analisis pendugaan erosi, sedimentasi, dan aliran permukaan
Embed Size (px)
TRANSCRIPT

ANALISIS PENDUGAAN EROSI, SEDIMENTASI, DAN ALIRAN PERMUKAAN MENGGUNAKAN MODEL AGNPS
BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DI SUB DAS JENEBERANG PROPINSI SULAWESI SELATAN
DEVIANTO TINTIAN LONDONGSALU
PROGRAM STUDI BUDIDAYA HUTAN DEPARTEMEN SILVIKULTUR
FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008

ANALISIS PENDUGAAN EROSI, SEDIMENTASI, DAN ALIRAN PERMUKAAN MENGGUNAKAN MODEL AGNPS
BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DI SUB DAS JENEBERANG PROPINSI SULAWESI SELATAN
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan
pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
DEVIANTO TINTIAN LONDONGSALU
E14203005
PROGRAM STUDI BUDIDAYA HUTAN DEPARTEMEN SILVIKULTUR
FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008

RINGKASAN
Devianto Tintian Londongsalu (E14203005). Analisis Pendugaan Erosi, Sedimentasi, dan Aliran Permukaan Menggunakan Model AGNPS Berbasis Sistem Informasi Geografis di Sub DAS Jeneberang Propinsi Sulawesi Selatan. Dibimbing oleh Dr. Ir. Hendrayanto, M.Agr.
Semakin meningkatnya jumlah penduduk dan penggunaan lahan di wilayah Sub DAS Jeneberang, memberi dampak negatif dan berpengaruh nyata terhadap kondisi DTA Jeneberang Hulu, dimana tingkat kekritisan lahan telah mencapai 53.471 ha dan cenderung terus meningkat. Sejalan dengan semakin meluasnya areal lahan kritis tersebut, pada beberapa tahun terakhir ini kondisi hidrologis DTA Jeneberang Hulu menunjukkan kecenderungan yang semakin menurun. Banjir dan longsor terjadi pada setiap musim hujan dan kekeringan di musim kemarau. AGNPS (Agricultural Non-Point Source Pollution Model) merupakan salah satu metode pendugaan yang dapat memprediksi aliran permukaan (banjir), erosi dan dapat digunakan untuk melakukan simulasi penggunaan lahan yang optimal dalam mengurangi laju erosi, sedimentasi, dan debit puncak. Dalam menganalisis menggunakan model AGNPS diperlukan parameter-parameter masukan model meliputi masukan data curah hujan jangka pendek dan parameter biofisik. Pengolahan data spasial dalam input data, manipulasi dan tampilan data model AGNPS serta mengidentifikasi dan memetakan keluaran model AGNPS dapat dilakukan dengan Sistem Informasi Geografis (SIG). Penelitian ini bertujuan mengetahui akurasi model AGNPS dalam menduga laju erosi, sedimentasi, dan debit puncak menggunakan parameter input yang tersedia, memperoleh bentuk penggunaan lahan optimal di DTA Jeneberang Hulu terhadap pengurangan laju erosi, sedimentasi, dan debit puncak.
Penelitian ini dilakukan pada DTA Jeneberang Hulu yang terletak di Kecamatan Tinggimoncong, Kabupaten Gowa. Pengambilan data dan pengolahan/analisis data dilakukan pada bulan Mei hingga November 2007. Bahan yang digunakan adalah data curah hujan harian, debit harian, sedimen harian selama 11 tahun, peta digital topografi/kontur, peta digital penutupan lahan, peta digital jenis tanah, dan peta digital jaringan sungai. Sedangkan alat yang digunakan adalah seperangkat komputer dengan beberapa software, yaitu AGNPS versi 3.65.3, ArcView versi 3.2 + extension, Minitab 14, dan Microsoft Office, alat tulis, alat hitung dan alat penunjang lainnya. Metode penelitian meliputi pengumpulan data dasar berupa peta penutupan lahan, peta kontur, peta jenis tanah, peta jaringan sungai, dan data curah hujan, pengolahan data curah hujan, transformasi proyeksi peta, pembuatan Daerah Tangkapan Air (DTA), pembuatan grid sel model AGNPS, penurunan atribut-atribut DTM, pembangkitan data masukan model AGNPS dengan SIG, pemasukan data ke model AGNPS, analisis keluaran data model AGNPS, pengujian validasi model AGNPS, analisis simulasi dan rekomendasi.
Hasil keluaran model pada DTA Jeneberang Hulu dengan masukan curah hujan harian rata-rata terbesar pada hari hujan tanggal 1 Januari sebesar 31,66 mm dan nilai energi intensitas hujan 30 menit sebesar 25,89 m.ton.cm/ha/jam, diperoleh besarnya volume aliran permukaan pada outlet sebesar 0,76 mm, debit

puncak aliran permukaan sebesar 3,20 m3/detik dengan volume air hujan yang menjadi aliran permukaan 2,29 %. Besarnya laju erosi pada outlet sebesar 29,02 ton/ha, laju sedimen sebesar 1,85 ton/ha dan sedimen total sebesar 12577,2 ton. Dengan besarnya erosi harian dalam kurun waktu setahun yang terjadi sebesar 1011,80 ton/ha/tahun, maka tingkat bahaya erosi yang terjadi di DTA Jeneberang Hulu dapat dikategorikan sangat berat. Penutupan lahan berupa tegalan/ladang memberikan kontribusi volume aliran permukaan, debit puncak aliran permukaan, laju erosi permukaan, dan sedimen total yang tertinggi masing-masing sebesar 172,21 mm, 40,36 m3/detik, 12236,15 ton/ha, 222523,86 ton.
Model AGNPS dengan parameter input menggunakan data yang relatif tersedia di Indonesia (hujan harian dan data sekunder fisik DAS) dalam menduga laju erosi, sedimentasi, dan debit puncak memberikan hasil lebih rendah dari data pengukuran lapangan (under estimation) sehingga memerlukan faktor koreksi. Faktor koreksi untuk kasus DTA Jeneberang Hulu dapat menggunakan persamaan QpLap = 1,734 QpMod0,679, QsLap = 1,698 QsMod0,382.
Pemanfaatan lahan yang optimal dalam mengurangi debit puncak aliran permukaan, laju erosi permukaan, dan laju sedimentasi adalah dengan mempertahankan penggunan lahan yang ada sekarang kecuali tegalan dan semak belukar perlu dirubah kedalam bentuk penggunaan lahan yang menyerupai hutan alam produksi yang dikelola dengan sistem silvikultur tebang pilih atau hutan alam tidak terganggu di bagian hulu, sedangkan di bagian bawah yang relatif lebih datar menerapkan kebun campuran dengan sistem agroforestry.

PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Pendugaan
Erosi, Sedimentasi, dan Aliran Permukaan Menggunakan Model AGNPS Berbasis
Sistem Informasi Geografis di Sub DAS Jeneberang Propinsi Sulawesi Selatan
adalah benar-benar hasil karya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan
belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga
manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Maret 2008
Devianto Tintian Londongsalu NRP. E14203005

Judul : Analisis Pendugaan Erosi, Sedimentasi, dan Aliran Permukaan
Menggunakan Model AGNPS Berbasis Sistem Informasi
Geografis di Sub DAS Jeneberang Propinsi Sulawesi Selatan.
Nama : Devianto Tintian Londongsalu
NIM : E 14203005
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
(Dr. Ir. Hendrayanto, M. Agr)
NIP. 131 578 788
Mengetahui,
Dekan Fakultas Kehutanan
(Dr. Ir. Hendrayanto, M. Agr)
NIP. 131 578 788
Tanggal Lulus :

KATA PENGANTAR
Puji-pujian dan ucapan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang
Maha Kuasa, karena atas kasih dan karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan kuliah, penelitian dan penyusunan skripsi dengan baik sebagai
salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas
Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan pada bulan Juni
hingga November 2007 adalah karateristik hidrologi, dengan judul Analisis
Pendugaan Erosi, Sedimentasi, dan Aliran Permukaan Menggunakan Model
AGNPS Berbasis Sistem Informasi Geografis di Sub DAS Jeneberang Propinsi
Sulawesi Selatan. Dengan tujuan untuk mengetahui akurasi model AGNPS dalam
menduga laju erosi, sedimentasi, dan debit puncak menggunakan parameter input
yang tersedia dan memperoleh bentuk penggunaan lahan optimal di DTA
Jeneberang Hulu terhadap pengurangan laju erosi, sedimentasi, dan debit puncak.
Sehingga diharapkan dapat memberikan informasi kepada Balai Pengelolaan DAS
Jeneberang-Walanae dalam hal penggunaan lahan optimal dalam rangka
pengelolaan DAS yang terpadu dengan upaya mengurangi laju erosi, sedimentasi,
dan debit puncak.
Penyusun menyadari bahwa skripsi penelitian ini masih jauh dari sempurna,
oleh karena itu saran dan kritik yang sifatnya membangun sangat penulis
harapkan demi kesempurnaan penyusunan di masa yang akan datang. Semoga
skripsi penelitian ini dapat memberikan manfaat yang baik.
Bogor, Maret 2008
Penulis

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Ujung Pandang, Sulawesi Selatan pada
tanggal 28 Desember 1985 sebagai anak ketiga dari lima
bersaudara pasangan Drs. Yusuf Londongsalu (ayah) dan Yuliana
Paibang (ibu).
Penulis menempuh pendidikan di TK Frater Teratai I Ujung
Pandang lulus pada tahun 1991, SD Frater Teratai I Ujung Pandang lulus tahun
1997, SLTP Katolik Garuda Ujung Pandang lulus tahun 2000, dan SMU Negeri 2
Makassar lulus tahun 2003. Pada tahun 2003, penulis diterima sebagai mahasiswa
Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada
Program Studi Budidaya Hutan, Jurusan Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor.
Dalam melaksanakan studi, penulis aktif di berbagai organisasi/pelayanan
dan kepanitiaan diantaranya Pengurus Ikatan Pemuda Toraja Bogor (IPTOR),
Komisi Pelayanan Anak PMK-IPB, Persekutuan Fakultas Kehutanan, dan panitia
Temu Manager (TM) 2005. Pada tahun 2006, penulis melaksanakan Praktek
Pengenalan Hutan di Baturaden (BKPH Gunung Slamet KPH Banyumas Timur)
dan Cilacap (BKPH Rawa Timur KPH Banyumas Barat) dan Praktek Pengelolaan
Hutan di Kampus Lapangan UGM Getas, KPH Ngawi. Pada bulan Februari
hingga April 2007, penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapang (PKL) di HTI
PT. Sebangun Bumi Andalas Wood Industries (PT. SBAWI), Kabupaten Ogan
Komering Ilir (OKI) Propinsi Sumatera Selatan. Selain itu juga, penulis menjadi
asisten praktikum mata kuliah Ilmu Ukur Hutan, Inventarisasi Sumberdaya Hutan,
Pengaruh Hutan, dan Hidrologi Hutan.
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, penulis melaksanakan penelitian dan
penyusunan skripsi yang berjudul ”Analisis Pendugaan Erosi, Sedimentasi, dan
Aliran Permukaan Menggunakan Model AGNPS Berbasis Sistem Informasi
Geografis di Sub DAS Jeneberang Propinsi Sulawesi Selatan” di bawah
bimbingan Dr. Ir. Hendrayanto, M.Agr.

UCAPAN TERIMA KASIH
Salam sejahtera bagi kita semuanya, Segala pujian dan hormat bagi kemuliaan Allah Bapa di Sorga penulis panjatkan
atas kasih dan pimpinan penyertaan-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan studi dan skripsi ini dengan baik. Rasa syukur dalam proses penyelesaian kuliah, penelitian dan penyusunan skripsi ini, penulis mendapat bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Ayah (Drs. Yusuf Londongsalu), Ibu (Yuliana Paibang), kakak-adikku (Yusran, Fredy, Arnianti, Jefrianto), sepupuku (Jeklin, Agustina, Jerri) dan kedua kakekku yang senantiasa memberikan doa, dukungan, pengertian, semangat, dan dorongannya.
2. Dr. Ir. Hendrayanto, M.Agr selaku dosen pembimbing atas semua bimbingan/arahan, bantuan, masukan dan nasehat selama proses penyelesaian skripsi.
3. Dr. Ir. E.G Togu Manurung, MS selaku dosen penguji dari Departemen Hasil Hutan dan Dr. Ir. Yanto Santosa, DEA selaku dosen penguji dari Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata atas saran, masukan dan nasehatnya.
4. BPDAS Jeneberang-Walanae atas bantuan penyediaan data dan kerjasamanya, terkhusus Kepala BPDAS (Ir. Helmi Basalamah, MM), Ibu Damaris, Ibu Lena, Bpk. Pither Tangko, Bpk. Daud Solo, Bpk. Jamal, Bpk. Sriyono, Bpk. Subiyanto, dan Bpk. Syaiful.
5. Bapak Yusuf G Rantelembang (Dinas Kehutanan Kab. Tana Toraja), Ibu Yosefina (BPDAS Saddang), dan Bapak Nata (Balai Diklat Kehutanan Makassar) atas bantuan dana dan kerjasamanya dalam pelaksanaan penelitian.
6. Dr. Ir . Prijanto Pamoengkas, MScF dan Ir. Sucahyo Sadiyo, MS atas segala materi, saran dan nasehat yang diberikan selama penantian sidang.
7. Staf, dosen dan teman-teman seperjuangan di Laboratorium Pengaruh Hutan (Veve, Kupli, Wulan, Nyoman Aries, Ifa Sari), mahasiswa bimbingan seperjuangan (Sahab dan Rimba), serta staf administrasi Departemen Silvikultur dan Departemen Manajemen Hutan atas bantuan dan kerjasamanya.
8. Kunang-kunang kecilku (Wulan dan Novi Bu-er), BDH “silvikulturist40” atas semangat dan doanya selama penantian ujian sidang, teman-teman MNH 40, THH 40, KSH 40, GETAS II, PKL (SBA crew) atas kebersamaannya selama ini. Bagus Ari, Veve, Novia Tri (abank), Anggit, Mas Arga, Mas Ibrahim, dan Fauzan atas bantuan yang diberikan dalam proses pengolahan data dan penyusunan skripsi.
9. Teman-teman Komisi Pelayanan Anak PMK-IPB, Persekutuan Fakultas Kehutanan (PMK-E) dan Ikatan Pemuda Toraja Bogor (IPTOR) atas semangat dan dukungan yang diberikan.
10. Keluarga di Jakarta (Ibu Meti Paibang sek. dan Ibu Ester Battung sek.) dan Makassar (Bpk. Suleman Paibang sek.) atas bantuan dan dukungannya yang diberikan kepada penulis selama melaksanakan kuliah dan penyelesaian skripsi.
11. Teman-teman “Wisma Sony” (Gerta, Cipta, Rura, Gani, Aan, Nyoman, Robby, Hudi, Yoga, Asep, Robert “PGT”, dan Embro “Dormitory”) atas bantuan dan semangat yang diberikan.
12. Pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu penulis.
God Bless Us (GBU)...

DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR .................................................................................... i
DAFTAR TABEL .......................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... ix
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ........................................................................ 1
1.2 Tujuan Penelitian ..................................................................... 3 1.3 Manfaat Penelitian ................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai .............................................................. 4
2.2 Penggunaan Lahan ................................................................... 5 2.3 Pendekatan Sistem DAS dengan Menggunakan Sistem Model ...................................................................................... 5 2.4 Aliran Permukaan .................................................................... 6 2.5 Erosi ........................................................................................ 7 2.5.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Erosi ...................... 8 2.5.2 Tingkat Bahaya Erosi ................................................... 9 2.5.3 Sedimentasi .................................................................. 10 2.5.4 Prediksi Erosi dan Sedimentasi ..................................... 11 2.6 Model AGNPS ........................................................................ 12 2.6.1 Masukan Data Model AGNPS ...................................... 13 2.6.2 Keluaran Model AGNPS .............................................. 13 2.6.3 Persamaan dalam Model AGNPS ................................. 14 2.7 Sistem Informasi Geografis ...................................................... 16
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ..................................................... 17 3.2 Bahan dan Alat ......................................................................... 18 3.3 Metode Penelitian ..................................................................... 18 3.3.1 Pengolahan Data Curah Hujan ....................................... 19 3.3.2 Transformasi Proyeksi Peta ........................................... 20 3.3.3 Pembuatan Daerah Tangkapan Air (DTA) ..................... 20 3.3.4 Pembuatan Grid Sel Model AGNPS .............................. 21 3.3.5 Penurunan Atribut-atribut DTM .................................... 22 3.3.6 Pembangkitan Data Masukan Model AGNPS dengan SIG ............................................................................... 27 3.3.7 Pemasukan Data ke Model AGNPS ............................... 34 3.3.8 Analisis Keluaran Data Model AGNPS ......................... 36 3.3.9 Pengujian validasi model AGNPS ................................. 36 3.3.10 Analisis Simulasi dan Rekomendasi ............................... 37

BAB IV KARATERISTIK LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak dan Luas ......................................................................... 40 4.2 Topografi .................................................................................. 40 4.3 Tanah dan Geologi .................................................................... 43 4.4 Jaringan sungai ......................................................................... 45 4.5 Penggunaan Lahan .................................................................... 45 4.6 Iklim …..................................................................................... 48 4.7 Debit Aliran .............................................................................. 48 4.8 Kependudukan .......................................................................... 49
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hubungan Curah Hujan dengan Debit ....................................... 50 5.2 Volume Aliran Permukaan ........................................................ 50
5.3 Debit Puncak Aliran Permukaan ............................................... 52 5.4 Laju Erosi Permukaan dan Sedimentasi ..................................... 54 5.5 Sedimen Total ........................................................................... 56 5.6 Pengujian Validasi Model AGNPS ........................................... 58 5.7 Analisis Simulasi ...................................................................... 60 5.7.1 Skenario I ...................................................................... 61 5.7.2 Skenario II .................................................................... 62 5.7.3 Skenario III ................................................................... 64 5.7.4 Skenario IV ................................................................... 65 5.8 Rekomendasi ............................................................................ 67
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan .............................................................................. 70 6.2 Saran .. ...................................................................................... 70
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 71
LAMPIRAN ………......................................................................................... 74

DAFTAR TABEL
No. Halaman
1. Kelas Tingkat Bahaya Erosi ...................................................................... . 9
2. Nilai arah aliran antara hasil ArcView dengan masukan model AGNPS .... . 25
3. Nilai masukan tekstur model AGNPS ........................................................ 31
4. Parameter masukan model penggunaan lahan pada skenario I .................... 37
5. Parameter masukan model penggunaan lahan pada skenario II ................... 38
6. Parameter masukan model penggunaan lahan pada skenario III .................. 39
7. Parameter masukan model penggunaan lahan pada skenario IV ................. 39
8. Luasan kemiringan lereng DTA Jeneberang Hulu ...................................... 41
9. Luasan jenis tanah, bahan induk, bentuk wilayah DTA Jeneberang Hulu .... 44
10. Nilai faktor erodibilitas tanah (K) dan tekstur tanah (T) di DTA Jeneberang Hulu ........................................................................................ 45
11. Luasan jenis penutupan lahan DTA Jeneberang Hulu ................................. 46
12. Nilai faktor pengelolaan tanaman (C) pada berbagai penutupan lahan di DTA Jeneberang Hulu ................................................................................ 47
13. Nilai faktor tindakan konservasi tanah (P) pada berbagai penutupan lahan di DTA Jeneberang Hulu ............................................................................ 47
14. Nilai koefisien kekasaran Manning (n), konstanta kondisi permukaan (SCC), dan bilangan kurva aliran permukaan (CN) pada berbagai penutupan lahan di DTA Jeneberang
Hulu ........................................................................................................... 48
15. Curah hujan rata-rata dalam setahun (2001-2005) ...................................... 48
16. Debit aliran rata-rata dalam setahun (2001-2005) ....................................... 49
17. Jumlah penduduk Sub DAS Jeneberang di Kab. Gowa tahun 2002 ............. 49
18. Rekapitulasi volume aliran permukaan pada berbagai penutupan lahan ...... 51
19. Rekapitulasi debit puncak aliran permukaan pada berbagai penutupan lahan .......................................................................................................... 52
20. Keluaran sedimen pada outlet DTA Jeneberang Hulu ................................. 54
21. Rekapitulasi laju erosi permukaan pada berbagai penutupan lahan ............. 55
22. Rekapitulasi sedimen total pada berbagai penutupan lahan ......................... 57
23. Hasil simulasi skenario I keluaran model AGNPS ...................................... 61
24. Hasil simulasi skenario II keluaran model AGNPS ..................................... 63

25. Hasil simulasi skenario III keluaran model AGNPS ................................... 64
26. Hasil simulasi skenario IV keluaran model AGNPS ................................... 66
27. Rekapitulasi persentase (%) pengurangan keluaran model dari nilai awal (base) setelah dilakukan simulasi ................................................................ 67

DAFTAR GAMBAR
No. Halaman
1. Peta lokasi penelitian ................................................................................. 17
2. Alur tahapan penelitian .............................................................................. 19
3. Arah-arah aliran dari suatu sel khusus dinyatakan dengan angka 1-128 ...... 24
4. Bentuk representasi akumulasi aliran ......................................................... 26
5. Peta jaringan sungai DTA Jeneberang Hulu ............................................... 27
6. Analisis spasial dan pembangkitan data model AGNPS .............................. 28
7. Masukan data inisial model ........................................................................ 34
8. Masukan data setiap sel model ................................................................... 35
9. Peta kelas lereng DTA Jeneberang Hulu ..................................................... 41
10. Peta elevasi DTA Jeneberang Hulu ............................................................ 42
11. Peta grid arah aliran DTA Jeneberang Hulu setelah penghilangan sink ....... 43
12. Peta jenis tanah DTA Jeneberang Hulu ...................................................... 44
13. Peta penutupan lahan DTA Jeneberang Hulu .............................................. 46
14. Dinamika curah hujan harian dengan debit DTA Jeneberang Hulu .............. 50
15. Peta penyebaran volume aliran permukaan DTA Jeneberang Hulu ............. 51
16. Peta penyebaran debit puncak aliran permukaan DTA Jeneberang Hulu ..... 53
17. Peta penyebaran laju erosi permukaan DTA Jeneberang Hulu .................... 55
18. Peta penyebaran sedimen total DTA Jeneberang Hulu ................................ 57
19. Hubungan QpMod. dengan QpLap. ............................................................ 59
20. Hubungan QsMod. dengan QsLap. ............................................................. 60
21. Peta penggunaan lahan skenario I ............................................................... 62
22. Peta penggunaan lahan skenario II ............................................................. 63
23. Peta penggunaan lahan skenario III ............................................................ 65
24. Peta penggunaan lahan skenario IV ............................................................ 66
25. Perbandingan penurunan keluaran model berbagai skenario ....................... 68

DAFTAR LAMPIRAN
No. Halaman
1. Nilai erodibilitas tanah untuk 50 jenis tanah di Indonesia ........................... 75
2. Faktor tindakan konservasi tanah (P) .......................................................... 76
3. Faktor pengelolaan tanaman (C) ................................................................. 77
4. Koefisien kekasaran Manning (n) untuk berbagai jenis saluran.................... 78
5. Faktor konstanta kondisi permukaan (SCC) dan bilangan kurva aliran
permukaan (CN) ........................................................................................ 82
6. Peta-peta grid nilai C, P, SCC, CN, dan erodibilitas (K) ............................. 83
7. Parameter-parameter masukan model AGNPS ........................................... 86
8. Contoh hasil keluaran model AGNPS ...................................................... 102
9. Hasil analisis regresi keluaran Minitab versi 14 ........................................ 105

BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.
Peningkatan jumlah penduduk dan kegiatan pembangunan yang semakin
pesat mengakibatkan peningkatan kebutuhan manusia terhadap sumberdaya lahan.
Eksploitasi sumberdaya lahan yang berlangsung sangat intensif menyebabkan
bentuk-bentuk pemanfaatan lahan yang dilakukan di dalam suatu wilayah daerah
aliran sungai (DAS) sering tidak memperhatikan dampak negatif yang
ditimbulkannya. Bentuk-bentuk pemanfaatan lahan tersebut antara lain:
penebangan liar, perladangan berpindah, konversi hutan alam menjadi
penggunaan lahan yang lain, pembangunan perumahan dan industri di daerah
resapan air, dan penggunaan lahan yang tidak menerapkan prinsip konservasi
tanah dan air.
Tindakan-tindakan tersebut menimbulkan terjadinya tekanan yang berat
terhadap kelestarian sumberdaya lahan yang pada akhirnya mengakibatkan
terjadinya degradasi lahan. Peningkatan tingkat degradasi lahan mengakibatkan
fungsi hidrologis dari DAS tersebut tidak berjalan dengan baik yang dicirikan
dengan terjadinya fluktuasi debit aliran permukaan yang tinggi, peningkatan laju
erosi, dan sedimentasi. Hal tersebut menyebabkan terjadinya banjir pada musim
hujan, kelangkaan air pada musim kemarau, dan mempercepat proses
pendangkalan sungai dan waduk, sehingga umur teknis bengunan tersebut
menjadi berkurang dan biaya pemeliharaan semakin meningkat.
Wilayah DTA Jeneberang Hulu merupakan bagian dari (Sub) DAS
Jeneberang yang termasuk prioritas penanganan konservasi tanah sesuai surat
keputusan bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Kehutanan, dan Menteri
Pekerjaan Umum No. 19 tahun 1984, No. 059/Kpts-II/1985 dan No.
124/Kpts/1984 yang dalam pengelolaannya perlu mendapat perhatian khusus.
DTA Jeneberang Hulu ini merupakan daerah tangkapan air untuk Dam Serbaguna
Bili-bili, yang dibangun untuk memenuhi kepentingan penyediaan air minum bagi
penduduk Kota Makassar, Sungguminasa dan sekitarnya, irigasi sawah di daerah
bagian hilir seluas ± 30.000 ha, pembangkit tenaga listrik dan sarana rekreasi

(BPDAS Jeneberang-Walanae 2003). DTA Jeneberang Hulu juga berperan
sebagai pengendali sedimentasi, dan banjir bagi daerah hilir DAS bersangkutan.
Dengan berkembang pesatnya pemukiman dan penggunaan lahan di wilayah
Sub DAS Jeneberang bagian hulu, berdampak negatif dan sangat berpengaruh
nyata terhadap kondisi DAS Jeneberang, dimana tingkat kekritisan lahan telah
mencapai 53.471 ha dan cenderung terus meningkat (BPDAS Jeneberang-
Walanae 2003). Sejalan dengan semakin meluasnya areal lahan kritis tersebut,
pada beberapa tahun terakhir ini kondisi hidrologis DTA Jeneberang Hulu
menunjukkan kecenderungan yang semakin menurun. Banjir terjadi pada setiap
musim hujan dan kekeringan di musim kemarau (BPDAS Jeneberang-Walanae
2003).
Demikian pula luas areal yang mengalami erosi berat di Sub DAS
Jeneberang bagian hulu mencapai 33.269 ha, dan areal ini hampir seluruhnya
berada di bagian hulu DAS Jeneberang (BPDAS Jeneberang-Walanae 2003).
Erosi yang terjadi di Sub DAS Jeneberang bagian hulu sangat erat kaitannya
dengan kondisi geologi, tanah, topografi dan vegetasi yang tumbuh di daerah
tersebut, serta bentuk penggunaan lahannya, yaitu jenis batuannya yang mudah
lapuk, kemiringan lereng yang relatif curam, serta penutupan vegetasi yang
kurang.
Semakin tingginya tingkat degradasi lahan di bagina hulu DAS Jeneberang
mengakibatkan fungsi Bendungan Bili-bili menjadi tidak optimal, pada saat ini
diantaranya terjadi pendangkalan di bendungan akibat laju sedimentasi dan erosi
yang semakin tinggi sebesar 37.902,36 ton/ha/tahun. (BPDAS Jeneberang-
Walanae 2003).
Untuk mengurangi laju erosi, sedimentasi, dan debit banjir (puncak)
diperlukan upaya penanggulangan, salah satunya melalui penggunaan lahan
secara optimal dalam mereduksi laju erosi, sedimentasi, dan debit puncak.
AGNPS (Agricultural Non-Point Source Pollution Model) merupakan salah
satu model terdistribusi yang dapat memprediksi aliran permukaan (banjir), erosi,
dan sedimentasi dengan hasil yang baik (Galuda 1996) dan dapat digunakan untuk
melakukan simulasi penggunaan lahan yang optimal dalam mengurangi laju erosi,
sedimentasi, dan debit puncak. Dalam menganalisis menggunakan model AGNPS

diperlukan parameter-parameter masukan model meliputi masukan data curah
hujan jangka pendek dan parameter biofisik. Parameter masukan AGNPS
seringkali tidak tersedia, untuk itu perlu dicoba menggunakan parameter masukan
model yang umum tersedia, yaitu curah hujan harian.
1.2 Tujuan Penelitian
Berdasarkan dari latar belakang serta masalah yang ada, maka penelitian
ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui akurasi model AGNPS dalam menduga laju erosi, sedimentasi,
dan debit puncak menggunakan parameter input yang tersedia.
2. Memperoleh bentuk penggunaan lahan optimal di DTA Jeneberang Hulu
terhadap pengurangan laju erosi, sedimentasi, dan debit puncak.
1.3 Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diperoleh dari hasil penelitian, yakni diketahuinya
ketelitian pendugaan parameter output model sehingga diketahui faktor
koreksinya dan memberikan informasi kepada Balai Pengelolaan DAS
Jeneberang-Walanae dalam hal penggunaan lahan optimal dalam upaya
mengurangi laju erosi, sedimentasi, dan debit puncak.

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Daerah Aliran Sungai
Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu wilayah daratan yang secara
topografik dibatasi oleh punggung-punggung gunung yang menampung, dan
menyimpan air hujan untuk kemudian menyalurkannya ke laut melalui sungai
utama. Wilayah daratan tersebut dinamakan daerah tangkapan air (DTA atau
catchment area) yang merupakan suatu ekosistem dengan unsur utamanya terdiri
atas sumberdaya alam (tanah, air, dan vegetasi) dan sumber daya manusia sebagai
pemanfaat sumberdaya alam (Asdak 2004).
Sub DAS adalah bagian DAS yang menerima air hujan dan mengalirkannya
melalui anak sungai ke sungai utama. Setiap DAS terbagi habis ke dalam sub
DAS-sub DAS. Sedangkan Daerah Tangkapan Air (DTA) adalah suatu wilayah
daratan yang menerima air hujan, menampung dan mengalirkannya melalui satu
outlet atau tempat peruntukannya (Departemen Kehutanan 1998).
Menurut Soewarno (1991), bagian hulu dari suatu DAS merupakan daerah
yang mengendalikan aliran sungai dan menjadi suatu kesatuan dengan bagian hilir
yang menerima aliran tersebut. Pengetahuan karateristik DAS dan alur sungai
dapat dinyatakan secara kuantitatif dan kualitatif. Pengetahuan tersebut sangat
membantu dalam melaksanakan pekerjaan hidrometri, antara lain :
1. merencanakan pos duga air;
2. melaksanakan survei lokasi pos duga air;
3. analisa debit.
Secara makro, DAS terdiri dari unsur: biotik (flora dan fauna), abiotik
(tanah, air, dan iklim) dan manusia, dimana ketiganya saling berinteraksi dan
saling ketergantungan membentuk sistem hidrologi (Haridjaja 2000). Sedangkan
menurut Seyhan (1990) berpendapat bahwa DAS dapat dipandang sebagai suatu
sistem hidrologi yang dipengaruhi oleh presipitasi (hujan) sebagai masukan ke
dalam sistem. DAS mempunyai karakteristik yang spesifik yang berkaitan erat
dengan unsur-unsur utamanya seperti: jenis tanah, topografi, geologi,
geomorfologi, vegetasi, dan tata guna lahan.

2.2 Penggunaan Lahan
Penggunaan lahan diartikan setiap bentuk interaksi (campur tangan) manusia
terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya baik material
maupun spiritual (Arsyad 2000). Menurut Candra (2003), penggunaan lahan
merupakan bentuk kegiatan manusia terhadap sumberdaya alam lahan baik
bersifat permanen atau sementara, yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan
baik material maupun spiritual. Penggunaan lahan merupakan proses yang
dinamis, mengalami perubahan secara terus-menerus, sebagai hasil dari perubahan
pola dan besarnya aktifitas manusia. Menurut Martin (1993) dalam Candra (2003)
perubahan penggunaan lahan adalah bertambahnya suatu penggunaan lahan dari
satu sisi penggunaan ke penggunaan yang lain diikuti oleh berkurangnya tipe
penggunaan lahan yang lain pada suatu waktu ke waktu berikutnya.
Perubahan penggunaan lahan tidak akan membawa masalah yang serius
sepanjang mengikuti kaidah konservasi tanah dan air serta kelas kemampuan
lahan. Dari aspek hidrologi, perubahan lahan akan berpengaruh langsung terhadap
karateristik penutupan lahan, sehingga akan mempengaruhi sistem tata air DAS.
Fenomena ini ditujukan oleh respon hidrologi DAS yaitu yang dapat dikenali
melalui produksi air, erosi dan sedimentasi (Seyhan 1990).
2.3 Pendekatan Sistem DAS dengan Menggunakan Sistem Model.
Sistem DAS merupakan sub-sistem hidrologi. Teori hidrologi disajikan
dalam dua bentuk, yaitu deskriptif dan kuantitatif. Hidrologi deskriptif membahas
uraian konsep-konsep dasar dan proses yang menyatu dan berinteraksi satu sama
lain. Konsep-konsep dan proses-proses diperoleh dari pengamatan, pemikiran dan
pengambilan kesimpulan. Hidrologi kuantitatif menyajikan gambaran dan teori-
teori yang disajikan dalam serangkaian angka yang diperoleh dari pengukuran dan
perhitungan. Penyajian secara kuantitatif dari konsep dan proses hidrologi
menimbulkan persamaan-persamaan matematika disebut juga model matemetika.
Dooge (1968) dalam Triandayani (2004) mendefinisikan sistem adalah
sembarang struktur, alat, skema atau prosedur riil dan abstrak yang saling
berhubungan dengan waktu tertentu yang memberikan suatu masukan yang
menimbulkan suatu dorongan berupa materi, energi, dan informasi, kemudian

menghasilkan keluaran (output) sebagai akibat atau respon dari informasi, energi
dan materi tersebut.
Karena DAS merupakan suatu ekosistem, maka setiap ada masukan ke
dalam ekosistem tersebut dapat di evaluasi proses yang telah dan sedang terjadi
dengan cara melihat keluaran dari ekosistem tersebut. Input yang berupa curah
hujan akan berinteraksi dengan komponen-komponen ekosistem DAS (manusia,
tanah, vegetasi, sungai) dan pada gilirannya akan menghasilkan keluaran berupa
debit, muatan sedimen dan material lainnya yang terbawa oleh aliran sungai
(Asdak 2004).
Model dan simulasi merupakan penyederhanaan dari sistem serta merupakan
sintesis yang mencoba merinci mekanisme yang bekerja pada sistem, sehingga
perilaku berbagai penyusun sistem yang tergolong penting dan diketahui (Doodge
1973 dalam Salwati 2004).
2.4 Aliran Permukaan
Aliran permukaan merupakan air yang mengalir di atas permukaan tanah
dan merupakan bagian dari curah hujan yang mengalir ke sungai atau saluran,
danau, dan laut (Acherman et al. 1995 dalam Salwati 2004). Di daerah beriklim
basah, bentuk aliran yang mengalir di kenal sebagai aliran permukaan inilah yang
penting sebagai penyebab erosi, karena merupakan pengangkut bagian-bagian
tanah (Arsyad 2000). Schwab et al. (1981) dalam Sutiyono (2006) menyatakan
bahwa aliran permukaan tidak akan terjadi sebelum evaporasi, intersepsi,
infiltrasi, simpanan depresi, tambatan permukaan dan tambatan saluran (channel
detention) terjadi.
Curah hujan yang jatuh di atas permukaan tanah pada suatu wilayah
pertama-tama akan masuk ke tanah sebagai aliran infiltrasi setelah ditahan oleh
tajuk vegetasi sebagai intersepsi. Infiltrasi akan berlangsung terus selama
kapasitas lapang belum terpenuhi atau air tanah masih di bawah kapasitas lapang.
Apabila hujan terus berlangsung dan kapasitas lapang telah dipenuhi, maka
kelebihan air hujan tersebut sebagian akan tetap berinfiltrasi yang selanjutnya
akan menjadi air perkolasi dan sebagian digunakan untuk mengisi cekungan atau
depresi permukaan tanah sebagai simpanan permukaan (depression storage).

Selanjutnya setelah simpanan depresi terpenuhi, kelebihan air tersebut akan
menjadi genangan air setebal beberapa centi atau sebagai tambatan permukaan
(detention storage). Sebelum menjadi aliran permukaan, kelebihan air hujan
diatas sebagian menguap atau terevaporasi walaupun jumlahnya sangat sedikit
(Haridjaja 2000).
Haridjaja (2000) berpendapat bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi
jumlah dan laju aliran permukaan pada dasarnya dibagi menjadi dua hal yaitu
iklim yang meliputi tipe hujan, intensitas hujan, lama hujan, distribusi hujan,
curah hujan, temperatur, angin, dan kelembaban. Serta kondisi atau sifat DAS
yang meliputi: kadar air tanah awal, ukuran dan bentuk DAS, elevasi dan
topografi, vegetasi yang tumbuh, geologi dan tanah.
2.5 Erosi
Erosi tanah didefenisikan sebagai suatu peristiwa hilang atau terkikisnya
tanah atau bagian tanah dari suatu tempat ke tempat lain, baik disebabkan oleh
pergerakan air, angin, dan es. Di daerah tropis seperti Indonesia, erosi terutama
disebabkan oleh air hujan (Rahim 2003).
Menurut Arsyad (2000), erosi terjadi akibat interaksi kerja antara faktor
iklim, topografi, tanah, vegetasi dan manusia. Faktor iklim yang paling
berpengaruh terhadap erosi adalah intensitas curah hujan. Kecuraman dan panjang
lereng merupakan faktor topografi yang berpengaruh terhadap debit dan kadar
lumpur. Faktor tanah yang mempengaruhi erosi dan sedimentasi yang terjadi
adalah : luas jenis tanah yang peka terhadap erosi, luas lahan kritis atau daerah
erosi dan luas tanah berkedalaman rendah.
Menurut Asdak (2004), proses erosi terdiri atas tiga bagian yang berurutan:
pengelupasan (detachment), pengangkutan (transportation), dan pengendapan
(sedimentation). Erosi permukaan (tanah) disebabkan oleh air hujan dan juga
dapat terjadi karena tenaga angin dan salju. Beberapa tipe erosi permukaan yang
umum dijumpai di daerah tropis adalah:
1. Erosi percikan adalah proses terkelupasnya partikel-partikel tanah bagian
atas oleh tenaga kinetik air hujan bebas atau sebagai air lolos.

2. Erosi kulit adalah erosi yang terjadi ketika lapisan tipis permukaan tanah
di daerah berlereng terkikis oleh kombinasi air hujan dan air aliran
(runoff).
3. Erosi alur adalah pengelupasan yang diikuti dengan pengangkutan
pertikel-pertikel tanah oleh aliran air larian yang terkonsentrasi di dalam
saluran-saluran air.
4. Erosi selokan/parit adalah erosi yang membentuk jajaran parit yang lebih
dalam dan lebar serta merupakan tingkat lanjutan dari erosi alur.
5. Erosi tebing sungai adalah pengikisan tanah pada tebing-tebing sungai dan
penggerusan dasar sungai oleh aliran air sungai.
2.5.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Erosi
Schwab et al. (1981) dalam Sutiyono (2006) mengemukakan empat faktor
yang mempengaruhi erosi, yaitu: 1) iklim, 2) jenis tanah, 3) panjang lereng dan
kemiringan lereng, dan 4) penutupan lahan. Menurut Knisel (1982) dalam Asdak
(1995), erosi merupakan akibat dari interaksi kerja antara faktor- faktor iklim,
topografi, vegetasi, dan manusia yang dinyatakan dalam bentuk persamaan
sebagai berikut :
Dimana, E : erosi s : tanah
i : iklim m : manusia
r : topografi
v : vegetasi
Pada daerah yang beriklim basah menurut Arsyad (1989), faktor iklim yang
paling mempengaruhi erosi dan aliran permukaan adalah hujan. Jumlah intensitas
dan distribusi (pembagian) hujan menentukan kekuatan dispersi hujan terhadap
tanah, jumlah dan kecepatan aliran permukaan dan kerusakan erosi.
Menurut Arsyad (1989), faktor topografi yang berpengaruh terhadap erosi
adalah kemiringan dan panjang lereng. Unsur lain yang berpengaruh adalah:
konfigurasi, keseragaman, dan arah lereng. Sedangkan pengaruh vegetasi terhadap
E = f (i, r, v, s, m)

erosi yaitu: 1) intersepsi hujan oleh tajuk, 2) mengurangi kecepatan aliran
permukaan dan kekuatan perusak air, 3) pengaruh akar dan kegiatan-kegiatan
biologis yang berhubungan dengan pertumbuhan vegetatif dan pengaruhnya
terhadap stabilitas struktur dan porositas tanah, dan 4) transpirasi yang
mengakibatkan kandungan air tanah berkurang. Pengaruh vegetasi terhadap erosi
terutama ditentukan oleh derajat penutupan lahan dari vegetasi. Faktor
pengelolaan tanaman (C) merupakan nisbah besarnya erosi dari tanah yang
ditanami tanaman dengan pengelolaan (manajemen) tertentu terhadap erosi dari
suatu lahan yang tidak ditanami. Efektivitas pengendalian erosi oleh vegetasi
ditentukan oleh tinggi dan luas penutupan tajuk, kerapatan vegetasi, dan kerapatan
perakaran (Morgan 1990).
Sifat-sifat fisik tanah yang mempengaruhi erosi adalah: tekstur, struktur,
kandungan bahan organik, kerapatan tanah, dan kandungan air (Schwab et al.
1981 dalam Sutiyono 2006). Erodibilitas tanah (K) merupakan nilai yang
menunjukkan kepekaan tanah terhadap pengelupasan dan transportasi partikel-
partikel tanah oleh adanya energi kinetik air hujan. Sedangkan menurut Arsyad
(2000), sifat-sifat yang mempengaruhi erosi adalah: tekstur, struktur, bahan
organik, kedalaman, sifat lapisan tanah, dan tingkat kesuburan tanah. Peranan
manusia merupakan faktor utama dalam proses erosi, peranan tersebut dapat
bersifat positif maupun negatif. Manusia berperan positif apabila tindakan
manusia yang dilakukan dapat mengurangi besarnya kehilangan tanah (Arsyad
1989). Faktor tindakan konservasi tanah (P) yang dilakukan oleh manusia
merupakan nisbah besarnya erosi dari lahan dengan tindakan konservasi tertentu
terhadap besarnya erosi dari suatu lahan yang tanpa dilakukan tindakan
konservasi.
2.5.2 Tingkat Bahaya Erosi (TBE)
Tingkat bahaya erosi adalah perkiraan kehilangan tanah maksimum
dibandingkan dengan tebal solum tanahnya pada setiap unit lahan bila teknik
pengelolaan tanaman dan konservasi tanah tidak mengalami perubahan.
Penentuan tingkat bahaya erosi menggunakan pendekatan tebal solum tanah yang
telah ada dan besarnya erosi sebagai dasarnya. Semakin dangkal solum tanahnya

berarti semakin sedikit tanah yang boleh tererosi, sehingga tingkat bahaya
erosinya sudah cukup besar meskipun tanah yang hilang belum terlalu besar.
Kelas tingkat bahaya erosi disajikan selengkapnya pada Tabel 1.
Tabel 1. Kelas Tingkat Bahaya Erosi
Kelas erosi I II III IV V
Erosi (ton/ha/tahun) Kedalaman tanah (cm)
<15 15-60 60-180 180-480 >480 Dalam (> 90) 0 – SR I – R II – S III – B IV – SB
Sedang (60-90) I – R II – S III – B IV – SB IV – SB Dangkal (30-60) II – S III – B IV – SB IV – SB IV – SB
Sangat dangkal (<30) III – B IV – SB IV – SB IV – SB IV – SB
Sumber : Departemen Kehutanan, Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan, 1998
Keterangan : 0 – SR = sangat ringan I – R = ringan II – S = sedang III – B = berat IV – SB = sangat berat
2.5.3 Sedimentasi
Sedimen adalah tanah dan bagian-bagian tanah yang terangkut dari suatu
tempat yang tererosi. Sedimen yang dihasilkan dari proses erosi dan terbawa oleh
suatu aliran akan diendapkan pada suatu tempat yang kecepatan airnya melambat
atau berhenti disebut dengan sedimentasi (Arsyad 2000). Sedangkan menurut
Asdak (2004), sedimen adalah hasil proses erosi baik berupa erosi permukaan,
erosi parit atau jenis erosi tanah lainnya. Sedimen umumnya mengendap di bagian
bawah bukit, di daerah genangan banjir, di saluran air, sungai, dan waduk.
Proses sedimentasi dapat memberikan dampak yang menguntungkan dan
merugikan. Dikatakan menguntungkan karena pada tingkat tertentu adanya aliran
sedimen ke daerah hilir dapat menambah kesuburan tanah serta terbentuknya
tanah garapan baru di daerah hilir. Tetapi, pada saat yang bersamaan aliran
sedimen dapat menurunkan kualitas perairan dan pendangkalan badan perairan
(Asdak 2004).

Linsey et. al (1989) dalam Salwati (2004) juga menyatakan bahwa produksi
sedimen tahunan rata-rata dari suatu daerah aliran sungai tergantung dari banyak
faktor seperti: iklim, jenis tanah, tata guna lahan, topografi, dan waduk. Faktor
lain yang mempengaruhi besarnya sedimen yang masuk ke sungai menurut Asdak
(2004) adalah karateristik sungai yang meliputi: morfologi sungai, tingkat
kekasaran sungai, dan kemiringan sungai.
Nisbah Pelepasan Sedimen (NPS) merupakan salah satu prediksi hasil
sedimen. NPS didefenisikan sebagai nisbah jumlah sedimen yang betul-betul
terbawa oleh sungai dari suatu daerah terhadap jumlah tanah yang tererosi dari
daerah tersebut yang persamaannya ditulis sebagai berikut (Arsyad 2000):
NPS = EROSISEDY ......................................................................................... (1)
Dimana NPS adalah nisbah pelepasan sedimen, SEDY adalah jumlah sedimen
total yang melewati suatu titik tertentu di sungai, dan EROSI adalah jumlah tanah
yang tererosi.
2.5.4 Prediksi Erosi dan Sedimentasi
Model matematis merupakan alat yang efektif dan logis dalam memprediksi
erosi dan sedimentasi dalam suatu DAS. Sejumlah model yang telah
dikembangkan di Amerika Serikat dan beberapa negara di dunia (Lanfear 1989
dalam Sun et al. 2000).
Model-model yang ada kebanyakan adalah empiris (parametrik), yang
dikembangkan berdasarkan proses hidrologi dan fisis yang terjadi selama
peristiwa erosi dan pengangkutannya dari DAS ke titik yang ditinjau (Suripin
2002). Idealnya, metode prediksi harus memenuhi persyaratan-persyaratan
nampaknya bertentangan, yakni model seharusnya dapat diandalkan, dapat
digunakan secara umum, sudah dipergunakan dengan data yang minimum,
komprehensif dalam hal faktor-faktor yang digunakan dapat mengikuti (peka)
terhadap perubahan-perubahan yang terjadi di DAS (Suripin 2002).
Salah satu persamaan yang pertam kali dikembangkan untuk mempelajari
erosi lahan adalah persamaan Musgrave yang selanjutnya berkembang terus
menjadi persamaan yang sangat terkenal dan masih banyak digunakan sampai saat

ini, yang biasa disebut Universal Soil Loss Equation (USLE). USLE adalah salah
satu model parametrik yang telah banyak digunakan dengan segala kelebihan dan
kelemahannya. Salah satu kelemahannya adalah tidak memperhitungkan adanya
pengendapan dan tidak memperhitungkan hasil sedimen dari erosi parit, tebing
sungai, dan dasar sungai (Suripin 2002).
Pengembangan model determilistik lebih ditekankan untuk menghadapi
permasalahan yakni kurangnya pemahaman mengenai proses erosi dan
perjalanannya. Hal ini dimungkinkan karena pola erosi tanah terjadi secara tidak
kontinyu dan bervariasi mengikuti ruang lingkup keadaan sekitar lokasi (Sun et al.
2000).
2.6 Model AGNPS
Model AGNPS (Agricultural Non Point Source Pollution Model),
dikembangkan oleh Robert A. Young (1987) di North Central Soil Conservation
Research Laboratory, USDA-Agricultural Research Service, Morris, Minnesota.
Model ini merupakan sebuah program simulasi komputer untuk menganalisis
limpasan, erosi, sedimen, perpindahan hara dari pemupukan (Nitrogen dan
Phosfor) dan Chemical Oksigen Demand (COD) pada suatu areal. Model AGNPS
merupakan model terdistribusi dengan kejadian hujan tunggal (Wulandary 2004
dalam Sutiyono 2006).
Pada model AGNPS karateristik DAS digambarkan dalam tingkatan sel.
Setiap sel mempunyai ukuran 2,5 acre (1,01 ha) hingga 40 acre (16,19 ha). Setiap
sel dibagi-bagi menjadi sel-sel yang lebih kecil untuk memperoleh resolusi yang
lebih rinci. Ukuran sel lebih kecil dari 10 acre direkomendasikan untuk DAS
dengan luas kurang dari 2000 acre (810 ha), sedangkan untuk DAS yang
luasannya lebih dari 2000 acre maka ukuran sel dapat berukuran 40 acre (Young
et al. 1990).
Menurut Pawitan (1998) dalam Salwati (2004), model AGNPS merupakan
gabungan antar model terdistribusi (distributed) dan model sequential. Sebagai
model terdistribusi penyelesaian persamaan keseimbangan massa dilakukan
secara serempak untuk semua sel. Sedangkan model sequential, air dan cemaran

di telusuri dalam rangkaian aliran di permukaan lahan dan di saluran secara
berurutan.
Kelebihan dari model AGNPS ini adalah : 1) memberikan hasil berupa
aliran permukaan, erosi, sedimentasi dan unsur-unsur hara yang terbawa dalam
aliran permukaan, 2) membuat skenario perubahan penggunaan lahan, 3)
menganalisis parameter yang digunakan untuk memberikan simulasi yang akurat
terhadap sifat-sifat DAS. Adapun kelemahan dari model AGNPS ini adalah : 1)
pendugaan aliran permukaan model tidak mengeluarkan output dalam bentuk
hidrograf, sehingga perbandingan antara hidrograf hasil prediksi dengan hidrograf
hasil pengukuran tidak bisa diperlihatkan, 2) waktu respon yang merupakan
indikator untuk menentukan kondisi biofisik DAS tidak dinyatakan dalam
keluaran model.
2.6.1 Masukan Data Model AGNPS
Masukan data dalam model AGNPS terdiri dari data inisial dan data tiap sel.
Masukan data berupa data inisial terdiri dari: 1) identitas DAS, 2) deskripsi DAS,
3) luas tiap sel, 4) jumlah sel, 5) curah hujan, dan 6) energi intensitas hujan
maximum 30 menit. Sedangkan masukan data tiap sel terdiri dari 21 parameter
yakni: 1) nomor sel, 2) nomor sel penerima, 3) arah aliran, 4) bilangan kurva
aliran permukaan, 5) kemiringan lereng, 6) faktor bentuk lereng, 7) panjang
lereng, 8) kelerengan saluran rata-rata, 9) koefisien kekasaran Manning, 10) faktor
erodibilitas tanah, 11) faktor pengolahan tanaman, 12) faktor teknik konservasi
tanah, 13) konstanta kondisi permukaan, 14) tekstur tanah, 15) indikator
penggunaan pupuk, 16) ketersediaan pupuk pada permukaan tanah, 17) point
source indicator 18) sumber erosi tambahan 19) faktor kebutuhan oksigen kimia,
20) indikator impoundment, 21) indikator saluran (Young et al. 1990).
2.6.2 Keluaran Model AGNPS
Keluaran dalam AGNPS dapat berupa keluaran DAS dan keluaran tiap sel.
Keluaran DAS berupa : 1) volume aliran permukaan, 2) laju puncak aliran
permukaan, dan 3) total hasil sedimen. Sedangkan keluaran tiap sel dapat berupa
keluran hidrologi dan keluaran unsur hara. Keluaran hidrologi berupa : 1) volume

aliran permukaan, 2) debit puncak aliran permukaan, 3) aliran permukaan tiap sel,
4) hasil sedimen, 5) konsentrasi sedimen, 6) distribusi sedimen tiap partikel, 7)
erosi permukan, 8) erosi saluran, 9) jumlah deposisi, 10) nisbah pengayaan, 11)
nisbah pelepasan. Keluaran unsur hara berupa: 1) kandungan N dalam sedimen, 2)
konsentrasi N, 3) jumlah N dalam aliran permukaan, 4) kandungan P dalam aliran
permukaan, 5) konsentrasi P, 6) jumlah P dalam aliran permukaan, 7) konsentrasi
COD, dan 8) jumlah COD (Young et al. 1990).
2.6.3 Persamaan dalam Model AGNPS
Beberapa persamaan yang digunakan dalam membangun model adalah
Young et al. (1990):
a. Erosi tanah
Persamaan yang digunakan adalah persamaan Wischmeier dan Scmith (1978)
dalam Young et al. (1990), yaitu :
E = EI x K x L x S x C x P x SSF .................................................................(2)
Dimana : E = erosi (ton/acre) EI = energi intensitas hujan (feet.ton.inci/acre) K = erodibilitas tanah (ton.acre/acre.feet.ton.inci) L = faktor panjang lereng S = faktor kemiringan lereng C = faktor tanaman P = faktor pengelolaan tanah
SSF = faktor bentuk permukaan tanah (seragam = 1, cembung = 1,3, dan cekung = 0,8)
b. Limpasan permukaan
Limpasan permukaan dihitung dengan menggunakan persamaan USDA SCS
(1972) dalam Young et al. (1990), yaitu:
RF = SRLSRL
8,02,0 2
.....................................................................................(3)
Dimana : RF = run off (inci) RL = hujan (inci)
S = faktor penahan tanah = 101
CN (CN = Curve Number)
c. Kecepatan aliran untuk limpasan permukaan
Vo = 100.5xlog 10 (S1x100)-SSC................................................................................. (4)

Dimana : Vo = kecepatan aliran untuk limpasan permukaan (feet/detik) S1 = kemiringan lereng SSC = kondisi penutupan permukaan tanah
d. Kecepatan aliran dalam saluran
Vc = 667.05.049.1hc xRxS
n
................................................................................(5)
Dimana : Vc = kecepatan aliran dalam saluran (feet/detik) Sc = kemiringan saluran Rh = radius hidrolik
e. Debit aliran pada saluran
Q = Ac x Vc ..................................................................................................(6)
Dimana : Q = debit (cfs) Ac = potongan melintang saluran (square feet) Vc = kecepatan aliran dalam saluran (feet)
f. Puncak limpasan
QP =187.02
824.0159.07.0
43560484.8
0166.0
Ax
LxRFxSxA cAc ....................................(7)
Dimana : QP = puncak limpasan (cfs) A = luas areal (acre) Sc = kemiringan saluran RF = volume limpasan Lc = panjang saluran (feet)
g. Sedimen
Penelusuran sedimen dilakukan melalui pendekatan persamaan pemindahan
dan pengendapan (Young et al.1990) :
Qs (X) =
x
WdxXDLr
XQsQs0
)()0( .......................................................... (8)
Dimana : Qs(X) = debit sedimen di ujung hilir saluran (cfs) Qs(0) = debit sedimen di ujung hulu saluran (cfs) X = jarak lereng bagian bawah (feet) Lr = panjang saluran (feet) D(X) = laju pengendapan sedimen di titik X W = lebar saluran (feet)

2.7 Sistem Informasi Geografis
Pada dasarnya, istilah sistem informasi geografis merupakan hubungan dari
tiga unsur pokok yaitu: sistem, informasi, dan geografis. Istilah informasi
geografis mengandung pengertian informasi mengenai tempat-tempat yang
terletak di permukaan bumi, pengetahuan mengenai posisi dimana suatu objek
terletak di permukaan bumi, dan informasi mengenai keterangan-keterangan
(atribut) yang terdapat di permukaan bumi yang posisinya diberikan atau
diketahui (Prahasta 2002).
Aronoff (1989) dalam Prahasta (2002), mendefinisikan SIG sebagai sistem yang
berbasis komputer yang digunakan untuk menyimpan dan memanipulasi
informasi-informasi geografi. SIG dirancang untuk mengumpulkan, menyimpan,
dan menganalisis objek-objek dan fenomena dimana lokasi geografi merupakan
karakteristik yang penting atau krisis untuk di analisis. Dengan demikian, SIG
merupakan sistem komputer yang memiliki empat kemampuan berikut dalam
menangani data yang bereferensi geografi yakni : a) masukan, b) memanajemen
data (penyimpanan dan pemanggilan data), c) analisis dan manipulasi data, d)
keluaran. SIG dapat mempresentasikan real world (dunia nyata) di atas monitor
komputer sebagaimana lembaran peta dapat mempresentasikan dunia nyata di
kertas. Akan tetapi, SIG memiliki kekuatan lebih dan fleksibilitas dari pada
lembaran kertas.

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di DTA Jeneberang Hulu yang secara
administrasi termasuk wilayah Kecamatan Tinggimoncong, Kabupaten Gowa,
Propinsi Sulawesi Selatan (Gambar 1). Pengolahan data dilakukan di
Laboratorium Pengaruh Hutan, Fakultas Kehutanan IPB. Waktu pelaksanaannya
dimulai pada bulan Mei hingga November 2007.
Gambar 1 Peta lokasi penelitian.

3.2 Bahan dan Alat
3.2.1 Bahan-bahan yang diperlukan dalam penelitian
1. Peta digital penutupan lahan Sub DAS Jeneberang, skala 1 : 25000
(BPDAS Jeneberang-Walanae),
2. Peta digital topografi Sub DAS Jeneberang, skala 1 : 25000 (PPLH-IPB
hasil interpretasi SRTM),
3. Peta digital jenis tanah Sub DAS Jeneberang, skala 1 : 25000 (BPDAS
Jeneberang-Walanae),
4. Peta digital jaringan sungai Sub DAS Jeneberang, skala 1 : 25000
(BPDAS Jeneberang-Walanae),
5. Data curah hujan hasil rekaman ARR selama 5 tahun (2001-2005)
diperoleh dari SPAS Malino dan BPDAS Jeneberang-Walanae,
6. Data debit hasi rekaman AWLR selama 5 tahun (2001-2005) diperoleh
dari SPAS Malino dan BPDAS Jeneberang-Walanae,
7. Data sedimen selama 5 tahun (2001-2005) diperoleh dari SPAS Malino
dan BPDAS Jeneberang-Walanae.
3.2.2 Alat yang digunakan dalam penelitian
1. Seperangkat komputer dengan beberapa software, yaitu AGNPS versi
3.65.3, ArcView versi 3.2 + extension, Minitab14, dan Microsoft Office,
2. Alat tulis, alat hitung dan alat penunjang lainnya.
3.3 Metode Penelitian
Pelaksanaan penelitian ini dilakukan dalam 11 tahap seperti yang disajikan
pada Gambar 2, yaitu :
1. Pengumpulan data dasar berupa peta penutupan lahan, peta kontur, peta
jenis tanah, peta jaringan sungai, dan data curah hujan,
2. Pengolahan dan analisis data curah hujan,
3. Transformasi proyeksi peta,
4. Pembuatan Daerah Tangkapan Air (DTA),
5. Pembuatan grid sel model AGNPS,
6. Penurunan atribut-atribut DTM,

7. Pembangkitan data masukan model AGNPS dengan SIG,
8. Pemasukan data ke model AGNPS,
9. Analisis keluaran data model AGNPS,
10. Pengujian validasi model AGNPS,
11. Analisis simulasi dan rekomendasi.
Gambar 2 Alur tahapan penelitian.
3.3.1 Pengolahan dan Analisis Data Curah Hujan.
Dalam pendugaan volume,debit puncak aliran permukaan, erosi dan
sedimentasi dengan model AGNPS digunakan curah hujan harian dengan periode
ulang selama 25 tahun (Young et al. 1990). Karena keterbatasan data yang
tersedia, maka curah hujan yang digunakan merupakan curah hujan harian selama
5 tahun (2001-2005). Curah hujan harian tersebut diperoleh dari data hasil
pengukuran ARR (Automatic Rain Recorder) yang diperoleh dari Stasiun
Pengamat Aliran Sungai (SPAS) Malino. Hasil keluaran ARR tersebut selanjutnya
di kelompokkan berdasarkan harian dalam bulanan (Januari hingga Desember)
1. Curah hujan harian (5 tahun)
2. Debit air (5 tahun) 3. Sedimen (5 Tahun)
Peta Digital topografi
Peta digital Penggunaan lahan
Peta digital tanah
Peta digital jaringan sungai
Analisis spasial dengan model SIG
Pembangkitan data masukan model AGNPS
Analisis data dengan model AGNPS
Energi Intensitas Hujan 30 menit
Rekomendasi
Analisis simulasi
Pengisian Model AGNPS
Validasi

selama 5 tahun, sehingga diperoleh nilai curah hujan harian rata-rata dalam 12
bulan.
Data curah hujan diuji korelasinya dengan debit aliran untuk mengetahui
ada-tidaknya hubungan curah hujan dengan debit aliran. Uji korelasi antara curah
hujan dengan debit aliran dengan menggunakan analisis regresi :
Q = a CHb …………………………………………………………..... (9)
Dimana : Q = debit aliran (m3/detik)
CH = curah hujan (mm)
a dan b = konstanta
Nilai energi hujan intensitas 30 menit untuk pendugaan volume, debit
puncak aliran permukaan, besarnya erosi dan sedimentasi diperoleh dengan
menggunakan persamaan Bols (1978) dalam Usmadi (2006), yaitu:
EI30 = 725,00727,0
467,2 2
RR ...................................................................... (10)
Dimana : EI30 = energi hujan intensitas selama 30 menit
R = curah hujan harian (inches)
3.3.2 Transformasi Proyeksi Peta
Penyeragaman proyeksi semua peta harus dilakukan agar data spasial dari
semua peta dapat di overlay dan di analisis. Proyeksi yang digunakan dalam
penelitian ini adalah UTM (Universal Transverse Mercator) dengan datum WGS
84 dan zone 50. Transformasi proyeksi peta dilakukan dengan menggunakan
software ArcView versi 3.2 dengan extension Projection Utility Wizard.
3.3.3 Pembuatan Daerah Tangkapan Air
Pembuatan daerah tangkapan air (DTA) dilakukan menggunakan software
ArcView versi 3.2. Tahapan pembuatan DTA sebagai berikut :
1. Melakukan penggabungan peta kontur terhadap dua sub DAS yang
berbeda, penggabungan tersebut menggunakan extention Geoprocessing
Wizard. Hal tersebut memungkinkan dalam pembentukan DTA yang
berada di dua lokasi sub DAS yang berbeda.

2. Membuat TIN (Triangulated Irregular Network) dari peta kontur hasil
proses penggabungan. Pembuatan TIN dilakukan dengan menggunakan
extension Spatial Analyst.
3. Selanjutnya TIN tersebut dilakukan gridding (convert to grid), sehingga
diperoleh model elevasi digital (DEM/Digital Elevation Model).
4. DEM yang telah terbentuk selanjutnya dibuat DTA dengan outlet berupa
pertemuan antar sungai di Sub DAS Jeneberang. Pembuatan DTA
dilakukan dengan menggunakan extension AV-SWAT 2000 (Sumardi
2007). Penentuan outlet hasil model dari AV-SWAT diusahakan berada di
tepat posisi Stasiun Pengamat Aliran Sungai (SPAS) atau berada di
sekitar/berdekatan dengan lokasi SPAS.
5. Secara otomatis hasil model akan menunjukkan DTA dengan luasan
tertentu beserta dengan sungai yang terbentuk dari hasil model.
3.3.4 Pembuatan Grid Sel Model AGNPS
Tahapan dalam pembuatan grid sel model AGNPS menggunakan software
ArcView versi 3.2, yaitu :
1. DTA yang telah terbentuk, di overlay dengan peta kontur untuk
mendapatkan peta kontur seluas DTA.
2. Membuat TIN (Triangulated Irregular Network) dari peta kontur seluas
DTA. Pembuatan TIN dilakukan dengan menggunakan extension Spatial
Analyst.
3. Selanjutnya TIN tersebut dilakukan gridding (convert to grid) dengan
ukuran grid 400 x 400 meter, sehingga diperoleh model elevasi digital
(DEM/Digital Elevation Model) dalam bentuk grid. Penentuan ukuran grid
didasarkan pada luas DTA dan luas maksimum model AGNPS. Luas DTA
yang terbentuk memiliki ukuran grid maksimum yang diperbolehkan
dalam model AGNPS sebesar 40 acre (16,91 ha).
4. DTA yang telah berbentuk grid selanjutnya diubah ke dalam bentuk point
dengan menggunakan extension Hydrologic Modelling v 1.1 (pour points
as point shape). Hasil dari proses tersebut disimpan dalam bentuk
shapefile, sehingga DTA menjadi grid-grid sel.

5. Pembentukan DTA dari hasil TIN akan membuat DTA semakin
bertambah luas. Oleh karena itu, dilakukan proses penghapusan grid yang
tidak termasuk ke dalam luasan DTA yang sebenarnya. Hasil dari
penghapusan tersebut mengakibatkan nomor grid menjadi tidak teratur.
Oleh karena itu, perlu dilakukan kembali perubahan ke dalam bentuk point
sehingga DTA menjadi grid-grid seluas dengan DTA yang sebenarnya.
6. Hasil akhir grid DTA dilakukan penomoran berurutan dari kiri ke kanan
dan mulai dari atas ke bawah dengan ketentuan penomoran grid pada
model AGNPS.
3.3.5 Penurunan Atribut-atribut DTM
Proses pemodelan SIG ini diawali dengan membuat sebuah analisis
permukaan yang biasa disebut Digital Terrain Model (DTM). Analisis permukaan
diperlukan karena informasi tambahan dapat diperoleh dengan pembuatan data
baru melalui Digital Elevation Model (DEM). Data elevasi biasa juga disebut
Digital Elevation Model (DEM), Digital Terrain Model (DTM) ataupun peta
kontur. Data ini bisa didapatkan dengan memetakan permukaan bumi, dengan
cara survei lapangan atau interpretasi dan pengolahan citra satelit (Remote
Sensing). DEM yang digunakan adalah DEM turunan dari Shuttle Radar
Topographic Mission (SRTM), buatan JetPropulsion Laboratory NASA. DEM ini
dihasilkan pada tahun 2000 dengan menggunakan Shuttle Space, dan SRTM
Indonesia masuk di Zona Eurasia (Anonimus 2005).
Penurunan atribut-atribut Digital Terrain Model (DTM) bertujuan untuk
memberi gambaran tentang daerah kajian sebelum dilakukan analisis lebih lanjut.
Model Terain Digital (DTM) adalah model topografis tanah terbuka yang
memungkinkan pengguna memahami karakteristik terain yang mungkin
tersembunyi pada Model Permukaan Digital (DSM). DTM secara digital
menghilangkan vegetasi, bangunan, dan fitur budaya serta menyisakan terain di
bawahnya. Hal ini dapat dicapai dengan menggunakan aplikasi perangkat lunak
paten, penyuntingan manual, dan proses kontrol kualitas yang mengambil elevasi
terain berdasarkan pengukuran tanah terbuka yang ada pada data radar original
(Anonimus 2007).

DTM (bersama dengan alat analisis permukaan) mendukung aplikasi seperti
pengembangan peta topografis. Ini juga merupakan komponen berharga dalam
analisis yang melibatkan berbagai karakteristik terain, seperti profil, potongan
melintang, garis pandang, aspek, dan kemiringan. DTM juga mendukung
pemodelan banjir, aplikasi pertanian, aplikasi PND, pemetaan internet, dan
aplikasi Advanced Driver Assistance System (ADAS).
Resolusi spasial yang digunakan untuk penurunan atribut-atribut DTM
sebesar 400 x 400 meter. Hal ini dilakukan karena sekaligus membentuk dan
memberi grid/sel secara otomatis untuk masukan model AGNPS. Model AGNPS
memiliki keterbatasan dalam kapasitas jumlah sel yaitu maksimal sebanyak 1900
grid/sel untuk setiap daerah kajian. Semakin kecil resolusi yang digunakan maka
data semakin akurat, namun harus juga memperhatikan tingkat kesulitannya yang
akan semakin besar apabila terlalu banyak grid/sel yang terbentuk sehingga tidak
efektif dalam pengoperasian model AGNPS.
Penggunaan SIG dapat mempermudah dalam kegiatan pengelolaan daerah
aliran sungai (DAS). Sebagai contoh adalah penggunaan hydrologic modelling
dengan dukungan program ArcView Spatial Analyst yang memungkinkan untuk
menurunkan dan menganalisis beberapa parameter permukaan dari DTM yang
merupakan karateristik hidrologi dari daerah kajian. Analisis permukaan ini juga
diperlukan untuk mendukung pembentukan parameter-parameter masukan model
AGNPS secara komputasi sehingga data masukan model AGNPS akan lebih cepat
didapatkan dengan keakuratan yang baik.
Atribut-atribut yang dapat diturunkan dari DTM yang berkaitan dengan
input model AGNPS dengan menggunakan extension DEMAT, yaitu :
1. Slope, adalah keadaan suatu bentang areal/lahan dengan tingkat
perubahan kemiringan tertentu yang dinyatakan dalam persen atau derajat
yang dapat dihitung dengan dua metode, yaitu metode Zevenbergen dan
Thorne (untuk permukaan halus atau lebih datar) dan metode Horn (untuk
permukaan kasar). Untuk penelitian ini digunakan metode Horn karena
sebagian besar lahan di Sub DAS Jeneberang permukaannya kasar yang
ditandai dengan bentuk lahan yang cembung (bukit) dan cekung (lembah).

2. Curvature, yaitu bentuk permukaan untuk memahami proses aliran yang
secara umum dibagi 2, yaitu convex (cembung) dan concave (cekung).
3. Profile curvature, yaitu curvature suatu permukaan dalam arah
kemiringan. wilayah DTA Jeneberang Hulu didominasi oleh bentuk
cembung (214 grid) dan bentuk cekung (209 grid) dengan luas 1 grid
sebesar 16 ha (400 x 400 meter). Hal ini menunjukkan bahwa potensi
pengikisan/erosi aliran cukup besar namun diimbangi oleh potensi
pengendapan (deposit) yang cukup besar pada beberapa titik kawasan.
Kemudian dilakukan penurunan parameter permukaan yang merupakan
komponen hidrologi dan geomorfologi yang meliputi :
1. Flow direction (arah aliran), yaitu arah dimana air mengalir keluar dari
grid/sel tersebut. Dalam ArcView Spatial Analyst, keluaran dari arah
aliran adalah grid yang mempunyai nilai antara 1 sampai 128 yang akan
mengalir dari sebuah sel/grid khusus seperti yang ditunjukkan pada
Gambar 3.
Gambar 3 Arah-arah aliran dari suatu sel khusus dinyatakan dengan angka 1-128.
Grid DTM setelah penghilangan sink akan digunakan untuk menghasilkan
arah aliran selain arah aliran utama. Sink merupakan lembah yang sempit
dimana lebar lembah tersebut lebih kecil dari ukuran piksel itu sendiri dan
tidak menempati banyak sel. Keberadaan sink ini dapat mengganggu

topologi aliran karena aliran yang menuju sink tersebut. Sehingga untuk
mendapatkan grid arah aliran (flow direction) yang kontinyu, sink perlu
dihilangkan. Arah aliran ini akan dijadikan parameter masukan model
AGNPS sebagai parameter aspek. Hal ini dilakukan karena parameter
aspek pada model AGNPS memiliki karateristik yang serupa dengan
karateristik arah aliran pada model SIG, seperti yang ditampilkan pada
Tabel 2.
Tabel 2 Nilai arah aliran antara hasil ArcView dengan masukan model
AGNPS Arah aliran ArcView Model AGNPS
Utara 64 1 Timur laut 128 2 Timur 1 3 Tenggara 2 4 Selatan 4 5 Barat daya 8 6 Barat 16 7 Barat laut 32 8
Sumber : Penurunan DTM dan Young et al. (1990)
2. Flow accumulation (akumulasi aliran), yaitu grid yang menampung aliran
dari sel-sel dibelakangnya. Akumulasi aliran diturunkan dari grid arah
aliran guna menentukan mana dan berapa jumlah sel yang mengalir
menuju grid/sel lain yang menerima aliran tersebut. Grid-grid yang
mempunyai akumulasi aliran yang tinggi dapat diidentifikasikan sebagai
sungai atau saluran. Untuk mengetahui akumulasi aliran pada permukaan,
nilai dari setiap sel mempresentasikan total nilai dari sel yang mengalir ke
dalam sel tersebut. Sel yang mempunyai akumulasi yang tinggi adalah
areal yang terkosentrasi aliran, seperti pada Gambar 4.

Gambar 4 Bentuk representasi akumulasi aliran.
3. Flow length (panjang aliran), yaitu panjang garis aliran yang terpanjang
dalam saluran air yang dihitung untuk setiap sel/grid.
4. Stream network (jaringan sungai), yaitu sistem jaringan sungai yang dapat
ditentukan dari hasil akumulasi aliran. Dalam sistem ini juga dapat
ditentukan ordo tiap segmen jaringan sungai dengan metode yang
tersedia, yaitu teknik Schrave dan Strahler. Untuk penelitian ini jaringan
sungai dapat ditentukan melalui pengoperasian model AV-SWAT hasil
turunan dari data DEM yang secara otomatis akan membentuk jaringan
sungai berdasarkan bentuk topografi/kontur, seperti yang terlihat pada
Gambar 5.

Gambar 5 Peta jaringan sungai DTA Jeneberang Hulu.
3.3.6 Pembangkitan Data Masukan Model AGNPS dengan SIG
Pembangkitan data setiap sel sebagai masukan model AGNPS dilakukan
menggunakan software ArcView versi 3.2. Tahapan pembangkitan data setiap sel
yaitu peta kontur, peta jaringan sungai, peta jenis tanah dan peta penutupan lahan
di overlay dengan peta DTA yang telah terbentuk tadi dan dilakukan pemotongan
menggunakan extension Geoprocessing Wizard untuk memperoleh peta seluas
DTA. Selanjutnya dilakukan gridding (convert to grid) dengan resolusi 400 x 400
meter berdasarkan peta DEM (Digital Elevation Model) dan dilakukan
penambahan data-data atribut berupa nilai parameter masukan model AGNPS
yang sesuai dengan peta peta kontur, peta jaringan sungai, peta jenis tanah dan
peta penutupan lahan. Parameter-parameter masukan model AGNPS yang dapat
diturunkan dari peta-peta tadi, disajikan selengkapnya pada Gambar 6.

Gambar 6 Analisis spasial dan pembangkitan data model AGNPS.
Keterangan : DEM = Digital Elevation Model P = Faktor konservasi tanah SL = Kemiringan lereng SCC = Konstanta kondisi permukaan LS = Panjang lereng n = Koefisien kekasaran Manning FD = Arah aliran COD = Kebutuhan oksigen kimiawi T = Tekstur CI = Indikator saluran K = Faktor erodibilitas tanah CS = Kemiringan saluran CN = Bilangan kurva aliran permukaan CL = Panjang saluran C = Faktor pengelolaan tanaman DTA = Daerah tangkapan air
Peta Digital Jaringan Sungai
Peta Digital Topografi
Peta Digital Penutupan Lahan
Peta Digital Tanah
TIN
DEM
Konversi ke bentuk grid resolusi 400x400 m Overlay
CI CL Curvature Overlay FD FA SL DTA
Penentuan nilai parameter masukan
model AGNPS
CN SCC n P C K Tekstur
Konversi ke bentuk point
Data masukan model AGNPS
Penggabungan tabel atribut

3.3.6.1 Kemiringan lereng, panjang lereng, bentuk lereng dan arah aliran
Parameter masukan model AGNPS yang berupa kemiringan lereng, panjang
lereng, bentuk lereng dan arah aliran dapat diturunkan dari peta kontur. Parameter
panjang lereng diukur dengan menggunakan peta kontur, sedangkan parameter
kemiringan lereng, bentuk lereng dan arah aliran diturunkan dari data DEM. DEM
merupakan suatu model yang mempresentasikan ketinggian muka bumi dengan
format raster (resolusi 400 x 400 meter). Tahapan dalam pembangkitan data
masukan parameter kemiringan lereng dan arah aliran sebagai berikut :
1. Pembuatan DEM dilakukan dengan cara mengubah peta kontur menjadi
TIN, selanjutnya melakukan gridding (convert to grid) terhadap TIN
dengan ukuran sel sesuai dengan luas grid model AGNPS yaitu sebesar
400 x 400 meter (16 ha).
2. Data kemiringan lereng diperoleh dengan menggunakan metode Horn
untuk permukaan yang kasar yang diperoleh dari data DEM dengan
menggunakan extension DEMAT dengan satuan kemiringan lereng berupa
persen. Dalam mengetahui besarnya kemiringan lereng setiap sel, maka
data hasil perhitungan DEMAT diubah menjadi bentuk point dengan
menggunakan extension Hydrologic Modelling v 1.1 (pour points as point
shape).
3. Data panjang lereng (JL) diketahui melalui pengukuran secara manual
berdasarkan peta kontur. Dengan bantuan grid yang telah terbentuk
sebelumnya, perhitungan panjang lereng (JL) menggunakan prinsip
Phytagoras. Untuk pengukuran panjang lereng digunakan persamaan :
JL = Cos
JD …………………………………………………… (10)
Dimana, JL = panjang lereng (feet)
JD = panjang lereng datar (pengukuran di peta kontur)
Cos α = cosinus kemiringan lereng (metode Horn)
4. Bentuk lereng diperoleh dari peta turunan DEM dengan menggunakan
extension DEMAT (profile curvature). Bentuk lereng yang dihasilkan
berupa seragam/datar yang bernilai 0, cekung bernilai negatif (-), dan
cembung bernilai positif (+).

5. Arah aliran merupakan parameter yang sangat penting dalam model
AGNPS. Arah aliran setiap sel diperoleh dari data DEM dengan
menggunakan extension Hydrologic Modelling v 1.1. Selanjutnya
dilakukan pengkodean arah aliran sesuai dengan pengkodean arah aliran
pada model AGNPS (angka 1 hingga 8).
Berdasarkan kondisi biofisik DTA Jeneberang Hulu, sebagian besar
topografinya landai (8-15 %). Hasil dari penurunan atribut DTM yang telah
dilakukan, kemiringan lereng menggunakan metode Horn menghasilkan rentang
kelerengan yang cukup jauh antara 1,732-79,006 %.
Panjang lereng adalah jarak bagian permukaan dari titik dimulainya aliran
ke titik dimana aliran menjadi terkosentrasi atau aliran memasuki saluran. Panjang
lereng DTA Jeneberang Hulu bervariasi dari 565,73-695,30 meter. Dalam
masukan model berupa parameter panjang lereng dilakukan penyesuaian dengan
nilai maksimum model. Nilai maksimum parameter panjang lereng dalam model
AGNPS sebesar 999 feet (304,5 m). Oleh karena itu, untuk sel-sel yang
mempunyai panjang lereng yang lebih dari 999 feet, maka masukan parameter
panjang lereng sel-sel tersebut harus 999 feet. Untuk wilayah DTA Jeneberang
Hulu yang memiliki panjang lereng lebih besar 304,5 m maka semua sel memiliki
panjang lereng sebesar 999 feet.
Bentuk lereng didasarkan pada bentuk lahan secara rata-rata di dalam sel.
Nilai masukan model yang digunakan adalah 1 untuk bentuk seragam, 2 untuk
bentuk cekung, dan 3 untuk bentuk cembung. Untuk wilayah DTA Jeneberang
Hulu sebagian besar didominasi oleh bentuk cembung dan cekung, bentuk
seragam/datar tidak ditemukan oleh hasil penurunan atribut DTM.
3.3.6.2 Tekstur dan faktor erodibilitas tanah
Parameter masukan model AGNPS yang berupa tekstur tanah dan faktor
erodibilitas tanah diturunkan dari peta jenis tanah. Masing-masing jenis tanah
dilakukan penambahan data atribut berupa nilai erodibilitas tanah yang mengacu
pada hasil penelitian Puslitbang Pengairan (1966) dalam Triandayani (2004).
Masukan nilai tekstur model AGNPS disajikan dalam Tabel 3.

Tabel 3 Nilai masukan tekstur model AGNPS
Tekstur Nilai Masukan Model Air 0
Pasir 1 Lempung 2
Liat 3 Gambut 4
Sumber: Young et al. (1990)
Tahapan dalam pembangkitan data masukan parameter tekstur tanah dan
faktor erodibilitas tanah sebagai berikut :
1. DTA yang telah terbentuk dari hasil model AV-SWAT di overlay dengan
peta jenis tanah untuk mendapatkan peta jenis tanah seluas DTA
Jeneberang Hulu. Dari peta jenis tanah ini diturunkan dua nilai parameter
masukan AGNPS, yaitu nilai erodibilitas tanah (Lampiran 1) dan tekstur
tanah (Tabel 10) untuk setiap jenis tanah. Kedua nilai parameter tersebut
di input dan di edit ke dalam atribut peta jenis tanah melalui fasilitas query
dan calculate pada ArcView.
2. Pembentukan grid (convert to grid) untuk peta jenis tanah seluas DTA
yang telah berisi kedua nilai parameter tadi dengan cara di overlay dengan
peta DEM sebagai dasar grid yang beresolusi 400 x 400 meter. Setelah itu
diubah menjadi format point, agar masing-masing grid memiliki nilai dari
parameter tadi.
3.3.6.3 Faktor pengelolaan tanaman, faktor tindakan konservasi tanah,
koefisien kekasaran Manning, dan bilangan kurva aliran
permukaan
Data spasial dari peta penutupan lahan dapat digunakan untuk memperoleh
masukan parameter-parameter model AGNPS yaitu faktor pengelolaan tanaman
(C), faktor tindakan konservasi tanah (P), koefisien kekasaran Manning (n),
bilangan kurva aliran permukaan (CN), dan konstanta kondisi permukaan (SCC).
Tahapan dalam pembangkitan data masukan beberapa parameter dari peta
penutupan lahan sebagai berikut :

1. DTA yang telah terbentuk dari hasil model AV-SWAT di overlay dengan
peta penutupan lahan untuk mendapatkan peta penutupan lahan seluas
DTA Jeneberang Hulu. Dari peta penutupan lahan ini diturunkan enam
nilai parameter masukan AGNPS, yaitu faktor tindakan konservasi tanah
(Lampiran 2), faktor pengelolaan tanaman (Lampiran 3), koefisien
kekasaran Manning (Lampiran 4), bilangan kurva aliran permukaan
(Lampiran 5), dan konstanta kondisi permukaan (Lampiran 5) untuk setiap
jenis pengggunaan lahan. Nilai-nilai parameter tersebut di input dan di edit
ke dalam atribut peta penutupan lahan melalui fasilitas query dan calculate
pada ArcView.
2. Pembentukan grid (convert to grid) untuk peta penutupan lahan seluas
DTA yang telah berisi keenam nilai parameter tadi dengan cara di overlay
dengan peta DEM sebagai dasar grid yang beresolusi 400 x 400 meter.
Setelah itu diubah menjadi format point, agar masing-masing grid
memiliki nilai dari parameter tadi.
Nilai masukan faktor pengelolaan tanaman dan faktor tindakan konservasi
tanah berdasarkan teknik konservasi yang dominan diterapkan ini diperoleh dari
peta penutupan lahan wilayah DTA Jeneberang Hulu yang telah diubah dalam
bentuk grid/sel dan secara spasial ditampilkan pada Lampiran 6.
3.3.6.4 Indikator saluran
Parameter model AGNPS yang berupa indikator saluran diperoleh dari peta
jaringan sungai yang di overlay dengan peta grid. Parameter yang menyertai
parameter indikator saluran yaitu panjang saluran, bentuk saluran, kemiringan
lereng saluran, dan kemiringan sisi saluran. Panjang saluran diukur berdasarkan
panjang sungai pada masing-masing sel dan diubah dalam satuan feet. Parameter
kemiringan saluran diasumsikan sebesar 50 % dari kemiringan lereng lahan,
sedangkan kemiringan sisi saluran diasumsikan sebesar 10 % (Young et al.,
1990).
Tahapan dalam pembangkitan data masukan parameter dari peta jaringan
sungai sebagai berikut :

1. DTA yang telah terbentuk dari hasil model AV-SWAT di overlay dengan
peta jaringan sungai untuk mendapatkan peta jaringan sungai seluas DTA
Jeneberang Hulu. Dari peta jaringan sungai ini diturunkan dua nilai
parameter masukan AGNPS, yaitu panjang saluran dan bentuk saluran.
Nilai-nilai parameter tersebut di input dan di edit ke dalam atribut peta
penutupan lahan melalui fasilitas query dan calculate pada ArcView.
2. Pembentukan grid (convert to grid) untuk peta jaringan sungai seluas DTA
yang telah berisi kedua nilai parameter tadi dengan cara di overlay dengan
peta DEM sebagai dasar grid yang beresolusi 400 x 400 meter. Setelah itu
diubah menjadi format point, agar masing-masing grid memiliki nilai dari
parameter tadi.
Indikator saluran mengidentifikasikan ada tidaknya saluran serta jenis
saluran dalam wilayah DTA Jeneberang Hulu. Sungai utama di DTA Jeneberang
Hulu diasumsikan sebagai saluran perennial sedangkan anak-anak sungainya
diasumsikan sebagai saluran intermitten. Sebagai data masukan model AGNPS,
saluran perennial bernilai 7, saluran intermitten bernilai 6, dan yang tidak terdapat
saluran bernilai 1. Saluran perennial (saluran permanen) merupakan aliran yang
mengalir sepanjang tahun dengan debit yang lebih tinggi pada musim hujan dan
permukaan air tanah selalu berada di atas sungai. Sedangkan saluran intermitten
(saluran musiman) merupakan aliran air yang mengalir pada musim hujan saja
dan permukaan air tanah berada di atas dasar sungai hanya selama musim hujan
saja, sedangkan pada musim kemarau permukaan tersebut berada di bawah dasar
sungai (Seyhan 1990).
3.3.6.5 Penggabungan atribut data masukan model AGNPS
Atribut dari masing-masing parameter turunan peta kontur, peta jaringan
sungai, peta jenis tanah dan peta penutupan lahan yang telah diubah menjadi
format point selanjutnya digabung melalui fasilitas ArcView menggunakan
extension Geoprocessing Wizard (joined table). Hasil gabungan tersebut
berbentuk sebuah tabel atribut file point gabungan yang berisi semua parameter-
parameter masukan model AGNPS untuk setiap sel/grid.

3.3.6.6 Parameter masukan model yang diasumsikan konstan
Selain parameter tersebut dalam penelitian beberapa parameter masukan
model AGNPS diasmsikan konstan yaitu : 1) Indikator penggunaan pupuk, 2)
Ketersediaan pupuk pada permukaan tanah, 3) Point source indicator, 4) Sumber
erosi tambahan, dan 5) Indikator impoundment.
3.3.7 Pemasukan Data ke Model AGNPS
Dalam melakukan pemasukan data ke dalam model AGNPS, ada dua tahap
yang dapat dilakukan, yaitu :
1. Masukan data inisial model yang meliputi : nama DAS, luas dan jumlah
sel/grid, curah hujan, dan energi intensitas hujan 30 menit. Ukuran sel
yang digunakan dalam model yaitu 400 x 400 meter dengan luas sel
sebesar 16 ha. Yang diperoleh dari hasil pembentukan grid DTM, dimana
grid/sel DTM secara otomatis akan membentuk sesuai dengan keinginan
resolusi yang dibutuhkan. Grid/sel ini juga dijadikan acuan dalam
pembentukan parameter-parameter setiap sel masukan model AGNPS.
Dari luasan 16 ha per sel menghasilkan sel model sebanyak 423 sel seperti
yang terlihat pada Gambar 7. Sehingga DTA Jeneberang Hulu dengan luas
6804,72 ha, dalam sel model menjadi 6768 ha dan terjadi pengurangan
luasan sebesar 36,74 ha (0,54 %).
Gambar 7 Masukan data inisial model.

Curah hujan yang diamati adalah jumlah curah hujan harian rata-rata, yang
merupakan curah hujan harian selama 12 bulan (hasil pengelompokan data
CH selama 5 tahun). Contoh curah hujan harian rata-rata yang tertinggi
terjadi pada tanggal 1 Januari sebesar 31,66 mm (1,25 inches) dengan nilai
energi intensitas hujan 30 menit untuk kejadian hujan pada tanggal 1
Januari sebesar 25,894 m.ton.cm/ha/jam. Contoh nilai curah hujan harian
dan energi intensitas hujan 30 menit (EI 30) yang tertinggi inilah yang
akan digunakan dalam memprediksi besarnya volume aliran permukaan,
debit puncak aliran permukaan, laju erosi dan sedimentasi.
2. Masukan data setiap sel model yang meliputi : penomoran sel, sel
penerima, arah aliran, kemiringan lereng, panjang dan bentuk lereng,
faktor erodibilitas (K) dan tekstur tanah, faktor pengelolaan tanaman (C),
faktor tindakan konservasi tanah (P), bilangan kurva aliran permukaan
(CN), koefisien kekasaran Manning (n), faktor kebutuhan Oksigen
kimiawi (COD), konstanta kondisi permukaan (SCC), dan indikator
saluran (panjang saluran dan kemiringan saluran), seperti yang
ditampilkan pada Gambar 8.
Gambar 8 Masukan data setiap sel model.

Penomoran sel dilakukan sesuai dengan prosedur model AGNPS yaitu
dimulai dari ujung sebelah kiri atas menuju ke sel sebelah kanan dan
dilanjutkan ke sel berikutnya secara berurutan ke bawah. Outlet sebagai
tempat terkosentrasinya aliran merupakan sel yang terakhir dalam model
berada pada sel nomor 169 dengan penggunaan lahan berupa hutan. Sel
penerima merupakan sel yang menerima aliran permukaan dari sel yang
terletak di atasnya, sedangkan arah aliran mengidentifikasikan arah aliran
utama dalam sel. Yang perlu diperhatikan dalam menentukan arah aliran
dan sel penerima yang akan menerima aliran tersebut, yaitu posisinya
harus sesuai antara sel penerima dan arah aliran (aspek) karena hal ini
sangat berpengaruh dalam pembentukan DAS dalam model AGNPS.
Masukan data yang tidak cocok antara kedua parameter ini akan
menghambat proses identifikasi dan pembentukan DAS secara grafis pada
saat proses pengecekan. Untuk sel outlet, nomor sel penerimanya adalah
satu angka lebih besar dari jumlah keseluruhan sel.
3.3.8 Analisis Keluaran Model AGNPS
Keluaran model AGNPS yang dianalisis yaitu keluaran model pada outlet
DTA Jeneberang Hulu dan setiap sel dengan kejadian hujan terbesar pada tanggal
1 Januari. Keluaran model tersebut berupa keluaran hidrologi dan keluaran
sedimen dalam bentuk grafik/gambar dan tabel. Keluaran hidrologi berupa
volume aliran permukaan dan debit puncak aliran permukaan. Sedangkan
keluaran sedimen berupa laju erosi, laju sedimentasi dan sedimen total. Keluaran
tersebut merupakan keluaran kondisi awal sebelum dilakukan simulasi.
3.3.9 Pengujian Validasi Model AGNPS.
Validasi model dilakukan dengan membandingkan debit puncak (Qp)
keluaran model dengan debit puncak hasil pengukuran di lapangan dan
membandingkan laju sedimentasi (Qs) keluaran model dengan laju sedimentasi
hasil pengukuran di lapangan. Pembandingan ini dilanjutkan dengan menghitung
besarnya nilai korelasi (R2) di antara parameter yang di validasi. Pengujian
validasi tersebut menggunakan persamaan model regresi linear sederhana

(Tiryana 2003), dimana peubah tidak bebasnya berupa data dari hasil pengukuran
di lapangan dan peubah bebasnya berupa data keluaran model. Hubungan antara
data lapangan dengan data keluaran model dinyatakan dalam bentuk persamaan
umum regresi sebagai berikut :
Y = a + b X …………………………………………………………. (12)
Dimana: Y = Qp dan Qs pengukuran di lapangan
X = Qp dan Qs keluaran model
a dan b = konstanta
3.3.10 Analisis Simulasi dan Rekomendasi
Dalam rangka untuk mengurangi bahaya erosi, sedimentasi, dan aliran
permukaan di DTA Jeneberang Hulu tersebut, maka diperlukan perubahan
terhadap lahan-lahan yang mempunyai tingkat erosi, sedimentasi dan aliran
permukaan yang tinggi dan produktifitas yang rendah. Oleh karena itu, dilakukan
simulasi dengan beberapa skenario perubahan penggunaan lahan dan melakukan
tindakan konservasi tanah dan air. Skenario tersebut yaitu :
1. Skenario I : mengubah penutupan lahan yang berupa tegalan/ladang dan
semak belukar menjadi vegetasi serupa hutan alam produksi dengan sistem
silvikultur tebang pilih di lahan DTA bagian atas (hulu) dan perkebunan
karet pada lahan bagian bawah. Jenis tanaman yang digunakan untuk
membangun vegetasi serupa hutan alam produksi TPTI adalah jenis yang
cepat tumbuh dan bernilai tinggi seperti Sengon (Paraserianthes
falcataria), Akasia (Acacia mangium), Gmelina (Gmelina arborea), Kayu
Afrika (Maesopsis eminii), Damar (Agathis dammara), Eboni (Diospyros
celebica) dan Mahoni (Sweitenia macrophylla). Parameter masukan model
penggunaan lahan pada skenario I disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4 Parameter masukan model penggunaan lahan pada skenario I
Parameter masukan model Penggunaan lahan CN n C P SCC
Hutan produksi 60 0,1 0,2 0,7 0,29 Perkebunan karet 75 0,1 0,5 0,5 0,29
Sumber : Young et al. (1990), Chow (1950) dalam Seyhan (1990), dan Data Pusat Penelitian Tanah (1973-1981) dalam Arsyad ( 1989)

2. Skenario II : mengubah penutupan lahan yang berupa tegalan/ladang dan
semak belukar menjadi vegetasi serupa dengan hutan alam produksi
dengan sistem silvikultur tebang pilih di lahan DTA bagian atas (hulu) dan
kebun campuran di lahan bagian bawahnya, dengan melakukan pembuatan
teras tradisional. Pembuatan vegetasi serupa hutan alam produksi TPTI
sama seperti skenario I.
Perbedaan dengan Skenario I terletak pada pengelolaan kebun
campuran dilakukan yang dilakukan dengan sistem agroforestry.
Penerapan sistem agroforestry pada kebun campuran tersebut selain untuk
mengurangi volume aliran permukaan, debit puncak aliran permukaan,
laju erosi permukaan, laju sedimentasi, dan sedimen total juga dapat
meningkatkan pendapatan masyarakat sekitar dari hasil panen tanaman
semusim dan tahunan. Tanaman tahunan yang dapat dibudidayakan berupa
berupa tanaman kehutanan dan tanaman buah-buahan.
Jenis tanaman kehutanan yaitu Sengon (Paraserianthes falcataria),
Akasia (Acacia mangium), Gmelina (Gmelina arborea), Kayu Afrika
(Maesopsis eminii), Damar (Agathis dammara) dan jenis lainnya.
Tanaman buah-buahan yang dapat dibudidayakan seperti kopi, kakao,
rambutan (Nephelium lappaceum), durian (Durio zibethinus), nangka
(Arthocarpus heterophyllus), pisang (Musa sp.), jambu biji (Psidium
guajava), dan alpukat (Persea americana). Tanaman semusim yang dipilih
diantaranya kacang tanah (Arachis hypogaea), kedelai (Glyeine max),
singkong (Manihot esculenta), dan jagung (Zea mays). Parameter masukan
model penggunaan lahan pada skenario II disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5 Parameter masukan model penggunaan lahan pada skenario II
Parameter masukan model Penggunaan lahan CN n C P SCC
Hutan produksi 60 0,1 0,2 0,7 0,29 Kebun campuran 75 0,035 0,2 0,4 0,29
Sumber : Young et al. (1990), Chow (1950) dalam Seyhan (1990), dan Data Pusat Penelitian Tanah (1973-1981) dalam Arsyad ( 1989)
3. Skenario III : mengubah penutupan lahan yang berupa tegalan/ladang dan
semak belukar menjadi padang rumput semi permanen di lahan DTA

bagian atas (hulu) dan perkebunan karet di lahan bagian bawahnya.
Padang rumput semi permanen yang disimulasikan digunakan untuk
penggembalaan ternak penduduk dan pengembangan perkebunan karet
sama seperti pada skenario I. Parameter masukan model penggunaan lahan
pada skenario III disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6 Parameter masukan model penggunaan lahan pada skenario III
Parameter masukan model Penggunaan lahan CN n C P SCC
Padang rumput 61 0,1 0,30 0,04 0,22 Perkebunan karet 75 0,1 0,5 0,5 0,29
Sumber : Young et al. (1990), Chow (1950) dalam Seyhan (1990), dan Data Pusat Penelitian Tanah (1973-1981) dalam Arsyad ( 1989)
4. Skenario IV : mengubah penutupan lahan yang berupa tegalan/ladang dan
semak belukar menjadi hutan alam yang berserasah banyak di lahan DTA
bagian atas (hulu) dan kebun campuran di lahan bagian bawahnya, dengan
melakukan pembuatan teras tradisional pada kebun campuran. Hutan alam
yang disimulasikan berupa hutan lindung dan pengembangan kebun
campuran sama seperti pada skenario II. Parameter masukan model
penggunaan lahan pada skenario IV disajikan pada Tabel 7.
Tabel 7 Parameter masukan model penggunaan lahan pada skenario IV
Parameter masukan model Penggunaan lahan CN n C P SCC
Hutan alam 55 0,08 0,001 1 0,59 Kebun campuran 75 0,035 0,2 0,4 0,29
Sumber : Young et al. (1990), Chow (1950) dalam Seyhan (1990), dan Data Pusat Penelitian Tanah (1973-1981) dalam Arsyad ( 1989)
Setiap skenario dilakukan analisis berupa persentase pengurangan terhadap
keluaran model yang berupa volume aliran permukaan, debit puncak, laju erosi
dan sedimentasi.

BAB IV. KARATERISTIK LOKASI PENELITIAN
3.1 Letak dan Luas
Daerah aliran sungai (DAS) Jeneberang secara administrasi berada dalam
Kabupaten Dati II Gowa, Propinsi Dati I Sulawesi Selatan. Terletak antara garis
50 05’ 00” – 50 35’ 00” LS dan antara 1190 20’ 00” – 1200 00’ 00” BT. Sungai
Jeneberang bersumber dari Gunung Bawakaraeng dan Gunung Lompobattang,
mempunyai ketinggian ± 2.833 mdpl. Arah utama pengalirannya adalah ke barat
pada bagian hulu dan ke barat daya pada bagian tengah dan pada bagian hilir
terpecah menjadi dua arah ke barat laut dan ke barat daya. DAS Jeneberang
terbagi lagi menjadi Sub DAS diantaranya Sub DAS Jeneberang.
Secara geografis, DTA Jeneberang Hulu sebagai lokasi penelitian terletak
antara 50 10’ – 50 20’ LS dan antara 1190 20’ – 1200 00’ BT, yang berjarak ± 65
km dari Kodya Makassar dan berada pada ketinggian antara 600 mdpl – 2.800
mdpl. Luas wilayah DTA Jeneberang Hulu sebesar 6.804,72 ha (19,87 % dari luas
total Sub DAS Jeneberang sebesar 34.238 ha) dan menurut Dinas Pekerjaan
Umum Propinsi Sulawesi Selatan (1988) dalam Dassir (2000), Sub DAS
Jeneberang termasuk dalam wilayah administratif Kecamatan Tinggimoncong
Kabupaten Gowa.
3.2 Topografi
Berdasarkan hasil pengolahan peta digital kontur skala 1 : 25000, wilayah
DTA Jeneberang Hulu terletak pada ketinggian antara 600-2800 mdpl.
Mempunyai topografi bervariasi mulai dari datar hingga sangat curam. DTA
Jeneberang Hulu didominasi oleh wilayah yang bertopografi landai dengan luas
2314,23 ha (34,03 %). Secara lebih jelas, luas areal berdasarkan kemiringan
lereng disajikan pada Tabel 8 dan peta sebaran kemiringan lereng serta peta
elevasi disajikan pada Gambar 9 dan Gambar 10.

Gambar 9 Peta kelas lereng DTA Jeneberang Hulu.
Tabel 8 Luasan kemiringan lereng DTA Jeneberang Hulu
Kemiringan (%) Keterangan Luas (ha) % 0-8 Datar 1408,76 20,72 8-15 Landai 2314,23 34,03
15-25 Agak curam 1772,64 26,07 25-45 Curam 1136,47 16,71
45-100 Sangat curam 167,75 2,47 Sumber : Pengolahan atribut peta kelas lereng

Gambar 10 Peta elevasi DTA Jeneberang Hulu.
Peta elevasi hasil dari TIN akan menghasilkan peta arah aliran seperti
Gambar 11 yang telah di konversi ke bentuk grid dengan bantuan data DEM yang
terbentuk. Arah aliran dari suatu sungai memperhatikan kondisi topografi sebagai
tempat terakumulasinya aliran ke tempat yang tinggi ke tempat yang rendah.

Skala 1 : 80000
Gambar 11 Peta grid arah aliran DTA Jeneberang Hulu setelah
penghilangan sink.
3.3 Tanah dan Geologi
Berdasarkan peta digital jenis tanah Sub DAS Jeneberang, jenis tanah
yang terdapat di DTA Jeneberang Hulu adalah Andosol Coklat yang terbentuk
dari bahan induk tufa vulkan masam dan alkali, Latosol Coklat Kekuningan dari
bahan induk tufa vulkan masam sampai intermedier, dan Komplek Latosol Coklat
Kemerahan dan Litosol dari bahan induk tufa dan batuan vulkan intermedier.
DTA Jeneberang Hulu didominasi oleh jenis tanah Andosol Coklat dengan luas
sebesar 5423,18 ha (79,70 %). Secara lebih jelas, luas areal berdasarkan jenis
tanah, bahan induk, dan bentuk wilayah disajikan pada Tabel 9 dan penyebaran
jenis tanah secara spasial disajikan pada Gambar 12.
Skala 1 : 80000

Gambar 12 Peta jenis tanah DTA Jeneberang Hulu.
Tabel 9 Luasan jenis tanah, bahan induk, bentuk wilayah DTA Jeneberang Hulu
Jenis tanah Bahan induk Bentuk wilayah Luas (ha) %
Andosol Coklat Tufa vulkan masam dan alkali
Bergunung 5423,18 79,70
Latosol Coklat Kekuningan
Tufa vulkan masam sampai intermedier
Berbukit dan bergunung
1367,92 20,10
Komplek Latosol Coklat Kemerahan dan Litosol
Tufa dan batuan vulkan intermedier
Berbukit dan bergunung
13,62 0,20
Sumber : Pengolahan atribut peta jenis tanah
Dari peta jenis tanah diturunkan nilai erodibilitas tanah pada DTA
Jeneberang Hulu, dimana yang terbesar yaitu pada jenis tanah Andosol Coklat
sebesar 0,278. Sedangkan nilai erodibilitas tanah yang terkecil yaitu pada jenis

tanah sebesar 0,075. Nilai erodibilitas tanah tersebut menunjukkan bahwa jenis
tanah Andosol Coklat paling mudah tererosi.
Masukan data tekstur tanah didasarkan pada tekstur tanah yang dominan
pada sel tersebut. Tekstur tanah pada DTA Jeneberang Hulu berupa lempung
berliat dan liat. Sebagian besar tekstur tanah di DTA Jeneberang Hulu berupa
lempung berliat. Hal tersebut menyebabkan aliran permukaan menjadi tinggi dan
erosi yang besar. Nilai erodibilitas dan tekstur tanah pada DTA Jeneberang Hulu
disajikan pada Tabel 10 dan secara spasial dalam bentuk grid ditampilkan pada
Lampiran 7.
Tabel 10 Nilai faktor erodibilitas tanah (K) dan tekstur tanah (T) di DTA
Jeneberang Hulu Jenis Tanah Nilai K Tekstur
Andosol Coklat 0,278 3 Latosol Coklat Kekuningan 0,082 3 Komplek Latosol Coklat Kemerahan dan Litosol 0.075 3
Sumber : Puslitbang Pengairan (1996) dalam Triandayani (2004) dan Young et al. (1990)
3.4 Jaringan Sungai
Jaringan sungai (Gambar 5) memiliki pola drainase dendritik. Menurut Lee
(1988), pola drainase tersebut memiliki batuan yang relatif homogen, terletak di
daerah datar dan pola tersebut telah lazim di permukaan bumi dengan modifikasi-
modifikasi lokal. Sungai-sungai di DTA Jeneberang Hulu diasumsikan sebagai
saluran perennial untuk sungai utama dan sebagai saluran intermitten untuk anak-
anak sungai. Jaringan sungai yang telah dikonversi ke bentuk grid sel, memiliki
jumlah sel pada saluran perennial dan saluran intermitten masing-masing
sebanyak 184 dan 175 sedangkan sel yang tidak terdapat saluran sebanyak 64.
3.5 Penggunaan Lahan
Berdasarkan hasil analisis peta penutupan lahan Sub DAS Jeneberang,
terlihat bahwa penutupan lahan pada DTA Jeneberang Hulu terdiri dari lima
penggunaan lahan diantaranya semak belukar, sawah, pemukiman, tegalan/ladang,
dan hutan campuran. Sebagian besar DTA Jeneberang Hulu didominasi oleh
penutupan lahan berupa hutan dengan luas sebesar 2868 ha (42,48 %). Secara

lebih jelas, luas areal berdasarkan penutupan lahan disajikan pada Tabel 11 dan
peta penyebaran penutupan lahan disajikan pada Gambar 13.
Tabel 11 Luasan jenis penutupan lahan DTA Jeneberang Hulu tahun 2003
Penutupan lahan Luas (ha) % Semak belukar 920,51 13,63 Sawah irigasi 1,030,43 15,26 Pemukiman 29,69 0,44 Tegalan/ladang 1,903,48 28,19 Hutan campuran 2,868,22 42,48
Sumber : Pengolahan atribut peta penggunaan lahan
Gambar 13 Peta penutupan lahan DTA Jeneberang Hulu.
Pada bagian ujung outlet, jenis penggunaan lahan berupa hutan campuran
dan sebagian persawahan irigasi. Di daerah tersebut memiliki topografi yang

landai sehingga air irigasi mudah disalurkan ke areal persawahan. Hutan yang
berada di DTA Jeneberang Hulu berupa hutan campuran dengan berbagai jenis
flora dan fauna serta hutan tanaman yang ditangani langsung oleh PT. Inhutani
dengan jenis pohon Pinus sp.
Semak belukar yang berada di DTA Jeneberang Hulu berupa vegetasi
campuran antara semak (alang-alang) dan tumbuhan-tumbuhan lainnya dimana
arealnya tidak dikelola dan dibiarkan begitu saja. Tegalan/ladang yang diusahakan
dan dikelola langsung oleh masyarakat yang berada di daerah yang berlereng
curam tepatnya di bawah kaki Gunung Bawakaraeng, ternyata membawa dampak
yang sangat buruk. Kaki Gunung Bawakaraeng yang sedianya sebagai kawasan
penyangga dan kawasan lindung yang berlereng ≥ 45 % ternyata telah rusak dan
telah dikonversi menjadi ladang pertanian kacang-kacangan (Leguminoseae) oleh
masyarakat setempat. Oleh karena itu, bencana longsor yang terjadi pada tahun
2004 merupakan bukti nyata dari dampak kerusakan lahan dan hutan di kawasan
tersebut.
Dari peta penutupan lahan diturunkan nilai C, P, CN, SCC, dan n dimana
besarnya nilai-nilai tersebut disajikan pada Tabel 12, 13, dan 14.
Tabel 12 Nilai faktor pengelolaan tanaman (C) pada berbagai penutupan lahan di
DTA Jeneberang Hulu Penutupan Lahan Nilai C
Semak belukar 0,300 Sawah irigasi 0,010 Pemukiman 0,010 Tegalan/ladang 0,700 Hutan campuran 0,001
Sumber : Young et al. (1990) dan Data Pusat Penelitian Tanah (1973-1981) dalam Arsyad ( 1989)
Tabel 13 Nilai faktor tindakan konservasi tanah (P) pada berbagai penutupan lahan di DTA Jeneberang Hulu
Penutupan Lahan Tindakan Konservasi Tanah Nilai P Semak belukar Semak belukar 0,021 Sawah irigasi Teras gulud 0,013 Pemukiman Tanpa tindakan konservasi 1,000 Tegalan/ladang Penanaman padi-jagung 0,209 Hutan campuran Tanpa tindakan konservasi 1,000
Sumber : Arsyad (1989) dan Young et al. (1990)

Tabel 14 Nilai koefisien kekasaran Manning (n), konstanta kondisi permukaan (SCC), dan bilangan kurva aliran permukaan (CN) pada berbagai penutupan lahan di DTA Jeneberang Hulu
Penutupan Lahan Nilai n Nilai SCC Nilai CN Semak belukar 0,070 0,15 69 Sawah irigasi 0,035 0,29 75 Pemukiman 0,023 0,01 79 Tegalan/ladang 0,030 0,29 72 Hutan campuran 0,080 0,59 60
Sumber : Young et al. (1990) dan Chow (1950) dalam Seyhan (1990)
3.6 Iklim
Berdasarkan data curah hujan harian rata-rata 5 tahun, wilayah DTA
Jeneberang Hulu menurut klasifikasi iklim Schmidt-Fergusson termasuk tipe
iklim A dengan jumlah bulan basah 8 bulan dan 4 bulan kering dalam setahun.
Curah hujan rata-rata 2518,02 mm/tahun (Tabel 15) dan suhu udara berkisar
antara 180-210C (BPDAS Jeneberang-Walanae, 2003).
Tabel 15 Curah hujan rata-rata dalam setahun (2001-2005)
Bulan CH (mm) Januari 376,75 Februari 328,50 Maret 274,59 April 205,57 Mei 127,02 Juni 52,96 Juli 38,19 Agustus 24,74 September 41,72 Oktober 201,00 November 375,26 Desember 471,71 Jumlah 2518,02
Sumber: SPAS Malino dan BPDAS Jeneberang-Walanae
3.7 Debit Aliran
Curah hujan yang jatuh ke wilayah DTA Jeneberang Hulu menghasilkan
debit yang beragam, dimana debit rata-rata per tahun sebesar 154,32 m3/detik
seperti yang disajikan pada Tabel 16.

Tabel 16 Debit aliran rata-rata dalam setahun (2001-2005)
Bulan Debit (m3/detik) Januari 20,790 Februari 15,921 Maret 12,158 April 11,882 Mei 11,533 Juni 6,712 Juli 7,600 Agustus 9,847 September 9,718 Oktober 12,009 November 12,611 Desember 23,541 Jumlah 154,32
Sumber: SPAS Malino dan BPDAS Jeneberang-Walanae
3.8 Kependudukan
Berdasarkan BPS Kabupaten Gowa dalam Angka tahun 2002 dalam BPDAS
Jeneberang-Walanae, jumlah penduduk Kabupaten Gowa berjumlah 401.317 jiwa.
Jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin pada masing-masing kecamatan
dalam wilayah Sub DAS Jeneberang ditampilkan pada Tabel 17.
Tabel 17 Jumlah penduduk Sub DAS Jeneberang di Kab. Gowa tahun 2002
Kecamatan Jumlah (jiwa) Laki-laki Perempuan Tinggimoncong 30.752 15.125 15.628 Parangloe 25.151 12.370 12.781 Bungaya 27.845 13.297 14.548 Bontomarannu 41.557 20.444 21.113 Palangga 66.586 32.670 33.916 Bajeng 69.422 33.828 35.594 Somba Opu 80.184 39.138 41.046 Bontonompo 59.820 28.686 31.131 Jumlah penduduk (jiwa) 401.317 195.558 205.759
Sumber : Kabupaten Gowa dalam Angka, 2002

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Hubungan Curah Hujan dengan Debit
Hubungan curah hujan dengan debit harian rata-rata selama 366 hari
disajikan dalam Gambar 14. Hubungan Curah hujan dengan debit membentuk
hubungan sebagai berikut :
Q = 0.159 CH0.68………………………………………………………... (12)
dengan koefisien korelasi sebesar 0,901 dan koefisien determinasinya (R2) sebesar
81,2 %. Hubungan tersebut menunjukkan bahwa kejadian curah hujan
berhubungan erat dengan kejadian debit aliran.
Gambar 14 Dinamika curah hujan harian dengan debit DTA Jeneberang Hulu.
5.2 Volume Aliran Permukaan
Perhitungan menggunakan masukan curah hujan harian rata-rata selama 5
tahun (31,66 mm/hari) dengan nilai energi intensitas hujan 30 menit sebesar 25,89
m.ton.cm/ha/jam, diperoleh besarnya volume aliran permukaan di outlet sebesar
0,76 mm dan debit puncak aliran permukaan sebesar 3,20 m3/detik. Volume air
hujan yang menjadi aliran permukaan sebesar 2,29 %, sedangkan sisanya
mengalami infiltrasi, intersepsi, dan evapotranspirasi.
Sebaran ruang volume aliran permukaan akibat kejadian hujan 31,66
mm/hari disajikan dalam Gambar 15.
0.0
5.0
10.0
15.0
20.0
25.0
30.0
35.01 16 31 46 61 76 91 106 121 136 151 166 181 196 211 226 241 256 271 286 301 316 331 346 361
Januari-Desember
Cura
h Hu
jan
(mm
)
0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
3.0
3.5
Debi
t (m
^3/s
)CH (mm) Q (m 3̂/s)

Gambar 15 Peta penyebaran volume aliran permukaan DTA Jeneberang
Hulu.
Tabel 18 Rekapitulasi volume aliran permukaan di berbagai penutupan lahan
Penutupan lahan Luas (ha) Aliran permukaan (mm)
Hutan 2896 7,11 Pemukiman 32 8,64 Sawah irigasi 1072 167,64 Semak belukar 928 44,20 Tegalan/ladang 1840 172,21
Sumber : Pengolahan atribut volume aliran permukaan
Berdasarkan Gambar 15, dapat dilihat penyebaran aliran permukaan DTA
Jeneberang Hulu setiap sel sebesar 0 – 4,32 mm dan berdasarkan sebaran aliran
permukaan di berbagai penutupan lahan (Tabel 18) dapat dilihat bahwa sel-sel
yang mempunyai aliran permukaan terkecil terdapat dalam sel dengan penutupan

lahan berupa hutan (vegetasi sedang hingga lebat) sebesar 7,11 mm. Sedangkan
sel-sel dengan penutupan lahan berupa sawah irigasi dan tegalan/ladang
mempunyai aliran permukaan yang besar masing-masing sebesar 172,21 mm dan
167,64 mm.
Hal tersebut disebabkan karena hutan mempunyai penutupan tajuk yang
sedang hingga rapat, sehingga air hujan dapat terintersepsi dan terjadi
evapotranspirasi oleh tajuk tumbuhan. Hutan mempunyai berbagai pohon yang
mempunyai perakaran dalam yang dapat memperbaiki kapasitas infiltrasi tanah
dan kemampuan tanah menyerap atau mengabsorpsi air, sehingga volume air
hujan yang menjadi aliran permukaan menjadi jauh berkurang. Di lahan dengan
penutupan/penggunaan lahan berupa sawah irigasi dan tegalan/ladang, air hujan
sebagian besar menjadi aliran permukaan yang diakibatkan kurangnya penutupan
tajuk dan kurangnya perakaran yang dalam sehingga rendahnya infiltrasi tanah.
Akibatnya aliran permukaan di lahan sawah irigasi dan tegalan/ladang menjadi
sangat besar.
5.3 Debit Puncak Aliran Permukaan
Sebaran ruang debit puncak aliran permukaan akibat kejadian hujan 31,66
mm/hari dalam bentuk spasial disajikan dalam Gambar 16.
Tabel 19 Rekapitulasi debit puncak aliran permukaan di berbagai penutupan
lahan
Sumber : Pengolahan atribut debit puncak aliran permukaan
Penutupan lahan Luas (ha) Debit puncak aliran permukaan (m3/detik)
Hutan 2896 34,10 Pemukiman 32 1,02 Sawah irigasi 1072 32,01 Semak belukar 928 19,81 Tegalan/ladang 1840 40,36

Gambar 16 Peta penyebaran debit puncak aliran permukaan DTA
Jeneberang Hulu.
Berdasarkan Gambar 16, dapat terlihat penyebaran debit puncak aliran
permukaan DTA Jeneberang Hulu setiap sel sebesar 0 – 3,20 m3/detik dan Tabel
19 dalam rekapitulasi debit puncak aliran permukaan di berbagai penutupan lahan
dapat dilihat bahwa sel-sel yang mempunyai debit puncak aliran permukaan
terkecil terdapat dalam sel dengan penutupan lahan berupa pemukiman sebesar
1,02 m3/detik, karena di daerah pemukiman tidak ditemukan saluran dan
jumlahnya relatif sedikit. Sedangkan sel-sel dengan penutupan lahan berupa
tegalan/ladang mempunyai debit puncak aliran permukaan yang besar sebesar
40,36 m3/detik. Debit puncak aliran permukaan semakin besar di sel-sel yang
terdapat saluran sungai. Semakin ke hilir/menuju outlet, debit puncak aliran
permukaan di sel yang mempunyai saluran sungai semakin meningkat.

5.4 Laju Erosi Permukaan dan Sedimentasi
Berdasarkan hasil keluaran model (Tabel 20), dengan nilai masukan curah
hujan harian rata-rata yang terbesar selama 5 tahun sebesar 31,66 mm dengan
nilai energi intensitas hujan 30 menit sebesar 25,89 m.ton.cm/ha/jam, diperoleh
besarnya laju erosi di outlet sebesar 29,03 ton/ha, laju sedimentasi sebesar 1,85
ton/ha dan sedimen total sebesar 12577,2 ton.
Tabel 20 Keluaran sedimen model di outlet DTA Jeneberang Hulu
Analisis Sedimen Erosi per satuan luas
Jenis partikel Daratan (ton/ha)
Saluran (ton/ha)
NPS (%)
Sedimen per satuan luas (ton/ha)
Sedimen total (ton)
Liat 2,90 0 64 1,85 12568,0 Debu 1,75 0 0 0 4,3 Agregat halus 16,55 0 0 0 2,3 Agregat kasar 7,25 0 0 0 1,9 Pasir 0,58 0 0 0 0,6 Total 29,03 0 6 1,85 12577,2
Sumber : Keluaran model AGNPS
Nilai Nisbah Pelepasan Sedimen (NPS) di DTA Jeneberang Hulu sebesar 6
%. Nilai tersebut menunjukkan bahwa hanya 6 % dari total erosi yang terjadi di
DTA Jeneberang Hulu yang masuk ke saluran dan menjadi sedimen. Sedangkan
sisanya sebesar 94 % mengendap di tempat lain sebelum sampai ke saluran
sungai. Jenis partikel yang mempunyai nilai NPS tertinggi berupa partikel liat
sebesar 64 %. Hal tersebut disebabkan partikel liat mudah terdispersi oleh butiran-
butiran hujan dan memiliki berat jenis yang rendah, sehingga partikel liat mudah
terangkut dan menjadi sedimen. Sedangkan jenis partikel yang paling banyak
tererosi berupa agregat halus sebesar 16,55 ton/ha.
Sebaran ruang laju erosi permukaan akibat kejadian hujan 31,66 mm/hari
dalam bentuk spasial disajikan dalam Gambar 17.

Gambar 17 Peta penyebaran laju erosi permukaan DTA Jeneberang Hulu.
Tabel 21 Rekapitulasi laju erosi permukaan di berbagai penutupan lahan
Sumber : Pengolahan atribut laju erosi permukaan
Berdasarkan Gambar 17, dapat terlihat penyebaran laju erosi permukaan
DTA Jeneberang Hulu setiap sel sebesar 0 – 520,33 ton/ha dan Tabel 21 dalam
rekapitulasi laju erosi permukaan di berbagai penutupan lahan dapat dilihat bahwa
sel-sel yang mempunyai laju erosi permukaan terkecil terdapat di sel dengan
Penutupan lahan Luas (ha) Jumlah laju erosi permukaan (ton/ha)
Hutan 2896 0,60 Pemukiman 32 0,95 Sawah irigasi 1072 1,30 Semak belukar 928 41,75 Tegalan/ladang 1840 12236,15

penutupan lahan berupa hutan 0,60 ton/ha. Sedangkan sel-sel dengan penutupan
lahan berupa tegalan/ladang mempunyai laju erosi permukaan yang sangat besar.
Sehingga dengan besarnya erosi harian dalam kurun waktu setahun yang terjadi
sebesar 1011,80 ton/ha/tahun, maka tingkat bahaya erosi yang terjadi di DTA
Jeneberang Hulu dikategorikan sangat berat. Hal ini dikarenakan tingkat bahaya
erosinya tergolong dalam kelas erosi lima (> 480 ton/ha/tahun) dan telah melebihi
batas toleransi erosi yang diperbolehkan (tolerable soil erosion) terjadi di DTA
Jeneberang Hulu sebesar 180 ton/ha/tahun (kelas erosi tiga).
Dengan adanya penutupan tanah berupa hutan (vegetasi sedang hingga
lebat), maka butir-butir air hujan tidak langsung jatuh ke tanah tetapi tertahan oleh
tajuk-tajuk pohon (vegetasi). Akibatnya energi yang dimiliki butir-butir hujan
menjadi berkurang, sehingga daya rusak terhadap tanah menjadi rendah.
Penutupan lahan berupa hutan dapat juga meningkatkan laju infiltrasi tanah dan
daya absorpsi tanah serta menahan laju aliran permukaan, sehingga volume dan
kecepatan aliran permukaan menjadi berkurang. Akibat berkurangnya kecepatan
aliran permukaan, maka daya rusak dari aliran permukaan menjadi berkurang,
sehingga tanah yang terangkut menjadi lebih sedikit dan laju erosi menjadi lebih
rendah.
Dibandingkan dengan penutupan tanah berupa tegalan/ladang yang berada
di bagian hulu dekat dengan puncak bukit, maka penahan butir-butir hujan
berkurang akibat kurangnya tajuk yang menahannya sehingga air hujan langsung
memecahkan agregat-agregat tanah. Akibat kurangnya proses intersepsi,
transpirasi dan rendahnya infiltrasi tanah karena kebanyakan perakaran dangkal di
daerah yang berlereng yang curam, maka air hujan yang jatuh di lahan yg berupa
tegalan/ladang sebagian besar menjadi aliran permukaan. Akibatnya terjadi
peningkatan laju aliran permukaan yang menyebabkan daya rusak dan daya
angkut oleh aliran permukaan menjadi tinggi, sehingga pada akhirnya laju erosi
permukaan semakin meningkat di lahan tersebut.
5.5 Sedimen Total
Sebaran ruang sedimen total akibat kejadian hujan 31,66 mm/hari dalam
bentuk spasial disajikan dalam Gambar 18.

Gambar 19 Peta penyebaran sedimen total DTA Jeneberang Hulu.
Tabel 22 Rekapitulasi sedimen total di berbagai penutupan lahan
Sumber : Pengolahan atribut sedimen total
Berdasarkan Gambar 18, dapat terlihat penyebaran sedimen total DTA
Jeneberang Hulu setiap sel sebesar 0 – 16332,86 ton dan Tabel 22 dalam
rekapitulasi sedimen total di berbagai penutupan lahan dapat dilihat bahwa sel-sel
Penutupan lahan Luas (ha) Jumlah sedimen total (ton)
Hutan 2896 132682,58 Pemukiman 32 9,44 Sawah irigasi 1072 21781,47 Semak belukar 928 67772,89 Tegalan/ladang 1840 222523,86

yang mempunyai sedimen total terkecil terdapat di sel dengan penutupan lahan
berupa pemukiman, karena tidak adanya saluran sungai dan jumlahnya relatif
sedikit. Sedangkan sel-sel dengan penutupan lahan berupa tegalan/ladang
mempunyai sedimen yang besar. Sedimen total semakin besar di sel-sel yang
terdapat aliran sungai. Semakin ke hilir/menuju outlet, sedimen total di sel yang
mempunyai saluran sungai semakin meningkat.
Laju sedimentasi yang tinggi menyebabkan peningkatan jumlah sedimen
yang mengendap di saluran sungai dan terjadi pendangkalan saluran sungai,
sehingga volume aliran permukaan yang dapat ditampung oleh saluran sungai
tersebut semakin berkurang. Akibatnya pada musim hujan terjadi bencana banjir
di daerah hilir yang diakibatkan oleh ketidakmampuan sungai untuk menampung
air hujan yang terkosentrasi ke sungai.
Hal inilah yang terjadi sekarang di hulu Sungai Jeneberang, dimana sedimen
yang terangkut oleh aliran terbawa oleh air hingga terjadi pendangkalan sungai.
Bahkan tanggul penahan sedimen jebol/roboh akibat tidak mampu lagi menahan
begitu banyak sedimen yang terangkut. Dampak dari peristiwa tersebut
mengakibatkan Bendungan Serbaguna Bili-bili yang merupakan DAM
penampung aliran air dari hulu Sungai Jeneberang terjadi pendangkalan dan
terancam tidak dapat berfungsi lagi sebagai pemasok cadangan air untuk wilayah
Kabupaten Gowa dan Kodya Makassar dan PLTA serta ada indikasi bahwa umur
bendungan yang terbesar di Indonesia Timur ini tinggal beberapa tahun lagi
keberadaannya.
5.6 Pengujian Validasi Model AGNPS
Untuk mengetahui apakah hasil prediksi model sama dengan hasil
pengamatan, maka dilakukan uji validasi. Model divalidasi dengan curah hujan
harian rata-rata selama 5 tahun (366 kejadian hujan). Uji validasi model dilakukan
dengan membandingkan debit puncak (Qp) keluaran model dengan debit puncak
hasil pengamatan dan membandingkan laju sedimentasi (Qs) keluaran model
dengan laju sedimentasi pengamatan.
Dari hasil analisis korelasi dan regresi seperti yang terlihat dalam Gambar
19, diperoleh nilai korelasi (r) dari debit puncak model (QpMod) terhadap debit

puncak pengukuran di lapangan (QpLap) sebesar 0,894. Sedangkan persamaan
regresi dinyatakan sebagai berikut :
QpLap = 1,734 QpMod0,679…………………………………………..... (13)
Persamaan ini memiliki nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 79,8 % dengan
faktor koreksi sebesar 1,75. Hal ini menunjukkan bahwa debit puncak model
(QpMod) dengan debit puncak pengukuran di lapangan (QpLap) memiliki
hubungan keeratan 79,8 %, sehingga debit puncak model (QpMod) dapat
mewakili dan menjelaskan keadaan yang sebenarnya di lapangan serta dapat
digunakan untuk menduga nilai debit puncak lapangan dalam simulasi
penggunaan lahan.
Log QpMod.
Log
QpL
ap.
210-1-2-3
1.5
1.0
0.5
0.0
-0.5
-1.0
-1.5
-2.0
Hubungan QpMod. dengan QpLap.
Log QpLap. = 0.239 + 0.679 Log QpMod.
Gambar 19 Hubungan QpMod. dengan QpLap.
Sama halnya dengan hasil analisis korelasi dan regresi laju sedimentasi
model (QsMod) dengan laju sedimentasi pengukuran di lapangan (QsLap)seperti
yang terlihat dalam Gambar 20, memiliki nilai korelasi sebesar 0,726. Sedangkan
persamaan regresi dinyatakan sebagai berikut :
QsLap = 1,698 QsMod0,382 …………………………………………….. (14)
Persamaan ini memiliki nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 77,4 % dengan
faktor koreksi sebesar 9,30. Hal ini menunjukkan bahwa laju sedimentasi model
(QsMod) dengan laju sedimentasi pengukuran di lapangan (QsLap) memiliki
hubungan keeratan 77,4 %, sehingga laju sedimentasi model (QsMod) dapat

mewakili dan menjelaskan keadaan yang sebenarnya di lapangan serta dapat
digunakan untuk menduga nilai laju sedimentasi lapangan dalam simulasi
penggunaan lahan.
Log QsMod
Log
QsL
ap.
1.00.50.0-0.5-1.0-1.5-2.0
0.50
0.25
0.00
-0.25
-0.50
-0.75
Hubungan QsMod. dengan QsLap.
Log QsLap. = 0.230 + 0.382 Log QsMod
Gambar 20 Hubungan QsMod. dengan QsLap.
5.7 Analisis Simulasi
Simulasi dilakukan untuk memberikan alternatif dalam pemanfaatan lahan
seoptimal mungkin dalam mereduksi/mengurangi besarnya aliran permukaan, laju
erosi, dan sedimentasi di DTA Jeneberang Hulu. Salah satu alternatif tersebut
yaitu dengan melakukan perubahan penggunaan lahan dan menerapkan tindakan
konservasi tanah dan air (KTA) di lahan yang mempunyai aliran permukaan, laju
erosi, dan sedimentasi yang tinggi (tegalan/ladang) dan lahan yang mempunyai
produktifitas yang rendah (semak belukar). Total luas penutupan lahan di DTA
Jeneberang Hulu yang berupa tegalan/ladang dan semak belukar adalah 2768 ha
atau 40,9 % dari luas total DTA Jeneberang Hulu.
Berdasarkan kondisi tersebut dan kaitannya dengan upaya penerapan model
dalam perencanaan pemanfaatan lahan di DTA Jeneberang Hulu, maka pada
penelitian ini dilakukan 4 skenario penggunaan lahan di tegalan dan semak
belukar yang berbeda. Pada skenario-skenario tersebut dilakukan perubahan pada
parameter penggunaan lahan dan melakukan tindakan konservasi pada lahan-
lahan tersebut. Sedangkan parameter tanah diasumsikan tidak mengalami
perubahan. Dasar pemikiran skenario-skenario tersebut didasarkan atas

pertimbangan bahwa penutupan lahan yang akan disimulasikan dapat
dipertahankan keberadaanya hingga puluhan tahun dan memperbaiki kondisi DTA
Jeneberang Hulu dalam hal mengurangi aliran permukaan, laju erosi, dan
sedimentasi.
5.7.1 Skenario I
Berdasarkan dengan sebaran ruang penggunaan lahan hasil skenario I dalam
Gambar 21, diperoleh hasil simulasi model pendugaan lapangan dalam Tabel 23
dengan menggunakan curah hujan rata-rata tahunan, diperoleh besarnya debit
puncak aliran permukaan di outlet sebesar 41,04 m3/detik/tahun, laju erosi
permukaan sebesar 348,6 ton/ha/tahun dan laju sedimentasi sebesar 18,24
ton/ha/tahun. Hasil simulasi menunjukkan debit puncak aliran permukaan
berkurang 81,26 %, laju erosi permukaan di outlet berkurang 79,43 %, dan laju
sedimentasi berkurang 75,18 % dari nilai awal sebelum dilakukan simulasi.
Nisbah pelepasan sedimen (NPS) dalam skenario I sebesar 5,23 %, dimana nilai
tersebut menunjukkan sebanyak 5,23 % dari total erosi yang terjadi di DTA
tersebut sampai ke saluran sungai dan menjadi sedimen sedangkan sisanya
mengendap di tempat lain.
Tabel 23 Hasil simulasi skenario I keluaran model
Keluaran hidrologi dan sedimen Skenario Debit puncak
(m3/detik/tahun) Laju erosi
(ton/ha/tahun) Laju sedimentasi
(ton/ha/tahun) Base 219,01 1694,89 73,48 Skenario I 41,04 348,6 18,24
Berdasarkan hasil tersebut di atas, skenario I kurang efektif untuk diterapkan
karena nilai laju erosi permukaan yang dihasilkan berdasarkan kelas tingkat
bahaya erosi masih tergolong kelas erosi empat dengan kategori berat hingga
sangat berat (180-480 ton/ha/tahun). Untuk penerapan hasil simulasi, diusahakan
agar tidak melebihi batas nilai erosi yang diperbolehkan (tolerable soil erosion)
terjadi sebesar < 180 ton/ha/tahun. Sehingga masih membahayakan kawasan yang
berada di sekitarnya.

Gambar 21 Peta penggunaan lahan skenario I.
5.7.2 Skenario II
Berdasarkan dengan sebaran ruang penggunaan lahan hasil skenario II
(Gambar 22), diperoleh hasil simulasi model seperti disajikan dalam Tabel 24,
yaitu besarnya debit puncak aliran permukaan di outlet sebesar 41,04
m3/detik/tahun, laju erosi permukaan sebesar 134,76 ton/ha/tahun dan laju
sedimentasi sebesar 16,20 ton/ha/tahun. Debit puncak aliran permukaan berkurang
81,26 %, besarnya laju erosi permukaan di outlet berkurang 92,05 %, dan laju
sedimentasi berkurang 77,95 % dari nilai awal sebelum dilakukan simulasi.
Nisbah pelepasan sedimen (NPS) dalam skenario II sebesar 12,02 %, dimana nilai
tersebut menunjukkan sebanyak 12,02 % dari total erosi yang terjadi di DTA
tersebut sampai ke saluran sungai dan menjadi sedimen sedangkan sisanya
mengendap di tempat lain.

Gambar 22 Peta penggunaan lahan skenario II.
Tabel 24 Hasil simulasi skenario II keluaran model
Keluaran hidrologi dan sedimen Skenario Debit puncak
(m3/detik/tahun) Laju erosi
(ton/ha/tahun) Laju sedimentasi
(ton/ha/tahun) Base 219,01 1694,89 73,48 Skenario II 41,04 134,76 16,20
Berdasarkan data dalam Tabel 24, simulasi untuk skenario II efektif untuk
diterapkan karena nilai laju erosi permukaan yang dihasilkan berdasarkan kelas
tingkat bahaya erosi tergolong kelas erosi tiga dengan kategori sedang (60-180
ton/ha/tahun). Untuk penerapan hasil simulasi tersebut, dapat dilakukan karena
nilai laju erosi permukaannya tidak melebihi batas nilai erosi yang diperbolehkan

(tolerable soil erosion) terjadi sebesar < 180 ton/ha/tahun. Sehingga kawasan
yang berada di sekitar terjadinya erosi tidak membahayakan.
5.7.3 Skenario III
Berdasarkan sebaran ruang penggunaan lahan hasil skenario III (Gambar
23), diperoleh hasil simulasi model (Tabel 25) yaitu besarnya debit puncak aliran
permukaan di outlet sebesar 41,04 m3/detik/tahun, laju erosi permukaan sebesar
239,04 ton/ha/tahun dan laju sedimentasi sebesar 14,04 ton/ha/tahun. Debit
puncak aliran permukaan berkurang 81,26 %, besarnya laju erosi permukaan di
outlet berkurang 85,90 %, dan laju sedimentasi berkurang 80,89 % dari nilai awal
sebelum dilakukan simulasi. Nisbah pelepasan sedimen (NPS) dalam skenario III
sebesar 5,87 %, dimana nilai tersebut menunjukkan sebanyak 5,87 % dari total
erosi yang terjadi di DTA tersebut sampai ke saluran sungai dan menjadi sedimen
sedangkan sisanya mengendap di tempat lain.
Tabel 25 Hasil simulasi skenario III keluaran model AGNPS
Keluaran hidrologi dan sedimen Skenario Debit puncak
(m3/detik/tahun) Laju erosi
(ton/ha/tahun) Laju sedimentasi
(ton/ha/tahun) Base 219,01 1694,89 73,48 Skenario III 41,04 239,04 14,04
Berdasarkan data di atas, simulasi untuk skenario III tidak berbeda jauh
dengan skenario I, dimana hasilnya kurang efektif untuk diterapkan karena nilai
laju erosi permukaan yang dihasilkan berdasarkan kelas tingkat bahaya erosi
masih tergolong kelas erosi empat dengan kategori berat hingga sangat berat (180-
480 ton/ha/tahun). Begitupun dengan nilai erosi yang diperbolehkan (tolerable
soil erosion) terjadi melebihi dari batas nilai yang diperbolehkan terjadi sebesar
180 ton/ha/tahun. Sehingga masih membahayakan kawasan yang berada di
sekitarnya.

.
Gambar 23 Peta penggunaan lahan skenario III.
5.7.4 Skenario IV
Berdasarkan sebaran ruang penggunaan lahan hasil skenario IV (Gambar
24), diperoleh hasil simulasi model (Tabel 26), yaitu besarnya debit puncak aliran
permukaan di outlet sebesar 18,47 m3/detik/tahun, laju erosi permukaan sebesar
111,60 ton/ha/tahun dan laju sedimentasi sebesar 8,40 ton/ha/tahun. Debit puncak
aliran permukaan berkurang 91,57 %, laju erosi permukaan di outlet berkurang
93,42 %, dan laju sedimentasi berkurang 88,57 % dari nilai awal sebelum
dilakukan simulasi. Nisbah pelepasan sedimen (NPS) dalam skenario IV sebesar
7,53 %, dimana nilai tersebut menunjukkan sebanyak 7,53 % dari total erosi yang
terjadi di DTA tersebut sampai ke saluran sungai dan menjadi sedimen sedangkan
sisanya mengendap di tempat lain.

Gambar 24 Peta penggunaan lahan skenario IV.
Tabel 26 Hasil simulasi skenario IV keluaran model
Keluaran hidrologi dan sedimen Skenario Debit puncak
(m3/detik/tahun) Laju erosi
(ton/ha/tahun) Laju sedimentasi
(ton/ha/tahun) Base 219,01 1694,89 73,48 Skenario IV 18,47 111,60 8,40
Berdasarkan data di atas, simulasi untuk skenario IV memberikan hasil
terbaik karena nilai laju erosi permukaan yang dihasilkan berdasarkan kelas
tingkat bahaya erosi masih tergolong kelas erosi tiga dengan kategori sedang (60-
180 ton/ha/tahun). Begitupun dengan nilai erosi yang diperbolehkan (tolerable
soil erosion) terjadi tidak melebihi dari batas nilai yang diperbolehkan terjadi
sebesar 180 ton/ha/tahun. Sehingga nilai persentase pengurangannya lebih tinggi

dari skenario I, II, dan III serta sangat efektif untuk diterapkan karena nilai debit
puncak aliran permukaan, laju erosi permukaan, dan laju sedimentasi mengalami
penurunan yang besar. Apabila hutan alam yang dahulunya sudah ada dan tidak
ditebang oleh masyarakat untuk dijadikan ladang, maka fungsinya akan lebih baik
sebagai kawasan lindung khususnya untuk mengatur tata air, mencegah banjir,
mengendalikan erosi (longsor), dan sebagai perlindungan sistem penyangga
kehidupan masyarakat. Namun, apabila dilihat dari segi waktu dan efisiensinya
skenario IV membutuhkan waktu sangat lama untuk terbangunnya hutan alam
hingga ratusan atau ribuan tahun.
5.8 Rekomendasi
Berdasarkan Tabel 27, dapat diketahui bahwa skenario I, III, kurang efektif
dalam memperbaiki kondisi DTA. Hal tersebut dilihat dari besarnya nilai laju
erosi dari beberapa skenario terhadap nilai awal sebelum dilakukan simulasi
penggunaan lahan yang masih berada pada tingkat bahaya erosi kelas empat
dengan kategori berat hingga sangat (180-480 ton /ha/tahun) walaupun persentase
pengurangannya cukup besar. Sedangkan pengurangan volume aliran permukaan
tidak terjadi perubahan sehingga masih memungkinkan terjadinya banjir di DTA
Jeneberang Hulu. Sedangkan skenario II dan IV efektif dalam memperbaiki
kondisi DTA, hal tersebut terlihat dari besarnya nilai laju erosi skenario II dan IV
yang berada pada tingkat bahaya erosi kelas tiga dengan kategori sedang (60-180
ton/ha/tahun) dan batas nilai erosi yang diperbolehkan (tolerable soil erosion)
tidak melebihi dari 180 ton/ha/tahun.
Tabel 27 Rekapitulasi persentase (%) pengurangan keluaran model dari nilai awal (base) setelah dilakukan simulasi
Skenario Debit puncak Laju erosi Laju sedimentasi
Skenario I 81,26 % 79,43 % 75,18 % Skenario II 81,26 % 92,05 % 77,95 % Skenario III 81,26 % 85,90 % 80,89 % Skenario IV 91,57 % 93,42 % 88,57 %

0
1 0
2 0
3 0
4 0
5 0
6 0
7 0
8 0
9 0
10 0
Skenario I
Skenario II
Skenario III
Skenario IV
Peng
uran
gan
Para
met
er T
erha
dap
Bas
e (%
)
Debit punc ak aliran permukaan Laju eros i Laju s edimentas i
Gambar 25 Perbandingan penurunan keluaran model berbagai skenario.
Berdasarkan hasil simulasi dalam Gambar 25 yang berupa keluaran debit
puncak aliran permukaan, laju erosi, dan laju sedimentasi dapat diketahui bahwa
alternatif terbaik dalam mengubah pemanfaatan lahan berupa tegalan/ladang dan
semak belukar adalah penerapan skenario II yang mengarah ke skenario IV.
Pemanfaatan lahan tegalan dan semak belukar di daerah hulu DTA yang dapat
membentuk penutupan lahan berupa vegetasi yang serupa dengan hutan alam
produksi yang dikelola dengan sistem silvikultur tebang pilih dan di daerah
bawahnya (mendekati outlet) berupa kebun campuran dengan sistem agroforestry
sangat efektif dalam memperbaiki kondisi DTA Jeneberang Hulu dari segi
hidrologi maupun mengurangi laju erosi dan laju sedimentasi.
Pembangunan lahan tegalan dan semak belukar untuk tewujudnya
penutupan lahan seperti pada skenario II dapat dilakukan dengan menerapkan
kombinasi sipil teknis (terasering) dengan penanaman tumbuhan penutup lahan
(cover crops) dan tahunan (pohon-pohon). Tumbuhan penutup lahan dan pohon
tahunan ditanam sedemikian rupa, sehingga pada saat tertentu dapat
menggantikan fungsi bangunan sipil teknis. Penggunaan lahan ini diusahakan
dengan meminimalkan gangguan sehingga dapat mengarah pada terbentuknya
formasi vegetasi seperti formasi hutan sekunder dan hutan alam

Untuk realisasi penerapan teknik konservasi tanah dan air menggunakan teras
tradisional dalam penggunaan lahan kebun campuran (agroforestry), perlu adanya
kerjasama antara pihak masyarakat dengan pihak pemerintah untuk lebih
memperhatikan tekniknya yang sesuai dengan kondisi biofisik. Sehingga bencana
banjir dan longsor di DTA Jeneberang Hulu dapat teratasi dan diminimalisir serta
mengurangi pendangkalan di saluran sungai dan di Bendungan Serbaguna Bili-bili
oleh tumpukan sedimen yang berupa pasir.

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
1. Model AGNPS dengan parameter input menggunakan data yang relatif
tersedia di Indonesia (hujan harian dan data sekunder fisik DAS) dalam
menduga laju erosi, sedimentasi, dan debit puncak memberikan hasil lebih
rendah dari data pengukuran lapangan (under estimation) sehingga
memerlukan faktor koreksi
2. Faktor koreksi untuk kasus DTA Jeneberang Hulu dapat menggunakan
persamaan QpLap = 1,734 QpMod0,679, QsLap = 1,698 QsMod0,382.
3. Pemanfaatan lahan yang optimal dalam mengurangi debit puncak aliran
permukaan, laju erosi permukaan, dan laju sedimentasi adalah dengan
mempertahankan penggunan lahan yang ada sekarang kecuali tegalan dan
semak belukar perlu dirubah kedalam bentuk penggunaan lahan yang
menyerupai hutan alam produksi yang dikelola dengan sistem silvikultur
tebang pilih atau hutan alam tidak terganggu di bagian hulu, sedangkan di
bagian bawah yang relatif lebih datar menerapkan kebun campuran dengan
sistem agroforestry.
6.2 Saran
1. Untuk memperoleh tingkat validasi model yang lebih tinggi, perlu diuji
coba menggunakan data curah hujan jangka pendek, dan parameter input
lainnya berdasarkan hasil pengukuran setempat.
2. Sehubungan dengan tingginya aliran permukaan, erosi dan sedimentasi
yang terjadi di DTA Jeneberang Hulu, perlu upaya pemanfaatan dan
pengelolaan DAS yang lebih sesuai dengan kondisi biofisik dan
melibatkan semua pihak yang terkait seperti petani, masyarakat lainnya,
pihak swasta, dan pemerintah serta melakukan upaya peningkatan
kesadaran kepada semua pihak untuk menerapkan tindakan konservasi
tanah dan pengelolaan tanaman yang sesuai dengan kondisi biofisik.

DAFTAR PUSTAKA
[Anonim]. 1998. Andosol Coklat. Soil Survey Staff , Key to Soil Taxonomy 8th
edition. USDA - NRCS Washington DC. http://balitklimat.litbang.deptan.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=130&Itemid=106. [27 Agustus 2007].
[Anonim]. 2005. Sisi GIS, Installasi Wireless LAN di Kota Samarinda, Digital Elevation. http://projection.wgs84.net/2005/02/sisi_gis_installasi_wireless_l. html. [8 November 2007].
[Anonim]. 2007. Model Terain Digital (DTM). http://www.intermap.com/right.php/pid/75/sid/273/tid/208. [8 November 2007].
Arsyad S. 1989. Pengawetan Tanah dan Air. Bogor: Departemen Ilmu Tanah,
Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Arsyad S. 2000. Konservasi Tanah dan Air. Bogor: IPB Press. Asdak C. 2004. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press. [BPDAS Jeneberang-Walanae] Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai
Jeneberang Walanae. 2003. Penyusunan Rencana Teknik Lapangan Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah Daerah Aliran Sungai (DAS) Jeneberang Propinsi Sulawesi Selatan. Makassar: BPDAS Jeneberang-Walanae.
Candra A. 2003. Identifikasi dan Pemetaan Lahan Krisis di DAS Ciliwung Hulu
Menggunakan Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.
Dassir M. 2000. Tingkat Kesesuaian Penggunaan Lahan di Sub DAS Jeneberang
Hulu Kabupaten Gowa Propinsi Sulawesi Selatan. [Tesis]. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
[Dephut] Departemen Kehutanan, Direktorat Jenderal Reboisasi dan Rehabilitasi
Lahan. 1998. Pedoman Penyusunan Rencana Teknik Lapang Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah Daerah Aliran Sungai. Jakarta: Dephut.
Galuda D. 1996. Penggunaan AGNPS untuk Memprediksi Aliran Permukaan,
Sedimen, dan hara N, P, dan COD di Daerah Tangkapan Air Cinere Sub DAS Citarik, Pengalengan [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Haridjaja O. 2000. Pencemaran Tanah dan Lingkungan. Bogor: Jurusan Tanah,
Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.

Jaya A. 1994. Dinamika Aliran Permukaan, Erosi serta Kehilangan Hara dalam Aliran Permukaan Tangkapan Cinere, Pengalengan [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Lee R. 1980. Hidrologi Hutan. Subagio S, penerjemah; Prawirohatmodjo, editor.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Terjemahan dari : Forest Hydrology.
Morgan RPC. 1990. Soil Erotion and Conservation. New York: Longman
Scientific ang Technical. John Wiley and Sons, Inc. Prahasta E. 2002. Konsep-konsep Dasar Sistem Informasi Geografis. Bandung:
Informatika. Rahim SE. 2003. Pengendalian Erosi Tanah dalam Rangka Pelestarian
Lingkungan Hidup. Jakarta: Bumi Aksara. Salwati. 2004. Kajian Dampak Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Respon
Hidrologi Sub DAS Cilalawi DAS Citarum, Jawa Barat Menggunakan Model AGNPS [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Seyhan E. 1990. Dasar-dasar Hidrologi. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press. Soewarno. 1991. Hidrologi Pengukuran dan Pengelolaan Data Aliran Sungai
(Hidrometri). Bandung: Penerbit Nova. Sumardi I. 2007. Klasifikasi Respon Hidrologi DAS Berdasarkan Hidrograf
Satuan Sintetik Gama-I dengan Metode Analisis Terain Secara Digital (Digital Terrain Method Analysis) Studi Kasus DAS di Propinsi Jawa Barat, Banten, dan DKI Jakarta [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.
Sun G, G. McNulty. 2000. Modelling Soil Erotion and Transport on Forest
Landscape. Southern Global Change Program, USDA Forest Service. Suripin. 2002. Pelestarian Sumber Daya Air dan Tanah. Yogyakarta: Penerbit
Andi. Sutiyono AP. 2006. Penggunaan Model AGNPS Berbasis Sistem Informasi
Geografis dalam Analisis Karateristik Hidrologi Sub DAS Ciawitali Subang Jawa Barat [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.
Tiryana T. 2003. Regresi Linear Sederhana. Bogor: Jurusan Manajemen Hutan,
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

Triandayani Y. 2004. Pengaruh Perubahan Tata Guna Lahan Untuk Memperbaiki Kondisi Sub DAS Cisadane Hulu Menggunakan Model AGNPS [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Usmadi D. 2006. Aplikasi Sistem Informasi Geografis dan Model AGNPS dalam
Pendugaan Aliran Permukaan, Erosi, dan Sedimentasi di Sub DAS Cianten Kabupaten Bogor [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.
Young RA, AO Charles, DD Bosch, PA Wyne. 1990. AGNPS User’s Guide
Version 3.51. Agricultural Research Service, U.S Departement of Agriculture. Morris, Minnesota.


Lampiran 1 Nilai Erodibilitas Tanah untuk 50 Jenis Tanah di Indonesia Kode Tipe Tanah Nilai K 1 Tanah eutrofik organik 0,301 2 Tanah hydromorphic alluvial 0,156 3 Tanah abu-abu hitam alluvial 0,259 4 Tanah alluvial cokelat keabu-abuan 0,315 5 Alluvial abu-abu dan alluvial cokelat keabu-abuan 0,193 6 Gabungan tanah alluvial abu-abu dan tanah humic abu-abu 0,205 7 Gabungan tanah alluvial abu-abu dan tanah humic rendah abu-abu 0,202
8 Gabungan tanah hydromorphic abu-abu dan Planosol cokelat keabu-abuan 0,301
9 Planosol cokelat keabu-abuan 0,251 10 Gabungan tanah litosol dan tanah mediteranian merah 0,215 11 Regosol abu-abu 0,296 12 Regosol abu-abu 0,304 13 Kompleks regosol abu-abu dan litosol 0,172 14 Regosol cokelat 0,271 15 Regosol cokelat 0,346 16 Regosol cokelat kekuning-kuningan 0,331 17 Regosol abu-abu kekuning-kuningan 0,301 18 Kompleks regosol dan litosol 0,302 19 Andosol cokelat 0,278 20 Andosol cokelat 0,272 21 Andosol cokelat kekuning-kuningan 0,223 22 Gabungan andosol coelat dan regosol cokelat 0,271 23 Kopleks rensinas, litosol dan tanah hutan cokelat 0,157 24 Grumosol abu-abu 0,176 25 Grumosol abu-abu hitam 0,187 26 Kompleks grumosol regosol dan tanah mediteranian 0,201 27 Kompleks tanah mediteranian cokelat dan litosol 0,323 28 Gabungan tanah mediteranian dan grumosol 0,273 29 Gabungan tanah mediteranian cokelat kemerahan dan litosol 0,188 30 Latosol cokelat 0,175 31 Latosol cokelat merah 0,121 32 Latosol cokelat hitam dan kemerahan 0,058 33 Latosol cokelat kekuningan 0,082 34 Latosol merah 0,075 35 Latosol merah kekuningan 0,054 36 Gabungan latosol cokelat dan regosol abu-abu 0,186 37 Gabungan latosol cokelat kekuningan dan latosl cokelat 0,091 38 Gabungan latosol cokelat kemerahan dan latosol cokelat 0,067 39 Gabungan latosol merah, latosol cokelat kemerahan dan litosol 0,062 40 Kompleks latosol merah dan latosol cokelat kemerahan 0,061
41 Kompleks latosol merah kekuningan, latosol cokelat kemerahan dan litosol 0,064
42 Kompleks latosol coklat kemerahan dan litosol 43 Kompleks latosol merah kekuningan, latosol cokelat dan tanah podsolik 0,075 merah kekuningan dan litosol 0,116 44 Tanah podsolik merah kuning 0,107 45 Tanah podsolik merah kekuning 0,166 46 Tanah podsolik merah 0,158

47 Gabungan podsolik kuning dan tanah hydromorphic abu-abu 0,249 48 Gabungan tanah podsolik kuning dan regosol 0,158
49 Kompleks tanah podsolik kuning, podsolik merah kekuningan dan regosol 0,175
50
Kompleks lateritik merah kekuningan dan tanah podsolik merah kekuningan 0,175
Sumber : Puslitbang Pengairan (1996) dalam Triandayani (2004) Lampiran 2 Faktor Tindakan Konservasi Tanah (P)
Tindakan Konservasi Tanah Nilai P Teras tradisional 0,500 Tegalan/ladang 0,209 Sawah irigasi 0,013 Sawah tadah hujan 0,013 Hutan alam (penuh dengan serasah) 1,000 Semak/alang-alang 0,021 Tanah kosong tidak diolah 0,400 Pemukiman 1,000 Air/rawa 0,000 Sumber : Young et al. (1990)

Lampiran 3 Faktor Pengelolaan Tanaman (C)
Macam Penggunaan Nilai C Tanpa/terbuka tanpa tanaman 1,000 Sawah irigasi 0,010 Sawah tadah hujan 0,050 Tegalan tidak dispesifikasi 0,700 Ubikayu 0,800 Jagung 0,700 Kedelai 0,399 Kentang 0,400 Kacang tanah 0,200 Tebu 0,200 Pisang 0,600 Akar Wangi (sereh wangi) 0,400 Rumput bede (tahun pertama) 0,287 Rumput bede (tahun kedua) 0,002 Kopi dengan penutup tanah buruk 0,200 Talas 0,850 Kebun campuran: kerapatan tinggi 0,100 kerapatan sedang 0,200 kerapatan rendah 0,500 Perladangan 0,400 Hutan alam: serasah banyak 0,001 serasah kurang 0,005 Hutan produksi: tebang habis 0,050 tebang pilih 0,200 Semak belukar/padang rumput 0,300 Ubikayu + kedelai 0,181 Ubikayu + kacang tanah 0,195 Padi - sorghum 0,345 Padi - kedelai 0,417 Kacang tanah + gude 0,495 Kacang tanah - kacang tunggak 0,571 Kacang tanah + mulsa jerami 4 ton/ha 0,049 Padi + mulsa jerami 4 ton/ha 0,096 Kacang tanah + mulsa jagung 4 ton/ha 0,128 Kacang tanah + mulsa Clotalaria sp. 3 ton/ha 0,135 Kacang tanah + mulsa kacang tunggak 0,259 Kacang tanah + mulsa jerami 2 ton/ha 0,377 Padi + mulsa Clotalaria sp. 3 ton/ha 0,387 Pola tanam tumpang gilir* + mulsa jerami 6 ton/ha/thn 0,079 Pola tanam berurutan** + mulsa sisa tanaman 0,357 Alang-alang murni subur 0,001 Sumber: Data Pusat Penelitian Tanah (1973-1981) dalam Arsyad ( 1989) * Pola tanam tumpang gilir: jagung + padi + ubikayu setelah panen padi ditanami kacang tanah ** Pola tanam berurutan: padi - jagung - kacang tanah

Lampiran 4 Koefisien Kekasaran Manning (n) untuk Berbagai Jenis Saluran
Tipe saluran dan pemeriaannya Minimum Normal Maksimum A. Aliran tertutup sebagian mengalir penuh A.1. Logam a. Kuningan, halus 0,009 0,010 0,013 b. Baja 1. Batangan dan di las 0,010 0,012 0,014 2. Dikeling (dipaku) dan spiral 0,013 0,016 0,017 c. Besi tuang 1. Dilapis 0,010 0,013 0,014 2. Tak dilapis 0,011 0,014 0,016 d. Besi tenpa 1. Hitam 0,012 0,014 0,016 2. Digalvani 0,013 0,016 0,017 e. Logam dan bergelombang 1. Subdrain 0,017 0,019 0,021 2. Sormdrain 0,021 0,024 0,030 A.2. Bukan Logam a. Lusit 0,008 0,009 0,010 b. Gelas 0,009 0,010 0,013 c. Semen 1. Permukaan halus 0,010 0,011 0,013 2. Plesteran 0,011 0,013 0,015 d. Beton 1. Gorong-gorong, lurus bebas sampah 0,010 0,011 0,013 2. Gorong-gorong dengan lengkungan, sambungan dan kotoran 0,011 0,012 0,014 3. Difinish 0,011 0,012 0,014 4. Saluran pembuang, dengan lobang pemeriksaan, lobang masuk, lurus, dst. 0,013 0,015 0,017 5. Tak difinish, bentuk baja 0,012 0,013 0,014 6. Tak difinish, bentuk kayu halus 0,012 0,014 0,016 7. Tak difinish, bentuk kayu kasar 0,015 0,017 0,020 e. Kayu 1. Batang 0,010 0,012 0,014 2. Berlapis, diawetkan 0,015 0,017 0,020 f. Liat 1. Ubin drainase biasa 0,011 0,013 0,017 2. Saluran pembuang divitrifikasi 0,011 0,014 0,017 3. Saluran pembuang divitrifikasi, dengan lobang pemeriksa, lobang masuk, dst. 0,013 0,015 0,017
4. Subdrain divitrifikasi dengan
sambungan terbuka 0,014 0,016 0,018 g. Pekerjaan bata 1. Diglasir 0,011 0,013 0,015 2. Dilapis plester semen 0,012 0,015 0,017 h. Saluran pembuang dilapis dengan hancuran tulang, dengan lengkungan dan sambungan 0,012 0,013 0,016 i. Saluran pembuang dasar halus 0,016 0,019 0,020 j. Tembok, disemen 0,018 0,025 0,030

Lampiran 1 (lanjutan)
Tipe saluran dan pemeriaannya Minimum Normal Maksimum B. Saluran dilapis atau dirakit B.1. Logam a. Permukaan baja halus 0,011 0,012 0,014 1. Tak dicat 0,012 0,013 0,017 2. Dicat 0,021 0,025 0,030 b. Bergelombang B.2. Bukan Logam a. Semen 1. Permukaan halus 0,010 0,011 0,013 2. Diplester 0,011 0,013 0,015 b. Kayu 1. Diketam, tak diawetkan 0,010 0,012 0,014 2. Diketam, dikerosot 0,011 0,012 0,015 3. Tak diketam 0,011 0,013 0,015 4. Papan dengan jalur-jalur 0,012 0,015 0,018 5. Dilapis dengan kertas asap 0,010 0,014 0,017 c. Beton 1. Dihaluskan dengan "cetok" 0,011 0,013 0,015 2. Finish yang mengambang 0,013 0,015 0,016 3. Finish dengan kerikil di bawal 0,015 0,017 0,020 4. Tidak difinish 0,014 0,017 0,020 5. Gunit, seksi bagus 0,016 0,019 0,023 6. Gunit, seksi bergelombang 0,018 0,022 0,025 7. Pada batuan yang digali baik 0,017 0,020 - 8. Pada batuan yang digali tak baik 0,022 0,027 - d. Dasar-dasar beton difinish mengambang dengan sisi-sisi : 1. Batu halus dalam plester 0,015 0,017 0,020 2. Batu acak dalam plester 0,017 0,020 0,024 3. Tembok semen, plester 0,016 0,020 0,024 4. Tembok semen 0,020 0,025 0,030 5. Tembok kering 0,020 0,030 0,035 e. Dasar kerikil dengan sisi-sisi dari : 1. Beton cetak 0,017 0,020 0,025 2. Batu acak dalam plester 0,020 0,023 0,026 3. Tembok kering 0,023 0,033 0,036 f. Bata 1. Diglasir 0,011 0,013 0,015 2. Dalam plester semen 0,012 0,015 0,018 g. Tembok 1. Tembok semen 0,017 0,025 0,030 2. Tak kering 0,023 0,032 0,035 h. Ubin lapis 0,013 0,015 0,017 i. Aspal 1. Halus 0,013 0,013 - 2. Kasar 0,016 0,016 - j. Lapisan tumbuhan 0,030 - 0,050 C. Penggalian atau pengerukan a. Tanah, murni dan seragam

Lampiran 1 (sambungan)
Tipe saluran dan pemeriaannya Minimum Normal Maksimum 1. Bersih, baru baja selesai 0,016 0,018 0,020 2. Bersih, sesudah pelapukan 0,018 0,022 0,025 3. Kerikil, bagian yang seragam, bersih 0,022 0,025 0,030 4. Dengan rumput pendek, sedikit gulma 0,022 0,027 0,033 b. Tanah, berkeluk-keluk dan lembam 1. Rumput, sedikt gulma 0,025 0,030 0,033
2. Gulma lebat atau tumbuhan air dalam saluran dalam 0,030 0,035 0,040
3. Dasar tanah dan sisi tembok 0,028 0,030 0,035 4. Dasar berbatu dan sisi bergulma 0,025 0,035 0,040 5. Dasar batu bundar dan sisi bersih 0,030 0,040 0,050 c. Digali atau dikeruk 0,025 0,028 0,033
1. Tanpa tumbuhan 2. Sedikit semak pada tanggul 0,035 0,050 0,060
d. Potongan batu 1. Halus dan seragam 0,025 0,035 0,040 2. Bergerigi dan tak teratur 0,035 0,040 0,050
e. Saluran tak terpelihara, gulma dan semak tak
dipotong 1. Gulma lebat, setinggi jeluk aliran 0,050 0,080 0,120 2. Dasar bersih, semak disisi 0,040 0,050 0,080 3. Sama dengan tinggi maksimum aliran 0,045 0,070 0,110 D. Sungai-sungai alami
D.1. Sungai-sungai kecil (lebar bagian atas pada banjir < 100 kaki)
a. Sungai di daratan
1. Bersih, lurus, tingkat penuh, tak ada celah atau kolam 0,025 0,030 0,033
2. Sama dengan aas, tetapi banyak batu dan
gulma 0,030 0,035 0,040
3. Bersh, berkeluk, beberapa kolam dan beting 0,033 0,040 0,045
4. Sama dengan atas, tetapi dengan beberapa gulma dan batu 0,015 0,045 0,050
5. Sama dengan atas, tingkat lebih rendah, leih banyak lereng tida efektif dan bagian- bagian 0,040 0,048 0,055
6. Sama degan 4, tetapi lebih banyak batu 0,045 0,050 0,060 7. Sungai lembam, kolam-kolam dalam 0,050 0,070 0,080
8. Sungai sangat bergulma, kolam dalam atau jalur banjir dengan hutan lebat dan tumbuhan bawah 0,075 0,100 0,150
b. Sungai -sungai pegunungan, tanpa tumbuhan dalam saluran, tanggu basanya terjal, pohon- pohon dan semak -semak sepanjang tanggul tenggelam pada air tinggi
1. Dasar kerikl, batu bundardan batu besar 0,030 0,040 0,050
2. Dasar batu-batu bundar dengan batu- batu besar 0,040 0,050 0,070
D.2. Dataran banjir a. Padang rumput, tanpa semak

Lampiran 1 (sambungan)
Tipe saluran dan pemeriaannya Minimum Normal Maksimum 1. Rumput pendek 0,025 0,030 0,035 2. Rumput tinggi 0,030 0,035 0,050 b. Tanah pertanian 1. Tak ditanami 0,020 0,030 0,040 2. Tanaman dewasa berbaris 0,025 0,035 0,045 3. Tanaman ladang dewasa 0,030 0,040 0,050 c. Semak 1. Semak tersebar, gulma lebat 0,035 0,050 0,070
2. Semak dan pohon jarang pada musim
dingin 0,035 0,050 0,060 3. Semak dan pohon jarang pada musim panas 0,040 0,060 0,080 4. Semak sedang sampai lebat d musim dingin 0,045 0,070 0,110 5. Semak sedang sampai lebat di musim panas 0,070 0,100 0,160 d. Pohon-pohon 1. Willow lebat, musim panas, lurus 0,110 0,0150 0,200 2. Lahan yang dibuka dengan pertumbuhan terubusan yang hebat 0,030 0,040 0,050 3. Sama dengan atas, tetapi dengan pertumbuhan terbubusan yang hebat 0,050 0,060 0,080 4. Hutan lebat, sediit pohon kecil, sedikit tumbuhan bawah, tingkat banjir dibawah cabang 0,080 0,100 0,120 5. Sama dengan atas, tetapi dengan tingkat banjir mencapai cabang 0,100 0,120 0,160 D.3. Sungai-sungai utama (lebar atas pada tingkat banjir > 100 kaki) Harga n kurang dari sungai-sungai kecil dan sifat-sifat yang sama, karena tanggul-tanggul memberikan ketahanan yang kurang efektif a. Bagian yang biasa dengan tanpa batu-batu besar atau semak 0,025 - 0,060 b. Bagian yang teratur dan kasar 0,035 - 0,100
Sumber : Chow (1950) dalam Seyhan (1990)

Lampiran 5 Faktor Konstanta Kondisi Permukaan (SCC) dan Bilangan Kurva Aliran Permukaan (CN)
Kelompok Hidrologi
Tanah Penggunaan Lahan di Permukaan Nilai SCC
(mg/ltr) A B C D Lahan tandus 0,22 77 86 91 94 Tanaman berbaris lurus 0,05 67 78 85 89 Tanaman berbaris kontur 0,29 65 75 82 86 Padi-padian kecil 0,29 63 74 82 85 Kacang-kacangan atau rotasi padang rumput 0,29 58 72 81 85 Padang rumput penggembalaan-tipis 0,01 68 79 86 89 Padang rumput penggembalaan-sedang 0,15 49 69 79 84 Padang rumput penggembalaan-tebal 0,22 39 61 74 80 Padang rumput permanen 0,59 30 58 71 78 Lahan berhutan 0,29 36 60 73 79 Hutan dengan serasah banyak 0,59 25 55 70 77 Tanah beserta rumah pertanian 0,01 59 74 82 86 Perkotaan (kedap air 21-27 %) 0,01 72 79 85 88 Saluran berumput 1,00 49 69 79 84 Air 0 100 Rawa 0 85 Tanah peternakan dengan bidang tanah yang tidak rata 0 91/94
Daerah beratap 0 100 Sumber : Young et al. (1990)

Lampiran 6 Peta-peta Grid Nilai C, P, SCC, CN, dan Erodibilitas (K)
Skala 1 : 80000 Skala 1 : 80000

Lampiran 6 (sambungan)
Skala 1 : 80000 Skala 1 : 80000

Lampiran 6 (sambungan)
Skala 1 : 80000

Lampiran 7 Parameter-parameter Masukan Model AGNPS
C RC FD SL SS LS CN n K T C P SCC COD FL FA PI PS GS IF CI CS CL 1 6 5 6.56 3 999 69 0.070 0.278 3 0.300 0.021 0.15 20 0 0 0 0 0 0 1 3.28 0.00 2 6 6 5.96 2 999 69 0.070 0.278 3 0.300 0.021 0.15 20 0 0 0 0 0 0 7 2.98 2649.32 3 2 7 10.51 3 999 69 0.070 0.278 3 0.300 0.021 0.15 20 0 0 0 0 0 0 7 5.25 2244.61 4 8 6 8.49 2 999 69 0.070 0.278 3 0.300 0.021 0.15 20 0 0 0 0 0 0 7 4.25 1803.59 5 4 7 7.44 3 999 69 0.070 0.278 3 0.300 0.021 0.15 20 0 0 0 0 0 0 7 3.72 1497.03 6 15 6 7.71 2 999 75 0.035 0.278 3 0.300 0.013 0.29 80 0 0 0 0 0 0 7 3.85 1525.56 7 6 7 10.36 2 999 69 0.070 0.278 3 0.300 0.021 0.15 20 0 0 0 0 0 0 7 5.18 29.53 8 7 7 14.29 3 999 69 0.070 0.278 3 0.300 0.021 0.15 20 0 0 0 0 0 0 7 7.14 3861.96 9 8 7 11.30 3 999 69 0.070 0.278 3 0.300 0.021 0.15 20 0 0 0 0 0 0 7 5.65 3861.96 10 9 7 9.45 2 999 69 0.070 0.278 3 0.300 0.021 0.15 20 0 0 0 0 0 0 7 4.72 575.37 11 10 7 8.62 3 999 69 0.070 0.278 3 0.300 0.021 0.15 20 0 0 0 0 0 0 7 4.31 2453.71 12 11 7 7.16 3 999 72 0.030 0.278 3 0.700 0.209 0.29 60 0 0 0 0 0 0 7 3.58 2453.71 13 25 6 1.73 3 999 69 0.070 0.278 3 0.300 0.021 0.15 20 0 0 0 0 0 0 6 0.87 2368.85 14 30 5 7.72 3 999 69 0.070 0.278 3 0.300 0.021 0.15 20 0 0 0 0 0 0 1 3.86 0.00 15 30 6 7.19 2 999 75 0.035 0.278 3 0.010 0.013 0.29 80 0 0 0 0 0 0 7 3.59 3465.63 16 15 7 8.69 3 999 75 0.035 0.278 3 0.010 0.013 0.29 80 0 0 0 0 0 0 7 4.34 747.76 17 32 6 12.82 2 999 69 0.070 0.278 3 0.300 0.021 0.15 20 0 0 0 0 0 0 7 6.41 747.76 18 33 6 15.80 3 999 69 0.070 0.278 3 0.300 0.021 0.15 20 0 0 0 0 0 0 7 7.90 3818.03 19 34 6 12.60 3 999 72 0.030 0.278 3 0.700 0.209 0.29 60 0 0 0 0 0 0 7 6.30 5190.34 20 35 6 10.28 2 999 60 0.100 0.278 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 7 5.14 5190.34 21 20 7 9.51 2 999 60 0.100 0.278 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 7 4.76 2871.62 22 21 7 8.06 3 999 72 0.030 0.278 3 0.700 0.209 0.29 60 0 0 0 0 0 0 7 4.03 379.52 23 22 7 7.90 2 999 60 0.100 0.278 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 7 3.95 8295.39 24 23 7 8.23 3 999 72 0.030 0.278 3 0.700 0.209 0.29 60 0 0 0 0 0 0 6 4.12 3862.47 25 24 7 4.88 3 999 72 0.030 0.278 3 0.700 0.209 0.29 60 0 0 0 0 0 0 7 2.44 3862.47 26 25 7 2.01 2 999 72 0.030 0.278 3 0.700 0.209 0.29 60 0 0 0 0 0 0 6 1.00 5447.44 27 43 6 7.35 2 999 69 0.070 0.082 3 0.300 0.021 0.15 20 0 0 0 0 0 0 7 3.67 3584.64 28 27 7 12.33 2 999 69 0.070 0.082 3 0.300 0.021 0.15 20 0 0 0 0 0 0 6 6.16 3584.64

Lampiran 7 (sambungan)
C RC FD SL SS LS CN n K T C P SCC COD FL FA PI PS GS IF CI CS CL 29 45 6 9.71 3 999 75 0.035 0.082 3 0.010 0.013 0.29 80 0 0 0 0 0 0 6 4.86 7934.53 30 47 5 8.85 2 999 75 0.035 0.082 3 0.010 0.013 0.29 80 0 0 0 0 0 0 7 4.43 7934.53 31 47 6 8.14 3 999 75 0.035 0.278 3 0.010 0.013 0.29 80 0 0 0 0 0 0 7 4.07 3314.68 32 48 6 8.15 2 999 75 0.035 0.278 3 0.010 0.013 0.29 80 0 0 0 0 0 0 7 4.07 3314.68 33 32 7 12.02 2 999 60 0.100 0.278 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 7 6.01 2934.38 34 33 7 14.67 3 999 60 0.100 0.278 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 7 7.33 2934.38 35 34 7 15.14 2 999 60 0.100 0.278 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 7 7.57 5190.34 36 35 7 12.61 3 999 72 0.030 0.278 3 0.700 0.209 0.29 60 0 0 0 0 0 0 7 6.30 3957.05 37 20 8 9.95 3 999 72 0.030 0.278 3 0.700 0.209 0.29 60 0 0 0 0 0 0 6 4.98 3957.05 38 21 8 8.86 3 999 72 0.030 0.278 3 0.700 0.209 0.29 60 0 0 0 0 0 0 6 4.43 3957.05 39 22 8 6.82 3 999 72 0.030 0.278 3 0.700 0.209 0.29 60 0 0 0 0 0 0 7 3.41 8295.39 40 23 8 7.81 2 999 72 0.030 0.278 3 0.700 0.209 0.29 60 0 0 0 0 0 0 7 3.90 8295.39 41 40 7 7.01 2 999 72 0.030 0.278 3 0.700 0.209 0.29 60 0 0 0 0 0 0 7 3.50 8295.39 42 41 7 5.29 2 999 72 0.030 0.278 3 0.700 0.021 0.29 60 0 0 0 0 0 0 7 2.64 5447.44 43 60 6 4.98 2 999 69 0.070 0.082 3 0.300 0.021 0.15 20 0 0 0 0 0 0 7 2.49 1214.86 44 63 4 7.82 2 999 69 0.070 0.082 3 0.300 0.021 0.15 20 0 0 0 0 0 0 7 3.91 9019.41 45 63 5 12.43 3 999 69 0.070 0.082 3 0.300 0.013 0.15 20 0 0 0 0 0 0 7 6.21 7934.53 46 63 6 9.08 2 999 75 0.035 0.082 3 0.010 0.013 0.29 80 0 0 0 0 0 0 7 4.54 5546.08 47 64 6 5.43 2 999 75 0.035 0.082 3 0.010 1.000 0.29 80 0 0 0 0 0 0 7 2.72 5546.08 48 47 7 12.19 2 999 60 0.100 0.278 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 7 6.10 3314.68 49 48 7 15.67 2 999 60 0.100 0.278 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 1 7.84 0.00 50 33 1 16.23 3 999 60 0.100 0.278 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 1 8.12 0.00 51 33 8 15.30 2 999 60 0.100 0.278 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 7 7.65 4950.25 52 34 8 18.50 2 999 60 0.100 0.278 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 7 9.25 2582.95 53 52 7 13.97 3 999 60 0.100 0.278 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 7 6.99 2582.95 54 53 7 8.20 2 999 72 0.030 0.278 3 0.700 0.209 0.29 60 0 0 0 0 0 0 7 4.10 10923.67 55 54 7 9.12 3 999 60 0.100 0.278 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 6 4.56 3197.26 56 55 7 6.60 3 999 72 0.030 0.278 3 0.700 0.209 0.29 60 0 0 0 0 0 0 6 3.30 3197.26

Lampiran 7 (sambungan)
C RC FD SL SS LS CN n K T C P SCC COD FL FA PI PS GS IF CI CS CL 57 56 7 10.56 2 999 60 0.100 0.278 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 6 5.28 8295.39 58 57 7 11.68 2 999 69 0.070 0.278 3 0.300 0.021 0.15 2 0 0 0 0 0 0 7 5.84 8295.39 59 41 8 9.17 2 999 72 0.030 0.278 3 0.700 0.209 0.29 60 0 0 0 0 0 0 7 4.58 5447.44 60 79 6 4.69 2 999 60 0.100 0.082 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 7 2.34 9070.49 61 81 5 7.30 3 999 75 0.035 0.082 3 0.010 0.013 0.29 80 0 0 0 0 0 0 7 3.65 9019.41 62 82 5 7.83 3 999 75 0.035 0.082 3 0.010 0.013 0.29 80 0 0 0 0 0 0 6 3.91 9019.41 63 82 6 11.02 2 999 75 0.035 0.082 3 0.010 0.013 0.29 80 0 0 0 0 0 0 7 5.51 5546.08 64 63 7 11.61 3 999 75 0.035 0.082 3 0.010 0.013 0.29 80 0 0 0 0 0 0 7 5.81 5546.08 65 84 6 12.32 2 999 60 0.100 0.082 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 7 6.16 2761.39 66 47 8 19.04 2 999 60 0.100 0.278 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 6 9.52 2761.39 67 48 8 18.13 3 999 60 0.100 0.278 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 1 9.07 0.00 68 49 8 15.08 3 999 60 0.100 0.278 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 1 7.54 0.00 69 50 8 19.66 2 999 60 0.100 0.278 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 6 9.83 4950.25 70 51 8 24.29 2 999 60 0.100 0.278 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 6 12.14 4950.25 71 52 8 16.36 3 999 60 0.100 0.278 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 6 8.18 4950.25 72 53 8 10.67 2 999 60 0.100 0.278 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 7 5.34 10923.67 73 54 8 12.68 2 999 60 0.100 0.278 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 7 6.34 5346.63 74 73 7 13.66 2 999 60 0.100 0.278 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 7 6.83 5346.63 75 56 8 16.43 2 999 60 0.100 0.278 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 7 8.21 5346.63 76 75 7 13.17 3 999 69 0.070 0.278 3 0.300 0.021 0.15 20 0 0 0 0 0 0 7 6.59 8295.39 77 59 1 9.57 3 999 72 0.030 0.278 3 0.700 0.209 0.29 60 0 0 0 0 0 0 7 4.78 8295.39 78 59 8 12.46 2 999 72 0.030 0.278 3 0.700 0.209 0.29 60 0 0 0 0 0 0 7 6.23 5447.44 79 100 6 4.18 3 999 60 0.100 0.082 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 1 2.09 0.00 80 102 5 5.98 3 999 75 0.035 0.082 3 0.010 0.013 0.29 80 0 0 0 0 0 0 7 2.99 9070.49 81 102 6 7.42 2 999 75 0.035 0.082 3 0.010 0.013 0.29 80 0 0 0 0 0 0 6 3.71 9019.41 82 104 5 8.32 2 999 75 0.035 0.082 3 0.010 0.013 0.29 80 0 0 0 0 0 0 7 4.16 1962.90 83 104 6 11.21 3 999 75 0.035 0.082 3 0.010 0.013 0.29 80 0 0 0 0 0 0 6 5.61 5077.80 84 105 6 14.03 2 999 60 0.100 0.082 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 6 7.02 5077.80

Lampiran 7 (sambungan)
C RC FD SL SS LS CN n K T C P SCC COD FL FA PI PS GS IF CI CS CL 85 106 6 18.96 2 999 60 0.100 0.082 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 6 9.48 5077.80 86 107 6 20.07 3 999 60 0.100 0.278 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 6 10.04 2761.39 87 108 6 15.89 3 999 60 0.100 0.278 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 6 7.95 22761.39 88 109 6 13.59 3 999 60 0.100 0.278 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 1 6.79 0.00 89 68 8 19.44 2 999 60 0.100 0.278 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 1 9.72 0.00 90 69 8 19.76 3 999 69 0.070 0.278 3 0.300 0.021 0.15 20 0 0 0 0 0 0 1 9.88 0.00 91 70 8 11.83 2 999 60 0.100 0.278 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 7 5.92 4950.25 92 72 1 13.90 2 999 60 0.100 0.278 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 7 6.95 10923.66 93 73 1 20.39 2 999 60 0.100 0.278 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 7 10.19 10923.66 94 73 8 23.83 2 999 69 0.070 0.278 3 0.300 0.021 0.15 20 0 0 0 0 0 0 1 11.92 0.00 95 75 1 21.09 3 999 69 0.070 0.278 3 0.300 0.021 0.15 20 0 0 0 0 0 0 7 10.55 5346.63 96 75 8 13.45 2 999 69 0.070 0.278 3 0.300 0.021 0.15 20 0 0 0 0 0 0 7 6.72 2256.47 97 77 1 10.94 2 999 72 0.030 0.278 3 0.700 0.209 0.29 60 0 0 0 0 0 0 7 5.47 3422.24 98 78 1 15.80 2 999 72 0.030 0.278 3 0.070 0.209 0.29 60 0 0 0 0 0 0 1 7.90 0.00 99 78 8 17.84 2 999 69 0.070 0.278 3 0.300 0.021 0.15 20 0 0 0 0 0 0 1 8.92 0.00 100 122 5 6.02 3 999 75 0.035 0.082 3 0.010 0.013 0.29 80 0 0 0 0 0 0 1 3.01 0.00 101 122 6 7.07 3 999 75 0.035 0.082 3 0.010 0.013 0.29 80 0 0 0 0 0 0 7 3.54 9070.49 102 123 6 5.19 2 999 75 0.035 0.082 3 0.010 0.013 0.29 80 0 0 0 0 0 0 7 2.59 9070.49 103 125 5 5.01 3 999 75 0.035 0.082 3 0.010 0.013 0.29 80 0 0 0 0 0 0 6 2.50 3209.20 104 125 6 7.04 2 999 75 0.035 0.082 3 0.010 0.013 0.29 80 0 0 0 0 0 0 7 3.52 3209.20 105 104 7 10.32 3 999 75 0.035 0.082 3 0.010 0.013 0.29 80 0 0 0 0 0 0 6 5.16 5077.80 106 105 7 10.90 2 999 75 0.035 0.082 3 0.010 0.013 0.29 80 0 0 0 0 0 0 1 5.45 0.00 107 106 7 18.33 2 999 60 0.100 0.082 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 1 9.16 0.00 108 107 7 24.46 2 999 60 0.100 0.278 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 6 12.23 1143.95 109 130 6 24.98 3 999 60 0.100 0.278 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 6 12.49 1274.21 110 131 6 21.12 3 999 60 0.100 0.278 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 1 10.56 0.00 111 132 6 22.84 2 999 60 0.100 0.278 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 1 11.42 0.00 112 133 6 22.39 3 999 60 0.100 0.278 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 1 11.19 0.00

Lampiran 7 (sambungan)
C RC FD SL SS LS CN n K T C P SCC COD FL FA PI PS GS IF CI CS CL 113 135 5 13.47 3 999 69 0.070 0.278 3 0.300 0.021 0.15 20 0 0 0 0 0 0 1 6.73 0.00 114 135 6 9.63 2 999 60 0.100 0.278 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 1 4.82 0.00 115 92 8 16.81 2 999 69 0.070 0.278 3 0.300 0.021 0.15 20 0 0 0 0 0 0 7 8.41 10923.67 116 93 8 16.67 3 999 69 0.070 0.278 3 0.300 0.021 0.15 20 0 0 0 0 0 0 1 8.33 0.00 117 94 8 11.24 3 999 69 0.070 0.278 3 0.300 0.021 0.15 20 0 0 0 0 0 0 1 5.62 0.00 118 95 8 11.24 3 999 69 0.070 0.278 3 0.300 0.021 0.15 20 0 0 0 0 0 0 6 5.62 2256.47 119 97 1 12.17 2 999 69 0.070 0.278 3 0.300 0.021 0.15 20 0 0 0 0 0 0 7 6.08 3422.24 120 97 8 15.04 3 999 69 0.070 0.278 3 0.300 0.021 0.15 20 0 0 0 0 0 0 6 7.52 5253.66 121 98 8 14.60 3 999 69 0.070 0.278 3 0.300 0.021 0.15 20 0 0 0 0 0 0 7 7.30 5253.66 122 146 5 16.97 3 999 75 0.035 0.082 3 0.010 0.013 0.29 80 0 0 0 0 0 0 7 8.48 9070.49 123 146 6 13.51 3 999 75 0.035 0.082 3 0.010 0.013 0.29 80 0 0 0 0 0 0 7 6.76 9019.41 124 147 6 7.27 3 999 75 0.035 0.082 3 0.010 0.013 0.29 80 0 0 0 0 0 0 6 3.63 9019.41 125 149 5 8.35 3 999 75 0.035 0.082 3 0.010 0.013 0.29 80 0 0 0 0 0 0 7 4.17 295.29 126 150 5 11.10 3 999 75 0.035 0.082 3 0.010 0.013 0.29 80 0 0 0 0 0 0 6 5.55 2802.60 127 150 6 12.73 3 999 60 0.100 0.082 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 6 6.37 2802.60 128 151 6 10.80 2 999 60 0.100 0.082 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 7 5.40 6117.33 129 152 6 12.15 3 999 75 0.035 0.082 3 0.010 0.013 0.29 80 0 0 0 0 0 0 7 6.07 307.44 130 129 7 16.41 2 999 60 0.100 0.082 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 7 8.20 307.44 131 130 7 20.12 2 999 60 0.100 0.278 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 7 10.06 5840.91 132 131 7 20.07 3 999 60 0.100 0.278 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 7 10.04 5840.91 133 132 7 19.82 2 999 60 0.100 0.278 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 7 9.91 5840.91 134 133 7 19.29 2 999 60 0.100 0.278 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 7 9.65 2824.93 135 134 7 20.02 2 999 60 0.100 0.278 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 7 10.01 3703.40 136 135 7 19.71 3 999 60 0.100 0.278 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 1 9.86 0.00 137 136 7 20.05 2 999 60 0.100 0.278 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 7 10.02 10923.67 138 137 7 14.89 3 999 60 0.100 0.278 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 7 7.44 10923.67 139 138 7 8.06 2 999 60 0.100 0.278 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 7 4.03 10923.67 140 139 7 9.39 3 999 69 0.070 0.278 3 0.300 0.021 0.15 20 0 0 0 0 0 0 7 4.70 10923.67

Lampiran 7 (sambungan)
C RC FD SL SS LS CN n K T C P SCC COD FL FA PI PS GS IF CI CS CL 141 119 1 13.30 2 999 69 0.070 0.278 3 0.300 0.021 0.15 20 0 0 0 0 0 0 7 6.65 3422.24 142 119 8 17.53 2 999 69 0.070 0.278 3 0.300 0.021 0.15 20 0 0 0 0 0 0 7 8.77 5253.66 143 142 7 16.58 2 999 69 0.070 0.278 3 0.300 0.021 0.15 20 0 0 0 0 0 0 6 8.29 5253.66 144 121 8 12.32 3 999 69 0.070 0.278 3 0.300 0.021 0.15 20 0 0 0 0 0 0 7 6.16 5253.66 145 169 5 22.02 2 999 60 0.100 0.082 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 7 11.01 9070.49 146 170 5 27.69 2 999 60 0.100 0.082 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 7 13.85 9070.49 147 171 5 28.43 3 999 75 0.035 0.082 3 0.010 0.013 0.29 80 0 0 0 0 0 0 6 14.22 9019.41 148 172 5 25.89 3 999 75 0.035 0.082 3 0.010 0.013 0.29 80 0 0 0 0 0 0 1 12.94 0.00 149 172 6 20.01 3 999 60 0.100 0.082 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 7 10.01 2185.41 150 173 6 17.73 3 999 60 0.100 0.082 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 7 8.86 3603.77 151 174 6 18.56 2 999 75 0.035 0.082 3 0.010 0.013 0.29 80 0 0 0 0 0 0 7 9.28 3603.77 152 175 6 15.79 3 999 75 0.035 0.082 3 0.010 0.013 0.29 80 0 0 0 0 0 0 7 7.90 3603.77 153 152 7 14.53 2 999 75 0.035 0.082 3 0.010 0.013 0.29 80 0 0 0 0 0 0 1 7.26 0.00 154 153 7 19.52 3 999 60 0.100 0.082 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 6 9.76 1643.36 155 130 8 20.37 3 999 60 0.100 0.278 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 6 10.19 1643.36 156 131 8 20.30 2 999 60 0.100 0.278 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 7 10.15 5840.91 157 156 7 19.08 3 999 60 0.100 0.278 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 1 9.54 0.00 158 133 8 14.98 2 999 60 0.100 0.278 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 6 7.49 2824.93 159 158 7 17.64 2 999 60 0.100 0.278 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 7 8.82 2824.93 160 159 7 23.74 2 999 60 0.100 0.278 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 7 11.87 3703.40 161 160 7 22.50 3 999 60 0.100 0.278 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 1 11.25 0.00 162 161 7 15.93 3 999 60 0.100 0.278 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 1 7.96 0.00 163 138 8 9.81 3 999 60 0.100 0.278 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 1 4.91 0.00 164 139 8 10.53 2 999 72 0.030 0.278 3 0.700 0.209 0.29 60 0 0 0 0 0 0 7 5.27 10923.67 165 164 7 14.77 3 999 69 0.070 0.278 3 0.300 0.021 0.15 20 0 0 0 0 0 0 6 7.38 10923.67 166 142 1 20.01 3 999 60 0.100 0.278 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 1 10.00 0.00 167 142 8 18.86 3 999 69 0.070 0.278 3 0.300 0.021 0.15 20 0 0 0 0 0 0 1 9.43 0.00 168 143 8 16.04 2 999 69 0.070 0.278 3 0.300 0.021 0.15 20 0 0 0 0 0 0 7 8.02 5253.66

Lampiran 7 (sambungan)
C RC FD SL SS LS CN n K T C P SCC COD FL FA PI PS GS IF CI CS CL 169 424 7 15.32 2 999 69 0.070 0.075 3 0.300 0.021 0.15 20 0 0 0 0 0 0 7 7.66 16533.87 170 169 7 10.92 3 999 69 0.070 0.082 3 0.300 0.021 0.15 20 0 0 0 0 0 0 7 5.46 16533.87 171 170 7 11.85 2 999 60 0.100 0.082 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 7 5.92 16533.87 172 171 7 16.75 2 999 60 0.100 0.082 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 7 8.38 16533.87 173 172 7 14.15 3 999 60 0.100 0.082 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 7 7.08 6496.63 174 173 7 12.31 2 999 75 0.035 0.082 3 0.010 0.013 0.29 80 0 0 0 0 0 0 7 6.15 67.17 175 174 7 18.10 2 999 75 0.035 0.082 3 0.010 0.013 0.29 80 0 0 0 0 0 0 1 9.05 0.00 176 175 7 19.52 3 999 75 0.035 0.082 3 0.010 0.013 0.29 80 0 0 0 0 0 0 6 9.76 2014.81 177 176 7 18.59 2 999 75 0.035 0.082 3 0.010 0.013 0.29 80 0 0 0 0 0 0 6 9.29 2014.81 178 177 7 23.76 2 999 60 0.100 0.082 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 6 11.88 1259.93 179 178 7 20.53 3 999 75 0.035 0.278 3 0.010 0.013 0.29 80 0 0 0 0 0 0 6 10.26 1259.93 180 155 8 17.09 2 999 75 0.035 0.278 3 0.010 0.013 0.29 80 0 0 0 0 0 0 1 8.55 0.00 181 156 8 19.05 3 999 60 0.100 0.278 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 1 9.52 0.00 182 157 8 19.72 2 999 60 0.100 0.278 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 1 9.86 0.00 183 158 8 23.82 2 999 60 0.100 0.278 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 6 11.91 2824.93 184 159 8 24.39 3 999 60 0.100 0.278 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 6 12.20 1166.81 185 160 8 18.69 3 999 60 0.100 0.278 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 7 9.34 1166.81 186 161 8 16.68 2 999 60 0.100 0.278 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 7 8.34 8132.89 187 186 7 11.19 2 999 60 0.100 0.278 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 6 5.60 8132.89 188 164 1 9.99 2 999 72 0.030 0.278 3 0.700 0.209 0.29 60 0 0 0 0 0 0 6 4.99 8132.89 189 164 8 16.40 2 999 72 0.030 0.278 3 0.700 0.209 0.29 60 0 0 0 0 0 0 1 8.20 0.00 190 189 7 17.32 3 999 60 0.100 0.278 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 1 8.66 0.00 191 166 8 13.71 3 999 60 0.100 0.278 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 1 6.86 0.00 192 168 1 14.29 3 999 60 0.100 0.278 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 1 7.14 0.00 193 171 1 17.39 3 999 69 0.070 0.082 3 0.300 0.021 0.15 20 0 0 0 0 0 0 7 8.69 16533.87 194 172 1 21.34 2 999 69 0.070 0.082 3 0.300 0.021 0.15 20 0 0 0 0 0 0 7 10.67 16533.87

Lampiran 7 (sambungan)
C RC FD SL SS LS CN n K T C P SCC COD FL FA PI PS GS IF CI CS CL 195 172 8 16.18 2 999 69 0.070 0.082 3 0.300 0.021 0.15 20 0 0 0 0 0 0 7 8.09 6496.63 196 195 7 10.80 3 999 75 0.035 0.082 3 0.010 0.013 0.29 80 0 0 0 0 0 0 7 5.40 6496.63 197 219 6 18.44 2 999 75 0.035 0.082 3 0.010 0.013 0.29 80 0 0 0 0 0 0 7 9.22 10906.06 198 197 7 20.39 3 999 75 0.035 0.082 3 0.010 0.013 0.29 80 0 0 0 0 0 0 7 10.19 10906.06 199 198 7 19.16 3 999 75 0.035 0.082 3 0.010 0.013 0.29 80 0 0 0 0 0 0 6 9.58 2014.81 200 222 6 21.06 2 999 75 0.035 0.278 3 0.010 0.013 0.29 80 0 0 0 0 0 0 6 10.53 2014.81 201 223 6 20.67 3 999 75 0.035 0.278 3 0.010 0.013 0.29 80 0 0 0 0 0 0 1 10.34 0.00 202 224 6 20.04 3 999 75 0.035 0.278 3 0.010 0.013 0.29 80 0 0 0 0 0 0 1 10.02 0.00 203 225 6 24.48 2 999 75 0.035 0.278 3 0.010 0.013 0.29 80 0 0 0 0 0 0 1 12.24 0.00 204 203 7 27.35 3 999 60 0.100 0.278 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 6 13.68 5000.06 205 204 7 23.85 3 999 60 0.100 0.278 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 6 11.93 5000.06 206 183 8 17.75 3 999 60 0.100 0.278 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 6 8.88 5000.06 207 184 8 15.60 2 999 60 0.100 0.278 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 6 7.80 3553.96 208 207 7 18.30 3 999 60 0.100 0.278 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 1 9.15 0.00 209 186 8 14.51 3 999 60 0.100 0.278 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 7 7.25 8132.89 210 187 8 12.11 2 999 60 0.100 0.278 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 7 6.05 8132.89 211 210 7 16.83 2 999 60 0.100 0.278 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 7 8.42 8132.89 212 211 7 16.71 3 999 60 0.100 0.278 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 7 8.36 8132.89 213 190 8 13.81 3 999 60 0.100 0.278 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 1 6.91 0.00 214 192 1 15.61 2 999 60 0.100 0.278 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 1 7.80 0.00 215 192 8 19.75 2 999 60 0.100 0.278 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 1 9.88 0.00 216 193 1 12.11 3 999 69 0.070 0.082 3 0.300 0.021 0.15 20 0 0 0 0 0 0 1 6.05 0.00 217 194 1 19.01 3 999 69 0.070 0.082 3 0.300 0.021 0.15 20 0 0 0 0 0 0 1 9.50 0.00 218 195 1 16.65 3 999 69 0.070 0.082 3 0.300 0.021 0.15 20 0 0 0 0 0 0 1 8.33 0.00 219 195 8 11.53 2 999 60 0.100 0.082 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 7 5.76 6496.63 220 219 7 13.18 3 999 60 0.100 0.082 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 7 6.59 6496.63 221 197 8 17.73 2 999 75 0.035 0.082 3 0.010 0.013 0.29 80 0 0 0 0 0 0 7 8.87 10906.06 222 242 6 19.36 3 999 75 0.035 0.082 3 0.010 0.013 0.29 80 0 0 0 0 0 0 7 9.68 10906.06 223 222 7 15.87 2 999 75 0.035 0.278 3 0.010 0.013 0.29 80 0 0 0 0 0 0 7 7.94 10906.06

Lampiran 7 (sambungan)
C RC FD SL SS LS CN n K T C P SCC COD FL FA PI PS GS IF CI CS CL 224 223 7 17.47 2 999 60 0.100 0.278 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 7 8.73 10906.06 225 224 7 18.24 2 999 60 0.100 0.278 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 7 9.12 10906.06 226 225 7 27.73 2 999 75 0.035 0.278 3 0.010 0.013 0.29 80 0 0 0 0 0 0 6 13.86 5000.06 227 226 7 36.71 2 999 60 0.100 0.278 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 6 18.36 5000.06 228 227 7 26.89 3 999 60 0.100 0.278 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 1 13.45 0.00 229 249 6 15.57 2 999 60 0.100 0.278 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 6 7.78 5000.06 230 229 7 13.61 3 999 60 0.100 0.278 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 6 6.80 3289.41 231 207 8 13.92 2 999 60 0.100 0.278 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 6 6.96 3289.41 232 231 7 13.82 3 999 60 0.100 0.278 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 1 6.91 0.00 233 210 1 10.46 3 999 60 0.100 0.278 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 6 5.23 14412.63 234 210 8 13.74 2 999 60 0.100 0.278 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 7 6.87 14412.63 235 234 7 16.52 3 999 60 0.100 0.278 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 7 8.26 8132.89 236 212 8 16.50 2 999 60 0.100 0.278 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 7 8.25 8132.89 237 236 7 17.19 3 999 60 0.100 0.278 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 1 8.60 0.00 238 216 8 9.66 2 999 79 0.023 0.082 3 0.010 1.000 0.01 80 0 0 0 0 0 0 1 4.83 0.00 239 219 2 10.51 2 999 69 0.070 0.082 3 0.300 0.021 0.15 20 0 0 0 0 0 0 1 5.25 0.00 240 219 1 12.89 3 999 69 0.070 0.082 3 0.300 0.021 0.15 20 0 0 0 0 0 0 1 6.45 0.00 241 219 8 6.56 2 999 69 0.070 0.082 3 0.300 0.021 0.15 20 0 0 0 0 0 0 7 3.28 6496.63 242 241 7 13.44 2 999 60 0.100 0.082 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 7 6.72 6496.63 243 242 7 21.19 3 999 79 0.023 0.082 3 0.010 1.000 0.01 80 0 0 0 0 0 0 1 10.60 0.00 244 263 6 13.16 2 999 75 0.035 0.278 3 0.010 0.013 0.29 80 0 0 0 0 0 0 7 6.58 10906.06 245 264 6 18.16 2 999 60 0.100 0.278 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 1 9.08 0.00 246 265 6 19.80 3 999 60 0.100 0.278 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 7 9.90 14412.63 247 225 8 24.87 2 999 60 0.100 0.278 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 7 12.44 14412.63 248 247 7 33.77 3 999 60 0.100 0.278 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 7 16.89 14412.63 249 248 7 29.61 3 999 60 0.100 0.278 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 7 14.81 14412.63 250 249 7 19.22 3 999 60 0.100 0.278 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 7 9.61 14412.63 251 229 8 11.26 3 999 60 0.100 0.278 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 7 5.63 14412.63 252 271 6 11.70 2 999 60 0.100 0.278 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 7 5.85 14412.63

Lampiran 7 (sambungan)
C RC FD SL SS LS CN n K T C P SCC COD FL FA PI PS GS IF CI CS CL 253 252 7 13.02 2 999 60 0.100 0.278 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 7 6.51 14412.63 254 253 7 12.96 2 999 60 0.100 0.278 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 7 6.48 14412.63 255 274 6 16.50 3 999 60 0.100 0.278 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 7 8.25 14412.63 256 275 6 20.23 2 999 60 0.100 0.278 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 7 10.12 14412.63 257 276 6 19.14 3 999 60 0.100 0.278 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 1 9.57 0.00 258 277 6 18.47 2 999 60 0.100 0.278 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 1 9.24 0.00 259 258 7 24.57 2 999 60 0.100 0.278 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 1 12.28 0.00 260 259 7 16.57 3 999 60 0.100 0.278 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 1 8.28 0.00 261 241 1 13.45 3 999 69 0.070 0.082 3 0.300 0.021 0.15 20 0 0 0 0 0 0 1 6.73 0.00 262 241 8 8.12 2 999 60 0.100 0.082 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 7 4.06 20903.19 263 262 7 16.30 2 999 75 0.035 0.082 3 0.010 0.013 0.29 80 0 0 0 0 0 0 7 8.15 20903.19 264 263 7 18.98 3 999 75 0.035 0.278 3 0.010 0.013 0.29 80 0 0 0 0 0 0 1 9.49 0.00 265 283 6 25.19 2 999 75 0.035 0.278 3 0.010 0.013 0.29 80 0 0 0 0 0 0 1 12.59 0.00 266 284 6 27.95 3 999 60 0.100 0.278 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 1 13.97 0.00 267 285 6 28.52 3 999 60 0.100 0.278 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 1 14.26 0.00 268 286 6 34.51 3 999 60 0.100 0.278 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 1 17.25 0.00 269 287 6 34.84 3 999 60 0.100 0.278 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 1 17.42 0.00 270 288 6 24.80 3 999 60 0.100 0.278 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 7 12.40 14412.63 271 289 6 13.46 2 999 60 0.100 0.278 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 7 6.73 14412.63 272 290 6 11.08 2 999 60 0.100 0.278 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 1 5.54 0.00 273 291 6 19.77 3 999 60 0.100 0.278 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 1 9.89 0.00 274 292 6 30.22 3 999 72 0.030 0.278 3 0.700 0.209 0.29 60 0 0 0 0 0 0 1 15.11 0.00 275 293 6 36.70 3 999 72 0.030 0.278 3 0.700 0.209 0.29 60 0 0 0 0 0 0 1 18.35 0.00 276 294 6 41.57 3 999 72 0.030 0.278 3 0.700 0.209 0.29 60 0 0 0 0 0 0 1 20.79 0.00 277 295 6 41.50 3 999 60 0.100 0.278 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 1 20.75 0.00 278 296 6 36.62 3 999 60 0.100 0.278 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 1 18.31 0.00 279 297 6 33.22 3 999 60 0.100 0.278 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 1 16.61 0.00 280 259 8 23.58 2 999 60 0.100 0.278 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 1 11.79 0.00 281 262 1 22.89 2 999 75 0.035 0.082 3 0.010 0.013 0.29 80 0 0 0 0 0 0 1 11.44 0.00

Lampiran 7 (sambungan)
C RC FD SL SS LS CN n K T C P SCC COD FL FA PI PS GS IF CI CS CL 282 262 8 18.20 2 999 69 0.070 0.082 3 0.300 0.210 0.15 20 0 0 0 0 0 0 7 9.10 20903.19 283 263 8 8.68 2 999 60 0.100 0.278 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 7 4.34 20903.19 284 283 7 13.99 3 999 60 0.100 0.278 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 7 7.00 20903.19 285 284 7 22.79 2 999 60 0.100 0.278 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 7 11.40 20903.19 286 285 7 33.61 2 999 60 0.100 0.278 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 7 16.80 20903.19 287 286 7 46.25 2 999 60 0.100 0.278 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 7 23.13 20903.19 288 304 6 54.41 3 999 60 0.100 0.278 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 1 27.21 0.00 289 305 6 50.23 3 999 60 0.100 0.278 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 1 25.12 0.00 290 306 6 38.60 3 999 72 0.030 0.278 3 0.700 0.209 0.29 60 0 0 0 0 0 0 1 19.30 0.00 291 307 6 38.39 3 999 72 0.030 0.278 3 0.700 0.209 0.29 60 0 0 0 0 0 0 1 19.19 0.00 292 308 6 39.41 2 999 72 0.030 0.278 3 0.700 0.209 0.29 60 0 0 0 0 0 0 1 19.71 0.00 293 309 6 32.14 2 999 72 0.030 0.278 3 0.700 0.209 0.29 60 0 0 0 0 0 0 1 16.07 0.00 294 310 6 29.66 2 999 72 0.030 0.278 3 0.700 0.209 0.29 60 0 0 0 0 0 0 1 14.83 0.00 295 294 7 35.70 2 999 72 0.030 0.278 3 0.700 0.209 0.29 60 0 0 0 0 0 0 1 17.85 0.00 296 312 6 46.34 2 999 72 0.030 0.278 3 0.700 0.209 0.29 60 0 0 0 0 0 0 1 23.17 0.00 297 313 6 58.07 2 999 60 0.100 0.278 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 1 29.03 0.00 298 314 6 54.93 3 999 60 0.100 0.278 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 1 27.47 0.00 299 315 6 38.17 3 999 60 0.100 0.278 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 1 19.09 0.00 300 283 1 31.63 2 999 69 0.070 0.278 3 0.300 0.021 0.15 20 0 0 0 0 0 0 6 15.82 6095.43 301 283 8 20.71 2 999 69 0.070 0.278 3 0.300 0.021 0.15 20 0 0 0 0 0 0 6 10.35 20903.19 302 284 8 11.45 3 999 75 0.035 0.278 3 0.010 0.013 0.29 0 0 0 0 0 0 0 7 5.72 20903.19 303 285 8 14.66 3 999 75 0.035 0.278 3 0.010 0.013 0.29 80 0 0 0 0 0 0 1 7.33 0.00 304 286 8 14.26 2 999 69 0.070 0.278 3 0.300 0.021 0.15 20 0 0 0 0 0 0 7 7.13 20903.19 305 304 7 27.04 2 999 60 0.100 0.278 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 7 13.52 20903.19 306 305 7 48.26 2 999 72 0.030 0.278 3 0.700 0.209 0.29 60 0 0 0 0 0 0 1 24.13 0.00 307 323 6 52.76 3 999 72 0.030 0.278 3 0.700 0.209 0.29 60 0 0 0 0 0 0 1 26.38 0.00 308 324 6 46.63 2 999 72 0.030 0.278 3 0.700 0.209 0.29 60 0 0 0 0 0 0 1 23.31 0.00 309 325 6 35.92 3 999 72 0.030 0.278 3 0.700 0.209 0.29 60 0 0 0 0 0 0 1 17.96 0.00 310 326 6 26.90 3 999 72 0.030 0.278 3 0.700 0.209 0.29 60 0 0 0 0 0 0 1 13.45 0.00

Lampiran 7 (sambungan)
C RC FD SL SS LS CN n K T C P SCC COD FL FA PI PS GS IF CI CS CL 311 327 6 17.56 3 999 72 0.030 0.278 3 0.700 0.209 0.29 60 0 0 0 0 0 0 1 8.78 0.00 312 328 6 20.49 3 999 72 0.030 0.278 3 0.700 0.209 0.29 60 0 0 0 0 0 0 1 10.25 0.00 313 329 6 35.21 2 999 72 0.030 0.278 3 0.700 0.209 0.29 60 0 0 0 0 0 0 1 17.61 0.00 314 330 6 56.97 2 999 72 0.030 0.278 3 0.700 0.209 0.29 60 0 0 0 0 0 0 1 28.48 0.00 315 331 6 74.02 2 999 60 0.100 0.278 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 1 37.01 0.00 316 332 6 67.82 3 999 60 0.100 0.278 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 1 33.91 0.00 317 333 6 34.11 3 999 60 0.100 0.278 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 1 17.05 0.00 318 301 1 30.95 3 999 60 0.100 0.278 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 6 15.47 6095.43 319 301 8 29.83 2 999 75 0.035 0.278 3 0.010 0.013 0.29 80 0 0 0 0 0 0 6 14.91 6095.43 320 302 8 31.52 2 999 60 0.100 0.278 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 6 15.76 6095.43 321 304 1 35.66 3 999 72 0.030 0.278 3 0.700 0.209 0.29 60 0 0 0 0 0 0 6 17.83 6095.43 322 304 8 29.89 2 999 72 0.030 0.278 3 0.700 0.209 0.29 60 0 0 0 0 0 0 7 14.95 20903.19 323 305 8 7.27 2 999 72 0.030 0.278 3 0.700 0.209 0.29 60 0 0 0 0 0 0 7 3.64 20903.19 324 323 7 16.24 2 999 72 0.030 0.278 3 0.700 0.209 0.29 60 0 0 0 0 0 0 7 8.12 23733.51 325 324 7 16.48 3 999 72 0.030 0.278 3 0.700 0.209 0.29 60 0 0 0 0 0 0 7 8.24 23733.51 326 341 6 17.03 2 999 72 0.030 0.278 3 0.700 0.209 0.29 60 0 0 0 0 0 0 7 8.52 23733.51 327 326 7 26.21 2 999 72 0.030 0.278 3 0.700 0.209 0.29 60 0 0 0 0 0 0 1 13.10 0.00 328 343 6 24.35 3 999 72 0.030 0.278 3 0.700 0.209 0.29 60 0 0 0 0 0 0 1 12.18 0.00 329 344 6 16.51 2 999 72 0.030 0.278 3 0.700 0.209 0.29 60 0 0 0 0 0 0 1 8.26 0.00 330 329 7 21.48 2 999 72 0.030 0.278 3 0.700 0.209 0.29 60 0 0 0 0 0 0 1 10.74 0.00 331 330 7 38.20 2 999 72 0.030 0.278 3 0.700 0.209 0.29 60 0 0 0 0 0 0 7 19.10 3843.62 332 331 7 65.01 2 999 72 0.030 0.278 3 0.700 0.209 0.29 60 0 0 0 0 0 0 7 32.50 3843.62 333 332 7 77.61 3 999 72 0.030 0.278 3 0.700 0.209 0.29 60 0 0 0 0 0 0 1 38.81 0.00 334 333 7 38.46 3 999 60 0.100 0.278 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 1 19.23 0.00 335 319 1 36.05 3 999 60 0.100 0.278 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 1 18.02 0.00 336 320 1 42.82 3 999 60 0.100 0.278 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 1 21.41 0.00 337 320 8 45.28 2 999 60 0.100 0.278 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 6 22.64 6095.43 338 322 1 47.15 3 999 60 0.100 0.278 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 1 23.58 0.00 339 323 1 47.77 2 999 72 0.030 0.278 3 0.700 0.209 0.29 60 0 0 0 0 0 0 1 23.88 0.00

Lampiran 7 (sambungan)
C RC FD SL SS LS CN n K T C P SCC COD FL FA PI PS GS IF CI CS CL 340 323 8 31.82 2 999 72 0.030 0.278 3 0.700 0.209 0.29 60 0 0 0 0 0 0 7 15.91 23733.51 341 324 8 27.55 2 999 72 0.030 0.278 3 0.700 0.209 0.29 60 0 0 0 0 0 0 7 13.78 23733.51 342 341 7 20.53 3 999 72 0.030 0.278 3 0.700 0.209 0.29 60 0 0 0 0 0 0 7 10.27 23733.51 343 326 8 13.88 2 999 72 0.030 0.278 3 0.700 0.209 0.29 60 0 0 0 0 0 0 7 6.94 23733.51 344 343 7 21.68 2 999 72 0.030 0.278 3 0.700 0.209 0.29 60 0 0 0 0 0 0 7 10.84 23733.51 345 344 7 18.65 3 999 72 0.030 0.278 3 0.700 0.209 0.29 60 0 0 0 0 0 0 7 9.32 23733.51 346 329 8 18.87 2 999 72 0.030 0.278 3 0.700 0.209 0.29 60 0 0 0 0 0 0 7 9.43 22970.68 347 346 7 19.51 2 999 72 0.035 0.278 3 0.010 0.013 0.29 80 0 0 0 0 0 0 7 9.75 22970.68 348 347 7 44.86 2 999 72 0.030 0.278 3 0.700 0.209 0.29 60 0 0 0 0 0 0 7 22.43 3843.62 349 348 7 74.85 2 999 72 0.030 0.278 3 0.700 0.209 0.29 60 0 0 0 0 0 0 7 37.43 3843.62 350 349 7 55.71 3 999 72 0.030 0.278 3 0.700 0.209 0.29 60 0 0 0 0 0 0 1 27.85 0.00 351 337 1 30.39 3 999 60 0.100 0.278 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 1 15.19 0.00 352 339 2 30.32 3 999 60 0.100 0.278 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 1 15.16 0.00 353 339 1 51.60 3 999 72 0.030 0.278 3 0.700 0.209 0.29 60 0 0 0 0 0 0 1 25.80 0.00 354 340 1 66.65 2 999 72 0.030 0.278 3 0.700 0.209 0.29 60 0 0 0 0 0 0 1 33.33 0.00 355 341 1 63.97 2 999 72 0.030 0.278 3 0.700 0.209 0.29 60 0 0 0 0 0 0 1 31.98 0.00 356 341 8 45.02 2 999 72 0.030 0.278 3 0.700 0.209 0.29 60 0 0 0 0 0 0 1 22.51 0.00 357 343 1 28.50 3 999 72 0.030 0.278 3 0.700 0.209 0.29 60 0 0 0 0 0 0 7 14.25 6133.02 358 344 1 34.20 3 999 72 0.030 0.278 3 0.700 0.209 0.29 60 0 0 0 0 0 0 1 17.10 0.00 359 344 8 28.28 3 999 72 0.030 0.278 3 0.700 0.209 0.29 60 0 0 0 0 0 0 1 14.14 0.00 360 346 1 25.82 3 999 72 0.030 0.278 3 0.700 0.209 0.29 60 0 0 0 0 0 0 7 12.91 3574.23 361 347 1 24.76 3 999 75 0.035 0.278 3 0.010 0.013 0.29 80 0 0 0 0 0 0 7 12.38 22970.68 362 347 8 37.51 2 999 75 0.035 0.278 3 0.010 0.013 0.29 80 0 0 0 0 0 0 7 18.76 22970.68 363 362 7 75.19 2 999 72 0.030 0.278 3 0.700 0.209 0.29 60 0 0 0 0 0 0 7 37.60 22970.68 364 363 7 74.59 3 999 72 0.030 0.278 3 0.700 0.209 0.29 60 0 0 0 0 0 0 1 37.29 0.00 365 364 7 32.43 3 999 60 0.100 0.278 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 1 16.22 0.00 366 354 1 48.12 3 999 60 0.100 0.278 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 1 24.06 0.00 367 355 1 54.61 3 999 60 0.100 0.278 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 1 27.30 0.00 368 356 1 54.48 3 999 72 0.030 0.278 3 0.700 0.209 0.29 60 0 0 0 0 0 0 7 27.24 6133.02

Lampiran 7 (sambungan)
C RC FD SL SS LS CN n K T C P SCC COD FL FA PI PS GS IF CI CS CL 369 357 1 34.77 2 999 72 0.030 0.278 3 0.700 0.209 0.29 60 0 0 0 0 0 0 7 17.39 6133.02 370 357 8 29.06 2 999 72 0.030 0.278 3 0.700 0.209 0.29 60 0 0 0 0 0 0 1 14.53 0.00 371 370 7 18.46 3 999 72 0.030 0.278 3 0.700 0.209 0.29 60 0 0 0 0 0 0 1 9.23 0.00 372 359 8 13.53 3 999 72 0.030 0.278 3 0.700 0.209 0.29 60 0 0 0 0 0 0 7 6.77 3574.23 373 360 8 15.29 3 999 72 0.030 0.278 3 0.700 0.209 0.29 60 0 0 0 0 0 0 1 7.64 0.00 374 362 1 35.82 2 999 75 0.035 0.278 3 0.010 0.013 0.29 80 0 0 0 0 0 0 1 17.91 0.00 375 362 8 73.19 2 999 75 0.035 0.278 3 0.010 0.013 0.29 80 0 0 0 0 0 0 1 36.59 0.00 376 375 7 79.01 3 999 75 0.035 0.278 3 0.010 0.013 0.29 80 0 0 0 0 0 0 1 39.50 0.00 377 376 7 38.36 3 999 72 0.030 0.278 3 0.700 0.209 0.29 60 0 0 0 0 0 0 1 19.18 0.00 378 369 2 43.05 3 999 72 0.030 0.278 3 0.700 0.209 0.29 60 0 0 0 0 0 0 7 21.53 6133.02 379 369 1 36.99 3 999 72 0.030 0.278 3 0.700 0.209 0.29 60 0 0 0 0 0 0 7 18.50 6133.02 380 369 8 23.92 3 999 72 0.030 0.278 3 0.700 0.209 0.29 60 0 0 0 0 0 0 1 11.96 0.00 381 370 8 16.04 2 999 72 0.030 0.278 3 0.700 0.209 0.29 60 0 0 0 0 0 0 1 8.02 0.00 382 372 1 13.56 2 999 72 0.030 0.278 3 0.700 0.209 0.29 60 0 0 0 0 0 0 7 6.78 3574.23 383 372 8 18.26 2 999 72 0.030 0.278 3 0.700 0.209 0.29 60 0 0 0 0 0 0 1 9.13 0.00 384 383 7 38.22 2 999 72 0.030 0.278 3 0.700 0.209 0.29 60 0 0 0 0 0 0 1 19.11 0.00 385 384 7 66.04 2 999 72 0.030 0.278 3 0.700 0.209 0.29 60 0 0 0 0 0 0 1 33.02 0.00 386 385 7 73.31 3 999 72 0.030 0.278 3 0.700 0.209 0.29 60 0 0 0 0 0 0 1 36.66 0.00 387 388 3 30.59 3 999 72 0.030 0.278 3 0.700 0.209 0.29 60 0 0 0 0 0 0 1 15.30 0.00 388 379 1 34.54 2 999 72 0.030 0.278 3 0.700 0.209 0.29 60 0 0 0 0 0 0 7 17.27 6133.02 389 379 8 14.35 3 999 72 0.030 0.278 3 0.700 0.209 0.29 60 0 0 0 0 0 0 1 7.17 0.00 390 381 1 12.80 3 999 72 0.030 0.278 3 0.700 0.209 0.29 60 0 0 0 0 0 0 1 6.40 0.00 391 381 8 14.12 3 999 72 0.030 0.278 3 0.700 0.209 0.29 60 0 0 0 0 0 0 1 7.06 0.00 392 383 1 16.64 3 999 72 0.030 0.278 3 0.700 0.209 0.29 60 0 0 0 0 0 0 1 8.32 0.00 393 383 8 37.66 2 999 60 0.100 0.278 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 1 18.83 0.00 394 393 7 59.40 2 999 72 0.030 0.278 3 0.700 0.209 0.29 60 0 0 0 0 0 0 1 29.70 0.00 395 394 7 57.25 2 999 72 0.030 0.278 3 0.700 0.209 0.29 60 0 0 0 0 0 0 1 28.63 0.00 396 388 1 38.71 2 999 72 0.030 0.278 3 0.700 0.209 0.29 60 0 0 0 0 0 0 1 19.36 0.00 397 389 1 23.49 2 999 72 0.030 0.278 3 0.700 0.209 0.29 60 0 0 0 0 0 0 1 11.75 0.00

Lampiran 7 (sambungan)
C RC FD SL SS LS CN n K T C P SCC COD FL FA PI PS GS IF CI CS CL 398 389 8 13.04 2 999 72 0.030 0.278 3 0.700 0.209 0.29 60 0 0 0 0 0 0 1 6.52 0.00 399 390 8 11.47 3 999 72 0.030 0.278 3 0.700 0.209 0.29 60 0 0 0 0 0 0 1 5.73 0.00 400 391 8 13.46 2 999 72 0.030 0.278 3 0.700 0.209 0.29 60 0 0 0 0 0 0 1 6.73 0.00 401 392 8 39.29 2 999 60 0.100 0.278 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 1 19.64 0.00 402 401 7 49.31 3 999 60 0.100 0.278 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 1 24.65 0.00 403 396 2 12.07 3 999 60 0.100 0.278 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 1 6.03 0.00 404 396 1 31.52 3 999 72 0.030 0.278 3 0.700 0.209 0.29 60 0 0 0 0 0 0 1 15.76 0.00 405 397 1 39.58 2 999 72 0.030 0.278 3 0.700 0.209 0.29 60 0 0 0 0 0 0 1 19.79 0.00 406 398 1 28.21 2 999 72 0.030 0.278 3 0.700 0.209 0.29 60 0 0 0 0 0 0 1 14.11 0.00 407 398 8 19.69 2 999 72 0.030 0.278 3 0.700 0.209 0.29 60 0 0 0 0 0 0 1 9.84 0.00 408 399 8 25.23 2 999 60 0.100 0.278 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 1 12.62 0.00 409 401 1 49.01 2 999 60 0.100 0.278 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 1 24.50 0.00 410 409 7 37.17 3 999 60 0.100 0.278 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 1 18.58 0.00 411 405 2 22.16 3 999 60 0.100 0.278 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 6 11.08 8723.85 412 405 1 47.14 3 999 72 0.030 0.278 3 0.700 0.209 0.29 60 0 0 0 0 0 0 1 23.57 0.00 413 406 1 60.59 2 999 72 0.030 0.278 3 0.700 0.209 0.29 60 0 0 0 0 0 0 1 30.30 0.00 414 40 1 44.50 2 999 60 0.100 0.278 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 1 22.25 0.00 415 407 8 42.49 2 999 60 0.100 0.278 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 1 21.24 0.00 416 409 1 43.80 3 999 60 0.100 0.278 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 1 21.90 0.00 417 413 2 29.87 3 999 60 0.100 0.278 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 1 14.94 0.00 418 413 1 55.29 3 999 72 0.030 0.278 3 0.700 0.209 0.29 60 0 0 0 0 0 0 1 27.65 0.00 419 414 1 54.92 2 999 72 0.030 0.278 3 0.700 0.209 0.29 60 0 0 0 0 0 0 1 27.46 0.00 420 415 1 54.67 2 999 60 0.100 0.278 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 1 27.34 0.00 421 415 8 34.09 3 999 60 0.100 0.278 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 1 17.04 0.00 422 419 1 31.89 3 999 72 0.030 0.278 3 0.700 0.209 0.29 60 0 0 0 0 0 0 1 15.94 0.00 423 420 1 51.02 3 999 60 0.100 0.278 3 0.001 1.000 0.59 65 0 0 0 0 0 0 1 25.51 0.00

Lampiran 7 (sambungan) Keterangan: C = Nomor sel K = Faktor erodibilitas tanah PS = Point source indicator RC = Sel penerima C = Faktor pengelolaan tanah GS = Sumber erosi tambahan FD = Arah aliran P = Faktor teknik konservasi tanah COD = Kebutuhan Oksigen kimiawi CN = Bilangan kurva aliran permukaan SCC = Konstanta kondisi permukaan IF = Indikator impoundment SL = Kemiringan lereng T = Tekstur CI = Indikator saluran SS = Bentuk lereng FL = Indikator penggunaan pupuk CS = Kemiringan lereng saluran LS = Panjang lereng FA = Ketersediaan pupuk pada permukaan tanah CL = Panjang saluran N = Koefisien kekasaran Manning PI = Indikator penggunaan pestisida

Lampiran 8 Contoh Hasil Keluaran Model AGNPS
Episode 1 Januari Watershed Summary Watershed Studied DTA Jeneberang The area of the watershed is 16920 acres The area of each cell is 40.00 acres The characteristic storm precipitation is 1.30 inches The storm energy-intensity value is 26 Values at the Watershed Outlet Cell number 169 000 Runoff volume 0.0 inches Peak runoff rate 113 cfs Total Nitrogen in sediment 2.87 lbs/acre Total soluble Nitrogen in runoff 0.01 lbs/acre Soluble Nitrogen concentration in runoff 0.99 ppm Total Phosphorus in sediment 1.43 lbs/acre Total soluble Phosphorus in runoff 0.00 lbs/acre Soluble Phosphorus concentration in runoff 0.05 ppm Total soluble chemical oxygen demand 0.55 lbs/acre Soluble chemical oxygen demand concentration in runoff 64 ppm Sediment Analysis Area Weighted Area Erosion Delivery Enrichment Mean Weighted Particle Upland Channel Ratio Ratio Concentration Yield Yield type (t/a) (t/a) (%) (ppm) (t/a) (tons) _________________________________________________________________________ CLAY 1.16 0.00 64 10 172358.40 0.74 12568.0 SILT 0.70 0.00 0 0 59.18 0.00 4.3 SAGG 6.62 0.00 0 0 32.00 0.00 2.3 LAGG 2.90 0.00 0 0 26.67 0.00 1.9 SAND 0.23 0.00 0 0 8.30 0.00 0.6 TOTAL 11.61 0.00 6 1 172484.50 0.74 12577.2
Episode 2 Januari Watershed Summary Watershed Studied DTA Jeneberang The area of the watershed is 16920 acres The area of each cell is 40.00 acres The characteristic storm precipitation is 0.70 inches The storm energy-intensity value is 10 Values at the Watershed Outlet Cell number 169 000 Runoff volume 0.0 inches Peak runoff rate 1 cfs Total Nitrogen in sediment 0.00 lbs/acre Total soluble Nitrogen in runoff 0.00 lbs/acre Soluble Nitrogen concentration in runoff 1.20 ppm Total Phosphorus in sediment 0.00 lbs/acre Total soluble Phosphorus in runoff 0.00 lbs/acre Soluble Phosphorus concentration in runoff 0.05 ppm Total soluble chemical oxygen demand 0.00 lbs/acre Soluble chemical oxygen demand concentration in runoff 69 ppm

Lampiran 8 (sambungan) Sediment Analysis Area Weighted Area Erosion Delivery Enrichment Mean Weighted Particle Upland Channel Ratio Ratio Concentration Yield Yield type (t/a) (t/a) (%) (ppm) (t/a) (tons) _________________________________________________________________________ CLAY 0.43 0.00 0 9 5488.81 0.00 1.9 SILT 0.26 0.00 0 0 143.88 0.00 0.1 SAGG 2.48 0.00 0 0 246.53 0.00 0.1 LAGG 1.09 0.00 0 0 337.43 0.00 0.1 SAND 0.09 0.00 0 1 105.73 0.00 0.0 TOTAL 4.35 0.00 0 1 6322.39 0.00 2.2
Episode 3 Januari Watershed Summary Watershed Studied DTA Jeneberang The area of the watershed is 16920 acres The area of each cell is 40.00 acres The characteristic storm precipitation is 0.40 inches The storm energy-intensity value is 3 Values at the Watershed Outlet Cell number 169 000 Runoff volume 0.0 inches Peak runoff rate 0 cfs Total Nitrogen in sediment 0.00 lbs/acre Total soluble Nitrogen in runoff 0.00 lbs/acre Soluble Nitrogen concentration in runoff 1.65 ppm Total Phosphorus in sediment 0.00 lbs/acre Total soluble Phosphorus in runoff 0.00 lbs/acre Soluble Phosphorus concentration in runoff 0.05 ppm Total soluble chemical oxygen demand 0.00 lbs/acre Soluble chemical oxygen demand concentration in runoff 60 ppm Sediment Analysis Area Weighted Area Erosion Delivery Enrichment Mean Weighted Particle Upland Channel Ratio Ratio Concentration Yield Yield type (t/a) (t/a) (%) (ppm) (t/a) (tons) _________________________________________________________________________ CLAY 0.13 0.00 0 6 1572.90 0.00 0.3 SILT 0.08 0.00 0 1 133.53 0.00 0.0 SAGG 0.77 0.00 0 0 190.69 0.00 0.0 LAGG 0.34 0.00 0 1 450.60 0.00 0.1 SAND 0.03 0.00 0 3 141.19 0.00 0.0 TOTAL 1.35 0.00 0 1 2488.91 0.00 0.5

Lampiran 8 (sambungan)
Episode 1 Februari Watershed Summary Watershed Studied DTA Jeneberang The area of the watershed is 16920 acres The area of each cell is 40.00 acres The characteristic storm precipitation is 0.40 inches The storm energy-intensity value is 3 Values at the Watershed Outlet Cell number 169 000 Runoff volume 0.0 inches Peak runoff rate 0 cfs Total Nitrogen in sediment 0.00 lbs/acre Total soluble Nitrogen in runoff 0.00 lbs/acre Soluble Nitrogen concentration in runoff 1.65 ppm Total Phosphorus in sediment 0.00 lbs/acre Total soluble Phosphorus in runoff 0.00 lbs/acre Soluble Phosphorus concentration in runoff 0.05 ppm Total soluble chemical oxygen demand 0.00 lbs/acre Soluble chemical oxygen demand concentration in runoff 60 ppm Sediment Analysis Area Weighted Area Erosion Delivery Enrichment Mean Weighted Particle Upland Channel Ratio Ratio Concentration Yield Yield type (t/a) (t/a) (%) (ppm) (t/a) (tons) _________________________________________________________________________ CLAY 0.11 0.00 0 6 1330.95 0.00 0.3 SILT 0.07 0.00 0 1 129.13 0.00 0.0 SAGG 0.64 0.00 0 0 180.90 0.00 0.0 LAGG 0.28 0.00 0 1 450.60 0.00 0.1 SAND 0.02 0.00 0 3 141.19 0.00 0.0 TOTAL 1.12 0.00 0 1 2232.76 0.00 0.4

Lampiran 9 Hasil Analisis Model Regresi Keluaran Minitab ————— 10/5/2007 12:39:52 PM —————————————————— Correlations: Q (m^3/s), CH (mm) Pearson correlation of Q (m^3/s) and CH (mm) = 0.925 P-Value = 0.000 Regression Analysis: Log-Q versus Log-CH The regression equation is Log-Q = - 0.797 + 0.684 Log-CH Q = 0.159 CH0.68 363 cases used, 3 cases contain missing values Predictor Coef SE Coef T P Constant -0.79694 0.01401 -56.89 0.000 Log-CH 0.68418 0.01733 39.48 0.000 S = 0.180159 R-Sq = 81.2% R-Sq(adj) = 81.1% Analysis of Variance Source DF SS MS F P Regression 1 50.602 50.602 1559.05 0.000 Residual Error 361 11.717 0.032 Total 362 62.319 Unusual Observations Obs Log-CH Log-Q Fit SE Fit Residual St Resid 7 0.54 -0.06048 -0.42854 0.00951 0.36806 2.05R 55 0.12 -1.18709 -0.71489 0.01255 -0.47219 -2.63R 56 0.65 0.03782 -0.35002 0.00951 0.38784 2.16R 165 -0.87 -0.90309 -1.38976 0.02706 0.48667 2.73RX 167 -1.35 -1.30103 -1.71839 0.03497 0.41736 2.36RX 178 -1.04 -1.18709 -1.50914 0.02991 0.32206 1.81 X 181 -0.05 -1.19382 -0.83425 0.01472 -0.35957 -2.00R 183 0.23 -1.07058 -0.64243 0.01143 -0.42815 -2.38R 185 -0.84 -0.98716 -1.37072 0.02660 0.38355 2.15RX 201 -0.74 -1.05061 -1.30318 0.02501 0.25257 1.42 X 202 -0.01 -1.22185 -0.80507 0.01416 -0.41678 -2.32R 203 -0.66 -1.20761 -1.24955 0.02376 0.04195 0.23 X 205 0.16 -1.20066 -0.68756 0.01211 -0.51310 -2.85R 242 -0.74 -0.86646 -1.30318 0.02501 0.43672 2.45RX 253 -0.74 -0.68613 -1.30318 0.02501 0.61705 3.46RX 259 -0.44 -0.67366 -1.09722 0.02028 0.42356 2.37R 260 -0.44 -0.67985 -1.09722 0.02028 0.41737 2.33R 262 0.51 -0.85699 -0.44965 0.00958 -0.40733 -2.26R 266 0.56 -0.84164 -0.41558 0.00948 -0.42606 -2.37R 269 0.44 -0.86328 -0.49484 0.00983 -0.36844 -2.05R 275 0.71 -0.69250 -0.31335 0.00965 -0.37915 -2.11R R denotes an observation with a large standardized residual. X denotes an observation whose X value gives it large influence.

Lampiran 9 (sambungan) ————— 11/17/2007 12:27:59 AM ———————————————— Correlations: Log QpMod., Log QpLap. Pearson correlation of Log QpMod. and Log QpLap. = 0.894 P-Value = 0.000 Regression Analysis: Log QpLap. versus Log QpMod. The regression equation is Log QpLap. = 0.239 + 0.679 Log QpMod. 363 cases used, 3 cases contain missing values Predictor Coef SE Coef T P Constant 0.23924 0.01926 12.42 0.000 Log QpMod. 0.67941 0.01795 37.85 0.000 S = 0.186393 R-Sq = 79.9% R-Sq(adj) = 79.8% Analysis of Variance Source DF SS MS F P Regression 1 49.783 49.783 1432.91 0.000 Residual Error 361 12.542 0.035 Total 362 62.325 Unusual Observations Log Obs QpMod. Log QpLap. Fit SE Fit Residual St Resid 1 1.76 0.51413 1.43502 0.04916 -0.92089 -5.12RX 55 -1.39 -1.18867 -0.70579 0.01288 -0.48288 -2.60R 56 -0.87 0.03792 -0.35490 0.00982 0.39282 2.11R 165 -2.35 -0.90341 -1.35414 0.02731 0.45074 2.44RX 167 -2.81 -1.30476 -1.66811 0.03518 0.36335 1.99 X 178 -2.52 -1.18630 -1.47002 0.03019 0.28372 1.54 X 181 -1.56 -1.19648 -0.82068 0.01503 -0.37580 -2.02R 183 -1.29 -1.07058 -0.63617 0.01176 -0.43441 -2.34R 185 -2.32 -0.98651 -1.33570 0.02686 0.34919 1.89 X 201 -2.22 -1.04879 -1.27193 0.02530 0.22313 1.21 X 202 -1.52 -1.22449 -0.79264 0.01447 -0.43185 -2.32R 203 -2.15 -1.21023 -1.21982 0.02403 0.00960 0.05 X 205 -1.35 -1.19772 -0.67945 0.01244 -0.51827 -2.79R 242 -2.22 -0.86786 -1.27193 0.02530 0.40407 2.19RX 253 -2.22 -0.68634 -1.27193 0.02530 0.58558 3.17RX 259 -1.93 -0.67331 -1.07384 0.02057 0.40053 2.16R 260 -1.93 -0.67897 -1.07384 0.02057 0.39487 2.13R 262 -1.02 -0.85676 -0.45071 0.00992 -0.40605 -2.18R 266 -0.97 -0.84177 -0.41795 0.00981 -0.42382 -2.28R 275 -0.82 -0.69217 -0.31964 0.00995 -0.37253 -2.00R R denotes an observation with a large standardized residual. X denotes an observation whose X value gives it large influence.

Lampiran 9 (sambungan) ————— 11/17/2007 12:27:07 AM —————————————————— Correlations: Log QsLap., Log QsMod Pearson correlation of Log QsLap. and Log QsMod = 0.905 P-Value = 0.013 Regression Analysis: Log QsLap. versus Log QsMod The regression equation is Log QsLap. = 0.230 + 0.382 Log QsMod 6 cases used, 360 cases contain missing values Predictor Coef SE Coef T P Constant 0.2300 0.1427 1.61 0.182 Log QsMod 0.38162 0.08974 4.25 0.013 S = 0.228457 R-Sq = 81.9% R-Sq(adj) = 77.4% Analysis of Variance Source DF SS MS F P Regression 1 0.94394 0.94394 18.09 0.013 Residual Error 4 0.20877 0.05219 Total 5 1.15271