analisis produktivitas pemanenan kayu … · produktivitas kerja dalam kegiatan pemanenan hutan dan...
TRANSCRIPT
ANALISIS PRODUKTIVITAS PEMANENAN KAYU
BERDASARKAN PERBANDINGAN UKURAN POHON
DI PT DASA INTIGA KALIMANTAN TENGAH
ALIF RIZKI AGUNG SISWAHYUDI
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
i
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Produktivitas
Pemanenan Kayu Berdasarkan Perbandingan Ukuran Pohon di PT Dasa Intiga
Kalimantan Tengah adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan
dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir disertasi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, November 2016
Alif Rizki Agung Siswahyudi
NIM E14120037
ii
ABSTRAK
ALIF RIZKI AGUNG SISWAHYUDI. Analisis Produktivitas Pemanenan Kayu
Berdasarkan Ukuran Pohon di PT Dasa Intiga Kalimantan Tengah. Dibimbing
oleh BAHRUNI.
Salah satu hal yang penting dalam menentukan stabilitas hutan,
peningkatan sumber daya lahan dan nilai hutan adalah melakukan kegiatan
pemanenan hutan. Perhitungan produktivitas dalam kegiatan pemanenan hutan
perlu dilakukan untuk mengetahui beban kerja dan upah tenaga kerja berdasarkan
kelas diameter. Perusahaan yang bergerak di bidang kehutanan mengharapkan
biaya pemanenan yang paling rendah untuk menentukan sistem upah yang paling
efektif untuk diterapkan. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji produktivitas
dalam kegiatan pemanenan hutan, menghitung biaya pemanenan hutan dan
mengetahui harga jual berdasarkan kelas diameter pohon. Pengolahan data
menggunakan analisis biaya pemanenan untuk mengetahui biaya total pemanenan
yang harus dikeluarkan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa produktivitas
tertinggi terletak pada kelas diameter besar yaitu diameter (80-100) cm dan >100
cm. Sistem upah yang lebih efektif untuk diterapkan oleh perusahaan adalah
sistem upah berdasarkan produktivitas kerja, karena biaya total pemanenan yang
dihasilkan lebih rendah. Rata-rata harga jual tertinggi untuk kayu meranti dan
kayu balau terletak pada kelas diameter >100.
Kata kunci : biaya, harga jual, produktivitas, upah
ABSTRACT
ALIF RIZKI AGUNG SISWAHYUDI. Analysis of Timber Harvesting
Productivity Based on Tree Size at PT Dasa Intiga Central Kalimantan.
Supervised by BAHRUNI.
One of the important things in determining forest stability, increasing land
resources and forest value is performing forest harvesting. The calculation of
productivity in forest harvesting activities is important to do in order to determine
the workload and labor costs based on diameter class. Company that working in
forestry sector is expecting the lowest harvesting costs to determine the most
effective wage system to be applied. This research objective were to examine the
productivity of forest harvesting activities, to calculate harvesting cost and to
know the selling price based on diameter class of tree. Harvesting cost analysis
were used to determine the total of harvesting costs. The result showed that the
highest productivity was on the large diameter class, namely the diameter (80-
100) cm and >100 cm. Wage system that was more effective to be implemented
by the company was the wage system based on work productivity, because it
resulted the lowest total of harvesting costs. Average of the highest selling price
for meranti and balau wood was in the diameter class >100 cm.
Keywords: costs, selling prices, productivity, wages
iii
ANALISIS PRODUKTIVITAS PEMANENAN KAYU
BERDASARKAN PERBANDINGAN UKURAN POHON
DI PT DASA INTIGA KALIMANTAN TENGAH
ALIF RIZKI AGUNG SISWAHYUDI
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana kehutanan
pada
Departemen Manajemen Hutan
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
iv
v
vi
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala nikmat,
rahmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema
yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2016 sampai
April 2016 ini ialah pemanenan kayu, dengan judul Analisis Produktivitas
Pemanenan Kayu Berdasarkan Perbandingan Ukuran Pohon di PT Dasa Intiga
Kalimantan Tengah.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Bahruni, MS selaku
pembimbing, Bapak Ir Eko Purwanto selaku Direktur Utama PT Dasa Intiga
Kalimantan Tengah yang telah memberi kesempatan dan izin dalam pelaksanaan
penelitian, seluruh tenaga kerja PT Dasa Intiga serta Tim PKL DI. Ungkapan
terima kasih juga saya sampaikan kepada Bapak Horsis, Ibu Anik Ning Rahayu,
Recha Hajiah Soemantri dan tidak lupa kepada sahabat-sahabat MNH 49 dan
keluarga besar Fahutan 49 atas doa dan dukungan semangat serta teman-teman
yang ikut membantu dalam penyelesaiaan karya ilmiah ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, November 2016
Alif Rizki Agung Siswahyudi
vii
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL viii
DAFTAR GAMBAR viii
DAFTAR LAMPIRAN viii
PENDAHULUAN
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 1
Manfaat Penelitian 2
METODE
Waktu dan Lokasi 2
Alat dan Bahan 2
Jenis Data 2
Pengolahan Data 3
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Lokasi Penelitian 5
Produktivitas Pemanenan Hutan 5
Biaya Pemanenan 8
Upah Pemanenan 11
Harga Jual 13
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan 14
Saran 15
DAFTAR PUSTAKA 15
LAMPIRAN 17
RIWAYAT HIDUP 22
viii
DAFTAR TABEL
1 Produktivitas penebangan, penyaradan dan kupas kulit 6
2 Produktivitas muat dan bongkar 6
3 Produktivitas pengangkutan 7
4 Biaya penebangan menurut perhitungan upah borongan dan upah produktivitas 8
5 Biaya penyaradan menurut perhitungan upah borongan dan upah produktivitas 9
6 Biaya kupas kulit menurut perhitungan upah borongan dan upah produktivitas 9
7 Biaya muat, bongkar dan angkut 10
8 Biaya total pemanenan menurut kelas diameter dengan dua sistem upah 10
DAFTAR GAMBAR
1 Upah pemanenan menurut volume (Rp/m³) 11
2 Upah pemanenan menurut batang pohon (Rp/pohon) 12
3 Perbandingan harga jual kayu berdasarkan kelas diameter 14
DAFTAR LAMPIRAN
1 Rata-rata produktivitas penebangan, penyaradan dan kupas kulit 17
2 Rata-rata biaya total penebangan, penyaradan dan kupas kulit 19
3 Rata-rata biaya total muat, bongkar dan angkut 20
4 Pendapatan penjualan jenis meranti dan balau 21
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Hutan merupakan salah satu aset serta kekayaan alam yang harus tetap
dijaga keberadaannya. Keberadaan hutan dapat mempengaruhi keseimbangan di
sekitarnya, karena hutan mempunyai fungsi sebagai penyangga kehidupan bagi
semua makhluk hidup. Sebagai upaya mempertahankan keberadaan sumber daya
hutan diperlukan pengelolaan hutan lestari yang mencakup aspek ekologi, aspek
ekonomi dan aspek sosial. Salah satu hal yang penting dalam menentukan
stabilitas hutan, peningkatan sumber daya lahan dan nilai hutan adalah melakukan
kegiatan pemanenan hutan. Kegiatan pemanenan hutan dilakukan karena melihat
berbagai aspek, diantaranya yaitu aspek ekologi untuk memaksimalkan nilai
hutan, aspek ekonomi untuk menghasilkan produk hasil hutan berupa kayu serta
mengoptimalkan suplai terhadap industri dan aspek sosial untuk meningkatkan
kesempatan kerja.
Menurut Budiaman (1996) kegiatan pemanenan hutan dapat dibedakan
menjadi empat komponen utama yaitu penebangan, penyaradan, pengangkutan
dan penimbunan. Keberlangsungan kegiatan pemanenan hutan membutuhkan
sumber daya lain, yaitu sumber daya manusia dan sumber daya modal. Sumber
daya manusia merupakan pekerja yang melakukan kegiatan pemanenan hutan,
sedangkan sumber daya modal merupakan pengeluaran biaya terkait pemanenan
hutan serta upah pekerja. Upah merupakan salah satu faktor yang dapat
mempengaruhi produktivitas kerja. Sistem pengupahan dalam pemanenan hutan
menggunakan dua pendektan yaitu sistem upah borongan dan sistem upah
berdasarkan produktivitas kerja.
Perhitungan produktivitas kerja dalam kegiatan pemanenan hutan perlu
dilakukan untuk setiap kelas diameter, karena hal tersebut dapat memberikan
informasi terkait beban kerja dan upah berdasarkan hasil kerjanya. Kegiatan
pemanenan hutan akan lebih efektif apabila biaya yang dikeluarkan rendah,
karena semakin rendah biaya maka semakin efektif pula kegiatan tersebut. Setiap
perusahaan memiliki konsep optimasi dalam pelaksanaannya yaitu perusahaan
akan memaksimalkan manfaat yang akan di dapat dan meminimalkan pengeluaran
atau biayanya (Nugroho 2002). Dalam upaya mengefisienkan biaya, maka kajian
ini diperlukan untuk mengetahui biaya yang paling efektif menurut perhitungan
biaya pemanenan berdasarkan upah borongan atau biaya pemanenan dengan upah
berdasarkan produktivitas kerja.
Tujuan Penelitian
1. Mengkaji produktivitas dalam kegiatan pemanenan hutan menurut diameter
pohon.
2. Menghitung biaya pemanenan hutan menurut ukuran diameter pohon tertentu
dengan sistem upah borongan dan sistem upah berdasarkan produktivitas
kerja.
2
3. Mengetahui harga jual menurut diameter dan jenis pohon.
4.
5.
Manfaat Penelitian
1. Bagi mahasiswa kehutanan, hasil penelitian ini dapat memberi informasi
terkait analisis biaya pemanenan hutan dan dapat dijadikan referensi untuk
penelitian tentang pemanenan hutan.
2. Bagi perusahaan kehutanan, hasil penelitian ini dapat memberikan informasi
dan gambaran terkait besaran biaya yang akan dikeluarkan dengan
menggunakan dua pendekatan sistem upah, memberikan data terkait
produktivitas kerja dalam kegiatan pemanenan hutan dan memberi informasi
terkait harga jual kayu berdasarkan jenisnya.
METODE
Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2016 sampai bulan April
2016 di IUPHHK HA PT Dasa Intiga Kalimantan Tengah yaitu pada petak CF 38.
Alat dan Bahan Penelitian
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah stopwatch, pita
ukur, kamera, tally sheet, buku catatan, alat tulis, data sekunder yang diberikan
oleh perusahaan dan program pengolah data.
Jenis Data
Jenis data yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer adalah data hasil dari pengukuran langsung di lapangan
dalam kegiatan pemanenan hutan berupa diameter kayu, panjang kayu, waktu
kerja, kecepatan alat dan jarak. Pengambilan data dilakukan sebanyak 38 kali
ulangan. Data tersebut terdiri dari 38 pohon yang dibagi ke dalam 4 kelas
diameter, diantaranya diameter (40-60) cm sebanyak 8 pohon, (61-80) cm
sebanyak 15 pohon, (81-100) cm sebanyak 10 pohon dan >100 cm sebanyak 5
pohon. Menurut Niebel & Freivalds (1999) dengan melihat besarnya prestasi kerja
yang didapat, data tersebut sudah cukup mewakili untuk penelitian ini. Data
sekunder merupakan kumpulan data yang telah diolah lebih lanjut yang diperoleh
dari perusahaan dan studi literatur, data tersebut berupa data mengenai besaran
3
biaya yang dikeluarkan terkait dengan alat berat dan data besaran gaji pekerja
pada bulan Maret – April 2016.
Pengolahan Data
1. Perhitungan volume kayu (m³)
V =
dengan D =
Keterangan :
V = volume log (m³)
= konstanta (3.14)
D = rata-rata diameter (cm)
Dp = Diameter pangkal (cm)
Du = Diameter ujung (cm)
L = panjang kayu (m)
2. Perhitungan produktivitas pemanenan (m³/jam)
Produktivitas =
3. Perhitungan upah dengan dua pendekatan sistem upah
a. Upah borongan
Perhitungan upah( Rp/m3 )
diketahui melalui hasil wawancara ke bagian administrasi perusahaan
Perhitungan upah (Rp/pohon) Upah borongan (Rp/pohon) = Upah borongan ( Rp/m3) x volume (m3/pohon)
b. Upah berdasarkan produktivitas kerja
Perhitungan upah (Rp/hari)
diketahui dari UMR Kalimantan Tengah dan gaji tenaga terampil
kehutanan.
Perhitungan upah (Rp/m3) dan (Rp/pohon)
Upah produktivitas (Rp/pohon) =
Upah produktivitas (Rp/pohon) =
Upah produktivitas (Rp/m3) =
4
4. Perhitungan biaya pemanenan
Biaya total pemanenan (Rp/m³) = Biaya total penebangan (Rp/m³) + Biaya total
penyaradan (Rp/m³) + Biaya total kupas kulit
(Rp/m³) + Biaya total muat (Rp/m³) + Biaya total
angkut (Rp/m³) + Biaya total bongkar (Rp/m³)
Wiradinata(1989)
Biaya Usaha (Rp/jam) x Prestasi kerja (jam/pohon)
Biaya Mesin (Rp/jam) + Upah Pekerja (Rp/jam)
Wiradinata(1981)
Biaya tetap (Rp/jam) + Biaya Variabel (Rp/jam)
Keterangan :
M = harga alat baru (Rp)
R = harga rongsokan (Rp)
N = umur pakai alat (tahun)
Y% = persentase pajak (%)
Biaya total kegiatan (Rp/m³)
Total produksi
pohon yang
didapat
Biaya kegiatan (Rp/pohon)
Biaya Usaha (Rp/jam)
Prestasi kerja yang
di dapat untuk
setiap pohon per
satuan waktu
Biaya Mesin (Rp/jam)
1. Sistem upah
borongan
2. Sistem upah
berdasarkan
produktivitas
kerja:
- UMR (Rp/jam)
- Gaji tenaga
terampil (Rp/jam)
Biaya Tetap (Rp/jam) Depresiasi + Pajak
-Depresiasi (Rp/jam) =
-Pajak (Rp/jam) = y% x M
Biaya Variabel (Rp/jam)
-Biaya pemeliharaan/perbaikan
(Rp/jam)
-Biaya sparepart (Rp/jam)
-Biaya bahan bakar (Rp/jam)
-Biaya pelumas/oli (Rp/jam)
5
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Lokasi Penelitian
PT Dasa Intiga merupakan salah satu IUPHHK HA yang terletak di
Provinsi Kalimantan Tengah, Kabupaten Kapuas, Kecamatan Kapuas Tengah dan
Timpah. Perusahaan ini memiliki luas areal kerja ± 131 850 ha dan secara
geografis terletak pada koordinat 00°6’-01°33’ LU dan 114°17’-114°39’ BT.
Areal tersebut berada pada kelompok hutan sungai Kuatan sampai sungai Hyang
dan termasuk dalam DAS Kapuas (Sub DAS Kuatan dan Sub DAS Hyang).
Berdasarkan peta tanah Provinsi Kalimantan Tengah skala 1:500 000 (PPT
tahun 1993), tanah-tanah di wilayah ini dibedakan menjadi 2 jenis ordo, yaitu
podsolik merah kuning dan podsol. Berdasarkan peta topografi skala 1:250 000,
secara umum areal kerjanya mempunyai bentuk wilayah datar sampai landai
dengan kelas kelerengan berkisar dari 0-15%. Ketinggian tempat berkisar antara
100-300 m dpl. Menurut sistem klasifikasi Schimdt dan Forguson (1952), iklim
disekitar areal kerja termasuk dalam iklim tipe A (sangat basah) dimana rasio
bulan kering dengan bulan basah menujukan bilangan yang relatif kecil dengan
nilai Q=9%. Data selama 10 tahun (2001-2011) yang tercatat di stasiun
meteorologi dan geofisika Kuala Kapuas menujukan bahwa curah hujan rata-rata
tahunan 2 183 milimeter dengan jumlah hari hujan 144 hari, sedangkan rata-rata
CH bulanan adalah 182 milimeter dengan jumlah hari hujan rata-rata 12 hari.
Kawasan hutan di PT Dasa Intiga terdiri dari Hutan Produksi Tetap (HP), Hutan
Produksi Terbatas (HPT), Kawasan Pengembangan Produksi (KPP) dan Kawasan
Pemukiman dan Penggunaan Lainnya (KPPL).
Produktivitas Pemanenan Hutan
Menurut ILO (1979) produktivitas merupakan rumusan dari hasil
perbandingan antara keluaran (output) dan masukan (input). Budiaman (2002)
membandingkan 2 kelas diameter pohon dan menyatakan bahwa pengerjaan
pohon berdiameter 50 cm berbeda dengan pengerjaan pohon berdiameter 100 cm.
Pohon berdiameter 100 cm dapat mempengaruhi besarnya volume dan juga dapat
mempengaruhi hasil dari produktivitas kerja, dimana volume merupakan salah
satu variabel pembentuk dari produktivitas. Hasil dari perhitungan produktivitas
pemanenan hutan untuk setiap kegiatannya ternyata berbeda, meskipun besaran
volume yang dikerjakan untuk setiap kelas diameternya sama. Hal ini disebabkan
oleh faktor-faktor pembentuk produktivitas yaitu pendidikan, keterampilan,
disiplin, motivasi, sikap dan etika, tingkat penghasilan, lingkungan dan iklim
kerja, teknologi serta sarana produksi (Sumarsono 2003). Hasil produktivitas
untuk kegiatan penebangan, penyaradan dan kupas kulit akan disajikan pada Tabel
1.
6
Tabel 1 Produktivitas penebangan, penyaradan dan kupas kulit
Kelas
diameter
(cm)
Rata-rata hasil
Kegiatan
Penebangan Penyaradan Kupas
kulit
40-60
Volume (m³) 37.79 37.79 37.79
Waktu kerja (jam) 1.99 1.56 2.05
Produktivitas (m³/jam) 24.15 25.17 18.88
61-80
Volume (m³) 115.88 115.88 115.88
Waktu kerja (jam) 4.01 3.31 4.46
Produktivitas (m³/jam) 34.96 45.54 26.63
81-100
Volume (m³) 148.14 148.14 148.14
Waktu kerja (jam) 3.60 3.16 4.64
Produktivitas (m³/jam) 48.32 53.82 31.61
>100
Volume (m³) 106.01 106.01 106.01
Waktu kerja (jam) 4.71 1.27 2.67
Produktivitas (m³/jam) 34.79 82.76 39.60
Pada Tabel 1 nilai volume disamaratakan antara kegiatan penebangan,
penyaradan dan juga untuk kegiatan kupas kulit. Produktivitas tertinggi untuk
kegiatan penebangan terletak pada kelas diameter (81-100) cm sebesar 48.32
m³/jam, sedangkan untuk kegiatan penyaradan dan kupas kulit produktivitas
tertinggi terletak pada kelas diameter >100 cm sebesar 82.76 m³/jam dan 39.60
m³/jam. Data tersebut memperlihatkan bahwa produktivitas tertinggi dari ketiga
kegiatan tersebut terletak pada kelas diameter besar. Sejalan dengan Budiaman
(2002) yang menyatakan bahwa semakin besar diameter dalam pengerjaan pohon
akan menghasilkan volume yang tinggi dan begitupula untuk produktivitas
kerjanya. Sedangkan untuk hasil dari produktivitas terendah terletak pada kelas
diameter (40-60) cm untuk ketiga kegiatan tersebut, untuk lebih jelasnya dapat di
lihat pada Lampiran 1.
Pengerjaan kegiatan muat dan bongkar di perusahaan ini menggunakan
jenis alat yang sama yaitu Wheel Loader Caterpillar 980C. Pembagian unit Loader
diantaranya yaitu untuk kegiatan muat di petak tebang sebanyak 2 unit Loader dan
kegiatan bongkar di logpond sebanyak 1 unit Loader. Hasil dari produktivitas
untuk kegiatan muat dan bongkar akan disajiakan pada Tabel 2.
Tabel 2 Produktivitas muat dan bongkar
Jenis kendaraan Rata-rata hasil Kegiatan
Muat Bongkar
Wheel Loader Caterpillar
980 C
Volume (m³) 32.16 32.16
Waktu kerja (jam) 0.31 0.36
Produktivitas (m³/jam) 102.64 90.17
7
Berdasarkan Tabel 2 menjelaskan bahwa volume untuk kegiatan muat dan
bongkar memiliki nilai yang sama sebesar 32.16 m³. Waktu kerja yang dihasilkan
kegiatan muat dan bongkar berbeda, karena adanya faktor keterampilan untuk
masing-masing pekerja di petak tebang dan pekerja di TPK (logpond).
Produktivitas yang dihasilkan oleh kegiatan muat lebih tinggi dibandingkan
dengan produktivitas dari kegiatan bongkar. Hasil produktivitas muat sebesar
102.64 m³/jam dan untuk produktivitas bongkar sebesar 90.17 m³/jam.
Perusahaan memiliki 4 merek logging truk untuk kegiatan pengangkutan,
di antaranya yaitu Renault CBH 340, Kenworth C520, Nissan Diesel TZA520 dan
Westerm Star 6964/S. Keempat merek logging truk tersebut yang dapat beroperasi
di lapangan hanya ada 3 merek yaitu Renault, Kenworth dan Nissan Diesel.
Logging truk merek Westerm Star tidak dapat beroperasi karena adanya
kerusakan pada mesin. Hasil produktivitas angkut dari ketiga jenis logging truk
akan disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3 Produktivitas pengangkutan
Jenis kendaraan Rata–rata hasil Kegiatan angkut
Renault CBH 340
Volume (m³) 35.42
Waktu kerja (jam) 4.58
Produktivitas (m³/jam) 7.74
Kenworth C520
Volume (m³) 35.35
Waktu kerja (jam) 4.55
Produktivitas (m³/jam) 7.76
Nissan Diesel TZA520
Volume (m³) 25.71
Waktu kerja (jam) 4.51
Produktivitas (m³/jam) 5.71
Keterangan : Jarak angkut TPn ke TPK (logpond) adalah 34 km.
Tabel 3 menunjukkan produktivitas yang dihasilkan oleh masing-masing
logging truk, untuk produktivitas tertinggi yaitu pada logging truk merek
Kenworth sebesar 7.76 m³/jam dan terendah pada logging truk merek Nissan
Diesel sebesar 5.71 m³/jam. Rata-rata waktu kerja yang dihasilkan oleh ketiga
merek logging truk tersebut hampir sama, diantaranya untuk Renault yaitu 4.58
jam, Kenworth yaitu 4.55 jam dan Nissan Diesel yaitu 4.51 jam. Pada awalnya
sistem pengangkutan yang diterapkan oleh perusahaan yaitu mengangkut semua
kayu tanpa adanya batasan untuk kapasitas angkut logging truk. Sistem tersebut
ternyata kurang efektif untuk diterapkan, karena banyak timbul kecelakaan kerja
akibat beban angkut yang berlebihan, selain itu banyaknya kayu yang jatuh atau
terlempar dari logging truk. Kejadian tersebut membuat pihak perusahaan
memberlakukan sistem baru yaitu memberi kapasitas angkut maksimum untuk
masing-masing merek logging truk. Logging truk merek Renault dan Kenworth
memiliki kapasitas angkut maksimum sebesar 35 m³ dan untuk logging truk
merek Nissan Diesel dan Westerm Star memiliki kapasitas angkut maksimum
sebesar 25 m³. Kapasitas angkut maksimum tersebut mengakibatkan logging truk
8
merek Nissan Diesel akan menghasilkan produktivitas yang lebih rendah
dibandingkan dengan merek logging truk yang lainnya, meskipun waktu kerja
yang dibutuhkan oleh masing-masing logging truk hampir sama.
Biaya Pemanenan
Menurut Elias (1987) biaya merupakan jumlah uang yang akan dibayarkan
untuk menggunakan faktor-faktor produksi atau jasa dan merupakan komponen
dalam menjalankan usaha untuk suatu perusahaan. Komponen biaya pemanenan
diperoleh dari data sekunder perusahaan dan studi literatur. Biaya pemanenan
merupakan penjumlahan dari keseluruhan biaya total kegiatan (Rp/m³) untuk
penebangan, penyaradan, kupas kulit, muat, bongkar dan angkut. Pada penelitian
ini biaya pemanenan dihitung menurut upah borongan dan upah berdasarkan
produktivitas kerja. Biaya pemanenan menurut produktivitas kerja menggunakan
data UMR Kalimantan Tengah sebesar Rp 82 302.32/hari dan data gaji tenaga
terampil sebesar Rp 157 808.16/hari. Hasil dari masing-masing biaya total
kegiatan (Rp/m³) dan rata-rata biaya total pemanenan (Rp/m³) berdasarkan kelas
diameter disajikan pada Tabel 4 sampai Tabel 8.
a. Penebangan
Alat yang digunakan untuk kegiatan penebangan yaitu Chainsaw dengan
merek STHIL 70. Biaya penebangan (Rp/m³) dihitung berdasarkan biaya-biaya
dari alat yang digunakan dan data biaya lain yang di dapat dari perusahaan atau
studi literatur . Biaya penebangan (Rp/m³) tertinggi untuk kegiatan penebangan
terletak pada kelas diameter (40-60) cm dan untuk yang terendah terletak pada
kelas diameter (81-100) cm untuk dua pendekatan sistem upah, lebih jelasnya
dapat dilihat pada Lampiran 2. Hasil biaya penebangan (Rp/m³) disajikan pada
Tabel 4.
Tabel 4 Biaya penebangan menurut perhitungan upah borongan dan upah
produktivitas
Kelas diameter
(cm) Upah borongan (Rp/m³)
Upah produktivitas (Rp/m³)
UMR Tenaga terampil
40-60 2 413.64 1 227.83 1 744.65
61-80 1 643.70 836.16 1 188.11
81-100 1 126.21 572.91 814.06
>100 2 236.88 1 137.91 1 616.88
b. Penyaradan
Alat berat yang digunakan untuk kegiatan penyaradan yaitu Bulldozer
CAT D7G. Biaya penyaradan (Rp/m³) dihitung berdasarkan biaya-biaya dari alat
yang digunakan dan data biaya lain yang di dapat dari perusahaan atau studi
literatur. Berdasarkan hasil perhitungan kegiatan penyaradan memiliki biaya yang
9
paling tinggi dibanding kegiatan pemanenan lainnya. Hal tersebut sejalan dengan
penelitian Siregar (2014) yang juga menyatakan bahwa kegiatan penyaradan
mempunyai biaya tertinggi dibandingkan dengan biaya-biaya dari kegiatan
pemanenan hutan yang lainnya. Biaya penyaradan (Rp/m³) tertinggi terletak pada
kelas diameter (40-60) cm dan untuk yang terendah terletak pada kelas diameter
>100 cm untuk dua pendekatan sistem upah, lebih jelasnya dapat dilihat pada
Lampiran 2. Hasil biaya penyaradan (Rp/m³) disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5 Biaya penyaradan menurut perhitungan upah borongan dan upah
produktivitas
Kelas diameter
(cm) Upah borongan (Rp/m³)
Upah produktivitas (Rp/m³)
UMR Tenaga terampil
40-60 163 786.28 162 582.64 162 973.91
61-80 120 236.44 119 352.84 119 640.07
81-100 96 809.60 96 098.16 96 329.43
>100 49 337.67 48 975.10 49 092.96
c. Kupas kulit
Kegiatan kupas kulit di perusahaan ini masih menggunakan sistem kerja
manual. Pengerjaan kegiatan kupas kulit sebagian besar menggunakan tenaga
manusia. Alat yang digunakan pada kegiatan tersebut adalah alat bantu sejenis
linggis. Biaya kupas kulit (Rp/m³) merupakan biaya paling rendah dibandingkan
dengan kegiatan pemanenan yang lainnya. Alat yang digunakan pada kegiatan
kupas kulit tidak memerlukan perlakuan khusus seperti alat-alat pemanenan yang
lain, maka dari itu biaya untuk kupas kulit tergolong rendah daripada biaya untuk
kegiatan pemanenan yang lainnya. Biaya kupas kulit (Rp/m³) tertinggi terletak
pada kelas diameter (40-60) cm dan yang terendah terletak pada kelas diameter
>100 cm untuk dua pendekatan sistem upah, lebih jelasnya dapat dilihat pada
Lampiran 2. Hasil biaya kupas kulit (Rp/m³) disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6 Biaya kupas kulit menurut perhitungan upah borongan dan upah
produktivitas
Kelas diameter
(cm) Upah borongan (Rp/m³)
Upah produktivitas (Rp/m³)
UMR Tenaga terampil
40-60 1 192.71 575.38 1 099.92
61-80 871.29 420.32 803.51
81-100 700.21 337.79 645.74
>100 576.04 277.89 531.22
d. Muat, bongkar dan angkut
Pada kegiatan muat, bongkar dan angkut hanya memiliki satu rata-rata
biaya (Rp/m³) dan untuk kegiatan tersebut tidak dibagi ke dalam kelas diameter.
10
Biaya untuk kegiatan tersebut disamaratakan untuk biaya (Rp/m³) menggunakan
sistem upah borongan dan biaya (Rp/m³) menggunakan sistem upah berdasarkan
produktivitas kerja. Hal tersebut karena proses administrasi kayu yang
membutuhkan waktu cukup lama, sedangkan pelaksanaan penelitian ini terbatas
oleh waktu. Sehingga dalam penelitian ini, kegiatan muat, bongkar dan angkut
dilakukan pada kayu yang berbeda dari kegiatan penebangan, penyaradan dan
kupas kulit. Hasil biaya (Rp/m³) muat, bongkar dan angkut disajikan pada Tabel
7.
Tabel 7 Biaya muat, bongkar dan angkut
Kegiatan Upah borongan (Rp/m³) Upah produktivitas (Rp/m³)
UMR Tenaga terampil
Muat 11 225.42 11 225.42 11 225.42
Bongkar 11 774.88 11 774.88 11 774.88
Angkut 87 156.86 87 156.86 87 156.86
e. Biaya total pemanenan
Biaya total pemanenan merupakan penjumlahan dari biaya-biaya kegiatan
pemanenan hutan yaitu penebangan, penyaradan, kupas kulit, muat, bongkar dan
angkut. Biaya total pemanenan dengan menggunakan sistem upah borongan lebih
besar dibandingkan dengan biaya total pemanenan menggunakan sistem upah
berdasarkan produktivitas kerja. Sistem upah yang sebenarnya efektif untuk
digunakan oleh perusahaan adalah sistem upah berdasarkan produktivitas kerja,
akan tetapi perusahaan menerapkan sistem upah borongan. Rekapitulasi biaya
total pemanenan (Rp/pohon) dan (Rp/m³) disajikan pada Tabel 8.
Tabel 8 Biaya total pemanenan menurut kelas diameter dengan dua sistem upah
Kelas diameter
(cm)
Upah borongan
(Rp/m³)
Upah berdasarkan produktivitas (Rp/m³)
UMR Tenaga terampil
40-60 277 549.79 274 543.00 275 975.63
61-80 232 908.58 230 766.47 231 788.84
81-100 208 793.18 207 166.02 207 946.38
>100 162 307.75 160 548.05 161 398.22
Berdasarkan hasil perhitungan, semakin kecil kelas diameter maka biaya
pemanenan (Rp/m³) yang dibutuhkan semakin tinggi. Begitupula sebaliknya
semakin besar kelas diameter maka biaya pemanenan semakin rendah. Rakhman
(2004) menyatakan bahwa semakin besar produktivitas kerja maka semakin kecil
biaya (Rp/m³) yang dikeluarkan, karena biaya berkaitan erat dengan produktivitas
kerjanya. Pada penelitian ini produktivitas kerja tertinggi terletak pada kelas
diameter besar, sehingga pada kelas diameter tersebut biaya total pemanenan yang
dihasilkan rendah. Biaya dengan menggunakan sistem upah berdasarkan
produktivitas kerja ternyata lebih efektif untuk diterapkan oleh perusahaan
11
dibandingkan menggunakan sistem upah borongan. Hal tersebut terjadi karena
biaya total pemanenan yang dihasilkan menggunakan sistem upah berdasarkan
produktivitas kerja lebih rendah.
Hasil rata-rata biaya total pemanenan berdasarkan upah borongan sebesar
Rp 220 389.82/m³ dan untuk sistem upah berdasarkan produktivitas kerja
menggunakan UMR dan gaji tenaga terampil sebesar Rp 218 255.89/m³ dan Rp
219 277.27/m³. Penelitian Siregar (2014) juga menghitung besaran biaya
pemanenan hutan, dimana untuk biaya pemanenan (Rp/m³) yang dihasilkan
sebesar Rp 345 665/m³ dengan menggunakan sistem upah borongan. Apabila
dibandingkan dengan penelitian tersebut, biaya total pemanenan (Rp/m³) di
perusahaan ini masih relatif lebih rendah.
Upah Pemanenan
Pengupahan merupakan kerangka bagaimana upah diatur dan ditetapkan
sistemnya. Pengupahan di Indonesia pada umumnya didasarkan pada tiga fungsi
upah, yaitu : (a) menjamin kehidupan yang layak bagi pekerja dan keluarganya;
(b) mencerminkan imbalan atas hasil kerja seseorang; (c) menyediakan insentif
untuk mendorong peningkatan produktivitas kerja (Sumarsono 2003). Sistem
upah yang digunakan dalam penelitian ini yaitu sistem upah borongan dan sistem
upah berdasarkan produktivitas kerja. Sistem upah borongan merupakan
kesepakatan antara pekerja dan perusahaan, sedangkan sistem upah berdasarkan
produtivitas kerja menggunakan data UMR Kalimantan Tengah sebesar Rp 82
302.32/hari dan data gaji tenaga terampil sebesar Rp 157 808.16/hari. Menurut
Ruky (2006) sistem upah borongan yang paling mendasar adalah pekerja dibayar
atas apa yang mereka hasilkan tanpa didasarkan pada waktu yang digunakan,
sedangkan sistem upah berdasarkan produktivitas kerja harus mengamati berapa
lama waktu yang diperlukan oleh pekerja untuk menghasilkan sebuah produk.
Upah pemanenan menurut volume (Rp/m3) dan upah pemanenan menurut batang
pohon (Rp/pohon) akan disajikan pada Gambar 1 dan Gambar 2.
Gambar 1 Upah pemanenan menurut volume (Rp/m³)
-
5
10
15
20
25
30
35
40-60 61-80 81-100 >100
Up
ah p
eman
enan
(Rp
/m³)
x1
00
0
Kelas diameter (cm)
Upah borongan
UMR
Gaji tenaga
terampil
12
Pada gambar 1 terlihat bahwa upah pemanenan (Rp/m³) berdasarkan
borongan terlihat konstan untuk semua kelas diameter, karena besaran upah
tersebut merupakan hasil kesepakatan antara perusahaan dan pekerja. Kemudian
untuk upah pemanenan berdasarkan produktivitas kerja terus mengalami
penurunan untuk setiap kelas diameternya. Hal tersebut dikarenakan upah
pemanenan berdasarkan produktivitas kerja merupakan hasil bagi antara upah
pemanenan (Rp/pohon) berdasarkan produktivitas kerja dengan volume
(m³/pohon), dimana semakin tinggi kelas diameter maka semakin tinggi pula
volumenya.
Gambar 2 Upah pemanenan menurut batang pohon (Rp/pohon)
Pada gambar 2 terlihat bahwa upah pemanenan (Rp/pohon) berdasarkan
borongan dan produktivitas kerja terus mengalami peningkatan untuk setiap kelas
diameternya. Upah pemanenan (Rp/pohon) berdasarkan borongan lebih tinggi
dibandingkan dengan upah pemanenan (Rp/pohon) berdasarkan produktivitas
kerja. Pada hasil yang didapat terlihat bahwa sistem upah yang paling efektif
untuk diterapkan adalah sistem upah berdasarkan produktivitas kerja, akan tetapi
perusahaan menerapkan sistem upah borongan untuk para pekerjanya. Sumarsono
(2003) menyatakan bahwa besaran upah perlu mencukupi kebutuhan dari pekerja
dan seluruh anggota keluarganya, serta besaran upah yang diinginkan agar sesuai
dengan harapan. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan kepada beberapa
pekerja di lapangan, pekerja menyatakan cukup dan puas dengan besaran upah
yang telah diberikan oleh perusahaan. Perusahaan sudah menerapkan sistem upah
yang sesuai dengan keinginan dan kebutuhan para pekerjanya.
Pemilihan sistem upah borongan oleh perusahaan bertujuan untuk
mensejahterakan para pekerjanya. Besarnya upah yang diberikan menggunakan
sistem upah borongan merupakan bentuk insentif dari perusahaan sebagai upaya
menambah motivasi para pekerja dalam meningkatkan produktivitas kerjanya.
Harapan perusahaan menerapkan sistem upah borongan tersebut ternyata tidak
sejalan dengan kondisi di lapangan. Para pekerja belum memahami maksud dari
penerapan sistem upah borongan tersebut, sehingga dalam pelaksanaan
-
10
20
30
40
50
60
40-60 61-80 81-100 >100
Up
ah p
eman
enan
(Rp
/poh
on
) x 1
00
00
Kelas diameter (cm)
Upah borongan
UMR
Gaji tenaga
terampil
13
kegiatannya pekerja tidak menggunakan waktu kerja dengan baik. Kondisi
tersebut diantaranya pekerja tidak mengikuti jam kerja yang sudah ditetapkan oleh
perusahaan dan banyak waktu tidak efektif selama kegiatan berlangsung. Nilasari
(2016) juga menjelaskan tentang kelemahan dari penggunaan sistem upah
borongan yaitu pekerja cenderung bekerja hanya untuk mencapai kuantitas yang
banyak, sehingga para pekerja menjadi kurang teliti dalam pelaksanaannya serta
produk yang dihasilkan menjadi kurang berkualitas.
Harga Jual Kayu Bulat
Data yang diperoleh dalam penelitian ini hanya mendapatkan harga jual
untuk 2 jenis kayu dengan rata-rata diameter >50 cm. Kedua jenis kayu tersebut
yaitu jenis meranti dan jenis balau, dimana berdasarkan Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia No. 12 Tahun 2014 kedua jenis kayu tersebut masuk ke dalam
kelompok jenis meranti (komersil satu). Peraturan Menteri Kehutanan Republik
Indonesia Nomor : P.68/Menhut-II/2014 menetapkan harga patokan untuk
kelompok jenis meranti (komersil satu) yaitu untuk diameter 30 cm s/d 49 cm
sebesar Rp 730 000/m³ dan untuk diameter >49 cm sebesar Rp 760 000/m³. Harga
jual kayu dapat berbeda-beda tergantung pada permintaan pasar, sehingga tidak
ada harga tetap untuk penjualan kayu. Perusahaan menentukan harga jual (Rp/m³)
untuk kedua jenis tersebut berbeda, dimana perusahaan menjual kayu jenis
meranti diameter 39 cm s/d 49 cm sebesar Rp 1 250 000/m³ dan diameter >50 cm
sebesar Rp 1 400 000/m³. Harga jual kayu jenis balau diameter 39 cm s/d 49 cm
sebesar Rp 2 650 000/m³ dan diameter >50 cm sebesar Rp 2 800 000/m³. Faktor
penentu harga yang ditentukan perusahaan melihat dari lama pengerjaan pada
setiap jenis pohon dan mengikuti harga pasar berdasarkan permintaan terhadap
jenis kayu tersebut. Faktor lain yang mengakibatkan perbedaan harga kayu jenis
balau dan meranti yaitu jenis balau merupakan kayu dengan kelas awet I,II,III dan
kelas kuat I,II. Sedangkan jenis meranti merupakan kayu dengan kelas awet III,IV
dan kelas kuat II,IV. Kekerasan kayu balau jauh lebih tinggi dibandingkan kayu
jenis meranti. Perbedaan lainnya yaitu jenis balau lebih tahan terhadap cuaca
sehingga sering dijadikan sebagai bahan kontruksi di luar ruangan atau bangunan,
sedangkan untuk jenis meranti tidak tahan terhadap cuaca sehingga tidak
dianjurkan digunakan di luar ruangan (Martawijaya et al. 2005). Perbandingan
harga jual kayu jenis meranti dan balau menurut kelas diameter disajikan pada
Gambar 3.
14
Gambar 3 Perbandingan harga jual kayu berdasarkan kelas diameter
Gambar 3 menunjukkan bahwa harga jual balau lebih tinggi dibandingkan
dengan harga jual meranti. Harga terus mengalami peningkatan pada setiap kelas
diameternya. Rata-rata harga jual kayu jenis meranti pada kelas diameter (40-60)
cm sebesar Rp 6 675 103.75, kelas diameter (61-80) cm sebesar Rp 10 934
103.09, kelas diameter (81-100) cm sebesar Rp 20 773 182.76 dan kelas diameter
> 100 cm sebesar Rp 41 702 173.19. Sedangakan untuk harga jual kayu jenis
balau pada kelas diameter (40-60) cm sebesar Rp 12 367 260.93, kelas diameter
(61-80) cm sebesar Rp 18 309 340.00, kelas diameter (81-100) cm sebesar Rp 40
879 063.40 dan kelas diameter > 100 cm sebesar Rp 57 465 865.14. Kelas
diameter ternyata mempengaruhi besar kecilnya harga jual untuk kedua jenis
kayu, karena diameter merupakan salah satu variabel pembentuk dari volume
dimana perhitungan harga jual kayu berdasarkan volume masing-masing kayunya.
Perhitungan pendapatan penjualan jenis meranti dan balau lebih jelasnya dapat
dilihat pada Lampiran 4.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Produktivitas tertinggi yang dihasilkan dalam kegiatan pemanenan hutan
terletak pada kelas diameter (81-100) cm dan >100 cm. Besarnya diameter
mempengaruhi besaran dari volume kayu dan juga mempengaruhi besaran dari
produktivitas kerja. Perhitungan biaya total pemanenan menggunakan sistem upah
berdasarkan produktivitas kerja lebih efektif untuk diterapkan oleh perusahaan
dibandingkan menggunakan sistem upah borongan. Semakin tinggi kelas diameter
kayu maka harga jual kayu akan semakin tinggi pula, dimana untuk rata-rata harga
jual kayu tertinggi terletak pada kelas diameter >100 cm. Harga jual kayu jenis
-
10
20
30
40
50
60
70
40-60 61-80 81-100 >100
Har
ga
jual
(Rp
/m³)
x1
.00
0.0
00
Kelas diameter (cm)
Meranti
Balau
15
balau lebih tinggi dibandingkan kayu jenis meranti, karena adanya perbedaan
kualitas dari kedua jenis kayu tersebut.
Saran
Pada saat pelaksanaan kegiatan pemanenan, mandor tebang harus
melakukan briefing terlebih dahulu dengan semua pekerja agar kegiatan berjalan
sesuai dengan rencana kerja. Perusahaan harus menggunakan sistem pemanenan
hutan ramah lingkungan (RIL) dalam pelaksanaan kegiatan pemanenan hutan.
DAFTAR PUSTAKA
Budiaman A. 1996. Diktat Kuliah Dasar-Dasar Teknik Pemanenan Kayu untuk
Program Pendidikan Pelaksana Pemanenan (SOI). Bogor (ID) : Fakultas
Kehutanan IPB.
__________. 2002. Waktu kerja dan produktivitas penebangan kayu penuh
(Whole Tree) pada pengusahaan hutan alam. Jurnal Teknologi Hasil Hutan
XV(2) : halaman 5.
Elias. 1987. Analisis Biaya Eksploitasi Hutan. Bogor (ID) : Fakultas Kehutanan
IPB.
[ILO]. International Labour Office. 1975. Penelitian Kerja dan Produktivitas.
Wetik JL, penerjemah Sadiman J, editor. Jakarta (ID) : Erlangga.
Terjemahan dari Introduction to work study.
Martawijaya A, Kartasujana I, Kadir K, Prawira SA. 2005. Atlas Kayu Indonesia
Jilid I. Bogor (ID) : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan.
Niebel BW, Freivalds A. 1999. Methods, Standar and Work Design. Singapore
(SG) : McGraw-Hill Book.
Nilasari S. 2016. Panduan Praktis Menyusun Sistem Penggajian dan Benefit.
Jakarta (ID) : Niaga Swadaya.
Nugroho B. 2002. Analisis Biaya Proyek Kehutanan. Bogor (ID) : Yayasan
Penerbit Fakultas Kehutanan IPB.
[PT Dasa Intiga]. 2012. Dokumen Rencana Kerja Umum (RKU) Periode 2012 s/d
2021. BC Hyang Sakti (ID) : PT Dasa Intiga.
Rakhman A. 2004. Studi analisis biaya penyaradan dengan forwarder di HPHTI
PT Musi Persada [skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.
Republik Indonesia. 2014. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 12
Tahun 2014 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan
Pajak yang Berlaku Pada Kementerian Kehutanan . Jakarta (ID) : Sekretariat
Negara.
Republik Indonesia. 2014. Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia
Nomor : P.68/Menhut-II/2014 tentang Penetapan Harga Patokan Hasil
Hutan untuk Penghitungan Provisi Sumberdaya Hutan, Ganti Rugi Tegakan
dan Penggantian Nilai Tegakan. Jakarta (ID) : Sekretariat Negara.
Republik Indonesia. 2014. Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia
Nomor : P.65/Menhut-II/2014 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri
16
Kehutanan Nomor : P.11/Menhut-II/2009 tentang Sistem Silvikultur dalam
Areal Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Pada Hutan Produksi.
Jakarta (ID) : Sekretariat Negara.
Ruky AS. 2006. Manajemen Penggajian & Pengupahan untuk Karyawan
Perusahaan. Jakarta (ID) : PT Gramedia Pustaka Utama.
Siregar LNS. 2014. Analisis biaya pemanenan kayu di salah satu IUPHHK-HA di
Papua Barat [skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.
Sumarsono S. 2003. Ekonomi Manajemen Sumberdaya Manusia dan
Ketenagakerjaan. Yogyakarta (ID) : Graha Ilmu.
Wiradinata S. 1981. Pengantar Analisis Biaya Pembalakan. Bogor (ID) : Fakultas
Kehutanan IPB.
__________. 1989. Manual Perhitungan Biaya Pemblakan. Bogor (ID) : Fakultas
Kehutanan IPB.
17
LAMPIRAN
Lampiran 1 Rata-rata produktivitas penebangan, penyaradan dan kupas kulit
Kelas
diameter
(cm)
Diameter
(cm)
Volume
(m3)
Penebangan Penyaradan Kupas kulit
Waktu
kerja (jam)
Produktivitas
(m³/jam)
Rata-rata
produktivitas
(m³/jam)
Waktu
kerja (jam)
Produktivitas
(m³/jam)
Rata-rata
produktivitas
(m³/jam)
Waktu
kerja
(jam)
Produktivitas
(m³/jam)
Rata-rata
produktivitas
(m³/jam)
55.75 5.12 0.24 21.47 0.18 28.6 0.21 24.11
56.25 4.84 0.25 19.28
0.21 23.16
0.24 19.9
57 5.1 0.15 33.74
0.25 20.78
0.24 21.06
40-60 58.25 5.06 0.15 33.74
24.15 0.27 18.49
25.17 0.33 15.56
18.88
58.5 5.1 0.15 34.41 0.17 30.78 0.22 23.7
59 3.28 0.22 15
0.15 21.43
0.27 12.31
59.5 4.86 0.17 28.89
0.21 22.85
0.32 15.29
60.25 4.42 0.66 6.67 0.13 35.24 0.23 19.11
61.75 5.99 0.2 30.23 0.21 28.74 0.36 16.86
62.25 5.48 0.17 31.65
0.16 33.25
0.27 20.06
62.75 6.8 0.18 38.31
0.21 32.13
0.2 33.78
63 4.67 0.23 20.73
0.25 18.76
0.38 12.42
65.5 7.75 0.23 33.39
0.56 13.89
0.28 27.75
65.5 9.77 0.19 51.86
0.24 40.28
0.28 35.34
67.25 5.68 0.21 27.11
0.21 27.27
0.18 31.33
61-80 70 6.54 0.92 7.08 34.96 0.08 77.23 45.54 0.26 24.72 26.63
73 8.99 0.41 21.87
0.13 69.36
0.29 30.75
74 9.89 0.21 46.45
0.26 37.86
0.3 33.51
74.5 6.54 0.27 24.16
0.13 48.59
0.29 22.54
18
Lanjutan lampiran 1
Kelas
diameter
(cm)
Diameter
(cm)
Volume
(m3)
Penebangan Penyaradan Kupas kulit
Waktu
kerja (jam)
Produktivitas
(m³/jam)
Rata-rata
produktivitas
(m³/jam)
Waktu
kerja (jam)
Produktivitas
(m³/jam)
Rata-rata
produktivitas
(m³/jam)
Waktu
kerja
(jam)
Produktivitas
(m³/jam)
Rata-rata
produktivitas
(m³/jam)
75 9.71 0.19 50.6
0.16 59.6
0.33 29.78
78.5 9.67 0.2 47.66
0.11 90.98
0.32 30.6
78.5 7.74 0.19 40.38
0.47 16.6
0.32 24.31
79.5 10.67 0.2 52.89 0.12 88.52 0.42 25.7
81.5 14.6 1.07 13.65 0.26 55.34 0.37 39.96
82 11.08 0.27 40.85 0.75 14.71 0.44 25.13
82.75 12.9 0.26 48.99 0.21 61.43 0.43 30
85.75 7.79 0.23 33.68 0.36 21.92 0.31 25.04
81-100 90.25 17.9 0.28 63.26 48.32
0.26 68.95 53.82
0.6 29.86 31.61
92.25 10.35 0.25 42.18 0.24 43.29 0.42 24.59
92.25 17.7 0.27 66.1 0.24 74.02 0.5 35.55
93.25 17.41 0.27 64.79 0.26 68.04 0.52 33.23
97.5 16.42 0.36 45.33 0.29 56.13 0.51 32.03
100 21.98 0.34 64.39 0.3 74.38 0.54 40.68
101 28.03 0.38 74.41 0.27 102.66 0.56 50.02
102.3 13.95 1.33 10.49 0.23 59.67
0.5 28.14
>100 108 20.14 0.36 56.03 34.79 0.23 88.09 82.76 0.51 39.46 39.6
117.5 27.09 1.35 20.1 0.31 86.94
0.54 50.61
133.5 16.79 1.3 12.92 0.22 76.43 0.56 29.78
19
Lampiran 2 Rata-rata biaya total penebangan, penyaradan dan kupas kulit
Kelas
diameter
(cm)
B. Tetap
(Rp/jam)
B. Variabel
(Rp/jam)
B. Mesin
(Rp/jam)
B. Usaha (Rp/jam) B. Total Penebangan (Rp/m³)
Borongan UMR
Tenaga
terampil Borongan UMR
Tenaga
terampil
40-60 1,463.21 10,671.74 12,134.95 44,078.24 22,422.74 31,860.97 2,413.64 1,227.83 1,744.65
61-80 1,463.21 10,671.74 12,134.95 44,078.24 22,422.74 31,860.97 1,643.70 836.16 1,188.11
81-100 1,463.21 10,671.74 12,134.95 44,078.24 22,422.74 31,860.97 1,126.21 572.91 814.06
>100 1,463.21 10,671.74 12,134.95 44,078.24 22,422.74 31,860.97 2,236.88 1,137.91 1,616.88
Kelas
diameter
(cm)
B. Tetap
(Rp/jam)
B. Variabel
(Rp/jam)
B. Mesin
(Rp/jam)
B. Usaha (Rp/jam) B. Total Penyaradan (Rp/m³)
Borongan UMR Tenaga
terampil Borongan UMR
Tenaga
terampil
40-60 3,010,033.44 901,518.82 3,911,552.26 3,950,874.46 3,921,840.05 3,931,278.28 163,786.28 162,582.64 162,973.91
61-80 3,010,033.44 901,518.82 3,911,552.26 3,950,874.46 3,921,840.05 3,931,278.28 120,236.44 119,352.84 119,640.07
81-100 3,010,033.44 901,518.82 3,911,552.26 3,950,874.46 3,921,840.05 3,931,278.28 96,809.60 96,098.16 96,329.43
>100 3,010,033.44 901,518.82 3,911,552.26 3,950,874.46 3,921,840.05 3,931,278.28 49,337.67 48,975.10 49,092.96
Kelas
diameter
(cm)
B. Tetap
(Rp/jam)
B. Variabel
(Rp/jam)
B. Mesin
(Rp/jam)
B. Usaha (Rp/jam) B. Total Kupas kulit (Rp/m³)
Borongan UMR Tenaga
terampil Borongan UMR
Tenaga
terampil
40-60 15.33 50 65.33 21,460.96 10,353.12 19,791.35 1,192.71 575.38 1,099.92
61-80 15.33 50 65.33 21,460.96 10,353.12 19,791.35 871.29 420.32 803.51
81-100 15.33 50 65.33 21,460.96 10,353.12 19,791.35 700.21 337.79 645.74
>100 15.33 50 65.33 21,460.96 10,353.12 19,791.35 576.04 277.89 531.22
20
Lampiran 3 Rata-rata biaya total muat, bongkar dan angkut
Kegiatan B. Tetap
(Rp/jam)
B. Variabel
(Rp/jam)
B. Mesin
(Rp/jam)
B. Usaha (Rp/jam) B. kegiatan (Rp/m³)
Borongan UMR Tenaga
terampil Borongan UMR
Tenaga
terampil
Muat 585,284.28 546,173.19 1,131,457.47 1,139,308.30 1,139,308.30 1,139,308.30 11,225.42 11,225.42 11,225.42
Bongkar 585,284.28 474,713.30 1,059,997.58 1,066,119.41 1,066,119.41 1,066,119.41 11,774.88 11,774.88 11,774.88
Angkut 151,895.21 429,550.85 595,749.42 595,749.42 595,749.42 595,749.42 87,156.86 87,156.86 87,156.86
21
Lampiran 4 Pendapatan penjualan jenis meranti dan balau
No. Jenis Kelas diameter
(cm) Diameter (cm)
Volume
(m3) Harga jual (Rp/m3)
Harga jual
(Rp)
1 Meranti 55.75 5.12 1,400,000.00 7,173,097.44
2 Meranti
56.25 4.84 1,400,000.00 6,780,744.14
3 Meranti
57 5.1 1,400,000.00 7,141,302.00
4 Meranti 40-60
58.25 5.06 1,400,000.00 7,085,053.81
5 Meranti 58.5 5.1 1,400,000.00 7,146,000.23
6 Meranti
59 3.28 1,400,000.00 4,590,742.80
7 Meranti
59.5 4.86 1,400,000.00 6,808,785.81
8 Balau 60.25 4.42 2,800,000.00 12,367,259.93
9 Meranti 61.75 5.99 1,400,000.00 8,381,111.38
10 Meranti
62.25 5.48 1,400,000.00 7,665,648.64
11 Meranti
62.75 6.8 1,400,000.00 9,520,238.61
12 Meranti
63 4.67 1,400,000.00 6,542,896.50
13 Meranti
65.5 7.75 1,400,000.00 10,844,464.93
14 Meranti
65.5 9.77 1,400,000.00 13,673,455.78
15 Meranti
67.25 5.68 1,400,000.00 7,952,473.90
16 Balau 61-80 70 6.54 2,800,000.00 18,309,340.00
17 Meranti
73 8.99 1,400,000.00 12,591,627.65
18 Meranti
74 9.89 1,400,000.00 13,841,685.20
19 Meranti
74.5 6.54 1,400,000.00 9,149,587.13
20 Meranti
75 9.71 1,400,000.00 13,600,125.00
21 Meranti
78.5 9.67 1,400,000.00 13,544,625.50
22 Meranti
78.5 7.74 1,400,000.00 10,835,700.40
23 Meranti 79.5 10.67 1,400,000.00 14,933,802.71
24 Balau 81.5 14.6 2,800,000.00 40,879,063.40
25 Meranti
82 11.08 1,400,000.00 15,518,319.60
26 Meranti
82.75 12.9 1,400,000.00 18,061,130.85
27 Meranti
85.75 7.79 1,400,000.00 10,909,371.18
28 Meranti 81-100 90.25 17.9 1,400,000.00 25,063,986.33
29 Meranti
92.25 10.35 1,400,000.00 14,496,465.97
30 Meranti
92.25 17.7 1,400,000.00 24,784,280.52
31 Meranti
93.25 17.41 1,400,000.00 24,368,879.13
32 Meranti
97.5 16.42 1,400,000.00 22,984,211.25
33 Meranti 100 21.98 1,400,000.00 30,772,000.00
34 Meranti 101 28.03 1,400,000.00 39,238,146.50
35 Balau
102.3 13.95 2,800,000.00 39,066,386.54
36 Meranti >100 108 20.14 1,400,000.00 28,201,219.20
37 Balau
117.5 27.09 2,800,000.00 75,865,343.75
38 Meranti 133.5 16.79 1,400,000.00 23,503,983.30
22
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Desa Petung, Kecamatan Curahdami, Kabupaten
Bondowoso, Provinsi Jawa Timur pada tanggal 07 Agustus 1993 dari Ayah Horsis
dan Ibu Anik Ning Rahayu. Penulis anak pertama dari dua bersaudara. Pendidikan
dasar ditempuh di SDN 04 Bondowoso dan lulus tahun 2006 kemudian
melanjutkan pendidikan menengah pertama ke SMPN 2 Bondowoso dan lulus
tahun 2009. Tahun 2012 penulis lulus SMA 1 Tenggarang, Bondowoso dan pada
tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB)
melalui jalur SNMPTN undangan dan diterima di Departemen Manajemen Hutan,
Fakultas Kehutanan.
Selama mengikuti perkuliahan di IPB, penulis aktif di organisasi
mahasiswa daerah Ikatan Putra Putri Bondowoso (IKAPINDO), organisasi
Himpunan Profesi Forest Management Students club (FMSC) sebagai anggota
Kelompok Studi Sosial Kebijakan dan Divisi Keprofesian 2013-2014. Penulis
juga pernah mengikuti kepanitiaan Temu Manajer (TM) departemen Manajemen
Hutan tahun 2014. Kepanitiaan dalam acara Aksi Lingkungan (AKLING) tahun
2014 serta kepanitian lain dalam berbagai acara Fakultas Kehutanan dan IPB.
Penulis juga melakukan beberapa kegiatan praktek lapang yaitu Praktek
Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di jalur Gunung Syawal-Pangandaran tahun
2014. Praktek Pengelolaan Hutan (P2H) di hutan Pendidikan Gunung Walat Jawa
Barat dan KPH Cianjur pada tahun 2015, dan Praktek Kerja Lapang (PKL) di
IUPHHK HA PT Dasa Intiga Provinsi Kalimantan Tengah pada bulan Februari
sampai April tahun 2016, dan pada bulan Maret sampai April penulis juga
melakukan penelitian di IUPHHK HA PT Dasa Intiga Provinsi Kalimantan
Tengah, sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada
Program Studi Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan IPB dengan judul “Analisis
Produktivitas Pemanenan Kayu Berdasarkan Perbandingan Ukuran Pohon di PT
Dasa Intiga Kalimantan Tengah” di bawah bimbingan Dr Ir Bahruni, MS.