analisis pola konsumsi mahasiswa terhadap … · menimbulkan perbedaan pengambilan keputusan dalam...
TRANSCRIPT
ANALISIS POLA KONSUMSI MAHASISWA
TERHADAP PANGAN ASAL TERNAK (Studi Kasus: Mahasiswa Program Sarjana Fakultas Ekonomi dan
Manajemen Institut Pertanian Bogor Tahun Masuk 2011)
AGUSTIN NEORIMA
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Analisis Pola Konsumsi
Mahasiswa Terhadap Pangan Asal Ternak (Studi Kasus: Mahasiswa Program
Sarjana Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor Tahun Masuk
2011) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta
dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2015
Agustin Neorima
NIM H44100056
ABSTRAK
AGUSTIN NEORIMA. Analisis Pola Konsumsi Mahasiswa Terhadap Pangan
Asal Ternak (Studi Kasus: Mahasiswa Program Sarjana Fakultas Ekonomi dan
Manajemen Institut Pertanian Bogor Tahun Masuk 2011). Dibimbing oleh
UJANG SEHABUDIN.
Mahasiswa FEM memiliki karakteristik yang beragam sehingga
menimbulkan perbedaan pengambilan keputusan dalam konsumsi, salah satunya
konsumsi pangan asal ternak. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pola
konsumsi pangan asal ternak, mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi
permintaan pangan asal ternak, dan menganalisis tingkat elastisitas harga dan
pendapatan dari pangan asal ternak dengan penerapan model Almost Ideal
Demand System (AIDS). Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi
pendapatan mahasiswa maka semakin rendah total pengeluaran mahasiswa yang
dialokasikan untuk konsumsi pangan asal ternak. Proporsi terbesar dari total
pengeluaran mahasiswa FEM digunakan untuk konsumsi daging ayam ras, diikuti
oleh susu sapi, telur ayam ras, dan daging sapi. Variabel harga sendiri, harga silang,
total pengeluaran, dummy jenis kelamin, dummy status tempat tinggal cenderung
dominan berpengaruh secara signifikan terhadap proporsi pengeluaran pangan asal
ternak pada taraf nyata (α) 0,10. Elastisitas harga sendiri daging sapi, daging ayam
ras, dan telur ayam ras bersifat inelastis sedangkan elastistas harga sendiri susu
sapi bersifat elastis. Sebagian besar elastisitas harga silang bertanda negatif,
pangan asal ternak memiliki hubungan komplementer dengan pangan asal ternak
lainnya. Elastisitas pendapatan daging ayam ras dan telur ayam ras bernilai kurang
dari satu yang mengartikan bahwa komoditas tersebut merupakan kebutuhan
pokok. Elastisitas pendapatan daging sapi dan susu sapi bernilai lebih besar dari
satu yang mengartikan bahwa komoditas ini dianggap barang mewah.
Kata kunci: elastisitas, model Almost Ideal Demand System (AIDS), pangan asal
ternak, permintaan, pola konsumsi
ABSTRACT
AGUSTIN NEORIMA. An Analysis of Consumption Pattern of Students to The
Food from Livestock. (Case Studies: Undergraduate Students of FEM IPB Period
2011). Supervised by UJANG SEHABUDIN.
FEM Students have a diverse characteristic, which rise to differences in
consumption decisions, one of which is the consumption of the food from
livestock. This study aims to analyze the consumption pattern of the food from
livestock, identify the factors that influence the demand for the food from
livestock, and analyze the level of price and income elasticity of the food from
livestock with the application of the Almost Ideal Demand System (AIDS) model.
The results of this studies showed that the higher the students income, the lower
the total expenditure of FEM students allocated to consumption of food from
livestock. The largest proportion of total expenditure of FEM students is used for the
consumption of chicken meat, followed by cow’s milk, eggs of chicken, and beef.
The own price variable, cross-price, total expenditure, gender, residence status
tends to be dominant significantly affect the proportion of food from livestock
expenditure on the real level (α) of 0,10. The own price elasticity of beef, chicken
meat, and eggs is inelastic while the own price elasticity of cow’s milk is elastic.
Most of cross-price elasticity have negative sign, its mean that the livestock has
the complementary relationship with other food from livestock. The income
elasticity for chicken meat, and eggs of chicken shown the value less than one, its
mean that commodities are a staple goods. The income elasticity for beef and
cow’s milk shown the value more than one, its mean that commodity is considered
luxury good.
Keywords: Almost Ideal Demand System (AIDS) Model, consumption patterns,
demand, elasticity, food from livestock
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan
ANALISIS POLA KONSUMSI MAHASISWA
TERHADAP PANGAN ASAL TERNAK (Studi Kasus: Mahasiswa Program Sarjana Fakultas Ekonomi dan
Manajemen Institut Pertanian Bogor Tahun Masuk 2011)
AGUSTIN NEORIMA
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-
Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian ini dilaksanakan
sejak bulan Maret 2014 mengambil topik tentang pola konsumsi dengan judul
Analisis Pola Konsumsi Mahasiswa Terhadap Pangan Asal Ternak (Studi Kasus:
Mahasiswa Program Sarjana Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian
Bogor Tahun Masuk 2011).
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Ir. Ujang Sehabudin, M.Si
selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan, saran, dan
kritik dalam penyusunan skripsi ini. Terima kasih kepada Bapak Adi Hadianto,
SP, M.Si selaku dosen penguji utama dan Ibu Hastuti SP, M.Si selaku dosen
perwakilan departemen yang telah memberikan banyak masukan dalam penulisan
skripsi ini. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada kedua orangtua
tercinta, yaitu H. Imam Subikhi, SE dan Hj. Nurbaini, kedua adik tersayang Esar
dan Shafa, serta seluruh keluarga besar atas doa, kasih sayang, dan dukungannya.
Terima kasih kepada ketua angkatan 48 (Faisal, Vozu, Yogo, Rayyan, dan Amin)
dan seluruh mahasiswa FEM angkatan 48 atas kerjasamanya dalam membantu
pengisian kuesioner penelitian; Angga Priandhika yang selalu menemani saat
jenuh, memberikan doa, bantuan serta dukungan; sahabat-sahabat (Nurul Puspita,
Amalia Dwi Marseva, Nana Winnit, Suci Angraini, Puti, Bintang, Summayah),
Marlina, Nindya Shinta IE 47, teman sebimbingan (Adilla, Sri, Jaza, Rendy R,
Rendy M, Andry, Firmansyah), serta keluarga besar ESL 47 yang selalu
memberikan bantuan dan motivasi; sahabat-sahabat terbaik Tria, Riri, Irma,
Vionita, Riza, Uci, Anggi, Maya, Vindy, Ica, Wati, Ayi, Anes, Putri, yang telah
memberikan doa, bantuan dan dukungan. Semoga skripsi ini bermanfaat.
Bogor, Januari 2015
Agustin Neorima
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL.......................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................. xv
I PENDAHULUAN....................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang.................................................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah............................................................................ 3
1.3 Tujuan Penelitian................................................................................ 4
1.4 Manfaat Penelitian.............................................................................. 5
1.5 Ruang Lingkup Penelitian................................................................... 5
II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................. 7
2.1 Pangan Asal Ternak............................................................................ 7
2.1.1 Daging....................................................................................... 7
2.1.2 Telur........................................................................................... 8
2.1.3 Susu........................................................................................... 8
2.2 Perilaku Konsumen............................................................................. 9
2.3 Teori Permintaan dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya............ 10
2.3.1 Teori Permintaan....................................................................... 10
2.3.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Permintaan........................ 11
2.4 Konsep Elastisitas............................................................................... 14
2.5 Model Almost Ideal Demand System (AIDS)..................................... 17
2.6 Penelitian Terdahulu........................................................................... 20
III KERANGKA PEMIKIRAN..................................................................... 23
IV METODE PENELITIAN.......................................................................... 25
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian.............................................................. 25
4.2 Jenis dan Sumber Data........................................................................ 25
4.3 Metode Pengambilan Sampel............................................................. 25
4.4 Metode Pengelompokan Data............................................................. 26
4.5 Metode Pengolahan dan Analisis Data............................................... 27
4.5.1 Analisis Deskriptif..................................................................... 27
4.5.2 Analisis Almost Ideal Demand System (AIDS)......................... 27
4.5.3 Analisis Elastisitas..................................................................... 31
V GAMBARAN UMUM............................................................................... 33
5.1 Karakteristik Responden..................................................................... 33
5.1.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin............... 33
5.1.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Status Tempat Tinggal.. 33
5.1.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Asal Daerah.................. 34
5.1.4 Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendapatan...... 34
5.1.5 Karakteristik Responden Berdasarkan Pengeluaran untuk
Konsumsi Bahan Makanan........................................................ 35
5.1.6 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Pangan Hewani
yang Paling Sering Dikonsumsi................................................. 36
5.2 Pola Konsumsi Pangan Asal Ternak................................................... 37
5.2.1 Pola Konsumsi Daging Sapi...................................................... 37
5.2.2 Pola Konsumsi Daging Ayam Ras............................................ 40
5.2.3 Pola Konsumsi Telur Ayam Ras................................................ 43
5.2.4 Pola Konsumsi Susu Sapi.......................................................... 46
VI HASIL DAN PEMBAHASAN................................................................. 50
6.1 Analisis Pola Konsumsi Pangan Asal Ternak..................................... 50
6.1.1 Pola Pengeluaran Pangan Asal Ternak...................................... 50
6.1.2 Proporsi Pengeluaran Pangan Asal Ternak Terhadap
Pengeluaran Pangan Asal Ternak Total.................................... 51
6.2 Analisis Permintaan Pangan Asal Ternak........................................... 53
6.3 Elastisitas Permintaan......................................................................... 57
6.3.1 Permintaan Daging Sapi............................................................ 57
6.3.2 Permintaan Daging Ayam Ras................................................... 62
6.3.3 Permintaan Telur Ayam Ras...................................................... 66
6.3.4 Permintaan Susu Sapi................................................................ 71
VII SIMPULAN DAN SARAN..................................................................... 76
7.1 Simpulan............................................................................................. 76
7.2 Saran................................................................................................... 77
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................... 78
LAMPIRAN................................................................................................... 83
RIWAYAT HIDUP........................................................................................ 99
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1 Sasaran skor Pola Pangan Harapan (PPH)...................................... 2
2 Distribusi jumlah mahasiswa program sarjana Institut Pertanian
Bogor berdasarkan fakultas dan tahun masuk................................. 3
3 Distribusi jumlah responden berdasarkan mayor............................ 26
4 Matriks analisis data........................................................................ 27
5 Distribusi jumlah responden berdasarkan jenis kelamin................. 33
6 Distribusi jumlah responden berdasarkan status tempat tinggal .... 34
7 Distribusi jumlah responden berdasarkan asal daerah ................... 34
8 Distribusi jumlah responden berdasarkan tingkat pendapatan ....... 35
9 Distribusi jumlah responden berdasarkan pengeluaran untuk
konsumsi bahan makanan............................................................... 36
10 Distribusi jumlah responden berdasarkan jenis pangan hewani
yang paling sering dikonsumsi........................................................ 36
11 Distribusi jumlah responden berdasarkan frekuensi konsumsi
daging sapi...................................................................................... 38
12 Rata-rata pengeluaran konsumsi daging sapi berdasarkan kategori
sosial ekonomi................................................................................. 39
13 Alasan mahasiswa FEM mengonsumsi daging sapi....................... 40
14 Distribusi jumlah responden berdasarkan frekuensi konsumsi
daging ayam ras.............................................................................. 41
15 Rata-rata pengeluaran konsumsi daging ayam ras berdasarkan
kategori sosial ekonomi................................................................. 41
16 Alasan mahasiswa FEM mengonsumsi daging ayam ras................ 42
17 Distribusi jumlah responden berdasarkan frekuensi konsumsi
telur ayam ras.................................................................................. 43
18 Rata-rata pengeluaran konsumsi telur ayam ras berdasarkan
kategori sosial ekonomi................................................................... 44
19 Alasan mahasiswa FEM mengonsumsi telur ayam ras................... 45
20 Distribusi mahasiswa berdasarkan jenis susu yang dikonsumsi..... 46
21 Distribusi jumlah responden berdasarkan frekuensi konsumsi
susu sapi.......................................................................................... 47
22 Rata-rata pengeluaran konsumsi susu sapi berdasarkan kategori
sosial ekonomi.................................................................................. 48
23 Alasan mahasiswa FEM mengonsumsi susu sapi........................... 49
24 Rata-rata pengeluaran mahasiswa FEM untuk bahan makanan dan bukan bahan makanan berdasarkan kelas pendapatan........................ 50
25 Pengeluaran pangan asal ternak total mahasiswa FEM terhadap
pengeluaran bahan makanan dan total pengeluaran mahasiswa
berdasarkan kategori sosial ekonomi................................................. 51
26 Proporsi terhadap pengeluaran pangan asal ternak total
berdasarkan kategori sosial ekonomi............................................... 52
27 Koefisien dugaan variabel model AIDS untuk masing-masing
pangan asal ternak pada mahasiswa tanpa pengelompokan............ 55
28 Elastisitas permintaan harga sendiri, elastisitas harga silang, dan
elastisitas pendapatan daging sapi berdasarkan kategori sosial
ekonomi........................................................................................... 58
29 Elastisitas permintaan harga sendiri, elastisitas harga silang, dan
elastisitas pendapatan daging ayam ras berdasarkan kategori sosial
ekonomi............................................................................................ 63
30 Elastisitas permintaan harga sendiri, elastisitas harga silang, dan
elastisitas pendapatan telur ayam ras berdasarkan kategori sosial
ekonomi............................................................................................ 67
31 Elastisitas permintaan harga sendiri, elastisitas harga silang, dan
elastisitas pendapatan susu sapi berdasarkan kategori sosial
ekonomi............................................................................................ 71
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1 Tabel Komposisi Pangan Asal Ternak ................................................ 85
2 Distribusi jumlah sampel dengan perbedaan karakteristik .................. 86
3 Kuesioner penelitian......................................................................... 87
4 Hasil output model Almost Ideal Demand System dengan
menggunakan software SAS…….....………………………............ 93
5 Editor SAS pada data mahasiswa tanpa pengelompokan.................. 98
I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pangan mempunyai peran penting bagi kehidupan manusia. Peran utama
pangan adalah untuk memenuhi kebutuhan fisiologis agar bisa hidup sehat, aktif,
dan cerdas. Pangan juga mempunyai peran untuk memenuhi kebutuhan
psikososial, budaya, ekonomi, sekuriti, dan bahkan juga mempunyai peran politik.
Peran pangan secara fisiologis ditinjau dari kandungan gizi pangan dan
manfaatnya bagi kerja jaringan dan organ tubuh untuk hidup sehat (Nugraheni
2013).
Pangan hewani merupakan salah satu bahan pangan yang mempunyai
kandungan gizi tinggi dan mempunyai peranan dalam peningkatan derajat
kesehatan dan kecerdasan. Hal ini dikarenakan protein hewani mengandung asam
amino esensial yang lebih lengkap dan seimbang dibandingkan dengan protein
nabati. Selain itu, protein hewani lebih mudah dicerna dan diabsorpsi, sehingga
mempunyai nilai hayati yang lebih baik (Sudono et al. 1989).
Pentingnya mengonsumsi pangan hewani dalam mencapai kebutuhan gizi
konsumsi pangan yang baik tercermin dalam Pola Pangan Harapan (PPH) (Budiar
2000). Skor Pola Pangan Harapan (PPH) 2010-2014 dapat dilihat pada Tabel 1.
Berdasarkan Tabel 1 sasaran pencapaian kebutuhan gizi dapat tercermin oleh
meningkatnya skor Pola Pangan Harapan (PPH) dari 86,4 pada tahun 2010
menjadi 93,3 pada tahun 2014. Pangan hewani memiliki skor tertinggi setelah
padi-padian sebagai sumber karbohidrat diantara beberapa komoditas pangan. Hal
ini menunjukkan bahwa pangan hewani memiliki peranan strategis dalam
pencapaian kebutuhan gizi konsumsi pangan yang baik.
Daging, telur, dan susu merupakan pangan hewani asal ternak yang paling
banyak dikonsumsi masyarakat. Konsumsi atau permintaan terhadap protein
pangan hewani asal ternak selama tahun 2010-2013 mengalami peningkatan
terhadap komoditas daging sedangkan konsumsi komoditas telur dan susu
mengalami penurunan. Rata-rata konsumsi protein penduduk di Indonesia untuk
kelompok makanan sumber protein hewani, contohnya pada rata-rata konsumsi
2
daging sebesar 2,47 gram protein/ kapita/ hari, telur dan susu sebesar 3,08 gram/
kapita/ hari (Badan Pusat Statistik 2013).
Tabel 1 Sasaran skor Pola Pangan Harapan (PPH)
Makanan Tahun
2010 2011 2012 2013 2014
Padi-padian 54,90 53,90 52,90 51,90 51,00
Umbi-umbian 5,00 5,20 5,40 5,60 5,80
Pangan hewani 9,60 10,10 10,60 11,10 11,50
Minyak dan lemak 10,10 10,10 10,10 10,00 10,00
Buah/biji berminyak 2,80 2,90 2,90 2,90 3,00
Kacang-kacangan 4,30 4,40 4,60 4,70 4,90
Gula 4,90 4,90 5,00 5,00 5,00
Sayur dan buah 5,20 5,40 5,50 5,70 5,80
Lain-lain 2,90 2,90 2,90 2,90 3,00
SKOR PPH 86,40 88,10 89,80 91,50 93,30
Sumber: Renstra Kementrian Pertanian (2009)
Menurut Hardinsyah et al. (2012), Angka Kecukupan Protein (AKP) tahun
2012 berdasarkan golongan umur 19-29 tahun untuk laki-laki dan perempuan
masing-masing sebesar 62 gram/ kapita/ hari dan 56 gram/ kapita/ hari. Dari AKP
rata-rata per kapita per hari tersebut direkomendasikan sebanyak 25% dari AKP
dipenuhi dari protein sumber hewani untuk memperoleh mutu protein dan mutu
gizi yang lebih baik. Porsi ikan akan lebih banyak dalam pemenuhan kebutuhan
protein hewani penduduk Indonesia karena dalam pola pangan penduduk saat ini
sekitar 60% kuantitas pangan hewani penduduk berasal dari ikan.
Mahasiswa program sarjana merupakan seseorang yang mempunyai kisaran
umur 17-23 tahun. Pemenuhan konsumsi pangan asal ternak pada kisaran umur
tersebut penting untuk diperhatikan. Hal ini dikarenakan kandungan gizi pangan
asal ternak dibutuhkan mahasiswa guna menunjang aktivitas keseharian dan
meningkatkan konsentrasi belajar. Ketidakseimbangan antara makanan yang
dikonsumsi dengan kebutuhan pada seseorang akan menimbulkan masalah gizi
kurang atau masalah gizi lebih. Kekurangan gizi akan menurunkan daya tahan
tubuh terhadap penyakit, meningkatkan angka kesakitan (morbiditas),
pertumbuhan tidak normal (pendek), tingkat kecerdasan rendah, dan produktivitas
rendah (Soekirman 2000).
3
Fakultas Ekonomi dan Manajemen (FEM) merupakan fakultas di Institut
Pertanian Bogor dengan jumlah mahasiswa program sarjana terbanyak setelah
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA). FEM terdiri dari
lima mayor, yaitu Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan (IESP), Manajemen (MAN),
Agribisnis (AGB), Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan (ESL), dan Ekonomi
Syariah (EKS). Jumlah mahasiswa yang banyak dan perbedaan karakteristik
menjadikan mahasiswa FEM memiliki pola konsumsi yang beragam. Distribusi
jumlah mahasiswa Institut Pertanian Bogor berdasarkan fakultas dan tahun masuk
disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Distribusi jumlah mahasiswa program sarjana Institut Pertanian Bogor
berdasarkan fakultas dan tahun masuk
Fakultas Tahun Masuk
Total 2010 2011 2012
Pertanian 466 422 446 1334
Kedokteran Hewan 188 172 216 576
Perikanan dan Ilmu Kelautan 385 393 441 1219
Peternakan 174 170 209 553
Kehutanan 434 389 401 1224
Teknologi Pertanian 441 444 480 1365
Matematika dan IPA 746 643 731 2120
Ekonomi dan Manajemen 526 486 534 1546
Ekologi Manusia 340 341 387 1068
Sumber: TPB dalam Angka (2010, 2011, 2012)
Pola konsumsi pangan asal ternak mahasiswa FEM dicirikan oleh
keragaman daerah (letak geografis) seperti lokasi desa-kota. Karakteristik sosial,
ekonomi, budaya, dan perbedaan pendapatan juga merupakan penyebab
keragaman pola konsumsi pangan asal ternak. Oleh karena itu perlu adanya
penelitian lebih lanjut mengenai pola konsumsi pangan asal ternak mahasiswa
FEM.
1.2 Perumusan Masalah
Mahasiswa program sarjana FEM merupakan peserta didik yang terdaftar
dan memenuhi persyaratan lain yang ditetapkan oleh Institut Pertanian Bogor.
Mahasiswa sama halnya dengan masyarakat atau rumah tangga, melakukan
aktivitas ekonomi sehari-hari termasuk konsumsi. Selain itu, mahasiswa juga
memiliki karakteristik beragam yang akan menimbulkan perbedaan pengambilan
4
keputusan dalam konsumsi kebutuhan pangannya, salah satunya yaitu konsumsi
pangan asal ternak.
Daging, telur, dan susu merupakan komoditas pangan hewani berprotein
tinggi yang harganya relatif mahal dibandingkan pangan lainnya (Budiar 2000).
Dengan demikian, konsumsi atau permintaan pangan asal ternak sangat berkaitan
erat dengan tingkat pendapatan atau uang saku yang beragam. Pemahaman
perilaku konsumsi pangan asal ternak juga diperlukan untuk menyusun total
pengeluaran mahasiswa terhadap pangan asal ternak termasuk informasi mengenai
besaran pengaruh perubahan harga dan pendapatan terhadap permintaan pangan
asal ternak.
Proses pengambilan keputusan untuk mengonsumsi pangan asal ternak
ditentukan oleh besarnya pendapatan mahasiswa, harga komoditas tersebut, harga
komoditas lain, jenis kelamin, status tempat tinggal, dan asal daerah. Hal ini dapat
dilakukan dengan menggunakan model Almost Ideal Demand System (AIDS)
yang dikembangkan oleh Deaton and Muellbauer pada tahun 1980, sehingga
hubungan dua arah antar komoditas dapat dianalisis dengan baik.
Hal lain yang mendasari adalah bahwa model AIDS selama ini digunakan
untuk menganalisis pola konsumi di daerah yang mempunyai cakupan wilayah
yang luas, sedangkan untuk menganalisis wilayah yang lebih sempit setingkat
fakultas belum pernah dilakukan. Oleh karena itu, penelitian ini mempunyai
batasan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pola konsumsi pangan asal ternak seperti daging, telur, dan susu
pada mahasiswa FEM Institut Pertanian Bogor?
2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi permintaan pangan asal ternak
seperti daging, telur, dan susu pada mahasiswa FEM Institut Pertanian Bogor?
3. Bagaimana tingkat elastisitas harga dan pendapatan dari komoditas pangan asal
ternak dengan penerapan model Almost Ideal Demand System (AIDS) pada
mahasiswa FEM Institut Pertanian Bogor?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan di atas, maka tujuan
dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
5
1. Menganalisis pola konsumsi pangan asal ternak seperti daging sapi, daging
ayam ras, telur ayam ras, dan susu sapi pada mahasiswa FEM Institut Pertanian
Bogor.
2. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan pangan asal
ternak seperti daging sapi, daging ayam ras, telur ayam ras, dan susu sapi pada
mahasiswa FEM Institut Pertanian Bogor.
3. Menganalisis tingkat elastisitas harga dan pendapatan dari komoditas pangan
asal ternak dengan penerapan model Almost Ideal Demand System (AIDS)
pada mahasiswa FEM Institut Pertanian Bogor.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan bagi
berbagai pihak yang berkepentingan, yaitu:
1. Akademisi dan peneliti, sebagai referensi untuk melakukan penelitian terkait
pola konsumsi pangan asal ternak dengan menggunakan model Almost Ideal
Demand System (AIDS).
2. Pemerintah, untuk meningkatkan perhatian terhadap konsumsi pangan asal
ternak yang berupa daging sapi, daging ayam, telur ayam ras, dan susu sapi.
3. Produsen, untuk menentukan strategi pemasaran pangan asal ternak yang
berupa daging sapi, daging ayam, telur ayam ras, dan susu sapi.
4. Mahasiswa dan masyarakat luas, untuk menambah pengetahuan mengenai pola
konsumsi pangan asal ternak dan mengontrol pengeluaran pangan asal ternak
agar lebih baik.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Batasan dalam penelitian ini meliputi beberapa hal, diantaranya adalah:
1. Penelitian ini hanya dilakukan pada mahasiswa program sarjana FEM Institut
Pertanian Bogor angkatan 2011.
2. Pangan asal ternak yang diteliti yaitu daging sapi, daging ayam ras, telur ayam
ras, dan susu sapi yang sudah diolah menjadi makanan/minuman siap saji
dengan satuan ukuran rumah tangga.
6
3. Tingkat pendapatan mahasiswa adalah jumlah keseluruhan penghasilan yang
diterima oleh mahasiswa baik yang bersumber dari orangtua, beasiswa maupun
penghasilan sampingan dari hasil usaha.
4. Frekuensi konsumsi adalah tingkat keseringan mahasiswa mengonsumsi
daging sapi/daging ayam/telur ayam ras/susu sapi yang dibeli oleh mahasiswa
FEM.
5. Konsumsi atau pengeluaran pangan asal ternak dihitung dengan satuan rupiah
per kilogram (kg).
6. Konsumsi pangan asal ternak diasumsikan homogen dengan konversi satuan
mengikuti ukuran rumah tangga yaitu satu potong daging sapi = 50 gram, satu
potong daging ayam ras = 50 gram, dan satu butir telur ayam ras = 60 gram
7. Susu sapi yang dihitung ada tiga jenis yaitu susu cair, susu kental manis, dan
susu bubuk. Konsumsi susu kental manis dan susu bubuk dihitung berdasarkan
susu yang dibeli dalam satu kemasan yang diasumsikan setara dengan susu cair
ukuran 200 ml. Konsumsi susu cair dihitung berdasarkan volume sebenarnya
per satu kemasan saji dalam satuan milliliter (ml) yang dikonversikan menjadi
satuan kilogram.
8. Penelitian dilakukan dengan teknik recall yaitu mencatat pengeluaran pangan
asal ternak dengan mengingat kembali penyajian menu makanan selama satu
bulan.
7
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pangan Asal Ternak
Pangan hewani asal ternak merupakan salah satu bahan pangan yang
mempunyai kandungan gizi tinggi dan mempunyai peranan dalam peningkatan
derajat kesehatan dan kecerdasan. Hal ini dikarenakan protein hewani
mengandung asam amino esensial yang lebih lengkap dan seimbang dibandingkan
dengan protein nabati. Protein hewani lebih mudah dicerna dan diabsorbsi,
sehingga mempunyai nilai hayati yang lebih baik (Sudono et al. 1989). Pangan
hewani terutama pangan asal ternak seperti daging, telur, dan susu konsentrasi dan
imbangan asam amino esensial sesuai bagi kebutuhan tubuh manusia untuk
pertumbuhan, reproduksi, dan fungsi-fungsi tubuh lainnya (Kamaruddin 1990).
Menurut Karyadi dan Muhilal dalam Budiar (2000), bahan pangan hewani
sebagai salah satu komponen bahan pangan memiliki beberapa keunikan: a)
Mempunyai komposisi asam esensial yang lebih lengkap dibandingkan dengan
pangan nabati yang kandungan lisin dan methioninnya lebih rendah; b)
Mengandung vitamin yang mudah diserap (B-12, preformed vitamin A, D-3),
sedangkan pada pangan nabati hanya vitamin D-2; c) Mengandung zat besi
(haem) yang mudah diserap (15%-20%), juga Zn, Selenium, Cu, dan Ca,
sedangkan kandungan zat besi pangan nabati yang mudah diserap hanya 1%-15%;
d) Nilai cerna protein dan zat besi bahan pangan hewani lebih baik dari bahan
pangan nabati. Sebanyak 20% nitrogen dikeluarkan dalam tinja dari bahan pangan
hewani yang dikonsumsi (nilai cerna (90%), sedangkan dari bahan pangan nabati
dikeluarkan sebanyak 35% (nilai cerna 70%-80%). Tabel komposisi gizi pada
daging sapi, daging ayam, telur ayam, dan susu sapi berdasarkan Departemen
Kesehatan Republik Indonesia (1992) dapat dilihat pada Lampiran 1.
2.1.1 Daging
Daging adalah salah satu hasil ternak yang hampir tidak dapat dipisahkan
dari kehidupan manusia. Selain penganekaragaman jenis olahan dapat
menimbulkan kepuasan atau kenikmatan bagi yang mengonsumsinya,
keseimbangan gizi untuk hidup dapat terpenuhi karena kandungan gizinya
8
lengkap. Daging dapat diolah dengan cara dimasak, digoreng, dipanggang, disate,
diasap atau dapat diolah menjadi produk lain yang menarik (Soeparno 1994).
Daging yang biasa dikonsumsi masyarakat berupa daging sapi, daging
kerbau, kambing, babi, kelinci, dan unggas (seperti ayam, itik, burung, dan
kalkun) (Tarwotjo 1998). Konsumen dalam mengonsumsi daging dipengaruhi
oleh berbagai faktor antara lain nilai gizinya tinggi, mudah diperoleh, kesehatan,
variasi, bersifat mengenyangkan dan prestise (Natasasmita et al. dalam Pratiwi
2002).
2.1.2 Telur
Telur merupakan salah satu bahan makanan yang bernilai gizi tinggi bagi
pertumbuhan dan perkembangan anak maupun dewasa. Telur mempunyai arti
penting karena mengandung bahan-bahan yang bernilai gizi tinggi, sebagai bahan
pangan sumber protein, telur mengandung semua jenis asam amino esensial.
Kecuali protein, di dalam telur juga terdapat aneka gizi lain terutama lemak,
vitamin, dan mineral (Anjarsari 2010).
Telur-telur yang diperdagangkan diperoleh dari berbagai jenis unggas yang
diternakkan. Macam-macam telur yang diperdagangkan di masyarakat antara lain
telur ayam kampung (buras), telur ayam negeri (ras), telur burung puyuh, telur itik,
telur angsa dan telur kalkun.
2.1.3 Susu
Susu didefinisikan sebagai sekresi normal kelenjar mamari atau ambing
mamalia, atau cairan yang diperoleh dari pemerahan ambing sapi sehat, tanpa
dikurangi atau ditambah sesuatu. Dari aspek kimia, susu yaitu emulsi lemak di
dalam larutan air dari gula dan garam-garam mineral dengan protein dalam
keadaan koloid (Anjarsari 2010).
Susu yang banyak dikonsumsi diperoleh dari sapi. Selain itu, susu juga
diperoleh dari induk hewan lainnya, seperti kambing, kerbau, kuda, unta, domba,
dan lain-lain. Selain sebagai minuman, susu juga digunakan sebagai campuran
membuat kue. Hasil olahan susu, bisa berbentuk mentega, keju, yoghurt, susu
skim atau susu tanpa lemak (nonfat). Jenis susu yang banyak diperdagangkan di
9
pasaran yaitu susu cair segar, susu kental tidak manis, susu kental manis, susu
bubuk, dan sebagainya (Tarwotjo 1998).
Komposisi susu bervariasi dan tergantung pada banyak faktor. Faktor-faktor
yang mempengaruhi komposisi susu adalah jenis ternak, waktu laktasi, waktu
pemerahan, urutan pemerahan, keragaman akibat musim, pengaruh susu, umur
sapi, penyakit, pakan ternak, dan faktor-faktor lain. Normalnya rata-rata susu
mengandung lemak 3,8%, protein 3,2%, laktosa 4,7%, abu (mineral) 0,885%, air
87,25% serta bahan kering 12,75% (Anjarsari 2010).
2.2 Perilaku Konsumen
Asumsi pokok tentang perilaku konsumen adalah bahwa rumah tangga
memaksimumkan apa yang seringkali disebut kepuasan, kesejahteraan,
kemakmuran, atau utilitas konsumen. Jika rumah tangga dihadapkan dengan
pilihan antara dua kelompok alternatif konsumsi, setiap rumah tangga
diasumsikan memilih sekelompok yang disukainya, atau dengan kata lain rumah
tangga menentukan pilihannya dalam rangka memaksimumkan kepuasannya atau
kesejahteraannya (Lipsey et al. 1995).
Menurut Nicholson (2002), utilitas/kepuasan didefinisikan sebagai kepuasan
yang diterima seseorang akibat aktivitas ekonomi yang dilakukannya. Konsep
utilitas ini sendiri sebenarnya memiliki makna yang luas karena tingkat kepuasan
seseorang merupakan suatu hal yang bersifat subjektif dan nilainya tidak dapat
diukur secara pasti. Namun terdapat beberapa sifat mendasar mengenai preferensi
individu ini, yaitu :
1. Complete Preferences (Preferensi yang lengkap)
Sifat dasar ini diasumsikan bahwa para individu mampu menyatakan apa
yang diinginkannya dari antara dua pilihan. Individu tersebut diharapkan dapat
secara tegas menyatakan kelompok satu akan lebih baik dari kelompok lainnya
jika terdapat dua kelompok konsumsi A dan B.
2. Transitivity of Preferences (Preferensi bersifat transitif)
Sifat dasar ini dijelaskan bahwa jika A lebih diinginkan dari B, dan B lebih
diinginkan dari C, maka A harus lebih diinginkan dari C. Jadi dalam hal ini
10
diasumsikan bahwa individu akan bersikap konsisten dalam menentukan
pilihannya.
3. ‘More is better than less’
Sifat dasar ketiga ini diasumsikan bahwa individu akan lebih menyukai
banyak barang daripada sedikit barang. Sebagai tambahan menurut Pindyck dan
Rubinfeld (2009), konsumen tidak akan pernah puas atau kenyang dan
menganggap lebih banyak konsumsi selalu lebih menguntungkan, meskipun
kelebihan untungnya hanya sedikit.
2.3 Teori Permintaan dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya
2.3.1 Teori Permintaan
Permintaan adalah hubungan menyeluruh antara kuantitas komoditi tertentu
yang akan dibeli oleh konsumen selama periode waktu tertentu dengan harga
komoditi tertentu. Jumlah komoditi total yang ingin dibeli oleh semua rumah
tangga disebut jumlah yang diminta, konsep jumlah yang diminta ini adalah
jumlah yang diinginkan, yaitu berapa banyaknya yang ingin dibeli oleh konsumen
dengan mempertimbangkan harga barang itu, tingkat harga barang lain,
pendapatan konsumen dan selera konsumen tersebut (Lipsey et al. 1995).
Deaton dan Muellbeaur (1980b) telah meringkas beberapa sifat dari fungsi
permintaan Hicksian dan Marshallian yaitu sebagai berikut:
a) Adding Up
Nilai total atau penjumlahan dari permintaan (baik fungsi permintaan
Hicksician maupun fungsi permintaan Marshallian) merupakan total pengeluaran
dari suatu rumah tangga dalam mengonsumsi barang dan jasa.
b) Homogenitas
Fungsi permintaan Hicksician akan homogen berderajat nol terhadap harga,
sedangkan untuk fungsi permintaan Marshallian akan homogen berderajat nol
terhadap harga dan pengeluaran rumah tangga. Hal tersebut menunjukkan bahwa
untuk fungsi permintaan Marshallian apabila terjadi perubahan harga dan
pengeluaran secara proporsional, maka permintaan rumah tangga terhadap suatu
barang atau jasa tidak akan berubah.
11
c) Simetri
Penurunan koefisien harga silang dari permintaan Hicksician adalah simetris.
Simetris di sini menunjukkan bahwa koefisien harga silang yang dihasilkan adalah
sama. Sifat ini merupakan jaminan dari cara untuk menguji aksioma yang
menyatakan bahwa konsumen bersifat konsisten dalam menentukan preferensinya.
d) Negativitas
Antara harga suatu komoditi dengan jumlah yang diminta akan terdapat
hubungan yang negatif. Hal ini sesuai yang dinyatakan dalam hukum permintaan
(the law of demand), sehingga apabila harga suatu barang meningkat dengan
utilitas diasumsikan tetap, maka permintaan barang tersebut akan turun.
Dari keempat sifat tersebut, dapat disimpulkan bahwa sifat adding up dan
homogenitas merupakan konsekuensi dari spesifikasi kendala anggaran linier
yang ditunjukkan melalui garis anggaran. Sedangkan sifat simetri dan negativitas
adalah konsekuensi dari sifat preferensi konsumen yang konsisten. Tanpa kedua
sifat ini, berarti konsumen tidak konsisten terhadap pilihannya.
2.3.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Permintaan
Lipsey et al. (1995) mengatakan bahwa banyaknya komoditi yang akan
dibeli oleh semua rumah tangga pada periode waktu tertentu dipengaruhi oleh
enam faktor yaitu: (1) harga komoditi itu sendiri, (2) harga komoditi yang
berkaitan, (3) selera, (4) distribusi pendapatan, (5) rata-rata pendapatan rumah
tangga, dan (6) besarnya populasi/ jumlah penduduk.
Bilas (1989) menyatakan hubungan-hubungan tersebut secara matematis
dapat dirumuskan secara umum dengan fungsi sebagai berikut :
QdA = f (PA, PB*, ....., PZ*, I*, T*, W*)
Keterangan :
QdA = kuantitas barang A yang diminta per unit waktu
PA = harga A
PB, ....., PZ = harga barang-barang lain dari komoditi B sampai Z
I = pendapatan (income)
T = selera (taste)
W = kemakmuran (wealth)
12
dan tanda *, berarti variabel ini konstan.
Jadi Q dA = f (PA) ; ceteris paribus
2.3.2.1 Faktor Harga Komoditi itu Sendiri
Menurut Lipsey et al. (1995), suatu hipotesis dasar adalah bahwa harga
suatu komoditi dan kuantitas yang akan diminta berhubungan secara negatif,
dengan catatan faktor lain tetap dianggap tetap1. Harga didefinisikan sebagai
tingkat kemampuan suatu barang untuk ditukarkan dengan barang lain. Semakin
tinggi harga maka jumlah permintaan semakin berkurang dan sebaliknya semakin
rendah harga maka jumlah permintaan semakin tinggi.
2.3.2.2 Faktor Harga Komoditi yang Berkaitan
Penurunan harga suatu komoditi komplementer akan menyebabkan lebih
banyak komoditi yang akan dibeli pada setiap tingkat harga (Lipsey et al. 1995).
Sedangkan kenaikan harga barang substitusi komoditi tertentu akan menyebabkan
lebih banyak komoditi yang akan dibeli pada setiap tingkat harga. Kaitan diantara
suatu barang dengan berbagai jenis barang yang lainnya dapat dibedakan dalam
tiga golongan yaitu : 1). Barang substitusi yaitu suatu barang lain yang dapat
menggantikan fungsi dari barang tersebut, 2). Barang komplementer yaitu suatu
barang yang cenderung digunakan bersama-sama dengan barang lain, dan 3).
Barang netral yaitu dua macam barang yang tidak mempunyai kaitan yang erat,
perubahan atas permintaan salah satu barang tidak akan mempengaruhi
permintaan barang lain.
2.3.2.3 Faktor Selera
Lipsey et al. (1995) mengatakan bahwa selera berpengaruh besar terhadap
keinginan orang untuk membeli. Perubahan selera bisa terjadi dalam waktu yang
lama dan bisa juga berubah dalam waktu yang cepat, tetapi cepat atau lambatnya
perubahan perubahan selera terhadap suatu komoditi akan menyebabkan lebih
banyaknya komoditi yang akan dibeli pada setiap tingkat harga. Menurut
Soekartawi (2002), selera dan pilihan konsumen bukan saja dipengaruhi oleh
1 Ahli ekonomi terkemuka di Inggris, Alfred Marshall menyebut hubungan fundamental ini
“hukum permintaan”.
13
struktur umur konsumen, tapi juga karena faktor adat dan kebiasaan setempat,
tingkat pendidikan atau lainnya.
2.3.2.4 Faktor Rata-rata Pendapatan Rumah Tangga
Soekartawi (2002) berpendapat bahwa perubahan tingkat pendapatan akan
mempengaruhi banyaknya barang yang dikonsumsi bukan saja bertambah akan
tetapi juga kualitas barang tersebut. Tinggi rendahnya pendapatan konsumen
mempengaruhi besar kecilnya daya beli terhadap barang yang dibutuhkannya.
Lipsey et al. (1995) menyatakan bahwa rumah tangga yang menerima rata-rata
pendapatan lebih besar maka mereka dapat diperkirakan akan membeli lebih
banyak komoditi walaupun harga komoditi-komoditi itu tetap sama2. Dengan
melihat keseluruhan rumah tangga, kita memperkirakan bahwa harga berapa pun
yang kita ambil, jumlah komoditi yang diminta akan lebih banyak daripada yang
diminta sebelumnya pada tingkat harga yang sama.
2.3.2.5 Faktor Distribusi Pendapatan
Perubahan dalam distribusi pendapatan akan menyebabkan naiknya
permintaan untuk komoditi yang dibeli, terutama oleh rumah tangga yang
memperoleh tambahan pendapatan tersebut, tetapi perubahan dalam distribusi
pendapatan juga akan mengakibatkan berkurangnya permintaan untuk komoditi
yang akan dibeli terutama oleh rumah tangga yang berkurang pendapatan (Lipsey
et al. 1995).
Jika suatu pendapatan total yang konstan didistribusikan kembali kepada
sejumlah penduduk, permintaan akan berubah. Pertumbuhan penduduk tidak
dengan sendirinya menyebabkan pertambahan permintaan, tetapi biasanya
pertumbuhan penduduk diikuti oleh perkembangan dalam kesempatan kerja.
Dengan demikian lebih banyak orang yang menerima pendapatan dan hal ini akan
menambah daya beli dalam masyarakat. Pertambahan daya beli ini akan
meningkatkan permintaan.
2 Beberapa komoditi disebut barang normal. Jika banyaknya komoditi yang dibeli menurun apabila
harganya naik, maka komoditi semacam itu disebut barang inferior.
14
2.3.2.6 Faktor Jumlah Penduduk
Soekartawi (2002) mengatakan bahwa semakin banyak jumlah penduduk,
maka semakin besar pula barang yang dikonsumsi. Dalam banyak kejadian
penambahan jumlah penduduk berarti adanya perubahan struktur umur. Sebagai
tambahan menurut Lipsey et al. (1995), tambahan orang berusia kerja, tentunya
akan menciptakan pendapatan baru. Jika ini terjadi, permintaan untuk semua
komoditi yang dibeli oleh penghasil pendapatan baru akan meningkat. Jadi
biasanya adalah benar bahwa kenaikan jumlah penduduk akan meningkatkan lebih
banyak komoditi yang dibeli pada setiap tingkat harga.
2.4 Konsep Elastisitas
Lipsey et al. (1995) merumuskan bahwa untuk melihat seberapa jauh reaksi
perubahan kuantitas terhadap perubahan faktor-faktor yang mempengaruhi
permintaan. Menurut Nicholson (2002) elastisitas merupakan ukuran persentase
perubahan suatu variabel yang disebabkan oleh satu persen perubahan variabel
lainnya. Konsep elastisitas permintaan ini memiliki beberapa macam variasi,
yaitu :
1. Elastisitas Harga dari Permintaan
Salah satu aplikasi elastisitas yang paling penting ialah elastisitas harga dari
permintaan (price elastisity of demand). Perubahan P (harga barang) akan
menyebabkan perubahan Q (kuantitas yang dibeli/dikonsumsi), dan elastisitas
harga dari permintaan mengukur hubungan ini. Secara khusus, elastisitas harga
dari permintaan (eQ,P) didefinisikan sebagai persentase perubahan kuantitas
sebagai respon atas satu persen perubahan harga. Bentuk matematisnya ialah
sebagai berikut :
, = er enta e eru ahan
er enta e eru ahan …………..………………………...………........(1)
Elastisitas ini menunjukkan bagaimana perubahan Q (dalam bentuk
persentase) sebagai respon terhadap perubahan persentase P. P dan Q bergerak
dalam arah yang berlawanan, maka eQ,P biasanya bernilai negatif3. Misalnya nilai
3 Kadang-kadang, elastisitas harga dari permintaan didefinisikan sebagai nilai absolut dari hasil
definisi persamaan 1. Dengan menggunakan definisi ini, elastisitas tidak akan pernah bernilai
negatif.
15
EQ,P sebesar -1 berarti bahwa kenaikan 1 persen dalam harga mengarah pada
penurunan 1 persen dalam jumlah, sementara nilai EQ,P sebesar -2 mencatat fakta
bahwa kenaikan 1 persen dalam harga menyebabkan jumlah menurun 2 persen.
Perbedaan seringkali dibuat di antara nilai-nilai EQ,P yang kurang dari, sama
dengan, atau lebih besar dari -1. Elastisitas harga (EQ,P > 1) dikatakan elastis jika
kenaikan harga diikuti dengan penurunan jumlah dalam proporsi yang lebih besar.
Elastisitas harga (EQ,P = 1) dikatakan unik jika kenaikan harga dan penurunan
jumlah memiliki besar proporsi yang identik. Elastisitas harga (EQ,P < 1)
dikatakan inelastis jika kenaikan harga secara proporsional lebih besar daripada
penurunan jumlah (Nicholson 2002).
Lipsey et al. (1995) meringkas secara umum hubungan antara elastisitas
dengan perubahan harga sebagai berikut:
a. Jika permintaan bersifat elastis, harga dan total pengeluaran berhubungan
secara negatif. Penurunan harga meningkatkan total pengeluaran dan
kenaikan harga akan menurunkan total pengeluaran.
b. Jika permintaan bersifat inelastis, harga dan total pengeluaran berhubungan
secara positif. Penurunan harga menurunkan total pengeluaran dan kenaikan
harga akan meningkatkan total pengeluaran.
c. Jika elastisitas permintaan adalah satu, peningkatkan ataupun penurunan
harga tidak mempengaruhi total pengeluaran.
2. Elastisitas Pendapatan dari Permintaan
Tipe elastisitas lainnya adalah elastisitas pendapatan dari permintaan
(income elastisity of demand) (eQ,I). Konsepnya, elastisitas jenis ini merupakan
persentase perubahan kuantitas suatu barang yang diminta sebagai respon atas
perubahan pendapatan sebesar satu persen. Secara matematis, elastisitas
pendapatan dirumuskan sebagai berikut :
, = er enta e eru ahan
er enta e eru ahan ……...………………………………....……......(2)
Konsep elastisitas pendapatan ini dapat digunakan untuk mengkategorikan
suatu barang, apakah barang tersebut tergolong sebagai komoditi normal, inferior,
atau barang mewah (luxury). Untuk suatu barang normal, eQ,I adalah positif karena
kenaikan pendapatan mengakibatkan kenaikan pembelian barang. Di sisi lain,
suatu barang termasuk kepada barang inferior jika nilai eQ,I adalah negatif. Hal ini
16
berarti peningkatan pendapatan justru menurunkan kuantitas barang yang dibeli.
Barang-barang dengan elastisitas pendapatan eQ,I > 1 dapat dikategorikan sebagai
barang- barang mewah (luxury).
Barang-barang yang oleh konsumen dianggap sebagai kebutuhan pokok
akan mempunyai elastisitas pendapatan yang tinggi pada tingkat pendapatan
rendah, tetapi pada batas pendapatan tertentu elastisitas pendapatannya rendah.
Hal ini dikarenakan bahwa dengan semakin tingginya pendapatan, maka bagi
rumah tangga semakin memungkinkan untuk menyediakan proporsi yang lebih
kecil dari pendapatannya untuk memenuhi kebutuhan pokoknya dan proporsi yang
lebih besar untuk barang yang selalu mereka ingin beli tetapi tidak mampu
membelinya. Beberapa dari kebutuhan pokok ini bahkan bisa menjadi barang
inferior. Barang-barang yang tergolong mewah cenderung tidak dibeli pada
tingkat pendapatan rendah, tetapi akan memiliki elastisitas yang tinggi, segera
seketika pendapatan meningkat yang memungkinkan rumah tangga memilih
barang-barang yang tersedia untuk kehidupan yang lebih baik (Lipsey et al.
(1995).
3. Elastisitas Harga Silang dari Permintaan
Salah satu faktor yang akan mempengaruhi kuantitas permintaan suatu jenis
barang ialah perubahan harga barang-barang lainnya. Untuk mengukur efek
perubahan tersebut, terdapat suatu konsep elastisitas harga silang dari permintaan
(cross price elastisity of demand). Elastisitas ini didefinisikan sebagai persentase
perubahan kuantitas suatu barang yang diminta (Q) sebagai respon atas satu
per en peru ahan harga arang lain ( ’). Maka :
, = er enta e eru ahan
er enta e eru ahan …………………………..…………….……......(3)
Konsep elastisitas harga silang ini dapat digunakan untuk menggolongkan
hubungan antara dua komoditi, apakah saling bersubtitusi atau saling melengkapi
(komplementer). Dua barang akan saling bersubtitusi jika elastisitas harga
silangnya bernilai positif, dimana harga satu barang dengan kuantitas permintaan
barang lain bergerak dengan arah yang sama. Sebaliknya, dua barang akan saling
melengkapi (komplementer) jika elastisitas harga silangnya bernilai negatif. Hal
ini menunjukkan bahwa harga satu barang dan kuantitas barang lain akan bergerak
pada arah yang berlawanan.
17
2.5 Model Almost Ideal Demand System (AIDS)
Model Permintaan Almost Ideal Demand System (AIDS) ini pertama kali
diperkenalkan oleh Deaton dan Muellbauer pada tahun 1980. Berbeda dengan
model permintaan lainnya, model ini dapat menjawab tuntutan preferensi
konsumen, dan bentuk fungsinya lebih fleksibel. Hal tersebut disebabkan
restriksi-restriksi dari model ini seperti additivitas, homogenitas, dan simetri dapat
diuji secara statistik (Deaton dan Muellbauer 1980).
Selain itu, model permintaan ini juga mempertimbangkan keputusan
konsumen dalam menentukan seperangkat komoditi secara bersama-sama. Hal
tersebut tidak ditemukan dalam model permintaan lainnya, sehingga hubungan
silang dua arah antara dua komoditi dapat ditentukan. Hal itu sesuai dengan fakta
yang ada bahwa pemilihan suatu komoditi dilakukan oleh konsumen secara
bersama-sama.
Menurut Deaton dan Muellbauer (1980) beberapa karakteristik penting dari
model permintaan AIDS ini ialah (1) model ini merupakan pendekatan orde
pertama terhadap sembarang fungsi sistem permintaan, (2) dapat memenuhi
aksioma perilaku pemilihan komoditi dengan tepat, (3) dapat digunakan untuk
menguji restriksi homogenitas dan simetrik (4) bentuk fungsinya konsisten
dengan pengeluaran rumah tangga, (5) dapat mengagregasi perilaku rumah tangga
tanpa menerapkan kurva Engel yang linier dan yang terpenting parameternya
mudah diduga tanpa harus menggunakan metode non linier.
Model ini merupakan pendekatan orde pertama dari suatu fungsi permintaan
dengan titik awalnya adalah sebuah kelas preferensi yang spesifik. Kelas tersebut
menurut teori Muellbeaur (1980) memungkinkan pengagresasian yang tepat dari
konsumen, sebagai gambaran dari permintaan pasar yang merupakan hasil
pengambilan keputusan konsumen secara rasional. Kelas preferensi tersebut
dikenal sebagai PIGLOG Class ditunjukkan melalui fungsi biaya atau
pengeluaran, yang menentukan pengeluaran minimum yang dibutuhkan untuk
mencapai tingkat utilitas khusus pada tingkat harga tertentu. Kita dapat
menotasikan fungsi tersebut c(u,p) untuk u adalah utilitas dan p adalah vektor
harga, dan mendefinisikan PIGLOG Class sebagai :
log c (u,p) = (1-u) log [a(p)] + u log [b(p)] ………………………..……………(4)
18
Dengan syarat bahwa u berada diantara 0 (subsisten) dan 1 (kemewahan)
sehingga fungsi linier positif homogen dari a(p) dan b(p) dapat dikatakan sebagai
biaya subsisten dan kemewahan. Selanjutnya digunakan fungsi yang khusus dari
fungsi log a(p) dan log b(p). Agar fungsi biaya yang dihasilkan menjadi bentuk
yang fleksibel, fungsi tersebut harus memiliki sejumlah parameter yang
mencukupi, ehingga pada em arang titik, turunan δc/δp, δc/δu, δ2c/δpipj, δ
2δuδpi,
dan δ2c/δu
2 dapat dianggap sama dengan fungsi-fungsi biaya yang berubah. Untuk
itu digunakan :
log a(p) = α0 +∑ αkk
log k + 1
2∑∑ *
kj
jk
log k log j……………………….(5)
log (p) = log a(p) + 0 ∏ k
k…………………………..…………………….(6)
k
Sehingga fungsi biaya AIDS dapat ditulis sebagai berikut :
log c(u,p) = α0+∑ αk log kk
+ 1
2∑∑ *
kj
jk
log k log j +u 0 ∏ k k……….(7)
k
Secara mudah dapat diperiksa bahwa c(u,p) homogen linier dalam p
(sebagai gambaran preferensi), yang dipenuhi oleh :
∑ αii
= 1, ∑ *
j
kj, ∑ j
j
=0
Fungsi permintaan dapat diturunkan secara langsung dari persamaan (7).
Suatu fungsi biaya memiliki sifat fundamental yang apabila fungsi tersebut
diturunkan terhadap harganya maka akan dihasilkan jumlah komoditi yang
diminta.
δ c(u,p)
δ i
i
c (u,p)= i…………………….…..……………………………………(8)
Apabila kedua sisi dikalikan dengan Pi / c(u,p) didapat :
( )
( ) ……………………………………………………...(9)
Wi adalah proporsi pengeluaran komoditi i sehingga penurunan logaritmik
dari persamaan (4) dengan proporsi pengeluaran sebagai fungsi dari harga dan
utilitas adalah :
i (u,p)= αi + ∑ ij
j
log j + u i 0 ∏ k k
…………………………… …..(10)
19
eterangan: ij =
1
2 ( *
ij+ *
ji)……………..………………… ………………(11)
Untuk maksimisasi utilitas konsumen, pengeluaran total X harus sama
dengan c (u,p) dan dari persamaan tersebut dapat kita balikkan untuk
mendapatkan u sebagai fungsi dari P dan X merupakan fungsi utilitas tidak
langsung. Apabila kita melakukan hal tersebut pada persamaan (7) dan
mensubstitusi hasilnya ke persamaan (9), kita akan mendapatkan fungsi
permintaan AIDS dalam bentuk proporsi pengeluaran.
i (p, ) = αi + ∑ ij
j
log j + i log( / )………………………..…………...(12)
Keterangan : X/P adalah pendapatan dibagi oleh indeks harga P.
Indeks harga P didefinisikan sebagai berikut :
log = α0 + ∑ αkk
log k + 1
2∑∑ *
kj
jk
log k log j…………………………(13)
Sehingga secara umum model permintaan AIDS adalah :
( ) ∑
( ∑
∑∑
)….(14)
Persamaan (14) menyajikan fungsi permintaan yang konsisten jika memenuhi
restriksi-restriksi berikut :
Adding up : ∑ αi
n
i=1
=1, ∑ ij
n
i=1
=0, ∑ i
n
i=1
=0…….......................……….. (15)
omogenita :∑ ij
j
=0……………….….……………………………….. (16)
Simetri : Yij= Yji ................................................................................ (17)
Dari persamaan (14) dapat dilihat bahwa model AIDS merupakan model
non linier akibat adanya penggunaan indeks harga P. Sehingga agar dapat
diestimasi secara linier maka perlu dilakukan pendekatan terhadap nilai indeks P
dengan mengeksploitasi hubungan kolinieritas antar harga, salah satunya adalah
melalui penggunaan Indeks Stone (log *= Σi Wi log Pi), sehingga model AIDS
menjadi :
i (p, ) = αi + ∑ ij
j
log j + i log (
*)…………………………….……....(18)
20
Dengan catatan : αi* = αi - i log σ , apa ila = σ *
Fungsi diatas dikenal dengan aproksimasi linier dari AIDS.
2.6 Penelitian Terdahulu
Berdasarkan studi pustaka diperoleh beberapa penelitian yang terkait dengan
pola konsumsi, permintaan dan penggunaan model Almost Ideal Demand System
(AIDS). Penelitian tersebut dijadikan bahan rujukan pada penelitian ini.
Budiar (2000) melakukan penelitian tentang permintaan dan konsumsi
sumber protein hewani rumah tangga di Pulau Jawa. Penelitian ini menggunakan
model AIDS, perhitungan nilai elastisitas, pembentukan harga agregat dan indeks
stone. Variabel yang digunakan untuk mengetahui pola konsumsi berupa harga
ikan, daging, telur, susu, dan pengeluaran. Hasil penelitian yang diperoleh yaitu
rata-rata pengeluaran total per kapita untuk sumber protein hewani rumah tangga
di Pulau Jawa tahun 1999 adalah sebesar Rp 2.389,72 setiap bulannya. Kelompok
daging dan ikan termasuk dalam komoditas superior dan bersifat elastis
sedangkan kelompok telur dan susu bersifat inelastis dan memiliki hubungan
komplementer satu dengan lainnya.
Pratiwi (2002) melakukan penelitian tentang pola konsumsi daging dan telur
di rumah tangga Kabupaten Rembang, Jawa Tengah. Penelitian ini menggunakan
analisis deskriptif, analisis AIDS, analisis penduga/proyeksi konsumsi sebagai alat
analisisnya. Variabel yang digunakan dalam model AIDS berupa harga kelompok
daging, telur, dan pengeluaran total pangan hewani rumah tangga. Hasil penelitian
menunjukkan pola konsumsi daerah pedesaan dengan proporsi konsumsi daging
sebesar 15,588% dan telur 6,396% dan rata-rata konsumsi daging 9,242 kg/
kapita/tahun dan telur 11,418 kg/ kapita/tahun, sedangkan pola konsumsi daerah
perkotaan dengan proporsi daging sebesar 22,142% dan telur 5,751% dan rata-rata
konsumsi daging 18,28 kg/ kapita/tahun dan telur sebesar 14,207 kg/ kapita/tahun.
Elastistas harga sendiri untuk komoditas daging dan telur bersifat inelastis,
elastisitas harga silang bertanda negatif yang mengartikan bahwa daging dan telur
memiliki hubungan komplementer, dan elastisitas pendapatan bertanda positif
yang mengartikan bahwa daging dan telur adalah komoditas normal.
21
Ramdhiani (2008) melakukan penelitian tentang permintaan telur ayam ras
dan ayam buras di Provinsi DKI Jakarta. Penelitian ini menggunakan analisis
deskriptif, analisis AIDS, analisis penduga/ proyeksi konsumsi sebagai alat
analisisnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengeluaran untuk konsumsi
telur tertinggi oleh kelas pendapatan rendah, diikuti pendapatan sedang, dan
pendapatan tinggi. Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan telur ayam ras
dan ayam buras di DKI Jakarta dan erpengaruh nyata pada taraf α=10% (p<0,1)
yaitu harga telur ayam ras, harga telur ayam buras dan jumlah anggota rumah
tangga.
Budiwinarto (2011) melakukan penelitian tentang pola konsumsi pangan
rumah tangga nelayan di Kecamatan Tambak Kabupaten Banyumas dengan
menggunakan model AIDS melalui metode Seemingly Unrelated Regression
(SUR). Komoditas pangan yang disurvei adalah komoditi daging (sapi, kerbau,
dan kambing), ikan laut, ayam broiler dan ayam kampong, telur (ayam ras dan
buras, dan itik), dan makanan lainnya. Permintaan kelima komoditas tersebut
semuanya bersifat inelastis yang menunjukkan bahwa komoditas-komoditas
tersebut merupakan kebutuhan pokok. Semua elastisitas pendapatan bernilai
positif dan kurang dari satu sehingga dapat dikatakan bahwa komoditas-
komoditas tersebut merupakan barang normal. Pada umumnya, hubungan kedua
komoditas adalah bersifat komplementer kecuali hubungan komoditas daging dan
ayam, ikan laut dan ayam serta ikan laut dan telur yang bersifat substitusi.
Hadini et al. (2011) melakukan penelitian tentang permintaan dan prediksi
konsumsi serta produksi daging broiler di Kota Kendari Propinsi Sulawesi
Tenggara. Penelitian ini menggunakan data sekunder (time series) tahun 1994-
2008 meliputi jumlah penduduk, pendapatan, harga daging broiler, daging sapi,
daging ayam buras, telur, ikan bandeng, minyak goreng, dan beras. Fungsi
permintaan daging broiler diestimasi menggunakan analisis regresi linier berganda
dalam logaritma. Secara parsial jumlah penduduk, pendapatan, harga daging
broiler, harga daging sapi, harga telur, harga ikan bandeng, harga minyak goreng
dan harga beras, masing-masing berpengaruh terhadap permintaan daging broiler.
Elastisitas pendapatan terhadap permintaan daging broiler masyarakat Kota
Kendari bernilai positif dan kurang dari satu, menunjukkan bahwa daging broiler
22
termasuk barang superior yang merupakan barang kebutuhan pokok. Elastisitas
harga daging broiler sendiri bersifat inelastis yang menunjukkan daging broiler
merupakan barang kebutuhan pokok. Daging broiler merupakan barang substitusi
bagi daging sapi dan ikan bandeng, sedangkan minyak goreng dan beras termasuk
barang komplementer.
Persamaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah membahas
mengenai pola konsumsi pangan hewani asal ternak dan faktor-faktor yang
mempengaruhinya dengan menggunakan model AIDS, sedangkan perbedaannya
adalah lokasi penelitian yang lebih sempit dan penelitian ini tidak menggunakan
data Survey Sosial Ekonomi Nasional (Susenas).
23
III KERANGKA PEMIKIRAN
Pangan asal ternak berperan dalam meningkatkan konsentrasi belajar dan
memenuhi kebutuhan gizi seseorang. Harga pangan asal ternak yang relatif tinggi
dibandingkan pangan lainnya sangat berkaitan dengan tingkat pendapatan atau
karakteristik mahasiswa FEM Institut Pertanian Bogor yang beragam. Oleh karena
itu perlu diteliti bagaimana pola konsumsi pangan asal ternak mahasiswa FEM.
Pola konsumsi pangan asal ternak mahasiswa FEM dihadapkan pada proses
membuat keputusan untuk konsumsi pangan asal ternak. Pola konsumsi dapat
dilihat dari frekuensi konsumsi, proporsi konsumsi berdasarkan jenis kelamin,
status tempat tinggal, asal daerah, kelas pendapatan, dan rata-rata pengeluaran
untuk konsumsi suatu pangan asal ternak. Keputusan untuk konsumsi pangan asal
ternak juga dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut meliputi
harga daging sapi (Rp/kg), harga daging ayam ras (Rp/kg), harga telur ayam ras
(Rp/kg), harga susu sapi (Rp/kg), jenis kelamin, status tempat tinggal, asal daerah,
dan pendapatan mahasiswa (Rp/ bulan).
Untuk menjawab permasalahan yang telah dirumuskan di atas, maka untuk
tujuan mengidentifikasi pola konsumsi akan digunakan metode analisis deskiptif,
yaitu untuk melihat bagaimana perkembangan tingkat konsumsi dan proporsi
pengeluaran mahasiswa FEM IPB untuk komoditi pangan asal ternak seperti
daging sapi, daging ayam ras, telur ayam ras, dan susu sapi berdasarkan
karakteristik yang beragam. Untuk merumuskan fungsi permintaan pangan asal
ternak dan pengaruhnya jika terjadi perubahan harga dan pengeluaran, maka akan
digunakan model Almost Ideal Demand System (AIDS) dengan metode Seemingly
Unrelated Regression (SUR). Secara skematis alur kerangka berpikir penelitian
ini, dapat dilihat pada Gambar 1.
24
Gambar 1. Alur Kerangka Berpikir
Karakteristik mahasiswa FEM
yang Beragam
Perilaku konsumsi pangan
asal ternak:
Frekuensi konsumsi
Proporsi konsumsi
Kelas pendapatan
Jenis kelamin
Status tempat tinggal
Asal daerah (desa-kota)
Faktor - faktor yang
mempengaruhi
pengeluaran konsumsi
pangan asal ternak:
Harga daging sapi
Harga daging ayam
ras
Harga telur ayam ras
Harga susu sapi
Tingkat pendapatan
Jenis kelamin
Status tempat tinggal
Asal daerah
Konsumsi pangan
asal ternak seperti
daging sapi, daging
ayam ras, telur
ayam ras, dan susu
sapi.
Analisis Deskriptif Analisis Model Almost
Ideal Demand System
(AIDS)
Analisis tingkat konsumsi
dan proporsi pengeluaran
mahasiswa untuk
konsumsi pangan asal
ternak
Metode SUR ((Seemingly
Unrelated Regression)
Faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap
pengeluaran untuk konsumsi pangan asal ternak
pada mahasiswa FEM Institut Pertanian Bogor
Identifikasi faktor-faktor yang
mempengaruhi permintaan pangan
asal ternak dan analisis elastisitas
harga dan pengeluaran
Harga pangan asal ternak yang
relatif tinggi dibandingkan
pangan lain
25
IV METODE PENELITIAN
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut
Pertanian Bogor. Pemilihan lokasi ini ditentukan secara sengaja (purposive)
dengan pertimbangan Fakultas Ekonomi dan Manajemen merupakan fakultas
dengan jumlah mahasiswa terbanyak kedua di Institut Pertanian Bogor yang
memiliki karakteristik asal daerah yang beragam (TPB dalam Angka 2011, 2012,
2013). Penelitian ini dilakukan dengan tiga tahap utama yaitu pra penelitian,
penelitian, dan hasil penelitian. Dari ketiga tahap tersebut dilakukan dalam jangka
waktu selama tiga bulan yaitu mulai dari bulan Maret hingga Juni 2014.
4.2 Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh melalui hasil wawancara dengan pengisian
kuesioner oleh responden yang berisi daftar pertanyaan, terdiri dari pertanyaan
tertutup (closed ended question) dan pertanyaan terbuka (open ended question).
Kuesioner penelitian disajikan pada Lampiran 2. Pencatatan data dilakukan
dengan teknik recall yaitu mencatat pengeluaran untuk daging sapi, daging ayam
ras, telur ayam ras, dan susu sapi dengan mengingat kembali penyajian menu
makanan selama satu bulan. Data sekunder diperoleh melalui penelusuran karya-
karya ilmiah, data-data yang dikeluarkan oleh TPB dalam Angka, Administrasi
FEM IPB, Susenas Badan Pusat Statistik (BPS), dan Kementerian Pertanian.
4.3 Metode Pengambilan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa FEM Institut Pertanian
Bogor angkatan 2011. Hal ini dikarenakan mahasiswa angkatan 2011 memiliki
aktivitas yang lebih padat di kampus dibandingkan mahasiswa angkatan lainnya.
Distribusi jumlah responden berdasarkan mayor disajikan pada Tabel 3.
Penelitian ini menggunakan teknik stratified random sampling, yaitu
pengambilan sampel secara acak dari suatu populasi yang telah terbagi dalam
suatu lapisan (strata) tertentu yang seragam (Singarimbun dan Effendi 1995).
26
FEM yang terbagi menjadi lima mayor digunakan sebagai kriteria dasar untuk
membagi populasi menjadi lima strata. Penentuan jumlah sampel yang diambil
pada setiap strata dilakukan dengan alokasi yang berimbang dengan besarnya
strata. Setiap strata memenuhi kriteria karakteristik pengelompokan jenis kelamin,
status tempat tinggal, dan asal daerah sehingga terpilih jumlah responden
sebanyak 122 responden.
Tabel 3 Distribusi jumlah responden berdasarkan mayor
Mayor / Program studi Jumlah responden (mahasiswa) Persentase (%)
Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan 24 19,67
Manajemen 31 25,41
Agribisnis 28 22,95
Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan 24 1967
Ekonomi Syariah 15 12,30
Total 122 100,00
Sumber: Data primer, diolah (2014)
4.4 Metode Pengelompokan Data
Pengelompokan mahasiswa FEM berdasarkan pendapatan per bulan terbagi
menjadi tiga kelas. Pertama, mahasiswa kelas pendapatan I dengan jumlah
pendapatan lebih kecil dari Rp 1.094.000 per bulan. Kedua, mahasiswa kelas
pendapatan II dengan jumlah pendapatan sebesar Rp 1.094.000 – Rp 1.688.000
per bulan. Ketiga, mahasiswa kelas pendapatan III dengan jumlah pendapatan
lebih besar dari Rp 1.688.000 per bulan.
Pengelompokan mahasiswa FEM berdasarkan klasifikasi asal daerah
merujuk pada Peraturan Kepala Badan Pusat Statistik Nomor 37 Tahun 2010
Tentang Klasifikasi Perkotaan dan Perdesaan di Indonesia. Dalam peraturan ini
yang dimaksud adalah (1) Perkotaan adalah status suatu wilayah administrasi
setingkat desa/kelurahan yang memenuhi kriteria klasifikasi wilayah perkotaan.
(2) Perdesaan adalah status suatu wilayah administrasi setingkat desa/kelurahan
yang belum memenuhi kriteria klasifikasi wilayah perkotaan. Untuk menentukan
apakah suatu desa tertentu termasuk daerah perkotaan atau perdesaan dilakukan
penghitungan skor terhadap tiga variabel potensi desa yaitu kepadatan penduduk,
persentase rumah tangga pertanian, dan akses fasilitas umum.
27
4.5 Metode Pengolahan dan Analisis Data
Data penelitian ini dianalisis secara deskriptif kualitatif dan kuantitatif
dengan menerapkan model Almost Ideal Demand System (AIDS) dengan metode
Seemingly Unrelated Regression (SUR) untuk mengetahui parameter yang
mempengaruhi permintaan pangan asal ternak dan elastisitas permintaannya.
Pengolahan dan analisis data dilakukan secara manual dan menggunakan software
Microsoft Office Excel 2013, SAS (Statistical Analitical System) versi 9.3. Metode
analisis data dijabarkan pada Tabel 4 berdasarkan tujuan penelitian.
Tabel 4 Matriks analisis data
No. Tujuan penelitian Analisis data
1 Menganalisis pola konsumsi pangan asal
ternak pada konsumen mahasiswa FEM
Institut Pertanian Bogor;
Analisis deskriptif dengan bantuan
Microsoft Office Excel 2013 dan SAS
(Statistical Analitical System) versi 9.3.
2 Mengidentifikasi faktor-faktor yang
mempengaruhi permintaan pangan asal
ternak pada mahasiswa FEM Institut
Pertanian Bogor;
Analisis Almost Ideal Demand System
(AIDS) dengan bantuan SAS (Statistical
Analitical System) versi 9.3.
3 Menganalisis tingkat elastisitas harga dan
pengeluaran dari komoditas pangan asal
ternak mahasiswa FEM Institut Pertanian
Bogor.
Analisis Almost Ideal Demand System
(AIDS) dengan bantuan SAS (Statistical
Analitical System) versi 9.3
4.5.1 Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif digunakan untuk menjelaskan proporsi pengeluaran
berdasarkan data kualitatif, seperti data karakteristik responden (pendapatan per
bulan, jenis kelamin, status tempat tinggal, dan asal daerah). Data kualitatif yang
telah dikumpulkan kemudian ditabulasikan untuk mempermudah melakukan
analisis tingkat konsumsi dan proporsi pengeluaran pangan asal ternak pada
mahasiswa FEM. Pada analisis ini peneliti menggunakan bantuan komputer
dengan software Microsoft Office Excel 2013 dan SAS (Statistical Analitical
System) versi 9.3.
4.5.2 Analisis Almost Ideal Demand System (AIDS)
Model matematika yang digunakan adalah aproksimasi linier dari model
AIDS (LA/AIDS, Linier Aproximation / Almost Ideal Demand System) dengan
menggunakan software SAS (Statistical Analitical System) versi 9.3. Pada model
28
ini perilaku permintaan untuk suatu jenis komoditi dinyatakan dalam share atau
proporsi pengeluaran untuk komoditi yang bersangkutan terhadap pendapatannya.
Secara spesifik fungsi proporsi pengeluaran model AIDS untuk daging sapi,
daging ayam ras, telur ayam ras, dan susu sapi pada penelitian ini adalah :
1. Fungsi proporsi pengeluaran untuk komoditas 1 (daging sapi)
( ) ( ) ( ) ( ) (
)
2. Fungsi proporsi pengeluaran untuk komoditas 2 (daging ayam ras)
( ) ( ) ( ) ( ) (
)
3. Fungsi proporsi pengeluaran untuk komoditas 3 (telur ayam ras)
( ) ( ) ( ) ( ) (
)
4. Fungsi proporsi pengeluaran untuk komoditas 4 (susu sapi)
( ) ( ) ( ) ( ) (
)
Keterangan :
Wi = share/proporsi pengeluaran komoditas ke-i terhadap total
pengeluaran untuk komoditas pangan asal ternak, dimana i=1,2,3,4.
α, , dan = parameter regresi berturut-turut untuk intersep, total pengeluaran,
dan harga agregat dari masing-masing komoditas
P1 = harga daging sapi (Rp/ kg)
P2 = harga daging ayam ras (Rp/ kg)
P3 = harga telur ayam ras (Rp/ kg)
P4 = harga susu sapi (Rp/ kg)
x/p = pengeluaran pangan asal ternak (Rp) dibagi oleh harga yang
diperoleh dari indeks stone
d1 = dummy jenis kelamin (0= perempuan dan 1= laki-laki)
d2 = dummy status tempat tinggal (0 = kos/kontrak dan 1= rumah
orangtua/wali)
d3 = dummy asal daerah (0= pedesaan dan 1= perkotaan)
29
d4 = dummy kelas pendapatan (0= kelas pendapatan lainnya dan 1=
kelas pendapatan II)
d5 = dummy kelas pendapatan (0=kelas pendapatan lainnya dan 1=
kelas pendapatan III)
Indeks stone dicari dengan rumus : Log p* = Σ i log pi dimana p* adalah
Indeks Stone, Wi adalah proporsi pengeluaran komoditas pangan asal ternak ke-i
terhadap total pengeluaran untuk pangan asal ternak dan harga pi adalah harga
agregat dari kelompok komoditas i. Harga agregat dari masing-masing kelompok
komoditas diperoleh sebagai rata-rata tertimbang dari harga masing-masing
komoditas dalam kelompok yang bersangkutan.
Proporsi pengeluaran pangan asal ternak (ke-i) terhadap total pengeluaran
per kapita per bulan dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
i= p i
......................................…..............…................................................. (19)
Keterangan:
Wi = proporsi pengeluaran per kapita per bulan untuk konsumsi pangan asal
ternak ke-i (%)
Vpxi = pengeluaran per kapita per bulan untuk konsumsi pangan asal ternak ke-
i (Rp)
V = total pengeluaran per kapita per bulan untuk konsumsi pangan asal
ternak (Rp)
i = 1,2,3,4 (1=daging sapi, 2=daging ayam ras, 3=telur ayam ras, 4= susu
sapi)
Untuk menjamin asumsi maksimisasi kepuasan agar terpenuhi, maka
terdapat tiga restriksi yang harus dimasukkan ke dalam model, yaitu penjumlahan
(adding up), homogenitas dan simetri. Berturut-turut ketiga restriksi tersebut
adalah :
Adding up : ∑ αi
n
i=1
=1, ∑ ij
n
i=1
=0, ∑ i
n
i=1
=0…….......................…....….. (20)
omogenita :∑ ij
j
=0……………….….……………………………….. (21)
Simetri : Yij= Yji ................................................................................ (22)
30
Pengujian parameter secara statistik menguji apakah persamaan matematis
yang akan dipergunakan untuk meramalkan sudah cocok atau belum (goodness of
fit test) atau menguji apakah setiap koefisien dari suatu variabel bebas dapat
menunjukkan bahwa pengaruh variabel tersebut terhadap variabel tak bebas cukup
nyata (significant) (Firdaus 2004). Pengujian statistik terhadap model AIDS dapat
dilakukan dengan empat cara yaitu standard error estimated, koefisien
determinan, uji statistik t, dan uji statistik F.
(1) Standard error estimated
Standard error of the estimate bertujuan untuk mengukur ketepatan model
persamaan regresi yang dihasilkan dalam mengestimasi nilai variabel
dependent dengan metode kuadrat terkecil (ordinary least square) (Sitepu
dan Sinaga 2006). Parameter ini mengindikasikan pengaruh signifikan yang
cukup tinggi dalam prediksi. Batasan dalam parameter statistik ini adalah 0
ampai dengan ∞. erforma model dikatakan ter aik jika mendekati nilai 0.
Untuk mencari nilai Standard error of the estimate dapat digunakan formula
berikut ini:
Se=√∑( - ̂)
2
n-k-1=√
SS
n-k-1=√MS ..............................................................(23)
dimana:
n=jumlah pengamatan
k=jumlah variabel bebas (independent) di dalam model regresi
(2) Koefisien Determinan
Menurut Sitepu dan Sinaga (2006), ukuran yang biasa digunakan untuk
memeriksa seberapa dekat garis regresi yang terestimasi dengan data
aktualnya adalah koefisien determinasi (coefficient of determination).
Formula koefisien determinan, (R2) ditentukan dengan formula:
2=SS
SS =∑( ̂- ̅)
2
∑( - ̂ )2............................................……................…........ (24)
Formula ini memiliki bentuk dan interpretasi yang sama dengan r2
pada
regresi linear sederhana, yaitu proporsi variasi Y yang dapat dijelaskan oleh
hubungan dari Y dengan variabel X. Nilai R2 = 1 dikatakan bahwa seluruh
31
variasi di dalam respon dijelaskan oleh model regresi. Jika nilai R2 = 0 yang
berarti bahwa tidak ada variasi yang dijelaskan dalam model persamaan
regresi. Pada kenyataannya nilai 0 < R2
< 1, dan nilai R2 harus diinterpretasi
relatif terhadap nilai ekstrim 0 dan 1.
(3) Uji Statistik t
Menurut Sitepu dan Sinaga (2006), cara untuk mengetahui apakah secara
individu independent variabel berbeda nyata dengan nol pada taraf tertentu
tanpa melihat distribusi tabel-t adalah dengan menggunakan langsung nilai
r > │t│ yang diha ilkan oleh SAS. Dengan kata lain, tingkat signifikansi
masing-masing prediktor variabel dalam suatu model regresi linear berganda
e uai dengan nilai yang ditampilkan oleh r > │t│. Signifikansi pada hasil
estimasi terjadi jika r > │t│ lebih kecil dari α=10%.
(4) Uji Statistik F
Menurut Sitepu dan Sinaga (2006), uji statistik F digunakan untuk menguji
secara keseluruhan koefisien regresi dalam menentukan dependent
variabelnya. Penentuan apakah suatu model persamaan regresi secara
statistik berbeda nyata dengan nol atau tidak dapat dilakukan dengan
melihat langsung nilai probabiliti yang diberi label Pr > F oleh program
SAS.
4.5.3 Analisis Elastisitas
Besaran elastisitas permintaan untuk harga dan pengeluaran dihitung dari
rumus yang diturunkan dari fungsi permintaan (Deaton dan Muellbeaur 1980).
Rumus perhitungan elastisitas adalah sebagai berikut :
a. la ti ita arga : eii= ii- i i
i-1.....................................…….….... (25)
. la ti ita Silang : eij= ij- i j
i; (i j).......................……................. (26)
c. la ti ita endapatan : i = 1 + i
i..........................…….....….…............ (27)
Keterangan :
eii = elastisitas harga pangan asal ternak ke-i
32
ii = koefisien dugaan variabel harga agregat pangan asal ternak ke-i
terhadap share pengeluaran pangan asal ternak ke-i
i = koefisien dugaan variabel total pengeluaran pangan asal ternak ke-i
Wi = share/proporsi pengeluaran pangan asal ternak ke-i
eij = elastisitas harga silang pangan asal ternak ke-i terhadap pangan
asal ternak ke-j
ij = koefisien dugaan variabel harga agregat pangan asal ternak ke-i
terhadap share pengeluaran pangan asal ternak ke-j
Wj = share/proporsi pengeluaran pangan asal ternak ke-j
i = elastisitas pendapatan pangan asal ternak ke-i
i atau j = 1,2,3,4 (1=daging sapi, 2=daging ayam ras, 3=telur ayam ras, 4=
susu sapi)
33
V GAMBARAN UMUM
5.1 Karakteristik Responden
Responden dalam penelitian ini merupakan mahasiswa FEM Institut
Pertanian Bogor angkatan 48 yang mempunyai karakteristik yang beragam. Hal
ini tentu berpengaruh pada pola konsumsi pangan asal ternak. Karakteristik
mahasiswa yang diambil pada penelitian ini adalah jenis kelamin, status tempat
tinggal, asal daerah, dan tingkat pendapatan.
5.1.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis kelamin mahasiswa mempengaruhi keputusan untuk mengonsumsi
pangan asal ternak. Pada penelitian ini, mahasiswa yang berjenis kelamin
perempuan sebanyak 82 responden (67,21%) dan sebanyak 40 responden
(32,79%) berjenis kelamin laki-laki. Hal ini sesuai data jumlah mahasiswa FEM
tahun 2014 secara keseluruhan yang menyatakan bahwa proporsi jumlah
mahasiswa perempuan lebih besar dibandingkan mahasiswa laki-laki. Tabel 5
menunjukkan distribusi jumlah responden berdasarkan jenis kelamin.
Tabel 5 Distribusi jumlah responden berdasarkan jenis kelamin
Jenis kelamin Jumlah responden (mahasiswa) Persentase (%)
Laki-laki 40 32,79
Perempuan 82 67,21
Total 122 100,00
Sumber: Data primer, diolah (2014)
5.1.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Status Tempat Tinggal
Status tempat tinggal mempengaruhi keputusan responden untuk
mengonsumsi pangan asal ternak karena responden yang tinggal di rumah kos
atau kontrakan diduga mempunyai banyak pertimbangan untuk konsumsi
makanan maupun konsumsi non makanan. Mahasiswa yang kos mengeluarkan
biaya-biaya rutin yang dikeluarkan untuk setiap periode. Biaya kos ini meliputi
uang sewa kos per bulan, pembayaran listrik, air, dan segala keperluan yang
berhubungan dengan tempat tinggal mahasiswa. Hal ini yang menyebabkan
mahasiswa yang kos menyisihkan pendapatan mereka tidak hanya untuk
dibelanjakan kebutuhan makanan melainkan biaya-biaya rutin kebutuhan kos.
34
Tabel 6 Distribusi jumlah responden berdasarkan status tempat tinggal
Status tempat tinggal Jumlah responden (mahasiswa) Persentase (%)
Kos/kontrak 93 76,23
Rumah orangtua/ wali 29 23,77
Total 122 100,00
Sumber: Data primer, diolah (2014)
Tabel 6 menyajikan distribusi jumlah responden berdasarkan status tempat
tinggal. Sebanyak 93 responden (76,23%) tinggal di rumah kos atau kontrakan
dan sebesar 29 responden (23,77%) tinggal di rumah orangtua atau wali. Hal ini
mengindikasikan bahwa mayoritas mahasiswa FEM tinggal di rumah kos atau
kontrakan.
5.1.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Asal Daerah
Asal daerah mahasiswa mempengaruhi pola konsumsi makanan. Mahasiswa
yang berasal dari luar daerah cenderung mengalami perubahan pola makan.
Proporsi terbesar mahasiswa dalam penelitian ini berasal dari daerah Jakarta,
Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek). Mahasiswa dalam
penelitian ini tidak hanya berasal dari Pulau Jawa, tetapi juga berasal dari daerah
lain yang ada di luar Pulau Jawa. Kriteria asal daerah responden ditentukan
berdasarkan Peraturan Kepala Badan Pusat Statistik Nomor 37 Tahun 2010
tentang Klasifikasi Perkotaan dan Perdesaan di Indonesia.
Tabel 7 Distribusi jumlah responden berdasarkan asal daerah
Asal daerah Jumlah responden (mahasiswa) Persentase (%)
Perkotaan 106 86,89
Pedesaan 16 13,11
Total 122 100,00
Sumber: Data primer, diolah (2014)
Tabel 7 menyajikan distribusi jumlah responden berdasarkan asal daerah.
Sebanyak 106 responden (86,89%) berasal dari perkotaan dan sebanyak 16
responden (13,11%) berasal dari pedesaan. Hal ini mengindikasikan bahwa
mayoritas mahasiswa FEM berasal dari perkotaan.
5.1.4 Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendapatan
Jumlah pendapatan adalah total pendapatan yang diterima tiap bulan yang
berasal dari kiriman orangtua maupun hasil usaha pribadi. Tingkat pendapatan
35
responden per bulan cenderung mempengaruhi perbedaan konsumsi pangan atau
kebutuhan lainnya. Jumlah pendapatan yang terlalu kecil menyebabkan
mahasiswa FEM membatasi konsumsi pangan asal ternak. Rata-rata pendapatan
mahasiswa FEM sebesar Rp 1.390.934 per bulan.
Tabel 8 Distribusi jumlah responden berdasarkan tingkat pendapatan
Tingkat pendapatan per bulan Jumlah responden (mahasiswa) Persentase (%)
≤ Rp 1.094.000 39 31,97
Rp 1.094.000 - Rp 1.688.000 59 48,36
≥ Rp 1.688.000 24 19,67
Total 122 100,00
Sumber: Data primer, diolah (2014)
Tabel 8 menyajikan distribusi jumlah responden berdasarkan tiga kelas
pendapatan. Pertama, mahasiswa kelas pendapatan I dengan jumlah pendapatan
lebih kecil dari Rp 1.094.000 per bulan yaitu sebanyak 39 responden (31,97%).
Kedua, mahasiswa kelas pendapatan II dengan jumlah pendapatan sebesar Rp
1.094.000 – Rp 1.688.000 per bulan yaitu sebanyak 59 responden (48,36%).
Ketiga, mahasiswa kelas pendapatan III dengan jumlah pendapatan lebih besar
dari Rp 1.688.000 per bulan yaitu sebanyak 24 responden (19,67%). Hal ini
mengindikasikan bahwa mayoritas mahasiswa FEM merupakan mahasiswa kelas
pendapatan II.
5.1.5 Karakteristik Responden Berdasarkan Pengeluaran untuk Konsumsi
Bahan Makanan
Pengeluaran untuk konsumsi bahan makanan adalah jumlah uang yang
dialokasikan dari total pendapatan mahasiswa selama satu bulan untuk keperluan
konsumsi bahan makanan. Pengeluaran untuk konsumsi bahan makanan tidak
terlalu beragam dikarenakan sebagian besar mahasiswa membeli bahan makanan
di wilayah kampus dengan kisaran harga bahan makanan yang tidak terlalu
beragam.
Rata-rata pengeluaran untuk konsumsi bahan makanan pada mahasiswa
FEM adalah sebesar Rp 620.607 per bulan. Tabel 9 menyajikan distribusi jumlah
responden berdasarkan pengeluaran untuk konsumsi bahan makanan. Sebagian
besar responden atau sebanyak 72 responden (59,02%) mengalokasikan
pendapatannya untuk konsumsi bahan makanan diantara Rp 500.000-Rp
36
1.000.000. Sebanyak 44 responden (36,07%) mengalokasikan pendapatannya
untuk konsumsi bahan makanan kurang dari Rp 500.000. Sebanyak lima
responden (4,10%) mengalokasikan pendapatannya untuk konsumsi bahan
makanan diantara Rp 1.000.000-Rp 1.500.000 dan sisanya satu responden
(0,82%) mengalokasikan pendapatannya untuk konsumsi bahan makanan diantara
lebih dari Rp 1.500.000.
Tabel 9 Distribusi jumlah responden berdasarkan pengeluaran untuk konsumsi
bahan makanan
Jumlah pengeluaran untuk konsumsi
bahan makanan per bulan Jumlah responden (mahasiswa) Persentase (%)
< Rp 500.000 44 36,07
Rp 500.000 - Rp 1.000.000 72 59,02
Rp 1.001.000 - Rp 1.500.000 5 4,10
> Rp 1.500.000 1 0,82
Total 122 100,00
Sumber: Data primer, diolah (2014)
5.1.6 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Pangan Hewani yang
Paling Sering Dikonsumsi
Data pada Tabel 10 memberikan informasi mengenai jenis pangan hewani
yang paling sering dikonsumsi mahasiswa FEM. Informasi ini digunakan sebagai
data pendukung untuk mendeskripsikan proporsi pengeluaran pangan asal ternak
pada bab pembahasan.
Tabel 10 Distribusi jumlah responden berdasarkan jenis pangan hewani yang
paling sering di konsumsi
Jenis pangan hewani Jumlah responden (mahasiswa) Persentase (%)
Daging sapi 1 0,82
Daging ayam 56 45,90
Telur 49 40,16
Susu 9 7,38
Ikan 7 5,74
Total 122 100,00
Sumber: Data primer, diolah (2014)
Sebanyak 56 responden (45,90%) paling sering mengonsumsi daging ayam.
Sebanyak 49 responden (40,16%) paling sering mengonsumsi telur. Sebanyak
sembilan responden (7,38%) paling sering mengonsumsi susu. Sebanyak tujuh
responden (5,74%) paling sering mengonsumsi ikan dan sisanya satu responden
(0,82%) paling sering mengonsumsi daging sapi. Hal ini mengindikasikan bahwa
37
pangan hewani yang paling sering dikonsumsi mahasiswa FEM adalah daging
ayam dikarenakan ketersediaan makanan olahan dari pangan tersebut lebih banyak
dan lebih bervariasi dibandingkan pangan hewani lainnya. Lain halnya dengan
daging sapi, komoditas tersebut merupakan pangan hewani yang paling jarang
dikonsumsi mahasiswa FEM. Hal ini dikarenakan harga daging sapi yang relatif
lebih mahal sehingga mahasiswa cenderung tidak suka mengonsumsi daging sapi.
5.2 Pola Konsumsi Pangan Asal Ternak
Pola konsumsi pangan asal ternak adalah ragam kebiasaan seseorang dalam
mengambil keputusan untuk memperoleh kepuasaan atau kegunaan yang
semaksimal mungkin dari suatu pangan asal ternak. Menurut Wulandari dalam
Aprilian (2010) ada tiga hal yang mempengaruhi konsumsi pangan yaitu kuantitas
dan ragam pangan yang tersedia dan diproduksi, pendapatan, dan tingkat
pengetahuan gizi. Pola konsumsi yang diamati adalah frekuensi konsumsi,
pengeluaran konsumsi, dan alasan mlengonsumsi pangan asal ternak. Pangan asal
ternak yang diteliti adalah daging sapi, daging ayam ras, telur ayam ras, dan susu
sapi.
5.2.1 Pola Konsumsi Daging Sapi
Pola konsumsi daging sapi mahasiswa FEM dapat dilihat dari frekuensi
konsumsi, pengeluaran konsumsi, dan alasan mengonsumsi daging sapi.
Konsumsi daging sapi dihitung dengan satuan rupiah per kilogram (kg) yang
sudah diolah menjadi makanan siap saji. Konsumsi diasumsikan homogen dengan
konversi satuan mengikuti ukuran rumah tangga menurut Daftar Komposisi
Bahan Makanan (DKBM), yaitu 1 potong daging sapi = 50 gram.
Frekuensi Konsumsi Daging Sapi
Frekuensi konsumsi daging sapi adalah tingkat keseringan mahasiswa
mengonsumsi daging sapi yang dibeli oleh mahasiswa dalam satuan potong per
bulan. Frekuensi konsumsi daging sapi dibagi menjadi tiga kategori. Kategori
pertama, mahasiswa yang mengonsumsi kurang dari 2 potong per bulan. Kategori
kedua, mahasiswa yang mengonsumsi 2-6 potong per bulan. Kategori ketiga,
mahasiswa yang mengonsumsi lebih dari 6 potong per bulan.
38
Tabel 11 Distribusi jumlah responden berdasarkan frekuensi konsumsi daging
sapi
Frekuensi konsumsi daging sapi (potong
/ bulan) Jumlah responden (mahasiswa) Persentase (%)
≤ 2 72 59,02
2-6 27 22,13
≥ 6 23 18,85
Total 122 100,00
Sumber: Data primer, diolah (2014)
Berdasarkan hasil analisis, terdapat mahasiswa yang tidak mengonsumsi
daging sapi dan frekuensi konsumsi daging sapi terbanyak yaitu 28 potong per
bulan. Rata-rata frekuensi konsumsi daging sapi responden yaitu 4 potong per
bulan. Tabel 11 menunjukkan bahwa sebanyak 72 responden (59,02%)
mengonsumsi daging sapi kurang dari dua kali per bulan. Pada penelitian ini
dikatakan bahwa mahasiswa FEM sangat jarang mengonsumsi daging sapi. Hal
tersebut disebabkan faktor harga daging sapi yang relatif mahal membuat
mahasiswa FEM membatasi konsumsi terhadap daging sapi.
Pengeluaran Konsumsi Daging Sapi
Pengeluaran konsumsi daging sapi adalah besaran yang dialokasikan
mahasiswa FEM dari total pendapatannya untuk mengonsumsi daging sapi yang
dihitung dalam bentuk fisik dan nominal rupiah per bulan. Hasil perhitungan
pengeluaran konsumsi daging sapi dapat digunakan untuk mengetahui proporsi
pengeluaran daging sapi dari total pengeluaran untuk konsumsi pangan asal ternak.
Konsumsi daging sapi yang dihitung dalam bentuk fisik (kg/ kapita/ bulan) dan
nominal rupiah per bulan disajikan pada Tabel 12.
Rata-rata konsumsi mahasiswa terhadap daging sapi berdasarkan kelas
pendapatan pada Tabel 12 menunjukkan bahwa semakin tinggi pendapatan, maka
semakin tinggi pula konsumsi daging sapi. Berdasarkan jenis kelamin, rata-rata
konsumsi daging sapi lebih tinggi pada mahasiswa perempuan. Hal ini didukung
bahwa mahasiswa perempuan cenderung lebih mementingkan kesehatan/nilai gizi
yang terkandung dalam daging sapi dibandingkan mahasiswa laki-laki.
Berdasarkan status tempat tinggal, rata-rata konsumsi daging sapi lebih tinggi
pada mahasiswa yang tinggal di rumah orangtua/wali. Hal ini dikarenakan
mahasiswa yang tinggal di rumah orangtua/wali cenderung terbiasa mengonsumsi
daging sapi saat di rumah sehingga mahasiswa kelompok ini membeli daging sapi
39
dengan jumlah yang lebih banyak. Berdasarkan asal daerah, rata-rata konsumsi
daging sapi lebih tinggi pada mahasiswa asal daerah perkotaan. Hal ini didukung
dari hasil analisis yang menyatakan bahwa mahasiswa asal daerah perkotaan
cenderung lebih mementingkan kesehatan/nilai gizi yang terkandung dalam
daging sapi dibandingkan mahasiswa asal daerah pedesaan.
Tabel 12 Rata-rata pengeluaran konsumsi daging sapi berdasarkan kategori sosial
ekonomi
Kategori sosial ekonomi Konsumsi (kg/kapita/bulan) Rata-rata pengeluaran (Rp per bulan)
1. Pendapatan
a. Kelas I 0.13 25.526
b. Kelas II 0.14 25.458
c. Kelas III 0.31 76.500
2. Jenis Kelamin
a. Laki-laki 0.14 29.613
b. Perempuan 0.19 38.402
3. Status tempat tinggal
a. Rumah orangtua/ wali 0.26 62.328
b. Kos/kontrak 0.14 27.161
4. Asal daerah
a. Perkotaan 0.18 37.448
b. Pedesaan 0.13 22.750
Rata-rata 0.17 35.520
Sumber: Data primer, diolah (2014)
Alasan Mengonsumsi Daging Sapi
Motif mahasiswa dalam mengonsumsi dipengaruhi oleh beberapa faktor
antara lain tingkat pendapatan, harga suatu komoditas, lingkungan teman sebaya,
dan pengetahuan nilai gizi. Motif mahasiswa FEM mengonsumsi daging sapi
yang dilihat dalam penelitian ini yaitu kesehatan/nilai gizi yang terkandung dalam
daging sapi, makanan kesukaan, harga murah, perubahan selera dalam waktu
singkat (mood), dan alasan lainnya. Tabel 13 menyajikan alasan mahasiswa FEM
mengonsumsi daging sapi.
Tabel 13 menunjukkan bahwa kesehatan atau nilai gizi menjadi alasan
utama yang paling banyak dipilih mahasiswa FEM dalam mengonsumsi daging
sapi, yaitu sebanyak 62 responden (48,06%) dari total frekuensi pilihan responden.
Hal ini menunjukkan adanya kesadaran pentingnya nilai gizi yang terkandung
dalam daging sapi dan membuktikan bahwa tingkat pengetahuan sangat
mempengaruhi seseorang dalam mengonsumsi suatu produk. Alasan kedua untuk
40
mengonsumsi daging sapi adalah karena makanan kesukaan yaitu sebanyak 35
responden (27,13%). Sebanyak sepuluh responden (7,75%) beralasan
mengonsumsi daging sapi dikarenakan harganya yang murah dan sebanyak 20
responden (15,50%) beralasan mengonsumsi dikarenakan perubahan selera dalam
waktu singkat (mood). Alasan lainnya disebabkan kesadaran pribadi untuk
melakukan diversifikasi pangan dan faktor gengsi yaitu sebanyak dua responden
(1,5%).
Tabel 13 Alasan mahasiswa FEM mengonsumsi daging sapi
Alasan mengonsumsi* Frekuensi pilihan responden Persentase (%)
Kesehatan/nilai gizi 62 48,06
Makanan kesukaan 35 27,13
Harga murah 10 7,75
Perubahan selera dalam waktu singkat 20 15,50
Lainnya 2 1,55
Total 129 100,00
Keterangan : *) Responden dapat memilih lebih dari satu jawaban
5.2.2 Pola Konsumsi Daging Ayam Ras
Pola konsumsi daging ayam ras mahasiswa FEM dapat dilihat dari frekuensi
konsumsi, pengeluaran konsumsi, dan alasan mengonsumsi daging ayam ras.
Konsumsi daging ayam ras dihitung dengan satuan rupiah per kilogram (kg) yang
sudah diolah menjadi makanan siap saji. Konsumsi diasumsikan homogen dengan
konversi satuan mengikuti ukuran rumah tangga menurut Daftar Komposisi
Bahan Makanan (DKBM), yaitu 1 potong daging ayam ras = 50 gram.
Frekuensi Konsumsi Daging Ayam Ras
Frekuensi konsumsi daging ayam ras adalah tingkat keseringan mahasiswa
mengonsumsi daging ayam ras yang dibeli oleh mahasiswa dalam satuan potong
per bulan. Frekuensi konsumsi daging ayam ras dibagi menjadi tiga kategori.
Kategori pertama, mahasiswa yang mengonsumsi kurang dari 9 potong per bulan.
Kategori kedua, mahasiswa yang mengonsumsi 9-17 potong per bulan. Kategori
ketiga, mahasiswa yang mengonsumsi lebih dari 17 kali per bulan.
Berdasarkan hasil analisis, terdapat mahasiswa yang tidak mengonsumsi
daging ayam ras dan frekuensi konsumsi daging ayam ras terbanyak yaitu 36
potong per bulan. Rata-rata frekuensi konsumsi daging ayam ras responden yaitu
13 potong per bulan. Tabel 14 menunjukkan bahwa sebanyak 35 responden
41
(28,69%) mengonsumsi daging ayam ras kurang dari 9 potong per bulan. Hal
tersebut juga menunjukkan bahwa sebanyak 87 responden (71,31%) dapat
mengonsumsi daging ayam ras lebih dari 9 potong per bulan.
Tabel 14 Distribusi jumlah responden berdasarkan frekuensi konsumsi daging
ayam ras
Frekuensi konsumsi daging ayam ras
(potong /bulan) Jumlah responden (mahasiswa) Persentase (%)
≤ 9 35 28,69
9-17 51 41,80
≥ 17 36 29,51
Total 122 100,00
Sumber: Data primer, diolah (2014)
Pengeluaran Konsumsi Daging Ayam Ras
Pengeluaran konsumsi daging ayam ras adalah besaran yang dialokasikan
mahasiswa FEM dari total pendapatannya untuk mengonsumsi daging ayam ras.
Hasil perhitungan pengeluaran konsumsi daging ayam ras dapat digunakan untuk
mengetahui proporsi pengeluaran daging ayam ras dari total pengeluaran untuk
konsumsi pangan asal ternak. Konsumsi daging ayam ras yang dihitung dalam
bentuk fisik (kg/ kapita/ bulan) dan nominal rupiah per bulan disajikan pada Tabel
15.
Tabel 15 Rata-rata pengeluaran konsumsi daging ayam ras berdasarkan kategori
sosial ekonomi
Kategori sosial ekonomi Konsumsi (kg/kapita/bulan) Rata-rata pengeluaran (Rp per bulan)
1. Pendapatan
a. Kelas I 0.56 89.359
b. Kelas II 0.63 98.814
c. Kelas III 0.79 135.938
2. Jenis Kelamin
a. Laki-laki 0.71 118.975
b. Perempuan 0.60 95.348
3. Status tempat tinggal
a. Rumah orangtua/ wali 0.77 129.414
b. Kos/kontrak 0.59 94.887
4. Asal daerah
a. Perkotaan 0.64 103.613
b. Pedesaan 0.59 99.656
Rata-rata 0.64 103.094
Sumber: Data primer, diolah (2014)
42
Rata-rata konsumsi mahasiswa terhadap daging ayam ras berdasarkan kelas
pendapatan pada Tabel 15 menunjukkan bahwa semakin tinggi pendapatan, maka
semakin tinggi pula konsumsi daging ayam ras. Berdasarkan jenis kelamin, rata-
rata konsumsi daging ayam ras lebih tinggi pada mahasiswa laki-laki. Hal ini
didukung bahwa mahasiswa laki-laki cenderung lebih mementingkan
kesehatan/nilai gizi yang terkandung dalam daging ayam ras dibandingkan
mahasiswa perempuan. Berdasarkan status tempat tinggal, rata-rata konsumsi
daging ayam ras lebih tinggi pada mahasiswa yang tinggal di rumah orangtua/wali.
Hal ini dikarenakan daging ayam ras merupakan makanan kesukaan bagi sebagian
besar mahasiswa yang tinggal di rumah orangtua/wali. Berdasarkan asal daerah,
rata-rata konsumsi daging ayam ras lebih tinggi pada mahasiswa asal daerah
perkotaan. Hal ini didukung bahwa daging ayam ras merupakan makanan
kesukaan bagi sebagian besar mahasiswa asal daerah perkotaan.
Alasan Mengonsumsi Daging Ayam Ras
Motif mahasiswa FEM mengonsumsi daging ayam ras yang dilihat dalam
penelitian ini yaitu kesehatan/nilai gizi yang terkandung dalam daging ayam ras,
makanan kesukaan, harga murah, perubahan selera dalam waktu singkat (mood),
dan alasan lainnya. Tabel 16 menyajikan alasan mahasiswa FEM mengonsumsi
daging ayam ras.
Tabel 16 Alasan mahasiswa FEM mengonsumsi daging ayam ras
Alasan mengonsumsi* Frekuensi pilihan responden Persentase (%)
Kesehatan/nilai gizi 48 36,09
Makanan kesukaan 53 39,85
Harga murah 17 12,78
Perubahan selera dalam waktu singkat 5 3,76
Lainnya 10 7,52
Total 133 100,00
Keterangan : *) Responden dapat memilih lebih dari satu jawaban
Tabel 16 menunjukkan bahwa makanan kesukaan menjadi alasan utama
yang paling banyak dipilih mahasiswa FEM dalam mengonsumsi daging ayam ras,
yaitu sebanyak 53 responden (39,85%) dari total frekuensi pilihan responden.
Alasan kedua untuk mengonsumsi daging ayam ras adalah karena kesehatan atau
nilai gizi yang terkandung dalam daging ayam ras yaitu sebanyak 48 responden
(36,09%). Sebanyak 17 responden (12,78%) beralasan mengonsumsi daging ayam
43
ras dikarenakan harganya yang murah dan sebanyak lima responden (3,76%)
beralasan mengonsumsi dikarenakan perubahan selera dalam waktu singkat
(mood). Alasan lainnya disebabkan kesadaran pribadi untuk melakukan
diversifikasi pangan, faktor gengsi, keadaan keuangan yang baik pada awal bulan,
dan banyaknya ketersediaan olahan daging ayam ras di rumah makan yaitu
sebanyak sepuluh responden (7,52%).
5.2.3 Pola Konsumsi Telur Ayam Ras
Pola konsumsi telur ayam ras mahasiswa FEM dapat dilihat dari frekuensi
konsumsi, pengeluaran konsumsi, dan alasan mengonsumsi telur ayam ras.
Konsumsi telur ayam ras dihitung dengan satuan rupiah per kilogram (kg) yang
sudah diolah menjadi makanan siap saji. Konsumsi diasumsikan homogen dengan
konversi satuan mengikuti ukuran rumah tangga menurut Daftar Komposisi
Bahan Makanan (DKBM), yaitu satu butir telur ayam ras = 60 gram.
Frekuensi Konsumsi Telur Ayam Ras
Frekuensi konsumsi telur ayam ras adalah tingkat keseringan mahasiswa
mengonsumsi telur ayam ras yang dibeli oleh mahasiswa dalam satuan butir per
bulan. Frekuensi konsumsi telur ayam ras dibagi tiga kategori. Kategori pertama,
mahasiswa yang mengonsumsi kurang dari 10 butir per bulan. Kategori kedua,
mahasiswa yang mengonsumsi 10-19 butir per bulan. Kategori ketiga, mahasiswa
yang mengonsumsi lebih dari 19 butir per bulan.
Tabel 17 Distribusi jumlah responden berdasarkan frekuensi konsumsi telur
ayam ras
Frekuensi konsumsi telur ayam ras
(butir /bulan) Jumlah responden (mahasiswa) Persentase (%)
≤ 10 51 41,80
10-19 45 36,89
≥ 19 26 21,31
Total 122 100,00
Sumber: Data primer, diolah (2014)
Berdasarkan hasil analisis, terdapat mahasiswa yang tidak mengonsumsi
telur ayam ras dan frekuensi konsumsi telur ayam ras terbanyak yaitu 50 butir per
bulan. Rata-rata frekuensi konsumsi telur ayam ras responden yaitu 14 butir per
bulan. Tabel 17 menunjukkan bahwa sebanyak 51 responden (41,80%) dari total
44
responden mengonsumsi telur ayam ras kurang dari 10 butir per bulan. Hal
tersebut juga menunjukkan bahwa sebanyak 71 responden (58,20%)
mengonsumsi telur ayam ras lebih dari 10 butir per bulan.
Pengeluaran Konsumsi Telur Ayam Ras
Pengeluaran konsumsi telur ayam ras adalah besaran yang dialokasikan
mahasiswa FEM dari total pendapatannya untuk mengonsumsi telur ayam ras.
Hasil perhitungan pengeluaran konsumsi telur ayam ras dapat digunakan untuk
mengetahui proporsi pengeluaran telur ayam ras dari total pengeluaran untuk
konsumsi pangan asal ternak. Konsumsi telur ayam ras yang dihitung dalam
bentuk fisik (kg/ kapita/ bulan) dan nominal rupiah per bulan disajikan pada Tabel
18.
Tabel 18 Rata-rata pengeluaran konsumsi telur ayam ras berdasarkan kategori
sosial ekonomi
Kategori sosial ekonomi Konsumsi (kg/kapita/bulan) Rata-rata pengeluaran (Rp per bulan)
1.Pendapatan
a. Kelas I 0.78 33.285
b. Kelas II 0.86 38.900
c. Kelas III 0.79 31.275
2.Jenis Kelamin
a. Laki-laki 1.02 47.083
b. Perempuan 0.71 30.006
3.Status tempat tinggal
a. Rumah orangtua/ wali 0.65 23.931
b. Kos/kontrak 0.87 39.245
4.Asal daerah
a. Perkotaan 0.80 33.762
b. Pedesaan 0.95 47.813
Rata-rata 0.82 35.605
Sumber: Data primer, diolah (2014)
Berdasarkan kelas pendapatan, peningkatan pendapatan mahasiswa dari
kelas pendapatan I ke II menyebabkan pengeluaran konsumsi telur ayam ras
meningkat. Kondisi tersebut berlaku sebaliknya apabila terjadi peningkatan
pendapatan mahasiswa dari kelas pendapatan II ke III. Hal ini dikarenakan
mahasiswa kelas pendapatan III cenderung mengurangi konsumsi telur ayam ras
dengan mengonsumsi pangan lain yang kualitasnya lebih baik. Berdasarkan jenis
kelamin, rata-rata konsumsi telur ayam ras lebih tinggi pada mahasiswa laki-laki.
Hal ini didukung bahwa mahasiswa laki-laki cenderung lebih mementingkan
45
kesehatan/nilai gizi yang terkandung dalam telur ayam ras dibandingkan
mahasiswa perempuan. Berdasarkan status tempat tinggal, rata-rata konsumsi
telur ayam ras lebih tinggi pada mahasiswa yang kos. Hal ini dikarenakan motif
mahasiswa yang kos untuk menghemat pengeluarannya dengan lebih memilih
mengonsumsi telur ayam ras yang harganya lebih murah dibandingkan pangan
asal ternak lainnya. Berdasarkan asal daerah, rata-rata konsumsi telur ayam ras
lebih tinggi pada mahasiswa asal daerah pedesaan. Hal ini didukung bahwa harga
telur ayam ras yang relatif lebih murah menyebabkan mahasiswa asal daerah
pedesaan lebih memilih mengonsumsi telur ayam ras.
Alasan Mengonsumsi Telur Ayam Ras
Motif mahasiswa FEM mengonsumsi telur ayam ras yang dilihat dalam
penelitian ini yaitu kesehatan/nilai gizi yang terkandung dalam telur ayam ras,
makanan kesukaan, harga murah, perubahan selera dalam waktu singkat (mood),
dan alasan lainnya. Tabel 19 menyajikan alasan mahasiswa FEM mengonsumsi
telur ayam ras.
Tabel 19 Alasan mahasiswa FEM mengonsumsi telur ayam ras
Alasan mengonsumsi* Frekuensi pilihan responden Persentase (%)
Kesehatan/nilai gizi 64 48,85
Makanan kesukaan 29 22,14
Harga murah 29 22,14
Perubahan selera dalam waktu singkat 4 3,05
Lainnya 5 3,82
Total 131 100,00
Keterangan : *) Responden dapat memilih lebih dari satu jawaban
Tabel 19 menunjukkan bahwa kesehatan atau nilai gizi menjadi alasan
utama yang paling banyak dipilih mahasiswa FEM dalam mengonsumsi telur
ayam ras yaitu sebanyak 64 responden (48,85%) dari total frekuensi pilihan
responden. Sebanyak 29 responden (22,14%) beralasan mengonsumsi telur ayam
ras dikarenakan harganya yang murah dan sebanyak 29 responden (22,14%)
beralasan mengonsumsi dikarenakan telur ayam ras merupakan makanan
kesukaannya. Alasan perubahan selera dalam waktu singkat (mood) hanya dipilih
empat responden (3,05%). Alasan lainnya disebabkan untuk menghemat
pengeluaran, kemudahan mengolah telur ayam ras, dan terbatasnya ketersediaan
46
olahan pangan lainnya di suatu rumah makan yaitu sebanyak lima responden
(3,82%).
5.2.4 Pola Konsumsi Susu Sapi
Pola konsumsi susu sapi mahasiswa FEM dapat dilihat dari frekuensi
konsumsi, pengeluaran konsumsi, dan alasan mengonsumsi susu sapi. Konsumsi
susu sapi dihitung dengan satuan rupiah per kilogram (kg) yang sudah diolah
menjadi minuman siap saji. Susu sapi yang dihitung ada tiga jenis yaitu susu cair,
susu kental manis, dan susu bubuk. Konsumsi susu kental manis dan susu bubuk
dihitung berdasarkan susu yang dibeli dalam satu kemasan saji (sachet) yang
diasumsikan setara dengan susu cair ukuran 200 ml. Konsumsi susu cair dihitung
berdasarkan volume sebenarnya per satu kemasan saji dalam satuan milliliter (ml)
yang dikonversikan menjadi satuan kilogram. Menurut Bueche dan Hecht (2006),
satu liter susu sapi = 1,032 kg.
Berdasarkan data yang diperoleh, terdapat lima mahasiswa yang tidak
mengonsumsi susu sapi. Distribusi mahasiswa berdasarkan jenis susu yang
dikonsumsi dibagi menjadi tujuh kelompok yaitu mahasiswa yang hanya
mengonsumsi susu cair, mahasiswa yang hanya mengonsumsi susu kental manis,
mahasiswa yang hanya mengonsumsi susu bubuk, mahasiswa yang mengonsumsi
susu cair dan susu kental manis, mahasiswa yang mengonsumsi susu cair dan
susuk bubuk, dan mahasiswa yang mengonsumsi susu kental manis dan susu
bubuk.
Tabel 20 Distribusi mahasiswa berdasarkan jenis susu yang dikonsumsi
Jenis susu Jumlah responden (mahasiswa) Persentase (%)
Susu cair 82 70,09
Susu kental manis 11 9,40
Susu bubuk 9 7,69
Susu cair dan susu kental manis 8 6,84
Susu cair dan susu bubuk 6 5,13
Susu kental manis dan susu bubuk 1 0,85
Jumlah 117 100,00 Sumber: Data primer, diolah (2014)
Tabel 20 menunjukkan bahwa sebagian besar mahasiswa FEM hanya
mengonsumsi susu cair yaitu sebanyak 82 responden (70,09%). Sebanyak sebelas
responden (9,40%) hanya mengonsumsi susu kental manis. Sebanyak sembilan
47
responden (7,69%) hanya mengonsumsi susu bubuk. Sebanyak delapan responden
(6,84%) mengonsumsi susu cair dan susu kental manis. Sebanyak enam responden
(5,13%) mengonsumsi susu cair dan susu bubuk dan sisanya satu responden
(9,40%) hanya mengonsumsi susu kental manis.
Frekuensi Konsumsi Susu Sapi
Frekuensi konsumsi susu sapi adalah tingkat keseringan mahasiswa
mengonsumsi susu sapi yang dibeli oleh mahasiswa dalam satuan kilogram (kg)
per bulan. Frekuensi konsumsi susu sapi dibagi menjadi tiga kategori. Kategori
pertama, mahasiswa yang mengonsumsi kurang dari 2 kg per bulan. Kategori
kedua, mahasiswa yang mengonsumsi 2-5 kg per bulan. Kategori ketiga,
mahasiswa yang mengonsumsi lebih dari 5 kg per bulan.
Tabel 21 Distribusi jumlah responden berdasarkan frekuensi konsumsi susu sapi
Frekuensi konsumsi susu sapi (kg
/bulan) Jumlah responden (mahasiswa) Persentase (%)
≤ 2 47 38,52
2-5 41 33,61
≥ 5 34 27,87
Total 122 100,00
Sumber: Data primer, diolah (2014)
Berdasarkan hasil analisis, terdapat mahasiswa yang tidak mengonsumsi
susu sapi dan frekuensi konsumsi susu sapi terbanyak yaitu 10,06 kg per bulan.
Rata-rata frekuensi konsumsi susu sapi responden yaitu 3,18 kg per bulan. Tabel
21 menunjukkan bahwa sebanyak 47 responden (38,52%) mengonsumsi susu sapi
kurang dari 2 kg per bulan. Hal tersebut juga menunjukkan bahwa sebanyak 75
responden (61,48%) dapat mengonsumsi susu sapi lebih dari 2 kg per bulan.
Pengeluaran Konsumsi Susu Sapi
Pengeluaran konsumsi susu sapi adalah besaran yang dialokasikan
mahasiswa FEM dari total pendapatannya untuk mengonsumsi susu sapi. Hasil
perhitungan pengeluaran konsumsi susu sapi dapat digunakan untuk mengetahui
proporsi pengeluaran susu sapi dari total pengeluaran untuk konsumsi pangan asal
ternak. Konsumsi susu sapi yang dihitung dalam bentuk fisik (kg/ kapita/ bulan)
dan nominal rupiah per bulan disajikan pada Tabel 22.
48
Tabel 22 Rata-rata pengeluaran konsumsi susu sapi berdasarkan kategori sosial
ekonomi
Kategori sosial ekonomi Konsumsi (kg/kapita/bulan) Rata-rata pengeluaran (Rp per bulan)
1.Pendapatan
a. Kelas I 2.28 40.117
b. Kelas II 3.17 51.980
c. Kelas III 4.68 92.983
2.Jenis Kelamin
a. Laki-laki 3.12 48.408
b. Perempuan 3.21 60.081
3.Status tempat tinggal
a. Rumah orangtua/ wali 3.06 55.209
b. Kos/kontrak 3.22 56.580
4.Asal daerah
a. Perkotaan 3.24 57.116
b. Pedesaan 2.77 50.544
Rata-rata 3.18 56.254
Sumber: Data primer, diolah (2014)
Rata-rata konsumsi mahasiswa terhadap susu sapi berdasarkan kelas
pendapatan pada Tabel 22 menunjukkan bahwa semakin tinggi pendapatan, maka
semakin tinggi pula konsumsi susu sapi. Susu sapi merupakan pangan asal ternak
yang paling mencolok perbedaan tingkat konsumsinya antar kelas pendapatan.
Hal ini dikarenakan susu sapi merupakan pangan asal ternak yang dianggap
barang mewah. Jadi ketika terjadi peningkatan pendapatan, maka tingkat
konsumsi mahasiswa FEM untuk susu sapi juga meningkat. rata-rata konsumsi
susu sapi lebih tinggi pada mahasiswa perempuan. Hal ini dikarenakan mahasiswa
perempuan cenderung menganggap mengonsumsi susu lebih praktis dalam hal
penyajian dan mahasiwa laki-laki cenderung lebih memilih untuk konsumsi
pangan asal ternak yang lebih mengenyangkan. Berdasarkan status tempat tinggal,
rata-rata konsumsi susu sapi lebih tinggi pada mahasiswa yang kos. Hal ini
dikarenakan mahasiswa yang kos tidak terbiasa sarapan sehingga lebih memilih
untuk mengonsumsi susu sapi. Berdasarkan asal daerah, rata-rata konsumsi susu
sapi lebih tinggi pada mahasiswa asal daerah perkotaan. Hal ini dikarenakan
mahasiswa asal daerah perkotaan terbiasa mengonsumsi susu sapi sebagai
kebutuhan sehari-harinya.
49
Alasan Mengonsumsi Susu Sapi
Motif mahasiswa FEM mengonsumsi susu sapi yang dilihat dalam
penelitian ini yaitu kesehatan/nilai gizi yang terkandung dalam susu sapi,
makanan kesukaan, harga murah, perubahan selera dalam waktu singkat (mood),
dan aktivitas yang padat. Tabel 23 menyajikan alasan mahasiswa FEM
mengonsumsi susu sapi.
Tabel 23 Alasan mahasiswa FEM IPB mengonsumsi susu sapi
Alasan mengonsumsi Frekuensi pilihan responden Persentase (%)
Kesehatan/nilai gizi 95 67,38
Harga murah 4 2,84
Aktivitas yang padat 31 21,99
Perubahan selera dalam waktu singkat 5 3,55
Makanan kesukaan 6 4,26
Total 141 100,00
Keterangan : *) Responden dapat memilih lebih dari satu jawaban
Tabel 23 menunjukkan bahwa kesehatan atau nilai gizi menjadi alasan
utama yang paling banyak dipilih mahasiswa FEM dalam mengonsumsi susu sapi
yaitu sebanyak 95 responden (67,38%). Hal ini menunjukkan adanya kesadaran
pentingnya nilai gizi yang terkandung dalam susu sapi. Alasan kedua untuk
mengonsumsi susu sapi adalah karena aktivitas yang padat yaitu sebanyak 31
responden (21,99%). Aktivitas yang padat menyebabkan mahasiswa lebih
memilih mengonsumsi susu sapi karena untuk mengonsumsi susu sapi seseorang
tidak membutuhkan waktu yang lama. Sebanyak enam responden (4,26%)
beralasan mengonsumsi susu sapi dikarenakan makanan kesukaan. Sebanyak lima
responden (3,55%) dan sisanya sebanyak empat responden (2,84%) beralasan
mengonsumsi susu sapi dikarenakan harganya yang murah.
50
VI HASIL DAN PEMBAHASAN
6.1 Analisis Pola Konsumsi Pangan Asal Ternak
Pola konsumsi mahasiswa terhadap pangan asal ternak dalam pembahasan
ini hanya membahas besarnya kontribusi konsumsi masing-masing pangan asal
ternak terhadap total konsumsi pangan asal ternak yang dikonsumsi. Pola
konsumsi tidak terlepas dari besarnya pengeluaran tiap individu untuk
mengonsumsi suatu pangan asal ternak sesuai dengan selera dan kebutuhannya.
6.1.1 Pola Pengeluaran Pangan Asal Ternak
Pendapatan merupakan faktor utama yang mempengaruhi permintaan suatu
barang selain harga. Dalam penelitian ini pendapatan diproksi dengan total
pengeluaran mahasiswa. Badan Pusat Statistika (2011) menyatakan bahwa pola
pengeluaran dapat menggambarkan cara pengalokasian penduduk masyarakat
terhadap kebutuhan rumah tangganya, selain itu pola pengeluaran dapat dipakai
sebagai salah satu alat untuk menilai tingkat kesejahteraan (ekonomi) penduduk.
Tabel 24 Rata-rata pengeluaran mahasiswa FEM untuk bahan makanan dan
bukan bahan makanan berdasarkan kelas pendapatan
Pendapatan Rp/ bulan % Pengeluaran mahasiswa
BM Non BM Total BM Non BM
Kelas I 491.538 379.231 870.769 56,45 43,55
Kelas II 603.966 750.847 1.354.814 44,58 55,42
Kelas III 871.250 1453.750 2.325.000 37,47 62,53
FEM 620.607 770.328 1.390.934 47,67 52,33
Keterangan: BM = Bahan Makanan
Non BM = Bukan bahan makanan
Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 24 dapat dilihat bahwa alokasi
pengeluaran untuk bahan makanan pada kelas pendapatan III (37,47%) lebih kecil
daripada bukan bahan makanan (62,53%), begitu juga dengan kelas pendapatan I,
dan II. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi pendapatan mahasiswa maka
sebagian besar pengeluaran tersebut dialokasikan untuk kebutuhan bukan
makanan. Kebutuhan untuk bahan makanan sudah tercukupi sehingga konsumen
beralih ke kebutuhan lain untuk gaya hidup, misalnya untuk membeli barang
mewah yang tidak dapat dibeli saat pendapatan rendah. Hasil ini sejalan dengan
hukun Engel (Nicholson 1999) yang menyatakan bahwa proporsi pengeluaran
51
untuk pangan cenderung menurun dan lebih membelanjakan barang yang
memiliki nilai lebih tinggi jika pendapatan bertambah.
Dari hasil analisis pengeluaran untuk bahan makanan dapat dilihat proporsi
pengeluaran mahasiswa untuk konsumsi pangan asal ternak total. Tabel 25
menunjukkan proporsi pengeluaran untuk pangan asal ternak terhadap
pengeluaran bahan makanan semakin kecil apabila terjadi peningkatan pendapatan
mahasiswa dari kelas pendapatan I ke II, namun peningkatan pendapatan
mahasiswa dari kelas pendapatan II ke III menyebabkan proporsi pengeluaran
untuk pangan asal ternak semakin besar.
Tabel 25 Pengeluaran pangan asal ternak total mahasiswa FEM terhadap
pengeluaran bahan makanan dan total pengeluaran mahasiswa
berdasarkan kelas pendapatan
Pendapatan % Terhadap pengeluaran BM % Terhadap total pengeluaran
Kelas I 41,00 21,64
Kelas II 37,27 15,84
Kelas III 39,94 14,91
FEM 38,99 17,51
Keterangan: BM = Bahan Makanan
Secara umum jika dilihat dari proporsi terhadap total pengeluaran dapat
dikatakan bahwa proporsi pengeluaran tertinggi untuk konsumsi pangan asal
ternak yaitu pada mahasiswa kelas pendapatan I. Besarnya proporsi pengeluaran
untuk pangan asal ternak pada kelas pendapatan I dikarenakan pendapatan yang
rendah membatasi mahasiswa untuk membelanjakan kebutuhan non pangan dan
memilih untuk melengkapi kebutuhan pangannya terlebih dahulu.
6.1.2 Proporsi Pengeluaran Pangan Asal Ternak Terhadap Pengeluaran
Pangan Asal Ternak Total
Tabel 26 menunjukkan bahwa rata-rata mahasiswa FEM mengeluarkan
sekitar 45,03 persen untuk mengonsumsi daging ayam ras, dimana proporsi ini
merupakan yang terbesar dibandingkan dengan proporsi untuk komoditas lainnya.
Tingkat proporsi daging sapi, telur ayam ras, dan susu sapi terhadap pengeluaran
pangan asal ternak total masing-masing sebesar 12,90 persen, 18,15 persen dan
23,91 persen. Tingkat proporsi pengeluaran daging sapi masih menduduki tingkat
proporsi terendah sama halnya dengan tingkat konsumsi. Dalam hal ini faktor
harga daging sapi yang relatif lebih mahal dibandingkan pangan asal ternak
52
lainnya menunjukkan pengaruh besar terhadap nilai proporsi pengeluaran
daripada tingkat konsumsinya.
Tabel 26 Proporsi terhadap pengeluaran pangan asal ternak total berdasarkan
kategori sosial ekonomi
Kategori sosial ekonomi
Share terhadap pengeluaran pangan asal ternak (%)
Daging sapi Daging ayam
ras
Telur ayam
ras Susu sapi
1. Pendapatan
a. Kelas I 12.54 45.88 19.29 22.29
b. Kelas II 10.68 45.90 19.77 23.65
c. Kelas III 18.96 41.50 12.35 27.19
2. Jenis Kelamin
a. Laki-laki 11.42 46.88 21.55 20.15
b. Perempuan 13.63 44.12 16.50 25.75
3. Status tempat tinggal
a. Rumah orangtua/ wali 18.77 49.15 11.53 20.55
b. Kos/kontrak 11.08 43.74 20.22 24.96
4. Asal daerah
a. Perkotaan 13.46 45.46 16.97 24.10
b. Pedesaan 9.19 42.18 25.99 22.65
Rata-rata 12.90 45.03 18.15 23.91
Sumber: Data primer, diolah (2014)
Tingkat proporsi pengeluaran pangan asal ternak terbesar antar kelas
pendapatan mahasiswa FEM dialokasikan untuk konsumsi daging ayam ras. Tabel
26 juga menunjukkan bahwa terjadi peningkatan proporsi pengeluaran untuk
daging ayam ras dan telur ayam ras ketika pendapatan mahasiswa meningkat dari
kelas pendapatan I ke kelas pendapatan II dan terjadi penurunan proporsi
pengeluaran ketika pendapatan mahasiswa meningkat dari kelas pendapatan II ke
kelas pendapatan III. Hal ini menunjukkan bahwa daging ayam ras dan telur ayam
ras dianggap sebagai kebutuhan pokok oleh mahasiswa. Berbeda halnya dengan
daging sapi dan susu sapi yang dianggap barang mewah sehingga ketika terjadi
peningkatan pendapatan dari kelas pendapatan II ke kelas pendapatan III akan
diikuti dengan meningkatnya proporsi pengeluaran untuk daging sapi dan susu
sapi yang dialokasikan dari pengeluaran asal ternak totalnya.
Berdasarkan jenis kelamin, tingkat proporsi pengeluaran pangan asal ternak
baik pada mahasiswa laki-laki maupun mahasiswa perempuan menunjukkan
bahwa proporsi pengeluaran terbesar dialokasikan untuk konsumsi daging ayam
ras. Tingkat proporsi pengeluaran pada mahasiswa laki-laki dan mahasiswa
53
perempuan untuk daging ayam ras masing-masing sebesar 46,88 persen dan 44,12
persen. Tingkat proporsi pengeluaran terendah pada mahasiswa laki-laki dan
mahasiswa perempuan dialokasikan untuk konsumsi daging sapi dengan proporsi
masing-masing sebesar 11,42 persen dan 13,63 persen.
Tingkat proporsi pengeluaran pangan asal ternak baik pada mahasiswa yang
tinggal di rumah orangtua/wali maupun mahasiswa yang kos menunjukkan bahwa
proporsi pengeluaran terbesar dari pengeluaran pangan asal ternak totalnya
dialokasikan untuk konsumsi daging ayam ras. Tingkat proporsi pengeluarannya
masing-masing sebesar 49,15 persen dan 43,74 persen. Tingkat proporsi
pengeluaran terendah pada mahasiswa yang kos dialokasikan untuk konsumsi
daging sapi sebesar 11,08 persen sedangkan tingkat proporsi pengeluaran terendah
pada mahasiswa yang tinggal di rumah orangtua/wali dialokasikan untuk
konsumsi telur ayam ras sebesar 11,53 persen. Tingkat proporsi pengeluaran yang
rendah untuk konsumsi telur ayam ras dikarenakan mahasiswa yang tinggal di
rumah orangtua/wali terbiasa dengan pola makan yang didominasi oleh keluarga
dan kebutuhan pangannya lebih terjamin sehingga mahasiswa tersebut cenderung
mengonsumsi pangan asal ternak selain telur ayam ras.
Tingkat proporsi pengeluaran pangan asal ternak baik pada mahasiswa asal
daerah perkotaan maupun mahasiswa asal daerah pedesaaan juga menunjukkan
bahwa proporsi pengeluaran terbesar dari pengeluaran pangan asal ternak totalnya
dialokasikan untuk konsumsi daging ayam ras. Tingkat proporsi pengeluarannya
masing-masing sebesar 45,46 persen dan 42,18 persen Baik mahasiswa asal
daerah perkotaan maupun mahasiswa asal daerah pedesaan sama-sama
mengalokasikan proporsi pengeluaran terendahnya untuk konsumsi daging sapi.
Mahasiswa asal daerah perkotaan mengalokasikan sebesar 13,46 persen untuk
konsumsi daging sapi dan mahasiswa asal daerah pedesaan mengalokasikan
sebesar 9,19 persen.
6.2 Analisis Permintaan Pangan Asal Ternak
Nilai koefisien determinasi sistem (R2) yang diperoleh dari hasil pendugaan
model dengan metode Ordinary Least Squares (OLS) berkisar antara 0,1950
sampai 0,3960. Hal ini berarti hanya 19,50 persen sampai 39,60 persen keragaman
54
dalam proporsi pengeluaran setiap pangan asal ternak yang dapat dijelaskan oleh
variabel-variabel bebasnya dalam model, yaitu variabel harga sendiri, harga silang,
total pengeluaran, dummy jenis kelamin, dummy status tempat tinggal, dummy asal
daerah, dummy pendapatan kelas II, dan dummy pendapatan kelas III.
Rendahnya nilai R2
pada model diduga karena penelitian ini menggunakan
data penampang melintang (cross section) yang hanya dapat menerangkan kondisi
pada suatu waktu. Selain itu, model AIDS dalam penelitian ini dibatasi pada
komoditas daging sapi, daging ayam ras, telur ayam ras, dan susu sapi sehingga
substitusi yang dapat dijelaskan terbatas pada komoditas yang dianalisis saja. Hal
ini berbeda dalam kondisi sebenarnya, keputusan mahasiswa untuk mengonsumsi
suatu pangan asal ternak tidak hanya dipengaruhi oleh harga pangan asal ternak
tersebut tetapi juga dipengaruhi oleh harga dari sub komoditas pangan lainnya,
bahkan barang bukan pangan seperti biaya transportasi, uang sewa kos/kontrak,
buku, dan sebagainya.
Nilai R2 yang relatif rendah tersebut bukan halangan untuk penggunaannya
dalam analisis. Keputusan terakhir mengenai diterima atau ditolaknya suatu model,
tergantung pada pertimbangan logis mengenai model itu sendiri, dengan kata lain
tergantung pada konsistensi variabel yang dihasilkan dengan teori yang berlaku
(Fitriadi dalam Wardani 2007). Selain itu, untuk model AIDS kriteria statistik
yang lebih tepat digunakan untuk mengevaluasi hasil estimasi model persamaan
ialah root-MSE. Dari hasil diketahui bahwa nilai root-MSE untuk model
permintaan secara umum berkisar antara 0,1098 sampai 0,1745, yang berarti nilai
error yang mungkin terjadi pada model berkisar antara 10,98 persen sampai 17,45
persen.
Analisis model permintaan yang memenuhi syarat adding-up, simetry, dan
homogenity perlu diuji seberapa besar pengaruh variabel secara keseluruhan
dengan melakukan uji F. Nilai statistik F secara otomatis dihitung sebagai bagian
dari analisis model AIDS yang terdapat di dalam Analysis of Variance, ANOVA.
Pada lampiran 4, dapat diketahui bahwa (Prob > F) kurang dari α = 10%. Uji ini
menyimpulkan bahwa total variasi dari variabel dependen model permintaan (w1;
w2; w3; w4) dapat dijelaskan dengan baik oleh seluruh atau sebagian variabel
55
independen dan secara statistik signifikan pada masing-masing level sebesar
<0.0001; 0.0055; <0.0001; <0.0001.
Pengujian model permintaan juga dilakukan secara individu (satu per satu
dari variabel independen) dengan metode SUR untuk mengetahui apakah secara
signifikan dapat mempengaruhi variabel dependennya. Tabel 27 menyajikan
koefisien dugaan variabel model AIDS untuk masing-masing pangan asal ternak
pada mahasiswa FEM tanpa pengelompokan.
Tabel 27 Koefisien dugaan variabel model AIDS untuk masing-masing pangan
asal ternak pada mahasiswa tanpa pengelompokan
Variabel Daging sapi Daging ayam
ras Telur ayam ras Susu sapi
Intersep -0.2668 0.9938 0.7552 -0.4821
P daging sapi 0.3743* -0.2733* -0.0313 -0.0697
P daging ayam ras -0.2733* 0.5048* -0.1573* -0.0742
P telur ayam ras -0.0313 -0.1573* 0.2972* -0.1085*
P susu sapi -0.0697 -0.0742 -0.1085* 0.2524*
Total pengeluaran 0.0851* -0.2411* -0.1385* 0.2945
Jenis kelamin -0.0319 0.0335 0.0451* -0.0468
Status tempat tinggal 0.0650* 0.0535 -0.0570* -0.0614*
Asal daerah 0.0141 0.0352 -0.0507 0.0013
Pendapatan kelas II -0.0251 0.0310 -0.0125 0.0065
Pendapatan kelas III 0.0425 0.0305 -0.0534 -0.0196
Keterangan : * = nyata pada taraf α = 10 % ( <0.1)
Dugaan variabel harga sendiri pada semua per amaan nyata pada taraf α =
10 % (P<0.1). Dari hasil analisis juga diperoleh bahwa semua dugaan variabel
harga sendiri pangan asal ternak bertanda positif. Tanda positif menunjukkan
bahwa peningkatan harga suatu pangan asal ternak akan diikuti dengan
peningkatan proporsi pengeluarannya. Berdasarkan hasil analisis elastisitas,
sebagian besar pangan asal ternak memiliki nilai elastisitas harga sendiri yang
inelastis, dengan kata lain ketika terjadi peningkatan ataupun penurunan harga
maka permintaannya cenderung tidak berubah. Tanda dugaan variabel harga
sendiri menjadi positif karena kenaikan harga pangan asal ternak yang
dikombinasikan dengan permintaan yang relatif tetap akan menghasilkan
kenaikan proporsi pengeluaran pangan asal ternak.
Sebanyak 50% dugaan variabel harga silang menunjukkan angka yang nyata
pada taraf α = 10 % ( <0.1). Dari hasil analisis juga diperoleh bahwa semua tanda
dugaan variabel harga silang yang nyata berpengaruh terhadap proporsi
56
pengeluaran bertanda negatif, yang berarti terdapat korelasi dengan arah yang
berlawanan antara proporsi pengeluaran suatu pangan asal ternak dengan harga
komoditas lainnya. Salah satu koefisien dugaan variabel harga silang yang negatif
yaitu koefisien dugaan variabel harga daging ayam ras pada persamaan daging
sapi sebesar -0,2733 yang menunjukkan bahwa peningkatan harga daging ayam
ras menyebabkan penurunan proporsi pengeluaran daging sapi sebesar 27,33
persen.
Hasil analisis menunjukkan bahwa sebagian besar dugaan variabel total
pengeluaran pada taraf α = 10 % ( <0.1). Dugaan variabel total pengeluaran
untuk pengeluaran susu sapi menunjukkan tanda positif yang menunjukkan bahwa
semakin tinggi total pengeluaran maka semakin besar proporsi dari pendapatan
yang digunakan untuk mengonsumsi susu sapi. Selanjutnya, dugaan variabel
pengeluaran daging ayam ras dan telur ayam ras bertanda negatif. Hal ini berarti
bahwa semakin tinggi total pengeluaran maka semakin kecil proporsi pendapatan
yang digunakan untuk mengonsumsi daging ayam ras dan telur ayam ras.
Dugaan variabel dummy jenis kelamin yang nyata berpengaruh terhadap
proporsi pengeluaran pada taraf α = 10 % ( <0.1) yaitu pada persamaan telur
ayam ras. Koefisien dugaan variabel dummy jenis kelamin pada persamaan telur
ayam ras sebesar 0,0451. Hal ini berarti bahwa rata-rata proporsi pengeluaran
telur ayam ras pada mahasiswa laki-laki diduga lebih besar sebesar 4,51 persen
dibandingkan mahasiswa perempuan.
Dugaan variabel dummy status tempat tinggal pada persamaan daging sapi,
telur ayam ras, dan susu sapi menunjukkan angka yang nyata pada taraf α = 10 %
(P<0.1), namun variabel dummy status tempat tinggal tidak nyata berpengaruh
terhadap proporsi pengeluaran daging ayam ras. Koefisien dugaan variabel
dummy status tempat tinggal pada persamaan daging sapi sebesar 0.0650
mengartikan bahwa rata-rata proporsi pengeluaran daging sapi pada mahasiswa
yang tinggal di rumah orangtua/wali diduga lebih besar sebesar 6,50 persen
dibandingkan mahasiswa yang kos. Dugaan variabel dummy status tempat tinggal
pada persamaan telur ayam ras dan susu sapi bertanda negatif. Hal ini berarti
bahwa rata-rata proporsi pengeluaran telur ayam ras dan susu sapi pada
57
mahasiswa yang tinggal di rumah orangtua/wali diduga lebih rendah masing-
masing sebesar 5,70 persen dan 6,14 persen dibandingkan mahasiswa yang kos.
Seluruh dugaan variabel dummy asal daerah menunjukkan angka yang tidak
nyata berpengaruh terhadap proporsi pengeluaran pangan asal ternak pada
mahasiswa FEM pada taraf α = 10 % ( <0.1). Hal ini dikarenakan bahwa
sebagian besar mahasiswa asal daerah pedesaan sudah mengalami proses
penyesuaian lingkungan untuk terbiasa dengan ketersediaan pangan di lingkungan
kampus.
Seluruh dugaan variabel dummy pendapatan kelas II dan dummy pendapatan
kelas III menunjukkan angka yang tidak nyata berpengaruh terhadap proporsi
pengeluaran pangan asal ternak pada mahasiswa FEM pada taraf α = 10 %
(P<0.1). Proporsi pengeluaran pangan asal ternak terhadap total pengeluaran
mahasiswa FEM rendah disebabkan kebutuhan mahasiswa FEM yang cukup
banyak, sehingga besaran pendapatan per bulan dialokasikan untuk kebutuhan
akademik (buku, foto copy, fieldtrip, internet, dan lain-lain) dan kebutuhan hidup
sehari-hari (makan, hiburan, kecantikan, dan lain-lain). Hal ini menyebabkan
variabel pendapatan mahasiswa FEM tidak nyata mempengaruhi proporsi
pengeluaran pangan asal ternak.
6.3 Elastisitas Permintaan
Hukum permintaan dan penawaran meramalkan arah perubahan harga dan
kuantitas sebagai respon terhadap berbagai pergeseran permintaan dan penawaran.
Pengukuran dan penjelasan seberapa jauh respon permintaan pangan asal ternak
pada mahasiswa FEM apabila terjadi perubahan harga dan variabel-variabel
lainnya dapat diketahui dengan menggunakan konsep elastisitas. Konsep
elastisitas permintaan tersebut dapat dijabarkan menjadi elastisitas harga sendiri
(own price elasticity), elastisitas harga silang (cross price elasticity), dan
elastisitas pendapatan/pengeluaran (income elasticity).
6.3.1 Permintaan Daging Sapi
Besaran dan arah elastisitas permintaan harga sendiri, elastisitas harga silang,
dan elastisitas pendapatan daging sapi tercantum pada Tabel 28. Berdasarkan tabel
tersebut dapat dijelaskan beberapa hal sebagai berikut:
58
Tabel 28 Elastisitas permintaan harga sendiri, elastisitas harga silang, dan
elastisitas pendapatan daging sapi berdasarkan kategori sosial
ekonomi
Kategori sosial ekonomi
Elastisitas
harga sendiri
(Eii)
Elastisitas harga silang (Eij)
terhadap: Elastisitas
pendapatan
(Eiy) Daging
ayam ras
Telur
ayam ras Susu sapi
1. Pendapatan
a. Kelas I -1.305 -0.622 -0.609 -0.950 1.214
b. Kelas II -1.054 -0.043 0.095 -0.098 1.952
c. Kelas III -0.696 -0.150 0.201 -0.051 0.886
2. Jenis Kelamin
a. Laki-laki -0.511 -0.250 0.014 -0.266 1.202
b. Perempuan -0.836 -0.140 0.086 -0.190 1.866
3. Status tempat tinggal
a. Kos/kontrak -0.733 -0.115 -0.005 -0.213 1.537
b. Rumah orangtua/
wali -0.826 -0.567 0.652 -0.340 3.643
4. Asal daerah
a. Perkotaan -0.693 -0.185 0.025 -0.240 1.593
b. Pedesaan -1.179 0.052 0.215 -0.152 1.958
Rata-rata -0.711 -0.204 0.067 -0.229 1.660
Sumber: Data primer, diolah (2014)
6.3.1.1 Elastisitas Harga Sendiri
Elastisitas harga sendiri untuk daging sapi secara umum seragam, baik dari
analisis secara keseluruhan maupun pengelompokan serta arah elastisitas, namun
terdapat beberapa perbedaan dalam besaran elastisitas. Secara lebih rinci
pembahasannya sebagai berikut:
1) Elastisitas harga sendiri daging sapi secara umum menunjukkan tanda negatif
dan bernilai kurang dari satu. Hal ini sesuai dengan hukum permintaan yang
mempunyai arah negatif, dimana bila terjadi kenaikan harga daging sapi
menyebabkan permintaan terhadap daging sapi menurun. Nilai elastisitas harga
sendiri daging sapi secara umum sebesar -0,711 artinya setiap perubahan harga
daging sapi (menurun/meningkat) sebesar 10 persen maka jumlah daging sapi
yang diminta berubah (meningkat/menurun) sebesar 7,11 persen.
2) Berdasarkan pengelompokan menurut pendapatan dapat diketahui bahwa nilai
elastisitas harga sendiri daging sapi lebih elastis pada mahasiswa kelas
pendapatan I. Nilai elastisitas harga sendiri daging sapi pada mahasiswa kelas
pendapatan I sebesar -1,305 artinya setiap perubahan harga daging sapi
59
(menurun/meningkat) sebesar 10 persen maka jumlah daging sapi yang diminta
berubah (meningkat/menurun) dengan persentase yang lebih besar daripada
perubahan harganya yaitu 13,05 persen. Harga daging sapi yang relatif lebih
mahal menyebabkan mahasiswa kelas pendapatan I mengalokasikan proporsi
pengeluaran terkecilnya untuk konsumsi daging sapi (dapat dilihat pada Tabel
26). Hal ini juga menyebabkan bahwa perubahan harga daging sapi akan
memperoleh respon permintaan yang lebih kuat dari mahasiswa kelas
pendapatan I.
3) Berdasarkan pengelompokan menurut jenis kelamin, elastisitas permintaan
daging sapi pada mahasiswa perempuan lebih elastis. Mahasiswa perempuan
cenderung lebih mementingkan kesehatan/nilai gizi yang terkandung dalam
daging sapi dibandingkan mahasiswa laki-laki sehingga perubahan harga
daging sapi akan memperoleh respon permintaan yang lebih kuat dari
mahasiswa perempuan. Nilai elastisitas harga sendiri daging sapi pada
mahasiswa perempuan sebesar -0,836 artinya jika terdapat perubahan harga
daging sapi (meningkat/menurun) sebesar 10 persen permintaan daging sapi
akan berubah (menurun/meningkat) sebesar 8,36 persen.
4) Berdasarkan pengelompokan menurut status tempat tinggal, elastisitas harga
sendiri daging sapi pada mahasiswa yang tinggal di rumah orangtua/wali lebih
elastis. Mahasiswa yang tinggal di rumah orangtua/wali cenderung terbiasa
mengonsumsi daging sapi saat di rumah sehingga ketika terjadi perubahan
harga mahasiswa kelompok ini memberikan respon permintaan yang lebih kuat.
Nilai elastisitas harga sendiri daging sapi pada mahasiswa yang tinggal di
rumah orangtua/wali sebesar -0,826 artinya setiap perubahan harga daging sapi
(menurun/meningkat) sebesar 10 persen maka jumlah daging sapi yang diminta
berubah (meningkat/menurun) sebesar 8,26 persen.
5) Berdasarkan pengelompokan menurut asal daerah, elastisitas permintaan
daging sapi lebih elastis pada mahasiswa asal daerah pedesaan. Proporsi
pengeluaran daging sapi pada mahasiswa asal daerah pedesaan sangat rendah
dikarenakan daging sapi dianggap pangan yang hanya dikonsumsi pada waktu
tertentu seperti acara adat, syukuran, dan keagamaan. Namun apabila terjadi
perubahan harga daging sapi maka permintaan direspon lebih kuat dari
60
mahasiswa asal daerah pedesaan. Nilai elastisitas harga sendiri daging sapi
pada mahasiswa asal daerah pedesaan sebesar -1,179 artinya setiap perubahan
harga daging sapi (menurun/meningkat) perubahan harga daging sapi sebesar
10 persen maka jumlah daging sapi yang diminta akan berubah
(meningkat/menurun) dengan persentase yang lebih besar dari perubahan
harganya yaitu 11,79 persen.
6.3.1.2 Elastisitas Harga Silang
Berdasarkan Tabel 28 diketahui bahwa seluruh elastisitas harga silang
daging sapi bernilai rendah yang menyebabkan keeratan hubungan daging sapi
dengan komoditas lainnya menjadi sangat lemah. Besaran nilai yang bertanda
positif dan negatif bervariasi menyebabkan terjadinya hubungan searah dalam
hubungan komplementer maupun substitusinya untuk hubungan timbal balik.
Pada tabel terlihat bahwa daging sapi secara umum mempunyai hubungan
komplementer (Eij bertanda negatif) dengan susu sapi. Tetapi di sisi lain juga
memiliki hubungan substitusi dengan daging ayam ras dan telur ayam ras (Eij
bertanda positif).
Hubungan komplementer terkuat terjadi pada hubungan daging sapi
terhadap susu sapi pada mahasiswa kelas pendapatan I. Hubungan komplementer
menunjukkan apabila terjadi peningkatan harga susu sapi akan diikuti oleh
penurunan permintaan daging sapi. Tabel 28 juga menunjukkan nilai elastisitas
harga silang yang bertanda positif atau bersifat substitusi. Hubungan substitusi
terkuat terjadi pada hubungan daging sapi terhadap telur ayam ras pada
mahasiswa yang tinggal di rumah orangtua/wali. Hal ini berarti bahwa kenaikan
harga telur ayam ras akan menyebabkan mahasiswa yang tinggal di rumah
orangtua/wali lebih memilih meningkatkan konsumsi daging sapi.
6.3.1.3 Elastisitas Pendapatan
Hasil perhitungan elastisitas pendapatan yang disajikan pada Tabel 28
menunjukkan bahwa elastisitas pendapatan pada mahasiswa FEM umumnya
bernilai positif dan lebih besar dari satu. Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi
daging sapi akan meningkat dengan persentase perubahan permintaan yang lebih
besar jika terjadi peningkatan pengeluaran daging sapi atau cenderung bersifat
61
elastis terhadap perubahan pegeluaran daging sapi. Ini berarti daging sapi
merupakan komoditas superior atau barang mewah. Hasil ini sejalan dengan
Budiar (2000), Kariyasa (2005), dan Budiwinarto (2011) yang mengatakan bahwa
elastisitas pendapatan daging sapi lebih besar dari satu mengartikan daging sapi
merupakan komoditas superior.
Berdasarkan tingkat pendapatan, nilai elastisitas pendapatan daging sapi
pada mahasiswa kelas pendapatan II lebih elastis dibandingkan dengan mahasiswa
kelas pendapatan lainnya. Proporsi pengeluaran daging sapi pada mahasiswa kelas
ini lebih rendah dikarenakan mahasiswa cenderung mengonsumsi pangan asal
ternak lain dengan proporsi yang lebih besar. Namun apabila terjadi perubahan
harga daging sapi maka permintaan daging sapi akan memperoleh respon
permintaan yang lebih kuat dari mahasiswa kelas pendapatan II. Nilai elastisitas
pendapatan daging sapi pada mahasiswa kelas pendapatan II sebesar 1,952 artinya
setiap terjadi perubahan (peningkatan/penurunan) pendapatan sebesar 10 persen
akan menyebabkan perubahan (peningkatan/penurunan) permintaan daging sapi
sebesar 19,52 persen. Lain halnya dengan mahasiswa kelas pendapatan III yang
cenderung terbiasa mengonsumsi daging sapi, nilai elastisitas pendapatannya
positif dan bersifat inelastis. Hal ini berarti bahwa apabila terjadi perubahan
pendapatan maka jumlah daging sapi yang diminta lebih rendah daripada proporsi
perubahan pendapatannya.
Berdasarkan jenis kelamin, nilai elastisitas pendapatan daging sapi lebih
elastis pada mahasiswa perempuan. Mahasiswa perempuan memiliki kebutuhan
bukan bahan makanan yang lebih banyak dibandingkan mahasiswa laki-laki
sehingga perubahan pendapatan lebih cepat direspon terhadap jumlah permintaan
daging sapi. Nilai elastisitas pendapatan daging sapi pada mahasiswa perempuan
sebesar 1,866 artinya peningkatan pendapatan sebesar 10 persen menyebabkan
peningkatan permintaan daging sapi dengan persentase yang lebih besar dari
perubahan pendapatannya yaitu sebesar 18,66 persen.
Berdasarkan status tempat tinggal, nilai elastisitas pendapatan daging sapi
pada mahasiswa yang tinggal di rumah orangtua/wali lebih elastis. Daging sapi
merupakan salah satu pangan yang paling digemari mahasiswa yang tinggal di
rumah orangtua/wali sehingga perubahan pendapatan cenderung direspon lebih
62
cepat terhadap jumlah permintaan daging sapi. Nilai elastisitas pendapatan daging
sapi pada mahasiswa yang tinggal di rumah orangtua/wali sebesar 3,643 artinya
peningkatan pendapatan pada mahasiswa yang tinggal di rumah orangtua/wali
sebesar 10 persen menyebabkan peningkatan permintaan daging sapi dengan
persentase yang lebih besar dari perubahan pendapatannya yaitu sebesar 36,43
persen.
Berdasarkan asal daerah, nilai elastisitas pendapatan daging sapi lebih
elastis pada mahasiswa asal daerah pedesaan. Daging sapi yang biasa dikonsumsi
pada waktu tertentu pada mahasiswa asal daerah pedesaan menyebabkan
perubahan pendapatan cenderung lebih cepat direspon terhadap jumlah
permintaan daging sapi. Nilai elastisitas pendapatan daging sapi pada mahasiswa
asal daearah pedesaan sebesar 1,958 artinya peningkatan pendapatan pada
mahasiswa asal daerah pedesaan sebesar 10 persen menyebabkan peningkatan
permintaan daging sapi dengan persentase yang lebih besar dari perubahan
pendapatannya yaitu sebesar 19,58 persen.
6.3.2 Permintaan Daging Ayam Ras
Besaran dan arah elastisitas permintaan harga sendiri, elastisitas harga silang,
dan elastisitas pendapatan daging ayam ras, tercantum pada Tabel 29.
Berdasarkan tabel tersebut dapat dijelaskan beberapa hal sebagai berikut:
6.3.2.1 Elastisitas Harga Sendiri
Hasil perhitungan pada komoditas daging ayam ras menunjukkan tanda dan
arah elastisitas harga sendiri yang sama dan hanya berbeda pada besarannya.
Pembahasan secara lebih terincinya ialah sebagai berikut:
1) Tabel 29 menunjukkan bahwa nilai elastisitas harga sendiri untuk daging ayam
ras sebagian besar bertanda negatif dan bersifat inelatis. Tanda negatif sesuai
dengan hukum permintaan yang menunjukkan adanya korelasi negatif antara
harga suatu komoditas dengan jumlah permintaannya. Nilai elastisitas harga
sendiri daging ayam ras secara umum sebesar -0,254 artinya setiap perubahan
harga daging ayam ras (menurun/meningkat) sebesar 10 persen maka jumlah
daging ayam ras yang diminta berubah (meningkat/menurun) sebesar 2,54
persen.
63
Nilai elastisitas harga sendiri daging ayam ras secara umum lebih rendah
dibandingkan dengan nilai elastisitas harga sendiri komoditas lainnya. Daging
ayam ras merupakan salah satu pangan asal ternak yang banyak tersedia di
warung makan maupun restoran dan memiliki produk olahan yang bervariasi.
Hal ini menyebabkan mahasiswa menganggap daging ayam ras sebagai
kebutuhan pokok sehingga permintaan daging ayam ras cenderung lebih stabil
terhadap perubahan harga. Hasil ini sejalan dengan penelitian Hadini (2011)
yang menyatakan bahwa elastisitas harga daging ayam broiler bersifat inelastis
yang berarti barang kebutuhan pokok.
Tabel 29 Elastisitas permintaan harga sendiri, elastisitas harga silang, dan
elastisitas pendapatan daging ayam ras berdasarkan kategori sosial
ekonomi
Kategori sosial ekonomi
Elastisitas
harga sendiri
(Eii)
Elastisitas harga silang (Eij)
terhadap: Elastisitas
pendapatan
(Eiy) Daging
sapi
Telur
ayam ras Susu sapi
1. Pendapatan
a. Kelas I -1.655 -4.007 -2.567 -1.867 0.598
b. Kelas II -0.231 -0.539 0.052 -0.713 0.446
c. Kelas III -0.779 -0.068 1.285 -0.774 1.184
2. Jenis Kelamin
a. Laki-laki -0.406 -0.344 -0.027 -0.277 1.008
b. Perempuan -0.220 -0.623 0.324 -0.739 0.260
3. Status tempat tinggal
a. Kos/kontrak -0.289 -0.413 0.165 -0.724 0.430
b. Rumah orangtua/
wali 0.239 -2.006 0.584 -0.029 0.254
4. Asal daerah
a. Perkotaan -0.243 -0.544 0.103 -0.630 0.332
b. Pedesaan -0.500 -0.342 0.169 -0.622 1.112
Rata-rata -0.254 -0.570 0.186 -0.629 0.465
Sumber: Data primer, diolah (2014)
2) Berdasarkan pengelompokan menurut pendapatan, nilai elastisitas harga sendiri
daging ayam ras lebih elastis pada mahasiswa kelas pendapatan I. Pendapatan
yang rendah memberikan batasan pada mahasiswa untuk mengonsumsi suatu
barang sehingga ketika terjadi perubahan harga daging ayam ras maka
permintaan daging ayam ras akan direspon lebih kuat oleh mahasiswa kelas
pendapatan I. Nilai elastisitas harga sendiri daging ayam ras pada mahasiswa
kelas pendapatan I sebesar -1,655 artinya jika terdapat perubahan harga daging
64
ayam ras (meningkat/menurun) sebesar 10 persen, permintaan daging ayam ras
akan berubah (menurun/meningkat) sebesar 16,55 persen.
3) Berdasarkan pengelompokan menurut jenis kelamin, mahasiswa laki-laki
memiliki nilai elastisitas harga sendiri daging ayam ras yang lebih elastis.
Mahasiswa laki-laki cenderung lebih mementingkan kesehatan/nilai gizi yang
terkandung dalam daging ayam ras sehingga perubahan harga daging ayam ras
akan direspon lebih kuat oleh mahasiswa laki-laki. Nilai elastisitas harga
sendiri daging ayam ras pada mahasiswa laki-laki sebesar -0,406 artinya jika
terdapat perubahan harga daging ayam ras (meningkat/menurun) sebesar 10
persen, permintaan daging ayam ras akan berubah (menurun/meningkat)
sebesar 4,06 persen.
4) Berdasarkan pengelompokan menurut status tempat tinggal, nilai elastisitas
harga sendiri daging ayam ras pada mahasiswa yang tinggal di rumah
orangtua/wali kecil dan bertanda positif. Daging ayam ras merupakan makanan
kesukaan bagi sebagian besar mahasiswa yang tinggal di rumah orangtua/wali
sehingga perubahan harga tidak terlalu mempengaruhi perubahan jumlah
permintaannya. Nilai elastisitas harga sendiri daging ayam ras pada mahasiswa
yang tinggal di rumah orangtua/wali sebesar 0,239 artinya jika terdapat
perubahan harga daging ayam ras (meningkat/menurun) sebesar 10 persen,
permintaan daging ayam ras hanya berubah (menurun/meningkat) sebesar 2,39
persen. Lain halnya dengan mahasiswa yang kos cenderung menghemat
pengeluarannya sehingga ketika terjadi penurunan harga maka permintaan
daging ayam ras meningkat dengan persentase yang lebih kecil.
5) Berdasarkan pengelompokan menurut asal daerah, nilai elastisitas harga sendiri
daging ayam ras lebih elastis pada mahasiswa asal daerah pedesaan.
Mahasiswa asal daerah pedesaan cenderung memilih pangan lain seperti
pangan nabati dibandingkan mengonsumsi daging ayam ras namun apabila
terjadi perubahan harga maka permintaan daging ayam ras direspon lebih kuat
dari mahasiswa asal daerah pedesaan. Nilai elastisitas harga sendiri daging
ayam ras pada mahasiswa asal daerah pedesaan sebesar -0,5 artinya jika
terdapat perubahan harga (meningkat/menurun) daging ayam ras sebesar 10
65
persen, jumlah daging ayam ras yang diminta akan berubah
(menurun/meningkat) sebesar 5 persen pada mahasiswa asal daerah perkotaan.
6.3.2.2 Elastisitas Harga Silang
Berdasarkan Tabel 29 diketahui bahwa sebagian besar elastisitas harga
silang bernilai kurang dari satu dan terdapat variasi arah koefisien. Pada tabel
terlihat bahwa daging ayam ras secara umum mempunyai hubungan
komplementer dengan daging sapi dan susu sapi. Tetapi memiliki hubungan yang
bersifat substitusi antara daging ayam ras dengan telur ayam ras.
Hubungan komplementer terkuat terjadi pada hubungan daging ayam ras
terhadap daging sapi pada mahasiswa kelas pendapatan I. Interpretasinya adalah
peningkatan harga daging sapi akan diikuti dengan penurunan permintaan daging
ayam ras. Hubungan substitusi terkuat terjadi pada hubungan daging ayam ras
terhadap telur ayam ras pada mahasiswa kelas pendapatan III. Interpretasinya
adalah peningkatan harga telur ayam ras akan diikuti dengan peningkatan
permintaan daging ayam ras pada mahasiswa yang tinggal di rumah orangtua/wali.
6.3.2.3 Elastisitas Pendapatan
Hasil perhitungan elastisitas pendapatan yang disajikan pada Tabel 29
menunjukkan bahwa daging ayam ras bersifat barang normal, yang berarti jika
terdapat peningkatan pendapatan maka jumlah permintaan daging ayam ras akan
meningkat. Nilai elastisitas pendapatan daging ayam ras secara umum tanpa
pengelompokan sebesar 0,465 artinya peningkatan/penurunan pendapatan
mahasiswa sebesar 10 persen menyebabkan peningkatan/penurunan jumlah
permintaan daging ayam ras sebesar 4,65 persen.
Berdasarkan tingkat pendapatan, secara konsisten ditunjukkan bahwa nilai
elastisitas pendapatan daging ayam ras akan semakin elastis dengan semakin
tingginya tingkat pendapatan mahasiswa. Tingkat konsumsi daging ayam ras
meningkat seiring dengan meningkatnya pendapatan walaupun proporsi
pengeluarannya menurun. Hal ini dikarenakan peningkatan pendapatan
mahasiswa menyebabkan mahasiswa mengalokasikan untuk kebutuhan lain.
Namun apabila terjadi perubahan harga daging ayam ras maka permintaannya
66
akan memperoleh respon permintaan yang lebih kuat dari mahasiswa kelas
pendapatan III.
Berdasarkan jenis kelamin, nilai elastisitas pendapatan daging ayam ras
lebih elastis pada mahasiswa laki-laki. Kesadaran mahasiswa laki-laki terhadap
kesehatan/gizi yang terkandung dalam daging ayam ras menyebabkan mahasiswa
laki-laki cenderung lebih cepat merespon perubahan pendapatan terhadap jumlah
permintaan daging ayam ras. Nilai elastisitas pendapatan daging ayam ras pada
mahasiswa laki-laki sebesar 1,008 artinya peningkatan/penurunan pendapatan
mahasiswa laki-laki sebesar 10 persen menyebabkan peningkatan/penurunan
jumlah permintaan daging ayam ras sebesar 10,08 persen.
Berdasarkan status tempat tinggal, nilai elastisitas pendapatan daging ayam
ras lebih elastis pada mahasiswa yang tinggal di rumah orangtua/wali. Mahasiswa
yang kos cenderung menghemat pengeluarannya sehingga perubahan pendapatan
akan direspon lebih cepat terhadap jumlah permintaan daging ayam ras. Elastisitas
pendapatan daging ayam ras pada mahasiswa yang kos sebesar 0,43 artinya
peningkatan/penurunan pendapatan mahasiswa yang kos sebesar 10 persen
menyebabkan peningkatan/penurunan jumlah permintaan daging ayam ras sebesar
4,3 persen.
Berdasarkan asal daerah, nilai elastisitas pendapatan daging ayam ras lebih
elastis pada mahasiswa asal daerah pedesaan. Mahasiswa asal daerah pedesaan
cenderung memilih pangan lain seperti pangan nabati dibandingkan mengonsumsi
daging ayam ras namun apabila terjadi perubahan pendapatan maka permintaan
daging ayam ras direspon lebih kuat dari mahasiswa asal daerah pedesaan.
Elastisitas pendapatan daging ayam ras pada mahasiswa asal daerah pedesaan
sebesar 1,112 artinya peningkatan/penurunan pendapatan mahasiswa asal daerah
perkotaan sebesar 10 persen menyebabkan peningkatan/penurunan jumlah
permintaan daging ayam ras sebesar 11,12 persen
6.3.3 Permintaan Telur Ayam Ras
Besaran dan arah elastisitas permintaan harga sendiri, elastisitas harga silang,
dan elastisitas pendapatan telur ayam ras, tercantum dalam Tabel 30. Berdasarkan
tabel tersebut dapat dikemukakan beberapa hal sebagai berikut:
67
Tabel 30 Elastisitas permintaan harga sendiri, elastisitas harga silang, dan
elastisitas pendapatan telur ayam ras berdasarkan kategori sosial
ekonomi
Kategori sosial ekonomi
Elastisitas
harga sendiri
(Eii)
Elastisitas harga silang (Eij)
terhadap: Elastisitas
pendapatan
(Eiy) Daging
sapi
Daging
ayam ras Susu sapi
1. Pendapatan
a. Kelas I -1.669 -1.497 -0.608 -1.049 0.029
b. Kelas II -0.533 -0.162 -0.132 -0.359 0.361
c. Kelas III -0.698 -0.296 0.146 0.045 -1.690
2. Jenis Kelamin
a. Laki-laki -0.534 -0.094 -0.294 -0.103 0.435
b. Perempuan -0.547 -0.190 0.015 -0.373 0.023
3. Status tempat tinggal
a. Kos/kontrak -0.529 -0.190 -0.020 -0.381 0.312
b. Rumah orangtua/
wali -0.692 -0.010 -0.265 -0.083 -0.901
4. Asal daerah
a. Perkotaan -0.585 -0.150 -0.035 -0.346 0.446
b. Pedesaan 0.029 -0.175 -0.505 -0.531 -0.529
Rata-rata -0.564 -0.151 -0.060 -0.332 0.237
Sumber: Data primer, diolah (2014)
6.3.3.1 Elastisitas Harga Sendiri
1) Tabel 30 menunjukkan bahwa seluruh nilai elastisitas harga sendiri untuk telur
ayam ras bertanda negatif. Hal ini sesuai dengan hukum permintaan yang
menunjukkan adanya korelasi negatif antara harga suatu komoditas dengan
jumlah permintaannya. Nilai elastisitas harga sendiri telur ayam ras secara
umum sebesar -0,564 artinya setiap perubahan harga telur ayam
(menurun/meningkat) sebesar 10 persen maka jumlah telur ayam yang diminta
berubah (meningkat/menurun) sebesar 5,64 persen.
2) Berdasarkan pengelompokan menurut pendapatan, nilai elastisitas harga
sendiri telur ayam ras lebih elastis pada mahasiswa kelas pendapatan I.
Pendapatan yang rendah memberikan batasan pada mahasiswa untuk
mengonsumsi suatu barang sehingga ketika terjadi perubahan harga telur ayam
ras maka permintaan telur ayam ras akan direspon lebih kuat oleh mahasiswa
kelas pendapatan I. Nilai elastisitas harga sendiri telur ayam ras pada
mahasiswa kelas pendapatan I sebesar -1,669 artinya jika terdapat perubahan
68
harga telur ayam ras (meningkat/menurun) sebesar 10 persen, permintaan telur
ayam ras akan berubah (menurun/meningkat) sebesar 16,69 persen.
3) Berdasarkan pengelompokan menurut jenis kelamin, elastisitas permintaan
telur ayam ras pada mahasiswa perempuan lebih elastis. Mahasiswa
perempuan cenderung tidak menyukai telur ayam ras namun apabila terjadi
perubahan harga telur ayam ras maka permintaan telur ayam ras direspon lebih
kuat dari mahasiswa perempuan. Nilai elastisitas harga sendiri telur ayam ras
pada mahasiswa perempuan sebesar -0,547 artinya jika terdapat perubahan
harga telur ayam ras (meningkat/menurun) sebesar 10 persen, permintaan telur
ayam ras akan berubah (menurun/meningkat) sebesar 5,47 persen.
4) Berdasarkan pengelompokan menurut status tempat tinggal, nilai elastisitas
harga sendiri telur ayam ras pada mahasiswa yang tinggal di rumah
orangtua/wali lebih elastis. Mahasiswa yang tinggal di rumah orangtua/wali
cenderung lebih memilih mengonsumsi pangan lain selain telur ayam ras
karena faktor kebiasaan pola makan di rumah. Namun apabila terjadi
perubahan harga maka permintaan telur ayam ras direspon lebih kuat dari
mahasiswa yang tinggal di rumah orangtua/wali . Nilai elastisitas harga sendiri
telur ayam ras pada mahasiswa yang tinggal di rumah orangtua/wali sebesar -
0,692 artinya jika terdapat perubahan harga telur ayam ras
(meningkat/menurun) sebesar 10 persen, permintaan telur ayam ras akan
berubah (menurun/meningkat) sebesar 6,92 persen.
5) Berdasarkan pengelompokan menurut asal daerah, nilai elastisitas harga
sendiri telur ayam ras pada mahasiswa asal daerah pedesaan kecil dan
bertanda positif. Telur ayam ras merupakan pangan asal ternak yang sering
dikonsumsi masyarakat asal daerah pedesaan karena harganya yang lebih
murah sehingga perubahan harga tidak terlalu mempengaruhi perubahan
jumlah permintaannya.
6.3.3.2 Elastisitas Harga Silang
Hubungan antara telur ayam ras dengan komoditas lainnya dapat dilihat dari
arah elastisitas harga silang pada Tabel 30. Elastisitas harga silang telur ayam ras
memiliki variasi tanda positif dan negatif. Pada tabel terlihat bahwa telur ayam ras
69
secara umum tanpa pengelompokan mempunyai hubungan komplementer (Eij
bertanda negatif) dengan daging ayam ras, telur ayam ras, dan susu sapi.
Hubungan komplementer terkuat terjadi pada hubungan telur ayam ras
terhadap daging sapi pada mahasiswa kelas pendapatan I. Hubungan
komplementer mengartikan bahwa apabila terjadi kenaikan harga daging sapi
akan diikuti oleh penurunan permintaan telur ayam ras. Tabel 30 juga dapat
menunjukkan hubungan substitusi terkuat yang terjadi pada hubungan telur ayam
ras terhadap daging ayam ras pada mahasiswa kelas pendapatan III. Hal ini
mengartikan bahwa kenaikan harga daging ayam ras menyebabkan mahasiswa
kelas pendapatan III lebih memilih meningkatkan permintaan terhadap telur ayam
ras.
6.3.3.3 Elastisitas Pendapatan
Hasil perhitungan elastisitas pendapatan yang disajikan pada Tabel 30
menunjukkan bahwa sebagian besar elastisitas pendapatan telur ayam ras bertanda
positif dan bernilai kurang dari satu. Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi telur
ayam ras akan meningkat dengan persentase perubahan permintaan yang lebih
kecil jika terjadi perubahan pengeluaran atau mahasiswa menganggap telur ayam
ras sebagai kebutuhan paling mendasar sama halnya dengan daging ayam ras.
Nilai elastisitas pendapatan telur ayam ras secara umum tanpa pengelompokan
sebesar 0,237. Interpretasinya adalah peningkatan/penurunan pendapatan
mahasiswa sebesar 10 persen menyebabkan peningkatan/penurunan jumlah
permintaan telur ayam ras sebesar 2,37 persen. Sebagian besar elastisitas
pendapatan telur ayam ras bernilai kurang dari satu dan memiliki nilai terendah
dibandingkan komoditas lain. Hal ini menunjukkan bahwa telur ayam ras
merupakan pangan asal ternak yang dianggap sebagai kebutuhan paling mendasar
bagi mahasiswa.
Berdasarkan tingkat pendapatan, elastisitas pendapatan pada mahasiswa
kelas pendapatan I dan II bertanda positif sedangkan elastisitas pendapatan kelas
pendapatan III bertanda negatif. Hal ini mengartikan bahwa mahasiswa kelas
pendapatan rendah dan sedang menganggap telur ayam ras sebagai barang normal
sedangkan mahasiswa kelas pendapatan III menganggap telur ayam ras sebagai
70
barang inferior. Penurunan permintaan ketika terjadi peningkatan pendapatan pada
mahasiswa kelas pendapatan III mengindikasikan bahwa mahasiswa kelas ini
lebih memilih untuk konsumsi barang yang selalu ingin dibeli tetapi tidak mampu
dibelinya saat pendapatannya lebih rendah.
Berdasarkan jenis kelamin, nilai elastisitas pendapatan telur ayam ras lebih
elastis pada mahasiswa laki-laki. Kesadaran mahasiswa laki-laki terhadap
kesehatan/gizi yang terkandung dalam telur ayam ras menyebabkan mahasiswa
laki-laki cenderung lebih cepat merespon perubahan pendapatan terhadap jumlah
permintaan telur ayam ras. Nilai elastisitas pendapatan telur ayam ras pada
mahasiswa laki-laki sebesar 0,435 artinya peningkatan/penurunan pendapatan
mahasiswa laki-laki sebesar 10 persen akan menyebabkan peningkatan/penurunan
jumlah permintaan telur ayam ras sebesar 4,35 persen.
Berdasarkan status tempat tinggal, nilai elastisitas pendapatan pada
mahasiswa yang kos bertanda positif sedangkan elastisitas pendapatan yang
tinggal di rumah orangtua/wali bertanda negatif. Hal ini mengartikan bahwa
mahasiswa yang kos menganggap telur ayam ras sebagai barang normal
sedangkan mahasiswa yang tinggal di rumah orangtua/wali menganggap telur
ayam ras sebagai barang inferior. Elastisitas pendapatan telur ayam ras pada
mahasiswa yang tinggal di rumah orangtua/wali sebesar -0,901 artinya
peningkatan/penurunan pendapatan mahasiswa sebesar 10 persen menyebabkan
penurunan/peningkatan jumlah permintaan telur ayam ras sebesar 9,01 persen.
Berdasarkan asal daerah, nilai elastisitas pendapatan telur ayam ras pada
mahasiswa asal daerah perkotaan bertanda positif sedangkan elastisitas
pendapatan asal daerah pedesaan bertanda negatif. Hal ini mengartikan bahwa
mahasiswa yang asal daerah perkotaan menganggap telur ayam ras sebagai barang
normal sedangkan mahasiswa asal daerah pedesaan menganggap telur ayam ras
sebagai barang inferior. Elastisitas pendapatan telur ayam ras pada mahasiswa asal
daerah pedesaan sebesar -0,529 artinya peningkatan/penurunan pendapatan
mahasiswa sebesar 10 persen menyebabkan penurunan/peningkatan jumlah
permintaan telur ayam ras sebesar 5,29 persen.
71
6.3.4 Permintaan Susu Sapi
Besaran dan arah elastisitas permintaan harga sendiri, elastisitas harga silang,
dan elastisitas pendapatan susu sapi tercantum pada Tabel 31. Berdasarkan tabel
tersebut dapat dijelaskan beberapa hal sebagai berikut:
Tabel 31 Elastisitas permintaan harga sendiri, elastisitas harga silang, dan
elastisitas pendapatan susu sapi berdasarkan kategori sosial ekonomi
Kategori sosial ekonomi
Elastisitas
harga sendiri
(Eii)
Elastisitas harga silang (Eij)
terhadap: Elastisitas
pendapatan
(Eiy) Daging
sapi
Daging
ayam ras
Telur ayam
ras
1. Pendapatan
a. Kelas I -1.619 -2.165 -0.295 -1.341 2.547
b. Kelas II -1.009 -0.197 -0.041 0.025 2.179
c. Kelas III -1.241 0.174 -0.401 0.902 2.021
2. Jenis Kelamin
a. Laki-laki -0.824 -0.253 -0.058 0.112 1.470
b. Perempuan -1.134 -0.217 0.085 0.115 2.436
3. Status tempat tinggal
b. Kos/kontrak -0.999 -0.201 -0.005 0.057 2.317
b. Rumah orangtua/
wali -0.984 -0.801 0.338 0.358 1.437
4. Asal daerah
a. Perkotaan -1.102 -0.206 0.131 0.011 2.318
b. Pedesaan -0.852 -0.262 -0.159 0.116 2.156
Rata-rata -1.042 -0.227 0.054 0.074 2.231
Sumber: Data primer, diolah (2014)
6.3.4.1 Elastisitas Harga Sendiri
Elastisitas harga sendiri untuk susu sapi secara umum seragam, baik dari
analisis secara keseluruhan maupun pengelompokan serta arah koefisien dari
elastisitas, namun terdapat pula beberapa perbedaan dalam nilai besaran elastisitas.
Secara lebih rinci pembahasannya sebagai berikut :
1) Elastisitas harga sendiri susu sapi secara umum menunjukkan tanda negatif.
Hal ini sesuai dengan sifat kurva permintaan yang mempunyai arah negatif,
dimana bila terjadi kenaikan harga susu sapi menyebabkan permintaan
terhadap susu sapi menurun. Nilai elastisitas harga sendiri susu sapi secara
umum sebesar -1,042 artinya setiap perubahan harga susu sapi
(menurun/meningkat) sebesar 10 persen maka jumlah daging sapi yang
diminta berubah (meningkat/menurun) sebesar 10,42 persen. Nilai elastisitas
72
harga sendiri susu sapi tertinggi dibandingkan elastisitas harga sendiri
komoditas lainnya. Ini berarti konsumsi susu sapi paling responsif
dibandingkan komoditas lainnya bila terjadi perubahan harga.
2) Berdasarkan pengelompokan menurut pendapatan dapat diketahui bahwa nilai
elastisitas harga sendiri susu sapi lebih elastis pada mahasiswa kelas
pendapatan I. Harga susu sapi yang mahal menyebabkan mahasiswa kelas
pendapatan I tidak mengonsumsi susu sapi lebih banyak dari mahasiswa kelas
pendapatan lainnya. Namun apabila terjadi perubahan harga susu sapi maka
permintaannya akan direspon lebih kuat dari mahasiswa kelas ini. Nilai
elastisitas harga sendiri susu sapi pada mahasiswa kelas pendapatan I sebesar
-1,619, artinya setiap perubahan harga susu sapi (menurun/meningkat)
sebesar 10 persen, maka jumlah susu sapi yang diminta berubah
(meningkat/menurun) dengan persentase yang lebih besar daripada perubahan
harganya yaitu 16,19 persen.
3) Berdasarkan pengelompokan menurut jenis kelamin, elastisitas permintaan
susu sapi pada mahasiswa perempuan lebih elastis dibandingkan dengan
mahasiswa laki-laki. Mahasiswa perempuan cenderung lebih mementingkan
kesehatan/nilai gizi yang terkandung dalam susu sapi dibandingkan
mahasiswa laki-laki sehingga perubahan harga susu sapi akan memperoleh
respon permintaan yang lebih kuat dari mahasiswa perempuan. Nilai
elastisitas harga sendiri susu sapi pada mahasiswa perempuan sebesar -1,134
artinya jika terdapat perubahan harga susu sapi (meningkat/menurun) sebesar
10 persen permintaan permintaan susu sapi akan berubah
(menurun/meningkat) sebesar 11,34 persen.
4) Berdasarkan pengelompokan menurut status tempat tinggal, elastisitas harga
sendiri susu sapi pada mahasiswa yang kos lebih elastis. Mahasiswa yang kos
cenderung terbiasa mengonsumsi susu sapi dikarenakan aktivitas yang padat
tidak memungkinkan untuk makan. Hal ini menyebabkan perubahan harga
susu sapi akan memperoleh respon permintaan yang lebih kuat dari
mahasiswa yang kos. Nilai elastisitas harga sendiri susu sapi pada mahasiswa
yang kos sebesar -0,999 artinya jika terdapat perubahan harga susu sapi
73
(meningkat/menurun) sebesar 10 persen permintaan permintaan susu sapi
akan berubah (menurun/meningkat) sebesar 9,99 persen.
5) Berdasarkan pengelompokan menurut asal daerah, elastisitas permintaan susu
sapi lebih elastis pada mahasiswa asal daerah perkotaan. Mahasiswa asal
daerah perkotaan terbiasa mengonsumsi susu sapi sebgai kebutuhan sehari-
harinya sehingga ketika terjadi perubahan harga mahasiswa kelompok ini
memberikan respon permintaan yang lebih kuat. Nilai elastisitas harga sendiri
susu sapi pada mahasiswa asal daerah perkotaan sebesar -1,1235 artinya setiap
perubahan harga susu sapi (menurun/meningkat) perubahan harga susu sapi
sebesar 10 persen maka jumlah susu sapi yang diminta akan berubah
(meningkat/menurun) dengan persentase yang lebih besar dari perubahan
harganya yaitu 11,235 persen.
6.3.4.2 Elastisitas Harga Silang
Berdasarkan Tabel 31 dapat diketahui bahwa seluruh elastisitas harga silang
susu sapi bernilai rendah yang menyebabkan keeratan hubungan susu sapi dengan
komoditas lainnya menjadi sangat lemah. Besaran nilai yang bertanda positif dan
negatif bervariasi menyebabkan terjadinya hubungan searah dalam hubungan
komplementer maupun substitusinya untuk hubungan timbal balik. Pada tabel
terlihat bahwa susu sapi secara umum mempunyai hubungan substitusi (Eij
bertanda positif) dengan telur ayam ras dan susu sapi. Tetapi di sisi lain juga
memiliki hubungan komplementer (Eij bertanda negatif) dengan daging sapi.
Hubungan komplementer terkuat terjadi pada hubungan susu sapi terhadap
daging sapi pada mahasiswa kelas pendapatan I. Hal ini berarti bahwa peningkatan
harga daging sapi akan diikuti dengan penurunan permintaan susu sapi. Hubungan
substitusi terkuat terjadi pada hubungan susu sapi terhadap telur ayam ras pada
mahasiswa kelas pendapatan III. Hal ini berarti apabila harga telur ayam ras naik
maka mahasiswa kelas pendapatan III akan meningkatkan konsumsi susu sapi.
Sebagian besar nilai elastisitas harga silang kurang dari satu yang berarti pengaruh
perubahan harga komoditas lainnya tidak terlalu mempengaruhi jumlah
permintaan susu sapi.
74
6.3.4.3 Elastisitas Pendapatan
Hasil perhitungan elastisitas pendapatan susu sapi yang disajikan pada Tabel
31 menunjukkan bahwa elastisitas pendapatan pada mahasiswa FEM umumnya
bernilai positif dan lebih besar dari satu. Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi
susu sapi akan meningkat dengan persentase perubahan permintaan yang lebih
besar jika terjadi peningkatan pengeluaran susu sapi. Bila dibandingkan dengan
elastisitas pendapatan komoditas lainnya, nilai elastisitas pendapatan susu sapi
merupakan nilai tertinggi. Ini berarti susu sapi dianggap lebih superior atau barang
mewah jika dibandingkan dengan komoditas lainnya. Dengan kata lain,
peningkatan pendapatan menyebabkan proporsi pengeluaran susu sapi lebih besar
dibandingkan komoditas lainnya.
Berdasarkan tingkat pendapatan, secara konsisten ditunjukkan bahwa nilai
elastisitas pendapatan susu sapi akan semakin elastis dengan semakin rendahnya
tingkat pendapatan mahasiswa. Hal ini mengartikan bahwa semakin tinggi
pendapatan mahasiswa, maka mahasiswa tersebut cenderung lebih menganggap
susu sapi sebagai kebutuhan mendasarnya. Pernyataan tersebut dapat tercermin
dari Tabel 24 dan 27 yang menunjukkan tingkat konsumsi dan proporsi
pengeluaran susu sapi yang semakin besar seiring dengan meningkatnya
pendapatan.
Berdasarkan jenis kelamin, nilai elastisitas pendapatan susu sapi lebih
elastis pada mahasiswa perempuan. Mahasiswa perempuan memiliki kebutuhan
bukan bahan makanan yang lebih banyak dibandingkan mahasiswa laki-laki
sehingga perubahan pendapatan lebih cepat direspon terhadap jumlah permintaan
susu sapi. Nilai elastisitas pendapatan susu sapi pada mahasiswa perempuan
sebesar 2,436 artinya adalah peningkatan pendapatan pada mahasiswa perempuan
sebesar 10 persen menyebabkan peningkatan permintaan susu sapi dengan
persentase yang lebih besar dari perubahan pendapatannya yaitu sebesar 24,36
persen.
Berdasarkan status tempat tinggal, nilai elastisitas pendapatan susu sapi
pada mahasiswa yang kos lebih elastis. Mahasiswa yang kos cenderung terbiasa
mengonsumsi susu sapi dikarenakan aktivitas yang padat sehingga mahasiswa
yang kos cenderung lebih cepat merespon perubahan pendapatan terhadap jumlah
75
permintaan susu sapi. Elastistas pengeluaran susu sapi pada mahasiswa yang kos
sebesar 2,317 artinya peningkatan pendapatan pada mahasiswa yang kos sebesar
10 persen menyebabkan peningkatan permintaan susu sapi dengan persentase
yang lebih besar dari perubahan pendapatannya yaitu sebesar 23,17 persen.
Berdasarkan asal daerah, nilai elastisitas pendapatan susu sapi lebih elastis pada
mahasiswa asal daerah perkotaan. Mahasiswa asal daerah perkotaan terbiasa
mengonsumsi susu sapi sebgai kebutuhan sehari-harinya sehingga ketika terjadi
perubahan pendapatan mahasiswa kelompok ini memberikan respon permintaan
yang lebih kuat. Elastisitas pendapatan susu sapi pada mahasiswa asal daerah
perkotaan sebesar 2,318 artinya peningkatan pendapatan pada mahasiswa asal
daerah perkotaan sebesar 10 persen menyebabkan peningkatan permintaan susu
sapi dengan persentase yang lebih besar dari perubahan pendapatannya yaitu
sebesar 23,18 persen.
76
VII SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan
1. Pola konsumsi pangan asal ternak mahasiswa FEM IPB yaitu semakin tinggi
pendapatan mahasiswa maka semakin rendah proporsi pengeluaran pangan asal
ternak yang dialokasikan dari total pengeluaran mahasiswa. Proporsi
pengeluaran pangan asal ternak sebesar 38,99 persen dari total pengeluaran
bahan makanan. Proporsi terhadap total pengeluaran pangan asal ternak
mulai dari yang paling besar adalah daging ayam ras, susu sapi, telur ayam
ras, dan daging sapi. Konsumsi pangan asal ternak cenderung lebih tinggi
dikonsumsi oleh mahasiswa kelas pendapatan III. Konsumsi daging sapi dan
susu sapi cenderung lebih tinggi dikonsumsi oleh mahasiswa perempuan
sedangkan konsumsi daging ayam ras dan telur ayam ras cenderung lebih
tinggi dikonsumsi oleh mahasiswa laki-laki. Daging sapi dan daging ayam
ras cenderung lebih tinggi dikonsumsi oleh mahasiswa yang tinggal di
rumah orangtua/wali dan mahasiswa asal daerah perkotaan. Konsumsi telur
ayam ras cenderung lebih tinggi dikonsumsi oleh mahasiswa yang kos dan
mahasiswa asal daerah pedesaan. Konsumsi susu sapi cenderung lebih
tinggi dikonsumsi oleh mahasiswa yang kos dan mahasiswa asal daerah
pedesaan.
2. Variabel harga sendiri, harga daging ayam ras, harga telur ayam ras, dan total
pengeluaran cenderung dominan berpengaruh secara signifikan terhadap
permintaan pangan asal ternak.
3. Elastisitas harga sendiri daging sapi, daging ayam ras, dan telur ayam ras
bersifat inelastis sedangkan elastistas harga sendiri susu sapi bersifat elastis.
Sebagian besar elastisitas harga silang bertanda negatif yang menunjukkan
bahwa pangan asal ternak memiliki hubungan komplementer. Elastisitas
pendapatan daging ayam ras dan telur ayam ras bernilai kurang dari satu
yang mengartikan bahwa komoditas tersebut merupakan kebutuhan pokok.
Elastisitas pendapatan daging sapi dan susu sapi bernilai lebih besar dari
satu yang mengartikan bahwa komoditas tersebut dianggap barang mewah.
77
7.2 Saran
1. Daging ayam ras memiliki proporsi pengeluaran terbesar dibandingkan
pangan asal ternak lainnya. Hal ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi
penjual makanan di sekitar kampus IPB untuk membuat inovasi produk
olahan daging ayam.
2. Elastisitas permintaan terhadap harga dan pengeluaran lebih elastis pada
susu sapi dibandingkan pangan asal ternak lainnya. Hal ini diharapkan dapat
menjadi masukan bagi produsen susu sapi untuk meningkatkan konsumsi
susu sapi pada mahasiswa dengan cara menstabilkan harga susu sapi,
membuat segmentasi produk susu sapi, dan meningkatkan kualitas susu sapi.
3. Model AIDS disarankan untuk lebih sering digunakan dalam menganalisis
pola konsumsi, permintaan suatu komoditas serta mengetahui elastisitas
permintaanya. Selain karena metode pendugaan yang sederhana, hasil
analisisnya lebih menyeluruh untuk mengetahui faktor-faktor yang
mempengaruhi permintaan suatu komoditas dengan komoditas lainnya.
4. Untuk penelitian selanjutnya, disarankan untuk menambah variabel harga
komoditas lain (subtistusi/komplementer) seperti beras, kambing, itik,
makanan laut, dan lain-lain serta menggunakan objek penelitian yang lebih
luas dengan jumlah responden yang lebih besar.
78
DAFTAR PUSTAKA
Anjarsari B. 2010. Pangan Hewani (Fisiologi Pasca Mortem dan Teknologi).
Yogyakarta (ID): Graha Ilmu.
Aprilian R. 2010. Pola Konsumsi Pangan Hewani dan Status Gizi Remaja SMA
dengan Status Sosial Ekonomi Berbeda di Bogor [skripsi]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Ariansyah J. 2008. Perilaku Konsumsi Mahasiswa IPB Terhadap Daging Ayam
Olahan [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Bakrie B, Suwandi, Setiabudi D, Sarjoni. 2008. Analisis Faktor yang
Mempengaruhi Preferensi Konsumen Terhadap Produk Peternakan di
Wilayah Perkotaan DKI Jakarta. Seminar Nasional Teknologi Peternakan
dan Veteriner [internet]. [Waktu dan tempat pertemuan tidak diketahui].
Jakarta (ID): Departemen Pertanian. hlm 854-861; [diunduh 2014 Feb 13].
Tersedia pada: http://peternakan.litbang.deptan.go.id/fullteks /semnas/
pro08-135.pdf
Bilas RA. 1989. Teori Mikro Ekonomi: Ed ke-2. Hutauruk G, penerjemah;
Sumiharti Y, editor. Jakarta (ID): Penerbit Erlangga. Terjemahan dari:
Microeconomics Theory.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2010. Peraturan Kepala Badan Pusat Statistik Nomor
37 Tahun 2010 tentang Klasifikasi Perkotaan dan Perdesaan di Indonesia.
Jakarta (ID): Badan Pusat Statistik. [internet]. [diunduh pada 2014 Mar 8].
Tersedia pada http://www.bps.go.id.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Rata-rata Konsumsi Protein (gram) per Kapita
Menurut Kelompok Makanan 1999, 2002-2013. Jakarta (ID): Badan Pusat
Statistik. [internet]. [diunduh pada 2014 Jan 30]. Tersedia pada
http://www.bps.go.id.
Budiar S. 2000. Analisis Permintaan dan Konsumsi Sumber Protein Hewani
Rumah Tangga di Pulau Jawa [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Budiwinarto K. 2011. Penerapan model Almost Ideal Demand System (AIDS)
pada Pola Konsumsi Pangan Rumah Tangga Nelayan di Kecamatan Tambak
Kabupaten Banyumas. Smoothing. 6(11): 27-39.
Bueche FJ, Hecht E. 2006. Schaum’s Outlines Teori dan Soal-soal FISIKA
UNIVERSITAS Edisi Kesepuluh. Indriasari R, penerjemah; Simarmata L,
editor. Jakarta (ID): Penerbit Erlangga. Terjemahan dari: Schaum’ Outline
of Theory and Problems of COLLEGE PHYSICS Tenth Edition.
Deaton A, Muellbauer J. 1980. An Almost Ideal Demand System. American
Economic Review. 70 (3) : 312-326.
79
___________________. 1980b. Economics and Consumer Behavior. London
(GB): Cambridge University Press.
[DEPKES] Departemen Kesehatan RI. 1992. Daftar Komposisi Bahan Makanan.
Jakarta (ID): Bhratara Karya Aksara.
Firdaus M. 2004. Ekonometrika Suatu Pendekatan Aplikatif. Jakarta (ID): Bumi
Aksara.
Hadini HA, Nurtini S, Sulastri E. 2011. Analisis Permintaan dan Prediksi
Konsumsi serta Produksi Daging Broiler di Kota Kendari Propinsi Sulawesi
Tenggara. Buletin Peternakan. 35(3): 202-207.
Hardinsyah, Riyadi H, Napitupulu V. 2012. Kecukupan Energi, Protein, Lemak,
dan Karbohidrat. Bogor (ID): Departemen Gizi Masyarakat FEMA IPB dan
Departemen Gizi FK UI.
Kamaruddin A. 1990. Sumbangan Pangan Ternak untuk Gizi Masyarakat.
Prosiding: Simposium Pangan dan Gizi, serta Konggres IV Perhimpunan
Peminat Pangan dan Gizi Indonesia; 1989 Sep 26-28; Padang, Indonesia.
Bogor (ID): Puslitbang Gizi. hlm 207-212.
Kariyasa, K. (2004). Analisis Penawaran dan Permintaan Daging Sapi di
Indonesia Sebelum dan saat Krisis Ekonomi: Suatu Analisis Proyeksi
Swasembada Daging Sapi 2005. SOCA (SOCIO-ECONOMIC OF
AGRICULTURRE AND AGRIBUSINESS). 4(3): 1-21.
[Kementan] Kementerian Pertanian. 2009. Rancangan Rencana Strategis
Kementerian Pertanian Tahun 2010 – 2014. [internet]. [diunduh pada 2
Februari 2014]. Tersedia pada http://www.deptan.go.id/ .
[LIPI] Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. 1994. Risalah Widyakarya Pangan
dan Gizi V. Jakarta, 20-22 Apr 1993. Jakarta: Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia.
Lipsey RG, Courant PN, Purvis DD, Steiner PO. 1995. Wasana AJ, Kirbrandoko,
penerjemah. Pengantar Mikroekonomi Jilid I. Jakarta (ID): Binarupa Aksara.
Terjemahan dari: Economics 10th ed.
Nicholson W. 1999. Teori Ekonomi Makro. Edisi ke-2. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.
Nicholson W. 2002. Mahendra IGNB, Aziz A, penerjemah. Mikroekonomi
Intermediate dan Aplikasinya Edisi Kedelapan. Yogyakarta (ID): Erlangga.
Terjemahan dari : Intermediate Microeconomics and Its Application.
Nugraheni M. 2013. Pengetahuan Bahan Pangan Hewani. Yogyakarta (ID): Graha
Ilmu.
80
Oni OA, Fashogbon AE. 2013. Heterogeneity in Rural Household Food Demand
and Its Determinants in Ondo State, Nigeria: An Application of Quadratic
Almost Ideal Demand System. Journal of Agricultural Science. 5(2): 169-
177.
Pindyck RS, Rubinfeld DL. 2009. Mikroekonomi Edisi Keenam Jilid 1. Dewi NK,
penerjemah; Sarwiji B, editor. Jakarta (ID): Indeks. Terjemahan dari:
Microeconomic Sixth Edition.
Prasetyo E, Mukson, Ekowati T, Setiadi A. 2005. Pengaruh Faktor Penawaran dan
Permintaan Terhadap Ketahaan Pangan Hewani Asal Ternak di Jawa
Tengah. Journal of Animal Agricultural Socio-economics. 1(1): 1-7.
Pratiwi LD. 2002. Pola Konsumsi Daging dan Telur Rumah Tangga di Kabupaten
Rembang, Jawa Tengah [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Ramdhiani H. 2008. Analisis Permintaan Telur Ayam Ras dan Ayam Buras di
Propinsi DKI Jakarta : Penerapan Model Almost Ideal Demand System
dengan Data Susenas 2005. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Singarimbum M, Effendi S. 1995. Metode Penelitian Survai. Jakarta (ID): LP3ES.
Sitepu RK, Sinaga BM. 2006. Aplikasi Model Ekonometrika: Estimasi, Simulasi
dan Peramalan Menggunakan Program SAS. Bogor (ID): Program Studi
Ilmu Ekonomi Pertanian Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Soekartawi. 2002. Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian: Teori dan Aplikasi. Jakarta
(ID): Raja Grafindo Persada.
Soekirman. 2000. Ilmu Gizi dan Aplikasinya untuk Keluarga dan Masyarakat.
Jakarta (ID): Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen
Pendidikan Nasional.
Soeparno. 1994. Ilmu dan Teknologi Daging. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada
University Press.
Sriwijayanti E. 2004. Analisis Pola Permintaan dan Pengeluaran Konsumsi Buah-
Buahan di DKI Jakarta. Forum Pascasarjana. 27(2): 159-175.
Sudono A, Hardjosworo PS, Eidman HM, Muhilal. 1989. Peranan Bahan
Makanan Hewani Guna Mencapai Kecukupan Gizi. Widyakarya Nasional
Pangan dan Gizi. Jakarta: LIPI.
Sumarwan U. 2003. Perilaku Konsumen: Teori dan Penerapannya dalam
Pemasaran. Jakarta (ID): Ghalia Indonesia
Tarwotjo CS. 1998. Dasar-Dasar Gizi Kuliner. Jakarta (ID): Gramedia
Widiasarana Indonesia.
No
N
am
a
Pan
gan
Ener
gi
Pro
tein
L
em
ak
Kar
bo
hid
rat
Kal
siu
m
Fo
sfo
r B
esi
Vit
. A
V
it.
B
Vit
. C
A
ir
UR
T
Kal
g
g
g
m
g
mg
M
g
RE
m
g
mg
G
N
am
a
Kri
teri
a B
erat
(g)
1
Dag
ing
Ayam
3
02
18
.2
25
0
14
20
0
1.5
2
78
0.0
8
0
76
.7
1
po
tong
se
dan
g
50
2
Dag
ing S
api
20
7
18
.8
14
0
11
17
0
2.8
9
0
.08
0
66
1
po
tong
se
dan
g
50
3
Tel
ur
Ayam
1
62
12
.8
11
.5
0.7
5
4
18
0
2.7
3
09
0.1
0
7
.4
1 b
uti
r se
dan
g
60
4
Susu
Sap
i 6
1
3.2
3
.5
4.3
1
43
60
1.7
4
5
0.0
3
1
88
.3
1
gel
as
sed
ang
2
00
81
[TPB] Tingkat Persiapan Bersama. 2011. TPB dalam Angka 2009/2010. Bogor
(ID): Tingkat Persiapan Bersama. [internet]. [diunduh 2014 Feb 4]. Tersedia
pada http://tpb.ipb.ac.id/tpb-dalam-angka/category/15-tpb-dalam-angka
____________________________. 2012. TPB dalam Angka 2010/2011. Bogor
(ID): Tingkat Persiapan Bersama. [internet]. [diunduh 2014 Feb 4]. Tersedia
pada http://tpb.ipb.ac.id/tpb-dalam-angka/category/20-tpb-dalam-angka
____________________________. 2013. TPB dalam Angka 2011/2012. Bogor
(ID): Tingkat Persiapan Bersama. [internet]. [diunduh 2014 Februari 4].
Tersedia pada http://tpb.ipb.ac.id/tpb-dalam-angka/category/38-tpb-dalam-
angka-20112012
Wardani TPK. 2007. Analisis Pola Konsumsi dan Permintaan Buah pada Tingkat
Rumah Tangga di Pulau Jawa Penerapan Model Almost Ideal Demand
System (AIDS) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Lam
pir
an 1
. T
abel
Kom
posi
si P
angan
Asa
l T
ernak
No
N
am
a P
angan
Ener
gi
Pro
tein
L
em
ak
Kar
bo
hid
rat
Kal
siu
m
Fo
sfo
r B
esi
Vit
. A
V
it.
B
Vit
. C
A
ir
UR
T
Kal
g
g
g
m
g
mg
m
g
RE
m
g
mg
g
N
am
a
Kri
teri
a B
erat
(g)
1
Dag
ing A
yam
3
02
18
.2
25
0
14
20
0
1.5
2
78
0.0
8
0
76
.7
1 p
oto
ng
sed
ang
5
0
2
Dag
ing S
api
20
7
18
.8
14
0
11
17
0
2.8
9
0
.08
0
66
1 p
oto
ng
sed
ang
5
0
3
Tel
ur
Ayam
1
62
12
.8
11
.5
0.7
5
4
18
0
2.7
3
09
0.1
0
7
.4
1 b
uti
r se
dan
g
60
4
Susu
Sap
i
61
3.2
3
.5
4.3
1
43
60
1.7
4
5
0.0
3
1
88
.3
1 g
elas
se
dan
g
20
0
Su
mb
er:
Dep
arte
men
Kese
hat
an R
epub
lik I
nd
onesi
a (1
99
2)
85
Lampiran 2. Distribusi jumlah sampel dengan perbedaan karakteristik
No Karakteristik Jumlah sampel
1 P-K-D-S 5
2 P-K-D-T 3
3 P-K-KO-R 20
4 P-K-KO-S 27
5 P-K-KO-T 8
6 P-TK-KO-R 6
7 P-TK-KO-S 10
8 P-TK-KO-T 3
9 L-K-D-R 1
10 L-K-D-S 4
11 L-K-D-T 1
12 L-K-KO-R 6
13 L-K-KO-S 10
14 L-K-KO-T 8
15 L-TK-D-R 2
16 L-TK-KO-R 4
17 L-TK-KO-S 3
18 L-TK-KO-T 1
Total 122
Keterangan: P: Perempuan; L: Laki-laki; K: Kos/kontrak; TK: Rumah
orangtua/wali; KO: Kota; D: Desa; R: Rendah; S: Sedang; T: Tinggi
86
87
Lampiran 3. Kuesioner penelitian
No Responden: Tanggal :
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN
Jl. Kamper Level 4 Wing 5 Kampus IPB Darmaga Bogor 16680
KUISIONER PENELITIAN
Petunjuk : Isi dan pilihlah salah satu jawaban dengan memberikan tanda (v)
A. Karakteristik Responden
1. Nama Responden :
2. Departemen :
3. Semester :
4. Nomor telepon/ HP :
5. Tempat Tinggal : Kost / Tidak Kost (pilih salah satu)
6. Alamat di Bogor :
7. Alamat Asal :
8. Asal daerah : [ ] pedesaan [ ] perkotaan
9. Usia : ......... tahun
10. Jenis Kelamin : [ ] Laki-laki [ ] Perempuan
11. Status Pernikahan : [ ] Belum menikah [ ] Menikah
12. Agama :
13. Jumlah anggota keluarga :
14. Pendapatan perbulan (kiriman orangtua dan pendapatan pribadi apabila
telah bekerja) :
[ ] < Rp 500.000 = Rp
[ ] Rp 500.000 - Rp 1.000.000 = Rp
[ ] Rp 1.000.001 – Rp 1.500.000 = Rp
[ ] > Rp 1.500.000 = Rp
15. Apakah saat ini Anda sedang mendapatkan beasiswa?
[ ] Ya, sebutkan............... [ ] Tidak
Kuisioner ini digunakan untuk penelitian Analisis Pola Konsumsi Mahasiswa
Fakultas Ekonomi dan Manajemen (FEM) Terhadap Pangan Asal Ternak
oleh Agustin Neorima, mahasiswi Departemen Ekonomi Sumberdaya dan
Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Kami mohon partisipasi Saudara/i untuk mengisi kuisioner ini dengan teliti dan
lengkap sehingga dapat menjadi data yang objektif. Informasi ini dijamin
kerahasiaannya, tidak untuk dipublikasikan, dan tidak untuk kepentingan
politis. Atas perhatian dan kerjasamanya saya ucapkan terima kasih.
88
16. (Jika Ya,) Berapa besar beasiswa yang Anda peroleh saat ini?
Rp......................... perbulan
B. Perilaku Konsumsi Pangan Asal Ternak
1. Pengeluaran untuk makan perbulan:
[ ] < Rp 500.000 = Rp
[ ] Rp 500.000 - Rp 1.000.000 = Rp
[ ] Rp 1.000.001 – Rp 1.500.000 = Rp
[ ] > Rp 1.500.000 = Rp
2. Dalam sehari berapa kali Anda makan? Sebutkan waktunya.
[ ] 1 kali/ hari
[ ] 2 kali/ hari
[ ] 3 kali/ hari
[ ] > 3 kali/ hari
3. Apakah Anda sedang dalam program diet?
[ ] Ya [ ] Tidak
4. Apakah ada pengaruh jumlah uang yang tersisa di akhir bulan terhadap
perubahan pola makan?
[ ] Ya [ ] Tidak
5. Pangan asal ternak apa yang paling sering Anda konsumsi?
[ ] Daging sapi [ ] Daging ayam
[ ] Ikan [ ] Telur
[ ] Susu [ ] Lainnya, sebutkan..............................
6. Jenis masakan daging sapi apa yang paling sering Anda konsumsi?
[ ] Sup [ ] Soto
[ ] Rendang [ ] Dendeng
[ ] Sate [ ] Lainnya, sebutkan..............................
7. Berapa kisaran harga daging sapi yang biasa Anda konsumsi?
± Rp..........................per porsi
8. Dimana biasanya Anda membeli daging sapi?
[ ] Restoran
[ ] Warung makan
[ ] Warung tenda
[ ] Kantin kampus
[ ] Lainnya, sebutkan..................................................
Alasan:…………………………………………………………................
9. Apa yang sering Anda pertimbangkan dalam pemilihan tempat pembelian
daging sapi?
[ ] Rasanya enak
[ ] Kebersihan tempat
[ ] Harga murah
[ ] Kualitas terjamin
[ ] Pelayanan memuaskan
[ ] Lainnya, sebutkan..................................................
10. Apa yang memotivasi Anda mengkonsumsi daging sapi?
[ ] Kesehatan/nilai gizi
[ ] Makanan kesukaan
[ ] Harga
89
[ ] Lainnya, sebutkan..................................................
11. Jenis masakan daging ayam negeri (ras) apa yang paling sering Anda
konsumsi?
[ ] Sup [ ] Soto
[ ] Bakar [ ] Goreng
[ ] Sate [ ] Lainnya, sebutkan............................
12. Berapa kisaran harga daging ayam negeri yang biasa Anda konsumsi?
± Rp..........................per potong
13. Dimana biasanya Anda membeli daging ayam negeri?
[ ] Restoran
[ ] Warung makan
[ ] Warung tenda
[ ] Kantin kampus
[ ] Lainnya, sebutkan..................................................
Alasan:…………………………………………………………................
14. Apa yang sering Anda pertimbangkan dalam pemilihan tempat
pembelian daging ayam negeri?
[ ] Rasanya enak
[ ] Kebersihan tempat
[ ] Harga murah
[ ] Kualitas terjamin
[ ] Pelayanan memuaskan
[ ] Lainnya, sebutkan..................................................
15. Apa yang memotivasi Anda mengkonsumsi daging ayam negeri?
[ ] Kesehatan/nilai gizi
[ ] Makanan kesukaan
[ ] Harga
[ ] Lainnya, sebutkan...................................................
16. Jenis masakan telur ayam negeri (ras) apa yang paling sering Anda
konsumsi?
[ ] Goreng [ ] Rebus
[ ] Masakan olahan [ ] Lainnya,sebutkan............................
17. Berapa kisaran harga telur ayam negeri yang biasa Anda konsumsi?
± Rp..........................per butir
18. Dimana biasanya Anda membeli telur ayam negeri?
[ ] Restoran
[ ] Warung makan
[ ] Warung tenda
[ ] Kantin kampus
[ ] Lainnya, sebutkan..................................................
Alasan:…………………………………………………………................
19. Apa yang sering Anda pertimbangkan dalam pemilihan tempat
pembelian telur ayam negeri?
[ ] Rasanya enak
[ ] Kebersihan tempat
[ ] Harga murah
[ ] Kualitas terjamin
[ ] Pelayanan memuaskan
90
[ ] Lainnya, sebutkan..................................................
20. Apa yang memotivasi Anda mengkonsumsi telur ayam negeri?
[ ] Kesehatan/nilai gizi
[ ] Makanan kesukaan
[ ] Harga
[ ] Lainnya, sebutkan...................................................
21. Jenis susu sapi apa yang paling sering Anda konsumsi?
[ ] Susu murni [ ] Susu kental manis
[ ] Susu cair pabrik [ ] Susu bubuk
Lainnya, sebutkan................................................
22. Berapa kisaran harga susu sapi yang biasa Anda konsumsi?
± Rp..........................per pc.
23. Dimana biasanya Anda membeli susu sapi?
[ ] Supermarket
[ ] Mini market
[ ] Toko kelontong
[ ] Kantin kampus
[ ] Lainnya, sebutkan..................................................
Alasan:…………………………………………………………................
24. Apa yang sering Anda pertimbangkan dalam pemilihan tempat
pembelian susu sapi?
[ ] Harga murah
[ ] Kualitas terjamin
[ ] Kebiasaan
[ ] Lainnya, sebutkan..................................................
25. Apa yang memotivasi Anda mengkonsumsi susu sapi?
[ ] Kesehatan/nilai gizi
[ ] Harga
[ ] Aktivitas yang padat
[ ] Lainnya, sebutkan...................................................
91
C. Konsumsi Pangan Asal Ternak Selama Seminggu yang Lalu
Rincian jenis pangan asal ternak:
A. Daging
1) Daging Segar
- Daging sapi
- Daging ayam ras
2) Daging diawetkan
- Dendeng
- Abon
- Daging dalam kaleng, misalnya corned
- Lainnya
3) Lainnya
- Hati
- Tetelan
- Jeroan (selain hati)
- Tulang
B. Telur
- Telur ayam ras
C. Susu
- Susu murni
- Susu cair pabrik, misalnya susu Ultra dan susu Bear Brand.
- Susu kental manis, misalnya susu Indomilk dan susu cap Nona.
- Susu bubuk, baik yang dikemas dalam kaleng maupun kardus,
seperti: susu bubuk cap Bendera, Dancow, dan Klim, termasuk
susu bubuk kiloan.
D. Makanan Jadi
- Soto/gule/sop/rawon/cincang (porsi)
- Sate/tongseng (porsi= 5 tusuk)
- Mie (bakso/rebus/goreng) (porsi)
- Ayam/daging (goreng, bakar,dsb) (potong)
92
D. Catatlah pengeluaran untuk konsumsi pangan asal ternak dalam jangka waktu 7
hari berturut-turut beserta ukuran dan satuannya.
Contoh pengisian:
Hari ke-x:
1. Susu cair pabrik (250ml)
2. Ayam bakar (1 potong)
3. Rendang sapi (1 potong)
4. Telur rebus (2 butir)
Menu pangan asal ternak yang dikonsumsi selama seminggu terakhir
Hari ke-1 (Tanggal: )
1.
2.
3.
4.
Hari ke-2 (Tanggal: )
1.
2.
3.
4.
Hari ke-3 (Tanggal: )
1.
2.
3.
4.
Hari ke-4 (Tanggal: )
1.
2.
3.
4.
Hari ke-5 (Tanggal: )
1.
2.
3.
4.
Hari ke-6 (Tanggal: )
1.
2.
3.
4.
Hari ke-7 (Tanggal: )
1.
2.
3.
4.
93
Lampiran 4. Hasil output model Almost Ideal Demand System dengan
menggunakan software SAS
The SYSLIN Procedure
Ordinary Least Squares Estimation
1. Model Permintaan Daging Sapi
Analysis of Variance
Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F
Model 10 0.527057 0.052706 4.37 <.0001
Error 111 1.338745 0.012061
Corrected Total 121 1.865802
Root MSE 0.10982 R-Square 0.28248
Dependent Mean 0.12904 Adj R-Sq 0.21784
Coeff Var 85.10935
Parameter Estimates
Variable DF Parameter
Estimate
Standard Error t Value Pr > |t| Variable
Label
Intercept 1 -0.90799 0.588881 -1.54 0.1259 Intercept
lp1 1 0.396344 0.098799 4.01 0.0001 lp1
lp2 1 -0.22223 0.107970 -2.06 0.0419 lp2
lp3 1 -0.01021 0.056992 -0.18 0.8581 lp3
lp4 1 -0.02358 0.071843 -0.33 0.7434 lp4
lnp 1 0.073561 0.047834 1.54 0.1269 lnp
d1 1 -0.02811 0.022119 -1.27 0.2064 d1
d2 1 0.062407 0.024463 2.55 0.0121 d2
d3 1 0.017593 0.030760 0.57 0.5685 d3
d4 1 -0.02196 0.023833 -0.92 0.3587 d4
d5 1 0.040878 0.031594 1.29 0.1984 d5
2. Model Permintaan Daging Ayam Ras
Analysis of Variance
Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F
Model 10 0.818801 0.081880 2.69 0.0055
Error 111 3.379242 0.030444
Corrected Total 121 4.198043
Root MSE 0.17448 R-Square 0.19504
94
Dependent Mean 0.45028 Adj R-Sq 0.12252
Coeff Var 38.74956
Parameter Estimates
Variable DF Parameter
Estimate
Standard Error t Value Pr > |t| Variable
Label
Intercept 1 -0.19292 0.935597 -0.21 0.8370 Intercept
lp1 1 -0.21684 0.156969 -1.38 0.1699 lp1
lp2 1 0.567905 0.171539 3.31 0.0013 lp2
lp3 1 -0.02521 0.090548 -0.28 0.7812 lp3
lp4 1 -0.06953 0.114142 -0.61 0.5437 lp4
lnp 1 -0.26393 0.075997 -3.47 0.0007 lnp
d1 1 0.034700 0.035142 0.99 0.3256 d1
d2 1 0.054739 0.038866 1.41 0.1618 d2
d3 1 0.044687 0.048871 0.91 0.3625 d3
d4 1 0.028734 0.037866 0.76 0.4496 d4
d5 1 0.028301 0.050195 0.56 0.5740 d5
3. Model Permintaan Telur Ayam Ras
Analysis of Variance
Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F
Model 10 0.975414 0.097541 7.28 <.0001
Error 111 1.487959 0.013405
Corrected Total 121 2.463373
Root MSE 0.11578 R-Square 0.39597
Dependent Mean 0.18155 Adj R-Sq 0.34155
Coeff Var 63.77469
Parameter Estimates
Variable DF Parameter
Estimate
Standard Error t Value Pr > |t| Variable
Label
Intercept 1 1.779518 0.620832 2.87 0.0050 Intercept
lp1 1 -0.02632 0.104160 -0.25 0.8010 lp1
lp2 1 -0.32488 0.113828 -2.85 0.0052 lp2
lp3 1 0.259092 0.060085 4.31 <.0001 lp3
lp4 1 -0.12314 0.075741 -1.63 0.1068 lp4
95
Parameter Estimates
Variable DF Parameter
Estimate
Standard Error t Value Pr > |t| Variable
Label
lnp 1 -0.11942 0.050429 -2.37 0.0196 lnp
d1 1 0.043229 0.023319 1.85 0.0664 d1
d2 1 -0.05302 0.025791 -2.06 0.0422 d2
d3 1 -0.05499 0.032429 -1.70 0.0927 d3
d4 1 -0.01451 0.025127 -0.58 0.5648 d4
d5 1 -0.05259 0.033308 -1.58 0.1172 d5
4. Model Permintaan Susu Sapi
Analysis of Variance
Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F
Model 10 1.018639 0.101864 4.61 <.0001
Error 111 2.453935 0.022108
Corrected Total 121 3.472575
Root MSE 0.14869 R-Square 0.29334
Dependent Mean 0.23914 Adj R-Sq 0.22968
Coeff Var 62.17529
Parameter Estimates
Variable DF Parameter
Estimate
Standard Error t Value Pr > |t| Variable
Label
Intercept 1 0.321390 0.797279 0.40 0.6876 Intercept
lp1 1 -0.15319 0.133763 -1.15 0.2546 lp1
lp2 1 -0.02080 0.146179 -0.14 0.8871 lp2
lp3 1 -0.22367 0.077161 -2.90 0.0045 lp3
lp4 1 0.216246 0.097267 2.22 0.0282 lp4
lnp 1 0.309796 0.064762 4.78 <.0001 lnp
d1 1 -0.04982 0.029946 -1.66 0.0990 d1
d2 1 -0.06413 0.033121 -1.94 0.0554 d2
d3 1 -0.00729 0.041646 -0.17 0.8614 d3
d4 1 0.007740 0.032268 0.24 0.8109 d4
d5 1 -0.01659 0.042774 -0.39 0.6989 d5
96
The SYSLIN Procedure
Seemingly Unrelated Regression Estimation
1. Model Permintaan Daging Sapi
Parameter Estimates
Variable DF Parameter
Estimate
Standard Error t Value Pr > |t| Variable
Label
Intercept 1 -0.26682 0.159726 -1.67 0.0976 Intercept
lp1 1 0.374306 0.096014 3.90 0.0002 lp1
lp2 1 -0.27329 0.091280 -2.99 0.0034 lp2
lp3 1 -0.03134 0.046487 -0.67 0.5016 lp3
lp4 1 -0.06968 0.057444 -1.21 0.2277 lp4
lnp 1 0.085133 0.046713 1.82 0.0711 lnp
d1 1 -0.03185 0.021856 -1.46 0.1479 d1
d2 1 0.065006 0.024313 2.67 0.0086 d2
d3 1 0.014113 0.030565 0.46 0.6452 d3
d4 1 -0.02507 0.023645 -1.06 0.2913 d4
d5 1 0.042464 0.031563 1.35 0.1812 d5
2. Model Permintaan Daging Ayam Ras
Parameter Estimates
Variable DF Parameter
Estimate
Standard Error t Value Pr > |t| Variable
Label
Intercept 1 0.993762 0.246001 4.04 <.0001 Intercept
lp1 1 -0.27329 0.091280 -2.99 0.0034 lp1
lp2 1 0.504808 0.135508 3.73 0.0003 lp2
lp3 1 -0.15729 0.066114 -2.38 0.0191 lp3
lp4 1 -0.07423 0.079464 -0.93 0.3523 lp4
lnp 1 -0.24109 0.073723 -3.27 0.0014 lnp
d1 1 0.033468 0.034624 0.97 0.3358 d1
d2 1 0.053452 0.038376 1.39 0.1665 d2
d3 1 0.035206 0.048319 0.73 0.4678 d3
d4 1 0.031016 0.037186 0.83 0.4060 d4
d5 1 0.030539 0.049518 0.62 0.5387 d5
97
3. Model Permintaan Telur Ayam Ras
Parameter Estimates
Variable DF Parameter
Estimate
Standard Error t Value Pr > |t| Variable
Label
Intercept 1 0.755189 0.161167 4.69 <.0001 Intercept
lp1 1 -0.03134 0.046487 -0.67 0.5016 lp1
lp2 1 -0.15729 0.066114 -2.38 0.0191 lp2
lp3 1 0.297153 0.055151 5.39 <.0001 lp3
lp4 1 -0.10852 0.047740 -2.27 0.0249 lp4
lnp 1 -0.13851 0.048910 -2.83 0.0055 lnp
d1 1 0.045142 0.022939 1.97 0.0516 d1
d2 1 -0.05704 0.025602 -2.23 0.0279 d2
d3 1 -0.05066 0.032097 -1.58 0.1173 d3
d4 1 -0.01249 0.024698 -0.51 0.6139 d4
d5 1 -0.05341 0.032818 -1.63 0.1065 d5
4. Model Permintaan Susu Sapi
Parameter Estimates
Variable DF Parameter
Estimate
Standard Error t Value Pr > |t| Variable
Label
Intercept 1 -0.48213 0.210557 -2.29 0.0239 Intercept
lp1 1 -0.06968 0.057444 -1.21 0.2277 lp1
lp2 1 -0.07423 0.079464 -0.93 0.3523 lp2
lp3 1 -0.10852 0.047740 -2.27 0.0249 lp3
lp4 1 0.252428 0.079906 3.16 0.0020 lp4
lnp 1 0.294471 0.062769 4.69 <.0001 lnp
d1 1 -0.04676 0.029636 -1.58 0.1174 d1
d2 1 -0.06142 0.032579 -1.89 0.0620 d2
d3 1 0.001345 0.041113 0.03 0.9740 d3
d4 1 0.006548 0.031841 0.21 0.8374 d4
d5 1 -0.01960 0.042117 -0.47 0.6427 d5
98
Lampiran 5. Editor SAS pada data mahasiswa tanpa pengelompokan
options nodate nonumber;
data sasumum;
SET sintax;
run;
proc syslin data=sasumum SUR outest=hasil;
a: model w1=lp1 lp2 lp3 lp4 lnp d1 d2 d3 d4 d5;
b: model w2=lp1 lp2 lp3 lp4 lnp d1 d2 d3 d4 d5;
c: model w3=lp1 lp2 lp3 lp4 lnp d1 d2 d3 d4 d5;
d: model w4=lp1 lp2 lp3 lp4 lnp d1 d2 d3 d4 d5;
var w1 w2 w3 w4;
srestrict a.intercep + b.intercep + c.intercep + d.intercep =1;
srestrict a.lnp + b.lnp + c.lnp + d.lnp =0;
srestrict a.d1 + b.d1 + c.d1 + d.d1 =0;
srestrict a.d2 + b.d2 + c.d2 + d.d2 =0;
srestrict a.d3 + b.d3 + c.d3 + d.d3 =0;
srestrict a.d4 + b.d4 + c.d4 + d.d4 =0;
srestrict a.d5 + b.d5 + c.d5 + d.d5 =0;
srestrict a.lp1 + b.lp1 + c.lp1 + d.lp1 = 0;
srestrict a.lp2 + b.lp2 + c.lp2 + d.lp2 = 0;
srestrict a.lp3 + b.lp3 + c.lp3 + d.lp3 = 0;
srestrict a.lp4 + b.lp4 + c.lp4 + d.lp4 = 0;
srestrict a.lp2 = b.lp1;
srestrict a.lp3 = c.lp1;
srestrict a.lp4 = d.lp1;
srestrict b.lp3 = c.lp2;
srestrict b.lp4 = d.lp2;
srestrict c.lp4 = d.lp3;
run;
proc sort data= sasumum;
by d1 d2 d3 d4 d5;
proc summary data = sasumum;
by d1 d2 d3 d4 d5;
var w1 w2 w3 w4;
output out = aa1 mean=;
proc print data = aa1;
run;
proc summary data = sasumum;
var w1 w2 w3 w4;
output out = aa1 mean=;
proc print data = aa1;
run;
99
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama lengkap Agustin Neorima, dilahirkan di Jakarta pada
tanggal 7 Agustus 1992. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara
dari pasangan H. Imam Subikhi, SE dan Hj. Nurbaini. Penulis menjalani
pendidikan di bangku sekolah dasar dari tahun 1998 sampai dengan tahun 2004 di
SD Negeri Jatiluhur I, Bekasi. Selanjutnya meneruskan pendidikan ke sekolah
menengah pertama dari tahun 2004 sampai tahun 2007 di SMP Negeri 157 Jakarta.
Setelah itu, penulis melanjutkan pendidikan sekolah menengah atas di SMA
Negeri 113 Jakarta dan lulus pada tahun 2010.
Pada tahun 2010, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur
Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) di Departemen Ekonomi Sumberdaya dan
Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama masa perkuliahan,
penulis pernah mengikuti Pekan Kreativitas Mahasiswa-Kewirausahaan (PKM-K)
dan berhasil didanai oleh DIKTI tahun 2011. Penulis juga mendapatkan beasiswa
Peningkatan Prestasi Akademik (PPA) selama tahun 2011-2014. Selain itu,
penulis pernah aktif di Himpunan Profesi Resources dan Environmental
Economics Student Association (REESA) sebagai anggota Divisi
Entrepreneurship periode 2012-2013, serta aktif sebagai bagian dari kepanitiaan
diberbagai kegiatan lingkungan FEM-IPB.