantai Pasokan
Manajemen rantai pasokan merupakan integrasi dari aktivitas untuk
memperoleh barang dan jasa, merubah keduanya menjadi barang setengah jadi
dan barang jadi, dan mendistribusikannya kepada konsumen. Manajemen rantai
pasokan ini termasuk aktivitas pembelian dan semua aktivitas yang penting dalam
hal menjaga hubungan dengan supplier dan distributor (Heizer dan Render 2004).
Manajemen rantai pasokan terdiri atas 3 elemen yang saling terkait satu
sama lain, yaitu:
1. Struktur jaringan rantai pasokan yaitu jaringan kerja anggota dan hubungan
dengan anggota rantai pasokan lainnya.
2. Proses bisnis rantai pasokan yaitu aktivitas-aktivitas yang menghasilkan
nilai keluaran tertentu bagi pelanggan.
3. Komponen manajemen rantai pasokan yaitu variabel-variabel manajerial
dimana proses bisnis disatukan dan disusun sepanjang rantai pasokan.
Pelaksanaan manajemen rantai pasokan meliputi pengenalan anggota
rantai pasokan dengan siapa dia berhubungan, proses apa yang perlu dihubungkan
dengan tiap anggota inti dan jenis penggabungan apa yang diterapkan pada tiap
proses hubungan tersebut. Tujuannya adalah memaksimalkan persaingan dan
keuntungan bagi perusahaan dan seluruh anggotanya, termasuk pelanggan akhir
(Tunggal 2009).
13
Menurut Said (2006), manajemen rantai pasokan adalah pengelolaan
informasi, barang dan jasa mulai dari pemasok paling awal sampai ke konsumen
paling akhir dengan menggunakan pendekatan sistem yang terintegrasi dengan
tujuan yang sama. Berdasarkan itu, maka prinsip dasar manajemen rantai pasokan
seharusnya meliputi 5 hal, yaitu:
1. Prinsip integrasi. Artinya semua elemen yang terlibat dalam rangkaian
rantai pasokan berada dalam satu kesatuan yang kompak dan menyadari
adanya saling ketergantungan.
2. Prinsip jejaring. Artinya semua elemen berada dalam hubungan kerja yang
selaras.
3. Prinsip ujung ke ujung. Artinya proses operasinya mencakup elemen
pemasok yang paling hulu sampai ke konsumen paling hilir.
4. Prinsip saling tergantung. Setiap elemen dalam rantai pasokan menyadari
bahwa untuk mencapai manfaat bersaing diperlukan kerjasama yang saling
menguntungkan.
5. Prinsip komunikasi. Artinya keakuratan data menjadi darah dalam jaringan
untuk menjadikannya ketepatan informasi dan material.
Heizer dan Render (2004) mengemukakan bahwa barang dan jasa yang
dibutuhkan dari luar membuat perusahaan perlu mempertimbangkan strategi
rantai pasokan yang akan diterapkan. Strategi yang pertama adalah rantai pasokan
dengan banyak supplier, strategi ini memainkan persaingan ketat antar sesama
supplier untuk memasok barang dan jasa sesuai dengan permintaan kuota dari
perusahaan. Strategi kedua adalah rantai pasokan dengan beberapa supplier,
strategi ini lebih mengembangkan kemitraan berkelanjutan dengan beberapa
supplier untuk memuaskan konsumen akhir. Strategi ketiga adalah integrasi
vertikal, dalam strategi ini perusahaan dapat memutuskan untuk menggunakan
backward integration dengan cara membeli perusahaan supplier. Strategi keempat
adalah kombinasi dari strategi beberapa supplier dan strategi integrasi vertikal,
yang biasa dikenal dengan keiretsu. Keiretsu menempatkan supplier sebagai
bagian dari koalisi perusahaan. Strategi yang kelima adalah mengembangkan
strategi yang biasa disebut virtual companies, strategi ini melibatkan berbagai
jenis supplier yang memasok segala kebutuhan perusahaan dengan fleksibel.
14
Hubungan kerja yang dibangun dapat berupa jangka panjang, jangka pendek,
kemitraan, kolaborasi, dll.
Griffin & Thomas (1996) mengemukakan bahwa pada umumnya terdapat
tiga tahap dasar dalam rantai pasokan yaitu pembelian, produksi dan distribusi
yang tidak dapat diatur secara terpisah. Peningkatan persaingan dan pasar global
mendorong perusahaan untuk membentuk rantai pasokan yang cepat beradaptasi
terhadap keinginan konsumen. Kebutuhan untuk tetap kompetitif dalam
persaingan pasar mendorong persudahaan untuk mengurangi biaya operasional
dengan selalu meningkatkan pelayanan pada konsumen.
2.5 Anggota Rantai Pasokan
Menurut Ito & Salleh (2000), manajemen rantai pasokan merupakan
integrasi jaringan suplier, perusahaan, pusat distribusi, dan penjual dimana
keseluruhan proses yang terjadi dalam rantai perlu ditata sedemikian rupa
sehingga dapat bereaksi cepat dan membentuk koordinasi yang fleksibel antar
anggota rantai pasokan. Kolaborasi diantara anggota rantai pasokan memegang
peranan penting dalam menerapkan manajemen rantai pasokan yang efektif.
Anggota rantai pasokan meliputi semua perusahan dan organisasi yang
berhubungan langsung dengan perusahaan baik secara langsung maupun tidak
langsung melalui supplier atau pelanggannya dari point of origin hingga point of
consumption. Primary members (anggota primer) adalah semua perusahaan/unit
bisnis strategik yang benar-benar menjalankan aktivitas operasional dan
manajerial dalam proses bisnis yang dirancang untuk menghasilkan keluaran
tertentu bagi pelanggan atau pasar. Sedangkan secondary members (anggota
sekunder) adalah perusahaan yang menyediakan sumber daya, pengetahuan,
utilitas atau aset-aset bagi anggota primer. Semua anggota yang secara tidak
langsung berpartisipasi atau memberi nilai tambah proses dari perubahan masukan
menjadi keluaran untuk pelanggan akhir (Tunggal 2009).
Anggota rantai pasokan dapat digolongkan menjadi golongan produsen,
pedagang perantara dan lembaga pemberi jasa. Produsen adalah mereka yang
tugas utamanya menghasilkan barang-barang. Pedagang perantara adalah mereka
yang membeli dan mengumpulkan barang dari produsen dan menyalurkannya
kepada konsumen. Sedangkan lembaga penyalur jasa adalah mereka yang
15
memberi jasa atau fasilitas untuk memperlancar fungsi yang dilakukan produsen
atau pedagang perantara (Hanafiah dan Saefuddin 2006).
2.6 Program Linier
Sebagian besar persoalan manajemen berkenaan dengan penggunaan
sumber secara efisien atau alokasi sumber-sumber yang terbatas (tenaga kerja
terampil, bahan mentah, lahan subur, modal) untuk mencapai tujuan yang
diinginkan (desired objectives) seperti penerimaan hasil penjualan yang harus
maksimum, penerimaan devisa hasil ekspor non-migas harus maksimum; jumlah
biaya transportasi harus minimum; lamanya waktu antrian untuk menerima
pelayanan sependek mungkin; kemakmuran rakyat sebesar-besarnya (Supranto
2005).
Program linier mungkin merupakan salah satu teknik riset operasi yang
paling luas dan diketahui dengan baik. Program linier merupakan suatu metode
matematik dalam mengalokasikan sumber daya yang langka untuk mencapai
suatu tujuan seperti memaksimumkan keuntungan dan meminimumkan biaya.
Program linier berkaitan dengan penjelasan suatu dunia nyata sebagai model
matematik yang terdiri dari sebuah fungsi tujuan linier dan beberapa kendala
(Mulyono, 1991).
Menurut Mulyono (1991), setelah masalah diidentifikasi, tujuan
ditetapkan, langkah selanjutnya adalah formulasi model matematik yang meliputi
tiga tahap seperti berikut:
1. Tentukan variabel yang tidak diketahui (variabel keputusan) dan nyatakan
dalam simbol matematik.
2. Membentuk fungsi tujuan yang ditujukan sebagai suatu hubungan linier
(bukan perkalian) dari variabel keputusan.
3. Menentukan semua kendala masalah tersebut dan mengekspresikan dalam
persamaan atau pertidaksamaan yang juga merupakan hubungan linier dari
variabel keputusan yang mencerminkan keterbatasan sumberdaya masalah.
ini
Program linier berkaitan dengan penentuan nilai-nilai ekstrem dari sebuah
fungsi linier, yang mempunyai ruang definisi ditentukan oleh satu sistem
persamaan linier. Persoalan optimasi ini dapat dibagi dalam dua bagian utama
16
yaitu persoalan maksimasi dan persoalan minimasi. Sebagai akibat dari bentuk
penyelesaian yang khas, maka persoalan optimasi linier dapat dibagi lebih jauh
dalam kelompok persoalan transport dan persoalan program linier, walaupun
sebenarnya persoalan transport pun termasuk dalam kelompok program linier
(Simamarta, 1985).
2.6 Model Transportasi
Distribusi merupakan aspek penting yang perlu ditangani dengan seksama
dalam manajemen logistik suatu perusahaan. Era globalisasi membuat semua
perusahaan menginginkan organisasi mereka seefisien dan seefektif mungkin
untuk dapat bersaing dalam pasar global. Perusahaan yang bergerak dalam bidang
pengolahan produk perikanan merupakan salah satu perusahaan yang
membutuhkan sistem distribusi yang optimal. Salah satu kesulitan dalam optimasi
sistem distribusi adalah membentuk efisiensi rute pengiriman. Perencanaan rute
pengiriman dengan jumlah kapasitas barang, diharapkan dapat membantu
manajemen perusahaan dalam mengembangkan optimasi sistem distribusi
(Pratiwi dan Wiratno, 2008).
Persoalan transportasi merupakan persoalan linear programming. Bahkan
aplikasi dari teknik linear programming pertama kali adalah dalam merumuskan
persoalan transportasi dan memecahkan (Supranto 2005). Pada umumnya masalah
transportasi berhubungan dengan distribusi suatu produk tunggal dari beberapa
sumber, dengan penawaran terbatas, menuju beberapa tujuan, dengan permintaan
tertentu, pada biaya transport minimum, karena hanya ada satu macam barang,
suatu tempat tujuan dapat memenuhi permintaanya dari satu atau lebih sumber
(Mulyono, 1991).
Asumsi dasar model ini adalah bahwa biaya transport pada rute tertentu
proporsional dengan banyaknya unit yang dikirimkan. Sebuah model transportasi
dapat dibayangkan seperti contoh berikut. Misalnya suatu produk yang dihasilkan
pada tiga pabrik (sumber) harus didistribusikan ke tiga gudang (tujuan). Setiap
pabrik memiliki kapasitas tertentu terhadap produk. Dengan diketahuinya biaya
transport per unit dari masing-masing pabrik ke masing-masing gudang, masalah
yang harus dipecahkan adalah menentukan jumlah barang yang harus dikirim dari
masing-masing pabrik ke masing-masing gudang dengan tujuan meminimumkan
17
biaya transport. Persyaratan masalah ini adalah bahwa pada setiap gudang harus
dipenuhi tanpa melebihi kapasitas produksi pada setiap pabrik (Mulyono, 1991).
Misalkan tiga sumber produk tersebut disebut dengan A1, A2, A3 dengan
jumlah bahan yang tersedia untuk diangkut sebanyak a1, a2, a3. Lokasi tujuan
disebut sebagai M1, M2, M3 dengan jumlah bahan sebanyak b1, b2, b3. Jumlah
bahan yang diangkut dari sumber 1 ke tujuan 1 dapat disimbolkan dengan X11,
sedang jumlah bahan yang diangkut dari sumber 1 ke tujuan 2 dapat disimbolkan
dengan X12, demikian seterusnya. Biaya transportasi yang dikeluarkan untuk
mengangkut barang disimbolkan dengan Cij. indeks pertama menunjukkan indeks
tempat asal dari sumber bahan sedangkan indeks kedua menunjukkan indeks
tujuan (Simamarta, 1985).
Setelah data-data tersebut diperoleh maka dapat disusun suatu persoalan
yang perlu diselesaikan dalam bentuk:
Minimumkan nilai ijij XC
Dengan batasan 1. iij aX
2. iij bX
3. ji ba
Solusi awal dalam menyelesaikan permasalahan transportasi dapat menggunakan
metode North West Corner, Least Cost, dan Aproksimasi Vogel (Mulyono, 1991)
18
3. METODOLOGI
3.1 Kerangka Pemikiran
Rajungan (Portunus pelagicus) merupakan komoditas perikanan yang
sampai saat ini ketersediaannya masih sangat tergantung pada hasil tangkapan di
alam. Sedangkan dalam suatu industri, kontinuitas ketersediaan bahan baku sangat
penting untuk keberlangsungan produksi, oleh karena itu industri yang bergerak di
bidang perikanan khususnya rajungan perlu mempertimbangkan dengan cermat
mengenai ketersediaan bahan baku daging rajungan agar proses produksi dapat
berjalan dengan lancar.
PT. Windika Utama merupakan perusahaan yang bergerak di bidang
pengalengan daging rajungan untuk komoditas ekspor. Dalam memenuhi
kebutuhan bahan baku daging rajungan, perusahaan memiliki supplier sebagai
mitra kerja berupa miniplant di beberapa kota seperti Semarang, Rembang,
Tuban, Madura, Surabaya, Sumbawa dan Banyuwangi. Adanya beberapa
miniplant ini memudahkan kontinuitas pasokan daging ke perusahaan, namun
pada satu sisi juga memiliki kelemahan yaitu apabila tidak terdapat sistem
manajemen yang baik, maka berakibat pada rendahnya efisiensi rantai pasokan.
Menurut Bawono (2007), permasalahan pemilihan supplier berkaitan erat
dengan pemilihan supplier secara tepat dengan alokasi kuotanya masing-masing.
Di dalam perancangan sistem rantai pasokan, perusahaan diharuskan
mempertimbangkan cara pemilihan supplier secara benar berikut kuota bagi setiap
supplier yang tepat. Pemilihan supplier secara tepat, menjadikan sebuah
keputusan berakibat luas dalam suatu manajemen rantai pasok karena supplier
memegang peranan penting untuk mencapai tujuan kepuasan konsumen.
Penelitian tentang efisiensi rantai pasokan rajungan ini meninjau anggota,
aktifitas anggota, pengelolaan, biaya dan efisiensi saluran rantai pasokan daging
rajungan dalam studi kasus PT Windika Utama. Rantai pasokan rajungan yang
dimaksud adalah aliran daging rajungan dari nelayan penangkap hingga ke
perusahaan. Rantai pasokan terdiri dari anggota-anggota rantai pasokan dengan
aktifitas yang mereka lakukan. Rantai pasokan yang terbentuk beserta aktifitas
yang dilakukan akan digambarkan secara deskriptif.
Pengelolaan rantai pasokan rajungan tidak hanya dilakukan agar seluruh
bagian sistem menjalankan fungsinya secara efektif tetapi juga efisien. Analisis
pengelolaan rantai pasokan rajungan dalam penelitian ini terbatas pada analisis
efisiensi biaya transportasi untuk membawa daging rajungan dari pemilik
miniplant ke perusahaan. Biaya transportasi yang didapatkan kemudian dianalisis
untuk mengetahui biaya transportasi yang paling minimal dengan jumlah pasokan
sesuai kebutuhan perusahaan.
Selain efisiensi biaya transportasi, pada penelitian ini juga turut
mengidentifikasi pengawasan mutu yang dilakukan pada setiap tingkat anggota
rantai pasokan. Pengawasan mutu merupakan hal krusial dalam suatu industri
pangan khususnya produk perikanan ekspor. Pengawasan mutu tidak hanya
dilakukan pada saat produk berada di dalam ruang produksi, namun harus mulai
dijalankan semenjak bahan baku di peroleh dari laut. Pada umumnya konsumen
memiliki loyalitas tinggi terhadap produk yang berkualitas. Hal ini membuat
perusahaan harus mengedepankan pengawasan mutu yang baik pada setiap
tahapan rantai pasokan produk sehingga produk yang dihasilkan tidak
mengecewakan konsumen.
3.2 Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus sampai dengan September
2009. Penelitian bertempat di PT. Windika Utama, Semarang-Jawa Tengah,
Selain itu penelitian juga dilakukan di miniplant yang menjadi mitra kerja dari PT
Windika Utama seperti Semarang, Rembang, Tuban, dan Surabaya.
3.3 Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan pada penelitian ini berupa data primer dan data
sekunder. Jenis data primer yang digunakan antara lain data harga pembelian dan
penjualan daging rajungan, data jenis dan jumlah biaya yang dikeluarkan oleh
anggota rantai pasokan, data aktifitas yang dilakukan tiap anggota rantai pasokan,
dan data lainnya yang terkait dengan penelitian. Data sekunder yang digunakan
antara lain data pasokan bulanan daging rajungan, data jumlah supllier
perusahaan, informasi statistik jumlah tangkapan rajungan di Provinsi Jawa
Tengah. Data sekunder diperoleh dari PT Windika Utama, Dinas Kelautan dan
20
Perikanan Provinsi Jawa Tengah dan juga literatur dari penelitian-penelitian
terdahulu yang terkait dengan penelitian ini.
3.4 Metode Penelitian
Penelitian diawali dengan tahap identifikasi anggota primer dan sekunder
rantai pasokan. Selanjutnya dilakukan tahap pengumpulan data dari anggota rantai
pasok, setelah data yang dibutuhkan terkumpul maka dilakukan analisis data. Alur
tahapan metode penelitian dapat dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9. Diagram tahapan metode penelitian efisiensi rantai pasokan
rajungan studi kasus PT. Windika Utama, Semarang-Jawa Tengah
Mulai
Identifikasi anggota primer dan
sekunder rantai pasokan
Pembuatan daftar pertanyaan untuk anggota rantai pasokan
Pengumpulan data (wawancara dengan anggota rantai pasokan
dan observasi langsung)
Data
lengkap
Analisis deskriptif rantai pasokan rajungan
dan pengawasan mutu
Analisis efisiensi rantai pasokan rajungan
Tidak
Ya
Selesai
21
3.4.1 Metode pengumpulan data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pengumpulan data primer dan data sekunder.
1. Pengumpulan data primer
a. Observasi, yaitu pengamatan langsung kegiatan penanganan, transportasi,
pengawasan mutu dan proses produksi pengalengan rajungan.
b. Wawancara dengan pihak-pihak yang berhubungan langsung dengan
kegiatan transportasi pasokan daging rajungan. Daftar pertanyaan dapat
dilihat pada Lampiran 1.
c. Kuisioner berisi daftar pertanyaan yang ditujukan kepada pihak-pihak terkait
dengan topik penelitian. Kuisioner dapat dilihat pada Lampiran 2.
2. Pengumpulan data sekunder
a. Pengumpulan data informasi dari data perusahaan.
b. Studi pustaka dari berbagai literatur tentang proses rantai pasokan rajungan
sebagai pelengkap dan pembanding dalam penulisan laporan.
3.4.2 Metode analisis data
a. Analisis deskriptif
1. Anggota Rantai Pasok
Rantai pasokan rajungan dianalisis secara deskriptif untuk
menggambarkan keadaan di lapangan. Anggota primer rantai pasokan dijelaskan
secara rinci tugas dan peranannya masing-masing. Aliran komoditas dari hulu
hingga hilir serta penyebarannya ke berbagai lokasi dijelaskan lalu dikaitkan
dengan keberadaan anggota rantai pasokan serta bentuk kerjasama diantara
berbagai pihak.
2. Pengawasan Mutu
Pengawasan mutu pada tiap tahap anggota primer rantai pasok dijelaskan
secara rinci dengan analisis berdasarkan hasil wawancara terhadap anggota rantai
pasokan serta hasil observasi langsung di tempat anggota rantai pasokan
beraktivitas.
22
b. Analisis efisiensi rantai pasokan rajungan
Analisis efisiensi rantai pasokan rajungan dilakukan dengan menggunakan
marjin pemasaran dan pengaturan alokasi pasokan rajungan berdasarkan
perhitungan biaya yang dikeluarkan oleh anggota rantai pasokan.
Menurut Sudiyono (2002), marjin pemasaran merupakan selisih harga
yang dibayarkan konsumen akhir dan harga yang diterima petani produsen.
Komponen marjin pemasaran ini terdiri dari: 1) biaya-biaya yang diperlukan
lembaga-lembaga pemasaran untuk melakukan fungsi-fungsi pemasaran yang
disebut biaya pemasaran atau biaya fungsional; dan 2) keuntungan (profit)
lembaga pemasaran. Apabila dalam pemasaran suatu produk pertanian, terdapat
lembaga pemasaran yang melakukan m fungsi-fungsi pemasaran, maka marjin
pemasaran secara sistematis dapat ditulis sebagai berikut :
jCMn
j
ij
m
i 11
dimana : M = marjin pemasaran
Cij = biaya pemasaran untuk melaksanakan fungsi pemasaran
ke-i oleh lembaga pemasaran ke-j
j = keuntungan yang diperoleh lembaga pemasaran ke-j
m = jumlah jenis biaya pemasaran
n = jumlah lembaga pemasaran
Analisis efisiensi rantai pasok juga dilakukan pada pengaturan alokasi
pasokan rajungan berdasarkan perhitungan biaya transportasi yang dikeluarkan
perusahaan. Alokasi minimal yaitu alokasi yang memberikan biaya transportasi
minimal untuk pemenuhan kebutuhan minimal produksi harian perusahaan.
Data biaya transportasi dan jumlah komoditas yang dikirimkan oleh
masing-masing supplier dianalisis menggunakan model transportasi dan program
linier. Analisis model ini dilakukan dengan tahap-tahap sebagai berikut.
1. Identifikasi persoalan
Identifikasi persoalan terdiri dari penentuan dan perumusan tujuan,
identifikasi peubah, serta kendala-kendala yang menjadi syarat ikatan
terhadap peubah-peubah dalam fungsi tujuan.
23
2. Penyusunan model
Kegiatan penyusunan model terdiri dari empat hal, yaitu :
(1) memilih model yang sesuai dengan permasalahan.
(2) merumuskan segala macam faktor yang terkait di dalam model
yang bersangkutan secara simbolik ke dalam rumusan model
matematika
(3) menentukan peubah-peubah beserta kaitannya satu sama lain
(4) menetapkan fungsi tujuan dan kendala-kendalanya dengan
nilai-nilai parameter yang jelas
3. Analisis model
Model-model yang dipilih untuk dapat dianalisis dengan teknik
programa linier dan variasinya akan menghasilkan hasil-hasil yang
optimal. Proses perhitungan akan menggunakan bantuan program
solver. Program solver merupakan fasilitas tambahan atau optional
yang disediakan Microsoft Excel yang berfungsi untuk mencari
nilai optimal pada suatu formula pada satu sel saja pada
worksheet/lembar kerja.
24
4. KEADAAN UMUM PERUSAHAAN
4.1 Lokasi Perusahaan
Perusahaan Windika Utama Group terletak di wilayah Kecamatan
Ngaliyan Kota Madya Semarang, Jawa Tengah. Perusahaan tersebut terletak di
daerah yang cukup strategis karena berada di pemukiman penduduk yang
merupakan sumber tenaga kerja. Letak perusahaan juga dekat dengan salah satu
miniplant yaitu miniplant Ngaliyan yang merupakan sumber bahan baku, selain
itu, letak perusahaan yang dekat dengan Pelabuhan Tanjung Emas dan Bandara
Ahmad Yani sangat menguntungkan untuk sarana transportasi ekspor. Adapun
batas–batas perusahaan adalah sebagai berikut sebelah Utara berbatasan dengan
penghijauan Hutan Sengon, sebelah Selatan berbatasan dengan perumahan
Beringin Raya, lalu di sebelah Timur berbatasan dengan Jalan Beringin Raya,
sedangkan di sebelah Barat berbatasan dengan Sungai Ngaliyan.
4.2 Sejarah Perkembangan Perusahaan
Windika Utama berdiri mulai tahun 1992 berdasar pada akta notaris
no.63 tepatnya tanggal 31 Januari 1992 dengan lembaran berita Negara tanggal 11
Desember 1992 No.99 dengan nama perseroan terbatas ”PT WINDIKA UTAMA”
yang berkedudukan di Semarang, Jawa Tengah. Perusahaan ini mendapatkan surat
izin usaha perikanan (SIUP) dengan No. 24/SIUP/Pengol/10/2006 seperti pada
Lampiran 3.
Tahun anggaran 1992 dengan persetujuan direksi dan komisaris yang
berkedudukan di Jakarta, dibuat satu komitmen kerja yang akan dijalankan antara
lain :
1. Menjalankan usaha dalam bidang pemborongan bangunan yang meliputi
kontraktor, konsultan, perencanaan dan pelaksanaan berbagai layanan
diantaranya hotel-hotel, gedung-gedung, peralatan, jalan, pengairan dan
pekerjaan sipil pada umumnya.
2. Menjalankan usaha dalam bidang pengadaan barang yang meliputi alat
peralatan suku cadang teknik, mesin, listrik, perikanan dan pertanian.
3. Menjalankan usaha dalam bidang jasa pest control, fumigasi dan
perikanan.
4. Menjalankan perdagangan umum termasuk impor dan ekspor, insulasi air
lokal baik sebagai agen, komisi, restribitas, leveransir, dan grosir dari
semua dan segala barang yang diperdagangkan baik untuk perhitungan dan
tanggung jawabnya pihak lain dengan mendapat komisi.
5. Berusaha di bidang perkebunan.
6. Mengusahakan perindustrian dan pabrikasi untuk barang berat maupun
ringan.
Dari bentuk komitmen tersebut diatas dan berdasarkan akte notaris maka
pada tahun 1992 sejak berdirinya perusahaan, kegiatan usaha yang dijalankan
antara lain:
1. Periode Januari 1992 – September 1992
Dalam periode ini perusahaan telah menjalankan usaha dibidang supllier,
fisheries, kontraktor dan pengolahan hasil pertanian (agrobisnis) dengan
kerjasama PT Madewa Semarang.
2. Periode September 1992 – September 1993
Dengan melihat kondisi kegiatan usaha pada periode Januari 1992 sampai
dengan September 1992 yang dilihat dari segi rutinitas kurang memenuhi
target anggaran perusahaan yang ditentukan, maka pada bulan September
1992 perusahaan mencoba untuk melihat prospek hasil laut yang dipandang
sebagai komiditi non migas yang berlimpah di Negara Indonesia, maka
perusahaan mencoba untuk mengelola hasil laut yaitu ikan teri nasi kualitas
ekspor dengan melakukan pemasaran sendiri, oleh karena masih kurangnya
pengalaman dibidang ekspor sehingga produk hasil pengolahan hanya dijual
ke broker eksport yang ada di Indonesia.
3. Periode September 1993 – September 1995
Dari hasil usaha sampai dengan September 1993, perusahaan lebih terbuka
untuk membuka usaha pengolahan hasil laut ini secara lebih meluas dan atas
negosiasi penjualan langsung ke pembeli pertama (ekspor langsung) maka
pada pertengahan tahun 1993 perusahaan membuat pabrik pengolahan yang
pertama kali di wilayah Rembang, Jawa Tengah. Dari situlah akhirnya
26
perusahaan mengembangkan usahanya disetiap wilayah yang diperkirakan
dapat mendukung tersedianya bahan baku yaitu kawasan pantai utara yang
antara lain :
- Jawa Timur : meliputi wilayah Ngaglik, Banyuwangi, Situbondo.
- Jawa Tengah : Rembang, Demak, Kendal dan Pemalang.
- Jawa Barat : meliputi Cirebon, Indramayu, Labuan-Banten, Serang hingga
wilayah Lampung (Sumatra)
4. Periode September 1995 – Desember 1996
Akhirnya dengan melihat dan mengevaluasi prospek kegiatan usaha yang
telah berjalan hingga periode yang berakhir, maka perusahaan terus berusaha
untuk mengembangkan dan melebarkan sayapnya dengan melihat berbagai
macam prospek hasil laut yang kemudian perusahaan telah membuka wilayah
kerja baru di Sulawesi dan sekitarnya. Dan akhirnya pada bulan Juli 1996
berdasarkan rapat dewan direksi dan komisaris yang ada di Jakarta maka
perusahaan mencoba untuk membangun pabrik pusat sendiri yang berlokasi di
Semarang hingga kemudian bulan November 1996 perusahaan telah mencoba
untuk terjun dalam bidang yang sama yaitu jenis kegiatan usaha proses
rajungan.
5. Periode Desember 1996 – Desember 1997
Dengan melihat prospek dan banyaknya bahan baku untuk produk rajungan,
disamping terus menjalankan produk terinasi yang sudah dikelola sejak awal,
perusahaan melihat berbagai alternatif pengembangan usaha produksi
rajungan, maka perusahaan mencoba membuka usaha di berbagai wilayah
untuk pengelolaan rajungan yang pada akhirnya perusahaan dapat membuka
pengolahan sampai akhirnya merambah ke wilayah Sumatra dan Ujung
Pandang.
Di samping pengolahan hasil laut di atas, perusahaan juga membuka berbagai
kesempatan yang dapat memenuhi prospek ke depan yang menyangkut
pengolahan hasil laut antara lain : pengolahan ikan basah, chitin, chitosan dan
lain-lain.
27
6. Periode Desember 1997 – Januari 2007
Guna mempertahankan eksistensi bahan baku dan meningkatkan
perkembangan perusahaan, maka perusahaan tetap menjalankan dan
mengembangkan bisnis ekspor rajungan dengan berbagai variannya.
7. Periode Januari 2007 - Sekarang
Setelah melalui berbagai bentuk riset, analisis kelayakan dan evaluasi prospek
perkembangannya, sebagai bentuk diversifikasi usaha, pada bulan Januari
2007, perusahaan mengembangkan varian produk rajungan dengan berbagai
bentuk, ukuran dan kemasan.
4.3 Visi dan Misi Perusahaan
Adapun yang menjadi visi dan misi PT Windika Utama adalah :
1. Visi
a. Menjadi Raja Perikanan Dunia ( King of Fisheries in The World).
b. Mempertahankan bisnis yang digeluti hingga ke anak cucu.
c. Meningkatkan taraf hidup seluruh keluarga besar Windika Utama.
2. Misi
a. Menguasai bisnis perikanan di seluruh wilayah indonesia sebagai
langkah awal dalam rangka ekspansi ke wilayah luar Indonesia.
b. Memperluas market dan meningkatkan volume penjualan ke berbagai
negara di seluruh dunia.
4.4 Logo Perusahaan
Logo PT Windika Utama menunjukkan inisialnya yaitu W dan U. Logo
tersebut dibuat dengan desain yang sederhana dengan warna emas. Warna emas
pada logo melambangkan kejayaan dan desain yang sederhana menunjukkan
budaya kesederhanaan dan kekeluargaan.
Sehingga makna logo PT Windika Utama adalah “Kejayaan Dalam
Suasana Kesederhanaan dan Kekeluargaan”. Gambar logo PT Windika Utama
dapat dilihat pada Gambar 10.
Selain memliki logo yang menceminkan harapan dari PT Windika,
perusahaan juga memiliki slogan dalam kelangsungan berdirinya perusahaan.
28
Slogan tersebut adalah “Kualitas Teratas, Produktivitas Prioritas, Komplain
Terbatas”
Gambar 10. Logo PT Windika Utama
4.5 Struktur Organisasi dan Tenaga Kerja
4.5.1 Struktur Organisasi
Adapun pimpinan puncak dalam struktur organisasi PT. Windika Utama
adalah coorporate representative yang membawahi administration manager,
general manager, purchasing manager, marketing manager, crab meat factory
manager, value added product project officer, quality control manager dan
mechanical engineering manager.
Administration manager membawahi staf keuangan dan staf akuntan.
General manager membawahi staf HRD dan staf umum. Purchasing manager
membawahi manajer area dan purchasing staf. Crab meat factory manager
membawahi crab meat production manager yang juga membawahi staf produksi
crab meat. Value added product project officer membawahi value added product
production manager yang juga membawahi staf produksi value added product.
Mechanical engineering manager membawahi staf mechanical engineering. Crab
meat quality control manager membawahi staf crab meat quality control. Value
added product quality control manager membawahi staf value added product
quality control. Marketing manager membawahi staf marketing. Untuk lebih
jelasnya, struktur organisasi PT. Windika Utama dapat dilihat pada Lampiran 4.
4.5.2 Tenaga Kerja
Jumlah karyawan di PT. Windika Utama mencapai 158 orang yang terdiri
dari 43 orang staff dan 115 karyawan harian tetap. Waktu bekerja dimulai pada
pukul 08.00 hingga pukul 16.00 WIB, dengan waktu istirahat selama 1 jam yaitu
pada pukul 12.00 hingga 13.00 WIB. Jam lembur diberlakukan apabila jumlah
daging rajungan yang datang pada hari itu berlimpah. Untuk karyawan yang
29
bekerja pada proses pasteurisasi, mechanical engineering dan keamanan (satpam)
diberlakukan pembagian kerja (shift).
4.6 Sarana dan Prasarana Perusahaan
4.6.1 Sarana
a) Timbangan
Timbangan yang digunakan dalam proses pengalengan rajungan terdiri
atas 2 jenis yaitu :
- Timbangan duduk digital 150 Kg, berfungsi untuk menimbang daging
rajungan pada saat receiving atau penerimaan bahan baku.
- Timbangan digital 6 Kg, berfungsi untuk menimbang daging rajungan
pada saat filling.
b) Keranjang
Digunakan untuk mendistribusikan daging rajungan yang sudah dalam
toples, mendistribusikan es curai selama proses produksi berlangsung serta
sebagai tempat untuk kaleng.
c) Meja sortasi
Digunakan untuk melakukan sortasi, meja ini terbuat dari bahan stainlees
Dimana satu meja ditempati oleh satu regu sortir yang berjumlah 9 orang.
d) Pinset
Pinset digunakan saat proses sortasi, yang bertujuan untuk mempermudah
pengambilan shell. Pinset tersebut terbuat dari stainless steel sehingga
tidak mudah berkarat dan aman untuk digunakan.
e) Nampan
Nampan yang digunakan berbentuk bundar, terbuat dari bahan plastik.
Nampan digunakan sebagai tempat untuk sortasi.
f) Bak mixing
Bak mixing digunakan untuk menampung dan mencampur daging
rajungan . Bak ini terbuat dari bahan plastik dan dari bahan steinless
g) Meja Mixing
Meja mixing digunakan sebagai tempat untuk melakukan proses
pencampuran daging. Meja ini terbuat dari steinless yang terdapat saluran
drainasenya untuk mengeluarkan air dari es yang mencair.
30
h) Double seamer machine
Double seamer machine adalah mesin penutup kaleng. Mesin penutup
kaleng tersebut berjumlah 3 buah.
i) Mesin Injet Print
Mesin yang digunakan dalam membuat kode kaleng.
j) Tangki Pasteurisasi
Tangki yang digunakan untuk melakukan pemasakan daging rajungan.
Tangki ini terbuat dari bahan stainless sehingga aman untuk digunakan.
Tangki tersebut berjumlah 3 unit dimana tiap tangki dapat menampung 6
keranjang pasteurisasi.
k) Tangki Pendinginan
Tangki ini digunakan untuk melakukan proses pendinginan. Terbuat dari
bahan stainless, Tangki pendinginan ini juga berjumlah 3 unit dimana tiap
tangki dapat menampung 6 keranjang pasteurisasi.
l) Keranjang Pasturisasi
Keranjang yang digunakan untuk wadah kaleng saat pasteurisasi dan
pendinginan, tiap keranjang pasteurisasi dapat menampung 72 kaleng.
m) Cold storage
Ruang yang digunakan untuk menyimpan bahan baku yang belum sempat
diproses serta untuk menyimpan end product. Berjumlah delapan buah
dengan suhu yang selalu dijaga antara -1 °C sampai dengan 1 °C. Cold
storage untuk menyimpan end product berukuran 780x383x232 cm dengan
kapasitas 2500 master carton.
k) Boiler
Mesin penghasil uap yang digunakan untuk pemasakan. Terdapat 2 jenis
boiler yaitu merk maxitherem dengan kapasitas 500 kg/cm dan jenis
standarkesel yang berkapasitas 750 kg/cm.
4.6.2 Prasarana
Sedangkan prasarana yang menunjang proses pengalengan rajungan
adalah sebagai berikut :
31
a) Kantor
Kantor PT. Windika Utama terletak satu bangunan dengan ruang proses.
Kantor berfungsi sebagai tempat untuk mengkoordinasikan segala sesuatu
yang berhubungan dengan proses produksi.
b) Gudang dan ruang karantina kaleng
Gudang kaleng terletak pada ruang terpisah dengan ruang pengolahan.
Berfungsi sebagai tempat untuk menyimpan kaleng dan transit kaleng
sebelum digunakan
c) Kantin
Kantin terletak disebelah ruang cuci pakaian luas kantin adalah panjang
20 m dan lebar 10 m sehingga karyawan lebih leluasa untuk istirahat.
Fasilitas yang ada adalah meja, kursi, dan wastafel sebagai cuci tangan.
d) Labotarorium
Ruangan yang digunakan untuk melakukan pengujian mutu bahan baku
dan produk akhir PT. Windika Utama memiliki laboraturium yang
tempatnya bersebelahan dengan ruang QC. Pengujian yang dapat
dilakukan di laboratorium ini adalah uji organoleptik, uji CAP dan uji
mikroba seperti E. coli, Staphylococus, Salmonela, dan Vibrio.
e) Ruang Mechanical Engineering (ME)
Merupakan ruangan kerja divisi ME, menyimpan semua peralatan yang
berhubungan dengan mesin dan instalasi listrik. Terletak di sebelah ruang
broiler.
f) Ruang ganti pakaian
Perusahaan menyediakan ruang ganti pakaian yang berada di sebelah
tempat cuci tangan dan cuci muka untuk mengurangi kontaminasi dari
luar.
g) Bak cuci kaki
Setiap karyawan yang akan memasuki ruang proses diwajibkan melalui
bak cuci kaki. Bak ini berbentuk persegi panjang dengan ukuran 2 x 1 m
dengan kedalaman 40 cm yang mengandung kadar chlorine 200 ppm.
32
i) Bak cuci tangan
Setiap karyawan yang memasuki ruang proses diwajibkan mencuci tangan
di bak cuci tangan dan memakai sabun desinfektan yang memiliki
kandungan amonium kuaterner 25 ppm.
j) Toilet
Perusahaan memiliki 8 buah toilet karyawan, 4 toilet terletak di dekat
kantin dan 4 toilet lainnya terletak di dekat gudang kaleng.
k) Bak cuci keranjang dan toples
Setiap toples dan keranjang yang telah selesai digunakan dicuci di bak
cuci keranjang dan toples dengan kandungan amonium kuartener 25 ppm.
l) Tempat cuci mobil
Tempat cuci mobil terletak disebelah ruang cuci toples dan keranjang.
Tempat cuci mobil ini digunakan untuk mencuci mobil atau truk yang
telah selesai dipergunakan.
m) Masjid
Karyawan PT. Windika Utama mayoritas beragama islam, karena itu
perusahaan menyediakan masjid yang terletak di bagian depan ruang
satpam, bersebelahan dengan ruang receiving.
4.7 Dampak Keberadaan Perusahaan terhadap Masyarakat Sekitar
PT. Windika Utama yang terletak di pemukiman penduduk tentu akan
menimbulkan interaksi dengan masyarakat sekitar lokasi pabrik, baik interaksi
positif maupun interaksi negatif. Pada awal berdirinya perusahaan, masyarakat
sempat merasa terganggu dengan limbah pabrik yang ketika itu memproduksi ikan
teri nasi. Namun, ketika perusahaan memutuskan untuk memproduksi rajungan
kaleng, limbah produksi tidak lagi mengganggu masyarakat. Hingga saat ini
interaksi perusahaan dengan masyarakat sekitar dapat dikatakan sangat baik
karena dengan adanya perusahaan, lapangan pekerjaan dan peluang usaha di
daerah ini pun meningkat. Masyarakat dapat bekerja di perusahaan dan membuka
usaha seperti rumah makan bagi karyawan dan menyediakan sarana transportasi
seperti ojek dan angkutan kota. Selain itu, perusahaan juga sering memberikan
donasi dalam kegiatan–kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat sekitar.
33
5. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Identifikasi Anggota Rantai Pasokan
Anggota rantai pasokan meliputi semua perusahan dan organisasi yang
berhubungan langsung dengan perusahaan baik secara langsung maupun tidak
langsung melalui supplier atau pelanggannya dari point of origin hingga point of
consumption (Tunggal 2009).
5.1.1 Anggota primer (primary members)
Anggota primer adalah semua perusahaan/unit bisnis strategik yang benar-
benar menjalankan aktivitas operasional dan manajerial dalam proses bisnis yang
dirancang untuk menghasilkan keluaran tertentu bagi pelanggan atau pasar.
Anggota primer dalam rantai pasokan daging rajungan ini adalah nelayan, bakul,
pemilik miniplant, dan perusahaan.
1. Nelayan
Nelayan adalah anggota rantai pasokan yang paling awal dalam rantai
pasokan daging rajungan ini. Nelayan berperan besar dalam pengadaan rajungan
karena komoditas ini merupakan komoditas yang belum optimal
pembudidayaannya dan sangat tergantung pada kondisi alam. Alat tangkap yang
digunakan nelayan untuk menangkap rajungan adalah jaring insang (gill net) atau
perangkap (bubu). Setiap harinya, nelayan melaut dan menjual hasil tangkapannya
kepada bakul di darmaga.
2. Bakul
Bakul adalah orang yang membeli hasil laut yang didapatkan oleh nelayan
kemudian menjualnya kepada pemilik miniplant. Setiap harinya bakul menunggu
nelayan yang selesai melaut di darmaga, setelah itu bakul membeli semua jenis
hasil laut yang ditangkap nelayan, kemudian memisahkannya sesuai jenis ikan.
Rajungan yang berhasil dikumpulkan oleh bakul kemudian dijual ke pemilik
miniplant.
3. Pemilik miniplant
Pemilik miniplant adalah orang yang memasok daging rajungan kepada
PT Windika Utama. Pemilik miniplant biasanya mendapatkan rajungan dari
nelayan langsung ataupun dari bakul. Beberapa pemilik miniplant biasanya juga
merupakan pengumpul yang membeli semua hasil tangkapan nelayan,
perbedaannya dengan bakul adalah pemilik miniplant mengolah rajungan yang
berhasil dikumpulkan untuk kemudian dijual ke perusahaan.
4. Perusahaan
Perusahaan adalah anggota rantai terakhir dalam rantai pasokan daging
rajungan pada penelitian ini. Perusahaan mendapatkan daging rajungan dari
pemilik miniplant. Daging rajungan yang diterima oleh perusahaan adalah daging
yang telah dikupas dan dipisahkan berdasarkan jenisnya. Perusahaan menerapkan
aturan-aturan kepada pemilik miniplant dalam proses pengolahan rajungan
mentah hingga menjadi daging rajungan, untuk mempermudah pengawasan
perusahaan menempatkan manajer area yang bertugas membina pemilik
miniplant, memastikan jalannya transportasi, memantau dan menegosiasikan
harga dengan pemilik miniplant.
5.1.2 Anggota sekunder (secondary member)
Anggota sekunder adalah perusahaan yang menyediakan sumber daya,
pengetahuan, utilitas atau aset-aset bagi anggota primer. Semua anggota yang
secara tidak langsung berpartisipasi atau memberi nilai tambah proses dari
perubahan masukan menjadi keluaran untuk pelanggan akhir (Tunggal 2009).
Pada rantai pasokan daging rajungan ini, anggota sekunder yang berhasil
diidentifikasi adalah pengusaha es batu untuk perusahaan (PT Prawita Jaya Baru),
penyedia tenaga kerja pengupas daging rajungan, produsen alat tangkap rajungan,
dan penyedia sarana transportasi.
5.1.3 Aktifitas anggota primer rantai pasokan
Anggota primer rantai pasokan daging rajungan memiliki aktifitas yang
berbeda-beda. Aktifitas anggota primer rantai pasokan dapat dilihat pada Tabel 3.
Aktifitas yang dilakukan oleh nelayan adalah penjualan dan pengangkutan.
Nelayan melakukan aktifitas menangkap rajungan dari laut. Nelayan umumnya
menangkap rajungan dengan menggunakan jaring insang atau bubu, penggunaan
alat tangkap ini tergantung dari spesifikasi nelayan, jaring insang digunakan oleh
nelayan yang memfokuskan tangkapan pada ikan dan beroperasi di tengah laut,
sedangkan bubu digunakan oleh nelayan yang memfokuskan tangkapannya pada
rajungan,kepiting dan hewan-hewan demersal lainnya, nelayan yang
35
menggunakan bubu beroperasi di daerah pinggir laut. Rajungan hasil tangkapan
kemudian dijual kepada bakul yang sudah menunggu di darmaga.
Tabel 3. Aktifitas anggota primer rantai pasokan daging rajungan
Aktifitas
anggota primer rantai pasokan
Nelayan Bakul Pemilik Miniplant Perusahaan
Penukaran
Penjualan
Pembelian -
Fisik
Pengangkutan /-
Penyimpanan - -
Pengemasan - -
Failitas
Sortasi -
Grading - -
Pengolahan - -
Informasi Pasar - Keterangan :
( ) dilakukan ( - ) tidak dilakukan
( /-) dilakukan oleh sebagian anggota
Aktifitas yang dilakukan oleh bakul adalah penjualan, pembelian,
pengangkutan, sortasi dan informasi pasar. Bakul melakukan aktifitas pembelian
hasil tangkapan dari nelayan dan mengelompokkan hasil tangkapan nelayan
tersebut berdasarkan jenisnya seperti rajungan, udang, ikan kecil dan ikan besar.
Harga jual rajungan dari nelayan ke bakul berkisar antara Rp 22.000 – Rp 25.000.
Setelah dikelompokkan sesuai jenisnya, bakul akan menjual hasil tangkapan
rajungan kepada pemilik miniplant dengan harga berkisar antara Rp 23.000 – Rp
26.000 per kilogram rajungan.
Umumnya setiap bakul telah memiliki nelayan yang secara kontinu
menjual hasil tangkapannya. Bakul memberikan sarana dan bantuan kepada para
nelayan sehingga nelayan hanya menjual hasil tangkapan kepada bakul tersebut.
Dengan kondisi seperti itu, bakul dapat mengatur hasil tangkapan apa yang boleh
dicari nelayan dalam satu pekan mendatang yang disesuaikan dengan informasi
pasar yang diperoleh bakul. Informasi pasar digunakan bakul untuk menentukan
harga beli kepada nelayan. Informasi pasar diperoleh bakul dari pemilik miniplant
atau dari pelanggan yang membeli hasil laut dari bakul. Aktifitas pembelian yang
dilakukan oleh salah satu bakul dapat dilihat pada Gambar 11.
36
Gambar 11. Aktifitas pembelian rajungan dari nelayan oleh bakul
Aktifitas yang dilakukan oleh pemilik miniplant adalah penjualan,
pembelian, pengangkutan, penyimpanan, pengemasan, sortasi, grading,
pengolahan dan informasi pasar. Pemilik miniplant membeli rajungan dari bakul
dan mengolahnya untuk dijual kepada perusahaan. Pengolahan yang dilakukan
oleh pemilik miniplant adalah pengukusan rajungan dan pengupasan daging dari
cangkang. Daging yang telah dikupas lalu dipisahkan sesuai jenis dagingnya.
Setelah semua daging dipisahkan sesuai jenisnya lalu daging dimasukkan ke
dalam toples dan blong plastik untuk dibawa ke perusahaan. Aktifitas
pengangkutan daging rajungan dilakukan dari miniplant ke tempat pemberhentian
truk perusahaan, namun beberapa miniplant seperti miniplant yang terletak di
Tuban tidak melakukan aktifitas pengangkutan karena truk perusahaan menjemput
daging rajungan langsung ke miniplant.
Informasi pasar dilakukan pemilik minplant untuk mengetahui
perkembangan harga beli daging rajungan dari perusahaan lainnya. Apabila harga
beli dan fasilitas yang ditawarkan perusahaan lain lebih menguntungkan, maka
pemilik miniplant dapat memindahkan pasokan dagingnya ke perusahaan tersebut.
Aktifitas yang dilakukan oleh perusahaan adalah penjualan, pembelian,
pengangkutan, penyimpanan, pengemasan, sortasi, grading, pengolahan dan
informasi pasar. Perusahaan memiliki aktifitas pembelian daging rajungan dari
pemilik miniplant. Daging yang dibeli dari pemilik miniplant diberi harga sesuai
kualitas dan jenisnya. Daging Colosal Jumbo memiliki nilai beli paling tinggi
yaitu sekitar Rp 220.000 – Rp 240.000,-/kg sedangkan daging clawmeat memiliki
nilai beli paling rendah yaitu sekitar Rp 35.000 – Rp 46.000/kg.
37
Aktifitas pengangkutan yang dilakukan oleh perusahaan berupa
penjemputan daging pada miniplant yang terletak di sepanjang jalur
Semarang-Surabaya. Setelah daging rajungan sampai di perusahaan maka
dilakukan grading dan sortasi untuk memisahkan daging dengan kualitas yang
baik dengan yang buruk. Selanjutnya dilakukan proses pengemasan daging
rajungan ke dalam kaleng dan dilakukan aktifitas pengolahan yaitu proses
pasteurisasi untuk memperpanjang daya simpan produk rajungan kaleng. Aktifitas
penyimpanan yang dilakukan perusahaan adalah penyimpanan bahan baku yaitu
daging rajungan dan juga penyimpanan bahan jadi yaitu produk rajungan kaleng
yang siap kirim. Aktifitas Informasi pasar yang dilakukan adalah mengenai harga
beli daging rajungan dari miniplant dan juga informasi pasar harga jual produk
rajungan kaleng di pasaran dunia.
5.2 Konfigurasi Jaringan Logistik
5.2.1 Pola aliran rantai pasokan
Pola aliran pasokan rajungan dalam studi kasus PT Windika Utama,
Semarang Jawa Tengah secara umum dapat dilihat pada Gambar 12. Pola aliran
dibedakan menjadi 2, yaitu:
1. Pola I : Nelayan – Bakul – Pemilik Miniplant – Perusahaan
2. Pola II: Nelayan – Pemilik Miniplant – Perusahaan
Gambar 12. Pola aliran pasokan rajungan
Pemasokan rajungan dalam studi kasus PT Windika Utama,Semarang
Jawa Tengah dimulai dari nelayan yang menangkap rajungan di laut utara jawa.
Setiap harinya nelayan menjual rajungan hasil tangkapanya kepada bakul yang
Pola I :
Pola II :
Nelayan Bakul Pemilik
Miniplant Perusahaan
Nelayan Pemilik
Miniplant Perusahaan
38
ada di dermaga. Bakul akan menjual rajungan tersebut kepada pemilik miniplant
di daerah tersebut. Namun, karena hampir sebagian besar bakul adalah juga
merupakan pemilik miniplant, maka terbentuklah pola aliran II. Pemilik miniplant
kemudian mengolah dan mengemas daging rajungan untuk dijual ke perusahaan.
Miniplant PT Windika Utama terletak di kota Banyuwangi, Tuban, Semarang,
Surabaya, Rembang, Madura dan Sumbawa. Pada tiap daerah, perusahaan
menempatkan seorang manajer area sebagai perwakilan perusahaan di daerah
tersebut.
5.2.2 Model Transportasi
Transportasi pada rantai pasokan daging rajungan studi kasus PT Windika
Utama, Semarang Jawa Tengah adalah transportasi pengiriman daging rajungan
yang berasal dari miniplant di beberapa daerah seperti Banyuwangi, Tuban,
Semarang, Surabaya, Rembang, Madura dan Sumbawa menuju ke perusahaan
yang terletak di Semarang.
Pengiriman daging rajungan dari miniplant di daerah Semarang dilakukan
oleh pemilik miniplant itu sendiri dan biaya transportasi dimasukkan ke dalam
harga beli dari perusahaan. Pengiriman daging rajungan dari miniplant yang
terletak di daerah Banyuwangi, Surabaya, Madura dan Sumbawa dilakukan
dengan menggunakan mobil pick up oleh pemilik miniplant. Namun,
pengirimannya tidak sampai di perusahaan yang terletak di Semarang, melainkan
hanya sampai di kota Sidoarjo. Setelah tiba di kota Sidoarjo, daging rajungan di
pindahkan dari mobil pick up ke dalam truk perusahaan yang telah menunggu di
daerah Lingkar Timur Sidoarjo.
Pengiriman daging rajungan dari miniplant yang terletak di daerah
Rembang dilakukan dengan mobil pick up oleh pemilik miniplant menuju ke
tempat pemberhentian truk perusahaan di daerah Batangan. Sedangkan untuk
miniplant yang terletak di daerah Tuban, truk perusahaan akan menjemput daging
rajungan langsung ke tempat miniplant tersebut sehingga pemilik miniplant tidak
mengeluarkan biaya transportasi.
Perusahaan memiliki 2 armada truk yang digunakan untuk melakukan
penjemputan daging rajungan. Armada pertama digunakan untuk menjemput
daging dari miniplant yang terletak di daerah Rembang dan Tuban. Sedangkan
39
armada kedua menjemput daging rajungan di kota Sidoarjo. Kota Sidoarjo
dijadikan tempat berkumpul daging rajungan dari miniplant yang terletak di
daerah Banyuwangi, Madura, Sumbawa, dan Surabaya sehingga truk armada
perusahaan hanya perlu menunggu di Lingkar Timur Sidoarjo.
Apabila rajungan sedang tidak musim dan daging rajungan produksi
miniplant sedikit, armada yang digunakan untuk penjemputan hanya 1 buah. Truk
ini akan menjemput daging rajungan dari Semarang – Rembang – Tuban –
Sidoarjo dan kembali ke Semarang. Pada saat penulis melakukan penelitian
adalah waktu dimana rajungan sedang tidak musim sehingga armada yang
digunakan untuk penjemputan hanya 1 buah.
Rutinitas penjemputan daging rajungan pada PT Windika Utama adalah
sebagai berikut, pukul 13.00 WIB truk perusahaan berangkat menuju Rembang
untuk mengantarkan toples plastik dan blong yang telah digunakan pada
penjemputan hari sebelumnya. Truk tiba di Rembang pada pukul 18.00 WIB dan
berhenti di tempat yang digunakan untuk tempat pemberhentian sekaligus pusat
penjemputan daging dari miniplant daerah Rembang.
Pukul 18.30 WIB truk kembali berangkat menuju Tuban untuk menjemput
daging rajungan. Berbeda dengan yang ada di daerah Rembang, pada daerah
Tuban penjemputan dilakukan di miniplant tanpa ada tempat pusat penjemputan.
Truk tiba di daerah Tuban sekitar pukul 21.00 WIB dan menyusuri jalan untuk
menjemput daging di miniplant.
Setelah menjemput daging di daerah Tuban, truk kembali melanjutkan
perjalanan ke Sidoarjo. Truk tiba di Lingkar Timur Sidoarjo pada pukul 01.00
WIB. Disana telah menanti mobil-mobil pick up milik miniplant daerah Surabaya,
Sumbawa, Banyuwangi, dan Madura. Semua daging dipindahkan dari mobil pick
up ke dalam truk dan pada pukul 02.00 WIB truk kembali melaju ke Rembang
untuk menjemput daging dari miniplant Rembang. Truk sampai di Rembang
sekitar pukul 06.00 WIB dan melanjutkan perjalanan hingga tiba kembali di
perusahaan pada pukul 11.00 WIB. Peta rute pengiriman daging rajungan dapat
dilihat pada Lampiran 5.
Rajungan merupakan hasil laut dengan kontinuitas yang masih tergantung
musim sehingga menyebabkan beberapa pemilik miniplant tidak dapat melakukan
40
proses produksi setiap hari. Hal ini mempengaruhi proses penjemputan daging
yang membutuhkan aliran informasi cepat terkait miniplant mana yang
berproduksi pada hari penjemputan tersebut, untuk mengatasi permasalahan ini
peran manajer area sangat krusial dalam menghubungkan informasi dari para
pemilik miniplant di areanya dengan perusahaan.
5.3 Pengawasan Mutu
5.3.1 Pengawasan mutu di tingkat nelayan
Nelayan menangkap rajungan pada malam hari dengan menggunakan
perangkap (bubu) atau jaring insang (gillnet). Menurut Susanto B et al (2004),
rajungan banyak ditemukan pada daerah yang sama dengan kepiting bakau.
Rajungan biasanya merupakan hasil samping dari tambak tradisisonal pasang
surut di Asia. Penangkapan rajungan berlangsung sepanjang tahun, pada musim
angin barat yang biasanya berlangsung selama bulan November–Maret
merupakan musim dimana rajungan banyak tertangkap. Rajungan banyak
tertangkap jika ombak tinggi karena rajungan yang biasanya bersembunyi di dasar
perairan akan terangkat ke atas dengan adanya ombak dan terperangkap dalam
jaring ataupun perangkap yang ditebar oleh nelayan. Rajungan yang tertangkap
pada musim angin barat cenderung memiliki ukuran yang lebih besar daripada
rajungan yang tertangkap pada musim angin timur.
Ketika melaut, nelayan cenderung kurang memperhatikan penanganan
hasil tangkapan. Nelayan melaut tanpa membawa es sebagai bahan penanganan
rajungan, hal ini dikarenakan daerah penangkapan rajungan yang masih berada di
perairan dangkal membuat waktu melaut yang relatif singkat. Rajungan yang
tertangkap tidak diberi perlakuan dan penanganan yang baik, seperti kurang
berhati-hati pada saat melepaskan rajungan dari jaring sehingga ada beberapa
rajungan hasil tangkapan yang cacat seperti putusnya kaki jalan ataupun capit.
5.3.2 Pengawasan mutu rajungan di tingkat bakul
Sesampainya di dermaga, nelayan menjual hasil tangkapan kepada bakul.
Seluruh rajungan ditimbang untuk mengetahui bobotnya tanpa adanya pembedaan
grade mutu, rajungan yang masih memiliki kelengkapan anggota tubuh dengan
rajungan yang sudah tidak memiliki kelengkapan anggota tubuh disatukan dalam
wadah untuk dibawa ke miniplant. Bakul tidak menyediakan es sebagai bahan
41
penanganan dan tidak diberi perlindungan dari terik matahari sehingga
mempercepat kemunduran mutu rajungan.
5.3.3 Pengawasan mutu rajungan di tingkat miniplant
Pengendalian persediaan yang dapat dilakukan pada rantai pasokan
rajungan ini adalah rajungan dalam bentuk daging yang telah direbus. Hal ini
dikarenakan rajungan merupakan komoditas perairan yang bersifat mudah rusak
(highly perishable) sehingga tidak dapat disimpan dalam waktu yang lama.
Rajungan yang telah ditangkap dari habitat hidupnya harus segera diolah dengan
proses pengukusan, hal ini dilakukan karena tubuh rajungan sebagian besar terdiri
dari air sehingga jika tidak langsung diolah dapat berakibat pada berkurangnya
rendemen daging rajungan yang didapatkan dalam proses pengolahan. Proses
pengolahan rajungan yang pertama kali dilakukan di miniplant. Miniplant
mengolah rajungan mentah menjadi daging rajungan yang telah terpisah dari
cangkang dan dipisahkan berdasarkan jenis dagingnya. Berdasarkan hasil
penelitian Susanto (2007), miniplant disarankan mengolah rajungan dengan
ukuran < 10 ekor/kg agar hasil daging yang diperoleh lebih maksimal, namun
pada prakteknya miniplant mengolah rajungan dengan berbagai ukuran baik besar
maupun kecil dikarenakan permintaan akan daging rajungan yang tinggi dan tidak
diimbangi dengan ketersediaan rajungan di alam.
Rajungan yang sampai di miniplant dimasukkan ke dalam dandang besar
dan disiram dengan air bersih berkali-kali untuk menghilangkan kotoran dan pasir
dari tubuh rajungan. Rajungan yang telah dicuci bersih kemudian di kukus dengan
tungku besar selama 30 menit hingga matang. setelah matang, rajungan dibiarkan
dingin selama 60–90 menit untuk memudahkan ketika proses pengupasan.
Rajungan yang siap dikupas dapat diketahui dengan mengupas kaki jalannya
terlebih dahulu, jika mudah terkelupas maka keseluruhan tubuh rajungan sudah
dapat di kupas.
Proses pengupasan dilakukan oleh tenaga kerja yang telah berpengalaman
karena pada proses pengupasan terdapat resiko hilangnya daging akibat proses
pengupasan yang kurang hati-hati. Pada proses pengupasan, rajungan dibagi-bagi
berdasarkan jenis dagingnya. Jenis daging pada proses pengupasan rajungan
adalah Jumbo Colosal, Jumbo, Jumbo US, Flower, Spesial, Backfin, Clawmeat
42
dan CC. Daging yang telah dikupas kemudian dipisahkan berdasarkan jenisnya
dan dimasukkan ke dalam toples plastik, ditimbang beratnya kemudian diberi
label berisi keterangan asal miniplant, pemilik miniplant, jenis daging dan tanggal
produksi. Toples-toples tersebut kemudian dimasukkan ke dalam blong plastik
berisi es curai untuk dikirim ke perusahaan. Daging rajungan yang telah dikupas
dan disusun dalam toples dapat dilihat pada Gambar 13.
Gambar 13. Daging rajungan setelah proses pengupasan
Blong plastik berisi daging rajungan yang siap kirim akan dibawa ke
tempat penjemputan dan ditransportasikan dengan truk menuju perusahaan.
Selama perjalanan, daging rajungan harus tetap dalam kondisi dingin, suhu
maksimum daging untuk diterima perusahaan adalah 5 0C oleh karena itu di dalam
blong plastik harus selalu tersedia es curai untuk menjaga suhu daging rajungan
tetap rendah.
Rajungan yang belum terkupas akan disimpan untuk pengupasan hari
selanjutnya. Penyimpanan dilakukan dengan menggunakan box berisi es curai.
Pada dasar box diisi dengan es curai setebal 10 cm kemudian es dilapisi dengan
plastik agar lelehan air tidak berkontak langsung dengan daging rajungan. Antara
lapisan rajungan diberi es curai setebal 7 cm. Dengan metode penyimpanan
seperti ini, rajungan yang belum terpisah daging dengan cangkangnya dapat
bertahan selama maksimal 3 hari.
Mutu menurut Crosby (1979) diacu dalam Nasution (2004) adalah
conformance to requirement, yaitu sesuai dengan yang disyaratkan atau
ditandarkan. Oleh karena itu, daging yang dikirimkan oleh miniplant selalu
disesuaikan dengan standar dari perusahaan. Standar penerimaan daging rajungan
dari miniplant yang diberlakukan oleh PT Windika Utama dapat dilihat pada
Tabel 4.
43
Jika terjadi kemunduran mutu daging sehingga tidak dapat diterima oleh
perusahaan, maka daging tersebut dihargai dengan harga reject atau akan
dikembalikan kepada pemilik miniplant. Pengawasan mutu yang dilakukan
perusahaan terhadap miniplant adalah dengan penempatan manajer area di
daerah-daerah dimana terdapat miniplant. Seorang manajer area bertugas
memantau kinerja miniplant, menegosiasikan harga dengan pemilik miniplant,
membina miniplant agar dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas produknya,
serta memastikan alur transportasi penjemputan daging rajungan di daerahnya.
Tabel 4. Standar penerimaan daging PT Windika Utama
Size Ukuran Karakteristik Spesifikasi
Jumbo Imperial ≥ 10 gram Warna
Bau
Rasa
Tekstur
Putih cerah (terbaik)
Putih kekuningan (krem)
Spesifik rajungan
Manis dan Netral
Padat, kenyal dan
kompak
Jumbo A 4,5 – 9,9 gram
Jumbo B 3,5 – 4,4 gram
Jumbo US < 3,4 gram
Backfin > 1 gram
Special < 0,25 gran
Superlump > 0,35 gram
Clawmeat < 1 gram Warna
Bau
Rasa
Tekstur
Kemerahan, kuning cerah
Spesifik rajungan
Manis dan netral
Padat, kompak dan utuh
Sumber : PT Windika Utama
Peranan manajer area sangat penting dalam menjaga kontinuitas aliran
bahan baku daging rajungan dari miniplant ke perusahaan. Jumlah perusahaan
pengolah rajungan yang semakin bertambah dan tidak diimbangi dengan
ketersediaan bahan baku di alam menyebabkan persaingan dalam mendapatkan
rajungan cukup ketat. Oleh karena itu, manajer area memiliki peran yang penting
dalam menjaga miniplant di daerahnya agar tetap mengirimkan daging rajungan
ke PT. Windika Utama.
5.3.4 Pengawasan mutu daging rajungan di perusahaan
Sesampainya di PT Windika Utama, daging rajungan diterima oleh bagian
recieving dan ditimbang untuk menentukan bobot daging dari tiap miniplant.
Setelah melalui bagian recieving, daging disortir untuk memisahkan serpihan
cangkang yang masih mungkin terdapat pada daging. Proses sortasi dilanjutkan
dengan mixing yaitu proses pencampuran daging dari beberapa miniplant agar
44
produk akhir memiliki nilai organoleptik yang seragam. Daging hasil proses
mixing kemudian disusun dalam kaleng (filling) dan ditimbang bobotnya hingga
mencapai 454 gram (16 oz). Setelah bobot daging sesuai, lalu dilakukan proses
seaming yaitu penutupan kaleng dengan double seamed seaming machine semi
otomatis. Setelah itu dilakukan proses pasteurisasi dan dilanjutkan dengan proses
chilling. Produk akhir yang telah melalui proses chiling kemudian dikemas dalam
karton dan disimpan dalam cold storage untuk kemudian di ekspor.
Menurut Kristiono (2005) diacu dalam Rejeki (2007), permintaan akan
rajungan baik dari dalam maupun luar negeri terus meningkat dan belum dapat
tercukupi mengingat ketersediaannya yang tergantung pada hasil tangkapan. Pada
tahun 2005, permintaan pasar Amerika untuk daging Rajungan mencapai 75.000
ton. Sebagai perusahaan dengan pangsa pasar ekspor, pengawasan mutu harus
selalu menjadi prioritas dalam melaksanakan proses produksi. Oleh karena itu,
pada tiap tahapan proses produksi selalu dilakukan pengujian mutu produk sesuai
persyaratan mutu yang berlaku. Pengujian mutu yang dilakukan oleh PT Windika
Utama adalah uji organoleptik, uji Escherichia coli, Salmonela, Staphylococcus
aureus, Vibrio cholera dan uji CAP. Persyaratan mutu daging rajungan dalam
kaleng dengan proses pasteurisasi berdasarkan SNI 01-6929.1-2002 disajikan
pada Tabel 5.
Tabel 5. Persyaratan mutu daging rajungan dalam kaleng
Jenis Uji Satuan Persyaratan
a. Organoleptik Nilai (1-9) Minimal 7
b. Cemaran mikroba:
- ALT aerob
- Escherichia coli
- Listeria monocytogenes*)
- Salmonella*)
- Staphylococcus aureus
- Vibrio cholerae*)
koloni/gram
APM/gram
per 25 gram
per 25 gram
koloni/gram
per 25 gram
Maksimal 1 x 104
Maksimal < 3
Negatif
Negatif
Maksimal 1 x 103
Negatif
c. Kimia :
- Kadar air
- Cemaran raksa (Hg)
(%)
mg/kg
76-79
Maksimal 0,5
d. Fisik :
- Filth
- Bobot bersih
- Suhu pusat
potong
gram 0C
0
Sesuai label
Maksimal 5
*) Bila diperlukan
Sumber : BSN (2002)
45
Daging rajungan yang diterima perusahaan langsung diproses hingga
menjadi produk rajungan kaleng pasteurisasi dalam waktu satu hari produksi. Bila
bahan baku berlebih dan daging rajungan tidak sempat diproses maka daging akan
disimpan di dalam cold storage untuk diproses keesokan harinya. SOP
pengolahan daging rajungan di PT Windika Utama menerapkan sistem FIFO
(First In First Out) sehingga daging rajungan yang tidak sempat diproses pada
hari sebelumnya akan langsung diproses pagi hari setelahnya saat perusahaan
memulai proses pengolahan.
5.4 Integrasi Rantai Pasokan
Strategi rantai pasokan tradisional sering dikategorikan sebagai strategi
push atau pull. Dalam rantai pasokan push-based, kebijakan produksi dan
distribusi didasarkan pada peramalan jangka panjang. Biasanya pengusaha pabrik
membuat peramalan permintaan dengan dasar data pemesanan yang diterima dari
gudang ritel. Karenanya rantai pasokan push-based memerlukan waktu yang lebih
lama untuk bereaksi terhadap perubahan pasar. Dalam rantai pasokan pull-based,
produksi dan distribusi ditentukan oleh permintaan sehingga rantai pasokan ini
lebih dikendalikan oleh permintaan konsumen nyata daripada peramalan
permintaan. Dalam sistem pull murni, perusahaan tidak menyimpan inventori
sedikitpun dan hanya merespon pesanan spesifik. Sistem ini dimungkinkan
dengan adanya mekanisme aliran informasi yang cepat untuk mentransfer
informasi tentang permintaan konsumen ke seluruh partisipan rantai pasokan
(Simchi-Levi et al., 2003).
Dalam studi kasus PT Windika Utama, kemitraan antara pemilik miniplant
dengan perusahaan menggunakan strategi rantai pasokan yang bersifat pull-based
dimana produksi dan distribusi ditentukan oleh permintaan pasokan dari
perusahaan kepada pemilik miniplant tanpa adanya peramalan permintaan.
Rajungan merupakan komoditas yang mudah busuk sehingga perusahaan dan
pemilik miniplant tidak memiliki persediaan dalam waktu lama. Daging rajungan
yang masuk ke perusahaan harus habis diproses dalam waktu maksimal 2 hari.
Sistem pembayaran yang dilakukan antara perusahaan dan pemilik
miniplant adalah pembayaran 50% uang muka pada hari daging dikirim dan sisa
pembayaraannya dikirimkan keesokan hari setelah daging rajungan selesai
46
diproses. Sistem pembayaran seperti ini memudahkan para pemilik miniplant
untuk terus berproduksi dan merupakan kekuatan PT Windika Utama dalam
mempertahankan supplier mereka. Sistem pembayaran yang dilakukan
perusahaan memungkinkan adanya loyalitas pemilik miniplant kepada perusahaan
walaupun margin yang didapatkan oleh pemilik miniplant tidak terlalu besar, hal
ini disebabkan karena hampir semua perusahaan rajungan selain PT Windika
Utama menerapkan sistem pembayaran 2-3 bulan setelah daging rajungan dikirim
oleh pemilik miniplant, sedangkan pemilik miniplant harus terus berproduksi
setiap harinya.
5.5 Margin Pemasaran
Saluran pemasaran rajungan dianalisis secara deskriptif untuk mengetahui
pola saluran yang terjadi. Setelah saluran pemasaran diketahui lalu dilakukan
analisis margin pemasaran. Pada penelitian ini saluran pemasaran dimulai dari
harga jual dari nelayan sebagai petani penangkap dan dibatasi hingga di tingkat
biaya yang dikeluarkan oleh pemilik miniplant. Saluran yang terbentuk pada studi
kasus ini adalah sebagai berikut:
1. Nelayan Semarang – Bakul Semarang – Miniplant Semarang – Perusahaan
2. Nelayan Semarang – Miniplant Semarang – Perusahaan
3. Nelayan Tuban – Bakul Tuban – Miniplant Tuban – Perusahaan
4. Nelayan Tuban – Miniplant Tuban – Perusahaan
5. Nelayan Jepara – Bakul Jepara - Miniplant Rembang – Perusahaan
6. Nelayan Surabaya – Bakul Surabaya – Miniplant Surabaya – Perusahaan
7. Nelayan Surabaya – Miniplant Surabaya - Perusahaan
8. Nelayan Banyuwangi – Miniplant Banyuwangi – Perusahaan
9. Nelayan Madura – Miniplant Madura – Perusahaan
10. Nelayan Sumbawa – Miniplant Sumbawa – Perusahaan
Pada saluran pemasaran di atas diketahui bahwa dalam mendapatkan
rajungan, pemilik miniplant di daerah Semarang dan Tuban dapat melalui bakul
sebagai perantara ataupun melalui nelayan secara langsung. Berdasarkan hasil
wawancara yang dilakukan penulis, pemilik miniplant Semarang dan Tuban lebih
cenderung mengandalkan nelayan daripada bakul dalam mendapatkan rajungan.
47
Hal ini dikarenakan miniplant Semarang dan Tuban terletak sangat dekat dengan
dermaga tempat nelayan menurunkan hasil tangkapan lautnya.
Sedangkan untuk daerah Rembang dan Surabaya, pemilik miniplant
mendapatkan rajungan dari bakul. Miniplant Rembang pada saat penelitian
dilaksanakan mendapatkan pasokan rajungan dari daerah Jepara. Hal ini
dikarenakan pada saat penelitian dilaksanakan adalah waktu dimana rajungan
sedang tidak musim. Namun, ketersediaan rajungan di daerah Jepara tetap tinggi
walaupun kualitasnya tidak terlalu baik dan rajungan yang tertangkap memiliki
bobot yang kecil. Miniplant Banyuwangi, Madura dan Sumbawa biasanya
mendapatkan rajungan langsung dari tangan nelayan tanpa adanya bakul
perantara. Gambaran saluran pemasaran secara lebih jelas dapat dilihat pada
Lampiran 6.
Biaya fungsional merupakan biaya yang diperlukan oleh anggota rantai
pasokan untuk melakukan aktifitas. Bakul melakukan aktifitas pengangkutan
sehingga biaya fungsional pada tingkat bakul adalah biaya transportasi per
kilogram rajungan. Sedangkan pemilik miniplant selain melakukan aktifitas
pengangkutan juga melakukan proses pengolahan sehingga biaya fungsional di
tingkat pemilik miniplant adalah biaya pengolahan untuk menghasilkan 1
kilogram rajungan dan biaya transportasi per kilogram rajungan. Biaya
pengolahan dalam menghasilkan 1 kilogram rajungan merupakan akumulasi dari
biaya minyak tanah, air, listrik dan upah pengupas daging rajungan. Hasil
perhitungan biaya fungsional, keuntungan dan margin pemasaran pada saluran
pemasaran 1 sampai 5 dapat dilihat pada Tabel 6. Hasil perhitungan biaya
fungsional, keuntungan dan margin pemasaran pada saluran pemasaran 6 sampai
10 dapat dilihat pada Tabel 7. Rincian perhitungan biaya fungsional dapat dilihat
pada Lampiran 7 sedangkan rincian hasil perhitungan margin pemasaran dapat
dilihat pada Lampiran 8.
Menurut Sudiyono (2002), efisiensi pemasaran dapat didekati dengan
efisiensi operasional yang dapat diukur dengan membandingkan output terhadap
input pemasaran. Dengan kata lain, saluran pemasaran yang paling efisien adalah
saluran yang memiliki biaya fungsional paling rendah. Dengan demikian, saluran
pemasaran yang paling efisien adalah saluran 4 dengan biaya fungsional sebesar
48
Rp 2.250,- sedangkan saluran pemasaran yang paling tidak efisien adalah saluran
pemasaran 10 dengan biaya fungsional sebesar Rp 4.600,-. Saluran 4
mengeluarkan biaya fungsional yang paling rendah dapat dikarenakan pada
miniplant Tuban pemilik miniplant tidak perlu mengeluarkan biaya transportasi
karena penjemputan daging dilakukan oleh perusahaan langsung ke miniplant,
dengan tidak adanya biaya transportasi maka biaya fungsional secara keseluruhan
menjadi kecil.
Tabel 6. Biaya fungsional, keuntungan dan margin pemasaran saluran 1-5
Saluran ke- 1 2 3 4 5
Harga beli awal 25000 25000 25000 25000 25000
Harga jual akhir 30675 30675 30687,50 30687,50 28091,25
Jumlah biaya
fungsional 4188 3188 3250 2250 4195
Jumlah
keuntungan 1488 2488 2438 3438 -1104
Total margin 5675 5675 5687,50 5687,50 3091,25
Tabel 7. Biaya fungsional, keuntungan dan margin pemasaran saluran 6-10
Saluran ke- 6 7 8 9 10
Harga beli awal 22000 22000 26000 29000 15000
Harga jual akhir 31237,50 31237,50 28872 32237,50 21920
Jumlah biaya
fungsional 4000 4000 4560 4000 4600
Jumlah
keuntungan 5238 5238 -1688 -763 2320
Total margin 9237,50 9237,50 2872 3237,50 6920
Berdasarkan hasil perhitungan pada Tabel 6 dan Tabel 7, terlihat saluran 5,
8, dan 9 memiliki keuntungan yang bersifat negatif, hal ini mungkin terjadi karena
tingginya harga beli rajungan dari nelayan dan rendahnya rendemen daging yang
dihasilkan. Berdasarkan penelitian Nurholik (2005) pada umumnya rendemen
daging rajungan sebesar 21,43 – 26,27%. Sedangkan berdasarkan wawancara
yang penulis lakukan, rendemen daging rajungan normalnya adalah berkisar
antara 25-30%. Tinggi rendahnya rendemen daging ditentukan dari keahlian
tenaga pengupas dalam mengupas cangkang dan proses pemasakan yang benar,
dan tinggi rendahnya rendemen daging rajungan mempengaruhi dalam total harga
jual yang diberikan oleh perusahaan.
49
5.6 Efisiensi Rantai Pasokan Rajungan
5.6.1 Identifikasi persoalan
1. Identifikasi variabel keputusan
Analisis efisiensi rantai pasokan dalam penelitian ini dibatasi pasokan
daging rajungan dari miniplant hingga sampai ke perusahaan. Miniplant Semarang
langsung mengirimkan daging rajungan ke perusahaan, untuk miniplant Rembang
dan Tuban terdapat pool pengumpulan daging yang terletak di daerah Rembang.
Sedangkan untuk miniplant Surabaya, Banyuwangi, Madura dan Sumbawa pool
pengumpulan daging rajungan terdapat di daerah Lingkar Timur Sidoarjo. Skema
jalur pasokan daging rajungan dapat dilihat pada Gambar 14.
Gambar 14. Skema jalur pasokan daging rajungan
1
2
7
6
5
3
4
8
9
10
Keterangan: 1) Semarang 5) Banyuwangi 9) Pool Sidoarjo
2) Rembang 6) Madura 10) Perusahaan 3) Tuban 7) Sumbawa
4) Surabaya 8) Pool Rembang
50
Berdasarkan skema jalur pasokan daging rajungan pada Gambar 14 di
atas, maka dapat ditentukan variabel keputusan yang akan dicari dengan program
linier. Variabel keputusan yaitu jumlah daging rajungan dari tiap miniplant yang
ditransportasikan baik langsung ke perusahaan ataupun melalui pool pengumpulan
daging kemudian menuju perusahaan sehingga dapat diketahui berapa jumlah
pasokan daging rajungan setiap harinya dari masing-masing miniplant. Variabel
keputusan dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Variabel keputusan
Simbol Variabel Keputusan
X1,10 Jumlah pasokan daging rajungan dari miniplant Semarang ke
perusahaan
X2,8 Jumlah pasokan daging rajungan dari miniplant Rembang ke Pool
Rembang
X3,8 Jumlah pasokan daging rajungan dari miniplant Tuban ke Pool
Rembang
X4,9 Jumlah pasokan daging rajungan dari miniplant Surabaya ke Pool
Sidoarjo
X5,9 Jumlah pasokan daging rajungan dari miniplant Banyuwangi ke Pool
Sidoarjo
X6,9 Jumlah pasokan daging rajungan dari miniplant Madura ke Pool
Sidoarjo
X7,9 Jumlah pasokan daging rajungan dari miniplant Sumbawa ke Pool
Sidoarjo
X8,10 Jumlah pasokan daging rajungan dari Pool Rembang ke perusahaan
X9,10 Jumlah pasokan daging rajungan dari Pool Sidoarjo ke perusahaan
2. Identifikasi kendala-kendala
Kendala-kendala dalam model yaitu jumlah kapasitas produksi dari tiap
miniplant per hari, kapasitas truk angkutan yang mentransportasikan daging
rajungan dari pool pengumpulan daging ke perusahaan, dan kapasitas minimal
penerimaan daging rajungan dari perusahaan. Formulasi dari kendala-kendala
tersebut adalah sebagai berikut :
a. Kendala kapasitas minimal produksi daging rajungan di perusahaan
X1,10 + X8,10 + X9,10 = A
b. Kendala kapasitas truk angkutan pool Rembang
X2,8 + X3,8 ≤ B
c. Kendala kapasitas truk angkutan pool Surabaya
X4,9 + X5,9 + X6,9 + X7,9 ≤ C
51
d. Kendala kapasitas produksi miniplant Semarang perhari
X1,10 ≤ D
e. Kendala kapasitas produksi miniplant Rembang perhari
X2,8 ≤ E
f. Kendala kapasitas produksi miniplant Tuban perhari
X3,8 ≤ F
g. Kendala kapasitas produksi miniplant Surabaya perhari
X4,9 ≤ G
h. Kendala kapasitas produksi miniplant Banyuwangi perhari
X5,9 ≤ H
i. Kendala kapasitas produksi miniplant Madura perhari
X6,9 ≤ I
j. Kendala kapasitas produksi miniplant Sumbawa perhari
X7,9 ≤ J
Keterangan :
A : Kapasitas minimal produksi daging rajungan di perusahaan
B : Jumlah kapasitas truk angkutan pool Rembang
C : Jumlah kapasitas truk angkutan pool Surabaya
D : Jumlah kapasitas produksi miniplant Semarang perhari
E : Jumlah kapasitas produksi miniplant Rembang perhari
F : Jumlah kapasitas produksi miniplant Tuban perhari
G : Jumlah kapasitas produksi miniplant Surabaya perhari
H : Jumlah kapasitas produksi miniplant Banyuwangi perhari
I : Jumlah kapasitas produksi miniplant Madura perhari
J : Jumlah kapasitas produksi miniplant Sumbawa perhari
3. Perumusan Fungsi Tujuan
Tujuan pembuatan model adalah untuk mencari alokasi optimal yang
meminimumkan biaya transportasi daging rajungan. Biaya transportasi didapatkan
dengan menjumlahkan perkalian biaya transportasi per kilogram daging dengan
jumlah daging yang ditransportasikan. Namun, untuk biaya transportasi dari pool
Rembang dan pool Sidoarjo, perhitungannya tidak tergantung pada jumlah daging
52
yang ditransportasikan melainkan biaya per trip. Model diformulasikan sebagai
berikut :
Meminimumkan biaya total (Z)
= C1,10 X1,10 + C2,8 X2,8 + C3,8 X3,8 + C4,9 X4,9 + C5,9 X5,9 + C6,9 X6,9 + C7,9 X7,9 +
C8,10 + C9,10
Keterangan :
Z : Total biaya
Ci,j : Biaya transportasi per kilogram daging rajungan dari asal i ke tujuan j
5.6.2 Penyusunan Model
1. Persamaan kendala
a. Kendala kapasitas minimal daging rajungan dari perusahaan
X1,10 + X8,10 + X9,10 = 500
b. Kendala kapasitas truk angkutan pool Rembang
X2,8 + X3,8 ≤ 500
c. Kendala kapasitas truk angkutan pool Surabaya
X4,9 + X5,9 + X6,9 + X7,9 ≤ 500
d. Kendala kapasitas produksi miniplant Semarang perhari
X1,10 ≤ 100
e. Kendala kapasitas produksi miniplant Rembang perhari
X2,8 ≤ 90
f. Kendala kapasitas produksi miniplant Tuban perhari
X3,8 ≤ 50
g. Kendala kapasitas produksi miniplant Surabaya perhari
X4,9 ≤ 25
h. Kendala kapasitas produksi miniplant Banyuwangi perhari
X5,9 ≤ 120
i. Kendala kapasitas produksi miniplant Madura perhari
X6,9 ≤ 150
j. Kendala kapasitas produksi miniplant Sumbawa perhari
X7,9 ≤ 80
53
2. Fungsi tujuan
Tujuan model yaitu meminimalkan biaya transportasi dengan pengaturan
pasokan daging rajungan dari miniplant ke perusahaan. Biaya transportasi pada
tiap sumber ke tiap tujuan dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Biaya transportasi pada tiap sumber ke tiap tujuan (Cij)
Sumber (i) Tujuan (j) Biaya (Cij)
(Rp/Kg) (Rp)
Miniplant Semarang (1) Perusahaan (10) 250
Miniplant Rembang (2) Pool Rembang (8) 200
Miniplant Tuban (3) Pool Rembang (8) 0
Miniplant Surabaya (4) Pool Sidoarjo (9) 1.000
Miniplant Banyuwangi (5) Pool Sidoarjo (9) 3.000
Miniplant Madura (6) Pool Sidoarjo (9) 2.000
Miniplant Sumbawa (7) Pool Sidoarjo (9) 8.000
Pool Rembang (8) Perusahaan (10) 532.600
Pool Sidoarjo (9) Perusahaan (10) 711.900
Dengan demikian, model tujuan setelah dilengkapi dengan konstanta biaya
transportasi adalah sebagai berikut :
Z = 250 X1,10 + 200 X2,8 + 0 X3,8 + 1.000 X4,9 + 2.000 X5,9 + 3.000 X6,9 +
8.000 X7,9 + 532.600 + 711.900
5.6.3 Analisis Model
Penyelesaian perhitungan model tujuan dilakukan dengan menggunakan
porgoram Solver. Tampilan perhitungan dengan program Solver dapat dilihat
pada Lampiran 9.
Dari hasil perhitungan, diketahui bahwa kapasitas minimal produksi
perusahaan dapat dipenuhi jika pasokan daging rajungan per hari diperoleh dari
miniplant Semarang 100 kg, miniplant Rembang 90 kg, miniplant Tuban 50 kg,
miniplant Surabaya 25 kg, miniplant Banyuwangi 85 kg dan miniplant Madura
150 kg. Dengan jumlah pasokan daging dari miniplant, maka jumlah daging dari
pool Rembang berjumlah 140 kg sedangkan jumlah daging dari pool Sidoarjo
berjumlah 260 kg. Dengan alokasi pasokan seperti di atas maka perusahaan dapat
memenuhi minimal produksi dengan biaya transportasi yang dikeluarkan adalah
senilai Rp 1.867.500,-. Hasil perhitungan jumlah pasokan dan biaya transportasi
dapat dilihat pada Tabel 10.
54
Berdasarkan hasil perhitungan Solver, untuk memenuhi produksi minimal
perusahaan perhari, miniplant Sumbawa tidak perlu mengirimkan pasokan daging
karena biaya transportasi yang tinggi. Namun, mengingat rajungan merupakan
komoditas musiman maka miniplant Sumbawa dapat mengirimkan daging
rajungan untuk menutupi kekurangan pasokan apabila rajungan yang dikirimkan
oleh miniplant daerah lain belum mencukupi pasokan minimal perusahaan
perhari.
Tabel 10. Hasil perhitungan biaya transportasi daging rajungan
Sumber (i) Tujuan (j) Biaya
(Cij)
(Rp/Kg)
Jumlah
Pasokan
(Xij)
(kg)
Biaya
Transportasi
(CijXij)
(Rp)
Miniplant Semarang (1) Perusahaan (10) 250 100 25.000
Miniplant Rembang (2) Pool Rembang (8) 200 90 18.000
Miniplant Tuban (3) Pool Rembang (8) 0 50 0
Miniplant Surabaya (4) Pool Sidoarjo (9) 1.000 25 25.000
Miniplant Banyuwangi (5) Pool Sidoarjo (9) 3.000 85 255.000
Miniplant Madura (6) Pool Sidoarjo (9) 2.000 150 300.000
Miniplant Sumbawa (7) Pool Sidoarjo (9) 8.000 0 0
Pool Rembang (8) Perusahaan (10) 532.600 532.600
Pool Sidoarjo (9) Perusahaan (10) 711.900 711.900
Total biaya transportasi 1.867.500
55
6. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Rantai pasokan rajungan pada studi kasus PT Windika Utama memiliki
anggota primer yaitu nelayan, bakul, pemilik miniplant dan perusahaan.
Sedangkan anggota sekundernya yaitu pengusaha es batu, penyedia tenaga kerja
pengupas daging rajungan, produsen alat tangkap rajungan, dan penyedia sarana
transportasi. Sebagian besar pemilik miniplant juga merangkap sebagai bakul
sehingga memperpendek rantai pasokan daging rajungan pada penelitian ini.
Pemilik miniplant yang memasok daging rajungan ke PT Windika Utama berasal
dari berbagai wilayah seperti Semarang, Rembang, Tuban, Surabaya, Bayuwangi,
Madura, dan Sumbawa.
Aktifitas yang dilakukan oleh masing-masing anggota primer rantai
pasokan adalah nelayan melakukan aktifitas penjualan dan pengangkutan.
Aktifitas yang dilakukan oleh bakul adalah penjualan, pembelian, pengangkutan,
sortasi dan informasi pasar. Sedangkan, aktifitas yang dilakukan oleh pemilik
miniplant hampir sama dengan perusahaan yaitu penjualan, pembelian,
pengangkutan, penyimpanan, pengemasan, sortasi, grading, pengolahan dan
informasi pasar.
Dalam pengawasan mutu, nelayan cenderung kurang memperhatikan
penanganan hasil tangkapan, rajungan yang tertangkap tidak diberi penanganan
yang baik sehingga ada beberapa rajungan hasil tangkapan yang cacat seperti
putusnya kaki jalan ataupun capit. Pada tingkat bakul juga tidak ditemukan
adanya pembedaan grade mutu. Pengawasan mutu mulai dijalankan pada tingkat
miniplant dimana rajungan ditangani dengan baik, sesuai prosedur pengolahan
dan terdapat pembedaan grade mutu untuk daging rajungan yang dihasilkan serta
sesuai dengan standar perusahaan. Perusahaan memantau pengawasan mutu
miniplant dengan menempatkan manajer area yang bertugas menjaga dan
meningkatkan kualitas dan kuantitas dari miniplant di daerah-daerah. Pengawasan
mutu di perusahaan dilakukan dengan pengujian mutu produk pada tiap tahapan
proses. Pengujian mutu disesuaikan dengan standar yang berlaku di Indonesia.
Pada penelitian ini terdapat 10 saluran pemasaran daging rajungan, dari
hasil perhitungan margin pemasaran, saluran pemasaran yang paling efisien
adalah saluran 4 (Nelayan Tuban – Miniplant Tuban – Perusahaan) dengan biaya
fungsional sebesar Rp 2.250,- Sedangkan saluran pemasaran yang paling tidak
efisien adalah saluran pemasaran 10 (Nelayan Sumbawa – Miniplant Sumbawa –
Perusahaan) dengan biaya fungsional sebesar Rp 4.600,-.
Sedangkan dari hasil perhitungan efisiensi biaya transportasi, diketahui
bahwa kebutuhan minimal produksi perusahaan diperoleh dengan biaya
transportasi minimal jika pasokan daging rajungan per hari diperoleh dari
miniplant Semarang 100 kg, miniplant Rembang 90 kg, miniplant Tuban 50 kg,
miniplant Surabaya 25 kg, miniplant Banyuwangi 85 kg dan miniplant Madura
150 kg. Dengan jumlah pasokan daging dari miniplant, maka jumlah daging dari
pool Rembang berjumlah 140 kg sedangkan jumlah daging dari pool Surabaya
berjumlah 260 kg. Dengan alokasi pasokan seperti di atas maka perusahaan dapat
memenuhi minimal produksi dengan biaya transportasi yang dikeluarkan adalah
senilai Rp 1.867.500,-.
6.2 Saran
Mengingat rajungan merupakan komoditi yang ketersediaannya
dipengaruhi musim, maka sebaiknya perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai
pengaruh perbedaan musim pada kualitas daging rajungan dan efisiensi biaya
transportasi rantai pasokan rajungan di daerah Jawa Tengah.
57
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2005. Crab Meat Grades. http://www.phillipsfoodseurope.com/.
[12 Desember 2008].
Bahri,S., Indraningsih, Widiastuti, R., Murdiati, R., Maryam, R. 2002. Keamanan
Pangan Asal Ternak : Suatu Tuntutan di Era Perdagangan Bebas.
Wartazoa. 12: 47-64.
Bawono, B. 2007. Analisis Pemilihan Vendor Berbasis Fuzzy Supply Chain.
Jurnal Teknologi Industri. 6:31-38.
Departemen Kelautan dan Perikanan. 2008. Statistik Perikanan Tangkap Jawa
Tengah, 2007. Pemerintah Provinsi Jawa Tengah.
Dewan Standardisasi Nasional, 2002. SNI (Standar Nasional Indonesia) 01-
6929.2-2002. Daging rajungan dalam kaleng secara pasteurisasi
persyaratan bahan baku. Dewan Standardisasi Nasional. Jakarta.
Earle RL. 1969. Satuan Operasi Pengolahan Pangan. Nasution Z, penerjemah.
Bogor: PT. Sastra Hudaya. Terjemahan dari: Unit Operation in Food
Processing.
Griffin, P.M., Thomas, D.J. 1996. Coordinated supply chain management.
European Journal of Operational Research 96:1-15.
Hanafiah, A.M. dan Saefuddin, A.M. 2006. Tata Niaga Hasil Perikanan. Jakarta:
Universitas Indonesia Press.
Heizer, J dan Render, B. 2004. Principles Of Operations Management. New
Jersey: Pearson Education, Inc.
Hidayat, N. 2007. Pengembangan Produk & Teknologi Proses.
http://ptp2007.wordpress.com/. [19 Juli 2008].
Ibrahim, B. Erungan, AC. Sadi, U. 2007. Teknologi Proses Thermal Hasil
Perairan. Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Irawan, HSL. 1995. Pengawetan Ikan dan Hasil Perikanan. Solo: CV Aneka.
Ito, T., Salleh, M.R. 2000. A blackboard-based negotiation for collaboratives
supply chain system. J Of Materials Processing Technology. 107:398-403
Moeljanto. 1992. Pengawetan Pengolahan Hasil Perikanan. Jakarta: Penebar
Swadaya.
Motarjemi,Y., Kaferstein,F. 1999. Food Safety, Hazard Analysis and Critical
Control Point and The Increase of Foodborne disease: a Paradox?. Food
Control. 10:325-333
Muchtadi, TR dan Sugiyono. 1992. Petunjuk Laboratorium Ilmu Bahan Pangan.
Bogor: Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor.
Mulyono, S. 1991. Operations Research. Jakarta: FE UI.
Nasution, M.N. 2004. Manajemen Mutu Terpadu. Bogor: Ghalia Indonesia.
Noegroho, A. 2007. Indonesia Produsen Perikanan Terbesar Ke-3 di Dunia.
www.mediabisnisonline.com. [20 Januari 2009].
Nurholik. 2005. Pengaruh Ukuran Karapas Terhadap Rendemen Daging Rajungan
(Portunus pelagicus). [Skripsi]. Departemen Teknologi Hasil Perikanan
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor.
Oemarjati BS dan Wardhana W. 1990. Taksonomi Avertebrata. Di dalam
Pengantar Praktikum Laboratorium. Universitas Indonesia. Jakarta: UI
Press.
Olson, DL. 1990. Chance constrain quality control. Engineering Cost and
Production Economics 20:165-174.
Pratiwi, S.G. dan Wiratno, S.E. 2008. Mathematical modelling of the distribution
system in marine agroindustry : A case study. Proceedings of the 9th Asia
Pasific Industrial Engineering & Management System Confrence; Bali, 3-
5 December 2008. APIEMS. 2008. hlm 4999-2507.
Pratt, H.S. 1953. A Manual Guide Of The Common Invertebrates Animal.
Macgraw Hill. Company Inc: New York.
Prawirosentono,S. 2002. Filosofi Baru Tentang Manajemen Mutu Terpadu Total
Quality Management Abad 21. Jakarta : Bumi Angkasa.
Rejeki, S. 2007. The effect of different water flow rates on the survival rate of
blue crab (Portunus pelagicus) zoea IV-megalopa stages. Journal of
Coastal Development 10:197-203.
Said, A. I, et al. 2006. Produktifitas dan Efisiensi dengan Supply Chain
Management. Jakarta: Penerbit PPM.
Simamarta, D. A. 1985. Operations Research: Sebuah Pengantar. Jakarta: PT.
Gramedia.
Simchi-Levi, D., P. Kaminsky dan E. Simchi-Levi. 2003. Designing, and
Managing The Supply Chain : Concepts, Strategies and Case Studies.
McGraw-Hill, New York.
59
Sistem Informasi Perhitungan Statistik Kelautan dan Perikanan. 2006. Data
Produksi Berdasarkan Jenis Ikan Perairan Laut Tahun 2003-2005 Pada
Perairan Provinsi Jawa Tengah. http://simpatik.dkp.go.id/. [21 Juli 2009].
Soekarto, S.T. 1990. Dasar-Dasar Pengawasan dan Standarisasi Mutu Pangan.
Bogor: PAU Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor.
Sudiyono, A. 2002. Pemasaran Pertanian. Malang: UMM Press.
Supranto, J. 2005. Teknik Pengambilan Keputusan. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Susanto. 2007. Studi pengaruh periode terang dan gelap bulan terhadap rendemen
dan kadar air daging rajungan (portunus pelagicus l) yang di proses pada
mini plant panaikang kabupaten maros. Jurnal Agrisistem 3:50-56.
Susanto, B et al. 2004. Pengamatan aspek biologi rajungan (Portunus pelagicus),
dalam menunjang teknik pembenihannya. Warta Penelitian Perikanan
Indonesia 1:10-17.
Tarigan, N.M.R. 2004. Analisis pelaksanaan pengendalian mutu pada perusahaan.
Jurnal ilmiah manajemen dan bisnis 4: 115-122.
Tunggal, A.W. 2009. Manajemen Logistik dan Supply Chain Management
(Manajemen Rantai Pasokan). Jakarta: Harvarindo.
60
Lampiran 1. Daftar Pertanyaan Anggota Rantai Pasokan
Daftar Pertanyaan Windika Utama
1. Kapasitas produksi perhari?
2. Pasokan daging perhari?
3. Kebutuhan daging di perusahaan pada Bulan Agustus 2009
4. Sistem pemesanan daging yang dilakukan oleh perusahaan?
5. Pengaturan pemesanan dilakukan oleh divisi apa?
6. Miniplant pemasok daging rajungan selama Bulan Agustus 2009
7. Sistem penyimpanan daging
8. Pengawasan mutu yang dilakukan oleh perusahaan terhadap miniplant
9. Kerjasama yang dilakukan antara perusahaan dengan miniplant
10. Spesifikasi daging yang diinginkan oleh perusahaan
11. Jika daging tidak sesuai dengan permintaan perusahaan maka akan
dikemanakan?
12. Harga beli daging rajungan perminiplant sama atau berbeda-beda?
13. Biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk mendatangkan daging rajungan
dari miniplant?
Daftar pertanyaan Miniplant
1. Rajungan didapatkan dari?
2. Produksi perhari/perbulan?
3. Tahap-tahap pengolahan daging rajungan
4. Harga beli rajungan per kilo
5. Harga jual rajungan per kilo
6. Rutinitas pengiriman ke Windika Utama
7. Berapa lama penyimpanan daging rajungan sampai siap kirim ke
perusahaan
8. Pengawasan mutu dan Grading yang dilakukan miniplant?
9. Upah pekerja?
10. Miniplant hanya mengirim ke WU atau ke perusahaan lain juga?
11. Punya persediaan daging atau tidak?
12. Kalau daging kurang/lebih dari pesanan bagaimana?
13. Kalau daging tidak sesuai pesanan WU bagaimana?
Daftar pertanyaan Bakul
1. Rajungan yang didapatkan per hari?
2. Kerjasama dengan pemilik miniplant?
3. Rajungan langsung di bawa ke miniplant/dijual ke pasar dulu?
4. Rajungan di es atau tidak selama pengumpulan dari nelayan?
5. Nelayan biasanya selalu menjual ke satu bakul/ke beberapa?
Daftar pertanyaan Nelayan
1. Penangkapan rajungan dengan alat?
2. Khusus mencari rajungan/tidak?
3. Sekali melaut biaya yang dibutuhkan?
4. Rajungan yang didapatkan tiap melaut?
5. Musim yang banyak rajungan tertangkap?
6. Tiap melaut membawa Es/tidak?
62
Departemen Teknologi Hasil Perairan
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Institut Pertanian Bogor
Kuisioner Penelitian
“Efisiensi Rantai Pasokan Rajungan (Portunus pelagicus)
Studi Kasus PT Windika Utama, Semarang-Jawa Tengah.”
Supplier
Tempat/Tanggal :
Area :
Nama responden :
Pemilik Supplier :
Alamat miniplant :
Pasokan ke Windika Utama
Jumlah pasokan harian :
Harga jual/kg :
Anggota Rantai
Pemasok rajungan :
No Pemasok Jumlah Pasokan harian Harga beli
1 Nelayan
2 Bakul
3 Lainnya
Kerjasama yang dibangun :
No Pemasok Bentuk kerjasama
1 Nelayan
2 Bakul
3 Lainnya
Transportasi
Rentang waktu pengiriman :
Pengiriman menggunakan :
Tanggungan biaya : supplier/perusahaan
Biaya
Biaya Operasional :
Tenaga Kerja :
Transportasi :
Lain-lain :
Lampiran 2. Kuisioner penelitian
63
Lampiran 4. Struktur Organisasi PT Windika Utama Semarang,Jawa-Tengah
65
Lampiran 5. Peta Rute Pengiriman Daging Rajungan
66
Lampiran 6. Gambar Saluran Pemasaran Rajungan PT Windika Utama
Nelayan
Semarang
Nelayan Tuban
Nelayan Jepara
Nelayan Surabaya
Nelayan Banyuwangi
Nelayan Madura
Nelayan Sumbawa
Bakul Semarang
Bakul Tuban
Bakul Surabaya
Windika
Utama
Bakul Jepara
Miniplant Semarang
Miniplant Tuban
Miniplant Rembang
Miniplant Surabaya
Miniplant Bayuwangi
Miniplant Madura
Miniplant Sumbawa
67
Lampiran 7. Rincian perhitungan biaya
Keterangan Biaya
1. Harga Beli Awal : Harga beli 1 kilogram rajungan dari nelayan
2. Harga Jual Akhir : Harga jual 1 kilogram daging rajungan oleh perusahaan
3. Jumlah Biaya Fungsional : Biaya Operasional + Biaya Transportasi
- Biaya Operasional : Biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan 1 kilogram
daging rajungan (Upah Pekerja, Air, Listrik, Minyak/LPG).
- Biaya Transportasi : Biaya yang dikeluarkan untuk mentransportasikan 1 kilogram
daging rajungan.
4. Total Margin : Selisih harga jual akhir dengan harga beli awal
Rincian Perhitungan
a) Semarang
1. Harga beli awal : Rp 25.000
2. Harga jual akhir : Rp 30.675
1 kg Rajungan = 250 gr daging rajungan
Jenis Daging persentase
rendemen
Harga/gr
Collosal 0,02 x 250 gr x 235 = 1175
Jumbo 0,19 x 250 gr x 235 = 11162,5
Jumbo US 0,06 x 250 gr x 175 = 2625
Backfin 0,06 x 250 gr x 145 = 2175
Flower 0,14 x 250 gr x 145 = 5075
SuperLump 0,05 x 250 gr x 140 = 1750
Spesial 0,15 x 250 gr x 80 = 3000
Clawmeat 0,33 x 250 gr x 45 = 3712,5
Harga Jual akhir = 30675
3. Jumlah biaya fungsional : Biaya Operasional + Biaya Transportasi
Biaya operasional = = Rp 3.125
Biaya Transportasi = = Rp 62,5
Jumlah biaya fungsional = Rp 3.125 + Rp 62,5 = Rp 3.188
4. Total Margin = Harga jual akhir – Harga beli awal
= Rp 30.675 – Rp 25.000
= Rp 5.675
68
b) Tuban
1. Harga beli awal : Rp 25.000
2. Harga jual akhir : Rp 30.687,5
1 kg Rajungan = 250 gr daging rajungan
Jenis Daging persentase
rendemen
Harga/gr
Collosal 0,02 x 250 gr x 235 = 1175
Jumbo 0,19 x 250 gr x 235 = 11162,5
Jumbo US 0,06 x 250 gr x 180 = 2700
Backfin 0,06 x 250 gr x 145 = 2175
Flower 0,14 x 250 gr x 145 = 5075
SuperLump 0,05 x 250 gr x 135 = 1687,5
Spesial 0,15 x 250 gr x 80 = 3000
Clawmeat 0,33 x 250 gr x 45 = 3712,5
Harga Jual akhir = 30687,5
3. Jumlah biaya fungsional : Biaya Operasional + Biaya Transportasi
Biaya operasional = = Rp 2.250
Biaya Transportasi = = Rp 0
Jumlah biaya fungsional = Rp 2.250 + Rp 0 = Rp 2.250
4. Total Margin = Harga jual akhir – Harga beli awal
= Rp 30.687,5 – Rp 25.000
= Rp 5.687,5
c) Rembang
1. Harga beli awal : Rp 25.000
2. Harga jual akhir : Rp 28.091,25
1 kg Rajungan = 225 gr daging rajungan
Jenis Daging persentase
rendemen
Harga/gr
Collosal 0,02 x 225 gr x 234 = 1053
Jumbo 0,19 x 225 gr x 234 = 10003,5
Jumbo US 0,06 x 225 gr x 174 = 2349
Backfin 0,06 x 225 gr x 144 = 1944
Flower 0,14 x 225 gr x 144 = 4536
SuperLump 0,05 x 225 gr x 139 = 1563,75
Spesial 0,15 x 225 gr x 89 = 3003,75
Clawmeat 0,33 x 225 gr x 49 = 3638,25
Harga Jual akhir = 28091,25
69
3. Jumlah biaya fungsional : Biaya Operasional + Biaya Transportasi
Biaya operasional = = Rp 3.150
Biaya Transportasi = = Rp 45
Jumlah biaya fungsional = Rp 3.150 + Rp 45 = Rp 3.195
4. Total Margin = Harga jual akhir – Harga beli awal
= Rp 28.091,25 – Rp 25.000
= Rp 3.091,2
d) Surabaya
1. Harga beli awal : Rp 22.000
2. Harga jual akhir : Rp 31.237,50
1 kg Rajungan = 250 gr daging rajungan
Jenis Daging Persentase
rendemen
Harga/gr
Collosal 0,02 x 250 gr x 234,1 = 1170,5
Jumbo 0,19 x 250 gr x 234,1 = 11119,75
Jumbo US 0,06 x 250 gr x 174,1 = 2611,5
Backfin 0,06 x 250 gr x 144,1 = 2161,5
Flower 0,14 x 250 gr x 144,1 = 5043,5
SuperLump 0,05 x 250 gr x 139,1 = 1738,75
Spesial 0,15 x 250 gr x 89,1 = 3341,25
Clawmeat 0,33 x 250 gr x 49,1 = 4050,75
Harga Jual akhir = 31237,5
3. Jumlah biaya fungsional : Biaya Operasional + Biaya Transportasi
Biaya operasional = = Rp 3.750
Biaya Transportasi = = Rp 250
Jumlah biaya fungsional = Rp 3.750 + Rp 250 = Rp 4.000
4. Total Margin = Harga jual akhir – Harga beli awal
= Rp 31.237,50 – Rp 22.000
= Rp 9.237,50
70
e) Banyuwangi 1. Harga beli awal : Rp 26.000
2. Harga jual akhir : Rp 28.872
1 kg Rajungan = 240 gr daging rajungan
Jenis Daging Persentase
rendemen
Harga/gr
Collosal 0,02 x 240 gr x 240 = 1152
Jumbo 0,19 x 240 gr x 240 = 10944
Jumbo US 0,06 x 240 gr x 180 = 2592
Backfin 0,06 x 240 gr x 135 = 1944
Flower 0,14 x 240 gr x 135 = 4536
SuperLump 0,05 x 240 gr x 135 = 1620
Spesial 0,15 x 240 gr x 70 = 2520
Clawmeat 0,33 x 240 gr x 45 = 3564
Harga Jual akhir = 28872
3. Jumlah biaya fungsional : Biaya Operasional + Biaya Transportasi
Biaya operasional = = Rp 3.840
Biaya Transportasi = = Rp 720
Jumlah biaya fungsional = Rp 3.840 + Rp 720 = Rp 4.560
4. Total Margin = Harga jual akhir – Harga beli awal
= Rp 28.872 – Rp 26.000
= Rp 2.872
f) Madura
1. Harga beli awal : Rp 29.000
2. Harga jual akhir : Rp 32.237,50
1 kg Rajungan = 250 gr daging rajungan
Jenis Daging persentase
rendemen
Harga/gr
Collosal 0,02 x 250 gr x 239,1 = 1195,5
Jumbo 0,19 x 250 gr x 239,1 = 11357,25
Jumbo US 0,06 x 250 gr x 179,1 = 2686,5
Backfin 0,06 x 250 gr x 149,1 = 2236,5
Flower 0,14 x 250 gr x 149,1 = 5218,5
SuperLump 0,05 x 250 gr x 139,1 = 1738,75
Spesial 0,15 x 250 gr x 89,1 = 3341,25
Clawmeat 0,33 x 250 gr x 54,1 = 4463,25
Harga Jual akhir = 32237,5
3. Jumlah biaya fungsional : Biaya Operasional + Biaya Transportasi
Biaya operasional = = Rp 3.500
Biaya Transportasi = = Rp 500
Jumlah biaya fungsional = Rp 3.500 + Rp 500 = Rp 4.000
71
4. Total Margin = Harga jual akhir – Harga beli awal
= Rp 32.237,50 – Rp 29.000
= Rp 3.237,5
g) Sumbawa
1. Harga beli awal : Rp 15.000
2. Harga jual akhir : Rp 21.920
1 kg Rajungan = 200 gr daging rajungan
Jenis Daging persentase
rendemen
Harga/gr
Collosal 0,02 x 200 gr x 215 = 860
Jumbo 0,19 x 200 gr x 215 = 8170
Jumbo US 0,06 x 200 gr x 165 = 1980
Backfin 0,06 x 200 gr x 130 = 1560
Flower 0,14 x 20 gr x 130 = 3640
SuperLump 0,05 x 200 gr x 130 = 1300
Spesial 0,15 x 200 gr x 70 = 2100
Clawmeat 0,33 x 200 gr x 35 = 2310
Harga Jual akhir = 21920
3. Jumlah biaya fungsional : Biaya Operasional + Biaya Transportasi
Biaya operasional = = Rp 3.000
Biaya Transportasi = = Rp 1.600
Jumlah biaya fungsional = Rp 3.000 + Rp 1.600 = Rp 4.600
4. Total Margin = Harga jual akhir – Harga beli awal
= Rp 21.920 – Rp 15.000
= Rp 6.920
72
Jalur I Jalur II Jalur III Jalur IV Jalur V Jalur VI Jalur VII Jalur VIII Jalur IX Jalur X
Harga beli dari Nelayan 25.000 25.000 25.000 25.000 25.000 22.000 22.000 26.000 29.000 15.000
BAKUL
Harga beli 25.000 25.000 25.000 22.000
biaya transfer 1.000 1.000 1.000 0
total biaya fungsional 1.000 1.000 1.000 0
% biaya fungsional 23,88 30,77 23,84 0,00
Harga Jual 27.000 27.000 27.000 23.000
Keuntungan 1.000 1.000 1.000 1.000
% Keuntungan 67,23 41,03 -90,60 19,09
Marjin pemasaran 2.000 2.000 2.000 1.000
Sebaran Marjin 35,24 35,16 64,70 10,83
Rasio keuntungan/biaya (%) 100 100 100
MINIPLANT
Harga beli 27.000 25.000 27.000 25.000 27.000 23.000 22.000 26.000 29.000 15.000
biaya operasional 3.125 3.125 2.250 2.250 3.150 3.750 3.750 3.840 3.500 3.000
biaya transfer 62,5 62,5 45 250 250 720 500 1600
total biaya fungsional 3.188 3.188 2.250 2.250 3.195 4.000 4.000 4.560 4.000 4.600
% biaya fungsional 76,12 100 69,23 100 76,16 100 100 100 100 100
Harga Jual 30.675 30.675 30.687,50 30.687,50 28.091,25 31.237,50 31.237,50 28.872 32.237,50 21.920
Keuntungan 488 2.488 1.438 3.438 -2.104 4.238 5.238 -1.688 -763 2.320
% Keuntungan 32,77 100 58,97 100 190,60 80,91 100 100 100 100
Marjin pemasaran 3.675 5.675 3.688 5.688 1.091 8.238 9.238 2.872 3.238 6.920
Sebaran Marjin 64,76 100 64,84 100 35,30 89,17 100 100 100 100
Rasio keuntungan/biaya (%) 15,29 78,04 63,89 152,78 -65,85 105,94 130,94 -37,02 -19,06 50,43
Total biaya keseluruhan 4.188 3.188 3.250 2.250 4.195 4.000 4.000 4.560 4.000 4.600
Total keuntungan 1.488 2.488 2.438 3.438 -1.104 5.238 5.238 -1.688 -763 2.320
Total Margin 5.675 5.675 5.688 5.688 3.091 9.238 9.238 2.872 3.238 6.920
Rasio keuntungan/biaya (%) 35,52 78,04 75,00 152,78 -26,31 130,94 130,94 -37,02 -19,06 50,43
Lampiran 8. rincian hasil perhitungan margin pemasaran
73
Lampiran 9. Tampilan perhitungan dengan program Solver
74
Lampiran 10. Pasokan daging Rajungan PT Windika Utama Juli 2009
Lampiran 11. Potensi Persediaan Daging Rajungan dari Miniplant Sumbawa
75